makalah+kasus+1+tutor+8+dsp+6

114
MAKALAH KASUS I Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas blok Dental Science Program 6 (Examination of Stomatognathic System) Disusun oleh: Tutor 8 DSP 6 Dosen Pembimbing: Kartika Indah Sari, drg., M.Kes. FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

Upload: zahranff

Post on 17-Feb-2016

49 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

MAKALAH

KASUS I

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas blok Dental Science Program 6

(Examination of Stomatognathic System)

Disusun oleh:

Tutor 8 DSP 6

Dosen Pembimbing:

Kartika Indah Sari, drg., M.Kes.

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2015

Page 2: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

i

Daftar Nama Anggota Tutor 8 DSP 6

1. Benazir Amriza Dini 160110130117

2. Ester Vioni Merdiana S. 160110130118

3. Dhea Ferrani Permatasari 160110130119

4. Khodijah Syukriyah 160110130120

5. Annisa Putri Jania 160110130121

6. Nadia Amanda N. 160110130122

7. Ghinda Nevithya Kono 160110130123

8. Amira Pradsnya P. 160110130124

9. Valencia Ignes 160110130125

10. Dikea Feradilla 160110130126

11. Cleverys Qisthi Phienna 160110130127

12. Riri Werdhany 160110130128

13. Silmi Azhari Armadiani 160110130129

14. Zahra Najmi Afifah 160110130130

15. Ridha Widyastuti 160110130131

16. Salma Nadiyah Ridho 160110130133

Page 3: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

i

DAFTAR ISI

Daftar Nama Anggota Tutorial 8 DSP 6..................................................................i

Daftar Isi..............................................................................................................ii

Kata Pengantar....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................2

1.3 Tujuan dan Manfaat...........................................................................2

BAB II ANALISIS KASUS

2.1 Identitas Pasien..................................................................................4

2.2 Hasil Anamnesis................................................................................4

2.3 Pemeriksaan Klinis............................................................................4

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Fraktur Mahkota................................................................................6

3.2 Gangren Radix...................................................................................15

3.3 Pulpitis Reversible.............................................................................22

3.4 Maloklusi.............................................................................................33

3.5 Tahap Anamnesis..............................................................................46

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................55

Page 4: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Kasus I tepat

pada waktunya.

Makalah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata

kuliah Dental Science Program 6 (DSP 6) di Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Padjadjaran.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen

pembimbing, serta seluruh pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan

makalah ini, baik langsung maupun tidak langsung.

Penulis sudah berusaha mewujudkan makalah ini dengan sebaik-baiknya.

Apabila masih terdapat kesalahan, penulis bersedia menerima kritik dan saran

yang bersifat membangun.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya

dan pembaca pada umumnya.

Bandung, 11 Oktober 2015

Penulis

Page 5: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Mempelajari ilmu pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi pada

manusia merupakan salah satu hal penting yang harus dipelajari oleh siapa

saja terutama dokter gigi. Karena ilmu ini dapat menentukan kesehatan gigi

dan mulut secara keseluruhan.

Pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi pada manusia, umumnya

dibedakan menjadi 2 yaitu, pada periode gigi sulung dan periode gigi

permanen. Karena setiap gigi berbeda waktu erupsi dan tanggal, maka diantara

pergantian gigi sulung dengan gigi permanen disebut dengan periode gigi

campuran (mix dentition). Periode gigi campuran dimulai ketika anak berusia

7 sampai 12 tahun. Pada periode ini diharapkan para dokter gigi maupun

orang tua menguasai ilmu tentang waktu pertumbuhan dan perkembangan gigi

pada anak. Karena pada periode ini sangatlah penting untuk menentukan

oklusi, posisi, maupun relasi dari gigi permanen. Bila gigi anak tanggal

sebelum waktunya atau disebut juga premature loss, hal ini akan

mengakibatkan hilangnya panduan arah tumbuh gigi permanen dan

mengecilnya ruang yang akan ditempati gigi permanen. Namun, bila gigi anak

sudah waktunya tanggal tetapi masih tetap ada disertai dengan kegoyahan

maupun tidak, maka hal ini akan mengakibatkan terhalangnya gigi permanen

untuk erupsi, sehingga mengakibatkan gigi dewasa tumbuh malposisi (tidak

Page 6: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

2

teratur). Selain itu keadaan oral hygiene perlu diperhatikan agar gigi tetap

sehat dan kuat agar terhindar dari karies dan penyakit mulut lainnya.

Keadaan malposisi, maloklusi, dan karies pada gigi geligi dapat

menyebabkan kelainan sistem stomatognatik. Sistem stomatognatik adalah

suatu unit fungsional rongga mulut dalam proses pengunyahan, penelanan,

dan bicara. Apabila sistem stomatognatik ini terganggu akan menimbulkan

kelainan ketika proses pengunyahan, penelanan, atau bicara. Sehingga, hal ini

perlu mendapatkan perawatan dan prognosis yang baik berdasarkan diagnosa

yang tepat untuk mengembalikan fungsi sistem stomatognatik dalam keadaan

normal.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara pemeriksaan, gambaran radiografi, perawatan, dan

prognosis fraktur mahkota?

2. Bagaimana cara pemeriksaan, gambaran radiografi, perawatan, dan

prognosis gangren radix?

3. Bagaimana cara pemeriksaan, gambaran radiografi, perawatan, dan

prognosis pulpitis reversible?

4. Bagaimana cara pemeriksaan, gambaran radiografi, perawatan, dan

prognosis maloklusi?

5. Bagaimana anamnesis dilakukan?

1.3.Tujuan Penulisan

1. Cara pemeriksaan, gambaran radiografi, perawatan, dan prognosis fraktur mahkota.

Page 7: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

3

2. Cara pemeriksaan, gambaran radiografi, perawatan, dan prognosis gangren radix.

3. Cara pemeriksaan, gambaran radiografi, perawatan, dan prognosis pulpitis reversible.

4. Cara pemeriksaan, gambaran radiografi, perawatan, dan prognosis maloklusi.

5. Proses melakukan anamnesis.

Page 8: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

4

BAB II

ANALISIS KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : -

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : -

Pekerjaan : Pelajar Sekolah Dasar

2.2 Hasil Anamnesis

Pasien memiliki masalah pada gigi depan rahang atas yang patah

karena jatuh saat naik sepeda, dan juga gigi geraham belakang bawah

kanan berlubang, sakit bila sedang minum, ingin ditambal. Sedangkan gigi

geraham rahang bawah kiri dan kanan tinggal sisa akar yang terasa goyang

dan ingin dicabut. Selain itu, gigi depan rahang atas dan bawah tampak

tumbuh renggang sehingga ingin dirapihkan, karena merasa malu dan

sering terdapat sisa makanan pada daerah tersebut.

2.3 Pemeriksaan Klinis

2.3.1 Pemeriksaan Ekstra Oral

Tidak ada kelainan sistemik, tidak ada keluhan TMJ, dan kondisi

Oral Hygiene sedang.

2.3.2 Pemeriksaan Intra Oral

1) Gigi 11 dan 21 patah pada 1/3 incisal, pada bagian dentin

tampak berwarna merah muda, vitalitas positif, perkusi

negatif, tekan negatif, mobilitas negatif

Page 9: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

5

2) Gigi 75 dan 85 sisa akar, mobilitas positif grade 2

3) Gigi 46 terdapat karies media, vitalitas positif, perkusi dan

tekan negatif

4) Hubungan puncak bonjol mesiobukal M1 rahang atas

berada pada buccal groove M1 rahang bawah

5) ALD RA = +4 mm, ALD RB = +2 mm, overjet = 4 mm,

overbite = 2 mm

6) Diastema gigi RA = 13//12//11 & 21//22//23

7) Diastema gigi RB = 33/32/31 & 41//42//43

2.3.3 Pemeriksaan Radiografis

1) Data Radiografis

a. Gambaran radiografis segi 11 dan 21 terlihat fraktur

1/3 incisal, tidak mencapai pulpa

b. Membrana periodontal gigi 11 dan 21 normal

c. Tidak ada kelainan periapikal

d. Lamina dura normal

2) Gambaran Gigi 46

a. Terlihat karies media dan belum mencapai pulpa

b. Membran periodontal normal

c. Tidak ada kelainan periapikal

3) Gambaran gigi 75 dan 85 terlihat tinggal sisa akar

4) Ada diastema gigi 11, 12, 13 dan 21, 22, 23 serta 31, 32, 33

dan 41, 42, 43

Page 10: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

6

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Fraktur Dentoalveolar

3.1.1 Definisi

Fraktur yang mengenai gigi-geligi dan alveolus. (Dorland, 2007)

3.1.2 Etiologi

Trauma dentoalveolar, termasuk fraktur, biasanya terjadi akibat

jatuh, kecelakaan di taman bermain, penyiksaan dan domestic violence,

kecelakaan saat bersepeda, kecelakaan bermotor, serangan, perkelahian,

dan cedera olahraga. (Fonseca, 2013)

3.1.3 Klasifikasi Ellis

Klasifikasi Ellis merupakan klasifikasi mengenai fraktur mahkota

(crown fracture). (Abu Samra, 2014)

3.1.3.1 Kelas I

Fraktur Kelas I Ellis hanya melibatkan enamel. Umumnya

terjadi pada sudut mesial atau distal incisive central rahang atas.

Kehilangan central portion pada incisive central rahang atas juga

sering terjadi. (Abu Samra, 2014)

Page 11: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

7

Gambar Fraktur Kelas I Ellis pada gigi incisive central kanan rahang atas.

(Abu Samra, 2014)

1) Gambaran Radiografi

Gambaran radiografi memberikan informasi mengenai

lokasi dan keparahan fraktur.

Gambar Fraktur Kelas I Ellis pada incisal edge gigi incisive lateral kanan

rahang atas. (White dan Pharoah, 2000)

3.1.3.2 Kelas II

Fraktur Kelas II mengenai mahkota tanpa melibatkan

pulpa, melainkan hanya melibatkan enamel dan dentin. (Abu

Samra, 2014)

Page 12: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

8

Gambar Fraktur Kelas II Ellis pada gigi incisive kanan rahang atas. (Abu Samra,

2014)

1) Gambaran Radiografi

Gambar radiografi Fraktur Kelas II Ellis pada gigi incisive kanan rahang

atas.(Andreasen, 2003)

3.1.3.3 Kelas III

Fraktur mahkota yang melibatkan enamel, dentin, dan

pulpa. (Abu, Samra, 2014)

Page 13: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

9

Gambar Fraktur Ellis kelas 3 pada gigi incisive kanan rahang atas.

(Abu Samra, 2014)

Gambar Fraktur Ellis Kelas III pada gigi incisive kiri rahang atas. (Thomas,

2014)

1) Gambaran Radiografi

Foto rontgen penting sebelum membuat diagnosis pada

pasien, dan dari foto tersebut kita dapat melihat batas fraktur

sampai mana. Dari foto tersebut, lokasi yang mengalami fraktur

akan muncul gambaran garis yang radiolusen.

Page 14: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

1

Gambaran radiologi fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa. (Andreasen,

2003)

3.1.3.4 Kelas IV

Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non

vital dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota. (Miloro,

2004)

3.1.3.1 Kelas V

Kelas V klasifikasi Ellis merupakan trauma pada gigi yang

menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi. Avulsi gigi biasanya tidak

terlihat dalam pemeriksaan radiografi. (Abu Samra, 2014)

Page 15: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

1

Gambar Avulsi Gigi (Klasifikasi Ellis Kelas V) (Abu Samra, 2014)

1) Gambaran Radiografi

Gambar Klasifikasi Ellis Kelas VI. (White dan Pharoah, 2000)

3.1.3.2 Kelas VI

Pada Kelas VI Ellis terjadi fraktur akar, dengan atau tanpa

fraktur mahkota. (Miloro, 2004)

1) Gambaran Radiografi

Fraktur pada akar gigi dapat terjadi dimana saja dan dapat

melibatkan satu atau lebih akar. Umumnya, fraktur terjadi pada

sepertiga tengah akar.

Page 16: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

1

Gambar Fraktur Kelas VI Ellis (horizontal) pada incisive central kiri rahang atas.

(Miloro, 2004)

3.1.4 Fraktur Mahkota Kelas II Ellis

3.1.4.1 Definisi

Fraktur pada mahkota gigi yang melibatkan enamel dan

dentin, tanpa melibatkan pulpa.

3.1.4.2 Tanda dan gejala klinis

Gigi yang fraktur terasa sedikit sakit, diakibatkan fraktur

mencapai dentin yang menyebabkan tubuli dentin terbuka sehingga

sensitive terhadap iritasi termal dan kimia. Warnanya juga tampak

kuning ke pink dibanding gigi lainnya. (Ministry of health, 2010)

3.1.4.3 Radiologi

Untuk menegakkan diagnose dan rencana perawatan, perlu

dilakukan pemeriksaan radiologi terlebih dahulu.Gambaran

translusen yang berada di antara segmen gigi menandakan adanya

fraktur, sehingga dapat diketahui letak pastinya. (Zubaidah, 2011).

Page 17: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

1

3.1.4.4 Tata Laksana

Penangaanan Kelas II Ellis adalah dengan cara melapisi

dentin yang terbuka dengan Calcium Hydroxide untuk

menginduksi pembentukan dentin reparatif. Pada kasus yang

memiliki sensitivitas panas atau dingin dapat digunakan calcium

hydroxide dan teknik sandwich pada penggunaan glass ionomer

cement. Selanjutnya temporary restorative resin restoration harus

menutupi seluruh permukaan fraktur. Setelah mengalami

penyembuhan (kurang lebih 4 minggu) dapad digunakan restorasi

resin yang estetik dengan atau tanpa menghilangkan seluruh resin

material. (Loomba, 2010)

Apabila terjadi pelepasan fragmen incisal sepenuhnya dapat

dilakukan pemasangan kembali fragmen yang lepas atau dapat

digunakan composite build up (Loomba., 2010)

3.1.4.5 Prognosis

Prognosisnya baik apabila tanpa terjadi luksasi (Abu

Samra, 2014)

Page 18: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

1

(a)

(b)

(c)

Gambar Fraktur Kelas II Ellis gigi incisive kanan rahang atas, (a) tampak labial,

(b) tampak incisal, (c) gambaran klinis. (Abu Samra, 2014)

Page 19: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

1

3.2 Gangren radix

3.2.1 Etiologi

Pencabutan tidak sempurna yang ditandai dengan

tertinggalnya sebagian akar bahkan mahkota, seringkali terjadi

apabila saat pencabutan mahkota gigi sudah sangat rapuh. Ditandai

dengan bentuk lubang gigi yang sudah sangat besar atau adanya

kelainan bentuk akar yang menyebabkan kesulitan saat pencabutan.

Sisa akar gigi ini dapat disebabkan oleh beberapa hal,

antara lain:

1. Sisa akar gigi yang disebabkan oleh karies gigi

Karies gigi terjadi karena ada bakteri didalam mulut dan

karbohidrat yang menempel di gigi yang dalam waktu tertentu

tidak dibersihkan. Bakteri di dalam mulut akan mengeluarkan

toksin yang akan mengubah karbohidrat menjadi suatu zat yang

bersifat asam yang mengakibatkan demineralisasi email.

Karies yang pada proses awalnya hanya terlihat bercak putih

pada email lama kelamaan akan berubah jadi coklat dan

berlubang. Jika kebersihan mulut tidak dipelihara lubang bisa

menjadi luas dan dalam menembus lapisan dentin. Pada tahap

ini jika tidak ada perawatan gigi lubang bertambah luas dan

dalam sampai daerah pulpa gigi yang banyak berisi pembuluh

darah, limfe dan syaraf. Pada akhirnya gigi akan mati,giginya

Page 20: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

1

kropos,gripis sedikit demi sedikit sampai mahkotanya habis dan

tinggal sisa akar gigi.

2. Sisa akar gigi yang disebabkan karena trauma

Mahkota gigi bisa patah karena gigi terbentur sesuatu

akibat kecelakaan, jatuh, berkelahi atau sebab lainnya.

Seringkali mahkota gigi patah semua dan menyisakan akar gigi

saja. Trauma ini membuat pulpa gigi menjadi mati.

3. Sisa akar gigi disebabkan oleh pencabutan yang tidak

sempurna.

Pada tindakan pencabutan gigi terkadang tidak berhasil

mencabut gigi secara utuh. Mahkotanya patah dan akar didalam

gusi masih tertinggal. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal

antara lain struktur gigi yang rapuh, akar gigi yang bengkok,

akar gigi yang menyebar, kalsifikasi gigi, dan tekanan yang

berlebihan pada waktu tindakan pencabutan. Sisa akar gigi

tertinggal ukurannya bervariasi mulai dari kurang dari 1/3 akar

gigi sampai akar gigi sebatas gusi. Sisa akar gigi yang hanya

dibiarkan saja kemungkinan bisa muncul keluar gusi setelah

beberapa waktu, hilang sendiri karena teresorbsi oleh tubuh

bahkan bisa berkembang jadi kista

3.2.2 Komplikasi

Masyarakat masih banyak yang tidak memperhatikan

kesehatan gigi dan mulutnya. Sisa akar gigi yang tertinggal dalam

Page 21: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

1

rongga mulut dibiarkan saja. Padahal akibat yang ditimbulkan sisa

akar gigi banyak sekali. Sisa akar gigi bisa mengakibatkan nyeri

kepala berkepanjangan, bau mulut tidak enak dan trigger

pertumbuhan kista bahkan neoplasma.

Sisa akar gigi biasanya sudah tidak vital lagi, pulpanya

mati. Gigi mengalami kerusakan yang parah dan setiap sisa akar

gigi berpotensi untuk terjadi infeksi akar gigi dan infeksi jaringan

penyangga gigi. Infeksi ini menimbulkan rasa sakit dari ringan

sampai hebat, gusi mengalami pembesaran, terjadi pernanahan,

bengkak di wajah sampai sukar membuka mulut (trismus). Pasien

terkadang menjadi lemas karena susah makan. Pembengkakan

yang terjadi di bawah rahang, kulit memerah, teraba keras

bagaikan kayu, lidah terangkat keatas dan rasa sakit yang

menghebat sangat berbahaya dan jika terlambat penanganan dapat

merenggut jiwa (Ludwig’s angina).

Infeksi pada akar gigi maupun jaringan penyangga gigi

dapat mengakibatkan migrasinya bakteri ke organ yang lain lewat

pembuluh darah. Teori ini dikenal dengan Fokal infeksi. Bakteri

yang berasal dari infeksi gigi masuk ke organ vital lain dan

memperbesar resiko penyakit jantung, ginjal, lambung, persendian,

dan lain sebagainya. Jadi, gigi yang terinfeksi menjadi pintu masuk

bagi bakteri untuk menyebar ke seluruh tubuh.

Page 22: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

1

Gigi yang tinggal sisa akar tidak dapat digunakan untuk

proses pengunyahan yang sempurna. Gangguan pengunyahan

menjadi alasan masyararakat untuk membuat gigi tiruan.

Masalahnya, sampai sekarang banyak yang masih membuat gigi

tiruan diatas sisa akar gigi. Keadaan ini bisa memicu terjadinya

infeksi gigi dan jaringan penyangga gigi.

3.2.3 Diagnosis

Faktor-faktor yang menentukan diagnosis status pulpa terdiri dari:

1. Pemeriksaan visual-tactile

2. Pemeriksaan Radiografi

a. Daerah furkasi dan periradikuler

b. Saluran akar

c. Membran periodontal

d. Perkembangan benih gigi permanen

3. Riwayat sakit spontan

4. Sakit saat diperkusi

5. Sakit saat fungsi mastikasi

6. Derajat mobilitas

7. Palpasi pada jaringan sekitar

8. Ukuran, gambaran, dan jumlah perdarahan terkait

eksponansi pulpa

Page 23: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

1

Faktor

Diagnostik

Status Pulpa

Pulpitis

Reversible

Pulpitis

Irreversible

Nekrosis

Pulpa

Peningkatan

mobilitasTidak Ya Ya

Terasa lunak

saat perkusiTidak Ya Sering

Sensitivitas Ya Ya Tidak selalu

Perubahan

patologis atau

radiografis

(penebalan

ligamen

priodontal atau

penyakit

radikuler)

Tidak Sering Ya

Perdarahan Tidak Sering Tidak

Nyeri

Kadang,

tergantung

stimulan

Ya Sering

Sinus Tidak Tidak Bisa jadi

Pembengkakan Tidak Bisa jadi Bisa jadi

Tabel 1. Faktor diagnostik yang menentukan status pulpa

Page 24: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

2

(Mohammad, G., dkk, 2012)

3.2.4 Perawatan

Sisa akar gigi yang tertinggal dalam rongga mulut tidak

boleh dibiarkan begitu saja. Akar gigi yang masih utuh dengan

jaringan penyangga yang masih baik masih bisa dirawat. Jaringan

pulpanya dihilangkan, diganti dengan pulpa tiruan, kemudian

dibuatkan mahkota gigi. Akar gigi yang sudah tidak bisa dirawat

perlu dicabut. Pencabutan sisa akar gigi umumnya mudah. Gigi

sudah mengalami kerusakan yang parah sehingga jaringan

penyangganya sudah tidak kuat lagi. Untuk kasus yang berat

dibutuhkan pembedahan ringan.

Perawatan gangren radix pada anak-anak sebaiknya dengan

ekstraksi karena jika mempertahankan gigi, mengganggu

pertumbuhan benih gigi. Setelah dilakukan ekstraksi diberi space

maintainer agar ruang untuk gigi berikutnya erupsi tetap terjaga

dan mencegah crowding.

3.2.5 Prognosis

Gangrene radix yang diberi perawatan berupa ekstraksi

gigi memiliki prognosis baik, karena sisa akar gigi yang sudah

goyah dan tidak dimungkinkan dirawat jaringan penyangganya

perlu dilakukan pencabutan. Pencabutan sisa akar gigi ini

umumnya mudah, karena gigi sudah mengalami kerusakan yang

Page 25: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

2

parah sehingga jaringan penyangga giginya sudah tidak kuat lagi.

Untuk kasus yang sulit dibutuhkan tindakan bedah ringan.

Sedangkan akar gigi yang dirawat dengan menghilangkan

jaringan pulpanya kemudian diganti dengan pulpa tiruan dan

dibuatkan mahkota gigi tiruan berupa pin crown prognosisnya

tergantung dari kondisi sisa akar dan jaringan penyangganya,

namun umumnya memiliki prognosis yang buruk karena sisa akar

secara umum tidak cukup dapat memberikan retensi yang baik bagi

gigi tiruan yang berpegang pada pasak atau berupa pin yang

ditanamkan ke dalam saluran pulpa yang telah di rawat pada sisa

akar.

3.2.6 Radiografi

Untuk menangani gangrene radix dengan ekstraksi gigi,

diperlukan pula pemeriksaaan penunjang seperti rontgen foto guna

memperjelas posisi akar tertinggal tersebut. Rontgen foto ini

berfungsi sebagai panduan dan penentuan prosedur pengangkatan

sisa akar gigi tersebut baik saat pencabutan maupun pembedahan.

Jika gambaran foto rontgen menunjukkan akar hanya dibatasi oleh

tulang yang tipis, akar harus dikeluarkan dengan membuat flap dan

mengambil atau memotong bagian dari tulang bukal. Hal ini

dilakukan oleh dokter spesialis bedah mulut.

Page 26: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

2

Hasil foto rontgent periapikal pada gangrene radix dapat

menunjukkan radiolusen pada 1/3 akar, lebih dari 1/3, ataupun

seluruhnya mulai dari cervical sampai ke apical seperti pada

Gambar 2.2.7, dan sudah tidak terdapat gambaran struktur

mahkota. Terdapat gambaran radiolusen pada sepanjang saluran

akar yang menandakan nekrosis pulpa dan gigi nonvital. Jaringan

penyangga menunjukkan abnormalitas dengan gambaran

membrane periodontal menghilang sebagian dan terputus-putusnya

lamina dura. Kesan radiografi menyimpulkan adanya kelainan pada

mahkota, akar, lamina dura, dan membrane periodontal. Suspek

radiografi yang dapat ditegakkan adalah nekrosis et causa karies

pulpa.

Gambar 2.2.7 Gangrene Radix pada gigi 15

3.3 Pulpitis reversible

Pulpitis reversible merupakan proses inflamasi ringan yang apabila

penyebabnya dihilangkan maka inflamasi menghilang dan pulpa akan

Page 27: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

2

kembali normal. Faktor-faktor yang menyebabkan pulpitis reversible,

antara lain stimulus ringan atau faktor irritant seperti karies, scaling

jaringan periodontal yang dalam, root planning, dan restorasi yang tidak

diberikan base. Faktor lainnya juga dapat berupa erosi servikal, atau atrisi

oklusal, sebagian besar prosedur operatif, dan fraktur email yang

menyebabkan tubulus dentin terbuka.

3.3.1 Tanda dan Gejala

1) Sakit dengan durasi yang singkat

2) Rasa sakit tidak spontan (biasa sakit akibat diberi rangsangan)

3) Biasa akibat suhu yang ekstrim dan kadang-kadang dapat akibat

makanan yang terlalu manis

4) Rasa sakit berasal dari dentin

5) Tidak ada pembesaran dari ligament periodontal pada pemeriksaan

radiografi

3.3.2 Gambaran Radiografi

1. Pulpa normal

Pulpa normal merupakan kategori diagnostic klinis dimana pulpa

bebas gejala (symptom-free) dan merespon tes pulpa secara normal. Meskipun

pulpa mungkin secara histologis tidak normal. Pulpa yang normal secara klinis

merespon tes suhu dingin secara ringan dan sementara, bertahan tidak lebih

dari satu atau dua detik setelah stimulus dihilangkan. Sebaiknya dalam

melakukan tes pulpa, gigi yang berdekatan dan contralateral dites terlebih

Page 28: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

2

dahulu sehingga pasien mengenali (familiar dengan) respon normal terhadap

tes dingin. (Garg, 2013)

Gambar 3.3.1 Gambar radiografi dari gigi normal memperlihatkan lamina dura yang utuh dan

tidak adanya patologi pulpa. (Garg, 2013)

2. Pulpitis reversible

Pulpitis reversible berdasar pada temuan subjektif dan objektif yang

mengindikasikan bahwa inflamasi harus berhenti dan pulpa kembali ke

keadaan normal setelah etiologi diberikan tatalaksana yang tepat.

Ketidaknyamanan (discomfort) dirasakan ketika stimulus seperti suhu dingin

atau rasa manis diaplikasikan dan ketidaknyamanan tersebut hilang dalam

beberapa detik setelah stimulus dihilangkan. Etiologi yang khas mencakup

dentin yang terpapar (sensitivitas dentin), karies, atau restorasi yang dalam.

Tidak terdapat perubahan radiografis yang signifikan pada region periapikal

dari gigi yang dicurigai. Pada tahap ini tidak terdapat bukti radiologi dari

penyakit. Periodontal ligament space (PLD), lamina dura, dan tulang

disekelilingnya tidak terkena. dan rasa sakit tidak timbul secara spontan.

Setelah dilakukan tatalaksana dari etiologi (misalnya pembersihan karies dan

Page 29: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

2

restorasi; melindungi dentin), gigi tersebut memerlukan evaluasi lebih lanjut

untuk memutuskan apabila pulpitis reversible kembali normal. (Garg, 2013)

Gambar 3.3.2.1 Penempatan restorasi yang dalam menyebabkan inflamasi pulpa. (Garg, 2013)

Gambar 3.3.2.2 Radiografi memperlihatkan restorasi yang dalam kira-kira telah mencapai pulpa

pada molar mandibula.(Garg, 2013)

Gambar 3.3.2.3 Molar pertama maksila memiliki karies pada mesial-occlusal dan pasien

mengeluhkan sensitivitas terhadap rasa manis dan cairan dingin. Tidak terdapat ketidaknyamanan

pada saat menggigit dan tes perkusi. Gigi tersebut merespon secara berlebihan terhadap Endo-

Ice® tanpa rasa sakit yang berlama-lama (lingering pain). Diagnosis: pulpitis reversible; jaringan

apical normal. (www.aae.org/colleagues)

Page 30: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

2

3.3.3 Diagnosis Banding: Pulpitis Irreversible

3.3.3.1 Gejala Klinis:

1) Rasa sakit yang berlangsung selama beberapa menit sampai

beberapa jam tanpa ada stimulus eksternal

2) Rasa sakit berdenyut yang mampu membangunkan pasien di

malam hari

3) Rasa sakit spontan sepanjang hari dan malam

4) Rasa sakit yang berlangsung lama ketika makan makanan panas

atau dingin. Pada tahap selanjutnya, panas akan lebih sifnigikan;

dingin akan meredakan rasa sakit.

5) Rasa sakit ketik amakan makanan manis atau asam

6) Rasa sakit pada saat menggigit dan pengisapan yang dilakukan

oleh lidah atau pipi

7) Rasa sakit pada saat sikap berbaring yang menyebabkan

kongesti pembuluh darah pulpa

8) Rasa sakit awalnya dapat menyebar, tetapi setelah ligament

periodontal terlibat, pasien akan dapat menunjukkan gigi yang

terkena

9) Pada gambaran radiografi dapat terlihat penebalan ligament

periodontal.

Page 31: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

2

3.3.3.2 Gambaran Radiografi Pulpitis irreversible:

Merupakan kondisi inflamasi persisten dari pulpa,

simptomatik atau asimptomatik, yang disebabkan oleh stimulus

noxious. Gambaran radiografi mungkin memperlihatkan karies

yang dalam dan luas. Area periapikal memperlihatkan penampilan

yang normal tetapi pelebaran yang sedikit mungkin ditemukan

pada tahap yang lebih lanjut dari pulpitis. (Garg, 2013)

Gambar 3.3.3.1 Karies gigi yang menyebabkan pulpitis. (Garg, 2013)

Gambar 3.3.3.2 Radiografi memperlihatkan pulpa yang terpapar pada premolar

kedua dan molar pertama mandibula. (Garg, 2013)

Page 32: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

2

Gambar 3.3.3.3 Karies sekunder di bawah restorasi. (Garg, 2013)

Gambar 3.3.3.4 Radiografi memperlihatkan karies sekunder di bawah restorasi

gigi molar pertama. (Garg, 2013)

1) Pulpitis irreversible simptomatik

Pulpitis irreversible simptomatik berdasarkan temuan

subjektif dan objektif dimana pulpa vital yang terinflamasi

tidak dapat sembuh dan perawatan saluran pulpa diindikasikan.

Karakteristiknya termasuk rasa sakit tajam terhadap stimulus

suhu, rasa sakit yang berkepanjangan (seringkali tiga puluh

detik atau lebih setelah stimulus dihilangkan), rasa sakit yang

muncul secara spontan, dan rasa sakit yang menyebar (referred

pain). Kadang-kadang rasa sakit dapat diperparah dengan

perubahan posisi seperti pada saat berbaring dan menunduk

dan analgesic yang dijual di pasaran biasanya tidak efektif.

Etiologi umum termasuk karies yang dalam, restorasi yang

luas, dan fraktur yang membuat jaringan pulpa terpapar. Gigi

dengan pulpitis irreversible simptomatik mungkin sulit untuk

didiagnosis karena inflamasi belum mencapai jaringan

periapikal, sehingga tidak menghasilkan rasa sakit atau

Page 33: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

2

ketidaknyamanan terhadap perkusi. Dalam kasus ini, riwayat

dental dan tes suhu merupakan alat yang utama dalam menilai

status pulpa. (www.aae.org/colleagues, 2013)

Gambar 3.3.2 Setelah penempatan mahkota emas penuh pada molar kedua

maksila, pasien mengeluhkan sensitivitas terhadap cairan dingin dan panas;

sekarang rasa sakitnya timbul secara spontan. Setelah aplikasi Endo-Ice®

pada gigi ini, pasien mengeluhkan rasa sakit dan setelah stimulus

dihilangkan, rasa sakit tersebut tetap bertahan selama dua belas detik.

Respon terhadap perkusi dan palpasi normal; secara radiografi tidak

terdapat perubahan tulang (osseus changes). Diagnosis: pulpitis irreversible

simptomatik; jaringan apical normal. (www.aae.org/colleagues, 2013)

2) Pulpitis irreversible asimptomatik

Pulpitis irreversible asimptomatik merupakan diagnosis

klinis yang berdasar pada temuan subjektif dan objektif yang

mengindikasikan bahwa pulpa tidak dapat sembuh dan

perawatan saluran akar diindikasikan. Kasus ini tidak memiliki

Page 34: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

3

gejala klinis dan biasanya merespon secara normal terhadap tes

suhu tetapi mungkin memiliki trauma atau karies yang dalam

yang apabila karies tersebut dibersihkan akan menghasilkan

pulpa yang terpapar. (www.aae.org/colleagues, 2013)

3.3.4 Tes vitalitas

Pada pulpa

1. Dengan tes vitalitas, stimulasi langsung pada dentin dengan sondasi,

tes dingin, panas listrik

1) Termal Test/ Tes Panas

- Daerah yang akan dites diisolasi dan dikeringkan.

- Udara hangat dikenakan pada permukaan gigi yang

terbuka.

- Catat respon pasien. Untuk mendapatkan subuah respon

bisa dengan temperatur yang lebih tinggi, dengan

menggunakan air panas, gula perca panas atau komponen

panas atau instrumen yang dapat menghantarkan

temperatur yang terkontrol pada gigi.

2) Tes Dingin

Page 35: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

3

- Semprotkan etil klorida pada gulungan kapas penguapan

cepat dapat menimbulkan sensasi dingin. Gulungan

kapas dikenakan pada mahkota gigi.

- Air yang dibekukan pada kapsul anestotik kosong

menghasilkan suatu batang es untuk tes dingin.

- Gulungan kapas disemprotkan dengan Frigident (insert),

untuk dikenakan pada permukaan mahkota; Frigident

dengan temperatur kira-kira -50o C, bila disemprotkan

pada email/ permukaan mahkota gigi yang direstorasi

merupakan test yang paling teliti untuk mengetahui

vitalitas pulpa.

3) Tes Electric

Electric pulp tester banyak dipakai untuk membedakan

antara lesi endodontik dan lesi-lesi yang tidak terlihat pada

radiografi. Alat ini dirancang untuk memberikan arus listik

untuk menstimulasi serabut-serabut A-delta bermyelin

(myelinated A-delta fibers) yang paling dekat; alat ini

biasanya tidak menstimulasi serabut-serabut C tak

bermyelin disebabkan ambangnya yang lebih tinggi.3

Electric pulp tester menunjukkan transmisi neural dan

keberadaan serabut syaraf vital, tapi tidak mengukur

kesehatan atau integritas pulpa

4) Tes Anastesis

Page 36: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

3

- Menggunakan injeksi infiltrasi atas intraligamen.

- Lakukan pada gigi paling belakang (pada daerah yang

dicurigai sakit).

- Bila rasa sakit masih ada setelah dianastesi, lakukan

anstesi di sebelah mesial (lakukan sampai sakit hilang).

5) Tes kavitas / pembuangan jaringan karies.

- Cara: mengebur melalui pertemuan dentin-email sebuah

gigi yang tidak di anastesi, suatu sensasi rasa sakit

menunjukkan adanya vitalitas pada pulpa.

Tes dingin Respon hebat dan lama

Tes panas Respon bertambah hebat dan menetap

Perawatan pulpitis irreversible

Pulpektomi ->Membuang semua jaringan di kamar pulpa dan di saluran

akar kemudian dilakukan pengisian saluran akar

3.3.5 Perawatan Pulpitis Reversibel

Menghilangkan penyebab iritan (perbaikan restorasi,

menghilangkan karies; sedative dressing misal: cavit, menutup serta

melindungi dentin yang terbuka; desensitisasi) dan memulihkan proses

inflamasi jaringan pulpa. Bila, iritasi pulpa berlanjut atau intensitasnya

meningkat, inflamasi akan berkembang menjadi sedang bahkan parah yang

Page 37: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

3

akhirnya akan menjadi pulpitis ireversibel dan bahkan nekrosis. Bila pulpa

tereksponasi, lakukan perawatan pulpa (indirect pulp capping).

3.3.6 Prognosis

Prognosis untuk pulpa baik bila iritan ditangani sedari dini; bila

tidak akan berkembang menjadi pulpitis ireversibel.

3.4 Maloklusi

Maloklusi merupakan oklusi abnormal yang ditandai dengan tidak

harmonisnya hubungan antar lengkung di setiap bidang spasial atau

anomali abnormal dalam posisi gigi.13 Maloklusi menunjukkan kondisi

oklusi intercuspal dalam pertumbuhan gigi yang tidak reguler. Penentuan

maloklusi dapat didasarkan pada kunci oklusi normal. Angle membuat

pernyataan key of occlusion artinya molar pertama merupakan kunci

oklusi.

3.2.1 Klasifikasi Maloklusi

Terdapat berbagai macam klasifikasi maloklusi yaitu

klasifikasi Angle, Achkerman dan Profit, klasifikasi Deway

modifikasi Angle, klasifikasi Lischer modifikasi Angle.

3.2.1.1 Klasifikasi Angle

Angle mendasarkan klasifikasinya atas

asumsi bahwa gigi molar pertama hampir tidak

pernah berubah posisinya. Klasifikasi Angle

merupakan klasifikasi yang paling banyak

digunakan dalam penentuan maloklusi.

Page 38: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

3

Angle menggambarkan tujuh malposisi individu

gigi yaitu bukal atau labial, lingual, mesial, distal,

rotasi, infraposisi, supraposisi. Malposisi gigi ini

dapat digunakan untuk menggambarkan maloklusi

secara lebih lengkap.

Klasifikasi maloklusi Angle :

Maloklusi Kelas I

Relasi lengkung anteroposterior yang normal

dilihat dari relasi molar pertama permanen

meskipun mesiobukal cusp molar pertama

permanen atas berada pada bucal groove molar

pertama permanen mandibula. Maloklusi kelas I

dapat disertai dengan openbite, protrusi

bimaksila dan kelainan yang paling banyak

adalah disertai dengan crowded, sedangkan

diastema multiple yang menyeluruh jarang

dijumpai.

Gambar Oklusi normal

Page 39: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

3

Maloklusi Kelas II

Relasi posterior dari mandibula terhadap

maksila. Mesiobukal cusp molar pertama

permanen atas berada lebih mesial dari bucal

groove gigi molar pertama permanen

mandibula.Karakteristik maloklusi kelas II

adalah protrusive gigi anterior atas dengan

overjet yang besar dan kadang disertai

retroklinasi gigi insisivus.

Divisi I :Insisivus gigi rahang atas letakya

labioversio (protrusi bilateral)

Subdivisi :Insisivus rahang atas letaknya

labioversio (protrusi unilateral)

Menurut Moyers yang dikutip oleh Karin

dan Yuniar pada penderita maloklusi kelas II

divisi I biasanya ditandai dengan profil muka

yang konveks, overjet, yang besar dan kadang-

kadang disertai dengan deep bite. Pada keadaan

demikian, tekanan otot-otot muka tidak normal,

sehingga sering dijumpai sulcus mentolabial yang

dalam atau disebut lip trap.

Selain itu menurut Staley maloklusi kelas II

divisi I digambarkan dengan maksila yang sempit,

Page 40: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

3

gigi insisivus atas yang terlihat lebih panjang dan

protrusiv, fungsi bibir yang tidak normal dan

kadang-kadang dijumpai beberapa obstruksi nasal

serta bernafas melalui mulut.

Gambar Maloklsi kelas II

Divisi II : insisivus sentral rahang atas

letakya palatoversi.

Maloklusi Kelas III

Relasi anterior dari mandibula terhadap

maksila. mesiobukal cusp molar pertama

permanen atas berada lebih distal dari bukal

groove gigi molar pertama permanen

mandibula.

Gambar Maloklusi kelas III

Page 41: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

3

Klasifiksi Angle memiliki kekurangan.

Beberapa kekurangan klasifikasi Angle sebagai

berikut : Klasifikasi Angle didasarkan atas

relasi molar pertama permanen. Bila molar

pertama permanen bergeser karena prematur

ekstraksi molar sulung, maka relasi molar yang

ada bukan relasi molar yang sebenarnya

sebelum terjadi pergeseran. Bila molar pertama

permanen telah dicabut berarti tidak ada relasi

molar.

Bila terjadi pergeseran molar pertama

permanen ke mesial maka perlu dibayangkan

letak molar pertama permanen sebelum terjadi

pergeseran, baru ditetapkan klasifikasinya,

demikian juga jika molar permanen telah

dicabut.

Ada kemungkinan relasi molar permanen

kanan tidak sama dengan relasi molar pertama

permanen kiri. Angle memperbolehkan hal ini

dan disebut subdivisi pada kelas II dan kelas

III. Angle berpendapat letak molar pertama

permanen tetap stabil dalam perkembangan

pada rahag sehingga dengan melihat relasi

Page 42: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

3

molar dapat juga dil;ihat relasi rahang.Hal ini

tidak selamanya benar karena letak gigi dalam

perkembangannya tidak sama dengan letak

rahang.

Dari kekurangan klasifikasi Angle maka

beberapa penyempurnaan klasifikasi dilakukan

yaitu:Ackerman dan Profit yang dikutip oleh

Bisara meresmikan sistem tambahan informal

pada metode Angle dengan mengidentifikasi

karakteristik utama dari maloklusi untuk

digambarkan secara sistematis pada klasifikasi

Pendekatan tersebut menutupi kelemahan

utama skema Angle.

Menurut Ackerman dan Profit yang dikutip

oleh Binasa membagi maloklusi dalami 9

kategori antara lain:

1. Alignment (spacing,crowding)

2. Profil (convex, straight, concave)

3. Deviasi sagital (crossbite)

4. Deviasi vertikal (Kelas Angle)

5. Deviasi vertical (deep bite dan open bite)

6. Deviasi transsagital (kombinasi crossbite

dan kelas Angle)

Page 43: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

3

7. Sagitovertikal( kombinasi Angle dan deep

over bite atau open bite)

8. Deviasi vertikotransver (kombinasi deep

over bite atau open bite dengan crossbite)

9. Deviasi transsagitovertikal

3.2.1.2 Klasifikasi Dewey Modifikasi Angle

Klasifikasi dewey yang dikutip oleh

Dewanto, yaitu modifikasi dari Angle kelas I dan

kelas III.

Modifikasi Angle’s kelas I.

Maloklusi Klas 1: relasi lengkung anteroposterior

normal dilihat dari relasi molar pertama permanen

(netroklusi)

Tipe 1 : kelas I dengan gigi anterior

letaknya berdesakan atau crowded atau gigi C

ektostem.

Tipe 2 : kelas I dengan gigi anterior letaknya

labioversi atau protrusi

Tipe 3 : kelas I dengan gigi anterior palatoversi

sehingga terjadi gigitan terbalik ( anterior

crossbite).

Tipe 4 : kelas I dengan gigi posterior yang

crossbite.

Page 44: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

4

Tipe 5 : kelas I dimana terjadi pegeseran gigi molar

permanen ke arah mesial akibat premtur ekstraksi.

Modifikasi Angle’s kelas III.

1) Tipe 1 : oklusi di anterior terjadi edge to

edge.

2) Tipe2 : insisivus mandibula crowding

akibat insisivus maksila yang terletak ke

arah lingual.

3) Tipe3 : lengkung maksila kurang

berkembang, gigi insisivus crowding

sedangkan lengkung mandibula berkembang

normal.

3.2.2 Definisi ALD

Metode arch length discrepancy (ALD) merupakan salah

satu cara penetapan kebutuhan ruang untuk pengaturan gigi dalam

perawatan ortodontik, metode ini merupakan penyederhanaan dari

metode analisis set up model yang dikemukakan oleh Kesling.

Dengan menggunakan metode ALD perencanaan perawatan akan

lebih mudah dilakukan karena tidak perlu menggunakan model

khusus, jadi langsung bisa dilakukan pada model studi.

Dalam menentukan ruang yang dibutuhkan pada analisis

ALD diperlukan ukuran lengkung gigi yang ideal dengan lengkung

rahang. Lengkung gigi adalah lengkung yang dibentuk oleh

Page 45: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

4

mahkota gigi geligi. Lengkung gigi merupakan refleksi dari

gabungan ukuran mahkota gigi, posisi dan inklinasi gigi, bibir,

pipih dan lidah. Terjadinya disharmoni antara lebar mesiodistal

gigi geligi dengan ukuran rahang sering dikaitkan dengan

maloklusi. Lundstrum menemukan bahwa keberjejalan gigi sering

ditemukan pada gigi geligi yang besar ukurannya. Pendapat ini

didukung oleh Doris dkk. Lavelle yang meneliti perbedaan lebar

mesiodistal gigi berdasarkan maloklusi menyatakan bahwa lebar

mesiodistal gigi permanen paling besar pada kelas I, terkecil pada

kelas III, dan yang berada diantaranya adalah kelas II. Gerard dkk

juga menyatakan bahwa perbedaan ukuran gigi terjadi pada kelas II

divisi 1 maloklusi dengan kelas III maloklusi. Arya dkk

menyatakan bahwa tidak ada perbedaan lebar mesiodistal gigi

dalam kategori maloklusi. Howe dkk juga menyatakan bahwa tidak

ada perbedaan antara lebar mesiodistal pada kelompok gigi berjejal

dan tidak berjejal.

Analisis ALD menggambarkan adanya hubungan jumlah

ukuran lebar mesiodistal gigi-gigi (lengkung gigi) dengan

lengkung rahang dalam menentukan rencana perawatan. Hal ini

juga telah banyak dilaporkan bahwa estetik yang baik akan tercipta

bila terjadi harmonisasi antara lengkung geligi dengan morfologi

ukuran gigi begitupun sebaliknya jika terjadi disharmoni antaranya

maka akan menyebabkan terjadinya maloklusi.

Page 46: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

4

3.2.3 Analisis Arch Length Discrepancy (ALD)

Analisis ALD merupakan salah satu cara penetapan kebutuhan

ruang untuk pengaturan gigi-gigi dalam perawatan ortodontik. Analisis

ini juga merupakan penyederhanaan dari metode analisis Set up model

yang dikemukakan oleh Kesling (1956). Tujuan analisis ini adalah untuk

mengetahui perbedaan panjang lengkung rahang dengan panjang

lengkung gigi sehingga diketahui berapa selisihnya agar dapat ditentukan

indikasi perawatannya.

Metode ini mempunyai prinsip dasar yang sama dengan metode

Kesling, yaitu menetapkan diskrepansi antara lengkung gigi yang

direncanakan dengan besar gigi yang akan ditempatkan pada lengkung

tersebut pada saat melakukan koreksi maloklusi. Perbedaannya adalah,

pada metode Kesling dilakukan langsung pada model dengan

memisahkan gigi - gigi yang akan dikoreksi dengan cara menggergaji

masing - masing mahkota gigi dari bagian processus alveolarisnya

setinggi 3 mm dari marginal gingiva, kemudian menyusun kembali pada

posisi yang benar. Diskrepansi ruang dapat diketahui dari sisa ruang

untuk penempatan gigi Premolar pertama dengan lebar mesiodistal gigi

tersebut untuk masing - masing sisi rahang.

Pada metode determinasi lengkung dilakukan dengan cara tidak

langsung yaitu dengan mengukur panjang lengkung ideal yang

direncanakan pada plastik transparan di atas plat gelas, kemudian

membandingkan dengan jumlah lebar mesiodistal gigi yang akan

ditempatkan pada lengkung tersebut. Dengan metode ini perencanaan

perawatan akan lebih mudah dilakukan karena tidak perlu membuat

Page 47: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

4

model khusus (Set up model), jadi langsung bisa dilakukan pada model

studi.

Langkah pertama dalam analisis ini adalah mengukur lebar

mesial distal terbesar gigi menggunakan jangka berujung runcing atau

jangka sorong. Analisis Nance mengukur mesial distal setiap gigi yang

berada di mesial gigi molar pertama permanen atau ukuran lebar

mesiodistal gigi geligi ditentukan dengan mengukur jarak maksimal dari

titik kontak mesial dan distal gigi pada permukaan interproksimalnya

ataupun diukur pada titik kontak gigi yang bersinggungan dengan titik

kontak gigi tetangganya. Jumlah lebar total menunjukkan ruangan yang

dibutuhkan untuk lengkung gigi yang ideal. Pengukuran dilakukan

pada gigi molar pertama kiri sampai molar kedua kanan pada setiap

rahang.7,12,13

Gambar 1. Cara pengukuran lebar mesiodistal gigi dengan menggunakan caliper menurut

Nance. Sumber: Laviana, Avi. Analisis model studi, sumber informasi penting bagi diagnosis

ortodontik. Bandung: FKG Universitas Padjadjaran. 2009.

Page 48: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

4

Selanjutnya panjang lengkung rahang diukur

menggunakan kawat lunak seperti brass wire atau kawat

kuningan. Kawat ini dibentuk melalui setiap gigi, pada geligi

posterior melalui permukaan oklusalnya sedangkan pada geligi

anterior melalui tepi insisalnya. Jarak diukur mulai mesial

kontak molar pertama permanen kiri hingga kanan. Penilaian

dilakukan dengan cara membandingkan ukuran panjang lengkung

gigi ideal dengan panjang lengkung rahang. Jika hasilnya

negatif berarti kekurangan ruangan, jika hasilnya positif berarti

terdapat kelebihan ruangan.4,5

Gambar 2. Pengukuruan panjang lengkung menurut Nance menggunakan brass wire

melibatkan gigi geligi di mesial molar pertama. A. Rahang atas, B. Rahang bawah. Sumber: Laviana,

Avi. Analisis model studi, sumber informasi penting bagi diagnosis ortodontik. Bandung: FKG

Universitas Padjadjaran. 2009.

Teknik lain untuk mengukur panjang lengkung rahang

diperkenalkan oleh Lundstrom, yaitu dengan cara membagi lengkung

gigi menjadi enam segmen berupa garis lurus untuk setiap dua gigi

termasuk gigi molar pertama permanen. Setelah dilakukan

Page 49: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

4

pengukuran dan pencatatan pada keenam segmen selanjutnya

dijumlahkan. Nilai ini dibandingkan dengan ukuran mesial distal 12

gigi mulai molar pertama permanen kiri hingga kanan. Selisih

keduanya menunjukkan keadaan ruangan yang tersisa. 4,5

Gambar 3. Teknik pengukuran panjang lengkung rahang secara segmental menurut Lundstrom.

Sumber: Laviana, Avi. Analisis model studi, sumber informasi penting bagi diagnosis ortodontik.

Bandung: FKG Universitas Padjadjaran. 2009.

Teknik pengukuranpanjang rahang lain secara segmental

juga dikemukakan oleh Hovda (1987), dengan membagi menjadi

enam segmen. Pengukuran ini berada tepat dibawah titik kontak

gigi dan diatas papilla gingiva. Keenam segmen tersebut adalah (1)

papilla diantara molar pertama dan premolar kedua sampai papilla

diantara caninus dan premolar pertama (2) papilla diantara canine

dan premolar pertama sampai papilla diantara caninus dan

insisivus lateral (3) Papilla di antara caninus dan insisivus lateral

sampai papilla diantara insisivus lateral dengan insisivus sentral.

Page 50: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

4

Pengkuran lengkung panjang rahang menunrut Hovda dibagi menjadi enam segmen.

Sumber : Essential of Orthodontis Diagnosis and Treatment. 2010

ALD didapatkan melalui selisih antara panjang lengkung

rahang dengan panjang mesio-distal gigi (biasanya untuk rahang

atas gigi 16 sampai 26, untuk rahang bawah 36 sampai 46). Jika

ALD bernilai -1 sampai dengan -2 mm maka dapat disimpulkan

bahwa terdapat pro-slicing atau adanya diestema diantara gigi.

Apabila ALD bernilai -2 sampai dengan -4 mm maka gigi harus

dilakukan pro ekspansi. Apabila ALD bernilai lebih dari -4 mm

maka harus dilakukan ekstraksi gigi/ pro-ekstraksi.

3.5 Tahap anamnesis

Anamnesis merupakan pemeriksaan tahap awal yang dilakukan

dengan wawancara yang dapat menegakkan diagnosis ± 80%. Tujuan dari

dilakukannya anamnesis yaitu untuk mendapatkan gambaran kesehatan

pasien secara umum & memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang

penyakit pasien. Ada dua jenis anamnesis yaitu, autoanamnesis

Page 51: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

4

(wawancara terhadap pasien) dan hetero/alloanamnesis (terhadap keluarga/

relasi terdekat pasien, dan sumber lainnya).

3.5.1 Data Anamnesis

3.5.1.1 Anamnesis Identitas

1) Nama lengkap untuk menghindari tertukar dengan

orang lain

2) Umur pasien untuk mengetahui kecendrungan

penyakit pada usia tersebut

3) Jenis kelamin untuk mengetahui penyakit

tertentu,misal pada wanita (haid dan kehamilan)

atau laki-laki (prostat)

4) Alamat + nomor telefon untuk mengetahui

gambaran lingkungan tempat tinggal

5) Pekerjaan untuk mengetahui status ekonomi sosial

pasien, tingkat pendidikan atau jenis penyakit yang

berhubungan dengan pekerjaan

6) Status perkawinan untuk mengetahui penyakit yang

berhubungan dengan sistem reproduksi

7) Suku, Agama, RAS

3.5.1.2 Anamnesis Penyakit

1) Keluhan Utama

Keluhan yang menyebabkan pasien datang berobat (panas,

batuk, dll)

Page 52: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

4

2) Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

(1) Onset : kapan pertama kali muncul keluhan

(2) Frekuensi : berapa sering keluhan muncul

(3) Sifat munculnya : mendadak? kronis? Intermitten

(hilang timbul)?

(4) Waktu : pagi/siang/sore

(5) Durasi : berapa lama

(6) Sifat sakit : terus-menerus, hilang timbul, waktu

menunduk/tidur, dll

(7) Lokasi : tetap, menjalar, berpindah, menyebar

(8) Berat ringannya : bertambah, berkurang, tetap

(9) Hubungan dengan fungsi fisiologis lain : apakah

mengganggu

(10) Akibat yang timbul terhadap aktivitas

sehari-hari

(11) Upaya yang dilakukan utk mengurangi

keluhan

3) Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

(1) Apakah pasien menderita penyakit/ gejala yang

sama?

(2) Apakah pernah rawat inap? Karena apa? Berapa

lama?

Page 53: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

4

(3) Apakah pernah operasi?

(4) Apakah pernah menjalani pengobatan?

(5) Apakah pernah sakit sistem kardiovaskular,

pernafasan, pencernaan, kulit, atau infeksi?

(6) Pada wanita → Apakah pernah hamil atau

keguguran?

4) Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)

Apakah ada keluarga yang mempunyai penyakit serupa?

5) Keluhan Penyerta (Berdasarkan Sistem)

(1) Sistem kulit

(2) Sistem respirasi

(3) Sistem pencernaan

(4) Sistem kardiovaskular

(5) Sistem otot, tulang dan sendi

(6) Sistem urogenital

(7) Sistem saraf dan indera

(8) Sistem endokrin

6) Riwayat Pribadi, Sosial Ekonomi dan Budaya

Keterangan kelahiran

Keterangan pendidikan, pekerjaan, perumahan, perkawinan,

tanggungan

Kesulitan yang dihadapi sekarang

Page 54: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

5

7) Hal – hal yang harus diperhatikan saat melakukan

anamnesis :

(1) Bersikap sebagai dokter professional.

(2) Adanya rasa percaya diri, tapi jangan berlebihan.

(3) Ciptakan suasana kondusif, ramah dan bersahabat.

(4) Mengucapkan salam saat pasien masuk (“selamat

pagi”, dll).

(5) Memperkenalkan diri kepada pasien (”Saya dokter

kiki”).

(6) Mendengarkan secara aktif dengan respon verbal

(”ooo, begitu” atau ”ya, saya mengerti”) atau non

verbal (anggukan kepala).

(7) Memberi kesempatan pasien menyampaikan

keluhan dan tidak memotong pembicaraan, kecuali

sampai pada hal-hal yang tidak berhubungan dengan

penyakit.

(8) Menggunakan bahasa yang bisa dipahami (mis,

jangan pake bahasa kedokteran).

(9) Mempertahankan kontak mata dengan pasien, tp jg

jangan terus-menurus krn pasien akan merasa

terganggu.

(10) Mencatat hal-hal yang penting dari pasien.

Page 55: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

5

(11) Mengulang resume kepada pasien

(menunjukkan kita mendengarkan dan

memperhatikan saat dia ngomong).

3.5.1.3 Pemeriksaan Klinis

Pada tahap ini jaringan intraoral dan ekstraoral

diperiksa, dites dan dibandingkan secara bilateral kedua sisi

untuk membedakan ada tidaknya pathosis.

1) Pemeriksaan Ekstra Oral

(1) Visual

Pemeriksaan ekstra oral dilakukan untuk melihat

kelainan diluar rongga mulut . Indikator status fisik

meliputi penampilan secara umum, kesimetrisan

wajah, bembengkakan, perubahan warna,

kemerahan, luka, sinus tracts, pembengkakan

kelenjar lymph.

(2) Palpasi

Setelah melakukan pemeriksaan ekstraoral pada

regio kepala dan leher, kita harus melakukan palpasi

ekstraoral. Jika ada pembengkakan terlokalisasi

pada pasien, maka kita harus melihat:

Peningkatan temperatur secara lokal

(1) Tenderness

(2) Perluasan lesi

Page 56: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

5

(3) Indurasi

(4) Fiksasi pada jaringan di bawahnya

Palpasi kelenjar saliva juga harus dilakukan secara

ekstraoral. Kelenjar submandibula harus bisa

dibedakan dari lymph nodes pada regio

submandibula melalui palpasi bimanual.

Palpasi TMJ dapat dilakukan dengan berdiri di

depan pasien dan menempatkan ibu jari pada regio

preaurikular. Pasien lalu diminta untuk membuka

mulut dan melakukan lateral ekskursi, lalu

perhatikan:

(1) Adanya pergerakan yang terbatas

(2) Deviasi gerakan

(3) Clicking

(4) Locking atau krepitasi

Palpasi lymph nodes harus dilakukan untuk melihat

adanya pembesaran kelenjar limfe, tenderness,

mobilitas, dan konsistensi. Lymph nodes yang sering

dipalpasi adalah pada area preauricular,

submandibular, submental dan servikal.

2) Pemeriksaan intraoral

(1) Jaringan Lunak

Page 57: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

5

Pemeriksaan jaringan lunak meliputi

pemeriksaan visual, digital, dan pemeriksan

probing pada bibir, mukosa oral, pipi, lidah,

periodontium, palatum dan jaringan otot .

Mukosa alveolar dan gusi cekat diperiksa untuk

melihat apabila adanya perubahan warna,

inflamasi, ulserasi, dan pembentukan sinus

tract. Stoma (parulis) merupakan indikasi

nekrotik pulp atau chronic apical abses dan

kadang periodontal abses. Probing test diakukan

untuk mentukan kedalaman defek periodontal.

(2) Kondisi Gigi Geligi

Setelah memeriksa keadaan jaringan lunak, kita

dapat memeriksa keadaan gigi-geligi secara

umum:

(1) Status OH

(2) Jumlah dan kualitas bahan restorasi

(3) Prevalensi karies

(4) Gigi yang hilang

(5) Adanya pembengkakan lunak atau keras

(6) Status periodontal

(7) Adanya sinus tracts

(8) Diskolorasi gigi

(9) Tooth wear

Page 58: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

5

DAFTAR PUSTAKA

American Association of Endodontists. 2013. ENDODONTICS Colleagues for

Excellence: Endodontic Diagnosis. www.aae.org/colleagues

Andreasen, J.O., Andreasen F. M., dan Bakland L.K., Flores M. T. 2003.

Traumatic Dental Injuries. A Manual. Oxford: Blackwell/Munksgaard

Publishing Company.

Barrat M., Sam Lee. 2008. Principles of Clinical Medicine for Space Flight. New

York: Springer Science+Business Media

Bisara, SE. 2001. Textbook of Orthodontics. WB Saunders: Philadelphia.

"dentoalveolar." Dorland's Medical Dictionary for Health Consumers. 2007.

Saunders, an imprint of Elsevier, Inc 18 Oct. 2015 http://medical-

dictionary.thefreedictionary.com/dentoalveolar

Ford, TR Pitt. 2002. Endodontics Problem-Solving in Clinical Practice. United

Kingdom

Garg, Nisha and Amit Garg. 2013. Textbook of Endodontics. New Delhi: Jaypee

Brothers Medical Publishers (P) LTD.

Ghom, Anil G.. 2008. Textbook of Oral Radiology. New Delhi: Elsevier India.

Grossman, Louis et al. 1988. Ilmu Endodontik dalam Praktek edisi 11. Jakarta:

EGC

https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/05/08/pulpitis-reversibel-ireversibel-

nekrosis-pulpa/

Page 59: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

5

Loomba, K., Loomba, A., Bains, R., Bains, V. K. 2010. A proposal for

classification of tooth fractures based on treatment need. Journal of Oral

Science. 52 (4). 522

Miloro, Michael. 2007. Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial Surgery

3rd. Elsevier: USA.

Ministry of health. 2010. Management of Dental Trauma. National Dental Health.

5.

Mohammad, G., dkk. 2012. Pulpal Diagnosis of Primary Teeth: Guidelines for

Clinical Practice. Bangladesh Journal of Dental Research & Education

Vol. 02, No. 02, July 2012: Bangladesh.

Proffit, W.R., dkk. Contemporary Orthodontic. Edisi III. St. Louis :

Mosby, Inc. 2000. hal. 163-170.

Rakosi, T., dkk. Color Atlas of Dental Medicine, Orthodontic-

Diagnosis. Edisi I. Germany: Thieme Medical Publishers. 1993. hal. 3-4,

207-235

Samra, Firas Mahmoud Abu. 2014. Dentoalveolar Injuries Classification-

Management-Biological Consequences. Medcrave. Volume 1 Issue 4-

2014.

Smith H., 2009. Current Therapy in Pain. Philadelphia: Saunders Elseviers.

Staley, R.N. Textbook f Orthodntic. Edisi I. Philadelphia : W.B.

Saunders. 2001. hal 134-145.

Page 60: MAKALAH+KASUS+1+TUTOR+8+DSP+6

5

Thomas, Jarred Jeremy. 2014. Fractured Teeth. Medscape. 82755.

http://emedicine.medscape.com/article/82755-overview. 18 Oktober 2015.

Walton, R., Mahmoud T. 2003. Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia edisi 3,

Jakarta: EGC

White, Stuart C. dan Michael J. Pharoah. 2008. Oral Radiologi: Principles and

Interpretation. Elsevier: USA.

Zubaidah, Nanik. 2011. Management of Horizontal Crown Fracture Caused by

Traumatic Injury with Endorestoration. Dental Journal. 44 (3). 155