manajemen perioperatif pada pasien hipertensi

4
Manajemen perioperatif pada pasien hipertensi Dibuat oleh: Ratih Ayuning Tiyas,Modifikasi terakhir pada Wed 01 of Sep, 2010 [08:12 UTC] Abstract Hipertensi yang sudah ada adalah alasan medis yang paling umum untuk menunda operasi. Hipertensi juga dikenal sebagai faktor risiko kegawatan kardiovaskular, risiko yang meluas selama periode perioperatif. Manajemen perioperatif hipertensi meliputi evaluasi dan kondisi pasien secara optimal pada saat pra operasi, saat pasien berada di bawah agen anestesi selama operasi dan perawatan pasca operasi. Pasien dengan hipertensi cenderung memiliki ketidakstabilan hemodinamik dan lebih sensitif terhadap anestesi dan prosedur operasi, sehingga perlu pengawasan yang lebih ketat terutama untuk mengontrol hemodinamik pasien. Pada kasus ini, pasien dengan hipertensi akan menjalani operasi appendiktomi. Keyword : Hipertensi, Manajemen perioperatif History Seorang pasien, Tn. A, usia 45 tahun datang ke Poliklinik Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak satu minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Oleh dokter Spesialis Bedah, pasien didiagnosis menderita appendisitis dan direncanakan untuk operasi keesokan hari. Pada saat reanamnesis sewaktu visite pre operasi diketahui pasien memiliki riwayat hipertensi sejak dua tahun yang lalu, sedangkan riwayat diabetes melitus, asma dan alergi tidak ditemukan pada pasien. Pada pemeriksaan fisik, penilaian airway menunjukkan jalan napas clear, mallampati II dan TMD ≥ 6,5 cm, breathing diperoleh pernapasan spontan, respirasi rate 22 kali per menit dan vesikuler pada kedua lapang paru, circulation diperoleh tekanan darah 130/80mmHg dan nadi 71 kali per menit serta d diperoleh status kesadaran pasien Compos Mentis dengan Glasgow Coma Scale E 4 M 6 V 5. Diagnosis

Upload: arienofariyandi

Post on 25-Jun-2015

294 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Manajemen Perioperatif Pada Pasien Hipertensi

Manajemen perioperatif pada pasien hipertensi Dibuat oleh: Ratih Ayuning Tiyas,Modifikasi terakhir pada Wed 01 of Sep, 2010 [08:12 UTC]

Abstract

Hipertensi yang sudah ada adalah alasan medis yang paling umum untuk menunda operasi. Hipertensi juga dikenal sebagai faktor risiko kegawatan kardiovaskular, risiko yang meluas selama periode perioperatif. Manajemen perioperatif hipertensi meliputi evaluasi dan kondisi pasien secara optimal pada saat pra operasi, saat pasien berada di bawah agen anestesi selama operasi  dan perawatan pasca operasi. Pasien dengan hipertensi cenderung memiliki ketidakstabilan hemodinamik dan lebih sensitif terhadap anestesi dan prosedur operasi, sehingga perlu pengawasan yang lebih ketat terutama untuk mengontrol hemodinamik pasien. Pada kasus ini, pasien dengan hipertensi akan menjalani operasi appendiktomi.

Keyword : Hipertensi, Manajemen perioperatif

History

Seorang pasien, Tn. A, usia 45 tahun datang ke Poliklinik Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak satu minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Oleh dokter Spesialis Bedah, pasien didiagnosis menderita appendisitis dan direncanakan untuk operasi keesokan hari.   Pada saat reanamnesis sewaktu visite pre operasi diketahui pasien memiliki riwayat hipertensi sejak dua tahun yang lalu, sedangkan riwayat diabetes melitus, asma dan alergi tidak ditemukan pada pasien. Pada pemeriksaan fisik, penilaian airway menunjukkan jalan napas  clear, mallampati II dan TMD ≥ 6,5 cm, breathing diperoleh pernapasan spontan, respirasi rate 22 kali per menit dan vesikuler pada kedua lapang paru,  circulation diperoleh tekanan darah 130/80mmHg dan nadi 71 kali per menit serta d diperoleh status kesadaran pasien Compos Mentis dengan Glasgow Coma Scale E4M6V5.  

Diagnosis

Status pasien ASA II

Terapi

Captopril dua kali dua puluh lima miligram dan rencana General Anestesia

Diskusi

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien yang akan menjalani operasi appendiktomi ini termasuk dalam ASA II. ASA merupakan singkatan dari American Society of Anesthesiologist yang berguna untuk mengelompokkan  pasien berdasarkan kondisi pasien

Page 2: Manajemen Perioperatif Pada Pasien Hipertensi

sebelum menjalani operasi. ASA II berarti pasien tersebt memiliki penyakit sistemik ringan, dalam kasus ini hipertensi. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau  tekanan  darah diastolik > 90 mmHg 1 .Hipertensi yang sudah ada dapat menyebabkan berbagai tanggapan kardiovaskular yang berpotensi meningkatkan resiko pembedahan, termasuk disfungsi diastolik dari hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi sistolik menyebabkan gagal jantung kongestif, kerusakan ginjal, dan otak dan penyakit occlusive koroner. Tingkat risiko tergantung pada tingkat keparahan hipertensi 2.Penilaian preoperatif penderita-penderita hipertensi esensial yang akan menjalani prosedur pembedahan, harus mencakup empat hal dasar yang harus dicari, yaitu jenis pendekatan medikal yang diterapkan dalam terapi hipertensinya, penilaian ada tidaknya kerusakan atau komplikasi target organ yang telah terjadi,  penilaian yang akurat tentang status volume cairan tubuh penderita dan penentuan kelayakan penderita untuk dilakukan tindakan teknik hipotensi, untuk prosedur pembedahan yang memerlukan teknik hipotensi 3. Selama operasi, pasien dengan dan tanpa hipertensi memiliki  kemungkinan untuk terjadinya peningkatan tekanan darah dan tachycardia selama induksi anestesi. Prediktor umum hipertensi perioperatif adalah memiliki riwayat hipertensi sebelumnya, terutama tekanan darah diastolik lebih besar dari 110 mm Hg 4. Sedangkan prinsip umum dalam pemberian anestesi pada pasien hipertensi adalah menjaga stabilitas kardiovaskular selama anestesi dan periode perioperatif. Pasien dengan hipertensi memiliki  resiko perubahan tekanan darah lebih besar daripada populasi normal dan telah terbukti bahwa ketidakstabilan tekanan darah dapat dikaitkan dengan morbiditas kardiovaskular dan peningkatan  kematian pasca operasi, terutama pada pasien dengan hipertensi berat yang  tidak terkontrol. Pasien yang memiliki hipertensi, membutuhkan tekanan darah yang lebih tinggi untuk perfusi organ yang memadai daripada pasien dengan normotensi (terutama  pada orang tua).  Menghindari hipotensi (dan normotension pada pasien yang biasanya memiliki angka tekanan darah yang tinggi dalam kesehariannya), dapat mencegah komplikasi akibat perfusi yang kurang, terutama untuk mengontrol hemodinamik. Hipertensi pasca operasi yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥ 190 mm Hg dan / atau diastolik 100 mm Hg di dua pembacaan berturut-turut setelah operasi, mungkin memiliki gejala sisa yang secara signifikan merugikan pada kedua jantung dan noncardiac pasien. Hipertensi, dan krisis hipertensi, sangat umum  pada periode pascaoperasi awal dan terkait dengan tonus simpatik yang meningkat dan resistensi pembuluh darah. Hipertensi pascaoperasi sering dimulai sekitar 10-20 menit setelah operasi dan dapat berlangsung sampai 4 jam. Jika tidak diobati, pasien akan meningkatkan risiko untuk pendarahan, peristiwa serebrovaskular, dan infark miokard 5.

Kesimpulan

Pada pasien hipertensi, perlu pengawasan yang lebih teliti selama perioperatif untuk mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan selama praoperative, intraoperatif dan pasca operatif.

Referensi

1.      2009. Hypertension management. http://www.surgicalcriticalcare.net/Guidelines/Hypertension%20management%202009.pdf

2.      Kaplan MN., Perioperative management of hypertension http://www.uptodate.com

Page 3: Manajemen Perioperatif Pada Pasien Hipertensi

3.      Wiryana M., 2008. Manajemen perioperatif pada hipertensi. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/6_manajemen%20perioperatif%20pd%20hipertensi.pdf

4.     Varon J and Marik PE. 2008. Perioperative hypertension management. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2515421/

5.      Mayell AC. 2006. Hypertension in anaesthesia. http://www.frca.co.uk/article.aspx?articleid=100656

Penulis

Ratih Ayuningtiyas. Bagian Ilmu Anestesiologi dan Reanimasi. RSUD Panembahan Senopati Bantul