makalahku 2

42
Makalah Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Post Fraktur Cruris 1/3 Distal Di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Disusun oleh : 1. Devi andriyani J100080038 2. Hengki Hadi Atma J100080039 3. Riska J100080042 4. Firman Hidayat J100080069

Upload: eko-bw

Post on 12-Aug-2015

100 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

frakturr

TRANSCRIPT

Page 1: makalahku 2

Makalah

Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Post Fraktur

Cruris 1/3 Distal

Di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Disusun oleh :

1. Devi andriyani J100080038

2. Hengki Hadi Atma J100080039

3. Riska J100080042

4. Firman Hidayat J100080069

FISIOTERAPI D3

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2011

Page 2: makalahku 2

Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.

Syukur Alhamdulillah kita panjatkan atas segala nikmat, karunia, dan hidayah dari

Allah SWT karena dengan semua rahmat dari DIA kami bisa menyelesaikan tugas

makalah dengan judul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Post Fraktur Cruris 1/3

Distal Di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten”. Makalah ini kami susun guna

memenuhi tugas praktek preklinik di jurusan fisioterapi D3 Fakultas ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.Sholawat serta salam Allah SWT

tetap terlimpah curahkan kepada junjungan kita yaitu Nabi Muhammad SAW,

karena dengan jasa beliau kita bisa merasakan manisnya iman hingga saat ini. Tak

lupa pula kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya, semoga kita semua mendapat

syafa’at beliau di akhir kelak nanti.Kami semua tidak lupa mengucapkan banyak

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah

ini, sehingga dapat selesai tepat waktu.Kami sebagai manusia biasa sangat

menyadari akan ketidaksempurnaan. Kami memohon maaf apabila dalam

penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu kami menggharapkan

saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah

ini.Akhir kata semoga sedikit apa yang kami sampaikan bisa menjadi semengat

serta kami berharap makalah yang telah kami susun bisa bermanfaat bagi kita

semua. Amin.

Klaten, Januari 2011

Penulis

Page 3: makalahku 2

Halaman Persetujuan

Telah disetujui oleh pembimbing lahan praktek rumah sakit dalam memenuhi tugas

akhir laporan praktek pre klinik.

Pada hari :……………………

Tanggal :…. Januari 2011

Pembimbing Lahan Pembimbing Kampus

( ) ( ) NIP. NIP.

Page 4: makalahku 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berkembangnya pembangunan di bidang industri yang sangat maju yang diiringi

dengan kemajuan yang pesat dari ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan

masyarakat untuk berpikir praktis. Misalnya ketika hendak bepergian masyarakat tidak lagi

berjalan kaki tetapi lebih memilih untuk mengendarai sepeda motor maupun mobil. Dengan

adanya kemudahan transportasi ini tentu masyarakat lebih merasa nyaman serta lebih

efektif dan efisien. Namun di samping adanya keuntungan seperti di atas adanya

kemudahan transportasi juga menimbulkan kerugian salah satunya adalah terjadinya

peningkatan kecelakaan lalu lintas. Akibat dari kecelakaan lalu lintas dapat menyebabkan

kematian atau terjadi patah tulang yang sering disebut dengan fraktur. Fraktur disebabkan

karena adanya trauma atau benturan dengan benda keras, salah satunya adalah fraktur pada

tulang bawah yaitu cruris 1/3 distal.

Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur

tertutup yaitu perpatahan yang tidak berhubungan dengan udara luar sedangkan fraktur

terbuka adalah fraktur yang disertai perobekan jaringan kulit ( Mc Rae, 1994). Fraktur

terbuka dapat diklasifikasikan menjadi 3 type yaitu type I, luka biasanya kecil, kurang dari

1 cm dan bersih. Type 2 yaitu luka biasanya lebih dari 1 cm panjangnya dan tidak terdapat

kerusakan jaringan. Type 3 terdapat kerusakan jaringan yang luas pada kulit, jaringan

lunak, saraf dan terkontaminasi (Appley, 1995).

Adapun penanganan fraktur dapat melalui 2 metode yaitu metode konservatif dan

metode operatif. Pada metode operatif dapat menggunakan internal fixaxi dan eksternal

fixaxi. Internal fixaxi digunakan apabila terdapat fraktur yang tidak stabil dan adanya

kesalahan letak misal dengan pemakaian plate and screw dan eksternal fixaxi dipakai

apabila terdapat fraktur yang berbentuk comminuted dan terkontaminasi ( Bloch, 1986).

Salah satu penanganan fraktur cruris 1/3 distal adalah dengan operasi, baik operasi

pemasangan maupun pelepasan ORIF ataupun OREF.Tingkat gangguan yang disebabkan

dilakukannya operasi pada fraktur cruris 1/3 distal digolongkan menjadi beberapa tingkat

Page 5: makalahku 2

dimulai dari impairment atau kelemahan yang dirasakan pada tingkat organ, misalnya

adanya nyeri dan bengkak yang mengakibatkan terjadinya keterbatasan Lingkup Gerak

Sendi (LGS) dan terjadinya kelemahan otot. Gangguan berikutnya adalah timbul

permasalahan functional limitation atau adanya kelainan pada organ di atas mengakibatkan

terganggunya aktivitas fungsional, misalnya fungsi dari tungkai dalam jongkok, berdiri dan

berjalan akan mengalami keterbatasan atau bahkan hilang dalam beberapa waktu tertentu.

Di samping itu akan timbul pula disability atau terganggunya dalam melakukan aktifitas

sosial, sehingga tidak bisa melakukan aktifitas di luar rumah secara mandiri, misalnya

berangkat ke sekolah.

Modalitas yang digunakan oleh fisioterapi untuk penanganan kasus paska operasi

pada fraktur cruris 1/3 distal adalah terapi latihan. Terapi latihan dapat bermanfaat dalam

mengurangi rasa nyeri, mengurangi adanya pembengkakan atau oedem pada daerah di

sekitar fraktur, dengan berkurangnya oedem maka rasa nyeri juga akan berkurang, dapat

memelihara atau menambah lingkup gerak sendi pada lutut, meningkatkan kekuatan otot

yang disebabkan karena oedem dan nyeri serta melatih aktifitas jalan sehingga diharapkan

pasien dapat beraktivitas seperti semula.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang penulis kemukakan adalah

(1) apakah infra red dapat mengurangi bengkak?

(2) apakah infra red dapat mengurangi nyeri?

(3) apakah resisted active exercise dapat menambah kekuatan otot?

(4) apakah hold relax dapat menambah lingkup gerak sendi (LGS)?

(5) apakah streaching dapat menurunkan spasme otot ?

Page 6: makalahku 2

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang penulis kemukakan, maka susunan makalah

bertujuan untuk:

(1) mengetahui manfaat infra red dalam mengurangi oedem

(2) mengetahui manfaat infra red dalam mengurangi nyeri

(3) mengetahui manfaat resisted active exercise dapat meningkatkan kekuatan otot

(4) mengetahui manfaat hold relax dapat menambah lingkup gerak sendi (LGS)

(5) mengetahui maanfaat streaching dalam mengurangi spasme otot

Page 7: makalahku 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

a. Fraktur cruris 1/3 distal

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang (Appley, 1995).

Cruris berasal dari kata crus atau cruca yang berarti tungkai bawah yang terdiri dari

tulang tibia dan fibula (Ahmad Ramali, disempurnakan oleh Hendra T. Laksman,

2003). 1/3 distal berarti tulang yang dibagi tiga bagian ujung bawahnya.

Jadi, fraktur cruris sepertiga distal adalah suatu patahan yang mengenai tulang

tibia dan fibula pada bagian sepertiga bawah dari tulang.

b. Pasca Operasi

Pasca berarti sesudah (Ramali, 1997). Sedangkan operasi berarti tindakan

pembedahan (Dorland, 1994). Sehingga dapat diartikan sebagai suatu keadaan

sesudah dilakukan tindakan pembedahan.

c. Plate and Screw

Plate artinya lempengan besi dan screw artinya sekrup (Wojowasito, 1982).

Plate and screw merupakan sebuah lempengan besi dan beberapa sekrup yang

dipasang pada tulang yang patah dan berfungsi sebagai immobilisasi.

d. Pasca Operasi dengan pemasangan plate and screw

Pasca operasi dengan pemasangan plate and screw berarti suatu keadaan

sesudah adanya operasi/pembedahan dengan menggunakan internal fiksasi yang

berbentuk plat dan sekrup yang diberikan untuk memfiksasi tulang panjang yang

mengalami perpatahan.

e. Terapi latihan

Terapi latihan adalah salah satu modalitas fisioterapi berupa latihan gerak

tubuh baik secara aktif atau pasif yang mempunyai tujuan meningkatkan

keseimbangan, stabilitas tubuh, ketahanan dan kekuatan serta lingkup gerak sendi

(Gartland, 1974).

Page 8: makalahku 2

B. Etiologi

Fraktur cruris 1/3 distal disebabkan karena terjadi trauma pada tungkai

bawah akibat benturan dengan benda yang keras, baik benturan secara langsung

maupun secara tidak langsung. Untuk penanganan fraktur biasanya dilakukan

dengan reduksi. Reduksi adalah usaha dan tindakan reposisi fragmen-fragmen yang

patah agar sedapat mungkin untuk kembali keletak normalnya ( Carter, 1994).

Reduksi terdiri dari dua jenis yaitu reduksi tertutup dan terbuka. Reduksi tertutup

ditujukan untuk semua fraktur dengan pergeseran minimal, seperti pada fraktur

yang dialami oleh anak-anak dan pada fraktur yang stabil setelah reduksi.

Sedangkan reduksi terbuka biasanya merupakan langkah awal untuk tindakan

operasi, seperti pemasangan internal fixaxi ( Appley, 1995).

Dalam kasus fraktur cruris 1/3 distal, tindakan yang biasa dilakukan untuk

reposisi antar fragmen adalah dengan reduksi terbuka baik Open Reduction Internal

Fixation (ORIF) maupun Open Reduction External Fixation (OREF). Pada kasus ini

memerlukan pemasangan eksternal fixaxi karena disertai dengan kerusakan jaringan

dan fraktur yang kominutif dan tidak stabil (Appley, 1995).

C. Patologi

Operasi pada fraktur cruris 1/3 distal sinistra akan dilakukan incisi pada

tungkai bawah bagian lateral. Dengan tindakan operasi akan terjadi perdarahan

sehingga akan terjadi kerusakan jaringan lunak di bawah kulit maupun pembuluh

darah yang akan diikuti dengan keluarnya cairan dari pembuluh darah dan terjadi

proses radang sehingga menimbulkan oedem (bengkak). Adanya oedem akan dapat

menekan nociceptor sehingga merangsang timbulnya nyeri. Nyeri juga timbul

karena luka sayatan pada saat operasi yang dapat menyebabkan ujung-ujung saraf

sensoris teriritasi sehingga penderita enggan untuk menggerakkan daerah yang

sakit. Keadaan ini apabila dibiarkan terus menerus akan menimbulkan spasme otot

dan terjadi penurunan lingkup gerak sendi (LGS) yang lama kelamaan akan

mengakibatkan terjadinya penurunan kekuatan otot diikuti dengan penurunan

aktifitas fungsional.

Page 9: makalahku 2

Waktu penyembuhan fraktur sangat bervariasi antara individu satu dengan

individu lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur antara

lain: usia pasien, jenis fraktur, banyaknya displacement fraktur, lokasi fraktur,

pasokan darah pada fraktur, dan kondisi medis yang menyertai.

Tulang mempunyai kemampuan menyambung tulang. setelah terjadi patah

tulang. Menurut Apley (1995) proses penyambungan tulang dibagi dalam lima

tahap yang terdiri dari :

a. Hematoma

Tahap hematoma terjadi dalam waktu 1-3 hari(Gartland, 1974). Hematoma

adalah suatu proses kerusakan jaringan dan perdarahan pada tempat fraktur dan

ujung-ujung tulang yang mati beberapa millimeter.

b. Proliferasi

Tahap proliferasi terjadi dalam waktu 3 hari-2 minggu(Gartland, 1974).

Proliferasi adalah proses dimana jaringan seluler yang berisi cartilage keluar dari

ujung – ujung fragmen sehingga tampak di beberapa tempat bentukan pulau – pulau

cartilage. Pada stadium ini terjadi pembentukan granulasi jaringan yang banyak

mengandung pembuluh darah, fibroblast dan osteoblast.

c. Pembentukan callus atau kalsifikasi

Pembentukan callus terjadi dalam waktu 2-6 minggu (Gartland,1974).

Pembentukan callus atau kalsifikasi adalah proses dimana setelah terjadi bentukan

cartilago yang kemudian berkembang menjadi fibrous callus sehingga tulang akan

menjadi sedikit osteoporotik. Pembentukan ini terjadi setelah granulasi jaringan

menjadi matang. Jika stadium putus maka proses penyembuhan luka menjadi lama.

d. Konsolidasi

Tahap konsolidasi terjadi dalam waktu 3 minggu-6 bulan. Konsolidasi

adalah suatu proses dimana terjadi penyatuan pada kedua ujung tulang. Callus yang

tidak diperlukan mulai diabsorbsi (Gartland, 1974). Pada tahap ini tulang sudah kuat

tapi masih berongga.

Page 10: makalahku 2

e. Remodeling

Tahap remodelling terjadi dalam waktu 6 minggu-1 tahun. Remodeling

adalah proses dimana tulang sudah terbentuk kembali atau tersambung dengan baik.

Pada tahap ini tulang semakin menguat secara perlahan – lahan terabsorbsi dan

terbentuk canalis medularis.

D. ANATOMI

Tungkai bawah terdiri dari dua tulang yaitu tulang tibia dan fibula. Dimana

tulang tibia terletak lebih medial daripada tulang fibula, tulang fibula terletak di

sebelah lateral. Tulang tibia dan fibula masing-masing mempunyai tiga bagian

yaitu epiphysis proximal, diaphysis dan epiphysis distalis.Pada tulang

tibia,epiphysis proximal terdiri atas dua bulatan yang disebut condylus medialis

dan condylus lateralis. Disebelah atasnya terdapat dataran sendi untuk persendian

femur dan tibia yang disebut facies articularis superior. Pada bagian tepi atas

epiphysis proximalis bentuknya melingkar disebut margo infra glenoidalis. Tepi

lateral dari margo infra glenoidalis terdapat dataran sendi yang disebut facies

articularis fibularis untuk persendian dengan fibula (Platzer, 1983).

Diaphysis tulang tibia pada penampang melintang merupakan segitiga

dengan basis menghadap ke belakang dan apex menghadap kedepan. Memiliki tiga

tepi yaitu margo anteroir, margo medialis dan crista interossea disebelah lateral.

Sehingga terdapat dataran yaitu facies medialis, facies posterior dan facies

lateralis. Margo anterior di bagian proximal menonjol disebut tuberositas tibia

( Platzer, 1983).

Page 11: makalahku 2
Page 12: makalahku 2

Pada epiphysis distalis tibia menonjol disebut maleolus medialis. Bagian ini

memiliki tiga dataran sendi yaitu facies articularis malleolaris, facies articularis

inferior dan incisura fibularis ( Platzer, 1983 ).

Tulang fibulajuga terdiri dari tiga bagian yaitu epiphysis

proximalis,diaphysis dan epiphysis distalis. Epiphysis proximalis membulat disebut

capitulum fibulae, yang kearah proximal meruncing menjadi apex capituli fibulae.

Pada capitulum fibulae terdapat dataran sendi yaitu facies articularis capituli

fibulae untuk persendian dengan fibula ( Platzer, 1983 ).

Diaphysis mempunyai empat crista yaitu crista lateralis, crista medialis,

crista anterior dan crista interossea. Dan mempunyai tiga dataran sendi yaitu facies

medialis, facies lateralis dan facies posterior. Epiphysis distalis ke arah lateral

membulat disebut maloelus lateralis.

Terdapat dua sistem sendi yang berhubungan dengan cruris yaitu sendi lutut

atau knee joint dan sendi pergelangan kaki atau ankle joint. Knee joint memiliki dua

persendian yang terdapat dalam satu kapsul yaitu sendi tibiofemorale dan sendi

patellofemoral (Norkin, 1995). Sendi tibiofemorale terdiri dari tulang tibia dan

femur, sedangkan sendi patellofemoral terdiri dari patella dan tulang femur.

Dilihat dari aspek artrokinetika, pada saat berdiri atau weight-bearing

(menumpu berat badan), maka saat flexi condylus femorale roll ke posterior dan

slide ke anterior. Saat gerakan sendi ekstensi condylus femorale roll ke anterior dan

slide ke posterior (Norkin, 1995).

Otot penggerak knee adalah otot bicep femoris, otot semitendinosus distalis,

otot rectus femoris, otot tensor facia latae, otot gracilis, otot sartorius, otot

gastrocnemius (Wolf, 1994).

Gerakan yang dilakukan sendi lutut adalah fleksi, ekstensi, rotasi interna

dan rotasi eksterna. Posisi netral untuk lutut dengan femur hiperekstensi dapat

mencapai 12°, flexi sampai 130°, untuk rotasi interna dapat mencapai 10° dan

rotasi eksterna dapat mencapai 20° (Russe, 1975).

Ankle joint memiliki tiga persendian yaitu sendi tibiofiburalis distalis, sendi

talocruralis dan sendi subtalaris (Norkin, 1995). Gerakan yang dapat dilakukan

ankle adalah dorsi flexi, plantar flexi, inversi dan eversi. LGS sendi ankle untuk

Page 13: makalahku 2

dorsi flexi adalah 20°, untuk gerak plantar flexi sebesar 45°, gerak inversi sebesar

40° dan untuk gerak eversi sebesar 20°.

Dilihat artrokinetika selama dorsi flexi sendi pergelangan kaki, talus akan

sliding ke arah posterior dan fibula akan bergerak proximal dan kelateral dari tibia.

Selama plantar flexi, talus akan sliding ke anterior dan fibula bergerak ke distal dan

sedikit ke arah anterior, dan mendekati tibia. Plantar flexi, lebih terbatas daripada

dorsal flexi jika otot-otot pada plantar flexi tidak memendek. Pada saat inversi,

calcaneus akan bergerak sliding ke lateral dan talus dalam keadaan diam, pada saat

eversi calcaneus akan bergerak sliding ke medial dari talus (Norkin, 1995).

Otot penggerak ankle adalah otot gastrocnemius, otot soleus, otot tibialis

anterior, otot tibialis posterior, otot peroneus longus dan otot peroneus brevis

Page 14: makalahku 2

Gambar 2.2

Otot-otot Ekstremitas Bawah Kanan dilihat dari depan

(Putz and Pabst, 2000: 276)

Page 15: makalahku 2

Gambar 2.3

Otot-otot Eksteremitas Bawah Kanan dilihat dari belakang

(Putz and Pabst, 2000:295)

Page 16: makalahku 2

Pada kasus paska operasi fraktur cruris 1/3 distal biasanya akan timbul

gangguan persendian pada ankle. Ini terjadi karena letak fraktur yang berdekatan

dengan sendi ankle sehingga berdampak pada keterbatasan gerak sendi ankle.

E. Problematika Fisioterapi

a. Nyeri paska operasi

Nyeri merupakan sebuah tanda peringatan terhadap organisme untuk

berhenti atau menghindar dari aktifitas yang merusak dan membiarkan proses

regenerasi berlangsung (Garrison, 1995). Nyeri adalah pengalaman sensoris dan

emosional yang tidak mengenakkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan

(Behrens dan Michlovitz, 1996). Secara biologis tanda nyeri menunjukkan adanya

kerusakan jaringan yang secara potensial berbahaya (Garrison, 1995).

Nyeri pada paska operasi dapat pula terjadi karena oedem dan spasme otot

yang dapat meningkatkan tekanan dan ketegangan pada jaringan disekitar yang

menyebabkan nyeri dan pembatasan gerak ( Kisner, 1996).

b. Oedem

Oedem adalah hasil dari peningkatan cairan di jaringan, dan cairan itu

sendiri disebut dengan exudate. Ketika efek dari media kimia seperti histamin

maupun pada kasus paska operasi yang terjadi karena trauma akan menyebabkan

terjadinya proses radang. Selanjutnya akan terjadi peningkatan permeabilitas

membran kapiler yang mengakibatkan plasma protein (albumin, globulin dan

fibrinogen) meninggalkan pembuluh darah dan memasuki ruangan antar sel atau

interstitial (Low et all, 2000).

c. Keterbatasan gerak

Penyebab utama dari keterbatasan gerak adalah adanya oedem dan nyeri.

Pada saat sendi lutut digerakkan secara pasif pasien akan merasakan nyeri yang

sangat hebat, sehingga pasien cenderung untuk tidak bergerak, maka otot-otot

penggerak sendi lutut akan memendek sehingga potensial terjadi spasme karena

mempertahankan posisi dalam waktu yang lama, dapat pula mengalami

perlengketan sendi maka akan mengalami keterbatasan gerak pada sendi.

Page 17: makalahku 2

Secara fisiologis penyembuhan fraktur akan melalui 5 fase, yaitu (1) fase

hematoma, (2) fase proliferasi, (3) fase calsificasi, (4) fase consolidasi, (5) fase

remodelling (Appley, 1995).

d. Penurunan Kekuatan Otot

Penurunan kekuatan otot adalah melemahnya otot antagonis akibat

kontraksi otot agonis terus-menerus.

F. Prognosis Gerak dan Fungsi

Prognosis pada pasien paska operasi fraktur cruris 1/3 distal dikatakan

baik jika (1) frakturnya ringan, (2) bentuk perpatahan simple, (3) tidak ada infeksi,

(4) pada daerah fraktur mempunyai peredaran darah yang lancar, (5) kondisi umum

penderita baik, (6) usia penderita masih muda. Tetapi jika ada tanda yang

berkebalikan dari yang disebut di atas maka prognosisnya jelek.

Pada pemberian terapi latihan secara tepat dan adekuat akan memberikan

prognosis quo ad sanam adalah baik jika tulang bisa menyambung, quo ad

cosmeticam adalah sedang jika panjang tungkai bisa sama tapi ada bekas jahitan

karena sayatan, quo ad fungsionam adalah sedang ke arah baik jika pasien

mempunyai kemauan untuk berlatih sehingga dapat melakukan aktifitas fungsional

secara mandiri.

G. Teknologi Fisioterapi

Teknologi yang digunakan untuk mengurangi permasalahan yang timbul

akibat fraktur crusis 1/3 distal salah satunya adalah terapi latihan. Terapi latihan

merupakan modalitas fisioterapi yang pelaksanaannya menggunakan latihan gerak

tubuh baik secara aktif maupun pasif (Kisner, 1996). Secara umum tujuan dari

terapi latihan adalah pencegahan disfungsi dengan pengembangan, peningkatan,

perbaikan, atau pemeliharaan dari kekuatan dan daya tahan otot. Kemampuan

Page 18: makalahku 2

kardiovaskuler, mobilitas dan flexibilitas jaringan lunak, stabilitas, rileksasi,

koordinasi, keseimbangan dan kemampuan fungsional (Kisner, 1996). Terapi

latihan yang digunakan antara lain :

a. Relaxed Passive Exercise

Gerakan passive exercise dilakukan secara halus artinya tidak terputus-putus

dan ritmis artinya dilakukan dengan kecepatan yang sama untuk setiap gerakan,

dengan pengulangan 5 sampai 10 kali. Gerakan pada sendi sesuai dengan gerakan

pada sendi normal meskipun kekuatannya berasal dari luar. Pasien juga tidak

diberikan tahanan. Gerakan passive tidak menimbulkan nyeri tanpa diberikan

tekanan pada akhir gerakan (Kisner, 1996).

Relaxed passive exercise yaitu gerakan yang kekuatannya berasal dari luar

tanpa disertai dari kerja otot penderita. Gerakan ini murni dari gerakan terapis.

Dengan gerakan ini dapat membantu lancarnya sirkulasi darah yang kemudian bisa

mengurangi oedem, dengan berkurangnya oedem maka nyeri berkurang. Disamping

itu pula akan menimbulkan efek relaksasi otot dengan adanya penguluran dan

pengendoran yang berulang-ulang. Nyeri dapat berkurang dengan latihan pasif

maupun aktif. Latihan LGS pasif maupun aktif akan meningkatkan mekanoreseptor

atau serabut afferennya. Serabut afferent sendiri dapat memblokir nyeri tingkat

spinal yaitu sesuai dengna teori gerbang kontrol ( Parjoto, 2000).

b. Free active exercise

Free active exercise merupakan gerakan yang dilakukan oleh adanya

kekuatan otot dan anggota tubuh itu sendiri tanpa bantuan, gerakan yang dihasilkan

oleh kontraksi dengan melawan pengaruh gravitasi (Basmajian, 1978). Dengan

adanya gerakan yang melibatkan kekuatan otot akan memberikan efek pumping

action yang akan mempengaruhi kelancaran sirkulasi darah yang kemudian bisa

mengurangi oedem. Dengan berkurangnya oedem maka nyeri juga akan berkurang.

Page 19: makalahku 2

Adanya pengurangan nyeri maka tidak ada gangguan LGS dengan demikian LGS

dapat terpelihara. Gerakan dilakukan 5-10 kali pengulangan.

c. Resisted active exercise

Merupakan salah satu bentuk latihan aktif, otot berkontraksi secara statik

atau dinamik dengan melawan tahanan oleh suatu tenaga dari luar. Tenaga dari luar

itu dapat berupa manual maupun mekanikal. Besarnya tahanan tergantung dari hasil

pengukuran kekuatan otot. Karena merupakan gerakan aktif maka dilakukan 5-10

kali pengulangan (Kisner, 1996).

Latihan tersebut akan meningkatkan recruitment motor unit. Dengan

bertambahnya motor unit yang terangsang maka semakin banyak serabut-serabut

otot yang ikut berkontraksi sehingga kekuatan otot meningkat.

d. Hold relax

Hold relax merupakan salah satu teknik dari PNF, di mana menggunakan

kontraksi isometris yang optimal dari kelompok otot antagonis yang memendek,

dilanjutkan dengan rileksasi otot tersebut (Yulianto Wahyono, 2002). Salah satu

tujuan dari hold relax adalah penambahan LGS (Yulianto Wahyono, 2002). Dalam

pemberian latihan untuk kasus ini hold relax yang diterapkan sebenarnya tidak

sesuai dengan syarat-syarat latihan PNF, sehingga dapat dikatakan modifikasi hold

relax. Diawali dengan otot pada posisi memanjang dan posisi pasien senyaman

mungkin, pada saat pasien sudah tidak mampu untuk bergerak lagi karena nyeri

maka terapis memberikan tahanan pada posisi tersebut selama 5 sampai 10 detik.

Kemudian minta pasien untuk rilek, kemudian secara pasif terapis menggerakkan

untuk menambah LGS. Kemudian pasien istirahat beberapa saat setelah pasien

merasa nyaman ulangi gerakan seperti di atas. Untuk pengulangan sama dengan

active exercise yaitu 5 sampai 10 kali pengulangan (Kisner, 1996).

Page 20: makalahku 2

BAB III

RENCANA PELAKSANAAN TERAPI

Fisioterapi sebagai tenaga kesehatan professional harus melakukan

pemeriksaan terlebih dahulu sebelum melaksanakan suatu program terapi. Hal ini

dilakukan untuk mengetahui masalah yang berhubungan dengan kondisi pasien,

sehingga dapat menentukan program terapi dan mempermudah kita menentukan

diagnosis selanjutnya.

A. Rencana Pengkajian Fisioterapi

Proses pemeriksaan Fisioterapi dimulai dari anamnesis, pemeriksaan dan

dilanjutkan dengan menentukan diagnosis Fisioterapi.

1. Anamnesis

a. Anamnesis Umum

Rencana pengkajian terhadap pasien dimulai dari anamnesis. Anamnesis

merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan mengadakan tanya jawab

mengenai pasien. Dari anamnesis yang dilakukan diperoleh data –data umum

penderita yang berisi tentang nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,alamat dan hobi.

b. Anamnesis Khusus

1. Keluhan Utama

Merupakan suatu gejala, gangguan ataupun keluhan utama yang pertama kali

dirasakan oleh pasien untuk mencari pertolongan.

2. Riwayat Penyakit sekarang (RPS)

Merupakan gambaran ataupun perjalanan penyakit, baik pada saat proses

mulainya penyakit sampai timbulnya keluhan. Bertujuan untuk mengetahui

kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita pasien dahulu

dengan penyakit sekarang.

Page 21: makalahku 2

3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

Adalah tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami yang berkaitan

dengan munculnya penyakit atau keluhan sekarang.

4. Riwayat Keluarga

Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah penyakityang diderita oleh

pasien Merupakan penyakit yang disebabkan olerh faktor keturunan atau bukan.

5. Riwayat Pribadi

Berhubungan dengan hobi dan aktivitas sehari-hari yang dilakukan pasien

yang memungkinkan munculnya berbagai keluhan yang dirasakan pasien.

c. Anamnesis Sistem

Dilakukan bila ada hubungannya dengan kasus.

2. Pemeriksaan

Dalam rencana pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik,

pemeriksaan gerak, pemeriksaan khusus. Yang termasuk dalam pemeriksaan fisik

antara lain :

a. Vital Sign

Pemeriksaan vital sign meliputi : (1)tekanan darah, (2)denyut nadi,

(3)pernafasan, (4)temperatur, (5)berat badan, (6)tinggi badan.

b. Inspeksi

Bertujuan untuk mengetahui pemeriksaan fisik, kedaan umum dari pasien,

dengan cara melihat dan mengamati keadaan fisik pasien baik pada saat diam

maupun bergerak.

c. Palpasi

Bertujuan untuk mengetahui adanya spsme otot, nyeri tekan, suhu, oedema,

dengan cara memegang, meraba, menekan pada bagian tubuh yang diperiksa.

Page 22: makalahku 2

d. Perkusi

Adalah cara pemeriksaan dengan jalan mengetuk atau vibrasi pada bagian

tubuh yang diperiksa.

e. Pemeriksaan fungsional dan lingkungan aktivitas

Pemeriksaan fungsional bertujuan untuk mengetahui kemampuan pasien

dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Sedangkan pemeriksaan lingkungan

aktivitas bertujuan untuk mengetahui keadaan lingkungan rumah pasien.

3. Pemeriksaan gerak dasar

Adalah pemeriksaan yang dilakukakan dengan cara melakukan gerakan

dasar yang diminta oleh terapis baik pada posisi tidur, duduk ataupun berdiri.

Pemeriksaan gerak dasar meliputi :

a.Gerakan Aktif

Adalah gerakan yang dilakukan oleh pasien tanpa bantuan orang lain atau

terapis. Pasien diminta menggerakan secara aktif trunk ke arah fleksi ekstensi, side

fleksi serta rotasi trunk. Dari pemeriksaan ini akan diperoleh informasi tentang

lingkup gerak sendi dan kekuatan otot.

b. Gerakan Pasif

Adalah gerakan yang dilakukan bukan murni oleh pasien sendiri tetapi oleh

orang lain atau terapis, sedangkan pasien harus dalam keadaan rileks dan tidak

memberikan bantuan sama sekali, bertujuan untuk mengetahui endfeel,provokasi

nyeri dan kelenturan otot.

c.Gerakan Isometrik melawan Tahanan

Adalah pemeriksaan gerakan yang dilakukan oleh pasien secara aktif sementara

terapis memberikan tahanan yang berlawanan dengan gerakan yang dilakukan oleh

pasien. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahuinprovokasi nyeri dan kekuatan

otot.

Page 23: makalahku 2

4. Pemeriksaan Khusus

Merupakan pemeriksaan khusus baik menggunakan alat ataupun tanpa alat

yang digunakan untuk memperoleh data yang jelas pada kasus tertentu pada kasus

low back pain.

a.Pengukuran Skala Nyeri

Nyeri merupakan sebagian besar gejala awal dari penyakit. Penilaian nyeri

dapat dibagi menjadi nyeri diam, yaitu nyeri yang dirasakan pasien saat dalam

keadan diam atau tidak melakukan aktivitas. Sedangkan nyeri gerak adalah nyeri

yang timbul saat aktivitas.

Tes pengukuran nyeri pada kasus ini parameter yang digunakan adalad

Verbal Descriptive scale (VDS). VDS Merupakan suatu metode pengukuran tingkat

nyeri dengan menggunakan tujuh skala penilaian, yaitu : (1) nilai 1 = tidak terasa

nyeri ; (2) nilai 2 = nyeri sangat ringan; (3) nilai 3 = nyeri ringan ;(4) nilai 4 = nyeri

tidak begitu berat; (5) nilai 5 = nyeri cukup berat; (6) nilai 6 = nyeri berat; (7) nilai

7 = nyeri hampir tak tertahankan. Pasien diminta untuk menunjukan tingkat nyeri

yang dirasa seperti dengan penjelasan yang telah diberikan oleh terapis

b. Pengukuran lingkup gerak sendi

Pengukuran lingkup gerak sendi dilakukan dengan goneometer.

c.Pengukuran kekuatan otot

Tes pengukuran kekuatan otot pada kasus ini parameter yang digunakan

adalah MMT. Skala penilaian MMT yaitu: 0 = tidak ada kontraksi otot, 1 = ada

kontraksi otot tetapi tidak ada gerakan, 2 = ada gerakan tetapi tidak dapat melawan

grafitasi, 3 = dapat melawan grafitasi tetapi tidak melawan minimal, 4 = dapat

melawan tahanan minimal, 5 = normal.

d. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menegakkan diagnosis.

Page 24: makalahku 2

5. Diagnosa problematik fisioterapi

Problematik Fisioterapi yang dihadapi pada kondisi # cruris 1/3 distal sinistra

meliputi gangguan kapasitas fisik : adanya nyeri pada pergelangan kaki kiri, adanya

spasme otot ekstensor ankle,adanya penurunan kekuatan otot fleksor ankle.adanya

keterbatasan gerak ankle ke arah planter flexi, dorsi flex,inverse dan eversi.adanya

odema pada pergelangan kaki kiri. adanya gangguan pola jalan.

6. Tujuan fisioterapi

Berdasarkan diagnosa fisioterapi maka dapat ditentukan tujuan dari tindakan

fisioterapi. Tujuan pemberian tindakan fisioterapi meliputi : mengurangi nyeri,

mengurangi spasme, meningkatkan lingkup gerak sendi ankle serta meningkatkan

fungsionalnya.

B. Rencana Pelaksanaan Fisioterapi

1. Infra Red ( IR)

a.Persiapan alat

Pastikan mesin masih dalam keadan baik.

b. Persiapan pasien

Posisikan pasien pada posisi aman dan nyaman, yaitu dengan posisi tidur

terlentang. Beri penjelasan pada pasien tentang terapi yang akan dilakukan.

Penjelasan bisa berupa nama terapi, mengapa terapi ini dipilih, rasa yang

diharapkan selama terapi dan efek terapi.

c.Pelaksanaan terapi

Pastikan area yang akan diterapi bebas dari pakaian yang bisa menghalangi

cahaya infra red.arahkan lampu pada bagian ankle lateran sinistra,atur waktu 15

menit. Nyalakan tombol ON. serta dapat dilanjutkan program terapi yang lainnya.

Page 25: makalahku 2

II. Terapi Latihan

a. Hold Relax

Posisi pasien : tidur telentang

Posisi terapis : duduk di samping kanan bed pasien

Pelaksanaan : tangan kiri terapis memberiakn fixaxi di pergelangan kaki

kanan pasien, pasien diminta untuk menggerakkan kaki ke

atas ( dorsal fleksi ) secara aktif sampai batas kemampuan

pasien. Terapis memberikan tahanan ke arah bawah ( plantar

fleksi ) dan minta pasien untuk bergerak ke bawah ( plantar

fleksi ), terapis memberikan aba-aba “ tahan disini “ tahan

selama 8 x hitungan, setelah itu minta pasien untuk

merileksasikan otot-otot plantar fleksor lalu gerakkan secara

pasif ke arah atas ( dorsal fleksi ).

Dosis : 8 x Pengulangan

Gambar 3.5

Hold Relax

Page 26: makalahku 2

b. Relaxed Passive Exercise

Sendi Pergelangan Kaki

Posisi pasien : berbaring terlentang dengan kedua tungkai lurus.

Posisi terapis : berdiri di samping tungkai kanan pasien.

Pelaksanaan : tangan kiri terapis fiksasi di proksimal ankle kanan pasien,

tangan kanannya memegang dorsal dan plantar kaki kanan

pasien. Terapis menggerakkan ankle kanan pasien kearah

plantar fleksi dan dorsal fleksi bergantian, serta inversi dan

eversi hingga batas nyeri.

Dosis : 8 kali pengulangan untuk masing-masing gerakan.

Gambar 3.2

Relaxed Passive Exercise

III. Edukasi

Setelah diberikan latihan pasien juga diberikan pengetahuan tentang apa

yang harus dikerjakan di rumah untuk menunjang terapi yang sudah diberikan di

rumah sakit. Edukasi yang diberikan berupa (1) Untuk mengurangi bengkak, pasien

diminta untuk memberikan massage atau pijatan pada kaki kiri. Yaitu dengan

memberiakn tekanan yang tidak terlalu keras dari ujung jari menuju ke proximal

atau ke atas, (2) Pasien diminta untuk melakukan latihan-latihan sesuai yang

diajarkan terapis terutama gerakan pada pergelangan kaki dan jari-jari kaki kiri.

Page 27: makalahku 2

DAFTAR PUSTAKA

Adams, C. J, 1992; Outline of Fracture Including Joint Injuries; Tenth edition, Churchill Livingstone.

Appley, G. A and Solomon, Louis, 1995; Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley; Edisi ketujuh, Widya Medika, Jakarta.

Basmaijan, John, 1978; Theraupetic Exercise ; Third edition, The William and Wilknis Baltimore, London.

Bloch, Bernard, 1986; Fraktur dan Dislokasi; cetakan 6, Jogjakarta, Yayasan Essential Medika.

Daniels and Wortinghams, 1995; Muscle Testing; Sixth edition, W. B Saunders Company, USA.

Data RSO Dr. Soeharso Surakarta, 2005; Jurnal Penderita Fraktur Cruris; RSO Dr. Soeharso Surakarta.

De Wolf, A. N, 1994; Pemeriksaan Alat Penggerak Tubuh; cetakan 2, Hauten Zaenten.

Garrison, S. J, 1996; Dasar-dasar Terapi Latihan dan Rehabilitasi Fisik; Terjemahan Hipocrates, Jakarta.

Gartland, John, 1974; Fundamental of Orthopedics ; Second edition, W. B. Sanders Company, Philadelpia.

Kapandji, I. A, 1987; The Physiologi of the Joint; 2nd edition, Churchill Livingstone, Edinburg,

London, and New York

Kishner, Carolyn, and Lynn, Colby, 1996; Theraupetic Exercise Foundation and Technique; Third edition , F. A Davis Company, Philadelpia.

Norkin, C. C, Joice and White, 1995; Measurement of Joint Motion a Guide to Goniometry; Second edition, F. A Davis Company, Philadelpia.

Putz, R and Pabst, R, 2000; Sobotta Anatomi Ekstremitas Bawah; edisi 21, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Page 28: makalahku 2

PERNYATAAN PENGESAHAN

Usulan penelitian berjudul “ SIFAT TEKSTURAL DAN PENERIMAAN

SENSORIK MIE BASAH YANG DISUBSTITUSIKAN TEPUNG UBI UNGU “ ini

telah memperoleh pengesahan :

Surakarta, Januari 2011

Pembimbing I Pembimbing II

Rusdin Rauf, STP, MP Pramudya kurnia,STP,Magr

Jurusan Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Ketua jurusan

Dwi Sarbini, SST.,M.KesNIK.747

Page 29: makalahku 2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERNYATAAN PENGESAHAN

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………………….…1

B. Rumusan Masalah Penelitian………………………………………………………2

C. Tujuan Penelitian………………………………………………………………...….3

D. Manfaat Penelitian………………………………………………………………..…3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan pustaka………………………………………………………………4

1.Mie basah……………………………………………………………………...4

2.Tepung terigu………………………………………………………………….5

3.Ubi jalar ungu………………………………………………………………….6

4.Tepung ubi jalar ungu……………………………………………………… ..8

5.Pengeringan dan penepungan……………………………………………...10

6.Daya terima…………………………………………………………………...11

7.Tekstur…………………………………………………………………………12

B.Kerangka konsep………………………………………………………..……13

C.Kerangka teori……………………………………………………….………..13

D.Hipotesis………………………………………………………………….…...14

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian……………………………………………………………………….15

B. Lokasi dan waktu penelitian…………………………………………………………15.

C. Devinisi operasional………………………………………………………………….16

D. Langkah – penelitian…………………………………………………………………17

E. pengumpulan, pengolahan dan analisis data……………………………………..22

F. Daftar pustaka………………………………………………………………………...23