makna hidup doa sebagai sumber spirit ...skripsi makna hidup doa sebagai sumber spirit pelayanan...
TRANSCRIPT
i
MAKNA HIDUP DOA SEBAGAI
SUMBER SPIRIT PELAYANAN PARA KATEKIS
DI ZAMAN SEKARANG
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Retno Wulandari
NIM: 141124016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI
MAKNA HIDUP DOA SEBAGAISUMBER SPIRIT PELAYANAN PARA KATEKIS
DI ZAMAN SEKARANG
Oleh:
o1'j);U
.i)~
Retno Wula'n'daIj
NIM: 141124016
Telah disetujui oleh
Dosen Pembimbing
\.
-1J~Drs. FX. Heryatno Wono Wulung SJ, M.Ed. Tanggall0 Januari 2019
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI
MAKNA HIDUP DOA SEBAGAISUMBER SPIRIT PELAYANAN PARA KATEKIS
DIZAMANSEKARANG
Dipersiapkan dan ditulis oleh
Retno Wulandari
NIM: l4l1Q4016
Nama
Ketua
Sekretaris
Anggota
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji..pada tanggal10 Januari 2019
dan dinyatakao memenuhi syarat
SUSUNAN PbNITIA PENGUJI
Dr. B. Agus Rukiyanto SJ
Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd
I. Drs. FX Heryatno Wono WUlung, SJ;M.Ed.
2. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd.- -~
3. FX. Dapiyanta, SFK., M:Pd.
Tat;ndaTan,gan
••. •. •..5. •.•..•~;%r '
"-L~f"n.0.•··
. .......-•.~•.P-{t·~~ ... 1
~~~iianes Harsoyo,
Yogyakarta, 10 Januari 2019
Fakultas Keguruan dan I1mu Pendidikan
~niversitas Sanata Dharma.r--:=~~~
..,?:L·~Y~, . <~ ~ an,I.' Po ,..J ~
i/ /?. ~, ;\i, ttl '~~.:il h'~ lil; fi 1'0 :..':..:~\ 1!'" JJ
~\rK:~,,"·~'
III
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk seluruh umat Paroki St. Yusuf Ambarawa,
untuk Universitas Sanata Dharma, untuk orang tua, kakak-kakakku dan keluarga
besarku serta tak lupa sahabat-sahabatku yang sudah sangat membantu
memberikan dukungan, semangat serta pertolongan dalam menyelesaikan skripsi
ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan
memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang kupasang dan belajarlah pada-
Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat
ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.”
(Mat 11: 28-30)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAt"l KARYA
Saya rnenyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
rnernuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalarn
kutipan dan daftar pustaka sebagairnana layakuya karya ilrniah.
Yogyakarta, 10 Januari 2019
Penulis
c#:Retno Wulandari
VI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta:
Nama : Retno Wulandari
NIM : 141124016
Demi pengembangan ilmu pengetahuan penulis memberikan wewenang kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudul:
MAKNA HIDUP DOA SEBAGAI SUMBER SPIRIT PELAYANAN PARA
KATEKIS DI ZAMAN SEKARANG beserta perangkat yang diperlukan.
Dengan demikian penulis memberikan hak kepada Perpllstakaan Universitas
Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribllsikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di media internet atau media lain llntuk kepentingan
akademis tanpa perlu meminta izin maupun memberikan royalti kepada penulis,
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 10 Januari 2019
Yang menyatakan,
c#Retno Wlilandari
Vll
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “MAKNA HIDUP DOA SEBAGAI SUMBER
SPIRIT PELAYANAN PARA KATEKIS DI ZAMAN SEKARANG”. Judul
skripsi ini dipilih berdasarkan keprihatinan atas menurunnya spirit pelayanan para
katekis yang diakibatkan oleh tantangan-tantangan pelayanan khususnya arus
besar perubahan zaman yang terjadi pada masa sekarang. Dalam kenyataan di
lapangan, diketahui bahwa tantangan pelayanan yang ada dapat melemahkan spirit
pelayanan para katekis. Hal ini harus segera ditanggapi dan disikapi dengan bijak.
Berdasarkan dengan kenyataan tersebut, maka skripsi ini dimaksudkan untuk
memberikan inspirasi kepada para katekis supaya tetap memiliki spirit dalam
melayani umat di zaman sekarang.
Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah spirit pelayanan seperti apa yang
dapat digali dari makna hidup doa untuk membantu para katekis dalam melayani
umat di zaman sekarang. Persoalan tersebut diolah dengan menggunakan studi
pustaka terhadap esensi doa untuk memperoleh inspirasi spirit pelayanan katekis
dari makna hidup doa. Inspirasi-inspirasi spirit pelayanan katekis yang dipaparkan
sekiranya dapat memberikan manfaat bagi para katekis untuk meningkatkan spirit
pelayanan mereka.
Makna hidup doa memberikan inspirasi spirit bagi pelayanan katekis.
Kemudian muncul sikap-sikap baru yang positif dalam diri katekis. Dengan
makna hidup doa yang dihayati, tumbuhlah suatu relasi yang mendalam dengan
Allah. Muncul pula kesadaran bahwa doa perlu dilakukan terus menerus karena
dapat menguatkan iman dan meneguhkan hati dari segala persoalan. Makna hidup
doa yang dihayati memunculkan kemauan untuk mengasihi dan menggerakkan
seseorang untuk mengatasi egosentrisme. Makna hidup doa yang dihayati
sungguh-sungguh membuat orang memiliki iman yang cerdas, tangguh dan
misioner. Doa juga membuat seseorang menjadi pribadi yang penuh harapan
karena selalu menginginkan keselamatan seluruh umat manusia terwujud. Hati
yang terus mengarah pada Allah melahirkan pribadi yang penuh kasih kepada
Allah dan kepada sesama. Doa dapat membuat katekis semakin mencintai Yesus
Kristus dan berusaha untuk meneladani-Nya. Makna hidup doa yang dihayati
membuat para katekis memiliki keutuhan dan keaslian hidup karena dapat
mengalami sendiri kasih Allah di dalam hidupnya, sehingga apa yang
diwartakannya merupakan sebuah kesaksian iman.
Tugas dan peran katekis sangat penting bagi Gereja. Katekis membantu
umat untuk memperkembangkan imannya. Maka, pembinaan dan pendampingan
terhadap para katekis dan juga calon katekis perlu untuk terus dilakukan. Oleh
karena itu penulis juga menawarkan suatu kegiatan rekoleksi sebagai salah satu
upaya untuk membantu para katekis meningkatkan spirit pelayanan mereka bagi
Gereja pada masa sekarang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
This undergraduate thesis entitles " THE MEANING OF PRAYER AS
THE SPIRIT’S RESOURCE OF THE MINISTRY OF CATECHISTS
TODAY". The title of this thesis was chosen based on concerns over the decline
of the spirit of the catechists ministry caused by the challenges of ministry,
especially the large flow of changing times that occur in the present. In reality in
the field, it is known that the challenges of existing ministries can weaken the
spirit of ministry of catechists. This must be responded to immediately and wisely.
Based on this fact, this thesis is intended to inspire catechists to increase a spirit
in serving people today.
The main problem in this thesis is what kind of service spirit can be
extracted from the meaning of the prayer to help catechists in serving people
today. The problem is processed by using literature studies on the essence of
prayer to obtain inspiration for the spirit of catechist ministry from the meaning
of living prayer. The inspirations of the catechistic ministry spirit presented if it
can provide benefits for catechists to increase the spirit of their ministry.
The meaning of prayer inspires the spirit for catechist ministry. Then new
positive attitudes arise in the catechists. By the meaning of prayer, a deep
relationship with God grows. There was also the realization that prayer needs to
be done continuously because it can strengthen faith and the heart by all
problems. The meaning of prayer raises the willingness to love and actuating a
person to stay away from egocentrism. The meaning of prayers that truly makes
people have intelligent, tough and missionary faith. Prayer also makes a person to
be hopeful because he always wants the salvation of all humanity to be realized.
The heart that continues to lead to God grows a loving person to God and to
others. Prayer can make catechists love Jesus Christ more and try to emulate
Him. The meaning of prayer makes the catechists have the integrity and
authenticity of life because they can experience for themselves the love of God in
their lives, so what they inform is an experience of faith.
The duties and roles of catechists are very important for the Church.
Catechists help people to develop their faith. So, coaching and mentoring of
catechists and also catechist candidates need to be continued. Therefore the
author also offers a recollection activity as an effort to help catechists increase
the spirit of their ministry for the Church in the present.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul MAKNA HIDUP DOA SEBAGAI SUMBER SPIRIT PELAYANAN
PARA KATEKIS DI ZAMAN SEKARANG.
Skripsi ini disusun berdasarkan keprihatinan penulis akan kenyataan
kehidupan beriman dan pelayanan katekis yang sungguh dihadapkan pada banyak
kesulitan dan tantangan. Sebagai contoh kesulitan dan tantangan tersebut yaitu
sekularisasi dan sekularisme, materialisme, konsumerisme, individualisme,
sensualisme, hedonisme, primordialisme, radikalisme, terorisme, rusaknya
lingkungan hidup, dampak negatif media sosial, serta krisis iman dan moral. Spirit
pelayanan katekis menumbuhkan keinginan untuk memberikan sumbangan
pemikiran berupa inspirasi spirit pelayanan para katekis di zaman sekarang
meskipun menghadapi banyak tantangan.
Kehadiran katekis sungguh sangat berarti bagi Gereja. Akan tetapi katekis
dihadapkan pada realitas zaman sekarang yang kompleks berupa arus besar
perubahan zaman. Hal ini sangat mempengaruhi pelayanan katekis karena dapat
menghambat pelayanan mereka. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini
dimaksudkan untuk menggali makna hidup doa sebagai inspirasi bagi spirit
pelayanan para katekis di zaman sekarang. Selain itu, skripsi ini juga menawarkan
kegiatan rekoleksi untuk membantu meningkatkan spirit pelayanan para katekis.
Skripsi ini juga disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Skripsi ini tersusun dengan bantuan berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Drs. FX. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed sebagai dosen pembimbing
utama dan dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan perhatian,
meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran serta kemurahan hati
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Yoseph Kristianto, SFK, M.Pd sebagai dosen penguji II yang telah bersedia
membaca, mempelajari, memberikan kritik dan masukan yang membangun
serta mendampingi penulis dalam penulisan skripsi ini.
3. FX. Dapiyanta, SFK, M.Pd sebagai dosen penguji III yang telah bersedia
membaca, mempelajari, memberikan kritik dan masukan yang membangun
serta mendampingi penulis dalam penulisan skripsi ini.
4. Dr. B. A. Rukiyanto SJ selaku Kaprodi Program Studi Pendidikan Agama
Katolik yang telah bersedia membantu penulis demi kelancaran pelaksanaan
ujian skripsi bagi penulis.
5. Seluruh staf dosen dan karyawan Program Studi Pendidikan Agama Katolik
yang telah mendidik dan membimbing penulis selama ini serta membantu
seluruh proses penulisan sampai terselesaikannya skripsi ini sehingga penulis
akhirnya dapat menyelesaikan studi di Program Studi Pendidikan Agama
Katolik Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
6. Orang tua dan kakak-kakak saya yang ikut memberikan dukungan, semangat,
perhatian dan doa baik selama penulisan skripsi saya maupun dalam
perkuliahan.
7. Sahabat-sahabat saya FX. Adswi Fransibena, Veronika Sigalingging,
Elisabeth Dhian Novitasari, Fransiska Siki, Rotiarni Rustinikasi Simbolon,
Sr. Maxima PI dan Verena Miranti yang dengan penuh kasih mendorong,
mendukung dan senantiasa memberikan bantuan demi terselesaikannya
penulisan skripsi ini.
8. Teman-teman mahasiswa terkhusus angkatan 2014 yang selalu memberi
dorongan, semangat, motivasi dan bantuan kepada penulis selama proses
perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.
9. Seluruh staf perpustakaan Program Studi Pendidikan Agama Katolik,
perpustakaan Mrican Universitas Sanata Dharma, dan perpustakaan Kolese
St. Ignatius Kotabaru yang dengan penuh kesabaran dan kemurahan hati
membantu penulis dalam mencari buku-buku dan sumber-sumber bahan
skripsi yang lainnya.
10. Seluruh warga kampus Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik yang
selalu memberikan semangat serta dukungan dari awal perkuliahan hingga
akhir penyelesaian skripsi ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang dengan
kemurahan hati memberikan masukan dan dorongan hingga tersusunnya
skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat kekurangan
dan keterbatasan. Oleh karena itu penulis terbuka terhadap segala saran dan kritik
yang membangun demi perbaikan dan pemanfaatan skripsi ini. Akhimya penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Yogyakarta, 10 Januari 2019
Penulis,
viiRetno Wulandari
Xlll
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv
MOTTO ........................................................................................................ v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .......................................... vii
ABSTRAK .................................................................................................... viii
ABSTRACT ................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR .................................................................................. x
DAFTAR ISI .............................................................................................. xiv
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Permasalahan ..................................................................... 9
C. Tujuan Penulisan .............................................................................. 9
D. Manfaat Penulisan .............................................................................. 10
E. Metode Penulisan ………………………………………………….. 10
F. Sistematika Penulisan …………………………………………….. 11
BAB II POKOK-POKOK HIDUP DOA …………………………………… 13
A. Esensi Doa ………………………………………………………… 14
1. Doa Menurut Hidup Tokoh dalam Kitab Suci ………………… 14
a. Doa Menurut Hidup Para Tokoh dalam Perjanjian Lama …. 15
b. Doa Menurut Hidup Para Tokoh dalam Perjanjian Baru ….. 19
2. Doa Menurut Dokumen Gereja ………………………………. 21
3. Doa Menurut Tokoh Gereja dan Para Ahli ……………………. 25
B. Isi Doa …………………………………………………………….. 30
1. Berkat dan Penyembahan …………………………………….. 30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
2. Doa Permohonan ……………………………………………… 33
3. Doa Syafaat …………………………………………………… 36
4. Doa Syukur …………………………………………………… 38
5. Doa Pujian ……………………………………………………. 40
C. Bentuk-Bentuk Doa ……………………………………………….. 42
1. Doa Lisan …………………………………………………….. 42
2. Doa Renung / Meditasi ………….……………………………… 43
3. Doa Batin / Kontemplasi ……………………………………….. 45
D. Yesus Kristus sebagai Teladan Pendoa ……………………………. 47
1. Hidup dan Doa Yesus yang Perlu Diteladani …………………. 48
a. Yesus Selalu Mengarah Kepada Allah Bapa dan Setia
Kepada-Nya ……………………………………………… 48
b. Yesus Mendapat Kekuatan dengan Berdoa ……………… 51
c. Yesus Berdoa Demi Kepentingan Orang Lain ……………. 54
d. Yesus Berdoa Sendiri dalam Kesunyian/Keheningan ……. 56
2. Doa Kristen Melanjutkan Doa Yesus …………………………. 58
BAB III TANTANGAN DAN PELAYANAN KATEKIS DI ZAMAN
DSSS D SEKARANG …………………………………………………… 60
A. Tantangan Katekis dalam Pelayanan ………………………………. 61
1. Sekularisasi: Sekularisme, Materialisme, Konsumerisme …….. 62
2. Individualisme, Sensualisme, Hedonisme …………………….. 63
3. Primordialisme, Radikalisme dan Terorisme …………………… 64
4. Rusaknya Lingkungan Hidup …………………………………… 65
5. Dampak Negatif Media Sosial …………………………………. 66
6. Krisis Iman dan Moral ………………………………………….. 66
B. Pelayanan Katekis …………………………………………………… 67
1. Pelayanan ……………………………………………………….. 67
a. Pelayanan Menurut Kitab Suci ……………………………. 67
b. Pelayanan Menurut Dokumen Gereja ……………………… 69
c. Pelayanan Menurut Para Ahli ……………………………… 70
2. Panggilan dan Identitas Katekis ………………………………… 71
3. Tugas dan Peran Katekis ………………………………………. 73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
4. Syarat menjadi Katekis ………………………………………… 75
5. Kategori Katekis ……………………………………………… 76
6. Spiritualitas Katekis …………………………………………… 77
a. Keterbukaan Kepada Allah Tritunggal ……………………. 78
b. Keterbukaan Terhadap Gereja …………………………….. 79
c. Keterbukaan Terhadap Dunia ……………………………… 80
d. Keutuhan dan Keaslian Hidup ……………………………. 80
e. Semangat Misioner ………………………………………… 81
f. Devosi kepada Bunda Maria ……………………………… 82
g. Menimbang Zaman ……………………………………….. 83
BAB IV MAKNA HIDUP DOA SEBAGAI SUMBER
kkkkkkkkkkkkkSPIRIT PELAYANAN KATEKIS ………………………. 87
A. Makna Hidup Doa Sebagai Sumber Spirit Pelayanan Katekis ………. 88
1. Memiliki Relasi yang Mendalam Dengan Allah ………….…….. 88
2. Menjadi Pribadi yang Senantiasa Berdoa ………………………. 90
3. Berdoa dan Berbuat Demi Kepentingan Banyak Orang………….. 92
4. Menjadi Pribadi yang Beriman Cerdas, Tangguh dan Misioner…. 94
a. Cerdas ……………………………………………………… 94
b. Tangguh …………………………………………………… 96
c. Misioner ………………………………………………….. 98
5. Menjadi Pribadi yang Berpengharapan ……….……………….. 99
6. Menjadi Pribadi yang Penuh Kasih ……………………………. 100
7. Meneladani Hidup Yesus Kristus …………………………….. 101
8. Memiliki Keutuhan dan Keaslian Hidup ……………………….. 103
B. Usulan Kegiatan Rekoleksi untuk Meningkatkan Spirit Pelayanan
para Katekis di Paroki St. Yusuf Ambarawa Keuskupan Agung
Semarang ……………………………………………………………. 105
1. Latar Belakang Kegiatan ………………………………………. 105
2. Pengertian Rekoleksi …………………………………………… 109
3. Alasan Diadakan Rekoleksi ……………….…………………. 110
4. Tujuan Diadakan Rekoleksi …………………………………… 111
5. Gambaran Pelaksanaan Kegiatan Rekoleksi …………………… 112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
6. Pemilihan Materi ……………………………………………….. 112
7. Matriks Usulan Materi Kegiatan Rekoleksi ……………………. 115
8. Contoh Persiapan Kegiatan Rekoleksi untuk Meningkatkan
Spirit Pelayanan para Katekis di Paroki St. Yusuf Ambarawa
Keuskupan Agung Semarang ………………………………….. 123
Bab V PENUTUP ………………………………………………………….. 134
A. Kesimpulan …………………………………………………………. 134
B. Saran …………………………………………………………………. 137
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 139
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikut Alkitab
Deuterokanonika © LAI 1976. (Alkitab yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru dalam terjemahan baru, yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab
Indonesia, ditambah dengan Kitab-kitab Deuterokanonika yang diselenggarakan
oleh Lembaga Biblika Indonesia. Terjemahan diterima dan diakui oleh Konferensi
Wali Gereja Indonesia). Jakarta: LAI, 2001, hal 8.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang
Kerasulan Awam, 18 November 1965
CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes
Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman
tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.
DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang
Wahyu Ilahi, 18 November 1965.
GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II
mengenai Gereja di Dunia Dewasa Ini, 7 Desember 1965.
KGK : Katekismus Gereja Katolik, uraian tentang ajaran iman dan
moral Gereja Katolik, 22 Juni 1992.
LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, 21 November 1964.
UR : Unitatis Redintegratio, Dekrit tentang Ekumenisme (Persatuan
Gereja), 21 November 1964.
C. Singkatan Lain
Art : Artikel
Bdk
CEP
IKAPI
Jl
Kab
KAS
KWI
LCD
:
:
:
:
:
:
:
:
Berdasarkan
Congregation for Evangelization of Peoples, Kongregasi
Evangelisasi untuk Bangsa-Bangsa, menerbitkan buku
Pedoman Untuk Katekis, 3 Desember 1993.
Ikatan Penerbit Indonesia, Asosiasi profesi penerbit satu-
satunya di Indonesia yang menghimpun para penerbit buku dari
seluruh Indonesia, 17 Mei 1950.
Jalan
Kabupaten
Keuskupan Agung Semarang
Konferensi Wali Gereja Indonesia
Liquid Crystal Display, salah satu jenis proyektor
Mgr
OFM
PKKI
PPLK
:
:
:
:
Monsinyur
Ordo Fratrum Minorum, Sebuah ordo yang didirikan oleh
Santo Fransiskus dari Asisi, 24 Februari 1209.
Pertemuan Kateketik Keuskupan Se-Indonesia
Program Pembinaan Lanjut Katekis, Salah satu divisi Komisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xx
Prodi
PUK
SJ
St
:
:
:
:
Kateketik Keuskupan Agung Jakarta
Program Studi
Petunjuk Umum Katekse
Serikat Yesus (biasa dikenal sebagai Yesuit), didirikan pada
tahun 1534.
Santo/Santa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak zaman dahulu manusia selalu memiliki berbagai pertanyaan
mengenai kehidupan. Manusia selalu bertanya-tanya mengenai makna hidup
mereka di dunia ini. Lambat laun manusia menyadari bahwa mereka lemah, selalu
cemas pada kejadian yang tidak bisa mereka atasi, ingin mencurahkan isi hati dan
mengeluhkan hidup pada pribadi yang berkuasa mengubah hidup. Akhirnya
manusia beragama menyadari kehadiran sang pencipta dan orang Kristen
menyebut-Nya sebagai “Allah”. Cara manusia dalam memaknai hidup adalah
dengan berdoa, berefleksi dan menjalin relasi dengan Allah. Dalam hal ini, iman
dan agama berperan membantu manusia menjalin relasi dengan Allah. Iman
membuat orang bertekun mencari Allah dan agama memberikan petunjuk untuk
menjalin relasi dengan Allah.
Kerinduan untuk menjalin relasi dengan Allah sudah ditanamkan dalam
diri manusia. Katekismus Gereja Katolik menguraikan bahwa “Kerinduan akan
Allah sudah terukir di dalam hati manusia karena manusia diciptakan oleh Allah
dan untuk Allah. Allah tidak henti-hentinya menarik dia kepada diri-Nya. Hanya
dalam Allah manusia dapat menemukan kebenaran dan kebahagiaan yang
dicarinya terus-menerus” (KGK 27). Kutipan tersebut menjelaskan bahwa
manusia akan selalu rindu menjalin relasi dengan Allah karena manusia
diciptakan oleh Allah dan manusia hidup untuk Allah. Allah menarik manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
untuk datang kepada Allah dan menjalin relasi dengan-Nya. Manusia akan terus
merasa rindu dan mencari Allah karena kebahagiaan sejati manusia ada di dalam
Allah. Jadi kerinduan, pencarian manusia, dan kebahagiaan manusia bermuara
pada perjumpaan atau relasi dengan Allah.
Meskipun manusia memiliki kecenderungan untuk mencari dan
merindukan kehadiran Allah, sebenarnya Allah sudah lebih dahulu rindu dan
memanggil manusia. Hal ini telah dirumuskan oleh Gereja dalam Katekismus
Gereja Katolik (KGK 2567) sebagai berikut:
Sebelum manusia memanggil Tuhan, Tuhan memanggil manusia. Juga
apabila manusia melupakan Penciptanya atau menyembunyikan diri dari
hadapan-Nya, juga apabila ia mengikuti berhalanya atau
mempersalahkan Allah, bahwa Ia telah melupakannya, namun Allah
yang hidup dan benar tanpa jemu-jemunya memanggil setiap manusia
untuk suatu pertemuan penuh rahasia dengan-Nya di dalam doa. Dalam
doa gerak cinta kasih Allah yang setia ini pertama-tama datang dari Dia;
gerak manusia selalu merupakan jawaban. Sejauh Allah mewahyukan
Diri dan menyanggupkan manusia mengenal dirinya sendiri, doa
kelihatan sebagai satu sapaan timbal balik, sebagai peristiwa perjanjian,
yang melalui kata dan tindakan, mengikutsertakan hati. Ia menyata dalam
perjalanan seluruh sejarah keselamatan.
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Allahlah yang memulai untuk
membangun relasi dengan manusia. Allah memanggil manusia tidak peduli
bagaimana perlakuan manusia. Bahkan ketika manusia mempersalahkan Allah
akan kejadian buruk di dalam hidupnya, Allah tetap setia memanggil manusia.
Pertemuan antara Allah dan manusia terjadi di dalam doa. Doa terjadi karena
Allah telah mengawali perjumpaan dengan manusia, yaitu dengan memanggil
manusia. Kemudian gerak manusia adalah jawaban akan panggilan Allah. Jadi,
doa terjadi ketika panggilan Allah ditanggapi oleh manusia karena doa adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
suatu peristiwa timbal balik. Adalah suatu bentuk kemurahan hati Allah ketika
Allah yang lebih dulu mengajak manusia membangun relasi dengan-Nya.
Doa sebagai peristiwa timbal balik antara Allah dan manusia sangat
diperlukan supaya manusia dapat menjalin relasi dengan Allah. Lalu apakah yang
dimaksud dengan doa? Youcat Katekismus Populer (469) merumuskan bahwa
“doa berarti mengarahkan hati kepada Allah. Ketika seseorang berdoa, ia masuk
dalam hubungan yang hidup dengan Allah. Doa adalah pintu gerbang untuk
berkomunikasi dengan Allah”. Dengan demikian ada dua hal penting dari kutipan
tersebut. Yang pertama, doa mengajak manusia mengarahkan hati kepada Allah.
Manusia yang hidup berinteraksi dengan sesamanya terkadang dipenuhi pikiran
dan perasaan tentang hal-hal di sekitarnya atau tentang orang-orang yang
ditemuinya. Dengan begitu doa menuntut manusia untuk fokus merasakan
kehadiran Allah dan mendengarkan Allah. Mengapa mengarahkan ‘hati’ dan
bukan yang lain? Karena hati adalah tempat keputusan, tempat kebenaran, tempat
perjanjian dan tempat pertemuan manusia dengan Allah (KGK 2563).
Yang kedua, doa adalah pintu gerbang untuk berkomunikasi dengan
Allah. Pintu gerbang dimaksudkan bahwa doa adalah langkah awal dari gerakan
manusia dalam membangun relasi dengan Allah dan mengenal Allah. Untuk dapat
membangun relasi dengan Allah, manusia harus terus berkomunikasi dengan
Allah. Jadi, doa membuat manusia membuka hatinya akan kehadiran Allah. Jika
hati manusia sudah terbuka, manusia dapat berkomunikasi dengan Allah. Dari
komunikasi itu terjadilah relasi dengan Allah karena manusia menjawab panggilan
Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Dengan pengertian doa tersebut, maka jelaslah bahwa doa itu sangat
penting bagi manusia. Bagaimana caranya berdoa? Rasul Paulus menjelaskan
“Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu,
bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada
Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan” (Rm 8: 26). Ayat tersebut
mengungkapkan bahwa sebenarnya manusia tidak tahu bagaimana sebenarnya
harus berdoa. Tidak ada cara baku secara fisik untuk berdoa dan manusia berdoa
hanya dengan bimbingan Roh Kudus.
Manusia memang tidak tahu bagaimana harus berdoa, akan tetapi Yesus
mengajari manusia bagaimana manusia harus berdoa. Yesus juga mengajari
manusia sebuah doa yang paling sempurna yaitu Doa Bapa Kami. Bagaimana
manusia harus berdoa? Katekismus Gereja Katolik merumuskan hal penting
dalam khotbah Yesus di bukit mengenai doa yaitu bahwa Yesus menekankan
adanya pertobatan hati. Sebelum kita berdoa dan membawa persembahan ke altar,
kita harus berdamai dengan saudara kita. Kita berdoa di tempat yang tersembunyi,
bukan di tempat umum supaya dilihat orang. Hendaknya ketika berdoa, kita tidak
bertele-tele atau mengucapkan terlalu banyak kata. Di dalam doa kita juga harus
mengampuni orang lain dengan segenap hati dan sungguh mencari Kerajaan Allah
(KGK 2608).
Yesus juga mengajarkan kepada kita supaya kita berdoa dalam iman.
Maksudnya adalah kita dipenuhi dengan penyerahan diri kepada Allah. Ketika
berdoa, kita harus berani meminta kepada Allah dan siap melakukan kehendak
Allah (KGK 2609). Dalam Katekismus Gereja Katolik, yang penting dalam doa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Kristen adalah kita berdoa atas nama Yesus Kristus (KGK 2614). Iman kepada
Kristus mengantar para murid masuk ke dalam perkenalan dengan Bapa, karena
Yesus adalah “jalan kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6). Jadi kita hendaknya berdoa
seperti apa yang Yesus telah ajarkan dan berdoa atas nama-Nya (Yoh 16:24).
Dengan terus berdoa sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Yesus,
kepribadian manusia dapat berubah menjadi semakin lebih baik. Dalam buku yang
berjudul Jika Allah Sudah Tahu, Mengapa Masih Berdoa? (Kelly, 2003: 113)
dijelaskan sebagai berikut:
Allah bekerja untuk mengubah kita melalui permohonan kita, melalui
segala yang diizinkan-Nya terjadi dalam kehidupan kita, melalui Kitab
Suci, Roh Kudus, penyelenggaraan ilahi, kesukaran, penderitaan, dan
kebahagiaan. Melalui semua hal ini, Allah aktif membentuk kita menjadi
seperti Yesus agar kita ada di tempat di mana Roh Kudus dapat
memperantarai, bekerja dan memohon dalam diri kita serta memantulkan
suara Yesus.
Kutipan tersebut ingin menjelaskan bahwa melalui doa dan hidup kita,
Allah terus berusaha membentuk kita supaya kita semakin menjadi seperti Yesus.
Memang Allah sebenarnya sudah tahu apa yang hendak kita ucapkan dalam doa.
Tapi doa bukan hanya tentang bagaimana kita datang kepada Allah untuk
memohon atau mengungkapkan perasaan kita. Berdoa tidak hanya dilakukan
ketika kita membutuhkan sesuatu lalu meminta kepada Allah kemudian berhenti
berdoa ketika doa kita sudah dikabulkan. Anselm Grun menyebutkan bahwa “doa
menjadi sarana ulang untuk mengenal diri” (Grun, 1985: 21). Kutipan tersebut
menjelaskan bahwa doa membuat kita berefleksi mengenai diri kita, sehingga kita
bisa meneliti apa dosa dan kesalahan yang kita perbuat serta bagaimana cara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
memperbaikinya. Dari doa kita dapat terus meneliti sejauh mana kita mengikuti
teladan Yesus Kristus Putra Allah, sang pendoa.
Spirit hidup Yesus sangat penting kita dihidupi. Lalu mengapa Yesus
adalah figur paling sempurna untuk dijiwai spirit-Nya? Atau mengapa Allah
membentuk kita supaya semakin menyerupai Yesus? Kita perlu mengerti bahwa
Yesus adalah teladan pendoa yang sangat sempurna. Menurut buku Iman Katolik,
“suri teladan doa bagi semua orang tetap Yesus sendiri” (KWI, 1996: 200).
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Yesus adalah teladan pendoa karena seluruh
hidup Yesus ditentukan oleh kesatuan-Nya dengan Allah sebagai Bapa-Nya dan
ini terungkap dalam doa-doa-Nya. Oleh Roh, Yesus selalu bersatu dengan Allah
dan doa menduduki tempat sentral dalam hidup Yesus (KWI, 1996: 201). Youcat
Katekismus Populer (475) juga mengungkapkan bahwa hidup Yesus adalah doa
dan menjadi satu dengan Bapa dalam Roh Kudus adalah prinsip bagi-Nya.
Yesus selalu berdoa dan menyatukan diri dengan Allah di sepanjang
hidup-Nya. Katekismus Gereja Katolik mengungkapkan bahwa “Yesus telah
menyelesaikan seluruh pekerjaan Bapa” (KGK 2749). Kutipan ini menjelaskan
kepada kita bahwa Yesus di dalam hidup-Nya selalu fokus menyelesaikan
pekerjaan Allah, Bapa-Nya. Yesus juga selalu menyerahkan diri-Nya sepenuhnya
kepada Bapa (KGK 2749). Dengan begitu, hal yang perlu kita garis bawahi adalah
Yesus memang figur yang paling sempurna untuk dijiwai spirit-Nya. Yesus selalu
hidup sesuai dengan kehendak Allah. Prinsip dan spirit Yesus harus kita jiwai
karena Yesus adalah contoh bagaimana hidup yang berkenan pada Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Spirit Yesus harus bisa dijiwai oleh semua orang Kristen, tak luput juga
para katekis. Kongregasi Evangelisasi untuk Bangsa-Bangsa menjelaskan bahwa
“setiap orang Katolik yang telah dibaptis secara pribadi dipanggil oleh Roh Kudus
untuk memberi sumbangan bagi kedatangan Kerajaan Allah” (CEP, 1997: 15).
Jadi setiap orang Katolik yang sudah dibaptis baik religius maupun awam,
memiliki perannya masing-masing untuk membangun Kerajaan Allah. Secara
khusus, Dekrit tentang Kerasulan Awam mengungkapkan bahwa “kaum awam
menerima tugas serta haknya untuk merasul berdasarkan persatuan mereka dengan
Kristus Kepala” (AA 3). Kutipan tersebut menjelaskan bahwa semua kaum awam
yang telah dibaptis menerima tugas dan haknya untuk merasul. Kaum awam
memiliki berbagai ragam panggilan dan kerasulan yang berbeda-beda. Dalam
panggilan umum kaum awam, ada pula panggilan khusus.
Menurut Kongregasi Evangelisasi untuk Bangsa-Bangsa, katekis
memiliki panggilan khusus dari Roh Kudus yaitu suatu “karisma khusus yang
diakui oleh Gereja”. Panggilan katekis yang bersifat khusus ini adalah tugas untuk
berkatekese. Katekese berhubungan sangat erat dengan perintah Yesus yang
terakhir. Hal ini telah dimuat dalam Anjuran Apostolik Catechesi Tradendae (CT
1) sebagai berikut:
Penyelenggaraan katekese oleh Gereja selalu dipandang sebagai salah
satu tugasnya yang amat penting. Sebab sebelum Kristus naik
menghadap Bapa-Nya sesudah kebangkitan-Nya, Ia menyampaikan
kepada para Rasul perintah-Nya yang terakhir, yakni menjadikan semua
bangsa murid-murid-Nya, dan mengajar mereka mematuhi segala sesuatu
yang telah diperintahkan-Nya.
Kutipan dari CT art 1 tersebut menjelaskan bahwa Yesus Kristus
memberikan tugas kepada Gereja untuk terus mengajar dan mewartakan kabar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
gembira. Gereja berkewajiban untuk mewartakan apa yang sudah diajarkan Yesus
kepada murid-murid-Nya dan mengajarkan umat untuk mematuhi perintah Yesus.
Istilah “katekese” itu sendiri digunakan untuk merangkum seluruh usaha dalam
Gereja untuk memperoleh murid-murid, untuk membantu umat mengimani bahwa
Yesus itu Putera Allah.
Begitu vital dan seriusnya tugas berkatekese dalam Gereja. Oleh karena
itu katekis sebagai pelaku katekese harus memiliki kualitas kepribadian dan
pelayanan yang sungguh baik. Seorang katekis yang kualitas kepribadian dan
pelayanannya rendah, kurang dapat membantu umat dalam memperkembangkan
iman mereka. Bagaimana tidak? Seorang katekis yang kualitas kepribadiannya
rendah memiliki kedekatan yang kurang dengan Allah, daya reflektif yang rendah,
semangat kasih yang kurang bernyala-nyala, jauh dari figur pembawa kabar
gembira. Hal ini terjadi karena katekis yang demikian kurang dapat menghadirkan
kasih Allah kepada sesamanya dan pekerjaan Roh tidak menjadi hal yang pokok
dalam hidupnya. Seorang katekis yang kualitas pelayanannya juga rendah
biasanya tidak sepenuh hati dalam melayani umat, banyak perhitungan ketika
harus melayani, tidak ada keinginan untuk terus-menerus belajar, dan
pengetahuannya rendah. Oleh karena itu untuk bisa membantu melayani umat
memperkembangkan iman mereka melalui katekese, katekis harusnya mulai
memperbaiki kualitas dirinya sendiri terlebih dahulu.
Karena katekis harus berkualitas supaya dapat melaksanakan tugas
katekesenya dengan baik, maka katekis harus memiliki spirit yang bernyala-nyala.
Kita tidak boleh lupa bahwa melalui doa dan hidup manusia, Allah terus aktif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
membentuk manusia supaya semakin menjadi seperti Kristus. Katekis harus
benar-benar menghidupi spirit Yesus Kristus supaya semakin menjadi pribadi
yang sempurna dan dekat dengan Allah. Oleh karena itu katekis sangat perlu
melakukan doa secara intensif karena doa dapat mengubah manusia. Pemaknaan
oleh katekis mengenai hidup doanya dapat mengubah kepribadian katekis,
sehingga doa dapat memberikan dampak terhadap spirit pelayanan para katekis.
Dengan permasalahan bagaimana makna hidup doa yang sungguh
dihayati mempengaruhi spirit pelayanan katekis, maka pada penulisan skripsi ini
penulis mengambil judul “MAKNA HIDUP DOA SEBAGAI SUMBER
SPIRIT PELAYANAN PARA KATEKIS DI ZAMAN SEKARANG”.
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang sudah disebut di atas, maka
penulismerumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu
sebagai berikut :
1. Apa pokok-pokok hidup doa?
2. Seperti apakah tantangan dan pelayanan para katekis kepada umat?
3. Makna apa yang dapat ditemukan dalam hidup doa?
C. Tujuan Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai
oleh penulis, yaitu sebagai berikut :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
1. Memaparkan pokok-pokok makna hidup doa sebagai spirit pelayanan para
katekis di zaman sekarang.
2. Menggambarkan tantangan dan pelayanan para katekis kepada umat di zaman
sekarang.
3. Menguraikan makna hidup doa sebagai sumber spirit pelayanan para katekis di
zaman sekarang.
D. Manfaat Penulisan
1. Memberikan wawasan yang baru dan menambah pengetahuan para katekis
tentang makna hidup doa yang dapat digunakan sebagai spirit pelayanan para
katekis di zaman sekarang.
2. Memberikan pemahaman kepada umat Katolik mengenai tantangan dan
pelayanan katekis di zaman sekarang supaya katekis dan umat sama-sama
semakin disadarkan akan tugas dan peranan katekis dalam Gereja sehingga
dapat saling membantu dalam membangun Gereja.
3. Memberikan penyadaran, sumbangan pemikiran dan inspirasi bagi para
katekis supaya lebih sepenuh hati dalam menjalani panggilannya serta
semakin menjadi pribadi yang menghidupi kasih Kristus.
E. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam skripsi studi pustaka ini adalah
deskriptif interpretatif. Dengan metode deskripsi interpretatif ini, penulis akan
mengemukakan atau memberikan gambaran tentang apa yang penulis sudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
dapatkan berdasarkan studi pustaka kemudian penulis menjelaskan, memahami
dan memaknainya. Berdasarkan judul yang telah dipilih, penulis akan
menjabarkan pemaknaan hidup doa sebagai spirit pelayanan para katekis di zaman
sekarang.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini mengambil judul “MAKNA HIDUP DOA SEBAGAI
SUMBER SPIRIT PELAYANAN PARA KATEKIS DI ZAMAN SEKARANG”.
Berdasarkan judul tersebut, makna hidup doa dapat dijadikan sumber spirit
pelayanan para katekis di zaman sekarang. Untuk itu, penulis merencanakan
penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang akan dikembangkan sebagai
berikut:
Bab I menguraikan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
penulisan, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II membahas hasil studi pustaka tentang pokok-pokok yang penting
mengenai pemaknaan hidup doa yang dijelaskan dalam beberapa sub bab seperti
esensi doa, pewahyuan doa, isi doa, bentuk-bentuk doa, dan Yesus Kristus
sebagai teladan pendoa.
Bab III membahas tentang tantangan dan pelayanan katekis. Bab ini
berisikan dua hal pokok yaitu mengenai tantangan pelayanan katekis dan
pelayanan katekis. Bagian pokok yang pertama memaparkan tantangan pelayanan
katekis yang berisikan tentang sekularisasi : sekularisme, materialisme,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
konsumerisme; individualisme, sensualisme, hedonisme; primordialisme,
radikalisme dan terorisme; rusaknya lingkungan hidup; dampak negatif media
sosial; serta krisis iman dan moral. Kemudian bagian pokok yang kedua
memaparkan tentang pelayanan, tugas dan peran katekis, syarat menjadi katekis,
kategori katekis, spiritualitas katekis.
Bab IV berisikan makna hidup doa apa saja yang dapat dijadikan sebagai
spirit pelayanan para katekis di zaman sekarang. Kemudian bab ini ditutup dengan
usulan kegiatan rekoleksi sebagai usaha meningkatkan kualitas diri dan spirit
pelayanan para katekis di Paroki St. Yusuf Ambarawa Keuskupan Agung
Semarang.
Bab V berisikan penutup yang meliputi dua bagian. Bagian yang pertama
yaitu kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penulisan skripsi.
Bagian kedua berisi saran untuk Romo Paroki St. Yusuf Ambarawa Keuskupan
Agung Semarang, ketua seksi pewartaan paroki St. Yusuf Ambarawa Keuskupan
Agung Semarang, para katekis di mana pun mereka berada dan juga para pembaca
skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
BAB II
POKOK-POKOK HIDUP DOA
Doa memegang peran penting dalam kehidupan orang beriman karena doa
menjadi cara manusia dalam memaknai hidupnya. Doa dapat membantu manusia
untuk terus melibatkan Tuhan di dalam hidupnya. Doa bisa dilakukan siapapun
tidak peduli apapun agamanya. Setiap agama memiliki keyakinan tersendiri
mengenai hidup doa dan pokok-pokoknya yang berbeda-beda. Agama Katolik
memiliki pemahaman tersendiri mengenai doa. Ada pokok-pokok tertentu dalam
hidup doa umat Katolik. Kesemuanya ini penting diketahui bagi umat Katolik
karena dapat membantu umat Katolik dalam memahami hidup doa Katolik.
Dengan begitu, setiap umat Katolik dapat lebih mendekatkan diri dengan Tuhan di
dalam terang Yesus Kristus.
Berdasarkan hal tersebut, maka pembahasan bab II ini ingin memberikan hal-
hal penting atau pokok-pokok dalam hidup doa. Bab II ini juga menjadi bagian
yang penting dalam skripsi ini. Adapun isi dari bab II ini adalah mengenai esensi
doa, pewahyuan doa, isi doa, bentuk-bentuk doa, dan Yesus Kristus sebagai
teladan pendoa.
Pada bab II ini, esensi doa dibagi ke dalam poin-poin penting yaitu doa
menurut Kitab Suci, doa menurut dokumen Gereja, dan doa menurut para tokoh
dan para ahli. Pewahyuan doa dijabarkan dalam uraian panjang. Isi doa atau juga
bisa dikenal sebagai bentuk esensial/jenis doa dijabarkan dalam poin-poin yaitu,
berkat dan penyembahan, doa permohonan, doa syafaat, doa syukur, dan doa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
pujian. Kemudian bentuk-bentuk doa dijelaskan dalam poin-poin yaitu doa lisan,
doa renung atau meditasi, dan doa batin atau kontemplasi. Setelah itu dalam sub
bab selanjutnya, dijelaskan mengenai Yesus Kristus sebagai teladan pendoa.
A. Esensi Doa
Gereja Katolik memiliki penghayatan mengenai doa yang mungkin
berbeda dengan penghayatan doa menurut agama lain. Sumber keyakinan
mengenai esensi doa bagi orang Katolik yang pertama dan paling utama adalah
dari Kitab Suci. Mengapa yang paling utama adalah Kitab Suci? Karena Allah
sendirilah pengarang Kitab Suci. Karena itulah Kitab Suci mengajarkan kebenaran
yang perlu bagi keselamatan manusia. Roh Kudus menginspirasikan para
pengarang untuk menuliskan apa yang ingin Allah ajarkan kepada manusia
(Kompendium KGK, 2009: 20). Kemudian dari Kitab Suci tersebut, Gereja
menjelaskan doa melalui dokumen Gereja seperti Katekismus Gereja Katolik,
dokumen Konsili Vatikan II, dan sebagainya. Kemudian dari sana, para ahli
mengomentari Kitab Suci dan dokumen-dokumen Gereja bisa dalam artikel
ataupun juga buku-buku.
1. Doa Menurut Hidup Tokoh dalam Kitab Suci
Doa dalam hidup manusia telah ada sejak dulu. Dari para nabi, doa sudah
berada pada tempat yang sangat penting dalam hidup mereka. Kitab Suci sebagai
acuan umat Katolik tidak pernah secara definitif menyebut apa itu doa. Akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
tetapi Kitab Suci dengan jelas menuliskan kebiasaan-kebiasaan doa para tokoh di
dalam Kitab Suci dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru.
Doa memegang peranan yang sangat penting bagi tokoh-tokoh yang
dikisahkan di dalam Kitab Suci. Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama kebiasaan doa
banyak dilakukan. Abraham, Nuh, Yakub, Musa, Daud, Salomo, Elia dan lain-lain
telah banyak menunjukkan kebiasaan-kebiasaan doa tersebut. Dalam Perjanjian
Baru dapat kita ketemukan hidup doa dari Yesus Kristus, Bunda Maria dan juga
para rasul seperti Petrus, Paulus, Yohanes, dan lain sebagainya. Sebenarnya
semua tokoh dalam Kitab Suci yang sudah disebutkan sebelumnya, penting bagi
umat Katolik untuk memaknai hidup doa. Akan tetapi dari kesemuanya itu, yang
menjadi pusat atau tokoh sentralnya adalah Yesus Kristus karena Yesus Kristus
adalah Allah yang berinkarnasi menjadi manusia dan Ia adalah pribadi yang
mengajari kita bagaimana harus berdoa. Oleh karena itu, pemahaman mengenai
Yesus Kristus akan dipisah menjadi sub bab tersendiri dan dibahas lebih dalam
dibandingkan tokoh lain dalam skripsi ini.
a. Doa Menurut Hidup Para Tokoh dalam Kitab Suci Perjanjian Lama
Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, telah disebutkan di atas bahwa ada
banyak tokoh yang memaknai hidup doa. Karena terlalu banyaknya tokoh
tersebut, maka di sini kita akan bahas beberapa tokoh saja yang hidup doanya
sangat dominan mewarnai Kitab Suci Perjanjian Lama.
Tokoh yang pertama adalah Abraham. Oleh Abraham, doa dalam
beberapa kesempatan dimaknai sebagai perjuangan iman. Ketika Allah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
memanggil Abraham, ia selalu berangkat dengan segera dan begitu patuh seperti
dalam Kej 12: 4 “Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan Tuhan
kepadanya, dan Lot pun ikut bersama-sama dengan dia…”. Abraham selalu
melayani Allah. Doa Abraham selalu dinyatakan melalui tindakan yaitu dengan
mendirikan mezbah bagi Allah. Allah memberikan janji kepada Abraham yaitu
untuk memberikan tanah Kanaan kepada keturunan Abraham (Kej 12:7).
Abraham harus bersabar sampai janji Allah dipenuhi. Sampai pada waktu itu, doa
bagi Abraham menjadi suatu keluhan karena rasanya janji Allah tidak kunjung
dipenuhi. Doa pun menjadi ujian iman akan kesetiaan Allah bagi Abraham (KGK
2570).
Abraham sungguh percaya kepada Allah sehingga ia bersedia menerima
tamu yang sungguh misterius dalam kemahnya (Kej 18:2). Abraham juga
memiliki keyakinan yang sungguh besar kepada Allah. Bahkan ketika Abraham
diminta untuk mempersembahkan anaknya, Abraham dengan tegar hati sungguh
melakukan apa yang dikehendaki Allah (Kej 22:10). Akan tetapi Allah
menyediakan domba sebagai persembahan bagi-Nya (Kej 22:11). Dalam hidup
Abraham, doa bukan hanya sebatas ucapan atau keluhan yang terselubung.
Dengan doanya, ia membangun mezbah bagi Allah sebagai wujud kasih dan
persembahannya. Dengan doa, ia terus menjaga hubungan yang dekat dengan
Allah. Dan dengan doa pula Abraham dapat melampaui ujian iman yang diberikan
Allah.
Yang kedua adalah dari pribadi Musa. Ciri khas doa dalam hidup Musa
adalah doa syafaat, yang terpenuhi dalam diri Yesus Kristus. Dari hidup Musa ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
juga tercermin sifat Allah yang sungguh mengasihi manusia. Allah memanggil
Musa dalam semak bernyala. Kejadian ini pula yang selalu dimaknai manusia
bahwa Allah Abraham, Ishak, Yakub adalah Allah yang selalu mendahului
manusia untuk memulai hubungan yang hidup dengan-Nya. Allah selalu
menginginkan kehidupan dan keselamatan bagi manusia. Akan tetapi Allah tidak
ingin melakukannya sendiri, Ia menginginkan keselamatan itu juga dengan
bantuan atau campur tangan manusia juga. Oleh karenanya Ia mengutus Musa
menjadi perantara atau alat Allah untuk menyelamatkan bangsa Israel (Kel 3:2-
4:17). Dengan tugas perutusan yang diberikan oleh Allah kepada Musa, awalnya
Musa tidak mau melakukannya. Dari percakapannya dengan Allah, ia mulai
belajar berdoa. Ketika berdoa Musa seringkali bertanya, menyampaikan rasa
keberatan dan berdalih (KGK 2575).
Akhirnya Musa yang menyanggupi tugas perutusannya, selalu bersandar
kepada Allah dalam setiap hal, mengambil keputusan, menyelesaikan perkara,
mengeluh dan lain-lain. Musa seringkali mendaki gunung untuk berdoa
(mendengarkan Allah dan memohon bantuan-Nya demi tugas perutusan Musa)
dengan waktu yang cukup lama (misalnya dalam Kel 19, 24, 34). Dalam Kel
(33:11) dikatakan bahwa Tuhan berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka
seperti seorang berbicara kepada temannya.
Terdapat juga suatu ciri doa yang dilakukan oleh Musa. Sebagai
pengantara antara Allah dan bangsa Israel, Musa mendoakan doa syafaat. Doa
syafaat itu terjadi ketika Musa tidak meminta bagi dirinya sendiri saja. Musa terus
berdoa bagi keselamatan bangsanya (KGK 2577). Salah satu contohnya adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
ketika Allah murka kepada bangsa Israel yang membuat allah lain dari emas yang
dibentuk menjadi seekor anak lembu oleh Harun. Di sana, Musa naik ke gunung
Sinai dan memohon ampun bagi dosa bangsanya (Kel 32: 31-32). Jadi doa Musa
yang paling khas adalah doa sebagai perantara antara Allah dan umat-Nya.
Pribadi selanjutnya adalah Daud dan Salomo. Daud adalah sosok seorang
raja yang sungguh berkenan di hati Allah. Dalam doanya, ia memegang janji
Allah dengan setia (2 Sam 7:18-29). Sebagai baktinya kepada Allah, ia berusaha
mendirikan kenisah Yerusalem, akan tetapi ternyata Salomo yang mendirikan.
Dengan kenisah ini pula, Allah menepati janji-Nya kepada Daud (1 Raj 8:14-21).
Ketika kenisah itu berdiri, Salomo pun memanjatkan doa kepada Allah (1 Raj 8:
22-53). Dalam doanya itu, ia bersyukur dan memuji Allah, memohon untuk
dirinya sendiri dan bangsanya, serta meminta pengampunan bagi bangsanya.
Dari zaman antara Daud dan kedatangan Mesias, terdapat teks-teks doa
dalam buku-buku suci yang memberi kesaksian doa untuk diri sendiri dan untuk
orang lain. Dalam hal ini, buku Mazmur menjadi salah satu bukti menonjol
mengenai doa dalam Perjanjian Lama. Mazmur menjadi doa jemaat karena tidak
hanya berisi doa bagi diri sendiri akan tetapi untuk orang banyak. Dalam Mazmur,
tertulis doa bagi diri sendiri (Mzm 3-7, 16). Doa bagi jemaat (doa syafaat juga
tertulis dalam Mazmur (Mzm 8, 12, 145). Nada doa Mazmur adalah pujian,
karenanya Mazmur juga disebut sebagai “Madah Pujian” (KGK 2589). Mazmur
mengajak kita untuk senantiasa memuji dan memuliakan Tuhan (Mzm 33:1-9).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Tokoh berikutnya adalah Elia. Doa dalam hidup Elia lebih diwarnai
dengan pertobatan dan juga mencari Allah. Pertobatan terlihat dalam kisah Elia
yang mengajar janda supaya percaya kepada sabda Allah (1 Raj 17:7-24).
Jadi dalam Perjanjian Lama, doa dimaknai dengan berbagai hal. Bagi
Abraham, doa dimaknai sebagai komunikasi dengan Allah supaya ia bisa terus
dekat dengan Allah dan dengan doa Abraham mampu melampaui ujian iman akan
kesetiaan Allah. Bagi Musa, doa dimaknai sebagai doa syafaat yaitu doa yang
memohon bukan untuk kepentingan diri sendiri tetapi juga untuk orang lain serta
doa menjadi sarana untuk mendengarkan Allah. Bagi Daud dan Salomo, sebagai
pemimpin (raja) doa sebagai sarana untuk memohon berkat bagi diri sendiri dan
terutama bangsanya. Dan bagi Daud dalam Mazmur, doa menjadi puji-pujian
untuk memuji dan memuliakan Allah. Kemudian makna doa bagi Elia adalah
sebagai pertobatan.
b. Doa Menurut Hidup Para Tokoh dalam Perjanjian Baru
Doa juga sangat mewarnai Perjanjian Baru. “Peristiwa doa diwahyukan
sepenuhnya kepada kita dalam Sabda yang menjadi manusia dan tinggal di antara
kita” (KGK 2598). Kutipan tersebut menjelaskan bahwa peristiwa doa yang paling
utama adalah doa yang diwahyukan sepenuhnya dalam sosok Sabda yang menjadi
manusia yaitu Yesus Kristus, Putra Allah. Memang dalam Perjanjian Baru, doa
bukan hanya dimuat dalam Injil namun juga dalam surat-surat para rasul. Namun
yang menjadi utama dalam doa adalah sosok Yesus Kristus. Dalam Injil tertulis
bagaimana hidup Yesus yang tak pernah lepas dari doa. Berkaca dari hidup Yesus,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
doa dimaknai sebagai doa seorang anak kepada Bapa-Nya. Injil Lukas menuliskan
kata-kata Yesus “Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah
Bapa-Ku?” (Luk 2: 49). KGK 2599 menjelaskan kutipan Injil ini, “Di sinilah
bentuk doa yang baru dalam kepenuhan waktu mulai menyatakan diri. Doa
seorang anak, yang diharapkan Bapa dari anak-anak, akhirnya dihayati oleh
Putera tunggal dalam kodrat manusiawi bersama manusia dan untuk mereka”.
Yesus menunjukkan intimitas dalam doa. Hubungan manusia dan Tuhan dalam
doa bukanlah semata-mata hubungan hamba dan tuan. Lebih dari itu, Allah
membuka dirinya sebagai seorang Bapa yang dekat dengan manusia.
Di dalam Injil pula, kita bisa menemukan hidup doa dari teladan Bunda
Maria. Bunda Maria adalah pribadi yang selalu menyertakan doa di dalam
hidupnya. Sikap rendah hati dan kesetiannya kepada Allah ia ungkapkan dalam
doa ketika malaikat menyampaikan kabar bahwa Maria akan mengandung dari
Roh Kudus. Kata Maria “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah
padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38). Kutipan dari Injil tersebut
menjelaskan bahwa dalam hidup Maria, ia sungguh merefleksikan bahwa dirinya
sebagai milik Allah sepenuhnya sehingga apapun yang dikehendaki Allah maka
terjadilah pada dirinya. Bunda Maria juga setia melaksanakan sabda Allah di
dalam dirinya tanpa tawar-menawar atau menolak.
Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru khususnya dalam Kisah Para Rasul
warna doa yang sangat kentara adalah ketika doa dilakukan dalam jemaat, demi
kekuatan iman diri sendiri dan bagi kepentingan jemaat (bersama). Selepas Yesus
Kristus naik ke surga, para rasul tetap terus bertekun sehati dalam doa (Kis 1: 14,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
24). Cara hidup jemaat yang pertama juga digambarkan selalu berkumpul bersama
untuk memecah roti dan berdoa (Kis 2: 42), juga dikatakan bahwa ketika jemaat
sedang berdoa, tiba-tiba tempat mereka berkumpul pun bergoyang dan semua
penuh dengan Roh Kudus (Kis 4: 31). Demikian pula ketika tujuh orang dipilih
untuk melayani orang miskin, para rasul berdoa dan meletakkan tangan di atas
tujuh orang itu (Kis 6: 6). Para rasul digambarkan berdoa demi kepentingan
banyak orang, bukan hanya untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka (Petrus
dan Yohanes) mendoakan orang-orang Samaria supaya beroleh Roh Kudus (Kis
8: 15).
Masih banyak perihal doa dalam kehidupan para Rasul. Misalnya rasul
Paulus yang ajakan dan doanya sangat diwarnai oleh doa syafaat bagi kepentingan
jemaat. Salah satu contohnya adalah ketika Paulus memberi nasihat melalui surat
pertamanya kepada Timotius “Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah
permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang” (1 Tim 2: 1).
Jadi dari kutipan tersebut adalah salah satu contoh ajakan Paulus supaya umat
saling mendoakan (berdoa bagi kepentingan banyak orang) dan supaya tidak egois
hanya mementingkan diri sendiri.
2. Doa Menurut Dokumen Gereja
Gereja Katolik memiliki pemahaman iman yang bertolak dari Kitab Suci.
Berdasarkan Kitab Suci, Gereja telah menafsirkan sabda Tuhan melalui dokumen-
dokumen Gereja. Dari antara dokumen-dokumen Gereja, keyakinan Gereja
Katolik mengenai doa sangat diwarnai oleh Katekismus Gereja Katolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Gereja telah mendefinisikan apa itu doa. Kita bisa melihat definisi doa
dalam Gereja Katolik berdasarkan KGK 2559:
“Doa adalah pengangkatan jiwa kepada Tuhan, atau satu permohonan
kepada Tuhan demi hal-hal yang baik” (Yohanes dari Damaskus,
f.o.3,24). Dari mana kita berbicara, kalau kita berdoa? Dari ketinggian
kesombongan dan kehendak kita ke bawah atau “dari jurang” (Mzm
130:1) hati yang rendah dan penuh sesal? Siapa yang merendahkan diri
akan ditinggikan (Bdk. Luk 18:9-14). Kerendahan hati adalah dasar doa,
karena “kita tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa” (Rm 8:26).
Supaya mendapat anugerah doa, kita harus bersikap rendah hati: Di
depan Allah, manusia adalah seorang pengemis.
Berdasarkan kutipan tersebut, berdoa adalah pengangkatan jiwa dan hati
kepada Allah. Pengangkatan jiwa dan hati oleh manusia ini harus berasal dari
kerendahan hati manusia. Manusia tidak tahu bagaimana caranya harus berdoa.
Doa sendiri adalah anugerah dari Allah, jadi supaya manusia dapat memperoleh
anugerah doa maka manusia harus memulainya dari kerendahan hati. Kerendahan
hati adalah sikap yang harus manusia miliki terlebih apabila sedang berdoa karena
manusia adalah seorang pengemis di hadapan Allah yang selalu meminta apapun
kepada-Nya.
Menurut buku Iman Katolik, doa pertama-tama dan terutama adalah
suatu pernyataan iman di hadapan Allah (KWI, 1996: 194). Jadi manusia
menyatakan imannya bahwa ia menyembah Allah dan mengakui keagungan Allah
melalui doa. Kemudian Iman Katolik juga menyatakan bahwa doa pada dasarnya
berarti mengangkat hati, mengarahkan hati kepada Tuhan, menyatakan diri anak
Allah, mengakui Allah sebagai Bapa (KWI, 1996: 194). Maka manusia
menyatakan imannya dengan mengarahkan hatinya kepada Tuhan. Dengan
mengarahkan hatinya, manusia sungguh meyakini eksistensi Allah sebagai Bapa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
dan menyatakan bahwa dirinya adalah anak Allah sehingga berbuat seturut
kehendak Bapanya.
Doa yang dipanjatkan manusia selalu dilukiskan oleh Kitab Suci berasal
dari jiwa atau roh. Tetapi yang paling sering disebutkan adalah hati. Jika hati jauh
dari Allah, doa pun tidak mempunyai arti (KGK 2562). Jadi berdasarkan KGK
tersebut jelaslah bahwa dari diri manusia, doa berasal dari hati manusia. Manusia
hanya dapat berdoa apabila hatinya dekat dengan Allah. Ketika manusia berdoa, ia
mengarahkan hati sepenuhnya kepada Allah. Kehidupan duniawi manusia
membuat pikiran dan hati manusia begitu sibuk dengan perkara di sekitarnya.
Maka ketika berdoa, manusia menyingkirkan pikiran dan hatinya yang sibuk
dengan perkara di sekitarnya itu kemudian menyediakan tempat bagi Allah di
dalam hatinya. Mengapa hati adalah yang paling utama dari pihak manusia ketika
berdoa? Karena hati adalah tempat keputusan, ia adalah tempat kebenaran di mana
kita memilih antara hidup dan mati. Dan hati adalah tempat pertemuan karena
manusia hidup dalam hubungan dengan citra Allah, hati adalah tempat perjanjian
(KGK 2563).
Dalam lubuk hati nuraninya manusia menemukan hukum yang tidak
diterimanya dari dirinya sendiri melainkan harus ditaati. Sebab dalam hatinya
manusia menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabat manusia adalah
mematuhi hukum itu. Hati nurani adalah inti manusia yang paling rahasia, sebagai
sanggar sucinya; di situ ia seorang diri bersama Allah, yang sapaan-Nya
menggema dalam batinnya (GS 16). Jadi hati nurani adalah tempat Allah hadir
dalam hidup manusia, sebagai tempat Allah menyampaikan hukumnya sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
suara hati manusia yang memberi tahu baik atau buruknya sesuatu. Dalam hati
manusia, hanya ada manusia itu sendiri dan Allah yang mengenal dirinya. Hati
manusia juga dapat menimbang-nimbang berbagai macam perkara.
Secara lebih spesifik sebagai murid Kristus, orang Kristen memiliki
pemahaman tersendiri mengenai doa. KGK 2564 menjelaskan doa Kristen adalah
hubungan perjanjian antara Allah dan manusia di dalam Kristus, sebagai tindakan
Allah dan tindakan manusia. Menurut KGK 2565, doa dalam Perjanjian Baru
dimaknai sebagai hubungan yang hidup antara anak-anak Allah dengan Bapanya
bersama Yesus Kristus dan dengan Roh Kudus. Menurut LG 4, Tritunggal maha
kudus sangat melekat dalam doa orang Katolik. Allah Bapa yang menginginkan
keselamatan manusia, mengutus Putera-Nya dan menjadi pengantara kita serta
Roh Kudus membantu menyertai kita dan membantu kita berdoa.
Dalam ensiklik Fides et Ratio 7 oleh Paus Yohanes Paulus II, dijelaskan
bahwa dalam kebaikan dan kebijaksanaan, Tuhan memilih menyatakan diri-Nya
dan memberitahukan tujuan-Nya yang tersembunyi kepada manusia melalui diri
Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah firman Allah yang menjadi manusia.
Manusia dapat menuju Allah melalui Roh Kudus. Bagaimana manusia dapat
menjangkau Allah adalah inisiatif dari Allah kepada manusia baik pria dan wanita
supaya beroleh keselamatan. Tuhan ingin dirinya dikenal oleh manusia dan
pengetahuan yang dimiliki manusia menyempurnakan semua yang dapat diketahui
oleh pikiran manusia tentang makna kehidupan.
Dokumen Gereja, dekrit UR juga membahas mengenai doa akan tetapi
dalam lingkup ekumenisme. Umat Katolik diajak untuk terus berdoa. Pertobatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
hati dan kesucian hidup disertai doa-doa permohonan perorangan maupun
bersama harus dipandang sebagai jiwa seluruh gerakan ekumenisme. Sebab bagi
umat Katolik merupakan kebiasaan yang sangat baik berkumpul untuk mendoakan
kesatuan Gereja (UR 8). Jadi menurut UR 8 tersebut, doa bagi umat Katolik
sangat penting apalagi doa yang menyangkut kesatuan Gereja. Setiap orang
Katolik diajak untuk terus berdoa.
3. Doa Menurut Tokoh Gereja dan Para Ahli
Setelah bertolak dari Kitab Suci dan kemudian dokumen/ajaran Gereja,
maka barulah kita melihat bagaimana doa menurut para ahli atau tokoh dalam
Gereja. Gusti Kusumawanta (2018) dalam artikelnya berjudul “Berdoa dengan
Benar Secara Katolik” menegaskan apa itu doa menurut St. Theresa dari Lisieux
“For me, prayer is a surge of the heart; it is a simple look turned toward heaven,
it is a cry of recognition and of love, embracing both trial and joy” yang
diterjemahkan oleh Kusumawanta sebagai berikut: “suatu gelora, sentakan dalam
hati, sebuah penglihatan kembali untuk ke depan menuju takhta surgawi, sebuah
jeritan pengetahuan akal budi dan cinta yang memeluk keduanya dalam suatu
cobaan dan sukacita”. Jadi berdasarkan kutipan tersebut, Santa Theresa dari
Lisieux memahami bahwa doa adalah sebuah gelora dari dalam hati, sebagai
penglihatan atau pandangan sederhana ke surga, sebagai jeritan atau tangisan dari
pengakuan, akal budi dan cinta yang memeluk cobaan dan sukacita. Doa adalah
sebuah gelora yang berasal dari hati. Gelora dari dalam hati manusia itu selalu
mengarah ke surga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Dalam buku yang ditulis oleh Heuken (2016: 7), terdapat petunjuk yang
baik mengenai doa menurut St. Teresa dari Avila berdasarkan karangan S. Teresa
Camino de Perfectión (Jalan ke kesempurnaan), yaitu sebagai berikut:
Jalan untuk maju bukan berbagai latihan mati raga, melainkan doa.
Maka, Teresa sering berbicara tentang seni berdoa sesuai pengalamannya
sendiri. Apa pun bentuk doa itu, lisan atau batiniah, doa permohonan
maupun doa syukur ataukah doa pribadi serta bersama, adalah jalan
orang beriman menuju kepada Allah. Doa tak lain daripada pertemuan
dengan Allah dari sendirinya mendekatkan kita dengan-Nya.
Berdasarkan kutipan tersebut, Heuken menegaskan bahwa menurut santa
Teresa dari Avila cara untuk memiliki kemajuan rohani adalah dengan doa bukan
dengan berbagai jenis latihan mati raga. Apapun jenis doa yang dilakukan, doa
tetap menjadi jalan bagi orang beriman untuk mengarahkan hatinya kepada Allah
dan mulai hidup seturut kehendak Allah. Karena doa adalah sebuah pertemuan
antara manusia dengan Allah, maka dengan pertemuan tersebut manusia dapat
mendekatkan dirinya kepada Allah.
Menurut Ruben (2007: 24) berdasarkan refleksi St. Teresa dari Avila,
perjalanan awal menuju hidup doa harus bermula dari pengenalan diri.
Barangsiapa mengenal dirinya, ia akan tahu siapakah Allah, tahu bahwa Allah
mencintainya dan berkehendak mencintai-Nya. Menurut Ruben (2007: 24)
berdasarkan St. Teresa dari Avila juga, doa adalah percakapan sejati antara kita
dengan Allah.
Selanjutnya adalah hidup doa dari Ibu Teresa (St. Theresa dari Kalkuta).
Menurut Youcat Katekismus Sakramen Penguatan (82), Ibu Teresa membutuhkan
waktu yang lama untuk belajar berdoa. Bahkan Ibu Teresa pernah merasa bahwa
Allah sungguh jauh dari dirinya, ia juga tidak merasa bahwa dirinya itu suci.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Namun ada satu hal yang dipahami: kalau Allah dekat dengan kita maka relasi
kita dengan Allah harus hidup. Allah adalah sumber hidup maka tidak ada yang
bisa terjadi jika Allah tidak menghendaki. Karena itu kita harus mencari Allah
dengan kerinduan yang kuat dan tanpa kenal lelah.
Menurut Youcat Katekismus Sakramen Penguatan (82) Ibu Teresa
mengungkapkan pemahamannya mengenai doa. Ibu Teresa yakin bahwa Allah
menantikan dirinya untuk membangun relasi dengan Allah. Doa yang dipanjatkan
Ibu Teresa selalu berasal dari kerendahan hati karena perasaan tidak berarti dan
lemah yang dirasakannya sehingga ia tidak mau hidup sendiri tanpa Allah. Ia
begitu mencintai Allah dan ingin hidup bersama Allah sehingga ia selalu
menyediakan waktu sepenuhnya bagi Allah melalui doa. Ia memberikan waktu
sepenuhnya dalam hidupnya bagi Allah dalam doa tanpa mengeluh atau bosan
karena ia sungguh mencintai doa. Hatinya sungguh peka hingga ia dapat
merasakan sungguh-sungguh dorongan untuk selalu berdoa. Baginya, doa dapat
membuat hati menjadi lebih siap menerima anugerah Allah. Jika kita ingin berdoa
dengan benar maka kita harus lebih sering berdoa karena doa juga membuat kita
lebih sanggup mengasihi.
Kita juga bisa belajar bagaimana hidup doa Fransiscus dari Asisi. St.
Fransiscus Asisi adalah pendiri Ordo Fransiskan (OFM). Ayahnya adalah
saudagar kain yang kaya raya di Asisi. Pada tahun 1202 timbul pertikaian
mengenai perbatasan Perugia dengan Asisi. Pertikaian ini menimbulkan perang.
Fransiscus sebagai pemuda Asisi ikut membela negerinya. Dalam peperangan ini
ia tertawan dan dipenjara selama setahun kemudian setelah ia bebas ia ikut lagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
berperang namun kali ini ia harus kembali karena sakit. Dalam sakitnya itu, ia
mengalami pergumulan rohani yang hebat. Kemudian ia memutuskan untuk
menyerahkan dirinya demi mengabdi kepada doa dan orang-orang miskin. Pada
tahun 1205 ia mengadakan perjalanan ziarah ke Roma. Kemudian di pintu
gerbang gereja St. Petrus, ia kasihan melihat pengemis yang berdiri di pintu
gerbang dan ia pun memberikan bajunya kepada pengemis itu. Pada kesempatan
yang lain ia bertemu dengan seorang yang menderita penyakit kusta dan ia pun
memeluk orang itu karena belas kasihan. Pada tahun 1206 Fransiscus berdoa
dalam Gereja St. Damian di Asisi. Ketika berdoa ia mendengar suara dari lukisan
Kristus yang berkata kepadanya untuk memperbaiki gedung gereja yang hampir
runtuh. Ia pun menjual kain ayahnya dan menggunakan hasil penjualan kain untuk
memperbaiki gedung. Fransiscus juga membagi-bagikan uang ayahnya kepada
orang miskin dan ini menyebabkan ayahnya marah dan hak waris Fransiscus
dicabut ayahnya (Wellem, 2003: 81).
Fransiscus terus hidup dalam doa dan kemiskinan sepanjang hidupnya.
Sebelum ia meninggal, ia bertapa di gunung La Verna tempat ia memperoleh
stigmata (bekas luka-luka Kristus di tangan dan kaki). Ia pun meninggal pada
tanggal 3 Oktober 1226 pada usia lanjut di kaki altar Kapel Portiuncula (Wellem,
2003: 82). Jadi dapat disimpulkan bahwa santo Fransiscus dari Asisi sungguh
mewujudkan hidup doa dengan kemiskinan dan berbelarasa terhadap mereka yang
miskin dan sakit. Doa tidak hanya menjadi sebatas kata-kata yang diucapkan
kepada Allah akan tetapi juga diwujudkan dalam perbuatan. Karena doa juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Fransiscus tidak khawatir akan hidupnya, ia yakin bahwa ia hidup untuk Allah
dalam kemiskinan dan Allah akan memelihara hidupnya.
Menurut Pai (2003: 13), doa merupakan suatu relasi, perjumpaan dan
pertemuan dengan Pribadi lain, yakni dengan Allah. Kalau hubungan kita dengan
Allah baik, maka doa kita akan mendalam dan hidup kita menjadi lebih bermakna.
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa doa adalah sebuah relasi dan perjumpaan
antara Allah dan manusia. Doa menjadi mendalam dan hidup sungguh bermakna
apabila hubungan manusia dengan Allah sungguh baik. Menurut Darminta (1981:
20) ketika seseorang berdoa maka ia harus mengosongkan dirinya dari segala
kesibukan, kepentingan pribadi, dan segala macam persoalan yang bersifat
egosentris karena semua itu membuat orang buta dan tuli akan Allah.
Selain itu, dalam doa juga diperlukan pengosongan diri dalam pengertian
pribadi Yesus (Flp 2:5-8). Manusia perlu hidup dengan pengosongan diri seperti
Yesus Kristus. Meskipun Ia hidup dalam rupa Allah, Ia tidak menyombongkan
diri dengan menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan. Ia berdoa dengan mengambil rupa sebagai seorang hamba seperti
manusia, yaitu ciptaan yang bergantung pada Allah.
Menurut Laplace (1984: 10), doa Kristen yang bersumberkan dan
berinspirasikan Kitab Suci selayaknya merupakan proses penyerahan diri dalam
iman kepada kuasa Allah yang mampu menyelamatkan. Puncak hidup rohani
adalah penyerahan diri secara total kepada Allah yang menyelamatkan. Dengan
begitu, manusia diajak untuk belajar berdoa hanya untuk mencari Allah, bukan
untuk mencari hal lain (bdk. Mat 6: 33). Jadi menurut Laplace, doa sebaiknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
dimaknai sebagai proses penyerahan diri kepada Allah secara total. Penyerahan
diri secara total membuat manusia percaya kepada karya Allah dalam hidupnya
dan tidak khawatir akan hidupnya. Dengan penyerahan diri dan sikap percaya
seutuhnya kepada Allah, manusia harus fokus berdoa untuk mencari Allah karena
Allah menjadi prioritas ketika manusia mampu menyerahkan hidupnya seutuhnya
kepada Allah.
Yang terakhir adalah doa menurut St. Agustinus. Bavel (2011:11-17)
menjelaskan pemahaman doa menurut St. Agustinus yaitu bahwa berdoa
merupakan aktivitas di mana relasi antara manusia dan Allah dialami dan
dibentuk. Aspek krusial dalam doa adalah bahwa inisiatif ada pada Allah.
Menurut gagasan umum St. Agustinus, Allah sendiri mengajar kita untuk berdoa.
Ia berinisiatif untuk berdialog dengan manusia. Suara-Nya menggapai hati kita.
B. Isi Doa
Isi doa merujuk pada bentuk-bentuk esensial atau juga jenis utama doa.
Yang dimaksud esensi adalah inti pokok. Menurut KGK, doa memiliki berbagai
bentuk esensialnya (isi) sebagai berikut:
1. Berkat dan Penyembahan
Bentuk esensial doa yang pertama adalah berkat dan penyembahan.
Pertama-tama kita perlu mengetahui tentang berkat. Apakah itu berkat? Menurut
KGK 2626 berkat adalah pertemuan antara Allah dan manusia. Pertemuan antara
Allah dan manusia ini adalah sebuah anugerah dari Allah, bukan karena prestasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
manusia. Berkat itu menjadi sempurna ketika manusia membuka hatinya bagi
kehadiran Allah.
Menurut Youcat Katekismus Populer (484), “doa berkat adalah doa
permohonan agar berkat Allah turun atas kita. Dari Allah sendirilah semua berkat
mengalir. Kebaikan-Nya, kedekatan-Nya, belas kasih-Nya merupakan berkat”.
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa satu-satunya pribadi pemberi berkat kepada
manusia adalah Allah. Oleh karenanya supaya manusia dapat berlimpah berkat,
manusia harus memohon berkat itu kepada Allah. Allah adalah sumber berkat
dalam hidup manusia. Berkat Allah kepada manusia terwujud melalui kebaikan
Allah, kedekatan Allah (Allah yang mau mendekat dan yang mau didekati
manusia), dan juga belas kasih-Nya atas kehidupan manusia.
Jadi berdasarkan beberapa dokumen Gereja dan juga pendapat ahli,
berkat dimengerti sebagai pertemuan antara Allah dan manusia dalam doa. Dalam
pertemuan ini Allah melimpahkan kebaikan-Nya, kedekatan-Nya dan juga belas
kasih-Nya kepada manusia dan manusia menanggapinya dengan ungkapan
memuji, menyembah dan mengagungkan Allah.
Yang kedua adalah penyembahan. Apakah itu penyembahan? KGK 2628
merumuskan penyembahan sebagai:
Penyembahan adalah sikap pertama manusia, yang mengakui diri sebagai
makhluk di depan pencipta-Nya. Ia memuliakan kebesaran Tuhan yang
menciptakan kita dan kemahakuasaan penyelamat yang membebaskan
kita dari yang jahat. Dalam penyembahan, roh menundukkan diri di
depan “Raja Kemuliaan”.
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa penyembahan adalah “sikap
manusia” berupa pengakuan bahwa dirinya adalah makhluk di depan Allah. Kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
makhluk menggambarkan bagaimana status manusia. Bahwa manusia adalah
ciptaan, memiliki keterbatasan, harus menyembah pada Sang Pencipta yang telah
memberikan hidup dan yang melindungi manusia.
Menurut Kompendium KGK 552, “penyembahan adalah pengakuan yang
rendah hati dari pihak manusia bahwa mereka adalah makhluk dari Pencipta yang
mahakudus” (KWI, 2009: 185). Menurut kutipan tersebut, penyembahan berasal
dari pihak manusia yang mengaku dengan rendah hati bahwa dirinya hanyalah
makhluk yang berasal atau diciptakan oleh Pencipta yang mahakudus.
Sedangkan menurut Pai (2003: 129), “sembah sujud hanya diperuntukkan
bagi Allah semata”. Menurut kutipan tersebut, sembah sujud (menyembah)
membuat manusia tertantang untuk meninggalkan allah-allah lain (penyembahan
berhala). Penyembahan berhala bisa saja terjadi ketika manusia terlalu
mendewakan uang, status, kekuasaan, seks, dan sebagainya. Maka Pai (2003: 131)
menyebutkan bahwa apabila kita menolak untuk menyembah dewa yang lain, kita
akan menjadi sangat bebas untuk menjawab panggilan Allah yang esa, benar dan
hidup.
Berdasarkan dokumen Gereja dan pendapat ahli, maka dapat disimpulkan
bahwa penyembahan adalah sikap kerendah-hatian manusia di hadapan Allah.
Dalam sikap rendah hati ini, muncul kesadaran bahwa dirinya sendiri adalah
makhluk ciptaan Allah. Sebagai makhluk ciptaan, manusia sadar bahwa ia harus
berbakti seutuhnya pada penciptanya dan tidak membiarkan dirinya berbakti
kepada pribadi/hal yang lain selain Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Jadi dalam doa berkat dan penyembahan ini, dalam diri manusia yang
berdoa harus tumbuh keinginan untuk menjawab panggilan Allah dengan tulus
dan bersungguh-sungguh. Manusia harus menyadari bahwa kehadiran Allah
dalam hidup manusia adalah sebuah berkat dan anugerah cuma-cuma dari Allah.
Dan dalam doa yang disadari berkat Allah itu, manusia harus sungguh-sungguh
menyembah. Manusia harus mengakui bahwa ia hanyalah makhluk ciptaan Allah
dan Allah berkuasa atas dirinya sehingga manusia harus memuliakan Allah.
2. Doa Permohonan
Isi atau bentuk esensial doa yang kedua adalah permohonan. Katekismus
Gereja Katolik mengungkapkan bahwa “dalam doa permohonan terungkap
kesadaran akan hubungan kita dengan Allah” (KGK 2629). Kutipan tersebut
menjelaskan bahwa ketika manusia berusaha memanjatkan doa permohonan, dari
dirinya sebenarnya telah muncul kesadaran bahwa antara dia dengan Allah ada
suatu hubungan. Hubungan itu tersirat dari bagaimana perlunya manusia menjalin
komunikasi dengan Allah. Bukan hanya diam menunggu keajaiban dari Allah.
Manusia selalu memiliki kecenderungan untuk memohon. Mengapa
manusia harus memohon kepada Allah? “Allah menginginkan kita untuk
meminta, untuk berpaling kepada-Nya pada saat kita membutuhkan Dia” (Youcat
Katekismus Populer 486). Dan Youcat Katekismus Populer (486) sendiri
memberikan penjelasan lebih lanjut sebagai berikut:
Tentu saja, Allah tidak memerlukan permohonan kita agar dapat
menolong kita. Untuk kepentingan diri kita sendiri saja sehingga kita
memanjatkan doa permohonan. Seseorang yang tidak meminta dan tidak
mau meminta, menutup dirinya sendiri. Hanya seseorang yang meminta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
yang membuka dirinya dan berpaling kepada Sang Pencipta semesta.
Maka, doa permohonan membawa manusia pada hubungan yang tepat
dengan Allah yang menghargai kebebasan kita.
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa permohonan sebenarnya adalah
kebutuhan manusia sendiri. Allah tidak membutuhkan permohonan dari manusia.
Allah juga sebenarnya sudah mengerti apa yang dibutuhkan manusia tanpa
manusia harus memohon. Akan tetapi dengan memohon, manusia membuka
dirinya bagi kehadiran Allah.
Menurut Jacobs (2004: 29), doa permohonan berasal dari kejadian yang
benar-benar dialami oleh manusia. Doa permohonan bukanlah sebuah refleksi
ataupun perenungan atas kejadian yang dialami oleh seseorang. Doa permohonan
lebih berwujud sebuah seruan kepada Allah dan seringkali merupakan reaksi
spontan atas situasi terjepit. Pusat dari doa permohonan bukan hanya pada
kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia lebih menjadi sumber yang mendorong
seseorang untuk berdoa. Seseorang memohon kepada Allah karena merasa tidak
berdaya dan Allah menjadi tempat perlindungan yang sungguh tepat.
Menurut KGK 2631, bentuk pertama dari doa permohonan adalah mohon
pengampunan seperti dalam doa pemungut cukai: “Ya Allah, kasihanilah aku
orang berdosa ini” (Luk 18:13). Dan dalam ajaran Yesus Kristus sendiri, ada suatu
hierarki permohonan: pertama-tama memohon Kerajaan dan sesudah itu segala
sesuatu yang kita butuhkan untuk menerimanya dan untuk turut bekerja demi
kedatangan-Nya. Turut serta dalam perutusan Kristus dan Roh Kudus, yang kini
menjadi perutusan Gereja, adalah pokok doa umat apostolik (KGK 2632).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Dalam buku yang ditulis oleh Bavel (2011: 134), ia menuliskan bahwa
menurut St. Agustinus, kita harus menghaturkan doa permohonan dengan tiga
alasan: yang pertama, sebagai ciptaan kita harus menaati Allah dan
menghubungkan hal-hal yang bersifat sementara ke kehidupan kekal. Yang kedua
kita melakukannya dengan memohon supaya segala sesuatu dilimpahkan kepada
kita. Dan yang ketiga, kita melakukannya dengan meminta nasihat yang berkaitan
dengan apa yang harus dilakukan.
Apa yang sebaiknya kita mohon kepada Allah melalui doa permohonan?
Kita bisa memohon anugerah surgawi dan duniawi. Menurut St. Agustinus, Allah
tidak melarang kita untuk mencintai apa yang telah diciptakan-Nya tetapi
melarang kita untuk mencintainya seakan-akan itulah kebahagiaan akhir. Belas
kasih Allah tidak hanya ditemukan di surga tetapi juga di bumi. Anugerah-
anugerah surgawi dan duniawi diberikan oleh Allah kepada manusia. Kesemuanya
menjadi anugerah Allah karena Allah menciptakan manusia dengan jiwa dan
badan, Dia juga peduli pada jiwa dan badan manusia. Hal-hal duniawi itu kadang
menguntungkan dan kadang merugikan. Kita perlu memohon hal-hal duniawi
kepada Allah secara tidak berlebihan supaya kita tidak melupakan Allah karena
semua jenis kesenangan. Jika kita tidak menerima apa yang kita minta, janganlah
bersedih karena Allah tahu apa yang baik bagi kita. (Bavel, 2011: 135-138).
Pai (2003: 31) mengungkapkan bagaimana jika permohonan yang kita
panjatkan tidak dikabulkan:
Berdoa berarti meminta ini atau itu atau meminta seseorang, lalu kamu
memperoleh apa yang tidak kamu minta yakni: “kekuatan untuk
menerima, tanpa sikap sinis kalau ternyata hal ini atau itu atau seorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
pribadi yang kau minta itu tidak diberikan kepadamu…” kekuatan itulah
yang disebut Roh Kudus dalam Injil (Luk 11: 13).
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa sejatinya berdoa itu justru adalah
ketika kita memohon kepada Allah, Allah memberikan apa yang tidak kita mohon.
Itu adalah kekuatan dan ketegaran apabila apa yang kita minta tidak diberikan
kepada kita.
Jadi memohon adalah suatu yang penting yang mengungkapkan
kesadaran manusia akan kehambaan. Allah tidak membutuhkan permohonan
manusia, akan tetapi Allah mengharapkan manusia memohon kepada Allah.
Dengan memohon kepada Allah, manusia terus menjalin relasi dengan Allah
melalui doa. Dalam doa permohonan, manusia perlu memohon ampun kepada
Allah karena kelemahan dan kemiskinannya di hadapan Allah. Dalam doa
permohonan pula, manusia belajar untuk tidak mencintai hal-hal duniawi secara
berlebihan. Doa permohonan membuat manusia belajar ketegaran dan kekuatan
menerima apabila apa yang dimintanya tidak diterimanya.
3. Doa Syafaat
Menurut KGK 2634, doa syafaat adalah “doa permohonan yang
membuat doa kita serupa dengan doa Yesus.” Apa maksudnya serupa dengan doa
Yesus? Yesus adalah pribadi yang tidak selalu berdoa hanya untuk diri-Nya
sendiri, Ia adalah pribadi pendoa. Yesus mendoakan semua orang, bahkan orang-
orang yang membenci-Nya sekalipun. Yesus tidak hanya berdoa demi
kepentingan-Nya sendiri. Ia selalu mendoakan bagi kepentingan orang lain dan
orang banyak juga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Kitab Suci juga mengajak kita untuk melakukan doa syafaat misalnya Flp
2:4 “dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri,
tetapi kepentingan orang lain juga”. Dalam doa syafaat, kita mendoakan orang
lain baik secara pribadi maupun kelompok (doa bersama). Mengapa kita berdoa
bersama? Menurut Jacobs (2004: 75), kita berdoa bersama karena kita adalah
Gereja. Gereja adalah persekutuan orang yang dipersatukan dalam Kristus,
dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan menuju Kerajaan Bapa; mereka
telah menerima warta keselamatan untuk selanjutnya disampaikan kepada semua
orang (GS 1). Jadi kita berdoa bersama-sama karena kita adalah persekutuan
orang beriman akan Kristus yang telah menerima warta keselamatan untuk
disampaikan kepada semua orang.
Selain itu, Jacobs mendasari pemikiran ini berdasarkan LG 9. Isinya
menyebutkan bahwa Allah menguduskan dan menyelamatkan orang bukannya
satu persatu tanpa hubungan satu dengan yang lain, Ia membentuk mereka
menjadi umat yang mengakui-Nya dalam kebenaran dan mengabdi kepada-Nya
dengan suci. Jadi menurut LG 9, Allah menguduskan dan menyelamatkan kita
bukan secara perseorangan tetapi sebagai umat (persekutuan) yang mengabdi
kepada-Nya dengan suci.
Jadi doa syafaat menyelaraskan doa kita sendiri dengan doa Yesus yang
mendoakan semua orang terutama yang berdosa. Doa syafaat bukan hanya berisi
doa untuk kepentingan orang-orang yang kita kasihi saja. Kita juga berdoa
bersama di dalam persekutuan. Dalam doa syafaat, kita juga harus mau berbesar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
hati mendoakan musuh kita. Dengan mau mendoakan musuh, kita menyingkirkan
kebencian di hati kita dan membiarkan kasih menyelimuti hati kita.
4. Doa Syukur
Menurut Katekismus Gereja Katolik “ucapan syukur merupakan ciri khas
doa di dalam Gereja, yang dalam perayaan Ekaristi menyatakan hakikatnya dan
terbentuk menurut apa yang dinyatakan itu.” (KGK 2637). Menurut kutipan
tersebut, doa syukur menjadi ciri khas dalam Gereja. Ungkapan syukur Gereja
terwujud dalam perayaan Ekaristi. Gereja tidak pernah berhenti mengucap syukur
atas karunia Allah. Oleh karenanya pula, Gereja selalu merayakan Ekaristi.
Mengapa kita harus bersyukur kepada Allah? Kita bersyukur kepada
Allah karena segala sesuatu mengenai kita dan apa saja yang ada pada kita berasal
dari Allah (Youcat Katekismus Populer 488). Kapan kita harus mengucap syukur
kepada Allah? Kompendium KGK 555 mengungkapkan, “Gereja mengucap
syukur kepada Allah terus-menerus, terutama dengan merayakan Ekaristi, tempat
Kristus membuat Gereja berpartisipasi dalam ucapan syukur-Nya kepada Bapa.
Bagi orang Kristen, setiap peristiwa dapat menjadi alasan mengucap syukur”
(IKAPI, 2011: 193). Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Gereja selalu mengucap
syukur. Dan ucapan syukur Gereja itu terwujud dalam perayaan Ekaristi. Kristus
membuat Gereja ikut ambil bagian dalam ucapan syukur Yesus Kristus kepada
Bapa melalui perayaan Ekaristi. Secara personal sebagai orang Kristen, mengucap
syukur tidak terbatas pada waktu-waktu tertentu atau berdasarkan peristiwa suci
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
tertentu. Bagi orang Kristen peristiwa apapun yang dialaminya dapat menjadi
alasan seseorang untuk mengucap syukur kepada Allah.
Menurut Bavel (2011: 129), St. Agustinus menghubungkan antara doa
permohonan dengan doa syukur. Dia berkata “Bersyukur adalah satu aktivitas;
doa permohonan adalah aktivitas lain. Kita bersyukur untuk sesuatu. Kita
menghaturkan permohonan agar yang tidak ada menjadi ada”. Jadi menurut
kutipan tersebut, ungkapan syukur terjadi ketika kita menerima sesuatu. Seringkali
setelah manusia memanjatkan doa permohonan kemudian menerima apa yang
dimintanya, manusia beryukur melalui doa syukur.
Di dalam Injil kita membaca bahwa Yesus seringkali berterimakasih
kepada Bapa-Nya seperti dalam Luk 10: 21, Yoh 11: 41, dan Luk 17: 18 (Pai,
2003: 24). Menurut Pai (2003: 25), ungkapan rasa terimakasih manusia kepada
Allah dapat dibedakan dalam tiga tingkat, yaitu: berterimakasih karena
mendapatkan berkat yang luar biasa; bersyukur untuk hal-hal yang biasa dan
sederhana, namun merasa sedih dan meragukan kasih Allah ketika mengalami
penderitaan atau kegagalan; dan bersyukur atas segala situasi, segala sesuatu
selalu diterima sebagai anugerah. Jadi menurut Pai, pada tingkatan yang paling
rendah dalam rasa terimakasih seseorang adalah ketika orang tersebut bersyukur
setelah mendapatkan berkat yang luar biasa. Contoh dari berkat yang luar biasa
tersebut adalah ketika selamat dari sebuah kecelakaan atau dari kematian.
Kemudian satu tingkat di atasnya adalah ketika seseorang bersyukur atas hal-hal
yang biasa dan sederhana di dalam hidupnya setiap hari, misalnya bisa makan
makanan yang sederhana. Akan tetapi orang dalam tingkatan rasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
terimakasih/syukur seperti ini akan sedih, putus asa dan meragukan berkat Allah
ketika mengalami penderitaan atau kegagalan. Kemudian pada tingkat yang paling
atas (paling sulit) di mana hanya sedikit orang yang bisa melakukannya adalah
mensyukuri apapun yang dialaminya sebagai anugerah.
5. Doa Pujian
Menurut Katekismus Gereja Katolik “Pujian adalah bentuk doa yang
mengakui Allah secara paling langsung. Pujian mengagungkan Allah demi diri-
Nya sendiri. Ia memberikan hormat kepada-Nya, bukan hanya karena perbuatan-
perbuatan-Nya, melainkan karena Ia ada.” (KGK 2639). Kutipan tersebut
menjelaskan bahwa pujian adalah bentuk doa yang dari sana manusia dapat
mengakui keagungan Allah. Pujian adalah wujud hormat manusia sebagai ciptaan
kepada Allah. Menurut Youcat Katekismus Populer (489), Allah tidak
membutuhkan pujian. Kita memuji Allah karena Ia ada dan karena Ia baik.
Menurut Darminta (1983: 25) bagi orang Kristen pujian merupakan
pengakuan atas misteri Allah Tritunggal. Pujian merupakan doa yang mengangkat
hati manusia kepada Allah. Doa pujian ini biasanya dirumuskan dalam bentuk
himne-himne atau nyanyian pujian. Dalam buku Sadhana menurut de Mello
(1980: 127), doa pujian dijelaskan sebagai berikut:
Doa ini bentuknya sederhana: hanya memuji dan bersyukur kepada
Tuhan atas segala sesuatu yang kita terima. Dasarnya adalah
kepercayaan, bahwa dalam hidup kita tak ada sesuatu yang terjadi, yang
tidak diketahui lebih dahulu dan direncanakan oleh Tuhan, tak ada
sesuatu apa pun juga, termasuk dosa-dosa kita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Menurut kutipan tersebut, doa pujian bentuknya sangat sederhana karena
di dalam doa itu hanya ada pujian dan syukur kepada Allah atas segala sesuatu
yang diterima manusia. Doa pujian bertolak dari iman bahwa segala sesuatu yang
dialami dan dimiliki manusia adalah berkat karunia Allah yang murah hati.
Doa pujian banyak sekali tertulis dalam Kitab Suci khususnya Mazmur.
Mazmur seringkali mengajak kita untuk menyampaikan pujian kita kepada Allah.
Misalnya: “Pujilah Allah karena Ia baik; bernyanyilah bagi Allah kita karena Ia
penuh cinta; hanya Dialah yang pantas dipuji (Mzm 146).
Pujian lebih terarah pada pribadi Allah seraya mengakui kebaikan dan
kemurahan cinta-Nya, belas kasihan dan kekuatan-Nya yang dinyatakan melalui
karya-karya ciptaan-Nya yang megah, melalui pembebasan dan penyelamatan-
Nya. Doa pujian tidak dapat muncul secara spontan seperti doa syukur yang
spontan dipanjatkan, atau doa permohonan yang spontan dipanjatkan ketika
manusia membutuhkan sesuatu. Doa pujian hanya bisa dipanjatkan dari manusia
yang rendah hati, tidak egois dan dapat dengan mudah memuji orang lain. Pujian
dapat menghancurkan ketakutan dan kecemasan dalam menghadapi masa depan.
(Pai, 2003: 59-61).
Dalam buku karangan Bavel (2011: 98), pujian seperti dalam awalan doa
Bapa Kami merupakan tanda kasih. Bavel menekankan doa pujian menurut St.
Agustinus bahwa kita harus memuji Allah dengan bersemangat dan sukarela
karena kita mencintai Allah tanpa minta ganti sesuatu (gratis) dan bukan demi
yang lain. Kita memuji Allah dengan kebebasan. Kita harus memuji Allah tanpa
pamrih, berpikir mencari keuntungan diri sendiri. Kita bukan memuji Allah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
karena alasan ini dan itu tetapi kita memuji Allah karena Dia menggembirakan
kita. Jadi menurut Agustinus, pujian kepada Allah merupakan sebuah wujud kasih
kepada Allah. Sikap dalam memuji yang paling baik adalah kita memuji Allah
dengan tanpa mengharapkan sesuatu. Kita memuji Allah karena Allah
menggembirakan kita, jadi pujian ini juga tidak jauh dari ungkapan syukur.
Jadi, doa pujian dapat disimpulkan sebagai doa yang sangat sederhana.
Doa ini adalah berupa pengakuan dan rasa takjub atau kagum akan keagungan
serta kasih Allah. Allah tidak membutuhkan pujian dari manusia demi keagungan-
Nya. Doa pujian ini tidak terarah pada kepentingan pendoa, hanya sebagai bentuk
menghormati Allah. Doa pujian juga hanya bisa dilambungkan dari pribadi yang
rendah hati.
C. Bentuk-Bentuk Doa
1. Doa Lisan
Gereja telah menjelaskan apa itu doa lisan dengan baik dan jelas.
Menurut KGK 2700, doa lisan dijelaskan sebagai doa yang berbentuk kata-kata
baik yang dipikirkan maupun yang diucapkan. KGK 2700 menuliskan bahwa
menurut Yohanes Krisostomus, entah doa kita dikabulkan atau tidak, itu tidak
tergantung dari banyaknya kata yang kita ucapakan dalam doa akan tetapi jiwa
dan kesungguhan kita dalam berdoa.
“Doa lisan merupakan cara untuk menyapa Allah dengan menggunakan
baik doa-doa formal seperti Bapa Kami, Salam Maria, Kemulian kepada Allah
maupun mengungkapkan pemikiran dan keprihatinan hati kita kepada Allah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
dengan kata-kata kita sendiri” (Rausch, 2001: 272). Kutipan tersebut menjelaskan
bahwa ciri khas dari doa lisan adalah bahwa doa tersebut disampaikan kepada
Allah dengan kata-kata manusia. Doa dengan kata-kata tersebut dapat berbentuk
doa formal seperti Bapa Kami, Salam Maria, Kemuliaan, dan lain-lain. Selain itu
doa lisan juga dapat berupa doa-doa yang kita ungkapkan dengan kata-kata kita
sendiri sesuai dengan keinginan hati kita apa yang ingin kita ucapkan atau
ungkapkan kepada Allah.
Berkata-kata menjadi tanda lahiriah dari apa yang diinginkan secara
batiniah. Yesus pun mengajarkan doa lisan (Bapa Kami) agar kita mengetahui
bagaimana harus berbicara dengan Allah (Bavel, 2011: 82). Jadi doa lisan yang
dipanjatkan dengan kata-kata menjadi tanda atau ekspresi manusia dalam
mengungkapkan hatinya. Yesus pun juga mengajarkan suatu doa lisan yaitu doa
Bapa Kami supaya kita tahu bagaimana harus berdoa kepada Allah.
Jadi kesimpulannya, doa lisan dapat dipahami sebagai doa yang
dilambungkan kepada Allah dengan kata-kata. Yesus sendiri mengajari kita salah
satu doa lisan yaitu doa Bapa Kami. Doa dengan kata-kata itu dapat berupa doa
formal seperti Bapa Kami, Salam Maria, dan lain-lain maupun berupa kata-kata
kita sendiri sesuai apa yang ingin kita ungkapkan atau sampaikan kepada Allah.
2. Doa Renung / Meditasi
Menurut KGK 2708, “Meditasi memakai pikiran, daya khayal, gerak
perasaan dan kerinduan. Usaha ini penting untuk memperdalam kebenaran iman,
untuk menggerakkan pertobatan hati dan memperkuat kehendak guna mengikuti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Kristus”. Jadi menurut kutipan tersebut, meditasi lebih banyak memakai pikiran,
daya khayal, gerak perasaan dan kerinduan. Doa renung atau meditasi berbeda
dengan doa lisan yang lebih banyak diungkapkan dengan kata-kata. Usaha doa
dengan meditasi ini penting untuk memperdalam iman, menggerakkan pertobatan
hati dan juga memperkuat kehendak untuk mengikuti Kristus.
Menurut Youcat Katekismus Populer (502), meditasi dimulai dengan teks
Kitab Suci atau gambar kudus dan kemudian menjelajahi kehendak, tanda-tanda,
dan kehadiran Allah. Menurut Trust (2007: 26), Doa kita harus mengatasi kata-
kata dan pemikiran. Dan meditasi adalah praktik untuk mengatasi kata-kata dan
pikiran, yang oleh Evagrius, satu dari rahib besar padang gurun, disebut doa
murni. Jadi doa sebaiknya tidak hanya terbatas pada kata-kata dan pemikiran. Dan
meditasi menjadi praktik doa yang mengatasi kata-kata dan pikiran.
Dalam meditasi, kita perlu memiliki sikap tubuh yang baik. Menurut
Trust (2007: 79), kita perlu duduk diam. Trust menjelaskan bahwa untuk
bermeditasi kita harus belajar duduk diam dengan punggung tegak. Mengapa?
Karena meditasi menyangkut ketenangan jiwa dan raga yang sempurna. Di dalam
ketenangan itulah kita membuka hati kita kepada keheningan abadi Allah. Kapan
sebaiknya kita melakukan meditasi? Menurut Green (1988: 87), waktu yang baik
melakukan meditasi adalah di pagi hari sebelum pikiran kita dipenuhi dengan
urusan dan kesibukan lain pada hari itu. Lalu apa tujuan kita melakukan meditasi?
Menurut Rochadi Widagdo (2003: 48) tujuan meditasi adalah sebagai berikut:
Tujuan meditasi adalah belajar berdoa. Belajar berdoa berarti belajar
dicintai dan mencintai Tuhan. Meditasi adalah duduk diam di kaki Tuhan
Yesus dan mendengarkan apa yang diucapkan-Nya, dan berdiam di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
dalam kasih-Nya. “… barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap
berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia” (1 Yoh 15: 16).
Menurut kutipan tersebut, tujuan meditasi adalah belajar berdoa. belajar
berdoa diartikan sebagai belajar dicintai dan mencintai Tuhan. Kita diajak
memiliki sikap duduk diam dan mendengarkan Tuhan dan mendengarkan sabda
Tuhan Yesus serta tinggal dalam kasih-Nya. Setiap orang yang memiliki kasih,
ada di dalam Allah dan Allah tinggal di dalam dia.
Jadi dapat disimpulkan bahwa doa renung atau meditasi adalah pencarian
akan Allah melalui doa yang tidak mengandalkan kata-kata seperti doa lisan.
Dalam meditasi, keheningan sangat diperlukan. Diperlukan pula pikiran, daya
khayal, gerak perasaan dan kerinduan. Doa ini pertama-tama bersumber dari teks
Kitab Suci, atau juga gambar kudus yang kita renungkan atau kita pikirkan.
Dalam melakukan meditasi kita perlu sikap duduk yang baik yaitu duduk diam
dan punggung tegak. Waktu terbaik untuk melakukan meditasi adalah pagi hari
sebelum melakukan aktivitas. Dan tujuan melakukan meditasi adalah untuk
belajar merasakan dicintai dan mencintai Allah.
3. Doa Batin / Kontemplasi
Doa batin adalah ungkapan sederhana tentang misteri doa. Dalam doa
batin ini kita memandang Yesus dengan penuh iman, mendengarkan Sabda Allah
dan mencintai tanpa banyak kata (KGK 2724). Salah satu cara kontemplasi yang
sering digunakan adalah kontemplasi cara Santo Ignatius Loyola. Bentuk dari
kontemplasi tersebut yaitu mengambil suatu peristiwa dari kehidupan Kristus dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
mementaskannya dalam fantasi, ikut ambil bagian di situ, seakan-akan ini pertama
kali terjadi dan mengambil peranan di dalamya (de Mello, 1980: 73).
Sedangkan menurut Ballester (1986: 58), kontemplasi dari St. Ignatius
Loyola mengajak kita untuk menemukan Allah dalam segala sesuatu, yaitu setiap
langkah, dalam setiap unsur alam, dan dalam setiap keadaan hidup. Jadi, dalam
doa kontemplasi kita diajak untuk menemukan Allah dalam setiap kejadian dalam
hidup kita, pada setiap hal yang kita temui di dalam hidup kita.
Yang sangat khas dalam kontemplasi adalah kita memasukkan unsur
angan-angan di dalam doa, dan kita mencoba menghayati kembali, bukan sebagai
suatu adegan film, tetapi kehidupan Yesus Tuhan kita. Dalam contoh, kita
mencoba hadir di sumur ketika Yesus bertemu dengan wanita (Green, 1988: 92).
Menurut Widagdo (2003: 29), kontemplasi artinya memandang dalam waktu yang
lama dan penuh kasih. Ibarat seorang pemuda yang penuh kasih memandang gadis
pujaan hatinya dengan penuh kerinduan hingga seolah-olah bertemu dengan dia.
Jadi doa batin atau kontemplasi adalah ungkapan yang sederhana dalam
doa. Kontemplasi tidak menggunakan banyak kata sama seperti meditasi.
Perbedaan meditasi dan kontemplasi adalah jika dalam meditasi kita merenungkan
Allah dan menggunakan daya akal budi, maka kontemplasi lebih pada merasakan
kehadiran Allah dan lebih menggunakan angan-angan. Dalam doa kontemplasi St.
Ignatius Loyola kita diajak untuk menemukan Allah dalam segala sesuatu. Dalam
doa kontemplasi pula kita berangan-angan bahwa kita sungguh hadir dalam
peristiwa yang dialami oleh Yesus kemudian memandang-Nya dengan penuh
cinta dan kekaguman. Baik doa lisan, doa renung (meditasi) maupun doa batin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
(kontemplasi), tidak diharuskan untuk dipilih dalam berdoa karena dalam berdoa
yang terpenting adalah hati. Bagaimana hati kita dapat mengarah kepada Tuhan
sepenuhnya adalah yang paling penting dalam doa.
D. Yesus Kristus sebagai Teladan Pendoa
Menurut buku Iman Katolik, suri teladan doa bagi semua orang tetap
Yesus sendiri (KWI, 1996: 200). Yesus menjadi suri teladan doa karena hidup
Yesus sepenuhnya adalah doa-Nya. Yesus adalah pribadi yang selalu berdoa di
sepanjang hidup-Nya. Ketika Ia sibuk mengajar dan dikerumuni banyak orang, Ia
selalu menyempatkan diri menyingkir ke tempat yang sepi untuk berdoa kepada
Allah Bapa. Doa menduduki tempat sentral dalam hidup Yesus.
Yesus selalu berdoa di sepanjang hidup-Nya seperti yang dijelaskan
dalam buku Doa Berdoa karangan Darminta (1981: 26):
Selama Yesus hidup di depan umum, Dia kerap kali ditemukan sedang
berdoa. Ia berdoa untuk mengambil keputusan, memilih para rasul (Luk
4:12-16). Yesus berdoa sebelum mulai karya publik-Nya (Luk 4:1-13).
Dia mengajar para murid untuk berdoa dan menganjurkan supaya mereka
berdoa dengan baik (Luk 11:1-13). Yesus berdoa di taman Getsemani
(Luk 22:39-46). Yesus berdoa pula waktu tergantung di salib (Luk 23:44-
49).
Menurut kutipan tersebut, jelaslah bahwa Yesus menjadi pribadi yang
sungguh dapat dijadikan sebagai teladan pendoa. Yesus berdoa dalam hidup
keseharian-Nya, Ia berdoa untuk mengambil keputusan, untuk memilih para rasul,
untuk memulai melaksanakan tugas perutusan-Nya, di taman Getsemani sebelum
Ia diserahkan untuk diadili dan Yesus juga berdoa menjelang wafat-Nya di kayu
salib. Yesus sebagai tokoh sentral teladan pendoa, perlu kita ketahui hidup dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
doa-Nya dan juga kita perlu mengetahui mengenai doa Kristen yang bersumber
dari diri-Nya.
1. Hidup dan Doa Yesus yang Perlu Diteladani
a. Yesus Selalu Mengarah Kepada Allah Bapa dan Setia kepada-Nya
Yesus sebagai Putera Allah sungguh-sungguh seorang manusia. Akan
tetapi doa yang dipanjatkan Yesus tidaklah diucapkan ke luar dari kesadaran yang
dinodai oleh dosa. Yesus sebagai manusia tetap diwarnai oleh kelemahan-
kelemahan manusiawi. Dalam kelemahan manusiawi Yesus tidak kehilangan
kepercayaan kepada Bapa (Darminta, 1983: 14-15). Dalam doanya Ia
mengatakan, “Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah
cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa
yang Engkau kehendaki” (Mrk 14: 36).
Yesus menjadi teladan pribadi yang menyerahkan seluruh hidup-Nya
kepada Allah Bapa. Menurut Pai (2003: 251-252) Yesus telah menjalani seluruh
hidup-Nya untuk mengabdi Bapa-Nya (“Segala kepunyaan-Ku adalah kepunyaan-
Mu” Yoh 17: 10) dan demi orang-orang yang membutuhkan bantuan. Injil (Mrk
1:28-29) melukiskan hidup Yesus sehari-hari yang padat dengan pengajaran dan
penyembuhan orang banyak, dengan doa dan persatuan pribadi-Nya dengan Allah.
Pada kesempatan lain (Mrk 3:20) dikisahkan bahwa segerombolan orang mencari-
Nya sehingga Ia tidak sempat makan. Pemberian diri-Nya berlangsung sampai
pada jalan salib. Ia melepaskan segalanya: pakaian-Nya, sahabat-sahabat-Nya,
nama baik-Nya, menyerahkan ibu-Nya, harta milik-Nya terakhir yang paling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
berharga. Dia tidak mempunyai apa-apa lagi untuk dilepaskan kecuali meletakkan
jiwa dan raga-Nya dalam tangan Bapa-Nya (Luk 23:46).
Jadi menurut Kitab Suci yang dijelaskan oleh Pai tersebut, Yesus
sungguh bersikap lepas bebas dalam memenuhi kehendak Allah. Ia menyerahkan
seluruh hidup-Nya pada kehendak Allah. Ia menyerahkan segala yang ada dalam
diri-Nya dari hal yang paling kecil sampai hal yang paling besar dalam hidup-Nya
yaitu nyawa-Nya sendiri. Ketika menyerahkan nyawa-Nya, Ia berdoa kepada
Bapa “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku” (Luk 23:46). Yesus
selalu berdoa bahkan sampai menjelang wafat-Nya.
Yesus juga berfokus pada kemuliaan Allah. Menurut Pai (2003: 141) hal
ini didasari kutipan dalam Kitab Suci “yang dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan melainkan
telah mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba, dan
menjadi sama dengan manusia” (Flp 2:6-8). Dari kutipan Kitab Suci tersebut ia
menjelaskan demikian, “Yesus adalah tokoh teladan sempurna yang tak pernah
mencari kemulian diri-Nya sendiri, tapi selalu mencari apa yang menyenangkan
hati Bapa-Nya” (Pai, 2003: 141). Jadi menurut kutipan tersebut, Yesus adalah
teladan yang paling sempurna dari pribadi yang terus berbuat apapun demi
kemuliaan Allah. Seringkali kita sebagai manusia cenderung mudah berbuat
sesuai dengan apa yang kita inginkan, atau menguntungkan dan menyenangkan
diri kita sendiri. Yesus mampu mengatasi kecenderungan manusia tersebut.
Yesus selalu berfokus pada kehendak Bapa. Menurut Darminta (1983:
17), “Dalam doa-Nya Dia selalu menyesuaikan kehendak-Nya dengan kehendak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Bapa, seperti yang terungkap dalam doa Bapa Kami yang diajarkan kepada para
murid-Nya”. Menurut kutipan tersebut, Yesus selalu menyesuaikan kehendak-Nya
dengan kehendak Bapa. Ia yang juga menjadi manusia memiliki kehendak bebas.
Ia mempergunakan kehendak bebas-Nya untuk sungguh-sungguh melaksanakan
kehendak Bapa. Jadi menyesuaikan kehendak-Nya dengan kehendak Bapa
bermaksud bahwa Yesus melaksanakan kehendak Bapa bukan dengan terpaksa,
namun juga dengan kehendak-Nya sendiri. Menurut Darminta (1983: 17) pula,
“Motivasi Yesus ialah cinta, yang berkehendak untuk melaksanakan kehendak
Bapa. Doa Yesus tumbuh dari kerinduan atau keinginan untuk melaksanakan
kehendak Allah Bapa itu”. Menurut kutipan tersebut, Yesus melaksanakan
kehendak Bapa atas dasar cinta-Nya. Ia memiliki kerinduan untuk melaksanakan
kehendak Allah Bapa. Maka benarlah bahwa Yesus menyesuaikan kehendak-Nya
dengan kehendak Allah Bapa.
Seluruh hidup Yesus adalah jawaban “ya” atas kehendak Bapa. Menurut
Yesus dalam Injil (Yoh 4:34), makanan-Nya adalah melaksanakan kehendak Bapa
yang mengutus-Nya dan menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Bapa kepada-
Nya (Pai, 2003: 103). Jadi Yesus tidak punya penolakan untuk kehendak Bapa
atas diri-Nya. Di dalam hidup-Nya hanya ada kata “ya” atas seluruh kehendak
Bapa. Menurut Pai (2003: 164), Yesus menjadi pribadi yang setia pada Allah dan
pada tugas perutusan-Nya hingga akhir. Ia menyatakan kasih Bapa (Yoh 3:6),
menjadi saksi kebenaran (Yoh 18:37) dan menjadi seorang pembela kaum
tertindas (Luk 4:18). Dia setia pada Allah dan pada diri-Nya sendiri hingga akhir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
(Yoh 13:1). Jadi Yesus adalah pribadi yang sungguh setia. Kita sungguh patut
meneladani kesetiaan-Nya.
Kepada Allah Yesus memanjatkan pujian dan syukur. Yesus
menyanyikan pujian kepada Allah, “Sesudah menyanyikan nyanyian pujian,
pergilah Yesus dan murid-murid-Nya ke Bukit Zaitun” (Mat 26:30). Kutipan
tersebut menjelaskan bahwa dalam hidup-Nya, Yesus memanjatkan pujian kepada
Allah. Menurut Darminta (1983: 16), Yesus Kristus bersyukur kepada Bapa-Nya
bahwa Allah Bapa selalu bergiat dan bekerja (bdk. Yoh 5:17). Doa syukur yang
dipanjatkan oleh Yesus tidak hanya ditujukan pada hal-hal yang sudah terjadi
tetapi juga kepenuhan keselamatan yang sedang dilaksanakan-Nya. Yesus
bersyukur atas hal-hal yang akan terjadi karena Ia yakin bahwa akan terpenuhi
(Yoh 11:41-42). Puji syukur yang dipanjatkan Yesus ditujukan pada karya
keselamatan. Jadi dalam berdoa, Yesus senantiasa memanjatkan pujian dan syukur
kepada Allah. Kita pun harus senantiasa memanjatkan pujian dan syukur kepada
Allah.
b. Yesus Mendapat Kekuatan dengan Berdoa
Hidup Yesus yang tertulis dalam Kitab Suci, memberitahu kita bahwa
doa dapat memberi kita kekuatan untuk menghadapi hidup kita. “Untuk itu perlu
kiranya kita menyadari bahwa dengan doa, Yesus dapat memperoleh kekuatan
untuk melaksanakan misi-Nya dan melengkapi misi-Nya itu sesuai dengan
kehendak Bapa” (Fuellenbach, 2004: 144). Menurut kutipan tersebut, Yesus dapat
menjalankan misi-Nya dan melengkapi misi-Nya sesuai kehendak Bapa dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
menimba kekuatan melalui doa. Doa memberikan kekuatan dan ketegaran dalam
menghadapi hidup yang berat.
Mungkin tidak asing lagi peristiwa ini bagi kita, yaitu ketika Yesus
menghadapi kematian-Nya seperti yang dituliskan oleh Youcat Katekismus
Populer 176:
Ketika berhadapan muka dengan maut, Yesus mengalami puncak
ketakutan manusiawi. Namun, Ia menemukan kekuatan ketika
menyerahkan Diri kepada Bapa-Nya di Surga: “Abba, ya Bapa Segala
sesuatu mungkin bagi-Mu. Ambillah cawan ini daripada-Ku. Tetapi
janganlah apa yang Kukehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki
(Mrk 14:36).
Yesus sebagai manusia, punya ‘kelemahan’ dalam diri-Nya. Pada malam
itu di Taman Getsemani, Ia begitu takut menghadapi penyaliban-Nya. Dalam
perikope “di Taman Getsemani” pada Mrk 14:32-42 dituliskan bahwa “Ia
membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes serta-Nya, Ia sangat takut dan gentar”
(Mrk 14:33). Menghadapi kematian-Nya yang sungguh menyakitkan dan
menakutkan, Ia merasa sangat sedih dan tidak berdaya lagi hingga mengatakan
“Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya” (14:34). Bahkan dalam Injil
yang lain dikatakan “Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa.
peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah” (Luk 22:44).
Akan tetapi dalam doa Ia mendapatkan kekuatan untuk tegar menghadapi
kematian-Nya dan menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi haruslah seperti
kehendak Bapa. Oleh karena itu Ia sampai pada kata-kata-Nya (Mrk 14:36)
tersebut, bahwa Ia mohon Bapa mengambil cawan dari pada-Nya dan pasrah pada
kehendak Bapa supaya terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Fuellenbach (2004: 146) juga menjelaskan bahwa dalam doa-Nya di
Taman Getsemani, Yesus mendapatkan kekuatan mengatakan “ya” untuk mati di
kayu salib atas kehendak Bapa-Nya. Sebenarnya kesanggupan ini juga merupakan
perjuangan sepanjang hidup Yesus seperti yang terungkap dalam Ibrani 5:7-8:
Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan
permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup
menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah
didengarkan. Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat
dari apa yang telah diderita-Nya.
Menurut kutipan Kitab Suci tersebut dalam hidup-Nya yang juga
diwarnai dengan kepahitan Yesus berdoa, memohon dengan ratap tangis dan
mengeluh kepada Allah Bapa. Karena kesalehan Yesus, Ia telah didengarkan oleh
Bapa yang menyelamatkan Ia dari maut. Dari doa Ia memperoleh kekuatan untuk
tetap setia dan taat menjalani tugas perutusan-Nya yang tidak pernah luput dari
penderitaan.
Menurut Fuellenbach (2004: 146), ada pula saat-saat sulit dalam hidup
Yesus yang membuat-Nya hampir putus asa. Yesus seringkali merasa lelah
mengajar murid-murid-Nya yang tanpa kedalaman dan seakan-akan tidak
mengerti pada visi-misi yang Ia bawakan. Sekitar 17 kali Yesus mengajukan
pertanyaan kepada murid-murid-Nya dengan kata-kata “Mengertikah kamu?” atau
yang senada dengan itu. Dengan situasi tersebut, Yesus sering merasa menemui
jalan buntu sehingga Ia memilih pergi ke tempat-tempat yang sunyi untuk berdoa
(Luk 5:16).
Jadi Yesus selama menjalani tugas perutusan-Nya, selalu ada saat di
mana Ia merasa hampir putus asa dan menemui jalan buntu. Hidup manusia tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
bisa berjalan mulus dan berisi kebahagiaan terus-menerus. Akan selalu ada situasi
yang berat di dalam hidup manusia. Yesus sebagai manusia juga mengalami saat-
saat yang berat. Ia memilih berdoa untuk bersandar pada Allah Bapa. Doa
memberi kekuatan kepada-Nya supaya terus memiliki semangat, kesetiaan dan
ketaatan dalam menjalani tugas perutusan.
c. Yesus Berdoa Demi Kepentingan Orang Lain
Sebagai perantara, Yesus selalu berdoa demi kepentingan orang lain.
Menurut Darminta (1983: 15) “Yesus Kristus berdoa dengan keprihatinan tidak
hanya atas terlaksananya tugas perutusan-Nya tetapi juga atas keselamatan umat
manusia. Dia berdoa sebagai penyelamat yang prihatin atas orang-orang yang
diserahkan kepada-Nya” (Yoh 17:1-26). Menurut kutipan tersebut, Yesus sebagai
penyelamat manusia selalu peduli dengan keselamatan manusia. Ia tidak hanya
fokus pada hubungan-Nya dengan Bapa dan terlaksananya tugas perutusan-Nya
saja. Lebih daripada itu, Yesus mencintai manusia dan memikirkan keselamatan
manusia.
Menurut Darminta (1983: 18) “Isi doa pengantaraan Yesus nampak jelas
dalam doa imami-Nya. Dia memohonkan kesatuan orang-orang-Nya sebagai bukti
pemuliaan Allah Bapa (Yoh 17). Karena cinta Yesus kekal adanya, maka Dia
tetap berdoa bagi manusia (1 Yoh 2:1)”. Menurut kutipan tersebut, Yesus juga
memohonkan kesatuan umat Allah sebagai bukti pemuliaan Allah Bapa. Ia selalu
memohon bagi manusia karena rasa cinta-Nya kepada manusia terus ada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Ada beberapa kutipan Kitab Suci menurut Pai (2003:40-41) yang
menunjukkan bahwa Yesus selalu berdoa untuk orang lain, yaitu:
Sebelum kematian dan penderitaan-Nya yang terakhir, Yesus berkata
kepada Petrus: “Simon, Aku telah berdoa untukmu” (Luk 22:23) dan
menyampaikan doa seorang imam (doa imami) yang sangat indah (Yoh
17) untuk para murid-Nya dan untuk kita supaya mereka semua bersatu
satu sama lainnya dan pantas menjalankan tugas perutusan/misi yang
diterima dari Bapa. Di salib Dia berdoa bagi musuh-musuh-Nya: “Bapa,
ampunilah mereka, sebab merekatidak tahu apa yang mereka perbuat”
(Luk 23:24) dan sebagai Tuhan yang telah bangkit Dia tetap menjadi
Pengantara bagi kita untuk selama-lamanya (Ibr 7:25).
Menurut kutipan tersebut, Kitab Suci telah menuliskan dengan sangat
jelas dan lengkap bukti bahwa Yesus selalu berdoa demi kepentingan umat-Nya
baik untuk individu maupun kelompok. Dalam Luk 22:31 Yesus mendoakan
Simon supaya imannya jangan gugur. Hal ini terjadi dalam percakapan waktu
perjamuan malam terakhir. Yesus tahu apa yang akan terjadi kepada Simon
Petrus, yakni penyangkalan yang akan dia lakukan. Yesus mengutus Simon Petrus
supaya menguatkan saudara-saudaranya ketika ia sudah insaf. Yesus benar-benar
peduli dengan Simon Petrus dan murid-murid-Nya.
Kemudian dalam Yoh 17, tertulis dalam Kitab Suci bahwa Yesus
mendoakan murid-murid-Nya supaya mereka menjadi satu dengan Allah sama
seperti Yesus dengan Allah Bapa. Ia juga berdoa supaya murid-murid-Nya dapat
bersatu dan menjalankan tugas perutusan mereka dengan baik. Dalam doa-Nya
yang panjang tersebut, dapat kita ketahui bahwa Yesus sangat peduli pada nasib
murid-murid-Nya. Kemudian dalam Luk 23:34 Yesus berkata “Ya Bapa,
ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”. Nampak
sekali bahwa Yesus sangat peduli kepada orang lain bahkan Ia mendoakan orang-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
orang yang bersalah pada-Nya. Yesus sangat berjiwa besar, dengan doa ini pula
dapat kita rasakan bahwa Yesus tidak menyimpan dendam dan mengampuni
siapapun yang bersalah kepada-Nya. Ia bahkan mendoakan mereka, memohonkan
ampunan Bapa bagi mereka. Dalam Ibr 7:25 dikatakan bahwa Yesus sanggup
menyelamatkan semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah dan Ia hidup
senantiasa menjadi pengantara mereka. Jadi Yesus sungguh menyelamatkan
semua orang yang datang kepada Allah oleh karena Yesus dan hidup selamanya
menjadi Pengantara dan Imam Besar bagi mereka.
d. Yesus Berdoa Sendiri dalam Kesunyian/Keheningan
Ketika Yesus berdoa seorang diri, Ia berdoa dalam kesunyian atau
keheningan. Menurut Iman Katolik (1996: 200), “betapapun sibuknya hidup-Nya
dengan pewartaan dan pelayanan orang, Ia selalu menemukan kesempatan untuk
naik ke atas bukit dan berdoa seorang diri” (Mat 11:25). Menurut kutipan tersebut,
Yesus yang melaksanakan tugas perutusan-Nya memiliki keseharian yang sangat
sibuk. Setiap hari Ia sibuk mewartakan Kerajaan Allah dan juga melayani orang-
orang. Di tengah kesibukan itu, Ia tidak pernah meninggalkan kegiatan doa.
Ketika berdoa, Ia menyingkir dari antara keramaian dan naik ke atas bukit untuk
berdoa sendiri dalam keheningan.
Menurut Darminta (1983: 14), diceritakan bahwa Yesus kerap kali
berdoa sendirian. Dengan berdoa sendirian seperti itu Yesus dapat merasakan
secara mendalam hidup dan diri-Nya sebagai Putera Allah. Hanya Dia adalah
Putera dan hanya Dia kenal Bapa-Nya (Mat 11:25-27). Jadi menurut Darminta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
berdasarkan Matius 11:25-27, Yesus kerap kali berdoa sendirian. Dalam doa-Nya
itu, Ia dapat merasakan rasa syukur atas segenap karya Bapa. Yesus memahami
bahwa tidak ada seorangpun yang mengenal Yesus selain Allah Bapa dan tidak
ada seorangpun yang mengenal Allah Bapa selain Yesus dan orang yang
kepadanya Yesus berkenan menyatakannya.
Menurut Fuellenbach (2004: 146), “Yesus memilih tempat-tempat sepi
seperti puncak bukit atau padang gurun untuk berdoa. Tetapi Dia tidak pernah
sampai tinggal di tempat itu. Setelah selesai berdoa Yesus selalu kembali ke
tengah-tengah masyarakat untuk melaksanakan misi-Nya”. Menurut kutipan
tersebut, Yesus memilih tempat-tempat yang sepi seperti puncak bukit atau
padang gurun menjauh dari keramaian untuk berdoa. Di tempat yang sunyi itu
Yesus tidak menetap dalam waktu yang lama. Ia hanya di sana untuk berdoa
kemudian Ia kembali lagi ke tengah-tengah masyarakat untuk melaksanakan tugas
perutusan-Nya. Ia selalu berkomunikasi dengan Allah setiap melakukan apapun,
terlebih ketika akan melaksanakan tugas perutusan-Nya.
Kita dapat meneladani Yesus yang berdoa sendiri dalam kesunyian atau
keheningan. Keheningan sangat diperlukan Yesus untuk berdoa. Mengapa
keheningan diperlukan dalam berdoa? Menurut Laplace (1984:37), dalam berdoa
diperlukan pemusatan perhatian. Setiap orang yang bekerja apa pun pekerjaannya,
pada dasarnya sedang dalam keadaan hening sekurang-kurangnya karena dia
sedang memusatkan perhatian kepada pekerjaannya. Bila tidak hening, maka
orang itu akan sibuk ke sana ke mari dan menjadi bosan kepada pekerjaannya lalu
tidak membuahkan apa-apa. Memusatkan perhatian kepada Allah itu tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
mungkin tanpa usaha untuk menguasai diri. Keheningan berhubungan erat dengan
penguasaan diri.
Jadi menurut Laplace, keheningan sungguh diperlukan karena dengan
keheningan seseorang dapat memusatkan perhatian atau fokus pada apa yang
sedang dilakukannya. Setiap orang yang sedang bekerja sekurang-kurangnya
sedang hening karena fokus pada pekerjaannya. Untuk pekerjaan tertentu yang
membutuhkan dialog, hening dapat diartikan bukan tanpa mengeluarkan kata-kata
akan tetapi lebih berarti fokus atau memusatkan pikiran pada apa yang hendak
dibicarakan. Dengan keheningan, kita bisa memusatkan perhatian kita kepada
Allah yang kita tuju dalam doa dan kita juga bisa menguasai diri kita.
2. Doa Kristen melanjutkan doa Yesus
Apa itu doa Kristen? Doa kristen berarti mendalami doa murid Yesus
Kristus. Bila seorang Kristen berdoa, dia melanjutkan doa Yesus Kristus. Bagi
Gereja itu berarti bahwa orang Kristen berdoa bersama, melalui dan dalam nama
Yesus Kristus (Darminta, 1983: 12).
Karena orang Kristen itu pada dasarnya adalah murid Yesus, doa Kristen
juga merupakan doa yang mengikuti, meniru dan melanjutkan doa Yesus. Doa
Kristen juga dirumuskan sebagai ungkapan cinta akan rencana keselamatan Allah.
Ada perbedaan fundamental antara doa Yesus dan doa Kristen. Yesus berdoa
sebagai penyelamat yang harus menyampaikan keselamatan kepada manusia
sedangkan orang Kristen berdoa sebagai penerima anugerah keselamatan itu.
Setiap orang Kristen membangun hubungan pribadi dengan Allah dan ikut dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
kegiatan keselamatan Allah. Sebagai murid Yesus Kristus, orang Kristen tidak
menerima keselamatan secara pribadi saja namun juga bersama sebagai umat
Allah. Dengan begitu doa dapat dipanjatkan secara pribadi dan bersama
(Darminta, 1983: 19).
Jadi dapat disimpulkan bahwa doa Kristen adalah doa murid Yesus yang
melanjutkan doa Yesus. Meskipun meniru dan melanjutkan doa Yesus, namun
adad perbedaan yang sangat mendasar antara doa Yesus dengan doa Kristen.
Perbedaan tersebut adalah jika Yesus berdoa sebagai penyelamat yang
menyampaikan keselamatan kepada manusia, maka orang Kristen berdoa sebagai
penerima keselamatan tersebut. Seperti Yesus yang memiliki hubungan yang
dekat dengan Allah, maka orang Kristen juga membangun hubungan pribadi
dengan Alah melalui doa Kristen. Doa Kristen tidak hanya dipanjatkan secara
individu saja karena keselamatan tidak diberikan hanya kepada orang-orang
tertentu saja secara individu melainkan keselamatan diberikan kepada umat Allah.
Antara doa individu dan doa bersama atau doa umat perlu dipanjatkan sebagai
bagian dari doa Kristen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
BAB III
TANTANGAN DAN PELAYANAN KATEKIS
DI ZAMAN SEKARANG
Katekis memiliki panggilan khusus bagi perkembangan Gereja. Dengan
panggilan khususnya ini, katekis diharapkan dapat menjalankan tugas
perutusannya dengan sepenuh hati dan seluruh hidupnya. Dengan memaknai
hidup doa, katekis dapat menjadi pribadi yang lebih baik. Karena pada
hakikatnya, katekis harus mewartakan Kerajaan Allah maka terlebih dahulu
katekis harus mengalami Kerajaan Allah itu di dalam hidupnya.
Katekis yang selalu diharapkan dan dinantikan oleh Gereja ini memiliki karya
pelayanan yang tidak mudah. Melayani umat dalam kesatuan Gereja itu tidak
mudah ditambah lagi para katekis harus dapat menimbang zaman, menghadapi
tantangan-tantangan yang dapat mengganggu pelayanannya. Tantangan katekis di
zaman modern semakin banyak. Dengan kemajuan zaman yang begitu pesat,
kenikmatan seringkali menjadi tujuan hampir semua orang. Dengan begitu
seringkali hubungan dengan Allah ditinggalkan, tidak dianggap penting lagi.
Katekis diharapkan memiliki iman yang tangguh supaya dapat menghadapi
tantangan-tantangan pelayanannya dan dapat mengajak umat yang mulai
meninggalkan intimitas dengan Allah Tritunggal untuk kembali kepada
intimitasnya dengan Allah Tritunggal.
Pembahasan Bab III ini berisi mengenai tantangan-tantangan yang harus
dihadapi katekis dan juga pelayanannya. Bab ini dibagi menjadi dua sub bab yang
berisi tantangan katekis dalam pelayanan dan pelayanan katekis. Dalam sub bab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
yang pertama yaitu tantangan katekis dalam pelayanan, dijabarkan beberapa poin
penting yaitu, sekularisasi: sekularisme, materialisme, konsumerisme;
individualism, sensualisme, hedonisme; primordialisme, radikalisme dan
terorisme; rusaknya lingkungan hidup; dampak negatif media sosial; krisis iman
dan moral. Kemudian pada sub bab yang kedua yaitu pelayanan katekis
dijabarkan beberapa poin penting yaitu, pelayanan; panggilan dan identitas
katekis; tugas dan peran katekis; kategori katekis; spiritualitas katekis. Pada poin
yang terakhir yaitu spiritualitas katekis, dijelaskan beberapa hal mengenai unsur-
unsur spiritualitas katekis: keterbukaan kepada Allah Tritunggal, keterbukaan
terhadap Gereja, keterbukaan terhadap dunia, keutuhan dan keaslian hidup,
semangat misioner, dan devosi kepada Bunda Maria. Penjabaran masing-masing
bagian dalam bab III adalah sebagai berikut:
A. Tantangan Katekis dalam Pelayanan
Katekis yang dipanggil untuk mewartakan Kerajaan Allah, tentunya
hidup di tengah dunia. Dengan hidup di tengah dunia dan menjadi warga dunia
tentunya mereka menghadapi perubahan arus besar zaman yang membawa
tantangan-tantangan bagi pelayanan katekis. Dunia ini menawarkan banyak sekali
kenikmatan duniawi. Di sisi yang negatif, hal ini dapat menjauhkan umat dari
Allah. Tidak hanya umat, katekis apabila imannya tidak teguh juga dapat ikut
terbawa arus besar zaman yang seringkali mengakibatkan memudarnya intimitas
dengan Allah Tritunggal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Oleh karena itu, para katekis harus sanggup menimbang zaman.
Menimbang zaman adalah melihat secara lebih kritis segala keadaan dan
perkembangan zaman yang menjadi konteks hidup umat dan masyarakat dalam
menghayati dan menghidupi imannya. Konteks ini sangat menentukan dan
mempengaruhi kehidupan beriman. Pengaruh yang ditimbulkan dapat bersifat
positif yaitu mengembangkan iman dan bisa juga negatif yaitu melemahkan
kehidupan beriman (Direktorium Formatio Iman, 2018: 14). Berikut adalah
tantangan-tantangan pelayanan katekis pada zaman sekarang:
1. Sekularisasi: Sekularisme, Materialisme, Konsumerisme
Dewasa ini hidup beriman kita tidak bisa lepas dari sekularisasi,
sekularisme, materialisme dan konsumerisme. Semuanya itu memberikan dampak
yang mendalam dan meluas pada hidup manusia. Sekularisasi adalah salah satu
arus besar zaman yang secara mendasar mengubah pola berpikir bahwa dunia itu
otonom, namun tetap berkorelasi dengan Sang Pencipta. Otonomi dunia berarti
bahwa makhluk-makhluk dan masyarakat sendiri mempunyai hukum dan nilai
sendiri yang harus dikenal, dimanfaatkan dan makin diatur manusia selaras
dengan kehendak Sang Pencipta. Namun dalam perkembangannya, proses
sekularisasi ini memunculkan pandangan dan perilaku manusia di mana tidak
adanya lagi ketergantungan dan keterhubungan ciptaan dengan Allah. Dunia
menjadi otonom, berjalan sendiri seolah-olah Allah tidak ada (Direktorium
Formatio Iman, 2018: 14-15).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Dari pandangan itu kemudian lahirlah sekularisme yaitu suatu ideologi
tertutup yang memutlakkan otonomi duniawi tanpa keterbukaan kepada Yang
Ilahi. Manusia bertindak sekehendak dirinya sendiri tanpa menghiraukan Allah,
seolah-olah Allah tidak ada. Allah tidak diperhitungkan dalam mengambil
keputusan-keputusan hidupnya. Hal itu membuat hidup manusia menjadi dangkal
karena tidak lagi menghargai hidup sebagai anugerah, sehingga hidup mudah
sekali dikurbankan demi kepentingan duniawi (Direktorium Formatio Iman, 2018:
15).
Dari situ yang paling penting bagi manusia adalah materi. Orang menjadi
materialistis, segala sesuatu diukur dengan materi dan uang menjadi
penggeraknya. Kebahagiaan, kesuksesan, keberhasilan dan kemajuan diukur
secara materialistik sehingga seringkali nilai-nilai etis dikesampingkan demi
pencapaian materi yang lebih besar (Direktorium Formatio Iman, 2018: 15).
Cara hidup yang materialistik seperti itu kemudian memunculkan
perilaku baru dalam hidup manusia yaitu konsumtif. Konsumerisme berasal dari
gaya hidup yang konsumtif. Apa yang ada di dunia dibeli untuk dimiliki. Dasar
pembelian itu tidak selalu berdasarkan kebutuhan tetapi seringkali adalah karena
gaya hidup dan trend. Hidup yang konsumtif kemudian melahirkan hidup yang
individualis (Direktorium Formatio Iman, 2018: 15).
2. Individualisme, Sensualisme, Hedonisme
Bertolak dari hidup yang sangat konsumtif, orang akan memusatkan
perhatiannya pada kebutuhan sendiri. Dengan begitu semangat sosial kemudian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
menurun dan cenderung memenuhi kebutuhan diri yang seringkali tak pernah
terpuaskan. Dengan kecenderungan itu, orang menjadi lemah dalam perhatian dan
kepeduliannya pada orang lain (Direktorium Formatio Iman, 2018: 15).
Ketika manusia sudah dikuasai oleh materi duniawi, orang akan menjadi
individualis, sensualis dan hedonis. Orang menjadi individualis karena berfokus
pada diri sendiri. Ia akan mengejar kebutuhan diri yang tak pernah terpuaskan.
Semakin orang mengejar materi tanpa sadar ia juga meninggalkan sesamanya
karena materi yang selalu dicari. Apa yang dirindukan oleh orang-orang yang
memiliki materi? Materi dianggap memuaskan dahaga sensualisme (Direktorium
Formatio Iman, 2018: 16).
Sensualisme terjadi ketika seseorang hanya menganggap hidup sebatas
kenikmatan inderawi semata. Jadi apa yang mendatangkan kenikmatan itu yang
akan dikejarnya. Sensualisme dapat mengarah kepada hedonisme ketika orang
menjadikan kenikmatan sebagai tujuan hidupnya. Hidup orang itu hanya berisi
kenikmatan semata (Direktorium Formatio Iman, 2018: 16).
3. Primordialisme, Radikalisme dan Terorisme
Belakangan ini di Indonesia, primordialisme, fundamentalisme, dan
radikalisme berkembang. Primordialisme adalah sebuah istilah yang menunjuk
pada sikap kesukuan yang berlebihan. Orang lebih cenderung terlalu
membanggakan sukunya dan meremehkan atau berusaha menyingkirkan orang
yang berbeda dengan dirinya. Dari situ ada semacam identitas yang menguat dan
menegaskan perbedaan dan menyingkirkan mereka yang berbeda dengan dirinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Orang menjadi tidak setuju apabila ada orang di luar sukunya menduduki sebuah
jabatan publik dan menjadi tetangga hidup mereka (Direktorium Formatio Iman,
2018: 16-17).
Selain primordialisme kesukuan, muncul pula radikalisme agama.
Radikalisme menunjuk pada kelompok yang seringkali memaksakan
pandangannya dengan tindakan kekerasan yang diarahkan kepada orang yang
berbeda pandangan dan berbeda keyakinan sehingga menjurus pada tindakan
intoleran terhadap kelompok lain. Sejalan dengan gerakan itu, muncul pula
terorisme. Contohnya adalah kelompok garis keras ISIS yang melakukan tindakan
bom bunuh diri di tempat-tempat umum atau pos-pos penjagaan keamanan.
Tindakan para teroris telah menelan ratusan korban. Kaum radikal seperti
digerakkan oleh kekuatan lain yang ehendak mengguncang ideologi Pancasila,
menggantinya dengan ideologi baru keagamaan (Direktorium Formatio Iman,
2018: 17).
4. Rusaknya Lingkungan Hidup
Hidup beriman dewasa ini juga semakin ditantang atas eksistensi
manusia dalam hubungannya dengan alam ciptaan. Pada masa ini keutuhan
ciptaan mulai terancam karena ulah keserakahan manusia sendiri dan juga karena
faktor alam. Penyebab rusaknya lingkungan hidup terbesar disebabkan karena
perilaku manusia yang menempatkan dirinya sebagai subjek dan menjadikan alam
sebagai objek untuk dikeruk kekayaannya dan dicemari (Direktorium Formatio
Iman, 2018: 17-18).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Pengerukan dan pencemaran meliputi: energi-pertambangan, perkebunan,
kehutanan, pencemaran tanah, pencemaran udara, pencemaran air, sampah dan
perubahan iklim. Keutuhan ciptaan yang telah rusak harus dipulihkan dan
diselamatkan oleh karena itu mulai muncul gerakan-gerakan ekologis yaitu
perubahan paradigma dari antroposentris menuju biosentris (Direktorium
Formatio Iman, 2018: 18).
5. Dampak Negatif Media Sosial
Sekarang media sosial sudah berkembang pesat. Hidup manusia tidak
bisa dipisahkan lagi dengan media sosial baik mereka yang berada di kota maupun
desa, baik mereka yang terpelajar maupun yang tidak mengenyam pendidikan.
Perkembangan teknologi itu membawa kemajuan bagi manusia. Namun di sisi
lain, media telah digunakan oleh orang-orang tertentu untuk menghimpun
kekuatan dan untuk melakukan propaganda. Sebagai contoh kelompok ISIS
sebagai kaum radikal, telah menggunakan media sosial dengan maksimal untuk
memperluas propaganda mereka, mengadu domba, melakukan ujaran-ujaran
kebencian, hoax dan menyampaikan ujaran negatif yang dapat merusak persatuan
bangsa (Direktorium Formatio Iman, 2018: 18).
6. Krisis Iman dan Moral
Persoalan lain yang mempengaruhi umat beriman dewasa ini adalah
ritualisme yaitu pelaksanaan agamanya tidak seimbang karena lebih
mengutamakan upacara-upacara keagaman atau ritual saja tetapi kurang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
memperhatikan penghayatan atau perwujudan iman dalam hidup sehari-hari.
Karena itu manusia kehilangan hidup mistiknya, yaitu suatu relasi pribadi yang
akrab dengan Tuhan (Direktorium Formatio Iman, 2018: 19).
Hilangnya keakraban dengan Tuhan mengakibatkan tumpulnya hati
nurani. Dengan hal ini maka muncul suatu relativisme etis dan moralitas
disingkirkan. Budaya relativisme membuahkan sikap dan cara bertindak yang
hendak merelatifkan segala sehingga tidak ada yang absolut, tidak ada kebenaran
yang pasti dan hakiki. Orang bisa bertindak semaunya sendiri karena bertindak
atas kebenaran menurut dirinya sendiri (Direktorium Formatio Iman, 2018: 19).
B. Pelayanan Katekis
Katekis memiliki tugas dan peranan bagi Gereja. Sosok katekis sangat
lekat dengan pelayanan kepada umat. Pelayanan katekis mencakup beberapa poin
penting. Bagian ini akan memaparkan pelayanan katekis sebagai pelayan umat.
1. Pelayanan
a. Pelayanan Menurut Kitab Suci
Kitab Suci menceritakan tentang pelayanan beberapa kali. Kitab Suci
Perjanjian Baru lebih banyak berbicara mengenai pelayanan. Pelayanan bisa
berarti melayani Tuhan Yesus seperti dalam Injil Matius “Tuhan, bilamanakah
kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang
atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau?” (Mat 25:44).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Kutipan ayat Kitab Suci tersebut mengarah pada pelayanan umat pada Yesus.
Pelayanan kepada Yesus ini lebih meliputi hal yang sifatnya fisik.
Pelayanan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru juga berbicara mengenai
pelayanan jemaat misalnya, “Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan
karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih
karunia Allah” (1 Ptr 4: 10). Kutipan Kitab Suci tersebut menjelaskan bahwa
setiap orang harus melayani seorang akan yang lain (melayani sesama). Bentuk
pelayanannya tidaklah harus sama karena setiap orang memiliki karunia masing-
masing yang berbeda-beda.
Kemudian Kitab Suci juga menyebut pelayanan, “Tetapi aku tidak
menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan
menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk
memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah” (Kis 20:24). Kutipan
tersebut menjelaskan bahwa umat memiliki tugas pelayanan yang diberikan oleh
Yesus sendiri seperti Yesus memberi tugas pelayanan kepada Paulus.
Yesus mengajak kita untuk melayani. Dalam Mrk 10:35-45 ketika para
murid-Nya saling ingin mendapatkan kedudukan ketika Yesus menyampaikan
penderitaan-Nya, Yesus menegaskan bahwa siapa yang ingin menjadi besar harus
melayani. Kemudian dalam Mrk 2:13-17 Yesus mengajak kita untuk melayani dan
mengutamakan siapapun yang lemah dan butuh pertolongan (Yesus datang bukan
untuk memanggil orang benar melainkan orang berdosa).
Dalam perumpamaan, Yesus mengajak kita semua untuk melayani.
Dalam Luk 10:25-37 Yesus menjelaskan perumpamaan mengenai orang Samaria
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
yang murah hati yang mau melayani orang Yahudi yang dirampok dan hampir
mati, padahal Samaria dan Yahudi bisa dikatakan sebagai musuh bebuyutan. Kita
diajak untuk melayani orang yang mungkin tidak segolongan dengan kita.
b. Pelayanan Menurut Dokumen Gereja
Dokumen Gereja juga banyak yang menyinggung mengenai pelayanan.
Dalam LG 34-36 dibicarakan keikutsertaan anggota Gereja dalam tugas Kristus
yaitu sebagai “imam, nabi, dan raja”. Berdasarkan dokumen tersebut, pelayanan
ditujukan pada keikutsertaan dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi, dan raja.
Konstitusi Pastoral (GS 3) membahas mengenai pelayanan yang ditujukan kepada
manusia. Pelayanan ini juga merupakan karya Kristus untuk kepentingan manusia.
Dekrit (AA 2) juga membahas bagaimana panggilan awam dalam melayani. Di
sana juga dikatakan bahwa “dalam Gereja terdapat keanekaan pelayanan, tetapi
kesatuan utusan” (AA 2) kutipan ini menjelaskan bahwa setiap orang memiliki
tugas pelayanan. Tugas itu tidak melulu sama satu sama lain, setiap orang
memiliki karunia masing-masing jadi jenis pelayanannya juga berbeda-beda.
Menurut dekrit (AA 6), orang diajak untuk menjadi saksi Kristus melalui
perkataan dan perbuatannya, menyalurkan rahmat-Nya, mengajak mereka yang
belum beriman menjadi beriman, meneguhkan orang-orang yang sudah beriman
dan juga memberikan semangat untuk hidup. Dalam Konstitusi Dogmatis Tentang
Gereja (LG 32) dijelaskan bahwa kaum awam diangkat ke dalam pelayanan suci
dan dengan tugas mengajar, menguduskan serta membimbing dengan kewibawaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Kristus ikut menggembalakan keluarga Allah sedemikian rupa dengan caranya
sendiri.
c. Pelayanan Menurut Para Ahli
Krispurwana Cahyadi (2003: 59-61) menegaskan kembali pelayanan
menurut Ibu Teresa. Bagi Ibu Teresa ketika ia melayani orang-orang miskin, yang
dilayani adalah Yesus sendiri. Pelayanan yang ia lakukan adalah pemenuhan
panggilan Kristus yaitu untuk mewartakan kabar baik kepada yang miskin (Luk
4:18). Ia bersedia membiarkan Allah berkarya di dalam dirinya. Ia bersedia
menerima apa pun yang diberikan Tuhan kepadanya. Ibu Teresa mengatakan
bahwa ia tidak bekerja untuk para penderita kusta ataupun orang miskin dan yang
sekarat. Panggilannya adalah untuk menjadi milik Kristus yang berarti melayani
dan mengabdi kepada-Nya. Bukan banyaknya karya dan orang yang ia layani
yang menjadi tolok ukur tetapi berapa banyak kasih, kemurahan hati dan iman
yang tercurah di dalamnya.
Menurut Darminta (2002: 82), hakikat Gereja adalah melayani.
Pelayanan Gereja bersifat teosentris karena ambil bagian dalam tugas perutusan
Kristus dari Allah, kristosentris karena didasarkan atas tugas pelayanan Kristus
sendiri dan antroposentris karena demi kepentingan umat manusia.
Nouwen (1986: 133-134) menegaskan pemahaman mengenai pelayanan
berdasarkan Yoh 15:13. Mengajar, berkhotbah, pelayanan pastoral pribadi,
mengorganisasi dan merayakan adalah tindakan pelayanan yang melebihi keahlian
profesional karena dalam tindakan-tindakan pelayanan itu kita dituntut untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
memberikan hidup bagi sahabat-sahabat kita. Pelayanan berarti usaha terus-
menerus untuk menjadikan pencarian Alah yang dilakukan sendiri siap dipakai
oleh mereka yang ingin menggabungkan diri dalam pencarian itu akan tetapi tidak
tahu jalannya. Pelayanan adalah inti hidup kristiani. Apapun bentuk pelayanan itu,
dasarnya selalu sama yaitu memberikan hidupnya bagi sahabat-sahabatnya.
Semua fungsi pelayanan adalah memberikan hidup.
Pelayanan berarti mengubah orientasi dari diri sendiri (self interest,
dengan pamrih) kita mengarahkan diri pada kepentingan orang lain. Orang lain
yang dimaksud adalah mereka yang berada dalam keadaan lemah sehingga harus
didahulukan (Gerrit Singgih, 1997: 19). Kalau pelayanan hanya dianggap sebagai
aspek ritual atau alat untuk membantu organisasi Gereja, maka pelayanan tidak
pernah akan menjadi pelayanan sosial yang menjangkau masyarakat luas. Kalau
dulunya pelayanan selalu hanya dilihat dalam kerangka peningkatan taraf hidup
jemaat, maka sekarang perhatian pelayanan jemaat adalah bagaimana agar taraf
hidup masyarakat terutama di sekitar jemaat itu dapat berkembang (Gerrit
Singgih, 1997: 27-28).
2. Panggilan dan Identitas Katekis
Setiap orang yang telah dibaptis secara pribadi dipanggil oleh Roh Kudus
untuk memberikan sumbangannya bagi kedatangan Kerajaan Allah. Dalam
keadaan sebagai awam ada berbagai ragam panggilan yang berbeda. Dalam
panggilan kaum awam tersebut ada panggilan-panggilan khusus. Oleh karena itu
dalam sumber panggilan katekis ada panggilan khusus dari Roh Kudus, suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
“karisma khusus yang diakui oleh Gereja” dan diperjelas oleh tugas perutusan dari
uskup (CEP, 1997: 15).
Dalam praktik yang sebenarnya panggilan katekis bersifat khusus yakni
untuk tugas katekese dan umum untuk bekerja sama dalam pelayanan kerasulan
apa saja yang berguna untuk membangun Gereja. CEP menekankan kekhususan
panggilan sebagai katekis. Oleh karena itu setiap katekis harus berusaha
menemukan, menangkap dan memupuk panggilannya yang khusus ini (CEP,
1997:15).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh divisi PPLK Komisi
Kateketik Keuskupan Agung Jakarta dan prodi Ilmu Pendidikan Teologi
Atmajaya Jakarta pada tahun 2004, ditemukan lima macam pengertian katekis
yaitu: orang yang merasa terpanggil dan memiliki kewajiban memberi pelajaran
atau pewartaan, orang yang memiliki pendidikan khusus bidang katekese dan
memiliki pengetahuan luas tentang agama lain dan terutama protestanisme,
sukarelawan bidang pewartaan, membantu pastor yang bertugas bidang
pewartaan, pekerjaan mingguan/sampingan dan melaksanakan tugas teknis
lapangan (Hendro Budiyanto, 2011: 36).
Berdasarkan Rumusan PKKI II no. 4, pemimpin katekese dikenal dengan
berbagai sebutan di Indonesia. Ada yang menyebutnya katekis, guru jumat,
porhanger, guru minggu, ketua umat, guru agama, dan lain-lain. Pemimpin
katekese bertindak terutama sebagai pengarah dan pemudah (fasilitator).
Pemimpin katekese umat tidak membawa diri sebagai pembesar yang
mendoktrinasikan bawahannya dan juga tidak memberi kesan seakan-akan ia yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
pandai menyampaikan pengetahuan/pandangan kepada peserta yang bodoh.
Pemimpin katekese menghayati Kristus yang berada di tengah para murid sebagai
pelayan (Yosef Lalu, 2007: 94-95).
Jadi berdasarkan berbagai sumber, katekis secara khusus memiliki
panggilan dan karisma yang diakui oleh Gereja untuk berkatekese dan secara
umum adalah untuk bekerja sama dalam pelayanan kerasulan apa saja yang
berguna untuk membangun Gereja. Katekis juga memiliki kewajiban memberi
pelajaran atau pewartaan, menjadi orang yang memiliki pendidikan khusus bidang
katekese dan memiliki pengetahuan luas tentang agama lain dan terutama
protestanisme, menjadi sukarelawan bidang pewartaan (katekis sukarela),
membantu pastor yang bertugas bidang pewartaan, pekerjaan
mingguan/sampingan dan melaksanakan tugas teknis lapangan. Katekis juga
adalah pemimpin jalannya katekese yang bertindak sebagai pengarah dan
pemudah (fasilitator), sehingga tidak membawakan diri sebagai pembesar di
antara umat.
3. Tugas dan Peran Katekis
Dalam kehidupan sebagai murid-murid Kristus, kita memiliki tugas
perutusan yang diberikan oleh Kristus sendiri sebelum Ia menghadap Bapa-Nya
sesudah kebangkitan-Nya. Kita mengenal hal ini sebagai perintah Kristus yang
terakhir. Perintah Kristus yang terakhir telah dijelaskan dalam anjuran apostolik
(CT 1) “Ia menyampaikan kepada para Rasul perintah-Nya yang terakhir, yakni
menjadikan semua bangsa murid-murid-Nya, dan mengajar mereka mematuhi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
segala sesuatu yang telah diperintahkan-Nya”. Dari CT 1 tersebut kemudian
muncullah istilah “katekese” yang digunakan untuk merangkum seluruh usaha
dalam Gereja untuk melaksanakan perintah Kristus yang terakhir tersebut.
Tugas utama seorang katekis adalah berkatekese. Katekis diharapkan
dapat memahami kegiatan perwataan sebagai mewartakan Yesus Kristus yang
pertama dan terutama baik bagi orang yang belum beriman maupun orang yang
sudah beriman kepada-Nya (Prasetya, 2007: 32). Kongregasi Evangelisasi untuk
Bangsa-Bangsa (CEP, 1997: 16) menjelaskan bahwa pada tempat pertama, katekis
berperan menyampaikan secara jelas pesan Kristiani dan menemani para
katekumen dan orang-orang Kristen yang baru dibaptis dalam dalam
perjalanannya menuju kedewasaan iman serta kehidupan sakramental yang penuh.
Berdasarkan AA 6, katekis bertugas di bidang pewartaan khususnya
mewartakan Yesus Kristus yang pertama dan terutama, baik kepada orang yang
belum beriman maupun orang yang sudah beriman kepadanya (Prasetya, 2007:
32). Mewartakan Yesus Kristus berarti mewartakan Kabar Gembira kepada semua
orang secara berkesinambungan dari tahap pengajaran sampai tahap pendewasaan
sehingga orang merasa terbantu untuk semakin mengenal, mencintai dan
mengimani Yesus Kristus (Prasetya, 2007: 33).
Menurut Paus Fransiskus, menjadi katekis bukan merupakan pekerjaan
melainkan panggilan untuk membantu umat supaya semakin mengenali,
mencintai, dan mengikuti Yesus Kristus melalui kesaksian hidup dan bukan hanya
dengan kata-kata yang indah-indah. Langkah pertama adalah kesaksian hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
untuk kemudian diungkapkan dengan kata-kata untuk memaknai kesaksian
tersebut (Heryatno, 2018: 227-228).
4. Syarat menjadi Katekis
Katekis sebagai orang yang berkatekese, keberadaannya sangat strategis
di kalangan masyarakat dan umat Katolik lainnya, sudah sepantasnya kalau
dipikirkan syarat menjadi katekis. Menurut Prasetya (2007: 41-42), syarat yang
diperlukan untuk menjadi katekis yang baik yaitu:
Memiliki hidup rohani yang mendalam
Katekis hendaknya memiliki hidup rohani yang mendalam dan iman
yang terbuka akan sapaan Allah baik melalui doa, membaca dan merenungkan
Kitab Suci, menghidupi aneka devosi yang disediakan Gereja, maupun dengan
cara-cara lain.
Memiliki nama baik sebagai pribadi dan keluarganya
Katekis hendaknya memiliki nama baik entah perilakunya, hidup
imannya dan juga hidup moralnya. Nama baik ini dimiliki secara pribadi dan juga
keluarganya.
Diterima oleh umat
Katekis diharapkan dapat diterima baik oleh umat Katolik di lingkungan
sekitar ia tinggal karena perilaku dan kepribadian yang baik dan terpuji, memiliki
dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk mewartakan kabar gembira.
Mempunyai pengetahuan yang memadai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Modal untuk mewartakan Kabar Gembira tidak cukup hanya kemauan
tetapi juga bekal pengetahuan yang memadai, misalnya Kitab Suci, teologi, moral,
liturgi dan sebagainya. Lebih baik apabila katekis memang punya latar belakang
pendidikan akademis di bidang tersebut. Tetapi apabila tidak, minimal katekis
pernah mengikuti kursus atau pembekalan untuk menjadi katekis.
Mempunyai ketrampilan yang cukup
Katekis diharapkan memiliki aneka keterampilan yang dapat mendukung
tugas perutusannya termasuk menggunakan aneka sarana untuk menunjang proses
pewartaannya.
5. Kategori Katekis
Menurut Kongregasi Evangelisasi untuk Bangsa-Bangsa (CEP, 1997:
17), ada dua tipe atau kategori utama katekis. Kategori pertama adalah katekis
purna waktu, yang mengabdikan seluruh hidupnya demi pelayanan katekese dan
yang diakui secara resmi sebagai katekis. Kemudian kategori kedua, oo=katekis
paruh waktu adalah katekis yang ikut terlibat secara lebih terbatas tetapi tulus dan
serius.
Menurut KWI (2005: 143), kategori katekis dibedakan menjadi dua segi
yaitu dari segi waktu dan juga dari segi pendidikan. Dari segi waktu, ada 4 macam
katekis yaitu katekis full-time, katekis part-time, katekis kontrak dan katekis
sukarelawan. Katekis full-time berarti katekis yang profesi atau pekerjaan
utamanya sebagai katekis sehingga sumber penghasilannya dari pekerjaannya
sebagai katekis. Katekis part-time adalah katekis yang sebagian waktunya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
digunakan untuk berkarya sebagai katekis sehingga sumber penghidupannya tidak
sepenuhnya dari pekerjaan sebagai katekis. Katekis part-time biasanya dikenal
sebagai tenaga honorer. Katekis kontrak adalah katekis yang dikontrak dalam
kurun waktu tertentu kemudian kontrak diperbarui atau tidak tergantung instansi
terkait. Ada beberapa pemerintah daerah yang mengangkat tenaga kontrak untuk
Guru Agama Katolik atau katekis. Katekis sukarelawan adalah katekis yang
merelakan dirinya sebagai katekis tanpa batasan waktu, berkarya atas niat baiknya
sendiri dan tidak meminta upah. Prinsipnya adalah ingin berpartisipasi dalam
karya pewartaan Injil.
Dari segi pendidikan, katekis di Gereja Katolik Indonesia dikategorikan
menjadi dua bentuk yaitu katekis akademis dan non akademis. Katekis akademis
adalah katekis yang berbasis pendidikan formal kateketik, pastoral atau
filsafat/teologi. Sedangkan katekis non akademis adalah katekis yang tidak
memiliki dasar pendidikan formal seperti katekis akademis namun memiliki atau
tidak memiliki sertifikat dari kursus atau pelatihan menjadi katekis (KWI, 2005:
143-144).
6. Spiritualitas Katekis
Menurut Kongregasi Evangelisasi Bangsa-Bangsa (CEP, 1997: 22) para
katekis harus mempunyai spiritualitas yang mendalam, yakni mereka harus hidup
dalam Roh, yang akan membantu mereka untuk memperbarui mereka terus-
menerus dalam identitas khusus mereka. Para katekis dipanggil pada kesucian dan
tugas perutusan yaitu menghidupi panggilan mereka dengan semangat para santo.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Menurut CEP (1997: 23), spiritualitas katekis dikondisikan oleh panggilan
kerasulan mereka dan karena itu seharusnya memiliki ciri-ciri:
a. Keterbukaan Kepada Allah Tritunggal
Para katekis harus membiarkan dirinya ditarik ke dalam lingkungan Bapa
yang menyampaikan sabda tersebut, Putra sebagai pengejawantahan Sabda yang
berbicara tentang sabda yang didengar-Nya dari Bapa (Yoh 8:26; 12:49), dan Roh
Kudus yang menerangi pikiran untuk membantu memahami sabda Tuhan dan
membuka hati untuk menerima sabda dengan cinta dan mempraktikkannya (Yoh
16: 12-14). Oleh karena itu spiritualitas katekis berakar dalam sabda Tuhan yang
hidup dengan dimensi Tritunggal. Spiritualitas ini membutuhkan sikap batin yang
mau membagi kasih dengan Bapa, mengharapkan semua orang mengenal
kebenaran dan diselamatkan (1 Tim 2:4). Sikap batin ini selalu mencari
persekutuan dengan Kristus agar ikut ambil bagian dalam pikiran (Flp 2:5). Juga
sikap yang membiarkan diri untuk dibentuk oleh Roh dan diubah menjadi saksi
Kristus yang berani serta menjadi pewarta sabda yang cemerlang (CEP, 1997: 23-
24).
Pengakuan iman yang melekat pada permandian sungguh-sungguh
bersifat Tritunggal. Gereja mempermandikan “dalam nama Bapa dan Putera dan
Roh Kudus” (Mat 28:19). Katekese awal baik sebelum dan sesudah permandian
mempersiapkan tindakan yang menentukan ini. Katekese lanjut membantu untuk
mematangkan pengakuan iman ini. Dia yang berbalik kepada Yesus Kristus dan
mengakui-Nya sebagai Tuhan melalui pemakluman pertama Injil memulai suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
proses dengan bantuan katekese kepada pengakuan yang nyata akan Tritunggal
(KWI, 2000: 69). Katekese yang membantu iman umat supaya mengakui dan
mengalami Allah Tritunggal di dalam hidupnya, mengharuskan para katekis untuk
menghayatinya terlebih dahulu sebelum mereka berkatekese kepada umat.
b. Keterbukaan Terhadap Gereja
Para katekis adalah anggota Gereja yang ingin mereka bangun dan dari
Gereja inilah mereka memperoleh amanat untuk menjadi katekis. Gereja
membutuhkan katekis yang mempunyai rasa memiliki dan tanggung jawab yang
mendalam. Pelayanan katekis tidak pernah merupakan suatu kegiatan individu
atau kegiatan yang terpisah melainkan selalu merupakan kegiatan gerejawi.
Keterbukaan katekis terhadap Gereja terungkap dalam cinta, pengabdian terhadap
pelayanannya, dan kesediaan untuk menderita. Perasaan bersatu dengan Gereja
yang tepat untuk spiritualitas katekis terungkap melalui cinta yang tulus terhadap
Gereja dalam mengikuti Kristus yang mencintai Gereja dan mengorbankan diri-
Nya untuk Gereja (CEP, 1997: 24-25).
Mencintai Gereja dilihat sebagai suatu sikap yang mendapat dasarnya
dari sikap Yesus sendiri yang telah mencintai Gereja dan memberikan seluruh
hidup-Nya bagi Gereja. Cinta kepada Gereja diungkapkan dalam kemampuan
memberikan diri bagi Gereja. Pemberian diri tidak hanya menyangkut kesiapan
seseorang bekerja bagi Gereja dengan mengorbankan kepentingan dirinya tetapi
terutama juga dalam menerima keterbatasan anggota Gereja lainnya (Yan Olla,
2008: 146-147).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
c. Keterbukaan Terhadap Dunia
Para katekis hendaknya terbuka dan peka terhadap kebutuhan dunia
karena mereka dipanggil untuk bekerja di dunia dan untuk dunia tanpa
sepenuhnya menjadi milik dunia (Yoh 17:14-21). Ini berarti katekis harus
sepenuhnya terlibat dalam kehidupan masyarakat di sekitar mereka tanpa mundur
karena takut pada kesulitan yang akan mereka hadapi atau karena lebih senang
diam. Keterbukaan terhadap dunia merupakan suatu ciri spiritualitas katekis atas
dasar cinta rasuli Kristus Gembala yang baik yang datang untuk mengumpulkan
dan menyatukan anak-anak Allah yang tercerai berai (Yoh 11:52). Para katekis
harus dipenuhi cinta ini dan membawanya kepada semua orang ketika
mewartakan kepada mereka bahwa Tuhan mencintai dan memberikan
keselamatan-Nya kepada semua orang (CEP, 1997: 25-26).
d. Keutuhan dan Keaslian Hidup
Karya para katekis melibatkan seluruh hidupnya, sebelum mereka
mewartakan sabda mereka harus menjadikan sabda itu milik mereka dan
menghayatinya. Dunia membutuhkan pewarta yang berbicara mengenai Tuhan
seakan mereka melihat-Nya sendiri. Apa yang diajarkan katekis seharusnya bukan
semata-mata ilmu kemanusiaan dan juga bukan pendapat pribadi mereka
melainkan iman Gereja yang mereka hidupi dan mereka sendiri adalah saksinya.
Oleh karena itu dibutuhkan keutuhan dan keaslian hidup. Katekis harus
mempraktekkan apa yang mereka wartakan bukan berbicara tentang Tuhan hanya
secara teoritis. Keaslian hidup berarti hidup doa, pengalaman akan Tuhan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
kesetiaan terhadap tindakan Roh Kudus. Para katekis juga perlu berkembang
secara rohaniah dalam kedamaian dan kebenaran (Rm 12:12). Para katekis harus
menjadi pembawa sukacita dan harapan Paskah atas nama Gereja (CEP, 1997: 26-
27).
e. Semangat Misioner
Dengan kenyataan bahwa katekis hidup dalam pergaulan dengan
sejumlah besar orang bukan Kristen, katekis harus tetap memiliki semangat untuk
mewartakan Injil kepada segala makhluk (Mrk 16:15). Para katekis harus
mempunyai semangat kerasulan yang tinggi. Seperti yang ditegaskan dalam
Katekismus Gereja Katolik, dari pengetahuan kasih akan Kristus timbul hasrat
untuk mewartakan, memberitakan dan untuk menuntun orang lain untuk
menjawab ‘ya’ terhadap iman akan Yesus Kristus. Katekis seharusnya berusaha
menjadi seperti gembala yang pergi mencari domba yang hilang sampai
menemukannya (Luk 15:4). Lambang kemurnian semangat misioner adalah salib.
Kristus yang telah dikenal oleh para katekis adalah “Kristus yang disalibkan” (1
Kor 2:2). Karena itu mereka harus menyiapkan diri untuk menghidupi dengan
penuh harapan misteri kematian dan kebangkitan Kristus di tengah situasi yang
sulit, penderitaan pribadi, masalah-masalah keluarga, dan hambatan-hambatan
bagi karya kerasulan mereka ketika berusahan mengikuti jalan Tuhan yang sulit
(CEP, 1997: 28-29).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
f. Devosi kepada Bunda Maria
Devosi atau kebaktian kepada Maria Bunda Yesus merupakan bagian
penting dari spiritualitas Katolik sejak abad-abad awal (Rausch, 2001: 294). Maria
adalah guru yang mengajari Putra Allah pengetahuan akan Kitab Suci dan akan
rencana kasih Allah bagi umat-Nya. Maria adalah murid pertama Yesus
sebagaimana dikatakan oleh St. Agustinus bahwa bagi Bunda Maria menjadi
murid-Nya adalah jauh lebih penting daripada menjadi ibu-Nya. Bunda Maria
adalah katekismus hidup, ibu dan model katekis (CEP, 1997: 29).
Menurut CEP (1997: 29-30) spiritualitas katekis sebagaimana
spiritualitas setiap orang Kristen dan yang terlibat dalam karya kerasulan akan
diperkaya oleh devosi yang mendalam kepada bunda Tuhan. Sebelum
menjelaskan kepada orang lain tempat Maria dalam misteri Kristus dan Gereja,
mereka harus merasakan kehadiran Maria dalam hati mereka dan memberikan
kesaksian akan kesucian yang tulus dari Bunda Maria yang akan mereka
sampaikan kepada umat. Dalam diri Maria, ada suatu model yang sederhana dan
efektif bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain. Maria memberikan contoh
mengenai kasih ibu yang membangkitkan semangat semua orang yang ikut ambil
bagian dalam misi kerasulan Gereja demi kelahiran kembali umat manusia.
Pewartaan sabda selalu dikaitkan dengan doa, perayaan ekaristi dan pembangunan
komunitas Kristiani. Komunitas Kristen paling awal merupakan model bagi
komunitas ini (Kis 2-4) yang dipersatukan di sekitar Bunda Maria ibu Yesus (Kis
1:14).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Maria mempunyai tempat terhormat dalam tradisi Katolik baik dalam
hidup devosional maupun dalam warisan ajaran. Gereja Katolik membedakan
antara pemujaan yang hanya ditujukan kepada Allah dan penghormatan bagi
orang-orang kudus dan Maria.Orang Katolik amat menghargai penghormatan
kepada Maria (Rausch, 2001: 300-301).
g. Menimbang Zaman
Menurut Direktorium Formatio Iman (2018: 14), menimbang zaman
adalah melihat segala keadaan dan perkembangan zaman yang menjadi konteks
hidup masyarakat dalam menghidupi imannya secara lebih kritis. Arus perubahan
zaman sangat mempengaruhi kehidupan beriman. Pengaruh itu bisa positif yaitu
mengembangkan iman dan bisa juga negatif yaitu melemahkan kehidupan
beriman.
Yang pertama, katekis hendaknya mampu menyikapi sekularisasi dengan
positif. Sekularisasi mendasari pemikiran bahwa dunia ini otonom namun tetap
berkorelasi dengan sang pencipta. Dalam proses sekularisasi, seringkali terjadi
sekularisme yang mengakibatkan manusia merasa tidak memerlukan peran serta
Tuhan dalam hidup (Direktorium Formatio Iman, 2018: 14-15). Sekularisme
adalah contoh bagaimana sekularisasi dimaknai secara negatif. Sekularisasi yang
dimaknai secara negatif membawa dampak yang cukup besar dalam melemahnya
kehidupan umat beriman. Bagaimana tidak? Ketika orang sudah masuk dalam
sekularisme, orang beranggapan bahwa keputusannya tidak perlu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
dipertimbangkan apakah sesuai dengan perintah Allah atau tidak karena seolah-
olah Allah tidak ada dan tidak memberi dampak apapun.
Sekularisasi yang dimaknai secara negatif dapat mengakibatkan orang
terjerumus dalam sekularisme, materialisme, konsumerisme, individualisme,
sensualisme, hedonisme, dan juga rusaknya lingkungan hidup. Ketika manusia
tidak lagi menganggap Allah itu penting, maka hidupnya akan berorientasi pada
materi atau hal-hal duniawi saja sehingga terjadilah materialisme. Materialisme
terjadi ketika segalanya hanya diukur berdasarkan materi dengan uang sebagai
penggeraknya. Materialisme dapat memunculkan perilaku konsumtif dalam diri
manusia sehingga terjadilah konsumerisme. Orang hanya membeli apa yang ada
di dunia ini bukan karena kebutuhan namun karena gaya hidup dan trend. Hidup
yang konsumtif ini dapat melahirkan hidup yang individualis karena orang hanya
memusatkan dirinya pada kebutuhan diri sendiri (Direktorium Formatio Iman,
2018: 15).
Orang yang individualis akan terus mengejar kebutuhan dirinya yang
tidak akan pernah terpuaskan. Materi akan terus dikejar semakin jauh hingga
tanpa sadar orang akan meninggalkan sesamanya karena hanya fokus pada materi
yang dicarinya. Materi dianggap dapat memuaskan dahaga sensualisme. Artinya,
orang menganggap hidupnya hanya sebatas kenikmatan indrawi saja. Lalu ketika
orang menjadikan kenikmatan sebagai tujuan hidupnya, orang menjadi hedonis
karena itu muncullah hedonisme (Direktorium Formatio Iman, 2018: 16).
Kemudian tidak bisa dilupakan juga bahwa ketika manusia cenderung mengejar
materi dan kenikmatan saja, manusia seringkali merusak keutuhan alam ciptaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Selain karena faktor alam, keutuhan ciptaan ini rusak karena perilaku manusia
yang menempatkan dirinya sebagai subjek dan alam sebagai objek. Alam
dimanfaatkan sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhannya akan tetapi
manusia tidak berupaya untuk memulihkannya (Direktorium Formatio Iman,
2018: 17-18).
Yang kedua, katekis hendaknya menghindari primordialisme dan
radikalisme. Di samping primordialisme, radikalisme dapat memicu terjadinya
terorisme. Primordialisme menunjuk pada sikap kesukuan yang berlebihan atau
terlalu membanggakan sukunya sampai ada kecenderungan untuk menyingkirkan
kelompok yang berbeda dengan dirinya. Selain itu ada juga radikalisme
keagamaan. Mereka memaksakan pandangannya dengan tindak kekerasan kepada
yang berbeda keyakinan sehingga menjadi intoleran terhadap kelompok lain.
Radikalisme ini dapat memicu adanya terorisme seperti yang dilakukan ISIS
dengan melakukan bom bunuh diri (Direktorium Formatio Iman, 2018: 17).
Yang ketiga, katekis hendaknya memanfaatkan media sosial dengan
sebaik-baiknya. Saat ini media sosial telah berkembang sangat pesat. Namun
seringkali media sosial digunakan secara negatif. Misalnya oleh ISIS yang
menggunakan media sosial untuk memperluas propaganda mereka, mengadu
domba, melakukan ujaran-ujaran kebencian, hoax dan menyampaikan ujaran-
ujaran negatif yang merusak persatuan bangsa (Direktorium Formatio Iman, 2018:
18). Katekis dapat menggunakan media sosial untuk hal-hal yang positif, misalnya
membuat forum diskusi rohani, membuat akun instagram yang berisi pesan-pesan
inspiratif dan lain sebagainya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Yang keempat adalah krisis iman dan moral. Persoalan lain yang
mempengaruhi umat beriman dewasa ini adalah ritualisme. Orang hanya
mengutamakan upacara-upacara keagamaan atau ritual saja tanpa memperhatikan
penghayatan dan perwujudan iman dalam hidup sehari-hari. Dengan begitu orang
kehilangan keakraban dengan Allah dan berakibat pada tumpulnya hati nurani.
Bangkitlah suatu relativisme etis. Moralitas kemudian disingkirkan dan orang
bertindak semaunya sendiri karena setiap orang berpegang pada kebenarannya
sendiri-sendiri (Direktorium Formatio Iman, 2018: 19).
Katekis harus dapat menimbang zaman dengan baik dalam menjalani
hidupnya. Kemudian setelah itu hendaknya katekis mengajak umat untuk ikut
menimbang zaman supaya kehidupan berimannya menjadi semakin baik. Katekis
dapat mengajak umat untuk menimbang zaman dengan dialog sehari-hari atau
juga dalam waktu khusus seperti ketika terjadinya katekese umat. Hal ini sangat
penting mengingat katekis juga adalah manusia duniawi. Maka katekis perlu
menghidupi semangat spiritualias yang menunjang batin (hubungan dengan Allah)
dan juga fisik (menimbang zaman).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
BAB IV
MAKNA HIDUP DOA
SEBAGAI SUMBER SPIRIT PELAYANAN KATEKIS
Pelayanan katekis dewasa ini tak terhindarkan dari tantangan arus besar
zaman. Katekis diharapkan dapat menjadi pribadi yang teguh dan mampu
meneguhkan umat dalam menghadapi tantangan arus besar zaman. Karena itulah
spiritualitas katekis menjadi hal yang sangat penting supaya para katekis memiliki
semangat yang berapi-api dalam pelayanannya. Selain itu juga supaya katekis
tidak mudah putus asa ketika menghadapi tantangan atau masalah yang ada dalam
pelayanannya.
Berdasarkan keprihatinan tersebut, pembahasan dalam bab IV ini
dimaksudkan untuk memberi inspirasi bagi katekis supaya memiliki spirit
pelayanan yang baik. Secara khusus bab IV ini menyampaikan inspirasi spirit
pelayanan katekis berdasarkan pemaknaan terhadap hidup doa dan usulan
kegiatan rekoleksi untuk meningkatkan pelayanan para katekis khususnya di
Paroki St. Yusuf Ambarawa Keuskupan Agung Semarang.
Pembahasan bab IV ini terdiri dari dua bagian utama yaitu, bagian pertama
membahas tentang makna hidup doa sebagai spirit pelayanan katekis dan bagian
kedia tentang usulan program. Pada bagian pertama, pembahasan dibagi menjadi
delapan topik.Bagian kedua membahas tentang usulan program rekoleksi yang
diawali dengan pengertian rekoleksi dan kemudian diakhiri dengan persiapan
usulan program rekoleksi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
A. Makna Hidup Doa Sebagai Sumber Spirit Pelayanan Katekis
Spirit pelayanan para katekis sangat berguna supaya katekis tidak mudah
putus asa dalam menjalani tugas perutusannya dan memberikan seluruh hidupnya
untuk menjalani tugas perutusannya. Hidup doa menjadi sesuatu yang amat
penting bagi katekis supaya senantiasa memiliki kepribadian yang baik dan hati
yang senantiasa mengarah kepada Allah Tritunggal. Maka dari itu, di tengah
tantangan pelayanan katekis di zaman ini, para katekis perlu dan dapat
menemukan inspirasi spirit pelayanannya melalui pemaknaan akan hidup doa.
Berikut akan dijelaskan tujuh inspirasi pemaknaan hidup doa sebagai spirit
pelayanan katekis.
1. Memiliki relasi yang mendalam dengan Allah
Hidup doa manusia pada dasarnya adalah panggilan Allah yang
ditanggapi manusia. Panggilan Allah ini merupakan kerinduan Allah kepada
manusia. Panggilan ini mengajak manusia untuk terus mengikutsertakan Allah
dalam setiap segi dalam hidupnya. Manusia terpanggil untuk mencari Allah dan
berkomunikasi dengan-Nya melalui doa. Komunikasi yang intensif dengan Allah
ini dapat membangun relasi yang mendalam dengan Allah. Relasi yang mendalam
dengan Allah sungguh sangat penting bagi kehidupan seorang katekis. Ketika
relasi seseorang sudah begitu mendalam dengan Allah, ia akan menempatkan
Allah sebagai pusat hatinya dan hidupnya. “Mengarahkan hati kepada Allah”
kiranya adalah kata yang sangat tepat untuk mencerminkan kedalaman relasi
dengan Allah dalam hidup manusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
“Hati adalah tempat keputusan, kebenaran, pertemuan dengan Allah dan
sebagai tempat perjanjian” (KGK 2563). Ketika hati seorang katekis sudah
mengarah kepada Allah, maka segala keputusan yang ia ambil dalam hidupnya
pastilah berorientasi pada terwujudnya Kerajaan Allah di dunia. Dengan begitu,
hati nurani seorang katekis menjadi sungguh peka dalam menghadapi segala
sesuatu. Ia menjadi pribadi yang lebih mengutamakan kebenaran dan bukan
keuntungan bagi dirinya sendiri ketika mengambil sebuah keputusan.
Relasi yang mendalam dengan Allah mengarahkan manusia pada
kesatuan dan persekutuan hidup dengan Allah. Inisiatif Allah dalam memanggil
manusia tidak dimaksudkan supaya manusia dapat bersatu dengan Allah pada
akhir zaman ketika segala sesuatunya mendapatkan pemenuhan dan penyelesaian.
Akan tetapi juga agar kesatuan dan persekutuan hidup itu juga menjadi kenyataan
sekarang di dunia ini dalam hidup manusia. Allah tidak hanya dialami sebagai
pribadi yang menyapa manusia melainkan juga menjadi prinsip dan tujuan hidup
manusia (Darminta, 1983: 36-37).
Relasi yang mendalam dengan Allah dan hati yang senantiasa mengarah
kepada Allah menjadikan manusia menjadi pribadi yang dewasa. Ketika katekis
memiliki relasi yang sungguh mendalam dengan Allah, perbuatannya akan terus
mengarah pada rencana keselamatan Allah. Relasi yang mendalam ini juga
memunculkan kesadaran dalam diri katekis bahwa dirinya adalah makhluk yang
harus menyembah Allah yang Maha Agung. Ia menyadari bahwa ia memiliki
banyak sekali kelemahan dan Allah adalah Pribadi sempurna yang terus menolong
hidupnya. Dari kesadaran akan kelemahan tersebut, katekis terdorong untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
menjadi pribadi yang rendah hati. Oleh karena itu muncullah dalam diri manusia
sikap memandang hidup sebagai berkat, sikap menyembah, memuji Allah,
bersyukur kepada Allah, dan memohon kepada Allah.
Untuk mengatasi beberapa tantangan pelayanan katekis khususnya arus
besar zaman ini, relasi yang mendalam dengan Allah harus dimiliki seorang
katekis. Relasi yang mendalam dengan Allah diperlukan untuk menghadapi
sekularisme, materialisme, konsumerisme, sensualisme, hedonisme,
primordialisme, radikalisme, terorisme, rusaknya lingkungan hidup serta krisis
iman dan moral. Hal ini dikarenakan beberapa arus besar zaman sekarang tersebut
bisa terjadi ketika seseorang tidak atau kurang memiliki cinta dan kesetiaan
kepada Allah. Cinta dan kesetiaan kepada Allah sendiri juga akan muncul ketika
seseorang memiliki relasi yang mendalam dengan Allah. Semua isi doa sejalan
dengan relasi yang mendalam dengan Allah tetapi yang paling mewarnai adalah
berkat dan penyembahan, doa syukur serta doa pujian.
2. Menjadi pribadi yang senantiasa berdoa
Doa yang terus dilakukan berdasarkan kerinduan akan menjadi sebuah
kebutuhan bagi seseorang. Katekis hendaknya menjadi pribadi yang senantiasa
berdoa dalam hidupnya dan menjadikan doa sebagai kebutuhannya. Kebutuhan di
sini bukan berarti hanya sebatas karena manusia perlu terus memohon banyak hal
kepada Allah demi terpenuhi kebutuhan hidupnya. Katekis senantiasa berdoa
karena terus rindu kepada Allah dan menyadari bahwa dirinya diciptakan oleh
Allah sehingga harus berbakti kepada-Nya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Dengan senantiasa berdoa, katekis mendapatkan kekuatan di dalam
hidupnya. Dalam pelayanannya, katekis seringkali menghadapi banyak sekali
rintangan. Tak jarang rintangan ini membuat katekis menjadi berputus asa dan
bahkan menyerah. Tak dapat dipungkiri bahwa doa memberikan kekuatan bagi
katekis. Doa memberikan semangat yang mendalam dalam diri katekis. Menurut
Pai (2003: 107-108), apabila kita sungguh berdoa maka kita dapat beralih dari hal-
hal yang dangkal kepada hal yang lebih mendalam. Roh Yesus membantu kita
untuk menilai segala sesuatu secara benar. Kita tidak lagi dituntun dan dikontrol
oleh perasaan-perasaan yang spontan saja, oleh rasa suka atau tidak suka, oleh
waktu dan situasi, oleh penilaian dan perkataan orang lain.
Dengan senantiasa berdoa, seringkali kita berseru di dalam kesusahan
kita. Kita menumpahkan kesusahan dan penderitaan kita dengan keyakinan bahwa
ada Pribadi yang mau mendengarkan dan membebaskan kita (Pai, 2003: 168).
Oleh karena itulah dengan senantiasa berdoa, katekis mendapatkan kelegaan. Doa
juga dapat menghilangkan kekhawatiran katekis ketika ia sungguh percaya bahwa
Allah akan menolongnya dengan berbagai cara. Seringkali ketika dihadapkan
dalam suatu masalah, orang menjadi goyah dan kehilangan keyakinan bahwa
dirinya dapat melalui atau menyelesaikan masalah tersebut. Hal ini menjadikan
kekhawatiran dalam diri manusia muncul. Yesus mengajak kita agar jangan
khawatir akan hidup kita. Burung pipit dan bunga bakung dipelihara oleh Allah
oleh karena itu kita yang lebih dari pada itu juga pastilah dipelihara oleh Allah.
Dengan kekhawatiran juga kita tidak dapat menambahkan sehasta saja pada jalan
hidup kita (Luk 12:22-32).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Doa membuat kita menyadari bahwa Allah berkuasa atas hidup kita.
Keyakinan akan kehidupan kita peroleh dengan berdoa. Doa mengatasi ketakutan
dan kecemasan kita. Oleh karena itu, katekis hendaknya senantiasa berdoa
sehingga menjadi pribadi yang lebih siap dalam menjalani tugas perutusannya dan
pelayanannya. Doa juga membuat katekis semakin mengenal dirinya dengan baik.
Ini karena doa membuat katekis mengungkapkan dengan jujur apa yang ia
rasakan, apa yang ia keluhkan di dalam hidupnya. Dengan begitu katekis juga
lebih mengenal sifat-sifatnya yang baik dan buruk. Memohon ampun atas sifat
dan sikapnya yang buruk serta berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Serta
bersyukur karena Allah membuatnya mampu melakukan hal-hal yang baik tanpa
harus menyombongkan diri.
3. Berdoa dan berbuat demi kepentingan banyak orang
Hidup doa dapat mendorong seseorang untuk mengarahkan hatinya
kepada Allah dan berusaha menaati segala hukum Allah. Dengan begitu, doa
menjadi inspirasi katekis untuk mengasihi Allah dan juga sesama manusia. Ketika
seseorang mencintai Allah dengan segenap hatinya, secara otomatis ia akan
terdorong untuk mengasihi ciptaan-Nya dengan segenap hati pula. Doa membuat
katekis perlahan meninggalkan egosentrisme.
Ketika katekis mulai meninggalkan sikap egosentrisnya, ia akan mulai
peduli pada orang lain. Ketika seorang katekis bertindak atau melakukan sesuatu,
ia tidak hanya mempertimbangkan apa yang menguntungkan dirinya saja tetapi
juga demi kepentingan orang banyak. Katekis yang mulai tulus mencintai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
sesamanya, akan menyadari bagaimana ia harus berusaha menjadi pengantar bagi
orang lain. Pengantar di sini adalah menjadi pribadi yang mendoakan orang lain.
Menurut Pai (2003: 40), berdoa untuk orang lain atau doa umat mengungkapkan
dimensi sosial iman, tanggungjawab dan solidaritas kita terhadap sesama. Kita
telah mengenal beberapa sosok pengantara di dalam Kitab Suci, yaitu Abraham
yang berdoa bagi Sodom dan Gomora (Kej 18), Musa yang berkali-kali memohon
untuk bangsa Israel, Yesus yang berdoa bagi Petrus (Luk 22:23), dan lain
sebagainya.
Doa dapat membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik. Doa untuk
orang lain mencabut kita dari sikap hanya memperhatikan diri sendiri. Melalui
doa untuk orang lain, hati kita menjadi lebih peka terhadap kebutuhan dan
penderitaan orang lain. Dengan begitu kita semakin mampu menciptakan suatu
ruang untuk orang lain dalam hidup kita sampai akhirnya tak ada seorang pun
yang disingkirkan dari hati kita (Pai, 2003: 41). Ketika kita sudah memiliki ruang
bagi orang lain di dalam hati kita, kita akan dapat berbuat apapun demi
kepentingan orang lain tanpa merasa keberatan atau terpaksa.
Intinya adalah katekis harus senantiasa berdoa hingga sungguh
menemukan dirinya yang mencintai Allah. Dengan mencintai Allah, katekis pasti
berusaha untuk mencintai manusia. Untuk mencintai manusia tentunya hatilah
yang paling berperan. Dimulai dengan mendoakan orang lain atau banyak orang,
pasti secara otomatis akan muncul keinginan untuk melayani orang lain. Dasar
pelayanan ini sangat diperlukan bagi katekis supaya dalam perjalanan
pelayanannya ia tidak menjadi pribadi yang perhitungan, misalnya ketika katekis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
profesional dibutuhkan paroki harus mengkader katekis-katekis sukarelawan, ia
hanya mau apabila diberi bayaran atau gaji yang tinggi, dan lain sebagainya.
Dengan berdoa dan berbuat demi kepentingan banyak orang, hati seorang
katekis menjadi semakin mencintai sesama. Ketika seorang katekis semakin
mencintai sesama, ia mampu meninggalkan individualisme, primordialisme,
radikalisme dan terorisme. Isi doa yang sangat mewarnai makna doa ini (berdoa
dan berbuat demi kepentingan banyak orang) adalah doa syafaat.
4. Menjadi Pribadi yang Beriman Cerdas, Tangguh dan Misioner
Doa yang dimaknai secara mendalam mendorong orang untuk semakin
beriman. Semakin beriman adalah dampak dari rasa cinta manusia kepada Allah
yang tumbuh melalui hidup doa. Akan tetapi iman Katolik yang baik haruslah
sungguh-sungguh dimaknai secara mendalam dan bijaksana. Menurut Formatio
Iman Berjenjang (2014: 29) iman kekatolikan haruslah dihayati secara cerdas,
tangguh dan misioner.
a. Cerdas
Menurut Formatio Iman Berjenjang (2014: 29-30), cerdas menyangkut
beberapa aspek, di antaranya: 1) kedewasaan dan kematangan dalam pemahaman
dan penghayatan tentang imannya sehingga ia bisa mempertanggungjawabkan
dengan benar. Ia tidak percaya secara membabi buta yang hanya mengandalkan
emosi, tetapi juga melibatkan akal budi, kehendak, dan perasaan. 2) pandai
memperhitungkan keadaan dan siap mengatasi tantangan yang ada, seperti dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
perumpamaan Kitab Suci mengenai lima gadis bodoh dan lima gadis yang pandai
(Mat 25:1-13).
Katekis yang sungguh beriman dengan cerdas, pasti benar-benar
mendengarkan hati nuraninya sehingga dapat menimbang-nimbang suatu perkara
dengan bijak. Katekis yang hidup di dunia dihadapkan dengan realitas dunia yang
kompleks. Dalam kehidupan beriman, katekis hendaknya tidak beriman dengan
gelap mata misalnya dengan menganggap bahwa agamanya sendiri paling benar
dan agama lain salah sehingga di luar Gereja tidak ada keselamatan. Katekis
hendaknya menjadi pribadi yang toleran terhadap umat beragama lain.
Dalam perkembangan teknologi zaman ini, semua orang disuguhkan
berbagai kemudahan untuk berkomunikasi dan lain sebagainya. Dengan kenyataan
ini, katekis hendaknya menggunakan media sosial bukan untuk hal-hal yang
sifatnya destruktif melainkan konstruktif. Maksudnya adalah katekis hendaknya
tidak menggunakan media sosial misalnya untuk menyatakan ujaran-ujaran
kebencian, menghasut orang banyak dan lain sebagainya. Sebaliknya, katekis
hendaknya bijaksana dalam menggunakan media sosial.Misalnya saja dengan
membuat forum diskusi atau meng-upload renungan harian yang inspiratif dan
menyentuh.Katekis juga hendaknya mampu mengajak umat untuk bersama-sama
mengatasi krisis iman dan moral di mana agama hanya dilakukan sebagai rutinitas
saja misalnya. Dalam beriman katekis juga diajak untuk menjadi pribadi yang
cerdas.Iman dilandaskan pada kasih bukan pada ketaatan hukum secara ritual
seperti dalam Luk (13: 10-17) di mana Yesus menyembuhkan orang sakit pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
hari Sabat, atau juga pada Luk (10: 25-37) di mana Yesus memberikan
perumpamaan mengenai orang Samaria yang murah hati.
Kemudian katekis juga hendaknya tidak hanya menyimpan imannya
untuk dirinya sendiri tanpa berbuat apa pun. Iman itu diungkapkan dalam
pelayanan katekis terhadap kehidupan menggereja. Dalam mengungkapkan
imannya melalui pelayanan, katekis hendaknya menjadi sosok yang cerdas
melalui kreatifitasnya. Kreatifitas di sini dimaksudkan bahwa katekis mampu
memperhitungkan segala kondisi yang terjadi dan siap mengatasi tantangan
apapun dalam pelayanannya. Ia menjadi pribadi yang selalu berjaga-jaga.
Misalnya ada seorang katekis yang tidak mampu memberikan renungan secara
mendadak, maka setiap hari ia hendaknya memiliki waktu khusus membaca
bacaan liturgi pada hari itu dan merenungkannya.
Seorang katekis yang beriman cerdas, dapat lebih mudah mengatasi arus
besar zaman ini khususnya dampak negatif media sosial. Ini dikarenakan katekis
menjadi tidak mudah mempercayai hoax dan dapat memanfaatkan media sosial
dengan cerdas dan kreatif sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
b. Tangguh
Iman yang didapat dengan hidup doa, haruslah diwarnai dengan
ketangguhan. Menurut Formatio Iman Berjenjang (2014: 30), tangguh
menyangkut aspek sikap dalam menghadapi pergulatan hidup. Pergulatan hidup
bisa datang dari dalam diri kita sendiri karena berbagai persoalan hidup yang
dialami tetapi juga bisa datang dari luar berupa godaan (dosa) dan tantangan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Santo Paulus membagikan pengalaman mengapa ia tidak mudah goyah imannya
dan tidak mudah putus asa. Semua itu karena hidupnya berakar pada Kristus dan
dibangun di atas Dia sehingga situasi hidupnya tetap di dalam Dia (bdk Kol 2:1-
2).
Berbagai macam arus besar zaman ini menjadi tantangan bagi pelayanan
katekis.Bukannya tergiur untuk tenggelam dengan kenikmatan duniawi,
melainkan katekis harus mampu untuk tetap teguh pada imannya. Segala hal yang
ditawarkan dunia hendaknya dapat dimanfaatkan secara positif oleh katekis.
Misalnya dalam arus sekularisasi di mana manusia memiliki kehendak bebas
untuk berbuat dan memutuskan sesuatu, katekis hendaknya tidak tenggelam dalam
sekularisme. Dari pribadinya sendiri, sebaiknya katekis menikmati apa yang
ditawarkan dunia ini secukupnya sesuai dengan kebutuhannya dan tidak
meninggalkan Tuhan. Katekis hendaknya memiliki iman yang tangguh, ini bisa
dilihat dari teguhnya pendirian katekis untuk tidak terlena pada kenikmatan
duniawi semata hingga meninggalkan intimitas dengan Tuhan.
Selain tangguh dalam menghadapi arus besar zaman, katekis hendaknya
juga tangguh dalam menghadapi situasi yang sulit. Hidup doa yang dimaknai
sungguh-sungguh dapat memunculkan keyakinan bahwa Tuhan akan selalu punya
cara untuk menolong katekis di dalam hidupnya. Keyakinan seperti itu membuat
katekis menjadi semakin berani mengambil resiko atas pelayanan yang dirasa
berat dan sulit. Dengan doa dan keyakinan akan penyertaan Tuhan di dalam
hidup, katekis dapat menjadi pribadi yang tidak gentar dalam menghadapi segala
persoalan dalam pelayanannnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
c. Misioner
Menurut Formatio Iman Berjenjang (2014: 30-31), misioner menyangkut
gerak keluar untuk memberikan kesaksian akan imannya. Karena beriman, orang
akan keluar dari dirinya dan mengambil bagian dalam karya misi Allah. Misioner
berarti berani bersaksi tentang imannya, tidak malu mengakui dan menunjukkan
kekatolikannya kepada khalayak umum.
Hidup doa yang menumbuhkan iman, perlu dituangkan dalam perbuatan
(bdk. Yak 2:17). Katekis sangat perlu memiliki iman yang misioner, yaitu iman
yang diungkapkan melalui perbuatan mengambil bagian dalam karya misi Allah
yaitu penyelamatan. Ketika ada orang yang bertindak salah tak jarang orang takut
atau ragu untuk menegur karena berbagai macam alasan. Di sini katekis berperan
untuk mengajak setiap orang yang berbuat tidak sesuai dengan kehendak Allah,
kembali kepada hidup yang sesuai dengan kehendak Allah. Oleh karena itu,
misioner dimaknai sebagai sikap di mana katekis berani berbicara tentang Kristus
kepada orang lain apabila memang situasi menuntut demikian. Kepada orang yang
berbeda agama pun, katekis hendaknya berani menyatakan imannya tanpa harus
membuat orang lain tersinggung. Semua itu bertujuan untuk keselamatan umat
manusia.
Iman yang misioner juga berarti katekis mau melibatkan diri dalam
masyarakat dan bekerja sama dengan semua yang berkehendak baik untuk
menegakkan keadilan dan kebenaran, mewujudkan kesejahteraan umum dan
membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bermartabat, mengedepankan
nilai-nilai keimanan, kejujuran, kebangsaan dan keberpihakan kepada kaum yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
lemah. Dengan begitu katekis mengambil bagian dalam kerja Allah mewujudkan
keselamatan (Formatio Iman Berjenjang, 2014: 31). Dengan begitu maka iman
katekis yang misioner bukan hanya terbatas diungkapkan kepada kalangan Gereja,
tetapi dalam lingkup seluruh umat manusia. Karena itulah katekis menjadi garam
dan terang dunia. Katekis menjadi alat yang dipakai Allah untuk mewujudkan
Kerajaan-Nya.
5. Menjadi Pribadi yang Berpengharapan
Dalam hidup doa, manusia selalu memanjatkan permohonan kepada
Allah. Manusia memohon kepada Allah di dalam doa karena manusia selalu
punya harapan akan hidupnya. Kenyataan di dunia ini dan apa yang didapat
manusia seringkali tidak sesuai dengan harapan. Oleh karena itulah manusia selalu
mengungkapkan harapannya kepada Allah dalam wujud doa permohonan.
Dalam kehidupan pelayanannya, katekis tak jarang juga mengalami hal
demikian. Situasi dan kondisi yang dihadapi katekis seringkali menyulitkan dan
tidak sesuai dengan harapan. Katekis harus hidup dengan memiliki harapan.
Katekis yang tidak punya harapan hanya akan hidup mengikuti arus, tidak punya
target, tidak punya tujuan, tidak punya mimpi demi terwujudnya Kerajaan Allah.
Dalam doa permohonan, tertuang berbagai harapan katekis akan kehidupan yang
lebih baik. Tentu saja pengharapan ini bukan hanya sebuah mimpi atau keinginan
tanpa usaha untuk mencapainya.
Pengharapan bukan berarti menyerahkan mimpi dan segala keinginan
kepada Allah melalui doa lalu kita menunggu untuk menerimanya. Pengharapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
berarti kita memohon kepada Allah melalui doa mengenai keadaan atau situasi
baik yang kita harapkan. Setelah itu kita juga melakukan sesuatu untuk
mewujudkan harapan itu. Oleh karena itu, katekis hendaknya menjadi pribadi
yang berpengharapan. Bukan hanya mengungkapkan harapan kepada Allah
melalui doa kemudian katekis berpangku tangan tidak mengusahakan harapannya,
katekis juga harus berusaha. Harapan bisa dikatakan cita-cita demi kehidupan
yang lebih baik. Maka katekis harus selalu punya harapan. Yang menggerakkan
katekis untuk terus melayani adalah harapan demi keselamatan, demi kehidupan
semua orang yang lebih baik.
6. Menjadi Pribadi yang Penuh Kasih
Hidup doa yang mendalam membuat orang mencintai Allah dengan
sungguh-sungguh. Allah adalah kasih, ketika manusia mencintai Allah otomatis ia
akan berbuat kasih. Maka dapat dikatakan bahwa dampak dari hidup doa adalah
pribadi yang penuh kasih. Hukum terutama adalah kasih kepada Allah dan kasih
kepada sesama (Mat 22:37-40). Ketika orang sungguh-sungguh mengarahkan
hatinya kepada Allah, ia akan hidup sesuai dengan hukum Allah yaitu kasih.
Oleh karena itu, makna dari hidup doa yang dapat menjadi inspirasi spirit
pelayanan katekis adalah kasih. Katekis adalah alat yang digunakan Allah untuk
menyelamatkan. Oleh karena itu katekis harus mampu menjadi pribadi yang
penuh kasih supaya dapat digunakan sebagai perantara kasih Allah kepada
manusia. Sikap seperti apa yang mencerminkan kasih? 1 Kor 13:4-7 menjelaskan
sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu. Ia tidak
memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak
sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan
tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena
ketidakadilan, tetapi ia bersukacita karena kebenaran. Ia menutupi segala
sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.
Berdasarkan kutipan Kitab Suci tersebut, jelaslah bahwa poin-poin
tersebut adalah sikap yang menunjukkan kasih. Kasih memang berasal dari hati
akan tetapi butuh perwujudan nyata. Dari poin-poin dalam kutipan tersebut, sudah
sangat jelas bahwa kasih itu membawa sukacita dan keselamatan. Inti dari
pelayanan katekis adalah keselamatan bagi semua orang, dengan begitu katekis
harus menjadi pribadi yang penuh kasih.
Kasih yang sejati tidak pernah membeda-bedakan atau hanya berlaku
untuk golongan tertentu saja. Kasih tidak terbatas pada orang-orang yang
seagama, sesuku, maupun segolongan saja. Di mana pun diwujudkan, kasih selalu
membawa suasana penuh sukacita. Ketika katekis hadir menjadi pribadi yang
penuh kasih, semua orang di sekitarnya dapat merasakan sukacita kasih Allah
melalui perbuatan katekis yang penuh kasih.
7. Meneladani hidup Yesus Kristus
Doa orang Katolik selalu dipanjatkan kepada Allah di dalam nama Yesus
Kristus sebagai pengantara yang agung. Yesus Kristus sebagai jalan keselamatan
manusia menuju kepada Allah Bapa, menjadi pribadi yang paling sempurna.
Hidup doa yang mendalam mengarahkan kita untuk semakin mencintai dan
meneladani Yesus Kristus pula. Yesus menjadi suri teladan hidup doa. Jika kita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
dapat berada dalam hidup doa yang mendalam, kita akan mengerti bahwa Allah
menginginkan kita untuk hidup meneladani Yesus Kristus, Putera-Nya.
Keseluruhan dari spirit pelayanan katekis, dimiliki oleh figur Yesus oleh
karena itulah Yesus selalu dikatakan menjadi figur yang paling sempurna. Hidup
Yesus adalah doa dan yang paling penting dalam hidup-Nya adalah melaksanakan
kehendak Bapa. Bahkan Yesus mengatakan bahwa makanan-Nya adalah
melaksanakan kehendak Bapa (Yoh 4:34). Yesus begitu setia pada tugas
perutusan-Nya meskipun tugas itu begitu berat hingga Ia disalibkan. Ia selalu
menyerahkan diri-Nya secara total.
Dalam hidup-Nya, Ia mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa
sebagai hamba (Flp 2:6-7). Ia tidak pernah memegahkan diri-Nya atau hidup
dalam kesombongan karena Ia adalah Putera Allah. Ia yang begitu agung bersedia
menyelamatkan manusia dan hidup sebagai manusia. Ia selalu menjadi pribadi
yang bersyukur dalam hidup-Nya, segala sesuatu selalu Ia syukuri. Ia berani
melawan perbuatan yang tidak benar di mata Allah seperti ketika Ia menyucikan
Bait Allah (Luk 19:45-48). Yesus selalu menimba kekuatan dari Allah melalui
doa yang Ia panjatkan. Dalam kesibukan-Nya, Ia selalu mengambil waktu untuk
fokus berdoa dalam kesunyian. Ia menjadi pribadi yang sungguh peduli terhadap
hidup orang lain dan orang banyak. Ia juga merupakan pribadi yang sungguh
pengampun (Luk 23:34).
Banyak sekali aspek dari dalam diri Yesus yang harus diteladani oleh
katekis. Karena Ia adalah pribadi yang sempurna, oleh karena itu banyak sekali
hal-hal yang perlu katekis teladani. Katekis hendaknya menjadi pribadi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
tekun menjadi pelayan bagi Allah dan manusia seperti layaknya yang dilakukan
oleh Yesus Kristus. Katekis akan sangat sulit merasakan kasih Yesus apabila ia
sendiri jarang berdoa. Karena dalam doa kita juga menyadari, bahwa Ia sang
penyelamat adalah pribadi yang sempurna dan penuh kasih serta membawa doa
kita kepada Allah Bapa supaya kita beroleh keselamatan. Dengan kesadaran itu
maka katekis juga harus menjadi pribadi yang menghadirkan keselamatan kepada
orang banyak.
8. Memiliki Keutuhan dan Keaslian Hidup
Hidup doa yang mendalam dapat mengubah seseorang menjadi lebih
baik. Dalam doa, orang terus berfokus pada rasa cintanya akan Allah. Dengan rasa
cinta itu, orang menjadi ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan terus
berbuat kasih dan ikut andil dalam karya penyelamatan Allah. Orang yang tadinya
tidak peduli pada sesama, menjadi semakin peduli karena semakin memahami
sukacita dari wujud kasih terhadap sesama. Orang yang tadinya mudah cemas dan
khawatir menjadi tangguh dan tidak mudah putus asa karena memiliki keyakinan
yang kuat akan pertolongan Allah akan hidupnya.
Dalam karya pelayanan katekis di dunia ini, katekis tidak hanya
berkatekese dengan mengajarkan teori-teori agama. Memang dalam berkatekese
tentu saja pengetahuan iman dan juga pengetahuan mengenai Gereja sungguh
penting. Teori-teori kasih juga merupakan salah satu tema yang selalu menjadi
perhatian dalam berkatekese.Akan tetapi teori saja tidak cukup. Umat tidak terlalu
tertarik dengan pengajaran atau teori-teori saja. Umat mungkin akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
mendengarkan akan tetapi seringkali sulit mengena di hatinya. Yang sangat
penting dalam pelayanan katekis adalah keutuhan dan keaslian hidupnya. Ia
sungguh menjadi saksi cinta Tuhan kepada manusia. Ia yang selalu mengajarkan
teori bahwa Tuhan itu baik, harus punya pengalaman bagaimana Tuhan mencintai
dirinya. Ia bersaksi bahwa Tuhan menganugerahkan mukjizat di dalam hidupnya.
Ia membagikan pengalamannya bagaimana cintanya kepada Tuhan dan
bagaimana Tuhan bekerja dalam hidupnya.
Kesaksian yang diberikan oleh katekis haruslah sebuah kesaksian yang
nyata dan asli yaitu sungguh-sungguh terjadi dalam hidupnya. Menurut CEP
(1997: 26), keaslian hidup doa berarti hidup doa, pengalaman akan Tuhan, dan
kesetiaan terhadap tindakan Roh Kudus. Kepekaan akan anugerah Allah dan
pengalaman akan Allah bukanlah sesuatu yang instan. Allah memang mengasihi
kita dan bekerja di dalam hidup kita akan tetapi kita perlu membuka diri pada
kehadiran-Nya. Kita harus siap mendengarkan apabila Allah memanggil kita.
Oleh karena itu, hidup yang terus menerus dalam cinta kasih Allah harus dimulai
dengan keterbukaan kita akan karya Allah. Kita mulai terbuka pada Allah ketika
kita mulai berdoa. Berdoa bukan hanya berbicara dan memohon terus kepada
Allah akan tetapi kita juga dituntut untuk siap mendengar sabda Allah di hati kita.
Dari situlah kita mulai berkembang pada kedewasaan iman. Kedewasaan iman
dan pengalaman akan Allah itulah yang perlu dimiliki katekis untuk dibagikan
kepada umat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
B. Usulan Kegiatan Rekoleksi untuk Meningkatkan Spirit Pelayanan Para
Katekis di Paroki St. Yusuf Ambarawa Keuskupan Agung Semarang
1. Latar Belakang Kegiatan
Pada zaman sekarang katekis semakin sulit menghayati pelayanannya. Di
zaman yang modern seperti sekarang ini, terdapat banyak arus besar zaman yang
sangat kompleks. Dunia menawarkan banyak kemudahan dan kenikmatan yang
apabila tidak disikapi dengan bijaksana dapat mengganggu intimitas katekis
dengan Allah. Terkadang katekis secara tidak sadar hanyut dalam arus besar
zaman ini. Maka dari itu katekis perlu mendapatkan pembinaan khusus supaya
dapat semakin bersemangat, semakin menghayati dan meningkatkan kualitas
pelayanannya.
Fokus pembinaan katekis ini adalah meningkatkan spirit dan kualitas
pelayanan katekis dengan mengajak para katekis untuk menjadi semakin cerdas,
tangguh dan misioner. Semangat muncul dari keinginan atau kecintaan yang kuat
terhadap sesuatu. Semua bidang pekerjaan tentunya membutuhkan semangat
sebagai penggeraknya. Orang yang tidak punya spirit atau semangat dalam
bekerja akan menjadi malas dalam bekerja, tidak nyaman bekerja, ingin cepat
pulang ketika bekerja, tidak punya keinginan untuk memberikan yang terbaik,
mudah menyerah dan perhitungan dalam melakukan pekerjaannya. Pelayanan
katekis pun membutuhkan spirit atau semangat sebagai penggeraknya.
Pelayanan katekis membutuhkan keinginan atau kecintaan yang kuat
terhadap Tuhan dan sesama serta keinginan untuk menghadirkan keselamatan.
Dengan spirit seperti itu, katekis menjadi pribadi yang sungguh melayani dengan
kerelaan hati, cinta, serta dedikasi dan loyalitas yang tinggi. Tak jarang manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
menjadi semakin terseret semakin jauh ke dalam arus perkembangan zaman.
Katekis pun tidak luput pada efek arus perkembangan zaman sekarang. Mereka
menjadi semakin kesulitan menghayati panggilan mereka. Dunia menawarkan
banyak sekali hal yang menyenangkan dan menggiurkan. Maka dari itu arus
perkembangan zaman sekarang menjadi tantangan tersendiri bagi pelayanan
katekis. Katekis harus tahu batasan dalam mengikuti perkembangan zaman ini,
jangan sampai menjadi terlena dan kehilangan intimitas dengan Allah. Dengan
begitu maka spirit atau semangat katekis dalam melayani akan semakin melemah.
Dalam iman dan pelayanannya, katekis diharapkan dapat menjadi pribadi yang
cerdas, tangguh dan misioner.
Tugas katekis adalah mewartakan Kerajaan Allah khususnya dengan
berkatekese. Penyelenggaraan katekese oleh Gereja selalu dipandang sebagai
salah satu tugas yang amat penting. Sebelum Kristus naik menghadap Bapa-Nya
sesudah kebangkitan-Nya, Ia menyampaikan perintah-Nya yang terakhir kepada
para Rasul. Perintah itu adalah untuk menjadikan semua bangsa murid-murid-Nya
dan mengajar mereka mematuhi segala sesuatu yang telah diperintahkan-Nya.
Kepada mereka dipercayakan misi dan kuasa untuk mewartakan kepada umat
manusia mengenai Sabda Kehidupan (CT 1). Karena katekese begitu penting,
maka kualitas katekis pun juga menjadi sangat penting. Kongregasi Evangelisasi
Bangsa-bangsa menekankan prinsip bahwa pilihan yang baik atas calon katekis
merupakan hal yang sangat penting. Sejak awal harus ditetapkan suatu kualitas
yang tinggi. Seorang katekis harus memenuhi tuntutan tugasnya, yang
bertanggung jawab dan dinamis yaitu seorang katekis yang bekerja dengan penuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
semangat dan sukacita di dalam tugas pelayanan yang diberikan kepadanya (CEP,
1997: 41).
Dengan pentingnya tugas katekis dan tuntutan akan kualitas pribadi yang
tinggi, maka diperlukan suatu pembinaan bagi katekis. Kongregasi Evangelisasi
Bangsa-bangsa mengutip kata-kata Paus Yohanes Paulus II bahwa menetapkan
standar yang tinggi berarti menyediakan suatu pendidikan dasar demi
menyesuaikan kebutuhan zaman (CEP, 1997: 43). Agar tugas perutusannya dapat
dilakukan dengan baik dan bertanggung jawab, perlu diupayakan aneka
pembinaan yang berguna. Pembinaan ini menyangkut baik pengetahuan maupun
keterampilan berpastoral agar pewartaannya sungguh berbobot dan dapat
dipertanggung jawabkan (Prasetya, 2007: 53). Di samping pembinaan, para
katekis juga perlu melakukan sharing pengalaman.Dalam pelayanannya setiap
katekis memiliki pengalaman yang beragam. Para katekis dapat saling
memperkaya iman dan pengetahuan mereka dengan saling berbagi pengalaman
dan mungkin berdiskusi membicarakan permasalahan pastoral serta jalan
keluarnya.
Dalam bagian ini penulis memberi perhatian khusus pada Paroki St.
Yusuf Ambarawa Keuskupan Agung Semarang karena paroki ini merupakan
paroki asal penulis dan juga sebagai upaya pendampingan serta pembinaan bagi
para katekis yang mengalami kesulitan dalam menghayati panggilan mereka
karena semangat pelayanan yang melemah. Hal ini disebabkan karena katekis
menghadapi banyak tantangan pelayanan terutama karena arus besar perubahan
zaman. Upaya pembinaan dan pendampingan bagi katekis merupakan suatu hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
yang penting, menjadi suatu keprihatinan di Paroki St. Yusuf Ambarawa. Hal ini
dikarenakan wilayah paroki yang luas dan jumlah umat yang banyak menjadi
kendala bagi pelayanan para pastor. Dengan begitu tenaga katekis sungguh
dibutuhkan untuk membantu pastor dalam pelayanannya khususnya dalam hal
katekese. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan pelayanan, Paroki St. Yusuf
Ambarawa perlu mendidik dan membina para katekis.
Berkaitan dengan para katekis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
oleh Paroki St. Yusuf Ambarawa. Pertama, dengan wilayah yang luas katekis
profesional sangat sedikit dan katekis sukarelawan tentunya perlu diberikan
pembinaan. Kedua, pengetahuan iman umat secara umum masih minim.
Seringkali umat mudah terpengaruh hal-hal yang bertentangan dengan iman
Kristiani. Ketiga, tantangan arus besar perkembangan zaman sekarang dapat
menjadi sangat berpengaruh dalam hidup iman umat Katolik. Dengan beberapa
hal ini, maka paroki perlu mengadakan pembinaan bagi para katekis.
Seringkali katekis yang dihadapkan dengan banyak tantangan pelayanan,
melemah semangat pelayanannya. Dengan situasi yang seperti itu, kualitas
pelayanan katekis pun menurun dan umat yang dilayani juga pasti menerima
dampaknya. Di sisi lain secara internal dari dalam diri katekis sendiri, seringkali
katekis tetap mengalami pergulatan mengenai panggilannya. Maka dari itu penulis
mengupayakan program rekoleksi sebagai upaya untuk meningkatkan spirit dan
kualitas pelayanan para katekis dengan menjadi pribadi yang cerdas, tangguh dan
misioner.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Menjadi cerdas, tangguh dan misioner juga merupakan ajakan khususnya
dari Keuskupan Agung Semarang bagi umat di keuskupan tersebut supaya mereka
menjadi semakin ‘Katolik’. Karena katekis adalah fasilitator bagi umat yang
berperan membantu umat dalam mendewasakan iman mereka, maka tentunya para
katekis pun juga harus menjadi pribadi yang cerdas, tangguh dan missioner
terlebih dahulu.
2. Pengertian Rekoleksi
Rekoleksi dapat disebut juga sebagai gladi rohani. Rekoleksi dikaitkan
dengan pengalaman dan harapan-harapan para peserta rekoleksi itu. Kata
“rekoleksi” berasal dari dua kata yaitu “re” yang berarti kembali dan “koleksi”
yang berarti mengumpulkan. Dengan demikian, rekoleksi berarti sebuah usaha
untuk mengumpulkan kembali. Banyak hal yang bisa dikumpulkan. Namun secara
khusus rekoleksi mengajak peserta untuk mengumpulkan kembali pengalaman-
pengalaman mereka akan kasih Allah. Pengalaman-pengalaman itu dihadirkan
kembali, direnungkan, dimaknai dan diolah agar sungguh berguna bagi hidup
selanjutnya. Rekoleksi atau gladi rohani adalah suatu latihan rohani yang ingin
membantu orang untuk memperteguh imannya akan Kristus (Hartana, 2008: 12).
Berdasarkan pengertian tersebut, maka rekoleksi dimaknai sebagai
sebuah usaha untuk penyegaran rohani agar menjadi lebih dewasa dalam iman dan
semakin dekat dengan Yesus Kristus. Dengan kegiatan rekoleksi, peserta diajak
untuk mengumpulkan kembali peristiwa-peristiwa pengalaman akan kasih Allah
di dalam hidupnya yang berserakan atau dibiarkan berlalu begitu saja tanpa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
direfleksikan. Dengan permenungan akan kasih Tuhan di dalam hidup, peserta
diajak untuk menjadi semakin dewasa dalam iman dalam arti semakin mencintai
Kristus. Rekoleksi yang baik adalah rekoleksi yang sungguh berdampak pada
hidup seseorang terus-menerus sesuai dengan tema dan tujuan rekoleksi yang
ingin dicapai. Dengan begitu, hidup seseorang berkembang menjadi semakin lebih
baik.
3. Alasan Diadakan Kegiatan Rekoleksi
Katekis sebagai pelayan katekese kepada umat harus senantiasa memiliki
cinta kepada Allah dan sesama. Dalam pelayanannya katekis mendapatkan
pengalaman yang menggembirakan dan juga sebaliknya. Seringkali katekis
dihadapkan pada tantangan yang begitu banyak sehingga dapat mempersulit
pelayanannya. Kesulitan ini tak jarang mengakibatkan melemahnya spirit
pelayanan para katekis di zaman sekarang. Hal ini tak jarang membuat katekis
putus asa dan mudah menyerah dalam melayani Allah dan sesama. Katekis juga
dihadapkan pada realitas kemajemukan umat yang dilayaninya. Selain itu juga
katekis juga melayani umat yang sama-sama dihadapkan pada pengaruh arus
besar perkembangan zaman sekarang.
Melalui kegiatan rekoleksi dan sekaligus senada dengan ajakan
Keuskupan Agung Semarang, para katekis diajak untuk kembali mengingat
pengalaman akan kasih Allah di dalam hidupnya serta memperbaiki dirinya
supaya menjadi semakin cerdas, tangguh dan misioner. Di samping itu katekis
juga diajak untuk mengoreksi diri supaya dapat merencanakan dan melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
perbaikan terhadap pelayanan dan kualitas dirinya. Rekoleksi ini juga menjadi
kesempatan bagi para katekis untuk saling berbagi pengalaman dengan harapan
akan semakin memperkaya iman satu sama lain. Melalui rekoleksi ini, katekis
kembali disegarkan semangatnya dalam melayani. Katekis juga mendapatkan
inspirasi baru untuk semakin menjadi pribadi yang cerdas, tangguh dan misioner
dalam melayani umat.
4. Tujuan Diadakan Rekoleksi
Berdasarkan latar belakang situasi dan alasan dalam pemilihan program,
tujuan diadakannya program rekoleksi ini adalah sebagai berikut:
a. Memberikan kesempatan kepada para katekis untuk semakin menghayati
panggilannya sebagai katekis.
b. Mengajak para katekis untuk mengenali tantangan dan kesulitan dalam
melayani serta mencari solusinya.
c. Memberikan kesempatan kepada para katekis untuk semakin memaknai hidup
doa.
d. Mengajak para katekis untuk semakin memperdalam relasi dengannya Tuhan.
e. Memberikan ruang bagi para katekis untuk memaknai pentingnya kualitas
pribadi dan pelayanan mereka.
f. Memberikan ruang kepada para katekis untuk saling memperkaya iman satu
sama lain melalui sharing pengalaman peserta dan seluruh dinamika
rekoleksi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
g. Memberikan ruang kepada para katekis untuk membuat rencana sebuah aksi
konkret demi menjadi pelayan yang bersemangat serta menjadi pribadi yang
cerdas, tangguh dan misioner.
5. Gambaran Pelaksanaan Kegiatan Rekoleksi
Kegiatan rekoleksi ini akan dilaksanakan di Rumah Retret Pangesti
Wening yang beralamat di Jl. Mgr. Sugiyopranoto No. 58, Sumber, Panjang,
Ambarawa, Kab. Semarang, Jawa Tengah 50614. Kegiatan rekoleksi
direncanakan akan dilaksanakan hari Minggu, tanggal 27-28 Juli 2019 dengan
jumlah peserta 24 orang yaitu seluruh katekis di Paroki St. Yusuf Ambarawa.
Peserta diharapkan memberikan kontribusi sebesar Rp 50.000, 00 per orang.
6. Pemilihan Materi
Dalam mempersiapkan kegiatan rekoleksi ini perlu diketahui terlebih
dahulu siapa pesertanya, latar belakang peserta, kebutuhan dan permasalahan
peserta. Dalam rekoleksi yang diusulkan oleh penulis, pesertanya adalah semua
katekis di Paroki St. Yusuf Ambarawa baik yang profesional maupun
sukarelawan. Dalam pelayanannya mereka menghadapi kesulitan dalam
menghayati panggilannya. Berikut ini adalah materi sebagai usulan kegiatan
rekoleksi:
Tema : Pentingnya hidup doa demi menjadi katekis yang cerdas,
tangguh dan misioner
Tujuan Umum : Membantu para katekis supaya meningkatkan semangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
untuk menjadi katekis yang cerdas, tangguh dan misioner
melalui penghayatan hidup doa.
Demi tercapainya tujuan tersebut, berikut ini adalah usulan materi selama
pelaksanaan kegiatan rekoleksi:
Materi 1 : Menggali dan Mendalami Pengalaman Hidup Katekis.
Tujuan Khusus : Agar para katekis dapat mengingat kembali dan
mensharingkan pengalamannya khususnya kesulitan
dalam berdoa dan menjadi katekis yang cerdas, tangguh
dan misioner.
Materi 2 : Menjadi Cerdas, Tangguh dan Misioner Dengan
Memaknai Hidup Doa.
Tujuan Khusus : Agar para katekis mendapatkan pemahaman bagaimana
memaknai hidup doa dan bagaimana menjadi cerdas,
tangguh dan misioner menurut tradisi Gereja khususnya di
Keuskupan Agung Semarang melalui pemaknaan akan
hidup doa.
Materi 3 : Menerapkan Pemaknaan Doa Demi Menjadi Katekis yang
Cerdas, Tangguh dan Misioner dalam Situasi Konkret.
Tujuan Khusus : Agar para katekis menemukan nilai hidup yang hendak
diperkembangkan dari pemaknaan hidup doa dan tradisi
kristiani yang dihubungkan dengan situasi konkret
mereka.
Materi 4 : Bagaimana Menjadi Katekis yang Cerdas, Tangguh dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Misioner Dengan Memaknai Hidup Doa?
Tujuan Khusus : Membantu para katekis untuk mengusahakan suatu aksi
konkret supaya semakin menjadi katekis yang cerdas,
tangguh dan misioner melalui pemaknaan hidup doa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
7. Matriks Usulan Materi Kegiatan Rekoleksi
USULAN KEGIATAN REKOLEKSI
Tema : Pentingnya hidup doa demi menjadi katekis yang cerdas, tangguh dan misioner
Tujuan Umum : Membantu para katekis supaya meningkatkan semangat untuk menjadi katekis yang cerdas, tangguh dan misioner
melalui penghayatan hidup doa.
No Waktu Judul
Pertemuan Tujuan Pertemuan Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan
Hari Pertama
1 16.30 –
17.00
Pengantar
dan Ice
breaking
Agar para peserta
rekoleksi mengenal
pendamping rekoleksi
dan juga sesama peserta
1. Perkenalan antar
peserta dan juga
pendamping.
Dialog
interaktif,
transfer
informasi
LCD
proyektor,
laptop,
sound
1. Naskah
persiapan
rekoleksi
2. Video Chicken
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
rekoleksi. Selain itu
supaya peserta
memahami tujuan
rekoleksi, apa saja yang
akan dibahas selama
rekoleksi, peraturan (tata
tertib) selama acara
rekoleksi serta jadwal
acara rekoleksi. Setelah
itu peserta diajak untuk
menari dalam ice
breaking supaya pikiran
menjadi lebih segar dan
siap untuk mengikuti sesi
2. Penjelasan mengenai
tujuan rekoleksi, materi
rekoleksi, peraturan
(tata tertib rekoleksi)
dan jadwal acara
rekoleksi.
3. Ice breaking berupa
menarikan “Chicken
Dance” bersama-sama.
(ceramah),
tanya
jawab
system,
meja,
kamera
Dance :
https://www.you
tube.com/watch
?v=4xmV5uHW
Nag
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
pertama dalam rekoleksi.
2 17.00 –
19.00
Sesi I
Menggali
dan
Mendalami
Pengalaman
Hidup
Katekis
Agar para katekis dapat
mengingat kembali dan
mensharingkan
pengalamannya
khususnya kesulitan
dalam berdoa dan
menjadi katekis yang
cerdas, tangguh dan
misioner.
1. Sharing kesulitan
dalam berdoa
2. Sharing kesulitan
menjadi katekis yang
cerdas, tangguh dan
misioner dalam
pelayanan selama ini.
Dialog
interaktif,
transfer
informasi
(ceramah),
tanya
jawab
LCD
proyektor,
laptop,
sound
system,
meja,
kamera
1. Video singkat
tentang catatan
peran penting
karya pewartaan
bagi tumbuhnya
dinamika KAS :
https://www.yo
utube.com/watc
h?v=zduEInYm
7jQ
2. Pengalaman
para peserta
(katekis) dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
pelayanan
3 19.30 –
21.30
Sesi II
Menjadi
Cerdas,
Tangguh
dan
Misioner
Dengan
Memaknai
Hidup Doa
Agar para katekis
mendapatkan
pemahaman bagaimana
memaknai hidup doa dan
bagaimana menjadi
cerdas, tangguh dan
misioner menurut tradisi
Gereja khususnya di
Keuskupan Agung
Semarang melalui
pemaknaan akan hidup
doa.
1. Makna Hidup Doa
2. Menjadi Katekis yang
Cerdas, Tangguh dan
Misioner
Dialog
interaktif,
transfer
informasi
(ceramah),
tanya
jawab
LCD
proyektor,
laptop,
sound
system,
meja,
kamera
1. Katekismus
Gereja Katolik
(KGK)
2. Pai, Rex A.
(2003). Harta
Karun dalam
Doa. (P.
Dwiardy K.
Penerjemah).
Yogyakarta :
Kanisius.
3. Dewan Karya
Pastoral KAS.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
(2014).
Formatio Iman
Berjenjang.
Yogyakarta:
Kanisius.
4. Kitab Suci
Hari Kedua
4 07.30 –
09.30
Sesi III
Menerapkan
Pemaknaan
Doa Demi
Menjadi
Katekis
yang
Agar para katekis
menemukan nilai hidup
yang hendak
diperkembangkan dari
pemaknaan hidup doa
dan tradisi kristiani yang
dihubungkan dengan
1. Menghubungkan nilai
yang ditemukan dalam
sesi II dengan
kehidupan konkret para
peserta
Dialog
interaktif,
transfer,
tanya
jawab
LCD
proyektor,
laptop,
meja,
kamera
1. Katekismus
Gereja Katolik
(KGK)
2. Pai, Rex A.
(2003). Harta
Karun dalam
Doa. (P.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Cerdas,
Tangguh
dan
Misioner
dalam
Situasi
Konkret
situasi konkret mereka. Dwiardy K.
Penerjemah).
Yogyakarta :
Kanisius.
3. Dewan Karya
Pastoral KAS.
(2014).
Formatio Iman
Berjenjang.
Yogyakarta:
Kanisius.
4. Pengalaman
konkret peserta
5 10.00 – Sesi IV Membantu para katekis 1. Menemukan dan Dialog LCD 1. Katekismus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
12.00 Bagaimana
Menjadi
Katekis
yang
Cerdas,
Tangguh
dan
Misioner
Dengan
Memaknai
Hidup Doa?
untuk mengusahakan
suatu aksi konkret supaya
semakin menjadi katekis
yang cerdas, tangguh dan
misioner melalui
pemaknaan hidup doa.
mendiskusikan aksi
konkret supaya menjadi
katekis yang cerdas,
tangguh dan misioner
bersama-sama.
interaktif,
transfer
informasi
(ceramah),
tanya
jawab
proyektor,
laptop,
sound
system,
meja,
kamera,
alat tulis
(kertas dan
pulpen)
Gereja Katolik
(KGK)
2. Pai, Rex A.
(2003). Harta
Karun dalam
Doa. (P.
Dwiardy K.
Penerjemah).
Yogyakarta :
Kanisius.
3. Dewan Karya
Pastoral KAS.
(2014).
Formatio Iman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Berjenjang.
Yogyakarta:
Kanisius.
4. Pengalaman dan
refleksi peserta
dalam melayani
sebagai katekis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
8. Contoh Persiapan Kegiatan Rekoleksi untuk Meningkatkan Spirit
Pelayanan para Katekis di Paroki St. Yusuf Ambarawa Keuskupan
Agung Semarang.
REKOLEKSI KATEKIS
Lokasi : Rumah Retret Pangesti Wening
Tanggal : 27-28 Juli 2019
A. Konsep Dasar
Tema : Menjadi katekis yang cerdas, tangguh dan misioner
Tujuan : Membantu para katekis meningkatkan semangat untuk menjadi
katekis yang cerdas, tangguh dan misioner.
B. Dinamika
Hari Pertama (27 Juli 2019)
15.00 – 16.30 : Tiba di tempat rekoleksi, minum dan persiapan
16.30 – 17.00 : Pengantar dan ice breaking
17.00 – 19.00 : Sesi I “Menggali dan Mendalami Pengalaman Hidup
Katekis”
19.00 – 19.30 : Makan malam
19.30 – 21.30 : Sesi II “Menjadi Cerdas, Tangguh dan Misioner
Dengan Memaknai Hidup Doa”
21.30 – 22.00 : Renungan malam
22.00 – … : Istirahat
Hari Kedua (28 Juli 2019)
05.30 – 06.00 : Senam pagi
06.00 – 07.00 : Mandi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
07.00 – 07.30 : Sarapan
07.30 – 09.30 : Sesi III “Menerapkan Pemaknaan Doa Demi Menjadi
Katekis yang Cerdas, Tangguh dan Misioner dalam
Situasi Konkret”
09.30 – 10.00 : Snack
10.00 – 12.00 : Sesi IV “Bagaimana Menjadi Katekis yang Cerdas,
Tangguh dan Misioner Dengan Memaknai Hidup
Doa?”
12.00 – 13.00 : Misa penutup
13.00 – … : Makan siang, packing, sayonara
C. Langkah-Langkah Dinamika Rekoleksi
1. Hari Pertama (27 Juli 2019)
15.30 – 16.30 : Tiba di tempat rekoleksi, minum dan persiapan
Peserta tiba di tempat rekoleksi kemudian minum (beristirahat)
sebentar dan mempersiapkan diri (mandi dan lain sebagainya).
16.30 – 17.00 : Pengantar dan ice breaking
a. Tujuan :
- Agar peserta rekoleksi mengenal pendamping rekoleksi dan juga
sesama peserta rekoleksi.
- Agar peserta bersama-sama menentukan koordinator umum
peserta rekoleksi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
- Agar peserta memahami tujuan rekoleksi, apa saja yang akan
dibahas selama rekoleksi, peraturan (tata tertib) selama acara
rekoleksi, serta jadwal acara rekoleksi.
- Membantu peserta agar disegarkan pikirannya dan siap untuk
mengikuti sesi kedua dalam rekoleksi.
b. Langkah I :
- Peserta masuk ke ruangan untuk dinamika rekoleksi. Pendamping
menyapa para peserta dan membuka acara dengan berdoa
(dipimpin oleh pendamping).
- Pendamping memperkenalkan dirinya kepada peserta kemudian
pendamping mengajak peserta untuk memperkenalkan dirinya satu
persatu.
- Pendamping mengajak peserta untuk menentukan koordinator
umum peserta rekoleksi.
c. Langkah II :
- Pendamping mengajak peserta untuk memahami maksud, tema,
tujuan, materi-materi rekoleksi, peraturan (tata tertib) selama
rekoleksi, dan jadwal acara rekoleksi.
- Pendamping mempersilakan peserta apabila ingin bertanya dan
apabila diperlukan, membuat kesepakatan bersama sehubungan
dengan kelancaran kegiatan rekoleksi sesuai situasi dan kebutuhan
peserta.
d. Langkah III :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
- Pendamping mengajak peserta untuk bangkit berdiri dan mengatur
jarak agar tidak terlalu berdekatan satu sama lain.
- Pendamping menjelaskan kepada peserta dan mengajak mereka
melakukan gerak dan lagu bersama-sama sebelum mulai masuk
pada sesi II.
- Pendamping memutar tayangan video “Chicken Dance” dan ikut
menari bersama peserta.
17.00 – 19.00 : Sesi I “Menggali dan Mendalami Pengalaman Hidup
jnjwnjkinjjknj k Katekis”
a. Tujuan :
- Membantu para peserta untuk mengingat kembali tugas dan peran
mereka sebagai katekis sungguh sangat dibutuhkan dan sangat
mulia.
- Membantu para peserta untuk kembali mengingat pengalaman
selama pelayanan mereka sebagai katekis khususnya dalam hal
permasalahan atau kesulitan yang mereka hadapi dalam memaknai
hidup doa serta untuk menjadi katekis yang cerdas, tangguh dan
misioner.
- Membantu para peserta untuk memperkaya pengetahuan mengenai
kesulitan para katekis menjadi pribadi yang cerdas, tangguh dan
misioner dengan mendengarkan sharing dari peserta lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
b. Langkah I :
- Pendamping memutar video singkat tentang catatan peran penting
karya pewartaan bagi tumbuhnya dinamika KAS dan mengajak
peserta untuk mencermati video tersebut.
- Pendamping menjelaskan video yang sudah ditonton.
c. Langkah II :
- Pendamping memberikan pertanyaan kepada para peserta untuk
direnungkan kemudian disharingkan dalam kelompok kecil.
- Pendamping membagi peserta menjadi empat kelompok.
- Pendamping mempersilakan peserta untuk sharing dalam
kelompok kecil dan mengingatkan supaya setiap kelompok
memiliki juru bicara.
d. Langkah III :
- Pendamping mempersilakan juru bicara dalam setiap kelompok
untuk mensharingkan pengalaman semua anggota kelompoknya
dalam pleno secara bergiliran
- Pendamping menginventarisasikan hasil sharing para peserta
dalam powerpoint sambil ditayangkan.
19.00 – 19.30 : Makan malam
Peserta diarahkan untuk menuju ke ruang makan sesuai dengan
peraturan dan kesepakatan bersama.
19.30 – 21.30 : Sesi II “Menjadi Cerdas, Tangguh dan Misioner Dengan
dsdsa Memaknai Hidup Doa”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
a. Tujuan :
- Memahami makna kekatolikan menurut formatio iman Keuskupan
Agung Semarang yaitu cerdas, tangguh dan misioner.
- Agar para katekis mendapatkan pemahaman bagaimana memaknai
hidup doa dan bagaimana menjadi cerdas, tangguh dan misioner
menurut tradisi Gereja khususnya di Keuskupan Agung Semarang
melalui pemaknaan akan hidup doa.
b. Langkah I :
- Pendamping menyampaikan pengantar singkat untuk memulai sesi
II.
- Pendamping memberikan beberapa pertanyaan kepada para
peserta.
c. Langkah II :
- Pendamping mempersilakan peserta untuk menjawab pertanyaan
yang sudah diberikan di dalam pleno
d. Langkah III :
- Pendamping memberikan pemahaman mengenai pemaknaan hidup
doa
- Pendamping memberikan pemahaman mengenai cerdas, tangguh
dan misioner.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
21.30 – 22.00 : Renungan malam
Pendamping mengajak peserta untuk doa malam dan pendamping
memberikan renungan malam kepada para peserta sebelum
beristirahat.
Selesai renungan malam, pendamping mempersilakan peserta untuk
beristirahat dan mengingatkan kembali tentang acara besok secara
sekilas.
22.00 – … : Istirahat
Peserta beristirahat di kamar masing-masing.
Semua peserta menjaga keheningan dan menghormati peserta lain
yang ingin berkonsentrasi mengarahkan hatinya kepada Tuhan di
dalam keheningan malam.
2. Hari Kedua (28 Juli 2019)
05.30 – 06.00 : Senam pagi
Semua peserta menuju tempat untuk senam pagi.
06.00 – 07.00 : Mandi dan persiapan pribadi
Peserta dan pendamping mempersiapkan diri.
07.00 – 07.30 : Sarapan
Pendamping dan peserta menikmati sarapan bersama-sama dan berdoa
secara pribadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
07.30 – 09.30 : Sesi III “Menerapkan Pemaknaan Doa Demi Menjadi
csdfsdasfsasasfa Katekis yang Cerdas, Tangguh dan Misioner dalam
safdsfdfdg Situasi Konkret”
a. Tujuan :
- Membantu para peserta untuk melihat kembali bagaimana cerdas,
tangguh dan misioner berhubungan dengan situasi konkret selama
ini.
- Agar para katekis menemukan nilai hidup yang hendak
diperkembangkan dari pemaknaan hidup doa dan tradisi kristiani
yang dihubungkan dengan situasi konkret mereka.
b. Langkah I :
- Pendamping memberikan pengantar untuk masuk pada sesi III
- Pendamping mempersilakan para peserta untuk merefleksikan
poin-poin penting dari bagaimana pemaknaan hidup doa
menghantarkan seseorang menjadi cerdas, tangguh dan misioner
dihubungkan dengan kenyataan hidup konkret mereka.
- Pendamping membagi peserta dalam empat kelompok dan
mengajak peserta untuk menentukan juru bicara kelompoknya.
- Pendamping mengajak peserta supaya memilih juru bicara dalam
kelompoknya untuk mensharingkan hasil refleksi para anggota
kelompok dalam pleno.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
c. Langkah II :
- Pendamping mempersilakan peserta untuk mensharingkan
jawaban atas pertanyaan yang telah diberikan pendamping dalam
kelompok kecil.
- Pendamping mengarahkan peserta untuk pleno.
d. Langkah III :
- Pendamping mempersilakan setiap juru bicara kelompok secara
bergiliran menyampaikan hasil sharing setiap anggota
kelompoknya.
- Pendamping menginventarisasikan hasil sharing dalam
powerpoint yang ditayangkan kepada peserta.
09.30 – 10.00 : Snack
Pendamping dan peserta menikmati bersama snack dan minuman.
10.00 – 12.00 : Sesi IV “Bagaimana Menjadi Katekis yang Cerdas,
dszgsgzdg Tangguh dan Misioner Dengan Memaknai Hidup
efdzfdzd Doa?”
a. Tujuan :
- Membantu para katekis untuk mengusahakan suatu aksi konkret
supaya semakin menjadi katekis yang cerdas, tangguh dan
misioner melalui pemaknaan hidup doa.
b. Langkah I :
- Pendamping memberikan pengantar untuk masuk sesi IV
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
- Pendamping memberikan waktu kepada peserta untuk
memikirkan dan merenungkan aksi konkret apa yang bisa mereka
lakukan untuk bisa menjadi katekis yang cerdas, tangguh, dan
misioner (niat pribadi dan bersama).
c. Langkah II :
- Pendamping membagi peserta dalam empat kelompok dan
mengajak peserta untuk menentukan juru bicara pada setiap
kelompok.
- Pendamping memberikan kertas kepada setiap peserta untuk
menuliskan aksi konkret berupa komitmen bagi dirinya sendiri.
- Pendamping mengajak peserta untuk mengoper kertasnya
bergantian pada anggota kelompoknya untuk diberikan
tanggapan, masukan dan dukungan.
d. Langkah III :
- Pendamping mengajak peserta untuk menentukan aksi konkret
bersama dalam setiap kelompok.
- Pendamping mempersilakan juru bicara kelompok untuk
menyampaikan hasil diskusi aksi konkret bersama mereka dalam
kelompok.
- Pendamping menginventarisasikan usulan aksi konkret dari setiap
kelompok.
- Pendamping mengajak seluruh peserta untuk menentukan aksi
konkret mana yang akan mereka lakukan bersama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
12.00 – 13.00 : Misa penutup
Pendamping dan peserta mengikuti Misa penutupan rekoleksi.
13.00 – … : Makan siang, persiapan, dan pulang
Peserta dan pendamping bersama-sama menikmati makan siang. Doa
makan dilakukan secara pribadi.
Pendamping dan peserta bersiap untuk pulang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
BAB V
PENUTUP
Hasil dari penulisan skripsi ini penting untuk dipelajari oleh para katekis
untuk meningkatkan dan memantapkan spirit pelayanan mereka di zaman ini.
Oleh karena usaha mencapai maksud dan tujuan penulisan skripsi ini, maka
pembahasan dari bab II hingga bab IV berisikan hal-hal yang cukup menarik
untuk dipelajari, direnungkan dan direfleksikan oleh para katekis. Dalam beberapa
bab tersebut, dipaparkan makna hidup doa serta tantangan dan pelayanan katekis.
Inspirasi spirit pelayanan katekis yang dimaknai dari hidup doa juga telah dibahas
dalam bab IV. Oleh karena itu, pada bab V ini penulis akan menarik kesimpulan
yang sekiranya dapat memudahkan pembaca untuk memahami isi dari skripsi ini.
Dalam bagian ini, juga dimuat beberapa saran untuk memanfaatkan skripsi ini dan
juga untuk meningkatkan spirit pelayanan katekis di zaman sekarang.
A. Kesimpulan
Pada zaman sekarang pelayanan katekis menjadi semakin sulit untuk dijalani
karena muncul tantangan-tantangan yang terutama datang dari arus besar
perubahan zaman. Hal ini dapat melemahkan spirit atau semangat para katekis
dalam melayani. Hal ini juga dapat menyebabkan relasi dengan Tuhan menjadi
semakin dangkal. Mengingat tugas dan peranan katekis yang begitu penting demi
kehidupan Gereja, maka hal ini harus disikapi dengan serius. Baik keuskupan
maupun paroki harus mengupayakan pembinaan terus-menerus kepada katekis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
supaya terus memiliki spirit dalam pelayanannya dan juga menjadi semakin
mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Dari dalam diri katekis
sendiri, katekis juga harus berupaya membangun relasi yang mendalam dengan
Tuhan. Upaya membangun relasi yang mendalam dengan Tuhan dapat dilakukan
melalui pemaknaan hidup doa.
Dalam memaknai hidup doa, katekis dapat memiliki relasi yang mendalam
dengan Allah. Ketika kita berdoa, sejatinya kita menanggapi panggilan Allah
untuk membangun relasi yang mendalam. Dalam pemaknaan hidup doa, tentunya
katekis harus terus berdoa dengan intensif supaya dapat memiliki kedewasaan
iman. Doa sungguh bermakna apabila dilakukan terus-menerus dan dipandang
sebagai sebuah kebutuhan. Dengan terus berdoa, katekis menimba kekuatan di
dalam hidupnya supaya tidak mudah putus asa dalam menghadapi masalah.
Dengan memaknai hidup doa, katekis juga belajar untuk berdoa dan berbuat demi
kepentingan banyak orang. Dengan begitu, katekis mulai meninggalkan sikap
egosentris. Dari sini jugalah katekis menjadi pribadi yang sungguh bersemangat
dalam melayani karena pelayanannya didasarkan pada cinta akan Tuhan dan
sesamanya.
Dengan memaknai hidup doa yang sungguh mendalam, katekis menjadi
pribadi yang sungguh beriman dengan cerdas, tangguh dan misioner. Dalam hidup
dan pelayanannya, iman katekis sungguh dewasa sehingga bisa ia
pertanggungjawabkan dengan benar. Beriman dengan cerdas juga ditunjukkan
katekis ketika ia pandai memperhitungkan keadaan dan siap mengatasi tantangan
yang ada. Dengan memaknai hidup doa, iman katekis menjadi semakin tangguh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Ia menjadi pribadi yang tangguh dalam menghadapi pergulatan hidup, tidak
mudah goyah imannya, tidak mudah berputus asa, lebih mampu dalam
menghadapi tantangan pelayanannya.
Dengan memaknai hidup doa, seorang katekis menjadi pribadi yang
berpengharapan. Dengan memiliki harapan maka seorang katekis memiliki impian
akan hal baik yang terjadi di masa depan. Dalam harapan katekis tidak hanya
mengandalkan permohonan kepada Allah namun juga berbuat melakukan sesuatu
untuk mencapai harapan itu. Pemaknaan hidup doa memunculkan semangat
pelayanan katekis melalui kasih. Dengan memaknai hidup doa, katekis semakin
menjadi pribadi yang penuh kasih. Karena Allah sendiri adalah kasih dan katekis
adalah alat yang dipakai Allah untuk menyelamatkan umat-Nya, maka kasih
menjadi amat penting dimiliki katekis. Dengan pribadi dan perilaku yang penuh
kasih, maka katekis juga mampu menjadi perantara dalam menghadirkan kasih
Allah bagi sesama.
Katekis yang sungguh memaknai hidup doa, akan sungguh mencintai Tuhan.
Dengan cinta itu ia menjadi pribadi yang penuh kasih dan dewasa dalam iman.
Dengan begitu pula, katekis dapat semakin peka merasakan kehadiran Allah di
dalam hidupnya. Dalam berkatekese, hendaknya katekis tidak hanya berceramah
soal teori saja. Ia perlu memiliki keutuhan dan keaslian hidup, yakni sungguh
mengalami cinta kasih Allah di dalam hidupnya. Apa yang Ia wartakan adalah
pengalamannya akan kasih Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
B. Saran
Penulis menyadari bahwa skripsi ini bukanlah sebuah hasil karya yang
sempurna. Penulis menyadari adanya kekurangan dan keterbatasan dalam
penulisan skripsi ini. Misalnya pembahasan mengenai Yesus Kristus sebagai
teladan pendoa di bab II yang mungkin masih belum begitu lengkap. Oleh karena
itu, penulis menyarankan kepada pembaca agar juga membaca buku-buku tentang
Yesus Kristus khususnya sebagai teladan pendoa. Hal ini agar para pembaca
memperoleh pengetahuan yang lebih banyak yang mungkin tidak dituliskan dalam
skripsi ini. Selain itu penulis memberikan saran kepada beberapa pihak, di
antaranya:
1. Penulis memberikan saran kepada Romo Paroki St. Yusuf Ambarawa
Keuskupan Agung Semarang supaya berkenan memberikan pengayaan
berupa rekoleksi untuk umat di setiap wilayah tentang doa. Selain berguna
bagi katekis, tentunya penghayatan atau pemaknaan hidup doa sangat
dibutuhkan oleh umat.
2. Apabila usulan kegiatan yang penulis usulkan sudah digunakan dan
dimanfaatkan sebaik-baiknya serta dilaksanakan, penulis memberikan saran
kepada ketua seksi pewartaan paroki St. Yusuf Ambarawa Keuskupan Agung
Semarang supaya berkenan menindaklanjuti kegiatan rekoleksi katekis
dengan peningkatan spiritualitas katekis. Rekoleksi yang mendorong para
katekis untuk menjadi pribadi yang cerdas, tangguh, dan misioner tidak hanya
cukup diberikan sekali. Sangat perlu tindak lanjut berupa kegiatan rutin yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
dapat terus menginspirasi para katekis untuk meningkatkan kualitas diri dan
pelayanan mereka.
3. Penulis juga memberikan saran kepada para katekis di mana pun mereka
berada supaya mau sungguh-sungguh memaknai hidup doa untuk
meningkatkan semangat pelayanan dan juga kualitas pribadi mereka. Bagi
katekis yang hendak menjadi pendamping kegiatan rekoleksi, penulis
sarankan supaya selalu merancang kegiatan rekoleksi dengan menyesuaikan
kebutuhan katekis di tempat ia melayani. Hal ini sangat perlu bagi para
katekis baik yang mendampingi maupun yang didampingi dalam rekoleksi
supaya pelayanan mereka bagi umat sungguh kontekstual dan sesuai dengan
kebutuhan umat di zaman sekarang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
DAFTAR PUSTAKA
Bagiyowinadi, FX. Didik. (2012). Identitas dan Spiritualitas Seorang Katekis
(online).
(http://www.imankatolik.or.id/identitas_dan_spiritualitas_seorang_katekis.ht
ml, diakses 23 April 2018).
Ballester, Mariano. (1986). Dahaga Akan Allah. (A. Widyamartaya. Penerjemah).
Yogyakarta: Kanisius.
Barry, William A. (2002). Apa yang Kuinginkan dalam Doa?. (W. Bait.
Penerjemah). Jakarta: Obor.
Bavel, T. J. van. (2011). Hatiku Merindukan Allah. (L. Prasetya. Penerjemah).
Yogyakarta: Kanisius.
Darminta, J. (1981). Doa Berdoa. Yogyakarta: Kanisius.
_________. (1983). Tuhan Ajarlah Kami Berdoa. Yogyakarta : Kanisius.
_________. (2002, Desember, No 57). Imamat Pelayanan Imam di Hadapan
Kesadaran akan Pelayanan. Majalah Melintas h. 81-98.
Dewan Karya Pastoral KAS. (2014). Formatio Iman Berjenjang. Yogyakarta:
Kanisius.
_________. (2018). Direktorium Formatio Iman Keuskupan Agung Semarang.
Yogyakarta: Kanisius.
de Mello, Anthony. (1980). Sadhana. Yogyakarta: Kanisius.
Fuellenbach, John. (2004). Mewartakan Kerajaan Allah. (P. Yuliadi.
Penerjemah). Ende: Nusa Indah.
Gerrit Singgih, Emanuel. (1997). Reformasi dan Transformasi Pelayanan Gereja.
Yogyakarta: Kanisius.
Green, Thomas H. (1998). Bimbingan Doa. Yogyakarta: Kanisius.
Grun, Anselm. (1985). Doa dan Mengenal Diri (Cyprianus Verbeek, penerjemah).
Yogyakarta : Kanisius (dokumen asli diterbitkan tahun 1979).
Gunadi, F.X. Agus Suryana & I. Suharyo. (1998). Datanglah Kerajaan-Mu.
Yogyakarta: Kanisius.
Gusti Kusumawanto. (2018). Berdoa dengan Benar Secara Katolik (online).
(http://www.katolisitas.org/berdoa-dengan-benar-secara-katolik/, diakses 20
Oktober 2018).
Hardjana, Agus M. (2005). Religiositas, Agama & Spiritualitas. Yogyakarta :
Kanisius.
Hartana, Albert dan tim. (2008). 11 Langkah Menuju Pribadi Unik, Cerdas,
Solider, dan Beriman. Yogyakarta: Kanisius.
Hayford, Jack. (2005). Doa Mengalahkan Kemustahilan. Yogyakarta: Kanisius.
Hendro Budiyanto, ST. (2011). Menjadi Katekis Volunter. Yogyakarta : Kanisius.
Heryatno Wono Wulung. (2018). Belajar Mewartakan Kabar Gembira dari Cara
Yesus Sang Guru Sejati (Menjadi Katekis Handal di Zaman Sekarang.
Ignatius L. Madya Utama. Editor). Yogyakarta: Kanisius.
Heuken, Adolf. (2016). Doa Bapa Kami menurut S. Teresa dari Avila. Jakarta:
Cipta Loka Caraka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
Hutabarat, P. Rafael. (1981). Berkatekese. Yogyakarta : Kanisius.
Jacobs, Tom. (2004). Teologi Doa. Yogyakarta: Kanisius.
John Paul II. (1998). Fides et Ratio (online). (http://w2.vatican.va/content/john-
paul-ii/en/encyclicals/documents/hf_jp-ii_enc_14091998_fides-et-ratio.html,
diakses 25 Oktober 2018).
Kelly, Douglas F & Kelly, Caroline S. (2003). Jika Allah Sudah Tahu, Mengapa
Masih Berdoa. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Komisi Kateketik KWI. (1997). Pedoman untuk Katekis. Yogyakarta : Kanisius.
_________. (2000). Petunjuk Umum Katekese. Jakarta: Departemen Dokumentasi
dan Penerangan KWI.
_________. (2005). Identitas Katekis di Tengah Arus Perubahan Jaman. Jakarta:
Komisi Kateketik KWI.
Konferensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik. Yogyakarta : Kanisius.
Konsili Vatikan II. “Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II tentang
Penyelenggaraan Katekese” (Catechesi Tradendae) terj. R. Hardawiryana SJ.
Jakarta : Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI – Obor 2011.
Krispurwana Cahyadi, T. (2003). Jalan Pelayanan Ibu Teresa. Yogyakarta:
Kanisius.
Laplace, Jean. (1984). Doa Menurut Kitab Suci. (J. Darminta. Penerjemah).
Yogyakarta: Kanisius.
Liberia Editrice Vaticana @ 2005. (2009). Kompendium Katekismus Gereja
Katolik. (Harry Susanto. Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius.
_________. (2011). Kompendium (Ikhtisar) Katekismus Gereja Katolik. (Paskalis
Edwin N. P. Penerjemah). Malang: Dioma.
Nouwen, Henri J.M. (1986). Pelayanan yang Kreatif. Yogyakarta: Kanisius.
Pai, Rex A. (2003). Harta Karun dalam Doa. (P. Dwiardy K. Penerjemah).
Yogyakarta : Kanisius.
Prasetya, L. (2007). Panduan Tim Kerja Pewartaan Paroki. Yogyakarta :
Kanisius.
Provinsi Gerejani Ende. (1995). Katekismus Gereja Katolik. (P. Herman Embuiru.
Penerjemah). Ende: Percetakan Arnoldus. (Dokumen asli diterbitkan tahun
1993).
Rausch, Thomas P. (2001). Katolisisme: Teologi Bagi Kaum Awam. (Agus M.
Hardjana. Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius.
Rochadi Widagdo. (2003). Meditasi itu Keheningan. Yogyakarta: Kanisius.
Ruben Hetu, Inocencs. (2007). Latihan Doa Teresiana. Yogyakarta: Kanisius.
Supama, Marcus Leonhard. (2012). Panduan Katekis Volunter.Yogyakarta:
Kanisius.
Tondowidjojo T, John. (2012). Sosrokartono dan Spiritualitas dari Abad ke Abad.
Surabaya: Yayasan Sanggar Bina Tama.
Trust, Bede Griffiths. (2007). Meditasi Kristiani dan Ciptaan Baru dalam Kristus.
(Siriakus Maria Ndolu. Penerjemah). Malang: Dioma.
Wellem, F. D. (2003). Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah
Gereja. Jakarta: Gunung Mulia.
Yan Olla, Paulinus. (2008). Dipanggil Menjadi Saksi Kasih. Yogyakarta:
Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Yosef Lalu. (2007). Katekese Umat. Jakarta: Komisi Kateketik KWI.
Youcat English @ 2010. (2012). Youcat Katekismus Populer. (R. D. Yohanes
Dwi H., dkk. Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius.
Youcat Firmbuch @ 2012. (2014). Youcat Katekismus Sakramen Penguatan.
(Krispurwana Cahyadi. Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI