makalah_gander dalam kesehatan reproduksi.docx

27
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, banyak perempuan yang tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam menjaga kesehatan mereka. Kondisi ini terjadi terutama karena adanya perlakuan tidak adil dan tidak setara antara mereka (ketidakadilan dan keetidaksetaraan gender) dalam pelayanan kesehatan. Selain itu program-program kesehatan belum sepenuhnya mempertimbangkan adanya isu tersebut. Saat ini tenaga kesehatan kita makin sadar tentang pentingnya mempertimbangkan isu gender dalam pemberian pelayanan kesehatan. Terutama untuk mengurangi kemungkinan terjadinya ketidakadilan dan ketidaksetaraan perandan tanggung jawab dalam lingkungan tempat mereka bekerja. Namun memahami ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender, tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Upload: heri-herdiana

Post on 08-Aug-2015

2.687 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH_GANDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia, banyak perempuan yang tidak mendapatkan kesempatan yang sama

dengan laki-laki dalam menjaga kesehatan mereka. Kondisi ini terjadi terutama karena

adanya perlakuan tidak adil dan tidak setara antara mereka (ketidakadilan dan

keetidaksetaraan gender) dalam pelayanan kesehatan. Selain itu program-program kesehatan

belum sepenuhnya mempertimbangkan adanya isu tersebut.

Saat ini tenaga kesehatan kita makin sadar tentang pentingnya mempertimbangkan

isu gender dalam pemberian pelayanan kesehatan. Terutama untuk mengurangi

kemungkinan terjadinya ketidakadilan dan ketidaksetaraan perandan tanggung jawab dalam

lingkungan tempat mereka bekerja. Namun memahami ketidakadilan dan ketidaksetaraan

gender, tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Setidaknya ada tiga faktor utama mengapa pemahaman gender masih dirasakan

kurang dikalangan tenaga kesehatan :

1. gender merupakan sesuatu yang baru;

2. Tidak tahu apa yang harus dilakukan; dan

3. Bagaimana melakukannya.

Isu kesetaraan gender telah menjadi pembicaraan di berbagai negara sejak tahun

1979 dengan diselenggarakannya Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan tema the

Convention on the Elimination of all forms of DiscriminationAgainst Women (CEDAW)

Page 2: MAKALAH_GANDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI.docx

yang membahas tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Hasil

konferensi tersebut menjadi acuan dalam memperjuangkan hak asasi perempuan (HAP).

Konferensi ini kemudian diratifikasi kembali oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1984

menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai

Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.

Selanjutnya pada tahun 1995 diselenggarakan kembali Konferensi Perempuan

Sedunia yang dirumuskan dalam Beijing Platfform for Action yang menyebutkan bahwa

perempuan dan kesehatan sebagaai salah satu dari 12 bidang kritis yang dikemukakan dalam

rencana aksi. Konferensi ini mengikat semua negara peserta termasuk Indonesia untuk

mengimplementasikan Gender Mainstreaming atau Pengurusutamaan Gender di negara

masing-masing. Komitmen ini kemudian dituangkan dalam GBHN Tahun 1999 yang

dijabarkan pada Program Pembangunan Nasional Lima Tahun (Propenas 2000-2004).

Deklarasi Beijing bertujuan untuk meningkatkan kesetaraan gender, yang berkaitan

erat dengan upaya penyetaraan martabat dan hak bagi laki-laki danperempuan. Hasil

kesepakatannya adalah deklarasi dan kerangka Aksi Beijing yang menetapkan 12 bidang

kritis yang dianggap penting untuk meningkatkan persamaan hak perempuan dan laki-laki .

Bidang kritis tersebut adalah :

a. Perempuan dan kemiskinan;

b. Pendidikan dan pelatihan bagi perempuan;

c. Perempuan dan kesehatan;

d. Kekerasan terhadap perempuan;

e. Perempuan dan konflik bersenjata;

Page 3: MAKALAH_GANDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI.docx

f. Perempuan dan ekonomi;

g. Perempuan dan pengambilan keputusan;

h. Lembaga mekanisme bagi kemajuan perempuan;

i. Hak asasi perempuan;

j. Perempuan dan media;

k. Perempuan dan lingkungan; dan

l. Anak perempuan.

Departemen Kesehatan RI bertanggung jawab terhadap pelaksanaan bidang kritis

Perempuan dan Kesehatan. Dalam rangka mewujudkan komitmen tersebut, pemerintah

mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender

DalamPembangunan nasional . dalam kebijakan tersebut dinyatakan bahwa seluruh

departemen maupun lembaga Pemerintah Non Departemen dan pemerintah Provinsi dan

kabupaten/ Kota harus melaksanakan pengarusutamaan gender dalam perencanaan,

pemantauuan evalusai dari seluruh kebijakan dan program pembangunan.

Dengan dikeluarkan Instruksi Presiden tersebut, maka dapat dikatakan bahwa

kebijakan tersebut dapat dijadikan dasar hukum bagi pengarus-utamaan gender (PUG) dalam

penyelanggaraan pembangunan nasional.

Untuk dapat lebih memahami tentang gender, kita harus memahami bahwa ada

perbedaan anatar laki-laki dan perempuan, dapat dilihat dari sisi : sruktur fisik, organ

reproduksi, cara berpikir, dan way of problem solving. Dan harus disadari bahwa struktur

dan otak perempuan dan laki-laki itu berbeda.

Page 4: MAKALAH_GANDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI.docx

Saat ini fokus utama pelayanan kesehatan masih menekankan aspek medis dan

kurangsekali memperhatikan isu-isu sosial. Padahal perbedaan sosial antara laki-laki

danperempuan merupakan penyebab utama mencuatnya kesenjangan antara mereka,

sehingga pada akhirnya mempengaruhi derajat kesehatan masyrakat pada umumnya.

Dari uraian di atas, maka penulis mengangkat tema gender dalam kesehatan

reproduksi untuk kami bahas dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan gender dan kesehatan reproduksi ?

2. Bagaimanakah keterkaitan antara gender dan kesehatan reproduksi ?

3. Bagaimanakah peran gender dalam kesehatan reproduksi di Indonesia ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai gender dan kesehatan reproduksi.

2. Untuk mengetahui keterkaitan antara gender dan kesehatan reproduksi.

3. Untuk mengenal isu-isu gender yang terkait dengan kesehatan reproduksi diIndonesia.

Page 5: MAKALAH_GANDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Gender

Gender adalah suatu konsep budaya yang berupaya untuk membuat perbedaan antara

laki-laki dan perempuan dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional.

Gender adalah peran dan kedudukan seseorang yang dikonstruksikan oleh budaya

karena seseorang lahir sebagai perempuan atau lahir sebagai laki-laki. Sudah menjadi

pemahaman bahwa laki-laki itu akan menjadi kepala keluarga, pencari nafkah, menjadi

orang yang menentukan bagi perempuan. Seseorang yang lahir sebagai perempuan, akan

Page 6: MAKALAH_GANDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI.docx

menjadi ibu rumah tangga, sebagai istri, sebagai orang yang dilindungi, orang yang lemah,

irasional, dan emosional.

Meskipun di hampir setiap budaya, ibu adalah sebuah peran yang sangat dihormati.

Perhatian akan kesehatan perempuan kurang. Masih ada kebiasaan tradisional yang

merugikan kesehatan perempuan secara umum, maupun kesehatan reproduksinya.

Ketidaksetaraan dalam aspek pendidikan, pekerjaan, pengambilan keputusan, dan sumber

daya merupakan pelanggaran pasal 48, 49, ayat (1 dan 2) UU No. 39/ 1999 tentang Hak

Asasi Manusia.

Seperti telah dikemukakan, isu gender mulai dibahas pada ICPD 1994, dan kemudian

dilanjutkan pada Konferensi Perempuan Sedunia ke IV di Beijing padatahun 1995 dan

ICPD+5 (1999) pada forum The Haque.

B. Pengertian Kesehatan Reproduksi

Reproduksi adalah suatu proses biologisdi mana individu organisme baru diproduksi.

Reproduksi adalah cara dasar mempertahankan diri yang dilakukan oleh semua bentuk

kehidupan; setiap individu organisme ada sebagai hasil dari suatu proses reproduksi oleh

pendahulunya. Cara reproduksi secara umum dibagi menjadi dua jenis : seksual dan a

seksual.

Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang

utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit dan kelemahan, dalam segala hal yang

berhubungan dengan reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya (ICDP.Cairo, 1994).

Page 7: MAKALAH_GANDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI.docx

Sedangkan menurut WHO, Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik,

mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakitatau kecacatan dalam segala

aspek yang berhungan dengan sistem reproduksi, fungsiserta prosesnya.

Adapun kesehatan reproduksi secara sederhana dapat kita lihat dari hal sebagai

berikut :

1. Organ Reproduksi Organ reproduksi laki-laki maupun perempuan harus bebas dari

berbagai macam penyakit serta dapat berfungsi sebagai mana mestinya.

2. Hubungan Seks. Dalam melakukan hubungan seks harus terbebas dari rasa tidak

nyaman, rasa takut akan hamil, dan tertular berbagai jenis penyakit kelamin.

3. Kehamilan Seorang ibu hamil harus terbebas dari komplikasi kehamilan yang serius dan

janinyang dikandungnya harus dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di dalam

rahim ibu.

4. Persalinan Seorang ibu harus bersalin dengan normal dan terbebas dari komplikasi

persalinan yang serius selama dan setelah persalinan.

Baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak-hak reproduksi, namun karena

perbedaan gender maka banyak hal yang telah merugikan perempuan, sehingga perempuan

lebih sulit memperoleh hak-hak reproduksinya dibandingkan laki-laki. Agar hak-hak

reproduksi perempuan terpenuhi, perlu ada hubungan yang setara dengan laki-laki dalam

berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hubungan seks dan reproduksi.

Hak reproduksi adalah hak asasi yang telah diakui dalam hukum internasional dan

dokumen asasi internasional untuk meningkatkan sikap saling menghormati secara setara

dalam hubungan perempuan dan laki-laki.

Page 8: MAKALAH_GANDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI.docx

Adapun hak-hak reproduksi sebagai berikut :

a. Hak Reproduksi (HAM Internasional)

1) Hak dasar pasangan dan individu untuk menentukan secara bebas dan bertanggung

jawab atas jumlah dan jarak kelahiran, mendapatkan informasi serta cara-cara untuk

melaksanakan hal tersebut.

2) Hak untuk mencapai standar tertinggi.

b. Hak-hak Reproduksi

1) Hak mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.

2) Hak mendapatkan pelayanan kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi yang

berkualitas.

3) Hak untuk bebas membuat keputusan tentang hal yang berkaitan dengankesehatan

rperoduksi tanpa paksaan diskriminasi serta kekerasan.

4) Hak kebebasan dan tanggung jawab dalam menentukan jumlah dan jarak waktu

memiliki anak.

5) Hak untuk hidup (hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan dan proses

melahirkan).

6) Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksi.

7) Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan

dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan dan pelecehan seksual.

8) Hak mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmuu pengetahuan yang terkait dengan

kesehatan reproduksi.

9) Hak atas kerahasiaan pribadi dengan kehidupan reproduksinya.

10) Hak membangun dan merencanakan keluarga.

Page 9: MAKALAH_GANDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI.docx

11) Hak kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan

kesehatan reproduksi.

12) Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan keluarga dan

kehidupan reproduksi.

C. Keterkaitan Antara Gender dengan Kesehatan Reproduksi

Pendekatan gender dalam kesehatan mengenali bahwa faktor sosial budaya, serta

hubungan kekuasaan antar laki-laki dan perempuan, merupakan faktor penting yang

berperan dalam mendukung atau mengancam kesehatan seseorang. Hal ini dinyatakan

dengan jelas oleh WHO dalam koferensi perempuan sedunia ke IV diBejing pada tahun

1995.

1. Jenis Kelamin, Gender, dan Kesehatan

Pola kesehatan dan penyakit pada laki-laki dan perempuan menunjukkan perbedaan

yang nyata. Perempuan sebagai kelompok cenderung mempunyai angka harapan hidup

yang lebih panjang dari pada laki-laki, yang secara umum dianggap sebagai faktor

biologis. Namun dalam kehidupannya perempuan lebih banyak mengalami kesakitan

dan tekanan dari pada laki-laki. Walaupun faktoryang melatar belakanginya berbeda-

beda pada berbagai kelompok sosial, haltersebut menggambarkan bahwa dalam

menjalani kehidupannya perempuan kurang sehat dibandingkan laki-laki. Penjelasan

terhadap paradoks ini berakar pada hubungan yang kompleks antara faktor biologis

jenis kelamin dan sosial (gender) yang berpengaruh terhadap kesehatan. Sejumlah

penelitian menunjukkan bahwa berbagai penyakit menyerang laki-laki dan perempuan

pada usia yang berbeda, misalnya penyakit kardiovaskuler ditemukan pada usia yang

Page 10: MAKALAH_GANDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI.docx

lebih tua pada perempuan dibandingkan laki-laki.Beberapa penyakit, misalnya animea,

gangguan makakn dan gangguan pada ototserta tulang lebih banyak ditemukan pada

perempuan daripada laki-laki. Berbagai penyakit atau gangguan hanya menyerang

perempuan, misalnya gangguan yang berkaitan dengan kehamilan dan kanker serviks,

sementara ituhanya laki-laki yang terkena kanker prostat.Kapasitas perempuan untuk

hamil dan melahirkan menunjukkan bahwa mereka memerlukan pelayanan kesehatan

reproduksi yang berbeda, baik dalam keadaansakit maupun sehat. Perempuan

memerlukan kemampuan untuk mengendalikan fertilitas dan melahirkan dengan

selamat, sehingga akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas

sepanjang siklus hidupnya sangat menentukan kesejahteraan dirinya. Kombinasi antara

faktor jenis kelamin dan peran gender dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya

seseorang dapat meningkatkan resiko terhadap terjadinya beberapa penyakit, sementara

di sisi lain memberikan perlindungan terhadap penyakit lainnya. Perbedaan yang timbul

dapat berupa keadaan sebagai berikut :

a. Perjalanan penyakit pada laki-laki dan perempuan.

b. Sikap laki-laki dan perempuan dalam menghadapi suatu penyakit.

c. Sikap masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan yang sakit.

d. Sikap laki-laki dan perempuan terhadap pengobatan dan akses pelayanan kesehatan.

e. Sikap petugas kesehatan dalam memperlakukan laki-laki dan perempuan. Sebagai

contoh, respon tetrhadap epidemi HIV/AIDS dimulai dengan pemberian fokus pada

kelompok resiko tinggi,termasuk pekerja seks komersial. Laki-laki dianjurkan

untuk menjauhi pekerja seks komersial atau memakai kondom. Secara bertahap,

fokus beralih pada perilaku resiko tinggi, yang kemudian menekankan pentingnya

Page 11: MAKALAH_GANDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI.docx

laki-laki menggunakan kondom. Hal ini menghindari isu gender dalam hubungan

seksual, karena perempuan tidak menggunakan kondom tetapi bernegosiasi untuk

penggunaanya oleh laki-laki. Dimensi gender tersebut tidak dibahas, sampai pada

saat jumlah ibu rumah tangga biasa yang tertular penyakit menjadi banyak. Dewasa

ini, kerapuhan perempuan untuk tertular HIV/AIDS dianggap sebagai akibat dari

ketidaktahuan dan kurangnya akses terhadap informasi. Ketergantungan ekonomi

dan hubungan seksual yang dialkukan atas dasar pemaksaan. Tejadinya tindak

kekerasan pada umumnya berkaitan dengan gender. Secara umum pelaku kekerasan

biasanya laki-laki, yang merefleksikan keinginan untuk menunjukkan maskulinitas,

dominasi, serta memaksakan kekuasaan dan kendalinyaterhadap perempuan, seperti

terlihat pada kekerasan dalam rumah tangga (domestik). Karena itu kekerasan

terhadap perempuan sering disebut sebagai “kekerasan berbasis gender”.

2. Pengaruh Gender Terhadap Kesehatan Reproduksi Laki-Laki

Sehubungan dengan peran gender, laki-laki tidak terlalu tertarik untuk mempelajari

kesehatan seksual dan reproduksinya. Sehingga pengetahuan mereka cenderung

terbatas. Hal ini menyebabkan laki-laki kurang berminat mencari informasi dan

pengobatan terhadap penyakit, misalnya : Infeksi Menular Seksual (IMS).

3. Pengaruh Gender Terhadap Kesehatan Reproduksi Perempuan

Menikah pada usia bagi perempuan berdampak negtif terhadap kesehatannya. Namun

menikah di usia muda kebanyakan bukanlah keputusan mereka, melainkan karena

ketidakberdayaannya (isu gender). Di beberapa tempat di Indonesia, kawin muda

dianggap sebagai takdir yang tak bisa ditolak. Perempuan tidak berdaya untuk

Page 12: MAKALAH_GANDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI.docx

memutuskan kawin dan dengan siapa mereka akan menikah. Keputusan pada umumnya

ada di tangan laki-laki; ayah ataupun keluarga laki-laki lainnya.

Salah satu kasus yang terkait dengan masalah gender yaitu :

Seorang gadis umur 17 tahun, mengalami perdarahan. Setelah dirawat disebuah

rumah sakit selama dua jam, dia meninggal dunia. Gadis tersebut merupakan korban aborsi

yang dilakukan oleh seorang dukun. Usaha lain sebelum melakukanaborsi adalah minum

jamu peluntur, pil kina, dan pil lainnya yang dibeli di apotek. Kemudian dia datang ke

seorang dokter kandungan. Dokter menolak melakukan aborsi karena terikat sumpah dan

hukum yang mengkriminalisasi aborsi.

Si gadis minta tolong dukun paraji untuk menggugurkannya. Rupa-rupanya tidak

berhasil, malah terjadi perdarahan. Ia masih sempat menyembunyikan inisemua kepada

kedua orang tuanya, selama 4 hari berdiam di kamar dengan alasan sedang datang bulan. Ia

tidak berani bercerita pada siapa-siapa apalagi pada ibu dan bapaknya. Cerita itu berakhir

dengan amat tragis, gadis itu tidak tertolong. Kasus tersebut menggambarkan

ketidakberdayaan si gadis. Ia memilih mekanisme defensif dan menganggapnya sebagai

permasalahan dirinya sendiri. Ia menyembunyikan keadaannya karena malu dan merasa

bersalah. Masyarakat akan menyalahkan karena dia tidak mengikuti apa yang disebut moral

atau aturan sehingga ia memilih mati meskipun tidak sengaja.

Aborsi merupakan dilema bagi perempuan, apa pun latar belakang penyebab

kehamilannya dan apa pun status ekonominya. Untuk menuntut hak reproduksinya dia harus

mendapat dukungan seperti bantuan dari komunitasnya atau dukungan emosional dan

tanggung jawab bersama dari orang yang paling dekat (pacarnya). Dalam konteks ini, maka

jelas bahwa persoalan hak reproduksi pada akhirnya adalah persoalan relasi antara laki-laki

Page 13: MAKALAH_GANDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI.docx

yang berbasis gender serta masyarakat dan negara sebagai perumus, penentu, dan penjaga

nilai bagi realisasi hak reproduksi perempuan.

Pada contoh kasus tersebut merupakan bentuk kekerasan yang berbasis gender yang

memiliki alasan bermacam-macam seperti politik, keyakinan, agama, dan ideologi gender.

Salah satu sumber kekerasan yang diyakini penyebab pada kasus tersebut adalah kekerasan

dari laki-laki terhadap perempuan adalah ideologi gender, misalnya perempuan dikenal

lemah lembut, emosional, cantik, dan keibuan.

Sementara laki-laki dianggap lebih kuat, rasional, jantan, dan perkasa.

Bentuk kekerasan ini merupakan dilanggarnya hak reproduksi akibat perbedaan gender.

Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat

panjang. Perbedaan ini dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksikan secara

sosial dan budaya. Pada akhirnya perbedaan ini dianggap sebagai ketentuan Tuhan yang

tidak bisa diubah dan dianggap sebagai perempuan.

Kekerasan rumah tangga dalam berbagai bentuk sering terus berlangsung meskipun

perempuan tersebut sedang mengandung. Konsekuensi paling merugikanbagi perempuan

yang menjadi korban kekerasan adalah dampak terhadap kondisi kesehatan mentalnya.

Dampak ini terutama menonjol pada perempuan korban kekerasan seksual. Dalam tindak

perkosaan, misalnya, yang diserang memang tubuh perempuan. Namun, yang dihancurkan

adalah seluruh jati diri perempuan yaitukesehatan fisik, mental psikologi, dan sosialnya.

Kekerasan domestik biasanya merupakan kejadian yang kronis dalam kehidupan

rumah tangga seorang perempuan. Cedera fisik dapat sembuh setelah diobati, tetapi cedera

psikis mental (seperti insomnia, depresi, berbagai bentuk psikosomatik sakit perut yang

kronis sampai dengan keinginan bunuh diri) akan selalu dapat terbuka kembali setiap saat.

Page 14: MAKALAH_GANDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI.docx

Dampak psikologis yang paling sulit dipulihkan adalah hilangnya kepercayaan kepada diri

sendiri dan orang lain.

Selain itu juga ada kecenderungan masyarakat untuk selalu menyalahkan korbannya.

Hal ini dipengaruhi oleh nilai masyarakat yang selalu ingin tampak harmonis. Bahkan,

walaupun kejadian dilaporkan, usaha untuk melindungi korbandan menghukum para pelaku

kekerasan sering mengalami kegagalan. Kondisi tersebut terjadi karena kekerasan dalam

rumah tangga, khususnya terhadap perempuan, tidak pernah dianggap sebagai masalah

pelanggaran hak asasi manusia.

Padahal kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya merupakan kejahatan terhadap

individu dan masyarakat yang pelakunya seharusnya dapat dipidana, tetapi sulit ditangani

(pihak luar) karena dianggap sebagai urusan internal rumah tangga.

D. UPAYA MENINGKATKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

Kondisi di atas tidak bisa dibiarkan terus berlangsung. Pemerintah telah

memaklumkan pentingnya

kesehatan reproduksi remaja dalam program propernas 2000, namun untuk mencapai

hal tersebut, tidak

cukup hanya sekadar pencanangan. Perlu langkah nyata, dan pemerintahlah

yang harus menjadi

pelopornya, dibantu oleh semua kalangan. Berikut beberapa hal yang harus

segera dilakukan untuk

mengatasi masalah tesebut.

Pertama, mengikis kemiskinan. Kemiskinan inilah yang membuat banyak

orangtua (juga orang

Page 15: MAKALAH_GANDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI.docx

dewasa lainnya) tega untuk melacurkan anak dan remaja. Ini adalah tugas wajib

pemerintah. Hal ini bisa

dimulai dengan sungguh-sungguh dengan cara mengikis korupsi (dalam segala

tataran, di segala bidang)

serta menciptakan lapangan kerja.

Kedua, menyediakan informasi tentang kesehatan reproduksi. Hal ini bisa

dilakukan melalui media

cetak (koran, majalah dan media cetak lainnya) dan elektronik (radio, televisi,

atau internet). Tidak

tersedianya informasi yang akurat dan benar tentang kesehatan reproduksi memaksa

remaja melakukan

eksplorasi sendiri, baik melalui media cetak, elektronik, maupun pertemanan yang

besar kemungkinan

justru salah. Hal ini diperparah dengan masih banyak mitos menyesatkan seperti

mitos hubungan seks

yang hanya dilakukan sekali tidak akan menyebabkan kehamilan. Mitos lain

adalah mitos kehamilan

tidak akan terjadi pada perempuan yang belum mengalami menstruasi, kehamilan

tidak akan terjadi bila

intercourse dilakukan hanya sekali, serta intercourse yang hanya menempel di

luar vagina atau celana

dalam tidak akan menyebabkan kehamilan.

Page 16: MAKALAH_GANDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI.docx

Ketiga, memperbanyak akses pelayanan kesehatan, yang iringi dengan sarana

konseling. Hal ini

penting mengingat masalah kesehatan reproduksi remaja tidak hanya terjadi di

kota besar, tapi juga di

desa-desa. Dalam langkah ini bisa bekerja sama dengan masyarakat melalui

tokoh masyarakat, tokoh

agama, rumah sakit dan sekolah.

Keempat, meningkatkan partisipasi remaja, dengan mengembangkan peer educator

(pendidik sebaya)

yang diharapkan membantu remaja membahas dan menangani permasalahannya,

termasuk kesehatan

reproduksi. Langkah ini penting mengingat kehidupan remaja sangat

dipengaruhi teman sebaya.

Langkah ini juga akan membuat remaja merasa dihargai, didengar, dan dilibatkan

sehingga turut ber-

tanggung jawab atas kesehatan reproduksi remaja.

Kelima, meninjau ulang segala peraturan yang membuka terjadinya reduksi

atas kesehatan

reproduksi remaja, seperti Undang-undang No. 1 tahun 1974 yang memberikan

celah bagi terjadinya

pernikahan dini. Selain itu, pemerintah harus segera menggulirkan peraturan

yang mencegah

Page 17: MAKALAH_GANDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI.docx

kemungkinan terjadinya tindak kekerasan (perkosaan) terhadap remaja,

peraturan yang mencegah

eksploitasi seksual terhadap remaja, serta peraturan yang mencegah terjadinya

trafficking.

Keenam, meminimalkan informasi tentang kebebasan seks. Dalam hal ini, media

massa dan media

hiburan berperan penting.

Ketujuh, menciptakan lingkungan keluarga yang kokoh, kondusif, mendukung

dan informatif.

Pandangan bahwa seks adalah tabu, yang telah sekian lama tertanam, membuat

remaja enggan bertanya

tentang kesehatan reproduksi kepada orang tuanya. Bahkan, mereka merasa paling

tidak nyaman bilaharus membahas seksualitas dengan orangtuanya.

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Page 18: MAKALAH_GANDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI.docx

Gender adalah suatu konsep budaya yang berupaya untuk membuat perbedaan antara

laki-laki dan perempuan dalam hal peran, perilaku, mentalitas dankarakteristik emosional.

Adapun Reproduksi adalah suatu proses biologis di mana individu organisme baru

diproduksi.

Reproduksi adalah cara dasar mempertahankan diri yang dilakukan oleh semua

bentuk kehidupan; setiap individu organisme ada sebagai hasil dari suatu proses reproduksi

oleh pendahulunya. Cara reproduksi secara umum dibagi menjadi dua jenis: seksual dan a

seksual.

Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang

utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit dan kelemahan, dalam segala hal yang

berhubungan dengan reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya.

Pendekatan gender dalam kesehatan mengenali bahwa faktor sosial budaya, serta

hubungan kekuasaan antar laki-laki dan perempuan, merupakan faktor penting yang

berperan dalam mendukung atau mengancam kesehatan seseorang. Hal ini dinyatakan

dengan jelas oleh WHO dalam koferensi perempuan sedunia ke IV diBejing pada tahun

1995.

Sehubungan dengan peran gender, laki-laki tidak terlalu tertarik untuk mempelajari

kesehatan seksual dan reproduksinya. Sehingga pengetahuan mereka cenderung terbatas.

Hal ini menyebabkan laki-laki kurang berminat mencari informasi dan pengobatan terhadap

penyakit, misalnya : Infeksi Menular Seksual (IMS).

B. Saran

1. Perlunya ada pemahaman lebih lanjut tentang keberadaan Gender serta penempatannya.

Page 19: MAKALAH_GANDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI.docx

2. Perlunya sosialisasi tentang Gender dan Kesehatan Reproduksi terhadap masyarakat

umum yang belum tahu.

3. Harusnya ada sanksi yang tegas atas kasus-kasus kekerasan rumah tangga yang

mengatasnamakan Gender.