makalah_aei07_kel5

43
AL-QURAN SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM PERTAMA (Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Agama dan Etika Islam) MAKALAH Disusun oleh: Dini Dwi Nastiti 15313069 Eva Afifah 15313009 Fenny Clara Ardiati 15313101 Hanifah Nurawaliah 15313051 Okti Dinasakti 15313038 KELAS 07 MATA KULIAH DASAR UMUM (MKDU) SOSIO-TEKNOLOGI

Upload: hanifah-nurawaliah

Post on 25-Dec-2015

257 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

AGAMA DAN ETIKA ISLAM

TRANSCRIPT

AL-QURAN SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM PERTAMA

(Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Agama dan Etika Islam)

MAKALAH

Disusun oleh:

Dini Dwi Nastiti 15313069

Eva Afifah 15313009

Fenny Clara Ardiati 15313101

Hanifah Nurawaliah 15313051

Okti Dinasakti 15313038

KELAS 07

MATA KULIAH DASAR UMUM (MKDU)

SOSIO-TEKNOLOGI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Jalan Ganesha 10

2015

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,

karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang

berjudul “Al-Quran sebagai Sumber Ajaran Islam Pertama” ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Yedi Purwanto, M.Ag. selaku

dosen Mata Kuliah AEI (Agama dan Etika Islam) yang telah memberikan ilmu

dan pembinaan selama perkuliahan dan Kak Ricky Aditya selaku Asisten AEI

kelas 07 yang telah membimbing serta membantu kami dalam proses pembuatan

makalah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah

wawasan serta pengetahuan kita mengenai hakikat Al-Quran, peran dan

kedudukan Al-Quran, bukti kemukjizatan Al-Quran, serta fungsi Al-Qur’an. Kami

juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan

jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan

demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,

mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah ini berguna bagi kami maupun pembaca. Kami memohon

maaf apabila terdapat kesalahan kata yang kurang berkenan. Kami pun meminta

kritik dan saran yang membangun demi perbaikan selanjutnya.

Bandung, 15 Februari 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan 2

1.4 Manfaat 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Al-Qur’an 4

2.2 Peran dan Kedudukan Al-Qur’an 6

2.3 Bukti Kemukjizatan Al-Qur’an 10

2.4 Fungsi Al-Qur’an 15

BAB III SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan 24

3.2 Saran 24

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam suatu ajaran atau pemahaman, sumber ajaran merupakan substansi

yang mutlak harus dimiliki sebagai landasan dalam menjalankan suatu ajaran.

Sebagai satu-satunya agama yang diridai Allah SWT, Islam memiliki sumber

ajaran bagi umat manusia bahkan seluruh makhluk di alam semesta. Konsep

Islam sebagai “rahmat bagi seluruh alam” ini tentu saja bersumber dari Sang

Pencipta alam raya beserta isinya, yakni Allah SWT. Salah satu implementasi

dan bukti kebenaran Islam sebagai ajaran dari-Nya adalah Al-Qur’an.

Al-Qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad SAW oleh Allah SWT

melalui perantara malaikat Jibril sebagai peringatan bagi semesta alam.

Melalui Al-Qur’an, Allah SWT memberikan prinsip-prinsip ajaran yang lurus,

hukum-hukum, kisah ummat terdahulu, bahkan fenomena alam semesta.

Dalam hal sumber hukum, Allah SWT telah menetapkan Al-Qur’an sebagai

sumber hukum pertama dan utama sebelum Al-Hadits dan Ijtihad para ulama.

Artinya, sumber hukum lain yang dibuat manusia tentu saja harus

berlandaskan Al-Qur’an. Hal ini merupakan bentuk karunia-Nya kepada

pemimpin di muka bumi (manusia) agar selalu berada pada jalan yang lurus

dan diridai-Nya.

Pengetahuan mengenai Al-Qur’an sebagai sumber ajaran atau hukum

pertama dalam Islam penting untuk diketahui umat Islam khususnya dan umat

manusia umumnya. Karena dengan memahami Al-Qur’an, peraturan apapun

yang dibuat manusia tentu bersifat “menyelamatkan” umat karena berada

dalam koridor yang benar. Intinya, manusia sebagai khalifah di muka bumi

harus memiliki pedoman dalam menjalankan tugasnya (Al-Qur’an), baik itu

membuat peraturan, hukum, pembuatan keputusan, bahkan perencanaan

(design).

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengambil judul “Al-Qur’an

sebagai Sumber Ajaran Islam Pertama”. Dalam makalah ini, dijelaskan

mengenai hakikat, posisi, kedudukan, fungsi, dan bukti kemukjizatan Al-

Qur’an. Melalui makalah ini, diharapkan iman, pengetahuan, dan pemahaman

kita terhadap Al-Qur’an semakin meningkat.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah makalah yang berjudul “Al-Quran sebagai

Ajaran Islam Pertama” ini adalah sebagai berikut:

1) Apa hakikat Al-Qur’an?

2) Bagaimana posisi dan kedudukan Al-Qur’an?

3) Apa fungsi Al-Qur’an?

4) Apa bukti kemukjizatan Al-Qur’an?

1.3 Tujuan

Tujuan yang akan dicapai dalam penulisan makalah ini diantaranya untuk:

1) Mengetahui hakikat Al-Qur’an.

2) Mengetahui posisi dan kedudukan AL-Qur’an.

3) Mengetahui fungsi Al-Qur’an.

4) Mengetahui bukti kemukjizatan Al-Qur’an.

1.4 Manfaat

Berikut ini manfaat makalah yeng berjudul “Al-Quran sebagai Ajaran Islam

Pertama”:

1) Bagi mahasiswa secara umum, makalah ini dapat menjadi referensi dan

sumber pengetahuan tentang Al-Qur’an.

2) Bagi mahasiswa peserta mata kuliah AEI, makalah ini dapat menjadi

referensi tambahan dalam memahami esensi Al-Qur’an.

3) Bagi penulis, makalah ini dapat menjadi suatu karya yang dapat

meningkatkan kompetisi atau luaran yang diharapkan pada Bab tentang

Al-Qur’an di mata kuliah Agama dan Etika Islam (AEI)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Al-Qur’an

Hakikat Al-Quran merupakan pokok dari Al-Quran itu sendiri. Untuk

mengetahui pokok-pokok Al Quran, sebaiknya kita mengetahui definisi Al

Quran terlebih dahulu. Kata Al-Qur’an berasal dari kata kerja qara’a yang

berarti membaca dan bentuk masdar (kata dasar)-nya adalah Qur’an yang

berarti bacaan. Al-Qur’an dengan makna bacaan dinyatakan oleh Allah dalam

beberapa ayat, antara lain dalam surah Al-Qiyamah ayat 17-18, Al-Baqarah

ayat 185, Al-Hijr ayat 87, Thahaa ayat 2, dan lain sebagainya.

“Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di dalam dadamu)

dan membacakannya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka

ikutilah bacaannya itu.” (QS. Al-Qiyamah [75]: 17-18)

Kitab Al-Qur’an yang merupakan kitab yang agung yang diturunkan

kepada Rasulullah Saw yang kemudian menjadi kitabnya orang-orang Islam.

Bahkan dikatakan bahwa Al-Qur’an itu sebagai penyempurna kitab-kitab

sebelumnya. Akan tetapi keagungan dari pada Al-Qur’an tidak dilihat dari

tulisan dan bacaannya saja, melainkan dari pada makna yang tersirat /

terkandung di dalamnya.

 Kitab suci bagi umat Islam ini merupakan kalam (perkataan) Allah SWT

yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril

dengan lafal dan maknanya (QS. Asy Syuraa [26]:192-195). Alquran sebagai

kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh

ajaran Islam dan berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia

dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Para ulama berbeda pendapat tentang hakikat Alquran. Imam al Ghazali

dalam kitab al-Mustasfamin 'Ilm al-Usul (suatu kitab yang membahas masalah

usul fikih), menjelaskan bahwa hakikat Alquran adalah kalam yang berdiri

pada Zat Allah SWT yang kadim (tidak bermula).

Menurut mutakalimin (ahli teologi Islam), hakikat Alquran adalah makna

yang berdiri pada Zat Allah SWT. Adapun golongan Muktazilah, hakikat

Alquran adalah huruf-huruf dan suara yang diciptakan Allah yang setelah

berwujud lalu hilang dan lenyap. Dengan pandangan ini, kaum Muktzilah

memandang Alquran sebagai ciptaan Allah SWT.

Sudah kewajiban bagi seorang Mukmin untuk beriman / memercayai

kepada kitab Al-Qur’an yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Tetapi yang perlu

direnungkan adalah keimanan/kepercayaan seseorang akan sesuatu itu, akan di

bawa sampai mati bahkan sampai ke Robbul Jalil. Jika yang di Imani adalah

sesuatu yang rusak dan hancur, maka keimanan nya akan dipertanggung

jawabkan di Hari Kemudian kenapa beriman kepada sesuatu yang hancur.

Tetapi apabila kita mengerti bahwa yang diimani itu bukanlah “Kitabnya /

bukunya” melainkan yang terkandung di dalamnya yaitu “Firman Allah”

maka keimanan seperti itulah yang akan menjadi penolongnya di hari

kemudian, karena makna yang terkandung di dalam kitab itu yaitu “Firman

Allah” itu tidak akan hancur dan tidak akan musnah sampai kapan pun juga.

Allah Swt berfirman :

“Dan sekiranya Qur’an diletakkan di atas gunung, maka gunung dapat

digoncangkan atau diletakkan pada bumi, maka bumi jadi terbelah atau

diletakkan pada orang mati maka orang-orang yang sudah mati dapat

berbicara.”(QS, Ar-Ra’d : 31)

2.2 Posisi dan Kedudukan Al-Qur’an

Al-Qur’an sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama

dan utama dari seluruh ajaran Islam dan berfungsi sebagai petunjuk atau

pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan

akhirat. Al-Qur’an adalah firman Allah. Muncul dari zat-Nya dalam bentuk

perkataan yang tidak dapat digambarkan. Diturunkan kepada Rasul-Nya dalam

bentuk wahyu. Orang-orang mukmin mengimaninya dengan keimanan yang

sebenar-benarnya. Mereka beriman tanpa keraguan, bahwa Alquran adalah

firman Allah dengan sebenarnya. Bukan ciptaan-Nya, seperti layaknya

perkataan makhluk, barang siapa mendengarnya dan menganggap sebagai

perkataan manusia, maka ia telah kafir. Allah subhanahu wa ta’ala

memberikan sifat kepadanya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

“Dan sesungguhnya Alquran itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang

kepadanya (Alquran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya,

yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji”. (QS.

Fushshilat: 41-42)

Dengan Alquran, Allah telah membukakan mata yang buta, telinga yang

tuli dan hati yang lalai. Bila dibaca dengan benar, dipahami setiap surat dan

ayat-ayatnya, dipahami secara mendalam setiap kalimat dan kata-katanya,

tidak keluar dari batas-batasnya, melaksanakan perintah-perintah yang ada di

dalamnya, menjauhi larangan-larangan, berakhlak dengan apa yang

disyariatkan, dan menerapkan prinsip-prinsip dan nilai terhadap dirinya,

keluarga dan masyarakatnya, maka akan menjadikan umat Islam merasa aman,

tenteram dan bahagia di dunia dan akhirat.

Makhluk jin sangat terkesan sekali tatkala mendengarkan bacaan Alquran;

hati mereka dipenuhi dengan kecintaan dan penghargaan terhadapnya, dan

mereka bersegera mengajak kaumnya untuk mengikutinya, sebagaimana yang

disebutkan Allah dalam firman-Nya: lalu mereka berkata:

“Sesungguhnya kami telah mendengarkan Alquran yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami, dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak”. (QS: Jin: 1-3).

Allah telah bercerita tentang mereka dalam Al Quran:

“Mereka berkata: Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Quran) yang diturunkan setelah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih”. (QS: Al-Ahqaf: 30-31).

Oleh karenanya, kitab yang mulia ini mengungguli kitab-kitab samawi

sebelumnya. Dan kedudukannya pun di atas kitab-kitab itu. Allah berfirman:

“Dan sesungguhnya Alquran itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi

Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung

hikmah”.(QS: Az-Zukhruf: 4).

Dan firman Allah dalam ayat yang lain:

“Dan Kami telah turunkan kepadamu Alquran dengan membawa kebenaran,

membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan

sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu”. (QS: Al-Ma,idah:

48).

Para ulama tafsir berkata: “Al Quran lebih unggul dari kitab-kitab samawi

lainnya sekalipun semuanya turun dari Allah, dengan beberapa hal,

diantaranya: jumlah suratnya lebih banyak dari yang ada pada semua kitab-

kitab yang lain. Telah disebutkan dalam sebuah hadis bahwa Nabi kita

Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam diberi kekhususan dengan surat Al-

Faatihah dan penutup surat Al-Baqarah. Di dalam Musnad Ad Darimi

disebutkan, dari Abdullah bin Masud radhiyallahu ‘anhu ia berkata:

“Sesungguhnya Assab’uthiwal (Tujuh surat panjang dalam Alquran; Al-

Baqarah, Ali ,Imran, An-Nisaa`, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al-Maa-idah dan

Yunus) sama seperti taurat, Al-Mi`in (Surat-surat yang berisi kira-kira seratus

ayat lebih, seperti Hud, Yusuf, Mu,min dan lain sebagainya) sama seperti

Zabur dan Al-Matsani (Surat-surat yang berisi kurang dari seratus ayat.

Seperti, Al-Anfaal, Al-Hijr dan lain sebagainya) sama dengan kitab Zabur.

Dan sisanya merupakan tambahan”. Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan

Thabrani, dari Wasilah bin Al-Asqa’, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi

wasallam bersabda: “Telah diturunkan kepadaku Assab’uthiwal sebagai ganti

yang ada pada Taurat. Diturunkan kepadaku Al Mi`in sebagai ganti yang ada

pada Zabur. Diturunkan kepadaku Al Matsani sebagai ganti yang ada pada

Injil, dan aku diberi tambahan dengan Al Mufashshal (surat-surat pendek).”

Assab’uthiwal, adalah dari awal surat Al-Baqarah hingga akhir surat Al-

A’raaf, yang berjumlah enam surat. Para ulama berselisih pendapat tentang

surat yang ke tujuh; Apakah surat Al-Anfaal dan Al-Bara`ah sekaligus karena

antara keduanya tidak dipisah dengan bismillah, maka dianggap satu surat,

atau surat Yunus? “Al-Mi`un” yaitu surat-surat yang ayatnya sekitar atau lebih

dari seratus. “Matsani” yaitu; surat-surat yang jumlah ayatnya di bawah

seratus. Dinamakan demikian karena ayat-ayatnya berulang-ulang melebihi

yang ada pada surat-surat yang terhimpun dalam sab’uthiwal dan mi`un.

Sedangkan yang dimaksud dengan “Al-mufashal”, adalah surat-surat yang

lebih pendek dari surat-surat dalam Al-Matsani. Para ulama berselisih

pendapat tentang awal dari surat-surat itu; Ada yang berpendapat bahwa Al-

Mufashal bermula dari awal surat Ash-Shaffaat, pendapat lain mengatakan,

diawali dari surat Al-Fat-h, dan yang lainnya berpendapat, dari surat Al-

Hujuraat, dan ada juga yang berpendapat, dari surat Qaaf. Pendapat ini

dibenarkan oleh Al-Hafiz Ibnu Katsir dan Ibnu Hajar. Ada pula pendapat

selain yang disebut di atas. Namun demikian para ulama sepakat bahwa akhir

dari Mufashal adalah surat terakhir dalam Alquran.

Diantara keunggulan Al Quran juga, bahwa Allah menjadikan gaya

bahasanya mengandung mukjizat, sekalipun kitab-kitab lain juga mengandung

mukjizat dari segi pemberitaan tentang yang gaib dan hukum-hukum, namun

gaya bahasanya biasa-biasa saja, maka dari segi ini Al Quran lebih unggul.

Hal ini diisyaratkan oleh firman Allah:

“Dan sesungguhnya Alquran itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi

Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung

hikmah”. (QS: Az-Zukhruf:4)

2.4 Fungsi Al-Qur’an

Aturan Allah yang terdapat di dalam Al-Qur'an memiliki tiga fungsi utama,

yakni :

1) Hudá (petunjuk)

Sebagai hudá, artinya Al-Qur’an merupakan aturan yang harus diikuti

tanpa tawar menawar sebagaimana papan petunjuk arah jalan yang

dipasang di jalan-jalan. Kalau seseorang tidak mengetahui arah jalan tetapi

sikapnya mengabaikan petunjuk yang ada pada papan itu, maka sudah

pasti ia akan tersesat (QS 13: 37). Petunjuk yang ada pada Al-Qur’an

benar-benar sebagai ciptaan Allah bukan cerita yang dibuat-buat

(QS.12:111). Semua ayatnya harus menjadi rujukan termasuk dalam

mengelola bumi.

Dengan menggunakan kedua macam hukum secara beriringan yakni

hukum alam dan hukum Al-Qur’an, ditujukan antara lain untuk

menampakkan kejayaan Islam dan mengalahkan segenap tata aturan

ciptaan manusia (liyudlhirah ‘aláddini kullih) sebagaimana ditunjukkan

oleh kemenangan negeri Madinah atas negeri Mekah yang Jahiliyah (futuh

Mekah). Supaya tujuan itu bisa dicapai, maka hukum Allah (Al-Qur’an)

harus benar-benar dijadikan undang-undang oleh para khalifah fil ardl

dalam mengelola bumi.

2) Bayyinát (penjelasan)

Al-Qur’an sebagai bayyinát berfungsi memberikan penjelasan tentang

apa-apa yang dipertanyakan oleh manusia. Dalam fungsinya sebagai

bayyinát, Al-Qur'an harus dijadikan rujukan semua peraturan yang dibuat

oleh manusia, jadi manusia tidak boleh membuat aturan sendiri sebab

sistem aturan produk akal manusia sering hanya bersifat trial and error.

3) Furqán (pembeda)

Fungsi ketiga Al-Qur’an adalah sebagai furqán atau pembeda antara

yang haq dan yang báthill, antara muslim dan luar muslim, antara nilai

yang diyakini benar oleh mukmin dan nilai yang dipegang oleh orang-

orang kufurr.

Untuk bisa memahami dan menggali fungsi-fungsi Al-Qur’an, baik

sebagai hudá, bayyinát maupun furqán secara mendalam, maka Al-

Qur’an perlu dipelajari bagian demi bagian secara cermat dan tidak

tergesa-gesa (QS. 75 : 16-17, QS. 17 : 105-106), memahami munásabah

atau hubungan ayat yang satu dengan yang lain, surat yang satu dengan

surat yang lain.

Selanjutnya fungsi lain Al-Qur’an sebagai Syifa (obat, resep). Ibarat

resep dokter, pasien sering sulit membaca resep dokter apalagi

memahaminya, akan tetapi walaupun begitu, pasien tetap percaya bahwa

resep itu benar mustahil salah karena dokter diyakini tidak mungkin

bohong. Inilah kebenaran otoritas. Demikian pula dengan Al-Qur’an, ia

adalah resep dari Allah yang sudah pasti benar mustahil salah karena Allah

adalah Maha Benar. Dengan demikian walaupun ada beberapa ayat Al-

Qur;an yang untuk sementara waktu belum dapat difahami oleh ratio, tidak

apa-apa tetapi tetap harus dilaksanakan sebab kalau menunggu dapat

memahaminya secara penuh bisa memerlukan waktu yang lama sebelum

kita meninggal.

Juga obat dari dokter kadang rasanya manis kadang pahit, tetapi dokter

berpesan agar obat tersebut dimakan sesuai aturan dan sampai habis sebab

kalau tidak tepat aturan dan tidak sampai habis, penyakitnya tidak akan

sembuh. Demikian pula dengan Al-Quran sebagai obat, tidak selalu harus

sejalan dengan perasaan (feeling) kemauan (willing) dan ratio (thinking).

Allah menghendaki agar seorang mukmin mengamalkan seluruh ayat Al-

Qur’an tanpa terkecuali. Pemilahan dan pemilihan ayat-ayat tertentu untuk

diamalkan sedangkan ayat yang lainnya dibiarkan adalah sikap kufur

(Nu’minu biba;dlin wa nakfuru biba’dlin).

Al-Quran mempunyai beberapa fungsi penting, diantaranya ialah:

1) Sebagai Mukjizat Nabi Muhammad saw.

Al-Quran inilah bukti kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad saw,

sekaligus menjadi bukti bahwa Al-Quran merupakan firman Allah SWT,

dan bukan ucapan atau ciptaan nabi Muhammad saw sendiri. Rasullulah

saw telah menjadikan Al-Quran sebagai senjata bagi menentang orang-

orang kafir Quraisy. Dan kita dapati bahawa mereka sememangnya tidak

mampu menghadapinya, padahal mereka mempunyai kemahiran tingkat

tertinggi fashahah dan balaghahnya.

Hal ini tidak lain adalah kerana Al-Quran adalah suatu mukjizat (yang

mustahil dapat ditandingi). Jika kita meneliti ayat-ayat yang Allah SWT

wahyukan di dalam Al-Quran dari sudut dan konteksnya sebagai suatu

mukjizat, maka kita akan dapati bahwa Rasullulah saw telah mencabar

orang-orang Arab agar mereka menandingi kehebatan Al-Quran di dalam

tiga peringkat (rujuk Manna' Khalil Al Qatthan, Studi Ilmu-ilmu Qu'ran,

hal 372):

Cabaran peringkat pertama. Mencabar mereka dengan keseluruhan Al-

Quran dalam uslub umum yang meliputi orang Arab sendiri dan orang

lain, manusia malah jin, dengan cabaran yang mengalahkan dan

menjatuhkan mereka secara padu sebagaimana firmanNya. "Katakanlah:

Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang

serupa Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa

dengannya, sekalipun sebahagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian

yang lain." (TTQ 17 : 88)

Cabaran kedua. Mencabar dengan sepuluh surah sahaja daripada Al-

Quran. Sebagaimana firmanNya: Bahkan mereka mengatakan

"Muhammad telah membuat-buat Al-Quran." Katakanlah: Jika demikian,

maka datangkanlah sepuluh surah yang dibuat-buat yang menyamainya,

dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain

Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar. Jika mereka (yang

kamu seru itu) tidak menerima seruanmu, ketahuilah, sesungguhnya Al-

Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah" (TTQ 11 : 13-14)

Cabaran ketiga. Mencabar mereka hanya dengan satu surah daripada Al-

Quran sahaja. Sebagaimana firmanNya: "Atau (patutkah) mereka

mengatakan: Muhammad membuat-buatnya (Al-Quran). (Kalau benar

yang kamu katakan itu), cubalah datangkan satu surat seumpamanya"

(TTQ 10 : 38) Dan cabaran ini diulangi di dalam firmanNya: "Dan jika

kamu tetap dalam keadaan ragu tentang Quran yang Kami wahyukan

kepada hamba Kami (Muhammad saw), maka buatlah satu surat saja yang

semisal Al-Quran itu…" (TTQ 2 : 23 )

2) Sebagai Sumber Hukum Dan Aturan Hidup.

Ayat-ayat Al-Quran mengandungi peraturan tentang hukum-hukum

politik negara (Al-Hukm), sosial (Ijtima'i), pendidikan (Siyasah

Ta'limiyah), pidana (Hudud), pengadilan (Uqubat), akhlak dan sebagainya.

Semua aturan dan hukum ini wajib dijadikan sebagai pandangan hidup

bagi seluruh kaum muslimin dan umat manusia untuk mengatasi semua

permasalahan hidup yang dihadapinya. Sememangnya penyelesaian yang

diberikan oleh syariat Islam adalah merupakan penyelesaian yang sebenar-

benarnya sesuai dan memenuhi fitrah manusia itu sendiri. Dan

keberkesanan dan kemampuan syariat Islam dalam menangani segala

aspek permasalahan manusia ini sememangnya tidak dapat dinafikan

kecemerlangannya.

Kemampuan syariat Islam dalam menyelesaikan pelbagai permasalahan

kehidupan manusia inilah yang akan menjadikan Al-Quran sebagai

mukjizat abadi yang paling menonjol di muka bumi. Inilah yang akan

terjadi di masa hadapan, insyaallah! Sebab, kesejahteraan hidup yang

dikecapi umat manusia dan keadilan yang mereka rasakan lantaran

diterapkan syariat yang dibawa oleh Rasulullah melalui Al-Quran dan

Sunnah di bawah kepimpinan khalifah, (Khilafah 'ala minhajin

Nubuwwah) menjadi daya penarik yang paling dominan terhadap umat-

umat dan bangsa-bangsa non-muslim untuk meninggalkan sistem hidup

dan perundangan mereka yang rapuh dan usang, serta kezaliman para

penguasa mereka yang hanya mementingkan kelompok dan partinya

sahaja.

Bangsa-bangsa non muslim itu akan secara beramai-ramai masuk Islam

setelah mendengar dan melihat sendiri kesejahteraan hidup dibawah

naungan syariat Islam (TTQ An-Nashr). Sudah semestinya hal ini tidak

seperti yang telah digambarkan di dalam propaganda palsu para pembenci

Islam. Juga setelah adanya jihad yang dilancarkan para mujahidin ke

negeri-negeri (orang-orang kafir) untuk melepaskan belenggu-belenggu

yang selama ini memasung kehidupan mereka. Bahkan mereka yang kufur

akan dapat menyaksikan sendiri keindahan dan kemanisan kehidupan di

bawah penerapan sistem Islam di dalam masyarakat yang hidup di bawah

naungan khilafah, dengan mengunjungi negeri tersebut.

2.4 Bukti Kemukjizatan Al-Qur’an

Menurut bahasa kata Mu’jizat berasal dari katai’jaz diambil dari kata

kerja a’jaza-i’jaza yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu.

Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mu’jiz. Bila kemampuannya

melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan,

ia dinamai mu’jizat.

Menurut istilah Mukjizat adalah peristiwa luar biasa yang terjadi melalui

seseorang yang mengaku Nabi, sebagai bukti kenabiannya. Dengan redaksi

yang berbeda, mukjizat didefinisikan pula sebagai suatu yang luar biasa yang

diperlihatkan Allah SWT. Melalui para Nabi dan Rasul-Nya, sebagai bukti

atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulannya.

Kata I’jaz dalam bahasa Arab berarti menganggap lemah kepada orang lain.

Sebagimana Allah berfirman:

“…Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini” (QS. Al Maidah [5]: 31)

Maksud kumukjizatan Al-Qur’an bukan semata mata untuk melemahkan

manusia atau menyadarkan mereka atas kelemahanya untuk mendatangkan

semisal Al-Qur’an akan tetapi tujuan yang sebenarnya adalah untuk

menjelaskan kebenaran Al-Qur’an dan Rasul yang membawanya dan

sekaligus menetapkan bahwa sesuatu yang dibawa oleh mereka hanya sekedar

menyampaikan risalah Allah SWT, mengkhabarkan dan menyerukan.

Secara garis besar, mukjizat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat

yang bersifat material indrawi yang tidak kekal dan mukjizat immaterial,

logis, dan dapat dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi-nabi terdahulu

merupakan jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan indrawi

dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan dan dijangkau langsung

lewat indra oleh masyarakat tempat mereka menyampaikan risalahnya.

Perahu Nabi Nuh yang dibuat atas petunjuk Allah sehingga mampu

bertahan dalam situasi ombak dan gelombang yang demikian dahsyat. Tidak

terbakarnya Nabi Ibrahim a.s dalam kobaran api yang sangat besar; berubah

wujudnya tongkat Nabi Musa a.s. menjadi ular; penyembuhan yang dilakukan

oleh Nabi Isa a.s. atas izin Allah, dan lain-lain, kesemuanya bersifat material

indrawi, sekaligus terbatas pada lokasi tempat mereka berada, dan berakhir

dengan wafatnya mereka. Ini berbeda dengan mukjizat Nabi Muhammad

SAW, yang sifatnya bukan indrawi atau material, tetapi dapat dipahami akal.

Karena sifatnya yang demikian, ia tidak dibatasi oleh suatu tempat atau masa

tertentu. MukjizatAl-Qur’an dapat dijangkau oleh setiap orang yang

menggunakan akalnya dimana dan kapanpun.

Perbedaan ini disebabkan oleh dua hal pokok: Para Nabi sebelum Nabi

Muhammad SAW, ditugaskan untuk masyarakat dan masa tertentu. Karena

itu, mukjizat mereka hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tersebut, tidak

untuk sesudah mereka. Ini berbeda dengan mukjizat Nabi Muhammad  yang

diutus seluruh umat manusia sampai akhir zaman sehingga bukti ajaranya

harus selalu ada dimana dan kapanpun berada.

Manusia mengalami perkembangan dalam pemikiranya. Umat para Nabi

khususnya sebelum Nabi Muhammad membutuhkan bukti kebenaran yang

sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. Bukti tersebut harus demikian jelas

dan langsung terjangkau oleh indra mereka. Akan tetapi, setelah

manusia  mulai menanjak ke tahap kedewasaan berpikir, bukti yang bersifat

indrawi tidak dibutuhkan lagi.

Al-Qur'an digunakan oleh Nabi Muhammad SAW untuk menantang orang-

orang pada masanya dan generasi sesudahnya yang tidak mempercayai

kebenaran Al-Qur'an sebagai firman Allah (bukan ciptaan Muhammad) dan

risalah serta ajaran yang dibawanya. Terhadap mereka, sungguhpun memiliki

tingkatfashahah dan balaghah yang tinggi di bidang bahasa Arab, Nabi

memintanya untuk menandingi Al-Qur'an dalam tiga tahapan:

1) Mendatangkan semisal Al-Qur'an secara keseluruhan, sebagaimana

dijelaskan pada surat Al-Isra (17) ayat 88:

“Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk

membuat yang serupa Al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat

membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi

pembantu bagi sebagian lain.” (Al-Isra [17]: 88)

2) Mendatangkan sepuluh surat yang menyamai surat-surat yang ada dalam

Al-Qur’an, sebagaimana dijelaskan dalam surat Hud (11) ayat 13 berikut:

“Bahkan mereka mengatakan, Muhammad telah membuat-buat Al-Qur’an

itu. “ Katakanlah, kalu demikian, maka datangkanlah sepuluh surat-surat

yang dibuat-buat menyamai, dan panggilah orang-orang yang kamu sanggup

memanggilnya selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang

benar”(Q.S. Hud (QS: Huud [11]: 13)

Surat yang menyamai surat-surat yang ada dalam Al-Qur'an, sebagaimana

dijelaskan oleh surat Al-Baqarah (2) ayat 23:

 “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami

wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang

semisal Al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika

kami orang-orang yang benar”(QS. Al Baqarah [2]: 23)

Sejarah telah menunjukan bahwa jawaban orang-orang Arab ternyata gagal

menandingi Al-Qur'an. Inilah beberapa catatan sejarah yang memperlihatkan

kegagalan itu. Pemimpin Quraisy pernah mengutus Abu Al-Walid, seorang

sastrawan ulung yang tiada bandingannya untuk membuat sesuatu yang mirip

dengan Al-Qur'an ketika Abu Al-Walid berhadapan dengan Rasulullah SAW.

Yang membaca surat Fushilat, ia tercengang mendengar kehalusan dan

keindahangaya bahasa Al-Qur'an dan ia pun kembali pada kaumnya dengan

tangan hampa.

Musailamah bin Habib Al Kadzdzab yang mengaku sebagai Nabi juga

pernah berusaha mengubah sesuatu yang mirip dengan ayat-ayat Al-Qur'an. Ia

mengaku bahwa dirinyapun mempunyai Al-Qur'an yang diturunkan dari langit

dan dibawa oleh Malaikat yang bernama Rahman. Di antara gubahan-

gubahannya yang dimaksudkan untuk mendandingi Al-Qur'an itu adalah

antara lain: “Hai katak, anak dari dua katak. Bersihkan apa saja yang akan

engkau bersihkan, bagian atas engkau di air dan bagian bawah engkau di

tanah”. Ketika itu pula, ia merobek-robek apa saja yang telah ia kumpulkan

dan merasa malu tampil di depan khalayak ramai. Setelah peristiwa itu ia

mengucapkan kata-katanya yang masyhur: “Demi Allah, siapapun yang tidak

akan mampu mendatangkan yang sama dengan Al-Qur'an.”

Mukjizan Al-Qur’an sangat banyak. Berikut ini merupakan segi-segi

kemukjizat Al-Qur'an:

1) Gaya Bahasa

Gaya bahasa Al-Qur’an membuat orang Arab pada saat itu merasa kagum

dan terpesona, bukan saja orang-orang mukmin, tetapi juga bagi orang-orang

kafir. Kehalusan ungkapan bahasanya membuat banyak diantara mereka

masuk Islam. Bahkan, Umar bin Khattab pun yang mulanya dikenal sebagai

orang yang paling memusuhi nabi Muhammad SAW, dan bahkan berusaha

membunuhnya, memutuskan masuk Islam dan beriman pada kerasulan

Muhammad hanya karena membaca petikan ayat-ayat Al-Qur-an. Susunan Al-

Qur-an tidak dapat disamakan oleh karya sebaik apa pun.[4]

2) Susunan Kalimat

Kendatipun Al-Qur-an, hadis qudsi, dan hadis nabawi sama-sama keluar

dari mulut nabi, terapi uslub (style) atau susunan bahasanya sangat jauh

berbeda. Uslub bahasa Al-Qur-an jauh lebih tinggi kualitasnya bila

dibandingkan dengan lainya. Al-Qur-an muncul dengan uslub yang begitu

indah. Didalam uslub tersebut terkandung nilai-nilai istimewa yang tidak akan

pernah ada ucapan manusia.

3) Hukum Illahi yang Sempurna

Al-Qur-an menjelaskan pokok-pokok aqidah, norma-norma keutamaan,

sopan-santun, undang-undang ekonomi, politik, sosial, dan kemasyarakatan,

serta hukum-hukum ibadah. Al-Qur-an menggunakan dua cara tatkala

menetapkan sebuah ketentuan hukum, yakni: Secara global. Artinya, persoalan

ibadah umumnya diterangkan secara global, sedangkan perincianya

diserahkan kepada ulama melalui ijtihad. Kemudian, secara terperinci.

Artinya, hukum yang dijelaskan secara terperinci adalah yang berkaitan

dengan utang piutang, makanan yang halal dan yang haram, memelihara

kehormatan wanita, dan masalah perkawinan.

4) Ketelitian Redaksinya

Ketelitian redaksi Al-Qur-an bergantung pada hal berikut:

a) Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya.

b) Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/makna yang

dikandungnya.

c) Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang

menunjukan akibatnya.

d) Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya.

Disamping keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbang

khusus:

a) Kata yawm (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak

hari-hari dalam setahun, sedangkan kata hari yang menunjukan bentuk

plural (ayyam) atau dua (yawmayni), berjumlah tiga puluh, sama

dengan jumnlah hari dalam sebulan. Disisi lain, kata yang berarti bulan

(syahr) hanya terdapat dua belas kali sama dengan jumlah bulan dalam

setahun.

b) Al-Qur-an menjelaskan bahwa langit itu ada tujuh macam. Penjelasan

ini diulangi sebanyak tujuh kali pula, yakni dalam suratAl-Baqarah

[2] ayat 29, surat Al-Isra [17] ayat 44, surat Al-Mukmin [23] ayat 86,

suratAl-Fushilat [41] ayat 12, surat Ath-Thalaq [65] ayat 12, surat Al-

Mulk [67] ayat 3, dansurat Nuh [71] ayat 15. Selain itu, penjelasan

tentang terciptanya langit dan bumi dalam enam hari dinyatakan pula

dalam tujuh ayat.

c) Kata-kata yang menunjukan kepada utusan Tuhan, baik rasul atau nabi

atau basyir(pembawa berita gembira) atau nadzir(pemberi peringatan),

kesemuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah

penyebutan nama-nama nabi, rasul dan pembawa berita tersebut, yakni

518.[5]

5) Berita tentang Hal-hal yang Gaib

Sebagaimana ulama mengatakan bahwa sebagian mukjizat Al-Qur'an itu

adalah berita gaib. Salah satu contohnya adalah Fir’aun, yang mengejar-

ngejar Nabi Musa. Hal ini, diceritakan dalam suratYunus (10) ayat 9:

“Maka pada hari Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi

pelajaran bagi orang-orang datang sesudahmu dan sesungguhnya

kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.”

Pada ayat itu ditegaskan bahwa badan Firaun akan diselamatkan Tuhan

untuk menjadi pelajaran bagi generasi berikutnya. Tidak seorang pun

mengetahui hal tersebut karena telah terjadi sekitar 1.200 tahun SM. Pada

awal abad ke-19, tepatnya pada tahun 1896 di lembah raja-raja Luxor Mesir,

seorang ahli purbakala Loret menemukan satu mumi, yang dari data-data

sejarah terbukti bahwa ia Firaun yang bernama Muniftah yang pernah

mengejar Nabi Musa a.s. selain itu pada tanggal 8 Juli 1908, Elliot Smith

mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk membuka pembalut-pembalut

Firaun tersebut. Apa yang ditemukannya satu jasad utuh, seperti yang

diberitakan Al-Qur'an melalui Nabi yang ummy(tidak pandai membaca dan

menulis)

6) Isyarat-isyarat Ilmiah

Banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dala Al-Qur-an misalnya:

a) Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan

pantulan. Terdapat dalam Q.S. Yunus [10]: 5.

b) Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakan napas, hal ini

terdapat pada surat Al-An’am [6]: 25

c) Perbedaan sidik jari manusia. Terdapat dalamsurat Al-Qiyamah [75]: 4

d) Aroma/bau manusia berbeda-beda. Terdapat dalam surat Yusuf [12]: 94

e) Masa penyusuan yang tepat dan kehamilan minimal. Terdapat

dalam surat Al-Baqarah [2]: 233

f) Adanya nurani (super ego) dan bawah sadar manusia. Terdapat

dalam surat Al-Qiyamah [75]: 14

g)  Yang merasakan nyeri adalah kulit. Terdapat dalam surat Al-Qiyamah

[75]: 4

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan

1) Hakikat (pokok) Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan

kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril.

2) Posisi Al-Qur’an adalah sebagai sumber hukum pertama Islam. Sedangkan

peran Al-Qur’an adalah pelengkap sekaligus penyempurna kitab-kitab

terdahulu.

3) Beberapa fungsi Al-Qur’an diantaranya adalah Al-Huda (petunjuk), Al-

Bayyinat (penjelasan), dan Al-Furqan (pembeda).

4) Bukti kemukjizatan Al-Qur’an sangat banyak, beberapa dapat dilihat dari

keindahan tata bahasa, makna, keutamaan, bahkan bukti-bukti sains.

3.1 Saran

1) Pustaka tentang Al-Qur’an sebaiknya bersumber dari referensi yang jelas,

misalnya sebuah kitab karangan ulama-ulama terdahulu untuk

menghindari terjadinya kekeliruan sumber/dalil.

2) Perlu adanya kajian terlebih dahulu mengenai materi dan metode

pengumpulan sumber/referensi dalam pembuatan makalah.

3) Kepenulisan dalam hal makalah tentang Al-Qur’an masih sedikit. Oleh

karena itu, diharapkan para mahasiswa lebih tertarik terhadap penelitian

tentang Al-Qur’an sebagai bukti kecintaan kita kepada-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Ali Ash-Shabuni, At-Tibyan Fi ‘Ulum Al-Qur’an, Maktabah Al-Ghazali, Damaskus.

http://quran.al-shia.org/id/lib/24.htm (diakses tanggal 14 Februari 2015 pukul 11.00)

http://adeeeeeeee.blogspot.com/p/makalah-kemukjizatan-al-quran.html (diakses tanggal 16 Februari 2015 pukul 07.00)

https://abihumaid.wordpress.com/2011/02/28/al-quran-keutamaan-kedudukan-dan-posisinya-sebagai-sumber-syariat-islam/ (diakses tanggal 14 Februari 2015 pukul 19.00)