march fracture isman c11108266
TRANSCRIPT
I. Pendahuluan
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh trauma. Dapat hanya berupa retak, remuk, atau
terpisahnya dari korteks. Lebih sering diskontuinitasnya komplit dan fragmen tulang
yang berpindah (dispalced). Jika kulit yang menutupi tulang yang fraktur itu masih
utuh, dikatakan sebagai fraktur tertutup atau sederhana tetapi jika kulit atau terdapat
lubang diatas tempat fraktur maka disebut sebagai fraktur terbuka atau compound.1
Tulang relatif rapuh, namun memiliki kekuatan yang cukup dan ketahanan
untuk menahan tekanan yang kuat. Fraktur dapat disebabkan oleh: Trauma, tekanan
yang berulang (stress fraktur), atau fraktur yang abnormal (patologis).1
Stress fraktur adalah cedera yang diakibatkan oleh tekanan yang terus menerus
yang umum terlihat pada atlet dan pasukan militer. Cedera biasanya terlihat pada
ekstremitas bawah, tetapi juga telah dilaporkan di ekstremitas atas dan tulang rusuk.
Stress fracktur yang terjadi di tulang metatarsal biasa disebut march fracture. 2,3,4
Dikatakan sebagai march fraktur, karena fraktur ini banyak terjadi pada tentara
yang sering baris-berbaris (marching) dalam waktu yang lama. Walaupun demikian,
cedera ini bukan hanya dapat menimpa anggota militer, tetapi juga pada atlet
(terutama pelari), penari balet, pesenam, pasien dengan rematoid artritis, penyakit
metabolik tulang, dan kondisi neuropati. Berdasarkan pedileksinya, march fraktur
menempati urutan ketiga tersering dari seluruh tulang yang biasa mengalamai stres
fraktur (16,2 persen) setelah tulang tibia (23,6%) dan tarsal navicular (17,6%).4,5,6
Metatarsal stres fraktur dapat menyebabkan nyeri pada saat beraktivitas dan
dapat pula menimbulkan pembengkakan dan juga nyeri pada saat beristirahat.
Riwayat peningkatan aktivitas dan tidak adanya riwayat trauma menjadi ciri khas
dari cedera ini. Jika cedera ini tidak ditangani dengan adekuat, maka frakturnya
dapat berkembang menjadi fraktur komplit dan membutuhkan terapi yang lebih
signifikan hingga operasi.7
II. Anatomi
Kaki adalah stuktur yang kompleks biomekanikalnya yang berguna untuk
menanggung berat tubuh manusia selama bergerak. Ada 26 jumlah keselurahan
tulang yang menyusun struktur pada kaki manusia yang terbagi dalam 3 bagian:8
1. Tulang Tarsal
Tualng tarsal terdiri dari tujuh buah tulang, calcaneus, talus, cuboid,
navicular, dan medial, midle, dan lateral cuneiformis.
2. Tulang palangs
Tulang palangs pada kaki hampir sama dengan jari tangan dari segi jumlah
dan susuanannya secara umum. Terdapat dua buah tulang pada ibu jari, dan tiga
buah tulang pada jari lainnya. Hingga total smuanya ada 14 buah tulang.
Perbedaannya dengan palangs tangan adalah terletak pada ukuran dan
panjangnya.
3. Tulang Metatarsal
Tulang metatarsal diberi nomor 1-5, dari dalam ke luar. Setiap metatarsal
memiliki head, neck, shaft and base. Tulang metatarsal krang lebih berbentuk
silinder. Badan metatarsal berangsur-angsur meruncing dari proximal sampai ke
akhir distal. Tulang ini melengkung di axis panjang dan memperlihatkan
permukaan plantar yang cekung dan permukaan dorsal yang cembung.
Gambar 1: anatomi tulang kaki dilihat dari plantar dan dorsal. (dikutip dari kepustakaan 8)
Gambar 2: anatomi tulang kaki dilihat dari medial dan lateral. (dikutip dari kepustakaan 8)
Dasar dari akhir proximal adalah berbentuk wedge, berartikulasi dengan
tulang tarsal dan pada sisi samping dengan tulang metatarsal yang berdekatan.
Permukaan dorsal dan plantar yang kasar untuk melekatnya ligamen-ligamen.
Bagian kepala yang terletak di ujung distal berbentuk permukaan artikulasi
yang cembung, lonjong dari atas ke bawah dan meluas lebih jauh ke belakang
plantar daripada ke dorsal. Sisinya rata, dan pada setiap lengkungan ditutupi
oleh sebuah tuberkel sebagai tempat menempelnya ligamentum. Permukaan
plantar beralur anteroposterior (untuk lewatnya tendon fleksor) dan kedua sisi
ditandai oleh sebuah lanjutan artikulasi yang tinggi dengan permukaan artikular
akhir. Tulang ini dibagi dalam metatarsal I - V.
Gambar 3: anatomi tulang-tulang kaki.
III. Epidemiologi
Insiden fraktur stres pada populasi umum tidak diketahui, tetapi hampir semua
literatur menyebutkan kejadiannya berasal dari populasi militer atau atlet. Fraktur stres
diperkirakan merupakan hingga 16% dari semua cedera yang terkait dengan partisipasi
atletik, berlari adalah penyebab pada sebagian besar kasus. Fraktur stres Sebagian besar
(95%) melibatkan ekstremitas bawah, khususnya metatarsal.6
Dikatakan sebagai march fraktur, karena fraktur ini banyak terjadi pada tentara yang
sering baris-berbaris (marching) dalam waktu yang lama. Walaupun demikian, cedera
ini bukan hanya dapat menimpa anggota militer, tetapi juga pada atlet (terutama pelari),
penari balet, pesenam, pasien dengan rematoid artritis, penyakit metabolik tulang, dan
kondisi neuropati. Berdasarkan pedileksinya, march fraktur menempati urutan ketiga
tersering dari seluruh tulang yang biasa mengalamai stres fraktur (16,2 persen) setelah
tulang tibia (23,6%) dan tarsal navicular (17,6%).4,5,6
IV. Etiologi
Patah tulang stres metatarsal umumnya terjadi karena terlalu banyak digunakan.
Tulang paling sering terkena adalah tulang metatarsal kedua dan ketiga, karena
tulang-tulang ini jumlah tekanan yang paling besar ketika kita bergerak. Cedera ini
cenderung terjadi pada orang dengan riwayat terdapat peningkatan intensitas, durasi,
atau frekuensi latihan mereka.4
Cedera ini dapat terjadi setelah mengenakan sepatu baru, atau kurangnya waktu
beristirahat, atau terus berolahraga meskipun adanya nyeri pada kaki. Kadang-
kadang march fraktur dapat terjadi pada seseorang yang memiliki masalah mendasar
yang mempengaruhi tulang, seperti rheumatoid arthritis atau osteoporosis. Cedera
ini juga dapat terjadi pada orang yang telah kehilangan sensasi di kaki mereka
karena masalah neurologis - misalnya, diabetes yang telah mempengaruhi saraf di
kaki.4
Ada beberapa factor resiko yang dapat meningkatkan resiko terjadinya cedera
ini:9,10
1. Trias wanita (wanita dengan gangguan makan, amenore, dan osteoporosis)
2. Peningkatan aktivitas yang cepat.
3. Kelainan kontur pada tulang
4. Kelelahan otot menyebabkan kurang menyerab tekanan yang pada
akhirnya akan diteransmisikan ke tulang.
5. Kepadatan tulang rendah
V. Klasifikasi
1) Grade 0 menunjukkan temuan MRI normal.
2) Grade 1 menunjukkan adanya peningkatan yang terjadi pada wilayah periosteal
seperti yang terlihat pada gambar T2, dengan intensitas sumsum tulang normal
pada semua gambar.
3) Grade 2 terjadi peningkatan intensitas sumsum tulang pada gambar T2. Pada
grade 3 adanya tambahan ciri berupa tampak perubahan sumsum tulang pada
gambar T1,
4) Grade 4 mempunyai ciri garis fraktur yang terlihat jelas.10
VI. Patofisiologi
Stres fraktur terbentuk sebagai hasil dari tekanan berulang yang melebihi
kemampuan remodeling tulang yang terlibat. Pembebanan berulang diatas ambang
batas mengganggu remodeling tulang normal dan aktivitas osteoblastik akan
terlampaui oleh resorpsi osteoklastik. stres fraktur terjadi akibat dari beban yang
berulang pada tulang. Cedera ini berbeda dari jenis fraktur lain, karena dalam
banyak kasus tidak ada peristiwa traumatic akut yang mendahului gejala.2.3
Pada saat terjadi tekanan atau kompresi beban pada tulang, maka akan terjadi
kerusakan kecil pada tulang yang terkena. Dengan berulangnya tekanan, resorpsi
osteoclas melebihi formasi osteoblast dan daerah yang relative lemah akan
terbentuk. Secara fisiologis kerusakan tersebut akan dapat diperbaiki melalui proses
remodeling. stres fraktur terjadi jika kerusakan kecil tersebut meluas sebelum
tuntasnya perbaikan tulang.1,2
Ada 3 faktor yang dapat mempengaruhi individu terhadapt kejadian cedera ini,
yaitu peningkatan beban, peningkatan jumlah tekanan, dan penurunan luas
permukaan penerima beban.3
Gambar 4: march fraktur metatarsal ketiga (dikutip dari kepustakaan 11)
VII. Gejala Klinis
Pada awalnya, rasa nyeri hanya dirasakan di kaki selama latihan yang
kemudian menghilang dengan istirahat. Setelah beberapa saat, rasa sakit tersebut
terus dirasakan walaupun pasien sudah beristirahat dan dapat terjadi terus-menerus.
Mula-mula nyeri cenderung lebih luas dirasakan di hampir seluruh kaki dan semakin
lama nyerinya cenderung menjadi lebih terlokalisasi pada daerah yang fraktur.4
Ada riwayat aktivitas yang dilakukan berulang-ulang atau sedang dalam
program latihan fisik. Biasanya pasien tidak memiliki riwayat trauma didaerah yang
terkena. Urutan umum dari keluhan yang biasa diajukan adalah: nyeri setelah latihan
- nyeri selama latihan – nyeri tanpa latihan. Kadang-kadang pasien mengeluh ketika
cederanya sudah sembuh dan kemudian mengeluhkan benjolan pada daerah tersebut
(kalus). Pasien biasanya sehat. Lokasi yang terkena mungkin bengkak atau merah.
Kadang-kadang hangat dan biasanya lembut, kalus dapat teraba. Mencoba untuk
menekuk tulang seringkali menyakitkan.1,2
Temuan fisik paling sering adalah nyeri pada saat dipalpasi. Nyeri juga dapat
ditimbulkan oleh perkusi pada lokasi yang jauh dari tulang yang terlibat.
Pembengkakan jaringan lunak dapat terlihat terutama bila yang terkena adalah
bagian kaki.2,3,4,6
VIII. Penegakan diagnosis
Menetapkan diagnosis sedini mungkin pada stres fraktur sangatlah penting,
karena dapat menurunkan morbiditas pasien terutama terkait dengan profesi mereka
sebagai atlet. Johansson dkk melaporkan 23 pasien dengan fraktur neck femur
menemukan bahwa diagnosis dapat ditegakkan rata-rata 14 minggu setelah
munculnya gejala. Dan keterlambatan dalam diagnosis telah memaksa para atlet
untuk mengakhiri karir mereka.12
Penegakan diagnosis biasa ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologi. Pada 3
minggu steleh munculnya gejala, biasanya pada pemeriksaan radiologis tidak
menunjukkan kelainan.3,13
Karena telah diketahui bahwa terdapat hubungan antara reumatoid artritis,
maka dapat dipertimbangkan untuk pemeriksaan RA seperti eritrosit sedimen rate
(ESR) dan penandra artritis. Pemeriksaan ini tidak rutin pada kebanyakan pasien,
tetapi dapat dopertimbangkan ketika gambaran klisi tidak jelas atau mengarahkan ke
gejala-gejala RA.6
1. Foto polos
Pemeriksaan foto polos merupakan langkah awal yang biasa dilakukan segera
setelah timbulnya gejal. Pada awal timbulnya gejala, biasanya pada foto polos
menunjukkan hasil yang negatif untuk fraktur stres hingga tiga bulan setelah
munculnya gejala. Bahkan terdapat 50% dari march fraktur yang tidak dapat
terlihat pada foto polos. Gambaran fraktur stres berupa garis fraktur yang melebar,
sklerosis inramedullar, dan reaksi perisosteal.6
Gambar 5: Radiografi dari kaki. Gambar ini menggambarkan fraktur stres dari metatarsal kedua kiri dengan kalus.
(dikutip dari kepustakaan 6)
Gambar 6: Radiograf dari kaki kiri. Gambar ini menggambarkan fraktur stres dari metatarsal kelima
2. Bone Scan
Technetium-99 (99m Tc) diphosphonate 3-phase bone scanning sejak dulu
telah menjadi pilihan modalitas pencitraan untuk kasus ini. Bone scanning
memiliki sensitivitas 100% untuk mendiagnosis fraktur stres, walaupun spesifias
dari modalitasnya jauh lebih rendah. Bone scan dapat menunjukkan gambaran
sfraktur stres stelah 24-72 jam dari munculnya gejala. Skintigrafi menghasilkan
positif palsu dalam kasus lain yang meningkatkan aktivitas tulang, seperti infeksi
fokal dan tumors.6,12
Gambar 7: Bone scan dari ekstremitas bawah. Gambar ini menunjukkan adanya fraktur stres pada
metatarsal kelima dari kaki kanan (dikutip dari kepustakaan 6)
3. CT Scan
Computed tomography (CT) scanning terkadang dapat dilakukan untuk
mendiagnosis stres fraktur. Gangguan dari korteks tulang biasanya dapat
ditunjukkan melalui CT scan dan gambaran periostitis juga dapat dideteksi
dengan cara ini. Sensitivitas CT scan lebih tinggi daripada film biasa. Namun,
dibandingkan dengan MRI, sensitivitas CT scanning berkaitan dengan
sensitivitas terhadap stres fraktur agak rendah, sehingga tinggi tingkat negatif
palsu. Ditambah dengan resiko terekspos sinar radiasi, maka CT Scan biasanya
tidak dilakukan.12,14
4. MRI
Walaupun tingginya biaya dan aksesnya yang sulit didapat, MRI telah
menggantikan bone scan sebagai tes konfirmasi yang digunakan dalam
kebanyakan kasus. MRI memiliki sensitivitas sama atau sedikit lebih baik
daripada skintigrafi, tetapi dengan spesifisitas lebih tinggi. Untuk alasan ini,
seorang panel ahli dari American College of Radiology mengatakan bahwa MRI
dapat dipertimbangkan untuk pemeriksaan berikutnya ketika hasil radiografi polos
negatif. Karena MRI dapat melihat lebih detail daerah-daerah disekitarnya, maka
MRI dapat digunakan untuk membedakan cedera ini dengan diferensial diagnosis
lainnya.5
Biasanya, stres fraktur muncul dalam bentuk sebagai garis halus dengan
intensitas rendah yang muncul dari korteks tulang dan meluas tegak lurus
terhadap permukaan tulang. Jika pencitraan dilakukan segera setelah timbulnya
gejala (biasanya dalam 4 minggu), daerah intensitas tinggi sering dapat diamati
dalam gambar T2 dan nampak edema lokal atau perdarahan. Urutan penekanan
lemak sangat sensitif untuk edema dan dapat membantu untuk mengkonfirmasi
temuan halus pada gambar T1 dan T2. Sebuah gambar dari STIR yang
ditunjukkan pada gambar di bawah, di mana memar tulang dan jaringan lunak
sekitarnya menunjukkan edema daerah sinyal tinggi.15
Gambarm 8: gambaran MRI T1 axial fat-suppressed dari kaki kiri ta,mpak sesuai dengan reaksi
perubahan pada fraktur stres pada metatarsal ke dua (dikutip dari kepustakaan 16)
Gambar 9: gambar MRI T2 sagital lemak tertekan menunjukkan sinyal meningkat dan penebalan
korteks konsisten dengan fraktur stres dari metatarsal kedua (dikutip dari kepustakaan 16)
Tabel 1: Alur penegakan diagnosis stres fraktur (dikutip dari kepustakaan 5)
IX. Penatalaksanaan
1. Terapi Fisik
Pasien harus beristirahat dari kegiatan yang menyebabkan munculnya nyeri.
Imobilisasi dianjurkan untuk kenyamanan, dengan penggunaan sepatu pasca operasi
(kayu yang bersol) atau CAM Walker (Bird dan Cronin, Inc, Eagan, Minn). Hal ini
penting juga dapat dikompres es dan meninggikan kaki untuk meminimalkan rasa sakit
dan bengkak. Jika ada rasa sakit ditandai atau bukti minimalnya penyembuhan untuk
fraktur stres dari metatarsal kedua atau ketiga, alat bantu berjalan dapat digunakan sampai
ada bukti radiografi dari penyembuhan.6
Analgesik, seperti acetaminophen dan nonsteroidal anti-inflammatory drugs, dapat
dipertimbangkan untuk mengurangi rasa sakit. Namun, anti-inflamasi harus digunakan
dengan hati-hati, karena beberapa penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa
mereka dapat menghambat penyembuhan pada subyek dengan fraktur traumatic.5
2. Terapi rekreasi
Selama masa penyembuhan, melakukan aktivitas aerobic untuk menjaga kebugaran
tubuh seperti bersepeda dan berenang. Pasien dapat kembali ke aktivitasnya yang biasa
setelah hilangnya rasa nyeri yang dirasakan.3,5
3. Terapi operasi
Fraktur stres dari tulang metatarsal kedua dan ketiga jarang memerlukan tindakan
intervensi bedah. Paling sering sembuh hanya dengan istirahat yang cukup, nonunion
jarang terjadi. Namun, stres fraktur pada dasar metatarsal kelima lebih memerlukan
perhatian. Pergesaran pada cedera ini dapat terjadi jika bagian tersebut terus mendapatkan
tekanan yang berat. Ada dua pilihan pengobatan yang dapat dilakukan:6
a. Hilangkan aktivitas yang memberikan tekanan yang berat pada kaki selama 6-8
minggu atau hingga foto radigrafi menunjukkan tanda-tanda penyembuhan. Jika
berkembang menjadi cedera nonunion, maka fiksasi dengan skrup dan/atau grafting
tulang mungkin diperlukan
b. Untuk pasien yang aktiv, segera dilakukan fiksasi skrup intremedullary dengan atau
tanpa grafting tulang.
X. Pencegahan
Memodifikasi jadwal latihan, dengan meningkatkan intensitas dan durasi secara
perlahan-lahan dan bertahap mungkin dapat menurunkan kejadian stres fraktur.
Istirahat dan waktu pemulihan yang cukup diperlukan dalam setiap jadwal latihan.
Penggunaan ortotik prostetik seperti shock absorban terbukti efektif untuk mengurangi
terjadinya cedera ekstremitas bawah pada militer. Kalsium, vitamin D, dan suplemen
dapat memainkan peran dalam pencegahan stres fraktur, tetapi datanya masih
kontroversial.2,5,6
XI. Komplikasi
Jika tidak ditangani dengan adekuat, maka fraktur ini dapat berkembang menjadi
fraktur total, nekrosis avaskuler, atau keterlambatan dalam penyembuhan atau
nonunion.5
Daftar Pustaka:
1. Solomon, Luis dkk. Apley’s, System of Orthopedic and Fracture. Ed 9. London:
Hodder Arnold. 2010. Hlm 724-725.
2. Martinez, John dkk. Stress Fracture.[online]. 1 Desember 2012. Cited by:
http://emedicine.medscape.com/article/1270244-overview#showall.
3. Chapman's, Michael. Orthopaedic Surgery. ed 3. California: University of
California Davis. 2001. Chapter 96.
4. Metatarsal fracture. [online]. 10 desember 2012. Cited by:
http://www.patient.co.uk/health/Metatarsal-Fractures.htm
5. Patel, Deepak dkk. Stress fraktur: Diagnosis, Treatment, and Prevention. AAFP.
2011.
6. Perron, Andrew dkk. Metatrsal Stress Fracture. [online] 10 Desember 2012.
Cited by: http://emedicine.medscape.com/article/85746-overview#showall
7. Cluett, Jonathan , dkk. Metatarsal Stress Fracture. 10 Desember 2012. Cited by:
http://orthopedics.about.com/cs/lowerfx/g/march.htm
8. Panchbhavi, Vinod dkk. Foot Bone Anatomy. [Online] 10 Desember. Cited by:
http://emedicine.medscape.com/article/1922965-overview#aw2aab6b4
9. Frassica, Frank dkk. 5-Minutes of Orthopaedic Consult. Ed 2. Johns Hopkins
University School. 2007.
10. Bauwhede, Van, Jan dkk. Wheeless Textbook of Orthopaedics. Web Board. 1996.
11. Kellicker, Patricia Griffin . March Stress Fracture. 10 Desember 2012. Cited by:
http://www.keckmedicalcenterofusc.org/condition/document/434773
12. Tuan, Kenneth dkk. Marchs Fractures in Athletes: Risk Factors, Diagnosis, and
Management. Helio Orthopedic. 2004.
13. Cluett, Jonathan. Stress Fracture. 2009. [online]. 1 Desember 2012 cited by:
http://orthopedics.about.com/cs/otherfractures/a/marchsfracture.htm
14. Sinha, Partha. Imaging Stress Fracture. [online]. 1 desember 2012. Cited by:
http://emedicine.medscape.com/article/397402-overview#a23
15. Bergman, Gabrielle. Asymptomatic Tibial stress Reactions: MRI Detection and
Clinical Follow-Up in Distance Runners. AJJ. 2004
16. Giuliani, Jeffrey. Dkk. Barefoot-simulating Footwear Associated With Metatarsal
Stress Injury in 2 Runners. Helio Orthopedic. 2011