masalah alur dalam novel mada, sebuah nama …
TRANSCRIPT
MASALAH ALUR DALAM NOVEL
MADA, SEBUAH NAMA YANG TERBALIK KARYA
ABDULLAH WONG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Nur Laela Sari
1111013000061
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil „alamin segala puji bagi Allah Swt atas segala
limpahan rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini. Salawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan untuk Nabi besar
Muhammad saw, keluarga, para sahabat, dan umatnya.
Penulis menyusun penelitian ini untuk memenuhi salah satu syarat
mendapatkan gelar sarjana pendidikan program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penulisan
penelitian ini penulis banyak mendapat masukan, bimbingan, saran, dorongan, dan
semangat dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.
2. Makyun Subuki, M.Hum., ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia UIN Syarif Hidayatullah.
3. Dona Aji Karunia, M.A., sekertaris jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah.
4. Ahmad Bahtiar, M.Hum., dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar
membimbing dan memberikan dorongan untuk segera merampungkan
penelitian ini.
5. Dosen-dosen jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang
telah membagi ilmunya selama masa perkuliahan.
6. Bapak dan Ibu selaku orang tua yang sangat luar biasa memberikan
semangat untuk segera merampungkan penelitian ini dan segera meraih
gelar Sarjana.
7. Abdullah Wong yang telah berkenan meluangkan waktu untuk
diwawancarai penulis, untuk memberikan informasi sebagai data
penunjang penelitian ini, dan memberikan izin untuk melakukan
penelitian terhadap novel ini.
iii
8. Rizki Kurnia Sari, Raudhah, Yuanita Tala, Maimunah, Redita Dwi
Pinasti, Desi Komalasari, dan Fenty Yanuarti, sahabat terdekat penulis
yang selalu memberikan dukungan, saran, dan motivasi kepada penulis.
9. Mochamad Irwansyah, sahabat, teman berbagi, dan pendamping
terhebat bagi penulis. Terima kasih atas waktu, tenaga, pikiran, kasih
sayang, dan segala hal yang telah diberikan kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu
berkat dukungan dan motivasi yang diberikan.
10. Teman-teman PBSI angkatan 2011, khususnya kelas B yang senantiasa
menemani tidak hanya selama perkuliahan tapi diwaktu-waktu
senggang lainnya.
Terima kasih pula untuk seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam
proses penyelesaian penelitian ini. Semoga Allah membalas kalian semua. Penulis
mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menjadikan
penelitian ini lebih baik lagi. Besar harapan penulis, penelitian ini dapat
bermanfaat, baik untuk penulis pribadi maupun pembaca.
Jakarta, 03 Oktober 2015
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................... ........................ v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah 4
C. Batasan Masalah 5
D. Rumusan Masalah 5
E. Tujuan Penelitian 5
F. Manfaat Penelitian 5
G. Metode Penelitian 6
1. Pendekatan 6
2. Subjek dan Objek Penelitian 6
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 7
4. Teknik Analisis atau Pengolahan Data 7
5. Teknik Penulisan 8
BAB II LANDASAN TEORI
A. Novel
9
1. Pengertian Novel 9
2. Jenis-Jenis Novel 12
a. Novel Populer 12
b. Novel Serius 13
B. Alur 15
C. Pembelajaran Sastra di Sekolah 20
D. Penelitian Relevan 24
v
BAB III ANALISIS
A. Unsur Intrinsik 28
1. Tema 28
2. Tokoh dan Penokohan 30
3. Latar dan Setting 41
4. Alur 46
5. Bahasa 48
6. Sudut Pandang 49
7. Amanat 50
B. Alur 53
C. Implikasi Terhadap Pembelajaran 107
BAB V PENUTUP
A. Simpulan 109
B. Saran-saran 110
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 111
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Biografi Pengarang dan Sinopsis Novel
Lampiran 2 Sekuen Peristiwa
Lampiran 3 Bagan Alur
Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
PROFIL PENULIS
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Biografi Penulis dan Sinopsis Novel
Lampiran 2 Sekuen Peristiwa
Lampiran 3 Tabel Alur
Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Lampiran 5 Surat Uji Referensi
Lampiran 6 Lembar Uji Referensi
Lampiran 7 Profil Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu sastra menunjukkan keistimewaan, barangkali juga keanehan yang
mungkin tidak dapat dilihat pada banyak cabang ilmu pengetahuan lainnya,
karena memiliki objek utama penelitian yang tidak tentu.1
Kata sastra dapat
ditemukan dalam berbagai konteks pernyataan yang berbeda-beda satu dengan
yang lainnya. Kenyataan ini mengisyaratkan bahwa sastra bukan hanya istilah
untuk menyebutkan fenomena yang sederhana dan gamblang. Sastra
merupakan istilah yang mempunyai arti luas, meliputi sejumlah kegiatan yang
berbeda-beda.2
Sastra adalah kristalisasi keyakinan, nilai-nilai, dan norma-
norma yang disepakati masyarakat. Setidaknya begitulah yang terjadi di zaman
lampau ketika kepengarangan tidak dimasalahkan dan berbagai jenis tradisi
lisan dimiliki beramai-ramai oleh masyarakat, tidak oleh individu.3
Sastra
berasal dari kata sas (sansekerta) yang berarti mengarahkan, mengajar,
memberi petunjuk, dan intruksi. Akhiran tra berarti alat atau sarana. Jadi secara
leksikal sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku
pengajaran yang baik.4
Sastra merupakan sebuah sarana yang memiliki nilai seni yang sarat
akan nilai-nilai kehidupan manusia yang dapat mengarahkan, mengajarkan,
dan memberi petunjuk bagi manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-
hari agar menjadi manusia yang lebih baik kedepannya.
Karya sastra merupakan gabungan antara kenyataan dan khayalan.
Seorang pengarang mengungkapkan semua pengalaman dan pengetahuan
yang didapatkannya dari lingkungan kehidupan sehari-hari, kemudian diolah
dengan kemampuan imajinasinya.
1 A. Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1984), h.21. 2
B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, “Pegangan Guru Pengajar Sastra”,
(Yogyakarta, Kanisius, 1988), h.9. 3 Robert Escarpit, Sosiologi Sastra, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h.viii. 4
Nyoman Kutha Ratna, S.U “Sastra dan Cultural Studies Representasi Fiksi dan Fakta”,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h.4.
1
2
Imajinasi menjadi alat bantu sastra dalam mereplikakan pencitraan
kenyataan. Hal ini dibutuhkan bagi manusia sebagai makhluk sosial dalam
berhubungan dengan kenyataan yang ditemui sehari-hari. Oleh karena itu,
imajinasi dalam sastra menjadi suatu sarana bagi manusia untuk memahami
berbagai persoalan kemasyarakatan yang terjadi.5
Sastra dipandang sebagai suatu gejela sosial. Sastra dapat ditulis pada
suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat
istiadat zaman itu. Pengarang menggubah karyanya selaku seorang warga
masyarakat tersebut.6
Berdasarkan penjabaran di atas, menjadi landasan yang kuat bahwa
karya sastra merupakan bentuk nyata dari kehidupan yang dituangkan oleh
seorang pengarang ke dalam bentuk imajiner, maka tidak jarang ideologi
seorang pengarang mempengaruhi isi karya sastra. Adanya pengaruh tersebut,
timbullah perbedaan gaya dari masing-masing karya sastra. Perbedaan
tersebut dapat dilihat melalui permasalahan yang diangkat, pelukisan tokoh
dan penokohan, penggunaan gaya bahasa yang digunakan, amanat yang
hendak disampaikan, dan cara pengarang mengemas rangkaian peristiwa di
dalam cerita.
Novel adalah sejenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur, dan
latar rekaan yang menggelarkan kehidupan manusia atas dasar sudut pandang
pengarang dan mengandung nilai kehidupan.7
Alur ialah konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan
peristiwa yang secara logis dan kronologis saling berkaitan dan yang
diakibatkan atau dialami pelaku.8
Alur merupakan salah satu unsur penting
yang membangun sebuah cerita. Analisis terhadap alur yang terdapat di dalam
novel dapat memberikan pengetahuan bahwa pada dasarnya sebuah cerita
5 Septiawan Santana K, Menulis Ilmiah: Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2007), h.25. 6 Jan van Luxemburg, dkk, Pengantar Ilmu Sastra, (Jakarta: PT Gramedia, 1986), cet.2,
h.23.
h.136.
7
Abdul Rozak Zaidan, dkk, Kamus Istilah Sastra, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), cet.3, 8
Jan van Luxemburg, dkk, op cit, h.149.
3
tidak hanya tersusun secara urutan waktu, akan tetapi juga terdapat hubungan
sebab-akibat yang mendasari terbentuknya sebuah cerita.
Alur dianggap sebagai bagian penting dalam struktur cerita. Hal ini
dikarenakan pemahaman terhadap suatu cerita bergantung kepada alur yang
digunakan pengarang dalam menampilkan cerita. Secara sederhana, dalam
sebuah cerita, peristiwa diceritakan berdasarkan urutan waktu. Peristiwa yang
satu berlangsung sesudah terjadinya peristiwa yang lain, permasalahan dalam
sebuah cerita lebih ditekankan pada kelanjutan sebuah peristiwa. Akan tetapi,
peristiwa juga dapat ditampilkan secara tidak kronologis, karena urutan waktu
dapat ditampilkan secara maju, mundur, sorot balik, dan campuran. Selain
ditampilkan secara kronologis, permasalahan sebuah alur juga lebih
ditekankan pada kelogisan hubungan antarperistiwa yang dikisahkan.
Kelogisan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan akan memiliki hubungan
yang saling bersebab-akibat. Peristiwa yang satu hadir disebabkan karena ada
peristiwa lain yang muncul di dalam sebuah cerita. Bahasan mengenai alur
sangat tepat dikaji dengan menggunakan pendekatan objektif. Melalui
pendekatan ini, analisis akan berfokus pada karya sastra. Karya sastra
dipandang sebagai sesuatu yang mandiri.
Alur yang terdapat di dalam novel MADA, Sebuah Nama yang
Terbalik karya Abdullah Wong merupakan salah satu keunikan yang dimiliki
dalam novel ini. Abdullah Wong menyuguhkan peristiwa-peristiwa yang
sangat menarik dengan menggunakan alur yang unik. Selain itu, novel MADA
memiliki lebih dari satu alur cerita atau dikenal dengan alur ganda, yakni
terdiri dari terdiri atas plot utama dan subplot. Plot utama dalam novel ini
adalah petualangan Mada dan kawan-kawannya dalam mencari Buku
Gunadarma. Sedangkan, subplot dalam novel ini adalah bagian yang
menceritakan kisah kehidupan Mada dan kawan-kawannya.
Kajian terhadap alur dalam novel ini juga ditunjukan sebagai sarana
untuk pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah. Terlebih, dalam
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, peserta didik belum sepenuhnya
4
memahami mengenai tahapan alur yang tersusun berdasarkan urutan waktu,
sebab-akibat yang menjadi dasar terjadinya sebuah peristiwa, dan kelogisan
sebuah peristiwa yang terdapat di dalam sebuah novel. Selain itu, sebagai
lembaga pendidikan, sekolah bertugas memberikan pembelajaran moral,
agama, dan sosial kepada para peserta didik. Pembelajaran ini bisa dilakukan
dengan memberikan pembinaan melalui karya sastra. Pada hakikatnya, novel
MADA merupakan novel yang berisi cerita yang baik dan menarik yang turut
memberikan pengaruh dan peranan yang sangat penting dalam pembentukan
watak, prilaku, dan kepribadian anak. Berdasarkan latar belakang tersebut,
penulis tertarik untuk menganalisis masalah alur yang terkandung di dalam
sebuah karya sastra, khususnya novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik
karya Abdullah Wong.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjabaran yang melatarbelakangi diambilnya judul
mengenai “Masalah Alur yang terdapat di dalam novel MADA, Sebuah Nama
yang Terbalik”, identifikasi masalah yang ditemukan sebagai berikut:
1. Peserta didik mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi lebih
lanjut mengenai unsur-unsur intrinsik di dalam sebuah karya
sastra.
2. Sulitnya memahami alur novel MADA, Sebuah Nama yang
Terbalik.
3. Kurangnya pemahaman mengenai analisis alur pada pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia.
4. Masalah alur dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik
karya Abdullah Wong belum adanya implikasi terhadap kajian
pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
5
C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan yang akan
diteliti agar pembahasan lebih terarah, spesifik, dan sistematik. Untuk
menghindari terlalu luas dan melebarnya pembahasan, maka penelitian ini
akan memberikan penjelasan secara deskriptif mengenai “Masalah Alur
dalam Novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik Karya Abdullah Wong dan
Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”.
D. Rumusan Masalah
Permasalahan penelitian ini akan menjawab beberapa pertanyaan
berikut:
1. Apa masalah alur yang terdapat dalam novel MADA, Sebuah
Nama yang Terbalik Karya Abdullah Wong?
2. Bagaimana implikasi penelitian yang akan dilakukan terhadap
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia?
E. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan masalah alur yang terdapat dalam novel MADA, Sebuah
Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong.
2. Mendeskripsikan hasil penelitian dan implikasinya terhadap
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang terkait, terutama bagi pihak-pihak berikut ini:
1. Manfaat Akademis
a) Penelitian ini menjadi sebuah kajian yang menarik dalam
menempatkan novel sebagai salah satu media untuk memperoleh
pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan pembaca dalam
mengkaji salah satu unsur pembangun karya sastra, yaitu alur.
6
b) Penelitian ini dapat menambah khazanah juga referensi bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan sastra.
2. Manfaat Praktis
a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan
menambah wawasan pendidikan sastra bagi mahasiswa.
b) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan ajar guru Bahasa
dan Sastra Indonesia untuk meningkatkan kemampuan analisis
siswa dalam pembelajaran sastra.
c) Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan
peserta didik untuk memahami sebuah karya sastra lebih kritis.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan analisis isi (content analysis) yang sering kali digunakan
untuk mengkaji pesan-pesan. Metode ini bertujuan untuk mencari makna
kata maupun kalimat serta makna tertentu yang terkandung dalam sebuah
karya sastra. Melalui metode kualitatif dengan pendekatan analisis isi ini
bertujuan untuk mengetahui masalah alur yang terdapat di dalam novel
MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong.
Penulisan ini menekankan pada analisis masalah alur yang
terdapat dalam novel MADA dengan menggunakan pendekatan tekstual,
yaitu mengacu kepada teks yang terdapat di dalam karya tersebut. Penulis
mencoba menguraikan masalah alur yang terdapat di dalam novel.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dan objek penelitian berkaitan dengan tempat memperoleh
data. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah masalah
alur dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah
Wong dan sebagai objek penelitiannya adalah novel MADA, Sebuah
7
Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong terbitan Makkatana, Jakarta,
tahun 2013.
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan
metode simak yang diikuti dengan teknik lanjutan catat, karena datanya
berupa teks. Teknik catat ini dilakukan dengan mencatat beberapa bentuk
yang relevan bagi penelitian.9
Penulis mencari data-data mengenai hal
atau variabel yang sesuai dengan masalah dan tujuan pengkajian sastra,
dalam hal ini analisis masalah alur. Langkah-langkah pengumpulan data,
yakni membaca novel MADA secara cermat dan berulang-ulang. Setelah
itu, dilakukan analisis secara mendalam mengenai masalah alur yang
terdapat dalam novel MADA dengan menganalisis kronologis dan
kelogisan setiap peristiwa yang terdapat di dalam novel dengan disertai
sekuen peristiwa dan tabel alur.
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Observasi teks, yakni dengan cara mengamati data-data yang terdapat
dalam novel MADA.
b. Studi dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data-data berupa
buku penelitian, buku pendidikan, dan buku teori sastra.
4. Teknik Analisis atau Pengolahan Data
Menurut Bogdan, analisis data dalam penelitian kualitatif adalah
proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat
mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang
lain.10
Pada tahap pengolahan data, peneliti menganalisis unsur intrinsik
yang difokuskan pada masalah alur yang terdapat dalam novel MADA.
9 Mahsun, Metode Penelitian Bahasa, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.94. 10
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&H, (Bandung: Alfabeta, 2011),
cet. 14, h.244.
8
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan menggunakan buku panduan dari FITK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 2011/2012, yakni Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi). Penulis membagi dalam empat bab
yang dapat dilihat dalam sistematika penulisan di bawah ini.
Bab I Pendahuluan, terbagi atas; latar belakanng masalah,
identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II Kajian Teori terbagi atas; novel, alur, pembelajaran sastra
di sekolah, dan penelitan relevan.
Bab III Analisis terbagi atas, analisis unsur intrinsik, analisis
masalah alur, dan implikasi terhadap pembelajaran.
Bab IV Penutup terbagi atas; simpulan dan saran.
BAB II LANDASAN
TEORI
A. Novel
1. Pengertian Novel
Novel merupakan sastra yang cukup tua di samping puisi dalam
perjalanan sejarah kesusastraan Indonesia kalau dibandingkan dengan
bentuk-bentuk karya sastra lainnya seperti cerpen, esai atau kritik, dan
drama.1
Kata novel berasal dari bahasa Latin, yakni novellus yang dalam
bahasa Inggris novies yang berarti “baru”. Pengertian “baru” merujuk
pada jenis-jenis sastra lain, seperti puisi, drama, dan lain-lainnya yang
lebih dulu muncul dibandingkan novel.2
Novel adalah jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur, dan
latar rekaan yang menceritakan kehidupan manusia atas dasar sudut
pandang pengarang dan mengandung nilai kehidupan yang diolah dengan
teknik lisan dan ragaan yang menjadi dasar konvensi penulis.3
Novel
adalah gambaran kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman pada
saat novel itu ditulis dan bersifat realistis.4
Novel dianggap sebagai
dokumen atau kasus sejarah, sebagai pengakuan (karena ditulis sengat
meyakinkan), sebagai cerita kejadian sebenarnya, sebagai sejarah hidup
seseorang dan zamannya.5
Novel merupakan salah salah satu genre sastra yang mengangkat
problematika kehidupan yang dialami oleh seorang tokoh dengan teknik
penceritaan mengalir dan penggunaan latar yang ada di dalam cerita oleh
seorang pengarang. Cerita yang ada merupakan perpaduan pengalaman
65-67.
h.180.
1 Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), cet.2, h.
2 Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 2011), h.167. 3
Abdul Rozak Zidan, dkk. Kamus Istilah Sastra, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), cet.3, 4 Rene wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, (Penerjemah: Melani Budianta),
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h.282. 5Ibid, h.276.
9
10
kehidupan yang dialami oleh seorang pengarang dengan proses imajinatif
yang dimiliki pengarang, sehingga novel sarat akan makna yang dapat
bermanfaat bagi kehidupan pembacanya.
Novel merupakan sebuah karya totalitas yang bersifat artistik
yang dihasilkan oleh pengarang. Sebagai sebuah totalitas, novel memiliki
unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain yang berfungsi
membangun cerita. Unsur-unsur yang dimaksud adalah unsur intrinsik
dan ekstrinsik.
Menurut Burhan Nurgiantoro dalam bukunya Teori Pengkajian
Fiksi, novel dibangun oleh unsur instrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik
adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-
unsur inilah yang menyebabkan suatu teks hadir sebagai teks sastra,
unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita.6
a. Tema, yaitu gagasan sentral dalam suatu karya sastra. Dalam novel,
tema merupakan gagasan utama yang dikembangkan dalam sebuah
plot.7
b. Alur, yaitu rentetan peristiwa yang biasanya bersebab-akibat atau
berkaitan secara kronologis. Alur terbagi atas tiga tahap, yaitu tahap
perkenalan, tahap pertikaian, tahap akhir. Pada tahap perkenalan
dilukiskan tempat, waktu, dan tokoh pada tempat dan saat tertentu.
Pada tahap pertikaian dilukiskan munculnya pertikaian yang
berkembang menuju puncak atau klimaks. pertikaian dapat berupa
konflik batin dalam diri sendiri, antartokoh dalam suatu keluarga atau
masyarakat. Pada tahap akhir dilukiskan penyelesaian konflik masalah
yang dihadapi.8
c. Latar, yaitu lingkungan yang meliputi sebuah peristiwa dalam cerita,
semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang
6 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
2005), cet.10, h. 9. 7
Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar, (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2010), h.75. 8
T. Raman Tinambunan, Sastra Lisan Dairi, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, 1996), h.8-9.
11
berlangsung. Latar dapat berwujud dekor atau tempat. Selain itu, latar
juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun),
cuaca, atau satu periode sejarah. Penggunaan latar penting di dalam
cerita untuk membuat pembaca merasa penasaran dengan inti cerita
yang ada di dalam novel.9
d. Tokoh dan penokohan
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
berlakuan dalam berbagai peristiwa di dalam cerita. Selain terdapat
tokoh utama (protagonis), ada jenis-jenis tokoh lain, yang terpenting
adalah tokoh lawan (antagonis), yakni tokoh yang diciptakan untuk
mengimbangi tokoh utama. Tokoh-tokoh lain yang fungsinya hanya
melengkapi disebut tokoh bawahan.10
Sedangkan, penokohan adalah
proses penampilan tokoh dengan pemberian watak, sifat, atau
kebiasaan tokoh dalam pemeran suatu cerita. Watak dan sifat tokoh itu
terlihat dalam lakuan fisik (tindakan dan ujaran) dan lakuan rohani
(renungan atau pikiran).11
e. Sudut pandang
Sudut pandang adalah cara bercerita yang digunakan oleh pengarang
dari titik pandang mana atau siapa cerita itu dikisahkan. Pusat
pengisahan menerangkan “siapa yang bercerita”.12
f. Amanat, yaitu pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada
pembaca baik secara tersurat maupun tersirat yang disampaikan
melalui karyanya.13
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur pengaruh luar dan unsur
lahiriah yang terdapat dalam karya sastra.14
Unsur ekstrinsik berkaitan
35.
9 Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stantion, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.28-
10 Melani Budianta, dkk, Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan
Tinggi, (Magelang: Indonesia Tera, 2003), cet.2, h.86. 11 Abdul Rozak Zaidan, dkk, op cit, h.206. 12
Rahmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya,
(Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008), cet.5, h.75. 13
Abdul Rozak Zaidan, dkk, op cit, h.27.
12
dengan keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap,
keyakinan, dan pandangan hidup. Unsur biografi pengarang akan turut
menentukan corak karya sastra yang dihasilkan. Unsur psikologi
pengarang sangat berpengaruh dari ekonomi, politik, dan sosial.15
Dapat dikatakan, unsur ekstrinsik juga sangat mempengaruhi
jalannya cerita di dalam sebuah novel. Terlebih dalam proses penciptaan
sebuah karya sastra, yakni novel. Seorang pengarang selain memadukan
pengalaman hidupnya dengan proses imajinasinya, juga menuangkan
pemikiran dan pandangan hidupnya.
2. Jenis Novel
a. Novel Populer
Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan
banyak penggemarnya, khususnya pembaca dari kalangan remaja.
Novel jenis ini selalu menampilkan permasalahan yang aktual sesuai
dengan zamannya. Novel populer pada umumnya hanya bersifat
sementara sehingga jenis novel populer biasanya mudah dilupakan
untuk orang terlebih apabila muncul novel-novel baru yang lebih
populer pada masa berikutnya. Contoh novel populer seperti Karmila
dan Badai Pasti Berlalu (Marga T).16
Novel populer memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Bertemakan asmara dengan ceritanya pria tampan dan wanita
cantik dengan kehidupan yang bersuasana mewah;
2) Plot sengaja dibuat lancar dan sederhana;
3) Perwatakan tokoh tidak dikembangkan sehingga terasa dangkal;
4) Menggunakan bahasa yang aktual, lincah, dan gaya cerita yang
sentimental.
h.101.
14 Suparman Natawidjaja, Apresiasi Sastra & Budaya, (Jakarta: PT Intermasa, 1982), cet.2,
15 Burhan Nurgiantoro, op cit, h.9. 16
Ibid, h.19-20.
13
5) Bertujuan untuk menghibur sehingga cerita yang disuguhkan
dengan cara yang mengasyikan dan ringan, namun memiliki
ketegangan, penuh aksi, warna, dan humor.
6) Bersifat komersial dan komunikatif.
Dari ciri-ciri di atas, dapat disimpulkan bahwa novel
populer adalah jenis novel yang bersifat komersial, tidak begitu
mementingan nilai atau mutu karya itu sendiri, tetapi lebih
kepada penjualan novelnya semata karena tema cerita yang
sesuai dengan zamannya yang disuguhkan secara ringan dengan
bahasa yang komunikatif sehingga pembaca seakan larut dalam
alur ceritanya. Bahasa yang ringan dan mudah dipahami menjadi
nilai lebih untuk jenis novel ini karena pembaca tidak
menemukan kesulitan yang berarti ketika membaca jenis novel
ini.
b. Novel Serius
Novel serius adalah novel bermutu sastra atau disebut juga
novel literer. Novel serius menyajikan persoalan-persoalan
kehidupan manusia secara serius. Contohnya, novel Gairah untuk
Hidup dan untuk Mati, Pada Sebuah Kapal, Burung-burung Manyar,
Para Priyayi, Saman, dan Supernova.17
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa novel serius memiliki fungsi sosial, yakni novel
berfungsi untuk membina masyarakat menjadi manusia. Novel serius
cenderung melakukan penggalian dan eksplorasi dalam berbagai
unsur, yakni tema, plot, tokoh, konflik, gaya bahasa, dan lain-lain.
Adapun tema percintaan dan asmara di dalam novel serius hanyalah
sebuah pelengkap. Kisah cinta diungkapkan dengan perspektif yang
berbeda dan baru.
Novel serius memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
17 Burhan Nurgiantoro, op cit, h.23.
14
1) Temanya mengetengahkan persoalan kehidupan manusia yang
universal, seperti persoalan atau kejadian dalam kehidupan
manusia yang serius, berat dan dalam. Kejadian tersebut
dialami, sudah dialami, atau akan dialami manusia kapan saja
dan di mana saja;
2) Penggarapan cerita dikupas secara mendalam. Hal ini
diungkapkan karena kematangan pribadi pengarangnya sebagai
intelektual yang kaya dengan ide-ide, gagasan, dan petuah-
petuah tentang kehidupan;
3) Menuntut aktivitas pembaca secara lebih serius, menuntut
pembaca untuk mengoperasikan daya intelektualnya;
4) Isi cerita penuh dengan inovasi, segar, dan baru;
5) Bahasanya standar dan terpelihara, banyak inovasi, dan gaya
bahasanya menarik;
6) Mementingkan tema, karakteristik, plot, dan unsur-unsur cerita
lainnya dalam membangun cerita.
Dari ciri-ciri tersebut, jelas bahwa novel serius adalah novel
yang mengutamakan mutu dan kualitas dari novel itu sendiri.
pembaca tidak hanya disuguhkan cerita yang hanya sebatas
menghibur saja, tetapi juga dapat memperoleh makna di balik
ceritanya. Pembaca dapat mengambil pesan dari cerita yang ada.
Alur cerita yang bermutu ini tentunya tidak terlepas dari peran
pengarang dalam membuat novel ini yang tidak hanya sekedar
membuat, akan tetapi juga menggabungkan ide, gagasan, dan
pengalaman yang dimiliki sehingga menghasilkan novel yang
berkualitas.
Berdasarkan penggolongan jenis-jenis novel berdasarkan
Burhan Nurgiantoro, menurut asumsi peneliti bahwa novel MADA,
Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong dapat
dikategorikan ke dalam jenis novel serius karena mengangkat tema
yang berkaitan dengan persoalan kehidupan manusia yang universal
15
dan penggarapan cerita yang dikupas secara mendalam dengan
kemasan yang menarik dan dibangun dengan unsur-unsur intrinsik
yang kuat.
B. Alur
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), alur adalah
rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama dan
menggerakkan jalan cerita melalui kerumitan ke arah klimaks dan
penyelesaian untuk mencapai efek tertentu (pautannya dapat diwujudkan oleh
hubungan temporal atau waktu dan oleh hubungan kausal atau sebab-
akibat).18
Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung
secara kausal. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau
menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena
akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Alur merupakan tulang punggung
cerita. berbeda dengan elemen-elemen lain, alur dapat membuktikan dirinya
sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sebuah
cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman
terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas,
dan keberpengaruhannya. Alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan
akhir yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat menciptakan bermacam
kejutan, dan memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan-ketegangan.19
Selain kausalitas, pengarang juga menggambarkan peristiwa secara
pararel dan kemiripan di antara tokoh, situasi, dan peristiwa. Hal ini dicapai
dengan cara sedemikian rupa sehingga novel yang tercipta memiliki
koherensi, sekalipun alurnya tidak tersusun berdasarkan hubungan-hubungan
18 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia “Edisi Keempat”,
(Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama, 2008), h.45. 19
Robert Stanton, op cit, h.28.
16
kronologis dan kausalitas. Sebuah novel dapat pula dibentuk oleh tokoh atau
peristiwa yang serupa.20
Hal ini tentunya berkaitan dengan kreatifitas seorang pengarang dalam
menghasilkan sebuah karya sastra. Seorang pengarang dengan sekreatif
mungkin mengemas setiap peristiwa agar menjadi daya tarik bagi pembaca.
Salah satunya ialah dengan menggunakan alur yang tidak kronologis
bentuknya. Akan tetapi, penggunaan alur yang tidak kronologis dapat
membuat jalan cerita menjadi kabur namun bagaimana pun bentuknya
penggunaan alur dalam sebuah novel oleh seorang pengarang, tetap saja
menjadi salah satu unsur penting dalam membentuk suatu jalan cerita yang
utuh.
Alur yang tersusun secara kronologis ialah urutan peristiwa yang
diceritakan berdasarkan urutan kewaktuan. Tersusun berdasarkan urutan
waktu kapan peristiwa tersebut terjadi. Misalnya hari-hari sebelumnya, pagi
ini pun Yeni bangun pukul 05.00 WIB. Ini merupakan prestasi yang telah
biasa dialaminya dan jarang terlambat. Kesadarannya segera membayangkan
pada berbagai kegiatan rutin yang telah biasa dialaminya. Dimulai dari
menyucikan diri, sembahyang, mandi, sarapan pagi, dan akhirnya berangkat
ke sekolah dengan sepedanya. Di sekolah kegiatan yang tidak kalah
rutinitasnya, siap menunggu. Yeni menjalani semua itu dengan perasaan yang
biasa-biasa saja tanpa perasaan bosan. Ia menjalaninya begitu saja dengan
kawan dan seluruh kegiatannya itu untuk menunggu bel jam pulang. Peristiwa
yang terjadi pada contoh di atas merupakan suatu peristiwa yang terjadi
secara rutin dan telah menjadi kebiasaan. Apa yang terjadi kemudian tidak
disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya. Peristiwa-peristiwa
tersebut muncul secara berurutan berdasarkan keterangan waktu.
Berbeda dengan contoh berikut ini, beberapa orang yang mengajar
pagi di jam pertama sering kali menyindir, bahkan ada yang lebih dari itu,
Nita yang selalu datang terlambat. Jika dihitung dengan waktu,
20 Furfqonul Azis dan Abdul Hasim, op cit, h.69.
17
keterlambatannya berkisar antara 5 sampai 30 menit. Akan tetapi, herannya,
Nita sendiri seperti tidak perduli. Maka tidak jarang dosen yang rajin
mempertimbangkan faktor nonakademis, tetapi penting untuk pembentukan
karakter, akan mempertimbangkan sekali lagi kelulusannya. Hari Senin yang
lalu pun ia terlambat hampir 25 menit. Ternyata hal itu telah diduga oleh sang
dosen yang mengajar di kelasnya jam 07.00 WIB, karena pada malam
harinya, menjelang tengah malam, suatu hal yang lain dari biasanya, sang
dosen yang keluar rumah mencari angin segar, melihat Nita berjalan rapat dan
nyaris menggelendot dengan seorang laki-laki di sebrang jalan. Kejadian
tersebut yang dilakukan oleh orang yang sama bukanlah pemandangan baru
bagi dosen tersebut. Berbeda dengan contoh sebelumnya, contoh di atas
merupakan suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kaitan sebab-akibat.
Artinya, kemunculan peristiwa-peristiwa sebelumnya akan menyebabkan
munculnya peristiwa-peristiwa selanjutnya.
Peristiwa ialah peralihan dari keadaan yang satu ke keadaan yang lain.
Peristiwa dapat bersifat fungsional atau tidak. Peristiwa yang bersifat
fungsional ialah peristiwa yang mempengaruhi perkembangan alur. Selain itu,
terdapat juga peristiwa-peristiwa yang mengaitkan peristiwa-peristiwa
penting. Contohnya, perpindahan dari lingkungan yang satu ke lingkungan
lain, penampilan pelaku baru, adegan-adegan singkat bila tidak terjadi sesuatu
yang penting. Sekalipun peristiwa tersebut terlihat sepele, namun sangat
penting dalam sebuah cerita untuk mengendurkan perhatian pembaca agar
tidak terus-menerus ditegangkan oleh peristiwa-peristiwa yang terdapat di
dalam cerita. Selain itu, banyak peristiwa yang secara tidak langsung
berpengaruh bagi perkembangan sebuah alur, tidak turut menggerakkan jalan
cerita, tetapi mengacu kepada unsur-unsur lain, seperti bagaimana watak
seseorang, bagaimana suasana yang meliputi para pelaku, dan sebagainya.21
Subplot merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa yang menjadi
bagian dari alur utama, namun memiliki ciri khas tersendiri. Satu subplot bisa
21
Jan van Luxemburg, dkk, Pengantar Ilmu Sastra, (Jakarta: PT Gramedia, 1986), cet.2,
h.150-151.
18
memiliki bentuk yang pararel dengan subplot lain. Salah satu bentuk subplot
yang lazim dikenal adalah naratif bingkai. Sesuai dengan namanya, subplot
ini membingkai dan membungkus naratif utama sehingga akan menghasilkan
cerita dalam cerita.22
Dua elemen dasar yang membangun alur adalah konflik dan klimaks.
setiap karya fiksi setidak-tidaknya memiliki konflik internal (yang tampak
jelas) hadir melalui hasrat dua orang karakter atau hasrat seorang karakter
dengan lingkungannya. Konflik-konflik spesifik ini merupakan subordinasi
satu konflik utama yang bersifat eksternal, internal, atau dua-duanya. Konflik
utama selalu bersifat fundamental, membenturkan sifat-sifat dan kekuatan-
kekuatan tertentu, seperti kejujuran dengan kemunafikan, kenaifan dengan
pengalaman, atau individualitas dengan kemauan beradaptasi. Konflik
semacam inilah yang menjadi inti struktur cerita. sebuah cerita mungkin
mengandung lebih dari satu konflik kekuatan, tetapi hanya konflik utamalah
yang dapat merangkum seluruh peristiwa yang terjadi dalam alur. Konflik
utama selalu terikat teramat intim dengan tema cerita.23
Peristiwa-peristiwa pokok yang terdapat di dalam alur ialah situasi
awal, komplikasi dan penyelesaian. Dengan berbagai cara situasi-situasi itu
dapat dikombinasikan dan diulang dalam satu alur. Sedangkan, bagian besar
alur ialah komplikasi. Secara global komplikasi dapat berupa kemajuan dan
kemunduran, sejauh pelaku utama maju atau mundur. Berbagai peristiwa
pada taraf abstraksi yang lebih rendah dapat juga dicirikan sebagai kemajuan
atau kemuduran, perbaikan atau pemburukan. Alur tidak dapat dilepaskan
dari hubungan antara para pelaku yang mengakibatkan atau mengalami
berbagai peristiwa.24
Alur sebuah cerita bagaimanapun tentulah mengandung unsur urutan
waktu, baik dikemukakan secara eksplisit maupun implisit. Oleh karena itu,
dalam sebuah cerita, tentu ada awal kejadian, kejadian berikutnya, dan
22
Robert Stanton, op cit,h.27. 23Robert Stanton, op cit, h.31-32. 24
Jan van Luxemburg, dkk, op cit, h.152-153.
19
barangkali pula ada akhirnya. Namun, alur sebuah karya fiksi sering kali tidak
menyajikan peristiwa secara kronologis dan runtut, melainkan penyajiannya
yang dapat dimulai dan diakhiri dengan kejadian yang mana pun juga tanpa
adanya keharusan untuk memulai dan mengakhiri dengan kejadian awal dan
kejadian akhir. Dengan demikian, tahap awal cerita tidak harus berada di awal
cerita atau di bagian awal teks, melainkan dapat terletak di bagian mana
pun.25
Tahap awal, sebuah cerita pada umumnya berisi sejumlah informasi
penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-
tahap berikutnya, yaitu berupa penunjukkan dan pengenalan latar serta
pengenalan tokoh-tokoh yang terdapat di dalam cerita. Tahap tengah,
menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan
pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan.
Tahap akhir, menampilkan peleraian, menampilkan adegan tertentu sebagai
akibat klimaks. Bagian ini mengisahkan kesudahan cerita atau menyarankan
pada hal bagaimanakah akhir sebuah cerita.26
Tahap-tahap alur yang telah dikemukakan di atas dapat pula
digambarkan dalam bentuk diagram. Diagram struktur yang dimaksud
biasanya didasarkan pada urutan kejadian dan atau konflik secara kronologis.
Sebenarnya lebih menggambarkan struktur alur jenis progresif-konvensional-
teoretis. Misalnya, diagram yang digambarkan oleh Jones seperti ditunjukkan
berikut ini.27
25 Burhan Nurgiantoro, op cit, h.141. 26 Ibid, h.141-146. 27
Ibid, h.150.
20
Klimaks
Inciting Forces +)
*) **) Pemecahan
Awal Tengah Akhir
Keterangan : *) konflik diimunculkan dan semakin ditingkatkan
*) konflik dan ketegangan dikendorkan
+) Inciting forces menyarankan pada hal-hal yang semakin
meningkatkan konflik sehingga akhirnya tercapai klimaks.
C. Pembelajaran Sastra di Sekolah
Horatius seorang penyair besar Romawi (65-8 SM) berpandangan
bahwa karya sastra harus bertujuan dan berfungsi dulce et utile, yakni
menghibur dan bermanfaat. Bermanfaat karena pembaca dapat mengambil
pelajaran yang berharga ketika membaca karya sastra, yang mungkin bisa
menjadi pegangan hidupnya. Mungkin juga karena karya sastra mengisahkan
hal-hal yang tidak terpuji, tetapi pembaca masih bisa menarik pelajaran dari
karya sastra tersebut karena dalam membaca dan menyimak karya sastra,
pembaca dapat mengingat dan sadar untuk tidak berbuat hal yang dialami
oleh tokoh di dalam cerita. Selain itu, sastra harus bisa memberi nikmat
melalui keindahan isi dan gaya bahasanya.28
Hakikat pendidikan ialah membina anak didik ke arah
pertumbuhannya menjadi manusia yang dapat bermasyarakat dengan baik.29
Yus Rusyana mengatakan, untuk kepentingan pendidikan, tujuan pengajaran
sastra merupakan bagian dari tujuan pendidikan secara keseluruhan, karena
28 Partini Sardjono Pratokusumo, Pengkajian Sastra, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2008), h.5-6. 29
Bambang Kaswanti Purwo, Bulir-Bulir Sastra & Bahasa, (Yogyakarta: Kanisius, 1991),
cet.1, h.39.
21
proses belajar dan mengajarkan sastra merupakan bagian dari proses
pendidikan. Tujuan pengajaran menentukan komponen pengajaran lainnya.
Jadi, pengajaran sastra sebagai kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan.30
Tujuan pengajaran sastra merupakan tolak ukur tujuan pendidikan,
karena sebuah penciptaan karya sastra yang sarat akan nilai-nilai kehidupan
dapat memberikan manfaat bagi pembacanya. Selain mengangkat cerita yang
dapat bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari, suatu karya sastra juga sarat
akan nilai-nilai yang menyinggung berbagai sisi dalam kehidupan yang
tentunya dapat bermanfaat dalam proses mendidik siswa dan proses
pembelajaran di sekolah.
Sastra dapat membukakan mata pembaca untuk mengetahui realitas
sosial, politik, dan budaya dalam bingkai moral dan estetika. Melalui karya
sastra para pembaca akan menikmati realitas imajinasi pengarang melalui
tokoh, peristiwa, dan latar yang disajikan. Belajar sejarah tidak harus
membaca buku sejarah. Dengan membaca tokoh, peristiwa, dan latar sastra
yang berlatarkan peristiwa tertentu, pembaca akan diajak berpikir dan
bersentuhan dengan sejarah.31
Karya sastra mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia
pendidikan secara nyata. Kinayati Djoyosuroto mengatakan bahwa sastra
bukan hanya sumber nilai moral ataupun sumber pengetahuan, akan tetapi
sastra dapat mempertajam kesadaran sosial dan religiusitas pembacanya.
Menurut Suminto A Sayuti, terdapat korelasi positif antara pembelajaran
sastra dan pembelajaran bidang studi lain. Pembelajaran sastra dilaksanakan
dengan kreatif, dengan pilihan bahan yang mampu merangsang daya kritis
siswa, serta sastra juga merupakan sarana yang mampu mengantarkan siswa
ke jenjang kedewasaan.32
30
Yus Rusyana, Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan, (Bandung: CV.
Dipenogoro, 1984), h.313. 31
Kinayati Djojosuroto, Analisis Teks Sastra dan Pengajarannya, (Yogyakarta: Pustaka,
2006), h.77-78. 32
Ibid, h.83-84.
22
Pendidikan dapat diterapkan pula melalui sebuah karya sastra. Secara
umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang sastra dalam
kurikulum 2004 yang pertama adalah, peserta didik mampu menikmati dan
memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas
wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
berbahasa. Tujuan yang kedua adalah, peserta didik menghargai dan
membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual
manusia Indonesia. Tujuan itu pula dijabarkan ke dalam kompetensi
mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis sastra. Sebetulnya,
kompetensi yang akan dikembangkan sudah cukup baik. Terkadang, yang
terjadi di lapangan tidak selalu sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Kompetensi ini dijabarkan di dalam buku pembelajaran, isinya masih berkisar
pada pembahasan tema, tokoh, watak, alur, sudut pandang, latar, gaya
bahasa, nilai-nilai, dan amanat pada pembelajaran prosa. Pembelajaran sastra
sebenarnya dapat ditingkatkan lagi dengan pendidikan melalui sastra. Melalui
sastra kita dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dalam hal
keseimbangan antara spiritual, emosional, etika, logika, estetika, dan
kinestika. Pengembangan kecakapan hidup, belajar sepanjang hayat, serta
pendidikan menyeluruh dan kemitraan.33
Suwardi Endraswara memaparkan mengenai pembelajaran sastra yang
mengarah kepada pembelajaran KBK bahwa orientasi pembelajaran sastra
tidak harus bertele-tele dengan banyaknya teori yang disampaikan. Akan
tetapi dapat melakukan action research yang berupa kerjasama guru untuk
merancang pembelajaran sastra yang bernuansa KBK. Selain itu, dalam
pembelajaran sastra peserta didik diperkenalkan untuk mengapresiasi sesuai
dunia remaja. Pertama, peserta didik diajak untuk mencermati hakikat puisi
dengan menyimpulkan sendiri apa itu puisi. Kedua, peserta didik diajak untuk
mengenali imaji, tanggap terhadap lingkungan, dan alam secara estetis.
Ketiga, peserta didik selalu dimotivasi untuk terus mencoba dan berlatih.
33 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), h.170-171.
23
Keempat, peserta didik diajak untuk belajar seni merangkai kata, bercerita
lewat puisi. Melalui langkah demikian, pembelajaran sastra memiliki
kegunaan spiritual, khususnya untuk keseimbangan emosi. Pembelajaran
puisi akan menjadi wahana menghaluskan rasa humanis.34
Apresiasi berkaitan dengan penghargaan dan penilaian. Langkah dasar
untuk mengapreasiasi karya sastra adalah dengan membaca. Selain itu,
pembaca harus melakukan serangkaian kegiatan, yakni penafsiran, analisis,
dan penilaian untuk dapat mengapresiasi sebuah karya sastra.35
Berdasarkan hal yang telah dikemukakan di atas, terdapat relevansi
antara sastra dengan pendidikan, yakni berkaitan dengan kegiatan
mengapreasiasi sebuah karya sastra. Peserta didik melakukan serangkaian
kegiatan yang berkaitan untuk mengenal sebuah karya sastra hingga akhirnya
dapat memahami secara mendalam sebuah karya sastra.
Peserta didik diajak untuk langsung membaca, memahami,
menganalisis, dan menikmati karya sastra secara langsung. Dengan
pendidikan sastra, peserta didik tidak hanya diajak untuk memahami dan
menganalisis berdasarkan bukti nyata yang ada di dalam karya sastra dan
kenyataan yang ada di luar sastra, tetapi juga diajak untuk mengembangkan
sikap positif terhadap karya sastra. Pendidikan semacam ini akan
mengembangkan kemampuan berpikir, sikap, dan keterampilan peserta
didik.36
Berdasarkan hal yang telah dijabarkan di atas, dapat disimpulkan
bahwa sastra dan pendidikan memiliki keterkaitan yang sangat erat. Sastra
bukan hanya sebuah bahan bacaan, akan tetapi proses peciptaan karya sastra
juga berfungsi untuk menghibur dan memberikan manfaat bagi pembacanya,
yakni melalui nilai-nilai positif yang ada di dalam cerita dan melalui peristiwa
yang dialami oleh tokoh di dalam cerita. Terlebih, tujuan pengajaran sastra
34
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan
Aplikasi, (Jakarta: CAPS, 2013), h.193. 35
Heru Kurniawan, Sastra Anak: dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi, Semiotika,
hingga Penulisan Kreatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), cet.2, h.7-13. 36
Wahyudi Siswanto, op cit, h.168-169.
24
yang merupakan tolak ukur tujuan pendidikan dapat bermanfaat bagi proses
pembelajaran dan mendidik siswa di sekolah. Dengan pendidikan sastra,
peserta didik tidak hanya diajak untuk memahami dan menganalisis
berdasarkan bukti nyata yang ada di dalam karya sastra dan kenyataan yang
ada di luar sastra, tetapi juga diajak untuk mengembangkan sikap postif
terhadap karya sastra. Pendidikan sastra mampu mengembangkan
kemampuan berpikir, sikap, dan keterampilan peserta didik. Sastra juga
bukan hanya sumber nilai moral ataupun sumber pengetahuan, akan tetapi
sastra dapat mempertajam kesadaran sosial dan religiusitas pembacanya.
Banyak jenis karya sastra yang dapat diapresiasi oleh peserta didik
untuk pembelajaran di sekolah, salah satunya adalah novel. Novel yang dapat
dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran sastra adalah novel MADA, Sebuah
Nama yang Terbalik, karena novel ini mengangkat cerita yang sesuai dengan
dunia remaja dan memiliki unsur-unsur pembangun yang menarik untuk
dianalisis oleh peserta didik di sekolah.
D. Penelitian Relevan
Berdasarkan penelusuran penulis pada koleksi skripsi di Perpustakaan
Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta bahwa penelitian
terhadap Novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong
belum pernah ada yang meneliti. Akan tetapi, penelitian yang berkaitan
dengan analisis alur pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya adalah
sebagai berikut.
1) Ahmad Darmawan, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Maritim Raja Ali Haji, tahun 2013. Mengangkat skripsi dengan
judul “Analisis Karakter Tokoh dan Alur dalam Novel
Pengembaraan Hang Jebat Pencarian Meretas Zaman Karya
Ashadi Zain & Moh Dat Molok”. Hasil dari penelitian ini adalah
beberapa tokoh dalam novel Pengembaraan Hang Jebat Pencarian
Meretas Zaman Karya Ashadi Zain dan Moh Dat Molok, yaitu: 1)
25
Hang Jebat memiliki watak teguh berpendirian, pemarah, adil,
penyayang, jujur, pemberani, tegas, semangat juang, tidak
sombong, penolong, bijak, terpercaya, berterima kasih, religius,
dan penasaran. 2) Hang Tuah memiliki watak taat kepada raja. 3)
Hang Lekir memiliki watak pemarah. 4) Hang Katsuri memiliki
watak pemarah. 5) Sultan Malaka memiliki watak sombong dan
kejam. 6) Kerma Wijaya memiliki watak kejam. 7) Puteri Laila
memiliki watak sakti. 8) Adinda Sultan Salahuddin memiliki watak
penyayang dan religius. 9) Sultan Salahuddin memiliki watak
bimbang dan religius. Terdapat 20 tokoh protagonis dan 6 tokoh
antagonis di dalam novel Pengembaraan Hang Jebat Pencarian
Meretas Zaman. Alur yang terdapat dalam novel Pengembaraan
Hang Jebat Pencarian Meretas Zaman karya Ashadi Zain dan Moh
Dat Molok adalah alur progresif. Alur maju terdapat 18 alur yang
menceritakan perjalanan pengembaraan Hang Jebat dari awal ia
berguru hingga ia ditugaskan Sang Persata Nala gurunya
mengembara dari zaman ke zaman untuk menumpas kebatilan dan
menegakan keadilan. Alur mundur terdapat 24 alur yang
menceritakan perjalanan Hang Jebat menembus lorong waktu yang
ditugaskan oleh Sang Persata Nala gurunya dari zaman Sultan
Hasanuddin sampai ke zaman negeri Malaka. Alur campuran
terdapat 26 alur yang menceritakan perjalanan Hang Jebat dari
zaman ke zaman kelantan, zaman kerajaan Sultan Hasanuddin,
hingga ia kembali ke zaman Malaka.37
2) Bunga Pramita, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2013. Mengangkat skripsi
dengan judul “Analisis Plot (Hubungan Kausalitas) Novel Lalita
37
Skripsi Ahmad Darmawan, Analisis Karakter Tokoh dan Alur dalam Novel
Pengembaraan Hang Jebat Pencarian Meretas Zaman Karya Ashadi Zain & Moh Dat Molok,
Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjung Pinang, 2013.
26
Karya Ayu Utami dan Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra di
Sekolah”. Hasil dari penelitian ini adalah analisis objektif terhadap
novel Lalita menjelaskan makna pokok atau gagasan dasar yang
terkandung dalam keseluruhan novel Lalita, yaitu proses
menemukan kesadaran sejati. Berdasarkan urutan waktu kejadian,
peristiwa yang ditampilkan novel Lalita menggunakan teknik
pengembangan plot yang bersifat progresif. Jika dianalisis
berdasarkan kriteria jumlah, plot Lalita menggunakan teknik cerita
berbingkai. Analisis tokoh dalam kajian ini ditentukan berdasarkan
perannya dalam pengembangan plot. Oleh karena itu, dapat
ditentukan tokoh utama novel ini adalah Lalita. Dalam
menggambarkan tokoh-tokohnya, pengarang menggunakan metode
analitik, yakni penggambaran tokoh dengan memaparkan secara
langsung sifat-sifat lahir (fisik) dan batik (perasan, hasrat, pikiran)
kepada pembaca. Pendeskripsian latar dalam novel ini merupakan
jenis latar tipikal karena disertai deskripsi sifat khas tertentu yang
menonjol pada sebuah latar baik yang menyangkut unsur tempat,
waktu, maupun sosial. Penggunaan beberapa jenis gaya bahasa di
antaranya majas metafora, pleonasme, dan polisendenton.
Penggunaan sudut pandang orang ketiga mahatahu memberi
kemudahan kepada pembaca untuk memahami detail cerita. dengan
teknik ini, pembaca seolah diajak untuk terlibat langsung dan
merasakan kedekatan emosional dengan cerita. Dengan demikian,
kesimpulan akhir yang diperoleh bahwa novel Lalita mempunyai
struktur bangunan yang kokoh bila dilihat dari unsur-unsur
pembangun yang saling menguatkan satu sama lain. Analisis
hubungan kausalitas akan membawa kita pada kaidah
pengembangan plot yang mencakup unsur plausabilitas, suspense,
surprise, dan unity. Berdasarkan hasil analisis hubungan kausalitas,
persepsi awal penulis bahwa novel ini bertema spiritual dan saint
terbantahkan, sebab ditemukan keterkaitan antarsequen yang
27
menunjukkan hubungan antar peristiwa dengan makna yang ingin
disampaikan pengarang, yakni tentang pencapaian “kesadaran
sejati” tersebut. Implikasi analisis plot (hubungan kausalitas)
terhadap pembelajaran sastra adalah melatih peserta didik untuk
berpikir logis dan memperoleh pengetahuan baru bahwa unsur yang
terkandung dalam sebuah plot bukan hanya terdapat hubungan
temporal atau kronologis, seperti pengetahuan mereka pada
umumnya yang hanya mengenal urutan waktu dalam kegiatan
analisis plot, tetapi terdapat juga unsur lain, yaitu hubungan
kausalitas atau sebab akibat yang diciptakan kelogisan dalam setiap
kemunculan peristiwa.38
3) Fahmi Nur Muzaqi, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2014. Mengangkat skripsi
dengan judul “Analisis Alur Novel Orb Karya Galang Lufityanto
suatu Tinjauan Semiotik Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia di SMA”. Hasil dari penelitian ini adalah
tahapan alur yang digunakan pengarang dimulai dari eksposisi –
penurunan – konflik – eksposisi – konflik – eksposisi – klimaks-
eksposisi – konflik – klimaks – peleraian – penyelesaian – konflik.
Beberapa keunikan alur novel Orb, yaitu 1) Orb karya Galang
Lufityanto digambarkan seperti gelombang. Pengarang sering kali
memasukkan tahap eksposisi di tengah-tengah konflik. 2) Terdapat
dua klimaks dalam novel ini. 3) Tahap penyelesaian alur dalam
novel ini tidak dijadikan akhir sebuah cerita dalam novel melainkan
diletakkan menjelang berakhirnya cerita. Implikasi penelitian ini
terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas, yakni
analisis alur novel Orb karya Galang Lufityanto bisa dijadikan
sebagai salah satu media dalam melaksanakan pembelajaran
38
Bunga Pramita, Analisis Plot (Hubungan Kausalitas) Novel Lalita Karya Ayu Utami dan
Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra di Sekolah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.
28
Bahasa Indonesia pada kelas X di materi teks prosedur kompleks.
Guru dapat menjadikan novel ini sebagai bahan diskusi siswa
dengan referensi yang berbobot. Melalui proses penelaahan unsur
intrinsik ini siswa dapat mengambil nilai-nilai penting melalui
prosesnya seperti menghargai perbedaan argumen masing-masing
siswa dan juga membuat siswa lebih kritis dalam membaca novel.39
39 Fahmi Nur Muzaqi, Analisis Alur Novel Orb Karya Galang Lufityanto suatu Tinjauan
Semiotik Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA, Universitas UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
BAB III
PEMBAHASAN
Sebuah karya fiksi merupakan bentuk atau hasil imajinasi seorang
pengarang yang direalisasikan melalui bentuk nyata, yakni berupa sebuah karya.
Sebuah karya sastra yang dibangun dengan unsur-unsur yang memiliki keterkaitan
satu dengan yang lainnya merupakan unsur yang dapat membangun karya
tersebut. Unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra tersebut adalah unsur
intrinsik dan unsur ekstrinsik.
A. Unsur Intrinsik
Berikut akan disajikan analisis struktural yang dibatasi hanya unsur
tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, bahasa, sudut pandang, dan amanat
dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong.
1. Tema
Tema adalah gagasan (makna) dasar umum yang menopang sebuah
karya sastra sebagai struktur semantis dan bersifat abstrak yang secara
berulang dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya dilakukan secara
tidak langsung atau implisit.1
Tema yang terdapat dalam novel MADA ialah mengenai petualangan
Mada dan kawan-kawannya untuk mencari Buku Gunadarma yang
merupakan petualangan untuk mencari jati diri mereka sesungguhnya.
“Nia apakah kamu tidak pernah bertanya kepada ayahmu,
Tentang kelanjutan cerita itu?”
“Sudah, tapi ayahku juga tidak tahu akhir cerita gunadarma. Tapi kalo tidak salah, ayahku pernah bilang,
Di Desa Jumeneng tersimpan buku Gunadarma,” jawab Nia
“Oh ya? Semua kembali berbinar ceria.
“di manakah desa itu, Nia?”
“Entahlah, mungkin tersimpan di sebuah Taman Bacaan,
Pasti, nanti aku tanyakan kepada ayahku,” jawab Nia
Kini giliran Angelica yang mengajukan rencana
“Bagaimana kalau kita ramai-ramai mencarinya?”
Semua menatap wajah Angelica dengan penuh tanda tanya
1
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
2005), cet.10, h. 9.
28
29
Tapi entah kenapa, seakan kami punya jawaban yang sama.
“Ya, setuju. Kita semua harus mencarinya, bersama.”2
Awal kisah novel MADA adalah ketika Mada dan kawan-kawannya
mendengarkan cerita mengenai Gunadarma yang disampaikan oleh ibu
guru Aminah Mukhlas ketika pelajaran berlangsung di dalam kelas.
Gunadarma adalah seorang anak laki-laki yang baik hati. Ia suka
menolong orang lain tanpa pamrih. Gunadarma adalah seorang anak yatim
yang pada akhirnya hidup sebatang kara karena ditinggalkan oleh orang-
orang yang ia cintai. Akan tetapi, ia selalu sabar dan tabah dalam
menghadapi kehidupannya. Gunadarma adalah seorang pembelajar yang
pemberani dan tangguh.
Melalui cerita Gunadarma yang disampaikan oleh ibu guru Aminah
Mukhlas tersebut, anak-anak merasa kagum terhadap sosok Gunadarma.
Mereka ingin menjadi seperti Gunadarma. Hal tersebut yang menjadi
alasan Mada dan kawan-kawannya untuk melakukan petualangan mencari
Buku Gunadarma.
“Nia, apakah kamu tidak pernah bertanya kepada ayahmu,
Tentang kelanjutan cerita itu?”
“Sudah, tapi ayahku juga tidak tahu akhir cerita Gunadarma.
Tapi kalau tidak salah, ayahku pernah bilang, Di Desa Jumeneng tersimpan buku Gunadarma,” jawab Nia
...Kini giliran Angelica yang mengajukan rencana
“Bagaimana kalau kita ramai-ramai mencarinya?!”
Semua menatap wajah Angelica dengan penuh tanda tanya Tapi entah kenapa, seakan kami punya jawaban yang sama.
“Ya, setuju. Kita semua harus mencarinya, bersama.”3
Setelah kesepakatan yang telah diambil bersama, Mada dan
kawan-kawannya sepakat untuk melakukan petualangan mencari Buku
Gunadarma ke sebuah Taman Bacaan yang terletak di Desa Jumeneng.
Sebuah petualangan yang melewati berbagai macam rintangan yang
106.
2 Abdullah Wong, MADA, Sebuah Nama Yang Terbalik, (Jakarta: Makkatana, 2013), h.105-
3
Ibid, h.105-106.
30
pada kenyataannya Buku Gunadarma yang mereka cari tidak pernah
ada.
“Ternyata, semua petualangan adalah rangkaian dari pesan-
Pesan
Pesan yang sejatinya telah dihamparkan Tuhan
Segala pesan itu begitu luas tak bisa dibayangkan
Kecuali dengan kerendahan hati untuk mau belajar dengan
Penuh kesabaran.”4
Kutipan tersebut merupakan akhir dari kisah petualangan Mada
dan kawan-kawannya dalam mencari Buku Gunadarma. Kisah
Gunadarma yang diceritakan oleh ibu guru Aminah Mukhlas ternyata
merupakan cerita yang sering ia dengar dari ayahnya semasa ia kecil.
Tokoh Gunadarma itu sendiri pada hakikatnya sudah tercermin dalam
diri Mada dan kawan-kawannya yang memiliki keberanian dalam
melakukan petualangan untuk mencari Buku Gunadarma yang
menghadapi berbagai macam rintangan.
2. Tokoh dan Penokohan
Istilah tokoh merujuk kepada pelaku cerita. Sedangkan,
penokohan sering disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan.5
Tokoh dapat dikatakan orang yang berperan dalam cerita dan
penokohan adalah karakter yang berkaitan dengan sikap, sifat, dan
kepribadian yang dimiliki oleh tokoh tersebut.
Penokohan dalam novel MADA didasarkan dalam bentuk metode
analitis (metode ekspositori). Metode analitis adalah pelukisan tokoh
cerita yang dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau
penjelasan secara langsung. Pengarang menghadirkan tokoh ke hadapan
pembaca dengan cara tidak berbelit-belit, melainkan menyampaikan
secara langsung mengenai sifat, sikap, watak, tingkah laku, atau bahkan
4Abdullah Wong, op cit, h.219. 5
Burhan Nurgiantoro, op cit, h.247.
31
ciri fisikya.6
Berikut penjabaran mengenai tokoh dan penokohan yang
terdapat dalam novel MADA.
a. Mada
Mada bernama lengkap Ahmad Mustofa. Mada merupakan
tokoh utama dalam novel. Penggunaan nama Mada sebagai tokoh
utama memiliki keterkaitan dengan judul novel. Nama Mada yang
apabila dibaca terbalik menjadi Adam. Adam merupakan seorang
nabi yang melanggar larangan dengan memakan buah Khuldi
hingga akhirnya ia diusir dari surga dan menjadi manusia pertama
yang ada di bumi. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan nama
Mada sebagai judul novel memiliki keterkaitan yang menjelaskan
bahwa secara keseluruhan novel ini menceritakan petualangan dan
kisah hidup seorang anak Adam bernama Mada untuk mencari
Buku Gunadarma sebagai petualangan untuk menemukan jati
dirinya sendiri melalui rintangan-rintangan yang dihadapi.
Mada digambarkan sebagai seorang anak yang nakal, usil,
congkak, dan penuh ambisi.
“Mada ingat benar bagaimana dirinya ketika masih kecil
Ia dikenal orang sebagai anak nakal dan usil
Bahkan seringkali congkak, penuh ambisi dan degil”.7
Kutipan tersebut secara langsung melukiskan penokohan
Mada. Penokohan yang dimiliki Mada semasa kecil menjadi dasar
terbentuknya kepribadian Mada hingga dewasa. Penggambaran
sikap usil Mada semasa kecil membentuk Mada sebagai seorang
anak yang mudah bergaul hingga memiliki banyak teman dan
digemari oleh teman-temannya. Sikap Mada yang nakal dan penuh
ambisi membuatnya menjadi sosok yang tidak memiliki rasa takut
terhadap segala macam rintangan. Hal ini yang membuatnya
6 Abdullah Wong, op cit, h.279-280. 7
Ibid, h.13.
32
dianggap sebagai seorang pemimpin dalam melakukan petualangan
mencari Buku Gunadarma.
“Mada selaku pemimpin rapat menerangkan
Saat melakukan aktifitas di luar ruangan,
Tubuh kita bekerja tidak seperti biasa
Terik matahari menguras cairan tubuh,
Membuat badan seperti kuntum bunga layu
Maka, tubuh kita membutuhkan siraman air yang sejuk
Supaya segar selalu.”8
Walaupun Mada digambarkan sebagai seorang anak yang
nakal dan usil, akan tetapi, ia adalah seorang anak yang mandiri
dan dewasa. Ia juga merupakan seorang anak yang berbakti kepada
orang tua. Ia tidak pernah melawan kepada orang tua, bahkan ia
selalu membantu pekerjaan orang tuanya.
“Mungkin bagi sebagian orang, Mada adalah anak manja
Namun sesungguhnya Mada mandiri dan dewasa”.9
Sikap mandiri dan dewasa yang dimiliki Mada terbentuk
melalui lingkungan keluarganya. Mada memiliki sosok ayah yang
tegas dan bijaksana dan seorang ibu yang baik dan berhati lembut.
Ayahnya yang tegas dan bijaksana mendidik Mada agar menjadi
seorang anak yang mandiri dan dewasa. Selain itu, sikap mandiri
dan dewasa yang dimiliki oleh Mada merupakan alasan kuat yang
melatarbelakangi Mada dijadikan sebagai seorang pemimpin dalam
petualangan mencari Buku Gunadarma. Mada dianggap lebih
dewasa dibandingkan teman-temannya yang lain dan memiliki
ambisi yang tinggi untuk mencari buku Gunadarma. Sikap dewasa
Mada ditunjukan ketika ia mengambil keputusan selama
petualangan mencari Buku Gunadarma berlangsung. Ia mampu
mengambil keputusan dengan bijaksana yang menunjukan dirinya
memiliki pemikiran yang dewasa.
8 Abdullah Wong, op cit, h.160. 9
Ibid, h.17.
33
“Bagaimana, Mada?” Affwah bertanya.
“Baiklah. Lebih baik Ihsan dan Diwan pulang saja dulu...”
“Mada dan kawan-kawan lain meyakinkan Ihsan
Agar dirinya tidak kecewa karena tidak berhasil melanjutkan
Perjalanan
Diwan dan Ihsan melambaikan tangan.”10
Mada digambarkan sebagai seorang anak yang berbakti
kepada orang tua. Ia tidak pernah melawan kepada orang tua.
Bahkan, ia sering membantu pekerjaan orang tuanya.
“Kawan-kawan, maafkan aku.” Mada kembali bicara
“Kalian tetap teruskan pencarian buku Gunadarma
Tapi aku sama sekali tidak bisa ikut bersama
Aku harus membantu ayahku bekerja
Apalagi adikku masih kecil, aku harus membantu ibuku
menjaganya.”11
Latar belakang keluarga Mada yang memiliki seorang ibu
berhati baik dan lembut menjadi alasan kuat yang melatarbelakangi
terbentuknya sikap Mada yang berbakti kepada orang tua.
Penggambaran Mada yang memiliki sikap nakal dan usil tetapi ia
adalah anak yang berbakti kepada orang tua memperbaiki pola
pikir yang berkembang di masyarakat saat ini, bahwa anak yang
terlihat nakal dan usil sering kali melawan kepada orang tua. Akan
tetapi, dalam novel ini pengarang justru mengambarkan Mada
sebagai anak yang berbakti kepada orang tua meski ia nakal dan
usil.
b. Hakim
Hakim adalah tokoh yang berperan sebagai ayah Mada.
Hakim digambarkan sebagai seorang ayah yang tegas dan
bijaksana. Selain itu, Hakim juga dekat dengan anaknya. Dalam
bahasa Arab, Hakim bermakna bijaksana. Hal tersebut menjelaskan
bahwa penggunaan nama Hakim menggambarkan penokohan
10 Abdullah Wong, op cit, h.186-187. 11
Ibid, h.121.
34
Hakim yang terdapat di dalam novel, yakni seorang yang tegas dan
bijaksana.
“Sungguh beruntung seorang Mada
Punya ayah yang tegas bijaksana
Hakim, namanya
Bekerja sebagai seniman yang menulis lagu-lagu cinta
Bernyanyi di atas panggung penuh lampu aneka warna
Disambut riuh dan sorak para penggemarnya.”12
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Hakim bekerja sebagai
seorang seniman yang gemar menulis lagu. Ia juga menyanyikan
lagu-lagu ciptaannya dari satu panggung ke panggung lainnya
dengan penggemar setia yang selalu menyaksikan
pertunjukkannya.
Sikap tegas dan bijaksana Hakim ditunjukan saat ia mendidik
anak-anaknya dan ditunjukan dari sosoknya sebagai seorang Ayah
dan kepala keluarga.
“Mada, nanti kalau kalau sudah makan siang, jangan lupa
temui
ayah.”
Mada mengangguk. Mada merasakan ada sesuatu yang ingin
disampaikan ayah...”
“Mada, ayah mau tanya. Kenapa kamu baru pulang sekolah?”
“Apakah ayah marah?”
“Ayah tidak marah. Ayah hanya bertanya, kenapa kamu baru
pulang sekolah,”
“Ayah, tadi Mada bersama kawan-kawan ada latihan sepak bola di sekolah.”
“Apakah Mada tidak mau jadi anak yang berani?”
“Mada, anak berani selalu jujur dan pantang bohong,
Apalagi berbohong pada orang tua sendiri...”
“Mada, kamu sudah cerita jujur dan benar
Ibu dan ayah bangga karena Mada memang anak pintar
Anak pintar tak pernah gentar untuk berkata benar.”13
12 Abdullah Wong, op cit, h.13. 13
Ibid, h.41-43.
35
Akan tetapi, walaupun Hakim digambarkan sebagai sosok
yang tegas, Hakim senang bercanda dan mengajak main anak-
anaknya.
“Mada begitu dekat dengan Hakim, ayahnya Seringkali
Hakim mengajak bermain dan bercanda Membuat Mada
senantiasa rindu untuk selalu bersama.”14
Kutipan tersebut jelas menggambarkan Hakim sebagai sosok
ayah yang tegas dan bijaksana. Ia tegas mendidik Mada agar Mada
menjadi anak yang jujur dan tidak berbohong kepada orang tua.
Hakim tidak marah ketika mendengar Mada berbohong, tetapi ia
bersikap tegas dengan memberikan nasihat kepada Mada untuk
tidak berbohong dan bersikap bijaksana dengan melihat sisi positif
dari masalah yang ada, yakni memuji kejujuran Mada. Selain itu,
seorang ayah juga harus memiliki kedekatan emosional yang baik
dengan anak. Kedekatan emosional yang terjalin antara seorang
ayah dan anak mampu menciptakan hubungan dan komunikasi
yang baik.
c. Sophia
Sophia merupakan tokoh yang berperan sebagai ibu Mada.
Sophia digambarkan sebagai seorang ibu yang cantik, baik hati,
dan lembut. Dalam bahasa Yunani, Sophia berarti kebijaksanaan,
kepandaian, atau pengertian yang mendalam. Berdasarkan arti kata
tersebut, penggunaan nama Sophia menggambarkan karakter tokoh
Sophia di dalam novel ini yang memiliki sikap kebijaksanaan,
kepandaian, dan pengertian yang mendalam terhadap keluarganya
sebagai seorang ibu.
“Sementara ibu Mada,
Bagaikan bidadari yang turun dari nirwana
Sophia, namanya
Berparas jelita penuh pesona.”15
14 Abdullah Wong, op cit, h.17.
36
Berdasarkan kutipan tersebut, digambarkan mengenai fisik
Sophia yang memiliki wajah yang cantik dan seorang ibu yang
pintar memasak dan selalu berdoa.
“Ia tak akan pernah menjelaskan hakikat dari yang diberi
nama
Ibu Mada memang ahli memasak, dan Mada tak pernah
bosan untuk selalu memujinya.”16
Penggambaran Sophia yang cantik, pintar memasak dan
selalu berdoa menunjukkan bahwa Sophia memiliki hati yang
lembut. Ia selalu melalukan segala pekerjaan dengan penuh cinta
dan kelembutan. Sosok Sophia yang berhati baik dan lembut
menjadi alasan kuat yang melatarbelakangi terbentuknya sikap
Mada yang tidak melawan kepada orang tua karena Mada dididik
dengan penuh kasih sayang dan kelembutan.
d. Rindu
Rindu adalah adik Mada. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), Rindu berarti sangat ingin dan berharap benar
terhadap sesuatu.17
Berdasarkan arti kata tersebut memiliki
keterkaitan dengan penokohan Rindu yang terdapat di dalam novel
ini. Rindu digambarkan sebagai seorang anak yang memiliki
keingintahuan yang besar terhadap sesuatu hal. Hal ini dapat dilihat
melalui kutipan di bawah ini.
“Apa yang sedang kamu warnai, Rindu?”
“Kakak, ini namanya sepatu.”
Mada masih menemani Rindu...
“Rindu, apakah kamu mau dengar cerita tentang sepatu?”
“Ya, Rindu mau. Tapi Rindu masih mewarnai sepatu.”
Mada hanya tersenyum mendengar jawaban Rindu...”18
15 Abdullah Wong, op cit, h.13. 16 Ibid, h.34. 17
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia “Edisi Keempat”,
(Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama, 2008), h.1175. 18
Abdullah Wong, op cit, h.131.
37
Berdasarkan kutipan tersebut, digambarkan sosok Rindu yang
ingin mendengarkan cerita mengenai Kisah Sepatu. Akan tetapi, ia
juga memiliki keinginan untuk menyelesaikan pekerjaannya
mewarnai sepatu.
e. Aminah Mukhlas
Aminah Mukhlas adalah seorang guru yang mengajar di
sekolah Mada. Aminah adalah seorang guru yang memiliki sikap
keibuan. Aminah begitu perhatian dan memiliki rasa kepedulian
yang besar kepada murid-muridnya.
“Ibu guru mengusap kepala Arya
Sepertinya ibu guru lebih paham dari mereka
Ibu guru berbisik lembut pada Arya
Sementara mereka hanya bisa menduga.”
“Arya jadilah anak hebat.
Anak hebat pasti melewati banyak rintangan.
Kalau Arya tabah dan sabar,
Pasti segalanya dimudahkan Tuhan.”19
Berdasarkan kutipan tersebut, Aminah digambarkan sebagai
seorang guru yang lembut dan keibuan. Penokohan Aminah ini
memiliki keterkaitan dengan penggunaan nama Aminah yang
merupakan nama ibu dari Nabi Muhammad saw. Hal tersebut
tentunya berkaitan karena ibu dari Nabi Muhammad saw
merupakan seorang ibu yang keibuan dan lemah lembut, dan hal
tersebut tercermin pada sosok Aminah di dalam novel ini. Aminah
yang bermakna dapat dipercaya dalam bahasa Arab,
menggambarkan penokohan Aminah yang mendapatkan
kepercayaan oleh murid-murid di kelas dan menyayanginya seperti
ibu kandung sendiri. Hal ini terbukti dari kutipan di atas, bahwa
Arya percaya untuk menceritakan masalah keluarganya kepada
Aminah.
19
Abdullah Wong, op cit, h.58-59.
38
Berdasarkan hal tersebut, secara jelas terlihat sikap keibuan,
perhatian, dan kepeduliaan Aminah terhadap murid-muridnya.
Aminah digambarkan sebagai seorang guru yang mempunyai
pengaruh besar dalam mendidik dan mengajar. Ia selalu
menyampaikan pesan bagi murid-muridnya untuk menjadi anak
yang hebat dan pembelajar yang sejati. Aminah mengajar dengan
metode pembelajaran yang merangsang keaktifan siswa di dalam
kelas.
“Anak-anakku, hari ini kita akan belajar tentang matahari,
Apakah di antara kalian ada yang tahu tentang matahari...?”
“Luar biasa, jawaban kalian sangat hebat!”
Apakah ada yang mau menambahkan tentang matahari...?”
“Baiklah, anak-anak, apa yang bisa kita petik dari keberadaan
Matahari?
Masing-masing dari mereka menjawab,”20
Selain itu, Aminah juga memanfaatkan alam sebagai tempat
untuk belajar dan mengajar, sehingga siswa tidak merasa bosan
karena belajar di dalam ruangan secara terus-menerus.
“Kami semua keluar dengan girang
Affwah dan Angelica mengajak ia dengan tenang
Sementara Diwan dan Ihsan asyik jalan melenggang
Sedangkan Mada dan Arya jalan santai di belakang
Mereka semua duduk-duduk di bawah pohon cherry
Dengan wajah berseri-seri kami bercanda
Sambil menunggu ibu guru datang kemari
Sesekali kami tertawa, lalu diam kembali”.21
Berdasarkan kutipan tersebut, jelas tergambar penokohan
Aminah Mukhlas sebagai sosok guru yang mempunyai pengaruh
besar dalam mendidik dan mengajar murid-muridnya.
20 Abdullah Wong, op cit, h.88-89. 21
Ibid, h.88.
39
f. Aghnia Cahaya
Aghnia Cahaya atau yang dipanggil Nia adalah sahabat Mada. Nia
adalah siswa baru di sekolah Mada. Nia digambarkan seperti seorang
putri bak permainsuri.
“Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru,
Dia akan menjadi salah satu temanmu.
Nanti kalian mengenalkan diri satu per satu,
Setelah temanmu ini mengenalkan diri padamu.”
Masing-masing dari mereka menatap wajahnya
Seorang perempuan cantik, anggun, bersahaja
Kulit putih, rambut panjang, mata lebar mempesona
Mereka masih menunggu ia memperkenalkan dirinya.”22
Kata Aghnia berasal dari bahasa Arab, yakni Ghaniyyun yang
berarti orang kaya. Kaya bukan hanya dalam arti memiliki banyak
harta, akan tetap juga kaya akan ilmu pengetahuan, amal, teman, dan
pengalaman. Arti kata tersebut memiliki keterkaitan dengan penokohan
Nia di dalam novel ini. Nia digambarkan sebagai anak orang kaya dari
seorang konsultan musik dan produser ternama. Selain itu, Nia juga
digambarkan sebagai sosok yang pintar di dalam kelas.
“Apakah ada yang bisa membedakan cahaya dan matahari?”
Nia, siswa baru itu, menjawab dengan bangga
“Cahaya tidak mungkin bisa dipisahkan dari sumber cahaya...
“Luar biasa, jawaban Nia sangat memuaskan!”
Jawaban Nia membuat Mada dan kawan-kawannya terkesan...”23
Nia juga memiliki pengetahuan yang luas. Hal ini digambarkan
ketika Nia sudah lebih dulu mengetahui mengenai Kisah Dewa
Matahari dan Kisah Gunadarma dibandingkan dengan teman-temannya.
Arya bertanya kepada Nia,
“Nia, kamu sudah pernah mendengar cerita Gunadarma?”
“Gunadarma? Cerita apakah itu?...”
Arya tersenyum dan merasa menang.
“Aha! Sayang sekali kamu belum pernah mendengar cerita
Gunadarma. Padahal cerita Gunadarma adalah cerita hebat
Yang pernah aku dengar.”
22 Abdullah Wong, op cit, h.87. 23
Ibid, h.89.
40
Arya kali ini senang karena menang,
Mada dan Arya tertawa kecil melihat kekalahan Nia
“...Iya maafkan saya. Saya memang tidak tahu Gunadarma.
Yang aku tahu,
Hanya cerita Mbah Linglung yang sakti madraguna.”
“Hah?! Kamu sudah tahu cerita itu, Nia?!”
Arya kaget mendengarnya,”24
Walaupun Nia digambarkan sebagai seorang perempuan yang
memiliki pengetahuan yang luas, Nia adalah teman yang setia kawan. Ia
selalu membantu temannya yang mengalami kesusahan. Hal ini
mencerminkan bahwa arti kata Aghnia yang berarti Ghaniyyun dalam
bahasa Arab, yakni Nia memiliki banyak teman karena ia adalah sosok
teman yang baik dan senang membantu orang lain.
“Ini memang ide Nia,
Ia selalu semangat untuk membantu siapa saja
Apalagi kepada Mada yang menjadi teman sekelasnya Dan bersama yang lainnya, semua selalu mendukung Nia
Bila mereka berhasil menjual buku-buku cerita.”25
g. Arya
Arya adalah sahabat Mada yang memeluk agama Budha. Arya
digambarkan seperti singa. Hal ini dapat menjelaskan penokohan Arya
di dalam novel ini yang lincah dan bersemangat seperti singa yang
meraung. Selain itu, Arya juga gemar membaca. Mada kerap kali
bermain ke rumah Arya untuk belajar dan membaca buku karena ayah
Arya memiliki perpustakaan di dalam rumahnya.
“...Arya anak yang lincah dan gemar membaca
“Mada sering belajar bersama di rumah Arya
Mada merasa nyaman bermain di rumah Arya
Di sana ada perpustakaan Pak Darma, ayah Arya...”26
24Abdullah Wong, op cit, h.93-94. 25 Ibid, h.127. 26
Ibid, h.15.
41
3. Latar atau Setting
Latar atau Setting adalah segala keterangan mengenai waktu,
ruang, dan suasana yang terjadi lakuan dalam karya sastra. Deskripsi
latar dapat bersifat fisik, realistis, dokumenter, dan deskripsi perasaan.27
Latar tempat yang menggambarkan suasana menegangkan yang
terdapat dalam novel MADA adalah Desa Purna Raga, Desa Purna Rasa,
Sungai Mawasdiri, Gunung Suwung, dan Desa Purna Indra yang
merupakan tempat-tempat yang dilalui oleh Mada dan kawan-kawannya
dalam melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma.
“Nia apakah kamu tidak pernah bertanya kepada ayahmu, tentang
kelanjutan cerita itu?”
“Sudah tapi ayahku juga tidak tahu akhir cerita Gunadarma.
Tapi kalau tidak salah, ayahku pernah bilang,
Di Desa Jumeneng tersimpan buku Gunadarma,” jawab Nia.28
Perjalanan untuk menuju Desa Purna Indra hanya bisa dilalui
dengan naik angkutan umum yang hanya ada satu-satunya di terminal.
Sebuah mobil berwarna merah dengan satu garis kuning tebal melintang
di tubuhnya. Mereka melewati pesawahan, hutan tebu, bukit dan
pegunungan untuk akhirnya sampai di Desa Purna Indra.
“Purna Indra!
Di sanalah buku Gunadarma berada
Purna Indra adalah nama sebuah desa
Di sanalah taman bacaan desa
Meskipun barangkali, taman bacaan itu sudah sepi pembaca
Barangkali juga saat ini buku itu sedang berdiri kaku dalam rak
kayu
Huruf-hurufnya kaku, sementara sampulnya telah berdebu.”29
Setelah turun dari angkutan umum, sebelum sampai di Desa
Purna Indra, Mada dan kawan-kawannya terlebih dahulu melewati Desa
Purna Raga. Di Desa Purna Raga, Mada dan kawan-kawannya bertemu
seorang Kakek Tua yang mengantarkannya bertemu dengan Pak Cakra
27 Melani Budianta, dkk, Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan
Tinggi), (Magelang: Indonesia Tera, 2003), cet.2, h.86. 28 Abdullah Wong, op cit, h.105. 29
Ibid, h.165.
42
yang merupakan seorang pengrajin kaca penduduk asli Desa Purna
Indra.
“Masing-masing tersenyum melihat tingkah Diwan,
“Kek, kalau boleh tahu, kenapa namanya Desa Purna Indra?”
“Oh, ini bukan Desa Purna Indra, tapi Desa Purna Raga.
Ketika kalian melewati perkebunan tebu,
Itu adalah perbatasan Desa Purna Raga.
Purna Raga membentang dan berbatasan dengan sungai
Mawasdiri.”
Nah, kalau kalian telah menyebrangi sungai Mawasdiri, itulah
Desa Purna Indra.”30
Atas bantuan kakek tersebut, Mada dan Kawan-kawannya
bertemu dengan Pak Cakra. Ihsan dan Diwan tidak dapat melanjutkan
perjalanan, dikarenakan Ihsan sakit dan Diwan harus menemani Ihsan
untuk pulang ke rumah. Akhirnya, Mada dan kawan-kawan lainnya
melanjutkan petualangan mereka untuk mencari Buku Gunadarma
tanpa Ihsan dan Diwan. Akan tetapi, ketika akan menyeberangi sungai
Mawasdiri, Affwah dan Angelica merasa takut dan akhirnya mereka
pun tidak ikut untuk melanjutkan petualangan mencari Buku
Gunadarma. Hanya tersisa Mada, Nia, dan Arya yang menyebrangi
sungai Mawasdiri untuk sampai di Desa Jumeneng tempat Buku
Gunadarma tersimpan di sebuah Taman Bacaan.
Setelah menyebrangi sungai Mawasdiri, Mada dan kawan-
kawannya sampai di Desa Purna Rasa.
“Sekarang kita sudah di Desa Purna Rasa,
Apa yang harus kita lakukan, Mada?”
“Kita harus bertanya kepada orang yang kita jumpa.”
“Benar, Mada”.31
Setelah melewati Desa Purna Rasa dan bertanya mengenai Taman
Bacaan kepada penduduk desa tersebut, Mada dan kawan-kawannya
melanjutkan perjalanan.
“Kalian lihat gunung itu? Lihat, di lereng gunung itu terlihat
30 Abdullah Wong, op cit, h.175. 31
Ibid, h.200.
43
Jelas tumpukan batu-batu yang kini telah berlumut itu. Batu-
Batu yang mirip candi itu adalah perpustakaan yang kalian
Maksud itu.”
“Lalu apa yang terjadi dengan taman bacaan itu, Pak?”
“Kalau tidak salah seratus tahun yang lalu Gunung Suwung
Pernah meletus. Semua yang ada di bawah hancur, terbakar
Dan hangus. Tapi tak lama, tempat ini kembali hidup, bahkan
Semakin subur dan makmur.”32
Mereka melewati jalan setapak yang dipenuhi pohon-pohon dan
semak di sekelilingnya. Akhirnya, mereka sampai di sebuah tanah
lapang. Mereka meyakini bahwa Taman Bacaan tersebut berada di sana.
“Mereka mulai mendaki jalan setapak
Di kanan kiri mereka dipenuhi pohon-pohon dan semak
Tapi mereka terus melangkah, dengan tetap menjaga jarak.”
“Mereka terus naik dengan hati riang
Sampailah mereka di sebuah hamparan tanah lapang
Inilah mungkin sisa taman bacaan yang kini telah hilang.”33
Latar atau setting dalam novel ini bersifat tipikal, yakni
penggambaran latar tempat yang memiliki dan menonjolkan sifat khas
latar tertentu, baik yang menyangkut unsur tempat, waktu, maupun
sosial. Kehadiran latar tipikal dalam sebuah karya fiksi lebih
meyakinkan dan memberikan kesan secara lebih mendalam kepada
pembaca. Ia mampu memberikan kesan dan imajinasi secara konkret
kepada pembaca. Oleh karena itu, latar tipikal biasanya digarap secara
teliti dan hati-hati oleh pengarang. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan kesan kepada pembaca agar karya tampak realistis dan
terlihat sungguh-sungguh diangkat dari latar faktual.34
Penggunaan nama latar di dalam novel ini menunjukan adanya
keterkaitan antara latar dengan amanat melalui penggunaan nama
daerah dan sejarah asal-usul daerah. Penggunaan nama daerah
merupakan bentuk imajinasi pengarang dengan menyisipkan sejarah
asal-usul nama desa tersebut sebagai amanat.
32 Abdullah Wong, op cit, h.201-202. 33 Ibid, h.203. 34
Burhan Nurgiantoro, op cit, h.221-222.
44
“Nama desa yang sangat indah.
Apakah nama-nama itu memiliki sejarah dan arti tertentu,
Kek?” Arya bertanya.
“Benar, bocah, nama-nama desa di sini,
Dulu diberikan oleh para leluhur yang berhasil merambah
Hutan-hutan menjadi perkampungan. Purna Raga artinya
Segala hal yang berkaitan dengan tubuh telah selesai.”
“Apa maksud kakek?”
“Ya, Purna itu artinya selesai atau sempurna. Sedangkan Raga
artinya tubuh atau jasad.
Nah, siapa yang ingin memulai perjalanan abadi, semua
Hal yang berkaitan dengan tubuhnya harus diselesaikan lebih
Dulu.”
“Memang kenapa kek?” Mada bertanya.
“Tubuh adalah lambang keberadaan lahiriah manusia.
Alam lahiriah harus dijaga dan dirawat.”35
Kutipan tersebut secara jelas menerangkan mengenai asal-usul
sejarah nama desa yang digunakan dalam novel ini. Nama desa Purna
Raga yang digunakan dalam novel berkaitan dengan amanat yang
hendak disampaikan oleh pengarang mengenai kewajiban untuk
menjaga kesehatan tubuh secara jasmani dan rohani dengan melakukan
olahraga dan membiasakan makan dan minum yang baik dan benar.
Dengan cara tersebut kita akan memiliki tubuh yang sehat secara
jasmani dan rohani.
“Purna Indera, artinya urusan-urusan indera kita harus
diselesaikan
Dan disempurnakan.
Kita semua punya panca indera yang lima. Kelima indera itu
Adalah untuk pengelihatan, pendengaran, penciuman, perasa
Dan peraba. Semua unsur indera itu harus dikerahkan dengan
Baik. jika kita mempertajam semua indera itu,
Kita akan banyak mengetahui hal-hal yang lebih dalam lagi.”36
Penggunaan nama desa Purna Indra pun memiliki sejarah yang
berkaitan dengan hubungan latar dengan amanat. Amanat yang hendak
disampaikan, yakni berkaitan dengan kewajiban untuk memanfaatkan
35 Abdullah Wong, op cit, h.175. 36
Ibid, h.176.
45
panca indera yang kita miliki dengan baik. Mempertajam indera
pengelihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba menjadikan
kita manusia yang lebih mensyukuri atas nikmat yang telah diberikan
oleh sang maha pencipta dan mengetahui banyak hal yang lebih dalam
lagi mengenai kehidupan. Kemampuan menggunakan panca indera
dengan baik menjadikan kita sebagai manusia yang lebih mawas diri
dan lebih memiliki rasa empati dan simpati yang tinggi terhadap
lingkungan sekeliling kita.
Penggunaan nama desa Purna Rasa berkaitan dengan tanggapan
indera terhadap rangsangan saraf dan pengecap, yakni berkaitan dengan
pahit, manis, panas, dingin, dan lain-lain. Selain itu, juga berkaitan
dengan tanggapan hati terhadap sesuatu, seperti sedih, bahagia, takut,
dan lain-lain. Amanat yang hendak disampaikan ialah berkaitan dengan
kewajiban untuk mampu memiliki daya tanggap yang tinggi terhadap
rangsangan saraf dan hati. Kemampuan memiliki daya tanggap yang
tinggi terhadap rangsangan saraf dan hati menjadikan kita lebih
memahami diri kita sendiri.
Penggunaan nama Gunung Suwung berkaitan dengan arti kata
Suwung dalam bahasa Jawa, yakni kosong. Arti kata tersebut
menggambarkan keadaan yang terjadi sekarang pada Gunung Suwung
yang hanya menjadi hamparan tanah lapang. Tempat tinggal penduduk
yang dulu berada di bawah Gunung Suwung hangus dan terbakar saat
Gunung Suwung meletus.
Penggunaan nama Sungai Mawasdiri mengingatkan kita agar
senantiasa tidak lupa diri dalam keadaan apapun yang kita hadapi dalam
kehidupan, terlebih terhadap segala rintangan yang akan kita temui.
Kita harus senantiasa mawas diri agar mampu melewati segala
rintangan yang ada. Hal ini tersirat melalui perjuangan Mada dan
kawan-kawannya ketika hendak menyebrangi Sungai Mawasdiri yang
memiliki arus yang begitu deras.
46
4. Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah
cerita.37
Alur yang digunakan oleh Abdullah Wong dalam novel MADA
adalah alur campuran. Hal ini terlihat jelas melalui pengenalan awal
mengenai Mada selaku tokoh utama di dalam novel ini yang berusia 22
tahun.
“Namanya memang Mada
Muda usianya, belum genap dua puluh dua
Meski ia tengah berdiri di sini dan saat ini
Namun ingatan masa kecilnya belum juga beranjak pergi.”38
Berdasarkan kutipan di atas, Mada dijelaskan sebagai seorang
laki-laki dewasa berumur 22 tahun. Akan tetapi, alur menjadi mundur.
“Dua belas tahun Mada belajar di sekolah dasar
Kini Mada di sekolah atas yang bangunannya lebih besar
Menuju sekolah tak perlu takut, cemas dan gentar
Doa dan semangat menjadi bekal yang selalu membakar
Semoga Tuhan mengajari Mada antara yang salah dan yang
benar.”39
Kutipan di atas menceritakan Mada yang beranjak besar dan
menginjak Sekolah Dasar. Selanjutnya, alur menjadi maju dengan
penceritaan mengalir ke depan dengan menceritakan kehidupan Mada
yang mulai tumbuh besar dan remaja dengan konflik-konflik yang
terdapat di dalam cerita.
Alur atau peristiwa-peristiwa cerita dalam sebuah novel
dimanisfestasikan melalui perbuatan dan tingkah laku tokoh dalam
cerita. Bahkan pada umumnya, peristiwa yang ditampilkan dalam cerita
berkaitan dengan perbuatan dan tingkah laku para tokoh baik bersifat
fisik maupun batin, verbal maupun nonverbal. Alur merupakan
cerminan atau perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak,
berpikir, berasa, dan bersikap dalam menghadapi berbagai masalah
37 Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stantion, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.26. 38 Abdullah Wong, op cit, h.12-13. 39
Ibid, h.19.
47
kehidupan.40
Alur novel MADA dibuka dengan tahap Pengenalan
Situasi yang berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-
tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembuka cerita dan pemberian
informasi awal mengenai Mada dan kehidupannya.
“Ia dipanggil Mada
Ahmada Mushtofa nama lengkapnya
Mada adalah nama istimewa untuknya
Meski bagi yang lain terdengar biasa
Karena meskipun sebuah nama diyakini istimewa,
Tetap saja ia sebuah nama
Ia tak akan pernah menjelaskan hakikat dari yang diberi nama.”41
Setelah itu mulai menuju pada adanya konflik. Hal ini hanya
sebagian kecil dari keseluruhan konflik yang ditimbulkan. Mada dan
kawan-kawannya memutuskan untuk melakukan petualangan mencari
Buku Gunadarma yang terdapat di Taman Bacaan di Desa Jumeneng.
“Kini giliran Angelica yang mengajukan rencana
“Bagaimana kalau kita ramai-ramai mencarinya?!”
Semua menatap wajah Angelica dengan penuh tanda tanya
Tapi entah kenapa, seakan kami punya jawaban yang sama.
“Ya, setuju. Kita semua harus mencarinya, bersama.”42
Peningkatan konflik terjadi dengan munculnya peristiwa yang
tidak terduga. Hakim ditipu oleh sahabat lamanya dan ibu guru Aminah
Mukhlas dipecat dari sekolah karena dituduh telah menggelapkan gaji
karyawan. Setelah itu, konflik semakin memuncak karena Hakim jatuh
miskin karena masalah penipuan yang dialaminya tersebut. Ia
kehilangan rumah dan pekerjaannya. Hal ini menjadikan kehidupannya
berada dalam kesulitan. Hakim dan keluarganya tinggal di sebuah
rumah kontrakan yang hanya berisi satu kamar. Ia bekerja di stasiun
kota mengangkat barang bawaan penumpang kereta. Selain itu, ia juga
sering kali mengamen di trotoar. Akan tetapi, Mada selalu membantu
pekerjaan orang tuanya, baik mengamen bersama Hakim, menjual kue
40 Burhan Nurgiantoro, op cit, h.168-169. 41 Abdullah Wong, op cit, h.11. 42
Ibid, h.106.
48
buatan ibunya, atau membantu ibunya menjaga adiknya, Rindu.
Keadaan sulit yang dialami oleh Mada tersebut, membuatnya
membantalkan diri untuk ikut berpetualangan mencari Buku
Gunadarma karena ia merasa harus membantu orang tuanya untuk
bekerja.
Tahap peleraian ketika Hakim mendapatkan tawaran pekerjaan
dari seorang konsultan dan produser musik ternama, yang merupakan
orang tua dari Nia, yaitu Mantra. Setelah bekerja dengan Mantra,
kehidupan Hakim dan keluarganya kembali seperti semula. Hakim dan
keluarga kembali tinggal di rumahnya dan akhirnya rencana Mada
untuk berpetualang mencari Buku Gunadarma pun terlaksana.
Akhir cerita, Mada dapat melakukan petualangannya mencari
Buku Gunadarma bersama kawan-kawannya dengan melewati berbagai
rintangan hingga akhirnya, hanya Mada dan Nia lah yang mampu
mendengar kelanjutan cerita Gunadarma.
5. Bahasa
Gaya bahasa ialah pemakaian ragam bahasa dalam mewakili atau
melukiskan sesuatu dengan pemilihan dan penyusunan kata dalam
kalimat untuk memperoleh efek tertentu.43
Analisis gaya bahasa
meliputi pilihan kata, majas, sarana retorika, bentuk kalimat, dan bentuk
paragraf. Dapat dikatakan gaya bahasa merupakan setiap aspek bahasa
yang digunakan oleh penulis. Secara keseluruhan, bentuk kalimat dan
paragraf yang terdapat di dalam novel MADA adalah liris. Liris semula
hanya terdapat dalam puisi, tetapi pada perkembangan lebih jauh
meluas ke seluruh genre sastra yang berisi curahan perasaan pribadi
terutama lukisan perasaan.
h.51.
43 Zainudin, Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992),
49
Hal ini dapat terlihat melalui bunyi akhir di setiap larik yang
memperlihatkan kesamaan yang menunjukan bahwa itu merupakan
rima yang merupakan ciri ragam puisi.
“Bagi Mada begitu terasa segar jiwanya
Jika air wudhu telah menyiram wajahnya
Apalagi sujud pasrah kepada-Nya
Demi pengakuan, kepatuhan, dan cinta.”44
Selain itu, pengarang juga menggunakan gaya bahasa asosiasi
atau perumpamaan di dalam novel ini. Berikut kutipannya.
“Gumpalan awan bergerak memayungi Mada dan Arya”.45
“Arya selalu semangat seperti singa yang meraung.”46
“Terik matahari menguras cairan tubuh
Membuat badan seperti kuntum bunga layu.”47
Berdasarkan kutipan di atas, secara jelas terlihat penggunaan gaya
bahasa perumpamaan, karena gumpalan awan yang merupakan benda
non-manusia digambarkan memayungi Mada dan Arya. Padahal kata
memayungi tersebut menunjukan awan yang pada dasarnya memang
berada tepat di atas Mada dan Arya. Selain itu, singa yang meraung
bermakna semangat Arya yang begitu menggebu-gebu dan
penggambaran panasnya matahari yang begitu terik membuat badan
menjadi lemas digambarkan seperti menguras cairan tubuh dan
membuat badan seperti kuntum bunga yang layu. Penggunaan gaya
bahasa perumpamaan tersebut digunakan agar kalimat tersebut
memberikan kesan lebih berjiwa.
6. Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan cara pengarang untuk menceritakan
sebuah cerita. sudut pandang yang digunakan dalam novel MADA
44 Abdullah Wong, op cit, h.14. 45 Ibid, h.39. 46 Ibid, h.57. 47
Ibid, h.160.
50
adalah sudut pandang orang ketiga, yakni serba tahu, karena pada
keseluruhan cerita, narator seolah-olah mengetahui pikiran, perasaan,
dan setiap peristiwa yang terjadi kepada tokohnya.
“Lalu kapan Mada merasa bahagia?”
“Mada merasa sangat bahagia saat Mada bisa membantu dan
Menolong sesama.”
“Wah, anak ayah memang luar biasa. Sekarang bantu ibumu,
Ya. Ibu sedang membuat telur dadar kesukaanmu. Ayah mau
Membersihkan gitar.”
“Baik, ayah.”48
Selain itu, secara keseluruhan, narator menggunakan penyebutan
dengan nama tokoh di setiap penceritaannya.
“Mada memeluk, mencium dan menyalami
Sophia dan Hakim tersenyum dan mengerti
Mada benar-benar menyesali
Mada kini berjanji tak akan berbohong lagi.”49
Sudut pandang serba tahu adalah cara pengarang mengungkapkan
cerita dengan mengetahui segala sesuatu yang terjadi. Bahkan, pikiran
dan perasaan pelakunya, dan dapat melihat tingkah laku mereka dari
segala sudut.50
Penggunaan nama tokoh dalam suatu karya sastra kerap
kali digunakan untuk memberikan ide atau menumbuhkan gagasan,
memperjelas serta mempertajam perwatakan tokoh.51
7. Amanat
Novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong
memberikan banyak amanat yang dapat bermanfaat dalam menjalani
kehidupan. Pengarang menyisipkan pesan-pesan yang memberikan
pelajaran di setiap dialog dan sisipan cerita yang terdapat dalam novel
ini.
48 Abdullah Wong, op cit, h.32. 49 Ibid, h.43. 50 Abdul Rozak Zaidan, dkk, op cit, h.194. 51
Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2005), h.8.
51
Amanat yang disampaikan berkaitan dengan tolerasi antar umat
beragama, menjaga persahabatan, menjaga kebersihan, senatiasa
bersyukur, kewajiban menuntut ilmu, tidak boleh berbohong dan malas,
menghormati orang tua, saling menolong, tidak sombong dan
senantiasa rendah hati, menghargai pendapat dan belajar
mendengarkan, dan tidak pantang menyerah dan putus asa dalam
menggapai harapan. Berikut ini contoh kutipan amanat yang
disampaikan oleh pengarang di dalam novel.
“Sang ayah juga selalu berpesan Mada
Jadilah anak hebat dan berani senantiasa
Besok berangkat sekolah tak usah malu dan ragu
Karena di kelas kau akan bertemu teman-teman baru
Banyak sahabat adalah harta tiada tara
Anak yang tak punya sahabat akan miskin dan menderita
Maka jagalah persahabatan dengan saling percaya.”52
Berdasarkan kutipan di atas secara jelas pengarang memberikan
amanat untuk memiliki banyak sahabat dan menjaga persahabatan,
karena dengan memiliki banyak sahabat hidup akan terasa lebih
berharga. Sahabat akan selalu ada dalam keadaan apapun, baik suka
maupun duka. Jika kita tidak memiliki sahabat, hidup akan terasa
miskin dan menderita. Menjaga persahabatan dapat dilakukan dengan
menumbuhkan rasa saling percaya.
“Oh, Tuhan. Inikah lagu sendu yang harus kami nyanyikan?
Ataukah ini drama haru yang mesti kami mainkan?
Kami sangat yakin inilah caramu mengingatkan
Agar kami selalu sadar pada Diri-Mu, Tuhan
Dan hanya kepada Engkau, kami memohon pertolongan
Kuatkanlah kami, Tuhan.
Ajari kami tetap bersyukur
Atas segala apa yang Engkau berikan.”53
Kutipan di atas secara jelas menerangkan bahwa amanat yang
hendak disampaikan adalah kita harus senantiasa bersyukur dalam
52 Abdullah Wong, op cit, h.17. 53
Ibid, h.33.
52
menjalani kehidupan, baik dalam keadaan kesulitan maupun
berkecukupan dan senantiasa memohon pertolongan kepada Allah Swt.
Pengarang memberikan pesan-pesan yang berkaitan dengan
kehidupan yang berada di sekitar pembaca, sehingga pembaca lebih
dapat menangkap maksud yang hendak disampaikan oleh pengarang di
dalam novel ini. Secara keseluruhan amanat dikemas dalam satu
kesatuan tema cerita mengenai petualangan Mada dan kawan-kawannya
mencari Buku Gunadarma bahwa dalam perjalanan yang akan kita lalui
pasti akan selalu ada tantangan yang harus kita hadapi.
“Akhirnya mereka kembali
Melintasi jalan-jalan yang sebelumnya mereka lewati
Akhirnya, kami pun menyadari
Bahwa semangat Gunadarma selalu ada di hati
Dan semua percuma bila tak dijalani
Memberikan makna dan manfaat di muka bumi.”54
Kutipan di atas menggambarkan secara keseluruhan mengenai
amanat di dalam novel, yakni mengenai petualangan Mada dan kawan-
kawannya dalam mencari Buku Gunadarma yang memberikan banyak
pelajaran yang bermakna dan bermanfaat bagi kehidupan. Setiap
tantangan yang dihadapi dalam hidup, tentunya membutuhkan
pematangan sikap dan cara berpikir yang akan menjadikan manusia
yang sesungguhnya yang lebih kuat dan bijak dalam menghadapi
tantangan kehidupan.
54Abdullah Wong, op cit, h.218.
53
B. Analisis Alur dalam Novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik
Alur adalah salah satu unsur pembangun dalam sebuah karya sastra
yang berisi rangkaian peristiwa yang terjadi secara sebab-akibat dan
tersusun secara kronologis. Berikut akan dipaparkan mengenai analisis
alur yang berkaitan dengan kronologis dan kelogisan setiap peristiwa yang
terdapat di dalam novel MADA dengan disertai sekuen peristiwa dan tabel
alur yang disertakan di dalam lampiran.
Tahap perkenalan yang terdapat di awal cerita, Mada digambarkan
sebagai sosok seorang lelaki yang beranjak dewasa dengan usia dua puluh
dua tahun yang sedang teringat masa kecilnya. peristiwa ini dapat dilihat
melalui kutipan di bawah ini.
“Namanya memang Mada
Muda usianya, belum genap dua puluh dua
Meski ia tengah berdiri di sini dan saat ini
Namun ingatan masa kecilnya belum juga beranjak.”55
Berdasarkan kutipan tersebut, jelas digambarkan bahwa Mada adalah
seorang lelaki yang sudah beranjak dewasa yang teringat masa kecilnya.
Ingatannya tersebut membuat alur di dalam novel menjadi mundur pada
saat Mada baru dilahirkan ke dunia. Peristiwa ini terlihat pada sekuen ke 4.
“Mada lahir pada Ramadhan hari ketiga
Ketika setiap muslin menjalankan puasa
Bukan sekedar menahan lapar dan dahaga
Dari fajar hingga malam tiba
Tapi menahan diri berbuat nista
Selama sebulan puasa mesti dijaga
Hingga hari raya sebagai pamungkas untuk berbuka.”56
Peristiwa Mada yang teringat masa kecilnya merupakan peristiwa
yang logis. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang memiliki sebab-
akibat. Mada yang diceritakan berumur 22 tahun yang tiba-tiba teringat
masa kecilnya bertujuan untuk menjelaskan mengenai bagaimana sosok
Mada pada saat berumur 22 tahun tersebut. Seorang lelaki yang beranjak
55 Abdullah Wong, op cit, h.12-13. 56
Ibid, h.13.
54
dewasa di usianya, yang siap melangkah untuk menghadapi tantangan
kehidupan dengan berbagai pengalaman yang sudah dimiliki. Di usia 22
tahun, Mada sudah memiliki kematangan dalam berpikir dan bersikap. Hal
tersebut terbentuk dari kejadian-kejadian yang sudah ia lalui semasa
hidupnya. Mada sudah memiliki banyak pengalaman yang sudah ia lewati
yang tentunya memberikan pelajaran bagi dirinya untuk menjalani
kehidupan.
Peristiwa Mada yang kembali mengingat masa kecilnya merupakan
peristiwa yang tidak kronologis karena di awal cerita dijelaskan bahwa
Mada berumur 22 tahun. Kemudian, ia mengingat masa kecilnya hingga
kemudian melompat pada peristiwa yang menceritakan sosok Hakim,
Sophia, dan kelahiran Mada yang terdapat pada sekuen 1, 2, 3, dan 4.
“Mada ingat benar bagaimana dirinya ketika kecil
Ia dikenal orang sebagai anak nakal dan usil
Bahkan seringkali congkak, penuh ambisi dan degil
Sungguh beruntung seorang Mada
Punya ayah tegas bijaksana
Hakim, namanya
...Sementara ibu Mada,
Bagaikan bidadari yang turun dari nirwana
Sophia, namanya
Berparas jelita penuh pesona
Mada lahir pada Ramadhan hari ketiga
Ketika setiap muslim menjalankan puasa.”57
Kemudian, pada sekuen ke 6, 7, 8, 9, dan 10 menceritakan mengenai
Krisna Anton, dan Arya.
“Rumah Mada tak jauh dari gereja
Di sana tempat Anton, kawan Mada berdoa...”
“Krisna adalah sahabat yang baik, meski umurnya lebih tua
Krisna sering mengajak Mada main ke rumahnya
Di rumahnya Krisna, Mada biasa meminta ayahnya bercerita,
Pak Wisnu itulah nama ayah Krisna...”58
57 Abdullah Wong, op cit, h.13. 58
Ibid, h.14.
55
Peristiwa yang menceritakan Krisna, Anton, dan Arya merupakan
peristiwa logis karena memiliki sebab-akibat. Krisna, Anton, dan Arya
merupakan tokoh yang memiliki kisah di dalam novel, maka mereka
diceritakan pada tahap perkenalan. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya
peristiwa yang membahas mengenai Krisna dan Anton yang terdapat pada
sekuen 54 dan 55. Berikut kutipannya.
“Krisna adalah kakak kelas di sekolah Mada
Dia seringkali jahil dan nakal kepada Mada
Dan kawan-kawannya
Terlebih sejak ayah menggadaikan rumahnya Krisna
semakin congkak dan seringkali menghina Padahal
dulu, Krisna adalah teman yang baik senantiasa Dia tak
pernah menghina apalagi menyakiti Mada
Itu dulu ketika ayah Krisna masih miskin ...Krisna sekelas dengan Anton yang juga badung
Mereka sering menggoda,
Membuat Mada dan teman-temannya sering tersinggung.”59
Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa Krisna dan
Anton merupakan tokoh yang berpengaruh di dalam kehidupan Mada.
Krisna dan Anton merupakan teman baik Mada ketika kecil. Akan tetapi,
setelah duduk di bangku sekolah, Krisna dan Anton menjadi anak yang
sombong dan nakal. Selain itu, Krisna juga berpengaruh terhadap
kehidupan Mada ketika Mada jatuh miskin, karena ayah Mada
menggadaikan rumahnya kepada ayah Krisna dan mengontrak di rumah
milik ayah Krisna.
Kemudian, Arya yang juga mempunyai kisah di dalam novel ini
karena Arya merupakan sahabat Mada sejak kecil. Selain itu, kehidupan
Arya yang menceritakan tentang pertengkaran yang terjadi di antara kedua
orang tuanya terdapat pada sekuen 33, 37, 38, 40, 41, 42.
“Ayah dan ibuku...”
Suara Arya terhenti, sementara mereka masih menunggu
“Ayah dan ibuku, tadi bertengkar di rumahku...
Arya takut kalau mereka akan meninggalkanku
Arya takut kalau mereka tak lagi bersatu
59 Abdullah Wong, op cit, h.119.
56
Arya takut kalau...”60
Selain itu, hal yang menjadi sebab lain tokoh Arya diceritakan di
dalam novel ini karena Arya adalah salah satu dari kawan Mada yang
berhasil sampai di tujuan terakhir dalam petualangan mencari Buku
Gunadarma meski ia tidak mendengar kelanjutan cerita Gunadarma hingga
selesai karena peristiwa tergigit ular.
Setelah itu, dikisahkan perisitiwa mengenai kehamilan Sophia yang
terdapat pada sekuen 11. Berikut kutipannya.
“Rumah Mada nyaman karena sentuhan lembut ibunya
Seperti ayah yang selalu menjaganya
Seperti ibu yang sedang hamil mengandung adik Mada...”61
Dilihat secara keseluruhan peritiwa yang terdapat di dalam novel,
peristiwa kehamilan Sophia merupakan peristiwa yang tidak tersusun
secara kronologis karena setelah diceritakan bahwa Sophia hamil,
peristiwa justru melompat dengan mendeskripsikan rumah Mada yang
menghadirkan tokoh Rudi pada sekuen ke 12 dan 13. Bahkan peristiwa
yang menceritakan mengenai Sophia melahirkan terdapat pada sekuen ke
64.
“Jangan lupa, cat rumahnya berwarna biru
Seperti air laut dengan langit ketika sedang menyatu
Tentu ayah Mada yang mengecat rumahnya
Dibantu Om Rudi, paman yang selalu memujinya.”62
Berdasarkan kutipan tersebut, disebutkan sosok bernama Rudi pada
tahap perkenalan di dalam novel bukanlah hal yang kebetulan dan sepele.
Akan tetapi, merupakan peristiwa yang memiliki sebab-akibat. Hal ini
dikarenakan Rudi merupakan tokoh yang menyebabkan kehidupan Hakim
dan keluarganya jatuh miskin.
“Datang sebuah mobil mewah
Keluar seorang lelaki dengan wajah yang sangat cerah
Pakaian indah, rambut klimis seperti basah,
60 Abdullah Wong, op cit, h.58. 61 Ibid, h.16. 62
Ibid, h.16.
57
Sepatu dan kemeja yang mustahil berharga murah
Dialah Rudi, sahabat Hakim yang sudah lama berpisah.
Kutipan tersebut merupakan peristiwa yang terdapat pada sekuen 38.
Apa yang dibicarakan Rudi dan Hakim pada saat itu tidak dijelaskan,
hingga akhirnya pada sekuen ke 49, datanglah dua orang lelaki berbaju
tentara yang membawa berita mengenai Rudi yang ternyata adalah seorang
penipu.
“Maaf, apakah benar Saudara yang bernama Hakim?”
“Benar, nama saya Hakim.”
“Maaf, Tuan Hakim. Kami datang dengan membawa berita.”
“Berita apakah saudara-saudara?”
“Apakah benar Saudara kenal dengan orang yang bernama
Rudi?”
“Ya, benar. Ada apa dengan Rudi?”
“Apakah benar Saudara Rudi pernah datang kemari?”
“Benar. Waktu itu dia menawarkan bisnis investasi.”63
Berdasarkan kutipan tersebut menjelaskan bahwa pertemuan Hakim
dan Rudi pada saat Rudi mengunjungi rumah Hakim adalah untuk
menawarkan bisnis investasi yang menyebabkan Hakim percaya untuk
menggadaikan surat rumahnya kepada Rudi yang menjanjikan bahwa
Hakim akan mendapatkan keuntungan lebih dan rumah baru dengan
segera. Peristiwa penipuan yang dialami oleh Hakim membuatnya jatuh
miskin dan hidup dalam kesulitan. Hakim mengontrak di sebuah rumah
kecil milik Pak Wisnu dan bekerja di stasiun kota untuk mengangkat
barang bawaan penumpang kereta. Peristiwa ini merupakan peristiwa
munculnya konflik di dalam novel. peristiwa ini terlihat pada sekuen 52
dan 53.
“Kini rumah Mada digadaikan kepada ayahnya Krisna
Lalu mereka mengontrak di sebuah rumah kecil dan sederhana
Rumah kecil milik keluarga Pak Wisnu, ayahnya Krisna
Di sana hanya ada satu kamar saja...”
Hakim rela menjual gitar kesayangannya itu.
“Ini aku bawakan oleh-oleh untuk anak-anak kita.
Ayah sudah dapatkan pekerjaan di stasiun kota.
63 Abdullah Wong, op cit, h.107.
58
Di sana ayah bisa mengangkat barang bawaan penumpang kereta.”64
Secara keseluruhan peristiwa yang telah dipaparkan di atas
merupakan peristiwa yang tidak tersusun secara kronologis, karena pada
tahap perkenalan, disebutkan nama Rudi yang kemudian di pertengahan
cerita baru diceritakan bahwa Rudi datang berkunjung ke rumah Hakim
tanpa dijelaskan maksud dan tujuannya. Akan tetapi, setelah peristiwa
Sophia melahirkan baru diceritakan bahwa tujuan Rudi datang
mengunjungi Hakim pada saat itu adalah untuk menawarkan bisnis
investasi dan ternyata Rudi adalah seorang penipu.
Setelah itu, peristiwa berlanjut dengan menceritakan kedekatan
Mada dengan Hakim. Peristiwa ini dapat dilihat pada sekuen ke 14.
“Mada begitu dekat dengan Hakim, ayahnya Seringkali
Hakim mengajak bermain dan bercanda Membuat Mada
senantiasa rindu untuk selalu bersama.”65
Berdasarkan kutipan tersebut, dijelaskan mengenai kedekatan Mada
dengan Hakim ketika kehidupan mereka masih hidup dalam keadaan yang
berkecukupan. Sedangkan kedekatan mereka saat berada dalam
kemiskinan berikut kutipannya.
“Suatu ketika Mada tengah duduk di trotoar bersama ayahnya
Mereka berdua mengaso setelah sejak pagi mengamen di bis
Kota
Karena hari itu libur, mereka manfaatkan untuk bekerja
Dalam duduk sambil menyaksikan bisingnya kota
Mada duduk di samping ayahnya...
Tiba-tiba ayah Mada mengelus pundak Mada...
Mada menahan nafas, tak terasa ia meneteskan air mata.
Mada makin dewasa,
Maka Mada makin mengerti apa maksud perkataan ayahnya.
Kini Hakim mendekap tubuh Mada
Mereka berpelukan di trotoar jalan raya...”66
64 Abdullah Wong, op cit, h.117-118. 65 Ibid, h.17. 66
Ibid, h.126.
59
Kemudian, ketika kehidupan Mada kembali seperti semula, peristiwa
yang menceritakan mengenai kedekatan Mada dengan Hakim pun masih
diceritakan. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 80.
“Mada, ayah minta maaf kepadamu.
Mungkin akhir-akhir ini, ayah kurang memperhatikanmu,
Ayah selama ini benar-benar diselimuti kesibukan baru,
Ayah sendiri khawatir,
Bila Mada punya prasangka kepadaku,
Aku sebagai ayahmu, tentu saja selalu memikirkanmu,
Ayah berjanji, ayah akan selalu punya waktu untukmu,
Kita akan kembali bermain, berdiskusi, juga berbagi cerita-
Cerita baru.”67
Berdasarkan penjabaran di atas mengenai kedekatan Mada dengan
Hakim, peristiwa terjadi secara logis dan bersifat kuat. Peristiwa tersebut
bertujuan untuk menjelaskan penokohan yang dimiliki oleh Mada dan
Hakim. Mada yang digambarkan memiliki sikap tegas, berjiwa pemimpin,
dan dewasa, ternyata ia juga merupakan sosok yang manja dan
membutuhkan perhatian dari kedua orang tuanya. Sedangkan, melalui
kutipan tersebut, menggambarkan penokohan Hakim yang merupakan
sosok ayah yang perhatian dan pengertian. Ia merupakan sosok ayah yang
tidak hanya bijaksana dan mampu menjadi teladan yang baik pada
anaknya, akan tetapi Hakim juga merupakan seorang ayah yang memiliki
kedekatan secara emosional dengan anaknya.
Peristiwa ini juga merupakan peristiwa yang tersusun secara
kronologis karena kedekatan Mada dengan Hakim diceritakan ketika
kehidupan Mada masih dalam kecukupan, mengalami kesulitan dan jatuh
miskin, hingga kehidupannya kembali seperti semula.
Setelah menceritakan mengenai peristiwa kedekatan Mada dengan
Hakim, cerita berlanjut mengenai peristiwa yang menjelaskan bahwa
Mada mulai beranjak besar dan sudah duduk di bangku sekolah. Hal ini
dibuktikan melalui kutipan di bawah ini.
“Mada menyiapkan buku-buku sekolahnya
67Abdullah Wong, op cit, h.157.
60
Ia simpan di dalam tas baru yang dibelikan ayahnya...”68
Kutipan tersebut terdapat pada sekuen 17. Berdasarkan kutipan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa Mada mulai beranjak besar dan baru
akan duduk di bangku sekolah. Akan tetapi, pada sekuen 19, Mada
diceritakan sudah 12 tahun belajar di sekolah dasar. Berikut kutipannya.
“Dua belas tahun Mada belajar di sekolah dasar
Kini Mada di sekolah atas yang bangunannya lebih besar
Menuju sekolah tak perlu takut, cemas dan gentar
Doa dan semangat menjadi bekal yang selalu membakar
Semoga Tuhan mengajari Mada antara yang salah dan yang benar.”69
Berdasarkan kutipan tersebut, peristiwa yang terdapat pada sekuen
19 menjelaskan bahwa Mada sudah 12 tahun belajar di sekolah dasar.
Kemudian, melalui kutipan di bawah ini, Mada dijelaskan baru pertama
kali masuk sekolah.
“Di hari pertama
Mada mendapatkan cerita seru tentang Gunadarma
Meski cerita belum usai
Tapi Mada mendapatkan banyak makna
Ya, kita harus menjadi murid setia
Murid yang mau berguru kepada siapa saja
Kepada apa saja di alam semesta.”70
Kemudian, pada sekuen 29 dijelaskan bahwa Mada sedang duduk di
bangku SMA.
“Masa sekolah memang masa istimewa
Apalagi masa-masa SMA
Di sekolah Mada punya banyak kesempatan untuk bertanya
Bertanya banyak hal yang belum ia pahami sebelumnya
Hingga cakrawala ilmu terbuka dengan segala makna.”71
Penjabaran di atas yang menjelaskan mengenai masa sekolah Mada
dengan peristiwa yang langsung menjelaskan bahwa Mada sudah 12 tahun
belajar di sekolah dasar dan sudah duduk di bangku SMA merupakan
68 Abdullah Wong, op cit, h.18. 69 Ibid, h.19. 70 Ibid, h.29. 71
Ibid, h.51.
61
peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena Mada mendengarkan Kisah
Gunadarma di bangku SMA yang menarik rasa keingintahuannya. Rasa
keingintahuannya yang besar membuatnya menjadi sosok yang berani
untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma bersama kawan-
kawannya. Melalui petualangan tersebut, Mada mendapatkan pengalaman
dan pelajaran yang berharga untuk menjalani kehidupan kedepannya.
Petualangan yang melewati berbagai macam rintangan yang menjadikan
Mada sosok yang kuat, berani, tangguh, tidak pantang menyerah, dan
ambisius dalam meraih apa yang ia inginkan. Akan tetapi, secara
keseluruhan cerita, peristiwa masa sekolah Mada, tidak terjadi secara
kronologis karena peristiwa langsung melompat dengan menjelaskan
bahwa Mada sudah 12 tahun duduk di bangku sekolah dan sudah berada
tingkat SMA.
Selain menjelaskan mengenai masa sekolah Mada, disebutkan juga
mengenai sosok Aminah Mukhlas. Aminah Mukhlas merupakan sosok
yang penting di dalam novel karena Aminah Mukhlas merupakan guru
yang menceritakan Kisah Gunadarma kepada murid-murid di dalam kelas
dan menyelesaikan Kisah Gunadarma hingga selesai di akhir cerita dalam
novel. Peristiwa mengenai Aminah Mukhlas dapat dilihat pada sekuen 22
dan 23. Ia merupakan sosok yang berpengaruh terhadap cerita karena ia
adalah orang yang pertama kali menceritakan mengenai
Setelah diceritakan mengenai masa sekolah Mada, peristiwa
berlanjut dengan menceritakan sosok Hakim. Peristiwa ini terdapat pada
sekuen 25. Berikut kutipannya.
“Mada pun teringat ayahnya yang juga seorang pekerja
Ayahnya menulis lagu memainkan musik penuh irama
Kalau ayahnya sudah memainkan gitar, betapa indahnya
Sophia kadang senyum dan melirik padanya pertanda bangga
Hakim juga sering mengajak Mada Menulis lagu dan bermain gitar bersama Ayah memulai lalu Mada mengikuti
Ayah mengajari lalu Mada mencoba.”72
72
Abdullah Wong, op cit, h.31.
62
Kemudian, diceritakan juga mengenai sosok Sophia yang pintar
memasak. Peristiwa menggambarkan ketika Mada dan keluarganya makan
bersama menikmati masakan Sophia yang nikmat dan lezat. Peristiwa ini
terdapat pada sekuen 26.
Hmm, betapa nikmat aroma masakan ibu, dari jauh sudah
Terasa betapa lezat masakan itu...
Ibu Mada memang ahli memasak, dan Mada tak pernah
Bosan untuk selalu memujinya.”73
Peristiwa yang menjelaskan mengenai sosok Hakim yang bekerja
menulis lagu dan memainkan alat musik, serta Sophia yang pintar
memasak merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Kemampuan
Hakim dalam menulis lagu dan memainkan alat musik menjadi lahan
pekerjaan baginya untuk mencari uang ketika ia jatuh miskin. Hakim
mengamen di bis kota, warung tenda, dan toko-toko membawakan lagu-
lagu ciptaannya dengan suara merdunya.
“Ayah Mada terus mengamen di satu bis kota
Kadang pula mengamen di warung-warung tenda
Sesekali ia mengamen di depan toko-toko di kota
...Hakim menyanyikan lagu tentang jiwa merdeka dengan
Merdunya.”74
Selain itu, kemampuan Hakim tersebut juga yang membuat
kehidupannya kembali seperti semula. Hakim menjadi seorang komposer
lagu di ibukota melalui pekerjaan yang ditawarkan Mantra yang
merupakan seorang produser ternama di ibukota.
“Oh, betapa bahagia hati Mada
Sekarang ia bisa kembali pulang ke rumah sebelumnya
Setelah Hakim bekerja bersama Pak Mantra
Kehidupan mereka kembali seperti semula”.75
Selain itu, peristiwa mengenai sosok Sophia yang pintar memasak
juga menjadi lahan pekerjaan bagi dirinya dan keluarga ketika jatuh
73 Abdullah Wong, op cit, h.32-34. 74 Ibid, h.134. 75
Ibid, h.154.
63
miskin. Sophia membuat kue yang kemudian dijual oleh Mada dan kawan-
kawannya.
“Setiap hari Mada menjalani hidup ganda
Pagi Mada sekolah, sore hari ia menjual kue milik ibunya.”76
Selain itu, kelezatan masakan Sophia juga dibuktikan melalui sekuen
40. Berikut kutipannya.
“Arya, ayo lagi. Itu ikan guraminya dihabiskan, ya.”
“Ya, Bu. Masakan ibu sangat nikmat!
Pantas saja, Mada sering cerita.” “...Ya, Mada sering cerita, kalau masakan Ibu sangat istimewa.”
“Coba, Nak Arya tanyakan kepada Mada apa resepnya.”
Arya melirik Mada.
Sambil memandang wajar Arya, Mada menjawab,
“Resepnya hanya cinta!”77
Berdasarkan kutipan tersebut, digambarkan bahwa masakan Sophia
istimewa, nikmat, dan lezat karena ia memasak dengan cinta. Ia
melakukan pekerjaannya dengan penuh cinta. Peristiwa ini memiliki
hubungan yang logis dan bersifat kuat dengan Kisah Tukang Kayu yang
diceritakan oleh Sophia kepada Mada yang terdapat pada sequen 27. Kisah
Tukang Kayu ini mempunyai kesamaan dengan keahlian Sophia dalam
memasak yang intinya memberikan pesan bahwa dalam melakukan
pekerjaan apapun, kita harus mengerjakannya dengan penuh cinta tanpa
mengharapkan pujian atau imbalan apapun. Kisah ini bertujuan untuk
menggambarkan penokohan Sophia yang menjelaskan bahwa masakan
Sophia selalu lezat dan nikmat karena ia memasak dengan penuh cinta
untuk orang yang ia cinta tanpa mengharapkan pujian.
Selanjutnya, beralih pada peristiwa mengenai kegemaran Mada
bermain sepakbola yang terdapat pada sekuen 18.
Meski tubuhnya mungil namun Mada rajin olahraga
Bersama aya, Mada sering diajak lari pagi di taman kota
Tapi dari semua jenis olahraga, sepakbola menjadi olahraga
Yang ia suka.”78
76 Abdullah Wong, op cit, h.125. 77
Ibid, h.79.
64
Kemudian, pada sekuen 67 dijelaskan mengenai pertandingan sepak
bola antara Sekolah Bening melawan Sekolah Perkasa.
“Kali ini sekolah Mada akan melawan sekolah dari luar kota
Ini adalah pertandingan persahabatan
Yang selama ini tertunda
Mada dipercaya sebagai penyerang seperti biasa
Para guru dan para siswa tengah menanti pertandingan
Inilah pertandingan sepak bola
Antara Sekolah Bening melawan Sekolah Perkasa.”79
Berdasarkan kutipan tersebut, kegemaran Mada dalam olahraga
sepakbola menjadikannya penyerang dan kapten tim sepakbola
sekolahnya.
Peristiwa mengenai kegemaran Mada dalam olahraga sepakbola
merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Kegemaran Mada
bermain sepakbola, menjadikan Mada seorang pemain sepakbola yang
handal. Maka, Mada dijadikan sebagai penyerang dan kapten kesebelasan
sekolahnya.
Selain itu, peristiwa yang menjelaskan Mada menjadi seorang
penyerang dan kapten tim bertujuan untuk menggambarkan penokohan
Mada. Diusianya yang sudah dewasa dan duduk di bangku SMA, Mada
dijadikan seorang kapten kesebelasan sepakbola sekolahnya. Hal ini
tentunya menunjukkan bahwa Mada adalah sosok yang dewasa diantara
kawan-kawannya dan juga memiliki jiwa pemimpin. Selain itu, Mada juga
digambarkan sebagai sosok yang dapat bekerjasama. Peristiwa ini terlihat
pada sekuen ke 69. Berikut kutipannya.
“Lihat, Mada sedang menggiring bola
Mada terus berlari membawa bola ke depan lawannya
Tiga lawan maju menghadang, tapi Mada bisa melewatinya
Kini Mada dan gawang lawan sangat dekat di hadapan Mada
Sementara kiper lawan sudah bersiap dengan tendangan
Mada ternyata tidak menendang langsung,
Tapi dioperkan kepada Arya
Arya tak menyia-nyiakan operan dari Mada
79Abdullah Wong, op cit, h.133.
65
Arya menjemput bola dan langsung menendangnya
Yeah, tendangan Arya menerobos masuk dengan kerasnya
“...Hei, Mada! Bukanlah kamu tadi bisa menendang langsung,
Mada?”
“Ah, Arya ini tim, bukan permainanku. Kita harus kerja
Sama!”80
Setelah peristiwa tersebut, diceritakan mengenai peristiwa penjual
obat di taman bunga yang dilihat Mada dan Arya ketika pulang sekolah.
Peristiwa ini terdapat pada sekuen 28.
“Lihat, Mada! Ada kerumunan orang di taman bunga.”
“Wah iya, ada apa, ya?”
“Bagaimana kalau kita lihat saja ke sana?”
Mada dan Arya menyebrang jalan,
Lalu mendatangi kerumunan orang yang begitu banyaknya.”81
Akibat melihat peristiwa tersebut, Mada pulang terlambat. Mada
berbohong kepada Hakim dan Sophia bahwa ia pulang terlambat karena
latihan sepakbola bersama kawan-kawannya. Berikut kutipannya.
“Ayah tidak marah. Ayah hanya bertanya, kenapa kamu baru
Pulang sekolah?”
“Ayah, tadi Mada bersama kawan-kawan ada latihan sepakbola
Di sekolah.”
“Apakah Mada tidak mau jadi anak yang berani?”
“Bu, Mada memang anak yang pemberani.”
“Mada, anak berani selalu jujur dan pantang bohong,
Apalagi berbohong pada orang tua sendiri.”
“Tapi benar Bu, Mada ada tambahan pelajaran seni.”
“Tadi Mada bilang ikut latihan sepak bola, sekarang ada
Tambahan pelajaran seni.”
“Anu, Yah. Itu, Bu. Mada Cuma lihat orang main atraksi.”82
Peristiwa penjual obat di taman bunga ini merupakan peristiwa yang
terjadi secara kronologis. Peristiwa ini terjadi ketika Mada dan Arya
pulang sekolah. Di tengah perjalanan pulang, ia melewati taman bunga
yang terdapat kerumunan orang di taman bunga tersebut. Akhirnya mereka
melihat kerumunan tersebut yang ternyata adalah penjual obat yang sedang
80 Abdullah Wong, op cit, h.134. 81 Ibid, h.39. 82
Ibid, h.42.
66
melakukan atraksi. Setelah melihat peristiwa tersebut, mereka melanjutkan
perjalanan pulang ke rumah masing-masing.
Peristiwa ini juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat
karena sebab menonton atraksi penjual obat di taman bunga, akibatnya
Mada pulang sekolah terlambat. Selain itu, peristiwa ini memiliki sebab-
akibat dengan pesan yang akan disampaikan kepada pembaca. Peristiwa
ini menyampaikan pesan untuk tidak berbohong kepada orang tua.
Peristiwa ini juga menggambarkan penokohan Mada yang selalu jujur,
karena melalui peristiwa tersebut ia berjanji tidak akan berbohong lagi.
Dengan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa Mada mendapatkan
pelajaran yang berharga melalui peristiwa tersebut. Ia berjanji tidak kan
berbohong lagi. Maka, sosok Mada diusianya yang ke 22 tahun, Mada
merupakan sosok yang jujur.
Selain itu, melalui peristiwa ini juga menggambarkan penokohan
Hakim dan Sophia yang merupakan sosok orang tua yang penuh dengan
pengertian dan bijaksana. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan di bawah
ini.
“Mada, kamu sudah cerita jujur dan benar
Ibu dan ayah bangga karena Mada memang anak pintar
Anak pintar tak pernah gentar untuk berkata benar.”
Mada memeluk, mencium dan menyelami
Sophia dan Hakim tersenyum dan mengerti
Mada benar-benar sangat menyesali
Mada kini berjanji tak akan berbohong lagi.”83
Berdasarkan kutipan tersebut, terlihat bahwa Hakim dan Sophia
merupakan sosok orang tua yang pengertian dan bijaksana. Mereka tidak
memarahi Mada ketika Mada berbuat salah dan berbohong, akan tetapi
mereka justru menasehati Mada dan memuji kejujuran Mada. hal ini
membuktikan bahwa Hakim dan Sophia merupakan sosok orang tua yang
mendidik anaknya dengan pengertian dan bijaksana. Jika anak melakukan
83 Abdullah Wong, op cit, h.43.
67
kesalahan, mereka akan menasehati dan membimbing anak tersebut
menuju hal yang benar.
Setelah peristiwa penjual obat di taman bunga, peristiwa beralih
pada peristiwa yang menceritakan mengenai Mada dan kawan-kawannya
yang membaca buku berjudul “Siapa Aku” yang ia temukan dengan Diwan
di perpustakaan ketika mendapatkan tugas bersama ketika sedang
berpencar mencari sebuah buku. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 31 dan
32.
“Mereka bersama ke perpustakaan untuk mencari buku-buku
Mereka berpencar demi menemukan sebuah buku
...Tak begitu lama Mada berhasil mendapatkan satu buku
Meskipun tipis, namun buku itu memancing rasa ingin tahun
Buku itu berjudul: Siapa Aku?
...Mereka sepakat untuk membaca buku itu di rumah Mada
Usai sekolah, usai makan di rumah.
Mereka akan datang ke rumah Mada.”84
Peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang terjadi secara
kronologis. Peristiwa diawalinya dengan Mada bersama Diwan
mendapatkan tugas bersama satu kelompok bersama Ihsan dan Arya yang
mencari buku-buku di perpustakaan. Mada menemukan sebuah buku yang
berjudul “Siapa Aku”. Akhirnya, Mada dan kawan-kawannya berencana
untuk membaca buku tersebut seusai pulang sekolah di rumah Mada.
“Namun mereka tak kunjung tiba
Mada maklum, hujan masih mengguyur dengan indahnya
Setelah hujan mulai reda
Satu persatu sahabat-sahabat Mada datang juga.”85
Selain itu, peristiwa tersebut juga merupakan peristiwa yang logis
dan bersifat kuat. Peristiwa tersebut bertujuan untuk menggambarkan
sikap Mada yang memiliki rasa ingin tahu yang besar akan sesuatu hingga
akhirnya ia memutuskan untuk mengajak kawan-kawannya membaca buku
tersebut di rumahnya. Setelah peristiwa tersebut pada sekuen 33 Hakim
84Abdullah Wong, op cit, h.51. 85
Ibid, h.52.
68
menceritakan mengenai Kisah Burung Parkit yang bertujuan untuk
menyampaikan pesan mengenai kebebasan dan kebersamaan. Kisah ini
memiliki persamaan dengan keadaan Mada dan kawan-kawannya. Buku
yang dibaca Mada dan kawan-kawannya merupakan sebuah buku yang
menceritakan mengenai kebebasan dalam menentukan akan menjadi apa
dan seperti apa kita nantinya. Selain itu, pesan mengenai kebersamaan
dalam Kisah Burung Parkit menjelaskan mengenai kebersamaan dengan
orang-orang yang dicintai meski dalam keadaan yang berkekurangan. Hal
ini juga sesuai dengan keadaan Mada dan kawan-kawannya yang selalu
bersama dalam keadaan susah maupun senang. Kawan-kawan Mada selalu
ada untuk membantu Mada ketika Mada berada dalam kesusahan.
Kemudian, diceritakan mengenai peristiwa kesedihan Arya karena
orang tuanya bertengkar. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 34.
“Ayah dan ibuku...”
Suara Arya terhenti, sementara mereka masih menunggu
“Ayah dan ibuku, tadi bertengkar di rumahku...
Arya takut kalau mereka akan meninggalkanku
Arya takut kalau mereka tak lagi bersatu
Arya takut kalau...”86
Aminah Mukhlas menenangkan Arya yang sedang berada dalam
kesedihan. Kemudian Aminah Mukhlas melanjutkan Kisah Gunadarma
yang pada dasarnya memiliki persamaan dengan kehidupan Arya yang
sedih karena berpisah dengan ayahnya. Cerita ini juga disampaikan oleh
Aminah Mukhlas untuk memberikan Arya semangat dan menenangkan
hati Arya yang sedang bersedih.
“Kisah Gunadarma tak jauh dengan pengalaman Arya
Gunadarma yatim karena ditinggal ayah ibunya
Sementara Arya, hanya berpisah dengan ayahnya...”87
Peristiwa terjadi secara kronologis. Peristiwa terjadi di dalam kelas
ketika jam pelajaran akan dimulai. Arya terlihat murung. Kemudian, Arya
86 Abdullah Wong, op cit, h.58. 87
Ibid, h.59.
69
menceritakan mengenai kesedihannya hingga Aminah Mukhlas yang
kembali melanjutkan Kisah Gunadarma yang terdapat pada sekuen 35.
“Tapi, ibu guru kembali memecah suasana
“Anak-anakku, masih mau mendengar cerita Gunadarma?”
Serentak mereka mengangguk, begitu pula dengan Arya.”88
Peristiwa ini juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat.
Kesedihan yang dialami Arya karena orang tuanya bertengkar pada
akhirnya menjadikan sosok Arya yang kuat. Selain itu, Aminah Mukhlas
yang melanjutkan Kisah Gunadarma bertujuan untuk mencairkan suasana
dan memberikan semangat kepada Arya karena kisah ini memiliki
kesamaan dengan kehidupan yang sedang Arya alami.
“Sebenarnya,
Kisah Gunadarma tak jauh dengan pengalaman Arya
Gunadarma yatim karena ditinggal ayah ibunya
Sementara Arya, hanya berpisah dengan ayahnya.”89
Setelah itu, ketika dalam perjalanan pulang sekolah, Mada dan
kawan-kawannya bercerita mengenai sosok Mbah Sobri yang memiliki
seekor anjing bernama Bleki, hingga akhirnya Mada menceritakan
mengenai Kisah Sangkuriang kepada kawan-kawannya. Peristiwa ini
terdapat pada sekuen ke 36 dan 37.
“Mereka berjalan sambil sesekali berlari
Apalagi kalau sudah melewati rumah Mbah Sobri
Wah, kami harus cepat-cepat berlari
Ya, karena biasanya ada seekor anjing yang berjaga di depan
Rumah Mbah Sobri.”90
Peristiwa Mbah Sobri yang memiliki seekor anjing bernama bleki
dengan peristiwa Mada yang menceritakan Kisah Sangkuriang merupakan
peristiwa yang terjadi secara kronologis karena peristiwa tersebut terjadi
ketika Mada dan kawan-kawannya sedang dalam perjalanan pulang
sekolah. Kemudian, mereka melewati rumah Mbah Sobri yang memiliki
88 Abdullah Wong, op cit, h.61-62. 89 Ibid, h.59. 90
Ibid, h.70.
70
anjing yang bernama Bleki hingga akhirnya Mada menceritakan Kisah
Sangkuriang. Selain itu, peristiwa ini merupakan peristiwa yang logis dan
bersifat kuat karena Mbah Sobri yang memiliki anjing yang bernama Bleki
memiliki kesamaan dengan Kisah Sangkuriang yang memiliki seorang
ayah yang merupakan seekor anjing bernama Tumang.
“Kalau melihat Bleki, aku jadi ingat cerita Sangkuriang...”91
Kemudian, pada sekuen 38 peristiwa kembali kepada Arya. Arya
malas untuk pulang ke rumah karena masalah pertengkaran yang terjadi di
antara kedua orang tuanya.
“...Entah kenapa Arya kini terdiam dan menatap Mada
“Ada apa, Arya?”
“Apakah aku boleh main ke rumahmu, Mada?”
“Tentu saja boleh, Arya.”
“Aku malas untuk pulang ke rumahku, Mada....”92
Arya main ke rumah Mada. Di teras rumah, Hakim sedang bermain
gitar dan menulis lagu. Kemudian, datanglah Rudi, sahabat Hakim yang
sudah lama berpisah.
“Sementara, Hakim,
Masih bermain gitar dan menulis lagu penuh gairah
Belum lama Mada dan Arya masuk ke dalam rumah
Datang sebuah mobil mewah
Keluar seorang lelaki dengan wajah yang sangat cerah
Pakaian indah, rambut klimis seperti basah,
Sepatu dan kemeja yang mustahil berharga murah
Dialah Rudi, sahabat Hakim yang sudah lama berpisah.”93
Di rumah Mada, Arya menceritakan kesedihannya kepada Sophia
yang terdapat pada sekuen 41.
“...Ibu, sebenarnya Arya sedang sedih
Dia mau cerita tapi malu...”
“Begini, Bu. Ayah dan ibuku bertengkar.
Arya benar-benar takut....”
“...Tapi, Bu. Ayahku telah pergi. Arya dan ibuku dilarang ikut.”
Sophia menarik dan mengeluarkan nafas dengan lembut.”94
91 Abdullah Wong, op cit, h.73. 92 Ibid, h.77. 93
Ibid, h.78.
71
Kemudian, Rudi pun pamit. Hakim menghampiri Mada, Arya, dan
Sophia yang duduk di ruang tamu membahas Kisah Gunadarma.
Kemudian, Mada dan Arya pun menceritakan Kisah Gunadarma kepada
Hakim. Pada sekuen 43 dijelaskan bahwa ibu Arya datang ke rumah Mada
untuk menjemput Arya pulang.
“Tak lama ibu Arya datang ke rumah Mada Tak lain adalah untuk menjemput Arya... “Walah, Arya. Ternyata kamu betah di sini?” “Ya, Bu. Arya masih asyik bermain di sini...”
“Ayo Arya, kita pulang...”95
Di tengah perjalanan pulang terjadi perdebatan antara Arya dan
ibunya.
“Arya, maafkan ibumu
Karena ayah dan ibumu sudah tak lagi bersatu
Sesungguhnya ini semua bukan rencana yang kami mau
Tapi bagaimana lagi, kita semua harus setuju.”
“Setuju!? Kenapa kita harus setuju
Pada sesuatu yang kita tidak mau?”
“Anakku,
Seringkali kita tidak punya kesempatan untuk memilih setuju
Karena terkadang apa yang kita mau
Menjadi jalan terbaik untuk memenangkan apa yang kita
Mau
“Jalan terbaik untuk siapa, bu?”
“Tentu saja untuk semua, dan termasuk dirimu.”
“Apakah ayah juga setuju?”
“Iya, ini adalah keputusan kami, demi masa depanmu.”
“Masa depan seperti apa, seorang anak yang hidup tanpa
Seorang ayah?”
“Kami tetap memiliki ayah, anakku. Hanya saja ayah tak Selalu disampingmu.”
Baiklah, apapun yang ibu mau, Arya akan ikut setuju.”
“Oh, Anakku. Aku bersyukur mempunyai anak sepertimu.”96
Secara keseluruhan, peristiwa yang telah dijabarkan di atas
merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Peristiwa yang
menjelaskan mengenai kedatangan Rudi ke rumah hakim berakibat pada
94 Abdullah Wong, op cit, h.80. 95 Ibid, h.83. 96
Ibid, h.84.
72
jatuh miskinnya Hakim yang terdapat pada sekuen 50 dan peristiwa yang
terjadi pada Arya bertujuan untuk menceritakan kisah kehidupan Arya
yang setelah perpisahan orang tuanya, Arya belajar menjadi sosok yang
lebih kuat, mandiri, dan menerima kenyataan.
Peristiwa di atas juga merupakan peristiwa pararel yang terikat pada
latar tempat dan waktu yang sama, yaitu latar tempat di rumah Hakim
dengan peristiwa yang terjadi dalam waktu yang bersamaan. Rudi datang
mengunjungi Hakim dan Arya yang mampir ke rumah Hakim setelah
pulang sekolah untuk bermain dengan Mada.
Pada sekuen 44, Mada mendapatkan teman baru di kelasnya yang
bernama Aghnia Cahaya.
“Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru,
Dia akan menjadi salah satu temanmu.
Nanti kalian mengenalkan diri satu persatu,
Setelah temanmu ini mengenalkan diri padamu....”
“Namaku Aghnia Cahaya,
Kalian boleh memanggilku Nia.”97
Setelah semua murid berkenalan dengan Aghnia Cahaya atau yang
biasa dipanggil Nia, Aminah Mukhlas mengajak murid-murid untuk
belajar di luar kelas tentang matahari. Peristiwa ini terdapat pada sekuen
45.
“Anak-anakku, hari ini kita belajar di luar kelas
Kita akan melihat alam dan pemandangan bebas
Jangan lupa keluar dengan tertib dari kelas
“...Anak-anakku, hari ini kita akan belajar tentang matahari,
Apakah di antara kalian ada yang tahu tentang matahari?”98
Kemudian, setelah jam pelajaran berakhir, Mada dan kawan-
kawannya istirahat. Awalnya Mada bertanya kepada Nia dari mana ia
berasal. Nia menjawab, bahwa ia berasal dari sebuah kota yang dekat
dengan matahari. Mada terkejut karena ternyata Nia mengetahui mengenai
Kisah Dewa Matahari. Sedangkan, Arya belum pernah mendengarnya.
97
Abdullah Wong, op cit, h.87-88. 98
Ibid, h.88.
73
Akhirnya Nia pun menceritakan Kisah Dewa Matahari kepada Arya pada
sekuen 46.
“Sebenarnya kalian ini
Mau atau tidak menceritakan Dewa Matahari kepadaku?”
Nia memandang wajah Mada, saling berpandangan seolah
Saling memberi tanda
“Biar kamu saja yang cerita, Nia,” kata Mada.
“Ah, kamu saja, Mada,” jawab Nia
Mada dan Nia saling terdiam memandang wajah Arya.
“Ayolah, kalian keberatan kalau bercerita?”
“Baiklah biar aku saja yang bercerita,” kata Nia.99
Peristiwa yang dipaparkan di atas merupakan peristiwa yang terjadi
secara kronologis. Peristiwa terjadi ketika jam pelajaran berlangsung di
sekolah. Mada mendapatkan teman baru yang bernama Nia, kemudian
Mada dan kawan-kawannya belajar tentang Matahari bersama Aminah
Mukhlas, dan Nia yang menceritakan Kisah Dewa Matahari kepada Arya
ketika jam istirahat tiba.
Peristiwa tersebut juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat
kuat. Sosok Nia merupakan sosok yang penting di dalam novel ini. Nia
adalah tokoh yang berpengaruh pada petualangan mencari Buku
Gunadarma dan ia juga merupakan tokoh yang berperan untuk membantu
kehidupan Mada kembali seperti semula. Dalam petualangan mencari
Buku Gunadarma, Nia merupakan salah satu tokoh yang mengetahui
mengenai Kisah Gunadarma. Nia juga menceritakan kelanjutan Kisah
Gunadarma ketika Aminah Mukhlas sudah diberhentikan dari sekolah, dan
Nia adalah tokoh yang mendengar kelanjutan Kisah Gunadarma hingga
selesai. Selain itu, Nia merupakan orang yang berperan dalam membantu
kehidupan Mada kembali seperti semula. Melalui rencana Nia dan ayahnya
Mantra, kehidupan Mada kembali seperti semula.
Pelajaran tentang Matahari dengan Kisah Dewa Matahari yang
diceritakan Nia merupakan peristiwa yang berkaitan, karena Nia
99
Abdullah Wong, op cit, h.94.
74
menceritakan kisah tersebut setelah pelajaran yang disampaikan oleh
Aminah Mukhlas tentang Matahari kepada murid-murid.
Kemudian berlanjut pada peristiwa Sophia melahirkan yang terdapat
pada sekuen 47.
“Malam ini adalah malam yang mendebarkan
Mada bersama ayah sedang duduk berduaan
Sementara ibu sedang di dalam ruang untuk
Diperiksa dokter, “Mungkin malam ini ibu melahirkan.
“Mada bangunlah ibumu sudah melahirkan.
Semua selamat, dan adikmu perempuan!”100
Berdasarkan kutipan di atas, Sophia melahirkan seorang anak
perempuan yang kemudian diberi nama Rindu Rembulan. Berikut
kutipannya.
“Ayah, bagaimana kalau nama adikku, Rembulan?”
“Bagaimana, Ibu? Apa ibu setuju nama Rembulan?”
“Apa ibu boleh menambahkan?”
“Oh, tentu ibu. Ibu boleh saja menambahkan.”
“Ibu selalu rindu pada rembulan, maka ibu usul ada Rindu
Di nama itu.”
“Baik, bagaimana kalau namanya Rindu Rembulan?”
...Akhirnya mereka sepakat, nama adik Mada adalah Rindu
Rembulan.”101
Setelah peristiwa Sophia melahirkan, kawan-kawan Mada datang
mengunjungi Mada ke rumah sakit untuk melihat adik Mada. Peristiwa ini
terdapat pada sekuen 48.
“Jam sembilan lewat lima puluh
Terdengar dari jauh suara gemuruh
Mada seperti mengenal, siapa yang biasa membuat gaduh
Ternyata mereka adalah kawan-kawan Mada
Oh, bahagianya Mada,
Mereka mau menjenguk ibu dan adiknya.”102
Setelah menengok adik Mada, Mada dan kawan-kawannya
mengobrol di teras. Kemudian, mereka membahas mengenai Kisah
100 Abdullah Wong , op cit, h.102. 101 Ibid, h.103. 102
Ibid, h.104.
75
Gunadarma yang belum mereka dengar hingga selesai. Akhirnya, mereka
sepakat untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma.
“Kini giliran Angelica yang mengajukan rencana
“Bagaimana kalau kita ramai-ramai mencarinya?”
Semua menatap wajah Angelica dengan penuh tanda tanya
Tapi entah kenapa, seakan kami punya jawaban yang sama.
“Ya, setuju. Kita semua harus mencarinya, bersama.”103
Berdasarkan penjabaran di atas, menjelaskan bahwa peristiwa
Sophia melahirkan yang memunculkan tokoh Rindu Rembulan dan
peristiwa kawan-kawan Mada yang datang mengunjungi Mada dan
akhirnya mereka sepakat untuk melakukan petualangan mencari Buku
Gunadarma merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat.
Kedua peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang terikat dengan
ruang dan waktu yang sama, yaitu pada waktu mengunjungi Sophia yang
melahirkan dan dengan latar di rumah sakit. Selain itu, kesamaan suasana
yang terjadi di antara kedua peristiwa tersebut yaitu berkaitan dengan rasa
gembira. Kegembiraan hadirnya anggota baru dalam keluarga Mada, yaitu
Rindu Rembulan dan kegembiraan Mada dan kawannya yang berencana
untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma.
Setelah itu, muncullah konflik yaitu kasus penipuan yang dialami
Hakim yang dilakukan oleh temannya sendiri, yaitu Rudi.
“...Hah?! Berarti saya ditipu?
Padahal aku sudah menggadaikan surat-surat rumahku.
Kata Rudi aku akan untung, dan segera mendapatkan rumah
Baru.
Oh, aku tak menyangka. Padahal Rudi adalah kawan baikku.”104
Berdasarkan kutipan tersebut, peristiwa di atas menjelaskan kasus
penipuan yang dialami Hakim yang dilakukan oleh Rudi. Hakim telah
menggadaikan surat-surat rumahnya kepada Rudi untuk bisnis investasi
dengan harapan akan mendapatkan untung lebih dan Hakim akan
103 Abdullah Wong, op cit, h.106. 104
Ibid, h.108.
76
mendapatkan rumah baru. Akan tetapi, Rudi yang sudah ia anggap sebagai
saudara tega menipunya.
Secara keseluruhan, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang
tidak terjadi secara kronologis karena peristiwa Rudi yang datang
mengunjungi Hakim dijelaskan pada sekuen 39 dan peristiwa yang
menjelaskan datangnya dua orang lelaki berbaju tentara membawa kabar
berita mengenai Rudi yang ternyata adalah seorang penipu terdapat pada
sekuen 50. Akan tetapi, peristiwa yang terjadi di atas merupakan peristiwa
yang logis dan bersifat kuat, karena Hakim menggadaikan surat-surat
rumahnya untuk bisnis investasi yang ternyata hanya penipuan yang
mengakibatkan kehidupan Hakim jatuh miskin dan rencana Mada untuk
melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma pun tidak terlaksana
karena ia harus membantu orang tuanya bekerja.
Pada sekuen 51 terdapat peristiwa Aminah Mukhlas yang
diberhentikan karena difinah telah menggelapkan gaji guru dan karyawan
di sekolah. Hal tersebut, memberikan kesedihan kepada murid-murid di
kelas karena mereka begitu menyayangi Aminah Mukhlas. Selain itu,
Kisah Gunadarma yang diceritakan oleh Aminah Mukhlas pun belum
selesai diceritakan.
“Memang apa yang terjadi, Bu?
Kenapa sampai ibu diberhentikan?” tanya Diwan “Ibu
difitnah menggelapkan gaji guru dan karyawan Padahal
sungguh, ibu sama sekali tidak melakukan...”105
Kemudian, pada sekuen 52, Aminah Mukhlas menceritakan Kisah
Cincin Perak yang merupakan pengalaman pribadinya.
“Ibu ceritakan kepada kami apa yang sangat ibu sayangi dan
Ibu banggakan.”
Ibu guru tersenyum, sambil memegang cincin perak di jari
Manisnya, ia berkata,
“Ini yang akan ibu ceritakan.”
“...Mereka memeluk, bahkan mencium cincin perak yang punya
Cerita mendebarkan.
105 Abdullah Wong, op cit, h.111.
77
Selamat jalan ibuku;
Selamat jalan sahabatku;
Selamat jalan orangtuaku,”
Demikan perpisahan mereka
Dengan pemilik cincin perak itu.”106
Peristiwa diberhentikannya Aminah Mukhlas dengan Kisah Cincin
Perak yang diceritakan olehnya kepada murid-muridnya merupakan
peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Hal ini dikarenakan peristiwa
diberhentikannya Aminah Mukhlas disebabkan karena ia telah difitnah
menggelapkan gaji guru dan karyawan di sekolah yang mengakibatkan ia
diberhentikan. Selain itu, peristiwa diberhentikannya Aminah Mukhlas
dari sekolah menjadi alasan kuat bagi Mada dan kawan-kawannya untuk
melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma, karena Aminah
Mukhlas belum menyelesaikan kisah tersebut, sehingga Mada dan kawan-
kawannya merasa penasaran ingin mengetahui akhir cerita Gunadarma.
Setelah itu, perstiwa Aminah Mukhlas yang menceritakan tentang Kisah
Cincin adalah sebagai kenang-kenangan terakhir dan perpisahan dengan
murid-muridnya. Kisah Cincin Perak merupakan pengalaman pribadi
Aminah Mukhlas yang berisi pesan yang disampaikan oleh orang tuanya
yang kemudian disampaikan kembali kepada murid-muridnya sebagai
pesan untuk menghadapi kehidupan kedepannya.
Konflik memuncak ketika kehidupan Hakim jatuh miskin. Hakim
dan keluarganya mengontrak di sebuah rumah kecil dan sederhana. Sebuah
kontrakan milik ayah Krisna, Pak Wisnu. Keadaan keluarga Mada berada
dalam kesulitan dan kemiskinan, hingga akhirnya Hakim bekerja di stasiun
kota untuk mengangkat barang bawaan penumpang kereta. Peristiwa ini
terdapat pada sekuen 53 dan 54.
“Kini rumah Mada digadaikan kepada ayah Krisna
Lalu mereka mengotrak di sebuah rumah kecil dan sederhana
Rumah kecil milik keluarga Pak Wisnu, ayah Krisna
Di sana hanya ada satu kamar saja,
“...Ayah sudah dapatkan pekerjaan di stasiun kota.
106 Abdullah Wong, op cit, h.112-115.
78
Di sana ayah bisa mengangkat barang bawaan penumpang
Kereta.”107
Peristiwa di atas yang menjelaskan kehidupan Hakim yang jatuh
miskin hingga ia mengontrak di rumah kontrakan milik ayah Krisna
merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis, karena peristiwa
sebelumnya menjelaskan mengenai kasus penipuan yang dialami oleh
Hakim yang terjadi pada sekuen 50. Peristiwa tersebut juga merupakan
peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena peristiwa tersebut merupakan
akibat yang timbul karena Hakim telah menggadaikan surat-surat
rumahnya kepada Rudi hingga akhirnya ia harus mengontrak di sebuah
rumah kecil dan sederhana. Hakim pun harus bekerja untuk mengangkat
barang bawaan penumpang kereta di stasiun kota untuk mencari uang dan
menafkahi makan keluarganya.
Kemudian, berlanjut dengan menceritakan Krisna dan Anton yang
terdapat pada sekuen 55 dan 56.
“Padahal dulu, Krisna adalah teman yang baik senantiasa
Dia tak pernah menghina apalagi menyakiti Mada
Itu dulu ketika ayah Krisna masih miskin
Dan sering meminjam uang pada ayah Mada
Tapi kini Krisna kaya raya, di rumahnya semua ada
Krisna sekelas dengan Anton yang juga badung
Mereka saling menggoda,
Membuat Mada dan teman-temannya sering tersinggung
Hanya Diwan yang kadang berani
Meladeni mereka bertarung
Tapi dilerai Nia dan Arya,
Membuat Diwan dan Mada urung.”108
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Krisna yang dulu dan sekarang
adalah Krisna yang berbeda. Dulu, Krisna adalah teman yang baik. Akan
tetapi, sekarang ia adalah orang yang sombong. Ia selalu menghina dan
mengganggu Mada dan kawan-kawannya. Hal ini dapat dilihat dari
kutipan berikut ini.
107 Abdullah Wong, op cit, h.117-118. 108
Ibid, h.119.
79
“Seperti ketika mereka sedang olahraga,
Krisna dan Anton menyembunyikan tas yang ada di meja
Mereka pura-pura tidak melakukannya
Padahal Affwah adalah saksinya,
Karena ia jelas-jelas melihatnya
Tapi mereka tak pernah mengakui perbuatannya
Tentu saja Mada marah dan ingin sekali menghajarnya
Andai saja Ibu Aminah masih ada,
Pasti sudah diadukan padanya
Kini guru yang menggantikan kami adalah Bapak Kuntala
Ia sering membela Krisna
Hanya karena dia anak orang kaya
Ah, rasanya hidup semakin tak adil saja.”109
Peristiwa yang menceritakan mengenai Krisna dan Anton serta
contoh kenakalan yang dilakukan oleh mereka merupakan peristiwa yang
terjadi secara kronologis karena sebelumnya pada sekuen 6 dan 7
dijelaskan bahwa Krisna dan Anton adalah sahabat baik Mada ketika
kehidupan mereka masih miskin. Akan tetapi, pada sekuen 55 dan 56
mereka sudah menjadi orang kaya hingga mereka menjadi orang yang
sombong dan nakal.
Berdasarkan pemaparan di atas, peristiwa yang menceritakan Krisna
dan Anton juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat.
Peristiwa yang menceritakan sosok Krisna dan Anton adalah peristiwa
yang memiliki sebab-akibat karena pada tahap perkenalan dijelaskan
mengenai sosok Krisna dan Anton yang merupakan teman baik Mada.
Akan tetapi, pada sekuen 55 dan 56 tersebut, Krisna dijelaskan merupakan
orang yang sombong karena ia sudah menjadi orang kaya. Ia juga nakal
sama hal dengan Anton. Selain itu, sebab lain adanya peristiwa yang
menceritakan sosok Krisna adalah karena Hakim menggadaikan rumahnya
kepada ayah Krisna. Hakim dan keluarganya juga mengontrak di rumah
milik ayah Krisna. Ayah Krisna yang dulu sering meminjam uang kepada
Hakim ketika ia masih miskin, sekarang sudah menjadi orang kaya.
Melalui peristiwa yang menceritakan Krisna dan Anton juga bertujuan
109 Abdullah Wong , op cit, h.119-120.
80
untuk menyampaikan pesan untuk tidak menjadi orang yang sombong
meskipun memiliki kekayaan yang berlimpah, karena kekayaan tersebut
hanya sebuah titipan.
Selain itu, berdasarkan kutipan di atas disebutkan mengenai guru
pengganti di sekolah Mada yang bernama Bapak Kuntala. Meski sosok
Bapak Kuntala hanya disebutkan secara singkat, akan tetapi melalui
kutipan di atas dapat menggambarkan seperti apa sosok Bapak Kuntala.
Seorang guru yang hanya membela anak-anak orang kaya. Seorang guru
yang tidak adil dan tidak sepenuhnya menyayangi murid-muridnya seperti
Aminah Mukhlas.
Peristiwa yang menjelaskan mengenai guru pengganti Aminah
Mukhlas merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis karena
peristiwa yang menyebutkan sosok Bapak Kuntala terjadi setelah peristiwa
pemberhentian yang dialami oleh Aminah Mukhlas. Peristiwa tersebut
juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Kasus
pemberhentian Aminah Mukhlas dengan guru pengganti Bapak Kuntala
seakan-akan memiliki keterkaitan bahwa Bapak Kuntala adalah orang
yang telah memfitnah Aminah Mukhlas hingga akhirnya ia diberhentikan
dari sekolah.
Kemudian, pada sekuen 59 dijelaskan bahwa Mada tidak dapat ikut
melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma. Hal tersebut,
dikarenakan keadaan keluarga Mada yang sedang dalam kesulitan dan
kemiskinan. Mada harus membantu ayah dan ibunya untuk bekerja.
“Kawan-kawan, maafkan aku.” Mada kembali bicara
“Kalian tetap teruskan pencarian buku Gunadarma
Tapi aku sama sekali tidak bisa ikut bersama
Aku harus membantu ayahku bekerja
Apalagi adikku masih kecil, aku harus membantu ibuku
Menjaganya.”110
Peristiwa di atas merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis
dan memiliki sebab-akibat. Setelah, kasus penipuan yang dialami oleh
110 Abdullah Wong, op cit, h.121.
81
ayahnya, Mada jatuh miskin dan harus mengontrak di sebuah rumah
kontrakan. Hal tersebut tentunya mengharuskan ia untuk membantu kedua
orang tuanya mencari uang. Mada harus membantu orang tuanya untuk
bekerja dan menjaga adiknya.
Keadaan Mada yang jatuh miskin dan memutuskan untuk tidak ikut
dalam petulangan mencari Buku Gunadarma pun berakibat pada pada
sekuen 60 yang menjelaskan mengenai kawan-kawan Mada berencana
untuk membantu Mada yang sedang dalam kesusahan.
“Mada. deritamu derita kami juga. Bahagiamu, bahagia kami
Juga.”
“Benar, Mada. kami semau ada di belakangmu
Kami semua akan membantumu,”
Entah siapa yang memberi perintah, tiba-tiba semua berseru.”111
Rencana kawan-kawan Mada untuk membantu Mada yang sedang
dalam kesusahan adalah peristiwa yang terjadi secara kronologis karena
rencana tersebut muncul setelah peristiwa penipuan yang dialami oleh
ayah Mada hingga akhirnya Mada memutuskan untuk tidak ikut dalam
petualangan mencari Buku Gunadarma. Peristiwa ini juga merupakan
peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena kawan-kawan Mada adalah
sahabat yang setia. Mereka selalu bersama dalam suka maupun duka.
Kawan-kawan Mada membantu Mada yang sedang dalam kesusahan.
Mereka berencana untuk membantu Mada karena mereka ingin Mada ikut
dalam petualangan untuk mencari Buku Gunadarma.
Kemudian, pada sekuen 61 Nia menceritakan Kisah Sebuah Pulau
yang memiliki kesamaan dengan kehidupan Mada yang mengalami
kesulitan dan kemiskinan, akan tetapi ia memiliki kawan-kawan setia yang
selalu ada dalam keadaan suka menolongnya dalam keadaan duka.
Peristiwa Nia yang menceritakan Kisah Sebuah Pulau pun
merupakan peristiwa logis dan bersifat kuat karena kisah ini
mengambarkan kerelaan hati kawan-kawan Mada yang berencana untuk
111 Abdullah Wong, op cit, h.121.
82
menolong Mada. selain itu, kisah ini diceritakan oleh Nia kepada Mada
sebagai pesan bahwa Mada memiliki sahabat setia yang selalu ada untuk
membantu dan menolongnya.
Pada sekuen 62 dan 63 dijelaskan bahwa Mada sudah setahun lebih
hidup dalam kesulitan dan kemiskinan. Hal ini dapat dilihat melalui
kutipan di bawah ini.
“...Tanpa terasa,
Sudah setahun lebih Mada dan keluarga menjalani hidup
Yang berbeda
Meski dalam keadaan yang sangat sederhana
Mereka tetap senyum bahagia
Mereka tetap bahagia.”112
Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa peristiwa
terjadi secara kronologis karena peristiwa sebelumnya menceritakan
mengenai kasus penipuan yang dialami oleh ayah Mada, Mada tinggal di
sebuah kontrakan, Hakim bekerja mengangkut barang bawaan penumpang
di stasiun kereta, dan sering kali Hakim dan Mada mengamen, dan
kehidupan Mada yang berada dalam kesulitan dan kemiskinan sudah
berlangsung selama satu tahun lebih.
Peristiwa tersebut juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat
kuat karena Hakim hanya bekerja mengangkut barang bawaan penumpang
di stasiun kereta dan mengamen yang penghasilannya tidak besar,
sehingga uang yang didapatkan pun hanya cukup untuk makan sehari-hari.
Bukan pekerjaan yang menghasilkan uang yang besar dan bisa menebus
kembali rumahnya, hingga akhirnya satu tahun pun tidak terasa mereka
lewati dalam keadaan yang kesulitan dan kemiskinan.
Peristiwa berlanjut dengan menceritakan rencana kawan-kawan
Mada untuk membantu Mada yang sedang berada dalam kesulitan dan
kemiskinan yang terdapat pada sekuen 64 dan 65.
“Ayah Nia bernama Mantra
Dia adalah seorang konsultan yang selalu gigih bekerja
112 Abdullah Wong, op cit, h.124.
83
Dia juga seorang produser yang cukup ternama
“...Setahuku, ayah Mada bisa menulis lagu. Ya, ayah Mada bisa
Menciptakan lagu,”
Jawab Diwan begitu semangatnya.
“Nah, maksudku begini. Kita bersama bicara kepada ayahku,
Kita bilang saja kalau ayah Mada pandai menulis lagu,”
“Lalu?”
“...Kita bilang supaya ayahku mau membantu
Membantu ayah Mada yang bisa menulis lagu itu.
“Membantu bagaimana?” kini Affwah bertanya.
“Ya tentu saja, membantu supaya ayahku mau menjadi
Produser ayahnya Mada”113
Berdasarkan kutipan di atas, peristiwa yang menggambarkan
mengenai rencana Nia untuk membantu Mada merupakan peristiwa yang
logis dan bersifat kuat. Hal ini dikarenakan, kemampuan Hakim yang bisa
menulis lagu merupakan sebab Nia berencana untuk membujuk ayahnya
yang seorang produser untuk mau memproduseri lagu-lagu yang
diciptakan oleh Hakim. Rencana kawan-kawan Mada tersebut tentunya
dengan harapan agar keadaan Mada kembali seperti semula sehingga
Mada pun bisa ikut dalam petualangan mencari Buku Gunadarrma.
Setelah rencana Nia untuk membantu Mada, pada sekuen 66
peristiwa beralih pada sosok Rindu, adik Mada.
“Rindu berhenti mewarnai
Sejenak sambil menatap wajah Maja
“Itu namanya, Raja Sepatu, Kakak Mada!”114
Kemudian, pada sekuen 67 Mada menceritakan mengenai Kisah
Sepatu kepada Rindu.
Peristiwa Mada yang menemani Rindu mewarnai menjelaskan
bahwa Rindu sudah dapat berbicara dan bisa mewarnai. Berdasarkan
kutipan di atas, secara keseluruhan peristiwa yang menjelaskan bahwa
Rindu sudah bisa berbicara dan mewarnai merupakan bukti bahwa
113 Abdullah Wong, op cit, h.129-130. 114
Ibid, h.132.
84
peristiwa tersebut tidak tersusun secara kronologis karena setelah peristiwa
Sophia melahirkan tidak dijelaskan mengenai perkembangan Rindu.
Akan tetapi, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang logis dan
bersifat kuat karena sebelumnya pada sekuen 62 dan 63 dijelaskan bahwa
satu tahun lebih Mada menjalani hidup dalam kemiskinan hal inipun
tentunya menjelaskan bahwa Rindu sudah beranjak besar hingga pada
sekuen 66 dijelaskan bahwa Rindu sudah dapat bicara dan mewarnai.
Peristiwa Mada yang menceritakan Kisah Sepatu pun merupakan peristiwa
yang logis karena pada saat itu Rindu yang sedang mewarnai sepatu.
Setelah itu, terdapat peristiwa pertandingan sepakbola antara
Sekolah Bening melawan Sekolah Perkasa dengan kapten kesebelasan
Sekolah Bening yang dipegang oleh Mada.
“Kali ini sekolah Mada akan melawan sekolah dari luar kota
Ini adalah pertandingan persahabatan
Yang selama ini tertunda
Mada dipercaya sebagai penyerang seperti biasa
Para guru dan para siswa tengah menanti pertandingan
Inilah pertandingan sepak bola
Antara Sekolah Bening melawan Sekolah Perkasa.”115
Akan tetapi, pada sekuen 69 menjelaskan peristiwa Hakim yang
sedang mengamen bis kota dengan lantang dan gembira.
“Sementara di luar sana, di sebuah jalan raya kota
Ayah Mada sedang mengamen di bis kota
Dia menyanyi penuh lantang dan gembira.”116
Kemudian, pada sekuen 70 kembali menjelaskan pada pertandingan
sepakbola Sekolah Bening melawan Sekolah Perkasa.
“Lihat, Mada sedang menggiring bola
Mada terus berlari membawa bola ke depan lawannya
Tiga lawan maju menghadang, tapi Mada bisa melewatinya
Kini Mada gawang lawan sangat dekat di hadapan Mada
Sementara kiper lawan sudah bersiap dengan tendangan
Mada ternyata Mada tidak menendang langsung,
Tapi dioperkan kepada Arya
115 Abdullah Wong, op cit, h.133. 116
Ibid, h.133.
85
Arya tidak menyia-nyiakan operan dari Mada
Arya segera menjemput bola dan langsung menendangnya
Yeah, tendangan Arya menerobos masuk dengan kerasnya
“Goool!!!”117
Kemudian, peristiwa kembali pada Hakim yang sedang menyanyi di
sebuah warung tenda. Menyanyi sebuah lagu tentang jiwa merdeka dengan
merdunya. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 71.
“Sementara
Ayah Mada sedang menyanyi di sebuah warung tenda
Hakim menyanyi lagu tentang jiwa merdeka dengan
Merdunya.”118
Pertandingan sepakbola pun usai. Tim Sekolah Dasar Bening tampil
sebagai juara karena kerjasama Mada yang mengoper bola kepada Arya
dan akhirnya Arya mencetak gol untuk Sekolah Bening. Setelah itu,
terdapat peristiwa Arya dan ibunya pada sekuen 72.
“Ketika semua sedang bersorak gembira
Dari jauh Arya melihat ibunya
Arya berlari menuju ibunya yang berdiri di tepi lapangan bola
Arya berlari dan segera memeluk ibunya
Mereka berpelukan dan tak terasa saling meneteskan airmata
Mungkin terbayang, andai saja ayah Arya ada di sisi mereka.”119
Kemudian, Mada dan kawan-kawannya merayakan kemenangan
mereka melawan Sekolah Perkasa. Pesta kemenangan tersebut digelar di
halaman rumah Diwan yang rindang. Kemudian pada sekuen 73, Nia
menceritakan kelanjutan mengenai Kisah Gunadarma.
“...Setelah Nia datang,
Entah mengapa semua merasa gembira
Ternyata mereka tengah menantikan Nia bercerita
“Nah, ini dia sang pencerita kita,” teriak Arya
“Wah, ternyata Nia datang juga,” demikian tutur Mada
“Bagaimana, serius mau mendengar lanjutan Gunadarma?”
“Tentu Nia. Sejak ibu guru pergi, kami tak tahu nasib
Gunadarma.”
“Baiklah, saya akan bercerita,
117 Abdullah Wong, op cit, h.134. 118 Ibid, h.134. 119
Ibid, h.135.
86
Memang sudah sampai di mana
Kalian dengan cerita Gunadarma?”
“Anu, kalau tidak salah,
Cerita sampai ketika Gunadarma di hutan Gunadarma.”120
Berdasarkan penjabaran di atas menjelaskan peristiwa pertandingan
sepakbola Sekolah Bening dan Sekolah Perkasa merupakan peristiwa yang
terjadi secara kronologis karena pertandingan tersebut merupakan
pertandingan persahabatan antara Sekolah Bening dan Sekolah Perkasa.
Selain itu, peristiwa yang menjelaskan Mada menjadi seorang
penyerang dan kapten kesebelasan bertujuan untuk menggambarkan
penokohan Mada. Diusianya yang sudah dewasa dan duduk di bangku
SMA, Mada dijadikan seorang kapten kesebelasan sekolahnya. Hal ini
tentunya menunjukkan bahwa sosok Mada diusianya 22 tahun adalah
sosok yang dewasa diantara kawan-kawannya dan juga memiliki jiwa
pemimpin. Selain itu, Mada juga digambarkan sebagai sosok yang dapat
bekerjasama.
Peristiwa pertandingan sepakbola antara Sekolah Bening melawan
Sekolah Perkasa hingga akhirnya Sekolah Bening memenangkan
pertandingan setelah gol yang dicetak oleh Arya melalui operan yang
diberikan oleh Mada dengan petistiwa Hakim yang mengamen di bis kota
dengan warung tenda dengan membawakan lagu tentang jiwa medeka
merupakan peristiwa yang terjadi secara logis dan bersifat kuat karena
peristiwa tersebut merupakan peristiwa pararel yang terikat pada latar
suasana yang sama, yaitu menunjukkan suasana merdeka dan kemenangan.
Pada sekuen 74 peristiwa berlanjut dengan menceritakan sosok ayah
Nia, Mantra yang datang mengunjungi rumah Mada untuk bertemu Hakim.
“Sebuah mobil berhenti dan parkir di depan rumah
Kemudian keluar seorang lelaki yang sangat ramah
Dia tersenyum kepada Mada, juga pada Rindu adiknya
Lalu dia melangkah menuju ayah dan ibu Mada
“Maaf, benarkah ini tempat tinggal Pak Hakim?”
“Benar, Pak. Saya sendiri Hakim.”
120 Abdullah Wong, op cit, h.126.
87
“Maaf, Pak Hakim. Perkenalkan, nama saya Mantra.”121
Sementara Hakim dan Mantra asyik mengobrol, Mada dan Sophia
menemani Rindu yang sedang bermain boneka. Kemudian, Sophia
menceritakan Kisah Boneka kepada Rindu. Peristiwa ini terdapat pada
sekuen 76.
“Wah, Ibu. Mamanya Anton seperti malaikat saja.”
“Ya, Rindu. Kamu pun bisa menjadi malaikat juga...”122
Setelah peristiwa di atas, dijelaskan kembali mengenai peristiwa
Hakim dan Mantra yang masih berbincang di teras rumah. Akhirnya,
setelah Mantra pamit pulang, Hakim masuk ke dalam rumah dengan wajah
senang.
“...Ternyata,
Pak Mantra adalah seorang produser musik di ibu kota,
Tadi Ayah Mada mendapat tawaran kerja
Kebetulan, Pak Mantra sedang mencari komposer dengan
Segera
Dan baru saja, Ayah Mada diminta segera bekerja...”
...Rindu tiba-tiba berkata singkat,
“Ayah, apakah tamu tadi seorang malaikat?”123
Peristiwa yang dijabarkan di atas mengenai kedatangan Mantra ke
rumah Hakim untuk menawarkan sebuah pekerjaan dengan peristiwa
Sophia yang menemani Rindu bermain boneka merupakan peristiwa yang
terjadi secara kronologis. Peristiwa ini merupakan peristiwa pararel yang
terikat pada latar tempat dan waktu yang sama, yaitu rumah Hakim.
Selain itu, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang terjadi secara
logis dan bersifat kuat. Kedatangan Mantra merupakan hasil dari rencana
Nia dan kawan-kawannya yang bicara kepada Mantra untuk mau
memproduseri lagu-lagu yang diciptakan oleh Hakim. Kedatangan Mantra
yang menawarkan pekerjaan kepada Hakim hingga akhirnya ia bekerja
121 Abdullah Wong, op cit, h.147-148. 122 Ibid, h.151. 123
Ibid, h.152.
88
sebagai komposer lagu bersama Mantra berakibat pada kehidupan Mada
yang kembali seperti semula.
Kemudian, peristiwa Sophia yang menemani Rindu bermain boneka
hingga akhirnya ia menceritakan Kisah Boneka juga merupakan peristiwa
yang logis dan bersifat kuat. Kisah Boneka tersebut diceritakan oleh
Sophia karena pada pada saat yang bersamaan Rindu sedang bermain
boneka. Selain itu, Kisah Boneka memiliki keterkaitan dengan ibu Anton,
karena Kisah Boneka tersebut merupakan pengalaman pribadi yang
dialami oleh ibu Anton. Melalui cerita ini, ibu Anton digambarkan seperti
seorang ibu yang baik, penyayang, suka memberi, dan tidak sombong. Hal
ini tentunya berbanding terbalik dengan sikap Anton yang sombong.
Melalui cerita itu, dapat disimpulkan bahwa orangtua Anton adalah orang
yang baik. Akan tetapi, Anton menjadi anak yang sombong karena
orangtuanya kaya dan ia merasa memiliki segalanya. Secara tidak
langsung, melalui kisah tersebut juga bertujuan untuk menjelaskan sosok
Anton.
Pada sekuen 77 menjelaskan peristiwa Hakim yang membawa kabar
baik untuk keluarganya mengenai kedatangan Mantra.
“Ternyata,
Pak Mantra adalah seorang produser musik di ibu kota,
Tadi, ayah Mada mendapat tawaran kerja
Kebetulan, Pak Mantra sedang mencari komposer dengann
Segera
Dan baru saja, ayah Mada diminta segera bekerja
Ayah harus segera membuat lagu lagu dan irama
...Rindu tiba-tiba berkata singkat,
“Ayah, apakah tamu tadi seorang malaikat?”124
Berdasarkan kutipan di atas, peristiwa terjadi secara kronologis
karena Hakim membawa kabar baik tersebut setelah Mantra pamit pulang
dari rumahnya. Kata-kata yang diucapkan Rindu yang berkaitan dengan
pertanyaan mengenai apakah Mantra adalah seorang malaikat
berhubungan dengan Kisah Boneka yang diceritakan Sophia kepada Rindu
124 Abdullah Wong, op cit, h.152.
89
yang merupakan pengalaman pribadi ibu Anton yang telah menolong
seorang anak kecil yang Rindu anggap bahwa ibu Anton adalah seorang
malaikat karena membantu orang lain, sama halnya dengan Mantra yang
membantu Hakim.
Setelah peristiwa kedatangan Mantra ke rumah Hakim, pada sekuen
78 menjelaskan kehidupan Hakim dan keluarganya kembali seperti
semula. Mada kembali menempati rumahnya dan Hakim mendapatkan
pekerjaan sebagai komposer lagu.
“Oh betapa bahagia hati Mada
Sekarang bisa kembali pulang ke rumah sebelumnya
Setelah Hakim bekerja bersama Pak Mantra
Kehidupan mereka kembali seperti semula
Mada bersama semua keluarga memang sangat bahagia.”125
Kehidupan Hakim dan keluarganya memang kembali seperti semula.
Akan tetapi, Mada merasa sedih karena sekarang, Hakim sibuk bekerja.
“Lihatlah Hakim yang kini sibuk bekerja.
Sejak Hakim terlibat kerjasama dengan Pak Mantra,
Semua terasa berbeda setidaknya itu yang dirasakan Mada
Hakim kini jarang pulang dan tinggal bersama keluarga
Mada
Dan Rindu jarang sekali berjumpa dengan ayahnya
Tentu saja sang ibu hanya bisa menghibur anak-anaknya ...Kesibukan Hakim seakan harus dibayar dengan keluarga
Kini Hakim tak sempat lagi mengurusi keluarga
Meski hanya untuk menanyakan bagaimana kabar sekolah
Mada
Mada merasa sepi, dan tidak mendapat perhatian ayahnya.”126
Kesedihan Mada terus berlangsung hingga ia berangkat sekolah.
Mada bersedih karena merasa ditinggalkan ayahnya.
“Sampai di gerbang sekolah, Mada berpapasan dengan Nia
Ketika itu, baru saja turun dari mobil dengan riang
Gembira
Sementara Mada berjalan kaki
Sambil menundukkan wajahnya
...Nia merasakan ada sesuatu yang lain pada diri Mada
125 Abdullah Wong, op cit, h.154. 126
Ibid, h.154-155.
90
Padahal biasanya Mada sangat gembira
Meskipun dalam kondisi menderita, Mada tetap gembira
Tapi kali ini sangat berbeda.”127
Di sekolah, kawan-kawan Mada membahas kembali mengenai
rencana mereka untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma.
Peristiwa ini terdapat pada sekuen 80.
“Nia, liburan sekolah sudah hampir tiba.
Kapan kita memulai rencana kita?” Diwan memulai berbicara
“Rencana yang mana, ya?”
“Kamu lupa, Nia? Rencana mencari Buku Gunadarma!”
“Oh iya, tentu saja. Aku selalu ingat rencana kita, Diwan.
Bukan begitu, Mada?”
Mada hanya mengangguk, seakan tak punya selera.128
Perbincangan Mada dan kawan-kawannya di sekolah mengenai
kelanjutan rencana mereka untuk melakukan petualangan mencari Buku
Gunadarma berlanjut pada sekuen 81. Mada meminta izin kepada Sophia
dan Hakim untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma.
Kemudian, Hakim meminta maaf kepada Mada mengenai kesibukannya
selama ini.
“Mada meminta izin dan restu kepada Sophia, ibunya
Ketika ayahnya pulang, Mada juga meminta restunya
...”Mada, ayah minta maaf kepadamu.
Mungkin akhir-akhir ini, ayah kurang memperhatikanmu,
Ayah selama ini benar-benar diselimuti kesibukan baru,
Ayah sendiri khawatir,
Bila Mada punya prasangka kepadaku,
Aku sebagai ayahmu, tentu saja selalu memikirkanmu,
Ayah berjanji, ayah akan selalu punya waktu untukmu,
Kita akan kembali bermain, berdiskusi, juga berbagi cerita
Cerita baru
Apakah Mada mau memaafkan aku?”129
Pada sekuen 83, kawan-kawan Mada meminta izin kepada orang
tuanya masing-masing untuk melakukan petualangan mencari Buku
Gunadarma.
127 Abdullah Wong, op cit, h.155-156. 128 Ibid, h.156. 129
Ibid, h.157.
91
“Sementara di rumah kawan-kawan Mada,
Masing-masing dari mereka sedang berpamitan kepada orang
Tua mereka
Semua meminta restu kepada orangtua.”130
Berdasarkan kutipan di atas, rangkaian peristiwa yang terjadi
merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis. Selain itu, peristiwa
tersebut merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena setelah
Hakim bekerja dengan Pak Mantra, Hakim kembali ke rumahnya karena ia
bisa menebus surat-surat rumahnya yang ia gadaikan kepada Pak Krisna,
akan tetapi pekerjaannya sebagai komposer lagu di ibukota membuatnya
menjadi sibuk. Hakim jarang pulang ke rumah dan tidak lagi
memperhatikan Mada. Akan tetapi, kesedihan Mada yang merasa Hakim
tidak memperhatikannya lagi tidak berlangsung lama karena Hakim
meminta maaf kepada Mada hingga akhirnya semua masalah selesai
setelah dibicarakan dengan baik-baik dan dengan saling pengertian.
Selain itu, peristiwa di sekolah yang membahas mengenai rencana
untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma pun merupakan
peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena rencana tersebut kembali
dibahas setelah keadaan kehidupan Mada kembali seperti semula. Mada
tidak lagi hidup dalam kemiskinan dan harus bekerja membantu kedua
orang tuanya. Akhirnya, mereka memutuskan untuk melakukan
petualangan mencari Buku Gunadarma dan meminta izin kepada orang tua
mereka masing-masing. Mereka melanjutkan kembali rencana untuk
melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma karena rasa penasaran
yang besar akan akhir cerita Gunadarma.
Pada sekuen 84, petualangan Mada dan kawan-kawannya mencari
Buku Gunadarma pun dimulai.
“...Dan tiba-tiba, sudah sampai di saat liburan
Hari yang lama dinantikan
Liburan kali ini pastilah lebih istimewa dari biasa
Karena Mada dan teman-teman akan bertualang mencari
130 Abdullah Wong, op cit, h.158.
92
Buku Gunadarma
Pada Sabtu pagi pukul sembilan,
Sesuai dengan kesepakatan yang dibulatkan
Telah datang ke rumah Mada dan teman-teman satu perjuangan.”131
Setelah rencana Mada dan kawan-kawannya untuk berpetualang
mencari Buku Gunadarma tertunda karena peristiwa Mada yang
mengalami kesulitan, akhirnya petualangan tersebut pun terlaksana.
Petualangan dimulai dengan berkumpul di rumah Mada. Sebelum
berangkat, Mada dan kawan-kawannya menyusun rencana dengan Mada
yang bertugas sebagai pemimpin rapat. Peristiwa ini dapat dilihat pada
sekuen 85.
“Mada selaku pemimpin rapat menerangkan
Saat melakukan aktifitas di luar ruangan,
Tubuh kita bekerja tidak seperti biasa
Terik matahari menguras cairan tubuh,
...Di situlah vitamin C banyak membantu
Karena ia mengandung antioksidan tinggi,
Yang dapat menangkal radikal bebabs dan meningkatkan
Kesegaran.”132
Pada sekuen 86 perjalanan pun dimulai. Mereka bersama-sama
menuju barat kota untuk mencari angkutan umum, yakni sebuah minibus
elf berwarna dasar merah dengan garis kuning tebal melintang. Setelah
menemukan minumus tersebut, mereka langsung naik. Setelah menunggu
lama, mobil yang mereka naiki untuk sampai di Desa Purna Indra pun
mulai berjalan. Setelah melewati pesawahan, kebun tebu, bukit dan
pegunungan, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan.
“Setelah melintasi bukit dan pegunungan,
Angkutan kota menghentikan perjalanan
“Anak-anak, kalian sudah sampai di tujuan.”
Mereka semua turun dan membayar ongkos angkutan.
“Kalian terus berjalan, nanti di sana ada pertigaan.
Kalau sudah di pertigaan kalian akan menemukan rumah
Yang nyaman.
Bertanyalah kalian di sana. Itu saja. Dan hati-hati di jalan.”133
131 Abdullah Wong, op cit, h.159. 132
Ibid, h.160.
93
Setelah berjalan dengan mengikuti petunjuk supir minibus, akhirnya
mereka menemukan sebuah rumah mungil di sebrang jalan. Sebuah rumah
yang terbuat dari kayu dengan tulisan besar “Klinik Kesehatan Alami”
pada sebuah papan di atas pintunya.
“Tiba-tiba seorang kakek tua menyambut mereka di depan pintu
...Kulitnya keriput,
Di wajahnya melintang garis-garis dari lipatan kulitnya yang
Layu
Rambut dan jenggotnya sudah memutih,
Tidak ada yang masih hitam betapapun satu
...Tapi si kakek tampak terlihat kuat dan bugar.”134
Ternyata, kakek tua tersebut membuka Klinik Kesehatan Alami.
Kemudian, pada sekuen 89, kakek tua tersebut memberitahu mengenai
khasiat obat-obatan yang ada di kliniknya. Obat-obatan tersebut dapat
menyembuhkan berbagai macam penyakit.
“Setelah memasuki rumah itu
Aroma rempah-rempah segera menusuk hidung mereka
Banyak toples berukuran sedang berjajar di atas meja
Terbuat dari kaca bersih tidak berdebu
Di dalam toples itu berisi umbi-umbian,
Akar-akaran, dan dedaunan
Mengingat tulisan yang terpampang tadi di depan
Pastilah semuanya digunakan untuk pengobatan.”135
Kemudian, Mada bertanya kepada kakek tua tersebut mengenai Desa
Purna Indra.
“Kakek, kami sedang mencari desa Purna Indra, tahukah
Di mana?” Mada bertanya.
“Oh, itu mudah sekali. Ikuti saja jalan raya di depan itu.
Sekitar lima kilometer dari sini. Ayo ikuti kakek.”
“Maksudnya, kakek mau mengantar kami?”
“Iya, ayolah.”
“...Kita naik apa ke sana kek? Giliran Diwan bertanya
“Berjalan kaki.”
“Apa? Berjalan kaki?”
“Iya. Kakek akan mengantar kalian ke Pak Cakra. Ia
133 Abdullah Wong, op cit, h.169-170. 134 Ibid, h. 172. 135
Ibid, h.172-173.
94
Penduduk asli Desa Purna Indra. Tempatnya bekerja tidak
Jauh dari sini, cukup lima menit berjalan kaki.”
“...Nanti kakek akan menyuruh Pak Cakra memberikan kalian
Tumpangan.”
“Memang pak Cakra punya mobil?” Ihsan bertanya.
“Bukan. Pak Cakra punya rakit bambu.”
“...Kalian harus menyebrangi sungai Mawasdiri yang lebar.”136
Kemudian, Diwan bertanya mengenai nama Desa Purna Indra.
“Kek, kalau boleh tahu, kenapa namanya Desa Purna Indra?”
“Oh ini bukan Purna Indra, tapi Desa Purna Raga.
Ketika kalian melewati perkebunan tebu,
Itu adalah perbatasan Desa Purna Raga.
Purna Raga membentang dan berbatasan dengan sungai
Mawasdiri.
Nah, kalau kalian telah menyebrangi sungai Mawasdiri,
Itulah Desa Purna Indra.”137
Setelah Diwan, kini giliran Arya yang bertanya mengenai sejarah
dan arti tertentu dari nama-nama desa tersebut. Kakek tua pun
menceritakan mengenai sejarah dan arti dari nama-nama desa tersebut.
“...Purna Raga artinya tubuh atau jasad.
Nah, siapa pun yang ingin memulai perjalanan abadi, semua
Hal yang berkaitan dengan tubuhnya harus diselesaikan lebih
Dulu.”
“...Tubuh adalah lambang keberadaan lahiriah manusia.
Alam lahiriah harus dijaga dan dirawat.
Caranya dengan menjaga kesehatan tubuh.
Kita bisa melakukannya dengan olahraga,
Dan kebiasaan makan dan minum yang baik dan benar.138
Kemudian Ihsan bertanya mengenai sejarah dan arti nama Desa
Purna Indra.
“...Purna Indra, artinya urusan indera kita harus diselesaikan
Dan disempurnakan.
Kita semua punya panca indera yang lima. Kelima indera itu
Adalah untuk pengelihatan, pendengaran, penciuman, perasa,
Dan peraba. Semua unsur indera itu harus dikerahkan dengan
Baik. jika kita pertajam semua indera itu,
136 Abdullah Wong, op cit, h.174-175. 137 Ibid, h.175. 138
Ibid, h.175.
95
Kita akan banyak mengetahui hal-hal yang lebih dalam lagi.”139
Rangkaian peristiwa di atas, mulai dari keberangkatan Mada dan
kawan-kawannya menuju Desa Purna Indra adalah peristiwa yang terjadi
secara kronologis. Peristiwa tersebut juga merupakan peristiwa yang logis
dan bersifat kuat. Sesampainya di Desa Purna Indra mereka berjalan dan
menemukan sebuah rumah yang ternyata merupakan sebuah klinik
kesehatan alami milik seorang kakek tua. Kemudian, kakek tua tersebut
memberitahukan mengenai khasiat obat-obatan untuk menyembuhkan
berbagai macam penyakit karena di tempat tersebut merupakan klinik
kesehatan alami. Kemudian, sang kakek menanyakan maksud kedatangan
Mada dan kawan-kawannya yang ingin pergi ke Desa Purna Indra.
Akhirnya, kakek tersebut menceritakan mengenai sejarah nama Desa
Purna Indra dan Purna Raga. Peristiwa yang menceritakan mengenai
khasiat obat-obatan berkaitan dengan kakek tua pemilik Klinik Kesehatan
Alami yang mereka temui dan memberikan Mada bingkisan kecil berisi
obat anti racun yang berasal dari tumbuhan dan kemudian peristiwa yang
menceritakan mengenai sejarah dan arti nama Desa Purna Indra dan Purna
Raga berkaitan dengan tempat tujuan dan tempat mereka singgah
sekarang.
Kakek tua tersebut mengantarkan Mada dan kawan-kawannya
menuju rumah Pak Cakra seorang pengrajin kaca penduduk asli Desa
Purna Indra. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 90.
“Itulah dia Pak Cakra,
Pengrajin kaca dari desa Purna Indra
Tempat di mana buku Gunadarma berada
“...Kalian tunggulah di sini sebentar.
Pak Cakra akan mengantar kalian.
Sekarang kakek akan pulang dulu.”
“Terimakasih banyak ya, Kek.” Mereka serempak berseru.140
139 Abdullah Wong, op cit, h.176. 140
Ibid, h.181.
96
Setelah bertemu dengan Pak Cakra, Mada dan kawan-kawannya
berpisah dengan kakek tua yang memberikan sebuah bingkisan kecil
kepada Mada. Bingkisan tersebut berisi obat anti racun yang sewaktu-
waktu bisa digunakan oleh Mada.
Setelah itu, Pak Cakra mengajak Mada dan kawan-kawannya untuk
bersiap-siap. Akan tetapi, pada sekuen 91 dijelaskan bahwa Ihsan dan
Diwan tidak dapat melanjutkan petualangan mencari Buku Gunadarma.
Hal ini dikarenakan Ihsan sakit dan Diwan harus mengantarkannya
kembali pulang ke rumah.
“Ihsan kenapa?” Mada bertanya kepada Diwan.
“Entahlah Mada. tiba-tiba ia merasa mual.”
“Kamu masuk angin?” Nia bertanya
“Entahlah. Tapi setelah memakan panganan tadi tiba-tiba
Perutku terasa aneh.”
“Panganan?” Affwah bertanya
“Iya, tuh. Ihsan sejak berangkat di mobil, tidak berhenti
Makan.
Semua bekal yang ia bawa ludes ia makan.”141
Berdasarkan kutipan tersebut dijelaskan bahwa Ihsan mual dan sakit
karena ia terlalu banyak makan hingga semua bekal yang ia bawa habis.
Peristiwa tersebut merupakan peristiwa logis yang bersifat kuat karena
terlalu banyak makan, Ihsan menjadi mual dan sakit perut sehingga ia
tidak bisa melanjutkan perjalanan mencari Buku Gunadarma. Begitu juga
dengan Diwan karena harus menemani Ihsan pulang ke rumah. Kawan-
kawan Mada merupakan kawan yang setia. Sikap Diwan yang
memutuskan untuk menemani Ihsan pulang ke rumah dan tidak
melanjutkan perjalanan mencari Buku Gunadarma adalah karena sikap
setia kawan yang ia milliki. Diwan mengorbankan kepentingan pribadinya
demi membantu sahabatnya.
Akan tetapi, melalui kutipan di atas peristiwa menjelaskan mengenai
Ihsan yang tidak berhenti makan selama di perjalanan merupakan
peristiwa yang tidak masuk akal, karena sebelumnya ketika dalam
141 Abdullah Wong, op cit, h.185-186.
97
perjalanan menuju Desa Purna Indra tidak dijelaskan bahwa Ihsan makan
selama di perjalanan.
Kemudian, tanpa Ihsan dan Diwan, Pak Cakra diikuti Mada, Arya,
Nia, Angelica, dan Affwah melanjutkan perjalanan melintasi hutan bambu
yang rimbun menuju sungai Mawasdiri. Akan tetapi, rakit Pak Cakra
hilang terbawa arus sungai. Peristiwa ini dapat dilihat pada sekuen 92.
“Oh, sepertinya rakitku terbawa arus.”
“Ada apa, Pak Cakra?” tanya Angelica dengan serius
“Rakit, Nak. Rakitku terbawa arus.”
Kami semua mendekati Pak Cakra
“Sepertinya di puncak gunung sedang turun hujan.”
“Bagaimana Pak Cakra tahu, kalau di lereng gunung sedang
Turun hujan?”
“Ya, lihat saja sungai itu. Arusnya sangat deras,
Bahkan rakit yang aku ikat di pohon Akasia itu pun terseret
Arus.”142
Pak Cakra menanyakan keseriusan Mada dan kawan-kawannya
untuk menyebrangi sungai Mawasdiri. Mada, Arya, dan Nia menjawab
siap dengan kompak, kecuali Affwah dan Angelica. Mereka merasa takut
untuk menyebrangi sungai Mawasdiri. Akhirnya, pada sekuen 93, Pak
Cakra memutuskan untuk membuat rakit bambu baru sambil menunggu
arus hujan kembali normal.
“Mereka kembali tak mampu bicara
Sementara Pak Cakra mendekati mereka berlima
“Jika ada yang takut, bagaimana kalau kita menunggu sampai Arus sungai kembali menjadi normal. Selama menunggu, saya
Akan membuat rakit bambu yang baru.”143
Pak Cakra dibantu Mada dan Arya membuat rakit. Sedangkan, Nia,
Affwah, dan Angelica membantu Bu Cakra menyiapkan makan siang.
“Aku harap, kalian perempuan
Membantu ibu di rumahku
Sebentar lagi ibu pasti pulang, dia akan memasak untukku
Bantulah ibu di rumah, biarkan Arya dan Mada membantu
Menebang pohon bambu.”144
142 Abdullah Wong, op cit, h.189. 143
Ibid, h.190.
98
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa peristiwa terjadi secara
logis dan bersifat kuat. Mada dan kawan-kawannya melanjutkan
perjalanan dipimpin oleh Pak Cakra. Akan tetapi, rakit milik Pak Cakra
hanyut terbawa derasnya arus sungai yang terjadi karena hujan lebat
hingga akhirnya mereka harus membuat rakit baru terlebih dahulu. Hal ini
berakibat pada sekuen 95 yang menjelaskan bahwa Mada dan kawan-
kawannya menginap di rumah Pak Cakra.
“Matahari yang sedari tadi terik, kini seperti memudar
Mendung mulai datang, bahkan petir-petir kecil mulai
Terdengar
“...Anak-anak, hujan sebentar lagi turun.
Apakah kalian masih mau meneruskan membuat rakit?”
Tentu, Pak Cakra.”
Baiklah, mari kita lanjutkan.”145
Berdasarnya kutipan di atas, dapat disimpulkan cuaca pada saat itu
sedang buruk. Langit mendung, petir, dan seperti akan turun hujan menjadi
penyebab yang mengakibatkan Mada dan kawan-kawannya menginap di
rumah Pak Cakra, karena terlalu membahayakan bila cuaca buruk mereka
harus menyebrangi sungai Mawasdiri. Pada malam hari, Mada dan kawan-
kawannya menyusun rencana mengenai perjalanan yang akan mereka
lanjutkan besok.
“Di ruang tengah,
Di antara serpihan dan tumpukan kaca-kaca yang pecah
Mereka sedang menyusun rencana esok, agar terarah.”146
Pagi pun tiba. Mada dan kawan-kawannya berkemas untuk
melanjutkan perjalanan. Pak Cakra datang membawa berita bahwa arus
sungai mawasdiri masih sangat deras. Mada, Arya dan Nia siap untuk
menyebrangi sungai mawasdiri, tetapi Affwah dan Angelica tampak ragu,
sedih dan takut. Akhirnya, mereka menyebrangi sungai mawasdiri tanpa
Affwah dan Angelica.
144 Abdullah Wong, op cit, h.191. 145 Ibid, h.195. 146
Ibid, h.195.
99
“...Biarlah Affwah dan Angelica menunggu di rumah ini.
Menemani istri saya, sambil menunggu kedatangan kalian
Dari Desa Purna Rasa. Bagaimana?”
Semua mengangguk setuju.
...Mada, Nia, dan Arya
Pak Cakra dengan segala perlengkapannya
Berjalan menuju sungai Mawasdiri yang terkenal berbahaya
Sementara Affwah dan Angelica
Melepas kepergian tiga sahabatnya
Mereka tetap tinggal, bersama ibu Cakra
Hati-hati, kalian semua.” Dalam hati Affwah berdoa.”147
Peristiwa tidak ikutnya Affwah dan Angelica adalah peristiwa yang
logis dan bersifat kuat. Mereka merasa takut disebabkan karena arus
sungai Mawasdiri yang masih deras. Akhirnya, mereka tidak melanjutkan
petualangan untuk mencari Buku Gunadarma.
Pak Cakra, Mada, Arya dan Nia menyebrangi sungai Mawasdiri
hingga sampailah mereka di Desa Purna Indra. Kemudian, mereka
bertanya pada penduduk setempat mengenai keberadaan taman bacaan di
desa tersebut. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 97.
“Maaf, Pak kami mengganggu.”
Mada bertanya kepada seorang yang sedang membelah kayu
Lelaki itu menghentikan pekerjaannya, lalu menatap wajah
Mada
“Ya, apa yang bisa saya bantu?”
Dengan suara yang sangat gagah lelaki itu menyapa Mada
“kami dari kota.
Kami kemari sedang mencari taman bacaan.”
“Taman bacaan?” ia heran
“Ya, Pak. Taman bacaan, tempat menyimpan buku-buku,”
Tambah Arya
“Betul, Pak. Taman bacaan atau perpustakaan,” tambah Nia.148
Setelah mengingat-ingat mengenai Taman Bacaan yang dimaksud
Mada, Arya, dan Nia. Akhirnya, bapak tersebut mengatakan bahwa Taman
Bacaan yang mereka maksud sudah tidak ada setelah kejadian meletusnya
Gunung Suwung.
147 Abdullah Wong, op cit, h.198. 148
Ibid, h.201.
100
Oh, taman bacaan?” rupanya lelaki itu baru mengingatnya
“Kalau taman bacaan yang kalian inginkan, sayang sekali
Anak-anak, semua sudah tidak ada.” “Tidak ada? Maksud
Bapak bagaimana?”
“Kalian lihat gunung itu? Lihat, di lereng gunung itu terlihat
Jelas tumpukan batu-batu yang kini telah berlumut itu.
Batu-batu yang mirip candi itu adalah perpustakaan yang kalian
Maksud itu.
“Lalu apa yang terjadi dengan taman bacaan itu, Pak?” “Kalau tidak salah, seratus tahun yang lalu Gunung Suwung Pernah meletus. Semua yang ada di bawah hancur, terbakar Dan hangus. Tapi tak lama, tempat ini kembali hidup, bahkan
Semakin subur dan makmur.”149
Akhirnya, mereka melanjutkan perjalanan menyusuri jalan setapak
yang dipenuhi pohon-pohon dan semak-semak. Tanpa diduga, Arya digigit
ular. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 98.
“Ketika itu,
Mereka tak menyadari sebuah bahaya datang
“Auw! Aduuh, sakiit!” Arya berteriak mengerang
Arya lalu terjungkal dan berguling di tanah lapang
Seekor ular melintas lalu secepat kilat menghilang
“Arya, kamu kenapa?” Tanya Nia panik
“Arya digigit ular!” Jawab Arya sambil memekik”150
Peristiwa Mada, Arya, dan Nia yang bertanya pada penduduk Desa
Purna Indra mengenai taman bacaan di desa tersebut yang ternyata sudah
hancur dan hangus merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat.
Mereka mendapatkan jawaban bahwa ternyata taman bacaan yang mereka
maksud telah hancur dan hangus. Maka, mereka memutuskan untuk
melanjutkan perjalanan menuju taman bacaan yang mereka cari yang
terletak di sebuah tanah lapang. Mereka kecewa tetapi memutuskan untuk
tetap melanjutkan perjalanan melihat taman bacaan tersebut meski tidak
dapat menemukan Buku Gunadarma hingga akhirnya diperjalanan Arya
digigit ular.
149 Abdullah Wong, op cit, h.201-202. 150
Ibid, h.203.
101
Peristiwa Arya yang digigit ular juga merupakan peristiwa yang
logis karena jalan yang dilalui mereka jalan setapak yang dipenuhi oleh
pohon rimbun dan semak-semak. Di mana tempat tersebut merupakan
tempat tinggal ular.
Mada dan Nia panik. Mada menggendong Arya dan Nia menopang
dari belakang sambil membawakan tas Arya. Mereka berlari menuju
sebuah rumah gubuk yang mereka lihat di atas tanah lapang. Pada sekuen
99, mereka bertemu seorang nenek pemilik rumah gubuk tersebut.
“Tanpa pikir panjang lagi Mada merebahkan Arya di teras
Rumah
“Maaf, Nek. Bolehkah kami merebahkan kawan saya ini? Dia
Terluka parah.”
“Oh, silakan. Ada apa dengan kawanmu? Kenapa kakinya
Berdarah?”
“Dia digigit ular, Nek,” jawab Nia yang semakin gelisah.”151
Nia ingat mengenai obat penawar racun yang diberikan oleh kakek
tua dari Desa Purna Raga. Setelah membubuhkan obat penawar racun
tersebut di atas luka Arya dan meminumkannya kepada Arya, Arya jatuh
pingsan tidak sadarkan diri.
“Mada! Bukankah kamu diberi obat penawar racun oleh
Kakek dari Desa Purna Raga itu?” “Oh, iya, Nia. Aku ingat. Ya, aku segera mengambilnya.”
Mada mengeluarkan bungkusan kecil dari dalam tasnya
Ia membubuhkan obat itu di atas luka Arya
Lalu ia meminumkannya pada Arya
“Arya, minumlah. Ini penawar racun dari Purna Raga.”
Setelah Arya meminum itu, ia jatuh pingsan dan menutup
Mata.”152
Peristiwa Mada dan Nia yang membawa Arya ke sebuah rumah yang
pemiliknya adalah seorang nenek tua merupakan peristiwa yang logis
karena rumah tersebut adalah satu-satunya rumah yang terletak di atas
tanah lapang yang dilihat oleh Mada dan Nia. Hal ini dibuktikan melalui
kutipan di bawah ini.
151 Abdullah Wong, op cit, h.204. 152
Ibid, h.204.
102
“Mada, ini harus bagaimana?”
“Tenang, Nia. Kita harus mencari penawarnya.”
“Nia, ayo kita angkat ke atas sana. Aku lihat ada rumah
Gubuk di atas sana.”153
Setelah itu, Peristiwa Mada yang memberikan obat anti racun kepada
Arya juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat, karena obat
anti racun tersebut merupakan obat pemberian dari kakek tua yang mereka
temui di Desa Purna Raga. Peristiwa kakek tua yang memberikan
bingkisan obat anti racun kepada Mada terjadi pada sekuen 90 dan
peristiwa Arya yang digigit ular terjadi pada sekuen 98.
Mada dan Nia mengangkat Arya ke dalam kamar untuk beristirahat.
Setelah itu, Mada dan Nia beristirahat di teras. Dari kejauhan, mereka
melihat seorang perempuan yang tidak asing bagi mereka. Ternyata
perempuan itu adalah Aminah Mukhlas.
“Lho, Mada, Nia, kenapa kalian ada di sini?”
Keduanya seperti disambar petir,
Tapi kami tak perduli
Keduanya segera berdiri dan berlari
Lalu keduanya memeluk erat perempuan yang sangat mereka
Kenali.
Meski tubuh mereka lemas,
Tapi mereka tak lagi cemas,
Bahkan hati mereka terasa lega dan puas
Inilah Ibu Aminah Mukhlas.154
Mada dan Nia pun menceritakan mengenai petualangan yang sudah
mereka lewati untuk mencari Buku Gunadarma.
Mada pun bercerita tentang perjalanan bersama kawan-
kawannya
“...Mada dan Nia mulai bercerita tentang Ihsan dan Diwan
Juga Affwah, Angelica, dan juga Arya.”155
Kemudian, Aminah Mukhlas menanyakan mengenai tujuan Mada
dan kawan-kawan datang ke Desa Purna Indra.
153 Abdullah Wong, op ci,, h.204. 154 Ibid, h.207. 155
Ibid, h.208.
103
“Ada gerangan apakah kalian sampai datang kemari, Mada?”
“Bu, kami ingin sekali menemukan Buku Gunadarma.”
“Oooh, luar biasa.
Karena sebuah buku, kalian melakukan petualangan yang
Luar biasa.”156
Aminah Mukhlas mengatakan bahwa Buku Gunadarma yang selama
ini mereka cari tidak pernah ada. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 101.
Berikut kutipannya.
“Anak-anakku, kalaupun taman bacaan itu masih ada,
Kalian tetap saja tidak akan menemukan Buku Gunadarma.”
“Bukankah di taman bacaan Gunung Suwung ini ada Buku
Gunadarma?”
“Kata siapa? Buku Gunadarma itu tidak pernah ada.”
“Tidak ada?! Mada dan Nia menjawab serentak semakin tak
Percaya.”157
Akhirnya, Aminah Mukhlas melanjutkan Kisah Gunadarma hingga
selesai dan hanya Mada dan Nia lah yang mendengarkan kelanjutan Kisah
Gunadarma.
Pertemuan Mada dan Nia dengan Aminah Mukhlas adalah
pertemuan yang tidak terduga. Akan tetapi, peristiwa tersebut merupakan
peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Mada dan Nia bertemu Aminah
Mukhlas, mereka menceritakan petualangan yang telah mereka lewati,
Aminah menanyakan tujuan mereka datang ke Desa Purna Indra, hingga
mereka mengetahui bahwa Buku Gunadarma tidak pernah ada.
Selain itu, peristiwa yang menjelaskan bahwa Buku Gunadarma
tidak pernah ada hingga akhirnya Aminah Mukhlas menceritakan Kisah
Gunadarma hingga selesai merupakan peristiwa yang logis. Aminah
Mukhlas merupakan orang yang pertama kali menceritakan Kisah
Gunadarma dan di akhir cerita, dia yang melanjutkan Kisah Gunadarma
hingga selesai dan hanya Mada dan Nia lah yang mendengar kelanjutan
Kisah Gunadarma.
156 Abdullah Wong, op cit, h.208. 157
Ibid, h.209.
104
Peristiwa yang menjelaskan bahwa hanya Mada dan Nia yang
mendengar kelanjutan Kisah Gunadarma hingga selesai juga merupakan
peristiwa yang logis karena Mada adalah tokoh utama di dalam ini yang
dari awal memiliki ambisi dan semangat untuk melakukan petualangan
mencari Buku Gunadarma tanpa pernah merasa takut. Ia juga sosok yang
dewasa dan memiliki jiwa pemimpin di antara kawan-kawannya. Terlebih,
sosok Mada dan Gunadarma memiliki persamaan dalam segi penokohan.
Kemudian, Nia yang juga mendengar Kisah Gunadarma merupakan tokoh
yang lebih dulu tahu mengenai Kisah Gunadarma dibandingkan Mada dan
yang lainnya. Ia juga merupakan tokoh yang sempat melanjutkan untuk
menceritakan Kisah Gunadarma kepada Mada dan kawan-kawannya.
Dua hari berlalu. Mada, Arya, dan Nia hendak pamit pulang kepada
Aminah Mukhlas. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 103.
“Dua hari tak terasa, Arya pun kin telah terjaga Mereka meminta pamit kepada Ibu Aminah Mukhlas “...Jika kalian
ada waktu, datanglah kemari, Ibu akan selalu Menanti.”158
Peristiwa perjalanan Mada, Arya dan Nia pulang merupakan
peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena Arya baru saja sadar dan
bangun dari pingsannya. Setelah itu, Di perjalanan pulang, Mada
mengenang perkataan yang disampaikan oleh Pak Cakra. Berikut
kutipannya.
“Mada masih ingat perkataan Pak Cakra malam itu,
“Kalau engkau benci pada seseorang
Bagaimana engkau bisa bersikap adil pada orang Atau
bahkan bila engkau terlalu cinta pada sesuatu
Bagaimana engkau bisa melihat bijak pada sesuatu.”159
Kemudian, setelah Mada mengenang perkataan-perkataan yang
disampaikan Pak Cakra. Terdapat Kisah Rembulan pada sekuen 105.
158 Abdullah Wong, op cit, h.218. 159
Ibid, h.219.
105
Peristiwa di atas merupakan peristiwa yang logis karena di
perjalanan Mada mengingat perkataan Pak Cakra yang berkaitan dengan
pengalaman dan perjalanan dalam kehidupan, serta tentang adab
mendengarkan. Mada mengingat semua perkataan Pak Cakra setelah
perjalanan yang ia lalui dalam petualangan mencari Buku Gunadarma.
Selain itu, Kisah Gunadarma yang terdapat pada sekuen 105 juga memiliki
pesan mengenai adab mendengarkan.
Setelah petualangan mencari Buku Gunadarma, Mada tampak
murung dan gelisah. Ia teringat Kisah Gunadarma. Ia bertanya-tanya
mengapa orang baik selalu hidup dengan sengsara. Sama halnya dengan
Gunadarma yang menjalani hidupnya dengan penuh kesengsaraan.
Akhirnya, Mada bertanya kepada Hakim mengenai orang-orang baik yang
hidupnya menderita. Hakim menjawab dengan menceritakan Kisah Nabi
Musa kepada Mada yang terdapat pada sekuen 107.
Kemudian, pada sekuen 108 Mada teringat cerita yang dikisahkan
pamannya mengenai Kisah Seorang Kakek Rajin Beribadah. Kemudian,
Hakim kembali menceritakan sebuah kisah mengenai Seorang Kakek Buta
Sakti. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 109.
Kemudian, Mada teringat mengenai Kisah Seorang Pendosa yang
dituturkan oleh Pak Cakra.
“Mada teringat cerita yang dituturkan Pak Cakra
Sewaktu berpetualang mencari Buku Gunadarma.”160
Rangkaian peristiwa di atas merupakan peristiwa yang logis karena
kisah-kisah yang diceritakan oleh Hakim, Pak Cakra, dan paman Mada
merupakan kisah yang memiliki memiliki persamaan cerita dengan Kisah
Gunadarma, yakni mengenai kisah orang-orang baik yang hidupnya
menderita.
Akan tetapi, peristiwa yang menjelaskan mengenai Kisah Nabi Musa
yang dituturkan oleh Pak Cakra menjadi tidak masuk akal karena pada
160 Abdullah Wong, op cit, h.233.
106
sebelumnya selama perjalanan petualangan mencari Buku Gunadarma
berlangsung tidak pernah diceritakan bahwa Pak Cakra pernah bercerita
mengenai Kisah Seorang Pendosa.
Peristiwa terakhir di dalam novel dijelaskan pada sekuen 111
mengenai surat yang diberikan oleh Nia kepada Mada.
“Mada masih berdiri di gapura
Menunggu ayah menjemput dirinya
Ketika mobil Nia hendak melintas melewati gapura
Dari jendela kaca, Nia berseru pada Mada
“Hei, Mada! tahukah kamu perancang Borobudur, candi
Megah yang menjadi keajaiban dunia?” Mada tak sempat
Menjawab pertanyaan Nia.
Ketika mobil yang membawa Nia telah lenyap di depan mata
Mada secara perlahan membuka tulisan tangan Nia
Mada, di dalam hati mulai membaca.”161
Berdasarkan kutipan di atas, peristiwa penutup di dalam novel ini
merupakan peristiwa yang logis karena surat yang diberikan Nia kepada
Mada berisi semua perkataan yang pernah disampaikan oleh Mada yang di
tulis dengan tangan Nia. Nia menulis semua perkataan Mada karena ia
merasa sudah mendapatkan berbagai pelajaran dan pengalaman yang
berharga melalui sosok Mada dan melalui perjalanan dalam petualangan
mencari Buku Gunadarma.
Berdasarkan analisis alur yang telah dipaparkan, disimpulkan bahwa
alur yang terdapat dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya
Abdullah Wong adalah maju-mundur. Secara keseluruhan, alur yang
terdapat di dalam novel MADA tidak tersusun secara kronologis, tetapi
secara kesuluruhan peristiwa terjadi secara logis dan bersifat kuat.
Tahapan-tahapan peristiwa alur dapat dilihat berdasarkan tahap
pengenalan, tahap munculnya konflik, tahap peningkatan konflik
(klimaks), tahap peleraian, dan akhir cerita dengan 6 episode dan 111
peristiwa di dalam novel dengan plot utama petualangan Mada dan kawan-
kawannya mencari Buku Gunadarma dan subplot tentang kisah kehidupan
161 Abdullah Wong, op cit, h.235.
107
Mada dan kawan-kawannya. Selain itu, terdapat 13 sisipan cerita di dalam
novel ini yang berfungsi untuk memperlambat alur yang terdapat di dalam
novel dan menyampaikan pesan untuk pembaca.
C. Implikasi terhadap Pembelajaran
Pendidikan merupakan sebuah proses pembentukan kecakapan secara
intelektual dan emosial yang dilakukan oleh seorang individu secara sadar
agar mendapatkan pengakuan secara sosial di dalam lingkungan
bermasyarakat. Pendidikan menciptakan individu yang berkualitas dan
berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas.
Pembelajaran sastra di sekolah seharusnya dapat menciptakan kondisi
peserta didik yang lebih mampu melakukan pengamatan, penilaian dan
penghargaan terhadap karya sastra dengan adanya evaluasi pembelajaran
yang dilakukan oleh seorang guru. Evaluasi pembelajaran dapat
dikelompokan ke dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah
kognitif mencakup kegiatan mental dan intelektual yang dimiliki peserta
didik. Sedangkan ranah afektif mencakup kegiatan penilaian sikap atau
tingkah laku yang ditunjukan peserta didik, dan ranah psikomotor mencakup
keterampilan atau kemampuan yang dimiliki peserta didik. Penilaian yang
dilihat melalui ranah kognitif, afektif, dan psikomotor memberikan
kemudahan seorang guru dalam menilai peserta didik, karena penilaian sudah
terpola ke dalam ranahnya masing-masing. Selain itu, penilaian tersebut,
memberikan kesadaran kepada peserta didik untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, memperbaiki perilaku, dan menggali kemampuan yang dimiliki.
Berdasarkan kajian terhadap novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik
karya Abdullah Wong, kompetensi dasar yang digunakan dalam pembelajaran
di sekolah tingkat SMA/MA adalah mengkaji unsur intrinsik di dalam sebuah
karya sastra, yakni novel dengan memfokuskan peserta didik untuk dapat
menganalisis alur yang terdapat di dalam novel. Pembelajaran ini mampu
meningkatkan kemampuan peserta didik untuk lebih melakukan pengamatan
dan penilaian secara mendalam terhadap sebuah karya sastra.
108
Ranah kognitif dapat dilihat melalui kemampuan peserta didik
memahami pembelajaran mengenai unsur-unsur intrinsik sebuah karya sastra
dan mampu menganalisis alur yang terdapat dalam novel MADA. Setelah
mengetahui kemampuan intelektual yang dimiliki peserta didik, guru
mengamati sikap atau tingkah laku peserta didik selama pembelajaran
berlangsung. kemudian, guru melakukan pengamatan terhadap keterampilan
peserta didik. Penilaian tersebut tidak hanya dilakukan ketika pembelajaran
berlangsung, akan tetapi guru tetap melakukan penilaian di luar kelas,
sehingga peserta didik mampu menerapkan sikap-sikap yang ditanamkan
ketika pembelajaran berlangsung dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia memiliki keterkaitan dengan
kajian novel MADA, karena melalui novel ini peserta didik akan melakukan
pengamatan dan penilaian secara mendalam terhadap unsur intrinsik yang
membangun sebuah karya sastra, terlebih mengenai alur. Hal ini tentunya
dapat mengasah kekuatan analisis siswa terhadap suatu karya sastra.
Pembelajaran mengenai mengkaji unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra
sesuai dengan pembelajaran di tingkat SMA/MA sehingga berdasarkan tujuan
pembelajaran dan kesesuaian materi tersebut novel MADA, Sebuah Nama
yang Terbalik karya Abdullah Wong dapat diimplikasikan dalam
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah.
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada novel
MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong, novel ini kaya
akan pesan-pesan yang bermanfaat yang dapat diaplikasikan dan diteladani
oleh peserta didik dalam menjalani kehidupan, yakni mengenai tolerasi antar
umat beragama, menjaga persahabatan, menjaga kebersihan, senatiasa
bersyukur, kewajiban menuntut ilmu, tidak boleh berbohong dan malas,
menghormati orang tua, saling menolong, tidak sombong dan senantiasa
rendah hati, menghargai pendapat dan belajar mendengarkan, dan tidak
pantang menyerah dan putus asa dalam menggapai harapan.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian terhadap novel MADA, Sebuah Nama yang
Terbalik karya Abdullah Wong dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Alur yang terdapat dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik
karya Abdullah Wong adalah maju-mundur. Secara keseluruhan, peristiwa
yang terdapat di dalam novel MADA tidak tersusun secara kronologis,
tetapi secara kesuluruhan peristiwa terjadi secara logis dan bersifat kuat.
Tahapan-tahapan peristiwa alur dapat dilihat berdasarkan tahap
pengenalan, tahap munculnya konflik, tahap peningkatan konflik
(klimaks), tahap peleraian, dan akhir cerita dengan 6 episode dan 111
peristiwa di dalam novel dengan plot utama petualangan Mada dan kawan-
kawannya mencari Buku Gunadarma dan subplot tentang kisah kehidupan
Mada dan kawan-kawannya.. Selain itu, terdapat 13 sisipan cerita di dalam
novel ini yang berfungsi untuk memperlambat alur yang terdapat di dalam
novel dan juga menyampaikan pesan untuk pembaca.
2. Implikasi yang dapat diterapkan dari novel MADA, Sebuah Nama yang
Terbalik terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah
melalui novel ini peserta didik akan melakukan pengamatan dan penilaian
secara mendalam terhadap unsur intrinsik yang membangun sebuah karya
sastra, terlebih mengenai alur. Hal ini tentunya dapat mengasah kekuatan
analisis siswa terhadap suatu karya sastra. Pembelajaran mengenai
mengkaji unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra sesuai dengan
pembelajaran di tingkat SMA/MA sehingga berdasarkan tujuan
pembelajaran dan kesesuaian materi tersebut novel MADA, Sebuah Nama
yang Terbalik karya Abdullah Wong dapat diimplikasikan dalam
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah.
109
110
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan implikasi penelitian, maka ada
beberapa saran yang dapat menjadi masukkan, yakni sebagai berikut:
1. Peserta Didik
Peserta didik dapat mengambil nilai-nilai positif yang disampaikan
melalui pesan-pesan yang dapat diaplikasikan untuk menjalani kehidupan
sehari-hari, yakni mengenai tolerasi antar umat beragama, menjaga
persahabatan, menjaga kebersihan, senatiasa bersyukur, kewajiban menuntut
ilmu, tidak boleh berbohong dan malas, menghormati orang tua, saling
menolong, tidak sombong dan senantiasa rendah hati, menghargai pendapat
dan belajar mendengarkan, dan tidak pantang menyerah dan putus asa dalam
menggapai harapan. Selain itu, peserta didik dapat mencontoh sikap-sikap
yang dapat diteladani melalui penggambaran watak tokoh di dalam novel
MADA, Sebuah Nama yang Tebalik, yakni menghormati orang tua, suka
menolong, rajin membaca dan belajar, setia kawan, mandiri, dewasa, tidak
mudah putus asa, sabar, dan bersyukur.
2. Tenaga Pendidik
a. Pendidik harus memiliki pengetahuan yang luas, tidak hanya pengetahuan
umum yang berkaitan dengan pembelajaran, akan tetapi juga pengetahuan
yang berkaitan dengan kebahasaan dan kesusastraan.
b. Pendidik harus memiliki kreativitas yang tinggi dalam menyampaikan
materi pembelajaran, agar peserta didik memiliki ketertarikan dan tidak
merasa bosan untuk memperhatikan materi yang disampaikan.
c. Pendidik harus mampu membimbing peserta didik untuk lebih mampu
melakukan pengamatan, penilaian dan penghargaan terhadap sebuah karya
sastra.
d. Pendidik dan orangtua harus memberikan dorongan kepada peserta didik
untuk memiliki minat membaca karya sastra dan juga memfasilitasi bahan
bacaan.
DAFTAR PUSTAKA
Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim. Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar.
Bogor: Ghalia Indonesia. 2010.
Budianta, Melani, dkk. Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra untuk
Perguruan Tinggi. Magelang: Indonesia Tera. 2003.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia “Edisi
Keempat”. Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama.
Djojosuroto, Kinanyati. Analisis Teks Sastra dan Pengajarannya. Yogyakarta:
Pustaka. 2006.
Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model,
Teori, dan Aplikasi. Jakarta: CAPS. 2013.
Escarpit, Robert. Sosiologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008.
Kurniawan, Heru. Sastra Anak: dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi,
Semiotika, hingga Penulisan Kreatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2013.
K, Septiawan Santana. Menulis Ilmiah: Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia. 2007.
Mahsun. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007.
Minderop, Albertine. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia. 2005.
Natawidjaja, Suparman. Apresiasi Sastra & Budaya. Jakarta: PT Intermasa,
1982.
Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. 2005.
Purwo, Bambang Kaswanti. Bulir-Bulir Sastra & Bahasa. Yogyakarta:
Kanisius, 1991.
Ratna, Nyoman Kutha. S.U “Sastra dan Cultural Studies Representasi Fiksi
dan Fakta”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010.
Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
2011.
111
112
Teeuw, A. Sastra dan Ilmu Sastra “Pengantar Teori Sastra”. Jakarta: PT
Dunia Pustaka Jaya. 1984.
Tinambun, T. Raman. Sastra Lisan Dairi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa. 1996.
Rahmanto, B. Metode Pengajaran Sastra: Pegangan Guru Pengajar Sastra.
Yogyakarta: Kanisius. 1988.
Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo. 2008.
Stanton, Robert. Teori Fiksi Robert Stantion. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2007.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&H. Bandung:
Alfabeta. 2011.
Pradopo, Rahmat Djoko. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapannya. Yogyakarta, Pustaka Pelajar. 2008.
Pratokusumo, Partini Sardjono. Pengkajian Sastra. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama. 2008.
Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2012.
Rusyana, Yus. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV.
Dipenogoro. 1984.
Luxemburg, Jan van. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT Gramedia. 1984.
Wellek, Rene dan Austin Warren. Teori Kesusastraan, (Penerjemah: Melani
Budianta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1993.
Wong, Abdullah. MADA, Sebuah Nama Yang Terbalik. Jakarta: Makkatana.
2013.
Zaidan, Abdul Rozak, dkk. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka. 2007.
Zainudin. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
1992.
Lampiran 1
BIOGRAFI PENGARANG DAN SINOPSIS NOVEL
A. Biografi Pengarang
Abdullah Imam Bachwar Wirya Saradaimulya atau yang biasa dikenal
dengan Abdullah Wong lahir di Jatirokeh, 12 November 1977. Ia mengenyam
pendidikan di berbagai Pesantren, yakni Pesantren Al-Falah, Brebes, Jawa
Tengah, Pesantren Babakan, Lebaksiu, Tegal, Jawa Tengah, Pesantren MTM
Kempek, Cirebon, Jawa Barat, Pesantren Pruwatan, Bumiayu, Brebes, Jawa
Tengah, Pesantren Kitab Ayik, Malang, Jawa Timur, dan Pesantren
Akmaliah, Jakarta. Selain itu, ia juga mengenyam pendidikan di Universitas
Muhammadiyah Jakarta Fakultas FISIP, Sekolah Tinggi Filsafat (STF)
Driyarkara, Islamic College for Advanced Studies (ICAS) Jakarta, A Branch
of London, dan STAIN Al-Aqidah, Jakarta.
B. Karya yang Dihasilkan
Novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik merupakan novel
pertamanya yang terbit pada bulan September 2013. Novel keduanya terbit
pada Desember 2014, yakni novel Mata Penakluk yang mengangkat kisah
hidup Abdurrahman Wahid (Gusdur). Selain itu, ia juga menulis sebuah buku
motivasi pada tahun 2012 berjudul Beyond Motivation, dan kumpulan sajak
yang berjudul Cinta Gugat yang diterbitkan pada tahun 2014. Selain menulis
sebuah buku, ia juga pernah menulis naskah drama, yakni Kematian
Kehidupan (2004), Kerudung Kertas (2004), Monolog Malingzt (2009),
Cermin Bercermin (2012), dan Suluk Sungai (2014-2015).
C. Riwayat Pementasan
Selain aktif sebagai seorang penulis, Abdullah Wong juga aktif dalam
bidang keteateran. Ia pernah menjadi sutradara pertunjukan Persinggahan
karya Zainal Arifin Toha di Teater Lingkar, Jakarta (2013). Terlibat dalam
proses dan garapan Lab.Teater Ciputat mengenai Riset Kampung Baduy
(2007), Kubangan oleh Lab.Teater Ciputat (2008), Parade Monolog oleh
Lab.Teater Ciputat (2009), Pentas Cermin(ber)cermin oleh Lab.Teater
Ciputat (2011), Hajatan Pulang Babang di Kepulauan Seribu (2011-2012)
dan membuat buku Orang Pulo di Pulau Karang. Kemudian, ia juga pernah
menjadi Narator Opera Verdi II Trovatore pada Penutupan Schouwburg X
bersama Catharina W. Leimena di Gedung Kesenian Jakarta (2012). Ia
merupakan penulis sekaligus ide cerita dari pertunjukan MADA yang
dipententaskan oleh Lab.Teater Ciputat dan Teater Syahid di Hall Student
Center UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Teater Kecil, Taman Ismail
Marzuki pada tahun 2013. Pada tahun 2014, ia menjadi sutradara Pertunjukan
Suluk Sungai-Sedekah Sungai di Lab.Teater dalam program Kota Tenggelam
bersama Dewan Kesenian Jakarta Hutan Kota Pesanggrahan Sangga Buana
dan sutradara Suluk Sungai (Performance Solo dan Kolektif) di Lab.Teater
pada tahun 2015.
D. Riwayat Organisasi
Organisasi yang ia geluti adalah ia merupakan pendiri Lingkar Diskusi
Pencerah (2011), Pemimpin Redaksi Majalah Kasyaf Jakarta (2003), salah
satu pendiri Lab.Teater Ciputat (2004) dan masih aktif hingga sekarang,
pendiri dan pengasuh Pondok Umah Suwung di Jakarta Timur, mengisi
Pelatihan Teater di PCDM Nasional di Departemen Agama (2011-2013), dan
menjadi Kontributor Religi di Kis FM, Mutang FM, dan Lite FM.
Sekarang Abdullah Wong bergiat di Lab.Teater sebagai Sutradara
Pertunjukan Suluk Sungai (2015-2016), mengisi pengajian Al-Hikam di
Mesjid Muhajirin Komplek Departemen Luar Negeri, mengasuh Pondok
Umah Suwung di Jakarta Timur, dan tengah menyiapkan novel selanjutnya,
yakni kelanjutan biografi Gus Dur, Hati Sang Penakluk, dan novel Wakta
Nihaya.
E. Sinopsis Novel
Novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong
merupakan novel yang diterbitkan oleh Makkatana pada tahun 2013. Novel
dengan 25 bab ini menceritakan mengenai petualangan Mada dan kawan-
kawannya mencari lanjutan cerita tentang Gunadarma. Mada memiliki
sahabat setia, yakni Arya, Diwan, Affwah, Nia, Ihsan, dan Angelica.
Cerita Gunadarma yang disampaikan ibu guru Aminah Mukhlas di
dalam kelas belum sempat diselesaikan karena ia difitnah telah menggelapkan
gaji guru dan karyawan hinga akhirnya ia dikeluarkan dari sekolah. Rencana
Mada dan sahabatnya untuk mencari Buku Gunadarma terhalang oleh
kejadian penipuan yang dialami oleh Hakim, ayah Mada yang menyebabkan
Mada dan keluarga kehilangan rumahnya dan mengontrak di sebuah rumah
sederhana. Hakim menjadi korban penipuan oleh temannya sendiri. Bisnis
yang pada awalnya melambungkan harapan akan berbuah manis, justru
berbuah malapetaka. Surat rumah yang sudah digadaikan untuk bisnis, justru
menjadi penyebab mereka sekeluarga hidup dalam kesulitan.
Keadaan tersebut menjadikan rencana Mada dan sahabatnya untuk
berpetualang mencari buku Gunadarma gagal karena Mada harus membantu
ibunya di rumah dan membantu ayahnya bekerja. Sepulang sekolah, Mada
membantu ibunya untuk berjualan kue di pasar kota dan pergi mengamen
bersama ayahnya.
Atas dasar persahabatan dan kesetiaan, sahabat Mada selalu ada dan
membantu Mada dalam kesulitan ekonomi yang dihadapinya, dan atas
inisiatif sahabat-sahabatnya tersebut, ayah Mada dapat bekerja di perusahaan
ayah Nia yang bernama Mantra. Mantra seorang konsultan dan juga seorang
produser yang ternama. Kegemaran Hakim menulis lirik lagu kini berbuah
manis. Kegemaran tersebut kini dapat menghasilkan penghasilan bagi
keluarganya. Perlahan kehidupan mereka kembali membaik.
Akhirnya petualangan Mada dan sahabatnya untuk mencari Buku
Gunadarma pun berlangsung. Selama petualangan mencari Buku Gunadarma,
Mada bersama sahabatnya menemui berbagai rintangan yang kemudian
menjadi pelajaran bagi hidup mereka. Dalam perjalanan mencari Buku
Gunadarma, tidak semua sahabat Mada mampu mencapai tempat di mana
Buku Gunadarma tersimpan karena satu persatu sahabat Mada menyerah.
Pada akhirnya yang mampu mencapai tempat di mana Buku Gunadarma
tersimpan tersebut hanya Mada dan Nia.
Setelah sampai di tempat Buku Gunadarma tersimpan, mereka
bertemu dengan ibu Aminah. Ibu Aminah mengatakan bahwa buku
Gunadarma tidak pernah ada. Akan tetapi, mereka mendengar kelanjutan
cerita Gunadarma tersebut melalui cerita yang disampaikan oleh ibu Aminah.
Lampiran 2
SEKUEN PERISTIWA
Nomor Episode Nomor
Sekuen
Peristiwa
1 Mada berusaha 22 tahun
mengingat masa kecilnya
1 Mada dikenal sebagai anak
yang nakal dan usil ketika
dirinya masih kecil. Ia juga
seorang anak yang congkak,
penuh ambisi, dan degil.
2 Mada memiliki seorang ayah
bernama Hakim. Hakim
digambarkan sebagai sosok
ayah yang tegas dan bijaksana.
Hakim bekerja sebagai seniman
yang gemar menulis lagu.
3 Mada memiliki seorang ibu
bernama Sophia. Sophia
digambarkan sebagai seorang
ibu yang berparas cantik jelita.
4 Mada dilahirkan pada bulan
Ramadhan hari ketiga, ketika
umat muslim menjalankan
ibadah puasa.
5 Mada digambarkan memiliki
rumah yang sangat sederhana
dan mungil.
11 Rumah Mada nyaman karena
sentuhan lembut ibunya yang
sedang mengandung adik
Mada.
12 Cat rumah Mada berwarna
biru. Hakim yang mengecat
rumahnya, dibantu Om Rudi.
13 Halaman rumah Mada
bertabur tanaman dan bunga
warna warni dengan pagar
rumah yang terbuat dari kayu
berwarna putih dengan pintu
kupu-kupu.
14 Mada begitu dekat dengan
Hakim. Hakim sering
mengajak Mada bermain dan
bercanda.
15 Bagi sebagian orang, Mada
adalah anak Manja. Namun
sesungguhnya Mada adalah
anak yang mandiri dan dewasa.
16 Sejak kecil Mada sering
mendapatkan wejangan dari
ayahnya. Hingga kini, Mada
tak mungkin melupakan
dengan mudah kata ayahnya.
18 Mada rajin berolahraga, meski
tubuhnya mungil. Ia sering lari
pagi di taman kota bersama
Hakim. Dari semua jenis olah
raga, sepak bola menjadi olah
raga yang paling ia suka.
25 Mada teringat ayahnya yang
bekerja menulis lagu dan
memainkan musik penuh
irama.
26 Sophia sangat cantik. Ia selalu
berdoa dan pintar memasak.
Masakan Sophia selalu nikmat
dan lezat.
27 Sophia menceritakan Kisah
Tukang Kayu.
28 Hakim dan Sophia menasehati
Mada yang pulang sekolah
terlambat karena melihat
kerumunan orang di taman
bunga.
29 Mada membaca buku
pemberian Hakim. Mada
bertanya kepada Sophia
mengenai sosok seorang
pembelajar dan cara bertanya.
33 Hakim menceritakan Kisah
Burung Parkit.
39 Hakim duduk di depan teras
sambil bermain gitar dan
menulis lagu. Kemudian
datanglah Rudi sahabat Hakim
yang sudah lama berpisah.
42 Rudi pamit pulang dan Hakim
menghampiri Mada, Arya dan
Sophia. kemudian, mereka
membahas mengenai Kisah
Gunadarma.
47 Sophia melahirkan seorang
anak perempuan yang diberi
nama Rindu Rembulan.
2 Kisah Sekolah dan Kawan-
Kawan Mada
6 Kawan Mada yang bernama
Anton beragama Kristen.
7 Kawan Mada yang bernama
Krisna beragama Hindu. Krisna
adalah sahabat baik Mada
meski umurnya lebih tua.
Krisna sering mengajak Mada
main ke rumahnya.
8 Ayah Krisna bernama Pak
Wisnu. Pak Wisnu bekerja di
koran kota. Pak Wisnu sering
bercerita dan ibu Krisna selalu
menyuguhkan makanan
istimewa.
9 Arya adalah kawan Mada yang
memeluk agama Budha. Mada
sering belajar bersama di
rumah Arya.
10 Ayah Arya bernama Pak
Darma. Pak Darma memiliki
perpustakaan di rumahnya. Ia
bekerja sebagai seorang arsitek.
17 Mada menyiapkan buku-buku
sekolahnya. Ia simpan di dalam
tas baru yang dibelikan
ayahnya.
19 Dua belas tahun Mada belajar
di sekolah dasar, kini Mada di
sekolah atas yang bangunannya
lebih besar.
20 Mada menyapa teman-teman
yang ramah dan hangat. Diwan
dan Ihsan yang duduk paling
dekat dengan Mada. diwan
yang lucu dan Ihsan yang
sopan. Serta Arya yang penuh
semangat.
21 Ruang kelas sekolah Mada
bersih, teduh dan nyaman.
22 Bu guru datang menyapa di
kelas dan menulis nama di
papan tulis. Aminah Mukhlas.
23 Aminah Mukhlas menceritakan
Kisah Gunadarma.
24 Mada kini menjadi seorang
dewasa, bersama kawan-
kawannya yang selalu jujur dan
setia. Mada berangkat sekolah
dengan jalan kaki bersama
kawan-kawannya. Melintasi
jalan kecil, lorong-lorong, dan
taman bunga. Menyaksikan
orang-orang yang sibuk
bekerja.
30 Masa sekolah adalah masa
istemewa. Apalagi masa-masa
SMA. Di sekolah Mada punya
banyak kesempatan untuk
bertanya hingga cakrawala
ilmu terbuka dengan segala
makna.
31 Mada dan Diwan mendapat
tugas bersama, satu kelompok
bersama Ihsan dan Arya.
Kemudian, Mada menemukan
sebuah buku yang berjudul
“Siapa Aku” yang memancing
rasa ingin tahunya.
32 Mada dan kawan-kawannya
membaca buku yang berjudul
“Siapa Aku” di rumah Mada.
34 Arya murung dan sedih karena
orang tuanya bertengkar.
35 Aminah Mukhlas
menenangkan Arya dan
melanjutkan kembali Kisah
Gunadarma.
36 Pulang sekolah, Mada dan
kawan-kawannya melewati
rumah Mbah Sobri yang
memiliki anjing bernama Bleki.
37 Mada menceritakan Kisah
Sangkuriang.
38 Arya main ke rumah Mada
karena malas pulang ke rumah.
40 Arya makan di rumah Mada
dan memuji bahwa masakan
Sophia nikmat.
41 Arya menceritakan masalah
keluarganya kepada Sophia.
43 Ibu Arya datang menjemput
Arya pulang. Sepanjang jalan
mereka berdebat hingga
akhirnya di tengah jalan
mereka berhenti saling
berpelukan dan menangis.
44 Murid baru di sekolah,
bernama Aghnia Cahaya.
45 Aminah Mukhlas mengajak
siswa-siswi belajar di luar kelas
tentang matahari.
46 Nia menceritan Kisah Dewa
Matahari.
48 Kawan-kawan Mada datang
mengunjungi Sophia yang
melahirkan.
49 Mada dan kawan-kawannya
merencanakan untuk
melakukan petualangan
mencari Buku Gunadarma.
51 Aminah Mukhlas dipecat dari
sekolah karena difitnah telah
menggelapkan gaji guru dan
karyawan.
52 Aminah Mukhlas menceritakan
Kisah Cincin Perak.
55 Krisna adalah kakak kelas di
sekolah Mada yang sering jahil
dan nakal kepada Mada dan
kawan-kawannya. Padahal
dulu, Krisna adalah teman baik
Mada tapi itu dulu ketika
Krisna masih miskin.
56 Krisna sekelas dengan Anton
yang juga badung. Mereka
sering menggoda Mada dan
kawan-kawannya. Contohnya,
ketika Krisna dan Anton
menyembunyikan tas Mada dan
kawan-kawannya ketika sedang
olah raga hingga akhirnya
terjadi pertengkaran diantara
Mada dan Kawan-kawannya
dengan Krisna dan Anton.
57 Guru pengganti Aminah
Mukhlas bernama Bapak
Kuntala. Seorang guru yang
tidak adil karena selalu
membela orang kaya seperti
Krisna.
58 Setelah pertengkaran Mada dan
kawan-kawannya dengan
Krisna dan Anton, Diwan
memecah suasana dengan
menanyakan mengenai
petualangan mereka mencari
Buku Gunadarma.
60 Kawan-kawan Mada siap untuk
membantu Mada yang sedang
berada dalam kesulitan.
61 Nia menceritakan Kisah
Sebuah Pulau.
64 Di rumah Nia, kawan-kawan
Mada sedang menyusun
rencana untuk mengumpulkan
cerita-cerita yang ditulis ulang
oleh mereka untuk dijual dan
mungkin dibacakan di sekolah
atau taman kanak-kanak.
Terkadang juga, mereka
membantu ibu Mada menjual
kue-kue di pasar kota.
65 Kawan-kawan Mada
berkumpul di rumah Nia untuk
merencanakan membantu ayah
Mada, Hakim melalui ayah Nia
yang bernama Mantra yang
merupakan seorang produser.
68 Pertandingan sepak bola antara
Sekolah Bening melawan
Sekolah Perkasa dengan kapten
kesebelasan Sekolah Bening
yang dipegang oleh Mada.
70 Mada menggiring bola menuju
depan gawang dan
mengopernya kepada Arya
yang kemudian menghasilkan
gol dan menjadikan Sekolah
Bening menang melawan
Sekolah Perkasa.
72 Arya bertemu ibunya yang
menunggu di tepi lapangan
bola. Mereka berpelukan dan
tak terasa meneteskan air mata.
73 Setelah pertandingan usai,
Mada berkumpul dengan
kawan-kawannya untuk
mendengarkan Nia
melanjutkan cerita tentang
Kisah Gunadarma.
80 Di sekolah, kawan-kawan
Mada menanyakan tentang
rencana mereka untuk
melakukan petualangan
mencari Buku Gunadarma.
83 Di rumahnya masing-masing,
kawan-kawan Mada sedang
meminta izin dan berpamitan
kepada orang tua mereka.
111 Nia memberikan surat kepada
Mada.
3 Kehidupan Hakim dan keluarga
jatuh miskin
50 Datang dua orang lelaki
berbaju tentara yang membawa
kabar bahwa Rudi adalah
seorang penipu.
53 Mada mengontrak di sebuah
rumah kontrakan kecil dan
sederhana milik ayah Krisna,
Pak Wisnu.
54 Hakim bekerja mengangkat
barang bawaan penumpang
kereta di stasiun.
59 Mada tidak bisa ikut
melakukan petualangan Buku
Gunadarma karena harus
membantu ayahnya bekerja dan
membantu ibunya menjaga
adiknya.
62 Tanpa terasa, sudah setahun
lebih Mada dan keluarga
menjalani hidup miskin.
63 Mada menjalani hidup ganda.
Pagi sekolah, sore menjual kue
milik ibunya, libur sekolah
menjual koran, dan terkadang
mengamen bersama Hakim.
66 Mada sedang menemani Rindu
yang sedang mewarnai sepatu.
67 Mada menceritakan Kisah
Sepatu.
69 Hakim sedang mengamen di
bis kota, warung-warung tenda,
dan toko-toko di kota.
71 Hakim sedang bernyanyi di
warung tenda sebuah lagu
tentang jiwa yang merdeka.
74 Hakim sedang duduk di depan
rumah. Datang sebuah mobil
berhenti dan parkir di depan
rumah. Keluarlah seorang
lelaki yang sangat ramah
bernama Mantra.
75 Mada dan Sophia menemani
Rindu bermain boneka.
76 Sophia menceritakan Kisah
Boneka.
77 Hakim masuk ke dalam rumah
setelah Mantra pamit. Hakim
membawa kabar kepada
keluarganya bahwa Mantra
adalah seorang produser musik
di ibukota yang menawari
pekerjaan kepada Hakim untuk
menjadi seorang komposer.
4 Kehidupan Hakim dan keluarga
kembali seperti semula
78 Hakim kembali pulang ke
rumah sebelumnya. Setelah
Hakim bekerja bersama
Mantra.
79 Hakim sibuk bekerja setelah
Hakim terlibat kerjasama
dengan Mantra.
81 Mada meminta izin kepada
Hakim dan Sophia untuk
melakukan petualangan
mencari Buku Gunadarma.
82 Hakim meminta maaf kepada
Mada karena kesibukannya
bekerja.
5 Petualangan mencari Buku
Gunadarma
84 Mada dan kawan-kawannya
berkumpul di rumah Mada
pada Sabtu pagi pukul
sembilan dengan membawa
lengkap segala perbekalan.
85 Mada bertugas sebagai
pemimpin rapat menerangkan
mengenai perjalanan yang akan
mereka lewati nanti.
86 Mada dan kawan-kawannya
menuju barat kota untuk
menaiki sebuah angkutan
umum sebuah minibus elf
berwarna merah dengan garis
tebal melintang berwarna
kuning untuk sampai menuju
Desa Purna Indra.
87 Setelah menunggu beberapa
lama, akhirnya mobil yang
dinaiki Mada dan kawan-
kawannya mulai berangkat.
Mereka melewati pesawahan,
kebun tebu, bukit dan
pegunungan hingga akhirnya
sampailah di Desa Purna Indra.
88 Mada dan kawan-kawannya
menemukan sebuah rumah
mungil yang terbuat dari kayu
dengan papan yang tergantung
di atas pintunya, Klinik
Kesehatan Alami.
89 Pemilik Klinik Kesehatan
Alami tersebut adalah seorang
kakek tua. Dia mengajak Mada
dan kawan-kawannya untuk
masuk ke rumahnya. Kakek
tersebut memberitahu Mada
dan kawan-kawannya
mengenai khasiat obat-obatan
dan asal usul nama Desa Purna
Raga, Purna Rasa, dan Purna
Indra. Kemudian, kakek
tersebut mengantarkan Mada
dan kawan-kawannya ke rumah
Pak Cakra yang merupakan
pengrajin kaca penduduk asli
Desa Purna Indra.
90 Mada dan kawan-kawannya
bertemu dengan Pak Cakra.
Kemudian, mereka berpisah
dengan kakek tua. Kakek tua
memberikan bungkusan kecil
berisi obat anti racun.
Kemudian, Pak Cakra
mengajarkan Mada dan kawan-
kawannya membuat kaca.
91 Ihsan dan Diwan tidak bisa
melanjutkan petualangan
karena Ihsan sakit perut dan
mual akibat terlalu banyak
makan dan Diwan harus
menemani Diwan kembali
pulang ke rumah.
92 Mada dan kawan-kawannya,
kecuali Ihsan dan Diwan
melanjutkan perjalanan
bersama Pak Cakra melewati
hutan bambu yang sangat
rimbun untuk menyebrangi
sungai Mawasdiri. Akan tetapi,
rakit milik Pak Cakra terbawa
arus sungai yang sedang deras
karena hujan lebat.
93 Pak Cakra mengajak Mada dan
Arya untuk membuat rakit
baru, sedangkan Affwah,
Angelica, dan Nia membantu
Bu Cakra untuk memasak
makan siang.
94 Bu Cakra datang bersama
Affwah, Angelica, dan Nia
membawa makanan.
Kemudian, mereka semua
makan siang bersama di tengah
tanaman bambu sambil
bercengkrama.
95 Mada dan kawan-kawannya
menginap di rumah Pak Cakra
karena arus sungai Mawasdiri
masih sangat deras untuk
disebrangi. Kemudian, di
rumah Pak Cakra pada malam
harinya mereka menyusun
rencana.
96 Pagi hari, Mada dan kawan-
kawannya bersiap untuk
menyebrangi sungai Mawasdiri
bersama Pak Cakra. Akan
tetapi, Affwah dan Angelica
tidak bisa ikut karena mereka
merasa takut. Akhirnya,
Affwah dan Angelica
menunggu di rumah Pak Cakra
hingga Mada, Arya, dan Nia
kembali.
97 Setelah menyebrangi sungai
Mawasdiri, Mada, Arya, dan
Nia sampai di Desa Purna
Rasa. Mereka bertanya kepada
penduduk desa tersebut
mengenai taman bacaan yang
berasa di desa tersebut yang
ternyata sudah tidak ada karena
telah hancur dan hangus akibat
meletusnya Gunung Suwung.
98 Akhirnya, Mada, Arya, dan Nia
berjalan mendaki jalan setapak
yang dipenuhi pohon dan
semak-semak hingga sampailah
di sebuah tanah lapang.
Kemudian, Arya berteriak
mengerang. Ternyata, Arya
digigit ular.
99 Mada menggendong Arya yang
dibantu oleh Nia. Mereka
menggendong Arya hingga
sampai di sebuah rumah kayu
sederhana. Mereka merebahkan
Arya di teras rumah tersebut.
100 Keluarlah seorang nenek
pemilik rumah tersebut.
Kemudian, Mada memberikan
obat penawar racun yang
diberikan oleh kakek tua Desa
Purna Raga kepada Arya.
Setelah itu, Arya pingsan dan
Mada membawa Arya ke
dalam kamar untuk beristirahat.
101 Mada dan Nia beristirahat di
teras. Kemudian, datanglah
seorang perempuan yang
berjalan menuju arah mereka
yang ternyata adalah Aminah
Mukhlas. Mada dan Nia
bercerita mengenai perjalanan
yang telah mereka lewati.
Aminah Mukhlas menanyakan
maksud kedatangan mereka.
Kemudian, Aminah
mengatakan bahwa Buku
Gunadarma tidak pernah ada.
102 Aminah Mukhlas menceritakan
Kisah Gunadarma hingga
selesai kepada Mada dan Nia.
103 Dua hari berlalu, Arya telah
sembuh dan mereka berpamitan
kepada Aminah Mukhlas untuk
pulang.
104 Di perjalanan pulang, Mada
teringat perkataan Pak Cakra.
105 Kisah Rembulan.
6 Setelah petualangan mencari
Buku Gunadarma.
106 Mada tampak murung dan
muram. Mada merasa gelisah
karena memikirkan nasib
orang-orang baik yang
hidupnya selalu menderita.
107 Hakim menceritakan Kisah
Nabi Musa.
108 Mada teringat kisah seorang
kakek yang rajin beribadah
yang diceritakan oleh
pamannya.
109 Hakim bercerita mengenai
Kisah Kakek Buta.
110 Mada teringat Kisah Seorang
Pendosa yang ditolong oleh
Tuhan melalui Nabi Musa yang
diceritakan oleh Pak Cakra.
Lampiran 3
BAGAN ALUR
ALUR PERKENALAN KONFLIK KLIMAKS PELERAIAN PENYELESAIAN
PLOT UTAMA
Petualangan Mada dan
Kawan-Kawannya
Mencari Buku
Gunadarma
Mada dan kawan-
kawannya mendengar
Kisah Gunadarma dari
Aminah Mukhlas
Mada dan kawan-
kawannya
merencanakan untuk
melakukan petualangan
mencari Buku
Gunadarma
Mada tidak bisa
mengikuti petualangan
mencari Buku
Gunadarma karena
harus membantu
ayahnya bekerja dan
membantu ibunya
menjaga adiknya
Mada dan kawan-
kawannya melakukan
petualangan mencari
Buku Gunadarma
Mada dan Nia
mendengarkan Kisah
Gunadarma hingga selesai
SUBPLOT
Kisah Kehidupan Mada
dan Kawan-Kawannya
Mada diceritakan
berusia 22 tahun yang
mengenang masa
kecilnya
Hakim menggadaikan
surat rumahnya kepada
Rudi untuk bisnis &
Aminah Mukhlas
dipecat karena difitnah
menggelapkan gaji guru
dan karyawan
Hakim jatuh miskin dan
tinggal di sebuah rumah
kontrakan. Ia bekerja
mengangkat barang
bawaan penumpang
kereta di stasiun
Hakim mendapatkan
tawaran untuk bekerja
sebagai seorang
komposer lagu oleh
Mantra ayah Nia yang
merupakan seorang
produser ternama di
ibukota
Hakim dan keluarga
kembali ke rumahnya dan
kehidupan mereka kembali
seperti semula
SISIPAN CERITA Kisah Tukang Kayu Kisah Cincin Perak Kisah Sebuah Pulau Kisah Rembulan Kisah Nabi Musa
Kisah Burung Parkit Kisah Sepatu Kisah Seorang Kakek
Kisah Sangkuriang Kisah Boneka Kisah Kakek Buta
Kisah Dewa Matahari Kisah Pendosa
Lampiran 4
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Pendidikan : SMA/MA .......................
Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas/Semester : XII / II
Materi Pokok : Memahami Unsur Intrinsik Karya Sastra
Alokasi Waktu : 2 X 45 Menit
Kompetensi Inti
1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianut
2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli
(toleransi, gotong royong), santun dan percaya diri dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan
keberadaannya.
3. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan,
mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak
(menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai
dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut
pandang atau teori.
Kompetensi Dasar
1.2 Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah
Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana memahami informasi lisan dan tulis.
2.2 Menunjukkan sikap positif dan ilmiah (individu dan sosial) dalam diskusi.
3.3 Menunjukkan perilaku dan sikap menerima, menghargai dan melaksanakan
kejujuran, ketelitian, disiplin dan tanggung jawab.
4.4 Memahami unsur intrinsik karya sastra.
4.5 Mengkaji unsur intrinsik karya sastra.
Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Siswa mampu memahami unsur intrinsik karya sastra, khususnya novel.
2. Siswa mampu mengkaji unsur intrinsik karya sastra, khususnya alur.
Tujuan Pembelajaran
1. Setelah proses pembelajaran, peserta didik diharapkan dapat menghargai dan
mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan Bahasa Indonesia sebagai
sarana memahami informasi baik yang disajikan secara lisan maupun tulisan.
2. Setelah proses pembelajaran, peserta didik diharapkan dapat memahami dan
mampu mengkaji unsur intrinsik novel, khususnya alur.
Strategi/Metode/Pendekatan Pembelajaran
Pembelajaran Berbasis Proyek
Diskusi
Presentasi
Media/Alat Pembelajaran
Infocus
Leptop
Sumber Pembelajaran
1. Novel MADA, Sebuah Nama yang Tebaik Karya Abdullah Wong
2. Teori Pengkajian Fiksi karya Burhan Nurgiantoro
Kegiatan Pembelajaran
KEGIATAN DESKRIPSI KEGIATAN
Pendahuluan 1. Peserta didik merespon salam dari guru
berhubungan dengan kondisi siswa dan kelas.
2. Peserta didik merespon pertanyaan dari guru
berhubungan dengan pembelajaran sebelumnya.
3. Peserta didik menerima informasi kompetensi,
materi, tujuan, dan langkah pembelajaran yang akan
dilaksanakan.
4. Siswa diajak untuk mengingat kembali mengenai
novel yang ditugaskan untuk dibaca pada pertemuan
sebelumnya.
5. Guru memberikan pertanyaan mengenai unsur
intrinsik yang terdapat dalam novel dengan
mengaitkan isi di dalam novel tersebut sebagai
stimulus.
Inti Mengamati
1. Guru menampilkan diagram mengenai tahap-
tahap alur.
2. Guru memberikan penjelasan secara lebih
mendetail mengenai diagram tersebut.
3. Guru menunjuk salah seorang peserta didik untuk
memberikan contoh salah satu tahap alur yang
terdapat di dalam novel, sementara peserta didik
lain menyimak dan mengamati.
Menanya
4. Peserta didik berdiskusi kelompok untuk
mengidentifikasi dan mengkaji alur yang terdapat
di dalam novel.
Mengumpulkan Informasi
5. Peserta didik menyimpulkan tentang hal-hal yang
belum diketahui.
6. Peserta didik menjelaskan hal-hal yang belum
diketahui.
Mengkomunikasikan
7. Peserta didik mempresentasikan mengenai
pengamatan yang telah dilakukan berkaitan
dengan alur yang terdapat di dalam novel melalui
diskusi kelompok di depan kelas.
8. Peserta didik lain menanggapi pengamatan yang
sudah dipresentasikan.
Penutup 9. Peserta didik menjawab soal-soal kuis untuk
mereview materi yang telah dipelajari.
10. Peserta didik bersama guru menyimpulkan hasil
pembelajaran.
11. Siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan yang
sudah dilakukan.
12. Siswa dan guru merencanakan tindak lanjut
pembelajaran untuk pertemuan selanjutnya.
Penilaian
A. TEKNIK DAN BENTUK
1. Tes Tertulis
2. Observasi Kinerja/Demontrasi
3. Tagihan Hasil Karya/Produk: tugas, projek, portofolio
4. Pengukuran Sikap
5. Penilaian diri
B. INSTRUMEN/SOAL
1. Tugas untuk menganalisis alur yang terdapat dalam novel MADA, Sebuah
Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong melalui diskusi kelompok.
2. Tugas mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
3. Daftar pertanyaan kuis untuk mengukur pemahaman peserta didik
mengenai materi yang telah dipelajari.
Mengetahui,
.............., ................................
Kepala SMA/MA Guru Mata Pelajaran
.............................. ......................................
NIP/NIK NIP/NIK
SURAT UJI REFERENSI
Seluruh referensi yang digunakan dalam penelitian skripsi berjudul “Masalah Alur
dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik Karya Abdullah Wong dan
Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia” yang disusun
oleh NUR LAELA SARI, NIM 1111013000061, Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, telah disetujui kebenarannya oleh dosen
pembimbing skripsi pada hari Sabtu, 03 Oktober 2015.
Jakarta, 03 Oktober 2015
Dosen Pembimbing
Ahmad Bahtiar, M. Hum
NIP 19760118 200912 1 002
LEMBAR UJI REFERENSI
Nama : NUR LAELA SARI
NIM : 1111013000061
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Judul Skripsi : Masalah Alur dalam Novel MADA, Sebuah Nama
yang Terbalik Karya Abdullah Wong dan Implikasinya
terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Dosen Pembimbing : Ahmad Bahtiar, M.Hum.
No
Daftar Referensi
Paraf Pembimbing
1 A. Teeuw. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: PT Dunia Pustaka
Jaya, 1984.
2 B. Rahmanto. Metode Pengajaran Sastra, “Pegangan Guru
Pengajar Sastra”. Yogyakarta, Kanisius, 1988.
3 Robert Escarpit. Sosiologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2008.
4 Nyoman Kutha Ratna. S.U “Sastra dan Cultural Studies
Representasi Fiksi dan Fakta”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010.
5 Septiawan Santana K. “Menulis Ilmiah: Metode Penelitian
Kualitatif”. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007.
6 Java van Luxemburg. “Pengantar Ilmu Sastra”. Jakarta: PT
Gramedia, 1984.
7 Abdul Rozak Zaidan, dkk. Kamus Istilah Sastra. Jakarta:
Balai Pustaka, 2007.
8 Mahsun. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2007.
9 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&H.
Bandung: Alfabeta, 2011.
10 Antilan Purba. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2012.
11 Hendry Guntur Tarigan. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra.
Bandung: Angkasa, 1984.
12 Rene wellek dan Austin Warren. Teori Kesusastraan,
(Penerjemah: Melani Budianta. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1993.
13 Burhan Nurgiantoro. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, 2005.
14 Furqonul Aziez dan Abdul Hasim. Menganalisis Fiksi:
Sebuah Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
15 T. Raman Tinambunan. Sastra Lisan Dairi. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1996.
16 Robert Stanton. Teori Fiksi Robert Stantion. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007.
17 Melani Budianta, dkk. Membaca Sastra (Pengantar
Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi. Magelang:
Indonesia Tera, 2003.
18 Rahmat Djoko Pradopo. Beberapa Teori Sastra, Metode
Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008.
19 Suparman Natawidjaja. Apresiasi Sastra & Budaya. Jakarta:
PT Intermasa, 1982.
20 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia “Edisi Keempat”. Jakarta: PT Gramedia Pusaka
Utama, 2008.
21 Partini Sardjono Pratokusumo. Pengkajian Sastra. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008.
22 Bambang Kaswanti Purwo. Bulir-Bulir Sastra & Bahasa.
Yogyakarta: Kanisius, 1991.
23 Yus Rusyana. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan.
Bandung: CV. Dipenogoro, 1984.
24 Kinayati Djojosuroto. Analisis Teks Sastra dan
Pengajarannya. Yogyakarta: Pustaka, 2006.
25 Wahyudi Siswanto. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT
Grasindo, 2008.
26 Suwardi Endraswara. Metodologi Penelitian Sastra:
Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Jakarta: CAPS,
2013.
27 Heru Kurniawan. Sastra Anak: dalam Kajian Strukturalisme,
Sosiologi, Semiotika, hingga Penulisan Kreatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2013.
28 Abdullah Wong. MADA, Sebuah Nama Yang Terbalik.
Jakarta: Makkatana, 2013.
29 Zainudin. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia.
Jakarta: Rineka Cipta, 1992.
30 Albertine Minderop. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.
Jakarta, 03 Oktober 2015
Pembimbing,
Ahmad Bahtiar, M.Hum.
NIP 197601182009121002
PROFIL PENULIS
Nur Laela Sari lahir di Karawang, 25 Agustus 1994.
Lahir sebagai anak pertama dari dua bersaudara.
Riwayat pendidikan dimulai dari SDN 07 PAGI
Jakarta Selatan. Setelah lulus SD, pindah ke
Kerawang dan melanjutkan pendidikan di SMPN 2
Rengasdengklok, dan SMAN 1 Rengasdengklok.
Setelah lulus SMA pada tahun 2011, melanjutkan
pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan dengan mengambil jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia.