makalah tauhid 2012

Upload: rima-sari-arisnawati

Post on 29-Feb-2016

101 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tugas Makalah Mata Kuliah Agama Islam

TRANSCRIPT

MAKALAH LENGKAP TAUHIDMURTADIN_KAFIRUN ::IslamPage 1 of 1ShareActions MAKALAH LENGKAP TAUHIDbypaulusjancok on Fri Aug 12, 2011 5:28 pmBAB IPENDAHULUANA.Latar BelakangPembahasan mengenai Tauhid merupakan hal yang paling urgen dalam Agama Islam, dimana Tauhid mengambil peranan penting dalam membentuk pribadi-pribadi yang tangguh, selain juga sebagai inti atau akar daripada Aqidah Islamiyah. Kalimat Tauhid atau lebih dikanal dengan kalimat Syahadat atau juga disebut Kalimah Thayyibah (Laailaahaillallah) begitu masyhur di kalangan umat Islam. Dalam kesehariannya, seorang muslim melafalkan kalimat tersebut dalam setiap shalat wajibnya yang lima waktu. Namun rupanya saat ini pembahasan masalah 'Aqidah menjadi sesuatu yang terkesampingkan dalam kehidupan, kencenderungan masyarakat yang hedonis dengan persaingan hidup yang begitu ketat, sehingga urusan-urusan dunia menjadi suatu hal yang menyita perhatian manusia daripada hal-hal lainnya, termasuk masalah keberagamaan, sehingga kita dapatkan banyak sekali penyimpangan demi penyimpangan yang terjadi di tengah-tengah umat Islam, dengan keadaan yang semakin hari semakin buruk ini rupanya lambat laun akan menyadarkan kita semua akan pentingnya peran agama Islam sebagai agama paripurna yang tidak mengatur urusan ukhrawi saja, namun juga dalam mengatur urusan-urusan duniawi, yang menjadikan 'aqidah sebagai landasan berfikirnya. Diharapkan dari penulisan makalah ini, selain pengetahuan yang lebih luas tentang Tauhid sebagai intisari peradaban yang telah mengantarkan umat Islam menuju kejayaan demi kejayaan yang tidak pernah tertandingi. B.Rumusan MasalahDalam makalah ini rumusan makalah yang dapat kami paparkan adalah sbb:1.Apa pengertian tauhid sebagai inti peradaban islam?2.Bagaimana konsep ajaran tauhid ?3.Bagaimana tauhid dipadang sebagai dimensi metodologis?4.Apa saja dimensi isi tauhid?C.TujuanBerdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:1. Memahami dan mempelajari pengertian tauhid.2. Memahami dan mempelajari konsep-konsep ajaran tauhid3. Memahami dan mempelajari dimensi metodologi tauhid

BAB IIPEMBAHASAN1. PengertianTauhid sebagai intisari peradaban islamTauhid, dilihat dari segi Etimologis yaitu berarti Keesaan Allah, mentauhidkan bearti mengakui keesaan Allah; mengesakan Allah (Kamus besar Bahasa Indonesia, hal. 907). Mempercayai bahwa Allah SWT adalah satu-satunya pencipta, pemelihara, penguasa, dan pengatur Alam Semesta. (DR. Abdul Aziz, 1998, hal. 9), Tauhid adalah keyakinan tentang adanya Allah Yang Maha Esa, yang tidak ada satu pun yang menyamai-Nya dalam Zat, Sifat atau perbuatan-perbuatan-Nya. (Prof. Dr. M. Yusuf Musa, 1961, hal. 45) Tauhid adalah mengesakan Allah SWT dari semua makhluk-Nya dengan penuh penghayatan, dan keikhlasan beribadah kepada-Nya, meninggalkan peribadatan selain kepada-Nya, serta membenarkan nama-nama-Nya yang Mulia (asmaul husna), dan sifat-sifat-Nya yang Maha Sempurna, dan menafikan sifat kurang dan cela dari-Nya. (Shalih Fauzan bin Abdullah al Fauzan, hal. 15). Demikianlah pengertian Tauhid menurut para ulama ternama, yang intinya adalah keyakinan akan Esa-nya ketuhanan Allah SWT, dan ikhlasnya peribadatan hanya kepada-Nya, dan keyakinan atas nama-nama serta sifat-sifat-Nya.2. Bagaimana konsep ajaran tauhidA. Konsep Ajaran TauhidTerkait dengan konsep ajaran tauhid ini, dapat kita lihat ayat-ayat Allah yang sedikit banyak menyinggung ajaran tauhid ini.Di antaranya adalah :Katakanlah, Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia. (TQS. Al Ikhlas: 1-4 )

"Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia; (demikianpula) para malaikat dan orang-orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (TQS. Ali Imran: 18)

Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka maha suci Allah yang mempunyai arasy dari apa yang mereka sifatkan. (TQS. Al Anbiya: 22 )

Dari sini dapat kita lihat bahwa beriman kepada Allah SWT terwujud dalam empat perkara: Beriman kepada Wujud Allah,Beriman kepada Rububiyah Allah,Beriman kepada Uluhiyah Allah ,Beriman kepada Asma dan shifat Allah. Dari keempat perkara tersebut hanya tiga perkara yang diuraikan dalam makalah ini yaitu :1. TAUHID RUBUBIYAHMengenai tauhid rububiyah ini firman Allah mengatakan :

"Allah yang Meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy. Dia Menundukkan matahari dan Bulan; masing-masing beredar menurut waktu yang telah ditentukan. Dia Mengatur urusan (makhluk-Nya), dan menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), agar kamu yakin akan pertemuan dengan Tuhanmu". (TQS. Ar-Ra'd: 2)Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah SWT, yaitu Rabb. Nama ini mempunyai beberapa arti, antara lain: al-Murabbi (pemelihara), al-Nashir (penolong), al-Malik (pemilik), al-Mushlih (yang memperbaiki), al-Sayyid (tuan) dan al-Wali (wali). Dan dalam terminologi syariat Islam, istilah Tauhid Rububiyah berarti: Percaya bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Pencipta, Pemilik, pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya Ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya. (DR. Ibrahim bin Muhammad, hal. 141-142) 2. TAUHID ASMA dan SIFATFirman Allah :

Dan Allah memiliki Asmaul Husna (Nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (TQS. al-Araf: 180)Pengertian dari Tauhid Asma dan Sifat adalah mempercayai bahwa hanya Allah yang memiliki segala sifat kesempurnaan dan terlepas dari sifat tercela atau dari segala kekurangan. (Ensiklopedi Islam, jild. V, hal. 92) Atau menetapkan asma dan sifat Allah berdasarkan apa yang ditetapkan oleh Allah untuk diri-Nya di dalam Al Quran maupun sunnah Rasul-Nya. (DR. Abdul Aziz, hal. 24).

3.TAUHID ULUHIYAH

Tauhid Uluhiyah merupakan salah satu cabang Tauhid dari tiga macam Tauhid yang ada, yaitu mempercayai bahwa hanya kepada Allah-lah manusia harus bertuhan, beribadah, memohon pertolongan, tunduk, patuh, dan merendah serta tidak kepada yang lain. Makna Uluhiyah adalah mengakui bahwa hanya Allah lah Tuhan yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. (DR. Abdul Aziz bin M. Alu Abdullatief, hal. 13).Tauhid Uluhiyah merupakan ujung ruh Al Quran, yang karenanya para Rasul diutus, yang karenanya ada pahala dan siksa, dan karenanya keikhlasan beragama kepada Allah terealisasi. (Ibnu Taimiyah, Menghindari pertentangan Wahyu dan Akal, hal. 30). Ayat al Qur'an yang menerangkan tentang Tauhid jenis ini adalah:"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan, Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu. Dan hendaklah kamu menyembah-Ku, inilah jalan yang lurus." (TQS. Yasin: 60 - 61)

B. Tauhid sebagai dimensi metodologiSebagai intisari peradaban Islam, tauhid mempunyai dua segi atau dimensi : segi metodologis dan konseptual. Yang pertama menentukan bentuk penerapan dan implementasi prinsip pertama peradaban ; yang kedua menentukan prinsip pertama itu sendiri.Dimensi MetodologisDimensi metodologis meliputi tiga prinsip; yaitu kesatuan, rasionalisme, dan toleransi. Ketiganya ini menentukan bentuk peradaban Islam.Kesatuan. Tak ada peradaban tanpa kesatuan. Jika unsur-unsur peradaban tidak bersatu, berjalin , dan selaras satu dengan lainnya, maka unsur-unsur itu bukan membentuk peradaban, melainkan himpunan campur-aduk. Prinsip menyatukan berbagai unsur dan memasukkan unsur-unsur itu di dalam kerangkanya sangat penting. Prinsip seperti ini akan mengubah campuran hubungan unsur-unsur satu dengan lainnya menjadi bangunan rapi dimana tingkat prioritas atau derajat kepentingan dapat dirasakan. Peradaban Islam menempatkan unsur-unsur dalam bangunan rapi dan mengatur eksistensi serta hubungannya berdasarkan pola yang seragam. Unsur-unsur itu sendiri ada yangasli dan ada yang berasal dari luar. Tidak ada peradaban yang tidak mengambil unsur dari luar. Yang penting adalah bahwa peradaban mencerna unsur itu, yaitu mempola kembali bentuk dan hubungannya sehingga menyatu ke dalam sistemnya sendiri. Membentuk unsur itu dengan bentuknya sendiri sebenarnya mengubahnya menjadi realitas baru sehingga unsur itu tak lagi eksis sebagai unsur itu sendiri, namun sebagai komponen integral peradaban baru. Ini bukanlah argumen menentang peradaban bila peradaban itu semata-mata hanya menambah unsur-unsur asing. Atau bila peradaban melakukannya dengan cara terpotong-potong, tanpa pembentukan ulang, penambahan, atau integrasi. Persisny, unsur-unsur ini semata-mata ada bersama (co-exist) dengan peradaban. Secara organis, unsur-unsur itu bukan bagian dari peradaban itu. Namun jika peradaban ini telah berhasil mengubah mereka dan mengintegrasikannya ke dalam sistemnya, maka proses integrasi menjadi indeks vitalitas, dinamisme dan kreativitasnya. Dalam setiap peradaban integral, dan tentu saja dalam Islam, unsur-unsur pembentuknya, baik unsur material, struktural atau relasional, semuanya diikat oleh satu prinsip utama. Dalam peradaban Islam, prinsip utama ini adalah tauhid. Inilah tongkat pengukur utama orang Islam, pembimbing dan pencarinya dalam berhadapan dengan agama dan peradaban lain, dengan fakta atau situasi baru. Yang sejalan dengan prinsip ini diterima dan diintegrasikan. Yang tidak sejalan ditolak atau dikutuk.Tauhid atau doktrin keesaan, transenden, dan doktrin keutamaan Tuhan, mengandung arti bahwa hanya Dia yang patut disembah dan dilayani. Orang yang taat akan hidup berdasarkan prinsip ini. Dia akan berupaya menyelaraskan perbuatannya dengan pola ini, melaksanakan maksud Ilahiah. Karena itu, kehidupannya harus menunjukkan kesatuan pikiran dan kehendaknya, tujuan utama pengabdiannya. Kehidupannya tak akan merupakan serangkaian peristiwa yang disatukan dengan kacau balau. Tetapi, kehidupannya akan dihubungkan dengan satu prinsip utama, diikat oleh kerangka tunggal yang menyatukan mereka menjadi kesatuan tunggal. Dengan demikian, kehidupannya memiliki gaya tunggal, bentuk yang integral singkatnya Islam. Rasionalisme. Sebagai prinsip metodologis, rasionalisme membentuk intisari peradaban Islam. Rasionalisme terdiri atas tiga aturan atau hukum : pertama, menolak semua yang tidak berkaitan dengan realitas; kedua, menafikan hal-hal yang sangat bertentangan; ketiga, terbuka terhadap bukti baru dan/ atau berlawanan. Hukum pertama melindungi seorang muslim dari membuat pernyataan yang tidak terujji, tidak jelas terhadap ilmu pengetahuan.Pernyataan yang kabur, menurut Al-Quran, merupakan contoh zhann (pengetahuan yang menipu) dan dilarang oleh Tuhan, sekalipun tujuannya dapat diabaikan. Seorang muslim dapat didefinisikan sebagai orang yang pernyataannya hanyalah kebenaran. Hukum kedua melindunginya dari kontradiksi di satu pihak, dan paradoks di pihak lain. Rasionalisme bukan berarti pengutamaan akal atas wahyu tetapi penolakan terhadap kontradiksi puncak antara keduanya.Rasionalisme mempelajari tesis-tesis yang bertentangan berulang-ulang, dengan anggapan bahwa pasti ada segi pemikiran yang terlewat yang jika dipertimbangkan akan mengungkapkan hubungan yang bertentangan. Rasionalisme juga menggiring pembaca wahyu- bukan wahyu itu sendiri kepada bacaan lain. Bila dia menangkap makna yang tak jelas yang kemudian dipikirkannya kembali, maka akan menghapus kontradiksi yang tampak. Perujukan pada akal atau pemahaman demikian akan memiliki pengaruh penyelarasan bukan wahyu itu sendiri wahyu tak dapat dimanipulasi manusia tetapi penafsiran atau pemahamann insani seorang muslim akan wahyu. Ini menjadikan pemahamannya akan wahyu sejalan dengan bukti kumulatif yang disingkapkan akal. Penerimaan terhadap sesuatu yang bertentangan atau paradoks sebagai suatu kebenaran hanya menarik orang-orang berpandangan picik. Muslim yang cerdas adalah seorang rasionalis karena dia menegaskan kesatuan dua sumber kebenaran yaitu wahyu dan akal.Hukum ketiga, keterbukaan terhadap bukti baru atau yang bertentangan, melindungi seorang muslim dari literalisme, fanatisme, dan konservatisme yang menyebabkan stagnasi. Hukum ketiga ini mencontohkan dia kepada kerendahan hati intelektual. Memaksanya menambahkan pada penegasan dan penyangkalannya ungkapan Allahu alam (Allah yang lebih tahu). Karena dia yakin bahwa kebenaran lebih besar daripada yang dapat dikuasainya. Sebagai penegasan akan keesaan mutlak Tuhan, tauhid merupakan penegasan keesaan kebenaran. Karena Tuhan, dalam Islam adalah kebenaran. Keesaan-Nya merupakan keesaan sumber-sumber kebenaran. Tuhan adalah Pencipta alam dari mana manusia mendapat pengetahuannya. Tujuan pengetahuan adalah pola-pola alam yang merupakan karya Tuhan. Jelas Tuhan mengetahui semuanya karena Dialah penciptanya; dan Dialah sumber wahyu. Dia memberi manusia pengetahuan-Nya; dan pengetahuan-Nya mutlak dan universal. Tuhan tidak menipu, tidak dengki, tidak menyesatkan. Dia juga tidak mengubah keputusan-Nya seperti yang dilakukan manusia ketika membetulkan pengetahuan-Nya, kehendaknya, atau keputusannya. Tuhan adalah sempurna dan maha tahu. Dia tak pernah salah. Kalau pernah, Dia tidak akan menjadi Tuhan trasenden agama Islam.

Toleransi. Sebagai prinsip metodologis, toleransi adalah penerimaan terhadap yang tampak sampai kepalsuannya tersingkap. Dengan demikian toleransi relevan dengan epistemologi. Ia juga relevan dengan etika sebagai prinsip menerima apa yang dikehendaki sampai ketaklayakannya tersingkap. Yang pertama disebut saah; yang kedua yusr. Keduanya melindungi seorang muslim dari menutup diri terhadap dunia dari konservatisme. Keduanya mendesaknya untuk menegaskan dan mengatakannya terhadap kehidupan, terhadap pengalaman baru. Keduanya mendorongnya untuk menyampaikan data baru dengan pikirannya yang tajam, usaha konstruktifnya. Dan dengan demikian memperkaya pengalaman dan kehidupannya, dan selalau memajukan budaya dan peradabannya. Sebagai prinsip metodologis di dalam intisari peradaban Islam, toleransi adalah keyakinan bahwa Tuhan tidak membiarkan umat-Nya tanpa mengutus rasul dari mereka sendiri. Rasul yang akan mengajarkan bahwa tak ada Tuhan kecuali Allah, dan bahwa mereka patut menyembah dan mengabdi kepada-Nya, untuk memperingatkan mereka bahaya kejahatan dan penyebabnya. Dalam hubungan ini, toleransi adalah kepastian bahwa semua manusia dikaruniai sensus communis, yang membuat manusia dapat mengetahui agama yang benar, mengetahui kehendak dan perintah Tuhannya. Toleransi adalah keyakinan bahwa keanekaragaman agama terjadi karena sejarah dengan semua faktor yang mempengaruhinya, kondisi ruang dan waktunya yang berbeda, prasangka, keinginan, dan kepentingannya. Di balik keanekaragaman agama berdiri al-din al-hanif, agama fitrah Allah, yang mana manusia lahir bersamanya sebelum akulturasi membuat manusia menganut agama ini atau itu. Toleransi menuntut seorang Muslim untuk mempelajari sejarah agama-agama. Tujuannya untuk menemukan di dalam setiap agama karunia awal Tuhan, yang diajarkan oleh rasul-rasul yang diutus-Nya di segenap tempat dan waktu.Dalam agama-dan hampir tak ada yang lebih penting dalam hubungan manusia-toleransi mengubah konfrontasi dan saling kutuk antar agama menjadi kerjasama penelitian ilmiah tentang asal-usul dan perkembangan agama. Tujuannya memisahkan penambahan historis dari wahyu awal yang diterima. Dalam etika, semua bidang penting berikutnya, yusr; mengebalkan seorang Muslim dari kecenderungan menolak kehidupan. Yusr membuatnya memiliki optimisme yang diperlukan untuk menjaga kesehatan, keseimbangan, dan kebersamaan, meski kehidupan manusia ditimpa berbagai tragedy dan penderitaan. Tuhan menjamin makhluk-Nya bahwa dengan kesulitan, Kami menetapkan kemudahan [yusr]. Dan karena Dia memerintahkan mereka untuk menguji setiap pernyataan dan memastikannya sebelum menilai, maka kaum ushuli (ahli fiqih) melakukan eksperimentasi sebelum menilai kebaikan atau keburukannya, yang tidak bertentangan dengan perintah Ilahiah yang pasti.Saah dan yusr langsung berasal dari tauhid sebagai prinsip metafisika etika. Tuhan, yang menciptakan manusia agar manusia dapat membuktikan dirinya berguna, telah membuatnya bebas dan mampu bertindak positif di dunia. Menurut Islam, melaksanakan hal itu adalah maksud eksistensi manusia di bumi.D.Dimensi isi tauhidTauhid mempunyai beberapa dimensi isi tauhid sbb:1. Tauhid sebagai prinsip pertama metafisikaBersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah berarti berpendapat bahwa Dialah Pencipta yang mewujudkan segalanya. Dialah sebab utama setiap kejadian, dan tujuan akhir segala yang ada, bahwa Dialah Yang Pertama dan Terakhir. Bersaksi dengan kebebasan dan keyakinan, secara sadar memahami isinya, berarti menyadari bahwa segala di sekitar kita, baik benda atau kejadian, semua yang terjadi di bidang alam, sosial, atau psikis, adalah tindakan Tuhan, pelaksanaan dari satu atau lebih tujuan-Nya. Begitu tercipta, realisasi seperti itu menjadi hakikat kedua manusia, yang tak dapat dipisahkan darinya selama terjaga. Sehingga manusia akan hidup di bawah bayang-bayangnya. Dan dimana manusia mengetahui perintah dan tindakan Tuhan dalam setiap objek dan peristiwa, maka dia mengikuti inisiatif Tuhan karena ini semua perintah Tuhan. Mengamati inisiatif Tuhan dalam alam ebrarti melaksanakan ilmu alam. Karena inisiatif Ilahiah dalam alam tak lain daripada hukum-hukum yang tak berubah yang diaugerahkan Tuahn kepada alam. Mengamati inisiatif Ilahiah dalam diri seseorang atau dalam masyarakat berarti mempelajari ilmu kemanusiaan dan ilmu-ilmu sosial. Dan jika seluruh alam semesta sendiri benar-benar menyingkapkan atau memenuhi hukum alam in, yang adalah perintahdan kehendak Tuhan, maka alam semesta, menurut orang Muslim merupakan teater hidup yang digerakkan oleh perintah Tuhan. Teater itu sendiri, dan segala isinya, dapat dijelaskan dengan istilah-istilah ini. Keesaan Tuhan berarti bahwa Dialah Sebab segalanya.2. Tauhid sebagai prinsip pertama etikaTauhid menegaskan bahwa Tuhan Maha Esa menciptakan manusia dalam bentuk terbaik, untuk menyembah dan mengabdi kepada-Nya. Ini berarti bahwa seluruh keberadaan manusia di muka bumi bertujuan mematuhi Tuhan, menjalankan perintah-Nya. Tauhid juga menegaskan bahwa tujuan ini termasuk kekhalifahan manusia di muka bumi. Karena, menurut Al-Quran, Tuhan telah memberikan amanat-Nya kepada manusia, amanat yang tak mampu dipikul langit dan bumi, dan yang mereka hindari dengan ketakutan. Amanat tuhan adalah pelaksanaan bagian etika dari kehendak Tuhan. Hakikatnya menuntut bahwa amanat itu diwujudkan dalam kebebasan dan manusia adalah satu-satunya makhluk yang mampu melakukannya. Dimanapun kehendak Tuhan diwujudkan sesuai kebutuhan hukum alam, perwujudannya bukan moral, tetapi mendasar (elemental) atau bermanfaat (utilitarian). Hanya manusia yang mampu mewujudkannya dengan kemungkinan melakukan atau tidak melakukannya sama sekali, atau melakukan sebaliknya atau sebagian. Kemerdekaan manusia untuk mematuhi perintah Tuhanlah yang menjadikan pelaksanaan perintah moral.Tauhid menegaskan bahwa Tuhan, yang pemurah dan bertujuan, tidak menciptakanmanusia secara main-main, atau sia-sia. Dia menganugerahkan manusia dengan panca indera, akal dan pemahaman, menjadikannya sempurna dan meniupkan ke dalamnya ruh-Nya- untuk mempersiapkannya menunaikan tugas besar ini.3. Tauhid sebagai prinsip pertama aksiologiTauhid menegaskan bahwa Tuhan telah menciptakan umat manusia agar manusia dapat membuktikan diri bernilai secara moral melalui perbuatannya. Sebagai Hakim agung dan akhir,Dia memperingatkan bahwa semua perbuatan manusia akan diperhitungkan ; bahwa perbuatan baik mereka akan diberi pahala, dan perbuatan buruk mereka akan diberi hukuman. Tauhid selanjutnya menegaskan bahwa Tuhan menempatkan manusia di muka bumi agar manusia mendiaminya. Agar manusia dapat bekerja di atas bumi, memakan buah-buahnya, menikmati kebaikan dan keindahannya, dan memakmurkan bumi dan dirinya. Inilah penegasan dunia : menerima dunia karena dunia tidak berdosa dan baik, diciptakan oleh Tuhan dan diatur oleh-Nya untuk dimanfaatkan manusia. Segala yang ada di dunia ini, termasuk matahari dan bulan, tunduk kepada manusia. Semua ciptaan merupakan teater bagi manusia untuk melakukan perbuatan etikanya sehingga mewujudkan bagian yang lebih tinggi dari kehendak Ilahi. Manusia bertanggung jawab untuk memuaskan naluri dan kebutuhannya, dan setiap orang bertanggung jawab satu sama lain. Manusia berkewajiban mengembangkan sumber daya manusia ke tingkat yang tertinggi yang mungkin, sehingga semua karunia alam dapat sepenuhnya dimanfaatkan. Dia berkewajiban mengubah bumi menjadi kebun buah yang produktif dan taman indah. Dalam proses ini dia dapat mengeksplorasi matahari dan bulan jika perlu. Tentu saja manusia harus menemukan dan mempelajari pola-pola alam, jiwa manusia, masyarakat. Dia harus mengindustrikan dan mengembangkan dunia agar dunia menjadi taman dimana Firman Allah diagungkan.4. Tauhid sebagai prinsip pertama masyarakatTauhid menegaskan bahwa umatmu ini umat yang satu, yang Tuhannya adalah Allah. Karena itu sembah dan mengabdilah pada-Nya Tauhid berarti bahwa orang orang-orang beriman adalah bersaudara , yang anggotanya saling mencintai dalam Tuhan, mereka saling menasihati untuk berlaku adil dan sabar. Mereka semua berpegang pada tali Allah, dan tidak berpisah satu sama lain, mereka saling berurusan, menganjurkan kebaikan dan melarang kejahatan; mereka menaati Allah dan Nabi-Nya.5. Tauhid sebagai prinsip pertama estetikaTauhid berarti menyingkirkan Tuhan dari segenap bidang alam. Segala yang diciptakan adalah makhluk, nontrasenden, tunduk kepada hukum ruang dan waktu. Semuanya ini tak mungkin Tuhan dalam arti apapun, khususnya arti ontologis yang dinafikan tauhid, sebagai intisari monoteisme. Tuhan sama sekali bukan ciptaan, sama sekali bukan alam, dan karena itu Tuhan transenden. Dialah satu-satunya wujud yang trasenden. Tauhid selanjutnya menegaskan bahwa tak ada yang menyerupai-Nya, sehingga tidak ada ciptaan yang menyerupai atau melambangkan Tuhan, tak ada yang dapat mewakili-Nya. Jelas secara definisi Dia tak tergambarkan. Tuhan adalah Dia yang tak ada lembaga estetis apapun yang mungkin.

BAB IIIPENUTUPA.KesimpulanDari yang telah teruraikan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa tauhid merupakan inti pokok agama islam sebagai pengakuan umat islam terhadap pencipta yang mutlak dan tidak ada yang dituju selainya.Untuk itu dalam firman Allah dan sabda Nabi Muhammad SAW dikatakan :orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman(syirik), mereka itulah oarng yang mendapat keamanan. Mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-An-nam:82)Rosullullah bersabda,Allah taala berfirman, Wahai anak Adam, seandainya enkau datang kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh jagad, lantas engkau menemuiku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan suatu apa pun, maka Aku akan memberimu ampunan sepenuh jagad itu pula, (HR.Tirmidzi 3540)

B.SaranSemoga setelah mempelajari dan memahami pembahasan ini kita dapat mengambil hikmah betapa pentingnya ajaran tauhid ini bagi umat islam dan merupakan faktor terpenting untuk mengembalikan kejayaan islam pada umat ini.. Untuk itu, kita sebagai generasi penerus perjuangan Islam harus berusaha sekuat tenaga untuk mengimplementasikan konsep tauhid dalam semua segi kehidupan kita. Pada akhirnya kita berharap dan berdo'a kepada Allah SWT supaya mengembalikan kejayaan ummat ini dengan konsep tauhid yang kita amalkan.

DAFTAR PUSTAKABachtiar, Surin. 1979. Terjemah & Tafsir Al-Qur'an. Bandung: Penerbit Fa. Sumatra.Tim Penyusun Kamus. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Fauzan, Abd. Fauzan. 1998 at-Taliq al-mukhtashar al-Mufid 'ala kitabi at-Tauhid lissyaikh muhammad ibn 'abdul Wahhab. Ponorogo : Darussalam PressMusa, Prof. Dr. M. Yusuf. 1961 Islam suatu kajian komprehensif (Terj.). Jakarta: Rajawali Press.2002 Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ikrar Mandiri AbadiAbdul Latief, M. Alu, DR. Abdul Aziz. 1998 Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan, Jakarta: Darul Haq. Taimiyah, Ibnu. 2004 Menghindari Pertentangan Akal dan Wahyu. Malang: Pustaka Zamzami. Al-Faruqi, Ismail R dan Lois Lamiyah. 1998. Atlas Budaya Islam, Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang (terjemahan). Bandung: Mizan.

Makalah Pendidikan Agama Islam "Taqwa"

BAB ITINJAUAN PERMASALAHAN

Ada manusia yang dalam hidupnya, dia tidak mau berusaha. Segala modal dan aset yang ada pada dirinya dibiarkan dan tidak digunakan. Baik ilmu dan pemikirannya, kemahirannya, tenaganya, masanya ataupun kekayaan, tanah dan hartanya. Manusia seperti ini sangat rugi. Ada pula manusia yang dalam hidupnya sangat berusaha. Digunakan segala kepunyaannya dan segala apa yang ada pada dirinya. Tetapi usahanya itu tidak membawa berkah dan ketenangan kerana usahanya itu tidak dihalakan kepada suatu arah yang tertentu atau kepada hal yang betul. Orang berusaha maka dia pun berusaha. Dia melihat sibuk, dia pun sibuk. Apa tujuannya dia tidak tahu. Oleh karena itu, usahanya tinggal usaha tanpa ada apa-apa hasil yang bermanfaat. Orang seperti ini, dua kali rugi. Sudah tidak dapat apa-apa seperti orang yang tidak berusaha tadi, ditambah dia dapat letih dan capek serta modalnya habis begitu saja. Orang yang langsung tidak berusaha, setidak-tidaknya dia tidak letih dan modalnya tidak habis. Begitulah umumnya sifat, watak dan perangai umat Islam masa kini di seluruh dunia. Mereka malas berusaha atau mereka berusaha tetapi tidak ada niatnya dan hasilnya tidak ke mana. Sudah amal ibadah mereka kurang, disempitkan pula hanya kepada ibadah yang berbentuk khusus semata-mata. Umat Islam hari ini beramal tidak tahu untuk dapat apa. Untuk dapat pujian? Untuk dihormati? Untuk disokong dan diberi undian? Supaya tidak dikucilkan oleh masyarakat atau supaya tidak dihukum kerana tidak bersyariat? Kalau ditanya, paling mereka menjawab kerana mau mengumpulkan pahala. Seolah-olah Syurga itu ada maharnya dan bisa dibeli. Ada harga dan nilainya. Semua kenikmatan di dunia, semuanya bisa dibeli. Kalau tidak dengan duit, dengan pahala.

Amal ibadah itu sama, ada yang lahir maupun yang batin adalah syariat. Tujuan kita bersyariat tidak lain dan tidak bukan adalah untuk membesarkan Allah. Syariat itu tidak besar. Yang besar ialah Allah. Kita beramal dan bersyariat untuk mendapat Allah SWT. Untuk mendapat ridho, kasih sayang dan kekuasaan Allah. Untuk mendapat pemeliharaan, perlindungan dan keselamatan dari Allah. Atau dengan kata lain, untuk mendapat taqwa. Segala amalan itu untuk menambah taqwa. Kerana Allah hanya menerima ibadah dari orang-orang yang bertaqwa. Allah hanya membela, membantu dan melindungi orang-orang yang bertaqwa. Hanya orang-orang yang bertaqwa saja yang akan selamat di sisi Allah Taala. Selama ini ada di antara kita yang memahami taqwa itu sebagai takut. Sedangkan taqwa itu bukan berarti takut kepada Allah. Jadi bilamana khatib membaca khutbah Jumaat, seringkali juga khatib itu melaungkan Ittaqullah, kemudian diterjemahkan sebagai Takutlah kamu kepada Allah. Kalaulah istilah takut itu mau digunakan, maka hendaknya disebut khaufullah. Sebab itu makna sebenarnya takutlah kepada Allah. Takut kepada Allah itu hanyalah satu sifat daripada berbagai-berbagai sifat taqwa. Ia adalah sebiji buah taqwa daripada himpunan buah-buah taqwa yang beratus banyaknya. Oleh itu tidaklah tepat ditafsirkan taqwa itu sebagai takut. Apa pengertian sebenar taqwa? Merujuk kepada bahasa Arab, taqwa itu berasal dari perkataan waqa. Atau lebih tepat lagi ia adalah dari rangkaian kalimah waqa-yaqi-wiqoyah. Waqa ini terjemahannya adalah memelihara. Jadi bila dikatakan ittaqullah itu bererti hendaklah kamu ambil Allah itu sebagai pemelihara. Atau dapatkanlah pemeliharaan dari Allah. Dalam makna yang sama, hendaklah kamu jadikan Allah sebagai benteng. Jadikan Allah sebagai pelindung atau pendinding kamu. Bila Allah sudah jadi pemelihara, atau Allah sudah jadi benteng, maka benda luar yang jahat tidak akan dapat masuk atau menembusi kamu. Kamu seolah-olah sudah dipakaikan baju besi oleh Allah sehingga tidak luput kejahatan menembusi kamu.

Timbul pula persoalan bagaimana menjadikan Allah itu sebagai pemelihara atau pendinding? Itulah dia merujuk kepada Iman, Islam dan Ihsan. Iman itu apa? Lebih khusus kita pergi beriman kepada Allah. Dalam arti kata lain, kita kena benar-benar mengenali Tuhan sehingga kita dapat meyakini dan memahami Tuhan itu sendiri. Jadi, bila kita hendak menjadikan Allah sebagai pemelihara, wajiblah kita mengenali Allah itu dahulu. Rasulullah pun mengenalkan Tuhan dahulu kepada pengikutnya dan ia memakan masa selama 13 tahun. Kemudian daripada itu, seolah-olah Tuhan kata tak cukup dengan itu sahaja. Kamu perlu mengamalkan syariatKu. Itulah dia Islam. Syariat Islam berbagai-bagai. Jadi Tuhan perintahkan amalkan syariatNya yang ada didalamnya perintah suruh dan perintah larang. Jadi, hendak menjadikan Allah sebagai pemelihara, kena ambil syariat Allah dan amalkan. Buat apa yang disuruh, dan tinggalkan apa yang dilarang-Nya. Belum cukup dengan itu, Tuhan arahkan Ihsan pula. Sesudah membuat syariatNya, tidak cukup dengan itu, Tuhan mahukan rohnya pula. Tuhan mahu lihat yang dalamnya. Itulah pentingnya ihsan iaitu kita membuat syariat dengan rasa kita melihat Tuhan, dan sudah pasti itu tidak dapat kita lakukan, maka kita mestilah merasai bahawa Tuhan sentiasa melihat kita. Bukan setakat melihat luaran kita tetapi dalam kita juga. Ihsan inilah yang dikatakan sebagai rasa bertuhan. Bila sudah dapat ihsan barulah lengkap pakej menjadikan Allah sebagai pemelihara. Tuhan tidak sekadar memberi arahan supaya bertaqwa kepadaNya, tetapi Tuhan bagi satu paket berupa panduan dan amalan caramana hamba- hambaNya dapat bertaqwa kepadaNya. Itulah dia Iman, Islam dan Ihsan. Bilamana hamba-hambaNya dapat melakukan sedemikian, sampai satu tahap, Allah akan membuat perisytiharan, seolah-olah Tuhan berkata begini: Orang-orang ini sudah menjadi orang-orang Aku, maka layaklah mereka mendapat pembelaan dari Aku. Maka, orang-orang yang mengusahakan taqwa sehingga bertaqwa, di waktu itu, mereka akan mendapat pemeliharaan dan pertolongan Tuhan. Ini telah dijanjikan Tuhan dalam Al-Quran. Banyak ayat-ayat menerangkannya dan di antaranya adalah:

Dan Allah akan menjadi pembela kepada orang-orang bertaqwa(Al-Jasiyah:19) Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, akan dipermudahkan urusannya (At-Thalaq:3)

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian, kedudukan dan ruang lingkup taqwa 1. Pengertian dan kedudukan taqwa Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi dan wiqayah yang berarti takut, menjaga, memelihara dan melindungi. Maka taqwa dapat diartikan sebagai sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengalaman ajaran agama islam. Taqwa secara bahasa berarti penjagaan/ perlindungan yang membentengi manusia dari hal-hal yang menakutkan dan mengkhawatirkan. Oleh karena itu, orang yang bertaqwa adalah orang yang takut kepada Allah berdasarkan kesadaran dengan mengerjakan perintah-Nya dan tidak melanggar larangan-Nya kerena takut terjerumus ke dalam perbuatan dosa. Taqwa adalah sikap mental seseorang yang selalu ingat dan waspada terhadap sesuatu dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, pantang berbuat salah dan melakukan kejahatan pada orang lain, diri sendiri dan lingkungannya. Dari berbagai makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat penting dalam agama islam dan kehidupan manusia karena taqwa adalah pokok dan ukuran dari segala pekerjaan seorang muslim. 2. Ruang lingkup TaqwaA.Hubungan manusia dengan Allah SWTB.Hubungan manusia dengan hati nuranui dan dirinya sendiriC.Hubungan manusia dengan sesama manusiaD.Hubungan manusia dengan lingkungan hidup

B. Hubungan dengan Allah SWT

Seorang yang bertaqwa (muttaqin) adalah seorang yang menghambakan dirinya kepada Allah SWT dan selalu menjaga hubungan dengannya setiap saat sehingga kita dapat menghindari dari kejahatan dan kemunkaran serta membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah. Memelihara hubungan dengan Allah dimulai dengan melaksanakan ibadah secara sunguh-sungguh dan ikhlas seperti mendirikan shalat dengan khusyuk sehingga dapat memberikan warna dalam kehidupan kita, melaksanakan puasa dengan ikhlas dapat melahirkan kesabaran dan pengendalian diri, menunaikan zakat dapat mendatangkan sikap peduli dan menjauhkan kita dari ketamakan. Dan hati yang dapat mendatangkan sikap persamaan, menjauhkan dari takabur dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Segala perintah-perintah Allah tersebut ditetapkannya bukan untuk kepentingan Allah sendiri melainkan merupakan untuk keselamatan manusia. Ketaqwaan kepada Allah dapat dilakukan dengan cara beriman kepada Allah menurut cara-cara yang diajarkan-Nya melalui wahyu yang sengaja diturunkan-Nya untuk menjadi petunjuk dan pedoman hidup manusia, seperti yang terdapat dalam surat Ali-imran ayat 138 yang artinya:inilah (Al-quran) suatu ketenangan bagi manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa . (QS. Ali-imran 3:138) manusia juga harus beribadah kepada Allah dengan menjalankan shalat lima waktu, menunaikan zakat, berpuasa selama sebulan penuh dalam setahun, melakukan ibadah haji sekali dalam seumur hidup, semua itu kita lakukan menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya. Sebagai hamba Allah sudah sepatutnya kita bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya, bersabar dalam menerima segala cobaan yang diberikan oleh Allah serta memohon ampun atas segala dosa yang telah dilakukan.

C. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri Selain kita harus bertaqwa kepada Allah dan berhubungan baik dengan sesama serta lingkungannya, manusia juga harus bisa menjaga hati nuraninya dengan baik seperti yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dengan sifatnya yang sabar, pemaaf, adil, ikhlas, berani, memegang amanah, mawas diri dll. Selain itu manusia juga harus bisa mengendalikan hawa nafsunya karena tak banyak diantara umat manusia yang tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya sehingga semasa hidupnya hanya menjadi budak nafsu belaka seperti yang tertulis dalam Al-quran Surat Yusuf ayat 53 yang artinya:Dan aku tidak membebaskan diriku (berbuat kesalahan), sesungguhnya nafsu itu menyuruh kepada kejahatan, kecuali siapa yang diberi rahmat oleh tuhanku. Sesungguhnya tuhanku maha pengampum lagi maha penyayang. (QS. Yusuf 12:53) Maka dari itu umat manusia harus bertaqwa kepada Allah dan diri sendiri agar mampu mengendalikan hawa nafsu tersebut. Ketaqawaan terhadap diri sendiri dapat ditandai dengan ciri-ciri, antara lain : 1) Sabar2) Tawaqal3) Syukur4) BeraniSebagai umat manusia kita harus bersikap sabar dalam menerima apa saja yang datang kepada dirinya, baik perintah, larangan maupun musibah. Sabar dalam menjalani segala perintah Allah karena dalam pelaksanaan perintah tersebut terdapat upaya untuk mengendalikan diri agar perintah itu bisa dilaksanakan dengan baik. Selain bersabar, manusia juga harus selalu berusaha dalam menjalankan segala sesuatu dan menyerahkan hasilnya kepada Allah (tawaqal) karena umat manusia hanya bisa berencana tetapi Allah yang menentukan, serta selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan Allah dan berani dalam menghadapi resiko dari seemua perbuatan yang telah ditentukan.

D. Hubungan manusia dengan manusia Agama islam mempunyai konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan, kemasyarakatan, kebangasaan dll. Semua konsep tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran yang berhubungan dengan manusia dengan manusia (hablum minannas) atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan, manusia diciptakan oleh Allah terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mereka hidup berkelompok-kelompok, berbangsa-bangsa dan bernegara. Mereka saling membutuhkan satu sama lain sehingga manusia dirsebut sebagai makhluk social. Maka tak ada tempatnya diantara mereka saling membanggakan dan menyombongkan diri., sebab kelebihan suatu kaum tidak terletak pada kekuatannya, harkat dan martabatnya, ataupun dari jenis kelaminnya karena bagaimanapun semua manusia sama derajatnya dimata allah, yang membedakannya adalah ketaqwaannya. Artinya orang yang paling bertaqwa adalah orang yang paling mulia disisi allah swt. Hubungan dengan allah menjadi dasar bagi hubungan sesama manusia. Hubungan antara manusia ini dapat dibina dan dipelihara antara lain dengan mengembangkan cara dan gaya hidupnya yang selaras dengan nilai dan norma agama, selain itu sikap taqwa juga tercemin dalam bentuk kesediaan untuk menolong orang lain, melindungi yang lemah dan keberpihakan pada kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu orang yang bertaqwa akan menjadi motor penggerak, gotong royong dan kerja sama dalam segala bentuk kebaikan dan kebijakan. Surat Al-baqarah ayat 177: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatukebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada allah, hari kemudian, malaikat, kitab, nabi, danmemberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, oaring miskin, musafir(yang memerlukan pertolongan), dan orang-orangyang meminta-minta, dan (merdekakanlah)hamba sahaya, mendirikan shalat danmenunaikan zakat. Dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang yang bersabar dalam kesempatan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang yang benar(imannya)mereka itulah orang yang bertaqwa. (Al- baqarah 2:177). Dijelaskan bahwa ciri-ciri orang bertaqwa ialah orang yang beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat dan kitab Allah. Aspek tersebut merupakan dasar keyakinan yang dimiliki orang yang bertaqwa dan dasar hubungan dengan Allah. Selanjutnya Allan menggambarkan hubungan kemanusiaan, yaitu mengeluarkan harta dan orang-orang menepati janji. Dalam ayat ini Allah menggambarkan dengan jelas dan indah, bukan saja karena aspek tenggang rasa terhadap sesama manusia dijelaskan secara terurai, yaitu siapa saja yang mesti diberi tenggang rasa, tetapi juga mengeluarkan harta diposisikan antar aspek keimanan dan shalat

E. Hubungan Manusia dan Lingkungan Hidup Taqwa dapat di tampilkan dalam bentuk hubungan seseorang dengan lingkungan hidupnya. Manusia yang bertakwa adalah manusia yang memegang tugas kekhalifahannya di tengah alam, sebagai subjek yang bertanggung jawab menggelola dan memelihara lingkungannya. Sebagai penggelola, manusia akan memanfaatkan alam untuk kesejahteraan hidupnya didunia tanpa harus merusak lingkungan disekitar mereka. Alam dan segala petensi yang ada didalamnya telah diciptakan Allah untuk diolah dan dimanfaatkan menjadi barang jadi yang berguna bagi manusia. Alam yang penuh dengan sumber daya ini mengharuskan manusia untuk bekerja keras menggunakan tenaga dan pikirannya sehingga dapat menghasilkan barang yang bermanfaat bagi manusia. Disamping itu, manusia bertindak pula sebagai penjaga dan pemelihara lingkungan alam. Menjaga lingkunan adalah memberikan perhatian dan kepedulian kepada lingkungan hidup dengan saling memberikan manfaat. Manusia memanfaatkan lingkungan untuk kesejahteraan hidupnya tanpa harus merusak dan merugikan lingkungan itu sendiri.

Orang yang bertaqwa adalah orang yang mampu menjaga lingkungan dengan sebaik-baiknya. Ia dapat mengelola lingkungan sehingga dapat bermanfaat dan juga memeliharanya agar tidak habis atau musnah. Fenomena kerusakan lingkungan sekarang ini menunjukan bahwa manusia jauh dari ketaqwaan. Mereka mengeksploitasi alam tanpa mempedulikan apa yang akan terjadi pada lingkungan itu sendiri dimasa depan sehingga mala petaka membayangi kehidupan manusia. Contoh dari mala petaka itu adalah hutan yang dibabat habis oleh manusia mengakibatkan bencana banjir dan erosi tanah sehingga terjadi longsor yang dapat merugikan manusia. Bagi orang yang bertaqwa, lingkungan alam adalah nikmat Allah yang harus disyukuri dengan cara memenfaatkan dan memelihara lingkungan tersebut dengan sebaik-baiknya. Disamping itu alam ini juga adalah amanat yang harus dipelihara dan dirawat dengan baik. Mensyukuri nikmat Allah dengan cara ini akan menambah kualitas nikmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Sebaliknya orang yang tidak bersyukur terhadap nikmat Allah akan diberi azab yang sangat menyedihkan. Azab Allah dalam kaitan ini adalah bencana alam akibat eksploitasi alam yang tanpa batas karena kerusakan manusia.

BAB IIIKESIMPULANAmal ibadah itu sama, ada yang lahir maupun yang batin adalah syariat. Kita beramal dan bersyariat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Untuk mendapat ridho, kasih sayang dan kekuasaan Allah. Untuk mendapat pemeliharaan, perlindungan dan keselamatan dari Allah. Atau dengan kata lain, untuk mendapat taqwa. Segala amalan itu untuk menambah taqwa. Kerana Allah hanya menerima ibadah dari orang-orang yang bertaqwa. Allah hanya membela, membantu dan melindungi orang-orang yang bertaqwa. Hanya orang-orang yang bertaqwa saja yang akan selamat di sisi Allah Taala. Dari berbagai makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat penting dalam agama islam dan kehidupan manusia karena taqwa adalah pokok dan ukuran dari segala pekerjaan seorang muslim. Taqwa tidak hanya berhubungan dengan Allah swt, tetapi juga berhubungan dengan manusia dengan dirinya sendiri, antar sesama manusia, dan dengan Lingkungan Hidup.

DAFTAR PUSTAKAfile:///F:/agama/Makalah-Agama-Taqwa.htmlAzra. Azumardi, Dr. Prof. Dkk, Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum: Jakarta. 2002 Cholid, M, Drs. M, M.Ag, dkk. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Bandung:STPDN Press, 2003 Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum Negeri, Penerbit. PT Ahsana Indah Kitab, Jakarta. 1994 Nata, Abudin, H, Drs, M.A, dkk. Ensiklopedii Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoevem 1996 TUGAS MAKALAH AGAMA ISLAM KEIMANAN DAN KETAQWAAN KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim Dengan tersusunnya makalah ini penulis panjatkan puji dan syukur kepada Allah swt, yang mana dengan taupiq dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat penyusun selesaikan. Shalawat dan salam teruntuk baginda Nabi Muhammad saw, beliulah panutan yang paling hak di bumi ini.

Makalah ini penulis susun untuk memenuhi salah satu tugas dari dosen / pengajar, untuk mengembangkan pola fikir mahasiswa tetang makalah dan tentang agama Islam masalah iman dan taqwa. Makalah ini berjudul :

KEIMANAN DAN KETAQWAAN

Mata pelajaran agama Islam sangat luas dan mengangkat beberapa tema utama diantaranya masalah iman dan taqwa. Dalam mengangkat topik diatas, makalah ini tidak hanya menyampaikan konsep-konsep, tetapi juga mengajakmu aktif berdiskusi, melakukan penelitian dan wawancara, membedah kasus dan sebagainya.

Makalah ini disusun dengan menyeimbangkan antara bahan bacaan sebagai wahana penyerapan ilmu pengetahuan dengan kegiatan yang akan melatih kompetensimu. Selain itu, kamu juga diajak untuk lebih mengenali dirimu sendiri baik sebagai makhluk Allah ataupun sebagai makhluk sosial yang memiliki iman dan taqwa.

Selanjutnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan saran sehingga tersusunnya makalah ini, penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan semoga Allah yang maha besar selalu merahmati kita. Amin

ii Penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna, akhirnya tegur sapa dan saran-saran untuk kesempurnaan makalah ini sangat diharapkan dan akan disambut dengan senang hati. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi pembaca dan penulis. Amin

Banjarmasin, Oktober 2010

Penyusun

iii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL iKATA PENGANTAR .. iiDAFTAR ISI ivBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .. 1B. Batasan / Rumusan Masalah . 1C. Tujuan Penulisan .. 1BAB II IMAN DAN TAQWAA. Iman .. 2B. Taqwa ... 4C. Iman Dan Taqwa Dalam Kehidupan Moderen 5BAB III PENUTUPA. Kesimpulan .. 7B. Saran 7DAFTAR PUSTAKA . 9

ivBAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang paling benar, ajaran didalamnya mengandung banyak makna dan paidah-paidah untuk kesalamatan dan kemaslahatan. Dalam islam kita diwajibkan untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah yang maha kuasa, di dalam Al-Quran disebutkan : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benarnya taqwa kepadaNya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Qs. Al-Imran (3) ayat (102).

Allah menurunkan Al-Qur'an sebagai panduan bagi manusia diantaranya, untuk meraih iman dan taqwa yang sempurna, orang perlu taat sebenar-benarnya mengikuti perintah-perintah Allah untuk meraih iman dan taqwa tersebut. Tapi pada jaman moderen sekarang ini, banyak manusia yang salah dalam mengartikan iman dan taqwa, nah di Makalah ini penulis ingin mengungkap / membedah apa itu Iman dan Taqwa.

B. Batasan / Rumusan Masalah

Masalah yang dibahas dan disusun oleh penulis dalam makalah ini, hanya dibatasi / hanya merumuskan tentang masalah Keimanan dan Ketaqwaan. Hal ini hanya mencakup tentang pengertian iman dan taqwa serta perkembangannya dalam kehidupan moderen. Karena kurangnya pengalaman serta ilmu pengetahuan yang dimiliki penulis dalam penulisan makalah ini.

C. Tujuan Penulisan1. Memunuhi tugas dari Dosen / pengajar2. Mengetahui sampai mana pengetahuan penulis tentang iman dan taqwa3. Menambah wawasan tentang ilmu pengetahuan agama.

1BAB IIPEMBAHASAN

A. Iman Iman atau kepercayaan merupakan dasar utama seseorang dalam memeluk sesuatu agama karena dengan keyakinan dapat membuat orang untuk melakuakan apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang. Iman menurut bahasa adalah percaya atau yakin, keimanan berarti kepercayaan atau keyakinan. Dengan demikian, rukun iman adalah dasar, inti atau poko-pokok kepercayaan yang harus diyakini oleh setiap pemeluk agama islam. Kata iman juga berasal dari kata kerja amina-yumanu-amanan yang berarti percaya.

Selain itu, keimanan adalah suatu kepercayaan / keyakinan yang tertanam dalam hati yang dibuktikan melalui sikap / tindakan, Setiap manusia yang sepenuh hati beriman kepada Allah swt memenuhi semua perintahNya dan menjahui segala apa yang dilarangNya. Keimanan adalah perbuatan yang apa bila diibaratkan sebuah puhun mempunyai cabang-cabang, diantara cabang-cabang iman yang paling pokok adalah keimanan kepada Allah swt.

Iman bukan hanya percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim berbuat amal shaleh. Seseorang dinyatakan beriman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai keyakinan. Adapun orang yang beriman disebut mukmin.

1. Tahap-tahap keimanan dalam Islam adalah:a. Dibenarkan di dalam qalbu (keyakinan mendalam akan Kebenaran yang disampaikan).b. Diikrarkan dengan lisan (menyebarkan Kebenaran).c. Diamalkan (merealisasikan iman dengan mengikuti contoh Rasul).2Proses terbentuknya iman Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pembinaan yang berkesinambungan. Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung sangat berpengaruh terhadap iman seseorang.2. Tanda-tanda orang beriman :a. Jika disebut nama Allah, hatinya akan bergetar dan berusaha ilmu Allah tidak lepas dari syraf memorinya.b. Senantiasa tawakal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah atau mengharapkan keridhaan Allah semata.c. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu melaksanakan perintah-perintahnya serta menjahui segala apa yang dilarangnya.d. Menafkahkan rizki yang diterima dijalan Allah.e. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan.f. Memelihara amanah dan menepati janji.

3. Manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia :a. Iman melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda.b. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut.c. Iman memberikan ketentraman jiwa.d. Iman mewujudkan kehidupan yang baik.e. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen.f. Iman memberikan keberuntungan.

3B. TAQWA Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi , wiqayah. Yang berarti takut, menjaga, memelihara dan melindungi. Sesuai dengan makna tersebut, maka taqwa dapat diartikan sikap memlihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama islam secara utuh dan konsisten (istiqomah). Karakteristik orang-orang yang bertaqwa, secara umum dapat dikelompokkan kedalam lima kategori atau indikator ketaqwaan.

1. Memelihara fitrahnya iman.2. Mencintai sesama umat manusia yang diwujudkan melalui kesanggupan mengorbankan harta.3. Mendirikan shalat dan menunaikan zakat.4. Menepati janji, yang dalam pengertian lain memelihara kehormatan diri.5. Sabar disaat kepayahan atau mendapat cubaan.

Dalam aspeknya taqwa mempunyai hubungan-hubungan, diantaranya :

1. Hubungan taqwa dengan Allah. Maksudnya: Seseorang yang bertaqwa (muttaqi) adalah orang yang menghambakan dirinya kepada Allah dan selalu menjaga hubunganNya setiap saat serta melaksanakan perintah dan menjahui larangannya.2. Hubungan taqwa dengan sesama manusia, maksudnya: hubungan dengan Allah menjadi dasar bagi hubungan sesama manusia. Orang yang bertaqwa akan dapat dilihat dari peranannya di tengah-tengah masyarakat. Sikap taqwa tercermin dalam bentuk kesediaan untuk menolong orang lain, melindungi yang lemah dan berpihakan pada kebenaran dan keadilan. Karena itu, orang yang taqwa akan menjadi motor penggerak gotong royong dan kerja sama dalam bentuk kebaikan dan kebajikan. Pada surat Al-Baqarah ayat 177, menerangkan bahwa diantara ciri-ciri orang bertaqwa itu adalah orang-orang yang beriman kepada Allah, Hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab Allah.

43. Hubungan taqwa dengan diri sendiri, maksudnya : Dalam hubungan dengan diri sendiri ketaqwaan ditandai dengan ciri-ciri antara lain:

a. Sabar, yaitu sikap diri menerima apa saja yang datang kepada dirinya, baik perintah, larangan, maupun musibah yang menimpanya.b. Tawakal, yaitu menyerahkan keputusan segala sesuatu, ikhtiar, dan usaha kepada Allah.c. Syukur, yaitu sikap berterimakasih atas apa saja yang diberikan Allah atau sesama manusia.d. Berani, yaitu sikap diri yang mampu menghadapi resiko sebagai konsekuensinya dari komitmen dirinya terhadap kebenaran.

4. Hubungan taqwa dengan lingkungan hidup, maksudnya : Manusia yang bertaqwa adalah manusia yang memegang tugas kekhalifahannya di tengah alam, sebagai subyek yang bertanggung jawab mengelola dan memelihara alam lingkungannya.

Orang yang bertaqwa adalah orang yang mampu menyikapi lingkungannya dengan sebaik-sebaiknya. Bagi orang yang bertaqwa, lingkungan alam adalah nikmat Allah yang harus disyukuri dengan cara memanfaatkannya sesuai dengan keharusannya dan memelihara dengan sebaik-baiknya.

C. Iman dan Taqwa Dalam Kehidupan Moderen

Dalam kehidupan yang moderen saat ini telah banyak timbul kekacauan-kekacauan di bumi ini. Hal ini disebabkan oleh semakin berkurangnya tingkat keimanan dan ketaqwaan manusia kepada Allah SWT. Banyak sekali kejadian dan contoh-contoh akibat dari semakin menipisnya iman dan ketaqwaan itu. Sebagai seorang muslim marilah kita terus meningkatkan iman dan ketaqwaan kepada Allah SWT, dengan mengerjakan perintahNya dan menjahui apa-apa yang dilarangNya.

5 Dengan semakin berkembangnya zaman, banyak dampak positif yang dapat kita ambil tetapi cukup banyak pula dampak negatif yang ditimbulkan. Agar kita terjauh dari dampak nigatif pada perkembangan zaman yang moderen ini, seyugyanya kita harus menjaga diri dari apa-apa yang dilarang Allah seperti berbuat maksyiat dan lain sebagainya. Dampak-dampak negatif itu dapat terjadi karena landasan kehidupan atau iman dan taqwa manusia kepada Allah mulai goyah. Hal ini akan menyebabkan manusia bertindak dengan hanya mengandalkan hawa nafsu tanpa melibatkan akal dan pikiran. Mereka akan bertindak semau mereka sendiri dan akan mengejar nikmat duniawi tanpa memperdulikan nilai-nilai dan norma-norma agama serta pendidikan.

Berikut ini ada beberapa permasalahan masyarakat kita dalam kehidupan moderen saat ini.1. Agama dipandang sebagai sesuatu yang terpisah dengan pengaturan kehidupan.2. Pola hidup masyarakat bergeser dari social-religius kearah masyarakat individual materialistis dan sekuler.3. Pola hidup sederhana dan produktif cenderung kearah pola hidup mewah dan konsumtif.4. Hubungan keluarga yang semula erat dan kuat cenderung menjadi longgar dan rapuh.5. Nilai-nilai agama dan tradisional masyarakat cenderung berubah menjadi masyarakat modern yang bercorak sekuler atau tidak menujukkan akhlak keislamannya.6. Lembaga perkawinan mulai diragukan dan masyarakat cenderung untuk memilih hidup bersama tanpa nikah.7. Ambisi kerier dan materi yang tidak terkendali mengganggu hubungan interpersonal baik dalam keluarga maupun masyarakat.8. Jaminan terhadap kesehatan bagi masyarakat juga semakin jauh.

6BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Iman adalah rasa percaya yang dibenarkan oleh hati diucapkan lisan dan ditunjukan dalam perbuatan. Iman kepada Allah artinya meyakini dan membenarkan adanya Allah, satu-satunya pencipta dan pemelihara alam semesta dengan segala kesempurnaanya.

Taqwa yang berarti takut, menjaga, memelihara dan melindungi, maka taqwa dapat diartikan sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama islam secara utuh dan konsisten.

Dalam kehidupan zaman moderen saat ini, moto keimanan kita sering guyah karena banyaknya hal-hal atau tuntunan yang mengarah kepada kemaksyiatan, sebagai muslim marilah kita menjaga diri dan hati dari segala perbuatan yang dilarang Allah, dan selalu berusaha untuk lebih memperbaiki diri.

Sebagai umat islam yang baik, kita harus meningkatkan mutu iman dan ketaqwaan kepada Allah swt agar mendapatkan ketentraman lahir dan batin.

B. Saran

1) Sebagai umat islam kita harus meningkatkan keimanan dan ketaqwaan.2) Sebagai orang yang beriman dan bertaqwa, kita harus melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjahui segala apa yang dilarangNya.3) Marilah kita mengaflikasikan perintah Allah yang maknanya "... Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar..(memudahkan jalannya untuk sukses)"Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (QS.65:2-3).

74) Dalam mengamalkan iman dan taqwa harus konsisten (istiqomah).5) Dalam kehidupan yang moderen saat ini, kita harus menjaga keimanan dan ketaqwaan, agar kita tidak terjerumus kedalam kesesatan.6) Dimuhun kepada pembaca apabila dalam penulisan makalah ini ada kejanggalan / kesalahan dalam penulisan maupun makna dalam bacaan, untuk memberi masukan kepada kami sebagai penulis. Karena manusia tak ada yang sempurna dan kesempurnaan itu yang milik Allah SWT.

8DAFTAR PUSTAKA

Yunus, Muhammad. 1997. Pendidikan Agama Islam untuk SLTP. Jakarta. Erlangga

Azra, Azyumardi, dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Jakarta. Depatemen Agama RI

Ahmadi Abu, dkk. 1991. Dasar-Dasar Penddikan Agama Islam. Jakarta. Bumi Aksara

Darajat, Zakiah, dkk. 1986. Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta. Departemen Agama RI

Makalah: Iman & Taqwa

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kita dan tak lupa pula kita mengirim salam dan salawat kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawakan kita suatu ajaran yang benar yaitu agama Islam, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Implementasi Iman dan Takwa dalam Kehidupan Modern ini dengan lancar. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang kami peroleh dari berbagai sumber yang berkaitan dengan agama islam serta infomasi dari media massa yang berhubungan dengan agama islam, tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pengajar matakuliah Pendidikan Agama Islam atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini. Kami harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai implementasi iman dan takwa dalam kehidupan modern, khususnya bagi penulis. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

JAKARTA, Desember 2011 Penulis

Kelompok 5

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARBAB IPENDAHULUAN1.1 Implementasi Iman Dan Taqwa Dalam Kehidupan ModernBAB IIMASALAH2.1 Rumusan MasalahBAB IIIPEMBAHASAN3.1 Pengertian iman dan taqwa3.2 Problematika tantangan dan resiko dalam kehidupan modern3.3 Hubungan timbal balik antara taqwa dan imanBAB IVPENUTUP4.1 KESIMPULANDAFTAR PUSTAKA

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Implementasi Iman Dan Taqwa Dalam Kehidupan Modern Aktualisasi taqwa adalah bagian dari sikap bertaqwa seseorang. Karena begitu pentingnya taqwa yang harus dimiliki oleh setiap mukmin dalam kehidupan dunia ini sehingga beberapa syariat islam yang diantaranya puasa adalah sebagai wujud pembentukan diri seorang muslim supaya menjadi orang yang bertaqwa, dan lebih sering lagi setiap khatib pada hari jumat atau shalat hari raya selalu menganjurkan jamaah untuk selalu bertaqwa. Begitu seringnya sosialisasi taqwa dalam kehidupan beragama membuktikan bahwa taqwa adalah hasil utama yang diharapkan dari tujuan hidup manusia (ibadah). Taqwa adalah satu hal yang sangat penting dan harus dimiliki setiap muslim. Signifikansi taqwa bagi umat islam diantaranya adalah sebagai spesifikasi pembeda dengan umat lain bahkan dengan jin dan hewan, karena taqwa adalah refleksi iman seorang muslim. Seorang muslim yang beriman tidak ubahnya seperti binatang, jin dan iblis jika tidak mangimplementasikan keimanannya dengan sikap taqwa, karena binatang, jin dan iblis mereka semuanya dalam arti sederhana beriman kepada Allah yang menciptakannya, karena arti iman itu sendiri secara sederhana adalah percaya, maka taqwa adalah satu-satunya sikap pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Seorang muslim yang beriman dan sudah mengucapkan dua kalimat syahadat akan tetapi tidak merealisasikan keimanannya dengan bertaqwa dalam arti menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, dan dia juga tidak mau terikat dengan segala aturan agamanya dikarenakan kesibukannya atau asumsi pribadinya yang mengaggap eksistensi syariat agama sebagai pembatasan berkehendak yang itu adalah hak asasi manusia, kendatipun dia beragama akan tetapi agamanya itu hanya sebagai identitas pelengkap dalam kehidupan sosialnya, maka orang semacam ini tidak sama dengan binatang akan tetapi kedudukannya lebih rendah dari binatang, karena manusia dibekali akal yang dengan akal tersebut manusia dapat melakukan analisis hidup, sehingga pada akhirnya menjadikan taqwa sebagai wujud implementasi dari keimanannya. Taqwa adalah sikap abstrak yang tertanam dalam hati setiap muslim, yang aplikasinya berhubungan dengan syariat agama dan kehidupan sosial. Seorang muslim yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah Tuhannya dan menjauhi segala laranganNya dalam kehidupan ini. Yang menjadi permasalahan sekarang adalah bahwa umat islam berada dalam kehidupan modern yang serba mudah, serba bisa bahkan cenderung serba boleh. Setiap detik dalam kehidupan umat islam selalu berhadapan dengan hal-hal yang dilarang agamanya akan tetapi sangat menarik naluri kemanusiaanya, ditambah lagi kondisi religius yang kurang mendukung. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan kondisi umat islam terdahulu yang kental dalam kehidupan beragama dan situasi zaman pada waktu itu yang cukup mendukung kualitas iman seseorang. Olah karenanya dirasa perlu mewujudkan satu konsep khusus mengenai pelatihan individu muslim menuju sikap taqwa sebagai tongkat penuntun yang dapat digunakan (dipahami) muslim siapapun. Karena realitas membuktikan bahwa sosialisasi taqwa sekarang, baik yang berbentuk syariat seperti puasa dan lain-lain atau bentuk normatif seperti himbauan khatib dan lain-lain terlihat kurang mengena, ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya yang pertama muslim yang bersangkutan belum paham betul makna dari taqwa itu sendiri, sehingga membuatnya enggan untuk memulai, dan yang kedua ketidaktahuannya tentang bagaimana, darimana dan kapan dia harus mulai merilis sikap taqwa, kemudian yang ketiga kondisi sosial dimana dia hidup tidak mendukung dirinya dalam membangun sikap taqwa, seperti saat sekarang kehidupan yang serba bisa dan cenderung serba boleh. Oleh karenanya setiap individu muslim harus paham pos pos alternatif yang harus dilaluinya, diantaranya yang paling awal dan utama adalah gadhul bashar (memalingkan pandangan), karena pandangan (dalam arti mata dan telinga) adalah awal dari segala tindakan, penglihatan atau pendengaran yang ditangkap oleh panca indera kemudian diteruskan ke otak lalu direfleksikan oleh anggota tubuh dan akhirnya berimbas ke hati sebagai tempat bersemayam taqwa, jika penglihatan atau pendengaran tersebut bersifat negatif dalam arti sesuatu yang dilarang agama maka akan membuat hati menjadi kotor, jika hati sudah kotor maka pikiran (akal) juga ikut kotor, dan ini berakibat pada aktualisasi kehidupan nyata, dan jika prilaku, pikiran dan hati sudah kotor tentu akan sulit mencapai sikap taqwa. Oleh karenanya dalam situasi yang serba bisa dan sangat plural ini dirasa perlu menjaga pandangan (dalam arti mata dan telinga) dari hal hal yang dilarang agama sebagai cara awal dan utama dalam mendidik diri menjadi muslim yang bertaqwa. Menjaga mata, telinga, pikiran, hati dan perbuatan dari hal-hal yang dilarang agama, menjadikan seorang muslim memiliki kesempatan besar dalam memperoleh taqwa. Karena taqwa adalah sebaikbaik bekal yang harus kita peroleh dalam mengarungi kehidupan dunia yang fana dan pasti hancur ini, untuk dibawa kepada kehidupan akhirat yang kekal dan pasti adanya. Adanya kematian sebagai sesuatu yang pasti dan tidak dapat dikira-kirakan serta adanya kehidupan setelah kematian menjadikan taqwa sebagai obyek vital yang harus digapai dalam kehidupan manusia yang sangat singkat ini. Memulai untuk bertaqwa adalah dengan mulai melakukan hal-hal yang terkecil seperti menjaga pandangan, serta melatih diri untuk terbiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, karena arti taqwa itu sendiri sebagaimana dikatakan oleh Imam Jalaluddin Al-Mahally dalam tafsirnya bahwa arti taqwa adalah imtitsalu awamrillahi wajtinabinnawahih, menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganya.

BAB IIMASALAH

2.1 Rumusan Masalah1. Apa pengertian Iman dan Taqwa?2. Bagaimana Problematika tantangan dan resiko dalam kehidupan modern?3. Hubungan timbal balik antara Taqwa dan Iman ?

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 Pengertian iman dan taqwaPengertian Iman menurut bahasa adalah membenarkan. Adapun menurut istilah syariat yaitu meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan membuktikannya dalam amal perbuatan yang terdiri dari tujuh puluh tiga hingga tujuh puluh sembilan cabang. Yang tertinggi adalah ucapan dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan yang menggangu orang yang sedang berjalan, baik berupa batu, duri, barang bekas, sampah, dan sesuatu yang berbau tak sedap atau semisalnya. Iman merupakan perpaduan antara aqidah dengan syariah atau perpaduan keyakinan dan amal dan perbuatan,tetapi jika tidak melaksanakan ketentuan Allah dan rasulnya maka orang itu belum bias dikatakan beriman.Rasulullah Shallahualaihi wa sallam bersabda,Iman lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang, paling utamanya perkataan dan yang paling rendahnya menyingkirkan gangguan dari jalan, dan malu merupakan cabang dari keimanan.(Riwayat Muslim: 35, Abu Dawud: 4676, Tirmidzi: 2614). Adapun cakupan dan jenisnya, keimanan mencakup seluruh bentuk amal kebaikan yang kurang lebih ada tujuh puluh tiga cabang. Karena itu Allah menggolongkan dan menyebut ibadah shalat dengan sebutan iman dalam firmanNya,Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu(QS. Al-Baqarah:143). Para ahli tafsir menyatakan, yang dimaksud imanmu adalah shalatmu tatkala engkau menghadap ke arah baitul maqdis, karena sebelum turun perintah shalat menghadap ke Baitullah (Kabah) para sahabat mengahadap ke Baitul Maqdis.Iman kepada Allah adalah mempercayai bahwa Dia itu maujud (ada) yang disifati dengan sifat-sifat keagungan dan kesempurnaan, yang suci dari sifat-sifat kekurangan. Dia Maha Esa, Mahabenar, Tempat bergantung para makhluk, tunggal (tidak ada yang setara dengan Dia), Pencipta segala makhluk, Yang melakukan segala yang dikehendakiNya, dan mengerjakan dalam kerajaanNya apa yang dikehendakiNya. Beriman kepada Allah juga bisa diartikan, berikrar dengan macam-macam tauhid yang tiga serta beritiqad (berkeyakinan) dan beramal dengannya yaitu tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah dan tauhid al-asma wa ash-shifaat.Iman kepada Allah mengandung empat unsur:1. Beriman akan adanya Allah.Mengimani adanya Allah ini bisa dibuktikan dengan:(a). Bahwa manusia mempunyai fitrah mengimani adanya TuhanTanpa harus di dahului dengan berfikir dan sebelumnya. Fitrah ini tidak akan berubah kecuali ada sesuatu pengaruh lain yang mengubah hatinya. Nabi Shallahualaihi wa sallam bersabda: Tidaklah anak itu lahir melainkan dalam keadaan fitrah, kedua orangtuanya lah yang menjadikan mereka Yahudi, Nashrani, atau Majusi. (HR. Bukhori). Bahwa makhluk tersebut tidak muncul begitu saja secara kebetulan, karena segala sesuatu yang wujud pasti ada yang mewujudkan yang tidak lain adalah Allah, Tuhan semesta alam. Allah berfirman, Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? (QS. Ath-Thur: 35)Maksudnya, tidak mungkin mereka tercipta tanpa ada yang menciptakan dan tidak mungkin mereka mampu menciptakan dirinya sendiri. Berarti mereka pasti ada yang menciptakan, yaitu Allah yang maha suci.(b). Adannya kitab-kitab samawiYang membicarakan tentang adanya Allah. Demikian pula hukum serta aturan dalam kitab-kitab tersebut yang mengatur kehidupan demi kemaslahatan manusia menunjukkan bahwa kitab-kitab tersebut berasal dari Tuhan Yang Maha Esa(c). Adanya orang-orang yang dikabulkan doanya.Ditolongnya orang-orang yang sedang mengalami kesulitan, ini menjadi bukti-bukti kuat adanya Allah.(d).Adanya tanda-tanda kenabian seorang utusan yang disebut mukjizatsuatu bukti kuat adanya Dzat yang mengutus mereka yang tidak lain Dia adalah Allah Azza wa Jalla. Misalnya: Mukjizat nabi Musa Alahissalam. Tatkala belau diperintah memukulkan tongkatnya ke laut sehngga terbelahlah lautan tersebut menjadi dua belas jalan yang kering dan air di antara jalan-jalan tersebut laksana gunung. Firman Allah, Lalu kami wahyukan kepada Musa: Pukullah lautan itu dengan tongkatmu. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar(QS. Asy-Syuara: 63)

Pengertian TAQWA secara dasar adalah Menjalankan perintah, dan menjauhi larangan. Kepada siapa ??? maka dilanjukan dengan kalimat Taqwallah yaitu taqwa kepada Allah SWT. Kelihatan kata-kata tersebut ringan diucapkan tapi kenyataan-nya banyak orang yang belum sanggup bahkan terkesan asal-asalan dalam menerapkan arti kata Taqwa tersebut, lihat sekitar kita ada beberapa orang yang tidak berpuasa dan terang-terangan makan di tempat umum, padahal bila ditanya mas, agama-nya apa? jawab-nya muslim, ada juga yang sudah berpuasa tapi masih suka melirik kanan-kiri dan ketika ditanya mas, ini kan lagi puasa? jawabnya cuma sebentar kan boleh. Ya Allah, manusia, manusia.., sebenarnya banyak contoh bagaimana lingkungan di sekitar kita atau mungkin diri saya pribadi masih belum mampu mengemban amanah Taqwallah dengan sepenuhnya.TAQWA = Terdiri dari 3 Huruf :Ta = TAWADHU artinya sikap rendah dirii (hati), patuh, taat baik kepada aturan Allah SWT, maupun kepada sesama muslim jangan menyombongkan diri.Qof = Qonaah artinya Sikap menerima apa adanya (ikhlas), dalam semua aspek, baik ketika mendapat rahmat atau ujian, barokah atau musibah, kebahagiaan atau teguran dari Allah SWT, harus di syukuri dengan hati yang lapang dada.Wau = Wara artinya Sikap menjaga hati / diri (Introspeksi), ketika menemui hal yang bersifat subhat (tidak jelas hukum-nya) atau yang bersifat haram (yang dilarang) oleh Allah SWT. beberapa ulama mendifinisikan dengan :Taqwa = dari kata = waqa-yaqi-wiqayah = memelihara yang artinya memelihara iman agar terhindar dari hal-hal yang dibenci dan dilarang oleh Allah SWT.Taqwa = Takut yang artinya takut akan murka da adzab allah SWT.Taqwa = Menghindar yang artinya menjauh dari segala keburukan dan kejelekan dari sifat syetan.Taqwa = Sadar yang artinya menyadari bahwa diri kita makhluk ciptaan Allah sehingga apapun bentuk perintah-nya harus di taati, dan jangan sekali-kali menutup mata akan hal ini. Hai Orang-orang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah, dengan sebenar-benar taqwa, dan janganlah kalian mati, melainkan dalam keadaan beragama islam. (Al-Imron) :Dr. Abdullah Nashih Ulwan menyebut ada 5 langkah yang dapat dilakukan untuk mencapai taqwa, iaitu ;a.MuahadahMuahadahberarti selalu mengingat perjanjian kepada Allah swt., bahawa dia akan selalu beribadah kepada Allah swt. Seperti merenungkan sekurang-kurangnya 17 kali dalam sehari semalam dia membaca ayat surat Al Fatihah : 5 Hanya kepada Engkau kami beribadah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolonganb.MuraqabahMuraqabahberarti merasakan kebersamaan dengan Allah swt. dengan selalu menyedari bahawa Allah swt. selalu bersama para makhluk-Nya dimana saja dan pada waktu apa sahaja. Terdapat beberapa jenis muraqabah, pertamanya muraqabah kepada Allah swt. dalam melaksanakan ketaatan dengan selalu ikhlas kepadaNya. Kedua muraqabah dalam kemaksiatan adalah dengan taubat, penyesalan dan meninggalkannya secara total. Ketiga, muraqabah dalam hal-hal yang mubah adalah dengan menjaga adab-adab kepada Allah dan bersyukur atas segala nikmatNya. Keempat muraqabah dalam mushibah adalah dengan redha. atas ketentuan Allah serta memohon pertolonganNya dengan penuh kesabaran.c.MuhasabahMuhasabah sebagaimana yang ditegaskan dalam Al Quran surat Al Hasyr: 18,Wahai orang-orang yang beriman! Takwalah kepada Allah dan hendaklah merenungkan setiap diri, apalah yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Dan takwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui apa jua pun yang kamu kerjakanIni bermakna hendaklah seorang mukmin menghisab dirinya tatkala selesai melakukan amal perbuatan, apakah tujuan amalnya untuk mendapatkan redha. Allah? Atau apakah amalnya dicampuri sifat riya? Apakah ia sudah memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak manusia.d.MuaqabahMuaqabahialah memberikan hukuman atau denda terhadap diri apabila melakukan kesilapan ataupun kekurangan dalam amalan. Muaqabah ini lahir selepas Muslim melakukan ciri ketiga iaitu muhasabah. Hukuman ini bukan bermaksud deraan atau pukulan memudaratkan, sebaliknya bermaksud Muslim yang insaf dan bertaubat berusaha menghapuskan kesilapan lalu dengan melakukan amalan lebih utama meskipun dia berasa berat.dalam Islam, orang yang paling bijaksana ialah orang yang sentiasa bermuhasabah diri dan melaksanakan amalan soleh.e.MujahadahMakna mujahadah sebagaimana disebutkan dalam surat Al Ankabut ayat 69 adalah apabila seorang mukmin terseret dalam kemalasan, santai, cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan amal-amal sunnah serta ketaatan yang lainnya tepat pada waktunya, maka ia harus memaksa dirinya melakukan amal-amal sunnah lebih banyak dari sebelumnya. Dalam hal ini ia harus tegas, serius dan penuh semangat sehingga pada akhirnya ketaatan merupakan kebiasaan yang mulia baginya dan menjadi sikap yang melekat dalam dirinya. Sebagai penutup, Allah swt. telah berfirman dalam Al-Quran yang bermaksud:Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, dan janganlah kamu mati melainkan di dalam keadaan Islam.(Ali Imran: 102)

3.2 Problematika tantangan dan resiko dalam kehidupan modern Problem-problem manusia dalam kehidupan modern adalah munculnya dampak negatif (residu), mulai dari berbagai penemuan teknologi yang berdampak terjadinya pencemaran lingkungan, rusaknya habitat hewan maupun tumbuhan, munculnya beberapa penyakit, sehingga belum lagi dalam peningkatan yang makro yaitu berlobangnya lapisan ozon dan penasan global akibat akibat rumah kaca. Manusia tidak mampu lari seperti kuda dan mengangkat benda-benda berat seperti sekuat gajah, namun akal manusia telah menciptakan alat yang melebihi kecepatan kuda dan sekuat gajah. Kelebihi manusia dengan mahkluk lain adalah dari Akalnya. Sedangkan dalam bidang ekonomi kapitalisme-kapitalisme yang telah melahirkan manusia yang konsumtif, meterialistik dan ekspoloitatif. Aktualisasi taqwa adalah bagian dari sikap bertaqwa seseorang. Karena begitu pentingnya taqwa yang harus dimiliki oleh setiap mukmin dalam kehidupan dunia ini sehingga beberapa syariat islam yang diantaranya puasa adalah sebagai wujud pembentukan diri seorang muslim supaya menjadi orang yang bertaqwa, dan lebih sering lagi setiap khatib pada hari jumat atau shalat hari raya selalu menganjurkan jamaah untuk selalu bertaqwa. Begitu seringnya sosialisasi taqwa dalam kehidupan beragama membuktikan bahwa taqwa adalah hasil utama yang diharapkan dari tujuan hidup manusia (ibadah). Taqwa adalah satu hal yang sangat penting dan harus dimiliki setiap muslim. Signifikansi taqwa bagi umat islam diantaranya adalah sebagai spesifikasi pembeda dengan umat lain bahkan dengan jin dan hewan, karena taqwa adalah refleksi iman seorang muslim. Seorang muslim yang beriman tidak ubahnya seperti binatang, jin dan iblis jika tidak mangimplementasikan keimanannya dengan sikap taqwa, karena binatang, jin dan iblis mereka semuanya dalam arti sederhana beriman kepada Allah yang menciptakannya, karena arti iman itu sendiri secara sederhana adalah percaya, maka taqwa adalah satu-satunya sikap pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Seorang muslim yang beriman dan sudah mengucapkan dua kalimat syahadat akan tetapi tidak merealisasikan keimanannya dengan bertaqwa dalam arti menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, dan dia juga tidak mau terikat dengan segala aturan agamanya dikarenakan kesibukannya atau asumsi pribadinya yang mengaggap eksistensi syariat agama sebagai pembatasan berkehendak yang itu adalah hak asasi manusia, kendatipun dia beragama akan tetapi agamanya itu hanya sebagai identitas pelengkap dalam kehidupan sosialnya, maka orang semacam ini tidak sama dengan binatang akan tetapi kedudukannya lebih rendah dari binatang, karena manusia dibekali akal yang dengan akal tersebut manusia dapat melakukan analisis hidup, sehingga pada akhirnya menjadikan taqwa sebagai wujud implementasi dari keimanannya. Taqwa adalah sikap abstrak yang tertanam dalam hati setiap muslim, yang aplikasinya berhubungan dengan syariat agama dan kehidupan sosial. Seorang muslim yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah Tuhannya dan menjauhi segala laranganNya dalam kehidupan ini. Yang menjadi permasalahan sekarang adalah bahwa umat islam berada dalam kehidupan modern yang serba mudah, serba bisa bahkan cenderung serba boleh. Setiap detik dalam kehidupan umat islam selalu berhadapan dengan hal-hal yang dilarang agamanya akan tetapi sangat menarik naluri kemanusiaanya, ditambah lagi kondisi religius yang kurang mendukung. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan kondisi umat islam terdahulu yang kental dalam kehidupan beragama dan situasi zaman pada waktu itu yang cukup mendukung kualitas iman seseorang. Olah karenanya dirasa perlu mewujudkan satu konsep khusus mengenai pelatihan individu muslim menuju sikap taqwa sebagai tongkat penuntun yang dapat digunakan (dipahami) muslim siapapun. Karena realitas membuktikan bahwa sosialisasi taqwa sekarang, baik yang berbentuk syariat seperti puasa dan lain-lain atau bentuk normatif seperti himbauan khatib dan lain-lain terlihat kurang mengena, ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya yang pertama muslim yang bersangkutan belum paham betul makna dari taqwa itu sendiri, sehingga membuatnya enggan untuk memulai, dan yang kedua ketidaktahuannya tentang bagaimana, darimana dan kapan dia harus mulai merilis sikap taqwa, kemudian yang ketiga kondisi sosial dimana dia hidup tidak mendukung dirinya dalam membangun sikap taqwa, seperti saat sekarang kehidupan yang serba bisa dan cenderung serba boleh. Oleh karenanya setiap individu muslim harus paham pos pos alternatif yang harus dilaluinya, diantaranya yang paling awal dan utama adalah gadhul bashar (memalingkan pandangan), karena pandangan (dalam arti mata dan telinga) adalah awal dari segala tindakan, penglihatan atau pendengaran yang ditangkap oleh panca indera kemudian diteruskan ke otak lalu direfleksikan oleh anggota tubuh dan akhirnya berimbas ke hati sebagai tempat bersemayam taqwa, jika penglihatan atau pendengaran tersebut bersifat negatif dalam arti sesuatu yang dilarang agama maka akan membuat hati menjadi kotor, jika hati sudah kotor maka pikiran (akal) juga ikut kotor, dan ini berakibat pada aktualisasi kehidupan nyata, dan jika prilaku, pikiran dan hati sudah kotor tentu akan sulit mencapai sikap taqwa. Oleh karenanya dalam situasi yang serba bisa dan sangat plural ini dirasa perlu menjaga pandangan (dalam arti mata dan telinga) dari hal hal yang dilarang agama sebagai cara awal dan utama dalam mendidik diri menjadi muslim yang bertaqwa. Menjaga mata, telinga, pikiran, hati dan perbuatan dari hal-hal yang dilarang agama, menjadikan seorang muslim memiliki kesempatan besar dalam memperoleh taqwa. Karena taqwa adalah sebaikbaik bekal yang harus kita peroleh dalam mengarungi kehidupan dunia yang fana dan pasti hancur ini, untuk dibawa kepada kehidupan akhirat yang kekal dan pasti adanya. Adanya kematian sebagai sesuatu yang pasti dan tidak dapat dikira-kirakan serta adanya kehidupan setelah kematian menjadikan taqwa sebagai obyek vital yang harus digapai dalam kehidupan manusia yang sangat singkat ini. Memulai untuk bertaqwa adalah dengan mulai melakukan hal-hal yang terkecil seperti menjaga pandangan, serta melatih diri untuk terbiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, karena arti taqwa itu sendiri sebagaimana dikatakan oleh Imam Jalaluddin Al-Mahally dalam tafsirnya bahwa arti taqwa adalah imtitsalu awamrillahi wajtinabinnawahih, menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganya.

Problem dalam Hal EkonomiSemakin lama manusia semakin menganggap bahwa dirinya merupakan homo economicus, yaitu merupakan makhluk yang memenuhi kebutuhan hidupnya dan melupakan dirinya sebagai homo religious yang erat dengan kaidah kaidah moral.Ekonomi kapitalisme materialisme yang menyatakan bahwa berkorban sekecil kecilnya dengan menghasilkan keuntungan yang sebesar besarnya telah membuat manusia menjadi makhluk konsumtif yang egois dan serakah (saya sendiri mengakuinya).Problem dalam Bidang MoralPada hakikatnya Globalisasi adalah sama halnya dengan Westernisasi. Ini tidak lain hanyalah kata lain dari penanaman nilai nilai Barat yang menginginkan lepasnya ikatan ikatan nilai moralitas agama yang menyebabkan manusia Indonesia pada khususnya selalu berkiblat kepada dunia Barat dan menjadikannya sebagai suatu symbol dan tolok ukur suatu kemajuan.Problem dalam Bidang AgamaTantangan agama dalam kehidupan modern ini lebih dihadapkan kepada faham Sekulerisme yang menyatakan bahwa urusan dunia hendaknya dipisahkan dari urusan agama. Hal yang demikian akan menimbulkan apa yang disebut dengan split personality di mana seseorang bisa berkepribadian ganda. Misal pada saat yang sama seorang yang rajin beribadah juga bisa menjadi seorang koruptor.Problem dalam Bidang KeilmuanMasalah yang paling kritis dalam bidang keilmuan adalah pada corak kepemikirannya yang pada kehidupan modern ini adalah menganut faham positivisme dimana tolok ukur kebenaran yang rasional, empiris, eksperimental, dan terukur lebih ditekankan. Dengan kata lain sesuatu dikatakan benar apabila telah memenuhi criteria ini. Tentu apabila direnungkan kembali hal ini tidak seluruhnya dapat digunakan untuk menguji kebenaran agama yang kadang kala kita harus menerima kebenarannya dengan menggunakan keimanan yang tidak begitu poluler di kalangan ilmuwan ilmuwan karena keterbatasan rasio manusia dalam memahaminya. Anda merasakan itu?Perbedaan metodologi yang lain bahwa dalam keilmuan dikenal istilah falsifikasi. Apa itu? Artinya setiap saat kebenaran yang sudah diterima dapat gugur ketika ada penemuan baru yang lebih akurat. Sangat jauh dan bertolak belakang dengan bidang keagamaan.Jika anda tidak salah lihat, maka akan banyak anda temukan banyak ilmuwan yang telah menganut faham atheis (tidak percaya adanya tuhan) akibat dari masalah masalah dalam bidang keilmuan yang telah tersebut di atas.Kalau bersama sama kita telah melihat sebagian kecil dari beberapa bagian besar problematika dalam kehidupan kita saat ini, apa yang sebaiknya menjadi solusi bersama dalam meningkatkan ketahanan tubuh Negara kita terhadap prediksi prediksi kehancuran moral bangsa Indonesia akibat dari kekurang selektifan kita terhadap apa yang namanya Westernisasi?3.3 Hubungan timbal balik antara taqwa dan iman Iman dan taqwa adalah dua unsur pokok bagi pemeluk agama. Keduanya merupakan elemen yang penting dalam kehidupan makhluq manusia dan sangat erat hubungannya dalam menentukan nasib hidupnya serta memiliki fungsi yang urgen.Menurut ahli hukum, iman itu hanya sekedar pengakuan suatu makna yang terkandung dalam lubuk hati, menurut para teolog, iman itu adalah kepercayaan yang tertanam dalam lubuk hati dengan keyakinan yang kuat tanpa tercampuri oleh keraguan dan berperan terhadap pendangan hidup atau amal perbuatan sehari-hari. Sedangkan menurut berbagai filosof, iman diartikan lebih jauh dari lafidz dan makna serta tidak terikat dengan dalil-dalil apologis. Misalnya Karl Teodor Yoeper seorang filosof Jerman mengetengahkan istilah iman falsafi yang universil yang berlaku untuk semua zaman dan kebudayaan. Isi iman falsafi baginya, bahwa Allah itu ada, manusia harus mampu memilih memilih yang baik secara tak bersarat, dunia tidak merupakan kenyataan terakhir dan bahwa cinta kasih manusia merupakan suatu bukti adanya Allah. Semua pengertian-pengertian yang dikemukakan diatas pada dasarnya menunjukkan, bahwa iman itu berperanan dan berpengaruh terhadap tindak laku manusia dalam segala aspek kahidupan manusia.Menurut filosof islam Imam Ghozali bahwa iman itu berkaitan dengan hal-hal yang bersifat spiritual atau batin, dimana hati dapat menangkap iman dalam pengertian hakiki melalui kasyaf yang diperoleh berkat pancaran sinar Ilahi padanya. Dalam kesempatan lain beliau menegaskan, bahwa arti iman adalah pengakuan yang kuat tidak ada pembuat (faa`il) selain Allah. Makna iman yang dikemukakan ini menimbulkan problema metafisis, diantaranya membatasi sebab pembuat (illah faa`iliyah) hanya kepada Allah, manafikan kebebasan berikhtiar dari manusia serta penyerahan diri (tawakkal) kepada-Nya. Pemikiran Imam Ghozali ini disebut dengan istilah tauhid, sebab artinya keimanan itu tidak boleh menghubungkan sebab tersebut kepada selai Allah. Dialah pembuat satu-satunya dan selain-Nya hanya sekedar washilah (perantara). Hukumnya perantara itu dalam tinjauan filsafat juga sebab, namun sebab pokok.Bagi Imam Ghozali iman itu bukan lawan dari syirik, tetapi peng-Esaan kepada Kholiq (Pencipta). Oleh karena itu bagi orang yang meng-Esakan Allah harus bersikap tawakkal. Tawakkal bukan berarti maniadakan ikhtiar, tetapi maniadakan kebebasan berikhtiar, karena dalam tawakkal manusia berkesempatan untuk kasab (berusaha). Bahkan dengan tawakkal itu dapat mengenal hakekat ikhtiar dan sekaligus dapat mengetahui nilai dan kualitas iman. Iman yang sebenarnya harus membuahkan tawakkal, sehingga dapat memperoleh ridho Allah. Dalam kitab suci dikemukakan, bahwa Nabi Hud, Nabi Musa dan tang lainya telah menjadikan tawakkal sebagai benteng kekuatan bertaqwa dalam menghadapi kaumnya. Ini semua menunjukkan, bahwa antara iman dan taqwa saling berpengaruh dalam membentuk membentuk manusia berkepribadian luhur.Taqwa itu pada prinsipnya adalah amal batin atau lahir, baik yang bersifat mengikuti perintah Tuhan maupun amal yang berbentuk menjauhi larangan Tuhan. Yang menjadi problema apakah unsur amal itu menjadi syarat iman, dengan pengertian, bahwa apakah tanpa amal seseoran tidak dianggap beriman. Iman adalah sesuatu yang tersembunyi dalam jiwa (Ma waqaro fil qalbi). Berdasarkan eksperimen sebagian besar ahli jiwa berkesimpulan, bahwa iman kepada Allah termasuk obat yang manjur untuk menyembuhkan penyakit jiwa atau menghilangkan gangguan jiwa. Kesimpulan inin diperkuat oleh filosof-silosof besar diantaranya Francis Bacon, William James, Kierkegoor dan lain-lain.Menurut filosof Islam Jamaluddin Alafghoni, bahwa iman kepada Allah menumbuhkan keteguahan pendirian dalam menghadapi kesulitan dan bahaya, bahkan mampu untuk membentuk kerelaan dan meninggalkan kemewahan hidup, manakala ada seruan untuk bejuang dijalan Allah. Dalam Islam pengaruh iman diantaranya rasa tawakkal (Ali Imron: 160). Tawakkal dalam tinjauan tasawuf ini harus seiring dengan kesabaran. Keberhasilan manusia tidak mungkin sepenuhnya dari usaha sendiri. Sedangkan kecil dan tidaknya ditentukan oleh berbagai faktor diluar kemampuannya. Faktor-faktor itu adalah sebab keberhasilan. Banyak akibat yang sebabnya bermacam-macam dan sebaliknya, banyak sebab yang akibatnya bermacam-macam. Banyak akibat yang sulit diketahui sebabnya dan banyak sebab yang sulit diketahui akibatnya. Dalam situasi diatas sikap tawakkal sangat diperlukan. Iman dan Taqwa landasan mencapaikesuksesanKita diciptakan didunia ini untuk satu hikmah yang agung dan bukan hanya untuk bersenang-senang dan bermain-main. Tujuan dan himah penciptaan ini telah dijelaskan dalam firman Allah: Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (QS. 51:56-58)Allah telah menjelaskan dalam ayat-ayat ini bahwa tujuan asasi dari penciptaan manusia adalah ibadah kepadaNya saja tanpa berbuat syirik. Sehingga Allah pun menjelaskan salahnya dugaan dan keyakinan sekelompok manusia yang belum mengetahui hikmah tersebut dengan menyakini mereka diciptakan tanpa satu tujuan tertentu dalam firmanNya: Artinya : Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami. (QS. 23:115)Ayat yang mulia ini menjelaskan bahwa manusia tidak diciptakan secara main-main saja, namun diciptakan untuk satu hikmah. Allah tidak menjadikan manusia hanya untuk makan, minum dan bersenang-senang dengan perhiasan dunia, serta tidak dimintai pertanggung jawaban atas semua prilakunya didunia ini. Tentu saja jawabannya adalah kita semua diciptakan untuk satu himah dan tujuan yang agung dan dibebani perintah dan larangan, kewajiban dan pengharaman, untuk kemudian dibalas dengan pahala atas kebaikan dan disiksa atas keburukan (yang dia amalkan) serta (mendapatkan) syurga atau neraka.Demikianlah seorang manusia yang ingin sukses harus dapat bersikap profesional dan proforsonal dalam mencapai tujuan tersebut, sebab sesungguhnya tujuan akhir seorang manusia adalah mewujudkan peribadatan kepada Allah dengan iman dan taqwa. Oleh karena itu orang yang paling sukses dan paling mulia disisi Allah adalah yang paling taqwa, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:

Artinya : Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. 49:13)Namun untuk mencapai kemulian tersebut membutuhkan dua hal:1. Itishom bihablillah. Hal ini dengan komitmen terhadap syariat Allah dan berusaha merealisasikannya dalam semua sisi kehidupan kita. Sehingga dengan ini kita selamat dari kesesatan. Namun hal inipun tidak cukup tanpa perkara yang berikutnya, yaitu;2. Itishom billah. Hal ini diwujudkan dalam tawakkal dan berserah diri serta memohon pertolongan kepada Allah dari seluruh rintangan dan halangan mewujudkan yang pertama tersebut. Sehingga dengannya kita selamat dari rintangan mengamalkannya.Sebab seorang bila ingin mencapai satu tujuan tertentu, pasti membutuhkan dua hal, pertama, pengetahuan tentang tujuan tersebut dan bagaimana cara mencapainya dan kedua, selamat dari rintangan yang menghalangi terwujudnya tujuan tersebut.Imam Ibnu Al Qayyim menyatakan: Poros kebahagian duniawi dan ukhrowi ada pada Itishom billahi dan Itishom bihablillah dan tidak ada kesuksesan kecuali bagi orang yang komitmen dengan dua hal ini. Sedangkan Itishom bi hablillah melindungi seseorang dari kesesatan dan Itishom billahi melindungi seseorang dari kehancuran. Sebab orang yang berjalan mencapai (keridhoan) Allah seperti seorang yang berjalan diatas satu jalanan menuju tujuannya. Ia pasti membutuhkan petunjuk jalan dan selamat dalam perjalanan, sehingga tidak mencapai tujuan tersebut kecuali setelah memiliki dua hal ini. Dalil (petunjuk) menjadi penjamin perlindungan dari kesesatan dan menunjukinya kejalan (yang benar) dan persiapan, kekuatan dan senjata menjadi alat keselamatan dari para perampok dan halangan perjalanan. Itishom bi hablillah memberikan hidayah petunjuk dan mengikuti dalil sedang Itishom billah memberikan kesiapan, kekuatan dan senjata yang menjadi penyebab keselamatannya di perjalanan.Oleh karena itu hendaknya kita menekuni bidang kita masing-masing sehingga menjadi ahlinya tanpa meninggalk