makalah_aei07_kel5
DESCRIPTION
AGAMA DAN ETIKA ISLAMTRANSCRIPT
AL-QURAN SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM PERTAMA
(Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Agama dan Etika Islam)
MAKALAH
Disusun oleh:
Dini Dwi Nastiti 15313069
Eva Afifah 15313009
Fenny Clara Ardiati 15313101
Hanifah Nurawaliah 15313051
Okti Dinasakti 15313038
KELAS 07
MATA KULIAH DASAR UMUM (MKDU)
SOSIO-TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
Jalan Ganesha 10
2015
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Al-Quran sebagai Sumber Ajaran Islam Pertama” ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Yedi Purwanto, M.Ag. selaku
dosen Mata Kuliah AEI (Agama dan Etika Islam) yang telah memberikan ilmu
dan pembinaan selama perkuliahan dan Kak Ricky Aditya selaku Asisten AEI
kelas 07 yang telah membimbing serta membantu kami dalam proses pembuatan
makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai hakikat Al-Quran, peran dan
kedudukan Al-Quran, bukti kemukjizatan Al-Quran, serta fungsi Al-Qur’an. Kami
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini berguna bagi kami maupun pembaca. Kami memohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata yang kurang berkenan. Kami pun meminta
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan selanjutnya.
Bandung, 15 Februari 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Al-Qur’an 4
2.2 Peran dan Kedudukan Al-Qur’an 6
2.3 Bukti Kemukjizatan Al-Qur’an 10
2.4 Fungsi Al-Qur’an 15
BAB III SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan 24
3.2 Saran 24
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam suatu ajaran atau pemahaman, sumber ajaran merupakan substansi
yang mutlak harus dimiliki sebagai landasan dalam menjalankan suatu ajaran.
Sebagai satu-satunya agama yang diridai Allah SWT, Islam memiliki sumber
ajaran bagi umat manusia bahkan seluruh makhluk di alam semesta. Konsep
Islam sebagai “rahmat bagi seluruh alam” ini tentu saja bersumber dari Sang
Pencipta alam raya beserta isinya, yakni Allah SWT. Salah satu implementasi
dan bukti kebenaran Islam sebagai ajaran dari-Nya adalah Al-Qur’an.
Al-Qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad SAW oleh Allah SWT
melalui perantara malaikat Jibril sebagai peringatan bagi semesta alam.
Melalui Al-Qur’an, Allah SWT memberikan prinsip-prinsip ajaran yang lurus,
hukum-hukum, kisah ummat terdahulu, bahkan fenomena alam semesta.
Dalam hal sumber hukum, Allah SWT telah menetapkan Al-Qur’an sebagai
sumber hukum pertama dan utama sebelum Al-Hadits dan Ijtihad para ulama.
Artinya, sumber hukum lain yang dibuat manusia tentu saja harus
berlandaskan Al-Qur’an. Hal ini merupakan bentuk karunia-Nya kepada
pemimpin di muka bumi (manusia) agar selalu berada pada jalan yang lurus
dan diridai-Nya.
Pengetahuan mengenai Al-Qur’an sebagai sumber ajaran atau hukum
pertama dalam Islam penting untuk diketahui umat Islam khususnya dan umat
manusia umumnya. Karena dengan memahami Al-Qur’an, peraturan apapun
yang dibuat manusia tentu bersifat “menyelamatkan” umat karena berada
dalam koridor yang benar. Intinya, manusia sebagai khalifah di muka bumi
harus memiliki pedoman dalam menjalankan tugasnya (Al-Qur’an), baik itu
membuat peraturan, hukum, pembuatan keputusan, bahkan perencanaan
(design).
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengambil judul “Al-Qur’an
sebagai Sumber Ajaran Islam Pertama”. Dalam makalah ini, dijelaskan
mengenai hakikat, posisi, kedudukan, fungsi, dan bukti kemukjizatan Al-
Qur’an. Melalui makalah ini, diharapkan iman, pengetahuan, dan pemahaman
kita terhadap Al-Qur’an semakin meningkat.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah yang berjudul “Al-Quran sebagai
Ajaran Islam Pertama” ini adalah sebagai berikut:
1) Apa hakikat Al-Qur’an?
2) Bagaimana posisi dan kedudukan Al-Qur’an?
3) Apa fungsi Al-Qur’an?
4) Apa bukti kemukjizatan Al-Qur’an?
1.3 Tujuan
Tujuan yang akan dicapai dalam penulisan makalah ini diantaranya untuk:
1) Mengetahui hakikat Al-Qur’an.
2) Mengetahui posisi dan kedudukan AL-Qur’an.
3) Mengetahui fungsi Al-Qur’an.
4) Mengetahui bukti kemukjizatan Al-Qur’an.
1.4 Manfaat
Berikut ini manfaat makalah yeng berjudul “Al-Quran sebagai Ajaran Islam
Pertama”:
1) Bagi mahasiswa secara umum, makalah ini dapat menjadi referensi dan
sumber pengetahuan tentang Al-Qur’an.
2) Bagi mahasiswa peserta mata kuliah AEI, makalah ini dapat menjadi
referensi tambahan dalam memahami esensi Al-Qur’an.
3) Bagi penulis, makalah ini dapat menjadi suatu karya yang dapat
meningkatkan kompetisi atau luaran yang diharapkan pada Bab tentang
Al-Qur’an di mata kuliah Agama dan Etika Islam (AEI)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Al-Qur’an
Hakikat Al-Quran merupakan pokok dari Al-Quran itu sendiri. Untuk
mengetahui pokok-pokok Al Quran, sebaiknya kita mengetahui definisi Al
Quran terlebih dahulu. Kata Al-Qur’an berasal dari kata kerja qara’a yang
berarti membaca dan bentuk masdar (kata dasar)-nya adalah Qur’an yang
berarti bacaan. Al-Qur’an dengan makna bacaan dinyatakan oleh Allah dalam
beberapa ayat, antara lain dalam surah Al-Qiyamah ayat 17-18, Al-Baqarah
ayat 185, Al-Hijr ayat 87, Thahaa ayat 2, dan lain sebagainya.
“Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di dalam dadamu)
dan membacakannya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka
ikutilah bacaannya itu.” (QS. Al-Qiyamah [75]: 17-18)
Kitab Al-Qur’an yang merupakan kitab yang agung yang diturunkan
kepada Rasulullah Saw yang kemudian menjadi kitabnya orang-orang Islam.
Bahkan dikatakan bahwa Al-Qur’an itu sebagai penyempurna kitab-kitab
sebelumnya. Akan tetapi keagungan dari pada Al-Qur’an tidak dilihat dari
tulisan dan bacaannya saja, melainkan dari pada makna yang tersirat /
terkandung di dalamnya.
Kitab suci bagi umat Islam ini merupakan kalam (perkataan) Allah SWT
yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril
dengan lafal dan maknanya (QS. Asy Syuraa [26]:192-195). Alquran sebagai
kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh
ajaran Islam dan berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia
dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Para ulama berbeda pendapat tentang hakikat Alquran. Imam al Ghazali
dalam kitab al-Mustasfamin 'Ilm al-Usul (suatu kitab yang membahas masalah
usul fikih), menjelaskan bahwa hakikat Alquran adalah kalam yang berdiri
pada Zat Allah SWT yang kadim (tidak bermula).
Menurut mutakalimin (ahli teologi Islam), hakikat Alquran adalah makna
yang berdiri pada Zat Allah SWT. Adapun golongan Muktazilah, hakikat
Alquran adalah huruf-huruf dan suara yang diciptakan Allah yang setelah
berwujud lalu hilang dan lenyap. Dengan pandangan ini, kaum Muktzilah
memandang Alquran sebagai ciptaan Allah SWT.
Sudah kewajiban bagi seorang Mukmin untuk beriman / memercayai
kepada kitab Al-Qur’an yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Tetapi yang perlu
direnungkan adalah keimanan/kepercayaan seseorang akan sesuatu itu, akan di
bawa sampai mati bahkan sampai ke Robbul Jalil. Jika yang di Imani adalah
sesuatu yang rusak dan hancur, maka keimanan nya akan dipertanggung
jawabkan di Hari Kemudian kenapa beriman kepada sesuatu yang hancur.
Tetapi apabila kita mengerti bahwa yang diimani itu bukanlah “Kitabnya /
bukunya” melainkan yang terkandung di dalamnya yaitu “Firman Allah”
maka keimanan seperti itulah yang akan menjadi penolongnya di hari
kemudian, karena makna yang terkandung di dalam kitab itu yaitu “Firman
Allah” itu tidak akan hancur dan tidak akan musnah sampai kapan pun juga.
Allah Swt berfirman :
“Dan sekiranya Qur’an diletakkan di atas gunung, maka gunung dapat
digoncangkan atau diletakkan pada bumi, maka bumi jadi terbelah atau
diletakkan pada orang mati maka orang-orang yang sudah mati dapat
berbicara.”(QS, Ar-Ra’d : 31)
2.2 Posisi dan Kedudukan Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama
dan utama dari seluruh ajaran Islam dan berfungsi sebagai petunjuk atau
pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat. Al-Qur’an adalah firman Allah. Muncul dari zat-Nya dalam bentuk
perkataan yang tidak dapat digambarkan. Diturunkan kepada Rasul-Nya dalam
bentuk wahyu. Orang-orang mukmin mengimaninya dengan keimanan yang
sebenar-benarnya. Mereka beriman tanpa keraguan, bahwa Alquran adalah
firman Allah dengan sebenarnya. Bukan ciptaan-Nya, seperti layaknya
perkataan makhluk, barang siapa mendengarnya dan menganggap sebagai
perkataan manusia, maka ia telah kafir. Allah subhanahu wa ta’ala
memberikan sifat kepadanya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
“Dan sesungguhnya Alquran itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang
kepadanya (Alquran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya,
yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji”. (QS.
Fushshilat: 41-42)
Dengan Alquran, Allah telah membukakan mata yang buta, telinga yang
tuli dan hati yang lalai. Bila dibaca dengan benar, dipahami setiap surat dan
ayat-ayatnya, dipahami secara mendalam setiap kalimat dan kata-katanya,
tidak keluar dari batas-batasnya, melaksanakan perintah-perintah yang ada di
dalamnya, menjauhi larangan-larangan, berakhlak dengan apa yang
disyariatkan, dan menerapkan prinsip-prinsip dan nilai terhadap dirinya,
keluarga dan masyarakatnya, maka akan menjadikan umat Islam merasa aman,
tenteram dan bahagia di dunia dan akhirat.
Makhluk jin sangat terkesan sekali tatkala mendengarkan bacaan Alquran;
hati mereka dipenuhi dengan kecintaan dan penghargaan terhadapnya, dan
mereka bersegera mengajak kaumnya untuk mengikutinya, sebagaimana yang
disebutkan Allah dalam firman-Nya: lalu mereka berkata:
“Sesungguhnya kami telah mendengarkan Alquran yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami, dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak”. (QS: Jin: 1-3).
Allah telah bercerita tentang mereka dalam Al Quran:
“Mereka berkata: Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Quran) yang diturunkan setelah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih”. (QS: Al-Ahqaf: 30-31).
Oleh karenanya, kitab yang mulia ini mengungguli kitab-kitab samawi
sebelumnya. Dan kedudukannya pun di atas kitab-kitab itu. Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya Alquran itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi
Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung
hikmah”.(QS: Az-Zukhruf: 4).
Dan firman Allah dalam ayat yang lain:
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Alquran dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu”. (QS: Al-Ma,idah:
48).
Para ulama tafsir berkata: “Al Quran lebih unggul dari kitab-kitab samawi
lainnya sekalipun semuanya turun dari Allah, dengan beberapa hal,
diantaranya: jumlah suratnya lebih banyak dari yang ada pada semua kitab-
kitab yang lain. Telah disebutkan dalam sebuah hadis bahwa Nabi kita
Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam diberi kekhususan dengan surat Al-
Faatihah dan penutup surat Al-Baqarah. Di dalam Musnad Ad Darimi
disebutkan, dari Abdullah bin Masud radhiyallahu ‘anhu ia berkata:
“Sesungguhnya Assab’uthiwal (Tujuh surat panjang dalam Alquran; Al-
Baqarah, Ali ,Imran, An-Nisaa`, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al-Maa-idah dan
Yunus) sama seperti taurat, Al-Mi`in (Surat-surat yang berisi kira-kira seratus
ayat lebih, seperti Hud, Yusuf, Mu,min dan lain sebagainya) sama seperti
Zabur dan Al-Matsani (Surat-surat yang berisi kurang dari seratus ayat.
Seperti, Al-Anfaal, Al-Hijr dan lain sebagainya) sama dengan kitab Zabur.
Dan sisanya merupakan tambahan”. Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan
Thabrani, dari Wasilah bin Al-Asqa’, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Telah diturunkan kepadaku Assab’uthiwal sebagai ganti
yang ada pada Taurat. Diturunkan kepadaku Al Mi`in sebagai ganti yang ada
pada Zabur. Diturunkan kepadaku Al Matsani sebagai ganti yang ada pada
Injil, dan aku diberi tambahan dengan Al Mufashshal (surat-surat pendek).”
Assab’uthiwal, adalah dari awal surat Al-Baqarah hingga akhir surat Al-
A’raaf, yang berjumlah enam surat. Para ulama berselisih pendapat tentang
surat yang ke tujuh; Apakah surat Al-Anfaal dan Al-Bara`ah sekaligus karena
antara keduanya tidak dipisah dengan bismillah, maka dianggap satu surat,
atau surat Yunus? “Al-Mi`un” yaitu surat-surat yang ayatnya sekitar atau lebih
dari seratus. “Matsani” yaitu; surat-surat yang jumlah ayatnya di bawah
seratus. Dinamakan demikian karena ayat-ayatnya berulang-ulang melebihi
yang ada pada surat-surat yang terhimpun dalam sab’uthiwal dan mi`un.
Sedangkan yang dimaksud dengan “Al-mufashal”, adalah surat-surat yang
lebih pendek dari surat-surat dalam Al-Matsani. Para ulama berselisih
pendapat tentang awal dari surat-surat itu; Ada yang berpendapat bahwa Al-
Mufashal bermula dari awal surat Ash-Shaffaat, pendapat lain mengatakan,
diawali dari surat Al-Fat-h, dan yang lainnya berpendapat, dari surat Al-
Hujuraat, dan ada juga yang berpendapat, dari surat Qaaf. Pendapat ini
dibenarkan oleh Al-Hafiz Ibnu Katsir dan Ibnu Hajar. Ada pula pendapat
selain yang disebut di atas. Namun demikian para ulama sepakat bahwa akhir
dari Mufashal adalah surat terakhir dalam Alquran.
Diantara keunggulan Al Quran juga, bahwa Allah menjadikan gaya
bahasanya mengandung mukjizat, sekalipun kitab-kitab lain juga mengandung
mukjizat dari segi pemberitaan tentang yang gaib dan hukum-hukum, namun
gaya bahasanya biasa-biasa saja, maka dari segi ini Al Quran lebih unggul.
Hal ini diisyaratkan oleh firman Allah:
“Dan sesungguhnya Alquran itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi
Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung
hikmah”. (QS: Az-Zukhruf:4)
2.4 Fungsi Al-Qur’an
Aturan Allah yang terdapat di dalam Al-Qur'an memiliki tiga fungsi utama,
yakni :
1) Hudá (petunjuk)
Sebagai hudá, artinya Al-Qur’an merupakan aturan yang harus diikuti
tanpa tawar menawar sebagaimana papan petunjuk arah jalan yang
dipasang di jalan-jalan. Kalau seseorang tidak mengetahui arah jalan tetapi
sikapnya mengabaikan petunjuk yang ada pada papan itu, maka sudah
pasti ia akan tersesat (QS 13: 37). Petunjuk yang ada pada Al-Qur’an
benar-benar sebagai ciptaan Allah bukan cerita yang dibuat-buat
(QS.12:111). Semua ayatnya harus menjadi rujukan termasuk dalam
mengelola bumi.
Dengan menggunakan kedua macam hukum secara beriringan yakni
hukum alam dan hukum Al-Qur’an, ditujukan antara lain untuk
menampakkan kejayaan Islam dan mengalahkan segenap tata aturan
ciptaan manusia (liyudlhirah ‘aláddini kullih) sebagaimana ditunjukkan
oleh kemenangan negeri Madinah atas negeri Mekah yang Jahiliyah (futuh
Mekah). Supaya tujuan itu bisa dicapai, maka hukum Allah (Al-Qur’an)
harus benar-benar dijadikan undang-undang oleh para khalifah fil ardl
dalam mengelola bumi.
2) Bayyinát (penjelasan)
Al-Qur’an sebagai bayyinát berfungsi memberikan penjelasan tentang
apa-apa yang dipertanyakan oleh manusia. Dalam fungsinya sebagai
bayyinát, Al-Qur'an harus dijadikan rujukan semua peraturan yang dibuat
oleh manusia, jadi manusia tidak boleh membuat aturan sendiri sebab
sistem aturan produk akal manusia sering hanya bersifat trial and error.
3) Furqán (pembeda)
Fungsi ketiga Al-Qur’an adalah sebagai furqán atau pembeda antara
yang haq dan yang báthill, antara muslim dan luar muslim, antara nilai
yang diyakini benar oleh mukmin dan nilai yang dipegang oleh orang-
orang kufurr.
Untuk bisa memahami dan menggali fungsi-fungsi Al-Qur’an, baik
sebagai hudá, bayyinát maupun furqán secara mendalam, maka Al-
Qur’an perlu dipelajari bagian demi bagian secara cermat dan tidak
tergesa-gesa (QS. 75 : 16-17, QS. 17 : 105-106), memahami munásabah
atau hubungan ayat yang satu dengan yang lain, surat yang satu dengan
surat yang lain.
Selanjutnya fungsi lain Al-Qur’an sebagai Syifa (obat, resep). Ibarat
resep dokter, pasien sering sulit membaca resep dokter apalagi
memahaminya, akan tetapi walaupun begitu, pasien tetap percaya bahwa
resep itu benar mustahil salah karena dokter diyakini tidak mungkin
bohong. Inilah kebenaran otoritas. Demikian pula dengan Al-Qur’an, ia
adalah resep dari Allah yang sudah pasti benar mustahil salah karena Allah
adalah Maha Benar. Dengan demikian walaupun ada beberapa ayat Al-
Qur;an yang untuk sementara waktu belum dapat difahami oleh ratio, tidak
apa-apa tetapi tetap harus dilaksanakan sebab kalau menunggu dapat
memahaminya secara penuh bisa memerlukan waktu yang lama sebelum
kita meninggal.
Juga obat dari dokter kadang rasanya manis kadang pahit, tetapi dokter
berpesan agar obat tersebut dimakan sesuai aturan dan sampai habis sebab
kalau tidak tepat aturan dan tidak sampai habis, penyakitnya tidak akan
sembuh. Demikian pula dengan Al-Quran sebagai obat, tidak selalu harus
sejalan dengan perasaan (feeling) kemauan (willing) dan ratio (thinking).
Allah menghendaki agar seorang mukmin mengamalkan seluruh ayat Al-
Qur’an tanpa terkecuali. Pemilahan dan pemilihan ayat-ayat tertentu untuk
diamalkan sedangkan ayat yang lainnya dibiarkan adalah sikap kufur
(Nu’minu biba;dlin wa nakfuru biba’dlin).
Al-Quran mempunyai beberapa fungsi penting, diantaranya ialah:
1) Sebagai Mukjizat Nabi Muhammad saw.
Al-Quran inilah bukti kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad saw,
sekaligus menjadi bukti bahwa Al-Quran merupakan firman Allah SWT,
dan bukan ucapan atau ciptaan nabi Muhammad saw sendiri. Rasullulah
saw telah menjadikan Al-Quran sebagai senjata bagi menentang orang-
orang kafir Quraisy. Dan kita dapati bahawa mereka sememangnya tidak
mampu menghadapinya, padahal mereka mempunyai kemahiran tingkat
tertinggi fashahah dan balaghahnya.
Hal ini tidak lain adalah kerana Al-Quran adalah suatu mukjizat (yang
mustahil dapat ditandingi). Jika kita meneliti ayat-ayat yang Allah SWT
wahyukan di dalam Al-Quran dari sudut dan konteksnya sebagai suatu
mukjizat, maka kita akan dapati bahwa Rasullulah saw telah mencabar
orang-orang Arab agar mereka menandingi kehebatan Al-Quran di dalam
tiga peringkat (rujuk Manna' Khalil Al Qatthan, Studi Ilmu-ilmu Qu'ran,
hal 372):
Cabaran peringkat pertama. Mencabar mereka dengan keseluruhan Al-
Quran dalam uslub umum yang meliputi orang Arab sendiri dan orang
lain, manusia malah jin, dengan cabaran yang mengalahkan dan
menjatuhkan mereka secara padu sebagaimana firmanNya. "Katakanlah:
Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang
serupa Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa
dengannya, sekalipun sebahagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian
yang lain." (TTQ 17 : 88)
Cabaran kedua. Mencabar dengan sepuluh surah sahaja daripada Al-
Quran. Sebagaimana firmanNya: Bahkan mereka mengatakan
"Muhammad telah membuat-buat Al-Quran." Katakanlah: Jika demikian,
maka datangkanlah sepuluh surah yang dibuat-buat yang menyamainya,
dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain
Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar. Jika mereka (yang
kamu seru itu) tidak menerima seruanmu, ketahuilah, sesungguhnya Al-
Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah" (TTQ 11 : 13-14)
Cabaran ketiga. Mencabar mereka hanya dengan satu surah daripada Al-
Quran sahaja. Sebagaimana firmanNya: "Atau (patutkah) mereka
mengatakan: Muhammad membuat-buatnya (Al-Quran). (Kalau benar
yang kamu katakan itu), cubalah datangkan satu surat seumpamanya"
(TTQ 10 : 38) Dan cabaran ini diulangi di dalam firmanNya: "Dan jika
kamu tetap dalam keadaan ragu tentang Quran yang Kami wahyukan
kepada hamba Kami (Muhammad saw), maka buatlah satu surat saja yang
semisal Al-Quran itu…" (TTQ 2 : 23 )
2) Sebagai Sumber Hukum Dan Aturan Hidup.
Ayat-ayat Al-Quran mengandungi peraturan tentang hukum-hukum
politik negara (Al-Hukm), sosial (Ijtima'i), pendidikan (Siyasah
Ta'limiyah), pidana (Hudud), pengadilan (Uqubat), akhlak dan sebagainya.
Semua aturan dan hukum ini wajib dijadikan sebagai pandangan hidup
bagi seluruh kaum muslimin dan umat manusia untuk mengatasi semua
permasalahan hidup yang dihadapinya. Sememangnya penyelesaian yang
diberikan oleh syariat Islam adalah merupakan penyelesaian yang sebenar-
benarnya sesuai dan memenuhi fitrah manusia itu sendiri. Dan
keberkesanan dan kemampuan syariat Islam dalam menangani segala
aspek permasalahan manusia ini sememangnya tidak dapat dinafikan
kecemerlangannya.
Kemampuan syariat Islam dalam menyelesaikan pelbagai permasalahan
kehidupan manusia inilah yang akan menjadikan Al-Quran sebagai
mukjizat abadi yang paling menonjol di muka bumi. Inilah yang akan
terjadi di masa hadapan, insyaallah! Sebab, kesejahteraan hidup yang
dikecapi umat manusia dan keadilan yang mereka rasakan lantaran
diterapkan syariat yang dibawa oleh Rasulullah melalui Al-Quran dan
Sunnah di bawah kepimpinan khalifah, (Khilafah 'ala minhajin
Nubuwwah) menjadi daya penarik yang paling dominan terhadap umat-
umat dan bangsa-bangsa non-muslim untuk meninggalkan sistem hidup
dan perundangan mereka yang rapuh dan usang, serta kezaliman para
penguasa mereka yang hanya mementingkan kelompok dan partinya
sahaja.
Bangsa-bangsa non muslim itu akan secara beramai-ramai masuk Islam
setelah mendengar dan melihat sendiri kesejahteraan hidup dibawah
naungan syariat Islam (TTQ An-Nashr). Sudah semestinya hal ini tidak
seperti yang telah digambarkan di dalam propaganda palsu para pembenci
Islam. Juga setelah adanya jihad yang dilancarkan para mujahidin ke
negeri-negeri (orang-orang kafir) untuk melepaskan belenggu-belenggu
yang selama ini memasung kehidupan mereka. Bahkan mereka yang kufur
akan dapat menyaksikan sendiri keindahan dan kemanisan kehidupan di
bawah penerapan sistem Islam di dalam masyarakat yang hidup di bawah
naungan khilafah, dengan mengunjungi negeri tersebut.
2.4 Bukti Kemukjizatan Al-Qur’an
Menurut bahasa kata Mu’jizat berasal dari katai’jaz diambil dari kata
kerja a’jaza-i’jaza yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu.
Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mu’jiz. Bila kemampuannya
melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan,
ia dinamai mu’jizat.
Menurut istilah Mukjizat adalah peristiwa luar biasa yang terjadi melalui
seseorang yang mengaku Nabi, sebagai bukti kenabiannya. Dengan redaksi
yang berbeda, mukjizat didefinisikan pula sebagai suatu yang luar biasa yang
diperlihatkan Allah SWT. Melalui para Nabi dan Rasul-Nya, sebagai bukti
atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulannya.
Kata I’jaz dalam bahasa Arab berarti menganggap lemah kepada orang lain.
Sebagimana Allah berfirman:
“…Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini” (QS. Al Maidah [5]: 31)
Maksud kumukjizatan Al-Qur’an bukan semata mata untuk melemahkan
manusia atau menyadarkan mereka atas kelemahanya untuk mendatangkan
semisal Al-Qur’an akan tetapi tujuan yang sebenarnya adalah untuk
menjelaskan kebenaran Al-Qur’an dan Rasul yang membawanya dan
sekaligus menetapkan bahwa sesuatu yang dibawa oleh mereka hanya sekedar
menyampaikan risalah Allah SWT, mengkhabarkan dan menyerukan.
Secara garis besar, mukjizat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat
yang bersifat material indrawi yang tidak kekal dan mukjizat immaterial,
logis, dan dapat dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi-nabi terdahulu
merupakan jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan indrawi
dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan dan dijangkau langsung
lewat indra oleh masyarakat tempat mereka menyampaikan risalahnya.
Perahu Nabi Nuh yang dibuat atas petunjuk Allah sehingga mampu
bertahan dalam situasi ombak dan gelombang yang demikian dahsyat. Tidak
terbakarnya Nabi Ibrahim a.s dalam kobaran api yang sangat besar; berubah
wujudnya tongkat Nabi Musa a.s. menjadi ular; penyembuhan yang dilakukan
oleh Nabi Isa a.s. atas izin Allah, dan lain-lain, kesemuanya bersifat material
indrawi, sekaligus terbatas pada lokasi tempat mereka berada, dan berakhir
dengan wafatnya mereka. Ini berbeda dengan mukjizat Nabi Muhammad
SAW, yang sifatnya bukan indrawi atau material, tetapi dapat dipahami akal.
Karena sifatnya yang demikian, ia tidak dibatasi oleh suatu tempat atau masa
tertentu. MukjizatAl-Qur’an dapat dijangkau oleh setiap orang yang
menggunakan akalnya dimana dan kapanpun.
Perbedaan ini disebabkan oleh dua hal pokok: Para Nabi sebelum Nabi
Muhammad SAW, ditugaskan untuk masyarakat dan masa tertentu. Karena
itu, mukjizat mereka hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tersebut, tidak
untuk sesudah mereka. Ini berbeda dengan mukjizat Nabi Muhammad yang
diutus seluruh umat manusia sampai akhir zaman sehingga bukti ajaranya
harus selalu ada dimana dan kapanpun berada.
Manusia mengalami perkembangan dalam pemikiranya. Umat para Nabi
khususnya sebelum Nabi Muhammad membutuhkan bukti kebenaran yang
sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. Bukti tersebut harus demikian jelas
dan langsung terjangkau oleh indra mereka. Akan tetapi, setelah
manusia mulai menanjak ke tahap kedewasaan berpikir, bukti yang bersifat
indrawi tidak dibutuhkan lagi.
Al-Qur'an digunakan oleh Nabi Muhammad SAW untuk menantang orang-
orang pada masanya dan generasi sesudahnya yang tidak mempercayai
kebenaran Al-Qur'an sebagai firman Allah (bukan ciptaan Muhammad) dan
risalah serta ajaran yang dibawanya. Terhadap mereka, sungguhpun memiliki
tingkatfashahah dan balaghah yang tinggi di bidang bahasa Arab, Nabi
memintanya untuk menandingi Al-Qur'an dalam tiga tahapan:
1) Mendatangkan semisal Al-Qur'an secara keseluruhan, sebagaimana
dijelaskan pada surat Al-Isra (17) ayat 88:
“Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa Al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat
membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi
pembantu bagi sebagian lain.” (Al-Isra [17]: 88)
2) Mendatangkan sepuluh surat yang menyamai surat-surat yang ada dalam
Al-Qur’an, sebagaimana dijelaskan dalam surat Hud (11) ayat 13 berikut:
“Bahkan mereka mengatakan, Muhammad telah membuat-buat Al-Qur’an
itu. “ Katakanlah, kalu demikian, maka datangkanlah sepuluh surat-surat
yang dibuat-buat menyamai, dan panggilah orang-orang yang kamu sanggup
memanggilnya selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang
benar”(Q.S. Hud (QS: Huud [11]: 13)
Surat yang menyamai surat-surat yang ada dalam Al-Qur'an, sebagaimana
dijelaskan oleh surat Al-Baqarah (2) ayat 23:
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami
wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang
semisal Al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika
kami orang-orang yang benar”(QS. Al Baqarah [2]: 23)
Sejarah telah menunjukan bahwa jawaban orang-orang Arab ternyata gagal
menandingi Al-Qur'an. Inilah beberapa catatan sejarah yang memperlihatkan
kegagalan itu. Pemimpin Quraisy pernah mengutus Abu Al-Walid, seorang
sastrawan ulung yang tiada bandingannya untuk membuat sesuatu yang mirip
dengan Al-Qur'an ketika Abu Al-Walid berhadapan dengan Rasulullah SAW.
Yang membaca surat Fushilat, ia tercengang mendengar kehalusan dan
keindahangaya bahasa Al-Qur'an dan ia pun kembali pada kaumnya dengan
tangan hampa.
Musailamah bin Habib Al Kadzdzab yang mengaku sebagai Nabi juga
pernah berusaha mengubah sesuatu yang mirip dengan ayat-ayat Al-Qur'an. Ia
mengaku bahwa dirinyapun mempunyai Al-Qur'an yang diturunkan dari langit
dan dibawa oleh Malaikat yang bernama Rahman. Di antara gubahan-
gubahannya yang dimaksudkan untuk mendandingi Al-Qur'an itu adalah
antara lain: “Hai katak, anak dari dua katak. Bersihkan apa saja yang akan
engkau bersihkan, bagian atas engkau di air dan bagian bawah engkau di
tanah”. Ketika itu pula, ia merobek-robek apa saja yang telah ia kumpulkan
dan merasa malu tampil di depan khalayak ramai. Setelah peristiwa itu ia
mengucapkan kata-katanya yang masyhur: “Demi Allah, siapapun yang tidak
akan mampu mendatangkan yang sama dengan Al-Qur'an.”
Mukjizan Al-Qur’an sangat banyak. Berikut ini merupakan segi-segi
kemukjizat Al-Qur'an:
1) Gaya Bahasa
Gaya bahasa Al-Qur’an membuat orang Arab pada saat itu merasa kagum
dan terpesona, bukan saja orang-orang mukmin, tetapi juga bagi orang-orang
kafir. Kehalusan ungkapan bahasanya membuat banyak diantara mereka
masuk Islam. Bahkan, Umar bin Khattab pun yang mulanya dikenal sebagai
orang yang paling memusuhi nabi Muhammad SAW, dan bahkan berusaha
membunuhnya, memutuskan masuk Islam dan beriman pada kerasulan
Muhammad hanya karena membaca petikan ayat-ayat Al-Qur-an. Susunan Al-
Qur-an tidak dapat disamakan oleh karya sebaik apa pun.[4]
2) Susunan Kalimat
Kendatipun Al-Qur-an, hadis qudsi, dan hadis nabawi sama-sama keluar
dari mulut nabi, terapi uslub (style) atau susunan bahasanya sangat jauh
berbeda. Uslub bahasa Al-Qur-an jauh lebih tinggi kualitasnya bila
dibandingkan dengan lainya. Al-Qur-an muncul dengan uslub yang begitu
indah. Didalam uslub tersebut terkandung nilai-nilai istimewa yang tidak akan
pernah ada ucapan manusia.
3) Hukum Illahi yang Sempurna
Al-Qur-an menjelaskan pokok-pokok aqidah, norma-norma keutamaan,
sopan-santun, undang-undang ekonomi, politik, sosial, dan kemasyarakatan,
serta hukum-hukum ibadah. Al-Qur-an menggunakan dua cara tatkala
menetapkan sebuah ketentuan hukum, yakni: Secara global. Artinya, persoalan
ibadah umumnya diterangkan secara global, sedangkan perincianya
diserahkan kepada ulama melalui ijtihad. Kemudian, secara terperinci.
Artinya, hukum yang dijelaskan secara terperinci adalah yang berkaitan
dengan utang piutang, makanan yang halal dan yang haram, memelihara
kehormatan wanita, dan masalah perkawinan.
4) Ketelitian Redaksinya
Ketelitian redaksi Al-Qur-an bergantung pada hal berikut:
a) Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya.
b) Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/makna yang
dikandungnya.
c) Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang
menunjukan akibatnya.
d) Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya.
Disamping keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbang
khusus:
a) Kata yawm (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak
hari-hari dalam setahun, sedangkan kata hari yang menunjukan bentuk
plural (ayyam) atau dua (yawmayni), berjumlah tiga puluh, sama
dengan jumnlah hari dalam sebulan. Disisi lain, kata yang berarti bulan
(syahr) hanya terdapat dua belas kali sama dengan jumlah bulan dalam
setahun.
b) Al-Qur-an menjelaskan bahwa langit itu ada tujuh macam. Penjelasan
ini diulangi sebanyak tujuh kali pula, yakni dalam suratAl-Baqarah
[2] ayat 29, surat Al-Isra [17] ayat 44, surat Al-Mukmin [23] ayat 86,
suratAl-Fushilat [41] ayat 12, surat Ath-Thalaq [65] ayat 12, surat Al-
Mulk [67] ayat 3, dansurat Nuh [71] ayat 15. Selain itu, penjelasan
tentang terciptanya langit dan bumi dalam enam hari dinyatakan pula
dalam tujuh ayat.
c) Kata-kata yang menunjukan kepada utusan Tuhan, baik rasul atau nabi
atau basyir(pembawa berita gembira) atau nadzir(pemberi peringatan),
kesemuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah
penyebutan nama-nama nabi, rasul dan pembawa berita tersebut, yakni
518.[5]
5) Berita tentang Hal-hal yang Gaib
Sebagaimana ulama mengatakan bahwa sebagian mukjizat Al-Qur'an itu
adalah berita gaib. Salah satu contohnya adalah Fir’aun, yang mengejar-
ngejar Nabi Musa. Hal ini, diceritakan dalam suratYunus (10) ayat 9:
“Maka pada hari Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi
pelajaran bagi orang-orang datang sesudahmu dan sesungguhnya
kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.”
Pada ayat itu ditegaskan bahwa badan Firaun akan diselamatkan Tuhan
untuk menjadi pelajaran bagi generasi berikutnya. Tidak seorang pun
mengetahui hal tersebut karena telah terjadi sekitar 1.200 tahun SM. Pada
awal abad ke-19, tepatnya pada tahun 1896 di lembah raja-raja Luxor Mesir,
seorang ahli purbakala Loret menemukan satu mumi, yang dari data-data
sejarah terbukti bahwa ia Firaun yang bernama Muniftah yang pernah
mengejar Nabi Musa a.s. selain itu pada tanggal 8 Juli 1908, Elliot Smith
mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk membuka pembalut-pembalut
Firaun tersebut. Apa yang ditemukannya satu jasad utuh, seperti yang
diberitakan Al-Qur'an melalui Nabi yang ummy(tidak pandai membaca dan
menulis)
6) Isyarat-isyarat Ilmiah
Banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dala Al-Qur-an misalnya:
a) Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan
pantulan. Terdapat dalam Q.S. Yunus [10]: 5.
b) Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakan napas, hal ini
terdapat pada surat Al-An’am [6]: 25
c) Perbedaan sidik jari manusia. Terdapat dalamsurat Al-Qiyamah [75]: 4
d) Aroma/bau manusia berbeda-beda. Terdapat dalam surat Yusuf [12]: 94
e) Masa penyusuan yang tepat dan kehamilan minimal. Terdapat
dalam surat Al-Baqarah [2]: 233
f) Adanya nurani (super ego) dan bawah sadar manusia. Terdapat
dalam surat Al-Qiyamah [75]: 14
g) Yang merasakan nyeri adalah kulit. Terdapat dalam surat Al-Qiyamah
[75]: 4
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan
1) Hakikat (pokok) Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril.
2) Posisi Al-Qur’an adalah sebagai sumber hukum pertama Islam. Sedangkan
peran Al-Qur’an adalah pelengkap sekaligus penyempurna kitab-kitab
terdahulu.
3) Beberapa fungsi Al-Qur’an diantaranya adalah Al-Huda (petunjuk), Al-
Bayyinat (penjelasan), dan Al-Furqan (pembeda).
4) Bukti kemukjizatan Al-Qur’an sangat banyak, beberapa dapat dilihat dari
keindahan tata bahasa, makna, keutamaan, bahkan bukti-bukti sains.
3.1 Saran
1) Pustaka tentang Al-Qur’an sebaiknya bersumber dari referensi yang jelas,
misalnya sebuah kitab karangan ulama-ulama terdahulu untuk
menghindari terjadinya kekeliruan sumber/dalil.
2) Perlu adanya kajian terlebih dahulu mengenai materi dan metode
pengumpulan sumber/referensi dalam pembuatan makalah.
3) Kepenulisan dalam hal makalah tentang Al-Qur’an masih sedikit. Oleh
karena itu, diharapkan para mahasiswa lebih tertarik terhadap penelitian
tentang Al-Qur’an sebagai bukti kecintaan kita kepada-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Ali Ash-Shabuni, At-Tibyan Fi ‘Ulum Al-Qur’an, Maktabah Al-Ghazali, Damaskus.
http://quran.al-shia.org/id/lib/24.htm (diakses tanggal 14 Februari 2015 pukul 11.00)
http://adeeeeeeee.blogspot.com/p/makalah-kemukjizatan-al-quran.html (diakses tanggal 16 Februari 2015 pukul 07.00)
https://abihumaid.wordpress.com/2011/02/28/al-quran-keutamaan-kedudukan-dan-posisinya-sebagai-sumber-syariat-islam/ (diakses tanggal 14 Februari 2015 pukul 19.00)