makalah vektor
DESCRIPTION
NyamukTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Musim pancaroba, musim peralihan dari cuaca panas ke hujan yang
biasa datang bersamaan dengan udara lembab di negara-negara beriklim
tropis dapat menyebabkan organisme penyebab penyakit, seperti bakteri, jamur,
parasit, dan virus dapat tumbuh dengan subur. Dengan adanya peristiwa
tersebut akan berakibat munculnya penyakit-penyakit khas yang biasanya
terdapat di negara tropis. Seperti kaki gajah, demam berdarah, diare, lepra,
Tubercholosis (TBC) dan Malaria yang merupakan jenis penyakit yang cukup
terkenal di negara beriklim tropis seperti Indonesia. Menurut Kompas (2008),
jumlah penderita penyakit tropis semakin meningkat dalam lima tahun terakhir.
Bersama AIDS dan TBC, Malaria telah menjadi sasaran World Health
Organization (WHO) untuk dihapus dari muka bumi dan penyakit ini mampu
membunuh anak setiap 20 detiknya dan menjadi penyakit paling mematikan.
Malaria adalah penyakit yang telah lama dikenal oleh masyarakat
Indonesia baik gejala maupun pengobatan serta cara penyebarannya. Hampir
semua anak-anak di Indonesia mendapatkan pelajaran tentang penyakit Malaria.
Hal ini nampaknya didasari karena banyaknya penderita penyakit tersebut di
Indonesia. Malaria juga merupakan salah satu penyakit yang tidak pernah hilang
(emerging) yang menunjukkan kecenderungan meningkatnya kasus di beberapa
negara.
Kejadian Luar Biasa (KLB) Malaria terjadi di hampir tiap benua dan telah
meningkatkan tidak hanya gangguan kesehatan masyarakat tetapi menimbulkan
kematian, menurunnya produktivitas kerja, dampak ekonomi lainnya termasuk
menurunnya pariwisata . Peningkatan penyakit Malaria sangat terkait dengan
iklim baik musim hujan, kemarau maupun pancaroba dan pengaruhnya bersifat
lokal spesifik. Pergantian global iklim yang terdiri dari temperatur, kelembapan,
curah hujan, cahaya dan pola tiupan angin mempunyai dampak langsung pada
reproduksi vektor, perkembangannya, longevity dan perkembangan parasit
dalam tubuh vektor. Sedangkan dampak tidak langsung karena pergantian
vegetasi dan pola tanam pertanian dapat mempengaruhi kepadatan populasi
vektor.
1
Di Indonesia sampai saat ini penyakit malaria masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat. Angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi,
terutama di daerah Indonesia bagian timur. Di daerah trasmigrasi dimana
terdapat campuran penduduk yang berasal dari daerah yang endemis dan tidak
endemis malaria, di daerah endemis malaria masih sering terjadi letusan
kejadian luar biasa (KLB) malaria Oleh karena kejadian luar biasa ini
menyebabkan insiden rate penyakit malaria masih tinggi di daerah tersebut.
Dewasa ini upaya pemberantasan penyakit malaria dilakukan melalui,
pemberantasan vektor penyebab malaria (nyamuk Anopheles) dan
dilanjutkan dengan melakukan pengobatan kepada mereka yang diduga
menderita malaria atau pengobatan juga sangat perlu diberikan pada penderita
malaria yang terbukti positif secara laboratorium. Dalam hal pemberantasan
malaria selain dengan pengobatan langsung juga sering dilakukan dengan jalan
penyemprotan rumah dan lingkungan sekeliling rumah dengan racun serangga,
untuk membunuh nyamuk dewasa upaya lain juga dilakukan untuk
memberantas larva nyamuk.
Peningkatan penularan malaria sangat terkait sangat terkait dengan
iklim baik musim hujan maupun musim kemarau dan pengaruhnya bersifat
lokal spesifik. Pergantian musim akan berpengaruh baik langsung maupun
tidak langsung terhadap vektor pembawa penyakit. Pergantian global iklim
yang terdiri dari temperatur, kelembaban, curah hujan, cahaya dan pola
tiupan angin mempunyai dampak langsung pada reproduksi vektor,
perkembangannya, longevity dan perkembangan parasit dalam tubuh vektor.
Sedangkan dampak tidak langsung karena pergantian vegetasi dan pola tanam
pertanian yang dapat mempengaruhi kepadatan populasi vektor
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes 2001, di
Indonesia setiap tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita Malaria klinis yang
mengakibatkan 30.000 orang meninggal tiap tahunnya, kemudian dari data
Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) tahun 2007, didapatkan hampir seluruh
propinsi di Indonesia merupakan daerah endemis pertumbuhan vektor
penyebab penyakit Malaria. Dari 33 propinsi, propinsi Papua Barat
merupakan propinsi dengan nilai proporsi tertinggi daerah endemis
perkembangbiakan vektor penyakit Malaria. Disusul propinsi Papua lalu
2
propinsi Nusa Tenggara Timur. Hal inilah yang menyebabkan ketertarikan
peneliti untuk mengkaji faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi
tingginya perkembangbiakan vektor penyakit Malaria di daerah endemis Papua
Barat sebagai wilayah tertinggi daerah endemis penyakit Malaria.
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pola penyebaran penyakit malaria
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya penyakit malaria
3. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit malaria
C. MANFAAT
1. Sebagai bahan bacaan bagi penulis pada khususnya dan bagi mahasiswa stik
tamalatea pada umumnya
2. Sebagai tambahan informasi bagi masyarakat dan pihak terkait mengenai
pola penyebaran dan cara pencegahan penyakit malaria
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. APA ITU MALARIA
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak
balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan
dapat menurunkan produktivitas kerja. Penyakit ini juga masih endemis di
sebagian besar wilayah Indonesia.
Penyakit malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya
melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Berdasarkan survai unit kerja SPP
(serangga penular penyakit) telah ditemukan di Indonesia ada 46 species
nyamuk anopheles yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari species-species
nyamuk tersebut ternyata ada 20 species yang dapat menularkan penyakit
malaria. Dengan kata lain di Indonesia ada 20 species nyamuk anopheles yang
berperan sebagai vektor penyakit malaria.
Dalam rangka pengendalian penyakit malaria banyak hal yang sudah
maupun sedang dilakukan baik dalam skala global maupun nasional. Malaria
merupakan salah satu indikator dari target Pembangunan Milenium (MDGs),
dimana ditargetkan untuk menghentikan penyebaran dan mengurangi kejadian
insiden malaria pada tahun 2015 yang dilihat dari indikator menurunnya
angka kesakitan dan angka kematian akibat malaria. Global Malaria Programme
(GMP) menyatakan bahwa malaria merupakan penyakit yang harus terus
menerus dilakukan pengamatan, monitoring dan evaluasi, serta diperlukan
formulasi kebijakan dan strategi yang tepat. Di dalam GMP ditargetkan 80%
penduduk terlindungi dan penderita mendapat pengobatan Arthemisinin based
Combination Therapy (ACT). Dan melalui Roll Back Malaria Partnership
ditekankan kembali dukungan tersebut. Karena pentingnya penanggulangan
Malaria, maka beberapa partner internasional salah satunya Global Fund,
memberikan bantuan untuk pengendalian malaria.
Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia family plasmodiidae
dan ordo coccidiidae. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 macam parasit
malaria yaitu:
4
1. Plasmodium Falciparum penyebab malaria tropika yang sering
menyebabkan malaria yang berat.
2. Plasmodium vivax penyebab malaria tertina.
3. Plasmodium malaria penyebab malaria quartana.
4. Plasmodium ovale jenis ini jarang sekali dijumpai di Indonesia,
karena umumnya banyak kasusnya terjadi di Afrika dan Pasifik Barat.
Pada penderita penyakit malaria, penderita dapat dihinggapi oleh lebih
dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed
infection). Dari kejadian infeksi campuran ini biasanya paling banyak dua jenis
parasit, yakni campuran antara plasmodium falcifarum dengan plasmodium
vivax atau P. malariae. Kadang-kadang di jumpai tiga jenis parasit sekaligus
meskipun hal ini jarang terjadi,. infeksi campuran ini biasanya terjadi terdapat di
daerah yang tinggi angka penularannya.
B. POLA PENYEBARAN PENYAKIT MALARIA
Batas dari penyebaran malaria adalah 64°LU (RuBia) dan 32°LS
(Argentina). Ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter dibawah
permukaan laut (Laut mati dan Kenya) dan 2600 meter di atas permukaan laut
(Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling Juas,
mulai dari daerah beriklim dingin, subtropik sampai kedaerah tropik.
Plasmodium Falciparum jarang sekali terdapat didaerah yang beriklim
dingin Penyakit Malaria hampir sama dengan penyakit Falciparum, meskipun
jauh lebih jarang terjadinya. Plasmodium ovale pada umumnya dijumpai di
Afrika dibagian yang beriklim tropik, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat.
Di Indonesia Penyakit malaria tersebar diseluruh pulau dengan
derajat, endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit didaerah dengan
ketinggian sampai 1800 meter diatas permukaan laut.
Angka kesakitan malaria di pulau Jawa dan Bali dewasa ini (1983)
berkisar antara 1-2 per 1000 penduduk, sedangkan di luar Jawa-Bali sepuluh
kali lebih besar.
Sepcies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan
Plasmodium vivax Plasmodium malaria banyak dijumpai di Indonesia bagian
Timur. Plasmodium ovale pernah ditemukan di Irian dan Nusa Tenggara Timur.
5
Sebagai berikut ada beberapa model pola penyebarab penyakit malaria :
1. Model Ross-MacDonald
Pemodelan matematika pada dinamika penularan Malaria pertama kali
dilakukan pada awal tahun 1900 oleh R. Ross yang dikenal dengan model Ross.
Model Ross kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh G. MacDonald yang
merumuskan model-Ross MacDonald untuk transmisi malaria, dengan
mempertimbangkan populasi manusia dan nyamuk pada suatu daerah dan
tanpa memperhitungkan pola mobilitas manusia dan nyamuk. Pada model Ross-
MacDonald diasumsikan bahwa total manusia dan nyamuk adalah konstan.
Dinamika sistem dapat digambarkan dengan persamaan berikut:
dengan N adalah banyaknya populasi manusia,
M adalah banyaknya populasi nyamuk,
γ adalah laju kesembuhan manusia,
μ adalah laju kematian nyamuk,
β adalah rata-rata menggigit per nyamuk per orang,
X(t) adalah banyaknya manusia yang terinfeksi pada waktu t,
Y(t) adalah banyaknya nyamuk yang terinfeksi pada waktu t.
Untuk memudahkan, diasumsikan proporsi gigitan yang mengakibatkan
infeksi pada manusia dan nyamuk adalah konstan.
2. Model dengan Heterogenitas Spasial
Model dengan heterogenitas spasial adalah model yang
memperhitungkan perbedaan keadaan dan kondisi suatu daerah dengan daerah
yang lain, karena suatu daerah yang luas terbagai ke dalam beberapa bagian
daerah yang kecil, dan antar bagian daerah tersebut saling berinteraksi dengan
yang lain.
Pada model ini diasumsikan bahwa daerah tempat tingal populasi
manusia dan nyamuk terfragmentasi dalam a bagian (fragment). Selanjutnya
diasumsikan pula bahwa tingkat menggigit per nyamuk per manusia, tingkat
6
penyembuhan manusia dan kematian nyamuk adalah sama. Misalkan bahwa
manusia hanya bisa pindah ke bagian lain, dan ketika mereka bergerak ke
tempat tersebut dapat menginfeksi dan terinfeksi pada daerah lainnya. Dan
diasumsikan pula manusia dan nyamuk menyebar rata. Karena suatu daerah
terbagi kedalam a bagian, maka jumlah manusia dan nyamuk per bagian adalah
N/a dan M/a. Sedangkan Xi(t) dan Yi(t) merupakan jumlah manusia dan nyamuk
yang terinfeksi di bagian i (i = 1, ..., a) pada waktu t.
Model yang termasuk dalam heterogenitas spasial yaitu model migrasi dan
model kunjungan. Model migrasi adalah model yang memperhitungkan jumlah
manusia yang bermigrasi dari satu daerah ke daerah lain dan menetap tidak kembali
ke daerah asal mereka. Sedangkan model kunjungan adalah model yang
memperhitungkan jumlah manusia yang berkunjung ke suatu daerah selama waktu
tertentu dan kembali lagi ke daerah asal.
3. Model Migrasi
Pada model Migrasi digambarkan bahwa terdapat sebagian populasi
manusia yang bermigrasi dari daerah i ke daerah j dan tidak kembali (menetap
di daerah yang di kunjungi), sehingga dapat menambah populasi manusia di
daerah j. Namun pada waktu itu tersebut, terdapat juga sebagian populasi
manusia yang bermigrasi dari daerah j ke daerah i, sehingga dapat menambah
populasi manusia pada daerah i dengan proporsi migrasi tertentu.
Dalam model ini diasumsikan bahwa eij adalah bagian populasi manusia
yang bermigrasi dari daerah i ke daerah j per satuan waktu, dan tidak kembali.
Kemudian diasumsikan ni(t) adalah jumlah populasi manusia di daerah i pada
waktu t, sehingga Σi ni(t) = N.
4. Model Kunjungan
Pada model Kunjungan digambarkan terdapat sebagian populasi manusia
yang berkunjung dari daerah i ke daerah j selama waktu tertentu dan kembali
lagi ke daerah asal mereka. Sehingga kunjungan bagian populasi manusia
tersebut dapat menambah populasi manusia di daerah j selama waktu
kunjungan. Namun pada waktu tersebut terdapat juga bagian populasi manusia
7
yang berkunjung dari daerah j ke daerah i selama waktu tertentu dan akan
kembali lagi ke daerah j.
Fragmentasi daerah adalah membagi suatu daerah atau kawasan yang
luas ke dalam beberapa bagian daerah yang lebih kecil. Pembagian daerah dalam
beberapa bagian bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya wabah
penyakit dibandingkan dengan lingkungan yang tidak terfragmentasi.
Fragmentasi daerah dapat digambarkan dalam skema berikut :
C. BEBERAPA JENIS VEKTOR MALARIA DI INDONESIA
Indonesia merupakan daerah yang sangat luas yang terdiri dari pulau-
pulau dari Sabang sampai Merauke. Vektor penyakit malaria di Indonesia
melalui nyamu anopheles. Anopheles dapat disebut vektor malaria disuatu
daerah, apabila species anopheles tersebut di daerah yang bersangkutan
telah pernah terbukti positif mengandung sporosoit didalam kelenjar
ludahnya.
Disuatu daerah tertentu apabila terdapat vektor malaria dari salah
satu species nyamuk anopheles, belum tentu di daerah lain juga mampu
menularkan penyakit malaria.
Nyamuk anopheles dapat dikatakan sebagai vektor malaria apabila
memenuhi suatu persyaratan tertentu diantaranya seperti yang di sebutkan
dibawah ini.
1. Kontaknya dengan manusia cukup besar.
2. Merupakan species yang selalu dominan.
8
3. Anggota populasi pada umumnya berumur cukup panjang, sehingga
memungkinkan perkembangan dan pertumbuhan plasmodium hingga
menjadi sporosoit
4. Ditempat lain terbukti sebagai vektor
Ada beberapa jenis vektor malaria yang perlu diketahui :
1. An. Aconitus
Vektor An. Aconitus pertama sekali ditemukan oleh Donitz pada
tahun 1902. Vektor jenis An. aconitus betina paling sering menghisap darah
ternak dibandingkan darah manusia. Perkembangan vektor jenis ini sangat
erat hubungannya dengan lingkungan dimana kandang ternak yang
ditempatkan satu atap dengan rumah penduduk.
Vektor Aconims biasanya aktif mengigit pada waktu malam hari,
hampir 80% dari vektor ini bisa dijumpai diluar rumah penduduk antara
jam 18.00 -22.00. Nyamuk jenis Aconitus ini hanya mencari dm-ah didalam
rumah penduduk. Setelah
itu biasanya langsung keluar. Nyamuk ini biasanya suka hinggap
didaerah-daerah yang lembab. Seperti dipinggir-pinggir parit, tebing sungai,
dekat air yang selalu basah dan lembab.
Tempat perindukan vektor Aconitus terutama didaerah
pesawahan dan saluran irigasi. Persawahan yang berteras merupakan
tempat yang baik untuk perkembangan nyamuk ini. Selain disawah, jentik
nyamuk ini ditemukan pula ditepi sungai yang airnya mengalir perlahan dan
kolam air tawar.
Distribusi dari An- Aconims, terdapat hubungan antara densitas
dengan umur padi disawah. Densitas mulai meninggi setelah tiga - empat
minggu penanaman padi dan mencapai puncaknya setelah padi berumur
lima sampai enam minggu.
2. An. Sundaicus
An. Sundaictus pertama sekali ditemukan oleh Rodenwalt pada
tahun 1925. Pada vektor jenis ini umurnya lebih sering menghisap
darah manusia dari pada darah binatang. Nyamuk ini aktif menggigit
sepanjang malam tetapi paling sering antara pukul 22.00 - 01.00 dini
9
hari. Pada waktu malam hari nyamuk masuk ke dalam rumah untuk
mencari darah, hinggap didinding baik sebelum maupun sesudah
menghisap darah.
Perilaku istirahat nyamuk ini sangat berbeda antara lokasi yang satu
dengan lokasi yang lainnya. Di pantai Selatan Pulau Jawa dan pantai Timur
Sumatera Utara, pada pagi hari, sedangkan di daerah Cilacap dan
lapangan dijumpai pada pagi hingga siang hari, jenis vektor An. Sundaicus
istirahat dengan hinggap didinding rumah penduduk. Jarak terbang An.
Sundaicus betina cukup jauh. Pada musim densitas tinggi, masih dijumpai
nyamuk betina dalam jumlah cukup banyak disuatu tempat yang berjarak
kurang lebih 3 kilometer (Km) dari tempat perindukan nyamuk tersebut .
Vektor An. Slmdaicus biasanya berkembang biak di air payau, yaitu
campuran antara air tawar dan air asin, dengan kadar garam optimum
antara 12% -18%. Penyebaran jentik ditempat perindukan tidak merata
dipermukaan air, tetapi terkumpul ditempat-tempat tertutup seperti
diantara tanaman air yang mengapung, sampah dan rumput - rumput
dipinggir Sungai atau pun parit.
Genangan air payau yang digunakan sebagai tempat berkembang
biak, adalah yang terbuka yang mendapat sinar matahari langsung. Seperti
pada muara sungai, tambak ikan, galian -galian yang terisi air di sepanjang
pantai dan lain -lain.
3. An. Maculatus
Vektor An. Maculatus pertama sekali ditemukan oleh Theobaldt
pada tahun 1901. Vektor An. Maculatus betina lebih sering mengiisap darah
binatang daripada darah manusia. Vektor jenis ini akti fmencari darah
pada malam hari antara pukul 21.00 hingga 03.00 Wib.
Nyamuk ini berkembang biak di daerah pegunungan. Dimana tempat
perindukan yang spesifik vektor An. Maculatus adalah di sungai yang kecil
dengan air jernih, mata air yang mendapat sinar matahari langsung. Di
kolam dengan air jemih juga ditemukan jentik nyamuk ini, meskipun
densitasnya rendah. Densitas An. Maculatus tinggi pada musim kemarau,
10
sedangkan pada musim hujan vektor jenis ini agak berkurang karena tempat
perindukan hanyut terbawa banjir.
4. An. Barbirostris
Vektor An. Barbirotris pertama sekali diidentifikasi oleh Van der
Wulp pada tahun 1884. Jenis nyamuk ini di Sumatera dan Jawa jarang
dijumpai menggigit orang tetapi lebih sering dijumpai menggigit
binatang peliharaan. Sedangkan pada daerah Sulawesi, Nusa Tenggara
Timur dan Timor- Timur nyamuk ini lebih sering menggigit manusia
daripada binatang. Jenis nyamuk ini biasanya mencari darah pada
waktu malam hingga dini hari berkisar antara pukul 23.00 -05.00.
Frekuensi mencari darah tiap tiga hari sekali.
Pada siang hari nyamuk jenis ini hanya sedikit yang dapat
ditangkap, didalam rumah penduduk, karena tempat istirahat nyamuk ini
adalah di alam terbuka. paling sering hinggap pada pohon-pohon seperti
pahon kopi, nenas dan tanaman perdu disekitar rumah. Tempat
berkembang biak (Perindukan) vektor ini biasanya di sawah–sawah
dengan saluran irigasinya kolam dan rawa-rawa. Penyebaran nyamuk
jenis ini mempunyai hubungan cukup kuat dengan curah hujan disuatu
daerah. Dari pengamatan yang dilakukan didaerah Sulawesi Tenggara
vektor An. Barbirotris ini paling tinggi jumlahnya pada bulan Juni.
D. CARA PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA
Dalarn pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan
pembasmian sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha
mengurangi dan menurunkan populasi kesatu tingkat yang tidak
membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat diusahakan agar
segala kegiatan dalam rangka memurunkan populasi vektor dapat mencapai
hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan
teknologi sederhanapun, yang penting di dasarkan prinsip dan konsep yang
benar.
Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat
dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut :
11
1. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara
pengendalian agar vektor tetap berada di bawah garis batas yang
tidak merugikan/ membahayakan.
2. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan
ekologis terhadap tata lingkungan hidup.
Pemberantasan secara sederhana ini adalah dilakukan untuk anopheles
aconitus dan Anopheles sundaicus yang merupakan vektor malaria.
Dalam pemberantasan ini terlebih dahulu dilakukan pengamatan
dengan melihat umur tanaman padi, khususnya tanaman padi rata-rata 4
minggu setelah tanam, karena hal ini menerangkan densitas aconitus mulai
meninggi. Tempat perindukan nyamuk anopheles aconitus adalah tempat yang
tertutup oleh tanaman air, sedangkan bila permukaan airnya bersih
densitasnya rendah, pada hakekatnya tinggi rendahnya densitas anopheles
aconitus sulit di ramalkan.
Dari hasil suatu penelitian dan pengamatan, untuk menanggulangi
nyamuk aconitus dapat dilakukan dengan pengendalian yang sederhana yaitu
dengan cara non kimiawi yang tidak mempunyai efek pencemaran lingkungan.
Cara ini dapat dilakukan secara gotong-royong maupun perorangan oleh
masyarakat.
1. Pengamatan Vektor
Pengamatan vektor sangat penting karena dari kegiatan ini akan terkumpul
data yang menerangkan keadaan dan perilaku vektor (nyamuk aconitus) pada
suatu waktu. Cara pemberantasan sederhana ini dilakukan terlebih dahulu
meninjau lapangan dan menganalisa keadaan lingkungan, khusus tempat
peridukan vektor. Nyamuk anopheles aconitus tempat perindukan sering di
jumpai di sawah dan saluran irigasi, dan daerah yang petaninya tidak
menanam padi dengan serentak, pada daerah seperti ini densitas anopheles
aconitus tinggi. Bila penanaman padi oleh petani dilakukan dengan serentak
maka densitas nyamuk tersebut anopheles aconitus menyenangi darah hewan
binatang akan tetapi banyak di jumpai menggigit orang diluar rumah,
tempat istirahat utama adalah tebing parit, Sungai yaitu di bagian dekat air
yang lembab 80 cm dari lantai.
12
2. Pemberantasan
Penyebaran anopheles aconitus terutama dijumpai pada daerah
persawahan, sebenarnya upaya pemberantasan vektor utama yang dapat
dilakukan adalah penyemprotan runah serta bangunan-bangunan lainnya,
seperti dengan menggunakan fenitrothion, namun pemberantasan ini
membutuhkan biaya berlipat ganda, dan harus di sadari bahwa dengan
penyemprotan adalah suatu kebijaksanaan jangka pendek sedangkan
jangka panjang adalah pengelolaan lingkungan. Cara sederhana diharapkan,
yang memungkinkan dapat dilakukan oleh masyarakat dan mampu
mengerjakannya.
Untuk mengurangi densitas anopheles aconitus petani diharapkan
merawat saluran irigasi, bagian tepi saluran tidak ada kantong-kantong air
hingga air mengalir lancar, dan menanam padi harus serentak sehingga
densitas anopheles aconitus terbatas pada periode pendek yaitu pada minggu
ke 4 hingga minggu ke 6 setelah musim tanam.
3. Pengendalian Jentik
Perkembangan jentik hingga dewasa membutuhkan air jika tidak ada air
akan mati, maka pengeringan berkala sawah hingga kering betul, merupakan
cara pengendalian jentik anopheles aconitus yang dapat dilakukan oleh
masyarakat petani.
Perkembangan dari telur hingga menjadi nyamuk diperlukan waktu 13-
16 hari, karenanya pengeringan cukup dilakukan dipersawahan, yang
dilakukan setiap 10 kali selama 2 hari.
Cara lain yaitu petani diharapkan membudayakan tanaman selang-
seling antara tanaman berair dengan tanaman tanpa air misalnya
palawija, penebaran ikan pemakan jentik. ikan yang di tebarkan tidak mesti
ikan kecil tetapi dapat ikan yang mempunyai nilai ekonomi misalnya ikan
mujahir, semua keterangan diatas adalah untuk pengendalian jentik.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk membunuh larva nyamuk
anopheles:
13
a. Secara Kimiawi
Pemberantasan nyamuk anopheles secara kimiawi dapat dilakukan
dengan menggunakan larvasida yaitu zat kimia yang dapat membunuh larva
nyamuk, yang termasuk dalam kelompok ini adalah solar/minyak tanah,
parisgreen, temephos, fention, altosid dll. Selain zat-zat kimia yang
disebutkan di atas dapat juga digunakan herbisida yaitu zat kimia yang
mematikan tumbuh–tumbuhan air yang digunakan sebagai tempat berlindung
larva nyamuk
b. Secara Hayati
Pemberantasan larva nyamuk anopheles secara hayati dilakukan dengan
mengunakan beberapa agent biologis seperti predator misalnya pemakan jentik
(clarviyorous fish) seperti gambusia, guppy dan panchax (ikan kepala timah).
Selain secara kimiawi dan secara hayati untuk pencegahan penyakit
malaria dapat juga dilakukan dengan jalan pengelolaan lingkungan hidup
(environmental management), yaitu dengan pengubahan lingkungan hidup
(environmental modification) sehingga larva nyamuk anopheles tidak mungkin
hidup. Kegiatan ini antara lain dapat berupa penimbunan tempat perindukan
nyamuk, pengeringan dan pembuatan dam, selain itu kegiatan lain mencakup
pengubahan kadar garam, pembersihan tanaman air atau lumut dan lain-lain.
4. Pengendalianyamuk dewasa dengan hewan ternak
Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang
memiliki temak lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk anopheles aconitus
adalah nyamuk yang senangi menyukai darah binatang (ternak) sebagai
sumber mendapatkan darah, untuk itu ternak dapat digunakan sebagai tameng
untuk melindungi orang dari serangan anopheles aconitus yaitu dengan
menempatkan kandang ternak diluar rumah (bukan dibawah kolong dekat
dengan rumah).
14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Di Indonesia sampai saat ini penyakit malaria masih merupakan
masalah Kesehatan Masyarakat. Terutama di daerah Indonesia bagian timur.
Angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi terutama dijumpai di daerah
endemis. Dewasa ini upaya pemberantasan penyakit malaria dilakukan melalui
pemberantasan vektor penyebab malaria (nyamuk anopheles)
Ada beberapa caranyang biasanya dilakukan dalam memberantas vektor
yaitu secara kimiawi dan hayati yang sering dilakukan.
Penyebab penyakit malaria di Indonesia adalah genus plasmodia
family plasmodiidae dan ordo coccidiidae, Sampai saat ini dikenal 4 (empat)
macam parasit malaria yaitu:
a. Plasmodium Falcifarum penyebab malaria tropika
yang sering menyebabkan malaria berat.
b. Plasmodilun vivax penyebab malaria Tertiana.
c. Plasmodium Malariae penyebab malaria Quartana
d. Plasmodium Ovate jenis ini jarang sekali di jumpai di Indonesia, karena
umumnya banyak kasusnya terjadi di Afrika dan Pasifik barat.
B. SARAN
Bagi Petugas Pelayanan Kesehatan yaitu : Perlu melakukan penyuluhan
tentang malaria agar masyarakat bisa tahu cara penanggulangan malaria faktor
apa yang dapat menyebabkan terjadinya malaria dan meningkatkan upaya
promotif dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang malaria
sehingga masyarakat lebih waspada. Melakukan pengendalian lingkungan,
terutama pengelolaan terhadap tempat perindukan maka diperlukan
kerjasama lintas sektor dan lintas program.
15