makalah seminar - wulandari saputri.docx
TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDEKATAN SAINTIFIK
DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN
SIKAP PEDULI LINGKUNGAN
Oleh:
Wulandari Saputri
Program Studi Pendidikan Sains PPs Universitas Negeri Yogyakarta
Email: [email protected]
ABSTRAK
Berawal dari adanya tuntutan hidup di abad 21 yang turut berimbas pada sistem pendidikan di Indonesia dengan lahirnya kurikulum 2013. Untuk menjawab tuntutan tersebut kurikulum 2013 mengamanatkan pembelajaran berbasis pendekatan saintifk (scientific approach). Pendekatan ini dipercaya sebagai jembatan emas dalam pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta didik di abad 21. Namun dari hasil laporan pengawas Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman (2013) diketahui bahwa adanya kebingungan dari pihak guru dalam menyusun perangkat pembelajaran berbasis pendekatan saintifik mengingat masih sangat baru. Di sisi lain, selain masalah tuntutan hidup, karakteristik lainnya dari abad 21 adalah tentang isu kerusakan lingkungan yang membutuhkan berbagai solusi untuk mengatasinya. Namun, berdasarkan hasil wawancara di salah satu SMA di kota Yogyakarta diketahui bahwa mata pelajaran biologi sudah terbiasa dengan pendekatan saintifik sejak dulu. Hanya saja dalam penerapannya belum dilaksanakan sepenuhnya dan belum dihubungkan dengan masalah lingkungan yang ada di sekitar peserta didik. Padahal masalah lingkungan dapat dijadikan bagian dalam pembelajaran karena dapat mendorong peserta didik untuk berpikir kritis dan analitis. Model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai awal dari proses pembelajaran adalah Problem Based Learning (PBL). PBL sangat tepat jika disandingkan dengan pendekatan saintifik mengingat karakteristiknya yang sama. PBL dapat melatih peserta didik untuk terampil dalam memecahkan masalah dengan menggunakan konsep-konsep yang telah dikuasai. Penguasaan konsep diyakini secara tidak langsung berpengaruh terhadap sikap peserta didik. Diharapkan dengan didukung penguasaan konsep yang baik, peserta didik menjadi lebih peduli dan peka terhadap berbagai masalah lingkungan. Oleh karena itu, perangkat pembelajaran berbasis pendekatan saintifik dengan model PBL penting untuk dikembangkan.
Kata kunci : Perangkat pembelajaran, pendekatan saintifik, model Problem Based Learning (PBL), penguasaan konsep, dan sikap peduli lingkungan.
PENDAHULUAN
Perangkat pembelajaran merupakan kunci sukses keberhasilan guru dalam
mengajar. Perangkat pembelajaran memuat segala rencana kegiatan proses
pembelajaran selama proses pembelajaran termasuk media dan ragam tehnik
penilaian yang akan digunakan. Dengan adanya perangkat pembelajaran ini,
proses pembelajaran di kelas menjadi lebih terstruktur dan terarah. Proses
pembelajaran pun menjadi lebih efektif dan berjalan sesuai harapan. Untuk itu,
seorang guru yang profesional harus terampil dalam menyusun perangkat
pembelajaran.
Perangkat pembelajaran dibuat mengacu pada dengan kurikulum yang
sedang berlaku, yang dalam penelitian ini adalah kurikulum 2013. Kurikulum
2013 lahir sebagai bentuk peralihan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Peralihan ini tidak lain bertujuan untuk memperbaiki kualitas pendidikan
di Indonesia agar dapat bersaing dengan negara luar terutama untuk menghadapi
abad 21. Dimana pada abad 21, siswa tidak hanya dituntut untuk berpengetahuan
saja, namun juga dapat memanfaatkan dan mengaplikasikan pengetahuan yang
diperoleh untuk kehidupannya kelak. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh
Ananiadou et al., (2009:8) bahwa skill and competencies young people will be
required to have in order to be effective workers and citizen in the knowledge
society of the 21st century.
Jika dibandingkan dengan KTSP, pada kurikulum 2013 terdapat perubahan
pada empat Standar Nasional Pendidikan (SNP). Oleh sebab itu, dalam menyusun
perangkat pembelajaran sesuai dengan kurikulum 2013 harus memperhatikan
keempat perubahan tersebut yang meliputi standar isi, proses, kompetensi
kelulusan dan standar penilaian. Salah satunya melalui standar proses, kurikulum
2013 mengamanatkan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik (scientific
approach). Pendekatan saintifik ini digunakan sebagai bentuk proses
pembelajaran yang bermakna bagi siswa untuk meningkatkan 21st first century
skills, yang meliputi: way of thinking, way of working, tools for working, and
living in the world (Binkley et al., 2010:1-2).
Namun dari hasil laporan pengawas Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman
(2013) diketahui bahwa adanya kebingungan dari pihak guru dalam menyusun
perangkat pembelajaran berbasis pendekatan saintifik. Hal ini sebenarnya masih
terbilang wajar mengingat kurikulum 2013 masih sangat baru diterapkan.
Meskipun begitu, masalah ini menuntut perhatian serius dari berbagai pihak.
Karena tujuan dari kurikulum 2013 akan tercapai manakala berbagai komponen di
dalamnya terlaksana dengan lancar.
Di sisi lain, selain masalah tuntutan hidup, karakteristik lainnya dari abad 21
adalah tentang isu kerusakan lingkungan yang membutuhkan berbagai solusi
untuk mengatasinya (BNSP, 2010). Oleh karena itu, para siswa harus dibiasakan
untuk berhadapan atau berinteraksi dengan berbagai masalah lingkungan salah
satunya melalui proses pembelajaran di kelas. Mata pelajaran biologi menurut
salah satu guru biologi SMA di Yogyakarta dalam proses pembelajarannya telah
terbiasa dengan pendekatan saintifik. Dimana biologi merupakan mata pelajaran
yang mengutamakan proses penemuan melalui kegiatan percobaan dan observasi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam pembelajaran biologi siswa sudah terbiasa
untuk mengkontruksi pengetahuannya sendiri melalui serangkaian aktivitas
ilmiah. Namun, berdasarkan wawancara terbatas tersebut diketahui bahwa dalam
pembelajaran biologi belum didasarkan atas isu-isu atau masalah nyata yang ada
di lingkungan, khususnya pada materi pencemaran lingkungan. Padahal
pembelajaran yang didasari atas masalah nyata dapat membuat proses belajar
menjadi lebih bermakna. Sehingga siswa dapat menghayati dan memaknai hasil
pembelajarannya tersebut dalam perilaku dan tindakannyanya sehari-hari.
Problem Based Learning (PBL) dapat menjadi jawaban dari permasalahan
ini. PBL merupakan salah satu model pembelajaran yang disarankan dalam
kurikulum 2013 dan sesuai dengan pendekatan saintifik. Model PBL merupakan
model yang menggunakan masalah otentik sebagai langkah awal proses
pembelajaran. PBL mengajak siswa untuk berinteraksi langsung dengan masalah.
Masalah-masalah yang menantang akan merangsang rasa ingin tahu siswa,
sehingga secara aktif melibatkan diri dalam proses pembelajaran.
Melalui PBL, siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan tetapi juga
penguasaan terhadap konsep-konsep yang diajarkan. Hal ini penting sekali, karena
penguasaan konsep yang baik berhubungan langsung dengan sikap siswa. Dalam
taksonomi Bloom, siswa dikatakan menguasai konsep apabila siswa dapat
mencapai level C1 sampai C6, yang meliputi mengingat, memahami,
mengaplikasikan, mengevaluasi, mencipta (Anderson & Krathwohl, 2010).
Namun, hasil PISA menyatakan bahwa tahun 2012 Indonesia hanya mampu
menempati peringkat ke-64 dari 65 negara partisipan (OECD, 2012). Rendahnya
hasil penilaian PISA terhadap tingkat literasi sains siswa di Indonesia
menunjukkan bahwa siswa di Indonesia belum mampu memahami, memaknai
sekaligus menerapkan segala konsep materi pembelajaran yang diterimanya di
sekolah untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana disebutkan bahwa tingkat penguasaan konsep berhubungan
langsung dengan sikap siswa. Jika penguasaan konsep rendah tentu saja akan
berimbas pada sikap siswa, dalam hal ini terhadap berbagai masalah lingkungan.
Sikap merupakan nilai-nilai positif dari diri siswa yang dapat dibangun melalui
proses pembelajaran. Pendidikan nilai harus dilakukan secara langsung melalui
keteladanan dan pemberian contoh yang baik bagi siswa. Keteladanan sikap
peduli lingkungan dapat juga diajarkan melalui pembelajaran langsung mengenai
masalah-masalah lingkungan, yaitu melalui model PBL. Melalui model PBL,
diharapkan siswa dapat benar-benar memaknai proses pembelajaran sehingga
dapat meningkatkan sikap kepeduliannya terhadap lingkungan. Bukan sekedar
untuk pengetahuan, tapi juga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya.
Berbagai masalah lingkungan yang semakin marak akhir-akhir ini
diperbincangkan dapat menjadi bahan renungan bagi siswa. Trend masalah
pemanasan global, kebakaran hutan, pencemaran air secara tidak langsung
menggambarkan tingkat kepedulian generasi sekarang terhadap lingkungan.
Berdasarkan uraian di atas maka pengembangan perangkat pembelajaran
berbasis pendekatan saintifik dengan model PBL penting untuk dilakukan.
Terutama untuk meningkatkan penguasaan konsep dan sikap kepedulian siswa
terhadap lingkungan.
PEMBAHASAN
Perangkat Pembelajaran
Dalam KBBI (2007:17), perangkat ialah suatu alat atau perlengkapan yang
berfungsi sebagai penunjang alat utama. Sedangkan pembelajaran ialah proses
atau cara atau perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Jadi,
perangkat pembelajaran ialah alat yang digunakan sebagai penunjang dalam
proses belajar siswa.
Winarto (2014:27) juga mendefinisikan perangkat pembelajaran sebagai
komponen-komponen pembelajaran berbentuk media cetak yang digunakan guru
untuk melaksanakan pembelajaran. Komponen-komponen pembelajaran tersebut
dapat menjadi pedoman bagi guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Tanpa perangkat pembelajaran proses pembelajaran masih memungkinkan untuk
berjalan. Namun, pembelajaran menjadi kurang efektif dan efisien. Selain itu,
pembelajaran juga menjadi tidak terarah sehingga banyak tujuan belajar tidak
tercapai dan akhirnya pembelajaran bisa dikatakan gagal.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran adalah
seperangkat alat yang disusun guru sebagai pedoman dalam pelaksannan
pembelajaran, yang meliputi silabus, RPP, LKS, dan instrumen penilaian.
Perangkat pembelajaran telah banyak terbukti efektif dalam meningkatkan
efektivitas pembelajaran yang juga berimbas pada peningkatan kemampuan siswa
yang ingin dikembangkan. Paidi (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan
bahwa perangkat pembelajaran untuk PBL efektif terhadap kemampuan
metakognitif dan pemecahan masalah, namun tidak efektif dalam penguasaan
konsep. Namun akan efektif jika PBL dikomplementasikan dengan stratego
metakognitif concept mapping. Oleh karena itu, seorang guru harus mampu
menyusun perangkat pembelajaran sesuai dengan kemampuan yang akan
dikembangkan serta model atau metode pembelajaran yang akan digunakan.
Pendekatan Saintifik
Kurikulum 2013 mengamanatkan penggunaan pendekatan saintifik untuk
proses pembelajaran. Berdasarkan KBBI (2008: 246), pendekatan didefinisikan
sebagai usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan
dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian tentang masalah
penelitian. Sedangkan ilmiah sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat
ilmu yang secara ilmu pengetauan, memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan
(KBBI, 2008: 423). Jadi, pendekatan ilmiah (saintifik) dapat diartikan sebagai
sebuah rangkaian aktivitas yang melibatkan metode ilmiah dalam proses
pembelajaran.
Serupa dengan Sagan (1980:46) yang juga mendefinisikan pendekatan
saintifik sebagai suatu upaya untuk mendapatkan pengetahuan baru,
menggambarkan sebuah filosofi, menggeneralisasikan pengetahuan berdasarkan
fakta, dan menjadi paradigma mendasar di dalam sebuah proses pembelajaran.
Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa melalui pendekatan saintifik siswa dapat
menemukan jawaban dari rasa ingin tahunya serta mengaplikasikan
pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.
Carin dan Sund (1993:4) menuliskan sains sebagai metode merupakan
“certain ways of investigating problem, for examplesmaking hypotheses,
designing, carrying out experiments, evaluating data, measuring, and so on.
Menurutnya, sains sebagai metode merupakan suatu cara dalam menginvestigasi
masalah, misalnya dalam membuat hipotesis, mendesain dan melakukan
eksperimen, evaluasi data, mengukur dan seterusnya. Metode tersebut umumunya
dapat mengembangkan keterampilan proses peserta didik.
Berdasarkan ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan
saintifik adalah proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas ilmiah di dalamnya
dimana siswa berperan sebagai seorang peneliti yang ingin mencari jawaban dari
permasalahan yang ada. Siswa didorong menjadi subjek belajar yang aktif untuk
menggali berbagai informasi dan mengkontruksi pemahaman bagi dirinya sendiri.
Berikut ini adalah tabel kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik.
Tabel 1. Kegiatan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
KEGIATAN PEMBELAJARAN KEGIATAN BELAJAR
KOMPETENSIYANG
DIKEMBANGKANMengamati Membaca, mendengar,
menyimak, melihat Melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi.
Menanya Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami
Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk
Mengumpulkan informasi/ eksperimen
Melakukan eksperimen membaca sumber lain selain buku teks mengamati objek/ kejadian/aktivitas wawancara nara sumber
Mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.
Mengasosiasikan/ mengolah informasi
Pengolahan informasi dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai mencari solusi
Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
Mengkomunikasikan
Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya
Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.
Sumber: Berdasarkan Permendiknas No. 81A Tahun 2013
Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas dalam pengembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan siswa. Melalui pendekatan saintifik, langkah-
langkah pembelajaran pun menjadi lebih terarah. Tidak ada kesempatan bagi
siswa untuk hanya berdiam diri di kelas. Semua siswa diarahkan untuk selalu
terlibat aktif dalam seluruh kegiatan di kelas. Tanggung jawab sepenuhnya
diberikan kepada siswa, sedangkan guru hanya berperan sebagai pembimbing,
fasilitator, dan evaluator. Selain itu juga, melalui pendekatan ini secara tidak
langsung siswa sedang diajak untuk merencanakan karirnya di masa. Tentunya
karir masa depannya bergantung pada skill dan kompetensi yang ia miliki sejak
dibangku sekolah.
Model Problem Based Learning (PBL)
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, salah satu model pembelajaran
yang sangat disarankan dalam kurikulum 2013 adalah PBL. PBL adalah model
pembelajaran yang memperkenalkan siswa pada masalah dunia nyata (real world
problem) sebagai dasar untuk melakukan investigasi dan inkuiri (Arends,
2012:396). Disini peran guru sangat penting dalam memberikan masalah otentik
dan menantang siswa untuk berpikir, memfasilitasi penyelidikan dan mendukung
pembelajaran siswa, serta membimbing siswa dalam menerapkan pengetahuan
yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang baik adalah yang
membangkitkan rasa ingin tahu dan menantang siswa untuk berpikir serta
mengerahkan segenap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Hal
ini sejalan dengan Arends (2012:405) juga menyebutkan bahwa masalah yang
digunakan dalam PBL harus yang bersifat ill-structured problem, yaitu jenis
masalah yang memiliki lebih dari satu solusi penyelesaian.
Ommundsen (2001) yang menyatakan bahwa PBL merupakan salah satu
model yang menyenangkan untuk belajar biologi, yang mendorong siswa untuk
memecahkan masalah otentik, merangsang diskusi antar siswa, dan penguatan
pembelajaran. Penyajian permasalahan atau isu-isu populer yang menantang
mendorong rasa ingin tahu untuk mencari jawaban dari permasalahan tersebut.
Terlebih lagi permasalahan tersebut dekat dengan kehidupannya sehari-hari, salah
satunya tentang isu-isu lingkungan yang akhir-akhir ini semakin marak
dibicarakan.
Ackay (2009:26) yang mendefinisikan PBL sebagai suatu cara yang
dianjurkan dalam pembelajaran berbasis penyelidikan dimana siswa menggunakan
masalah otentik untuk melakukan investigasi mengenai apa yang mereka
butuhkan dan yang harus mereka ketahui. Karena PBL tidak dirancang untuk guru
memberikan penjelasan sebanyak-banyaknya, maka siswa lah yang aktif mencari.
Siswa sendiri yang menentukan apa yang ia peroleh dari proses pembelajaran
tersebut. Hasil belajar bisa berbeda-beda tergantung pada tingkat keaktifan siswa.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa PBL adalah suatu model yang menggunakan
masalah otentik sebagai langkah awal dalam proses pembelajaran yang
mendorong siswa untuk melakukan kegiatan investigasi guna mencari solusi atas
pemasalahan tersebut. Diharapkan melalui PBL siswa terbiasa menghadapi
masalah dunia nyata yang menandakan bahwa dia memahami setiap konsep-
konsep yang telah diajarkan. Berikut ini adalah sintaks pembelajaran dengan
model PBL.
Tabel 2. Sintaks Model PBLFase Kegiatan Siswa
1. Oriented student to the proble Siswa diperkenalkan terhadap suatu masalah yang akan membangkitkan rasa ingin tahu dan keinginan untuk melakukan penyelidikan.
2. Organize student for study Siswa membentuk beberapa kelompok kecil bersama temannya untuk mempermudah melakukan penyelidikan dan mengembangkan keterampilan kolaboratif antar siswa.
3. Assist independent and group investigation
Siswa melakukan penyelidikan bersama kelompoknya masing-masing dan dengan bimbingan dari guru.
4. Develop and present artifact and exhibits
Siswa bersama kelompoknya mengembangkan hasil penyelidikan menjadi sebuah produk atau karya yang nantinya bisa dipamerkan atau dipresentasikan dihadapan kelompok lain dan guru.
5. Analyze and evaluate the problem-solving process.
Siswa melakukan analisis dan evaluasi terhadap kegiatan yang telah mereka lakukan.
Sumber: Arends (2012:411)
Berdasarkan sintaks pembelajaran model PBL di atas diketahui bahwa PBL
memiliki karakteristik yang sama dengan pendekatan saintifik. Kegiatan siswa
pada tabel 2 di atas menunjukkan bahwa kegiatan siswa dalam PBL sudah
mencakup kegiatan mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi, dan
mengkomunikasikan (5M). Setiap fase mengarah pada kegiatan penyelidikan
sama seperti yang diharapkan dalam Kurikulum 2013. Oleh karena itu, diharapkan
dengan penerapan pendekatan saintifik dengan model PBL dapat mendorong
siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehingga masing-masing
siswa dapat mengembangkan segala potensi yang ada pada dirinya untuk dapat
hidup di abad 21. Terlebih lagi karena model PBL telah sangat populer dan
banyak terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satunya hasil
penelitian Faizah, S.S. Miswadi, S. Haryani (2013) yang menyimpulkan bahwa
perangkat pembelajaran dengan model PBL berpengaruh positif terhadap
peningkatkan soft skill dan pemahaman konsep siswa. Melalui pemberian masalah
otentik yang berkaitan dengan dunia nyata materi pelajaran yang bersifat abstrak
dan kurang aplikatif menjadi lebih menarik dan menantang sehingga berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa.
Penguasaan Konsep
Berdasarkan Taxonomy bloom revisi terbaru (Anderson and Krathwohl: 2010)
penguasaan konsep tingkatannya meliputi: mengingat (remember), memahami
(understand), mengaplikasikan (apply), menganalisis (analyze), mengevaluasi
(evaluate), dan mencipta (create). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
siswa dikatakan menguasai konsep apabila mampu mengaplikasikan
pengetahuannya pada berbagai konteks permasalahan bahkan sampai mampu
menciptakan karya sederhana berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.
Pentingnya penguasaan konsep didasarkan pada kenyataan bahwa keadaan di
alam ini sangatlah kompleks, sehingga diperlukan pengelompokkan atas dasar
keragaman objek, peristiwa, sifat, maupun proses. Pada pembelajaran biologi, ada
konsep-konsep yang mudah dipahami, tetapi ada pula yang sukar. Guru sebagai
fasilitator berkewajiban membimbing siswa menyediakan proses pembelajaran
yang bermakna dan menyenangkan agar siswa dapat memahami dan menguasai
konsep-konsep yang diajarkan.
Namun, rendahnya hasil penilaian PISA 2012 terhadap tingkat literasi sains
siswa di Indonesia menunjukkan bahwa siswa di Indonesia belum menguasai
berbagai konsep sains yang telah diajarkan di sekolah sehingga siswa kesulitan
mengerjakan soal yang diberikan. Hasil ini juga secara tidak langsung
menggambarkan tingkat pengetahuan siswa dalam pelajaran biologi. Hal itu
mungkin saja terjadi karena proses pembelajaran di kelas belum bermakna,
sehingga penguasaan siswa terhadap konsep masih tergolong rendah.
PBL merupakan model pembelajaran yang bisa jadi alternatif solusi untuk
meningkatkan penguasaan konsep siswa. Melalui PBL, siswa terlebih dahulu
diberikan suatu permasalahan untuk dipecahkan dengan cara penyelidikan dan
berdiskusi dengan kelompok sehingga membuat siswa terbiasa memecahkan
masalah melalui berbagai sumber. Lalu, pada akhirnya siswa mampu
menghasilkan penguasaan konsep yang baik karena secara tidak langsung saat
memecahkan masalah siswa juga sedang mengkontruksi pengetahuan bagi dirinya
sendiri. Hal ini sesuai dengan filosofis dari PBL yang berlandaskan pada filosofis
konstruktivisme. Akcay (2009) menyatakan bahwa PBL merupakan salah satu
pembelajaran yang bersifat konstruktivis, karena dalam pelaksanaannya, siswa
mengkonstruk pengetahuan yang dimiliki melalui pengalaman dan merefleksi
setiap pengalaman tersebut dalam kehidupannya sehari-hari.
Sikap Peduli Lingkungan
Peduli lingkungan merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan
upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi
(Kemendiknas, 2010). Berdasarkan definisi tersebut diketahui bahwa penting
sekali untuk mengembangkan sikap peduli terhadap lingkungan. Sikap yang
demikian harus ditanamkan sejak dini pada diri siswa melalui proses
pembelajaran di sekolah. Untuk itu, perlu adanya proses pembelajaran yang tidak
semata dilakukan secara verbalisme, tapi juga melalui penyajian contoh-contoh
dan keteladanan yang nyata.
Peduli juga diartikan sebagai suatu kemampuan untuk memperhatikan
berbagai hal-hal yang terjadi, seperti menyadari apa yang diketahui atau apa yang
telah dipelajari (Hadzigeorgiou & Skoumios, 2013:407). Oleh karena itu
pembelajaran sebaiknya tidak hanya berorientasi pada konsep-konsep saja tapi
juga melibatkan lingkungan sekitar sebagai objek kajian alami. Melalui interaksi
dengan lingkungan siswa tidak hanya dapat memahami dan menguasai konsep
saja, tetapi juga dapat mengembangkan gagasan-gagasannya dalam mencari solusi
terhadap permasalah lingkungan yang ada.
Jadi, dapat simpulkan bahwa peduli lingkungan adalah suatu sikap ini
diharapkan muncul sebagai akibat dari pengetahuan dan pemahaman yang baik
tentang pentingnya lingkungan bagi kehidupan seluruh mahluk hidup di muka
bumi ini. Namun fakta di lapangan menunjukkan masih rendahnya sikap peduli
lingkungan generasi sekarang. Hal itu terlihat dari rendahnya literasi sains siswa
Indonesia berdasarkan hasil PISA 2012 dan masalah lingkungan yang menjadi
salah satu karakteristik abad 21.
Sikap atau perilaku merupakan cerminan dari tingkat pengetahuan seseorang.
Hal ini sejalan dengan pendapat Menze (Hadzigeorgiou and Skoumios, 2013:409)
yang menyebutkan bahwa kepedulian lingkungan secara langsung terkait dengan
pengetahuan lingkungan, sikap, dan tindakan. Hal ini berarti bahwa pengetahuan
berpengaruh terhadap tingkah laku atau sikap seseorang. Pengetahuan serta
pemahaman yang baik tentang lingkungan akan tercermin lewat perilakunya
sehari-hari, seperti tidak membuang sampah sembarangan, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, ada baiknya guru dapat merancang pembelajaran dimana siswa
dapat berinteraksi dengan lingkungan.
Selain masalah rendahnya literasi sains, tingkat sikap kepedulian lingkungan
juga terkait dengan karakteristik abad 21. Dimana salah satu karakteristik abad 21
adalah masalah lingkungan, terutama tentang masalah perubahan iklim,
berkurangnya biodiversitas, polusi air, udara, dan tanah. Hal ini menuntut
perubahan perilaku atau sikap generasi sekarang terhadap lingkungan yaitu
melalui pendidikan berbasis lingkungan.
PBL sebagai suatu model pembelajaran yang membawakan masalah otentik
ke dalam kelas untuk dipecahkan dapat dijadikan acuan dalam pengembangan
sikap peduli lingkungan. Keterlibatan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah
tersebut dapat menumbuhkan kesadaran pada diri siswa tentang pentingnya
menjaga lingkungan. Siswa menjadi lebih peka dan menjadi tahu bagaimana harus
bertindak bila menemui masalah-masalah demikian dalam kehidupannya sehari-
hari.
Pembentukan sikap hingga menjadi karakter bukanlah hal yang mudah dan
tidak bisa terjadi hanya melalui beberapa kali pembelajaran. Untuk itu perlu
adanya pembiasaan pada diri siswa yang secara terus-menerus serta keteladanan
tentang pentingnya sikap peduli lingkungan. Sehingga siswa tidak hanya memiliki
sikap peduli lingkungan, tapi juga mampu mengajak atau memberikan contoh
yang baik bagi orang lain untuk ditiru dan diikuti.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perangkat
pembelajaran berbasis pendekatan saintifik dengan model PBL penting untuk
dikembangkan. Pendekatan saintifik memang bukanlah hal yang baru dalam mata
pelajaran biologi, karena pada dasarnya guru sudah seringkali mendorong
siswanya untuk melakukan kegiatan yang mengacu pada metode ilmiah. Namun,
kesulitan dalam membuat perangkat pembelajaran berbasis pendekatan saintifik
masih saja ditemui. Diharapkan dengan pengembangan perangkat pembelajaran
ini dapat dijadikan pedoman atau referensi bagi guru untuk menyusun perangkat
pembelajaran saintifik lainnya.
Selain itu juga, pengembangan perangkat pembelajaran berbasis pendekatan
saintifik yang dipadukan dengan model PBL diharapkan dapat meningkatkan
berbagai potensi yang dimiliki siswa. Model PBL sendiri saja telah banyak
terbukti berhasil meningkatkan efektivitas pembelajaran. Dengan dipadukannya
model PBL dan pendekatan saintifik diharapkan akan mendapatkan hasil yang
lebih optimal.
Kemudian, pemilihan peningkatan penguasaan konsep dan sikap peduli
lingkungan sebagai dua hasil dari pengembangan perangkat pembelajaran berbasis
pendekatan saintifik yang dipadukan dengan model PBL adalah dikarenakan
kedua hal ini saling berhubungan satu sama lain. Diharapkan dengan menguasai
konsep siswa juga dapat mengembangkan dan meningkatkan sikap kepeduliannya
terhadap lingkungan. Kedua hal ini dipandang sebagai dua dari sekian banyak
potensi yang diperlukan untuk dapat hidup di abad 21. Penguasaan konsep adalah
kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang ada, bukan hanya sekedar
ingatan dan paham, tetapi juga mampu mencapai tingkat mencipta atau
menghasilkan karya atau produk nyata. Sedangkan sikap peduli lingkungan adalah
sikap positif yang berkembang sebagai bentuk kesadaran atas pentingnya menjaga
lingkungan. Baik penguasaan konsep maupun sikap peduli lingkungan dapat
digunakan untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah untuk
mengatasi berbagai macam masalah di abad 21.
DAFTAR PUSTAKA
Ackay, Behiye. (2009). Problem-Based Learning in Education. Journal of Turkish Science Education, 6 (1), 27-35.
Anandiou, Katerina & Magdalena Claro. 2009. 21st Century Skills and Competences for New Millennium Learners in OECD Countries. (http://www.oecd-ilibrary.org/education/21st-century-skills-and-competences-for-new-millennium-learners-in-oecd-countries_218525261154), diunduh pada tanggal 1 Januari 2014.
Anderson, Lorin W & David R. Krathwohl. 2010. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen (Rev. Ed). (Terjemahan Agung Prihantoro). Newyork: Longman. (Buku asli diterbitkan tahun 2001)
Arends, Richard I. 2010. Learning To Teach (9th ed.). New York: McGraw Hill
Companies.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2010. Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI. Jakarta: BNSP.
Borg, W.R. & Gall, M.D. 1983. Educational Research. Longman, New York London.
Brinkley, Marylin et.al. 2010. Defining 21st century skills. (http://atc21s.org/wp-content/uploads/2011/11/1-Defining-21st-Century-Skills.pdf), diunduh pada tanggal 20 Maret 2014.
Carin, Arthur A. & Robert B. Sund. 1993. Teaching Science Modern. Ohio: Bell & Howell Company.
Depdikbud. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
_________. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdikbud. 2013. Lampiran Permendikbud No. 81a Tahun 2013, tentang Implementasi Kurikulum 2013.
Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman. 2013. Laporan Pendampingan Pelaksanaan Implementasi Kurikulum 2013.
Faizah, S. S. Miswadi, & S. Haryani. 2013. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Soft Skill Dan Pemahaman Konsep. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 2 (2), 120-128.
Hadzigeorgiou, Yannis & Michael Skoumios. 2013. The Developmnet of Environmental Awareness through School Science: Problem and Possibilities. International Journal of Environmental & Science Education, 8, 405-426.
Paidi. 2008. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Biologi yang Mengimplementasikan PBL dan Strategi Metakognitif serta Keefektivitasnya terhadap Kemampuan Metakognitif, Pemecahan Masalah, dan Penguasaan Konsep Biologi Siswa SMA di Sleman Yogyakarta. Disertasi, tidak diterbitkan. Universitas Negeri Malang, Jawa Timur
Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Puskur Balitbang Kemendiknas.
OECD. 2012. PISA 2012 Results in Focus: What 15-years old know and what they can do with what they know. (http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-result.htm), diunduh pada tanggal 28 agustus 2014.
Sagan, Carl. (1980). The Scientific Approach. (http://www.sagepub.com/upm-/32355_cahpter2.pdf), diunduh pada tanggal 30 oktober 2013.
Winarto. 2014. Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Berbasis Karakter untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah dan Literasi Sains Peserta Didik SMP. Tesis magister, tidak diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta.