masalah kesehatan
TRANSCRIPT
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun
penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan
kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu
pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.
Masalah gizi meskipun sering berkaitan dengan masalah kekurangan pangan,
pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan. Pada
kasus tertentu, seperti keadaan krisis (bencana kekeringan, perang, kekacauan sosial,
krisis ekonomi), masalah gizi muncul akibat ketahanan pangan ditingkat rumah
tangga, yaitu kemampuan rumah tangga untuk memperoleh makanan untuk semua
anggotanya. Menyadari hal ini, peningkatan status gizi masyarakat memerlukan
kebijakan yang menjamin setiap anggota masyarakat untuk memperoleh makanan
yang cukup dalam jumlah dan mutunya. Dalam konteks ini masalah gizi tidak lagi
semata-mata masalah kesehatan tetapi juga masalah kemiskinan, pemerataan, dan
masalah kesempatan kerja.
Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang pada umumnya masih
didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi,
masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), masalah Kurang Vitamin
A (KVA) dan masalah obesitas terutama di kota-kota besar (Supariasa dkk, 2002).
1 Universitas Sumatera Utara
Kelompok anak sekolah (7-13 tahun) merupakan kelompok rentan gizi,
kelompok masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi, bila masyarakat
terkena kekurangan penyediaan bahan makanan. Pada umumnya kelompok ini
berhubungan dengan proses pertumbuhan yang relatif pesat, yang memerlukan zat-zat
gizi dalam jumlah relatif besar (Sediaoetama, 2004).
Anak sebagai aset SDM dan generasi penerus perlu diperhatikan
kehidupannya. Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting
dalam pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia. Kecukupan gizi sangat
mempengaruhi kecerdasan dan produktivitas kerja manusia. Banyak aspek yang
berpengaruh terhadap status gizi antara lain aspek pola pangan, sosial budaya dan
pengaruh konsumsi pangan (Suhardjo, 2003).
Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena anak usia tersebut
merupakan generasi penerus bangsa. Tumbuh berkembangnya anak usia sekolah yang
optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang benar.
Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan zat gizi pada
anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Banyak sekali masalah yang
ditimbulkan dalam pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang.
Penyimpangan ini mengakibatkan gangguan pada banyak organ dan sistem tubuh
anak (Judarwanto, 2006).
Berbagai masalah kesehatan juga dijumpai dikalangan anak sekolah. Secara
langsung keadaan zat gizi dipengaruhi oleh kecukupan asupan makanan dan keadaan
individu. Kedua faktor tersebut selain dipengaruhi oleh masalah ekonomi dan
pelayanan kesehatan, juga dipengaruhi pola asuh anak yang tidak memadai.
Universitas Sumatera Utara
Adapun masalah-masalah yang timbul pada kelompok umur usia sekolah,
antara lain defesiensi Fe dan seringnya jajan di sekolah sehingga dirumah anak tidak
mau makan dan pada umumnya mereka tidak sarapan (makan pagi), makan siang di
luar rumah tidak teratur sehingga tidak tercukupi kebutuhan gizinya.
Perhatian terhadap anak termasuk anak usia sekolah dasar semakin
ditingkatkan, terutama dalam hal yang berkaitan dengan masalah gizi. Perhatian
terhadap kelompok ini perlu, karena kenyataan golongan ini merupakan sumber daya
manusia yang sangat potensial yang perlu diberikan perhatian, pembinaan dan
pengawasan yang sedini mungkin agar menghasilkan kualitas yang baik.
Pertumbuhan anak yang baik dalam lingkungan yang sehat penting untuk
menciptakan generasi penerus yang berkualitas dan berpotensi (Santoso S, 1999).
Dari beberapa penelitian diketahui sebagian anak sekolah mengalami masalah
gizi yang cukup serius. Hasil kegiatan Tinggi Badan Anak Sekolah Baru Masuk
(TBASS) Tahun 1998 Menunjukkan bahwa 37,8% anak Sekolah dasar dan Madrasah
Ibtidayah yang baru masuk sekolah menderita Kurang Energi Protein (KEP).
Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) yang ditandai dengan adanya
pembesaran kelenjar gondok masih diderita 11,1% anak sekolah dasar dan Madrasah
Ibtidayah (2002). Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 1995
menunjukkan bahwa 47,3% anak usia sekolah menderita anemia gizi.
Disamping menderita menderita gizi kurang diketahui pula bahwa di
beberapa daerah perkotaan telah terjadi masalah gizi lebih pada anak sekolah dasar
dan Madrasah Ibtidayah. Hasil penelitian Husaini pada anak sekolah dasar dan
Madrasah Ibtidayah yang berasal dari keluarga ekonomi menegah keatas di kota
Universitas Sumatera Utara
Bogor (1998) menunjukkan bahwa 10,3% anak laki-laki dan 11,4% anak perempuan
kelebihan berat badan.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 di Kabupaten Samosir
ditemukan anak usia 6-14 tahun laki-laki status kurus 16,5% dan berat badan lebih
5,3% dan anak perempuan status gizi kurus 5,3% dan berat badan lebih 3,4%.
Dari hasil Survei Kesehatan Daerah Kabupaten Samosir Tahun 2006, menurut
indeks BB/U diperoleh status gizi usia anak sekolah di Kecamatan Pangururan
terdapat gizi buruk sebanyak 12,5%, gizi kurang sebanyak 31%, gizi baik sebanyak
55,4% dan gizi lebih sebanyak 1,1 %. Menurut indeks TB/U diperoleh status gizi
anak usia sekolah sangat pendek sebanyak 27,2%, pendek sebanyak 28,3% dan
normal sebanyak 44,6%. Menurut indeks BB/TB diperoleh status gizi anak usia
sekolah dasar sangat kurus sebanyak 8,7%, kurus sebanyak7,6%, normal sebanyak
76,1% dan gemuk sebanyak 7,6 %.
Secara geografis wilayah Kecamatan Pangururan sebagian terdapat ditepi
Danau Toba dan sebagian lagi terdapat di perbukitan. Desa yang terletak di
perbukitan termasuk desa sulit ditempuh dengan transportasi roda empat dan
penyebaran rumah-rumah penduduk saling berjauhan dan masyarakat terbatas
mendapatkan pangan bersumber hewani yang diperoleh dari pasar yang ada di tepi
danau sekali dalam seminggu . Selain itu anak sekolah dasar di desa perbukitan pada
umumnya masih berjalan kaki ke sekolah dan mempunyai kebiasaan membantu orang
tua ke ladang setelah pulang dari sekolah. Sedangkan desa tepi danau masyarakatnya
pada umumnya telah lebih maju keadaan ekonomi dan akses masyarakat untuk
Universitas Sumatera Utara
memperoleh bahan makanan sumber protein hewani seperti ikan yang banyak di desa
tepi danau.
Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
yang berhubungan dengan perbedaan pola makan dan status gizi anak sekolah dasar
di desa perbukitan dan di desa tepi danau Kecamatan Pangururan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka masalah yang ingin diteliti,
yaitu bagaimana perbedaan pola makan dan status gizi anak sekolah dasar di desa
perbukitan dan di desa tepi danau Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun
2010.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan pola makan dan status gizi anak sekolah dasar
di desa perbukitan dan di desa tepi danau Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui jenis makanan yang dimakan anak sekolah dasar di desa
perbukitan dan di desa tepi danau.
2. Untuk mengetahui frekuensi makanan yang dimakan anak sekolah dasar di desa
perbukitan dan di desa tepi danau.
3. Untuk mengetahui perbedaan tingkat konsumsi energi dan protein anak sekolah
dasar di desa perbukitan dan di desa tepi danau.
Universitas Sumatera Utara
4. Untuk mengetahui perbedaan status gizi anak sekolah dasar di desa perbukitan
dan di desa tepi danau.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan masukan kepada sekolah tentang keadaan gizi dan pola makan
pangan murid-murid di sekolahnya.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah,
khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir dalam upaya penanggulangan
masalah gizi anak Sekolah Dasar.
Universitas Sumatera Utara