manajemen ft dislokasi ac

37
Tugas Manajemen FT Muskuloskeletal & Bedah REVIEW MANAJEMEN FT DISLOKASI PADA ACROMIOCLAVICULAR OLEH KELOMPOK 10 1. Dian Rumaishah (C13112004) 2. Reski Amaliah Usman (C13112103) 3. Leandra Erdina Usmany (C13112257) 4. Nurul Istya Magfirah (C13112268) PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI PROFESI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2014

Upload: nurfadillahdarwis

Post on 24-Nov-2015

154 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

dislokasi

TRANSCRIPT

Tugas Manajemen FT Muskuloskeletal & Bedah

REVIEW MANAJEMEN FT

DISLOKASI PADA ACROMIOCLAVICULAR

OLEH

KELOMPOK 10

1. Dian Rumaishah (C13112004)

2. Reski Amaliah Usman (C13112103)

3. Leandra Erdina Usmany (C13112257)

4. Nurul Istya Magfirah (C13112268)

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI PROFESI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2014

DAFTAR ISI

Daftar Isii

Glossariumii

BAB IAnatomi1

A.. Anatomi Tulang

B. Anatomi Sendi

C. Anatomi Ligamen

D. Anatomi Bursa

E. Anatomi OtotBAB II

FisiologiBAB IIIBiomekanik

A. Osteokinematika

B. ArthrokinematikaBAB IVPatologiA. DefinisiB. EpidemologiC. EtiologiD. PatomekanismeE. Gambaran KlinisF. Diagnosis BandingBAB VAssesment FT

BAB IVIntervensi FT & EvaluasiDaftar Pustaka

Lembar PengesahanGLOSSARIUM

Coplanar metode pemasangan pad/kondensator modalitas fisioterapi dimana bagian/regio yang akan diterapi berada diantara (diapit) kedua padDCO Distal Clavicula Osteolysis, adalah hilangnya kalsium tulang (pelarutan tulang) pada bagian ujung tulang klavikulaGreater permukaan cembung pada suatu bagian tulang.Nyeri persisten nyeri yang terus menerus

osteolysis pelarutan tulang, khususnya merujuk pada pembuangan atau hilangnya kalsium tulangRadioghraphy radiogrlafi sendi setelah penyuntikan bahan kontras opakBAB I

ANATOMIA. ANATOMI TULANGKomponen tulang pada fungsional shoulder girdle yaitu thorax vertebra atas, tulang rusuk pertama dan kedua, manubrium, skapula, klavikula, dan humerus. (Gambar 1.1). Khusus untuk komponen sendi akromioklavikular, sendi ini terbentuk dari tulang akromion, yang merupakan bagian dari skapula dan klavikula.

Clavicula berbentuk S, bagian sepertiga lateralnya berbentuk konkaf pada sisi anterior (gambar 1.2). Hal ini memungkinkan gerakan tambahan pada saat elevasi pada tangan (lihat biomekanik). (Darlene Hertling, 1996)

B. ANATOMI SENDI

Permukaan persendian clavicula adalah konveks. Permukaan persendian konkaf pada prosseus akromion menghadap medial dan terkadang secara anteroposterior. Sendi ini berorientasi dengan cara ketika terdapat tekanan kuat yang dapat menyebabkan clavicula mengendalikan akromion secara berlebihan. (Darlene Hertling, 1996)

Sendi akromioklavikular (gambar 12-6) terbentang antara bagian ujung lateral klavikula dan akromion pada skapula dan pokok persoalan untuk beban yang terlalu tinggi diteruskan oleh pembentuk otot dada ke ekstremitas atas. Ini juga merupakan sendi sinovial, tetapi mempunyai susunan planar. Persendian diskus yang berbentuk baji, yang fungsinya sangat tidak dipahami, ditemukan didalam persatuan sendi dari aspek superior. Kedua sisi pada permukaan sendi dilapisi oleh fibrocartilage dan sendi melengkung secara inferomedial, menyebabkan ujung lateral klavikula agak menggeser akromion. (Margareta Nordin, 2001)

C. ANATOMI LIGAMEN

Ligamen besar pada sendi akromioklavikula (Gambar 1.3) yaitu ligamen akromioklavikula superior dan inferior dan ligamen coracoklavikula.

Ligamen trapezoid terbentang agak horisontal pada bidang frontal. Ligamen conoid di berhubungan secara vertikal, pada pertengahan ligamen trapezoid, dan memutar dibadannya. (Darlene Hertling, 1996)

D. ANATOMI BURSA

a. Bursa Subakromial atau Subdeltoid

Bursa subakromial atau subdeltoid memperpanjang tendon supraspinatus dan perut otot distal dibawah akromion dan otot deltoid. Saat terulur terletak dibawah prosesus coracoid (gambar 1.4). Ini terletak diatas lengkungan akromion dan dibawah tendon rotator cuff dan greater tuberkulum. (Darlene Hertling, 1996)

b. Bursa Subskapular

Bursa subskapular terbentang pada kapsul sendi anterior dan dibawah otot subskapularis. Ini berhubungan dengan kapsul sendi dan diisi oleh warna pada arthrography. (Gambar 1.5). (Darlene Hertling, 1996)

5. ANATOMI OTOT

Kelompok otot shoulder bisa dilihat dalam lapisan-lapisan. Lapisan paling luar disusun oleh deltoid dan pectoralis mayor (Gambar 1.6). Bentuk normal deltoid, mengelili kontur shoulder dan berbentuk triangular, dengan bagian anterior, middle, dan posterior. Setiap bagian deltoid aktif secara berbeda untuk aktifitas spesifik. Deltoid berorigo dari lateral ketiga klavikula, akromion, dan spina skapula dan berinsersio pada aspek anterolateral humerus. Bagian anterior berperan sebagai fleksor kuat dan internal rotator pada humerus, bagian tengah sebagai abduktor, dan bagian posterior sebagai ekstensor dan eksternal rotator.

Pectoralis major terletak diatas dinding dada anterior dan mempunya dua bagian, bagian kepala klavikula berorigo dari sisi klavikula dan bagian sternokosta berorifo dari sternum, manubrium, dan kartilago kosta atas. Dua kepala bertemu pada sendi sternoklavikula. Pectoralis major berinsersio pada alur intertuberkular humerus dinatara tuberositas dan berperan sebagai adduksi dan internal rotasi humerus. Kedua, bagian klavikula berperan sebagai fleksor dan elevasi kedepan pada humerus ketika bagian sternokostal mengekstensikan humerus. Pectoralis minor terletak didalam pectoralis major, fungsinya sama penting dengan stabilisasi skapula. Otot subklavius terletak dibagian inferior klavikula dan membantu gerakan klavikula. Ini mempunyai origo tendon dari aspek anteromedial pada tulang rusuk pertama dan berinsersio pada permukaan dalam medial klavikula (Morrey & an, 1990).

BAB II

FISIOLOGI

Fungsi kompleks shoulder secara adekuat, spina harus stabil. Sendi akromioklavikular dan sternoklavikular memberikan mobilitas pada mekanisme skapulothorakal. Untuk mencapai elevasi penuh pada lengan, thorax vertebra atas harus bisa di ekstensi, rotasi, dan membengkok di sisi ipsilateral, dan tubuh pada tulang rusuk pertama dan kedua harus bisa untuk turun, dan bergerak ke arah posterior (dengan rotasi vertebra). Sendi manubriosternal, costomanubrial, dan sternoklavikular harus mendukung manubrium untuk membengkok dan berotasi pada sisi ipsilateral. Untuk elevasi vertikal, pernyataan yang berlebihan pada lordosis lumbal akan menjadi penting dan dicapai ketika ada gerakan pada otot tulang belakang.

Saat lengan diabduksi, skapula berputar dengan cara sudut inferior berayun ke arah lateral dan superior. Gerakan ini meningkatkan jarak antara klavikula dan processus coracoideus, menarik tegang ligamen conoid. Penguatan ini menyebabkan perputaran posterior atau eksternal (dibelakang aksial) pada klavikula, membawa sendi akromioklavikular kembali pada posisinya (karena bentuk S pada klavikula). Ini penting untuk elevasi penuh pada lengan. Keadaan ini sama ketika protraksi (gambar 2.1). (Darlene Hertling, 1996)

Ligamen coracoacromial, akromion, dan prossesus coracoideus membentuk perlindungan penting lengkungan didekat sendi glenohumeral. Lengkungan membentuk pengendalian rongga yang kedua untuk kepala humerus, mencegah dislokasi pada kepala humerus dibagian superior. Lengkungan ini bisa menjadi lokasi tertubruknya greater tuberculum, tendon supraspinatus, atau bursa subdeltoid dalam kasus mekanika sendi abnormal.

Ligamen superior dan inferior memberi perlindungan pada sendi dan membantu mencegah perpindahan clavicula pada acromion. Walaupun terletak jauh dari sendi, ligamen coracoclavicular adalah yang paling penting dalam memberikan stabilitas sendi acromioclavicular.

Ligamen trapezoid diposisikan agak horisontal pada bidang frontal sehingga ini bisa mengurangi perpindahan, atau lateral, gerakan klavikula pada akromion. Ini juga membantu mencegah arah berlebihan pada sudut diantara acromion dan clavicula (tampak dari atas), dengan protraksi.

Secara primer ligamen conoid mencegah gerakan superior pada clavicula di acromion; ini juga mecegah pelebaran berlebihan pada sudut scapuloclavicular. Ligamen ini menggantung skapula dari klavikula dan meneruskan tekanan pada serat superior pada trapezius skapula. Secara anterior, ruang antar ligamen dilapisi oleh lemak dan sering kali bursa. Diatas 30% pokok persoalan komponen tulang mungkin agak bertentangan dan mungkin membentuk sendi coracoclavicular. (Darlene Hertling, 1996)

Fibrosus kapsul yang lemah mengurung sendi dan dikuatkan secara superior oleh ligamen akromioklavikular. Ligamen akromioklavikular berperan secara primer untuk mengendalikan rotasi aksial dan translasi posterior pada klavikula. Mayoritas pada stabilitas sendi vertikal didukung oleh ligamen coracoklavikular yang menggantung skapula dari klavikula (Fukuda et al., 1986). Ligamen coracoklavikular terdiri dari ligamen coroid yang mengarah posteromedial dan trapezoid yang mengarah anterolateral, yang dimana struktur berbeda yang menyediakan fungsi biomekanik yang berbeda. Ligamen coroid yang lebih kecil berperan untuk melimitasi perpindahan superior-inferior pada klavikula. Bentuk quadrilateral trapezoid lebih besar dan lebih kuat diantara kedua ligamen dan ditemukan pada lateral coroid; ini menahan kompresi aksial atau gerakan axis horisontal. Ligamen coracoakromial terbentang pada sisi lateral sendi akromioklavikular dan berjalan dari kebanyakan aspek lateral pada coracoid ke aspek medial akromion. (Margareta Nordin, 2001)

Diskus mencegah perpindahan medial pada klavikula, yang mungkin akan timbul ketika membawa benda di satu sisi saja, sebaik-baik perpindahan inferior melalui hubungan persendian. Meskipun struktur ini berperan sebagai stabilisasi, struktur ini tetap mengikuti gerakan signifikan termasuk diatas 50o aksial rotasi dan 35o untuk elevasi superior-inferior dan translasi anterior-posterior.

BAB III

BIOMEKANIK

A. Osteokinematika

Acromioclavicular joint memberikan kontribusi pada gerakan elevasi, depresi, protraksi, retraksi, dan rotasi.

Pada gerakan elevasi dimana scapula bergerak ke atas sejajar vertebra, dapat dialkukan degan mengangkat bahu ke atas. Pada gerakan depresi yaitu kembalinya bahu dari posisi elevasi, yaitu gerakan vertikal disertai tilting atau pergeseran. Gerakan protraksi yaitu gerakan ke lateral skapula menjauhi vertebra, gerakan ini dapat terjadi ketika bahu melakukan gerakan mendorong ke depan. Retraksi adalah gerakan skapula ke arah medial yang dapat dilakukan dengan menarik bahu ke belakang.B. Arthrokinematika

Saat scapula begerak, maka permukaan acromion akan menggelincir dalam arah yang sama dengan arah gerak scapula, sementara permukaan clavicula akan menggelincir ke arah berlawanan dengan gerakan scapula. dimana permukaan sendi bagian acromion konkaf dan permukaan sendi bagian distal clavicula konveks.

GerakanArah gelinciran scapula/acomionArah gelinciran clavicula

Elevasi

Depresi

Protraksi

Retraksi

RotasiSuperior

Inferior

Posterior

Anterior

spinInferior

Superior

Anterior

Posterior

spin

BAB IV

PATOLOGI

A. Definisi

Dislokasi adalahcidera pada persendian yang mana kepala tulang lepas atau bergeser dari mangkoknya. Faktor yang meningkatkan resiko dislokasi adalah ligamen-ligamennya yangkendor akibat pernah mengalami cedera, kekuatan otot yang menurun ataupun karena factoreksternal yang berupa tekanan energi dari luar yang melebihi ketahanan alamiah jaringan dalamtubuh (Stevenson et al, 2000).

Dislokasi Acromioclavicular Joint adalah dislokasi yang terjadi pada sendi antara ujung distal clavicula dengan acromion. Dislokasi AC Joint dapat terjadi karena adanya ruptur ligamen acromioclavicular dan ligamen coracoclavicular (Apley, 1993). B. Epidemiologi

Dislokasi acromioclavucular joint kebanyakan terjadi pada usia 15 40 tahun karena aktivitas olah raga dan kecelakaan lalu lintas (Apley, 1993).

Cedera ini umumnya lebih sering terjadi pada laki-laki muda dibanding perempuan dengan perbandingan 5:1 hingga 10:1 (O Levy, 2013).

Dislokasi acromioclavicular mewakili sekitar 40% dari cedera bahu pada atlit. Cedera ini sering terjadi pada aktivitas olahraga seperti hoki, rugby, sepak bola, gulat, dan lacrosse. Umumnya, laki-laki berpotensi 5 kali lebih sering mengalami cedera ini dibandingkan perempuan dan tipe I serta tipe II 2 kali lebih sering terjadi dibanding tipe lainnya (Kevin Yip, 2010).

C. Etiologi

Dislokasi acromioclavicular terjadi karena adanya strain pada ligamen acromioclavicular yang disebabkan baik karena trauma langsung, trauma tidak langsung, trauma yang berulang, serta karena faktor patologi.

Penyebab paling umum terjadinya dislokasi acromioclaviular ketika bahu membentur tanah, gaya dari scapula mendorong jatuh ke bawah sementara clavicula yang melekat pada tulang rusuk tidak bisa bergerak cukup untuk mengikuti gerakan scapula sehingga ligamen di sekitar acromiocalvicular joint sobek dan terjadi dislokasi (Kevin Yip, 2010).

Sebagian besar kasus dislokasi acromioclavicular terjadi karena trauma langsung, yakni terjatuh tepat pada bahu dimana lengan dalam posisi ekstensi. Acromioclavicular joint beresiko mengalami cedera karena posisinya dibawah subkutan dan tidak banyak otot yang melindungi atau melekat padanya. Besarnya gaya ketik terjatuh menetukan tingkat keparahan cedera dan struktur yang terlibat. Biasanya gaya awal diserap oleh ligamen acromiovlavicularis. Jika gaya cukup besar, ligamen coracoclavicular dan fascia deltotrapezial ikut terpengaruh. Selain itu, trauma tidak langsung seperti jatuh pada posisi siku tertekuk (elbow flexion) atau lengan terentang (shoulder abduction), juga dapat mengakibatkan dislokasi acromioclavicular (Kevin Yip, 2010).

Ketika seseorang jatuh dengan bahu bagian anterior, maka akan ada gaya yang mendorong bahu tersebut ke arah posterior sementara clavicula tetap berada di posisi anatominya, sehingga menyebabkan ligamen acromioclavicular tertarik dan terjadi rupture.

Selain itu, penanganan yang kurang atau bahkan tidak tepat dapat menyebabkan dislokasi berulang pada acromioclavicular joint bahkan meningkatnya tingkat keparahan dari dislokasi sebelumnya.

Faktor patologis juga dapat meyebabkan terjadinya dislokasi acromioclavicular joint seperti adanya tumor, arthritis, atau kondisi DCO (Distal Clavicula Osteolysis) yang biasanya pada orang muda yang mengangkat beban berat.

D. Patomekanisme

1. Klasifikasi

Cedera acromioclacicular joint paling sering diklasifikasikan menggunakan sistem 6 tipe yang dijelaskan oleh Rockwood (1998), tiga yang merupakan modifikasi sebelumnya sistem klasifikasi 3 tipe yang dijelaskan oleh Allman (1967) dan dua dari Tossy (1963) yang memperhitungkan tidak hanya acromioclavicular joint itu sendiri, tetapi juga ligamen coracoclavicular, m.Deltoid dan m.Trapezius serta arah dislokasi dari clavicula sehubungan dengan acromion. Pada dasarnya tipe IV, V, dan VI adalah varian dari tipe III.

Adapun penjelasan dari keenam tipe tersebut sebagai berikut:

a) Tipe I

Pada ligamen acromioclavicular terjadi stretch yang menyebabkan ligamen tersebut mengalami ketegangan dan dapat juga menyebabkan ruptur parsial.

b) Tipe II

Pada ligamen acromioclavicular terjadi ruptur total dan ligamen coracoclavicular terjadi rupture parsial.c) Tipe III

Pada ligamen acromioclavicular dan coracoclavicular terjadi ruptur total, dan tulang clavicula terangkat ke atas.

d) Tipe IV

Pada ligamen acromioclavicular dan coracoclavicular terjadi ruptur total, dan tulang clavicula terdorong kea rah posterior.

e) Tipe V

Pada ligamen acromioclavicular dan coracoclavicular terjadi ruptur total, dan tulang clavicula mengalami ketidakstabilan.

f) Tipe VI

Pada ligamen acromioclavicular dan coracoclavicular terjadi ruptur total, dan tulang clavicula masuk diantara kepala humerus dan tendon otot biceps dan coracobrachialis

Selanjutnya Jeremy Jones dan Frank Gaillard mendeskripsikan 6 tipe secara lebih detail sebagai berikut:

Tabel IV.1 Tipe dislokasi acromioclavicular joint

TypeAC ligamentCC ligamentJoint capsulem.Deltoidm.TrapeziusKet.

IMild sprainintactintactintactintactTidak ada pergeseran clavicula dengan acromion

IIrupturedsprainrupturedMinimally detachedMinimally detachedAda pergeseran dimana clavicla tidak melebuhi puncak acromion

IIIrupturedrupturedruptureddetacheddetachedAda pergeseran clavicula lebih tinggi dari puncak acromin tapi jarak CC joint kurang dari dua kali yang normal.

IVrupturedrupturedruptureddetacheddetachedClavicula ke posisi posterior mencederai m.Trapezius

VrupturedrupturedruptureddetacheddetachedPergeseran clavicula ke atas lebih tinggi dari puncak acromin tapi jarak CC joint lebih dari dua kali yang normal.

VIrupturedrupturedruptureddetacheddetachedClavicula ke posisi inferior diantara m.Coracobrachialis dan tendon m.Biceps

Sumber : data primer, 2014

Gambar IV.1 Tipe dislokasi acromioclavicular joint

2. Patofisiologi

Ruptur pada ligamen acromioclavicular yang disebabkan oleh trauma yang dapat menyebabkan dislokasi acromioclavicular. Ketika seseorang jatuh dengan bahu bagian anterior, maka akan ada gaya yang mendorong bahu tersebut ke arah posterior sementara clavicula tetap berada di posisi anatominya, sehingga menyebabkan ligament acromioclavicular tertarik dan terjadi rupture.Biasanya pada cedera acromioclavicular joint, gaya awalnya pada ligamen acromioclavicular (keseleo ringan), kemudian menekan ligamen coracoclavicular (keseleo moderat) dan akhirnya jika gaya semakin menekan ke bawah cedera berlangsung untuk merobek ligamen coracohumeral dan kemudian fascia deltoidtrapezial. Pada titik ini ekstremitas atas telah kehilangan dukungan suspensorium dan turun ke bawah (O Levy, 2013).Mekanisme yang paling umum untuk dislokasi acromioclavicular adalah benturan langsung pada bagian acromion dengan lengan adduksi.

3. Prognosis

Tingkat kesembuhan pada kasus dislokasi acromioclavicular ini baik jika ditangani dengan benar.

Pada kasus cedera acromioclavicular joint tipe I dan II mayoritas pasien akan pulih dan sebagian besar gejala akut akan mereda setelah 7-10 hari, tetapi tinjauan literatur mengungkapkan tingginya tingkat komplikasi (perlu operasi lebih lanjut, nyeri, perubahan radiografi) setelah penanganan konservatif. Hal ini bertentngan dengan persepsi umum yang menunjukkan bahwa cedera tipe I dan II memiliki prognosis yang baik dan tidak berhubungan dengan ketidakstabilan sendi. Cedera tipe I dan II dapat menyebabkan nyeri persisten dan perubahan radiografi. Gejala utama seperti nyeri hebat dan ketidakstabilan yang membuat pasien mengurangi kinerja atau berhenti olahraga, naik 9% untuk tipe I, dan mencapai 42% untuk tipe II. Perubahan radiografi yang dicatat ditemukan 70% pada pasien cedera tipe I dan 75% pada tipe II. Selain itu, sebanyak 6% dari kasus cedera acromioclavicular joint tipe I hingga tipe III ditemukan osteolysis distal claviucula. Adanya kelemahan ditemukan pada 33%. Beberapa pasien juga memiliki kelemahan yang signifikan pada gerakan abduksi horizontal. Cedera yang terjadi dapat menyebabkan rupturnya ligamen, kerusakan pada kapsul, lesi meniscus dan cartilage. Oleh karena itu, perubahan degeneratif akibat trauma berualang dapat terjadi.

Komplikasi yang sama dapat terjadi pada cedera acromioclavicular joint tipe III-VI. Selain itu, adanya ketidakstabilan sendi ditambah penurunan kerja bahu dan biomekanik yang abnormal, pasien juga mungkin mengeluh deformitas parah pada acromioclavicular joint dan nyeri leher ketika traksi dan saraf pada pleksus brachialis. Ada penurunan signifikan kekuatan abduksi horizontal pada kecepatan cepat (24%). Namun, secara keseluruhan 87% cedera tipe III menunjukkan hasil yang memuaskan dengan penanganan konservatif.

Meremehkan tingkat keparahan cedera acromioclavicular joint dapat menyebabkan kececatan lebih kronis, terutama pada atlet dan pekerja berat yang mengandalkan bahu mereka sehari-hari. Untuk beberapa kasus, reseksi arthriplasty acromioclavicular mungkin dibutuhkan. Namun, 50% dari pasien dapat sembuh baik setelah 6 tahun (O Levy, 2013)

E. Gambaran klinis

Secara umum, gambaran klinis dislokasi acromioclavicular joint yakni nyeri pada bahu bagian atas serta terlihat adanya tonjolan di bagian atas bahu serta tanda imflamasi.

Pasien mengalami nyeri di atas sendi acromioclavicular. Terjadi pembengkakan, memar, dan clavicula menonjol secara jelas.

Ada onset akut lokal pembengkakan dan nyeri di sendi acromio-klavikularis dengan atau tanpa deformasi segera (kevin yip, 2010).

F. Diagnisis banding

Keluhan pasien serta gambaran klinis berupa nyeri pada bahu bagian atas, adanya tonjolan di bagian atas bahu, serta gejala imflamasi terkadang menyulitkan untuk mendiagnosis pasien mengalami dislokasi acromioclavicular joint karena keluhan yang sama secara umum ditemukan pada kasus fraktur distal clavicula, fraktur pada processus coracoideus. Untuk itu, diperlukan pemeriksaan radiologi untuk men diagnosis secara akurat.

BAB V

ASSESMENT FISIOTERAPI

A. Pengumpulan Data Umum Pasien

Nama

: Muh. Alwi

Temat tanggal lahir

: Pare-pare, 9 Juni 1980

Umur

: 34 tahun

Pekerjaan

: pedagang hiasan dinding keliling

Alamat

: jl. Bung

Status

: menikah

Hobby

: memancing

Pendidikan terakhir

: SMA

Vital sign

Tekanan darah: 120/80 mmHg

Denyut nadi

: 80x/menit

Pernapasan

: 20xmenit

Tinggi badan

: 168 cm

Berat badan

: 58 kg

B. Pemeriksaan Model CHARTS

1. Chief of Complaint

Nyeri pada bahu kanan atas

2. History Taking

a) Sejak kapan?

1 minggu yang lalu

b) Kenapa bisa terjadi?

Terjatuh dari sepeda

c) Bisakah anda menceritakan proses terjadinya?

Pada saat itu saya mengendarai sepeda, saya tidak melihat ada batu dan saya terjatuh ke kanan. Bahu kanan saya membentur tepi trotoar.

d) Gerakan seperti apa yang menyebabkan nyeri bertambah?

Ketika mengangkat bahu, terlebih ketika mengangkat tangan

e) Sudah pernah ke dokter?

sudah

f) Mengomsumsi obat atau tidak?

Iyya, tetapi nyeri masih ada

g) Pernah difoto? Jenis foto?

Ya, katanya X-ray

h) Bagaimana hasil hasil fotonya? Bisa saya lihat?

Kata dokter, ada pergeseran kecil pada tulang bagian bahui) Bagaimana perasaan anda setelah terkena penyakit ini?

Cemas karena saya tidak bisa bekerja karena ini

j) Bagaimana perhatian keluarga anda terhapap sakit anda saat ini?

Keluarga saya baik, istri saya mengurus saya dengan baik

k) Apakah anda berani menggerakkan bahu anda yang sakit saat ini?

Saya tidak berani, kata dokter bahu saya tidak boleh digerakkan selama 5-6 minggu.

3. Assymetric

a) Inspeksi statis

Pasien duduk dengan perban elastis (collar and cuff) pada tangan kanan dengan raut wajah yang tampak cemas.

Bahu kanan lebih tinggi dibanding bahu kiri.

Acromion, clavicula, scapula kanan lebih tinggi di banding bagian kiri.

b) Inspeksi dinamis

Pasien merasa kesakitan ketika menggerakkan bahu.

c) PFGD

RegiogerakanPFGD

shoulderAktifPasifTIMT

DextrasinistraDextraSinistradextrasinistra

fleksiabnormalnormalabnormalnormal-normal

ekstensiabnormalnormalabnormalnormal-normal

abduksiabnormalnormalabnormalnormal-normal

adduksiabnormalnormalabnormalnormal-normal

eksorotasiabnormalnormalabnormalnormal-normal

endorotasiabnormalnormalabnormalnormal-normal

elevasiabnormalnormalabnormalnormal-normal

depresiabnormalnormalabnormalnormal-normal

protraksiabnormalnormalabnormalnormal-normal

retraksiabnormalnormalabnormalnormal-normal

d) Palpasi

Adanya nyeri, oedem, warna kemerahan, suhu agak hangat

4. Restrictives

a) Limitasi ROM

b) Limitasi ADL (eating, dressing)

c) Limitasi pekerjaan (tidak bisa bekerja, berjualan hiasan dinding keliling yang dipikul pada bahu)

d) Limitasi rekreasi (tidak bisa memancing)

5. Tissue Impairment and Psychogenic Predictio

Berdasarkan interpretasi C, H, A, R, yang mengalami gangguan adalah osteoarthrogen yaitu dislokasi acromioclvicular joint dan psikogenik yaitu adanya rasa cemas.

6. Specific Test

a) VAS

Diam: hasil

: 0

Interpretasi

: tidak nyeri

Gerak: hasil

: 7,5

Interpretasi: nyeri berat

b) Hamilton depression scale

nokemampuanpemilaian

1Keadaan perasaan sedih (sedih, putus asa, tak berdaya, tak berguna)1 = perasaan ini adahanya bila ditanya

2Perasaan bersalah0=tidak ada

3Bunuh diri0=tidak ada

4Gangguan pola tidur (initial insomnia)0=tidak ada

5Gangguan pola tidur (middle insomnia)0=tidak ada

6Gangguan pola tidur (late insomnia)0=tidak ada

7Kerja dan kegiatan-kegiatannya4=tidak bekerja karena sakitnya

8Kelambanan (lambat dalam berfikir, berbicara gagal, berkonsentrasi dan aktivitas motorik menurun)0=normal

9kegelisahan1=kegelisahan ringan

10Kecemasan (ansietas somatik)Sakit nyeri otot-otot,kaku,dan keduten otot,gigi gemerutuk,suara tidak stabil,tinitus(telinga berdenging),penglihatan kabur,muka merah atau pucat,lemas,perasaan di tusuk tusuk

1=ringan

11Kecemasan (ansietas psikis)3=sikap kekhawatiran hal hal kecil

12Gejala somatik (pencernaan)0=tidk ada

13Gejala somatik (umum)0=tidak ada

14Kotamil (genitl dial)Sering buat air kecil terutama malam air di kala tidur,tidak haid,darah haid sedikit sekali,tidak gairah seksual dingin,ereksi hilang,impotensi

0=tidak ada

15Hipokondriasis (keluhan somatik fisik yang berpindah-pindah)0=tidak ada

16Kehilangan berat badan0=tidak ada

17Insight (pemahaman diri)0=mengetahui dirinya sakit dan cemas

18Variasi harianAdakah perubahan atau keadaan yang memburuk pada waktu malam dan pagiak ada

0=tidak ada

19Depersonalisasi (perasaan diri berubah) dan derelisiasi (perasaan tidak nyata dan tidak realistis)1=ringan

20Gejala Paranoid0=tidak ada

21Gejala Obsesi dan Kompulsi0=tidak ada

Hasil

: 11

Interpretasi: depresi ringan

c) Indeks katz

ADLpenilaian

bathingDapat mengerjan sendiriSebagian/pada bagian tertentu dibantuSebagian besar/seluruhnya dibantu

DressingSeluruhnya tanpa bantuanSebagian/pada bagian tertentu dibantuSebagian besar/seluruhnya dibantu

Going to toiletDapat pergi ke WC dan dapat mengerjakan sendiriDapat pergi ke WC tetapi memerlukan bantuan ke WCTidak dapat pergi ke WC

TransferTanpa bantuanDapat melakukan dengan bantuanTidak dapat melakukan

Continence (bladder and bowelDapat mengontrolKadang-kadang ngompol/BAB di tempat tidurDibantu seluruhnya (dengan kateter/manual)

feedingDapat melakukan tanpa bantuanMakan dapat sendiri kecusli hal-hal tertentuSeluruhnya dibantu

Interpretasi : D=mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan 1 fungsi lainnya

d) ROM exercise

Dilakuakn untuk mendeteksi adanya gangguan gerakan fungsi gerak pada persendian pasien. ROM yang terbatas memberikan informasi adanya gangguan pada persendian pasien.

Pada kasus pasien ini, pengukuran ROM tidak dilakukan karena pada fase immobilisasi.

e) MMT

Menilai kualitas grup otot penggerak shoulder tetapi lebih khusus pada elevasi, depresi, protraksi, retraksi.

skorKategoriinterpretasi

5NormalFull ROM menahan tahanan maksimum

4BaikFull ROM menahan tahanan sedang

3+Cukup+Full ROM menahan gravitasi dan mampu meawan tahanan minimum

3CukupFull ROM menahan gravitasi

3-Cukup-Gerakan full ROM tanpa pengaruh gravitasi, lebih dari separuh ROM melawan gravitasi

2+Lemah+Gerakan full ROM tanpa pengaruh gravitasi, kurang dari separuh ROM melawan gravitasi

2LemahGerakan full ROM tanpa pengaruh gravitasi

2-Lemah-Gerakan parsial ROM tanpa pengaruh grafitasi

1Sangat lemahSedikit kontraksi (inspeksi atau palpasi) tapi tidak ada gerakan sendi

0Tidak ada kekuatan sama sekaliTdak ada kontraksi sama sekali (baik inspeksi maupun palpasi)

f) Adductiong) pemeriksaan radiologiC. Diagnosis Fisioterapi

Gangguan fungisional bahu karena dislokasi acromioclavicular joint 1 minggu yang lalu

D. Problem Fisioterapi

tes spesifik lain seperti active compression test, AC shear test, horizontal1. Primer

: nyeri

2. Sekunder: cemas, limitasi ROM, kelemahan otot, stifness

3. Kompleks: gangguan ADL, pekerjaan, rekreasi.

BAB VI

INTERVENSI DAN EVALUASI

A. INTERVENSINoproblemmodalitasdosis

1cemasKomunikasi terapeutikF=3x sehari

I=fokus

T=wawancara dan motivasi

T=5-10menit

2NyeriinterferensiF= 3x/minggu

I=30mA

T=Contraplanar

T=15 menit

3Limitasi ROMexerciseF=1x/hari

I=3x repetisi

T=aromex,promex

T=2-3 menit

4Kelemahan ototexerciseF=1x/hari

I=3xrepetisi

T=strengthening

T=2-3 menit

5Gangguan ADLexerciseF= 1xsehari

I= 8x repetisi

T=PNF

T=5 menit

B. EVALUASIproblemparameterprepostinterpretasi

CemasHamilton scale118menurun

NyeriVAS7,55,5menurun

Limitasi ROMGoniometer

Kelemahan ototMMT

Gangguan ADLIndeks Katz

DAFTAR PUSTAKAHelmi, Zairin Noor. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.Ansar dan Sudaryanto. 2000. Diktat Biomekanik. Makassar: Akademi Fisioterapi Depkes.Aras, Djohan. 2013. Buku Ajar Mata Kuliah Proses dan Pengukuran Fisioterapi. Makassar: Program Studi S1 Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.Aras, Djohan, dkk.2013. Tes Spesifik Muskuloskeletal. Makassar: Fisiocare Publishing.Kisner, C. dan A.C. Lyn. 2007. Therapeutic Exercise. Philadeplhia: Davis Company.Dorland, W. A. Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28. Jakarta: EGC.Levy, O. 2013. AC Joint Dislocation Classification and Natural History, http://www.shoulderdoc.co.uk, (diakses pada 01 Maret 2014 pukul 23.10 WITA) Jones, J. dan Gaillard, F. 2013. Acromioclavicular Joint Injury (Classification) Rockwood, http://radiopaedia.org/articles/acromioclavicular-joint-injury-classification-rockwood, (diakses pada 01 Maret 2014 pukul 22.54 WITA)Yip, Kevin. 2010. Acromioclavicular Dislocation, http://indonesian.orthopaedicclinic.com.sg, (diakses pada 28 Febriari 2014 pukul 20.25 WITA)

Gambar 1.2. Persendian Akromioklavikular, Sternoklavikular, dan Skapulothoracal dalam keadaan istirahat

Sumber : Management of common musculoskeletal disorders, 1996

Gambar 1.1. Komponen tulang pada fungsional shoulder girdle.

Sumber : Management of common musculoskeletal disorders, 1996

Gambar 1.3. Tampak anterior ligamen sendi glenohumeral dan akromioklavikular

Sumber : Management of common musculoskeletal disorders, 1996

Gambar 1.4. (A) Bursa Subakromial (subdeltoid) (B) Ketika humerus elevasi. Jaringan bursal mengkerut dibawah akromion.

Sumber : Management of common musculoskeletal disorders, 1996

Gambar 1.5. Bursa subskapula

Sumber : Management of common musculoskeletal disorders, 1996

Sumber : Margareta Nordin, 2001

Gambar 1.6. Tampak anterior memperlihatkan otot superficial (shoulder kiri) dan otot bagian dalam dibawah otot deltoid dan pectoralis

Gambar 2.1. Persendian Akromioklavikular, Sternoklavikular, dan Skapulothorakal dalam keadaan (A) istirahat, (B) retraksi dan (C) protraksi

Sumber : Management of common musculoskeletal disorders, 1996

Sumber : Management of common musculoskeletal disorders, 1996

Gambar 2.2. Tampak anterior ligamen sendi glenohumeral dan akromioklavikular

1