dislokasi lanjutan

23
2.7 Klasifikasi 6 Klasifikasi dislokasi : 1. Dislokasi Congenital Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan. 2. Dislokasi Patologik : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang. 3. Dislokasi Traumatik : Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekelilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan sistem vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dislokasi traumatik dibagi : 1) Dislokasi Akut Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi. 2) Dislokasi Kronik 3) Dislokasi Berulang Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.

Upload: grace-eman

Post on 20-Feb-2016

366 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Dislokasi

TRANSCRIPT

Page 1: DISLOKASI LANJUTAN

2.7 Klasifikasi 6

Klasifikasi dislokasi :

1. Dislokasi Congenital

Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

2. Dislokasi Patologik :

Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi,

atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.

3. Dislokasi Traumatik :

Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress

berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami

pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang

dari jaringan disekelilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen,

syaraf, dan sistem vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.

Berdasarkan tipe kliniknya dislokasi traumatik dibagi :

1) Dislokasi Akut

Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan

pembengkakan di sekitar sendi.

2) Dislokasi Kronik

3) Dislokasi Berulang

Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang

berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.

Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.

Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang atau fraktur yang disebabkan

oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi

otot dan tarikan.

Secara statistic dislokasi bahu biasanya terjadi 96% dislokasi anterior, 3,4%

dislokasi posterior dan 0,1% dislokasi inferior (luxatio erecto). Pergeseran kaput humerus

dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan medial glenoid (dislokasi anterior), di

posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi inferior)

Page 2: DISLOKASI LANJUTAN

Klasifikasi Dislokasi Bahu (Shoulder Dislocation) : 4,6,8,10

A. Dislokasi Anterior

Dislokasi preglenoid, subcoracoid, subclaviculer. Paling sering ditemukan jatuh

dalam keadaan out stretched atau jatuh yang menyebabkan rotasi eksternal bahu atau

cedera akut karena lengan dipaksa berabduksi, dan ekstensi. trauma pada scapula

gambaran klinis nyeri hebat dengan gangguan pergerakan bahu, kontur sendi bahu

rata, caput humerus bergeser ke depan pada pemeriksaan radiologis.

Manifestasi :

1. Khas : penderita biasanya menyangga lengan yang cedera pada bagian siku

dengan menggunakan tangan sebelahnya.

2. Lengan dalam posisi abduksi ringan

3. Kontur terlihat ‘squared off’

4. Nyeri yang sangat.

X ray : AP dan axial atau “Y” Scapular view akan membantu membedakan

dislokasi anterior dengan posterior.

Catatan : X ray sangat penting menurut standar medikolegal untuk

menyingkirkan fraktur lain yang terjadi sebelum dilakukannya Manipulasi dan

Reduksi. ada peningkatan bukti yang menunjukkan bahwa dislokasi bahu yang

rekuren dan atraumatis tidak membutuhkan pre-Manipulasi dan reduksi X ray.

Namun, keadaan ini tidak diterima secara luas dalam kalangan ahli ortopedi.

Page 3: DISLOKASI LANJUTAN

Komplikasi

1. Rekuren

Catatan : Hill-Sachs lesion (fraktur kompresi aspek posterolateral dari

humeral head atau suatu fraktur kompresi akibat kaput humerus menekan

lingkar glenoid anterior setiap mengalami dislokasi) dapat terlihat pada

pasien yang sebelumnya menderita dislokasi anterior.

2. Avulsi Tuberositas mayor (banyak terjadi pada pasien > 45 tahun).

3. Fraktur anterior glenoid lip

4. Kerusakan arteri aksilaris dan pleksus brakialis.

Catatan : Harus memeriksa :

Fungsi Nervus axillaris dengan memeriksa sensasi jarum pada deltoid atau

‘regimental badge’area, Pulsasi pada pergelangan tangan, Fungsi Nervus

radialis.

Page 4: DISLOKASI LANJUTAN

Terapi :

1. Isolated anterior dislocation : Manipulasi dan reduksi (dengan bermacam-

macam teknik) dibawah conscious sedation.

2. Dislokasi anterior dengan fraktur tuberositas humerus mayor atau minor :

Manipulasi dan reduksi dibawah conscious sedation.

3. Dislokasi anterior dengan fraktur proksimal shaft humeral : Manipulasi dan

reduksi dibawah general anestesi, pertimbangkan ORIF.

Manipulasi dan Reduksi : merupakan teknik traksi yang disukai untuk

digunakan dari pada teknik terdahulu seperti maneuver Hippocratic/Kocher’s.

Traksi harus dilakukan pada area critical care atau intermediate care dimana

pasien dapat dimonitoring, dan pasien berada pada kondisi conscious sedation.

1. Teknik Cooper-Milch

a. Dibawah conscious sedation, tempatkan penderita pada posisi supine

dengan siku fleksi 90o.

b. Luruskan siku dan dengan sangat perlahan pindahkan lengan pada posisi

abduksi penuh yang ditahan pada traksi lurus dimana seorang asisten

mengaplikasikan tekanan yang lembut pada sisi medial dan inferior dari

humeral head.

c. Adduksi lengan secara bertahap.

d. Pasang collar dan cuff, kemudian lakukan X ray post reduksi.

Page 5: DISLOKASI LANJUTAN

2. Teknik Stimson’s

Metode yang memanfaatkan gaya gravitasi, yang sering dilakukan pada ED

yang sangat sibuk.

a. berikan analgesik IV dimana penderita berbaring pada posisi pronasi

dengan lengan tergantung di sebelah trolley dengan beban seberat 2,5-5kg

terikat pada lengan tersebut.

b. Perlahan setelah 5-30 menit, lakukan relokasi bahu.

c. Pasang collar dan cuff, periksa x ray post reduksi.

3. Teknik Hipocrates

Metode ini dilakukan jika metode stimson tidak memberikan hasil dalam

waktu 15 menit.

a. Reposisi dilakukan dengan menggunakan general anestesi.

b. Lengan pasien ditarik kearah distal punggung dengan sedikit abduksi,

sementara kaki penolong berada diketiak pasien untuk mengungkit kaput

humerus kearah lateral dan posterior.

Page 6: DISLOKASI LANJUTAN

c. Setelah reposisi, bahu dipertahankan dalam posisi endorotasi dengan

penyangga ke dada selama paling sedikit 3 minggu

d. Pasang collar dan cuff, periksa x-ray post reduksi

4. Teknik kocher

Penderita ditidurkan diatas meja. Penolong melakukan gerakan yang dapat

dibagi menjadi 4 tahap :

a. Tahap 1 : Dalam posisi siku fleksi penolong menarik lengan atas kearah

distal.

b. Tahap 2 : Dilakukan gerakan ekserotasi dari sendi bahu

c. Tahap 3 : Melakukan gerakan adduksi dan fleksi pada sendi bahu

d. Tahap 4 : Melakukan gerakan endorotasi sendi bahu

Setelah tereposisi sendi bahu difiksasi dengan dada, dengan verban dan lengan

bawah digantung dengan sling (mitella ) selama 3 minggu

Page 7: DISLOKASI LANJUTAN

5. Teknik Countertraction

Bermanfaat sebagai sebuah manuver back-up ketika cara-cara diatas gagal.

a. Dibawah conscious sedation, tempatkan pasien berbaring supine dan

tempatkan rolled sheet dibawah aksila dari bahu yang terkena.

b. Abduksi lengan sampai 45o dan aplikasikan sustained in line traction

sementara. Asisten memasang traksi pada arah yang berlawanan

menggunakan rolled sheet.

c. Setelah relokasi, pasang collar dan cuff, periksa X ray post reduksi.

d. Penempatan : klinik ortopedik setelah 3 hari.

6. Teknik Spaso

Walaupun teknik ini tidak dikenal secara luas tetapi dianggap bahwa metode

ini merupakan metode yang paling mudah dilakukan dengan angka

keberhasilan yang tinggi.

a. Dibawah conscious sedation, letakkan lengan yang sakit di dinding dada.

b. Fleksikan lengan pada bahu, dan lakukan rotasi eksternal secar simultan.

Pada kebanyakan kasus, sebelum bahu mencapai fleksi kedepan 90o, akan

terdengar bunyi ‘clunk’, dan head humerus telah kemabali pada posisinya.

c. Adduksi lengan

d. Pasang collar & cuff dan periksa X ray post reduksi.

Page 8: DISLOKASI LANJUTAN

B. Dislokasi Posterior

Biasanya trauma langsung pada sendi bahu dalam keadaan rotasi interna, serta

terjulur atau karena hantaman pada bagian depan bahu, dan dapat juga terkait

dengan kontraksi otot saat kejang atau cedera akibat tersetrum listrik.

Manifestasi

1. Lengan terletak berotasi internal dan adduksi

2. Penderita merasakan nyeri, dan terdapat penurunan pergerakan dari bahu.

X ray : posisi AP dan “Y” scapular view

Catatan : sangat mudah terjadi miss diagnosa dislokasi bahu posterior pada

bahu AP. Suspek dislokasi posterior jika terdapat ‘light bulb sign’ karena rotasi

internal bahu dan terdapat overlap antara head humerus dan glenoid labrum

pada foto bahu AP.

Page 9: DISLOKASI LANJUTAN

Komplikasi : kerusakan arteri aksilaris dan nervus brachialis.

Terapi : prinsip sama dengan dislokasi anterior

1. Untuk isolated dislokasi posterior, coba Manipulasi dan reduksi dibawah IV

conscious sedation.

2. Untuk dislokasi posterior dengan fraktur tuberositas, coba Manipulasi dan

reduksi dibawah conscious sedation.

3. Untuk dislokasi posterior dengan fraktur humeral shaft, MRS untuk

Manipulasi dan reduksi di bawah general anestesi, pertimbangkan ORIF.

Teknik :

1. Dibawah kondisi IV conscious sedation, pasang traksi pada lengan pada

posisi abduksi 90o.

2. Kadang countertraction dengan seorang asisten menggunakan rolledsheet

dibawah aksilla perlu dilakukan.

3. Secara perlahan lengan dirotasikan ke eksternal.

4. Setelah relokasi dilakukan pada kasus yang pertamakali terjadi pada

seorang dewasa muda, aplikasikan strapping bersama dengan collar dan

cuff.

5. Setelah relokasi pada lansia, aplikasikan collar & cuff dan pertimbangkan

early mobilization.

Disposisi : Klinik ortopedi setelah 3 hari

Page 10: DISLOKASI LANJUTAN

C. Dislokasi Inferior

Pada luxatio erecta posisi lengan atas dalam posisi abduksi, kepala humerus

terletak dibawah glenoid, terjepit pada kapsul yang robek . Karena robekan kapsul

sendi lebih kecil dibanding kepala humerus, maka sangat susah kepala humerus

ditarik keluar, hal ini disebut sebagai “efek lubang kancing” ( Button hole effect ).

Pengobatan dilakukan reposisi tertutup seperti dislokasi anterior, jika gagal dilakukan

reposisi terbuka dengan operasi

Manifestasi klinis :

1. Abduksi lengan atas dengan posisi ‘hand over head’

2. Hilangnya kontur bulat dari bahu.

X ray : foto AP cukup untuk mendiagnosa.

Komplikasi : kerusakan arteri aksilaris dan nervus brakialis.

Page 11: DISLOKASI LANJUTAN

Terapi : prinsipnya sama dengan dislokasi yang lain:

1. Untuk dislokasi dengan atau tanpa fraktur tuberosita, coba Manipulasi dan

reduksi dibawah IV conscious sedation.

2. Untuk dislokasi dengan fraktur humeral neck, coba Manipulasi dan reduksi

dibawah General anestesi, pertimbangkan ORIF

Teknik :

1. Dibawah kondisi IV conscious sedation, aplikasi traksi yang steady pada

lengan yang di abduksi.

2. kadang diperlukan counter traction dengan seorang asisten menggunakan

rolled sheet yang ditempatkan pada akromion.

3. Setelah relokasi, pasang collar & cuff.

Disposisi : kontrol ke poli orthopedi setelah 3 hari.

2.8 Diagnosis 2,6

Diagnosis kasus dislokasi bahu ditegakkan melalui anamnesis (autoanamnesis atau

alloanamnesis), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis dapat memberikan informasi riwayat trauma dan mekanisme terjadinya

trauma tersebut, sehingga dapat lebih membantu menegakkan diagnosis dan mengetahui

penyulit-penyulit yang mungkin telah ada dan yang dapat muncul kemudian. Selain itu juga

diperlukan informasi mengenai riwayat penyakit pasien dan riwayat trauma sebelumnya,

untuk mempertimbangkan penanganan yang akan diambil.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan beberapa tanda diantaranya adanya nyeri saat

gerakkan, lengan menjadi kaku dan siku agak terdorong menjauhi sumbu tubuh, pasien

mengendong tangan yang sakit dengan yang lain, pasien tidak bisa memegang bahu yang

berlawanan, terdapat tonjolan pada bagian depan bahu, posisi lengan abduksi – eksorotasi,

tepi bahu tampak menyudut, nyeri tekan, dan adanya gangguan gerak sendi bahu. Ada 2

tanda khas pada kasus dislokasi sendi bahu terutama pada dislokasi anterior yaitu sumbu

humerus yang tidak menunjuk ke bahu dan kontur bahu berubah karena daerah dibawah

akromion kosong pada palpasi. Penderita merasakan sendinya keluar dan tidak mampu

Page 12: DISLOKASI LANJUTAN

menggerakkan lengannya dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain dan ia

tidak dapat menyetuh dadanya. Lengan yang cedera tampak lebih panjang daripada normal,

bahu terfiksasi sehingga mengalami fleksi dan lengan bawah berotasi kearah interna. Posisi

badan penderita miring kearah sisi yang sakit. Pemeriksa terkadang dapat membuat skapula

bergerak pada dadanya namun tidak akan dapat menggerakkan humerus pada scapula. Jika

pasien tidak terlalu banyak menggerakan bahunya, maka pada kasus ini kaput humerus yang

tergeser dapat diraba dibawah prosesus korakoideus.1,2,3,4,7

Diagnosis klinik untuk kasus dislokasi sendi bahu dapat menggunakan tanda cemas

(apprehension sign). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengangkat lengan kedalam

abduksi, rotasi luar dan kemudian ekstensi secara hati-hati dalam posisi duduk atau berbaring.

Pada saat kritis pasien akan merasa bahwa kaput humerus seperti akan telepas dan tubuhnya

menegang karena cemas. Uji ini harus diulangi dengan menekan bagian depan bahu, dimana

dengan manuver ini pasien akan merasa lebih aman dan tanda cemasnya negatif.2

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah rontgen foto bahu

anteroposterior (AP) dan lateral, posisi Axial dan posisi ”Y” scapular view. Selain itu juga

dianjurkan melakukan pemeriksaan pandangan oblik agar dapat dipastikan tidak terdapat

dislokasi posterior. Pemeriksaan pandangan oblik memang lebih sulit dilakukan namun lebih

mudah diintepretasi.

2.9 Komplikasi 2,7

Komplikasi yang dapat terjadi adalah timbulnya lesi pleksus brakialis dan nervus

aksilaris, serta interposisi tendo bisep kaput longum. Robekan arteri aksilaris juga dapat

terjadi terutama pada orang tua yang dilakukan reduksi dislokasi dengan tenaga yang

berlebihan. Langkah antisipatif yang dapat dilakukan sebelum dirujuk adalah dengan

melakukan penekanan kuat pada aksila. Komplikasi lanjut dapat berupa:

Kaku sendi yaitu Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu,

terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi lateral,

yang secara otomatis membatasi Abduksi

Dislokasi rekurens yaitu : terjadi jika labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari

bagian depan leher glenoid

Kelemahan otot

Page 13: DISLOKASI LANJUTAN

2.10 Penatalaksanaan 5,7,10,11

Penatalaksanaan dislokasi sebagai berikut :

o Lakukan reposisi segera.

o Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi, misalnya :

(dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari pada fase syok), sislokasi bahu, siku

atau jari dapat direposisi dengan anestesi local; dan obat penenang misalnya

valium.

o Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi umum.

o Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi

jika dislokasi berat.

o Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga

sendi.

o Sendi kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga

agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi

dilakukan mobilisasi halus 3-4x sehari yang berguna untuk mengembalikan

kisaran sendi

o Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

Apabila tehnik Manipulasi dan reduksi tidak berhasil atau tidak memungkinkan,

maka dapat dipikirkan dilakukan operasi. Adapun indikasi untuk dilakukan operasi adalah :

1. Dislokasi yang berkali – kali, terutama bila terdapat nyeri

2. Subluksasi berulang atau rasa takut terhadap dislokasi cukup ikut mencegah

keikutsertaan dalam aktifitas sehari – hari atau olahraga.

Operasi terdiri atas tiga jenis :

1. Operasi untuk memperbaiki labrum glenoid dan kapsul yang robek (prosedur

Bankart)

2. Operasi untuk memendekkan kapsul anterior dan subskapularis dengan perbaikan

tumpang – tindih (operasi Plutti – Platt)

3. Operasi untuk memperkuat kapsul anteroinferior dengan mengarahkan tulang otot

lain ke bagian depan sendi itu (misalnya operasi Bristow – Helfet, 1958)

Page 14: DISLOKASI LANJUTAN

Kalau labrum dan kapsul anterior terlepas, dan sendi tidak nyata – nyata

longgar, sebaiknya dilakukan operasi Bankart yang digabungkan dengan kapsulografi

anterior. Sendi dibuka dengan pendekatan deltopektoral, labrum dijahit pada lubang

yang dibor pada lingkar glenoid dan bila perlu, kapsul dikencangkan dengan lipatan

tumpang tindih tanpa memperpendek subskapularis (Thomas dan Matsen, 1989).

Operasi plutti – Platt di mana subskapularis ditumpang dan dipendekkan, juga

memberikan hasil yang baik tetapi dengan kerugian berupa hilangnya rotasi luar

(Hovelius dkk., 1983; Regan dkk; 1989). Operasi Bristow dimana prosessus coracoids

dengan otot – otot yang melekat ditransposisikan ke depan leher scapula, lebih sedikit

menghilangkan rotasi luar.

Lamanya immobilisasi setelah reduksi tertutup dan pasca operasi sukses

tergantung pada usia pasien dan arah dislokasi. Untuk dislokasi anterior: Pasien <40

tahun: diimobilisasi selama 3-4 minggu, Pasien> 40 tahun: diimobilisasi selama 1-2

minggu. Mengurangi dislokasi posterior : diimobilisasi selama 4 minggu. Dan untuk

dislokasi superior atau inferior: diimobilisasi selama 3-6 minggu. Selama periode

imobilisasi, latihan harian ROM siku harus dilakukan.

2.11 Prognosis

Tingkat kesembuhan pada kasus ini baik jika tidak timbul komplikasi dan jika

dalam golden periode.

Page 15: DISLOKASI LANJUTAN

BAB III

KESIMPULAN

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi

ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen

tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi)

Sendi bahu dibentuk oleh tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade), clavicula

(collar bone), humerus (upper arm bone), dan sternum. Berdasarkan anatomis tentang gelang

bahu, maka bila dipandang dari sudut klinis praktis gelang bahu ada beberapa fungsi

persendian yang kompleks yaitu : Sendi Glenohumeralis, Sendi suprahumeral, Sendi

Sternoclaviculare, Sendi Acromioclaviculare, Sendi subacromiale, Sendi Scapulothoracicus.

Gerakan kompleks yang dapat dilakukan oleh bahu selain ditunjang oleh banyaknya

sendi pada bahu, juga ditunjang oleh banyaknya otot yang berperan dalam melakukan

gerakan bahu. Kumpulan otot-otot ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok otot yang

menggerakkan dan menstabilkan scapula (shoulder girdle).

Menurut biomekanika Sendi Bahu, Gerakan-gerakan dari bahu dibagi dua, yang

didasarkan pada kelompok otot penggeraknya. Gerakan tersebut antara lain gerakan Skapula

(Elevasi dan Depresi, Abduksi (prorotasi) dan Adduksi (retraksi), Upward rotation dan

downward rotation, Upward tilt dan reduction of upward tilt) dan gerakan Humerus (Fleksi

dan Ekstensi, Fleksi dan Ekstensi lumbar dan Rotasi)

Dislokasi sendi bahu sering disebabkan oleh gerak berlebihan terutama saat

berolahraga ataupun trauma lansung. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian

berulang diantaranya tidak sempurnanya relaksasi ligament kapsular sendi, kelemahan otot-

otot sekitar dan kelainan congenital ataupun bawaan dari kaput humeri atau fossa glenoidale

Secara statistic dislokasi bahu biasanya terjadi 96% dislokasi anterior, 3,4%

dislokasi posterior dan 0,1% dislokasi inferior (luxatio erecto). Pergeseran kaput humerus

dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan medial glenoid (dislokasi anterior), di

posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi inferior).

Page 16: DISLOKASI LANJUTAN

BAB III

DAFTAR PUSTAKA

1. Nordin, M and Frankel H victor : Basic Biomechanic of the Muskuloskeletal system. Lea and Febriger Philadelphia, London hal 225-234.

2. Rasjad Chairuddin, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga, Jakarta: PT.Yarsif Watampone (Anggota IKAPI).

3. Wim de Jong, Syamsuhidajat, R. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi dua. Penerbit Buku Kedoktern EGC. Jakarta

4. Shwartz Seymor I. Principles of Surgery, fifth edition. New York, McGraw-Hill, Information Services Company.

5. Salter Robert bruce. 1999. Textbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal System, 3rd-ed. Baltimore: Williams & Wilkins

6. http://www.scribd.com/doc/75296840/shoulder-dislocation(diunduh : 22 September 2015).

7. http://www.msdlatinamerica.com/ebooks/RockwoodGreensFracturesinAdults/sid930742.html (diunduh : 22 September 2015)

8. http://www.ebmedicine.net/topics.php?paction=showTopicSeg&topic_id=120&seg_id=2486 (diunduh : 22 September 2015) (x-ray view)

9. http://reference.medscape.com/features/slideshow/sdrt (diunduh : 22 September 2015)10. http://www.practicalpainmanagement.com/pain/other/dislocated-shoulder-

approaches-lessen-pain-reduction-techniques (diunduh : 22 September 2015)11. http://shoulderville.blogspot.com/2008/06/arthroscopic-surgery-and-first-time.html

(diunduh : 22 September 2015)