makalah tahapan perkembangan moral anak tk

25
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................... i DAFTAR ISI ........................................ ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................. 1 B. Permasalahan ................................... 2 C. Tujuan ......................................... 2 BAB II PEMBAHASAN A. Tahapan Perkembangan Moral Anak Taman Kanak-kanak 3 B. Kajian Teori Perkembangan Moral Anak Menurut Pakar Umum ........................................... 4 BAB III A. Perkembangan Moral Anak Indonesia .............. 12 B. Faktor-faktor Pembentuk Timbulnya Perbedaan Moral Manusia ........................................ 13 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ..................................... 14 B. Saran .......................................... 14 DAFTAR PUSTAKA i

Upload: tafta-na-ei

Post on 25-Nov-2015

128 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

makalah membahas tentang tahap-tahap perkembangan moral anak taman kanak-kanak

TRANSCRIPT

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

i

DAFTAR ISI

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

1B. Permasalahan

2C. Tujuan

2BAB II PEMBAHASANA. Tahapan Perkembangan Moral Anak Taman Kanak-kanak

3B. Kajian Teori Perkembangan Moral Anak Menurut Pakar Umum

4BAB III

A. Perkembangan Moral Anak Indonesia

12B. Faktor-faktor Pembentuk Timbulnya Perbedaan Moral Manusia

13BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

14B. Saran

14DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ruang lingkup tahapan/pola perkembangan moral anak di antaranya adalah tahapan kejiwaan manusia dalam menginternalisasikan nilai moral kepada dirinya sendiri, mempersonalisasikan dan mengembangkannya dalam pembentukan pribadi yang mempunyai prinsip, serta dalam mematuhi, melaksanakan/ menentukan pilihan, menyikapi/menilai, atau melakukan tindakan nilai moral.

Menurut Plaget anak berpikir tentang moralitas dalam 2 cara/tahap, yaitu cara heteronomous (usia 4-7 tahun), di mana anak menganggap keadilan dan aturan sebagai sifat-sifat dunia (lingkungan) yang tidak berubah dan lepas dari kendali manusia, dan cara autonomous (usia 10 tahun ke atas) di mana anak sudah menyadari bahwa aturan-aturan dan hukum itu diciptakan oleh manusia.Menurut Kohlberg, perkembangan moral anak usia prasekolah berada pada level/tingkatan yang paling dasar, yaitu penataan moral prakonvensional. Pada tingkatan ini anak belum menunjukkan internalisasi nilai-nilai moral. Pertimbangan moralnya didasarkan pada akibat-akibat yang bersifat fisik dan hedonistik.Ada 4 area perkembangan yang perlu ditingkatkan dalam kegiatan pengembangan atau pendidikan usia prasekolah, yaitu perkembangan fisik, sesial emosional, kognitif dan bahasa.Masalah yang paling penting dalam pendidikan moral bagi anak Indonesia adalah bagaimana upaya kita sebagai seorang guru Taman kanak-kanak agar setiap perbedaan yang muncul dapat kita arahkan menjadi suatu materi pendewasaan sikap dan perilaku anak dalam sosialisasinya. Tidak ada salahnya kita sisipkan pendidikan multikultur kepada anak usia Taman Kanak-kanak sesuai dengan tingkat dan pemahaman mereka.

B. Permasalahan

Dari permasalahannya adalah :

1. Bagaimana cara kita seorang tenaga pendidik untuk menyampaikan moralitas kepada anak usia dini?

2. Cara pengajaran yang disampaikan yang bagaimana supaya anak bisa menerima dengan baik?

3. Bagaimana cara kita menanamkan kepada anak didik supaya di waktu dewasanya anak-anak kita sudah memiliki perilaku yang sesuai dengan moralitas yang sesuai yang kita inginkan?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah presentasi dan pembahasan ini adalah :

1. Agar kita sebagai tenaga pendidik bisa memahami dan menanamkan kepada anak didik agar kelak anak-anak kita memiliki moral yang berguna bagi bangsa dan negara.2. Kita harus bisa menjelaskan kepada anak didik kita tentang perkembangan moral pada saat ini yang selalu bertentangan dengan agama.

3. Kita sebagai seorang guru hendaknya bisa mengarahkan anak didik kita ke arah menjadi perilaku anak yang dapat bersosialisasi sama teman-teman.

BAB II

TAHAPAN PERKEMBANGAN MORAL ANAK TAMAN KANAK-KANAKA. TAHAPAN PERKEMBANGAN MORAL ANAK TAMAN KANAK-KANAKKegiatan Belajar 1 ini akan membahas tentang tahapan-tahapan perkembangan moral anak dilihat dari tetapi tinjauan teoretis, menurut berbagai disiplin ilmu yang terkait di dalamnya. Tahapan-tahapan itu dapat disebut juga dengan pola perkembangan moral anak. Pola perkembangan moral anak memiliki ruang lingkup seperti : kejiwaan manusia dalam menginternalisasi nilai moral kepada dirinya sendiri, memersonalisasi dan mengembangkannya dalam pembentukan kepribadian yang mempunyai prinsip, serta mematuhi, melaksanakan/ menentukan pilihan, menyikapi/ menilai, atau melakukan tindakan nilai moral.

Pada saat lahir, tidak ada anak manusia yang memiliki hati nurani atau skala nilai. Akibatnya tiap bayi yang baru lahir dapat dianggap amoral atau nonmoral (Fawzia A. Hadis. 1999:75). Ungkapan tersebut memberikan arti bahwa kemuliaan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya terletak pada keagungan manusia yang menjunjung tinggi moralitas dalam kehidupannya. Tentu hal itu memerlukan proses pendidikan yang tidak mudah.Lebih lanjut Fawzia menjelaskan bahwa, pokok pertama yang terpenting dalam pendidikan moral adalah menjadi pribadi yang bermoral dalam arti seorang anak dapat belajar apa yang diharapkan kelompok dari anggotanya. Harapan tersebut diperinci bagi seluruh anggota kelompok dalam bentuk hukum, kebiasaan, dan peraturan. Inilah bukti bahwa untuk bahwa untuk membentuk manusia bermoral diperlukan perangkat yang komprehensif, dan memerlukan proses pembinaan yang panjang.

Para tokoh lain yang memusatkan perhatian pada masalah ini juga mengilustrasikan bahwa, jika kita meninggalkan pelajaran tentang nilai moral yang kebanyakan sudah berubah, kita sebagai suatu negara, berisiko kehilangan sepotong kedamaian dari budaya kita (Pam Schiller, et. al. 2002: viii). Oleh karena itu, tujuan akhir dari pendidikan yang hendak kita tanamkan kepada anak didik adalah agar kelak anak-anak kita memiliki perilaku yang disebut moralis. Artinya adalah agar anak-anak memiliki perilaku yang tidak saja sesuai dengan standar sosial, melainkan juga pada akhirnya dilakukan secara sukarela, dalam arti dilakukan dengan penuh kesadaran bahwa ia harus berperilaku seperti itu, walaupun tidak ada orang yang memerintahkannya atau mengawasinya (Dini P. Daeng, 1996:2).Uraian mengenai tahapan perkembangan moral anak ini perlu Anda kuasai agar setelah mempelajari Kegiatan Belajar 1 ini Anda dapat:

1. menjelaskan tahap perkembangan moral anak menurut Piaget

2. menguraikan tahap perkembangan moral anak menurut Kolhberg3. menjelaskan makna dari orientasi kepatuhan dan hukuman dalam pengembangan moril enak4. mengungkapkan makna orientasi individualis dan instrumental dalam pengembangan moral anak

5. menjelaskan hakikat perkembangan moral anak menurut ilmu agama.B. KAJIAN TEORI PERKEMBANGAN MORAL ANAK MENURUT PAKAR (UMUM)

Dalam kehidupan sosial di masyarakat, anak akan berhadapan dengan ukuran-ukuran yang menentukan benar salah atau baik buruk dari suatu tingkah laku. Ukuran-ukuran ini dapat berupa tata cara, kebiasaan, atau adat istiadat yang telah diterima oleh suatu masyarakat. Aturan-aturan inilah biasanya yang dikaitkan dengan istilah moral Pengertian moral mengacu pada aturan-aturan umum mengenai baik - buruk dan benar - salah yang berlaku di masyarakat secara luas. Istilah moral ini berkenaan dengan bagaimana orang seharusnya berperilaku dengan dunia sosialnya.Berkaitan dengan aturan-aturan berperilaku tersebut, anak dituntut untuk mengetahui, memahami, dan mengikutinya. Perubahan-perubahan dalam hal pengetahuan dan pemahaman aturan-aturan ini dipandang sebagai perkembangan moral.Di bidang psikologi sebenarnya tetali banyak tokoh dengan pendekatannya masing-masing yang mempelajari dan menjelaskan fenomena perkembangan moral ini. Satu di antannya adalah pendekatan kognitif yang dipelopori oleh Piaget dan Kohlberg Pindangan kedua tokoh ini banyak menjadi rujukan dalam pendidikan moral bagi anak.1. Perkembangan Moral Anak Menurut PiagetKetika menganalisis gejala perkembangan moral anak, Piaget memfokuskan diri pada aspek cara berpikir anak lemang isu-isu moral. Cara yang dilakukannya adalah dengan mengamati dan mewawancarai kelompok anak usia 4-12 tahun yang terlibat dalam suatu permainan. Ia mempelajari bagaimana anak-anak itu menggunakan dan memandang aturan yang ada dalam pemainan tersebut. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada mereka berkisar tentang isu-isu moral seperti pencurian, berbohong, hukuman dan keadilan.Dari studi, tersebut, Piaget menyimpulkan bahwa anak berpikir tentang moralitas dalam 2 tahap moralitas, tergantung pada tingkat perkembangannya. Cara/tahap yang pertama adalah tahap moralitas heteronomus (heteronomous morality) yang terjadi pada anak berusia 4 sampai 7 tahun. Pada tahap perkembangan moral ini, anak menganggap keadilan dan aturan sebagai sifat-sifat dunia (lingkungan) yang tidak berubah dan lepas dari kendali manusia.Cara/tahap yang kedua (sekitar usia 10 tahun ke atas), anak sudah menyadari bahwa aturan-aturan dan hukum itu diciptakan oleh manusia. Anak yang berpikir moral pada tahap ini juga sudah menyadari bahwa dalam menilai suatu tindakan seseorang, harus dipertimbangkan maksud si pelaku, juga akibat-akibatnya. Pola pemikiran moral tahap ini oleh Piaget diistilahkan dengan moralitas otonomus (autonomous morality)Secara lebih rinci perbedaan antara dua tahap perkembangan moral tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada tahap heteronomous, anak menimbang perilaku benar dan baik dengan menimbang akibat dari perilaku itu, bukan dari maksud pelaku. Misalnya, anak yang berada pada tahap ini akan mengatakan bahwa memecahkan lima piring secara tidak sengaja akan lebih jelek daripada memecahkan satu piring dengan sengaja. Tapi bagi anak yang berpikir moral otonomus, yang lebih baik itu adalah yang memecahkan lima piring karena hal itu dilakukan secara tidak sengaja. Dengan demikian, bagi anak yang berpikir moral otonomus, maksud atau niat pelaku yang ada di balik tindakannya dipandang lebih penting daripada sekedar akibatnya.Anak-anak yang berpikir moral heteronomus juga meyakini bahwa Aturan-aturan itu ditentukan oleh para pemegang otoritas yang memiliki kekuatan sehingga tidak dapat diubah. Mereka berpendapat bahwa aturan-aturan itu selalu sama dan tidak dapat diubah. Sebaliknya, kelompok anak yang berpikir otonomus memandang bahwa aturan-aturan itu hanya berupa kesepakatan Maka. Mereka menganggap bahwa aturan-aturan itu merupakan kesepakatan sosial atau kelompok yang dapat diubah melalui konsensus.Selanjutnya, anak yang berpikir heteronomus juga meyakini keadilan sebagai sesuatu yang tetap ada. Piaget mengistilahkan dengan Immanent Justice, yaitu bahwa jika aturan dilanggar maka hukuman akan ditimpakan segera. Anak yang berpikir heteronomus meyakini bahwa kejahatan secara otomatis terkait dengan hukuman. Sebaliknya anak yang berpikir otonomus menganggap hukuman sebagai alat sosial yang bisa dialami dan bisa pula tidak, tergantung kepada kondisinya.Piaget berpendapat bahwa di saat anak-anak berkembang, mereka mengalami kemajuan dalam pemahaman tentang masalah-masalah sosial. Dia meyakini bahwa pemahaman sosial ini muncul melalui interaksi atau saling menerima dan memberi dalam hubungan teman sebaya. Karena dalam kelompok teman sebaya anak-anak memiliki kekuatan dan status yang sama, mereka secara leluasa dapat saling memberi masukan dan bernegosiasi dalam memecahkan berbagai persoalan yang muncul. Pengalaman tentu merupakan kondisi yang kondusif bagi pengembangan moral anak.Suasana interaksional seperti dalam kelompok teman sebaya di atas, menurut Piaget sulit ditemukan dalam hubungan orang tua - anak atau hubungan guru - anak. Orang tua atau guru, lazimnya memiliki kekuasaan yang lebih daripada anak sehingga aturan-aturan sering ditentukan secara otoriter Akibatnya, pola interaksi orang tua - anak atau guru - anak yang demikian kurang memungkinkan untuk meningkatkan penalaran moral anak secara baik.

2. Perkembangan Moral menurut KohlbergMelalui pendekatan perkembangan kognitif seperti halnya yang dilakukan Piaget, Lawrence Kohlberg mengembangkan sendiri teori tentang perkembangan penalaran moral. Kohlberg memilih untuk mempelajari alasan-alasan yang mendasari respons-respons moral. Dengan kata lain, Kohlberg memilih untuk mendalami struktur proses berpikir yang terlibat dalam penalaran moral.Dalam melakukan studinya, Kohlberg merancang serangkaian cerita imajinatif yang masing-masing memuat dilema-dilema moral untuk mengukur penalaran moral. Konflik moral yang terkandung dalam cerita-cerita tersebut ada yang berupa pilihan antara dua alternatif yang tidak dapat diterima secara kultural, dan ada pula yang berupa pilihan antara dua alternatif yang dapat diterima secara kultural. Cerita-cerita ini menempatkan seseorang pada situasi konflik yang memberikan sejumlah alternatif pilihan yang dapat diterima. Respons apa yang dipilih oleh seseorang tidak begitu penting, akas tetapi yang terpenting adalah penalaran yang digunakan individu dalam menyelesaikan konflik. Oleh sebab itu, kepada para responden ditanyakan tentang apa yang sebaiknya dilakukan, di samping mereka ditanya pula mengapa memilih untuk melakukan hal itu.Analisis dari proses penalaran, disimpulkan dari jawaban terhadap serangkaian cerita tersebut. Akhirnya Kohlberg dapat menilai penalaran moral responden. Dari analisis ini ia menemukan bahwa ada enam level perkembangan penalaran moral manusia. Keenam level perkembangan moral ini menggambarkan suatu urutan yang bersifat universal. Lebih lanjut keenam level perkembangan penalaran moral tersebut dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan sehingga masing-masing level terdiri dari 2 tahapan, sebagai berikut. Level 1 : Penalaran Moral Prakonvensional (meliputi tahap: Orientasi Hukuman dan Kepatuhan, dan tahap Orientasi Individualisme dan Orientasi Instrumental) Level 2 : Penalaran Moral Konvensional (meliputi tahap Orientasi Konformitas interpersonal dan tahap Orientasi Hukum dan Aturan) Level 3 :Penalaran Moral Pascakonvensional (meliputi tahap Orientasi Kontrak Sosial dan tahap Orientasi Etis Universal)

Mengingat kajian kita pada saat ini adalah berkaitan dengan perkembangan anak usia prasekolah maka yang akan dipaparkan hanya pada level 1 saja.Pada level yang paling dasar (Penalaran Moral Prakonvensional), anak belum menunjukkan internalisasi nilai-nilai moral. Pengalihan, atau penalaran moral anak dikendalikan oleh faktor eksternal, yaitu ganjaran dan hukuman yang bersifat fisik Pertimbangan moral anak pada usia ini didasarkan pada akibat-akibat yang bersifat fisik dan hedonistik. Sesuatu itu dianggap benar atau baik oleh anak jika menghasilkan sesuatu yang secara fisik menyenangkan atau menguntungkan dirinya. Sebaliknya, sesuatu itu dianggap jelek atau salah kalau menyakitkan atau menimbulkan kerugian bagi dirinya.Level 1 ini dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap orientasi hukuman dan kepatuhan (punishment and obedience orientation) serta tahap individualisme dan orientasi tujuan instrumental (individualism and instrumental purpose).a. Pengertian Orientasi Hukuman dan Kepatuhan

Kohlberg melihat tahap ini didominasi oleh penalaran moral yang semata-mata mengacu pada kepatuhan atau hukuman oleh figur-figur yang berkuasa. Suatu tindakan dinilai benar atau salah tergantung dari akibat hukuman yang berkaitan dengan kegiatan tersebut. Seorang anak akan mengatakan bahwa bermain di kelas itu tidak baik, misalnya, karena ibu guru melarangnya dan akan marah kalau melakukannya. Begitu juga seorang dokter bisa dianggap jahat oleh seorang anak kalau dokter itu dipersepsi sebagai orang yang suka menyakiti (menyuntik).Kita sering temukan dalam kehidupan anak sehari-hari, kasus anak yang telah mampu mencegah teman sebayanya untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh guru atau arang yang lebih tua dari dirinya, dengan penekanan nanti akan dilaporkan kepada orang tersebut. Contoh lain terkadang anak usia prasekolah sangat benci bila berurusan dengan dokter ketika dia sakit. Sehingga bila hal itu dialaminya maka dengan serta-merta anak pun mengungkapkan kata-kata seperti: dokter jahat, dokter nakal dan sebagainya. Itu adalah ungkapan polos yang mencerminkan perkembangan moral yang dialaminya.

b. Pengertian Orientasi Individualisme dan Orientasi Tujuan InstrumentalPada tahap ini acuan moral anak masih terhadap peristiwa-peristiwa eksternal fisik. Akan tetapi pada tahap ini suatu tindakan dinilai benar bila berkaitan dengan kejadian eksternal yang memuaskan kebutuhan-kebutuhan dirinya atau kebutuhan seseorang yang sangat dekat hubungannya dengan yang bersangkutan. Jadi, meskipun mencuri itu dianggap salah karena berasosiasi dengan hukuman, penalaran pada tahap ini mengarah pada penilaian bahwa mencuri itu bisa benar bila dilakukan di saat ia sangat lapar. Dengan demikian perkembangan penalaran moral pada tahap kedua ini secara lambat laun mengarah pada suatu peralihan perspektif, yaitu ke suatu perspektif yang melibatkan orang lain.

Riset selama 75 tahun terakhir tentang perkembangan anak telah membelikan berbagai informasi mengenai masa kanak-kanak, yaitu salah satu tahap perkembangan manusia yang memiliki karakteristik tersendiri. Pengetahuan tentang perkembangan anak itulah yang diaplikasikan dalam pendidikan dini usia dan disebut sebagai pendidikan yang memperhatikan perkembangan serta cara belajar anak, dan kurikulumnya disebut sebagai kurikulum yang sesuai dengan perkembangan anak (developmentally appropriated curriculum). Artinya mendidik anak dengan cara yang sesuai dengan cara anak belajar dan perkembangan anak.Pendidikan yang berorientasi pada perkembangan anak ini memungkinkan para fasilitator untuk merencanakan pelbagai pengalaman yang dapat menumbuhkan minat anak, merangsang keingintahuan anak, melibatkan anak secara emosional maupun intelektual, dan membuka daya imajinasi mereka. Cara ini juga akan memperkaya konsep-konsep anak melalui pengalaman sensorik maupun persepsi. Caranya adalah dengan melibatkan anak dalam kegiatan melihat, mendengar, meraba, dan memanipulasi. Dengan demikian, anak usia Taman Kanak-kanak akan memperoleh sejumlah gagasan, makna, dan berbagai penemuan oleh dirinya sendiri.Dengan pendekatan perkembangan anak ini, anak usia Taman Kanak-kanak juga dapat dilatih untuk memilih dan memfokuskan perhatiannya pada tugas yang menarik dan bermakna bagi dirinya. Cara ini juga memungkinkan terjadinya zone of proximal development, yaitu di mana fasilitator atau orang yang lebih pandai dari diri anak, dijadikan tempat bertanya antuk meningkatkan kemampuannya melebihi dari spa yang dimilikinya, (Fawzia Aswin Hadis: 2003).Dalam hal perkembangan yang terjadi pada anak usia Taman Kanak-kanak menurut Fawzia (2003), secara garis besar ada empat area perkembangan yang perlu ditingkatkan dalam kegiatan pengembangan atau pendidikan anak usia Taman Kanak-kanak, yaitu perkembangan fisik, sosial emosional, kognitif, dan bahasa. Khusus mengenai perkembangan sosial emosional beliau memaparkan bahwa hai itu perlu dikembangkan dengan tujuan untuk:

1. mengetahui diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain, yaitu teman sebaya dan orang dewasa

2. bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun orang lain

3. berperilaku sesuai dengan perilaku prososial

c. Perkembangan Moral Anak ditinjau dari Ilmu Agama

Secara umum, perkembangan nilai keagamaan pada anak Taman Kanak-kanak identik dengan pemahamannya akan keberadaan Tuhan. Jadi, sebagai guru Taman Kanak-kanak, Anda diharapkan dapat memahami dan menyesuaikan metode pengajaran Anda untuk mengenalkan anak-anak dengan Tuhannya. Uraian berikut ini adalah contoh untuk menimbulkan pemahaman agama Islam untuk anak Taman Kanak-kanak, Guru dapat mengenalkan ayat 4 surat At-Tin yang berarti: "Sungguh telah Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna".Dari pengertian ayat tadi guru kemudian dapat memberikan pengertian kepada anak Taman Kanak-kanak bahwa di antara bukti kesempurnaan wujud manusia selain fisik adalah bahwa hanya manusialah yang dilengkapi akal, dan Allah SWT tidak memberikannya kepada yang lain. Akal yang merupakan amanah dari Allah SWT seyogianya mampu dikembangkan melalui jalur pendidikan agar berfungsi menjadi pembimbing dalam menentukan benar dan salah, baik dan buruk, boleh atau tidak. Selanjutnya, guru dapat memberi contoh perbedaan tingkah laku hewan dan anak-anak. Misalnya, hewan boleh tidak berpakaian tetapi manusia tidak boleh telanjang.Untuk agama selain Islam, misalnya Kristen atau Hindu atau Buddha, guru juga dapat mengenalkan keberadaan Tuhan dengan menguraikan ayat-ayat dari kitab suci masing-masing dan memberikan contoh-contoh nyata dari ayat tersebut yang sesuai dengan tingkat pemahaman anak Taman Kanak-kanak.Contoh umum yang mungkin dapat diberikan guru adalah dengan memberitahukan. "Jika anak-anak sakit, anak-anak dapat berdoa kepada Tuhan untuk meminta disembuhkan. Begitu juga, jika anak-anak ingin sesuatu, anak-anak dapat meminta kepada Tuhan, karena Tuhan Maha Kaya dan memiliki seluruh isi alam ini".BAB III

PERKEMBANGAN MORAL ANAK INDONESIASeperti halnya anak di belahan dunia lainnya, anak Indonesia pun memiliki perkembangan moral yang tidak jauh berbeda dengan dunia luas. Namun hanya beberapa catatan kecil saja yang membedakannya, seperti iklim sosial, latar belakang, falsafah hidup orang tuanya, dan keadaan alamnya. Oleh sebab itu setelah anda mempelajari kegiatan belajar 2 ini, diharapkan anda akan dapat :

1. Mengungkapkan faktor-faktor pembentuk timbulnya perbedaan moral manusia

2. Menguraikan hakikat perkembangan moral anak Indonesia

A. FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK TIMBULNYA PERBEDAAN MORAL MANUSIA 1. Kenyataan

Indonesia memiliki tatar belakang sosial, adat istiadat, agama dan berbagai macam keanekaragaman unsur sosial. Hal-hal inilah yang patut kita cermati pada saat kita menghadapi anak-anak dalam konteks pendidikan moral ini. Kita memang keluarga besar dan bangsa yang memiliki perbedaan yang sangat tinggi. Perbedaan itu dapat kita perlihatkan kepada anak sebagai sesuatu materi pendidikan untuk dipahami dan disikapi dewasa dan penuh penghayatan. Agama Islam dan ulama lainnya tentunya, sejak awal sudah menekankan bahwa kita perlu mengetahui dan memahami hakikat kehidupan di sekitar kita,s seperti adanya keragaman yang sengaja Tuhan ciptakan untuk manusia sebagai hal yang patut disyukuri dan menjadi sarana untuk mengenal satu sama lain dan tetap berlaku adil. 2. Tantangan

Abdullah Nasih Ulwan dalam bukunya Tarbiyatul Aulad fil Islam menjelaskan bahwa salah satu aspek tanggung jawab pendidik terhadap anak adalah tanggung jawab pendidikan sosial. Termasuk di dalamnya mendidik anak agar peka dan kritis terhadap lingkungannya berdasarkan nilai-nilai ilahiah. Dapatlah kita pahami bahwa manusia secara umum memiliki kecenderungan untuk melakukan kategorisasi dan identifikasi terhadap orang di luar dirinya, baik sekelompok atau secara individual. Misalnya saya perempuan, dan si Fulan laki-laki. Saya muslim, dan dia bukan muslim. Saya Jawa dan dia Batak. Si Ani Jawa maka saya sama dengan si Ani. Kecenderungan ini dikembangkan pula oleh keluarga dan masyarakat. Brewer (dalam Oskamp, 2000) menyatakan bahwa seseorang yang mampu mereferensikan dirinya pada berbagai identitas, relatif lebih toleran terhadap orang di luar dirinya. Dengan perkataan lain, seseorang yang menyadari multi identitas dirinya, akan mampu bersikap toleran dan fleksibel terhadap perbedaan yang dijumpainya.3. Harapan

Menyadari akan kondisi demikian, seyogianya para orang tua, dan guru mampu mengambil hikmah yang terkandung dalam hakikat kehidupan anak Indonesia yang sarat dengan perbedaan itu. Masalah yang paling penting dalam pendidikan moral bagi anak Indonesia ini adalah bagaimana upaya kita sebagai seorang guru Taman Kanak-kanak, agar setiap perbedaan yang timbul dapat kita arahkan menjadi suatu materi pendewasaan sikap dan perilaku anak dalam sosialisasinya. B. HAKIKAT PERKEMBANGAN MORAL ANAK INDONESIA

Karena masyarakat Indonesia terdiri dari beragam suku, maka tidak ada salahnya kita menyisipkan pendidikan multikultur pada anak usia prasekolah sesuai dengan tingkat dan pemahaman mereka. Hassan (2000) menjelaskan bahwa pendidikan dasar dalam sistem pendidikan dasar dalam sistem pendidikan di Indonesia, menitikberatkan pada pengembangan kepribadian sehingga muatan multikultur menjadi penting. Pada tataran ini, kesempatan anak untuk mengenal berbagai perbedaan sebagai bagian dari keragaman budaya Indonesia diperluas. Selanjutnya pemahaman terhadap perbedaan ini diharapkan akan semakin meningkatkan pemahaman antarbudaya dan membangun sikap toleran. Sejalan dengan itu akan meningkat pula keterampilan seorang anak untuk berinteraksi dengan orang atau kelompok lain.BAB IIIPENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian di atas kita sebagai seorang tenaga pendidik supaya bisa mengubah perkembangan moral yang tidak baik menjadi anak yang bermoral yang sesuai dengan agama kita atau yang kita inginkan. Masalah yang penting dalam perkembangan moral anak Indonesia seorang pendidik bisa menjelaskan tentang perbedaan yang muncul pada diri anak-anak dan kita seorang pendidik juga bisa mengarahkan anak didik kita menjadi anak yang dewasa dalam sikap dan perilaku dalam bersosialisasi serta kita harus menyisipkan pendidikan multikultur kepada anak usia taman kanak-kanak dengan tingkat dan permasalahan mereka.

B. SARAN1. Seorang pendidik harus bisa menanamkan kepada anak didik agar mereka menjadi seorang yang bermoral bagi diri dan orang lain. 2. Kita seorang pendidik bisa menanamkan perilaku yang tidak saja seusai dengan standar sosial, melainkan bisa bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun orang lain. DAFTAR PUSTAKA

Ulwan, AN. (1999). Mendidik anak dalam pandangan Islam. Jakarta: Gema Insani Press. Djakhiri, A. K. et. al. (1996). Dasar dan konsep pendidikan moral. Jakarta: Depdikbud. Al Qur'an Terjemahan. (2000). Jakarta: Kerajaan Arab Saudi.Schaefer, C. (2000). Bagaimana membimbing, mendidik, dan mendisiplinkan anak secara efektif Jakarta: Restu Agung.Semiawan, CR. (2002). Pendidikan keluarga dalam era global. Jakarta: Prenhallindo.Daeng, D.P. (1996). Metode mengajar di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Depdikbud.Developmentally Appropriate Practice. (2003). Bandung: Al Mabrur.Hadis, F.A. (1996). Psikologi perkembangan anak. Jakarta: Depdikbud.Menyelami Dunia Anak Membantu Anak Siap Belajar. (2003). Bandung: Al Mabrur.Hidayat, O.S. (2004). Profesi Kependidikan. Bekasi: PGTKIMMA.----------, (2003). Pendidikan Multikultur & perspektif global. Bekasi: PGTKI MMASchiller, P et. al. (2002). 16 moral dasar bagi anak. Jakarta: Elex Media Komputindo.Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-kanak (1995). Jakarta: Depdikbud.Coles, R. (2000). Menumbuhkan kecerdasan moral pada anak. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Wahab, R. et. al. (1999). Perkembangan dan belajar peserta didik. Jakarta: Dedikbud.i