manajemen risiko rantai pasok unggas...

33
MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS TERKAIT KASUS AVIAN INFLUENZA DI KABUPATEN BANDUNG ZELLA NOFITRI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: dangliem

Post on 20-May-2018

231 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS

TERKAIT KASUS AVIAN INFLUENZA DI

KABUPATEN BANDUNG

ZELLA NOFITRI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
Page 3: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manajemen Risiko

Rantai Pasok Unggas Terkait Kasus Avian Influenza di Kabupaten Bandung adalah

benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Zella Nofitri

NIM B04100025

Page 4: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

ABSTRAK

ZELLA NOFITRI. Manajemen Risiko Rantai Pasok Unggas Terkait Kasus

Avian Influenza di Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh RAHMAT HIDAYAT

dan ALIM SETIAWAN SLAMET.

Munculnya berbagai macam penyakit pada peternakan unggas dapat

menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Salah satu cara untuk

menanggulangi penyebaran AI adalah dengan mengidentifikasi aliran produk

unggas dari hulu ke hilir. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan mengkaji

rantai pasok unggas serta menganalisis berbagai gangguan risiko tertinggi yang

timbul terkait kasus AI di Kabupaten Bandung. Metode yang digunakan untuk

menentukan dan menganalisis risiko tertinggi dalam rantai pasok unggas adalah

metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Multi Expert-Multi Criteria

Decision Making (ME-MCDM). Aliran produk mengalir dari peternak-perusahaan

inti-RPHU-pedagang besar-restoran dan supermarket-pedagang kecil-konsumen.

Penyebaran AI dapat terjadi sepanjang aliran produk dari hulu ke hilir. Hasil AHP

terkait kasus AI adalah prioritas faktor rantai pasok adalah make (0.563) dan

prioritas anggota rantai pasok adalah perusahaan inti (0.401), dengan risiko

operasional yang memiliki prioritas terbesar adalah sumber daya manusia (0.411).

Kata kunci: Avian Influenza, manajemen risiko, rantai pasok, unggas

ABSTRACT

ZELLA NOFITRI. Risk Management of Poultry Supply Chain Related to

Avian Influenza Cases in Bandung Area. Supervised by RAHMAT HIDAYAT and

ALIM SETIAWAN SLAMET.

The emergence of various diseases in poultry farms could cause considerable

economic losses. One way to overcome the spread of Avian Influenza (AI) was by

identifying the flow of poultry products from upstream to downstream. The

purposes of this study were to identify and assess the poultry supply chain and to

analyze the various risks that arise related to AI cases in Bandung District.

Research methods was interview by using questionnaires. Risk analysis in the

poultry supply chain determined by Analytic Hierarchy Process (AHP) and Multi

Expert-Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM) method. Poultry supply chain

in Bandung District consisted of farmers who carrying out farming activities, major

companies as producers and financiers, poultry slaughterhouse, wholesalers, and

retailers. Product stream flew from farmers-major company-poultry

slaughterhouse-wholesalers-retailers. The spread of AI might occur along the

product flow from upstream to downstream. AHP results related to the case of AI

including supply chain priority factor was the make (0.563) and the priority of

supply chain members is a major company (0.401), and the highest priority of

operational risk was human resources (0.411).

Keywords: Avian Influenza, poultry, risk management, supply chain

Page 5: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan IPB

MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS

TERKAIT KASUS AVIAN INFLUENZA DI

KABUPATEN BANDUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

ZELLA NOFITRI

Page 6: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
Page 7: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
Page 8: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga proposal penelitian ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 sampai Oktober 2013 ini

ialah analisis daging, dengan judul Manajemen Risiko Rantai Pasokan Unggas

Terkait Kasus Avian Influenza di Kabupaten Bandung. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drh Rahmat Hidayat, MSi dan

Bapak Alim Setiawan Slamet, STP MSi selaku pembimbing. Terima kasih pula

penulis tujukan untuk Drh Usamah Afiff, MSc selaku pembimbing akademik

sekaligus orang tua bagi penulis selama menuntut ilmu di FKH. Ribuan terima kasih

juga penulis sampaikan kepada Dr Drh Eko S. Pribadi, MSi atas semua ilmu yang

sudah diberikan yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan studi di FKH.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (Basril Efendi SP), ibu

(Yulidarnis), adik (Shinta Yulya Basril dan Dilva Febyola Basril) serta seluruh

keluarga dan teman-teman di FKH angkatan 47 (terutama partner penulis dalam

berbagi lelah, Tri Handoko Lasrianto) atas dukungan penuh, doa dan kasih

sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

Zella Nofitri

Page 9: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Definisi Risiko dan Jenis Risiko 3

Manajemen Rantai Pasokan 3

Analisis Manajemen Risiko Rantai Pasokan 4

Teknik Penilaian Risiko dan Pengambilan Keputusan 4

Avian Inflenza (AI) 5

METODE 5

Waktu dan Tempat 5

Tahap-tahap Penelitian 6

Metode Pengumpulan Data 6

Metode Pengambilan Sampel 7

Prosedur Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Gambaran Umum Rantai Pasokan Unggas di Kabupaten Bandung 7

Manajemen Risiko Rantai Pasok Unggas pada Level Perusahaan Inti 9

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 20

RIWAYAT HIDUP 23

Page 10: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

DAFTAR TABEL

1 Skala penilaian risiko 6

2 Identifikasi risiko operasional 10

3 Upaya mitigasi risiko kuadran 1 18

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram pemetaan risiko (Djohanputro 2004) 4

2 Tahapan penelitian 7

3 Ilustrasi rantai pasokan unggas di Kabupaten Bandung 8

4 Struktur hierarki penilaian prioritas anggota rantai pasok unggas dalam

manajemen risiko rantai pasokan 12

5 Hasil perbandingan bobot faktor rantai pasok 13

6 Hasil perbandingan bobot risiko operasional rantai pasok 14

7 Hasil perbandingan bobot pelaku rantai pasok 14

8 Diagram pemetaan risiko operasional terkait SDM 15

9 Diagram pemetaan risiko operasional terkait proses internal 16

10 Diagram pemetaan risiko operasional terkait sistem 17

11 Diagram pemetaan risiko operasional terkait kejadian di luar

perusahaan 18

Page 11: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Munculnya berbagai macam penyakit pada peternakan unggas dapat

menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Wabah penyakit menular yang

sangat ganas seperti wabah Avian Influenza (AI) atau yang lebih dikenal sebagai flu

burung merupakan risiko terbesar yang harus dihadapi peternak. Penyakit AI masuk

ke Indonesia sejak tahun 2003 telah menimbulkan efek di berbagai aspek kehidupan

terutama pada bidang ekonomi. Penyakit ini menyebabkan hampir 90% kematian

unggas, penurunan produksi telur dan penurunan persentase penjualan daging dan

telur yang mengakibatkan banyak peternakan perunggasan di Indonesia gulung

tikar. Menurut Dharmayanti et al. (2005), penyakit ini pertama kali muncul di

beberapa peternakan ayam petelur di Kecamatan Legok, Tangerang dan kemudian

meluas ke 11 provinsi, antara lain di Pulau Jawa dan Bali. Karena wabah

berlangsung cukup lama, yaitu dari Agustus 2003 sampai Januari 2004, maka

sempat menimbulkan dampak ekonomi yang luas.

Akoso (2004) melaporkan bahwa penyakit Al yang mewabah pada akhir

tahun 2003 menyebabkan kematian 7.4 juta ekor unggas, yang terdiri dari ayam ras,

ayam buras, burung puyuh, itik, merpati dan unggas lainnya. Kerugian ekonomi

(potensial) yang ditimbulkannya ditaksir mencapai 7.7 triliun rupiah, meliputi

kematian unggas, pengurangan kesempatan kerja, gangguan pada industri

perunggasan dan industri pakan serta terhambatnya ekspor dan produknya ke luar

negeri. Sedangkan menurut Basuno (2008), Komnas FBPI (Komisi Nasional Flu

Burung dan Pandemi Influenza) memperkirakan besarnya kerugian di Indonesia

akibat wabah AI dari 2004-2008 sebesar 4.3 triliun rupiah, di luar kerugian dari

hilangnya kesempatan kerja dan berkurangnya konsumsi protein masyarakat.

AI telah menjadi penyakit endemik pada populasi unggas Indonesia, yang

mencakup lebih dari 40 juta burung pada kawanan komersial dan halaman belakang

rumah warga. Selama lima tahun terakhir, AI telah menyebar ke 31 dari 33 provinsi

dan menyebabkan sekitar 10 juta kematian unggas dalam setahun. Virus HPAI oleh

H5N1 sudah terjadi secara endemis pada perunggasan Indonesia (Songserm et al.

2006). Oleh karena itu, Indonesia melakukan upaya penanganan AI berupa 9

(sembilan) langkah strategis, yang salah satunya adalah peningkatan biosekuriti

(Kementan RI 2009). Biosekuriti menjadi garda terdepan dalam upaya mencegah

dan mengendalikan penyakit di peternakan unggas. Para peternak peternak yang

menjadi hulu dalam sistem rantai pasar didorong untuk membuat rencana

manajemen risiko dan mengimplementasikan di peternakannya dengan sungguh–

sungguh.

Pada kenyataannya, kondisi di lapangan sangat jauh dari ideal. Banyak

permasalahan yang menjadi hambatan sehingga penanggulangan AI sulit mencapai

hasil yang diinginkan. Isolasi peternakan/daerah bebas AI masih sulit dilakukan.

Tingkat keberhasilan vaksinasi AI saat ini sangat bervariasi. Biosekuriti cenderung

diperlonggar karena memerlukan biaya yang tinggi. Kontrol lalu lintas unggas,

produk asal unggas, produk sampingan (khususnya kotoran) sulit dilakukan.

Kesadaran peternak untuk ikut mencegah perluasan kasus AI cenderung menurun.

Page 12: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

2

Di dalam praktek produksi unggas dan tataniaga banyak tahapan yang bisa menjadi

faktor risiko penyebaran penyakit sehingga perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut

untuk dapat mengeliminasi risiko atau mengurangi risiko. Salah satu cara untuk

mengeliminasi risiko atau mengurangi risiko penyebaran AI adalah dengan

melakukan identifikasi rantai pasokan unggas serta manajemen dan pengendalian

risiko rantai pasok terkait kasus AI. Faktor yang perlu menjadi perhatian meliputi

proses beternak, sistem, sumber daya manusia (SDM), dan kejadian di luar

perusahaan. Sedangkan pelaku yang perlu diperhatikan adalah perusahaan inti,

peternak, dan ritel yang berperan dalam rantai pasokan unggas.

Menurut laporan Ditjennak (2014), salah satu propinsi tertular AI dengan

populasi unggas air tertinggi di Indonesia adalah propinsi Jawa Barat. Kematian

unggas air per Januari 2014 di Jawa Barat mencapai 40914 ekor dengan Kabupaten

tertular diantaranya adalah Bandung Barat, Ciamis, Banjar, Kota Bandung,

Indramayu dan Sukabumi.

Perumusan Masalah

Masalah-masalah yang dianalisis dan diselesaikan dalam penelitian ini

dirangkum dalam beberapa hal, yaitu:

1. Bagaimana mekanisme rantai pasokan unggas di Kabupaten Bandung?

2. Apa saja risiko-risiko yang teridentifikasi pada kegiatan rantai pasok unggas

terkait kasus AI di Kabupaten Bandung?

3. Pada anggota rantai pasok manakah terletak risiko yang paling tinggi?

4. Bagaimana pengendalian risiko pada rantai pasok unggas terkait AI di

Kabupaten Bandung?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi risiko yang terjadi pada kegiatan rantai pasok unggas.

2. Menganalisis anggota rantai pasok dengan risiko tertinggi

3. Memitigasi risiko tertinggi pada rantai pasok unggas yang timbul terkait

kasus AI di Kabupaten Bandung.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menjadi dasar bagi para anggota rantai pasokan unggas dalam upaya

pembenahan manajemen resiko rantai pasok ayam untuk mengurangi dampak

penyakit yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi.

2. Sebagai tambahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya.

Page 13: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

3

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Risiko dan Jenis Risiko

Risiko adalah seluruh hal yang dapat mengakibatkan kerugian bagi

perusahaan (Muslich 2007). Menurut Djohanputro (2008), risiko diartikan sebagai

ketidakpastiaan yang telah diketahui tingkat probabilitas kejadiannya atau

ketidakpastiaan yang bisa dikuantitaskan yang dapat menyebabkan kerugian atau

kehilangan.

Menurut Cavinato dalam Hadiguna (2010), pada dasarnya terdapat lima

aliran yang bisa dianalisa dalam manajemen risiko rantai pasokan, yaitu risiko

operasional, risiko finansial atau risiko keuangan, risiko informasi, risiko relasional,

dan risiko inovasional. Manajemen risiko rantai pasokan pada umumnya fokus pada

pada risiko operasional. Misalnya risiko dalam penerimaan pesanan, risiko dalam

pembeliaan barang, risiko dalam persediaan, risiko dalam produksi, risiko dalam

perencanaan, risiko dalam hubungan antara agen serta prinsipal dan beberapa

kejadian lain yang sangat banyak dalam proses bisnis suatu perusahaan.

Djohanputro (2004), risiko operasional adalah potensi penyimpangan dari

hasil yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu sistem, SDM, teknologi, atau

faktor lain. Risiko operasional dapat terjadi pada dua tingkatan yaitu teknis dan

organisasi. Pada tataran teknis, risiko operasional dapat terjadi apabila sistem

informasi, kesalahan mencatat, informasi yang tidak memadai, dan pengukuran

risiko yang tidak akurat dan tidak memadai. Pada tataran organisasi, risiko

operasional dapat muncul karena sistem pemantauan dan pelaporan, sistem dan

prosedur, serta kebijakan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Risiko operasional

dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu manusia (sumber daya manusia),

teknologi, sistem dan prosedur, kebijakan, dan stuktur organisasi. Risiko

operasional merupakan salah satu risiko rantai pasok.

Manajemen Rantai Pasokan

Ballou (2004) menyatakan rantai pasokan mencakup semua aktivitas

(transportasi, pengendalian persediaan, dan sebagainya) yang membutuhkan waktu

disepanjang jaringan untuk mengubah bahan baku menjadi barang jadi serta

informasi yang diteruskan ke pelanggan akhir dan memiliki nilai tambah bagi

pelanggan. Rantai pasok adalah cara untuk menghasilkan nilai sehingga mencapai

keunggulan bersaing, yaitu nilai untuk pelanggan dan pemasok di dalam perusahaan,

serta nilai untuk stakeholder perusahaan. Menurut Heizer dan Render (2004), rantai

pasokan mencakup seluruh interaksi antara pemasok, manufaktur, distributor dan

pelanggan.

Pengelolaan rantai pasokan dikenal dengan istilah manajemen rantai pasok

atau Supply Chain Management. Tang (2006) mendefinisikan manajemen rantai

pasok sebagai manajemen aliran bahan, informasi, dan finansial melalui sebuah

jaringan kerja organisasi (yaitu pemasok, pengolah, penyedia logistik, pedagang

besar atau distributor, dan pengecer) yang bertujuan untuk memproduksi dan

mengirimkan produk atau jasa untuk pelanggan.

Page 14: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

4

Analisis Manajemen Risiko Rantai Pasokan

Menurut Bredell (2004), manajemen risiko rantai pasok adalah pendekatan

formal dan terstruktur pada seluruh rantai pasok, termasuk mitra rantai pasok dan

aktivitas yang bersesuaian dengan tujuan untuk mengenali, mengeksplorasi,

menganalisis, mengevaluasi, memperlakukan, mengawasi, meninjau kembali dan

mengkomunikasikan risiko rantai pasok yang berhubungan dengan setiap kegiatan

rantai pasok, fungsi atau proses sedemikian sehingga memungkinkan perusahaan

meminimalisasi kerugian dan memaksimalkan peluang atau kesempatan.

Menurut Hallikas et al. (2004), proses manajemen risiko yang umum terjadi

pada suatu perusahaan terdiri dari empat kegiatan utama yaitu identifikasi risiko,

pengkajian risiko, pengambilan keputusan dan implementasi pada kegiatan

manajemen risiko dan pengawasan risiko.

Identifikasi risiko. Dengan mengidentifikasi risiko, pengambil keputusan

risiko menjadi memahami tentang kejadian atau fenomena yang menyebabkan

ketidakpastian. Fokus utama dari identifikasi risiko adalah mengenali

ketidakpastian yang akan terjadi agar dapat mengendalikan skenario ini secara

proaktif.

Pengkajian risiko. Pengkajian risiko dan memprioritaskannya diperlukan

agar dapat memilih tindakan manajemen yang sesuai terhadap faktor-faktor risiko

yang terindikasi berdasarkan situasi dan kondisi perusahaan.

Keputusan dan implementasi tindakan manajemen risiko. Keputusan dan

implementasi tindakan manajemen risiko, sangat diperlukan untuk menggunakan

metode manajemen yang dapat memastikan pencegahan secara parsial atau total

terhadap risiko yang akan terjadi atau pada saat terjadinya kegagalan, dilakukan

dengan mengurangi akibatnya terhadap pengoperasian rantai pasok.

Sebuah manajemen mampu menilai risiko dengan melakukan

pengelompokan risiko. Menurut Djohanputro (2004), pemetaan risiko pada

prinsipnya merupakan pola penyusunan risiko berdasarkan kelompok-kelompok

tertentu sehingga manajemen dapat mengidentifikasi karakter masing-masing

risiko dan menetapkan tindakan yang sesuai terhadap masing-masing risiko. Peta

risiko dapat dilihat pada gambar 1.

Tinggi Risiko II Risiko I

Risiko berbahaya

yang jarang terjadi

Mengancam

pencapaian tujuan

perusahaan

Rendah

Risiko IV Risiko III

Risiko tidak

berbahaya

Risiko yang terjadi

secara rutin

Rendah Tinggi

Probabilitas

Gambar 1 Diagram pemetaan risiko (Djohanputro 2004)

Teknik Penilaian Risiko dan Pengambilan Keputusan

Menurut Hadiguna (2010), proses pengambilan keputusan yang melibatkan

pendapat atau penilaian pakar berdasarkan kriteria jamak dikenal dengan istilah

Page 15: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

5

Multi Expert-Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM), yaitu teknik

penggabungan seluruh pendapat pakar atau ahli secara keseluruhan sehingga

penyelesaian yang paling diterima adalah hasil kelompok secara keseluruhan. Salah

satu alat (metode) yang dapat dipakai oleh pengambil keputusan untuk bisa

memahami kondisi suatu sistem dan membantu didalam melakukan prediksi dan

pengambilan keputusan adalah Analytic Hierarchy Process (AHP) (Fewidarto

1996). Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu teknis analisis

keputusan dengan menggunakan perbandingan berpasangan dalam suatu diagram

bertingkat yang umumnya dimulai dari tujuan (sasaran), kemudian kriteria level

pertama, lalu sub kriteria dan seterusnya (Santoso 2005).

Avian Inflenza (AI)

Avian Influenza (AI) atau yang lebih dikenal dengan flu burung disebabkan

oleh virus influenza tipe A. Virus influenza termasuk famili Orthomyxoviridae.

Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat

menyebabkan epidemi dan pandemi. Virus influenza tipe A terdiri dari

Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N), kedua huruf ini digunakan sebagai

identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya. Pada manusia hanya

terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada hewan

H1-H5 dan N1-N9. Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung

adalah dari subtipe A H5N1 (Kemenkes RI 2005).

Virus AI dapat menyebar dengan cepat di antara populasi unggas dengan

kematian tinggi. Penyakit ini menular dengan melalui beberapa cara, yaitu antar-

ternak unggas, ternak-manusia, dan antar-manusia (Yudhastuti dan Sudarmaji

2006). Penyakit Avian Influenza (AI) sangat berbahaya karena menyebabkan

kematian unggas secara mendadak dan menyebar secara cepat. Penyakit ini dapat

menyerang semua jenis ternak unggas termasuk ayam lokal, dan yang lebih

menakutkan lagi bahwa AI dapat menular pada manusia dan menyebabkan

kematian (Zainuddin dan Wibawan 2008).

Selain mengakibatkan kematian, kejadian wabah AI juga memberikan

dampak yang besar di berbagai sektor, diantaranya industri dan peternakan rakyat.

Virus AI menyerang industri unggas di Indonesia tahun 2003 telah memberikan

dampak ekonomi yang sangat luas. Angka kematian unggas mencapai 6-10 juta

ekor dan terjadi penurunan produksi daging dan telur hingga 30-40%. Kematian

unggas dan penurunan produksi telur dan daging mengakibatkan menurunnya

permintaan telur dan daging. Kerugian besar juga terjadi pada pembibit yang dalam

produksi DOC untuk ekspor dan pasar dalam negeri terpaksa menganggur (Basuno

2008).

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dimulai pada Bulan Juli 2013 sampai dengan September 2013.

Penelitian dilakukan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Page 16: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

6

Tahap-tahap Penelitian

Tahap-tahap penelitian yang dilakukan diantaranya:

1. Mempelajari sistem rantai pasokan unggas.

2. Pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara

menggunakan kuisioner kepada anggota rantai pasokan yakni peternak

rakyat (sektor 3), perusahaan inti, dan pengelola rumah potong hewan

unggas (RPHU).

3. Pengolahan data untuk mengidentifikasi rantai pasokan unggas dan

identifikasi risiko dengan analisis deskriptif.

4. Pengukuran risiko berdasarkan nilai modus frekuensi dan dampak risiko

dari beberapa orang yang dianggap pakar (ahli) dalam menentukan besar

kemungkinan terjadinya suatu risiko dan dampaknya bagi perusahaan inti.

Hasil agregasi penilaian peternak ahli yang berdasarkan nilai modus

kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan pemetaan risiko operasional

dalam peta kuadran risiko (risk mapping biplot) menggunakan SPSS 16.0.

Masing-masing nilai modus dipetakan dalam peta kuadran risiko yang

terdiri dari empat kuadran. Kuadran risiko dapat dilihat pada Gambar 1.

5. Penilaian risiko menggunakan teknik Non-Numeric Multi-Expert Multi

Criteria Decision Making (ME-MCDM) dan metode Analytic Hierarchy

Process (AHP).

Tahapan penelitian dapat dilihat pada gambar 2.

Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data yang diperoleh langsung dengan cara

observasi atau pengamatan, wawancara dengan pengisian kuesioner kepada pelaku

rantai pasok yaitu perusahaan inti, peternak unggas, distributor, dan pemilik Rumah

Potong Hewan Unggas (RPHU).

Tabel 1 Skala penilaian risiko

Ukuran Frekuensi Dampak Label

1 Tidak pernah

terjadi

Tidak berpengaruh terhadap

penurunan mutu produk

SR (Sangat

Jarang)

2 Jarang terjadi Kurang berpengaruh terhadap

penurunan mutu produk

R (Jarang)

3 Cukup sering

terjadi

Cukup berpengaruh terhadap

penurunan mutu produk

S (Sedang)

4 Sering terjadi Berpengaruh terhadap

penurunan mutu produk

T (Tinggi)

5 Sangat sering

terjadi

Sangat berpengaruh terhadap

penurunan mutu produk

ST (Sangat

Tinggi)

Page 17: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

7

Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel berdasarkan non probability sampling dimana

pengumpulan informasi dan pengetahuan dari beberapa orang yang dianggap pakar

dalam menilai besar peluang (probability) dan dampak yang terjadi dari suatu risiko

dengan menggunakan metode purposive sampling untuk menentukan pakar yang

dilibatkan dalam penelitian. Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk

menentukan pakar adalah kesesuaian pendidikan pakar, pengalaman pakar dan

track record kepakarannya.

Prosedur Analisis Data

Tahap penilaian risiko dilakukan dengan menggunakan teknik Non-Numeric

Multi-Expert Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM) dengan agregasi

penilaian menggunakan metode Analitical Hierarchy Process (AHP) berbasis pada

SCOR level 1. Pemetaan hasil agregasi risiko menilai risiko dan dampaknya

dipetakan dalam peta kuadran risiko (risk mapping biplot).

Gambar 2 Tahapan penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Rantai Pasokan Unggas di Kabupaten Bandung

Secara geografis wilayah Kabupaten Bandung terletak di wilayah dataran

tinggi pada koordinat 1070 22'-1080 50' Bujur Timur dan 60 41' - 70 19' Lintang

Analisis risiko rantai pasokan ayam broiler

Pengumpulan data

Identifikasi rantai pasokan ayam broiler dengan wawancara

Input data

Analisis deskriptif rantai pasokan ayam broiler

Analisis risiko

Penilaian risiko dengan teknik MCDM dan metode AHP

Pengukuran dan pemetaan risiko

Perumusan mitigasi risiko

Simpulan dan saran

Page 18: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

8

Selatan. Luas wilayah keseluruhan Kabupaten Bandung 176 238.67 Ha, sebagian

besar wilayah Bandung berada diantara bukit-bukit dan gunung-gunung yang

mengelilingi Kabupaten Bandung. Jumlah penduduk Kabupaten Bandung menurut

data BPS pada tahun 2010 adalah sekitar 3 215 548 jiwa (Kemendagri 2011).

Sementara itu menurut data BPS (2013), jumlah populasi unggas di Kabupaten

Bandung tercatat sebanyak 1 863 970 ekor ayam buras, 414 930 ekor ayam petelur,

2 443 390 ekor ayam pedaging, dan 389 739 ekor itik.

Anggota rantai pasokan unggas di Kabupaten Bandung terdiri dari peternak,

pedagang besar, pedagang eceran, supermarket/restoran, rumah potong hewan

unggas (RPHU), dan perusahaan inti. Ilustrasi gambar rantai pasokan unggas di

Kabupaten Bandung dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Ilustrasi rantai pasokan unggas di Kabupaten Bandung

Perusahaan inti merupakan produsen besar yang melakukan kemitraan

dengan menjalin kerja sama dengan peternak plasma. Perusahaan inti bertindak

sebagai pemodal yang menyiapkan dana awal untuk berbagai fasilitas dalam

peternakan, seperti bibit (DOC), pakan, vitamin, dan obat-obatan. Peternak mitra

yang bekerja sama dengan perusahaan inti tidak dapat mengambil keputusan sendiri

tentang perencanaan usaha serta menentukan fasilitas perkandangan, jenis dan

jumlah ternak yang akan digunakan, saat penebaran DOC, manajemen produksi,

serta tempat dan harga penjualan hasil produksi. Dalam kerja sama kemitraan, pihak

inti menyediakan sarana produksi dengan harga kontrak, sedangkan peternak mitra

hanya merupakan pelaksana yang bertugas menjalankan peternakan dengan

menyediakan tanah, kandang, tenaga kerja, dan menjaga agar ayam tetap sehat dan

dapat dipanen tepat waktu. Distribusi unggas hidup yang siap jual ke RPHU dan

pedagang besar dikoordinir oleh perusahaan inti dan dijual ke pedagang besar yang

akan mendistribusikan produk unggas baik berupa unggas hidup maupun karkas di

Kabupaten Bandung dan juga ke luar wilayah seperti DKI Jakarta dan sekitarnya.

Menurut Ditjennak (2008), sebagian besar peternak memilih bekerja sama dengan

perusahaan ini disebabkan alasan kekurangan modal, dapat mengurangi risiko

kegagalan, memperoleh jaminan penghasilan, jaminan pasar, dan jaminan pasokan

Peternak mitra

Perusahaan inti

Ke luar wilayah

Bandung

Pedagang eceran

Konsumen

RPHU

Pedagang besar

Restoran/

supermarket

Keterangan:

Aliran produk

Aliran uang

Aliran informasi

Pengawasan

Page 19: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

9

ternak, memanfaatkan kandang, serta mendapat bimbingan teknis dan advokasi

tentang pengelolaan ayam.

Seluruh anggota dalam kegiatan rantai pasok unggas memiliki kemungkinan

persebaran virus AI sangat besar. Menurut Sudarman et al. (2008) peternak

tradisional, pekerja di tempat pemotongan ayam, pedagang pengumpul dan

penampung kotoran unggas mempunyai risiko tinggi tertular virus AI. Hal ini

dikarenakan peternak, pekerja, petugas pemotongan unggas, tidak memiliki

pengetahuan yang memadai dalam mengenali HPAI, penggunaan disinfektan,

pembuangan unggas mati dan pelaporan dugaan kasus HPAI.

Menurut Sudarman et al. (2010), setiap aktor dalam rantai nilai unggas yang

menangani unggas hidup atau baru mati harus mampu mengenali HPAI jika terjadi

kasus dan tanggap serta mampu mengambil tindakan yang tepat waktu untuk

melaporkan penyakit kejadian tersebut kepada pihak yang berwenang. Rendahnya

penerapan praktek biosekuriti oleh peternak, pekerja kandang, petugas pemotongan

unggas, dan pedagang pengumpul kotoran hewan (nyaris tanpa biosekuriti)

merupakan faktor yang mempengaruhi risiko penyebaran AI. Di RPHU sendiri,

tingginya penyebaran AI disinyalir disebabkan oleh volume besar unggas hidup

disembelih, pencampuran burung dari sumber yang berbeda, tapi tetap untuk jangka

waktu pendek; biosekuriti yang beragam; potensi kontaminasi transportasi dan

pembuangan yang buruk; dan pengaruh terbatas dari aktor-aktor lain. Suartha et al.

(2010) melaporkan bahwa pedagang unggas berkontribusi tinggi dalam penyebaran

flu burung karena belum melakukan program biosekuriti secara menyeluruh

ditinjau dari pengumpulan unggas sebelum dijual, pencampuran jenis unggas,

pencucian keranjang unggas dan desinfeksi keranjang unggas.

Aliran produk mengalir dari peternak-perusahaan inti-RPHU-pedagang

besar-restoran/supermarket-pedagang kecil-konsumen. Aliran uang mengalir

sebaliknya, sedangkan aliran informasi mengalir dari hulu ke hilir maupun

sebaliknya. Penyebaran AI dapat terjadi sepanjang aliran produk dari hulu ke hilir,

namun dengan adanya aliran informasi yang berlangsung dari hulu ke hilir dan

sebaliknya, penyebaran AI dapat diminimalisir dikarenakan informasi dapat

disebarkan secara cepat dan memudahkan kontrol antar aliran rantai pasok sehingga

dan tindakan pencegahan dan pengendalian dari masing-masing anggota rantai

pasok terhadap virus dapat segera dilakukan. Jika terdapat kasus AI, maka peternak

akan segera menghubungi perusahaan inti dan dinas peternakan setempat untuk

segera melakukan tindakan pencegahan meluasnya penyebaran virus AI

diantaranya dengan melakukan berbagai upaya untuk terus memantau kasus yang

terjadi di lapangan dengan cara survei secara aktif di seluruh wilayah kerja yang

ada di Kabupaten Bandung.

Manajemen Risiko Rantai Pasok Unggas pada Level Perusahaan Inti

Menurut Djohanputro (2008), risiko diartikan sebagai ketidakpastiaan yang

telah diketahui tingkat probabilitas kejadiannya atau ketidakpastiaan yang bisa

dikuantitaskan yang dapat menyebabkan kerugian atau kehilangan. Risiko juga

dapat diartikan penyebaran dan atau penyimpangan dari target, sasaran, atau

harapan. Risiko operasional merupakan potensi kerugian finansial yang disebabkan

oleh kegagalan proses internal perusahaan, kesalahan sumber daya manusia,

Page 20: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

10

kegagalan sistem, kerugian yang disebabkan kejadian dari luar perusahaan, dan

kerugian karena pelanggaran peraturan dan hukum yang berlaku.

Menurut Hallikas et al. (2004), proses manajemen risiko yang umum terjadi

pada suatu perusahaan terdiri dari empat kegiatan utama yaitu identifikasi risiko,

pengkajian risiko, pengambilan keputusan dan implementasi pada kegiatan

manajemen risiko dan pengawasan risiko.

Identifikasi Risiko Operasional

Identifikasi risiko, pada tahap ini, analis berusaha mengidentifikasi apa saja

risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Perusahaan tidak selalu menghadapi seluruh

risiko tersebut. Tetapi, ada risiko yang dominan dan risiko yang minor. Risiko

operasional merupakan potensi kerugian finansial yang disebabkan oleh kegagalan

proses internal perusahaan, kesalahan sumber daya manusia, kegagalan sistem,

kerugian yang disebabkan kejadian dari luar perusahaan, dan kerugian karena

pelanggaran peraturan dan hukum yang berlaku. Ada empat variabel atau faktor

pemicu penyebab risiko operasional pada perusahaan inti, yaitu kegagalan proses

internal, kesalahan sumber daya manusia, kegagalan sistem, dan risiko yang

disebabkan kejadian dari luar perusahaan. Risiko-risiko tersebut adalah risiko rantai

pasok, dimana di dalamnya terdapat aliran produk, finansial, dan aliran informasi.

Tabel 2 Identifikasi risiko operasional

No IDENTIFIKASI RISIKO

A Proses Internal

1 Kelangkaan bahan baku (benih/ DOC, pakan)

2 Bahan baku terlambat

3 Mutu bahan baku tidak sesuai standar

4 Mutu peralatan (alat beternak pertanian) yang tidak sesuai standar

5 Beternak ayam tidak sesuai dengan Good Farming Practices (GFP)

6 Tidak menjalankan program biosekuriti

7 Tidak melakukan vaksinasi terhadap flu burung dan melakukan pemeriksaan

pasca-vaksinasi

8 Penanganan yang kurang tepat terhadap ayam yang mati selama periode

pemeliharaan

9 Jumlah produksi ayam dari peternak tidak sesuai target

10 Inovasi produk yang gagal (mis: kegiatan persilangan)

11 Waktu panen ayam tidak tepat waktu

12 Penanganan pasca panen yang tidak sesuai standar

13 Karakteristik ayam yang mudah rusak

14 Hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi

15 Tindakan penggudangan yang tidak tepat

16 Waktu pengiriman dari peternak ke perusahaan tidak tepat waktu

17 Waktu pengiriman dari perusahaan ke ritel tidak tepat waktu

18 Jumlah ayam yang didistribusikan ke ritel tidak sesuai

B Sumber Daya Manusia

1 Peternak kurang memahami cara periode budidaya ternak yang baik

2 Peternak tidak menerapkan beternak yang sesuai GFP

3 Peternak kurang terampil dalam memelihara hewan ayam

4 Kesalahan Peternak atau Pekerja (human error) (kesalahan dalam memilih DOC,

pakan, obat-obatan, penggunaan alat)

5 Peternak atau Pekerja kurang memahami penanganan pasca panen yang baik

Page 21: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

11

6 Peternak lalai dalam memelihara ayam (kelalaian dalam pemberian obat-obatan)

7 Kinerja/produktivitas karyawan rendah

8 Kelalaian dalam penanganan pasca penen

9 Peternak kurang terampil dalam mendistribusikan ayam dari kandang ke

perusahaan

10 Pegawai kurang terampil dalam mendistribusikan ayam dari perusahaan ke ritel

11 Kesalahan dalam menasfir waktu panen ayam

12 Peternak dan pegawai tidak peduli dengan kualitas ayam dengan baik

13 Kesalahan dalam memilih alat distribusi ayam (kandang-perusahaan-ritel)

14 Peternak terlambat atau tidak tepat waktu dalam mendistribusikan ayam dari

kandang ke perusahaan

15 Pegawai terlambat atau tidak tepat waktu dalam mendistribusikan ayam dari

perusahaan ke ritel

16 Karyawan tidak memahami mengenai penyakit flu burung

C Sistem

1 Tidak ada sistem biosekuriti untuk pencegahan flu burung

2 Sistem penentuan harga ayam antara pemasok-perusahaan-ritel yang tidak jelas

3 Sistem pemesanan dan pembayaran yang kurang jelas

4 Lokasi periode budidaya ternak kurang ideal

5 Informasi beternak ayam yang baik masih terbatas

6 Penerapan teknologi tidak sesuai standar (kecanggihan alat dan mesin proses

beternak belum tersedia)

7 Distorsi informasi (tidak ada jaringan komunikasi, saluran telepon yang tidak

berfungsi)

8 Sistem informasi yang kurang jelas

9 Sistem pemantauan proses pelaksanaan di kandang ayam-perusahaan-ritel yang

kurang berjalan dengan baik

10 Sistem pelaporan pelaksanaan suatu program yang tidak berlangsung dengan baik

11 Sistem perencanaan produksi yang tidak berjalan dengan baik

12 SOP penerapan program perusahaan yang kurang jelas dan tegas

13 Sistem transportasi belum memadai (mis: alat transportasi dan mekanisme

transportasi)

D Kejadian Di Luar Perusahaan

1 Musim kemarau dan musim hujan yang tidak menentu (efek pemanasan global)

2 Iklim yang tidak menentu (efek pemanasan global)

3 Fluktuasi curah hujan yang tinggi (efek pemanasan global)

4 Bencana alam (banjir, gempa bumi)

5 Krisis global yang menyebabkan permintaan dan harga ayam tidak stabil

6 Peningkatan kejadian flu burung di wilayah peternakan

7 Jarak distribusi yang terlalu jauh

Penilaian Prioritas Anggota Rantai Pasok

Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu teknis analisis

keputusan dengan menggunakan perbandingan berpasangan dalam suatu diagram

bertingkat yang umumnya dimulai dari tujuan (sasaran), kemudian kriteria level

pertama, lalu sub kriteria dan seterusnya (Santoso 2005). Kerangka umum AHP

yang terdiri dari tiga level. Struktur paling atas menunjukkan tujuan utama atau

ultimate goal, yaitu menentukan prioritas dari anggota rantai pasok unggas. Level

pertama pada struktur hierarki menunjukkan proses kunci dari bisnis rantai pasokan,

yang terdiri dari Plan (perencanaan), Source (pengadaan), Make (beternak),

Process (pengolahan), dan Deliver (pengiriman).

Page 22: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

12

Plan (perencanaan) merupakan proses merencanakan rantai pasokan mulai

dari pengadaan sumber daya rantai pasokan, merencanakan produksi,

merencanakan penjualan dengan memperkirakan permintaan, merencanakan

distribusi, merencanakan pengiriman, merencanakan persediaan (inventory),

hingga merencanakan saluran penjualan khususnya terhadap masalah AI.

Source (pengadaan) berkaitan pengadaan bahan baku dan pelaksanaan

outsource. Proses ini meliputi komunikasi, negosiasi, penerimaan barang, inspeksi

dan verifikasi, hingga pembayaran barang kepada pemasok.

Make (beternak) merupakan proses produksi ayam yang membutuhkan

ketersediaan sarana produksi baik kandang, benih, pakan, irigasi, dan lain-lain

khususnya terhadap masalah AI.

Process (pengolahan) merupakan lanjutan dari kegiatan kegiatan beternak

karena produk yang dihasilkan dari beternak akan diproses dan diolah dalam

kegiatan beternak khususnya terhadap masalah AI. Kegiatan ini meliputi kegiatan

sortasi, pengemasan, pelabelan, dan persiapan pengiriman.

Deliver (pengiriman) adalah proses bisnis yang melibatkan pergerakan fisik

dari ayam yang berada dalam satu jalur rantai pasok khususnya terhadap masalah

Flu burung. Manajemen pengiriman barang didahului dengan komunikasi

pendahuluan terutama informasi harga, jumlah, kualitas, dan frekuensi yang harus

dikirim. Proses tawar menawar dan negosiasi sering dilakukan dalam proses ini.

Level ke dua pada struktur hierarki menunjukkan risiko operasional rantai

pasokan yang dibedakan menjadi tiga bagian yaitu risiko yang disebabkan proses

internal, sumber daya manusia (SDM), sistem, dan kejadian di luar perusahaan.

Level ke tiga pada struktur hierarki menunjukkan alternatif prioritas dari anggota

rantai pasokan unggas, yaitu peternak, perusahaan inti, dan ritel. Hasil dari analisis

Menentukan prioritas dari anggota rantai pasok unggas

dalam manajemen risiko rantai pasokan terhadap AI

Plan (0.143)

Source (0.178)

Make (0.563)

Process

(0.062) Deliver

(0.054)

Proses internal (0.291)

Sistem (0.228)

Kejadian di luar

perusahaan (0.069)

Peternak (0.352)

Perusahaan inti

(0.401) Ritel

(0.248)

SDM

(0.411)

Gambar 4 Struktur hierarki penilaian prioritas anggota rantai pasok unggas dalam

manajemen risiko rantai pasokan

Page 23: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

13

ini (ditunjukkan oleh Gambar 4) akan digunakan sebagai dasar dalam menentukan

prioritas anggota rantai pasok unggas dan risiko rantai pasok unggas yang akan

ditelaah secara mendalam sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam

pengambilan keputusan mitigasi risiko.

Berdasarkan hasil kuesioner pakar dengan menggunakan AHP diperoleh

perbandingan berpasangan antara tujuan utama sebagai kontrol dan kriteria (proses

bisnis), akan dilihat yang memiliki pengaruh yang paling besar. Berdasarkan hasil

pengolahan prioritas faktor dalam proses rantai pasok, Make (beternak) mempunyai

nilai prioritas paling tinggi, yaitu sebesar 0.563 sehingga dapat disimpulkan bahwa

proses beternak memiliki pengaruh paling besar diantara keempat proses yang lain.

Hasil ini sangat relevan dengan kondisi di lapangan bahwa penanggulangan kasus

AI pertama kali dilakukan pada saat proses beternak di peternakan. Beternak adalah

faktor penentu terhadap kelangsungan rantai pasok. Pada proses produksi ayam,

ketersediaan sarana produksi baik kandang, benih, pakan, irigasi, dan segala

kegiatan dipersiapkan dengan baik, termasuk penanganan terhadap masalah AI.

Jika terdapat kasus AI, maka peternak akan segera menghubungi perusahaan inti

dan dinas peternakan setempat untuk segera melakukan tindakan pencegahan

meluasnya penyebaran virus AI. Pemerintah Kabupaten Bandung sendiri sejak

tahun 2003 saat pertama kali diketahui adanya wabah AI di Kabupaten Bandung

maka Dinas Pertanian semakin waspada terhadap kejadian tersebut dan melakukan

berbagai upaya untuk terus memantau kasus yang terjadi di lapangan. Salah satu

cara yang ditempuh adalah dengan melakukan survai secara aktif di seluruh wilayah

kerja yang ada di Kabupaten Bandung.

Gambar 5 Hasil perbandingan bobot faktor rantai pasok

Berdasarkan hasil pembobotan terhadap prioritas risiko operasional, risiko

yang terkait kegagalan akibat SDM mempunyai nilai prioritas paling tinggi yaitu,

sebesar 0.411 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa risiko yang diakibatkan

oleh sumberdaya manusia memiliki pengaruh paling besar atau penting diantara

ketiga risiko lain. Kejadian kasus AI di wilayah peternakan sangat dipengaruhi oleh

kemampuan SDM peternak dalam proses budidaya ternak yang baik dan sesuai

dengan Good Farming Practices (GFP). AI terutama yang bersifat ganas atau yang

lebh dikenal dengan Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI), dapat menyebar

cepat antara kandang, menyerang berbagai organ tubuh unggas, dan kematian

0,143

0,178

0,563

0,062

0,054

0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600

Plan (Perencanaan)

Source (Pengadaan)

Make (beternak)

Process (Pengolahan)

Deliver (Pengiriman)

Faktor

Page 24: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

14

mencapai 100% dalam waktu 48 jam. Apabila peternak tidak memiliki pengetahuan

mengenai cara ternak yang baik dan sesuai dengan GFP serta kemampuan

mengenali gejala klinis infeksi AI, maka risiko terhadap penularan AI dapat terjadi

secara cepat dan menimbulkan kerugian yang cukup besar. Menurut OIE dan FAO

(2009), GFP merupakan panduan kepada seluruh stakeholders, termasuk peternak

dan pemerintah untuk sepenuhnya memikul tanggung jawab mereka pada tahap

produksi ternak untuk menghasilkan makanan yang aman. Praktek pertanian yang

baik juga harus menangani masalah lingkungan sosial ekonomi, kesehatan hewan

dan dengan cara yang koheren.

Gambar 6 Hasil perbandingan bobot risiko operasional rantai pasok

Berdasarkan hasil pengolahan prioritas pelaku, perusahaan inti mempunyai

nilai prioritas paling tinggi, yaitu sebesar 0.401 sehingga perusahaan inti memiliki

pengaruh paling besar atau penting diantara ketiga anggota rantai pasok unggas.

Perusahaan inti merupakan pemodal yang menyiapkan dana awal untuk berbagai

fasilitas dalam peternakan, seperti bibit (DOC), pakan, vitamin, dan obat-obatan

sehingga jika terjadi kasus AI, perusahaan inti mempunyai kecenderungan

menanggung risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan aktor yang lain di dalam

rantai pasok unggas di Kabupaten Bandung.

Gambar 7 Hasil perbandingan bobot pelaku rantai pasok

0,291

0,411

0,228

0,069

0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500

Proses Internal

SDM

Sistem

Kejadian di Luar Perusahaan

Risiko Operasional

0,352

0,401

0,248

0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500

Peternak

Perusahaan inti

Ritel

Pelaku

Page 25: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

15

Pemetaan Risiko Operasional pada Level Perusahaan Inti

Merujuk pada hasil analasis risiko menggunakan AHP dengan hasil prioritas

anggota rantai pasok adalah perusahaan inti, maka dilakukan pengukuran dan

pemetaan risiko operasional pada perusahaan inti yang meliputi SDM, proses

internal, sistem, dan kejadian di luar perusahaan.

Pengukuran risiko mengacu pada dua faktor yaitu faktor kuantitas risiko dan

faktor kualitas risiko. Kuantitas risiko terkait dengan berapa banyak nilai, atau

eksposur yang rentan terhadap risiko. Kualitas risiko terkait dengan kemungkinan

suatu risiko muncul. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi, semakin tinggi

pula risikonya. Pengukuran risiko dilakukan dengan menentukan dampak dan

frekuensi dari masing-masing peubah. Pengukuran risiko berdasarkan nilai modus

frekuensi dan dampak risiko dari responden. Masing-masing nilai modus peubah

risiko dipetakan pada peta risiko yang terdiri dari empat kuadran.

Kuadran risiko I merupakan kuadran risiko dengan frekuensi tinggi dan

dampak tinggi. Risiko ini mempunyai potensi mengancam pencapaian tujuan

perusahaan. Kuadran risiko II merupakan kuadran risiko dengan frekuensi rendah

dan dampak tinggi. Kuadran risiko III merupakan kuadran risiko dengan frekuensi

tinggi dan dampak rendah. Frekuensi risiko tersebut cenderung sering, tetapi

dampaknya tidak terlalu besar. Meskipun demikian, pemicu-pemicu risiko tersebut

harus dikelola, agar tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Kuadran IV

merupakan kuadran risiko frekuensi rendah dan dampak rendah. Keterangan

pemetaan risiko operasional dapat dilihat pada tabel identifikasi risiko (Tabel 2).

Gambar 8 Diagram pemetaan risiko operasional terkait SDM

Risiko sumber daya manusia ditunjukkan oleh Gambar 8. Risiko yang berada

di kuadran 1 diantaranya adalah kesalahan dalam memilih alat distribusi ayam

(kandang-perusahaan-ritel) dan peternak tidak menerapkan beternak yang sesuai

dengan GFP. Contoh kesalahan dalam memilih alat distribusi ayam dari kandang

ke perusahaan dan ritel adalah mengangkut ayam dengan menggunakan mobil bak

terbuka. Penggunaan mobil dengan bak terbuka akan meningkatkan risiko

penyebaran agen penyakit seperti AI ke lingkungan atau sebaliknya.

Page 26: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

16

Gambar 9 Diagram pemetaan risiko operasional terkait proses internal

Risiko proses internal yang sering terjadi dan memiliki dampak tinggi

ditunjukkan oleh kuadran 1 Gambar 9, yaitu hasil panen yang memiliki bentuk dan

ukuran yang bervariasi, kelangkaan bahan baku (DOC, pakan), waktu panen ayam

yang tidak tepat waktu, dan waktu pengiriman dari peternak ke perusahaan yang

tidak tepat waktu. Ketiga risiko di atas dapat berhubungan dikarenakan apabila

terjadi kelangkaan bahan baku (DOC, pakan), maka perusahaan akan membeli

DOC dan pakan dari beberapa perusahaan lain penyedia dengan kualitas yang

berbeda. Perbedaan kualitas ini akan menyebabkan ukuran produk yang bervariasi

sehingga waktu panen ayam tidak tepat waktu. Ayam broiler akan dipanen ketika

sudah mencapai umur empat minggu dan bobot 1.8 kg. Apabila dalam empat

minggu bobot ayam belum mencapai 1.8 kg, maka diperlukan waktu yang lebih

lama untuk memanen ayam sehingga waktu pengiriman dari peternak ke

perusahaan yang tidak tepat waktu. Apabila waktu panen ayam tidak tepat waktu,

peternak akan mengurangi waktu pembersihan kandang yang seharusnya dua

minggu sehingga kandang tidak sepenuhnya bersih sebelum dimasukkan DOC baru

sehingga meningkatkan risiko penyebaran penyakit seperti AI.

Pembersihan dan disinfeksi memainkan peranan yang sangat vital dalam

mengeliminasi patogen dari lingkungan dan mengontrol penyebaran penyakit.

Melakukan tindakan disinfeksi terhadap kandang penampungan, peralatan kandang,

dan lingkungan sekitar kandang selama periode kosong kandang diperlukan untuk

menginaktivasi virus AI. Untuk mempermudah tindakan disinfeksi terhadap

kandang penampungan, peralatan kandang dan area sekitar kandang secara optimal

diperlukan kios yang permanen (Arzey 2007). Menurut Kemenkes RI (2005),

sangatlah penting melakukan pembersihan dan disinfeksi bahan-bahan yang

terkontaminasi dengan detergen dan disinfektan yang direkomendasikan. Virus flu

burung dapat mati dengan detergent, desinfektan misalnya formalin, serta cairan

yang mengandung iodine. Menurut Sudarman et al. (2010), desinfeksi merupaka

praktek kunci untuk meningkatkan biosekuriti dan mengurangi penyebaran AI.

Tidak ada risiko yang mengancam perusahaan pada Gambar 10, namun

kejadian yang jarang terjadi tetapi berdampak besar terdapat pada kuadran II, yaitu

Sistem penentuan harga ayam antara pemasok-perusahaan-ritel yang tidak jelas,

Page 27: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

17

informasi beternak ayam yang baik masih terbatas, sistem perencanaan produksi

yang tidak berjalan dengan baik, SOP penerapan program perusahaan yang kurang

jelas dan tegas, dan sistem transportasi belum memadai (misal alat transportasi dan

mekanisme transportasi).

Gambar 10 Diagram pemetaan risiko operasional terkait sistem

Gambar 11 menunjukkan risiko yang disebabkan oleh kejadian di luar

perusahaan. Risiko yang terdapat pada kuadran I adalah risiko akibat fluktuasi

curah hujan yang tinggi sebagai akibat dari pemanasan global. Pengaruh perubahan

pola hujan dan iklim ekstrim terhadap ternak belum banyak dipelajari. Pengaruh

langsung dampak perubahan iklim terhadap ternak adalah pertumbuhan yang tidak

optimal dan stres. Dampak perubahan pola curah hujan dan iklim ekstrim terhadap

ternak terjadi akibat dinamika dan pola distribusi penyakit hewan (OPH).

Perubahan pola curah hujan, kelembaban, dan gas di atmosfer mempengaruhi

pertumbuhan tanaman, jamur, serangga, dan interaksinya dengan host. Penyakit

hewan cenderung meningkat pada musim hujan dan/atau iklim basah. Peluang

kontaminasi berbagai penyakit bawaan ternak dari tanaman pakan lebih besar pada

musim hujan, seperti jamur aflatoksin pada kacang tanah, gandum, jagung, dan

beras. Oleh sebab itu, perubahan iklim juga akan mempengaruhi produktivitas

ternak akibat penyakit menular (Kementan 2011).

Menurut Medion (2010), curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan tingkat

stres ayam meningkat, dikarenakan suhu kandang cukup ekstrim. Dalam kondisi

yang stres, kekebalan ayam akan menurun sehingga bibit penyakit akan mudah

masuk. Selain itu, tingkat stres yang tinggi juga menyebabkan program vaksinasi

tidak berjalan optimal karena kemampuan hewan menghasilkan antibodi menurun.

Sedangkan menurut Bahri dan Safriati (2011), pemanasan global dan perubahan

iklim dapat berpengaruh langsung kepada spesies hewan sebagai hospes utama,

antara lain timbulnya stres sehingga hewan menjadi peka terhadap infeksi suatu

agen patogen, sehingga akan muncul gejala penyakit. Pengaruh langsung juga dapat

terjadi pada hospes utama berupa burung yang biasa bermigrasi karena mengikuti

musim. Unggas yang bermigrasi dan membawa agen patogen seperti virus H5N1

dalam tubuhnya sebagai reservoar, dapat menularkan penyakit AI di lokasi yang

baru.

Page 28: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

18

Gambar 11 Diagram pemetaan risiko operasional terkait kejadian

di luar perusahaan

Pengendalian Risiko Tertinggi Rantai Pasok

Pengendalian risiko berupa mitigasi risiko dan rencana kontingensi

melibatkan pengembangan tindakan risiko respon berencana untuk mengendalikan

risiko (Schoenherr 2001). Penentuan tindakan yang tepat untuk dilakukan dalam

manajemen risiko rantai pasok mengacu pada hasil identifikasi dan evaluasi risiko

rantai pasok yang telah dilakukan sebelumnya. Beberapa tindakan pengendalian

risiko yang dijelaskan dalam bagian ini merupakan proses mitigasi yang dapat

dilakukan berdasarkan risiko yang memiliki frekuensi dan dampak yang besar

(berada pada kuadran 1) serta memiliki prioritas risiko terbesar yaitu risiko

operasional pada perusahaan inti.

Tabel 3 Upaya mitigasi risiko kuadran 1

Faktor Risiko Mitigasi

Proses

Internal

Kelangkaan bahan baku

(benih/ DOC, pakan)

Mengadakan perjanjian dengan

perusahaan penyedia DOC untuk

mengatur target penyediaan DOC setiap

masa produksi

Jumlah produksi ayam dari

peternak tidak sesuai target

Memperbaiki kualitas kandang;

memberikan pakan, obat-obatan, vaksin,

dan vitamin yang berkualiats untuk

mengurangi penyakit sehingga produksi

ayam stabil

Waktu panen ayam tidak

tepat waktu

Menyusun target umur ayam yang akan

dipanen, bukan hanya target berat badan

sehingga waktu panen ayam setiap siklus

produksi sama dan tepat waktu dalam

pengiriman ke perusahaan

Waktu pengiriman dari

peternak ke perusahaan tidak

tepat waktu

SDM Peternak tidak menerapkan

beternak yang sesuai dengan

Memberikan penyuluhan kepada

peternak untuk meningkatkan

keterampilan, pengetahuan dalam

Page 29: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

19

Good Farming Practices

(GFP)

mengenali hewan yang terserang virus

AI, dan informasi untuk menangani

penyebaran virus AI

Kesalahan dalam memilih

alat distribusi ayam

(kandang-perusahaan-ritel)

Menggunakan alat distribusi yang

tertutup (mobil box) yang memiliki

sirkulasi udara tertutup yang dapat

mengurangi tersebarnya virus ke

lingkungan yang dilalui sepanjang alur

distribusi

Kejadian

di luar

perusahaan

Fluktuasi curah hujan yang

tinggi (efek pemanasan

global)

Mengurangi stres pada ayam dengan

mengubah sistem kandang litter menjadi

kandang panggung atau kandang modern

yang tertutup yang memiliki sirkulasi

udara dan pengatur suhu yang baik;

meningkatkan performa ayam dengan

pemberian multivitamin untuk

meningkatkan kekebalan tubuh ayam

dan pemberian vaksin yang tepat waktua

Krisis global yang

menyebabkan permintaan

dan harga ayam tidak stabil

Pemerintah seharusnya menciptakan

sistem informasi harga dan pasar

yang up to date (terbaru) dan dapat

diakses oleh semua pihak termasuk

peternak; meningkatkan daya saing

produk, baik yang ditawarkan di

pasar basah (tradisional) atau pun di

pasar-pasar modern yang berbasis

sistem pemasaran rantai dinginb

Jarak distribusi yang terlalu

jauh

Menggunakan alat distribusi yang

tertutup (mobil box) yang memiliki

sirkulasi udara tertutup a Sumber: Medion (2010). b Sumber: Daryanto (2010).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Adapun beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah:

1. Rantai pasok unggas di Kabupaten Bandung terdiri dari peternak yang

bertugas melaksanakan kegiatan peternakan, perusahaan inti sebagai

produsen dan pemodal, RPHU, pedagang besar, dan pedagang eceran. Aliran

produk mengalir dari peternak-perusahaan inti-RPHU-ritel (pedagang besar,

restoran/supermarket, pedagang kecil)-konsumen, sedangkan aliran uang

mengalir sebaliknya dan aliran informasi mengalir dari hulu ke hilir maupun

sebaliknya.

2. Hasil AHP terkait kasus AI adalah prioritas faktor rantai pasok adalah make

(0.563) dan prioritas anggota rantai pasok adalah perusahaan inti (0.401),

dengan risiko operasional yang memiliki prioritas terbesar adalah sumber

daya manusia (SDM) dengan bobot 0.411.

Page 30: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

20

3. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam mitigasi risiko. Untuk

mengatasi penyebaran AI akibat proses beternak yang dilakukan tidak sesuai

dengan Good Farming Practices (GFP), maka tindakan pengendalian risiko

dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan kepada peternak untuk

meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan informasi untuk menangani

penyebaran virus AI.

Saran

Saran tindak lanjut dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian

lanjutan terhadap pengembangan model sistem kelembagaan yang dapat

mengimplementasikan manajemen risiko rantai pasok khususnya dalam rangka

penyeimbangan risiko dalam jaringan rantai pasok terkait kasus AI sehingga

dampak penyebaran virus AI dapat diminimalisir.

DAFTAR PUSTAKA

Akoso BT. 2004 . Peran Karantina dalam pengawasan lalu lintas unggas dalam

upaya mencegah penyebaran penyakit Avian Influenza (AI). Seminar Nasional

Perdagangan Komoditi Peternakan dan Upaya Penanggulangan Penyebaran

Penyakit Unggas. 2004 Mei 18; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): Poultry

Indonesia. hlm 27-38. Arzey G. 2007. NSW Biosecurity Guidelines for Free Range Poultry Farms [Internet].

[diunduh 2014 Jan 09]. http://www.dpi.nsw.gov.au.

Bahri S, Syafriati T. 2011. Mewaspadai munculnya beberapa penyakit hewan

menular stategis di Indonesia. Wartazoa 21(1): 25-39.

Ballou RH. 2004. Business Logistic: Supply Chain Management Strategy, planning,

and operation. 5th Ed. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall.

Basuno E. 2008. Review Dampak Wabah dan Kebijakan Pengendalian Avian

Influenza di Indonesia. Dalam Analisis Kebijakan Pertanian, 6(4): 314-334.

Bogor (ID): Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Pertanian KBDA 2013 [Internet]. [diunduh 2014

Sep 02]. Tersedia pada: http://bandungkab.bps.go.id/subyek/pertanian-kbda-

2013.

Daryanto A. 2010 Sep 01. Strategi Meminimalisir Fluktuasi Harga Broiler. Majalah

Trobos. Kolom dan Opini.

Dharmayanti INLP, Damayanti R, Indriani R, Wiyono A, Adjid RMA. 2005.

Karakterisasi Molekular Virus Avian Influenza Isolat Indonesia. J Ilmu Ternak

dan Veteriner 10(2) : 127-133.

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian Republik

Indonesia. 2008. Penerapan biosekuriti pada peternakan ayam broiler di

Kabupaten Bogor [Internet]. [diunduh 2014 Sep 02]. Tersedia pada:

http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr326108.pdf.

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian Republik

Indonesia. 2014. Laporan Bulanan Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI)

pada Unggas Kondisi s/d 31 Januari 2014 [Internet]. [diunduh 2014 Jul 07].

Tersedia pada: http://ditjennak. pertanian.go.id.

Page 31: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

21

Djohanputro B. 2004. Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi. Jakarta (ID): PPM.

[FAO; OIE] Food and Agricultural Organization of the United Nations; The World

Organisation for Animal Health. 2009. Guide to good farming practices for

animal production food safety [Internet]. [diunduh 2014 Sep 02]. Tersedia pada:

http://www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Current_Scientific_Issues/docs/pdf/en

g_guide.pdf.

Fewidarto P. 1996. Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy Process).

Teknologi Industri Pertanian Program Pascasarjana IPB. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Hadiguna RA. 2010. Perancangan Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasokan

dan Penilaian Risiko Mutu Pada Agroindustri Kelapa Sawit Kasar [disertasi].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hallikas JI, Karvonen U, Pulkkinen VM, Virolainen, Tuomine M. 2004. Risk

management processes in supplier networks. Int J Production Economics 90:47-

58.

Heizer J, Render B. 2004. Operations Management. New Jersey (US): Person

Education, Inc.

[Kemendagri RI] Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. 2011. Profil

Daerah Kabupaten Bandung [Internet] [diunduh 2014 Sep 02]. Tersedia pada:

http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/32/name/jawa-

barat/detail/3204/bandung.

[Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Flu Burung

[Internet]. [diunduh 2014 Jan 25]. Tersedia pada: http://litbang.Depkes. go.id

/maskes/072005/flu_burung.pdf.

[Kementan RI] Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2009. Prosedur

Operasional Standar Pengendalian Penyakit Avian Influenza di Indonesia.

Jakarta (ID): Ditjennak.

[Kementan RI] Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2011. Pedoman Umum

Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian.

Medion. 2010. Musim Hujan Datang Ayam Tetap Senang [Internet]. [diunduh 2014

Sep 01]. Tersedia pada: http://info.medion.co.id/index.php/artikel/broiler/tata-

laksana/hujan-ayam-tetap-senang.

Muslich M. 2007. Manajemen Risiko Operasional Teori dan Praktek. Jakarta (ID):

Bumi Aksara.

Santoso I. 2005. Rekayasa Model Manajemen Risiko untuk Pengembangan

Agroindustri Buah-buahan Secara Berkelanjutan [disertasi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Schoenherr T, Tummala R. 2011. Supply Chain Risk Management Process. Supply

Chain Management: An International Journal. 16(6): 474-483.

Songserm T, Jam-on R, Sae-Heng N, Meemak N, Hulse-Post DJH, Katharine M,

Ramirez S, Webster RG. 2006. Domestic Duck and H5N1 Influenza Epidemic,

Thailand [Internet]. [diunduh 2014 Januari 25]. Tersedia pada: http://www.cdc.

gov/ncidod/EID/vol12no04/05-614.htm.

Suartha IN, Antara IMS, Wiryana IKS, Sukada IM, Wirata IW, Dewi NMRK,

Mahardika IGNK. 2010. Peranan pedagang unggas dalam penyebaran virus

Avian Influenza. J Vet 11(4): 220-225.

Sudarman A, Sumiati, Sri M, Ekowati H, Agus S, Ria K. 2008. Kajian Rantai Nilai

Page 32: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

22

Unggas dan Risiko Epidemiologis di Wilayah Jakarta dan Sekitarnya. Bogor:

Lembaga Penelitian dan Pengembangan IPB.

Sudarman A, Rich KM, Randolph T, Unger F. 2010. Poultry value chains and

HPAI in Indonesia: The case of Bogor [Internet]. [diunduh 2014 Sept 04].

Tersedia pada: http://www.ifpri.org/sites/default/files/publications/hpaiwp27_

indonesia.pdf.

Tang CS. 2006. Perspective in Supply Chain Risk Management. Int J Production

Economics 103:451-458.

Yudhastuti R, Sudarmaji. 2006. Mengenal flu burung dan bagaimana kita

menyikapinya. J Kesehatan Lingkungan 2(2): 183-184.

Zainuddin D, Wibawan IWT. 2008. Biosekuriti dan Manajemen Penanganan

Penyakit Ayam Lokal [Internet]. [diunduh 2014 Januari 26]. Tersedia pada:

http://peternakan.litbang.deptan.go.id.//attachments/biosekuriti ayamlokal

Page 33: MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK UNGGAS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/70688/B...PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

23

RIWAYAT HIDUP

Zella Nofitri dilahirkan di Batusangkar pada tanggal 23 November 1992 dari

pasangan Basril Efendi dan Yulidarnis. Penulis merupakan anak pertama dari tiga

bersaudara. Penulis memulai pendidikan dasar di SDN 29 Sembayan, Lintau pada

tahun 1998 kemudian lulus dari SDN 005 Talang Mandi, Duri pada tahun 2004.

Kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Duri dan

lulus pada tahun 2007. Jenjang pendidikan berikutnya penulis tempuh di Sekolah

Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Batusangkar dan lulus pada tahun 2010. Selepas

SMA penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun yang sama.

Selama masa studi di FKH IPB, penulis aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan

baik yang berskala kampus maupun nasional. Penulis juga aktif dalam organisasi

peminatan di Himpunan Minat dan Profesi (Himpro) Ruminansia FKH IPB sebagai

anggota Divisi Pendidikan (2011-2012) dan anggota Divisi Komunikasi dan

Informasi (2012-2013).