masalah hibriditas dan ambivalensi dalam novel...

132
MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL KALAU TAK UNTUNG KARYA SELASIH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Oleh Nurlaily Hanifah Amalia 1111013000106 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018

Upload: vuongminh

Post on 24-Apr-2019

229 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

  

MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL KALAU

TAK UNTUNG KARYA SELASIH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan

Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh

Nurlaily Hanifah Amalia

1111013000106

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018

Page 2: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan
Page 3: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan
Page 4: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan
Page 5: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

i

ABSTRAK

Nurlaily Hanifah Amalia, 1111013000106, ”Masalah Hibriditas dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dosen Pembimbing Ahmad Bahtiar, M.Hum.

Sebagai perempuan pertama yang menerbitkan novel di Balai Pustaka, karya Selasih patut untuk dijadikan penelitian pascakolonial dengan melihat dari jejak kependidikan dalam novel Kalau Tak Untung. Selasih selama hidupnya mengabdikan diri pada dunia pendidikan dan ikut dalam perjuangan emansipasi perempuan dan pergerakan nasionalisme.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana perubahan sosial dan membahas kisah percintaan antara kedua tokoh utama yang terdapat dalam novel Kalau Tak Untung guna menambah wawasan sejarah dan meningkatkan rasa nasionalisme. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif.

Adapun hasil pembahasan menggunakan pendekatan pascakolonial dari analisis tokoh, yaitu: 1) pada tokoh Masrul terlihat munculnya hibriditas dan ambivalensi psikologi pada perbedaan latar tempat; 2) pada tokoh Rasmani terlihat munculnya hibriditas dan ambivalensi pada lingkungan masyarakat Minangkabau; 3) pada tokoh Muslina terlihat munculnya ambivalensi psikologis, mimikri, hibriditas dan hegemoni yang terjadi karena pengaruh kehidupan sosialnya; 4) pada tokoh Ibu Masrul terlihat munculnya ambivalensi karena pandangan Timur yang diyakininya. Kesimpulannya, setiap tokoh mengalami permasalahan sosial dengan balutan kisah percintaan yang berbeda status sosial sehingga menjadikan novel ini merupakan wacana kolonial yang dengan penulisan struktural yang padu. Nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam novel dapat menjadi bahan dan media pembelajaran untuk menyadarkan peserta didik akan sejarah sosial.

Kata Kunci :Pascakolonial, ambivalensi, hibriditas, hegemoni, mimikri, pembelajaran sastra, Kalau Tak Untung, Selasih.

Page 6: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

ii

ABSTRACT

Nurlaily Hanifah Amalia, 1111013000106, “Hybridity and Ambivalence Problem in Selasih’s Kalau Tak Untung and It's Implication on Indonesian Literature Learning in Senior High School. Department of Indonesian Language and Literature, Faculty of Tarbiyah and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2018. Advisor: Ahmad Bahtiar, M.Hum.

As the first woman to publish a novel at Balai Pustaka, Selasih's work deserves to be used as a postcolonial research by looking at the educational traces in the novel Kalau Tak Untung. Selasih during his life devoted himself to the world of education and participated in the struggle for women's emancipation and the movement of nationalism.

The purpose of this study was to see how social change and discuss the love story between the two main characters contained in the novel Kalau Tak Untung in order to add historical insight and increase a sense of nationalism. The method used is descriptive qualitative.

The results of the discussion using a postcolonial approach from the character analysis, namely: 1) the Masrul figure shows the emergence of hybridity and psychological ambivalence on the differences in the setting of the place; 2) the physical figure shows the emergence of hybridity and ambivalence in the Minangkabau society; 3) the Muslina figure shows the emergence of psychological ambivalence, mimicry, hybridity and hegemony that occur because of the influence of his social life; 4) the figure of Mrs. Masrul shows the emergence of ambivalence because of the Eastern views which she believes. In conclusion, each character experiences social problems with a different love story with social status, making this novel a colonial discourse with coherent structural writing. Life values contained in the novel can be material and learning media to make students aware of social history.

Key Word : Postcolonial, , ambivalen, hybridity, hegemony, mimicry, literary

learning, Kalau Tak Untung, Selasih.

Page 7: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Yang

telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, serta kesehatan jasmani dan

rohani kepada penulis sehingga diberi kemudahan untuk menyelesaikan

skripsi yang berjudul "Analasis Pascakolonial dalam Novel Kalau Tak

Untung Karya Selasih dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan

Sastra Indonesia di SMA". Shalawat serta salam semoga selalu tercurah

kepada junjungan Nabi Muhammad Saw. Beserta para keluarga dan

sahabatnya.

Penulisan skripsi ini ditujukan dalam rangka memenuhi salah satu

syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Penulis

berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kepentingan pembacanya.

Dalam proses penulisan skripsi ini tentu saja tidak terlepas dari

nasihat, saran dan motivasi dari berbagai pihak yang dengan ketulusan hati

mau membantu dan membimbing penulis. Dengan segala kerendahan hati

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguuruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia yang mempermudah dan memberikan motivasi dalam proses

penulisan skripsi ini;

3. Toto Edidarmo, MA., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia yang mempermudah dalam segala proses administrasi;

4. Ahmad Bachtiar, M.Hum., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

meluangkan waktu untuk penulis dalam proses bimbingan skripsi, sabar

Page 8: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

iv

dalam membimbing dan memberikan masukan untuk referensi tulisan hingga

akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;

5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia khususnya

dan dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan ilmu

kepada penulis dalam menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah;

6. Kedua orangtua tercinta yaitu Sri Hastuti dan Tino Ali Susanto yang telah

merawat, membimbing, tidak henti-hentinya memberikan doa dan dorongan

baik moril dan materil. Dengan usaha dan kerja keras mereka berhasil

membuat ketiga anaknya mendapat gelar sarjana dengan pendidikan yang

hanya mereka dapatkan sampai SMA. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

sebagai tanda bakti;

7. Kakak-kakak tercinta, yaitu Martina Eka Suryastuti, S.Pd dan Yusuf Marsudi

Rahman, S.Tek yang telah memberikan motivasi dan arahan sehingga skripsi

ini terselesaikan;

8. Bibi saya tercinta Niniek Sugiyono dan Ibu Jujuk yang memberikan

semangat, kasih sayang dan kepercayaan kepada penulis bahwa penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini;

9. Sahabat "Tante Rempong", Ade Nurfadillah, Maisyah Rahmanita Putri,

Marcita Fajarwati, Septi Liawati, dan Tasmiyatun Hasanah yang sejak awal

perkuliahan menjadi tempat berkeluh kesah, memberikan keceriaan, suka

duka, saling mendukung dan mendoakan hingga akhir masa perjuangan;

10. Teman-teman yang memberikan semangat satu sama lain, Mohammad Salma,

Marissa Rizqi, Adi Alvian, Endah Sri Rahayu, Rahma Rahayu Mustika,

Dinny Laras Safitri, dan Amalia Rosyidah;

11. Teman-teman PPKT di SMP Darul Ma'arif Jakarta yang telah bekerja sama

dengan kompak selama praktik mengajar, Maisyah, Eva, Ervi, dan Karima;

12. Teman-teman Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2011,

khususnya PBSI C yang selalu kompak dan semangat dan Keluarga besar

Teater Syahid yang telah memberikan penulis pelajaran dan pengalaman

berharga dalam dunia teater;

Page 9: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

v

Terima kasih pula kepada pihak-pihak yang telah memudahkan

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga limpahan rahmat Allah,

terhikmat kepada kita semua. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari

kata sempurna. Oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran untuk

menjadi lebih baik.

Ciputat, 27 Juni 2018

Nurlaily Hanifah Amalia

Page 10: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

 

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

ABSTRAK ........................................................................................ i

ABSTRACT ....................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ....................................................................... iii

DAFTAR ISI ..................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................... 1

B. Identitas Masalah .................................................. 4

C. Pembatasan Masalah .............................................. 4

D. Rumusan Masalah ................................................. 4

E. Tujuan Penelitian ................................................. 4

F. Manfaat Penelitian ............................................... 5

G. Metode Penelitian ................................................. 6

H. Sumber Data ......................................................... 7

I. Teknik Pengumpulan Data ................................... 7

J. Teknik Analisis Data ............................................. 8

BAB II KAJIAN TEORI

A. Hakikat Pascakolonial ........................................... 9

B. Hakikat Novel ........................................................ 13

C. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ......... 25

D. Penelitian yang Relevan ........................................ 28

BAB III BIOGRAFI, PANDANGAN PENGARANG DAN SINOPSIS

A. Biografi Selasih .......................................................... 30

Page 11: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

 

B. Pandangan Hidup Selasih ......................................... 33

C. Sinopsis Novel Kalau Tak Untung Karya Selasih ... 35

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Unsur Intrinsik Novel Kalau Tak Untung Karya

Selasih ......................................................................... 38

B. Analisis Pascakolonial Novel Kalau Tak Untung

Karya Selasih ............................................................... 82

C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasa dan

Sastra Indonesia ........................................................... 91

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ....................................................................... 95

B. Saran ............................................................................. 96

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

LEMBAR UJI REFERENSI

PROFIL PENULIS

Page 12: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keterikatan karya sastra akan latar sosial seorang pengarang tidak akan

lepas dari latar sosial karya sastranya pula. Tidak lepas pula untuk penulisan

karya sastra pada awal sejarah novel Indonesia. Pada tahun 1930, penulis asalah

Sumatra Barat mendominasi hingga 57% dari keseluruhan penulis di Indonesia

saat itu.1 Namun hal nyata lainnya hanya terdapat tiga nama penulis yang

muncul, yaitu Selasih, Hamidah, dan Suwarsih yang tentunya memasukkan

tokoh protagonisnya adalah perempuan.

Membicarakan tahun 1930an, novel yang paling terkenal pada saat itu

adalah Siti Nurbaya karya Marah Roesli dan Salah Asuhan karya Abdul Moeis.

Ketenaran karya mereka merupakan pembuktian dari data di atas. Namun dalam

penelitian ini, objek yang digunakan yaitu novel Kalau Tak Untung karya

Selasih yang merupakan penulis perempuan pertama Indonesia. Novel ini

menceritakan percintaan dua orang anak yang bersahabat sejak kecil, sama-sama

sekolah, dan sama-sama pula hidup tak berkecukupan. Hingga saat dewasa,

Masrul dipindahkan bekerja di luar daerah dan membuat hubungan dirinya

dengan Rasmani menjadi renggang. Di sinilah awal konflik muncul, dari

perjodohan Masrul dengan Aminah, keraguan Masrul mengambil keputusan, dan

penyesalan yang disajikan dengan menggunakan alur maju.

Novel Kalau Tak Untung merupakan karya yang diterbitkan Balai

Pustaka. Novel-novel hasil keluaran Balai Pustaka memiliki ciri khas tentang

kisah percintaan yang tak sampai. Namun pembawaan cerita antara penulis pria

dan penulis perempuan akan terlihat perbedaan, di mana cerminan dari tokoh

dari yang mereka tulis akan menjadi cerminan pandangan hidup sang penulis.

1 Jacob Sumardjo, Pengantar Novel Indonesia, (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1991), h. 97.

Page 13: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

2

Novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan menceritakan secara terbuka

bagaimana kehidupan tokoh utama pria mereka. Samsul dalam Siti Nurbaya dan

Hanafi dalam Salah Asuhan. Samsul masuk ke militer koloni dan Hanafi yang

membuang identitasnya sebagai masyarakat Timur. Namun dalam Kalau Tak

Untung, tokoh utamanya, Masrul, tidak mengalami perubahan seekstrim itu,

namun dirinya berusaha lepas dari ikatan budaya daerahnya dengan memilih

perempuannya sendiri untuk dinikahi. Dan hal ini didukung dalam latar cerita

yang berbeda antara di kota dan di desa.

Perubahan sosial yang terjadi dalam Kalau Tak Untung menjadikan

penulis menggunakan teori pascakolonial dengan pembahasan hibriditas dan

ambivalensi. Hibriditas dalam humaniora berarti hubungan dua kebudayaan

dengan identitas yang berbeda, sedangkan ambivalensi sikap medua atau

berlawanan terhadap situasi yang sama dan digunakan untuk menjelaskan

keragaman pilihan dalam pembentukan suatu identitas.2 Hibriditas dan

ambivalensi tokoh dalam novel Kalau Tak Untung karya Selasih, menjadi dasar

penelitian penulis dengan menggunakan pendekatan pascakolonial dengan

melihat kondisi dan kecenderungan masyarakat yang melihat pendidikan dari

kacamata adat dan modern Penelitian ini cenderung lebih kepada perbedaan

derajat antara pria dari keluarga mampu dengan gadis dari keluarga miskin.

Hingga pada akhirnya kedua tokoh ini berusaha untuk melakukan pembentukan

diri karena pengaruh sosial di lingkungannya.

Jika dihubungkan dengan pembelajaran sastra, siswa akan belajar

mengkritisi sastra dengan melibatkan unsur-unsur budaya sesuai dengan

kemampuan siswa yang bertujuan agar siswa lebih percaya diri dalam

mengeluarkan pendapat. Maka dari itu, penulis mengangkat hibriditas dan

ambivalensi selain sebagai penelitian diharapkan pada pembelajaran sastra

2 Nyoman Kutha Ratna, Postkolonialisme Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 440, 447.

Page 14: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

3

mampu memberikan rasa keingintahuan kepada siswa dengan membaca cerita

tetapi juga mendapatkan ilmu sejarah di dalamnya.

Selain itu diharapkan pula dapat mengubah perilaku dan pandangan

hidup mereka setelah memahami dengan baik akan berharganya menjadi

merdeka. Tentunya diharapkan hasil dari pelajaran ini mampu membuat siswa,

peneliti, dan pengajar menjadi sadar akan nilai nasionalisme dan nilai

pendidikan yang terkandung dalam karya sastra. Hal ini mempermudah siswa

untuk mengetahui situasi dan keadaan pada masa sebelum merdeka dalam

bentuk karya sastra.

Untuk mencapai nilai-nilai tersebut, pasti memiliki masalah yang sering

terjadi dalam proses belajar mengajar. Masalah dalam pembelajaran menjadi hal

yang terelakkan jika kita memandang dari segi pendidikan di Indonesia yang

tidak mengalami banyak perubahan dari masa penjajahan hingga sekarang

dengan beberapa kali adanya perubahan kurikulum. Turunnya minat siswa dapat

dikarenakan kondisi kelas yang tidak efisien untuk belajar, lingkungan sekitar

sekolah, dan terutama sifat siswa sendiri yang malas untuk belajar hingga minat

untuk belajar menjadi lemah. Hasilnya adalah nilai yang menurun dan semangat

belajar siswa yang ikut menurun pula. Inilah yang menjadi pekerjaan rumah bagi

para pengajar untuk meningkatkan minat belajar siswa tentunya dengan tidak

melupakan dasar keterampilan berbahasa, yakni menyimak, berbicara, membaca

dan menulis dengan mengharapkan adanya perubahan akibat adanya stimulus

dan respon.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan menganalisis unsur

pembangun cerita intrinsik, hibriditas dan ambivalensi, lalu

mengimplikasikannya dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dengan

objek penelitian novel Kalau Tak Untung karya Selasih. Dengan demikian,

penulis memilih judul: "Masalah Hibriditas dan Ambivalensi dalam Novel

Kalau Tak Untung karya Selasih dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA."

Page 15: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

4

B. Identifikasi Masalah

Pengidentifikasian masalah berdasarkan uraian latar belakang adalah

sebagai berikut:

1. Belum adanya analisis novel Kalau Tak Untung karya Selasih terkait

hibriditas dan ambivalensi.

2. Kurangnya sikap nasionalisme dan cinta tanah air dalam diri siswa.

3. Kurangnya minat siswa terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, pembatasan

masalah dalam penelitian ini adalah pada analisis hibriditas dan ambivalensi

dalam novel Kalau Tak Untung karya Selasih, kemudian diimplikasikan kepada

pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

D. Rumusan Masalah

Agar permasalahan pada penelitian ini menjadi jelas dan terarah, perlu

adanya rumusan masalah. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana analisis hibriditas dan ambivalensi dalam novel Kalau Tak

Untung karya Selasih?

2. Bagaimana implikasi tentang sejarah kolonial dalam pembelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya, maka tujuan

dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 16: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

5

1. Mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik dalam novel Kalau Tak

Untung karya Selasih

2. Mendeskripsikan analisis hibriditas dan ambivalensi dalam novel

Kalau Tak Untung karya Selasih

3. Mendeskripsikan implikasi novel Kalau Tak Untung karya Selasih

pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dibagi atas dua manfaat, yakni:

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian dalam bidang

sastra Indonesia dan memperkaya ilmu pengetahuan dalam

perkembangan sastra Indonesia.

2. Manfaat Praktis

a. Guru Bahasa Indonesia

Guru Bahasa Indonesia dapat mengetahui perkembangan terbaru

tentang ilmu kesusastraan, kebahasaan, dan banyaknya metode

yang dapat digunakan untuk menganalisis suatu karya dan dapat

menjadi bahan ajar dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia.

b. Siswa

Siswa diharapkan dapat memahami pembelajaran Bahasa dan

Sastra Indonesia dan mengambil amanat dari setiap materi yang

telah diberikan lalu mengaplikasikannya ke dalam kehidupan

sehari-hari. Selain itu siswa juga diharapkan menjadi lebih teliti

dengan berlatih mendeskripsikan sebuah sastra secara mendetail,

yang kelak akan berguna saat ujian dalam semua mata pelajaran.

Page 17: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

6

c. Peneliti

Manfaat antar peneliti agar dapat membandingkan antara hasil

skripsi yang satu dengan yang lainnya. Dapat juga sebagai bahan

referensi untuk penelitian yang relevan dan juga untuk menambah

wawasan dalam penelitian skripsi terutama dalam sastra dengan

memiliki subjek dan objek penelitian yang sama.

G. Metode Penelitian

Latar belakang dan masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah

analisis pasckolonial yang terdapat pada novel sebelum kemerdekaan. Analisis

pascakolonial dapat dikatakan merupakan penelitian sosial yang masuk ke dalam

metode kualitatif. Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif analitik. Data yang

diperoleh seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis

dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti di lokasi penelitian, tidak

dituangkan dalam bentuk dan angka-angka. Peneliti melakukan analisis data

dengan pola atas dasar data aslinya dan hasilnya berupa pemaparan mengenai

situasi yang diteliti dan disajikan dalam bentuk uraian naratif.3

Dalam penelitian ini, data diperoleh dari analisis dokumen. Dokumen

adalah segala sesuatu materi dalam bentuk tertulis yang dibuat oleh manusia.

Dokumen yang dimaksud segala cararan baik dalam kertas maupun elektronik

yang dapat berupa buku, artikel media massa, catatan harian, manifesto, undang-

undang, notulen, blog, halaman web, foto, dan lainnya.4 Maka metode penelitian

yang digunakan dala penelitian ini adalah dokumentasi.

Penulis melakukan penelitian ini menggunakan analisis kualitatif karena

penulis menghadapi teks karya sastra yang menggunakan bahasa sebagai media

3 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 87. 4 Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar, (Jakarta: PT. Indeks, 2012), h. 61.

Page 18: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

7

penyalurnya. Dalam bahasa itu sendiri terdapat makna-makna yang tersirat dari

sebuah teks.

Berdasarkan pengertian, dapat disimpulkan bahwa metode kualitatif

adalah metode penelitian yang menggunakan data secara langsung, bersifat

induktif dan deskriptif. Terhubung dengan analisis hibriditas dan ambivalensi

yang termasuk ke dalam penelitian sosial memiliki tujuan penelitian sebagai

gambaran, ringkasan berbagai kondisi dan situasi, atau berbagai fenomena

realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian.

H. Sumber Data

Sumber data untuk penelitian ini terdapat dua sumber, yaitu data primer

dan data sekunder.

a. Sumber data primer

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel Kalau Tak

Untung karya Selasih diterbitkan oleh Balai Pustaka, cetakan kedua

puluh dua pada tahun 2001 dengan tebal halaman 156.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa

buku, artikel, jurnal, dan beberapa penelitian yang relevan yang

berupa skripsi dan tesis bersumber dari media elektronik resmi

melalui universitas dan lembaga tertentu yang berhubungan dengan

analisis ini.

I. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penelitian novel

Kalau Tak Untung karya Selasih, yaitu: Pertama, penulis membaca,

mempelajari, mendalami, mencari sumber referensi melalui internet, dan

menulis data yang memiliki keterkaitan dengan penelitian.

Page 19: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

8

Kedua, beberapa sumber tertulis digunakan sesuai dengan masalah dan

tujuan pengkajian sastra dalam hal pascakolonial secara mendalam. Fokus data

yang dicatat adalah unsur intrinsik novel dan data yang terkait dengan masalah

hibriditas dan ambivalensi dalam novel Kalau Tak Untung.

J. Teknik Analisis Data

Terdapat beberapa tahap yang digunakan untuk menganalisis data, yakni:

a. Menganalisis novel Kalau Tak Untung karya Selasih dengan

menggunakan analisis struktural untuk mengetahui unsur-unsur

intrinsik yang terdapat dalam novel.

b. Menguraikan cerita dari novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

menganalisisnya menggunakan sosiologi sastra yang secara khusus

berkaitan dengan menggunakan pendekatan pascakolonial hibriditas

dan ambivalensi.

c. Mengimplikasikan novel Kalau Tak Untung karya Selasih pada

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dengan menghubungkan

pembelajaran yang berada di luar sekolah atau dengan mata pelajaran

yang lainnya.

Page 20: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

9

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Hakikat Pascakolonial

Teori pascakolonial adalah sebuah istilah bagi sekumpulan strategi

teoretis dan kritis yang digunakan untuk meneliti kebudayaan (kesusastraan,

politik, sejarah, dan seterusnya) dari koloni-koloni negara-negara Eropa dan

hubungan negara-negara itu dengan belah dunia sisanya. Meskipun tidak

mempunyai aliran dan metode yang tunggal, teori pascakolonial mempunyai

kesamaan dalam asumsi-asumsi berikut: (a) mempertanyakan efek negatif dari

apa yang justru dianggap bermanfaat kekuasaan imperial itu seperti pernyataan

mengenai hadiah peradaban, warisan sastra Inggris, dan sebagainya; (b)

mengangkat isu-isu seperti rasisme dan eksploitasi, dan (c) mempersoalkan

posisi subjek kolonial dan pascakolonial.1

Pascakolonial dalam kajian sastra merupakan strategi bacaan yang

menghasilkan pertanyaan-pertanyaan yang bisa membantu mengidentifikasi

adanya tanda-tanda kolonialisme dalam teks-teks kritis maupun sastra, dan

menilai sifat dan pentingnya efek-efek tekstual dari tanda-tanda dan efek-efek

kolonialisme dalam sastra. Menurut Moore dan Gilbert dalam Martono

menjelaskan bahwa secara umum teori pascakolonial yang lahir pada paruh

kedua abad ke-20 sering disebut sebagai metode dekonstruksi terhadap model

berpikir dualis (biner) yang membedakan antara “Timur” dan “Barat.2 Teori

Orientalisme merupakan dasar dari teori pascakolonial karena pembahasan

dalam teori tersebut membicarakan hal-hal tentang kepenjajahan milik Eropa

atas banyak negara. Maka dari itu, Said, sang penemu teori, mengkategorikan

Eropa sebagai sisi Barat dengan kemajuan pemikiran dan teknologi yang lebih

maju dibandingkan dengan Timur.

1 Faruk, Belenggu Pasca-kolonial: Hegemoni dan Resistensi dalam Sastra Indonesia,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 14 2 Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Postmodern

dan Postkolonial, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 103.

Page 21: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

10

Teori pascakolonial mencakup tiga kemungkinan pilihan perhatian,

yaitu: (a) pada kebudayaan masyarakat-masyarakat yang pernah mengalami

penjajahan Eropa, baik berupa efek penjajahan yang masih berlangsung sampai

pada masa pascakolonial maupun kemungkinan transformasinya ke dalam

bentuk-bentuk yang disebut neokolonialisme (internal maupun global), (b)

repons perlawanan atau wacana tandingan dari masyarakat terjajah maupun

yang lainnya terhadap penjajahan itu, tanpa menghilangkan perhatian pada

kemungkinan adanya ambiguitas atau ambivalensi, dan (c) segala bentuk

marginalitas yang diakibatkan oleh segala bentuk kapitalisme.3

Ambivalensi adalah ekspresi dari upaya kami untuk mempertahankan

kebiasaan yang bertahan lama dan terawat baik dalam menghadapi situasi baru

yang menimbulkan sikap yang berbeda secara radikal yang terkadang

berlawanan. Meskipun emosi, keinginan, dan sikap bisa ambivalen, contoh

ambivalensi paling jelas adalah yang mengekspresikan konflik dalam memilih

antara apa yang dilihat sebagai dua tindakan yang diinginkan tetapi tidak

kompatibel. Ambivalensi itu khas dan paling jelas secara sadar dialami, tetapi

dapat dikaitkan dengan seseorang yang tidak menyadari kondisinya dan yang

bahkan mungkin menolaknya.4 Artinya, ambivalence berpengaruh pada

keinginan manusia itu sendiri dalam menyikapi situasi yang berbeda dengan

menerimanya atau menolaknya. Ambivalensi akan terdapat pilihan untuk

pembentukan identitas, yang umumnya terjadi adalah peniruan dari keinginan

untuk memiliki kualitas kehidupan dalam bermasyarakat yang lebih baik,

sehingga mimikri ini terjadi.

Konsep mimikri dalam pascakolonial itu berasal dari Bhabha. Mimikri

merupakan bentuk-bentuk peniruan, penyesuaian terhadap etika dan kategori

ideal Eropa, seolah-olah sebagai sesuatu yang universal. Teori ini diambil oleh

Bhabha dari perdebatan Plato dan Aristoteles perihal mimesis. Arti mimesis

tidak jauh berbeda dari mimikri, yakni peneladanan, pembayangan, peniruan

terhadap dunia empiris melalui kata-kata, bunyi, pikiran, tingkah laku, dan

3 Faruk, Op. Cit., h. 15. 4 Amelie Rorty, The Ethics of Collaborative Ambivalence, (USA: Springer, Journal of

Ethics Vol. 18 No. 4, December 2014), p. 392.

Page 22: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

11

berbagai perwujudan aktivitas kultural.5 Mimikri adalah sebuah pengejekan

karena kaum Timur yang tidak akan pernah mereproduksi secara tepat nilai-

nilai yang mereka ambil dari Barat, mimikri selalu menghasilkan salinan yang

kabur (blurred copy) dengan konsep almost the same, but not quite atau almost

the same, but not white.6

Faruk menegaskan bahwa ambivalensi dari sikap mimikri, yaitu seolah-

olah ingin menyerupai, tetapi sesungguhnya memanfaatkannya sebagai bentuk

penentangan. Melalui konsep ambivalensi Bhabha melihat adanya proses yang

kompleks terkait bagaimana yang dominan ‘memandang’ yang subordinat,

begitupula sebaliknya serta bagaimana yang subordinat mengganggu

pengetahuan diskriminatoris sebagai basis relasi kuasa melalui mimikri yang

dipenuhi keselipan. Meskipun Bhabha banyak menggunakan wacana yang

dikonstruksi dalam teks-teks sastra, pemikiran-pemikiran yang ia hasilkan

sangat kontekstual untuk membaca kondisi dan persoalan budaya kontemporer

di mana perbedaan dan pertemuan antarkelompok ras maupun etnis

berlangsung dalam atmosfer sosial yang semakin kompleks, baik dalam ruang

transnasional—khususnya terkait migrasi—maupun nasional.7 Sikap mendua

atau berlawanan terhadap situasi8 ketika aspek negatif dan positif hadir

bersamaan dan ketidaknyamanan terbesar saat menentukan keputusan dengan

sadar merupakan definisi ambivalensi psikologi.

Namun sesungguhnya, konsep mimikri merupakan dasar sebuah

hibriditas. Ella Shohat dalam Loomba menyatakan untuk mengkaji tentang

hibriditas, dapat dilakukan pengkajian tentang asimilasi paksaan, penolakan

diri yang diinternalisasi, kooptasi politis, konformisme sosial, peniruan

kultural, dengan transendensi kreatif.9 Hibriditas merupakan tanda

5 Nyoman Kutha Ratna, Postkolonialisme Indonesia: Relevansi Sastra, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2008), h. 451-452. 6 Homi K. Bhabha. The Location of Culture, (New York, Routledge, 1994), h. 89. 7 Ikwan Setiawan, Membaca Budaya bersama Bhabha: Ambivalensi, Hibriditas, dan

Keliatan Kultural, dalam http://ikwansetiawan.web.unej.ac.id/2015/04/27/membaca-budaya-bersama-bhabha-ambivalensi-hibriditas-dan-keliatan-kultural/#_ftn2 diunduh pada 27 April 2015.

8 Nyoman Kutha Ratna, Op. Cit., h. 440. 9 Ania Loomba, Kolonialisme/Pascakolonial, (Yogyakarta: PT. Buku Seru, 2016), h.

263.

Page 23: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

12

produktivitas kuasa kolonial, pergeserannya memaksa dan menentukan; ia

adalah sebutan bagi pembalikan strategis dari proses dominasi melalui

pengingkaran (yakni, produksi identitas diskriminatoris yang mengamankan

identitas ‘murni’ dan orisinil dari kekuasaan).10 Tanda hibriditas dari

pergesaran yang memaksa dapat melahirkan konstruksi budaya nasional bangsa

Timur sangat mungkin terjadi hibridisasi kultural dan hibriditas budaya yang

mewarnai kehidupan mereka di masa kolonial maupun pascakolonial.

“hibridisasi kultural” bisa didefinisikan sebagai sebuah proses kultural yang

ditandai dengan usaha-usaha untuk memadukan dua budaya atau lebih ke

dalam sebuah bentuk budaya yang tetap bersandar pada budaya lokal tetapi

tidak sepenuhnya, mengambil yang asing tetapi juga tidak sepenuhnya.

Sedangkan “hibriditas kultural” merupakan sebuah realitas dari produksi

budaya yang mengambil beberapa unsur dari dua atau lebih budaya yang bisa

menciptakan bentuk baru atau memperbarui budaya yang sudah ada.11

Sehingga, hibriditas merupakan percampuran dua budaya yang menghasilkan

budaya baru dengan memperbaharui budaya lama atau menghilangkan

sebagian unsur budaya lama dan ditambah unsur budaya baru.

Setelah hibriditas, terdapat analisis lainnya yang merupakan pilihan dari

keberagaman pilihan dari tindak meniru yang disebut identitas. Teori identitas

adalah teori yang dicetuskan oleh Frantz Fanon, pria yang lahir dari keluarga

percampuran kulit hitam dan putih. Konsep identitas memiliki makna yang

luas. Castells menjelaskan, identitas adalah sumber pemaknaan dan

pengalaman seseorang. Identitas merupakan proses pembentukan makna yang

didasarkan pada sebuah atribut budaya tertentu, atau seperangkat atribut

kultural, yang diprioritaskan di atas sumber-sumber pemaknaan lain. Identitas

bersifat jamak dan bukan tunggal, dan tidak sama dengan peran atau

seperangkat peran, identitas berfungsi untuk menata dan mengelola makna,

sementara peran menata fungsi-fungsi. Gugus identitas merupakan sumber-

10 Homi K. Bhabha, Op. Cit., h. 112. 11 Ikwan Setiawan, Hibriditas Budaya dalam Lintasan Perspektif 1 dalam

http://matatimoer.or.id/2016/12/11/hibriditas-budaya-dalam-lintasan-perspektif/ diunduh pada 11 Desember 2016.

Page 24: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

13

sumber makna bagi dan oleh aktor yang dibentuk melalui proses bernama

individualisasi. Identitas erat kaitannya dengan proses internalisasi nilai-nilai,

norma-norma, tujuan-tujuan, ide-ide. Pada hakikatnya, identitas dibedakan

menjadi dua, yaitu identitas individu dan identitas kolektif. Ada tiga bentuk

dan asal-usul identitas; identitas yang sah (legitimizing identity), identitas

perlawanan (resistance identity), dan identitas proyek (project identity).12 Hal

ini menyatakan dengan jelas bahwa identitas juga mencakup perihal otoritas

kekuasaan.

Selain identitas, terdapat juga permasalahan hegemoni. Menurut

Miliband Beberapa literatur tentang Gramsci telah menafsirkan gagasan

hegemoni sebagai "kesadaran salah" ideologis atau gagasan Weberian tentang

"legitimasi." Menurut penafsiran-penafsiran ini, kelas dominan memperoleh

persetujuan dari kelas-kelas bawahan melalui "suatu proses indoktrinasi masif"

atau "dominasi ideologis atas kelas-kelas bawahan" atau "produksi kesadaran

palsu yang tak berkesudahan" atau "mistifikasi ideologis". Hegemoni, yaitu,

mengatur persetujuan massa bawahan, didasarkan pada kemampuan kelompok

sosial untuk mewakili kepentingan universal seluruh masyarakat. Mewakili

kepentingan universal tidak dapat dicapai dengan penanaman ideologis atau

marche de dupes, tetapi dengan merealisasikan kepentingan massa bawahan

"secara konkret". Tidak ada ideologi yang dapat melakukan fungsi koordinasi

kepentingan konkrit antara kelas dominan dan kelompok bawahan kecuali jika

divalidasi oleh materialisasi.13 Dapat disimpulkan bahwa hegemoni merupakan

teori dominasi terhadap kelas lain dengan alasan perbedaan status sosial

sehingga dominasi dianggap sebagai sebuah kebenaran alamiah pada seluruh

masyarakat.

B. Hakikat Novel

1. Pengertian Novel

12 Nanang Martono, Op. Cit., h. 118-119. 13 Im Hyuk Baek, Hegemony and Counter-Hegemony in Gramsci at Journal Asian

Perspective, (USA: Lynne Rienner Publishers, Vol 15 No. 1, Spring-Summer 1991), p. 124.

Page 25: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

14

Sebagai genre sastra termuda, novel telah banyak menarik perhatian

dan minat banyak kalangan. Banyak pertanyaan tentang apa maksud dari

novel itu sendiri, tetapi terdapat juga problematis yang terjadi, kesulitan itu

muncul sebagai akibat beberapa faktor. Dari perspektif historis, novel

memiliki garis perkembangan yang membentang ke belakang, ke tradisi-

tradisi fiksi pendahulunya.14

Kata novel berasal dari kata Latin novellus yang diturunkan pula dari

kata novies yang berarti “baru”. Dikatakan baru karena kalau dibandingkan

dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain, maka

jenis novel ini muncul kemudian. Menurut Robert Lindell dalam Henry

Guntur Tarigan, novel Inggris yang pertama sekali lahir adalah Famela pada

tahun 1970.15 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa

pengertian novel yaitu karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian

cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan

menonjokan watak dan sifat setiap pelaku. Namun pengertian novel yang

dipahami banyak orang adalah suatu karya fiksi yang berupa kisah atau cerita

yang melukiskan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa rekaan, di mana bentuk

pengungkapannya dengan cara langsung, tanpa rima dan irama yang teratur.

Dengan pengertian novel yang telah dijelaskan di atas dapat dikatakan

bahwa dalam setiap novel akan menghadirkan permasalahan yang biasanya

digambarkan dengan mendetail dan berisikan suatu keadaan yang kompleks

yang dialami oleh tokoh utama. Hal ini sesuai dengan penjelasan Burhan

Nurgiyantoro yang menyatakan bahwa novel dapat mengemukakan sesuatu

secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih

detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih

kompleks.16

14 Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar, (Bogor:

Ghalia Indonesia, 2010), h. 1-3. 15 Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1991), h.

164. 16 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 2015), h. 13.

Page 26: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

15

Meskipun novel merupakan karya fiksi yang lahir dari imajinasi

dengan berlandaskan kehidupan penulis atau dengan melakukan penelitian

tidak akan menghilangkan tujuan dari novel itu sendiri yaitu untuk menghibur

segala kalangan.

2. Unsur-unsur Intrinsik Novel

Unsur pembangun sebuah karya sastra terbagi dua, yakni unsur

intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur yang akan dibahas adalah unsur intrinsik

yang memiliki pengertian unsur-unsur yang secara langsung turut serta

membangun cerita.17 Menurut Junus dalam Siswanto, pendekatan objektif

adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya pada karya

sastra. Pembicaraan kesusastraan tidak akan ada bila tidak ada karya sastra.

Karya sastra menjadi sesuatu yang inti. Dan memahami unsur sistem di dalam

karya sastra disebut intrinisik.18

Sesungguhnya tidak ada perbedaan antara pendekatan struktural,

objektif, dan intrinsik. Ketiganya sama-sama mengkaji sastra berdasarkan

karya sastranya. Unsur intrinsik terbagi atas tema, tokoh, penokohan, alur

(plot), latar cerita (setting), sudut pandang, dan moral.

a. Tema

Dalam setiap cerita fiksi tentu akan terdapat unsur makna.

Permasalahannya, makna khusus mana yang dapat dinyatakan sebagai

tema atau makna mana yang dapat dianggap makna pokok sekaligus

tema pokok cerita. Untuk menentukannya, perlu memiliki kejelasan

pengertian makna pokok atau tema itu sendiri. Hartoko dan Rahmanto

dalam Burhan menjelaskan tema merupakan gagasan dasar umum yang

menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks

sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan

atau perbedaan-perbedaan. Sedangkan Baldic dalam Burhan pula

mengungkapkan bahwa tema adalah gagasan abstrak utama yang terdapat

17 Burhan Nurgiyantoro, Op. Cit, h. 30. 18 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h. 183

dan 188.

Page 27: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

16

dalam sebuah karya sastra atau yang secara berulang-ulang dimunculkan

baik secara eksplisit maupun implisit lewat pengulangan motif.

Keduanya defiisi tersebut secara makna tidak berbeda namun dapat

saling melengkapi. Jadi, tema adalah gagasan (makna) dasar umum yang

menopang sebuah karya sastra sebagai struktur semantis dan bersifat

abstrak yang secara berulang-ulang dimunculkan lewat motif-motif dan

biasanya dilakukan secara implisit.19

Untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, haruslah disimpulkan

dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu

cerita. Tema sebagai makna utama sebuah karya fiksi tidak (secara

sengaja) disembunyikan karena inilah yang ditawarkan kepada pembaca.

Namun tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita,

dengan sendirinya akan "tersembunyi" di balik cerita yang

mendukungnya.20

Tema yang pada hakikatnya merupakan makna yang dikandung

cerita atau secara singkat dikatakan sebagai makna cerita dalam sebuah

karya fiksi yang mungkin terdiri lebih dari satu interprestasi

menyebabkan tidak mudahnya menentukan tema pokok cerita atau tema

mayor (artinya: makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gaagasan

dasar umum karya itu). Menentukan tema pokok sebuah cerita

merupakan aktivitas mengidentifikasi, memilih, mempertimbangkan,d an

menilai, di antara sejumlah makna yang ditafsirkan ada dikandung oleh

karya yang bersangkutan.

Makna pokok cerita tersirat dalam sebagian besar, untuk tidak

dikatakan dalam keseluruhan cerita, bukan makna yang hanya terdapat

pada bagian-bagian tertentu cerita dapat diidetifikasi sebagai makna

bagian, makna tambahan. Makna-makna tambahan ini yang disebut

tema-tema tambahan, atau tema minor. Dengan demikian, banyak

sedikitnya makna tambahan yang dapat ditafsirkan dari sebuah cerita

novel. Penafsiran makna harus dibatasi pada makna-makna yang terlihat

19 Burhan Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 115-116. 20 Ibid., h. 116.

Page 28: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

17

eral character.

menonjol, di samping mempunyai bukti-bukti konkret yang terdapat pada

karya yang dapat dijadikan dasar untuk mempertanggungjawabkannya.21

Tema dalam karya sastra merupakan hal yang penting karena

selain mengetahui isi cerita, dapat pula untuk penelitian dengan

menggunakan yang sama. Dengan begitu akan terlihat makna apa saja

yang terkandung di balik cerita yang telah ditulis oleh seorang

pengarang. Untuk menentukan tema, tentu akan meneliti cerita secara

menyeluruh dari isi cerita, tokoh, latar, dan lainnya sehingga dapat

menentukan tema yang tepat untuk karya sastra tersebut.

b. Tokoh

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tokoh adalah

rupa (wujud dan keadaan), pemegang peran (peran uama) dalam roman

atau drama. Aminuddin mengatakan dalam Siswanto, tokoh adalah

pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga

peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara menampilkan tokoh

disebut penokohan. Menurut Sudjiman dalam Siswanto, tokoh dapat

dibedakan atas; (a) tokoh primer (tokoh utama), (b) tokoh sekunder

(tokoh bawahan), (c) tokoh komplementer (tambahan).22

Sedangkan Nurgiyantoro membagi beberapa jenis pembedaan

tokoh berdasarkan sudut pandang dan tinjauan, yaitu sebagai berikut:

1) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan. Dilihat dari segi peranan

atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh

yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga

terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada

tokoh-tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali

dalam cerita, dan dengan porsi penceritaan yang relatif pendek.

Tokoh yang disebutkan pertama disebut main character,

sedangkan yang kedua disebut periph

21 Burhan Nurgiyantoro, Op.Cit., h. 135. 22 Wahyudi Siswanto, Teori Pengantar Sastra, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h. 143.

Page 29: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

18

2) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis. Jika dilihat dari peran

tokoh-tokoh dalam pengembangan plot dapat dibedakan adanya

tokoh utama dan tokoh tambahan, dilihat dari fungsi penampilan

tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan antagonis.

Pembedaaan antara protagonis-antagonis dengan utama-tambahan

lebih bersifat penggradasian.

3) Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat. Berdasarkan perwatakannya,

tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh sederhana (simple

atau flat character) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat

(complex atau round character). Pembedaan tersebut berasal dari

Foster dalam bukunya Aspects of the Novel yang terbit pertama

kali tahun 1927. Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya

memiliki satu kualitas kepribadian tertentu, satu sifat-watak yang

tertentu saja. Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan

diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi

kepribadian dan jati dirinya.

4) Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang. Berdasarkan kriteria

berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-tokoh cerita dalam

sebuah novel, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh statis, tak

berkembang (static character) dan tokoh berkembang (developing

character). Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial

tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan

sebagai akibat adanya peristiwa-peistiwa yang terjadi. Tokoh

berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan

perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan dan

perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan.

5) Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral. Berdasarkan kemungkinan

pencerminan tokoh cerita terhadap (sekelompok) manusia dari

kehidupan nyata, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh

tipikal (typical character) dan tokoh netral (neutral character).

Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan

Page 30: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

19

keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas

pekerjaan atau kebangsaannya. Tokoh netral adalah tokoh cerita

yang bereksistensi demi cerita itu sendiri.23

Dalam penelitian ini, semua tokoh dalam novel Kalau Tak

Untung karya Selasih akan dimasukkan ke dalam jenis-jenis tokoh yang

telah disebutkan di atas. Hal ini berguna untuk mempermudah penelitian

dengan mengelompokkan tokoh dalam cerita dengan memperhatikan

unsur pembangun sastra yang lainnya.

c. Alur

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), alur adalah

rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan saksama dan

menggerakkan jalan cerita melalui kerumitan ke arah klimaks dan

penyelesaiannya. Menurut Abrams dalam Siswanto, alur ialah rangkaian

cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin

sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.24

Sedangkan Burhan Nurgiyantoro membedakan tahapan plot

menjadi lima bagian. Kelima tahapan itu adalah sebagai berikut:

(1) Tahap situation: tahap penyituasian, tahap yang terutama berisi

pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita.

Tahapan ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberi informasi

awal, dan lain-lain yang terutama, berfungsi untuk melandastumpui

cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.

(2) Tahap generating circumstances: tahap pemunculan konflik,

masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya

konflik, dan konflik itu sendiri akn berkembang dan atau

dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.

Tahap pertama dan kedua pada pembagian ini, tampaknya

berkeseuaian dengan tahap awal pada penahapan.

23 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkaji Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2015), h. 258-274.

24 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h. 159.

Page 31: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

20

(3) Tahap rising action: tahap peningkatan konflik, konflik yang telah

dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan

dikembangkan dengan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa

dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan

menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi, internal dan eksternal,

atau keduanya, pertentangan-pertentangan, benturan-benturan

antara kepentingan masalah dan tokoh yang mengarah ke klimaks

semakin tidak dapat dihindari.

(4) Tahap climax: tahap klimaks, konflik dan atau pertentangan yang

terjadi, yang dilakukan dan atau ditimpakan kepada para tokoh

cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan

dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan

penderita terjadinya konflik utama. Sebuah fiksi yang panjang

mungkin saja semakin lebih dari satu klimaks, atau paling tidak,

dapat ditafsirkan demikian. Tahap ketiga dan keempat pembagian

ini tampaknya berkesesuaian dengan tahap tengah penahapan.

(5) Tahap denouement: tahap penyelesaian, konflik yang telah

mencapai klimaks diberi jalan keluar, cerita diakhiri. Tahap ini

berkesesuaian dengan tahap akhir.25

Kelima tahap ini digunakan selain mempermudah penelitian, juga

untuk mengetahui alur cerita dari novel yang akan di teliti yakni, Kalau

Tak Untung, apakah masuk ke dalam alur maju progresif atau regresif

flashback.

d. Latar Cerita

Latar cerita atau setting menurut Aminuddin dalam Siswanto

sebagai latar peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tempat, waktu,

maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologi.

Abrams mengemukakan latar cerita adalah tempat umum (general local),

25 Burhan Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 209-210.

Page 32: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

21

waktu kesejarahan (historical time), dan kebiasaan masyarakat (social

circumtances) dalam setiap episode atau bagian-bagian tempat.26

Burhan membagi unsur latar menjadi tiga unsur pokok, yaitu

tempat, waktu, dan sosial.

a. Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritaakn dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang

dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama

tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas.

Tempat-tempat yang bernama adalah tempat yang dijumpai dalam

dunia nyata, misalnya Magelang. Tempat dengan inisial tertentu,

biasanya berupa huruf awal (kapital) nama suatu tempat, juga

menyaran pada tempat tertentu, tetapi pembaca harus

memperkirakan sendiri, misalnya desa B dipergunakan dalam

Bawuk. Latar tempat tanpa nama jelas biasanya hanya berupa

penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu,

misalnya desa, sungai, jalan, dan sebagainya.

b. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah "kapan" terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

Masalah "kapan" tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu

faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan

peristiwa sejarah. Untuk masalah waktu dalam karya naratif, kata

Genetta dapat bermakna ganda: di satu pihak menyaran pada

waktu penceritaan, waktu penulisan cerita, dan di pihak lain

menunjuk pada waktu dan urutan waktu yang terjadi dan

dikisahkan dalam cerita.

c. Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan

perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang

26 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h. 149.

Page 33: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

22

diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial

masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang

cukup kompleks. Dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat,

tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap,

dan lain-lain yang tergolong latar spiritual seperti dikemukakan

sebelumnya. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan

dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah,

menengah, atau atas.27

Dengan adanya latar cerita, sastrawan dapat menggunakannya

untuk mengembangkan cerita dan penggambaran peristiwa yang telah

atau sedang terjadi. Pembaca dapat menggunakan imajinasinya dengan

terarah sesuai cerita.

e. Titik Pandang/Sudut Pandang

Pengertian point of view atau sudut pandang adalah hubungan

yang terdapat antara sang pengarang dengan alam fiktif ceritanya,

ataupun antara sang pengarang dengan pikiran dan perasaan para

pembacanya. Seorang pengarang haruslah dapat menjelaskan kepada

pembaca bahwa dia selaku narator atau pencerita mempunyai tempat

berpijak tertentu dalam hubungannya dengan cerita itu.

Ada yang membuat pembagian sudut pandang dalam fiksi atas 3

bagian penting, yaitu:

1) The First Person Narrator. Cerita itu dapat diceritakan oleh

salah satu seorang tokoh dalam cerita itu. pencerita itu dapat

pula salah seorang dari tokoh-tokoh utama atau orang lain selain

dari pada yang telah kita sebut tadi. Pencerita seperti itu tentu

saja takkan dapat meresapi pikiran dan perasaan orang lain atau

pelaku lain dalam cerita itu.

2) The Omniscient View. Seorang narator luaran dapat diberi

kekuasaan untuk meresapkan dan mencerminkan pikiran dan

27 Burhan Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 314-325.

Page 34: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

23

perasaan tokoh utama. Dalam hal ini dia disebut sebagai

pencerita orang ketiga atau omniscient narrator.

3) The Objective Point of View. Seorang tukang cerita yang berada

di luar cerita itu hanya melaporkan apa yang dilakukan dan

diucapkan oleh pelaku, dan sama sekali tidak ada mencerminkan

apa yang mereka pikirkan atau rasakan. Di sini pencerita

memberi kebebasan penuh kepada para pembaca merasakan dan

memikirkan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh para pelaku.

Dengan kata lain: pengevaluasian diserahkan sepenuhnya pada

para pembaca.28

Dengan mengetahui sudut pandang yang digunakan oleh

pengarang, akan mempermudah penelitian melihat dari sudut pandang

mana cerita dalam novel diungkap, apakah dari penulis yang serba tahu

atau dari tokoh utama sebagai pencerita.

f. Gaya Bahasa

Bahasa merupakan sarana pengungkapan sastra. Di pihak lain

sastra lebih sekedar bahasa, deretan kata, namun unsur “kelebihannya”

itu pun hanya dapat diungkapkan dan ditafsirkan melalu bahasa. Jika

bahasa dikatakan ingin menyampaikan sesuatu, sesuatu tersebut hanya

dapat dikomunikasikan lewat sarana bahasa. Bahasa dalam sastra pun

mengemban fungsi utamanya, yaitu komunikatif.29 Dan bahasa memiliki

keragamanan yang akan menjadi ciri khas untuk mengetahui masa

penulisan sebuah karya sastra.

Abrams yang dikutip dalam Burhan Nurgiyantoro, stile, (style,

gaya bahasa), adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau

bagimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan

dikemukakan. Stile ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti

28 Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1993), h.

140. 29 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 2013), h. 364.

Page 35: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

24

pilihan kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk bahasa figuratif,

penggunaan kohesi, dan lain-lain.30

Stile merupakan teknik pemilihan ungkapan kebahasan yang

dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan dan sekaligus untuk

mencapai efek keindahan. Sebuah stile adalah sebuah pilihan bentuk

berbagai aspek kebahasaan. Artinya, ada bentuk-bentuk yang dipilih, dan

dari sekian bentuk yang ada, pilihan yang terpilih adalah bentuk yang

terbaik.31

Gaya bahasa yang baik akan membuat menarik isi dari sebuah

cerita dengan gaya penulisan dan penceritaan yang terlihat dari ungkapan

bahasa pilihan, yang dalam penelitian ini terdapat dalam novel Kalau Tak

Untung. Tentunya gaya bahasa akan mendukung pula penelitian

ekstrinsik yang digunakan dalam penelitian ini.

g. Moral

Kenny dalam Burhan menyatakan, moral merupakan sesuatu

yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, merupakan

makna yang terkandung dalam sebuah karya, makna yang disarankan

lewat cerita. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan

pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-

nilai kebenaran. Adakalanya, moral diidentikkan pengertiannya dengan

tema. Namun tema bersifat lebih kompleks daripada moral di samping

tidak memiliki nilai langsung sebagai saran yang ditujukan kepada

pembaca. Dengan demikian, moral dapat dipandang sebagai salah satu

wujud tema dalam bentuk yang sederhana, namun tidak semua tema

merupakan moral. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh

pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dan pesan-pesan moral

yang disampaikan atau diamanatkan. Moral dalam karya sastra dapat

dipandang sebagai amanat, pesan, message.32

30 Burhan Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 369 31 Ibid., h. 370.

32 Burhan Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 429-430.

Page 36: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

25

Terkait dalam pendidikan, moral terbagi atas tiga komponen yang

harus dikembangkan, yaitu:

1. Pengetahuan tentang moral (moral knowing) terkait ranah kognitif

yang meliputi kesadaran moral, pengetahuan nilai-moral, pandangan

ke depan, penalaran moral, pengambilan keputusan dan pengetahuan

diri

2. Perasaan tentang moral (moral feeling) terkait dengan ranah sikap

yang meliputi kata hati, rasa percaya diri, empati, cinta kebaikan,

pengendalian diri, dan kerendahan hati

3. Perbuatan moral (moral action) terkait dengan ranah psikomotorik

yang meliputi kompetensi, kemauan dan kebiasaan bertindak. 33

Jenis ajaran moral sendiri mencakup masalah yang bersifat tidak

terbatas yang mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan manusia

yang dapat dibedakan ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri

sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial dan

lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhannya. Hal ini

menjadikan pesan moral berwujud moral religius, bersifat keagamaan,

dan kritik sosial.34

C. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

Seperti pendapat Horatius, bahwa fungsi sastra adalah dulce et utile.

Artinya dalam sebuah karya harus memiliki nilai ektetis dan edukasi. Nilai

estetis lebih kepada intrinsik, sedangkan edukasi terdeskripsikan lewat filosofi

kata dan pesan untuk pembaca. Keduanya saling keterkaitan, tanpa adanya nilai

estetis, maka fungsi sastra sebagai edukasi tidak akan terlalu diminati, begitu

pun sebaliknya.

Dalam pembelajaran bahasa yang terpadu didasarkan pada tiga prinsip

utama, yaitu: (1) anak adalah pembelajar yang konstruktif yang secara aktif

membangun makna; (2) bahasa adalah sistem makna yang dikomunikasikan

dan diekspresikan di lingkungan sosial; (3) pengetahuan ada dalam pikiran

33 Ibid., h. 438-439 34 Ibid., h. 441-446.

Page 37: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

26

individu yang diorganisasikan dan dibangun melalui interaksi sosial yang

senantiasa berubah dalam kehidupan.35

Berlandaskan ketiga prinsip di atas, tentu akan ada tujuan

pembelajaran. Mata pelajaran Bahasa Indonesia memiliki tujuan agar peserta

didik memiliki kemampuan seperti: 1) berkomunikasi secara efektif dan efisien

sesu ai dengan etika yang berlaku, 2) menghargai dan bangga menggunakan

bahasa Indonesia, 3) memahami dan menggunakan bahasa Indonesia dengan

tepat dan kreatif, 4) untuk meningkatkan intelektual serta kematangan

emosional dan sosial, 5) untuk memperluas wawasan, memperhalus budi

pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, 6)

menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan

intelektual.36

Tujuan itu dijabarkan ke dalam kompetensi mendengarkan, berbicara,

membaca dan menulis sastra. Kemampuan mendengarkan sastra meliputi

kemampuan mendengarkan, memahami, dan mengapresiasi ragam karya sastra

(puisi, prosa dan drama), baik karya asli atau karya sanduran/terjemahan.

Kemampuan berbicara sastra meliputi kemampuan membahas dan

mendiskusikan ragam karya sastra sesuai dengan isi dan konteks lingkungan

dan budaya. Kemampuan membaca sastra meliputi kemampuan membaca dan

memahami berbagai jenis dan ragam karya sastra, serta mampu melakukan

apreisasi secara tepat. Kemampuan menulis sastra meliputi kemampuan

mengekspresikan karya sastra yang diminati dalam bentuk sastra tulis yang

kreatif, serta dapat menulis kritik dan esai sastra berdasarkan ragam sastra yang

sudah dibaca.37

Di Indonesia, secara bertahap kurikulum akan terus ditingkatkan

dengan terus mengikuti perkembangan pendidikan di dunia. Setiap kompetensi,

strategi, metode dan teknik pengajaran akan terus ditingkatkan, baik dari guru

maupun dari siswa. Saat ini, Kurikulum 2013 memiliki karakteristik yang

berbeda jika dibandingkan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

35 Dindin Ridwanuddin, Bahasa Indoensia, (Jakarta: UIN Press, 2015), h. 36. 36 Dindin Ridwanuddin, Bahasa Indonesia, (Jakarta: UIN Press, 2015), h. 124. 37 Wahyudi Siswanro, Op. Cit., h. 171.

Page 38: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

27

(KTSP). Di Kurikulum 2013 sudah tidak terdapat Standar Kompetensi, tapi

diganti menjadi Kompetensi Inti (KI), yang merupakan gambaran secara

kategorial mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan

keterampilan (kognitif dan psikomotor). Selain itu terdapat aspek kompetensi

sikap yang terbagi atas sikap spiritual dan sikap sosial. Sikap spiritual, yaitu

menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Sikap sosial,

yaitu menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli,

bertanggung jawab, responsif dan proaktif.

Dalam penelitian ini, Kompetensi Inti (KI) untuk pembelajaran Bahasa

dan Sastra Indonesia mengenai informasi dan analisis dalam cerita sejarah

dengan Kompetensi Dasar (KD) yang harus dipenuhi oleh siswa adalah

menganalisis kebahasaan cerita dan atau novel sejarah. Untuk memenuhi

Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) diperlukan indikator yang

harus dicapai oleh siswa, yakni mampu menunjukkan sikap positif pada saat

berdiskusi, mengidentifikasikan karakteristik novel sejarah, menganalisis unsur

cerita novel sejarah, dan menganalisis nilai-nilai cerita sejarah. Untuk

memenuhi Kompetensi Dasar tesebut, guru memerlukan pendekatan yang

diperlukan dalam proses belajar mengajar seperti halnya menyusun strategi,

metode, dan model pembelajaran.

Terdapat empat strategi dasar dalam pembelajaran yang meliputi:

1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi

perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana

yang diharapkan

2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi

dan pandangan hidup masyarakat

3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar

mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat

dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan

mengajarnya

4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau

kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan

Page 39: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

28

pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil belajar

mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat

penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara

keseluruhan.38

Setelah strategi, sebuah metode dibutuhkan pengajar untuk

mengajarkan kompetensi tertentu pada peserta didik. Metode dalam dunia

pengajaran memiliki definisi sebagai rencana penyajian bahan yang

menyeluruh dengan urutan yang sistematis berdasarkan pendekatan tertentu.39

Macam-macam metode pembelajaran, yaitu: 1) metode proyek/unit, 2) metode

eksperimen, 3) metode tugas, 4) metode diskusi, 5) metode sosiodrama, 6)

metode demonstrasi, 7) metode problem solving, 8) metode karyawisata, 9)

metode tanya jawab, 10) metode latihan, dan 11) metode ceramah.40

Dengan menyusun rencana pembelajaran dengan baik, pembelajaran

bahasa dan sastra Indonesia akan mudah untuk diajarkan dan mudah untuk

dipahami oleh peserta didik dengan harapan kompetensi mendengarkan,

berbicara, membaca, dan menulis dapat diserap oleh peserta didik.

D. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan berfungsi untuk memberikan pemaparan

tentang penelitian sebelumnya yang telah dilakukan. Penulis melakukan

peninjauan dengan menggunakan media elektronik resmi Perpustakaan

Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan Universitas Sumatera Utara. Dalam

hal ini penulis tidak menemukan judul skripsi, tesis, dan disertasi yang sama

dengan yang penulis kaji. Pada bagian ini akan dipaparkan beberapa hasil

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sebagai berikut.

Judul tesis untuk penelitian yang relevan pertama adalah “Independensi

Perempuan sebagai Second Sex dalam Mansfield Park Karya Jane Austen dan

Kalau Tak Untung Karya Selasih”. Penelitian ini dilakukan oleh Risza

38 Djamarah dan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h. 5. 39 Subana dan Sunarti, Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia, (Bandung: Pusaka

Setia, 2011), h. 20. 40 Djamarah dan Zain, Op. Cit., h. 82-97.

Page 40: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

29

Dwiputri, mahasiswa Ilmu Sastra, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta pada

tahun 2016. Penelitian dua karya ini membahas tentang perlakuan diferensiasi

secara tidak langsung diterima karena tidak memiliki independensi atas diri

mereka sendiri. Dengan beranjak dari asumsi bahwa perempuan mampu keluar

dari ranah domestiknya dan turut mengambil bagian dalam ranah publik

dengan bergerak menggunakan pendekatan feminisme, novel Mansfield Park

karya Jane Austen dan Kalau Tak Untung karya Selasih memiliki potensi yang

dimaksud. Penelitian ini mengemukakan bahwa perempuan tidak memiliki

kuasa atas dirinya dan kebebasan untuk menentukan hidupnya tidak peduli

dalam latar budaya apa dia dibesarkan, patriarkat dan matriarkat sama-sama

melihat perempuan sebagai makhluk kelas dua. Namun dalam dua novel,

masing-masing pengarang berusaha mengkritik masyarakat yang menjadikan

perempuan sebagai objek penindasan ekonomi dan patriarki dengan

memperlihatkan bahwa perempuan bisa berubah menjadi individu yang bebas

berpikir. Dengan latar tempat dan lingkungan yang berbeda, tapi terdapat

kesimpulan yang sama bahwa perempuan dapat terbebas dari otoritas laki-laki

dan menghilangkan posisi inferior dan status sebagai warga kelas dua jika

mereka mau membantah dan melawan usaha-usaha yang menempatkan mereka

di bawah kekuasaan laki-laki.

Penelitian di atas menggunakan objek penelitian yang sama karya

Selasih yang berjudul Kalau Tak Untung. Tesis tersebut membahas perihal

patriarki wanita yang terjadi di lingkungan Minangkabau dan negara Inggris.

Inti dari tesis tersebut memiliki persamaan tentang emansipasi wanita. Dan

disertasi menggunakan subjek penelitian yang sama, yaitu pascakolonial.

Beberapa dari poin penelitiannya sama dengan penulis, namun penelitian ini

menggunakan objek penelitian yang berbeda. Sebagai roman yang

menggunakan latar tahun 1930-an, menjadikan penulis termotivasi untuk

mengetahui konflik perihal kolonial yang terjadi pada masa itu untuk

dianalisis.

Page 41: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

30

BAB III

BIOGRAFI, PANDANGAN PENGARANG DAN SINOPSIS

A. Biografi Selasih

Selasih merupakan nama samaran yang dimiliki oleh Sariamin Ismail.

Lahir pada tanggal 31 Juli 1909 di kota Pajang, Sinurut, Sumatra Barat. Desa

ini berada dalam onderafdeling Ophir Talakmau yang beribukotakan Talu. Talu

terbagi atas dua kelarasan, yaitu Talu dan Sinurut. Putri dari pasangan Lau dan

Sari Uyah. Ayahnya bergelar Datuk Raja Malintang.1 Beliau telah tutup usia

pada tanggal 15 Desember 1995 di Pekanbaru pada usia 86 tahun.

Pendidikan yang ditempuh pada tahun 1921 tamat SD 5 tahun

(Gouverenment School). Tahun 1925 tamat Meisjes Normaal School (MNS).

Dirinya memiliki pengalaman kerja pada tahun 1925 menjadi guru di

Bengkulu, kemudian diangkat sebagai kepala sekolah. Pada tahun 1930,

dirinya pindah ke Padangpanjang. Dirinya mengajar di Meisyesleer School dan

Diniah School. Dirinya juga aktif sebagai ketua Serikat Kaum Ibu Sumatra

Cabang Padangpanjang, pengurus PNS (Pengawas Daerah Karesidenan

Sumatra Barat), dan pengurus Meisyekring.2

Lalu, setelah delapan setengah tahun berada di Padangpanjang, dirinya

memutuskan pindah pada tahun 1939 ke Aceh dan pada tahun 1941 pindah ke

Kuantan. Selasih selama itu terus-menerus mengabdikan dirinya bekerja dalam

bidang pendidikan (guru). Selain mengajar Bahasa Belanda, pada tahun 1956

dirinya mengajar di SMA negeri dan swasta. Dia juga banyak mengadakan

pertunjukakan sandiwara bertendens di Kuantan, Pekan Baru dan Tanjung

Pinang. Setelah bekerja selama 34 tahun, dirinya memutuskan pada tahun 1968

untuk menikmati masa pensiunnya.3

1 Dra. Marleily Asmuni. H. Sariamin Ismail. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1984), h. 17 2 Dra. Marleily Asmuni, Op. Cit., h. 58 3 Selasih, Kalau Tak Untung, (Jakarta: PT. Balai Pustaka, 2001), sampul belakang.

Page 42: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

31

Dirinya pernah mengatakan alasan dirinya menggunakan nama Selasih.

Selasih adalah tumbuh-tumbuhan kecil berbunga kuning, hidup di pinggir

jalan. Karena kecilnya tumbuhan tersebut kurang mendapat perhatian, malah

terkadang diinjak-injak orang. Padahal selasih memiliki manfaat yang dapat

dijadikan obat-obatan. Karena tertarik pada falsafah pohon kecil itu dirinya

mengambil nama selasih sebagai nama samarannya.4 Adapun nama pena

lainnya, yaitu Seleguri. Alasannya diambil nama Seleguri juga karena seluguri

adalah nama tumbuh-tumbuhan kecil yang berbunga berwarna kuning yang

tumbuh di semaksemak dan jarang diperhatikan orang. Akar dari tumbuhan ini

juga dapat dipakai sebagai obat. Mungkin alasan dirinya tidak menggunakan

nama tumbuh-tumbuhan yang terkenal karena dirinya pemalu dan tidak mau

menonjolkan diri.5 Kecintaannya pada dunia tumbuhanlah yang

menginspirasinya untuk menggunakan nama-nama tersebut. Bahkan setelah

pensiun dari dunia pendidikan, dirinya mengabdikan dirinya pada taman kecil

yang ada dirumahnya. Dirinya juga melayani siapapun yang ingin membeli

tanamannya.

Selain Selasih dan Seleguri, Sariamin juga menggunakan beberapa

nama samaran untuk mencegah kemungkinan ia ditangkap oleh pihak yang

berwewenang akibat tulisan-tulisannya. Ia akhirnya lebih dikenal dengan nama

Selasih, nama yang ia gunakan dalam novel pertamanya. Sejumlah nama

samaran lain yang pernah ia gunakan yaitu, Sri Gunung, Sri Tanjung, Ibu

Sejati, Bundo Kanduang, dan Mande Rubiah. Dirinya juga aktif dalam kegiatan

politik seperti Gerakan Indonesia Merdeka.dan di zaman PRRI, Sariamin

Ismail sempat juga mendekam dalam penjara selama tiga tahun, atau tepatnya

dari awal Februari 1960 hingga akhir November 1962.6

Ia menerbitkan novel pertamanya, Kalau Tak Untung pada tahun 1933,

yang menjadikannya sebagai novelis perempuan pertama dalam sejarah

Indonesia. Diterbitkan oleh Balai Pustaka milik pemerintah, konon inspirasi

4 Zarnas, Pengarang Wanita Pertama Selasih alias Sariamin Ismail, (Jakarta: Koran .

Kamis, 23 Mei 1977), h. 18 k. 1. 5 Dra. Marleily Asmuni, Op. Cit. h. 56. 6 Koran berita tertanggal Jakarta, 19 Desember 1985.

Page 43: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

32

novel ini adalah dari beberapa kejadian nyata yang terjadi di sekitarnya. Yaitu

tunangan yang menikahi wanita lain, dan kisah dua sahabat kecilnya yang

saling jatuh cinta namun tak bisa bersatu.7

Setelah novel pertamanya sukses mengangkat namanya, pada tahun

1937, dia kembali menerbitkan novel lagi dengan judul Pengaruh Keadaan.

Sebagai pengarang, Sariamin mengaku pernah mengalami masa ‘mandul’

dalam arti tidak berkarya. Dan itu cukup lama, yakni dari tahun 1942 sampai

dengan 1970, di mana perhatiannya banyak tertumpu pada rumah tangga dan

dunia pendidikan atau sekolah yang dibinanya. Sebagai pendidik ia telah

mengajar sejak tahun 1925 hingga masa pensiunnya 1968. Namun meskipun

telah menulis kembali sejak tahun 1976 atas saran menantunya lantaran

namanya sudah mulai dilupakan orang, baru tahun 1981 lah bukunya Panca

Juara diterbitkan oleh Balai Pustaka.8

Agaknya meskipun demikian Selasih beruntung, karena pada tahun

yang sama, ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu masih Daoed

Yoesoef datang ke Pekanbaru, Sariamin diminta datang ke Guest-House untuk

berbincang dengannya. Di situlah Daoed mengusulkan agar Sariamin lebih

gencar lagi menulis. Akhirnya beberapa bulan kemudian dirinya dihubungi

oleh Drs. Aliudin Mahyudin dari Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan

Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, membawa beberapa naskah

sandiwara yang pernah ia pentaskan di Riau. Di antaranya: Harapan Ibu di

Teluk Kuantan, Nahkoda Lancang, Fragmen Bunda Kandung dan Rancak di

Labuah. Namun karena naskahnya berbentuk seloka, dirinya diminta agar mau

mengubahnya menjadi bentuk prosa. Honor yang didapatkan dari menulis

naskah tidaklah sedikit, kemudian pada tahun 1983, menyusul bukunya yang

berjudul Bujang Piaman dan Puti Mambang Laut yang ditulisnya dalam dialek

Melayu-Minang.

Melihat penerimaan dan hasil penulisan untuk proyek Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan itulah akhirnya Selasih semakin terangsang untk

7 Maman S. Mahayana, dkk, Ringkasan dan Ulasan Novel Indonesia Modern, (Jakarta: Grasindo, 1995, h. 37-38.

8 Marleily Asmuni, Op. Cit., h. 63-64.

Page 44: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

33

menulis lebih banyak lagi naskah. Dua romannya dalam dialek Minang

Rangkiang Luluih dan Si Kukuk Kakek telah diterima, dalam rencana akan

diterbitkan kembali oleh Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.

Di samping itu, tiga naskah lainnya, yakni Kembali ke Pangkuan Ayah,

Musibah Membawa Bahagia dan Cerita Kak Murai telah di kirim ke penerbit

PT. Mutiara, Jakarta. Namun hanya Cerita Kak Murai saja yang telah

diterbitkan.9

B. Pandangan Hidup Selasih

Selasih atau Sariamin selama hidupnya pernah menjadi anggota dari

beberapa organisasi, misalnya Gerakan Ingin Merdeka, Indonesia Muda, dan

dirinya juga pernah menjadi ketua Jong Islamten Bond Dames Afdeling cabang

Bukittinggi. Tak salah jika dirinya memiliki keinginan besar untuk

menyampaikan kemerdekaan. Tak jarang dirinya diincar oleh polisi mata-mata

Belanda atas karyanya yang menggunakan banyak nama samaran tersebut.

Sepanjang hasil karyanya, tidak jarang terlihat bahwa tulisan Selasih

masih memiliki bahasa kias, perempuan, dan bahkan pepatah. Alasannya

karena dirinya meyakini bahwa mempertahankan bahasa Indonesia asli yang

berumpun dengan bahasa Melayu merupakan hal yang patut dilakukan oleh

setiap pengarang pada masa itu. Selain itu dirinya merasa memasukkan rasa

pendidikan dan adat istiadat Timur asli kepada pembaca merupakan hal yang

wajib dilakukan

Pada tahun 1989 di sebuah artikel dirinya menyebutkan bahwa bahasa

Melayu saat itu sudah jarang digunakan. Hal ini terjadi karena saat itu banyak

anak muda menggunakan kata-kata yang biasa digunakan oleh orang Jakarta.

Kata sebuah, sebutir, sehelai, seekor, dan seterusnya diganti dengan satu. Tak

heran jika beberapa naskah yang menggunakan bahasa seperti ‘nggak, ogah, li,

gue’ tidak diterima oleh penerbit karena dianggap kata-kata tersebut tidak

9 Anonim, Sariamin Ismail: Pengarang Wanita Angkatan Balai Pustaka, (Jakarta: Pelita, 15 Januari 1986, h. 7, k. 1-9.

Page 45: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

34

sopan apalagi jika naskah tersebut akan dicetak secara massal.10 Tentu hal ini

akan membuat penerbit malu menerbitkannya. Pandangan ini mungkin

disebabkan karena dirinya adalah seorang guru yang mengajar selama 43 tahun

dan mengetahui seluk-beluk dunia penerbitan.

Dalam novel Kalau Tak Untung ini, Selasih menggunakan tema

kehidupan manusia yang penuh dengan penderitaan dan kemelaratan.

Penggunaan tema ini bukan tanpa alasan. Dalam acara sastra pada Selasa, 12

September 1972 di Taman Ismail Marzuki dirinya menyatakan tentang

kebenciannya pada Pemerintah ketika itu yang dirasa sewenang-wenang,

seperti: pengambilan tanah-tanah di Sumatra Barat untuk kolonisasi,

pengambilan gedung sekolah untuk asrama polisi, pengambilan tanah dan hak-

hak rakyat untuk jalan raya tanpa ganti rugi, dan sebagainya.

Tema ini diangkat karena menurutnya dengan menggunakan novelnya,

dirinya dapat menyadarkan kepada para pembaca Indonesia kala itu untuk

membuka mata pada ketidakadilan yang telah diterima oleh masyarakat bawah

atas tindakan pemerintah dengan novel sebagai medianya. Selain itu, juga

terdapat tema di mana Selasih mengkritisi perihal tradisi daerah antara tradisi

yang patut diikuti dan harus ditinggalkan.

Lalu pandangan yang sangat menggambarkan dirinya adalah tentang

perempuan. Tak jarang Selasih mengusung tema dengan tokoh perempuan

yang berpendidikan dan berkepribadian keras dalam meraih cita-citanya. Jika

Selasih mengusung tema ini karena jiwa bebas yang dimilikinya dengan

memiliki keinginan keras bahwa perempuan juga bisa meraih apa yang meraka

inginkan. Inilah yang menjadi bukti bahwa Selasih berusaha mengeluarkan

pendapat dan pikirannya dalam novel sebagai wanita terpelajar. Terlebih

Selasih tidak menyukai adanya perbedaan antara laki-laki dengan perempuan.

Hingga terjadi satu kejadian dia menuntut kesamaan gaji guru perempuan

dengan guru laki-laki pada masa itu.

10 Sariamin Ismail, Surat Terbuka dari Ibu Sariamin Ismail (Selasih/Seleguri), (Riau:

Harian Haluan, 20 November 1989), h. 7, k 6-7.

Page 46: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

35

Selain itu, dirinya juga berpandangan bahwa perempuan yang tidak

berpakaian sopan, tidak berperilaku baik, dan bertutur kata buruk akan

menjadikan nilai Timur yang sudah melekat pada Indonesia akan menghilang.

Ini dibuktikan dengan dukungan Selasih dalam mempertahankan tata bahasa

Austronesia karena dirasanya sangat sesuai dengan puisi.11 Hal ini didasari

karena kecintaan Selasih pada bahasa tanah air.

Namun sekalipun Selasih memiliki jiwa ketimuran, bukan berarti

dirinya menyukai semua adat istiadat Sumatra sepenuhnya. Dirinya tidak

menyukai pernikahan dengan sepupu dekat semata-mata untuk

mempertahankan kekayaan dengan pernikahan antarsaudara.

C. Sinopsis

Cerita Kalau Tak Untung merupakan cerita dua orang sejoli yang

sampai akhir cerita tidak dapat bersama dengan berbagai halangan. Cerita

dimulai dari kehidupan keluarga Rasmani. Ayahnya seorang datuk dan bekerja

sebagai petani, ibunya adalah seorang ibu rumah tangga dan membantu

suaminya bertani namun memiliki kerja selingan seperti menerima jasa cuci

baju, sedangkan Dalipah adalah kakak pertamanya yang berhenti sekolah

karena biaya tidak mencukupi dan akhirnya membantu ibunya mencari

pemasukan lebih. Di mata masyarakat sekitar, Rasmani terlihat seperti anak

manja. Saat kecil, Rasmani mandi selalu dimandikan oleh ibunya, makan selalu

disiapkan oleh Dalipah, dan berangkat ke sekolah selalu diantar. Sampai suatu

hari ibunya mengantar Rasmani ke sekolah dan bertemu dengan Masrul.

Masrul menawarkan diri untuk berangkat dan pulang sekolah bersama dengan

Rasmani pada Ibu Rasmani, akhirnya Rasmani selalu berangkat dan pulang

sekolah bersama Masrul.

Seiring berjalannya waktu, Rasmani dan Masrul menjalin persahabatan

selama beberapa tahun. Sampai suatu hari Masrul mendapatkan pekerjaan

menjadi juru tulis di Painan. Ibu Masrul tidak rela melepas anaknya merantau

11 Redaksi Harian Haluan, Surat Terbuka dari Ibu Sariamin Ismail, (Padang:

Harian Haluan, 20 November 1989), h. 7 klm. 6-7.

Page 47: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

36

tanpa seorang istri dan Ibu Masrul mengajukan syarat bahwa Masrul harus

menikah dengan Aminah terlebih dahulu. Tapi Masrul menolak karena Aminah

buta huruf. Alhasil, dia membujuk ibunya untuk mengajari Aminah membaca,

menulis, dan lainnya, lalu dua tahun kemudian Masrul berjanji akan menikahi

Aminah. Ibunya pun setuju dengan permintaan Masrul. Setelah di Painan,

Masrul mengirim surat ke Rasmani dengan berisikan permohonan agar

Rasmani mau mengajari Aminah membaca, menulis, dan lainnya. Rasmani

yang membaca surat tersebut merasa terbebani karena sejak kecil, Aminah

selalu merendahkan keluarganya karena keluarga Rasmani miskin. Dengan

perasaan gundah, Rasmani menerima permintaan Masrul.

Pada awal keberadaannya di Painan, Masrul sering menulis surat ke

Rasmani. Sampai akhirnya Masrul dikenalkan dengan Muslina, perempuan

yang sangat cantik, dan menikahinya. Tapi pada hari pernikahannya, orangtua

Masrul tidak hadir karena kecewa pada anaknya yang tidak bisa menepati janji

untuk menikahi Aminah. Masrul tidak menyangka bahwa sesungguhnya

dirinya telah dijebak oleh keluarga Muslina. Reputasi Muslina sudah terkenal

buruk dan mengharuskannya untuk menikah secepatnya. Selama perjalanan

kehidupan pernikahan Masrul dan Muslina, setiap harinya diisi dengan

pertengkaran. Hal ini dikarenakan Muslina tidak puas dengan kinerja Masrul

yang tidak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Bahkan

sekalipun Masrul sudah bekerja lembur (overwerk) dan memiliki pekerjaan

sampingan. Sering kali Muslina melampiaskan kemarahannya pada Masrul

dengan tidak memasak makanan untuk Masrul, menghinanya, bahkan

memukulnya.

Masrul menyadari dirinya telah jarang mengirim surat ke Rasmani

karena sibuk pekerjaan dan rumah tangganya. Suatu hari Masrul mengirim

surat pada Rasmani yang menanyakan pendapat Rasmani perihal perceraian

dirinya dengan Muslina. Dan Rasmani menjawab bahwa dia menentang dan

kecewa jika Masrul ingin menceraikan Muslina. Sesuai keinginan Rasmani,

Masrul bertahan. Tapi saat usia pernikahan mereka memasuki tahun ketiga,

Masrul dan Muslina bercerai.

Page 48: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

37

Saat itu, Masrul memutuskan untuk berhenti bekerja dan kembali ke

kampung halamannya. Sesampainya di Bonjol, Masrul mendatangi rumah

Rasmani untuk berjumpa. Setelah beberapa hari di Bonjol, Masrul memutuskan

untuk merantau lagi dan kali ini dia pergi ke Medan. Masrul mengajak

Rasmani untuk ikut bersamanya, tapi Rasmani menolaknya karena dirinya

berpikir pasti berat rasanya menghidupi dua orang di daerah asing. Akhirnya

Masrul pergi ke Medan seorang diri.

Suatu hari Masrul menerima surat dari Muslina yang meminta rujuk

padanya karena anak dan ayahnya sakit-sakitan, dan ibunya telah meninggal

dunia. Setelah menerima surat tersebut, Masrul memberitahukan hal tersebut

kepada Rasmani. Tentu saja isi surat tersebut membuat Rasmani terkejut. Rasa

putus asa merenggut dirinya hingga akhirnya Rasmani jatuh sakit dan

meninggal dunia. Masrul yang hanya mengetahui Rasmani sakit, terlambat satu

hari sampai di Bonjol karena Rasmani telah tiada. Masrul merasa menyesal

karena surat terakhir yang dikirimnya telah menyebabkan Rasmani mengalami

penderitaan.

Page 49: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

38

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Unsur Intrinsik Novel Kalau Tak Untung Karya Selasih

Unsur pembangun dalam sebuah novel memiliki penjelasan dengan

terperinci dan kompleks jika dibandingkan karya sastra lainnya. Dimulai

dengan perkenalan tokoh, lalu menceritakan situasi dan kondisi dari tokoh

utama, proses menuju konflik, pemunculan konflik dan sampai akhirnya

mencapai penyelesaian yang entah berakhir bahagia atau menyedihkan semua

itu merupakan kesinambungan dari cerita novel yang kompleks. Terlebih

dengan didukungnya unsur pembangun yang berasal dari penulisnya yang

menambahkan nilai kompleks sebuah novel. Salah satu unsur pembangun yang

akan digunakan dalam penelitian sastra ini adalah unsur intrinsik. Unsur

intrinsik adalah penilitian yang dilakukan dengan mengacu pada novel tersebut,

yang artinya merupakan sebuah peneilitian yang objektif. Di bawah ini akan

dijelaskan unsur intrinsik novel Kalau Tak Untung karya Selasih.

1. Tema

Tema merupakan salah satu unsur pembangun dalam sebuah cerita

yang tidak hanya dituliskan secara tersurat atau terlihat jelas, tetapi tema dapat

tersirat dalam berbagai kutipan dialog antar tokoh. Untuk menentukan tema

dalam novel tidak dapat ditentukan hanya dengan membaca sepotong cerita,

tetapi harus membaca keseluruhan cerita dan memahami secara mendalam. Hal

ini dikarenakan tema memiliki sifat yang luas, di mana tema dalam sebuah

novel ide atau gagasan secara keseluruhan yang dicakup menjadi kesatuan.

Selasih seringkali mengangkat cerita tentang ketidakadilan yang

diterima oleh masyarakat bawah, kehidupan masyarakat bawah yang melarat

dan menderita, perempuan yang berpendidikan dan berkepribadian keras dalam

meraih cita-citanya. Namun khusus untuk novel Kalau Tak Untung ini dirinya

terispirasi dari kehidupan seseorang yang dekat dengannya dan menjadikannya

Page 50: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

39

sebuah novel yang kompleks akan cerita percintaannya. Kisah percintaan yang

menyedihkan, memilukan dan jujur yang terlihat dengan jelas dalam novel

Kalau Tak Untung karyanya ini menjadikannya terkenal pada tahun 1930-an

dengan penerbit Balai Pustaka. Kisah percintaan yang merupakan ciri dari

penerbitan Balai Pustaka merupakan tema yang umum pada tahun 1920-

1930an, meskipun isi dari cerita berbeda-beda.

Secara teori diketahui bahwa terdapat dua macam tema yang secara

umum diketahui, yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor adalah

gagasan umum suatu karya, sedangkan tema minor adalah gagasan atau makna

tambahan yang terdapat dibagian-bagian tertentu dalam cerita. Tema mayor

dalam novel Kalau Tak Untung adalah perbedaan status sosial yang

mengakibatkan gagalnya percintaan para tokoh. Naik turunnya kisah

percintaan para tokoh akan mempengaruhi analisis ambivalensi.

"Tapi aku membunuh orang yang mencintaiku..."1

Terlihat pada ungkapan oleh tokoh utama, Masrul, bahwa cinta dirinya

dengan Rasmani tidak dapat disatukan. Karena halangan dan keegoisan Masrul

yang lebih memilih perempuan lain untuk dijadikan istri. Sehingga saat dirinya

memutuskan kembali pada Rasmani, semuanya terlambat, Rasmani telah

meninggal.

Tema minor dalam novel Kalau Tak Untung yakni perihal perempuan

dan pria dalam memperjuangkan pemikirannya dan keinginannya untuk lepas

dari kondisi sosial mereka yang tidak mendukung.

“Ibu, saya belum hendak beristri, saya baru berumur sembilan belas tahun. Lagi pula kata orang yang pandai-pandai dalam bukunya tak baik kawin berfamili. Acap kali anak orang yang kawin sekaum itu, dungu atau mudah jadi gila atau tak sempurna bahagian tubuhnya. Kalau tak di anak itu benar, di keturunannya terjadi yang seperti itu.” 2 Pembuktian dia atas merupakan hasil pemikiran salah satu tokoh, yaitu

Masrul dalam memandang kaumnya. Hal ini mencerminkan pandangan sang

pengarang terhadap lingkungan sosialnya. Namun dalam cerita, tokoh Masrul

1 Sariamin Ismail, Kalau Tak Untung, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), h. 156. 2 Sariamin Ismail, Op. Cit, h. 31.

Page 51: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

40

mendapatkan “hukuman” atas kedurhakaannya dengan tidak mendengar

orangtuanya, yang sampai akhirnya hukuman terakhirnya adalah

ketidakmampuannya dalam menentukan pilihan hingga akhirnya kematian

Rasmani menjadi hukuman terbesarnya.

Namun, selain itu juga terlihat adanya tema minor lainnya pada

penelitian ini, yakni gegar budaya. Ambivalensi identitas, di mana tokoh dalam

cerita ingin menjadi manusia yang mampu mengubah kehidupan lamanya

dengan kehidupan yang diinginkannya. Kutipan di atas merupakan salah satu

sikap ambivalensi Masrul untuk mencegah dirinya menikah dengan Aminah

dengan memberikan ilmu sains pada ibunya. Terlihat pendidikan yang diterima

Masrul membuatnya mengeluarkan pendapatnya itu untuk keluar dari

pemikiran konservatif yang dimiliki oleh ibunya.

Dapat disimpulkan bahwa perjalanan sang tokoh utama dalam

percintaan merupakan jalan yang panjang dan menjadikan dirinya menyesali

setiap langkah egois yang diambilnya. Namun Selasih sedikit mengangkat hal

tentang keegoisan manusia yang ingin hidup bebas dengan aturannya sendiri

dan mengangkat permasalahan tersebut dengan menyertakan adanya unsur

pascakolonial membuat menarik pembahasan yang akan dilakukan dalam

penelitian ini.

2. Tokoh dan Penokohan

Tokoh dalam novel memiliki peranan penting sebagai pemaparan cerita

dalam sebuah cerita yang menjelaskan runtutan kejadian yang dialami tokoh

dalam novel. Dalam novel Kalau Tak Untung, tokoh utamanya adalah Masrul

dan Rasmani. Mereka memiliki peranan penting dalam memapaparkan jalan

cerita. Selain itu juga terdapat beberapa tokoh tambahan seperti Dalipah, Ibu

Masrul, Orangtua Rasmani, Muslina, dan Aminah. Namun yang akan dibahas

hanyalah tokoh Dalipah dan Ibu Masrul.

a. Masrul

Masrul merupakan salah satu dari tokoh utama di dalam novel Kalau

Tak Untung. Masrul merupakan anak tunggal dari Datuk Marojo. Masrul

Page 52: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

41

hidup di sebuah rumah yang sederhana, meskipun untuk golongan orang

Painan, orangtua Masrul termasuk keluarga berkecukupan. Hal ini terlihat

dari cara berpakaiannya.

...diperbaikinya letak jas dan celananya, diperbaiki letak kopaih suteranya, dan barulah ia berjalan pergi ke kantor.3 Meskipun sederhana, namun terlihat bahwa jas yang dimiliki Masrul

menandakan dirinya berasal dari keluarga yang mampu dengan tidak

meninggalkan cirinya sebagai orang muslim dengan kopiahnya. Lalu, ciri

fisik yang dituliskan oleh pengarang dalam novel Kalau Tak Untung adalah

usia Masrul yang berkisar antara 19-24 tahun.

“Ibu, belumlah saya akan beruban dalam umur dua puluh dua tahun, kecuali kalau rambut saya dapat penyakit dan Aminah belum akan tua berumur tujuh belas tahun. Tetapi kalau Ibu minta kurang juga, biarlah saya berjanji dua tahun.” 4 Dari kutipan di atas Masrul berusia 19 tahun dengan sifat penyabar

dan patuh pada orangtuanya. Tipikal seorang pria yang tidak mau

memperpanjang masalah dan lebih memilih untuk mengalah mencerminkan

diririnya memiliki budi pekerti yang baik meskipun dirinya anak tunggal

dari keluarga yang berkecukupan.

Namun hal itu berubah yakni saat dirinya mulai merantau ke Painan

sebagai juru tulis. Tokoh Masrul mengalami perubahan dan perkembangan

perwatakan sejalan dengan peristiwa dan plot. Masrul bekerja menjadi

magang jurutulis di kantor negeri selama hampir tiga tahun, dan dia

mendapatkan beslit (surat tugas) di Painan. Di sinilah awal konflik batin

Masrul di mulai. Ibu Masrul berkeinginan untuk menikahkan Masrul

terlebih dahulu sebelum pergi ke Painan. Perempuan yang dinikahkannya

adalah Aminah yang masih memiliki hubungan keluarga dengan Masrul.

Namun beberapa kali menolak permintaan ibunya dengan alasan sebagai

berikut:

3 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 111.

4 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 36

Page 53: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

42

“Begini Ibu,” kata Masrul menahan hatinya dan berbuat seperti orang yang sabar benar, “biarlah saya pergi seorang diri sekarang. Pertama saya terpaksa lekas berangkat, kata induk semang saya harus di minggu ini juga. Jadi kalau akan berhelat pula dahulu, tentu tergesa-gesa benar, Ibu juga yang akan payah. Kedua si Aminah masih kecil, belum mungkin dibawa merantau. Ketiga gaji saya masih sedikit, belum cukup untuk saya sendiri apalagi untuk berdua.” 5 Akhirnya Masrul meminta dua tahun untuk menyiapkan diri

Aminah, karena dia tidak ingin memiliki istri yang tidak bisa membaca,

menulis, melakukan pekerjaan rumah, dan menjahit. Dan ibunya setuju.

Setelah mendekati dua tahun Masrul di Painan, dia berkenalan

dengan Ayah Muslina yang dikenalkan oleh Mak Sawiah, induk semangnya

Masrul. Ayah Muslina berkeinginan untuk menikahkan putrinya dengan

Masrul. Masrul sendiri tahu bagaimana rupa Muslina yang cantik nan

rupawan, kecantikannya pun sudah terkenal di Painan. Namun dia juga

memiliki janji kepada ibunya untuk menikahi Aminah setelah dua tahun.

Masrul meminta pendapat Rasmani atas keraguannya dengan

mengumpamakan dirinya dalam suratnya bahwa teman karibnya sedang

mengalami kesulitan dalam menentukan pendamping hidupnya. Dan Masrul

mendapatkan jawaban seperti ini:

“Jadi Kakanda, sahabat Kakanda harus berhati-hati benar dalam pemilihannya, kalau sebenarnya ia tak bermaksud akan beristri dua-tiga, dan hendak beruntung kemudian hari, alangkah buruknya, jika ia sekarang merusakkan hati tunangannya, sedang ia sendiri tak mendapat bahagia yang dikejar itu .... Kakanda, bahagia adalah barang yang tak dapat dilihat dengan mata hanya dirasa ....” 6 Pada awalnya Masrul berkeinginan untuk menuruti nasihat dari

Rasmani. Namun Masrul mengingat wajah Muslina yang rupawan lagi dan

saat mengunjungi rumahnya, nasihat dari Rasmani hilang.

“Bodoh benar aku tak mengharakan kurnia Tuhan, tak memungut durian runtuh,” pikir Masrul dalam hatinya.7

5 Sariamin Ismail, Op. Cit, h. 37. 6 Sariamin Ismail, Op. Cit, h. 76. 7 Sariamin Ismail, Op. Cit, h. 79.

Page 54: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

43

Akhirnya, Masrul memutuskan untuk menikahi Muslina. Lalu dia

memberi kabar ke orangtuanya bahwa dia akan menikahi perempuan

pilihannya sendiri dan menolak untuk menikahi Aminah. Ibunya membalas

dengan kekesalan dan kecewa terhadap putranya tersebut karena menikahi

perempuan lain tanpa persetujuan orangtuanya.

“... Bapakmu marah, sebab engkau melampauinya; ia merasa kelangkahan, sebab itu ia tak hendak membuat surat itu dan lain-lain.” 8 Ini adalah awal pembuktian dari sifat Masrul berubah menjadi egois

akan keinginannya sendiri dan mudah terhasut. Perkembangan negatif ini

terjadi karena keinginan Masrul untuk memiliki istri yang cantik dan yang

dipikirnya memiliki budi pekerti yang baik dari keluarga terhormat. Namun

akibat yang terjadi adalah saat pernikahan mereka dilangsungkan, Masrul

merasa asing saat menyadari akan akibat pernikahan yang tidak direstui oleh

orangtuanya dengan tidak ada kerabat yang datang di hari pernikahannya.

Perubahan berlanjut pada kehidupan pernikahan Masrul.

“Ke kedai kopi,” pikirnya sambil meraba sakunya. “Cukup untuk dua, tiga botol bir.” Sambil berpikir demikian ditujukannya langkahnya ke sebuah kedai kopi. Di situ dilihatnya beberapa orang minum. Dengan tak mengacuhkan orang itu, dimintanya sebotol bir.” 9 Kutipan di atas menceritakan saat Masrul mulai memasuki usia 23

tahun, setelah hampir tiga tahun jalinan rumahtangganya dengan Muslina

berlangsung. Pada usia ini, Masrul berubah menjadi sering menghibur diri

dengan bir dan dirinya juga menjadi kasar dan mudah tersinggung. Seperti

halnya dia dalam kutipan berikut:

“Dengan panas dan kesal hati yang tak tertahan-tahan, dihelakannyalah alas meja itu, sehingga semua yang di atasnya jatuh ke lantai dan hancur luluh” 10

8 Sariamin Ismail, Op. Cit, h. 85. 9 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 97. 10 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 100.

Page 55: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

44

Hal ini terjadi karena Masrul telah lelah dengan kehidupan

pernikahan yang dia jalani setelah mengetahui bahwa istrinya materialistik

dan penuntut. Padahal dirinya telah mengambil dua pekerjaan untuk

memenuhi kebutuhan Muslina dan anaknya. Hingga akhirnya memutuskan

dirinya dan Muslina untuk bercerai.

Dari perubahan sifat dan sikap inilah yang membuktikan bahwa

tokoh Masrul masuk ke dalam kategori tokoh dinamis. Selain masuk ke

dalam tokoh dinamis, Masrul juga masuk ke dalam kategori tokoh bulat

yang kompleks. Dirinya yang patuh pada orangtua, sesungguhnya dengan

pendidikan yang dimilikinya menjadikan dirinya pribadi yang modern. Hal

ini menjadikan Masrul keluar dari tokoh tipikal dengan cara berpikirnya

yang maju dengan ketidakinginannya untuk menikah dengan seseorang yang

merupakan sepupu jauhnya. Namun karena sifat peragu yang dimilikinya,

membuat dirinya tidak dapat menyatakan secara langsung akan

ketidaksetujuannya akan aturan pernikahan adat yang dipegang teguh

ibunya.

Dalam hubungannya dengan tema, tokoh Masrul dihadapkan pada

pilihan perempuan untuk dijadikan istri yang pada awalnya menyetujui

perjodohannya dengan Amniah, menikah dengan Muslina, dan pilihan

terakhirnya Rasmani. Sikap ambigu yang dialami Masrul sebelum

menentukan pilihannya pada Muslina memperlihatkan psikologi Masrul

yang lemah. Selain itu, jika melihat dari cara berpakaian, ujaran dan

perilakunya menjelaskan bahwa penulisan karakter Masrul melalui teknik

dramatik, yaitu penampilan tokoh cerita secara tidak langsung.Hal ini

menjadikan Masrul merupakan tokoh utama (protagonis) dinamis yang

kompleks.

b. Rasmani

Rasmani merupakan tokoh utama kedua. Alasan dirinya menjadi

tokoh utama kedua adalah karena dari awal cerita dikisahkan tentang

kehidupan Rasmani sejak kecil dan sampai akhir cerita dirinya meninggal

Page 56: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

45

dengan alur maju. Rasmani adalah anak kedua dari pasangan Datuk Sinaro

dan Jaura. Keluarga Rasmani masuk ke dalam golongan masyarakat rendah.

Orangtuanya adalah buruh tani dari lahan yang tidaklah besar.

Karena pendapatan mereka yang rendah, Dalipah harus putus

sekolah dan menjadikan Rasmani sekolah. Hal ini dikarenakan adik mereka

lahir dan tidak ada biaya untuk membayar sekolah mereka berdua, alhasil,

Dalipah mengalah. Rasmani mengetahui beban apa yang akan dipikulnya

kelak dan menerimanya. Ciri fisik yang terlihat dalam cerita hanyalah usia

Rasmani yang terlihat pada kutipan berikut.

Rasmani ketika itu berumur lima belas tahun lebih.11

Kisaran usia Rasmani dalam cerita adalah 15-20 tahun menurut

waktu cerita. Dilihat dari keseluruhan penuturan tentang Rasmani, dikatakan

dia adalah anak yang giat belajar demi menjadi guru yang merupakan cita-

cita Rasmani dan menjadikan kehidupan keluarganya menjadi lebih baik

jika dirinya bekerja sebagai seorang guru. Namun masyarakat sekitar

melihat Rasmani sebagai anak yang manja. Alasan dari manja itu karena

saat Rasmani kecil dia terbiasa bangun tidur dibangunkan, mandi

dimandikan, makan disediakan, dan bahkan ke sekolah juga di antar oleh

orangtuanya. Meskipun sesungguhnya Rasmani anak yang sederhana

meskipun dia jarang berada di sawah untuk membantu orangtuanya.

Dalam cerita, Rasmani telah menaruh hati pada Masrul sejak lama

namun Masrul tidak menyadarinya. Sampai akhir cerita cintanya selalu

bertepuk sebelah tangan. Rasmani juga sabar dan tabah saat mendengar

berita bahwa Masrul akan dinikahkan dengan Aminah. Bahkan saat Masrul

meminta Rasmani untuk mengajari Aminah untuk bisa membaca dan

menulis.

“Akan diterimanyakah permintaan Masrul itu? Ia, Rasmani akan mengajar Aminah? Aminah tunangan Masrul? Ia yang selalu dipandang rendah oleh kaum Aminah? Aminah anak orang kaya yang selalu mencemoohkannya?” 12

11 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 21,

12 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 48.

Page 57: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

46

Meskipun dalam hati Rasmani berkata demikian, dia tidak bisa

menolak. Dia harus mengajar seorang perempuan yang sama-sama berusia

lima belas tahun tapi dari keluarga sosial lebih tinggi darinya. Namun

Rasmani teringat akan jasa Masrul yang menjadikannya guru bantu

membuat Rasmani dengan berat menerima permintaan Masrul sebagai tanda

balas jasa. Rasmani tahu akan hutang budi, jadi tidak mungkin permintaan

Masrul ditolaknya meskipun itu menyakitkan untuk hatinya. Tapi saat

hampir dua tahun berjalan, Masrul menanyakan perihal menentukan istri

pada Rasmani.

"...Istri akan berleluasa, dan hendak berkuasa dalam sekalian hal. Suami akan tertindis dan tak dapat melakukan keberaniannya. Dalam hal ini kedua belah pihak takkan merasa bertuntung dan akan terjadi perceraian." 13 Namun semua nasihatnya diabaikan Masrul dan dia menikah dengan

Muslina. Sejak hari itu hingga dirinya menginjak usia 20 tahun, Rasmani

giat menjadi guru sekolah negeri di Bukittinggi. Hingga surat dari Masrul

datang yang berkeluh-kesah dan keinginannya bercerai dengan Muslina, tapi

Rasmani melarangnya.

"Pikiran adinda, tak ada hak Kakanda akan meninggalkan istri Kakanda itu, kalau ia sendiri tak minta tinggal. Kesalahannya itu, suatu hal yang dapat berubah." 14 Bukan tanpa alasan Rasmani berubah menjadi mendukung hubungan

tersebut. Rasmani mengkhawatirkan nasib Muslina yang akan menjadi janda

dengan seorang anak yang harus diurusnya, jika Masrul memutuskan untuk

bercerai. Alasan lainnya, Rasmani takut akan menjadi bahan perbincangan

orang sekitar bahwa dirinya menjadi pemicu rusaknya jalinan rumah tangga

Masrul dengan Muslina dan mereka berasal dari status ekonomi sosial yang

berbeda. Maka saat Masrul melamarnya beberapa minggu setelah

perceraiannya, Rasmani menolaknya.

13 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 75. 14 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 119.

Page 58: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

47

Dari awal hingga akhir cerita, terlihat bahwa psikologi tokoh

Rasmani lemah terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan Masrul

mempengaruhi kondisi fisiknya. Pengarang menjadikan Rasmani sebagai

tokoh yang statis dengan pembuktian adalah dari awal cerita sampai akhir

cerita Rasmani masih mencintai tokoh Masrul bahkan sampai ajal

menjemputnya. Dari seluruh kutipan di atas terlihat bahwa karakter Rasmani

dinyatakan dengan jalan pikirannya menjadikan penampilan tokoh Rasmani

diceritakan dengan teknik dramatik pula.

Kaitan tokoh Rasmani dengan tema adalah dirinya tidak dapat

memiliki Masrul karena Rasmani berasal dari keluarga miskin dan harus

berjuang keras untuk menaikkan derajatnya di mata masyarakat sekitar.

Namun usahanya terasa sia-sia saat mengetahui Masrul menikah dengan

perempuan rantau. Kesedihannya membuat Rasmani berpikir dirinya harus

bertahan hidup demi keluarganya dan ini terlihat dari kesungguhannya

dalam mempertahankan pekerjaannya sebagai guru karena cintanya pada

Masrul terhalang status sosial, kedua hal ini akan mempengaruhi analisis

hibriditas dan ambivalensi tokoh Rasmani.

Kesimpulannya, tokoh Rasmani pada novel Kalau Tak Untung

merupakan pejuang dalam meraih cinta dan pekerjaannya dengan

kerendahan hati yang dimilikinya. Tokoh Rasmani merupakan tokoh utama

(protagonis) tambahan yang masuk ke dalam kategori tokoh statis, di mana

dirinya tidak mengalami perubahan akan perasaan cintanya pada Masrul

meski beberapa kali mengecewakannya dan karakter tokoh Rasmani dalam

novel Kalau Tak Untung dideskripsikan secara tak langsung oleh penulis.

c. Muslina

Diceritakan tokoh Muslina adalah istri dari tokoh utama, yaitu

Masrul yang muncul pada bagian ke tujuh, di mana Masrul melihat sosok

Muslina di beranda (teras rumah) rumah induk semangnya. Terdapat sedikit

pencirian fisik dari tokoh Muslina ini.

Page 59: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

48

... Muka itu diganti-ganti oleh sebuah muka yang lain. Muka yang berwarna kuning langsat yang dihiasi mata sebagai bintang timur, hidung yang sebagai dasun tunggal, yang selalu menunjukkan kegagahan dan kelebihannya.15 Selain itu, ciri fisik lainnya seperti usia terlihat pula pada kutipan

berikut.

Dengan tak diketahuinya, matanya terus saja melihat anak itu. Dikira-kiranya umur anak itu tak kurang dari enam belas tahun dan dilihat pakaiannya serta angkuhnya berjalan, nyatalah ia anak orang baik-baik di situ dan anak yang bersekolah jua. 16 Kisaran umur Muslina dalam cerita adalah 16-20 tahun menurut

waktu cerita, dapat dilihat bahwa usia Rasmani dengan Muslina sama.

Selain itu pernyataan di atas menjelaskan pula bahwa Muslina seperti gadis

yang berasal dari keluarga yang cukup berada. Muslina merupakan putri

tunggal dari seorang guru gedang (guru besar) di Painan. Awalnya demi

mendapatkan Masrul, dia selalu bersikap baik dan lemah lembut. Namun itu

semua hanyalah hasutan namun pada kenyataannya sikapnya sangatlah

berbeda.

“Anak itu bertunangan dengan dokter yang baik tampannya, dan khabarnya senegeri dengan dia. Dokter itu tergila-gila kepadanya, ia pun suka kepada dokter itu. Tetapi dalam pada itu ia bersahabat dengan seorang anak sekolah Mulo. Maklumlah anak muda-muda bersahabat. Namanya jadi buruk, sehingga terdengar oleh tunangannya dan familinya. Meskipun tunangannya itu mulanya tak mau menerima anak engku guru lagi, sehingga pertunangan itu diputuskan. Sudah itu ia bertunangan dengan sahabat itu. Famili si sahabat pun tak mau menerimanya meskipun dijadikan perkara oleh engku guru menurut adat. Orang menang, sehingga persahabatan itu pun putus...”17 Kutipan di atas adalah cerita tentang kehidupan percintaan Muslina

dengan beberapa pria sebelum Masrul. Hal ini terjadi karena Muslina

berusaha menaikkan derajatnya lagi dengan bergaul dengan orang MULO.

15 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 63. 16 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 53.

17 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 95.

Page 60: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

49

Kutipan di atas juga menyatakan bahwa penulisan karakter Muslina

dideskripsikan secara tidak langsung melalui percakapan orang lain.

"...Laki-laki tak berperasaan! Anak istrinya ditinggalkannya, ia pergi mencari pelesiran di luar rumah, sepanjang jalan raya. Tak tahu berterima kasih. Harta orang dihabiskan. Sudah licin semuanya!"18 Kutipan di atas merupakan kutipan salah satu pertengkaran yang

terjadi pada kehidupan pernikahan Masrul dan Muslina. Hal ini terjadi

karena Muslina merasa kecewa dan marah terhadap Masrul karena

membuatnya hidup kekurangan dan membuatnya katarsis terhadap Masrul

dengan cara menghinanya. Di usia 19 tahun yang menyatakan telah tiga

tahun pernikahan, selama itu tidak ada perubahan pada sikap kasarnya

Muslina. Meski beberapa kali berbaikan dengan Masrul, Muslina akan

kembali mempermasalahkan hal yang sama.

Dengan pernyataan di atas menjadikan Muslina masuk ke dalam

kategori tokoh yang terbuka dengan pembuktian dan penjelasan di atas yang

ditunjukkan dalam penyampaian rasa kecewa dan amarahnya dengan tidak

ragu-ragu dia ungkapkan dalam novel ini. Maka tokoh Muslina dapat

dikategorikan sebagai tokoh statis dengan perilaku buruknya. Namun

terdapat hal yang tidak dapat dipungkiri dengan kehadiran tokoh Muslina

menjadi tokoh pendukung Masrul karena terjadi perubahan perilaku Masrul

dalam cerita dari perkenalannya dengan Muslina hingga pernikahannya.

Hubungan tokoh Muslina dengan tema, tokoh Muslina merupakan

orang ketiga yang berada diantara hubungan Masrul dengan Rasmani

dengan starus sosial yang lebih tinggi daripada mereka. Dengan status

sosialnya menjadikan Muslina ingin bergaul dengan masyarakat sosial yang

lebih tinggi lagi dnegan menjalin hubungan dengan anak yang bersekolah di

Mulo, sekolah bangsawan pribumi. Bukannya mendapatkan anak tersebut,

reputasinya yang malah tercemar. Dalam hal ini terlihat bahwa Muslina

mengalami gegar budaya. Dari seluruh pemaparan di atas dapat dinyatakan

bahwa Musllina merupakan tokoh statis antagonis dengan karakternya yang

18 Sariamin Ismail, Op. Cit.,h. 101

Page 61: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

50

superior dan hal ini berkaitan dengan analisis hegemoni dan mimikri pada

penelitian ini.

d. Ibu Masrul

Ibu Masrul merupakan tokoh tambahan dalam novel Kalau Tak

Untung yang mendukung adanya keberadaan tokoh Masrul dan Rasmani.

Digambarkan sosok Ibu Masrul adalah perempuan yang menyayangi putra

semata wayangnya dan memiliki sifat bahwa segala sesuatu yang ada

dipikiran dan benaknya adalah mutlak benar misalnya dalam menjodohkan

putranya dengan gadis pilihannya, Aminah.

"Apalagi yang engkau cari? Si Aminah cukup bagusnya, cakap dan pandai bekerja, ia anak orang kaya, anak mamakmu darah daging Ibu."19 Selain karena keinginan sendiri, dia tidak ingin anaknya menikah

dengan Rasmani, gadis yang status sosialnya berbeda dengan Masrul.

Alasan lainnya dia juga takut anaknya menikah dengan perempuan lain di

Painan. Nyatanya, Masrul memang memilih perempuan lain.

“... Benar ia anak datuk dan kemanakan juga dari bapakmu, tapi tak patut engkau naik ke rumah itu. Tak seperti itu tempat dudukmu. Lagi pula Rasmani tak tahu sebuah juga, manja tak berketentuan. Semua orang mengatakan mereka tak tahu diuntung. Saya suka pada mereka hanya karena baik budinya dan pandai ia membawakan diri. Orang tua Rasmani tentu tak lupa memikat-mikat kamu, supaya mau jadi menantunya dan engkau tentu buta dan pekak karena mulut manis orang” 20 Ibu Masrul merasa memiliki status sosial yang lebih tinggi

dibandingkan dengan orang tua Rasmani dengan perkataannya yang “tak

seperti itu rumah dudukmu.” Bahkan di kalimat selanjutnya dirinya lebih

memandang rendah orang tua Rasmani karena menurutnya mereka hanyalah

19 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 30-31.

20 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 31.

Page 62: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

51

rakyat miskin penjilat yang ingin menghasut putranya. Hal ini menyatakan

bahwa dirinya menjunjung tinggi derajat sosial.

Sifat-sifat yang terlihat dengan jelas dalam novel seperti keras

kepala, memandang rendang orang, dan tidak mau mengakui kesalahannya.

Sikap superior yang ditunjukkan oleh Ibu Masrul, sama dengan Muslina

dalam hal status sosial. Meskipun pada akhirnya dirinya menyadari bahwa

segala prasangka yang dia dapatkan dari perkataan orang-orang dari

lingkungannya adalah salah perihal keluarga Rasmani.

Ibu Masrul menjadi tokoh pendukung keberadaan tokoh Masrul

karena memberikan tekanan pada Masrul perihal janji untuk menikahi

Aminah. Tokoh Ibu Masrul sendiri masuk ke dalam tokoh dinamis. Hal ini

ditunjukkan dari ketidaksukaannya pada Rasmani menjadi menyukainya dan

menyadari kekeraskepalaannya.

Dalam kaitannya dengan tema, Ibu Masrul merupakan salah satu

tokoh yang membuat hubungan Masrul dan Rasmani tidak bisa bersatu

dengan memandang status sosial Rasmani yang rendah. Namun sikap

feodalisme yang ditunjukkan oleh Ibu Masrul berubah setelah melihat

ketulusan Rasmani mengajari Aminah.

"Jika tak mau benar kepada Aminah, Rasmani baik juga rasanya, dari mengambil orang lain, anak rantau," katanya dalam surat. "Apalagi bunda sudah tahu benar perangai anak itu sekarang. Sangat tahu ia akan diri dan sangat hormat. Pendeknya banyak benar kebaikannya, makin lama makin kelihatan." 21 Melihat dari kutipan di atas terlihat bahwa Ibu Masrul menentang

pernikahan Masrul dengan Muslina karena tidak tahu secara langsung

bagaimana rupa Muslina dan Rasmani dapat pula jadi pilihan Masrul.

Dalam hal ini terlihat perubahan pemikiran Ibu Masrul yang tidak menerima

hubungan anaknya dengan Rasmani dulu berubah menjadi mendukung.

Kesimpulannya, Ibu Masrul merupakan tokoh pendukung keberadaan tokoh

Masrul, Rasmani dan Muslina. Dirinya merupakan tokoh tritagonis di saat

21 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 85.

Page 63: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

52

seluruh keluarga kecewa dan marah pada Masrul dan tidak menjawab surat

dari Masrul, hanya Ibu Masrul dari pihak keluarga yang membalas surat

putranya dan memberi izin pernikahan Masrul dengan Muslina meskipun

dengan perasaan kecewa. Selain itu, Ibu Masrul juga termasuk ke dalam

kategori tokoh dinamis pada cara pandangnya ke Rasmani.

e. Dalipah

Dalipah merupakan tokoh tambahan dalam novel Kalau Tak Untung,

dia adalah kakak dari Rasmani. Di gambarkan sosok Dalipah merupakan

seorang kakak yang menyayangi adiknya, Rasmani.

“Dalipah pergi ke dapur, diambilnya garam sedikit, digilingnya halus-halus dan digaraminya nasi Rasmani. Iba benar rupanya hati Dalipah melihat adiknya makan dengan garam itu, tetapi apakah yang akan dikatakannya, suatu pun tak ada yang dapat diberikannya untuk pemakan nasi oleh adiknya itu ...” 22 Dalipah juga seorang kakak yang dekat dengan Masrul, bahkan

Masrul sudah menganggap Dalipah adalah seorang kakak perempuan

baginya. Dalipah berhubungan dekat dengan Rasmani. Segala keluh kesah,

bahkan kisah percintaannya dengan Masrul diceritakannya ke Dalipah.

Bahkan sampai saat terakhir, surat yang dituliskan oleh Rasmani untuk

Masrul dititipkan pada Dalipah. Karakter tokoh Dalipah merupakan tokoh

tambahan yang memiliki kasih sayang terhadap keluarganya. Terbukti

dengan rasa kasih sayangnya terhadap Rasmani yang selalu menemani

sampai ajal menjemputnya dan rasa kasihan terhadap orangtuanya yang

tidak bisa meneruskan biaya sekolahnya. Dengan sifatnya itu menunjukkan

Dalipah termasuk ke dalam tokoh statis dan pendukung keberadaan tokoh

Rasmani dari awal hingga akhir cerita.

Kaitannya dengan tema, dirinya mendukung hubungan percintaan

Rasmani dengan Rasmani meskipun dirinya mengetahui perbedaan status

yang menghalangi mereka karena dirinya juga mengetahui kedekatan

22 Sariamin Ismail, Op. Cit, h.10.

Page 64: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

53

Masrul dengan Rasmani sejak kecil. Hal tersebut terlihat pada kutipan

berikut.

Dalipah mengetahui perasaan adiknya ketika itu, sebab itu ia berdiri pula dan pergi ke dapur akan menolong Rasmani.23 Namun tokoh Dalipah tidak terlihat bahwa dirinya mendukung

hubungan antara Masrul dengan Muslina. Dalam cerita, tidak terlihat ciri

fisik Dalipah, namun terlihat cara pandang Dalipah yang berbeda, hal ini

terlihat dalam kutipan berikut.

"Masih ingat saya bagaimana ejekan orang ketika Dalipah berumur tujuh belas tahun belum juga kawin. Ketika ia bersuami tepat besar umurnya delapan belas tahun, dikatakan orang ia anak dara tua. Tetapi saya dan mamakmu tak hendak menghiraukan percakapan seperti itu." 24 Kutipan di atas menjadikan Dalipah memiliki karakter yang

penyabar dan tidak terpengaruh dengan pendapat lingkungan sekitarnya.

Dalipah merupakan tokoh tambahan tritagonis di mana dirinya menjadi

penghubung akhir antara Rasmani dengan Masrul dengan memberikan surat

terakhir milik Rasmani. Hal ini menjadikan Dalipah merupakan tokoh statis

dalam hal mendukung hubungan Masrul dengan Rasmani. Tokoh Dalipah

merupakan pendukung keberadaan tokoh Rasmani dan Masrul.

3. Alur atau Plot

Burhan Nurgiyantoro menyebutkan bahwa alur sebuah prosa dapat

diketahui dari berbagai hubungan wacana naratif dengan peristiwa-peristiwa

cerita ke dalam bentuk yang terorganisasikan. Rangkaian peristiwa membentuk

sebab-akibat yang secara kronologis sesuai dengan balutan penceritaan yang

sederhana. Di bawah ini akan dijelaskan lebih rinci mengenai peristiwa dengan

menggunakan tahapan alur, mulai dari tahap penyituasian, tahap pemunculan

konflik, tahap peningkatan konflik, tahap klimaks dan tahap penyelesaian.

a. Tahap Penyituasian

Pada permulaan cerita, pengarang menuliskan tentang kehidupan

sehari-hari dari keluarga kecil milik tokoh utama kedua, yaitu Rasmani.

23 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 25. 24 Sariamin Ismail, Op. Cit. h. 25.

Page 65: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

54

“Rasmani, Mani! Bangun Nak, bangunlah, hari telah tinggi, engkau akan pergi ke sekolah,” demikian terdengar seru seorang ibu yang sedang menyapu membersihkan rumah kecilnya. 25 Penyituasian kehidupan dari keluarga miskin yang mengawali hari

dengan bekerja membersihkan rumah yang secara umum tentu dilakukan oleh

setiap keluarga. Setelah itu terdapat peristiwa awal pertemuan antara Rasmani

dan Masrul. Disituasikan dalam novel bahwa Rasmani dan Masrul adalah

sepupu jauh yang dikenalkan oleh ibu Rasmani. Sejak saat perkenalan itu,

Rasmani dan Masrul akhirnya mereka menjadi bersahabat dan dekat.

Makin lama makin kariblah persahabatan mereka itu. Masrul merasa canggung kalau tak bersama dengan Rasmani, demikian juga sebaliknya.26 Persahabatan yang mereka jalin dengan adanya hubungan keluarga

menjadikan orang-orang di Bonjol mengganggap bahwa persahabatan mereka

wajar. Pemaparan yang singkat ini menjelaskan setting tempat kedua tokoh

utama dibesarkan di desa yang nyaman dan memiliki keramahtamahan

terhadap tetangga maupun antar saudara. Penyituasian ini membuat beberapa

pembaca mungkin berpikir bahwa tahap ini sedikit terlalu singkat.

Hubungan tahap penyituasian ini dengan tema adalah awal pertemuan

antara Rasmani dengan Masrul ketika mereka masih sekolah sebelum adanya

pandangan akan status sosial. Pada tahap ini dapat dinyatakan sebagai awal

pertemuan antara kedua tokoh utama yaitu Masrul dan Rasmani hingga mereka

menjadi sahabat dekat.

b. Tahap Pemunculan Konflik

Pada pemunculan konflik di awal, terjadi loncatan waktu di mana

Masrul telah berusia sembilan belas tahun, dan sudah magang menjadi jurutulis

di sebuah kantor negeri. Sedangkan Rasmani berusia lima belas tahun dan

sudah magang menjadi seorang guru.

25 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 9. 26 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 19.

Page 66: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

55

Hari itu Masrul mendatangi rumah Rasmani untuk bertemu dengan

orangtua Rasmani yang masih merupakan Mamak dan Etek Masrul, dengan

tujuan untuk memberikan berita bahwa dirinya mendapatkan surat tugas dari

Padang untuk pindah kerja ke Painan. Namun ada permasalahan yang

menyertai, yaitu keinginan ibunya untuk membawa Aminah ke Painan, artinya

dirinya diharapkan untuk menikah terlebih dahulu sebelum berangkat ke

Painan.

“Tentang rupanya itu tak tahu saya, Etek, tak pernah saya melihat kebagusannya. Boleh jadi sebab saya tak tahu mana yang dikatakan orang bagus. Masak ajar kata Etek, bagaimanakah orang yang dikatakan masak ajar? Barangkali artinya: ia tak perlu diajar lagi? Diletakkan huruf sebesar-besar induk kerbau di hadapannya takkan dapat dibacanya.”27 Masrul yang memiliki pandangan modern, tentu menginginkan seorang

yang berpendidikan meskipun hanya bisa membaca dan menulis. Pandangan

ini juga dimiliki oleh Ibu Rasmani. Tapi Aminah tidak dapat membaca dan

menulis yang menjadikan nilai negatif untuknya. Baik Mamak dan Eteknya

mengusulkan untuk menerima keinginan ibunya itu namun hati Masrul ragu

untuk menjadikan Aminah sebagai istrinya, sedangkan di sisi lain Rasmani

bersembunyi untuk mengeluarkan tangisannya. Pria yang selama ini

dicintainya telah dijodohkan dengan Aminah. Sejak pulang dari rumah

Rasmani, Masrul terus-menerus mendapat tekanan dari ibu kandungnya untuk

segera menikahkan Aminah. Lelah dengan paksaan ibunya, akhirnya Masrul

setuju untuk menikah dengan Aminah namun dengan menetapkan syarat-syarat

bahwa Aminah harus bisa membaca, menulis, merajut, dan sebagainya. Setelah

dua tahun dirinya akan menikahkan Aminah. Ini adalah pemunculan konflik

tahap pertama.

Pemunculan konflik tahap kedua terjadi saat Masrul telah pindah ke

Painan dan tinggal di tempat seperti indekos atau pemondokan. Masrul kenal

dekat dengan induk semangnya. Suatu hari dirinya dikenalkan pada seorang

Engku Guru gedang (besar) yang memiliki seorang putri yang cantik jelita dan

27 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 27.

Page 67: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

56

menginginkan Masrul sebagai suami bagi putrinya. Terlihat pada ujaran istri

Engku Guru gedang di bawah ini.

“Sudah dua kali orang disuruh Engku Guru gedang datang kemari, tetapi rupanya belum dapat Engku memutuskan. Karena anak kami telah besar, tak dapatlah kami menanti lama, itulah saya datang sendiri akan menanyakan pikiran Engku...”28 Masrul sendiri bukanlah pria munafik yang tidak melihat kecantikan

dari putri Guru Gedang itu, menggugah hati Masrul karena kerupawanan

Muslina. Demi kepentingan putrinya, orang tua Muslina mendatangi Masrul ke

pemondokannya dan berbicara serius untuk mendapat jawaban dari Masrul

tentang keinginan orang tua Muslina untuk menikahkan Masrul dengan putri

semata wayangnya itu.

Pada tahap pemunculan konflik ini, hubungannya dengan tema adalah

terlihat usaha Masrul untuk lepas dari ikatan pernikahan dengan Aminah,

perempuan yang dijodohkan olehnya dengan perkenalan dan pertemuannya

keluarga Muslina. Masrul dihadapkan oleh pilihan antara Muslina, Aminah

atau Rasmani dengan latar sosial yang berbeda-beda.

c. Tahap Peningkatan Konflik

Di tahap peningkatan konflik ini adanya keraguan dalam diri Masrul

akan dirinya sendiri. Tahapan ini berkembang menjadi pertentangan yang

terjadi pada diri Masrul.

Muka Rasmani terbayanglah pula di matanya, kemudian muka Aminah dan sebentar lagi muka Muslina, kembang yang amat bagus itu.29 Keraguan ini memicu Masrul menulis surat kepada Rasmani dan

menanyakan perkara ini dengan mengarang cerita bahwa temannya yang

sedang mengalami permasalahan tersebut, tapi Rasmani tahu bahwa Masrul

berbohong. Rasmani pun menuliskan balasan untuk mengikuti permintaan

orangtuanya untuk menikah dengan wanita yang telah dijodohkannya.

28 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 65.

29 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 68.

Page 68: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

57

Sesaat Masrul memikirkan dan menyetujui saran dari Rasmani, namun

tak ayal Masrul masih memikirkan Muslina yang cantik rupawan itu

menginginkan menikah dengannya. Sampai Masrul dibutakan oleh kelebihan

yang dimiliki oleh Muslina dalam kutipan berikut.

"Bodoh benar aku tak menghargakan kurnia Tuhan, tak memungut durian runtuh", pikir Masrul dalam hatinya. 30 Terlihat pada kutipan di atas keraguan Masrul menghilang dan dirinya

memutuskan untuk memilih Muslina dan secara langsung Masrul menolak

perjodohan dirinya dengan Aminah. Demi kesopanan, Masrul menuliskan surat

permohonan maaf pada orangtuanya, Aminah dan keluarganya, dan pada

Rasmani pula. Alasannya karena pertama Masrul tahu Rasmani mencintainya

yang terlihat dari surat-suratnya. Tentu saja surat yang Masrul kirimkan ke

orangtuanya dan orangtua Aminah membuat mereka marah karena mereka

merasa 'kelangkahan' atau jika dipaparkan dengan bahasa yang mudah

dipahami adalah rasa direndahkan karena Masrul memilih menikah dengan

orang lain padahal dirinya yang sudah berjanji namun mengingkar. Namun

sebagai orangtua, Masrul mendapatkan restu orangtuanya meskipun dengan

setengah hati bersama perasaan kecewa mereka pada putra tunggalnya itu.

Setelah pernikahan terlaksana, Masrul memiliki penyesalan akibat dari

keegoisannya tersebut dengan memilih istri di luar keinginan orang tuanya.

Hai alangkah bagus pakaianmu... alangkah tampan gayanya engkau sebagai mempelai ... tetapi siapa melihat itu? ... Mana ibumu ... mana ayahmu ... mana ninik mamakmu yang akan tersenyum melihat engkau turun tangga? Hai mana ipar besanmu yang akan menganggu dan mengucapkan gurau sendanya ... 31 Dirinya menyadari bahwa pernikahan diam-diam yang dilaksanakan itu

tidak ada satu pun keluarga Masrul yang datang di hari pernihakannya dan

pada saat terakhir, Masrul berpikir mungkin akan baik jadinya jika dia memilih

Rasmani. Bila Masrul berkehendak pasti orangtuanya akan menerima. Pada

bab sepuluh ini merupakan bagian dalam novel yang menyatakan bahwa tokoh

30 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 79. 31 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 87.

Page 69: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

58

Masrul masuk ke dalam kategori tokoh dinamis. Dengan penulisan cerita lewat

tokoh Masrul dan Rasmani memperlihatkan gegar budaya yang dialami tokoh

Masrul karena perbedaan latar cerita yang akan dijelaskan pula dalam analisis

hibriditas dan ambivalensi.

Kaitan dengan tema, di tahap ini memperlihatkan Masrul memilih

perempuan dari status sosial dan pendidikan yang lebih tinggi darinya terlebih

Muslina lebih cantik dibandingkan Aminah dan Rasmani. Selain itu, kenaifan

Masrul yang menganggap keluarga Muslina adalah keluarga terhormat juga

menjadi salah satu alasan dirinya memilih Muslina pula. Namun di lain pihak,

Rasmani merasa sedih dan kecewa karena Masrul melanggar janji dan

mengabaikan amanat darinya.

d. Tahap Klimaks

Pada tahap klimaks ini adalah tentang kesengsaraan dan penderitaan

yang dialami tokoh utama dengan jalan kehidupan yang dipilihnya beserta

dengan usahanya untuk lepas dari penderitaannya tersebut. Tahap ini diawali

pada saat terdapat dua orang sedang membicarakan tentang Masrul dan

Muslina. Bagian tersebut diketahui bahwa nama baik Muslina telah tercemar

dan keluarganya menjebak Masrul agar mau menikah dengan Muslina. Hal ini

terlihat pada kutipan di bawah ini.

“Engku itu betul-betul telah masuk perangkap. Engku guru gedang dan istrinya orang yang manis mulut benar. Dengan mudah ia menjalankan taktiknya, sehingga seorang kena jeratnya.” 32 Loncatan waktu tiga tahun dengan memperlihatkan pernikahan Muslina

dengan Masrul telah memasuki tahun ketiga dan telah memiliki seorang putra.

Kehidupan pernikahan yang diidamkan Masrul menjadi keluarga yang

harmonis berubah menjadi bencana bagi Masrul. Perempuan yang dikira

Masrul berpendidikan tinggi, nyatanya adalah seorang istri yang tidak lulus

sekolah dengan nama buruk menyertainya karena saat dirinya sudah

32 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 94.

Page 70: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

59

mempunyai tunangan seorang dokter, dia berani untuk menjalin hubungan

dengan pria lain.33 Dari masalah inilah orang tua Muslina menghasut Masrul

untuk menikah dengan putri mereka.

“Pulang. Ah, mengapa aku pulang, hari baru pukul tengah sebelas?” “Ke kedai kopi,” pikirnya sambil meraba sakunya. “Cukup untuk dua, tiga botol bir.” Sambil berpikir demikian ditujukannya langkahnya ke sebuah kedai kopi.34 Kehidupan Masrul telah berubah setelah menikah dengan mengabaikan

waktu pulang, bahkan dirinya meminum minuman haram hanya untuk

ketenangan dirinya. Tidak hanya itu, dirinya juga mengabaikan sholat yang

dahulu sangat rajin dilakukannya. Hal ini dikarenakan dirinya merasa tertekan

dengan kehidupan rumah tangganya bersama Muslina. Istri yang dianggapnya

alim ternyata mampu untuk memukul dirinya dengan kayu, mengeluarkan kata

keji bahkan mengumpat dan menyumpah. Terlebih dirinya selalu dipandang

rendah oleh istrinya itu, hal ini terjadi karena rumah dan segala perabotan yang

berada di rumah yang membeli adalah mertua Masrul. Sebagai kepala rumah

tangga, di mata Muslina, Masrul merupakan pria yang tidak bisa diharapkan.

Masrul terus ke meja makan dan istrinya ke bilik tidur. Tetapi apakah yang didapati Masrul di atas meja itu? Cambung nasi, piring sambal semuanya tertelengkup. Meja dan alasnya telah sekotor-kotornya. Dengan panas dan kesal hati yang tak tertahan-tahan, dihelakannya alas meja itu, sehingga semua yang diatasnya jatuh ke lantai dan hancur luluh.35 Kutipan di atas memperlihatkan karakter sifat Masrul menjadi mudah

tersulut amarah, dan sisi lain Muslina yang terbiasa hidup serba ada dan tidak

terbiasa untuk hidup hemat, memberikan peringatan untuk Masrul karena tidak

mampu memenuhi kebutuhan dirinya dan putranya. Masrul bahkan sudah

mengambil dua pekerjaan dan memberikan sebagian besar gajinya pada

33 Lihat catatan kaki nomor 17.

34 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 97. 35 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 100.

Page 71: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

60

Muslina namun bagi Muslina semua itu masih belum cukup dan menuduh

Masrul tidak memberi semua gajinya dan menghabiskannya untuk berjudi.

Lelah bertengkar, Masrul memutuskan untuk keluar rumah dan berjalan

sampai ke tepi laut dan tidur di bangku panjang di sekitarnya. Bangun ke

esokan paginya dan berangkat ke kantor dengan menggunakan pakaian yang

sama. Siang harinya, Muslina mendatangi kantor Masrul dengan membawakan

makanan dan meminta maaf pada Masrul, tapi itu hanya berlaku untuk

beberapa hari dan Muslina akan kembali berperilaku kasar lagi padanya.

Karena kekesalan hati dan kecewa, kata-katanya pun tak ditahannya lagi, bahkan berani ia menampar istrinya, kalau istrinya marah-marah dan mencaci-caci dia. Sehingga acap kalilah terjadi perkelahian di antara keduanya, yang belum pernah terjadi sampai waktu itu.36 Sebagai pria, ayah dan kepala keluarga, tentu Masrul memiliki harga

diri dan kehadiran dirinya dalam rumah tangganya dihormati. Kenyataannya

psikologis seorang pria memiliki harga diri yang tinggi karena ingin dihormati

oleh anak dan istrinya. Masrul merasa harga dirinya terhina membuatnya

memilih untuk menceraikan Muslina.

Pada tahap klimaks ini, terlihat kestatisan tokoh Muslina dengan

perlakuannya terhadap Masrul. Selain itu, kedinamisan tokoh Masrul juga

terlihat pada tahap ini karena pengaruh kehidupan pernikahannya dan tekanan

dari keadaan sekitarnya. Jika berkaitan dengan tema, pada tahap klimaks ini

Masrul mengalami masa di mana dirinya menyesal telah memilih Muslina

sebagai istrinya dengan melihat dari status sosial Muslina yang lebih tinggi dari

Rasmani. Pada tahap ini Rasmani memiliki perubahan pandangan saat dirinya

tidak menyetujui pernikahan Masrul dengan Muslina, menjadi mendukung saat

Masrul mulai meragu dengan pernikahannya dan ingin menceraikan Muslina.

Hal ini Rasmani lakukan karena selain mengkhawatirkan Muslina dan anaknya,

dirinya juga mengetahui bahwa percintaannya dengan Masrul tidak akan

pernah ada karena status sosialnya yang berada di bawah Masrul.

36 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 119.

Page 72: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

61

e. Tahap Penyelesaian

Di tahap penyelesaian ini kedua tokoh utama bertemu kembali. Pada

tahap ini dengan jelas menyatakan bahwa Masrul mengetahui Rasmani

mencintainya, begitu pun sebaliknya. Namun sayang takdir berkata lain.

Setelah bercerai, Masrul memutuskan untuk kembali ke kampungnya

dan tinggal bersama ibunya sampai dirinya mendapat pekerjaan di tempat lain.

Selama tinggal di rumah orang tuanya, Masrul menjalin hubungan kembali

dengan Rasmani dengan sering berkunjung ke rumah Rasmani. Tak lama

kemudian Masrul mendapatkan pekerjaan di Medan, Masrul memutuskan

membutuhkan tempat yang berbeda untuk menenangkan jiwanya dan menjauhi

Padang sebagai tempat untuk mencari pekerjaan karena di sana dirinya

mengingat penderitaan yang telah dialaminya.

”Biarlah abang berkata terus terang, buka kulit tampak isi, supaya lekas kita sampai kepada yang dimaksud. Mani, jika baik untung abang, jika takdirnya abang dapat pekerjaan yang sesuai dengan abang, maukah engkau menurutkan abang ke Medan?”37 Masrul menginginkan Rasmani ikut dengannya ke Medan, namun di

tolak. Rasmani tidak menginginkannya karena dirinya tidak terbiasa hidup

berumahtangga, Rasmani lebih suka mengajar. Terlebih Rasmani pikir jika

Masrul menginginkan dirinya untuk ikut ke Medan hanya semata-mata merasa

kasihan kepadanya karena dahulu cinta yang telah lama diberikannya

dihiraukan oleh Masrul, Rasmani memilih menolaknya. Selain itu, Rasmani

juga takut akan terlihat seperti perusak rumah tangga Masrul oleh orang

sekitar. Hal itu terlihat pada kutipan berikut.

“Ah apa salahnya kau kuterima saja, permintaan Bang Masrul. Bukankah orang kampungku sendiri tahu bahwa pertalian kami telah lama, telah dari kecil. Apa pusingku dengan percakapan orang lain yang tak kukenal .... Mengapa aku harus menderita seumur hidup, sedang aku tak bersalah.” 38 Permasalahan status sosial mereka yang tidak sederajat, membuat takut

Rasmani akan pandangan masyarakat sekitar jika dirinya dan Masrul menikah,

37 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 135.

38 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 126

Page 73: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

62

bukan hanya keluarganya yang akan dicerca, tapi keluarga Masrul juga.

Menerima penolakan tersebut, akhirnya Masrul memutuskan untuk berangkat

ke Medan sendiri.

Tiap pekan Masrul dan Rasmani saling mengirimkan surat. Dari saat

Masrul hanya menjadi pembantu temannya yang telah bekerja tetap Tapi di

surat-surat Masrul tidak menyinggung soal permintaannya dia kepada Rasmani

untuk tinggal bersamanya. Surat yang Masrul kirim juga mulai dingin. Hal ini

membuat Rasmani kecewa dan kehilangan kepercayaan. Sampai akhirnya

dirinya memiliki penyakit jantung saat dia menerima surat dari Masrul.

“Sampai sekarang kakanda belum mendapat pekerjaan yang berarti. Tetapi itu belum mengapa, bukankah engkau masih mau menanti? Ada lagi yang menghalangi maksud kita. Kakanda mendapat surat dari Muslina minta kembali pada kakanda, mengatakan anak kami sakit-sakit dan ibunya telah meninggal.”39 Masrul mengirimkan surat permohonan maaf karena ternyata selama

berbulan-bulan Masrul berpikir untuk kembali kepada Muslina karena ayah

mertua sakit-sakitan dan ibu mertua telah meninggal. Selesai membaca surat

tersebut, Rasmani kehilangan harapannya. Tiga hari kemudian dirinya jatuh

sakit, namun menjadi lebih baik saat Dalipah pulang ke rumah. Saat itulah

Rasmani menerima surat lagi dari Masrul. Tertulis dalam surat Masrul bahwa

dirinya berbohong pada surat sebelumnya karena dia belum mendapat

keputusan sebagai pekerja tetap dan membuatnya ragu untuk membawa

Rasmani untuk tinggal bersamanya di Medan. Berita baik ini malah membuat

Rasmani sakit parah.

Surat yang membawa kabar baik itu, rupanya lebih mengejutkan Rasmani dan lebih merusakkan jantungnya yang telah luka itu, dari surat yang dahulu. Karena sesudah ia membaca surat itu ia jatuh pingsan, dan di hari yang berturut penyakitnya bertambah keras, sehingga mendatangkan cemas kepada orang yang berkelilingnya. Sesudah beberapa hari ia sakit keras itu, dibuatlah surat oleh Dalipah. 40

39 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 142. 40 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 145.

Page 74: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

63

Setelah mendapat surat dari Dalipah, Masrul pulang namun dirinya telat

satu hari karena Rasmani telah meninggal. Masrul menyesal karena tidak

datang lebih cepat, jika dia datang sehari sebelumnya, mungkin dirinya masih

bisa berjumpa dengan Rasmani. Masrul merasa ketiadaan Rasmani di dunia ini

adalah sebagai hukuman yang harus diterimanya karena menyia-nyiakan

Rasmani yang selama ini sudah mencintainya. Penyelesaian cerita Kalau Tak

Untung ini penulis menjelaskan secara tersirat bahwa nasib kedua tokoh

tersebut “Tak Beruntung”. Masrul yang telah menghamburkan hidupnya

dengan berlandaskan keegoisan membuatnya tidak mendapatkan perempuan

yang mencintainya, sedangkan Rasmani juga tidak beruntung karena dirinya

tidak bisa memiliki pria yang dicintainya dan terus-menerus merasa kecewa

pada Masrul. Hubungan tahap penyelesaian ini dengan tema terlihat pada kisah

cinta Rasmani dan Masrul yang hingga akhir tak dapat bersama karena satu

alasan, yakni status sosial.

Setelah melakukan penelitian tahap demi tahap cerita, maka dapat

disimpulkan bahwa penulisan cerita novel Kalau Tak Untung ini menggunakan

alur maju progresif karena peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat

kronologis. Secara runtut cerita dimulai dari tahap awal, tengah dan akhir

dengan penyelesaian cerita yang tertutup, artinya keadaan akhir sebuah cerita

fiksi sudah selesai. Namun bukti adanya kedinamisan pada beberapa tokoh

yang dipengaruhi oleh perubahan sosial, baik itu tradisi maupun lingkungan

akan menjadi analisis pada penelitian ini.

4. Latar atau Setting

Sebuah cerita fiksi akan menampilkan secara garis besar kehidupan

tokoh-tokoh dalam suatu karya fiksi yang secara mengalir masuk ke dalam

permasalahan kehidupan tokoh-tokoh tersebut. Tentunya permasalahan

tersebut memiliki landasan seperti halnya di mana, kapan, dan pada kondisi

sosio-budaya apa yang dipaparkan. Keberadaan latar akan memperjelas akan

adanya kesan realistis suatu karya sastra kepada pembaca. Di bawah ini adalah

Page 75: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

64

analisis latar novel Kalau Tak Untung karya Selasih dengan menggunakan teori

Burhan Nurgiyantoro.

a. Latar waktu

Latar waktu dalam novel Kalau Tak Untung ini tidak memperlihatkan

peristiwa sejarah secara tertulis dalam cerita. Namun dari gaya bahasa dan

penggunaan bahasa lampau menjadikan ciri bahwa cerita ini ditulis pada zaman

kolonial. Meskipun begitu, ada bukti penggambaran yang menjadikan latar

waktu terlihat dalam cerita.

“... Tetapi dalam pada itu ia bersahabat dengan seorang anak sekolah Mulo. Maklumlah anak muda-muda bersahabat ...” 41 Penyebutan adanya sekolah MULO di dalam cerita menjadikan latar

waktu cerita Kalau Tak Untung ini terjadi sebelum perang terjadi, di mana saat

itu pemerintahan masih dikuasai oleh koloni. Seperti yang diketahui, sekolah

MULO (Meeruitgebreid lager Onderwijs) didirikan pada tahun 1914 untuk

orang-orang Indonesia golongan atas, orang-orang Cina, dan orang-orang

Eropa yang telah menyelesaikan sekolah dasar mereka. Jika disetarakan dengan

pendidikan sekarang, sekolah MULO sama dengan Sekolah Menengah

Pertama (SMP).42

Dari mengetahui latar waktu ini, kita dapat mengetahui tentang cara

berpikir orang zaman dahulu perihal penduduk desa tidak tertarik pada

pendidikan yang lebih tinggi dan jarang yang kuat membayar uang sekolah

karena keterbatasan materi yang hanya cukup untuk menghidupi kehidupan.

Kemudian terdapat latar lainnya yang terdapat dalam novel Kalau Tak Untung

ialah:

“Rasmani, Mani! Bangun Nak, bangunlah, hari telah tinggi, engkau akan pergi ke sekolah,” demikian terdengar seru seorang ibu yang sedang menyapu membersihkan rumah kecilnya. 43

41 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 95. 42 M.C Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Terj. dari A History of Modern Inonesia since 1200 Third Edition oleh Satrio Wahono, Bakar Bilfagih, dkk, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007), h. 333. 43 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 9

Page 76: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

65

Selasih menggunakan penggambaran latar waktu yang berfungsi untuk

memberikan kesan terhadap suasana cerita dalam novel. Seperti halnya pada

kutipan di atas yang menggambarkan latar pada pagi hari yang identik dengan

kesan semangat untuk memulai hari dan terasa tepat untuk permulaan pada

sebuah cerita..

Pada suatu petang Rasmani tinggal seorang diri di rumah. Dia gelisah, hatinya tak senang dan darahnya gedebak-gedebur. Bermacam-macam pikiran memenuhi kepalanya. 44 Gambar kerisauan tercermin pada waktu petang hari. Perpaduan antara

gelap dan terangnya langit menjadi perumpamaan waktu yang tepat untuk

memberikan kesan perasaan akan terjadinya sesuatu hal yang besar yang

berawal dari kecurigaan atau perasaan lainnya.

Hari bagus cuaca terang. Bulan memancarkan cahayanya dengan lemah ke seluruh bumi. Langit bersih, seawan pun tak kelihatan, cakrawala ditaburi oleh bintang yang indah itu. Alam hening sebagai tidur bersama makhluk yang menghentikan lelah pada malam yang tenang itu. 45 Selain pagi hari, pengunaan latar waktu pada malam hari seperti

menggambarkan kepedihan dan penyesalan seperti saat Masrul harus tidur di

kursi taman karena bertengkar dengan Muslina atau saat malam ketika Masrul

mengetahui Rasmani telah tiada untuk memperjelas perasaan pilu yang dialami

tokoh.

Dapat dilihat dari waktu cerita Selasih menggunakan waktu yang cukup

panjang yakni kurang lebih selama 5 tahun. Namun yang diperlihatkan

hanyalah kejadian-kejadian yang ingin ditunjukkan dan menggunakan hampir

sepanjang hayat tokoh Rasmani dengan siasat teknik penceritaan yang dibuat

padat. Durasi cerita dibagi dalam beberapa babak, dari segi tokoh Masrul,

yakni ketika dirinya berusia 19 tahun, 21 tahun, dan 24 tahun. Kaitannya

dengan tema memperlihatkan perkembangan dari pemikiran tiap tokoh dengan

pengalaman mereka masing-masing. Perkembangan ini akan mempengaruhi

analisis hibriditas dan ambivalensi.

44 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 37. 45 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 106.

Page 77: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

66

b. Latar tempat

Latar selanjutnya yakni latar tempat yang sebagian besar digambarkan

di Sumatra Barat. Latar tempat ini sama dengan tempat di mana Selasih lahir

hingga tahun 1925. Beberapa tempat lainnya merupakan tempat yang pernah

ditinggali oleh sang pengarang.

"Di Bonjol. Engku, sebuah kampung kecil di antara Bukittinggi dengan Lubuksikaping" 46

Bukti di atas memberitahukan tempat Masrul berasal yang menjadi

lokasi awal dimulainya cerita. Tempat Masrul dan Rasmani tumbuh bersama

sejak kecil. Melihat pada kutipan, dapat diketahui sebagian besar cerita berlatar

di Sumatera.

"Di Painan, Mak. Tak jauhkah itu pada pikiran Mamak?"47

Kota berikutnya yang disebutkan sesuai dengan alur cerita adalah

Painan, tempat Masrul merantau dan bertemu dengan Muslina. Di mana

kegalauan Masrul untuk memilih Aminah dan Muslina untuk dijadikan

istrinya.

"... Kota Padang yang tadinya hiruk-pikuk telah mulai hening."48

Kota selanjutnya adalah Padang, di mana Masrul dan Aminah menjalani

kehidupan rumah tangga mereka yang berakhir perceraian. Setelah perceraian

bagi Masrul kota Padang merupakan kota yang penuh dengan tekanan batin

sehingga Masrul memilih untuk menghindari kota Padang karena akan

mengingatkannya pada pernikahannya yang tidak harmonis. Justru terlihat

melelahkan jiwa dan raganya.

"Kusangka Bang Masrul telah di Medan dan tak akan pernah bertemu lagi dengan saya seumur hidup" 49

Pelarian Masrul ke Medan berdasarkan pada keinginannya memulai

kehidupan yang baru bersama Rasmani. Namun Rasmani menolaknya karena

46 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 99. 47 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 23. 48 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 97. 49 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 134.

Page 78: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

67

dirinya takut akan memiliki nasib yang sama dengan Muslina dan ditinggal

oleh Masrul, terlebih di kota yang tidak Rasmani kenal. Bahkan sanak saudara

pun tak ada. Pada akhirnya Masrul pergi sendiri ke Medan. Melihat dari

perpindahan latar tempat dari satu kota ke kota lainnya terlihat mempengaruhi

kondisi psikologi Masrul yang memperlihatkan perubahan cara berpikir ketika

dirinya jauh dari orangtua hingga akhirnya dia memilih perempuan dari status

sosial yang lebih tinggi darinya,50 sehingga hal ini akan berpengaruh pada

analisis hibriditas dan ambivalensi.

c. Latar sosial

Latar terakhir yakni latar sosial yang sejak awal hingga akhir cerita

berlatar sosial masyarakat Sumatera. Dalam latar sosial ini Selasih membuat

dua masyarakat sosial yang berbeda.

"... Si Aminah cukup bagusnya, cakap dan pandai bekerja, ia anak orang kaya, anak mamkmu darah daging ibu." 51 Pernikahan dengan saudara sepupu menjadi hal yang wajar terjadi pada

saat itu. Selain orangtua sudah kenal satu sama lain, mereka juga

mempertahankan garis keturunan dan warisan keluarga. Namun hal ini

ditentang oleh pandangan Masrul.52 Kenyataannya, pernikahan yang masih

merupakan saudara dekat akan meningkatkan kemungkinan cacat pada anak

mereka kelak. Semakin mirip DNA yang dimiliki pasangan akan semakin besar

kerusakan gen yang sama.53 Nilai sosial satu ini erat dengan adat Minangkabau

dan Selasih menentang nilai adat ini dan menuangkannya dalam pemikiran

Masrul. Hal ini dilakukan semata-mata ingin menyadarkan masyarakat

Minangkabau saat itu bahwa belajar membaca dan menulis merupakan hal

penting untuk memperluas wawasan mereka.

Selain pernikahan, terdapat sosial lainnya yang menunjukkan bahwa

latar Minangkabau sangat kental dalam novel Kalau Tak Untung. Seperti

50 Lihat halaman 57-59. 51 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 31 52 Lihat catatan kaki nomor 2. 53 Teguh Haryo Sasongko, Bolehkah menikah dengan sepupu? dalam https://health.detik.com/konsultasi-genetika/1874259/bolehkah-menikah-dengan-sepupu diunduh pada Kamis, 22 Maret 2012 pukul 11.53 WIB.

Page 79: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

68

halnya merantau yang dilakukan oleh Masrul yang berawal dari Painan,

Padang, dan Medan. Hal ini merupakan tradisi yang sudah umum terdengar

oleh orang Indonesia, bahwa merantau merupakan proses interaksi masyarakat

Minangkabau dengan dunia luar.

Selain itu, terdapat beberapa kata atau panggilan terhadap saudara yang

digunakan masyarakat Minang yang berbeda dengan bahasa Indonesia pada

umumnya. Seperti halnya bahasa Jawa, panggilan untuk paman tertua itu Pak

De. Dalam bahasa Minang, menggunakan kata Mamak untuk mengacu pada

paman dari keluarga ibu. Kewajiban Mamak pada kemenakan sendiri sama

seperti kewajiban ibu pada anaknya karena bertujuan untuk mempertahankan

harta pustaka keluarga. Sedangkan panggilan untuk Etek, ditujukan pada

saudara perempuan ibu atau istri dari Mamak. Karena pernikahan di Minang

antar sepupu menjadikan ruang lingkup keluarga mereka kecil dibandingkan

pernikahan berbeda adat. Harta pusaka itu dapat berupa perhiasan, rumah,

ataupun tanah. Orang Minang berpegang teguh bahwa harta pusaka harus

dijaga dan itu merupakan tugas Mamak tertua dan Mamak lainnya, seperti

dalam pepatah patah tumbuah hilang baganti, harto pusako dijago juo. Jika tak

dapat menjaganya atau menjualnya, akibatnya seumur hidup dan keturunannya

akan sengsara. Kaitannya dengan tema, latar sosial dipengaruhi oleh

perkembangan pemikiran tokoh dalam hal waktu dan tempat, sehingga

menjadikan tokoh berusaha beradaptasi dengan setiap lingkungan yang

berbeda. Tanpa disadari, usaha untuk diakui di lingkungan asing membuat

tokoh mengambil keputusan yang keliru. Usaha dan keputusan akan menajdi

dasar analisis hibriditas dan ambivalensi dalm penelitian ini.

Dapat disimpulkan, bahwa latar atas tiga, yakni dari latar waktu yang

terlihat dari segi pendidikan, latar tempat di Sumatera Barat, dan latar sosial

Minang yang dipengaruhi latar waktu dan latar tempat. Dengan adanya latar

sebagai atmosfer cerita, mampu mendeskripsikan suasana ceria, romanik, sedih

dan lainnnya dengan imajinasi dan kepekaan emosional. Hal ini berfungsi

mendukung elemen-elemen cerita yang lain untuk memperoleh efek yang

mempersatukan.

Page 80: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

69

d. Sudut Pandang atau Titik Pandang

Sudut pandang berkaitan dengan siapa yang membawakan cerita atau

narator. Pengarang menceritakan peristiwa dengan menggunakan sudut

pandangnya dengan pemilihan sudut pandang yang tepat akan menjadikan

cerita menjadi lebih kuat dalam segi penyampaian dan keterikatan, sehingga

tujuan yang diharapkan dari pengarang pada pembaca dapat tersampaikan.

Dalam novel Kalau Tak Untung pengarang menggunakan sudut pandang orang

ketiga atau omniscient narrator. Hal ini dibuktikan dengan penyebutan nama

tokoh dalam teks narasi dalam novel dan tertulisnya isi dari pikiran pada setiap

tokoh.

Surat Rasmani tak dibalasnya. Dalam hatinya, “Sudahlah, ini yang disukai Rasmani rupanya, ini tandanya ia cinta, ia berkehendak aku melarat, ia beringin aku menderita, ia mau aku terperosok ke lubang dalam, ke jurang kesengsaraan ....”54 Dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga ini, pengarang lebih

bebas menggambarkan tokoh-tokohnya dan menceritakan segala bentuk

peristiwa yang ada dalam cerita dengan mengetahui segala isi pemikiran dari

setiap tokohnya. Pengarang menggunakan sudut pandang ini dengan tujuan

membuat pembaca mengetahui mengetahui isi pikiran setiap tokoh dan

mengetahui setiap peristiwa yang dialami tokoh utama tanpa ada yang

terlewatkan. Dengan demikian sudut pandang orang ketiga memberikan

pembaca cerita yang utuh yang merupakan kelebihan dari penggunaan sudut

pandang orang ketiga.

Kaitannya dengan tema adalah sudut pandang memudahkan pembaca

untuk mengetahui setiap karakter dan pola berpikir tokoh dalam novel Kalau

Tak Untung dengan sudut pandang orang ke tiga yang digunakan oleh Selasih.

Meskipun sudut pandang ini memudahkan menceritakan fisik, hati dan

pemikiran tokoh, meskipun teknik ini bersifat natural tapi juga tidak natural

karena realita kehidupan tidak ada yang bersifat mahatahu.

54 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 124.

Page 81: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

70

e. Gaya Bahasa (Stile)

Stile atau gaya bahasa menunjuk pada pengertian cara penggunaan

bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, untuk tujuan tertentu,

dan sebagainya. Penulisan cerita Selasih, penggunaan kata yang lugas namun

bermakna akan memberitahukan gambaran perasaan setiap tokoh yang tentu

tidak lepas dari ciri khas diksi Minangkabau.

... Dengan tak disangka-sangkanya bercucurlah air matanya, berbagai-bagai hal mengharubiru kepalanya. Hatinya pedih, dadanya sempit. Terbayang-bayang di matanya hidupnya semasa kecil. Orangtuanya mempunyai sawah berbidang-bidang, ternak berkandung, batang kelapa tak terhitung, tebat ikan segenap penjuru...55 Kutipan di atas merupakan perbandingan kehidupan Ibu Rasmani di

masa kecilnya dengan kehidupannya sekarang yang hidup kekurangan karena

semua harta benda milik orangtuanya telah dijual oleh saudaranya. Pemilihan

kata seperti tebat ikan segenap penjuru yang artinya segala rezeki sudah di

tangan. Penggunaan bahasa Minangkabau tidak hanya terlihat di latar, namun

juga dialog tokoh dengan kosa kata melayu yang memiliki makna tertentu di

dalamnya. Nilai estetika Melayu dalam mengungkapkan gagasannya akan

mempengaruhi pembaca dengan dasar penyusunan wacana yang efektif.

Pemilihan ungkapan bahasa yang mewakili sesuatu untuk diungkapkan akan

mencapai efek keindahan sebuah karya sastra. Pemilihan ungkapan tersebut

akan dijelaskan dalam bentuk analisis permajasan agar mempermudah

pengelompokkan kosa kata.

Dalam novel Kalau Tak Untung terdapat beberapa permajasan di

antaranya.

1. Sarkasme

Menurut Burhan Nurgiyantoro, sarkasme digunakan untuk

menyindir atau mengkritik sesuatu secara terus terang dan tajam.56

Penggunaan majas ini dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut:

55 Sariamin Ismail, Op. Cit.,h. 12 56 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995), h. 404

Page 82: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

71

"Ibu, saya belum hendak beristri, saya baru berumur sembilan belas tahun. Lagi pula kata orang yang pandai-pandai dalam bukunya tak baik kawin berfamili. Acap kali anak orang yang kawin sekaum itu, dungu atau mudah jadi gila atau tak sempurna bahagian tubuhnya. Kalau tak di anak itu benar, di keturunannya terjadi seperti itu." 57 Kata dungu, gila, dan tak sempurna bahagian tubuhnya

merupakan kritikan tajam yang secara terus terang dilontarkan oleh

Masrul yang menentang pernikahan antar saudara sepupu. Meskipun

secara tidak langsung Selasih juga menentang pernikahan ini dan

berusaha menyadarkan masyarakat Minangkabau sebaiknya dihindari.

“... Benar ia anak datuk dan kemanakan juga dari bapakmu, tapi tak patut engkau naik ke rumah itu. Tak seperti itu tempat dudukmu." 58 Ketamakan manusia terjadi hanya jika seseorang telah merasa

dirinya lebih istimewa dibandingkan yang lainnya. Hal ini dinyatakan

oleh Ibu Masrul bahwa Masrul tidak seharusnya berada di rumah yang

jauh dari standar kekayaannya. Ini menyindir secara langsung bahwa

rumah Rasmani yang kecil dan sederhana, tidak pantas untuk Masrul

kunjungi.59

Selain itu, Ibu Masrul juga mengkritik Rasmani yang terlalu di

manja dan mencaci orangtua Rasmani dengan terang-terangan.

Ketinggian hati yang dimiliki oleh kaum yang cukup berada membuat

mereka seringkali memandang rendah dan bersikap curiga terhadap kaum

miskin. Kritikan Selasih yang sampai sekarang masih sering terjadi

dalam kehidupan sekarang, di mana orang kaya akan merasa risih atau

enggan berada di satu ruangan dengan orang yang terlihat kumuh dan

miskin.

2. Ironi

57 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 31.

58 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 31. 59 Lihat catatan kaki nomor 20.

Page 83: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

72

Menurut Burhan, ironi digunakan untuk menyindir atau

mengkritik sesuatu secara halus atau intensitasnya rendah.60 Ironi akan

berhasil jika pembaca sadar akan maksud yang tersembunyi di balik

rangkaian kata-kata seperti kutipan berikut:

“Napasnya tak sampai ke bibir karena menghayun cangkul dan membajak, tetapi anaknya dimanjakannya. Anak-anak yang sebesar Dalipah dan Rasmani masih juga belum pandai ke sawah ke ladang. Duduk menggoyang kaki di sekolah. Apa benar yang akan ditulis dibacanya nanti. Tak macam anak-anaknya itu akan jadi istri demang nanti. Berupa tidak, berharta tidak...”61 Pada kutipan di atas secara tidak langsung Selasih mengkritik

pemikiran kuno dengan mengucapkan hal yang sebaliknya, yakni sekolah

bukanlah hal yang percuma meskipun pada akhirnya seorang perempuan

akan berakhir menjadi ibu rumah tangga yang akan mengurus

keluarganya. Sindiran karena kekurangan yang dimiliki keluarga

Rasmani tidak menghilangkan semangat orangtuanya untuk

menyekolahkan anak-anaknya agar dapat membaca dan menulis.

Kenyataannya, kesadaran akan pendidikan pada tahun itu sulit untuk

ditegakkan karena hasil yang diutamakan, bukan proses tanpa

mengetahui hasil akhir dari perjuangan sebuah proses.

3. Hiperbola

Hiperbola dimaksudkkan untuk melebihkan sesuatu yang

dimaksudkan dibandingkan makna yang sebenarnya dengan maksud

untuk menekankan penuturannya. Penggunaan hiperbola dapat dilihat

dalam kutipan:

”... mulanya adinda tak percaya, karena tak adinda sangka Kakanda akan selemah itu, dapat digoda setan, ditewaskan iblis.” 62 Kutipan di atas merupakan isi surat dari Rasmani kepada Masrul

saat Masrul meminta pendapat tentang kehidupan rumah tangganya, yang

60 Burhan Nurgiyantoro, Op. Cit, h. 404. 61 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 14. 62 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 123.

Page 84: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

73

bukan seperti dirinya impikan, dengan memiliki istri berpendidikan dan

hidup berumahtangga yang sakinah. Pernyataan “digoda setan,

ditewaskan iblis” adalah penekanan dari Rasmani untuk menyatakan

kehidupan Masrul yang berantakan karena hawa nafsu belaka. Diksi yang

digunakan Selasih pada bagian ini untuk penekanan konflik yang sedang

dialami Masrul dalam kehidupan dirinya yang telah lepas dari disiplin

agama yang dimilikinya..

4. Simile

Simile menunjuk pada adanya perbandingan yang langsung dan

eksplisit, lazimnya menggunakan kta-kata tertentu yang berfungsi

sebagai penanda keeksplisitan pembandingan, misalnya kata-kata seperti,

bagai, bagaikan, sebagai, laksana, mirip, dan sebagainya.63 Penggunaan

simile dalaptdilihat di sebagian besar novel. Salah satunya adalahs ebagai

berikut:

“Si Aminah tak kecil lagi, umumnya telah empat belas tahun, lagi pula ia berpaham, tak lonjak kemari lompat ke sana, sebagai anak sekolah seperti Rasmani adikmu itu.” 64 Kutipan di atas merupakan perkataan Ibu Masrul yang

membandingkan Aminah yang sama usianya dnegan Rasmani, namun

bagi Masrul terdapat perbedaan diantara mereka. Rasmani tahu huruf dan

pandai membuat pakaian, dan lain-lain, sednagkan Aminah tidak tahu

huruf dan menganggap tahu cara berumahtangga dan tahu adat istiadat

itu cukup. Pada kutipan di sini digunakan untuk penyituasian atas

tekanan yang dialami oleh Masrul untuk bertunangan dengan Aminah

atas desakan ibunya.

f. Moral

Pada novel Kalau Tak Untung, pengarang menggambarkan tema

tentang percintaan yang dalam antara Masrul dan Rasmani dengan

63 Burhan Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 400. 64 Sariamin Ismail, Op, Cit, h. 35.

Page 85: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

74

menggunakan gaya bahasa Minangkabau. Diungkapkan dalam cerita sifat dan

tingkah laku tokoh-tokoh terdapat makna kehidupan yang menjadi pesan aau

amanat penting bagi pembaca agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-

hari seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini:

Itulah juga kelakuanmu yang tak dapat engkau ubah-ubah, yang sunah engkau perlukan, yang wajib engkau tinggalkan. Apakah kata mamakmu nanti kalau diketahuinya ia telah kelangkahan. Kita tinggal di kampung, adat kampung yang akan diturut, jangan diperturutkan kehendak hati saja. 65

Jadi Kakanda, sahabat Kakanda harus berhati-hati benar dalam pemilihannya, kalau sebenarnya ia tak bermaksud akan beristri dua-tiga, dan endak beruntung kemudian hari, alangkah buruknya, jika ia sekarang merusakkan hati tunangannya, sedang ia sendiri tak mendapat bahagia yang dikejar itu .... Kakanda, bahagia adalah barang yang tak dapat dilihat dengan mata hanya dirasa ....66

Dari kutipan-kutipan di atas dapat dilihat bahwa kisah dalam novel ini

memberikan kita banyak pelajaran. Bagaimana kehidupan bermasyarakat,

perihal menghormati orangtua, janji yang sepatutnya ditepati, dan tentang

mengambil keputusan dengan melihat segala sesuatunya dengan sudut pandang

baik buruk.

Novel Kalau Tak Untung bercerita tentang seorang tokoh pria yang

menghadapi masalah tentang kehidupan percintaannya dan penyesalannya

dalam menentukan pilihan yang menjadikan dirinya mengalami penderitaan.

Penderitaan yang pertama adalah kehidupan rumah tangga yang dijalaninya

selama tiga tahun dengan Muslina dan cintanya yang kandas.

Dari Rasmani, terlihat bahwa dirinya tidak menyukai Masrul yang

ingkar akan janjinya pada keluarga dan Aminah. Jika dikelompokkan ke dalam

tiga moral, maka moral feeling terlihat dari pengendalian diri dan cinta

kebaikan yang tercermin pada Rasmani saat dirinya menerima untuk mengajari

Aminah untuk membaca, menulis, merajut dan lainnya. Dalam moral knowing

terlihat pada kompetensi tokoh Masrul saat dirinya bercerai dengan Muslina

65 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 84. 66 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 75-76.

Page 86: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

75

karena ingin memiliki kewenangan atas harga dirinya sendiri dan moral

intelligence terlihat pada tokoh Rasmani dan Masrul yang bertindak sesuai

dengan keinginan mereka. Hal ini terlihat pada peristiwa dalam cerita saat

Rasmani bekerja sebagai pengajar di saat kaum sekitarnya mengejek dan

menghinanya, sedangkan Masrul mengambil keputusannya sendiri saat

menentukan gadis yang dinikahinya. Dari setiap kejadian yang diungkapkan

pada ketiga moral di atas dapat diketahui bahwa amanat dari novel Kalau Tak

Untung adalah rasa empati terhadap sesama, mampu mengontrol diri dalam

menentukan pilihan, rasa hormat pada orangtua, kebaikan hati, dan keadilan

dalam menepati janji.

Kaitan dengan tema, amanat yang diungkapkan merupakan hasil dari

jalan cerita baik secara langsung maupun tidak langsung dan dari segala

kesalahan yang dilakukan Masrul menjadi pelajaran untuk melihat isi cerita

dari segi negatif dan positifnya. Pesan tersirat lainnya adalah tentang

perjuangan feminisme Rasmani dan usaha Masrul untuk lepas dari hegemoni

akan dibahas pada analisis dalam penelitian ini.

B. Analisis Hibriditas dan Ambivalensi Novel Kalau Tak Untung Karya

Selasih

Analisis berikutnya digunakan penulis untuk melihat perubahan sosial

yang terjadi pada zaman yang sama dengan pembuatan novel Kalau Tak

Untung karya Selasih ini. Meskipun diketahui perubahan sosial terdapat

perspektif klasik, modern, posmodern, dan pascakolonial, penulis lebih

cenderung menggunakan pascakolonial dalam penelitian ini. Secara garis besar

analisis ini ditunjukkan oleh tokoh-tokoh dalam novel Kalau Tak Untung ini

yang lebih cenderung untuk melakukan pembahasan mengenai permasalahan

adat dan percintaan antara Masrul dan Rasmani. Penulis dalam analisis ini

mencoba untuk menganalisis hibriditas dan ambivalensi yang terjadi dalam

novel Kalau Tak Untung.

Di awal cerita, pengarang menggambarkan salah satu tokoh utama

hidup dalam garis kemiskinan yang bahkan untuk memiliki lauk dalam

Page 87: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

76

makanan mereka sudah merupakan sebuah kenikmatan yang jarang terjadi.

Kakak perempuannya juga harus putus sekolah karena orangtuanya tidak

sanggup untuk membayar sekolah untuk kedua putrinya. Sedangkan tokoh

utama yang satunya lagi hidup dengan serba berkecukupan dari pendidikan

hingga status sosial.

Secara simbolik, sejak awal penulisan sang pengarang menjelaskan

keadaan masyarakat hidup di garis dan masyarakat dengan kehidupan yang

serba berkecukupan. Namun perlakuan baik sang tokoh utama pria ke tokoh

utama wanita yang seolah-olah tidak memandang kemiskinan sebagai garis

pembatas mereka.

Pernyataan di atas dapat masuk ke dalam kategori dalam perubahan

sosial, pascakolonial. Teori ini mempelajari banyak masalah yang dihadapi

negara-negara Timur akibat penjajahan negara-negara Barat dengan mencoba

mengajukan beberapa kritik mengenai hegemoni dan dominasi Barat yang

terjadi pada negara Timur.67 Untuk mempelajari masalah dalam pascakolonial,

peneliti memasukkan beberapa teori untuk analisis hibriditas dan ambivalensi

yang telah dijelaskan pada kajian teori di penelitian ini.

1. Masrul

Awal mula penelitian pascakolonial pada tokoh Masrul adalah

membahas analisis hibriditas.

“Ibu, saya belum hendak beristri, saya baru berumur sembilan belas tahun. Lagipula kata orang yang pandai-pandai dalam bukunya tak baik kawin berfamili. Acap kali anak orang yang kawin sekaum itu, dungu atau mudah jadi gila atau tak sempurna bahagian tubuhnya. Kalau tak di anak itu besar, di keturunannya terjadi yang seperti itu.”68

Pada kutipan di atas merupakan salah satu contoh dari hibriditas

yang terjadi karena tradisi. Namun adanya penelitian yang dilakukan oleh

peneliti Eropa. Pemikiran modern yang ditunjukkan oleh Masrul secara

67 Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspeftif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014), h. 101. 68 Sariamin Ismail, Kalau Tak Untung, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), h. 31.

Page 88: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

77

langsung mematahkan budayanya sendiri, perihal perkawinan antarsepupu.

Namun, pemikiran modern yang dimiliki Masrul mendapat pertentangan

dari ibunya sendiri yang masih memegang teguh tradisi.

“... Tak baik kawin berfamili katamu? Ayahmu saudara sepupu ibu yang kandung. Mengapa engkau tak dungu atau bercacat? Entah kalau sudah berubah akalmu sekarang!”69

Dengan latar tahun 1900-an, memang tidak dipungkiri bahwa

kekuasaan perihal perkawinan masih dimenangkan oleh tradisional. Hal ini

terjadi karena kurangnya kepedulian akan integritas pendidikan dan

menganggap bahwa budaya tradisional adalah yang terbaik. Tapi pengarang

memiliki pendapat berlainan dengan pemandangan tradisional yang dimiliki

ibu Masrul. Selasih membuktikan ketidaksetujuan pernikahan antarsepupu

dengan menjadikan Masrul menikah dengan perempuan lain, meskipun

bukan dengan Rasmani.

Selain permasalahan di atas, seperti yang diketahui bahwa hibriditas

juga mencakup tentang kajian asimilasi paksaan, pembauran dua budaya

yang dilakukan dengan paksa dan disertai dengan hilangnya ciri khas

kebudayaan asli sehingga membentuk budaya baru. Hal ini dapat terjadi

pada perkawinan antara kelompok yang berbeda budaya.

"Ketika helat dilangsungkan terasa benar oleh Masrul bagaimana kawin di rantau, karena seorang pun tak ada kaum keluarganya yang hadir, sebagai ia telah terbuang dari kampung, hidup sebatangkara, tidak beribu-bapak, bersanak-bersaudara."70

Alasan kenapa hal ini masuk ke dalam pembauran yang dipaksakan

karena Masrul dihasut oleh orangtua Muslina agar mau menikah dengannya.

Muslina juga ikut andil dalam hal ini dengan merayu Masrul. Dengan

persetujuan dari orangtua Masrul, yang terpaksa, akhirnya Masrul dan

Muslina menikah. Hal-hal seperti gangguan atas asimilasi ini terjadi sesudah

pernikahan berlangsung, seperti rasa sesal Masrul menikah dengan

perempuan yang tidak seperti dia pikir. Lalu tekanan mental sebagai

69 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 31. 70 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 85-86.

Page 89: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

78

golongan minor karena gangguan dari diskriminator, orangtua Muslina dan

Muslina sendiri karena selama pernikahan mereka berlangsung, Masrul

tidak memberikan hasil yang memuaskan bagi mereka.

Seperti yang telah dibahas pada intrinsik, tokoh Masrul masuk ke

dalam kategori tokoh utama yang dinamis.71 Perubahan identitas yang

terjadi pada Masrul terjadi karena beberapa keadaan dan perubahan tersebut

akan dianalisis. Melalui jalinan tokoh dan peristiwa, terlihat bahwa novel

Kalau Tak Untung memperlihatkan latar masyarakat yang berada di masa

koloni. Jika melihat dari alur, perubahan Masrul berawal dari dirinya pindah

ke Painan dan menikah dengan Muslina. Ambivalensi psikologi yang

dialami oleh tokoh utama Masrul, demikian pula dengan tokoh-tokoh lain,

menunjukkan dengan jelas maksud dari pengarang untuk melepaskan diri

dari masalah adat dan kawin paksa. Cara yang dilakukan oleh Masrul agar

lepas dari jeratan kawin paksa, Selasih menghadirkan tokoh Muslina di

tengah cerita. Saat itu Masrul yang tengah terikat janji untuk menikah

dengan Aminah melihat tawaran dari Engku Guru gedang seperti jalan

keluar dari konservatif adat yang dipaksakan dan memilih untuk menikah

dengan Muslina yang berpendidikan lebih tinggi daripada Aminah. Namun

Masrul memberikan alasan pada orangtuanya karena tak baik menikah

sedarah seperti kutipan di bawah ini.

“...Tetapi rupanya setelah anakanda pikir panjang-lebar dan anakanda menung-menungkan dalam dua tahun, tak dapat rasanya anakanda menepati janji anakanda itu. Banyak benar alangannya pada anakanda, tak sebuah dua buah, apalagi menurut kata orang pandai-pandai dalam bukunya, tak baik kawin sedarah.”72 Pada akhirnya, Masrul menggunakan alasan yang sama untuk lepas

dari tanggungjawabnya untuk menikahi Aminah. Inilah kompleksitas tokoh

Masrul akan sifat pemberontaknya namun berkedok pria baik-baik dan

penurut. Namun hibriditas juga dapat terjadi pada Masrul karena perbedaan

latar. Berpindahnya Masrul dari Bonjol, Painan, dan Padang,

71 Lihat unsur intrinsik tokoh Masrul 72 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 82.

Page 90: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

79

memperlihatkan bahwa karakter Masrul berubah sesuai dengan pindanya

Masrul dari satu daerah ke daerah lain.

"Maaf saya Mak, lama benar Mamak saya biarkan menanti. Karena mandi dan sembahyang, tak tahu saya waktu telah berjalan juga."73 Kutipan di atas adalah kutipan di mana Masrul telah berada di

Painan. Di kota ini, Masrul yang baru beberapa bulan pindah, perilaku

dirinya masih mengikuti saat seperti dirinya di Bonjol. Sering mengirim

kabar ke Bonjol dan sembahyang tidak terlewatkan. Namun setelah

pertemuannya dengan Muslina, membuat Masrul terpesona melihat

kecantikan Muslina. Begitu ada kesempatan untuk menikahi perempuan

yang lebih baik, Masrul memutuskan pertunangannya dengan Aminah dan

memberitahukan tentang pernikahannya pada orangtuanya lewat surat.

Karena Masrul sadar, jika dirinya pulang ke Bonjol orangtuanya akan

memaksakan dirinya untuk menikah dengan Aminah. Hibriditas Masrul

dalam menentukan yang terbaik bagi dirinya adalah dengan memilih

Muslina yang masuk ke dalam kajian pembauran dua budaya. Setelah

perhelatan berlangsung, Masrul dan Muslina pindah ke Padang.

Siapa sahabat saya di Padang ini? Apa kesukaan dan kesenangan orang lain yang dapat saya turut?74 Di kota Padang ini adalah tempat Masrul dan Muslina menetap

setelah menikah. Karakteristik Masrul yang rajin beribadah mulai

menghilang, namun keramahan dalam dirinya masih tertanam. Rasa lelah

karena pernikahannya dengan Muslina yang jauh dari kata harmonis,

membuat Masrul selalu ingin menjauh dari rumah. Seperti pergi minum bir,

menonton komidi gambar, atau hanya sekedar berjalan di tepi pantai.

Karena perbedaan antara desa dan kota, Masrul terpengaruh dengan

lingkaran sosial di Padang.

"Istrinya yang disangkanya berpaham dahulu,… sekarang memukulnya dengan kayu, mengerluarkan perkataan keji,

73 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 65. 74 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 103.

Page 91: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

80

mengumpat, dan menyumpah. Dan hal itu bukanlah sekali diperbuatnya."75 Kutipan di atas adalah saat Masrul merenungkan dirinya di sebuah

bar di Padang. Saat merenung, Masrul menyadari perubahan apa yang telah

terjadi pada dirinya saat sebelum menikah dengan sesudah menikah. Hingga

akhirnya, dengan kebebasan sebagai pria dalam memilih, Masrul

memutuskan untuk bercerai dengan Muslina demi kebaikan dirinya,

Muslina dan anaknya. Ambivalensi psikologis Masrul membuatnya memilih

untuk kembali kepada dirinya sebelum menikah dengan kembali ke

kampung halamannya di Bonjol. Hal ini menyatakan bahwa perbedaan latar

tempat menjadikan adanya perubahan adaptasi Masrul terhadap lingkungan

tempat dirinya berada.

Ambivalensi tokoh Masrul yang awalnya menikahi Muslina karena

kenaifan dari sudut pandang feodalismenya justru kembali memilih

Rasmani yang telah dia kenal baik sejak kecil. Pemikiran almost the same

but not quite menjadikan Masrul tidak akan dapat menyamai baik gaya

hidup dan pemikiran Muslina yang sejak kecil terbiasa hidup di kota. Jika

melihat pada kenyataan, pada masa politik etis berlangsung beberapa

masyarakat terjajah belajar ke luar negeri, setelah mengenyam pendidikan di

Eropa untuk berusaha membangun persamaan, pihak Belanda berusaha

menghambat persamaan tersebut dengan memberlakukan politik identitas

atau sering dikenal juga dengan devide et impera, di mana ada pembatas

antara kaum bangsawan, kaum terpelajar dan rakyat jelata menjadi

kesenjangan sosial yang nyata.

Kembalinya Masrul kepada Rasmani memperlihatkan meskipun

Masrul pindah tempat dan menikah dengan perempuan rantau, hati dan

kakinya masih berpijak di bumi tempat dirinya dilahirkan. Secara eksplisit,

pesan Selasih seperti menyatakan meskipun banyak hal yang dapat diambil

dari budaya koloni yang maju, ambillah budaya yang diperlukan untuk

memajukan bangsa Indonesia.

75 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 99.

Page 92: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

81

Kaitannya dengan tema, tokoh Masrul mengalami gegar budaya saat

dirinya berpindah tempat dari desa ke kota76 dengan pemahaman bahwa

perempuan kota yang memiliki pemikiran modern seperti dirinya lebih baik

daripada perempuan desa yang bodoh dan status sosial yang lebih rendah

darinya. Hal ini terjadi karena Masrul berpegang teguh ingin memiliki yang

sederajat dengannya dan itu tidak ditemukan dalam diri Aminah dan

Rasmani tapi ditemukannya pada Muslina sehingga Masrul.

Kesimpulannya, tokoh Masrul merupakan tokoh yang memiliki

pemikiran yang modern namun memiliki budi pekerti tradisional. Untuk

mematahkan pemikiran konservatif, dirinya memutuskan untuk menikah

dengan Muslina dan hal ini menjadikan dirinya mengalami ambivalensi

psikologi karena keragaman pilihan yang dimilikinya. Setelah itu karena

kenaifan dirinya yang melihat kebaikan Muslina dari rupanya saja,

menjadikan dirinya mengalami hegemoni selama pernikahan.

2. Rasmani

Dalam novel Kalau Tak Untung terdapat tiga perempuan yang

dijodohkan oleh Masrul dan ketiganya memiliki pandangan atau ideologi

hidup yang berbeda atas perempuan tradisional dan perempuan modern.

Pengimajinasian perempuan tradisional, yakni Aminah. Dirinya dibesarkan

dengan pandangan ‘warisan’ sebagai perempuan yang pintar memasak,

bertani, dan bercengkerama dengan keluarga dan tetangga. Dengan

mencerminkan ‘kodrat’ perempuan dalam pandangan masyarakat Sumatra

pada umumnya. Perempuan tradisional dengan pemikiran modern, yakni

Rasmani. Dirinya dibesarkan dengan pandangan modern yang dimiliki

orangtuanya namun masih berpegang teguh pada sikap Timur. Terakhir,

perempuan dengan pemikiran dan gaya hidup yang modern yakni Muslina

yang akan dianalisis setelah Rasmani.

Terdapat satu tokoh yang berjuang untuk kesetaraaan antara kaum

pria dan perempuan yang sudah dia miliki dalam novel Kalau Tak Untung

76 Lihat unsur intrinsik latar tempat pada halaman 60,.

Page 93: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

82

ini. Setelah membaca novel ini, akan terlihat jelas bagaimana sifat dan sikap

Rasmani yang merupakan contoh gadis modern pada masa itu, merupakan

salah satu upaya Selasih mencoba menyadarkan pentingnya keberadaan

seorang wanita dan kesetiannya pada satu orang. Rasmani merupakan tokoh

protagonis tambahan dalam novel ini.77 Penelitian pascakolonial yang akan

dibahas pertama adalah hibriditas sosial.

Dalipah pergi ke dapur, diambilnya garam sedikit, digilingnya halus-halus dan digaraminya nasi Rasmani. 78 Seperti yang terlihat pada kutipan di atas, kehidupan keluarga

Rasmani berada di garis kemiskinan. Namun hal ini tidak membuat orangtua

Rasmani putus harapan agar anak-anaknya mampu membaca dan meulis.

Selain untuk memperbaiki menaikkan tingkat sosial, mereka juga

menginginkan agar anaknya tidak akan hidup miskin seperti mereka. Hidup

dengan sudut pandang tersebut menjadikan Rasmani semangat untuk

sekolah meskipun untuk makan sehari-hari sudah sulit. Pilihannya adalah

ikut bekerja seperti Dalipah membantu di sawah atau belajar untuk menjadi

guru demi memperbaiki derajat sosial keluarganya. Karena rendahnya

pendapatan ekonomi, keluarga Rasmani mendapatkan penindasan dengan

stigma dari lingkungan sekitarnya yang memiliki pandang konservatif dan

berusaha untuk mempertahankannya. Usaha Rasmani dengan sekolah agar

menjadi orang yang berpendidikan dengan kenyataan dirinya dari rakyat

miskin dan dari lingkungan konservatif menjadikan usaha Rasmani ini

hibridisasi kultural.

Dalam hal ini, Gloria Jospeh memiliki ungkapan untuk keluarga

Rasmani, yakni lapisan Sisyphus yang terdiri dari orang-orang yang terus-

menerus membanting tulang pada dasar dari lapisan sosio-ekonomis

rendah.79 Usaha Rasmani untuk mengubah nasibnya, dirinya bekerja keras

untuk bekerja sebagai guru. Nyatanya, Perubahan memang terjadi karena

diberlakukannya politik etis pada tahun 1920-an sehingga merubah rakyat

77 Lihat unsur intrinsik tokoh Rasmani. 78 Sariamin Ismail,Op. Cit., h. 10. 79 Ania Loomba, Op. Cit., h. 340.

Page 94: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

83

terbelakang menjadi berpengetahuan dalam bidang pendidikan yang

menyebabkan timbulnya generasi baru dengan memiliki pandangan yang

modern. Namun tidak semua nyatanya menjelang akhir pemerintan Belanda

(sensus tahun 1930) menyatakan hanya 6/7% pribumi yang melek huruf.80

Dari data tersebut dapat diasumsikan bahwa adat, budaya dan tradisi masih

mempengaruhi kehidupan sehari-hari pada masa itu. Hal ini menjadikan

mulai munculnya kaum terpelajar dan pergerakan nasionalisme juga yang

mulai menyebar, tidak menutup kemungkinan bahwa perempuan juga ikut

berpartisipasi di dalamnya seperti yang tercermin pada tokoh Rasmani.

Dalam masalah percintaan, terdapat ambivalensi dalam tokoh

Rasmani. Dari awal hingga akhir cerita terlihat jelas bahwa cinta Rasmani

hanya tertuju pada satu orang, Masrul. Pria yang telah dikenalnya sejak

kecil perlahan membuat dirinya memiliki perasaan yang lebih dari seorang

abang pada Masrul. Surat-menyurat yang sering mereka lakukan ketika

Masrul di luar kota memperlihatkan kedekatan mereka. Satu sama lain

menyadari bahwa perasaan mereka terbalaskan, namun kenyataan tidak

berpihak karena kedudukan sosial Rasmani berada di bawah kedudukan

sosial Masrul.

“Ah apa salahnya kau kuterima saja, permintaan Bang Masrul. Bukankah orang kampungku sendiri tahu bahwa pertalian kami telah lama, telah dari kecil. Apa pusingku dengan percakapan orang lain yang tak kukenal .... Mengapa aku harus menderita seumur hidup, sedang aku tak bersalah.” 81 Kutipan di atas adalah angan-angan Rasmani ketika dirinya mungkin

dapat bersatu dengan Masrul. Namun rasa takut juga terasa dijiwanya akan

pandangan orang lain pada hubungan mereka. Belum nama baik keluarga

Rasmani ikut dipertaruhkan karena orang akan berpikir bahwa Rasmani

merupakan penyebab rusaknya hubungan rumah tangga Masru dan Muslina

karena kebersamaan mereka yang tepat setelah Masrul bercerai dengan

Muslina.

80 Nyoman Kutha Ratna, Poskolonialisme Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 321. 81 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 126

Page 95: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

84

"Kalau ada orang meminta engkau, engkau terimalah, mudah-mudahan berbahagia hidupmu. Allah memelihara engkau, dna menolong engkau karena hatimu suci dan tawaal. Amin-amin!"82 Setelah kepergian Masrul ke Medan, mereka masih saling berkirim

surat. Namun isi surat di atas menjadi pemicu sakit Rasmani. Putusnya

harapan akan jalinan cinta mereka yang naik-turun merupakan pembuktian

lain akan ketakutannya. Karena dalam surat itu Masrul berbohong bahwa

Muslina memintanya kembali menjadi suaminya agar Rasmani mau

menerima pria yang ingin menikahinya. Tapi surat bahagia selanjutnya

malah semakin memperparah sakitnya Rasmani.

"Apabila engkau datang, Rasmani? Bersama ini kakanda buat surat kepada orang tua kakanda menyuruh meminta Adinda kepada mamak dan etek."83 Bagi orang yang memiliki penyakit jantung dan masih dalam kondisi

yang tidak stabil, rasa bahagia dan sedih yang drastis dapat mempengaruhi

jantungnya. Hingga akhirnya Rasmani meninggal dunia. Dari surat gila dan

surat bahagia yang dituliskan oleh Masrul merupakan alat untuk

menyampaikan yang hendak dicetuskan oleh Selasih bahwa nasib manusia,

jalan hidup manusia, ditentukan oleh peruntungan.84 Namun di sisi lain,

sebagai penulis perempuan pada masa itu dengan halus meneriakkan

emansipasi dan protes terhadap tradisi-tradisi kaku yang membelenggu

mereka.85 Hal ini sesuai dengan ideologi hidup Selasih yang menginginkan

perempuan bebas dari tradisi kaku untuk menentukan jalan hidup yang

mereka pilih.

Sebagai tokoh utama tambahan, tokoh Rasmani menunjukkan

hubungan dengan pascakolonialnya dari perjuangannya sebagai guru dari

lingkungan sekitarnya yang masih memegang teguh tradisi dan adat yang

kaku, menjadikan dirinya korban hegemoni dari dominasi kelas sosial yang

82 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 143. 83 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 145. 84 Sri Rahayu Prihatmi, Pengarang-Pengarang Wanita Indonesia, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1977), h. 23. 85 Ibid., h. 86.

Page 96: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

85

berpengaruh di lingkungan sekitarnya. Karena pengaruh orangtuanya yang

memiliki pandangan yang berbeda pada umumnya, memandang bahwa

pendidikan merupakan hal yang penting untuk anak mereka, yang membuat

Rasmani mampu memperjuangkan haknya meskipun dirinya bukanlah dari

keluarga yang berada.

“Seperti Kakanda ketahui, sudah hampir dua tahun adinda menjadi guru sekolah negeri. Menurut peraturan kalau sudah selama itu adinda boleh turut dalam ujian guru batu. Sebab itu sekarang adinda belajar, Kakanda tolonglah adinda dengan doa, mudah-mudahan lulus adinda dalam ujian itu.” 86 Meskipun Rasmani memiliki pemikiran modern, dirinya tidak

melepaskan identitas dirinya yang memegang teguh nilai-nilai Timur yang

sudah melekat pada dirinya sejak kecil. Kaitannya dengan tema, Rasmani

merupakan representasi percampuran antara kaum Barat dan kaum Timur

dengan pemikiran modern, namun memiliki budi pekerti santun orang

Timur (hibridisasi kultural) dan perjuangan emansipasi perempuan dari

hegemoni stigma dalam usahanya merubah pandangan masyarakat

sekitarnya bahwa perempuan juga mampu menghasilkan uang yang sama

jumlahnya dengan pria yakni dengan menjadi guru. Melihat perjuangan

emansipasi Rasmani dalam dunia pendidikan seperti cerminan dari

perjuangan Selasih secara nyata. Selasih memperjuangkan persamaan

gender di Sumatra dengan menjadi ketua Sarekat Kaum Ibu Sumatera

Cabang Padangpanjang.87

Kesimpulannya adalah tokoh Rasmani memperlihatkan

hubungannya dengan hibriditas dan ambivalensi dalam usaha untuk

memiliki kehidupan yang lebih baik dengan memperjuangkan kaum

perempuan dari hegemoni lingkungan konservatif dan cinta yang berbeda

status sosial. Meski, telah dijelaskan dalam analisis, keluarga Rasmani

86 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 76. 87 Marleily Asmuni, H. Sariamin Ismail, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984), h. 58.

Page 97: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

86

berasal dari keluarga miskin yang Jospeh masukkan ke dalam lapisan

Sisyphus.

3. Muslina

Dalam novel Kalau Tak Untung, Muslina menjadi peran utama

dalam kaitannya dengan analisis pascakolonial karena dalam satu tokoh

Muslina dapat menganalisis pascakolonial dengan hampir seluruh teori yang

akan digunakan dalam penelitian ini. Hal pertama yang akan dibahas adalah

gaya hidup tokoh Muslina.

Lahir dan besar dari keluarga mampu menjadikan Muslina hidup

dengan berkecukupan. Terlebih dirinya merupakan anak tunggal.

Pendidikan yang didapatkannya juga yang terbaik menjadikan orangtuanya

membebaskan anaknya dalam pergaulan. Maka dari itu Muslina bergaul

dengan anak sekolah Mulo di saat dirinya telah ditunangkan oleh seorang

dokter.88 Usaha Muslina untuk menyesuaikan dirinya dengan etika dan

kategori ideal Eropa dengan meniru aktivitas kultural yakni dengan bergaul

bersama anak sekolah Mulo. Dengan latar belakang yang dimilikinya, bukan

hal yang sulit bagi Muslina untuk menginginkan status sosial yang lebih

tinggi lagi, meskipun dalam keadaan dirinya sedang bertunangan dengan

orang lain. Perilaku Muslina yang mendekati dan bergaul dengan temannya

itu terlihat seperti dirinya menentang akan kawin paksa yang telah

direncanakan oleh orangtuanya. Itu memperlihatkan bahwa Muslina dapat

mengendalikan pilihannya sendiri, berbeda dengan Masrul dan Rasmani.

Pemikirian Muslina yang modern ini diperngaruhi oleh orangtua dan

lingkungan pergaulannya yang berbeda dengan Masrul yang hidup di desa.

Lalu saat pernikahan dirinya dengan Masrul memperlihatkan bahwa

Muslina juga mengalami hibriditas perbauran dua budaya. Hal ini dilakukan

karena Muslina tidak ada cara lain selain menikah dengan orang yang belum

mengetahui tentang reputasinya yang hancur karena pertunangannya dengan

dokter putus dan keluarga anak yang bersekolah di Mulo juga menolak

88 Lihat catatatn kaki nomor 17

Page 98: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

87

Muslina, maka dari itu Muslina dan keluarganya menjadikan Masrul sebagai

target mereka untuk dijadikan suami untuk Muslina. Hal ini menjadikan

Muslina mengalami ambivalensi saat dirinya mengharapkan status sosial

yang tinggi dengan berusaha bergaul dengan bangsawan Eropa dan

sederajatnya, namun kenyataannya reputasi dirinya menjadi hancur karena

pandangan masyarakat sekitar perihal keburukan sifatnya dan

mempermalukan nama baik keluarga.

Saat dirinya menikah dengan Masrul menjadikan dirinya merasa

turun derajatnya. Kesombongan status sosial yang dimiliki oleh Muslina

menjadikan dirinya representasi kaum orientalis. Doktrin orientalisme, baik

secara teoretis maupun praktis, kedudukan bangsa Barat sebagai laki-laki,

bangsa Timur sebagai perempuan merupakan hal yang tak mungkin diubah.

Implikasinya dalam novel Kalau Tak Untung ini ditulis dengan terbalik.

Bangsa Timur dicerminkan oleh Masrul, bangsa Barat dicerminkan oleh

Muslina. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.

“... Tak sebesar minang, sebesar rambut dibelah tujuh barang pembelianmu di rumah ini, semuanya pembelian bapak saya. Untuk pengisi perut saja tak cukup gajimu.” 89 Dengan kutipan di atas, pengarang ingin menunjukkan kepada

pembaca akan kuatnya pengaruh diskursif orientalisme terhadap pandangan,

sikap dan perilaku masyarakat terjajah yang bekerja secara hegemonik,

tercermin pada tokoh Muslina sebagai perantara dari pemikiran pengarang.

Sebagai tokoh tambahan (antagonis), Muslina memiliki ambivalensi

psikologis paling besar dalam cerita yang terjadi saat dirinya merasa

superior karena tumbuh besar dalam lingkungan masyarakat menengah ke

atas. Jika melihat dari segi tema, Muslina merupakan penyaji cerita yang

terlihat secara jelas akan adanya oposisi antara status sosial tinggi dan

rendah. Sedangkan dari segi penokohan, peristiwa inti atau klimaks pada

tokoh utama Masrul adalah Muslina yang menjadi pemicu utama perubahan

pada diri Masrul dan menjadikan Muslina representasi Barat.

89 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 101.

Page 99: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

88

Gaya hidup Muslina yang terbilang cukup mewah, justru

memberatkan Masrul karena pendapatannya tidaklah sebanyak pendapatan

seorang dokter. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, Masrul menjadi

korban akan sikap hegemoni Muslina yang tidak puas dengan penghasilan

yang didapatkan suaminya. Tidak puas dengan kehidupan pernikahan yang

tidak seperti yang dirinya inginkan, Muslina melakukan tindakan katarsis

pada Masrul semata-mata karena dirinya kesal karena hidup kekurangan.

Tindakan katarsis yang Muslina lakukan pada Masrul dengan memanfaatkan

kelemahan materil Masrul dan memanfaatkan kelebihan orangtuanya untuk

menekan psikologi Masrul.

“Apakah yang telah kauperbuat? Mengapa kaupecahkan piring-piring itu? bukankah tak belianmu itu? barang yang kita beli yang akan dipecah-pecah, tetapi jangan harta orang lain. 90 Namun Muslina juga mengalami hibriditas karena perbedaan latar

saat dirinya dan Masrul pindah tempat tinggal dari Painan ke Padang.

Kutipan di atas adalah saat Muslina dan Masrul telah berada di Padang. Di

sini Muslina memperlihatkan sikap superiornya pada Masrul dengan

menghina tentang pekerjaannya yang gajinya tak seberapa itu. Muslina

merasa bahwa segala harta benda di rumah mereka merupakan pemberian

dari orangtuanya menjadi faktor pendukung sikap tersebut. Hal ini

kemungkinan terjadi karena Muslina jauh dari orangtuanya dan menjadikan

dirinya mampu berlaku kasar pada Masrul dengan membentak bahkan

memukulnya sebagai pelampiasan kecemasannya hidup miskin karena

selama hidupnya Muslina selalu hidup mampu.91

Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis ini, tokoh Muslina

merupakan representasi dari kaum Barat. Superioritas yang dimilikinya

membuat dirinya mampu untuk bersikap kasar (katarsis) pada Masrul

sebagai pelepasan atas rasa cemas dan kecewa karena kehidupan pernikahan

90 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 101.

91 Lihat catatan kaki nomor 75.

Page 100: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

89

yang tidak sesuai dengan keinginannya. Analisis pascakolonial terhadap

tokoh Muslina terlihat munculnya mimikri, hibriditas, dan hegemoni.

4. Ibu Masrul

Dalam novel Kalau Tak Untung Ibu Masrul merupakan tokoh

tambahan. Analisis pertama yang akan dibahas perihal ambivalensi. Seperti

yang telah dibahas dalam unsur intrinsik tokoh, Ibu Masrul yang memiliki

pandangan hidup konvensional, berbanding terbalik dengan Masrul. Bahkan

sekalipun Masrul berusaha memberikan pandangan modern terhadap

ibunya, dirinya akan tetap memilih untuk mempertahankan pandangannya

tersebut.

"Itulah juga kelakuanmu yang tak dapat engkau ubah-ubah yang sunah engkau perlukan, yang wajib engkau tinggalkan. Apakah kata mamakmu nanti kalau diketahuinya ia telah kelangkahan. Kita tinggal di kampung, adat kampung yang akan diturut, jangan diperturutkan kehendak hati saja."92 Pandangan lingkungan konservatif ini yang memimpin kelas sosial

di Bonjol sehingga menjadi halangan akan keinginan Rasmani untuk bekerja

sebagai guru dan hubungan percintaan antara Masrul yang terpisah karena

status sosial. Dengan begitu Ibu Masrul memperlihatkan bahwa dirinya

merupakan representasi dari kaum Timur yang berpegang teguh

mempertahankan tradisi dan adat budaya lokal yang sudah turun-temurun.

Dominasi sosial Ibu Masrul terlihat dari caranya memandang kaum rendah,

pernikahan dengan sepupu, menentang pemikiran modern, dan pandangan

tentang perempuan tradisional yang harus bisa mengurus rumah tangga dan

tahu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar tanpa pendidikan resmi.93

Dominasi ini yang membuat Rasmani takut untuk menerima Masrul karena

Ibu Masrul dan masyarakat Bonjol akan lebih merendahkan keluarganya

yang miskin, dengan demikian akan terlihat bahwa Rasmani merupakan

korban hegemoni. Seperti yang diketahui bahwa hegemoni adalah

92 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 30. 93 Lihat unsur intrinsik Ibu Masrul pada halaman 52.

Page 101: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

90

representasi-representasi kultural yang menekankan superioritas Barat

ketimbang Timur, namun hal ini dapat juga terbalik, karena adanya

ketidakstabilan hegemoni menjadikan kaum Timur menyerang balik atau

meresistensi melalui penguatan budaya nasional mereka.94

Selain keteguhan identitas, juga terdapat ambivalensi psikologi pada

Ibu Masrul yang menjadi awal perkara kehidupan percintaan Masrul. Seperti

yang telah dibahas sebelumnya, Ibu Masrul menginginkan anaknya untuk

menikah dengan Aminah yang merupakan keponakannya.95 Alasannya

karena Ibu Masrul ingin anaknya sudah memiliki status menikah saat

Masrul merantau ke Painan. Namun ada alasan lain yang terlihat pada

kutipan di bawah ini.

"Jangan engkau menjawab juga lagi, ada-ada saja yang engkau sebut. Tahu saya yang di hatimu, engkau hendak memulangi anak Datuk Sinaro sahabatmu itu. Saya suka kepada anak itu, tetapi tak suka saya ia menjadi istrimu."96 Keinginan Ibu Masrul untuk menikahkan anaknya dengan Aminah

karena dirinya takut jika Masrul akan menikah dengan Rasmani yang

memiliki status sosial yang rendah meskipun budi pekerti keluarga Rasmani

baik. Hal ini berhubungan dengan tema mayor novel Kalau Tak Untung,

yakni adanya penghalang atas hubungan percintaan Masrul dan Rasmani

karena perbedaan status sosial, pemicunya adalah Ibu Masrul. Namun

ekspektasi Ibu Masrul, tidak sesuai dengan realita yang ada. Untuk

menghindari menikah dengan perempuan pilihan ibunya dan larangan untuk

menikah dengan perempuan yang dicintainya, akhirnya Masrul memilih

perempuan lain untuk dinikahinya.

Kesimpulannya yang dapat diambil dalam analisis ini, Ibu Masrul

merupakan representasi dari kaum Timur yang menjadi penghalang akan

percintaan kedua tokoh utama dan hal ini terlihat pada analisis ambivalensi.

94 Ikwan Setiawan, Hibriditas Budaya dalam Lintasan Perspektif 1 dalam http://matatimoer.or.id/2016/12/11/hibriditas-budaya-dalam-lintasan-perspektif/ diunduh pada 11 Desember 2016. 95 Lihat catatan kaki nomor 19. 96 Sariamin Ismail, Op. Cit., h. 31.

Page 102: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

91

Demikian analisis hibriditas dan ambivalensi dalam novel Kalau Tak

Untung karya Selasih dengan analisis pada setiap tokohnya. Hasil

analisisnya adalah: 1) pada tokoh Masrul terlihat munculnya hibriditas dan

ambivalensi psikologi pada perbedaan latar tempat; 2) pada tokoh Rasmani

terlihat munculnya hibriditas dan ambivalensi pada lingkungan masyarakat

Minangkabau; 3) pada tokoh Muslina terlihat munculnya ambivalensi

psikologis, mimikri, hibriditas dan hegemoni yang terjadi karena pengaruh

kehidupan sosialnya; 4) pada tokoh Ibu Masrul terlihat munculnya

ambivalensi karena pandangan Timur yang diyakininya.

Secara keseluruhan, analisis pascakolonial mempelajari dan mencari

tentang sesuatu hal yang tertulis dalam sebuah wacana laten dan mampu

mengungkapkannya dengan teori. Dari seluruh analisis di atas dapat ditarik

kesimpulan bahwa novel Kalau Tak Untung ini setiap tokoh dalam cerita

masing-masing mengalami perubahan sosial pascakolonialisme pada tahap

alur yang hampir bersamaan pada peningkatan konflik dan klimaks dengan

balutan kisah percintaan yang berbeda status sosial sehingga menjadikan

novel ini merupakan wacana kolonial yang dengan penulisan struktural yang

padu dengan penyajian cerita dan teknik penulisan yang baik.

C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

Karya sastra selain sebagai hiburan, peran lainnya adalah sebagai

bahan pelajaran. Berbagai ilmu dapat disandingkan dengan karya sastra

seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu pendidikan, ilmu hukum, ilmu sosial,

dan lain sebagainya. Salah satunya adalah ilmu sejarah. Namun untuk

mengajarkan karya sastra membutuhkan kreativitas pengajar agar kegiatan

belajar menjadi lebih menarik.

Untuk menyampaikan pembelajaran sesuai dengan tujuan

pembelajaran membutuhkan pendekatan pembelajaran. Sesuai dengan

kurikulum 2013 yang mengarahkan peserta didik mencari tahu dengan

observasi bukan diberitahu. Maka pendekatan yang tempat untuk

Page 103: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

92

pembelajaran unsur pembangun sastra dan kebahasaan adalah pendekatan

saintifik.

Dindin mengatakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah

proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik

secara aktif mengonstruk konsep hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan

mengamati, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,

mengumpulkan data dengan bebagai teknik, menganalisis data, menarik

kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep.97

Kaitannya dengan pembelajaran sastra di sekolah adalah agar peserta

didik mampu memperoleh nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam

bahan ajar utama sastra, yakni karya sastra. Menurut Wahyudi Siswanto

dengan pendidikan sastra peserta didik diajak secara langsung untuk

membaca, memahami, menganalisis dan menikmati karya sastra. Pendidikan

ini kan mengembangkan kemampuan berpikir, sikap, dan keterampilan

peserta didik.98 Untuk mempermudah pemahaman kepada peserta didik,

terdapat cara untuk mengaplikasikan pembelajaran sastra.

Selain pendekatan, hal lain yang harus diperhatikan adalah strategi

untuk menjalankan pendekatan pembelajaran. Strategi yang mendukung

pendekatan saintifik adalah inquiry. Karena strategi inquiry memperoleh

informasi pembelajaran melalui observasi atau pengamatan. Dengan bahan

bacaan peserta didik yang hanya satu novel, maka metode yang akan

digunakan adalah penugasan secara individu. Hal ini dikarenakan

pembelajaran dengan materi unsur pembangun sastra merupakan

pembelajaran yang telah dipelajari oleh peserta didik saat menduduki bangku

SMP dan SMA kelas satu dan dua.

Dengan pembelajaran berpusat pada peserta didik, maka peran guru

hanya sebagai pendamping atau sebagai sumber pembelajaran alternatif jika

peserta didik tidak mampu menemukan jawaban yang peserta didik inginkan.

Salah satu karya yang cocok untuk dijadikan bahan pembelajaran adalah

97 Dindin Ridwanuddin, Bahasa Indonesia, (Jakarta: UIN Press, 2015), h. 20. 98 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h. 168-169.

Page 104: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

93

novel Kalau Tak Untung karya Selasih. Dengan novel ini peserta didik akan

mempelajari dan memahami secara keseluruhan materi pembelajaran unsur

intrinsik dan ekstrinsik, dan kebahasaan. Selain itu peserta didik diharapkan

mampu menghubungkan nilai ekstrinsik novel dengan implementasi

kehidupan sekarang. Alasan novel Kalau Tak Untung karya Selasih ini dipilih

karena novel ini merupakan novel perempuan pertama Indonesia dan

diterbitkan oleh Balai Pustaka, penerbit resmi milik pemerintahan saat itu.

Nilai-nilai yang terkandung dalam novel tersebut adalah nilai kemanusiaan,

persahabatan, pengorbanan, perjuangan perempuan, dan sebagainya untuk

ditanamkan kepada peserta didik. Peserta didik pun akan memahami bahwa

karya sastra khususnya karangan sastrawan sebelum kemerdekaan punya sisi

lain yang dapat dibahas dan dipelajari dengan cermat.

Media pembelajaran ini dapat diterapkan pada Kurikulum 2013 Edisi

Revisi 2016. Berdasarkan silabus Bahasa Indonesia kelas XII SMA semester

satu terdapat Kompetensi Dasar (3.3) yang menuntut peserta didik untuk

mengidentifikasi informasi yang mencakup orientasi, rangkaian kejadian

yang saling berkaitan, komplikasi dan resolusi dalam cerita sejarah lisan atau

tulis. Dan Kompetensi Dasar (3.4) yang menuntut peserta didik dapat

menganalisis kebahasaan cerita atau novel sejarah.

Dengan pendekatan dan metode yang dibahas di atas serta

Kompetensi Dasar tersebut maka dapat dilangsungkan kegiatan belajar

mengajar dengan memberikan penugasan secara individu dengan

menggunakan novel Kalau Tak Untung karya Selasih. Semua ini harus

diupayakan agar peserta didik mampu menguasai materi dengan baik dan

tujuan pembelajaran tercapai.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran mengenai novel, peserta didik

akan menguasai empat keterampilan berbahasa, yakni menyimak, berbicara,

membaca dan menulis. Sekitar dua mingu sebelum materi pembelajaran ini

diberikan, peserta didik sudah diberi tugas untuk membaca novel Kalau Tak

Untung karya Selasih. Hal ini dilakukan untuk mempermudah peserta didik

menganalisisnya. Saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, peserta didik

Page 105: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

94

diharapkan menyimak penjelasan dari guru terkait langkah-langkah

menganalisis unsur intrinsik novel. Setelah menerima informasi, peserta didik

merumuskan masalah dan menganalisa data dengan keterkaitan unsur

intrinsik (karakter tokoh, tema, alur, latar, dan gaya bahasa) pada novel Kalau

Tak Untung karya Selasih sesuai dengan soal yang diberikan. Setelah

menyelesaikan analisisnya, peserta didik akan mampu menarik kesimpulan

dan mampu mengkomunikasikan hasil dari analisis yang peserta didik pelajari

dengan menggunakan empat keterampilan berbahasa yang sesuai dengan

tujuan pembelajaran.

Peserta didik dapat berkomunikasi atau berdiskusi dengan teman

lainnya untuk mendapatkan konsep dan pembahasan yang tepat untuk materi

pembelajaran unsur pembangun sastra dan kebahasaan. Dengan unsur

intrinsik, peserta didik akan dapat belajar sastra sekaligus mengetahui

pembelajaran sejarah Indonesia dari pengamatan yang mereka lakukan.

Dengan demikian terbukti bahwa sastra tidak hanya sebagai hiburan namun

juga sebagai pembelajaran. Selain itu, peserta didik diharapkan mampu untuk

mengambil pesan dan amanat yang terkandung dalam novel Kalau Tak

Untung dan dijadikan pembelajaran dalam keseharian peserta didik dengan

perjuangan yang tergambar dalam perilaku dan pikiran tokoh utama.

Page 106: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

 

95  

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis tentang "Analisis Pascakolonial dalam Novel

Kalau Tak Untung karya Selasih dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa

dan Sastra Indonesia di SMA", maka dapat disimpulkan, yakni:

1. Novel Kalau Tak Untung karya Selasih merupakan novel sosial dan sejarah

yang mengisahkan kehidupan sebelum kemerdekaan dengan sudut pandang

feminis. Tema besar novel ini, yakni perihal perjuangan perempuan dan pria

dalam memperjuangkan pemikirannya dan keinginannya dalam kondisi sosial

mereka yang tidak mendukung. Tema tambahan yang mendukung analisis

yakni kenaifan identitas yang terdapat pada beberapa tokoh. Alur cerita

menggunakan alur maju yang tersusun secara progresif. Terdapat banyak

tokoh dalam novel, namun tokoh yang dominan keberadaannya adalah

Masrul dan Rasmani yang merupakan tokoh utama (protagonis) cerita,

sedangkan Muslina merupakan tokoh tambahan antagonis, lalu Dalipah, Ibu

Masrul, Orangtua Rasmani, dan Aminah merupakan tokoh pendukung

keberadaan kedua tokoh utama. Latar tempat keseluruhan berada di wilayah

Sumatra Barat dengan nama daerah yakni, Bonjol, Painan, Padang, dan

Bukittinggi. Sementara latar waktu yang terjadi dalam cerita adalah sebelum

tahun 1930-an. Seluruh peristiwa dikisahkan berdasarkan sudut pandang

orang ketiga serba tahu dengan bahasa yang jelas, santun, dan Melayu, serta

gaya bahasa sarkasme, ironi dan hiperbola.

Perubahan sosial pascakolonial yang terjadi dalam novel Kalau Tak

Untung terdapat pada beberapa bagian pembahasan dari segi tokoh, yaitu: : 1) 

pada tokoh Masrul terlihat munculnya hibriditas dan ambivalensi psikologi

pada perbedaan latar tempat; 2) pada tokoh Rasmani terlihat munculnya

hibriditas dan ambivalensi pada lingkungan masyarakat Minangkabau; 3)

pada tokoh Muslina terlihat munculnya ambivalensi psikologis, mimikri,

hibriditas dan hegemoni yang terjadi karena pengaruh kehidupan sosialnya; 4)

Page 107: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

96  

pada tokoh Ibu Masrul terlihat munculnya ambivalensi karena pandangan

Timur yang diyakininya. Kesimpulannya, setiap tokoh mengalami perubahan

sosial pascakolonialisme pada tahap alur yang hampir bersamaan pada

peningkatan konflik dan klimaks dengan balutan kisah percintaan yang

berbeda status sosial sehingga menjadikan novel ini merupakan wacana

kolonial yang dengan penulisan struktural. 

2. Implikasi dari perubahan sosial yang terdapat dalam novel Kalau Tak Untung

dipraktikkan dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA kelas

XII semester ganjil. Berdasarkan kurikulum 2013 dengan Kompetensi Dasar

yang ingin dicapai dalam kegiatan pemebelajaran yakni KD 3.3 tentang

mengidentifikasi informasi yang mencakup orientasi, rangkaian kejadian

yang saling berkaitan, komplikasi dan resolusi dalam cerita sejarah lisan atau

tulis dan 3.4 tentang menganalisis kebahasaan cerita atau novel sejarah.

Dengan novel Kalau Tak Untung sebagai media pembelajaran, peserta didik

diharapkan memahami realita kehidupan sebelum kemerdekaan dan sesudah

kemerdekaan, sekaligus untuk menambah pengetahuan tentang perjuangan

bangsa Indonesia. Hal demikian dimaksudkan untuk menanamkan sikap

sosial dan kesadaran diri peserta didik terhadap bangsa dan negara sebagai

insan yang cinta tanah air, jujur, mandiri, bertanggung jawab, betoleransi,

serta menghargai dan keberagaman sosial.

B. Saran

Berdasarkan analisis dan simpulan yang telah diuraian, ada beberapa saran

diajukan penulis, yakni:

1. Guru dalam pembelajaran sastra sudah semestinya memaksimalkan proses

pembelajaran dengan memilihkan karya sastra yang bermutu. Meningkatkan

minat baca peserta didik untuk mengetahui dan membandingkan kehidupan

dahulu dan sekarang yang terdapat di dalam karya sastra dengan hal-hal di

kehidupan nyata. Salah satu karya sastra dapat dijadikan rujukan dalam

pembelajaran adalah novel Kalau Tak Untung karya Selasih.

Page 108: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

97  

2. Peserta didik dalam proses pembelajarannya diharapkan sungguh-sungguh

memahami isi cerita novel, sehingga dapat mengambil hal-hal positif dan

menerapkannya di dalam kehidupan nyata. Dari realitas dan permasalahan

yang terjadi pada tokoh Masrul memiliki sisi positif dan negatif yang dapat

dijadikan panutan dan untuk dihindari atau dijauhkan.

Page 109: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, "Sariamin Ismail: Pengarang Wanita Angkatan Balai Pustaka", Pelita Jakarta, 15 Januari 1986.

Asmuni, Marleily. H. Sariamin Ismail. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1984.

Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim. Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar. Bogor:

Ghalia Indonesia, 2010.

Baek, Im Hyuk. Hegemony and Counter-Hegemony in Gramsci at Journal Asian

Perspective. USA: Lynne Rienner Publishers, Vol 15 No. 1, Spring-Summer 1991.

Budi, Langgeng Sulistyo . "Kisah di Balik Arsip: Kesepakatan Bidang Ekonomi dalam

KMB dan Pasang Surut Hubungan Indonesia-Belanda", Majalah Arsip edisi 61, Jakarta, Mei-Agustus 2013.

Budianta, Melanie. Membaca Postkolonial (di) Indonesia. Yogyakarta: Kanisius, 2008.

Budiman, Manneke. Sastra Indonesia Modern Kritik Postolonial. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia, 2008.

Djamarah dan Zain. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2013.

Faruk. Belenggu Pasca-kolonial: Hegemoni dan Resistensi dalam Sastra Indonesia.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Foulcher , Keith dan Tony Day. Sastra Indonesia Modern Kritik Postkolonial, Terj. dari

Clearing a Space: postkolonial readings of modern Indondesian literature oleh Koesalah Soebagyo Toer dan Monique Soesman . Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.

Page 110: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara, 2013.

Hasan, M. Zaini. Karakteristik Penelitian Kualitatif dalam buku Pengembangan

Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh, 1990.

Homi K. Bhabha. The Location of Culture. New York, Routledge, 1994.

Loomba, Ania.Kolonialisme/Pascakolonial. Yogyakarta: PT. Buku Seru, 2016.

Mahayana, Maman S., dkk, Ringkasan dan Ulasan Novel Indonesia Modern. Jakarta:

Grasindo, 1995.

Martono, Nanang. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Postmodern,

dan Postkolonial. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 2015.

Prihatmi, Sri Rahayu. Pengarang-Pengarang Wanita Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya, 1977

Ratna , Nyoman Kutha. Sastra dan Cultural Studies: Representatif Fiksi dan Fakta.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

-----. Postkolonialisme Indonesia: Relevansi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

-----. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Redaksi Harian Haluan, "Surat Terbuka dari Ibu Sariamin Ismail", Harian Haluan

Padang, 20 November 1989.

Page 111: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Terj. dari A History of Modern Inonesia since 1200 Third Edition oleh Satrio Wahono, Bakar Bilfagih, dkk. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007.

Ridwanuddin, Dindin. Bahasa Indoensia. Jakarta: UIN Press, 2015.

Sariamin Ismail, "Surat Terbuka dari Ibu Sariamin Ismail (Selasih/Seleguri)", Harian

Haluan Riau, 20 November 1989

Sarosa, Samiaji. Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar. Jakarta: PT. Indeks, 2012.

Sasongko, Teguh Haryo."Bolehkah menikah dengan sepupu? ". https://health.detik.com,

22 Maret 2012.

Selasih. Kalau Tak Untung. Jakarta: PT. Balai Pustaka, 2001.

Setiawan, Ikwan. Hibriditas Budaya dalam Lintasan Perspektif 1 dalam

http://matatimoer.or.id/2016/12/11/hibriditas-budaya-dalam-lintasan-perspektif/ diunduh pada 11 Desember 2016.

Setiawan, Ikwan. Membaca Budaya bersama Bhabha: Ambivalensi, Hibriditas, dan

Keliatan Kultural, dalam http://ikwansetiawan.web.unej.ac.id/2015/04/27/membaca-budaya-bersama-bhabha-ambivalensi-hibriditas-dan-keliatan-kultural/#_ftn2 diunduh pada 27 April 2015.

Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT. Grasindo, 2008.

Subana dan Sunarti, Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia.Bandung: Pusaka

Setia, 2011.

Sungkowati, Yulitin. Ambivalensi dalam Mencari Sarang Angin dalam Jurnal

Humaniora Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada. Volume 22, No. 1 Februari 2010.

Page 112: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa, 1991.

Zarnas. "Pengarang Wanita Pertama Selasih alias Sariamin Ismail", Koran Jakarta,

Kamis, 23 Mei 1977.

Page 113: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Satuan Pendidikan : SMA Al-Kautsar Jakarta

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas / Semester : XII/1

Materi Pokok : Mengidentifikasi Informasi dalam Cerita Sejarah

Alokasi Waktu : 4 x 40 menit (2 pertemuan)

A. Kompetensi Inti KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnyadengan

mematuhi norma-norma bahasa Indonesia serta mensyukuri dan mengapresiasi keberadaan bahasa dan sastra Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.

KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan menunjukkan sikap pro-aktif sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam kehidupan sosial secara efektif dengan memiliki sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia serta mempromosikan penggunaan bahasa Indonesia dan mengapresiasi sastra Indonesia.

KI 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi tentang pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahu tentang bahasa dan sastra Indonesia serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian bahasa dan sastra yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks).

KI 4 : menunjukkan keterampilan menalar, mengolah, dan menyaji secara efektif kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, komunikatif, dan solutif dalam ranah abstrak terkait dengan pengembangandari pelajaran, serta mampu melaksanakan tugas spesifik di bawah pengawasan langsung.

B. Kompetensi Dasar

2.1 Memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang memiliki kemantapan kedudukan, fungsi, dan kaidah

2.2 Meningkatkan perilaku jujur, tanggung jawab, dan disiplin dalam menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kedudukan, fungsi, dan kaidah-kaidahnya

2.3 Mengembangkan sikap ingin tahu dalam memahami kaidah bahasa Indonesia 2.4 Mengembangkan sikap apresiatif dalam menghayati karya sastra

Page 114: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

3.3 Mengidentifikasi informasi yang mencakup orientasi, rangkaian kejadian yang saling berkaitan, komplikasi dan resolusi dalam cerita sejarah lisan atau tulis.

3.4 Menganalisis kebahasaan cerita atau novel sejarah

C. Indikator - Siswa mampu mendeskripsikan isi dari cerita sejarah - Siswa mampu menganalisis unsur-unsur intrinsik - Siswa mampu menganalisis unsur ekstrinsik dan kebahasaan

D. Tujuan Pembelajaran

- Siswa dapat menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya - Siswa dapat menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tangung

jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya

- Siswa dapat memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya

- Siswa dapat mengidentifikasi informasi pada struktur dan teks cerita sejarah - Siswa dapat mengidentifikasi informasi nilai-nilai cerita (novel) sejarah

dengan menggunakan struktur isi cerita dan struktur luar cerita - Siswa dapat mengidentifikasi unsur kebahasaan cerita (novel) sejarah.

E. Materi Pembelajaran

Fakta • Banyak karya sastra yang diterbitkan oleh Balai Pustaka. Beberapa diantaranya

terdapat karya sastra yang diciptakan oleh masyarakat Sumatera Barat. • Ciri utama karya sastra terbitan Balai Pustaka adalah waktu terbitan yang

berkisar di tahun 1900-an hingga 1930-an. Konsep

• Struktur isi cerita prosa atau roman, fakta cerita (alur, penokohan, latar), sarana sastra (pusat pengisahan, konflik)

• Struktur luar cerita yang berhubungan dengan nilai moral Prinsip

• Karakteristik unsur intrinsik • Karakteristik unsur ekstrinsik

Prosedur • Analisis unsur intrinsik dan ekstrinsik

F. Metode Pembelajaran

• Pendekatan : scientific

• Strategi : inquiry

Page 115: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

• Teknik : gallery walk

• Metode : penugasan.

G. Sumber dan Media Pembelajaran

Sumber :

• Bahasa Indonesia 3 untuk Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah

kelas XII karya Sri Suwarni dan Esti Suryani, terbitan PT. Tiga Serangkai

Pustaka Mandiri 2017.

• Teori Pengkajian Fiksi karya Burhan Nurgiyantoro, terbitan Gadjah Mada

University, Edisi Revisi 2013. • Novel Kalau Tak Untung karya Selasih, terbitan Balai Pustaka 2001

H. Kegiatan Pembelajaran

TAHAP KEGIATAN GURU ALOKASI

WAKTU

Pertemuan ke 1

PEMBUKA

Siswa merespon salam dan pertanyaan dari guru berhubungan dengan kondisi dan pembelajaran sebelumnya

Siswa menerima informasi tentang keterkaitan pembelajaran sebelumnya dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan.

Siswa menerima informasi kompetensi, materi, tujuan, manfaat, dan langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan

10 menit

INTI Mengamati

Siswa menerima instruksi dari guru untuk membaca novel yakni: Kalau Tak Untung karya Selasih.

Secara individu siswa mengidentifikasi isi dari cerita atau novel sejarah yang telah dibacanya dan mengurutkan peristiwa dan menyampaikan permasalahan yang menimbulkan konflik

Menanya

Siswa dapat bertanya perihal pembelajaran yang

60 menit

Page 116: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

masih belum dipahami. Guru dapat menunjuk salah satu anggota tiap kelompok untuk menceritakan kembali isi novel yang telah dibaca.

Siswa ditugaskan: • untuk mencari teori unsur-unsur pembangun

sastra (tema, alur, latar, penokohan, sudut pandang, gaya bahasa dan pesan) dengan data yang mendukung.

• menjelaskan unsur intrinsik (tema, latar, sudut pandang, alur, penokohan, sudut pandang, gaya bahasa dan pesan) pada novel Kalau Tak Untung karya Selasih dengan data yang mendukung.

Mengeksplorasi

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari referensi dari berbagai sumber yang dapat dipercaya

Siswa mencoba merumuskan unsur intrinsik sastra yang dikajinya dan menganalisis setiap unsur dengan mengaitkan pada novel Kalau Tak Untung karya Selasih Mengasosiasi

Siswa mendeskripsikan hasil dari kegiatan mengamati dan mengumpulkan informasi.

Siswa menyimpulkan dan mengestimasikan tambahan analisis pada konsep yang dibacanya atas dasar kajian sastra yang dibahas

Mengkomunikasikan

Siswa diharapkan menyampaikan hasil dari dari kesimpulan analisisnya (bisa dipilih dan ditunjuk guru)

Melaporkan hasil penelitian baik secara tertulis tentang unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Kalau Tak Untung karya Selasih.

Page 117: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

PENUTUP

Bersama-sama siswa menyimpulkan secara keseluruhan isi cerita dan analisis unsur intrinsik dalam novel Kalau Tak Untung karya Selasih

Siswa berdoa untuk menutup kegiatan pembelajaran.

10 menit

Pertemuan ke 2

PEMBUKA

Siswa merespon salam dan pertanyaan dari guru berhubungan dengan kondisi dan pembelajaran sebelumnya

Siswa menerima informasi tentang keterkaitan pembelajaran sebelumnya dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan.

Siswa menerima informasi kompetensi, materi, tujuan, manfaat, dan langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan

Catatan: contoh karya sastra yang digunakan Kalau Tak Untung karya Selasih digunakan sebagai stimulan dengan pertanyaan untuk memasuki kegiatan inti

10 menit

INTI Mengamati

Siswa menerima instruksi dari guru mengingat isi dari novel Kalau Tak Untung karya Selasih

Secara individu siswa mengidentifikasi isi dari cerita atau novel sejarah yang telah dibacanya dan menyebutkan nilai-nilai ekstrinsik dan kebahasaannya.

Menanya Siswa dapat bertanya perihal pembelajaran yang masih belum dipahami.

Guru dapat menunjuk salah satu anggota tiap kelompok untuk menceritakan kembali isi novel yang telah dibaca.

Siswa ditugaskan: • untuk mencari teori nilai-nilai ekstrinsik dan

mengelompokkan kalimat dengan data yang mendukung.

• menjelaskan unsur ekstrinsik dan menganalisis kebahasaan pada novel Kalau Tak Untung karya Selasih dengan data yang mendukung.

60 menit

Page 118: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

Mengeksplorasi

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari referensi dari berbagai sumber yang dapat dipercaya

Siswa mencoba merumuskan unsur ekstrinsik sastra yang dikajinya dan menganalisis setiap unsur dengan mengaitkan pada novel Kalau Tak Untung karya Selasih

Siswa mencoba menganalisis kebahasaan dengan mengaitkan pada novel Kalau Tak Untung karya Selasih Mengasosiasi

Siswa mendeskripsikan hasil dari kegiatan mengamati dan mengumpulkan informasi.

Siswa menyimpulkan dan mengestimasikan tambahan analisis pada konsep yang dibacanya atas dasar kajian sastra yang dibahas

Siswa menyimpulkan dan mengelompokkan kebahasaan yang dianalisisnya dengan menggunakan konsep dan cerita yang dibacanya.

Mengkomunikasikan

Siswa diharapkan menyampaikan hasil dari dari kesimpulan analisisnya (bisa dipilih dan ditunjuk guru)

Melaporkan hasil penelitian baik secara tertulis tentang unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Kalau Tak Untung karya Selasih.

PENUTUP

Bersama-sama siswa menyimpulkan secara keseluruhan hasil analisis unsur ekstrinsik dan kebahasaan dalam novel Kalau Tak Untung karya Selasih

Siswa berdoa untuk menutup kegiatan pembelajaran.

10 menit

Page 119: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

I. Penilaian Proses dan Hasil Belajar

Teknik dan Bentuk

Tugas: • Siswa diminta membaca novel Kalau tak Untung karya Selasih • Siswa diminta untuk menceritakan kembali isi cerita yang telah

dibacanya, yaitu Kalau Tak Untung karya Selasih • Secara individu siswa memahami unsur intrinsik (tema, alur,

latar, penokohan, sudut pandang, dan pesan) yang terdapat dalam novel Kalau Tak Untung karya Selasih

• Secara individu siswa memahami unsur ekstrinsik (pendidikan, politik, moral, dll) yang terdapat dalam novel Kalau Tak Untung karya Selasih

• Siswa diminta mengungkapkan pengetahuan mereka tentang sejarah sebelum masa kemerdekaan

Observasi kinerja: • Setiap siswa memberikan analisisnya dan dapat memberikan

tambahan untuk siswa yang lainnya dengan mendiskusikannya bersama

Tes Lisan: • Siswa mampu:

1. Menceritakan kembali isi cerita/novel Kalau Tak Untung karya Selasih

2. Menjelaskan konsep unsur pembangun sastra 3. Menjelaskan konsep kebahasaan

Tes Tulis: • Siswa menjawab pertanyaan:

1. Jelaskan unsur intrinsik dalam novel Kalau Tak Untung karya Selasih

2. Jelaskan kebahasaan dalam novel Kalau Tak Untung karya Selasih

Tangerang, 26 Juni 2018

Mengetahui,

Kepala Sekolah Guru Bahasa Indonesia

............................... ...................................

NIP./NIK. NIP./NIK.

Page 120: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

Uraian Materi

Sastra

Sebutan novel berasal dari bahasa Italia novella (yang dalam bahasa Jerman:

novelle). Secara harfiah novella berarti 'sebuah barang baru yang kecil', dan kemudian

diartikan sebagai 'cerita pendek dalam bentuk prosa'. Dewasa ini istilah novella dan

novelle mengandung pengertian yag sama dnegan istilah Indonesia 'novelet' (Inggris

novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu

panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Namun novel merupakan sebuah cerita yang

panjang dan terdiri dari ratusan halaman.1

Dalam setiap terbentuknya novel terdapat dua unsur utama, yakni unsur intrinsik

dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik yaitu hal-hal yang membangun karya sastra itu

dari dalam. Unsur ekstrinsik, yaitu hal-hal yang memengaruhi karya sastra yang berasal

dari luar. Berikut unsur instrinsik karya sastra:

1. Tema adalah gagasan (makna) dasar umum yang menopang sebuah karya sastra

sebagai struktur semantis dan bersifat abstrak yang secara berulang-ulang

dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya dilakukan secara eksplisit.2 Untuk

menemukan tema dalam sebuah karya sastra tidaklah mudah karena tema

bersembunyi di balik cerita. Penafsiran tema harus dilakukan berdasarkan fakta

yang dapat diawali dengan memahami cerita, mencari kejelasan ide-ide

pewatakan, peristiwa-peristiwa konflik, dan latar. Penafsiran dapat dimulai

dengan memahami tokoh, terutama tokohutama. Para tokoh utama biasanya

"dibebani" tugas membawakan tema, hal ini berguna untuk memahami keadaan.

Selanjutnya adalah memahami alur cerita dengan menemukan, memahami, dan

menafsirkan konflik, khususnya konflik utama, yang menentukan arah plot.

Konflik merupakan salah satu unsur plot yang penting kehadirannya. Konflik

sebuah novel biasanya cukup banyak, maka yang harusditemuka adalah konflik

utama. Jika konflik utama berhasil ditemukan, secara garis besar cerita fiksi yang

bersangkutan sudah dapat dipahami karena menjadi hal utama untuk menentukan

tema sebuah sastra. 1 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University,

2013), Edisi Revisi, h. 11-12. 2 Ibid., h. 115.

Page 121: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

2. Alur/Plot merupakan cerinan atau bahkan berupa perjalanan tingkah laku para

tokoh dalam bertindak, berpikir, berasa, dan bersikap dalam menghadapi berbagai

masalah kehidupan. Namun, tidak semua tingkah laku kehidupan manusia

mengandung plot. Kejadian, perbuatan, atau tingkah laku kehidupan manusia

bersifat plot jika bersifat khas, mengandung unsur konflik,saling berkaitan, dan

bersifat dramatik.3 Terdapat dua cara yang digunakan untuk menyusun bagian-

bagian cerita. Pertama, penulis dapat menyusun tema, mulai dari tahap

pengenalan sampai tahap penyelesaian atau yang kedua, yaitu penulis atau

pengarang menyusun peristiwa secara acak/tidak berurutan yang biasanya juga

disebut dengasn alur sorot balik (flashback). Adapun tahapan dalam alur maju,

yaitu:

a. Memulai dengan melukiskan keadaan (situation)

b. Mulai bergerak (generating circumtanses)

c. Keadaan mulai memuncak (rising action)

d. Mencapai titik klimaks (climax)

e. Pemecahan masalah atau penyelesaian masalah (denouement)4

3. Latar atau setting yang dapat disebut juga landas tumpu, menunjuk pengertian

pada tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga

unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial-budaya. Latar tempat menunjuk

pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar

waktu berhubugan dengan masalah 'kapan' terjadinya peristiwa-peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya fiksi yang biasanya dihubungkan dengan waktu

faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.

Sedangkan, latar sosial-budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan

perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam

karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah

dalam lingkup yang cukup kompleks dengan berupa kebiasaan hidup, cara

berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual. Di samping itu,

latar sosial-budaya juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang

bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas.5

3 Burhan Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 169. 4 Sri Suwarni dan Esti Suryani, Bahasa Indonesia 3 untuk SMA dan MA, (Solo: PT. Tiga

Serangkai Pustaka Mandiri, 2017), h. 58. 5 Burhan Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 314-322

Page 122: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

4. Tokoh adalah istilah yang merujuk pada si pelaku atau pada orangnya, sedangkan

watak, perwtak, karakter, menunjukkan pada sifat dan sikap dari seorang tokoh.

Penokohan karakter dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu penokohan langsung

dan penokohan tidak langsung. Penokohan langsung yaitu pengarang

menyebutkan secara langsung sifat atau sikap si tokoh dalam sebuah cerita

sehingga pembaca tidak perlu menyimpulkan perwatakan dari tokoh tersebut.

Penokohan tidak langsung adalah penokohan yang pengarangnya tidak

menyebutkan secara langsung sifat si tokoh melauinkan melalui tingkah laku

tokoh, sikap tokoh, ucapan tokoh, maupun gerakan fisik tokoh, dalam hal ini

pembaca harus menyimpulkan sendiri perwatakan dari tokoh tersebut. Tokoh

meliputi seluruh tokoh yang diceritakan, sedangkan penokohan merupakan

karakter dari para tokoh.

5. Sudut pandang (point of view) merupakan cara atau pandangan yang

dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan cerita dalam sebuah

karya fiksi kepada pembaca. Sudut pandang cerita secara garis besar dapat

dibedakan ke dalam dua macam: persona pertama (first-person) dengan gaya

'aku', dan persona ketiga (third-person), gaya 'dia'. Jadi sudut pandang 'aku' dan

'dia', dengan berbagai variasinya, sebuah cerita dikisahkan.

6. Gaya bahasa (stile) adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana

seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Pada

hakikatnya gaya bahasa merupakan teknik pemilihan ungkapan kebahasan yang

dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan dan sekaligus untuk mencapai

efek keindahan.

7. Pesan atau amanat merupakan ide terpenting yang dituangkan dalam novel untuk

disampaikan kepada pembaca. Pesan atau amanat ditemukan melalui narasi

pengarang atau dialog atartokoh.

Unsur ekstrinsik merupakan latar belakang dan sumber informasi bagi karya

sastra dan tidak dapat diabaikan karena mempunyai nilai, arti, dan pengaruhnya.

Walaupun penting, unsur-unsur ekstrinsik tidak menjadi dasar eksistensi sebuah karya.

Eksistensi karya sastra terletak pada unsur intrinsiknya tanpa mengabaikan unsur

ekstrinsiknya. Nilai-nilai ekstrinsik secara umum yang sering dimunculkan dalam karya

sastra berbentuk teks cerita (novel) sejarah seperti nilai pendidikan, nilai politik, nilai

patriotik, dan nilai moral. Unsur ekstrinsik berkaitan dengan kehidupan pribadi

Page 123: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

pengarang atau dapat berupa hasil dari penelitian untuk menjadi dasar isi cerita dalam

karyanya.

Kebahasaan

Untuk dapat memahami kebahasaan dalam teks novel, akan lebih baik jika

mencermati kata maupun kalimat yang terdapat dalam teks. Jenis kalimat yang

digunakan, yaitu:

1. Kalimat simpleks adalah kalimat yang memiliki konjungsi koordinatif atau

kata penghubung koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua

unsur kalimat atau lebih yang kedudukannya setara atau sederajat. Misalnya:

penanda hubungan penambahan (dan), penanda hubungan pendampingan

(serta), penanda hubungan pemilihan (atau), penanda hubungan pertentangan

(padahal, sedangkan, bahkan, namun)

2. Kalimat kompleks adalah kalimat yang terdiri lebih dari satu aksi, peristiwa,

atau keadaan sehingga mempunyai lebih dari satu verba umum (kata yang

menggambarkan keadaan, proses, atau perbuatan) dalam lebih dari satu

struktur. Di dalam teks tanggapan kritis ditandai dengan adanya kalimat

kompleks (kalimat majemuk), baik kalimat majemuk setara ataupun kalimat

majemuk bertingkat.

Page 124: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

Rubrik Instrumen

a. Penilaian Sikap

LEMBAR PENGAMATAN OBSERVASI

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas/Program : XII

Kompetensi : 3.3 Mengidentifikasi informasi yang mencakup orientasi,

rangkaian kejadian yang saling berkaitan, komplikasi dan

resolusi dalam cerita sejarah lisan atau tulis.

3.4 Menganalisis kebahasaan cerita atau novel sejarah

Materi : - Unsur intrinsik dan ekstrinsik.

- Kebahasaan

NoNama Siswa

Sikap Pribadi Sikap Ilmiah Jumlah

Skor Nilai Jujur Displ Tgjwb Kritis Objek Toleransi

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Alimar Syahreza 4 4 3 4 3 3 21

Keterangan pengisian skor:

4. Sangat baik

3. Baik

2. Cukup

1. Kurang

Nilai : Nilai Skor x 100

24

b. Tes Lisan

Page 125: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

No Aspek Penilaian Bobot Nilai 1 Menceritakan kembali isi novel

a. Sesuai (5) b. Kurang Sesuai (3) c. Tidak Sesuai (1)

5

2 Kemampuan mengetahui teori instrinsik dan ekstrinsik

a. Tepat (5) b. Kurang Tepat (3) c. Tidak Tepat (1)

5

3 Kemampuan teori kebahasaan a. Tepat (5) b. Kurang Tepat (3) c. Tidak Tepat (1)

5

Nilai = jumlah skor yang diperoleh x 100

Skor maksimal (15)

Page 126: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

Soal

1. Sebutkan dan jelaskan unsur intrinsik (tema, tokoh, alur, latar dan pesan) dalam

novel Kalau Tak Untung karya Selasih!

2. Sebutkan unsur ekstrinsik yang terdapat dalam novel Kalau Tak Untung karya

Selasih!

Jawaban

1. Unsur intrinsik

No Unsur Intrinsik Penjelasan 1 Tema Tema mayor adalah tentang ketidakberuntungan dua insan

dalam percintaan. Mereka saling mencintai namun sayang halangan selalu hadir untuk mempersatukan mereka. Tema minor dalam novel yakni perihal perjuangan perempuan dan pria dalam memperjuangkan pemikirannya dan keinginannya dalam kondisi sosial mereka yang tidak mendukung akan hal itu.

2 Alur Maju a. Tahap Penyituasian

Penyituasian dalam novel adalah menggambarkan lingkungan tempat kedua tokoh utama ini dibesarkan di sebuah desa yang nyaman dan memiliki keramahtamahan terhadap tetangga maupun saudara yang tidak memandang latar belakang ekonomi yang berbeda.

b. Tahap Pemunculan Konflik Terjadi saat Masrul telah pindah ke Painan dan tinggal di tempat seperti indekos atau pemondokan. Masrul kenal dekat dengan induk semangnya. Suatu hari dirinya dikenalkan pada seorang Engku Guru gedang (besar) yang memiliki seorang putri yang cantik jelita dan menginginkan Masrul sebagai suami bagi putrinya.

c. Tahap Peningkatan Konflik Adanya keraguan dalam diri Masrul akan dirinya sendiri. Tahapan ini berkembang menjadi pertentangan yang terjadi pada diri Masrul. Masrul menikahi Muslina

d. Tahap Klimaks Pada tahap klimaks ini adalah tentang kesengsaraan dan penderitaan yang dialami tokoh utama dengan jalan kehidupan yang dipilihnya

e. Tahap Penyelesaian Penyelesaian cerita Kalau Tak Untung ini penulis menjelaskan secara tersirat bahwa nasib kedua tokoh tersebut “Tak Beruntung”.

3 Latar - Latar waktu: terjadi sebelum tahun 1930-an. Terdapat juga

keterangan waktu hari seperti pagi, siang, sore dan malam. - Latar tempat di Painan, Bonjol, Padang dan Bukitting - Latar sosial-budaya: Minangkabau

Page 127: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

4 Tokoh - Masrul merupakan tokoh utama pria yang memiliki karakter tokoh dinamis. Sepanjang cerita, perjalanan hidup Masrul yang memiliki perubahan paling banyak. Perilaku yang dahulu berbudi pekerti berubah menjadi suka minum dan berjudi, bahkan melupakan shalat.

- Rasmani merupakan tokoh utama perempuan yang memiliki ciri tokoh statis. Sepanjang cerita, Rasmani bertepuk sebelah tangan dengan Masrul. Sifat Rasmani merupakan pribadi yang santun dan terpelajar

- Muslina merupakan tokoh pendukung keberadaan dan perubahan yang terjadi pada tokoh Masrul. Sifat Muslina diceritakan ringan tangan dan ringan tangan

- Dalipah merupakan tokoh pendukung keberadaan Rasmani dan juga kakak dari Rasmani. Sifat dan karakter dalam cerita dia merupakan kakak yang sayang pada adiknya dan rendah hati.

- Ibu Masrul merupakan tokoh pendukung keberadaan tokoh Masrul yang memiliki ciri tokoh dinamis karena ketidaksukaannya pada Rasmani berubah setelah mengenal Rasmani lebih dekat. Sifat yang diceritakan dia seorang ibu yang sayang pada putranya namun kelemahannya dia termakan omongan orang sekitarnya

- Aminah merupakan tokoh pendukung keberadaan Rasmani dan Masrul. Sifat dan karakter Aminah juga sama dengan Ibu Masrul yang mudah termakan omongan orang sekitarnya.

5 Pesan Pesan yang dapat diambil adalah menghormati orangtua, janji yang sepatutnya ditepati, dan tentang mengambil keputusan dengan melihat segala sesuatunya dengan sudut pandang baik buruk.

2. Unsur ekstrinsik

Nilai pendidikan yang dapat dipetik dengan membandingkan pendidikan pada masa

sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan. Kesulitan untuk mendapatkan

pendidikan dasar hingga harus jalan jauh tanpa kendaraan dan sekolah sepenuhnya

berada di bawah kekuasaan penjajah

Nilai sosial yang terlihat jelas adalah pejuangan persamaan gender dari kekangan

peraturan adat yang menyulitkan perempuan untuk meraih apa yang mereka

inginkan. Pemahaman kehidupan sosial yang terjadi pada sekitar tahun 1930-an yang

tanpa disadari masih berada dalam kuasa penjajah.

Page 128: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan
Page 129: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan
Page 130: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan
Page 131: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan
Page 132: MASALAH HIBRIDITAS DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41847/2/NURLAILY...dan Ambivalensi dalam Novel Kalau Tak Untung karya Selasih dan

BIOGRAFI PENULIS

Nurlaily Hanifah Amalia lahir di Jakarta, 03

Desember 1993. Anak ketiga dari pasangan Tino A.S

dan Sri Hastuti ini memulai pendidikan di SD 03 Pagi

Jakarta Selatan (sekarang 01 Pagi) lalu memilih

melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 12 Jakarta.

Kemudian ia melanjutkan ke sekolah kejuruan di SMK

Negeri 28 Jakarta jurusan Akomodasi Perhotelan dan

melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi yakni di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sejak kecil penulis tidak lepas dari dunia seni tari, namun memasuki dunia

kuliah penulis mulai mencoba dunia teater dan pentas dengan judul Syekh Siti

Jenar dengan sutradara Arie F Batubara bersama UKM Teater Syahid.

Pementasan berikutnya penulis mencoba menjadi sutradara dalam pementasan

CIPOA karya Putu Wijaya yang diselenggarakan oleh jurusan PBSI (Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia).