makalah_hirschprung
DESCRIPTION
MAKALAH_HIRSCHPRUNGTRANSCRIPT
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HIRSCHPRUNG
Dosen : Ns. Surtikanti, S. Kep
KELOMPOK 10 :
ABDUL HUDA
GINA
SRI ANDARINI
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NON REGULER
TAHUN AKADEMIK 2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya makalah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan dengan Hirschprung “. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pencernaan Semester II Program Studi S-1 Keperawatan Non Reguler pada Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Pontianak.
Makalah ini secara khusus dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan masalah Hirschprung sebagai landasan teoritis dalam memberikan pelayanan keperawatan secara profesional.
Penyusunan makalah ini telah melibatkan banyak pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Surtikanti, S. Kep selaku dosen pembimbing kelompok 10 dan teman-teman yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca.
Pontianak, Maret 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Hirschprung (Hirschprung Disease) merupakan suatu kelainan bawaan
yang menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal
ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum.
Penyakit Hirschprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat
muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus.
Penyakit Hirschprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana
tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan
abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi
usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah
keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke
bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian
tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.
Pasien dengan penyakit Hirschprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick
Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschprung
yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi
terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana
Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan
ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion.
Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa dekade ini dapat dikurangi dengan
peningkatan dalam diagnosis, perawatan intensif neonatus, tekhnik pembedahan dan
diagnosis dan penatalaksanaan HD dengan enterokolitis.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang konsep dasar penyakit Hirschprung.
2. Untuk meningkatkan pemahaman tentang asuhan keperawatan klien dengan
Hirschprung.
3. Menerapkan dan mengembangkan pola pikir secara ilmiah ke dalam proses asuhan
keperawatan nyata serta mendapatkan pengalaman dalam memecahkan masalah
pada gangguan Hisprung.
4. Untuk memenuhi tugas mata ajar Sistem Pencernaan semester II Program Studi S-1
Keperawatan Non Reguler pada Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan (STIK)
Muhammadiyah Pontianak.
C. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini dengan menggunakan metode studi kepustakaan yaitu
dengan cara mencari dan membaca literatur yang ada di perpustakaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Penyakit Hirschprung adalah suatu gangguan perkembangan dari sistem saraf
enterik dengan karakteristik tidak adanya sel-sel ganglion (tidak ada pleksus meinterik)
pada bagian distal kolon dan kolon tidak bisa mengembang dengan memberikan
manifestasi perubahan struktur dari kolon (Lee, 2008). Pada kondisi klinik penyakit
Hirschprung lebih dikenal dengan megakolon kongenital.
Penyakit Hirschprung dikarakteristikan sebagai tidak adanya sel ganglion di
pleksus myenterikus (auerbach’s) dan submukosa (meissner’s).
http://freddypanjaitan.files.wordpress.com
Foto pasien penderita Hirschprung berusia 3 hari. Terlihat abdomen sangat distensi dan penderita kelihatan menderita.
B. Etiologi dan Patogenesis
Penyebab tidak diketahui, tetapi ada hubungan dengan kondisi genetik (Amiel,
2001). Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia endokrin 2A
atau 2B pada penyakit Hirschprung familiar (Edery, 1994). Gen lain yang berhubungan
dengan penyakit Hirschprung termasuk sel neurotrofik glial yang diturunkan dari faktor
gen, reseptor gen endothelin-B dan gen endothelin-3 (Machens, 2008). Penyakit
Hirschprung juga terkait dengan Down syndrome, sekitar 5-15% dari pasien dengan
penyakit Hirschprung juga memiliki trisomi 21 (Rogers, 2001).
C. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna dapat berjalan di sepanjang
usus karena adanya kontaksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini
disebut gerakan peristatik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan
saraf yang disebut ganglion, ynag terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit
Hirschprung, ganglion/pleksus yang memerintahkan gerakan peristaltik tidak ada,
biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak memiliki
gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna sehingga terjadi
penyumbatan (Dasgupta, 2004).
Dengan kondisi tidak adanya ganglion, maka akan memberikan manifestasi
gangguan atau tidak adanya peristalsis sehingga akan terjadi tidak adanya evakuasi
usus spontan. Selain itu, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi secara optimal, kondisi
ini dapat mencegah keluarnya feses secara normal. Isi usus kemudian terdorong ke
segmen aganglionik dan terjadi akumulasi feses di daerah tersebut sehingga
memberikan manifestasi dilatasi usus pada bagian proksimal.
Kondisi penyakit Hirschprung memberikan berbagai masalah keperawatan pada
pasien dan memberikan implikasi pada pemberian asuhan keperawatan.
PATOFLOW
Respon keluarga dan psikologis pada bayi atau
anak terhadap hospitalisasi
Predisposisi genetik gangguan perkembangan dari sistem saraf enterik
dengan tidak adanya sel-sel ganglion pada bagian distal kolon
Ketidakmampuan pengembangan dan pengempisan pada area aganglionikPenyakit Hirschprung
Respon psikologis pasien atau orang tua misinterpretasi perawatan dan
pengobatanPenurunan
intake cairan
Absorpsi air tidak normal
Dampak hospitalisasi, Perubahan peranan
keluarga akibat perubahan family center, Gangguan
proses bermain, Gangguan tumbuh kembang
Resiko tinggi syok
hipovolemik
Penurunan volume cairan
Resiko keseimbangan
cairan
Kecemasan pemenuhan
informasiResiko infeksiPort de entree luka
pascabedah
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan
Resiko ketidakseimbangan
cairan
Kerusakan jaringan
pascabedahPascaoperasi
Intervensi pembedahan
Obstruksi kolon proksimalKonstipasi
Obstruksi kolon distalNyeri
Intake nutrisi tidak adekuat kehilangan cairan dan elektrolit
Iskemia nekrosis dinding
Kongesti edema dinding ususNyeri
Distensi abdomen
Gangguan gastrointestinal
Reson lokal saraf terhadap iskemia
Mual, muntah, kembung, anoreksia
Perforasi peritonitisResiko injuri
D. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir bisa mengeluarkan econium dalam 24-28 jam pertama setelah lahir.
Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercamur dengan cairan empedu,
distensi abdomen (Nelson, 2000 : 317).
Gejala penyakit Hirshprung adalah obstruksi usus etak rendah, bayi dengan
Hirshprung dapat menunjukkan gejala klinis seperti obstruksi total saar lahir dengan
muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan
evakuasi mekonium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan
berkonstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus
akut. Konstipasi ringan entrolkolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam.
Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas.
Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare
berbau busuk yang terdapat darah (Nelson, 2002 : 317).
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan :
a. Daerah transisi.
b. Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit.
c. Entrokilitis pada segmen yang melebar.
d. Terdapat retensi barium setelah 24-8 jam (Darmawan K, 2004 : 17).
2. Biopsi isap
Yaitu mengambil mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel ganglion pada
daerah sub mukosa (Dermawan K, 2004 : 17).
3. Biopsi otot rektum
Yaitu pengambilan lapisan otot rektum
4. Pemeriksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biopsi hisap pada
penyakit ini khas terdapat peningkatan aktivitas eszimasetil kolin esterase
(Dermawan K, 2004 : 17).
5. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus (Betz, Cecily & Sowden,
2002 : 197).
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan japitan dan pada waktu tinja yang
menyemrot. Pemeriksaan ini untuk mengetahui bau dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan operasi adalah untuk memperbaik portion aganglionik di usus
besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar
sehingga normal dan juga fungsi spingter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu:
a. Temporary ostomy di buat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepas
obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk
mengembalikan ukuran normalnya.
b. Pembedahan koreksi di sesuaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak
mencapai sekitar kg (20 pounds) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama
(Betz Cecily & Sowden, 2002 : 98).
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksananya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, yang harus diperhatikan
antara lain :
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak
secara dini.
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak.
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis (pembedahan).
d. Mendampingi orang tua pada perawatan coloctomy setelah rencana pulang
(FKUI, 2000 :1135).
G. Komplikasi
1. Enterokolitis nekrotikans
2. Pneumatosis usus
3. Abses perikolon
4. Perforasi dan septikemi
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian penyakit Hirschprung terdiri atas :
a. Pengkajian anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang lazim ditemukan pada anak adalah nyeri
abdomen. Gangguan gastrointestinal lain yang menyertai seperti distensi
abdomen, mual, muntah, dan nyeri kolik abdomen.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinik. Pada
survei umum terlihat lemah atau gelisah. TTV bisa didapatkan hipertermi dan
takikardia di mana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala terjadinya
perforasi. Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada kondisi syok atau
sepsis. Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipat paha, dan
rektum akan didapatkan :
Inspeksi
Tanda khas didapatkan adanya distensi abdominal. Pemeriksaan rektum dan
feses akan didapatkan adanya perubahan feses seperti pita dan berbau
busuk.
Auskultasi
Pada feses awal didapatkan penurunan bising usus, dan berlanjut dengan
hilangnya bising usus.
Perkusi
Timpani akibat abdominal mengalami kembung.
Palpasi
Teraba dilatasi kolon pada abdominal.
c. Evaluasi diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat membantu, meliputi pemeriksaan
laboratorium untuk mendeteksi adanya leukositosis dan gangguan elektrolit atau
metabolik ; foto polos abdomen dengan dua posisi, yaitu posisi tegak dan posisi
berbaring untuk berdeteksi obstruksi intestinal pola gas usus ; serta USG untuk
mendeteksi kelainan intraabdominal.
2. Diagnosa keperawatan
a. Pre operasi
1) Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan defek persyarafan terhadap aganglion usus.
2) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan berhubungan dengan masukan makanan tak adekuat dan rangsangan muntah
3) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah, diare dan pemasukan terbatas karena mual.
4) Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prosedur pengobatan.
b. Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan inkontinuitas jaringan (pembedahan).
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurun imunitas.
3. Rencana keperawatan
a. Pre Operasi
Dx 1: Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan defek persyarafan terhadap aganglion usus.
Tujuan: Pola eliminasi normal/ konstipasi teratasi.
Kriteri Hasil:
1) Warna feses kuning kecoklatan.
2) Feses lunak/ lembut dan berbentuk.
3) Bau feses tidak menyengat.
Rencana Tindakan:
1) Berikan bantuan enema dengan cairan fisiologis NaCl 0,9%.
2) Auskultasi bising usus.
3) Observasi pengeluaran feces per rektal bentuk, konsistensi, dan jumlah.
4) Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses.
5) Monitor efek samping dari tindakan irigasi atau pemberian obat oral (laksatif).
6) Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan.
7) Kolaborasi dalam pemberian obat pencahar.
Dx 2: Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan berhubungan dengan masukan makanan tak adekuat dan rangsangan muntah
Tujuan: Gangguan nutrisi teratasi.
Kriteria Hasil:
1) Tidak terjadi penurunan BB/ BB ideal.
2) Nafsu makan membaik.
Rencana tindakan:
1) Monitor intake nutrisi dan output.
2) Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
3) Timbang Berat badan.
4) Anjurkan pada keluarga pasien untuk memberikan ASI.
5) Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
6) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb dan albumin).
Dx 3 : Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah, diare dan pemasukan terbatas karena mual.
Tujuan: Kekurangan cairan tidak terjadi.
Kriteria Hasil:
1) Keseimbangan intake dan output 24 jam.
2) Mata tidak cekung.
3) Kulit lembab (tidak kering).
4) Membran mukosa mulut lembab.
Rencana tindakan:
1) Pertahankan intake dan output yang akurat.
2) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah).
3) Monitor vital sign
4) Dorong masukan oral.
5) Kolaborasikan pemberian cairan IV
6) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (elektrolit).
Dx 4 : Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prosedur pengobatan.
Tujuan: Cemas teratasi.
Kriteria Hasil:
1) Tidak gelisah/ klien tampak tenang.
2) TD da nadi dalam batas normal.
Rencana Tindakan:
1) Catat petunjuk perilaku yang menunjukkan ansietas.
2) Dorong keluarga untuk menyatakan perasaan dan berikan umpan balik.
3) Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang penyakit anak dan apa yang harus dilakukan.
4) Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat-obatan pada keluarga pasien dan jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien.
b. Post operasi
Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan inkontinuitas jaringan (pembedahan).
Tujuan: Nyeri teratasi
Kriteria hasil”
1) Tidak ada keluhan nyeri.
2) Klien tampak tenang.
3) TTV dalam batas normal.
Rencana Tindakan:
1) Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lokasi , karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor-faktor presipitasi.
2) Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif.
3) Kaji faktor-faktor yang dapat meningkatkan/ menghilangkan nyeri.
4) Berikan tindakan nyaman, seperti pijat penggung, ubah posisi.
5) Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ex: temperatur ruangan , penyinaran).
6) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya: relaksasi, guided imagery, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas).
7) Kolaborasi pemberian analgetik.
Dx 2 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurun imunitas, luka terbuka.
Tujuan: Tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil:
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi.
2) Suhu dalam batas normal.
3) Hasil lab normal (leukosit).
Rencana tindakan:
1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
2) Monitor kerentanan terhadap infeksi.
3) Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase.
4) Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah.
5) Dorong masukan nutrisi yang cukup.
6) Lakukan keperawatan pada kolostomi atau perianal.
7) Kolaborasi pemberian antibiotik dalam penatalaksanaan pengobatan terhadap mikroorganisme.
b. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakuakan tindakan keperawatan adalah sebagai
berikut :
a. Pasien tidak mengalami injuri.
b. Pemenuhan informasi optimal.
c. Orang tua memahami dan termotivasi untuk ikut serta dalam mencegah
gangguan tumbuh kembang anak.
d. Kondisi cairan tubuh optimal.
e. Tidak terjadi syok hipovolemik selama asuhan keperawatan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hirschprung adalah suatu gangguan perkembangan dari sistem saraf enterik
dengan karakteristik tidak adanya sel-sel ganglion (tidak ada pleksus meinterik) pada
bagian distal kolon dan kolon tidak bisa mengembang dengan memberikan manifestasi
perubahan struktur dari kolon (Lee, 2008).
Penyebab tidak diketahui, tetapi ada hubungan dengan kondisi genetik (Amiel,
2001). Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia endokrin 2A
atau 2B pada penyakit Hirschprung familiar (Edery, 1994).
Gejala penyakit Hirshprung adalah obstruksi usus etak rendah, bayi dengan
Hirshprung dapat menunjukkan gejala klinis seperti obstruksi total saar lahir dengan
muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan
evakuasi mekonium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan
berkonstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus
akut.
B. Saran
Dalam masalah penyakit Hirschprung ini penulis berharap agar pasien atau
keluarga lebih sering memeriksakan kandungannya, agar pada saat bayi lahir orang tua
sudah tahu ada tau tidaknya masalah kesehatan yang ada pada janin selama
dikandungan. Orang tua diharapkan juga agak peka dengan melihat kondisi anak yang
sering konstipasi untuk segera dikonsulkan kedokter, biar bisa mengetahui akibat
ontipasi dari anak, biar dokter dapat melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat
kondisi anak. Dan setelah mengetahui kalau anaknya terkena penyakit Hirschprung
keluarga lebih aktif bertanya dengan dokter atau pun tenaga medis tentang proses
penyakit, serta tindakan-tindakan yang harus dilakukan pada pasien dengan
Hirschprung, agar pasien maupun keluarga tidak merasa syok setelah tau tindakan apa
yang akan dilakukan untuk pasien Hirschprung.