manajemen pakan bbpbap-jepara

23
MANAJEMEN PAKAN PEMBESARAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BBPBAP) JEPARA Oleh: SUMINO (0310060911) 1. Prasarana dan Sarana Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Prasarana budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) a. Jalan dan Transportasi Jalan menuju lokasi pertambakan berupa jalan beraspal dengan kondisi yang bagus. Lokasi tambak dapat dijangkau karena berada ditepi jalan penghubung desa sehingga pengadaan benih, peralatan, pakan, tenaga kerja, dan pemasaran hasil produksi berjalan lancar. Transportasi merupakan faktor yang penting untuk dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi usaha sebab kelancaran transportasi akan memudahkan pengangkutan barang, baik barang yang dibutuhkan untuk operasional maupun yang akan dijual. Hal ini juga akan mempengaruhi keberhasilan dalam usaha budidaya udang vannamei. b. Rumah Jaga Tambak Untuk memperlancar proses pengawasan tambak secara 24 jam, maka dibutuhkan sebuah rumah jaga tambak. Selain berfungsi sebagai tempat beristirahat para pekerja tambak, bangunan ini juga difungsikan sebagai tempat kesekretariatan tambak F BBPBAP Jepara. Bangunan rumah jaga tambak sudah bertembok sehingga bangunan relatif kuat dan nyaman untuk dihuni. c. Rumah Penyimpanan Pakan

Upload: inno-aqua-culture-justforyou

Post on 11-Nov-2015

68 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Magang MPP di BBPBAP Jepara

TRANSCRIPT

MANAJEMEN PAKAN PEMBESARAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BBPBAP) JEPARAOleh: SUMINO (0310060911)1. Prasarana dan Sarana Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)Prasarana budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)a. Jalan dan TransportasiJalan menuju lokasi pertambakan berupa jalan beraspal dengan kondisi yang bagus. Lokasi tambak dapat dijangkau karena berada ditepi jalan penghubung desa sehingga pengadaan benih, peralatan, pakan, tenaga kerja, dan pemasaran hasil produksi berjalan lancar.Transportasi merupakan faktor yang penting untuk dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi usaha sebab kelancaran transportasi akan memudahkan pengangkutan barang, baik barang yang dibutuhkan untuk operasional maupun yang akan dijual. Hal ini juga akan mempengaruhi keberhasilan dalam usaha budidaya udang vannamei.

b. Rumah Jaga TambakUntuk memperlancar proses pengawasan tambak secara 24 jam, maka dibutuhkan sebuah rumah jaga tambak. Selain berfungsi sebagai tempat beristirahat para pekerja tambak, bangunan ini juga difungsikan sebagai tempat kesekretariatan tambak F BBPBAP Jepara. Bangunan rumah jaga tambak sudah bertembok sehingga bangunan relatif kuat dan nyaman untuk dihuni.

c. Rumah Penyimpanan PakanBangunan rumah penyimpanan pakan difungsikan untuk menyimpan pakan udang vannamei agar terhindar dari cuaca yang tidak baik, seperti hujan dan sinar matahari langsung. Pakan pellet atau crumble yang terkena air hujan dapat memicu ditumbuhi jamur, sedangkan bila pakan yang terkena sinar matahari langsung dapat merusak kandungan nutrisi didalamnya.

d. Sistem Penerangan dan KomunikasiDilokasi praktek ini terdapat lampu dibeberapa sisi tambak yang digunakan untuk membantu para pekerja melakukan pengawasan terhadap kondisi udang, dan untuk pengawasan terhadap pencurian karena lokasi tambak yang cukup dekat dengan pemukiman penduduk. Sumber listrik yang digunakan pada lokasi tambak F Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara berasal dari PLN, gensets dan sel surya. Gensets berfungsi sebagai sumber listrik cadangan saat terjadi pemadaman listrik. Sedangkan sel surya jarang digunakan karena listrik yang dihasilkan relatif kecil dari PLN dan gensets, selain itu penggunaan sel surya juga dipengaruhi oleh ada atau tidaknya cahaya matahari. Alat komunikasi yang digunakan untuk kelangsungan aktifitas tambak adalah handphone untuk para petugas tambak.

Sarana budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)a. TambakTambak yang digunakan pada kegiatan Praktek ini adalah tambak F Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara dan terbagi menjadi enam petak. Dari enam petak dilokasi ini, dua petak digunakan sebagai pembesaran udang vannamei, satu petak digunakan sebagai tendon, dan tiga petak sedang dalam tahap renovasi menjadi tambak intensif. Konstruksi tepi petak tambak menggunakan plastik jenis HDPE dan dasarnya berupa tanah liat berpasir dengan lebar pematang antara dua sampai tiga meter. Pada bagian tengah setiap tambak dipasang pipa dengan diameter enam inchi sampai kearah monik yang berfungsi sebagai central drain dan pintu pengeluaran ditempatkan pada bagian pematang yang berbatasan langsung dengan sungai untuk mempermudah proses panen.

b. Sumber Air BudidayaFaktor yang perlu diperhatikan dalam usaha budidaya pembesaran udang vannamei adalah tersedianya sumber air, baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang baik sepanjang tahun. Sumber air yang digunakan dalam pembesaran udang vannamei berasal langsung dari aliran laut yang tepat berada dibatas selatan lokasi tambak dengan salinitas antara 25 35 ppt dan pH 7,5 9.

c. Sistem Tata AirSistem pengairan di tambak F Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara melalui beberapa tahapan. Air laut masuk ke petakan F-1, petakan F-1 ini berfungsi sebagai petakan penampungan dan pengendapan air laut atau biasa disebut dengan tandon. Selanjutnya air diberikan perlakuan berupa pemberian kaporit (Ca (ClO)2) dengan dosis 30 ppm untuk menghindari masuknya penyakit dari air laut ke tambak pembesaran udang vannamei. Kaporit memilki fungsi sebagai penjernih dan sterilisasi air. Secara umum fungsi kaporit adalah membunuh bakteri, virus dan kuman dalam air.Air yang sudah dijernihkan dan disterilkan dengan kaporit kemudian dialirkan kepetakan F-2 dan F-6 melalaui pipa paralon dengan diameter delapan inchi. Air laut dipindahkan menggunakan pompa dan diujung pipa inlet (saluran pemasukan) dipasang saringan agar kotoran yang terbawa tidak masuk dalam petakan pembesaran udang vannamei.Sistem tata air yang baik akan menunjang kelancaran sistem resirkulasi dalam tambak. Sistem resirkulasi yang digunakan pada tambak F adalah resirkulasi terbuka. Pergantian air (sebagian) dilakukan pada saat kadar flok dalam perairan tinggi dan terdapat indikasi udang terkena penyakit jamur atau parasit. Kadar flok di perairan yang terlalu tinggi ditandai oleh perilaku udang yang tampak memakan flok pada bagian tepi tambak.

d. Sistem AerasiSistem aerasi di tambak F Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara yaitu dengan menggunakan kincir air. Tujuan pemberian kincir air adalah untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut (DO) dalam perairan, sehingga kebutuhan DO bagi udang vannamei, phytoplankton, zooplankton maupun bakteri pengurai dapat tercukupi. Kincir air yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan. Penambahan kincir air dilakukan hingga diperoleh kandungan DO optimal bagi udang vannamei. Udang vannamei memiliki kelangsungan hidup dan pertumbuhan yang baik pada kandungan DO 5,3 8 mg/ l (Anonimus dalam Budiardi, 2005).

e. Jaringan ListrikJaringan listrik yang digunakan pada tambak F Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara berasal dari beberapa sumber yakni PLN, gensets (generator sets) dan sel surya. Apabila listrik PLN hidup maka yang sering digunakan adalah listrik dari PLN. Namun apabila terjadi kematian listrik atau padam dari PLN, maka untuk menggantikannya dapat digunakan gensets ataupun sel surya. Jaringan listrik digunakan untuk menghidupkan sistem aerasi, lampu penerangan dan kebutuhan listrik lainnya.

f. Peralatan Uji Kualitas AirUntuk mengetahui fluktuasi kualitas air pada budidaya udang vannamei, pada tambak F Balai Besar Perikanan Budididaya Air Payau (BBPBAP) Jepara juga dilengkapi dengan berbagai peralatan uji kualitas air yang digunakan setiap harinya. Peralatan uji kualitas air meliputi DO meter yang dikombinasikan dengan thermometer. Alat ini digunakan untuk mengetahui kadar DO dan suhu dalam perairan. Selain itu juga digunakan pH meter untuk mengukur kadar pH perairan dan refraktometer untuk mengukur salinitas perairan. Untuk pengukuran kandungan alkalinitas, ammonia, nitrit dan nitrat dilakukan seminggu sekali melalui laboratorium fisika dan kimia.

2. Manajemen Pakan Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jeparaa. Pemberian PakanPakan merupakan faktor yang sangat penting dalam budidaya udang vannamei karena menyerap 60 70% dari total biaya operasional (Nuhman, 2008). Nur (2011) menyatakan, perpaduan antara penggunaan pakan berkualitas tinggi serta tingkat pengelolaan yang lebih baik telah terbukti memperbaiki efisiensi penggunaan pakan, penurunan biaya pengadaan pakan serta mengurangi dampak kerusakan lingkungan. Produk pakan buatan yang digunakan dalam praktek adalah pakan jenis crumble, starter dan pellet dengan kadar protein 36%. Sedangkan untuk pengelolaan kualitas airnya digunakan sistem semi-biofloc yang dapat membentuk flok bakteri dan bahan organic dengan kandungan protein lebih kurang 25%. Selain dapat menggantikan peran plankton sebagai penyeimbang lingkungan, flok juga dapat menjadi pakan alami bagi udang.Pakan yang diberikan pada udang vannamei merupakan pakan buatan dalam bentuk crumble, starter dan pellet. Perbedaan pakan tersebut terdapat pada bentuk dan ukurannya. Crumble ukurannya kecil dan berbentuk seperti serbuk, starter berukuran sedikit lebih besar dari crumble sedangkan pellet bentuk dan ukurannya lebih besar. Hal bertujuan untuk agar pakan yang diberikan bisa sesuai dengan bukaan mulut udang. Pemberian pakan jenis crumble dilakukan pada DOC ke 1 14, sedangkan untuk jenis starter untuk DOC ke 15 43 dan pellet diberikan pada DOC ke 74 100 dapat. Pemberian jenis pakan terhadap umur udang vannamei dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1. Pemberian Jenis Pakan Terhadap Umur Udang VannameiDOC(Day of Culture)Nomor PakanJenis Pakan

1 78 1415 3031 7374 100Gold Forte 932 CGold Forte 933 CGold Forte 932 SGold Forte 933 SGold Forte 932 933 PCrumbleCrumbleStarterStarterPellet

Sumber: Magang BBPBAP Jepara, 2015

Pemberian pakan dilakukan pada bulan pertama pemeliharaan mulai dari DOC ke 1 sampai mencapai DOC Ke 100. Pakan pertama kali diberikan untuk 300.000 ribu ekor benih adalah 1 kg dengan penambahan pakan 1 - 2 kg/ hari salama 30 hari, dan pada DOC ke 31 100 pakan diberikan dengan penambahan 2 3 kg/ hari.

Tabel 2. Program Pemberian Pakan pada Budidaya Udang Vannamei Pola Semi IntensifDOCBerat rata-rata Udang (gr)Dosis Pakan (%)Frekuensi Pakan/ hariCek Anco (jam)

1 1516 3031 4546 6061 7576 9091 105106 120 0,005 1,01,1 2,52,6 5,05,1 8,08,1 11,011,1 13,013,1 15,015,1 18,050 2520 1512 109 77 55 35 34 2234445552,5 3,02,5 3,02,0 3,02,0 2,51,5 2,01,5 2,01,0 1,51,0 1,5

Sumber: Adiwidjaya et al., 2005Frekuensi pemberian pakan dilakukan mulai dari 2 4 kali/ hari. Pemberian pakan dilakukan selang 5 jam kemudian yaitu pada pagi hari pukul 07.00 WIB, siang pukul 11.00 WIB, sore pukul 16.00 WIB, dan malam pukul 21.00 WIB. Frekuensi pemberian pakan dapat dilihat pada Tabel 3.Tabel 3. Frekuensi Pemberian PakanDOCWaktu Pemberian Pakan (Kg)Pakan HarianPakan Kumulatif

07.0011.0016.0021.00

123456789101112131415164344445556667778-44556666778999944445566667777882-2222333344445510111415161720202022242527272930102135506683103123143165189214241268297327

17181920212223242526272829303132333435363738394041424388889999910101010101111111212121213131313141410101010101111111212121213131313131414141414151515151399101010101111111112121313131313141414141515151514145566667777888889991010101011111111123232343435363838394042424444454646494945464746454647493593914254594945305686066456857277698138579029489941043109211371183123012761321136714141463

444546474849505152535455565758596061626364656667686970141413131312141414141415151516161616171717171717141414131313121212121212121213131314141515151515151515121212141313131212121212121213131314141414141515151515121212121210101011111111111112121212131313131414141414111111525249464747494949494953535356575858596161615858494949151515671616166217091756180518541903195220012054210721602216227323312389244825092570263126892747279628452894

Sumber: Magang BBPBAP Jepara, 2015Pemberian pakan dilakukan sesuai dengan kebutuhan konsumsi udang yang dipantau dengan pemeriksaan pakan yang ditebar kedalam anco. Apabila pakan didalam anco habis, pada pemberian pakan berikutnya prosentase pakan harus ditambah. Sebaliknya, apabila pakan didalam anco tidak habis pada pemberian berikutnya pakan harus dikurangi. Pemberian pakan berdasarkan kontrol anco dapat dilihat pada Tabel 4.Tabel 4. Jumlah Pemberian Pakan Berdasarkan Kontrol AncoBerat Udang/ ekor (gr)Jumlah Pakan di Anco (%)Waktu Pengecekan (jam)

3,0 5,05,0 8,08,0 12,0> 12,00,50,81,01,5221,51

Sisa di AncoSkorNaik/ Turun (pakan)

Habis< 10%10 25%25 50 %> 50%01234+ 5%Tetap- 10%- 20%- 50%

Sumber: BBPBAP Jepara, 2013Menurut Haliman dan Adijaya (2005), anco merupakan alat untuk memantau dan menduga kebutuhan pakan secara akurat. Anco berbentuk bujur sangkar atau lingkaran dengan bahan jala dan panjang sisi atau diameter anco bervariasi.Selama kegiatan pemberian pakan, untuk menunjang pertumbuhan serta kelangsungan hidup udang pakan dicampurkan dengan berbagai macam vitamin dan bahan-bahan lain buatan pabrik dengan dosis 1 gram dalam 1 kg pakan. Adapun jenisnya terdiri dari prothevit, pro-1, molase, dan ekstrak bawang putih (kekebalan tubuh).Pemberian pakan dilakukan dengan cara ditebar secara merata diseluruh permukaan tambak melalui sekeliling pematang tambak dengan areal daerah pakan berkisar 3 meter dari tepi tambak. Pakan diberikan menggunakan ember sebagai tempat pakan dan skop kecil yang dibuat dari botol plastik bekas sebagai alat penebar pakan.

3. Pendugaan PopulasiPengamatan udang vannamei selama masa pemeliharaan merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui kesehatan kondisi udang, berat rata-rata udang (Average Body Weight/ ABW), pertambahan berat harian (Average Daily Gain/ ADG), tingkat kelangsungan hidup (Survival Rate/ SR) serta Biomassa.Menurut Erlangga (2012), sampling udang merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menduga populasi udang yang hidup di perairan tambak selama pemeliharaan.Hasil praktek di BBPBAP Jepara, sampling dilakukan seminggu sekali pada DOC ke-57 dan 64. Sampling dilakukan dengan menggunakan jala untuk mengambil beberapa ekor sampel udang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Erlangga (2012), bahwa penyamplingan udang dapat dilakukan dengan penjalaan udang.

Tabel 5. Hasil Pengamatan Pertumbuhan UdangTambakABW(gr/ ekor)ADG(gr/ ekor)SR(%)Biomassa(kg)FR(kg)

IIIIIIIIIIIIII

F23,44,00,0996,988,49881.06169,1674,27

F54,55,30,1190,082,71.2151.31585,0592,05

F63,33,80,0791,784,090895763,5666,99

Sumber: Magang BBPBAP Jepara, 2015Keterangan: I Pengambilan sampel pada DOC ke-57II Pengambilan sampel pada DOC ke-64Setelah dilakukan penjalaan udang, selanjutnya dilakukan penghitungan terhadap jumlah udang yang berada dalam jala. Jumlah udang tersebut ditimbang untuk mengetahui berat rata-rata udang/ ekor. Adapun teknik perhitungan sampling udang yang dilakukan yaitu dengan formula sebagai berikut (contoh perhitungan pada tambak F5 pengambilan sampel DOC ke-57): Tebaran 1= 749 ekor, yang diambil 70 ekorTebaran 2= 776 ekor, yang diambil 73 ekorTebaran 3= 770 ekor, yang diambil 72 ekor 2295 ekor 215 ekor (978,88 gr) Luas jala= 3 m2 Luas tambak= 3720 m2 Padat tebar/ m2=Rata-rata udang dalam jala yang tertangkapLuas jala=215 ekor3 m2=72 ekor/ m2 Populasi=Jumlah udang x Luas area tambak=72 ekor x 3720 m2=270.000 ekor Average Body Weight (ABW)Average Body Weight (ABW) adalah berat rata-rata udang dari hasil pengambilan sampel yang dianggap mewakili keseluruhan populasi udang. Menurut Adiwidjaya dkk (2004a), ABW dihitung dengan rumus:ABW=Berat udang samplingJumlah udang sampling=978,88 gr215 ekor=4,55 gr/ ekorHasil pengambilan sampel ABW (Tabel 5) menunjukkan berat rata-rata pada tiap kelompok (petakan tambak). Tambak F5 mempunyai pertumbuhan yang paling baik. Pada tambak yang mempunyai ABW rendah jika dikarenakan kekurangan pakan (under feeding) maka tindakan yang dilakukan adalah dengan melakukan pengecekan ulang program pemberian pakan apakah telah sesuai dengan kebutuhan pakan udang. Namun bila ABW rendah akibat pengelolaan kualitas air yang kurang optimal maka tindakan yang dilakukan adalah memperbaiki sistem pengelolaan kualitas air tambak seperti pemberian kapur untuk menstabilkan pH, mengingat hampir setiap hari hujan yang menyebabkan pH air tidak optimal. Average Daily Gain (ADG)Average Daily Gain (ADG) adalah pertambahan berat harian rata-rata dalam suatu periode tertentu, misalnya selama 7 hari yang berguna untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan udang. Cara menghitung ADG menurut Adiwidjaya dkk (2004a), adalah sebagai berikut:ADG=ABW II (gram) ABW I (gram)T (hari)=5,3 gr 4,5 gr 7= 0,11 gramSelama masa pemeliharaan udang berlangsung didapat hasil ADG harian yang diambil pada DOC ke-64 adalah tambak F2 = 0.09 gr/ hari, tambak F5 = 0,11 gr/ hari, dan tambak F6 = 0,07 gr/ hari. Pertambahan berat harian rata-rata udang pada tiap tambak berbeda karena tingkat konsumsi pakan yang berbeda-beda. Survival Rate (SR)Survival Rate (SR) adalah tingkat kelangsungan hidup dibandingkan pada saat tebar. Cara menghitung SR menurut Adiwidjaya dkk (2004a), adalah sebagai berikut:SR=Jumlah udang yang hidup x 100%Jumlah tebar=270.000 x 100%300.000=90% BiomassaBiomassa adalah perkiraan jumlah berat udang yang ada dalam tambak. Penentuan estimasi biomassa udang menurut Adiwidjaya dkk (2004a), adalah sebagai berikut:Biomassa= Padat tebar awal x SR x ABW1.000

=3000.000 x 90% x 4,5 gr1.000=1.215 kgSelama DOC ke-57 64 diperoleh hasil estimasi biomassa yaitu pada pengambilan sampel yang dilakukan (Tabel 5) terlihat peningkatan yang relatif tinggi, hal tersebut karena makin meningkatnya nafsu makan udang. Feeding Rate (FR)Feeding Rate (FR) adalah presentase kebutuhan pakan udang perhari berdasarkan ABW dan dihitung dari biomassa udang yang ada. Penentuan FR udang menurut Adiwidjaya dkk (2004a), adalah sebagai berikut:FR= Biomassa x FR (Tabel 2)= 1.215 kg x 7%= 85,05 kg

4. Pengamatan Pertumbuhan UdangPertumbuhan udang dalam hal ini meliputi pertumbuhan berat dapat diketahui melalui kegiatan pengambilan sampel pertumbuhan udang yang dilakukan dengan cara dijala. Data yang diperoleh dari hasil pengambilan sampel yaitu berat rata-rata udang (Average Body Weight/ ABW), tingkat pertumbuhan udang (Average Daily Gain/ ADG), jumlah udang tiap jalaan. Data hasil pengambilan sampel ini dipergunakan untuk memperkirakan Biomassa, Populasi, kelangsungan hidup udang (Survival Rate/ SR), dan kebutuhan pakan (Feeding Rate/ FR) (dapat dilihat pada Tabel 5).Pengamatan pertumbuhan dilakukan dengan kontrol dan pemeriksaan pada anco, pengamatan dilakukan di anco setiap saat untuk melihat populasi dan abnormalitas udang. Untuk mengamati respon udang terhadap pakan serta kesehatan udang dapat diamati dengan anco. Berdasarkan hasil pengecekan anco diputuskan apakah pakan yang diberikan akan ditambah, dikurangi atau tetap seperti sebelumnya. Pedoman penambahan dan pengurangan pemberian pakan pada udang dapat dilihat pada Tabel 6.Tabel 6. Pengaturan Pakan Setelah Melihat Respon Udang di AncoKondisi Pakan di AncoPerlakuan

HabisSisa < 10%Sisa 10 25%Sisa 25 30%Sisa 50%Tambah pakan berikutnya 5%Pakan berikutnya tetapKurangi pakan berikutnya 10%Kurangi pakan berikutnya 30%Kuramgi pakan berikutnya 50%

Sumber: Adiwidjaya dkk, 2004a

5. Pengelolaan Kualitas Air Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)Kualitas air merupakan faktor penting, karena air merupakan media hidup udang. Kualitas air tambak yang baik akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan udang vannamei secara optimal. Oleh karena itu, kualitas air tambak perlu diperiksa dengan seksama (Haliman dan Adijaya, 2005).Beberapa parameter kualitas air yang diukur selama kegiatan praktek di BBPBAP Jepara antara lain dapat dilihat pada Tabel 7.Tabel 7. Kualitas Air Budidaya Udang VannameiDOCDO(mg/ l)Suhu(0C)pHSalinitas(ppm)Keterangan

PSPSPSPS

5051525354555657585960616263646566676869706,507,086,677,387,734,425,545,865,236,777,236,947,276,936,577,276,585,448,176,165,355,717,725,416,167,547,386,566,946,346,466,834,456,936,275,835,746,754,985,267,354,7528,828,828,827,727,527,627,327,427,427,827,827,827,2272727,827,627,427,226,826,827,727,627,528,828,728,729,429,129,129,729,829,630,130,13029,32928,829,829,3297,37,27,17,37,37,27,57,47,37,57,57,47,57,57,37,57,47,47,57,67,47,47,57,37,57,97,97,77,88,17,9887,77,68,47,87,67,47,87,77,5212221202022212120212221202022212021192022222122202021202020232020202123202121232022Kisaran optimum menurut Adiwidjaya (2004a), Suhu 28,5 31,50C; DO 3,5 7,5 mg/ l; pH 7,5 8,3 Salinitas 15 25 ppt.

Sumber: Magang BBPBAP Jepara, 2015Keterangan: P Pagi (pukul 05.30 WIB) S Sore (pukul 16.30 WIB)Berdasarkan hasil pengukuran selama kegiatan di lapangan, angka kualitas air yang didapat diatas tersebut dapat dikatakan norma untuk menunjang kelangsungan hidup udang vannamei. Hal ini sesuai dengan penyataan Haliman dan Adijaya (2005), bahwa kualitas air tambak yang baik untuk menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang vannamei yaitu Suhu 26 320C, Oksigen terlarut (DO) 4 7 mg/ l, pH 7,5 8,5 dan Salinitas 5 30 ppt.Menurut Suyanto dan Takarina (2009), pada petak pembesaran udang, semakin besar padat tebar udang dalam tambak maka semakin besar bahan organik seperti sisa pakan, kotoran udang, dan ini akan mempengaruhi kualitas air tambak. Untuk mengatasi bahaya tersebut diterapkan aplikasi probiotik. Probiotik adalah suatu sediaan hasil kultur murni beberapa jenis bakteri pengurai seperti Nitrobacter spp dan Bacillus spp yang berfungsi untuk mempercepat proses penguraian bahan-bahan kotoran udang, plankton yang mati dan sisa-sisa pakan yang menumpuk di dasar tambak. Selama kegiatan praktek aplikasi probiotik tersebut diberikan dengan frekuensi pemberian 2 kali dalam seminggu yaitu setiap hari senin dan kamis.a. SalinitasPada umumnya udang vannamei hidup di laut. Udang vannamei mempunyai toleransi salinitas yang cukup tinggi yaitu dari 2 40 ppt, tapi akan tumbuh cepat pada salinitas yang lebih rendah (Wyban et. al,. 1991). Namun demikian salinitas optimal untuk budidaya udang vannamei adalah 15 25 ppt (Adiwidjaya dkk, 2004a).Angka salinitas yang diperoleh selama kegiatan praktek berkisar antara 18 38 ppt. Adanya kondisi salinitas tersebut maka dapat menghambat pertumbuhan udang vannamei karena energi akan lebih banyak terserap oleh proses osmoregulasi dibandingkan untuk pertumbuhan. Salinitas yang masuk dalam tambak sebelumnya telah optimal karena telah disesuaikan saat pengisian air tambak. Terjadi fluktuasi dalam tambak dipengaruhi oleh penguapan air (evaporasi) akibat cuaca panas dan pemasukan air tawar karena hujan maupun karena penambahan air baru (Adiwidjaya, 2004a).Kondisi salinitas air di tambak setiap hari mengalami perubahan karena kondisi cuaca dan musim, selama kegiatan praktek berlangsung hampir setiap hari terjadi hujan dengan tingkat curah hujan sedang sampai tinggi. Sehingga kondisi lingkungan air terus berubah terutama salinitas, namun demikian dengan kondisi salinitas yang tidak terlalu tinggi justru baik untuk pertumbuhkan udang vannamei.Meskipun udang vannamei merupakan biota euryhaline namun pertumbuhannyaakan terhambat apabila dipelihara pada salinitas lebih rendah atau lebih tinggi daei kadar optimla dalam jangka waktu yang lama. Pengelolaan parameter salinitas tersebut dilakukan dengan mempertahankan salinitas air tambak pada kisaran optimal untuk pertumbuhan.b. SuhuSuhu perairan bergantung pada musim dan sangat berpengaruh terhadap aktivitas metabolisme udang yaitu laju konsumsi pakan. Standar suhu yang telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu 28 300C, dan suhu optimum bagi pertumbuhan udang vannamei adalah 26 320C. Suhu air berpengaruh terhadap cepat atau lambatnya reaksi kimiawi air. Suhu air diukur dengan menggunakan thermometer air raksa dan diukur dua kali sehari bersamaan dengan pengukuran oksigen terlarut (Sulistyo, 2006).Data suhu yang diperoleh selama kegiatan praktek berlangsung berkisar antara 26 320C, sehingga dalam kisaran suhu yang telah diukur masih dalam kisaran yang dapat ditolerir oleh udang karena kisaran suhu tersebut tidak terlalu jauh dari kisaran suhu yang ditetapkan oleh SNI dan sesuai dengan kisaran suhu optimum pertumbuhan udang vannamei. Pada kondisi suhu kurang dari 260C maka laju konsumsi pakan udang vannamei terhadap pakan akan menurun hingga 50%.Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia dan evaporasi. Selain itu peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti gas oksigen, karbondioksida dan nitrogen (Haslam, 1995). Menurut Effendi (2000), kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air juga memperlihatkan peningkatan dengan naiknya suhu yang mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen.Untuk dapat mempertahankan kestabilan suhu di tambak dapat dilakukan dengan cara mengatur kedalaman air sekitar 100 120 cm dan mempertahankan kepadatan plankton. Pada saat kepadatan plankton tinggi (kecerahan kurang dari 30 cm) pada siang hari dapat dilakukan penurunan ketinggian air hingga 60 70 cm, dan dinaikkan kembali pada malam hari pada kondisi semula. Pengaturan kedalaman air berdasarkan nilai kecerahan dengan tujuan agar terjadi penetrasi cahaya dalam air untuk meningkatkan suhu air bagian dasar .Cahaya matahari yang masuk kedalam tambak mengalami penyerapan dan berubah menjadi energi panas. Proses penyerapan cahaya tersebut berlangsung lebih intensif pada lapisan bagian atas tambak sehingga lapisan bagian atas perairan lebih panas (suhu lebih tinggi) dan densitasnya lebih kecil pada lapisan pada lapisan bagian bawah. Kondisi tersebut mengakibatkan stratifikasi panas (thermal stratification) pada permukaan air. Suhu sangat berperan dalam pengendalian kondisi ekosistem tambak (Effendi, 2000). Kelarutan gas-gas hydrogen, nitrogen, karbondioksida dan oksigen menurun seiring dengan meningkatnya suhu tambak, sehingga pemberian kincir pada tambak sangat diperlukan agar suhu yang ada dalam tambak lebih stabil.

c. Oksigen Terlarut (DO)Oksigen terlarut merupakan parameter utama kualitas air yang sangat berpengaruh terhadap efektivitas penggunaan pakan serta proses-proses metabolisme udang vannamei. Perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan perikanan sebaiknya memiliki kadar oksigen tidak kurang dari 5 mg/ l. Kadar oksigen terlarut kurang dari 4 mg/ l mengakibatkan efek yang kurang menguntungkan bagi hampir semua organisme akuatik (Effendi, 2000). Kadar oksigen kurang dari 2 mg/ l dapat mengakibatkan kematian udang (UNESCO/ WHO/ UNEP, 1992).Oksigen terlarut merupakan faktor utama pada pembesaran udang vannamei di tambak. Pengamatan oksigen terlarut terutama dilakukan pada pagi dan sore hari, adapun konsentrasi oksigen terlarut selama kegiatan praktek pembesaran udang vannamei yang telah terukur berkisar antara 5 9 mg/ l. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kandungan oksigen yang terdapat di tambak masih optimal dan cukup baik dalam mendukung pertumbuhan udang vannamei. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Supito (2006) yang menyatakan bahwa oksigen terlarut untuk mendukung pertumbuhan udang vannamei dipertahankan diatas 3 mg/ l.Kandungan oksigen terlarut sangat mempengaruhi proses metabolisme udang vannamei. Pada siang hari, kondisi perairan di dalam tambak akan memiliki DO cenderung tinggi karena adanya proses fotosintesis plankton yang menghasilkan oksigen. Keadaan sebaliknya terjadi pada malam hari, plankton tidak melakukan proses fotosintesis bahkan membutuhkan oksigen sehingga menjadi kompetitor bagi udang dalam mengambil oksigen. Upaya untuk meningkatkan angka DO dilakukan dengan pemakaian kincir air dihidupkan setiap hari selama masa pemeliharaan. Kincir air selain berfungsi untuk mempertahankan kondisi DO pada angka optimal, juga berfungsi mengumpulkan kotoran ke tengah tambak agar mudah pada saat pengurangan air tambak.

d. pH Air (Derajat Keasaman)Kisaran pH yang optimum untuk budidaya udang adalah 7,5 8,3 (Adiwidjaya dkk, 2004). Nilai pH air menunjukkan derajat keasaman air, dikatakan normal apabila nilai pH 7, dikatakan basa apabila lebih dari 7 dan dikatakan asam apabila kurang dari 7. Air laut memiliki pH diatas 7,8, sedangkan air payau biasanya berkisar antara 6,5 8,5 dan jarang ditemui dibawah 6,5 kecuali pada tambak yang dibuat diatas tanah asam (Sulistyo, 2006), sedangkan toleransi perbedaan pH yang baik antara pagi dengan sore hari tidak lebih dari 1,0.Pengamatan pH air pada budidaya udang vannamei dapat dilakukan pada pagi, siang, sore maupun malam hari. Namun pengamatan pH yang dilakukan selama kegiatan praktek dilakukan pada pagi dang sore hari. Nilai pH air yang diamati selama masa pemeliharaan udang vannamei di tambak berada pada kisaran 7 8. Adanya kondisi pH tersebut dapat memacu pertumbuhan udang vannamei yang dipelihara. Hal ini dikarenakan nilai pH mempunyai pengaruh terhadap proses dan kecepatan reaksi kimia dalam air. Nilai pH air tambak sangat berpengaruh pada kisaran yang optimal yaitu 7,5 8,5 dengan fluktuasi harian pagi dan sore hari dari 0,2 0,5 (Rubiyanto dan Dian Adijaya, 2007).Selama masa pemeliharaan didapatkan kondisi pH yang selalu optimal ini disebabkan aplikasi kapur yang rutin. Kondisi optimal pH akan menyebabkan udang tidak mudah stress sehingga udang tidak mudah untuk terserang penyakit.Bila pH air turun dari 7,8 dilakukan penambahan kapur pertanian dengan dosis 3 5 ppm. Sebaliknya bila pH air tinggi diatas 9 dilakukan aplikasi molase (tetes tebu) dengan dosis 2 3 ppm. Fluktuasi pH harian dengan nilai kurang dari 0,2 menunjukkan siang hari terjadi proses fotosintesis rendah yang dapat disebabkan oleh jumlah phytoplankton yang kurang. Solusi yang dilakukan adalah penumbuhan phytoplankton dengan pemupukan susulan. Sebaliknya nilai fluktuasi pH harian yang tinggi lebih dari 0,5 menunjukkan bahwa kurangnya penyangga (buffer) dalam air yang dapat diukur dari nilai alkalinitas. Solusinya adalah penambahan karbonat, dengan penambahan kapur dolomite dosis 3 5 ppm.