makalah seminar kerja praktek3

15
MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK SISTEM PENGONTROLAN PADA VESSEL 11V1 FOC I PT PERTAMINA (PERSERO) UNIT PENGOLAHAN IV CILACAP Tunjung Dwi Madyanto Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Abstrak Seiring dengan berkembangnya perindustrian di Indonesia serta bertambah padatnya aktivitas transportasi masyarakat, maka kebutuhan energi pun terus meningkat setiap tahunnya. Hingga saat ini, minyak bumi masih merupakan sumber energi utama yang diperlukan untuk mendukung aktivitas tersebut. PT. PERTAMINA RU IV Cilacap merupakan salah satu indutstri pengolahan minyak yang menggunakan sistem kendali otomatis dalam proses produksinya. Sistem kendali otomatis sangat diperlukan dalam operasi-operasi industri misalnya untuk pengontrolan tekanan, temperatur, level, kelembapan, viskositas dan laju alir dalam proses produksi. Otomatisasi saat ini tidak hanya diperlukan sebagai pendukung keamanan operasi, faktor ekonomi maupun mutu produksi, namun telah menjadi suatu kebutuhan pokok bagi proses industri. Untuk mendukung proses tersebut dipakai peralatan instrumen yang dalam pelaksanaannya dapat memenuhi kebutuhan akan ketelitian dan ketepatan dalam pengaturan dan pengontrolan suatu proses, sehingga didapat produk dengan kualitas dan jumlah yang optimal. Vessel 11V1 merupakan tempat pemisahan fluida berdasarkan perbedaan specific gravity (SG). Di dalam vessel ini menggunakan kontrol level yang disusun secara cascade dengan kontrol flow. Pengontrolan level yang disusun secara cascade dengan kontrol flow bertujuan agar level terkontrol secara akurat sehingga tidak terjadi perubahan level yang signifikan di dalam vessel. Perubahan level yang signifikan akan menyebabkan terganggunya proses produksi pada tahap berikutnya. Kata kunci: kontrol level, Vessel 11V1 , kontrol cascade. 1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PT. PERTAMINA (PERSERO) RU IV Cilacap merupakan suatu perusahaan pengilangan di Indonesia yang mengolah minyak mentah menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Non Bahan Bakar Minyak (NBM). Untuk mendukung proses pengolahan tersebut, maka diperlukan peralatan produksi yang beraneka ragam dan menggunakan teknologi tinggi, agar target-target produksi yang ditetapkan perusahaan dapat terpenuhi. Instrumentasi sistem kendali otomatis memegang peranan penting sebagai penunjang pada proses-proses industri perminyakan yang perlu untuk pengendalian tekanan, temperatur, aliran dan besaran proses lainnya. Peralatan instrumen yang dapat dipakai untuk beberapa sistem antara lain adalah : sistem pengukuran, sistem pengendalian, sistem pengamanan dan sebagainya. 1

Upload: tmadyanto

Post on 05-Dec-2014

133 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

sistem pengontrolan

TRANSCRIPT

MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK

SISTEM PENGONTROLAN PADA VESSEL 11V1 FOC IPT PERTAMINA (PERSERO) UNIT PENGOLAHAN IV CILACAP

Tunjung Dwi MadyantoJurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstrak Seiring dengan berkembangnya perindustrian di Indonesia serta bertambah padatnya aktivitas

transportasi masyarakat, maka kebutuhan energi pun terus meningkat setiap tahunnya. Hingga saat ini, minyak bumi masih merupakan sumber energi utama yang diperlukan untuk mendukung aktivitas tersebut.

PT. PERTAMINA RU IV Cilacap merupakan salah satu indutstri pengolahan minyak yang menggunakan sistem kendali otomatis dalam proses produksinya. Sistem kendali otomatis sangat diperlukan dalam operasi-operasi industri misalnya untuk pengontrolan tekanan, temperatur, level, kelembapan, viskositas dan laju alir dalam proses produksi. Otomatisasi saat ini tidak hanya diperlukan sebagai pendukung keamanan operasi, faktor ekonomi maupun mutu produksi, namun telah menjadi suatu kebutuhan pokok bagi proses industri. Untuk mendukung proses tersebut dipakai peralatan instrumen yang dalam pelaksanaannya dapat memenuhi kebutuhan akan ketelitian dan ketepatan dalam pengaturan dan pengontrolan suatu proses, sehingga didapat produk dengan kualitas dan jumlah yang optimal.

Vessel 11V1 merupakan tempat pemisahan fluida berdasarkan perbedaan specific gravity (SG). Di dalam vessel ini menggunakan kontrol level yang disusun secara cascade dengan kontrol flow. Pengontrolan level yang disusun secara cascade dengan kontrol flow bertujuan agar level terkontrol secara akurat sehingga tidak terjadi perubahan level yang signifikan di dalam vessel. Perubahan level yang signifikan akan menyebabkan terganggunya proses produksi pada tahap berikutnya.

Kata kunci: kontrol level, Vessel 11V1 , kontrol cascade.

1. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

PT. PERTAMINA (PERSERO) RU IV Cilacap merupakan suatu perusahaan pengilangan di Indonesia yang mengolah minyak mentah menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Non Bahan Bakar Minyak (NBM). Untuk mendukung proses pengolahan tersebut, maka diperlukan peralatan produksi yang beraneka ragam dan menggunakan teknologi tinggi, agar target-target produksi yang ditetapkan perusahaan dapat terpenuhi.

Instrumentasi sistem kendali otomatis memegang peranan penting sebagai penunjang pada proses-proses industri perminyakan yang perlu untuk pengendalian tekanan, temperatur, aliran dan besaran proses lainnya. Peralatan instrumen yang dapat dipakai untuk beberapa sistem antara lain adalah : sistem pengukuran, sistem pengendalian, sistem pengamanan dan sebagainya. Dengan adanya sistem tersebut diharapkan dapat memberikan data yang benar dan teliti dalam waktu yang relatif

singkat dengan hasil yang efektif dan efisien sesuai dengan rencana dan tujuan dari proses. Sistem pengendalian akan berfungsi dengan baik jika mempunyai peralatan instrumen yang sesuai dengan spesifikasi dari suatu proses.

PT. PERTAMINA RU IV Cilacap merupakan salah satu indutstri yang menggunakan sistem kendali otomatis dalam proses produksinya. Sistem kendali otomatis sangat diperlukan dalam operasi-operasi industri misalnya untuk pengontrolan tekanan, temperatur, level, kelembapan, viskositas dan laju aliran dalam proses produksi. Otomatisasi saat ini tidak hanya diperlukan sebagai pendukung keamanan operasi, faktor ekonomi maupun mutu produksi pun telah menjadi suatu kebutuhan pokok bagi proses industri.

Vessel 11V1 merupakan tempat yang berfungsi sebagai pemisah antara gas, minyak dan air. Di dalam vessel ini terjadi suatu proses yang memiliki pengaruh besar terhadap jumlah produksi PT. PERTAMINA RU IV, sehingga harus didukung suatu sistem

1

pengontrolan yang dapat mendukung proses tersebut.

1.2. TujuanPembuatan laporan kerja praktek ini

bertujuan untuk mempelajari sistem instrumentasi dan secara khusus mempelajari sistem kontrol serta sistem safe guard vessel 11V1 yang berada pada FOC I.

1.3. Batasan MasalahPada laporan kerja praktek ini,

masalah hanya dibatasi pada sistem instrumentasi dari sistem pengontrolan, tetapi tidak membahas tentang sistem mekanik yang bekerja pada tiap peralatan.

2. DASAR TEORI2.1. Proses Produksi pada PT.

PERTAMINA (PERSERO) RU IV Cilacap

PERTAMINA merupakan suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan satu-satunya badan usaha yang mendapat wewenang untuk mengelola kekayaan negara berupa minyak dan gas bumi. PT. PERTAMINA (PERSERO) RU IV Cilacap membangun beberapa kilang untuk mendukung proses produksinya. Pembangunan kilang minyak di Cilacap dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu kilang minyak I, kilang minyak II dan kilang paraxylene. Proses produksi pada kilang minyak I ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram Blok Proses Kilang Minyak I.Area Kilang Minyak I meliputi :

a. Fuel Oil Complex I (FOC I) yang memproduksi BBM..

b. Lube Oil Complex I (LOC I) yang memproduksi bahan dasar minyak pelumas (lube base oil) dan asphalt

c. Utilities Complex I (UTL I) yang memenuhi kebutuhan – kebutuhan penunjang unit-unit proses seperti steam, listrik, instrumen udara, air pendingin, serta fuel system (fuel gas dan fuel oil).

2.2. Sistem Instrumentasi Alat instrumen yang dipakai dalam

sistem pengukuran dan pengaturan secara umum terdiri dari beberapa elemen yang digabung menjadi satu sistem. Elemen-elemen tersebut adalah :1. Primary element (sensing element)2. Secondary element (transmitter)3. Control element (receiver)4. Final control element (kontrol valve)

Dalam sistem pengaturan ke empat elemen diatas selalu dipakai, sedangkan pada sistem pengukuran control element diganti dengan receiver berupa indikator. Susunan umum dari suatu sistem pengaturan dapat dilihat pada Gambar 2.

2

Gambar 2 Blok Diagram Sistem Pengaturan.

2.2.1. Element sensor (primary element)Primary element sering disebut

dengan sensor yang merupakan alat yang sangat sensitif terhadap perubahan besaran fisik yang terjadi pada suatu proses di industri. Perubahan pada proses tersebut oleh sensor diubah dalam suatu perubahan sejenis maupun dalam perubahan lain yang memungkinkan secondary element mengolah data dari sensor tersebut. Dalam loop pengendalian proses fungsi dari elemen pengukur adalah sebagai alat untuk mendapatkan nilai aktual dari besaran proses yang dikendalikan. Data pengukuran ini dapat berupa mekanik (gerakan mekanik) atau besaran listrik (perubahan nilai kapasitansi suatu kapasitor, perubahan tahanan listrik) yang nilainya sebanding dengan nilai besaran proses yang diukur.

2.2.2. Secondary Element (Transmitter)Secondary element ini

berfungsi mengolah perubahan fisik yang dihasilkan oleh sensor menjadi suatu penunjukkan (indicator) atau tenjadi suatu sinyal standar untuk ditransmisikan ke Receiver (Indicator dan Recorder) maupun control element (Controller).• Sinyal Pneumatik 3-15 psi;

0,2-1,0 kg/cm2• Sinyal Elektrik 4-20 mA DC;

1-5 VDC

Secondary element secara umum disebut Transmitter, yaitu suatu alat yang mengubah besaran fisik dari sensor menjadi signal standart untuk dikirim ke alat lainnya.

2.2.3. Control Element dan receiver

Control element atau sering disebut kontroler yaitu alat yang berfungsi melakukan pengaturan dengan jalan membandingkan besaran proses terhadap nilai yang dikehendaki (set point). Apabila antara besaran proses dan set point terjadi ketidaksamaan maka kontroler akan melakukan koreksi dengan jalan memerintahkan final control element untuk mengatur besaran proses, sampai controler menyatakan set point.

Receiver adalah alat yang menerima sinyal standar dari transmitter untuk dipakai sebagai alat ukur.a. Indikator : menunjukan hasil

pengukuran besaran proses dalam waktu tertentu.

b. Sistem alarm : memberikan peringatan (dalam bentuk suara atau cahaya lampu) apabila suatu besaran proses menyimpang pada tahap yang membahayakan.

c. Sistem safeguard & shutdown : menghentikan suatu proses apabila proses tersebut sudah tidak terkendali dan pada tahap yang membahayakan.

2.2.4.Final Control ElementFinal Element (Control Valve)

ini merupakan Alat terakhir dari suatu pengaturan yang secara langsung mengontrol besaran proses agar berada pada nilai yang dikehendaki (set point) sesuai dengan perintah dari controller. Final element dalam suatu pengaturan adalah control valve yang berfungsi untuk mewujudkan sinyal keluaran controller menjadi suatu aksi yang dapat mengembalikan

3

kondisi proses ke harga yang dikehendaki. Aksi control valve ada dua macam yaitu: Air to Open (ATO) :

Failure Close (FC) Adalah kondisi valve, dimana besarnya sinyal kendali sebanding dengan besarnya bukaan valve, dan berbanding terbalik dengan tutupan valve. Jadi, saat sinyal kecil, bukaan juga kecil, saat sinyal besar, bukaan juga besar. Ditandai dengan cat warna merah. Aksi air to open diperlihatkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Air to Open.

Air to Close (ATC): Failure Open (FO) adalah kondisi valve, dimana besarnya sinyal kendali berbanding terbalik dengan besarnya bukaan valve, dan sebanding dengan tutupan valve. Jadi, saat sinyal kecil bukaan besar, saat sinyal besar, bukaan justru kecil. Ditandai dengan cat warna hijau. Aksi air to close diperlihatkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Air to Close.

2.3. Sistem KontrolSuatu sistem pengendalian, dapat

dibedakan berdasarkan jenis dari loop pengendaliannya. Ada 2 jenis loop pengendalian, yaitu:Open Loop Control (Loop Terbuka)

Untuk memahami bentuk loop pengendalian ini, amatilah gambar di bawah ini. Open loop control adalah sistem pengendalian yang keluarannya tidak akan dapat mempengaruhi aksi dari pengendaliannya (output tidak dilakukan feed back ke input). Diagram blok kontrol loop terbuka ditunjukkan pada Gambar 5.

Dengan:V = set pointm=variabel termanipulasiG1= unsur kontrolc = variabel terkontrolG2= unsur proses

Gambar 5 Kontrol Open Loop.

Close Loop Control (Loop Tertutup)

Close Loop Control adalah merupakan sistem pengendalian yang sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengendaliannya. Struktur kontrol loop tertutup umpan balik ditunjukkan pada Gambar 6 dan Struktur kontrol loop tertutup umpan maju ditunjukkan pada Gambar 7.

Dengan:v = set pointm =variabel termanipulasiG1 = unsur kontrolG2 = unsur prosesc = variabel terkontrole = sinyal aktuasiH = variabel feed back

Gambar 6 Struktur Kontrol Loop Tertutup Umpan Balik.

Gambar 7 Struktur Kontrol Loop Tertutup Umpan Maju.

2.4. Pengenalan Vessel 11V 1Vessel 11V1 merupakan tempat yang

berfungsi sebagai penampung fraksi overhead yang kemudian dipisahkan

4

berdasarkan perbedaan density atau specific gravity (SG). Vessel 11V1 secara garis besar terdiri dari tiga ruangan, yaitu ruangan untuk wash oil, sour water dan sour gas. Skema Vessel 11V1 dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Skema Vessel 11V1.

Ruangan-ruangan pada vessel 11V1 berfungsi untuk memisahkan ketiga zat, yaitu minyak, air dan gas agar tidak tercampur. Tujuan pemisahan tersebut yaitu untuk memurnikan minyak yang dalam hal ini naphtha dari air dan untuk mengurangi kandungan gas asam pada naphtha.

2.5. Aliran Proses pada Vessel 11V1

CDU I merupakan unit yang berada di FOC I. Unit ini mengolah minyak crude oil yang berasal dari timur tengah yaitu Arabian Light Crude (ALC). Unit ini memrpoduksi 6 produk, antara lain:1. Fuel gas2. Naphtha3. Kerosine4. LGO5. HGO6. Long residu

Pada proses Crude Destilation Unit merupakan proses pemisahan crude oil (minyak mentah) menjadi beberapa produk yang berdasarkan titik didihnya. Teknik proses yang digunakan dalam mendapatkan produk-produk suatu campuran dapat dilakukan dengan metode pemisahan secara fisis ataupun kimia. Dasar dari pemisahan proses tersebut adalah adanya perbedaan volatility (kemampuan suatu zat untuk menguap) dari komponennya. Sedangkan dalam proses pemisahan tersebut terjadi pada fase uap sehingga energi panas. Proses destilasi dilakukan dengan memanaskan suatu campuran zat cair pada temperatur tertentu agar salah satu komponennya ataupun sekelompok

komponennya dapat berubah menjadi fase gas dan menguap. Jadi dalam reaktor, temperatur harus dijaga pada kondisi konstan sesuai sifat dari komponennya.

Dalam proses pemisahan ada tahap-tahap yang harus dilalui. Tahap-tahap tersebut terdiri dari 3 tahap dasar yaitu:1. Tahap penguapan atau proses

penambahan sejumlah panas ke dalam larutan / campuran yang akan dipisahkan.

2. Tahap pembentukan fase setimbang.3. Tahap pemisahan fase setimbang.

Pada kilang RU IV Cilacap proses destilasi mempunyai urutan proes sebagi berikut: Crude oil sebelum masuk ke dapur mendapat pemanasan terlebih dahulu oleh heat exchanger dimana media pemanasan adalah stream dari main fractionator. Selain itu crude oil juga mengalami proses desalting, yang bertujuan untuk menurunkan kadar garamnya. Setelah mengalami proses desalting maka crude oil mendapatkan pemanasan pendahuluan lagi oleh heat exchanger, kemudian masuk ke dalam main fraksinator (CDU I). Di dalam main fraksinator (CDU I), crude oil dipisahkan menjadi 5 fraksi yaitu fraksi overhead, kerosene, light gas oil (LGO), heavy gas oil (HGO), dan long residu (LSWR).

Pada crude splitter (11C1), cairan hydrocarbon dipisahkan dengan media steam pressure untuk menghilangkan gas yang tercampur (dalam hal ini Hydrogen Sulfide/H2S) dan hydrocarbon dengan titik didih yang lebih rendah. Gas atau uap dari crude splitter dilairkan untuk dikondensasi oleh crude splitter overhead condenser (11E50). Hasil dari condensate tersebut kemudian masuk ke dalam vessel penampungan crude splitter overhead accumulator (11V1).

Pada vessel 11V1 akan terjadi pemisahan hasil top product dari crude splitter (11C1) yaitu Naphtha, sour water dan sour gas. Naphtha yang telah terpisah oleh air akan masuk ke dalam pompa top refully product pump (11P8A/B&C) untuk dipompakan ke Coalescer (11S1), crude splitter (11C1) sebagai reflux untuk dipisahkan kembali dan ada pula yang menuju unit 12 yaitu

5

Naphtha Hydro Treater yang dipompa oleh 12P1/2.

Sour water yang mengendap pada bagian boot leg vessel 11V1 akan dialirkan menuju 17V1 dan17V101 dengan dipompa oleh sour water pump (11P17A/B/C). Dan Sour gas dari vessel 11V1 dalam keadaan normal akan disalurkan menuju 11F1 sebagai fuel gas dan ke 17HV-001 untuk diolah kembali pada unit SRU. Jadi, fungsi utama vessel 11V1 yaitu sebagai separator dan penghimpun atau pengumpul fraksi overhead.

3. SISTEM KONTROL PADA VESSEL 11V13.1. Analisis Sistem

Kontrol Level Sour Water Vessel 11V1Pada ruangan wash oil, cairan

hydrocarbon dikumpulkan, sedangkan sour water mengendap pada bagian boot leg 11V1. Sour water terdapat pada bagian boot leg vessel 11V1 tidaklah terpisah dengan wash oil. Kedua fluida tersebut bercampur, namun karena perbedaan massa jenis maka keduanya terpisah, wash oil yang ringan menempati bagian atas boot leg dan sour water yang lebih berat massa jenisnya menempati bagian bawah. Jadi, sistem kontrol pada bagian boot leg ini tidaklah semata-mata mengontrol level satu fluida, namun dua fluida yang berbeda. Level sour water pada boot leg ini harus dikontrol, karena bila terlalu tinggi maka sour water akan memasuki ruangan wash oil dan dapat tersedot oleh pompa 11P17A/B/C yang menyebabkan kerusakan, karena pompa tersebut tidak didesain untuk sour water. Bila sebaliknya terjadi, yaitu level sour water pada boot leg terlalu rendah, maka wash oil dapat tersedot oleh pompa 11P8A/B/C dan menyebabkan kerusakan pada pompa tersebut, karena pompa tidak didesain untuk wash oil.

Dalam pengontrolan level sour water pada vessel 11V1 digunakan sistem cascade. Sistem kontrol cascade disebut juga sistem kontrol bertingkat, dimana sebagai masternya adalah kontrol level 11LIC-010A dan sebagai slave adalah kontrol flow 11FIC-713. Kontrol cascade ini bertujuan untuk meningkatkan

kestabilan pegontrolan level. Sistem kontrol ini terdiri dari bebapa instrument yaitu dua buah transmitter yaitu (11LT-010 dan 11FT-713) sebagai input. Dua buah kontroler yaitu (11LIC-010A dan 11FIC-713). Jadi pada saat terjadi perubahan level maka level transmitter (11LT-010) akan memberikan sinyal elektrik menuju 11LIC-010A (primary control), sinyal output dari 11LIC-010A menjadi inputan bagi 11FIC-713. Selain mendapat input dari 11LIC-010A, 11FIC-713 juga mendapat input dari 11FT-713. Kontroler 11FIC-713 menggabungkan kedua sinyal ini kemudian diteruskan ke 11FY-713 untuk diubah menjadi sinyal pneumatic. Sinyal pneumatic inilah yang berfungsi untuk mengatur perubahan bukaan valve 11FV-713. Loop cascade pada kontrol level boot leg vessel 11V1 ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9 Loop Cascade pada Kontrol Level Boot Leg Vessel 11V1.

Diagram blok sistem kontrol cascade ditunjukkan pada Gambar 10.

KeteranganG1 = Level control (11LIC-010A)G2 = Flow control (11FIC-713)G3 = Valve Control (11LV-010 & 11FV-713)G4 = Process flowG5 = Process levelH1 = Flow transmitter (11FT-713)H2 =Level transmitter(11LT-015)

Gambar 10 Diagram Blok Sistem Kontrol Cascade.

6

3.2. Analisis Sistem Kontrol Level Naphtha Vessel 11V1

Liquid lain pada vessel 11V1 berupa wash oil yang berasal dari 11C1. Wash oil pada 11V1 adalah naphtha. Pada vessel 11V1, naphtha ditempatkan pada ruangan terpisah dengan sour water. Level naphtha perlu dikontrol, karena bila berlebihan dapat overflow ke ruangan sour gas dan bercampur dengan sour gas yang seharusnya dipisahkan dengan naphtha. Apabila level terlalu rendah, maka dapat merusak pompa 11P8A/B yang saling berpasangan. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem kontrol untuk mengawasi dan mengatur level naphtha.

Pada vessel 11V1 terdapat sebuah loop sistem kontrol untuk mengontrol level naphtha pada 11V1. Pada sistem pengontrolan level naphtha juga menggunakan sistem cascade, dimana 11LIC-011 berfungsi sebagai master dan 12FIC-702 serta 12FIC-007 berfungsi sebagai slave. Terdapat beberapa instrumen pada loop tersebut, yaitu sebuah level transmitter (11LT-011) sebagai input, 11LY-011 yang berfungsi mengubah sinyal pneumatic menjadi sinyal analog, sebuah level indicating controller 11LIC-011 dan 12HS-003004. 12HS-003004 merupakan hand switch sebagai selector switch untuk menentukan aliran naphtha yang akan digunakan. Aliran naphtha yang dihisap oleh pompa 12P2 bisa berasal dari unit 11 atau unit 12. Pada keadaan normal, naphtha berasal dari unit 12 yaitu 12V3. Apabila 12V3 tidak menyuplai naphtha, maka naphtha dialirkan dari 11V1 di unit 11. Aliran yang menuju 12E1A/F terdapat 12FT-702, 12FIC-702, 12FY-702 dan 12FV-702. Sedangkan untuk aliran yang menuju stabilizer 11G7 terdapat pula komponen 12FIC-007, 12FT-007, 12FY-007 dan 12FV-007. Pada Gambar 11 dapat dilihat loop system pengontrolan level naphtha pada vessel 11V1.

Gambar 11 Loop Cascade pada Kontrol Level Naphtha Vessel 11V1.

3.3. Analisis Sistem Pengaman (Safe Guard System) pada Sour Gas 11V1

Sour gas merupakan salah satu zat yang terdapat pada vessel 11V1. Sour gas ini ada yang dipergunakan sebagai fuel gas pada 11F1 dan ada juga yang diolah lebih lanjut pada unit SRU. Untuk menjaga kestabilan proses pembakaran di dapur 11F1, maka dalam aplikasinya digunakan sistem pengaman yang akan menjaga agar pressure dalam vessel tidak rendah/low.

Pada vessel 11V1 terdapat sebuah loop sistem pengaman untuk menjaga pressure pada sour gas 11V1. Terdapat beberapa instrumen pada loop tersebut, yaitu sebuah pressure indicator (11PI-040) dan pressure transmitter (11PT-100) sebagai inputan, sebuah pressure switch low (11PSL-100) dan pressure indicator (11PI-100) yang menerima sinyal elektrik dari 11PT-100. 11PSL-100 kemudian mengirim sinyal analog ke UA dan ke serangkaian relay pada DCS. Keluaran dari DCS akan menjadi input bagi 17HY-001. 17HY-001 akan mengubah sinyal elektrik menjadi sinyal pneumatik yang akan diterima oleh 17HV-001. Loop sistem pengamannya ditunjukkan pada Gambar 12 dan Gambar 13.

7

Gambar 12 Loop Safe Guard pada sour gas 11V1.

Gambar 13 Loop sistem shut down aliran sour gas dari 11V1 pada unit 17.

Dari Gambar 12 dan Gambar 13 diketahui bahwa sistem safe guard pada sour gas bekerja jika pressure pada vessel 11V1 rendah. Bila saat pressure sour gas kurang 1.0 kg/cm2, maka 11PT-100 akan memberi sinyal ke 11PSL-100 yang membuat 17HY-001 tidak energized. Penjelasan lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

Dari gambar diketahui bahwa input dari 11PT-100 terlebih dahulu dikirim ke 11PI-100 dan 11PSL-100. Pada kondisi normal yaitu bila pressure pada vessel 11V1 lebih besar dari 1.0 kg/cm2, maka 11PSL-100 akan tertutup, sehingga 11PSL-100 akan mengirim sinyal analog ke unit alarm dan DCS, dimana dengan Analog to Digital Converter sinyal akan diubah sebagai logic 1. Rangkaian gerbang logikanya dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Diagram Logika 11F1 (17HY-001).Output logic 1 kemudian dilakukan

opersi AND dengan berbagai kondisi, antara lain:1. Hasil OR antara flow switch low

11FSL-052 dan 11FSL-0532. Hasil OR antara flow switch low

11FSL-152 dan 11FSL-1533. Hand Switch 11HS-001A/B4. Hasil OR antara reset 17HY-001 dan

keluaran dari hasil AND itu sendiri5. Level Switch High High 11LSHH-0116. Hasil OR antara hasil OR (11FSL-

007, 11FSL-009, 11FSL-011, 11FSL-013, 11FSL-015, 11FSL-017, 11FSL-019, 11FSL-021) dan 11HS-018Output dari gerbang logika AND

akan bernilai 1 bila semua inputannya bernilai 1. Hasil ini akan membuat 17HY-001 energized. Jadi saat 17HY-001 energized maka valve akan terbuka, sehingga sinyal pneumatic dapat diteruskan ke 17HV-001. 17HV-001 akan mengontrol aliran sour gas ke 11F1.

Sebaliknya jika 11PSL-100 memberikan logic 0 pada DCS saat pressure pada vessel 11V1<1.0kg/cm2

atau bila kondisi yang lain dipenuhi maka output yang dihasilkan bukan 1 melainkan 0, yang akan menyebabkan 17HY-001 tidak energized. Bila three way solenoid tidak energized maka salah satu valve akan menutup. Hal ini menyebabkan sinyal pneumatic tidak dapat diterima oleh 17HV-001. Jadi pada kondisi failure, 17HV-001 akan membuka aliran sour gas ke flare. Selain 17 HV-001 terbuka, juga akan terpenuhi kondisi untuk hal-hal berikut ini:

1. 11PAL-100 diaktifkan,2. Unit alarm 17HV-001 diaktifkan.Setelah pressure pada 11V1 normal

kembali, maka logic akan kembali

8

normal, yaitu 1 pada outputnya yang akan membuat 17HY-001 energized yang akan meneruskan sinyal pneumatic ke 17HV-001. Akan tetapi, untuk mengaktifkan 17HV-001 diperlukan logic 1 dari reset 17HS-001.

3.4. Analisis Sistem Pengaman (Safe Guard System) pada Naphtha 11V1

Pada vessel 11V1, naphtha ditempatkan pada ruangan tersendiri dan terpisah dengan sour water. Level naphtha perlu dijaga karena bila berlebihan dapat overflow ke ruangan sour gas dan bercampur dengan sour gas yang seharusnya dipisahkan dengan naphtha.

Loop untuk sistem pengaman naphtha yang terdapat pada ruang terpisah pada vessel 11V1, susunannya seperti pada gambar 15. Input yang digunakan adalah 11LT-010. 11LY-010 merupakan pengubah sinyal pneumatik menjadi sinyal analog. Output dari 11LY-010 diterima oleh sebuah level switch high high (11LSHH-011) yang akan mengirim sinyal analog ke sistem logic DCS. Keluaran dari DCS akan menjadi input bagi 17HY-001. 17HY-001 akan mengubah sinyal elektrik menjadi sinyal pneumatik yang akan diterima oleh 17HV-001. Loop sistem pengamannya ditunjukkan pada Gambar 15.

Gambar 15 Loop Safe Guard pada naphtha 11V1.

Dari Gambar 15 diketahui bahwa sistem safe guard pada naphtha bekerja jika level pada vessel 11V1 tinggi. Bila saat level naphtha lebih tinggi daripada 70%, maka 11LT-011 akan memberi sinyal ke 11LY-011 yang mengubah sinyal pneumatic menjadi sinyal analog.

Sinyal tersebut akan diterima oleh 11LSHH-011 yang nantinya akan membuat 17HY-001 tidak energized. Penjelasan lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

Dari gambar diketahui bahwa input dari 11LT-011 terlebih dahulu dikirim ke 11LY-011. 11LY-011 akan mengubah sinyal pneumatic menjadi sinyal analog. Pada kondisi normal yaitu bila level naphtha pada vessel 11V1 ≤70%, maka 11LSHH-011 akan tertutup, sehingga 11LSHH-011 akan mengirim sinyal analog ke unit alarm dan DCS, dimana dengan Analog to Digital Converter sinyal akan diubah sebagai logic 1. Rangkaian gerbang logikanya dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Diagram Logika 11F1 (17HY-001).

Output logic 1 kemudian dilakukan opersi AND dengan berbagai kondisi, antara lain:

1. Hasil OR antara flow switch low 11FSL-052 dan 11FSL-053

2. Hasil OR antara flow switch low 11FSL-152 dan 11FSL-153

3. Hand Switch 11HS-001A/B4. Hasil OR antara reset 17HY-001

dan keluaran dari hasil AND itu sendiri

5. Pressure Switch Low 11PSL-1006. Hasil OR antara hasil OR (11FSL-

007, 11FSL-009, 11FSL-011, 11FSL-013, 11FSL-015, 11FSL-017, 11FSL-019, 11FSL-021) dan 11HS-018

Output dari gerbang logika AND akan bernilai 1 bila semua input bernilai 1. Hasil ini akan membuat 17HY-001 energized. Jadi saat 17HY-001 ter-energized maka valve akan terbuka, sehingga sinyal pneumatic dapat

9

diteruskan ke 17HV-001. 17HV-001 akan mengontrol aliran sour gas ke 11F1.

Sebaliknya jika 11LSHH-011 memberikan logic 0 pada DCS saat level wash oil pada vessel 11V1≥70% atau bila kondisi yang lain dipenuhi maka output yang dihasilkan bukan 1 melainkan 0, yang akan menyebabkan 17HY-001 tidak energized. Bila three way solenoid tidak energized maka salah satu valve akan menutup. Hal ini menyebabkan sinyal pneumatic tidak dapat diterima oleh 17HV-001. Jadi pada kondisi failure, 17HV-001 akan membuka aliran sour gas ke flare. Selain 17 HV-001 terbuka, juga akan terpenuhi kondisi untuk hal-hal berikut ini:1. 11LAHH-011 diaktifkan2. Unit alarm 17HV-001 diaktifkan

Setelah level pada 11V1 normal kembali, maka logic akan kembali normal, yaitu 1 pada output yang akan membuat 17HY-001 energized yang akan meneruskan sinyal pneumatic ke 17HV-001. Akan tetapi, untuk mengaktifkan 17HV-001 diperlukan logic 1 dari reset 17HS-001.

4. PENUTUP4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil kerja praktek di PERTAMINA (Persero) RU IV Cilacap, dapat disimpulkan sebagai berikut:1. Vessel 11V1 merupakan vessel yang

berfungsi sebagai separator dan penghimpun atau pengumpul fraksi overhead. Pada vessel 11V1 terjadi pemisahan hasil top product dari 11C1 dan 11V2 yaitu sour gas, naphtha dan air. Naphtha yang telah terpisah oleh air akan dialirkan ke Coalescer (11S1) dan crude splitter (11C1) sebagai reflux. Sour water yang mengendap pada boot leg vessel 11V1 akan dialirkan menuju 17V1 dan 17V101. Dan Sour gas dari vessel 11V1 akan disalurkan ke 11F1 sebagai fuel gas dan ke 17HV001 untuk diolah pada unit SRU.

2. Sistem pengontrolan level pada bagian boot leg 11V1 menggunakan sistem control cascade, dimana sebagai masternya adalah kontrol level 11LIC-010A dan sebagai slave adalah kontrol flow 11FIC-713. Sistem pengontrolan

level pada ruangan wash oil 11V1 juga menggunakan sistem control cascade, dimana sebagai masternya adalah kontrol level 11LIC-011dan sebagai slave adalah kontrol flow 11FIC-702 dan 11FIC-007. Sistem kontrol cascade ini bertujuan untuk meningkatkan kestabilan pegontrolan level.

3. Level sour water pada boot leg 11V1 harus dikontrol, karena bila terlalu tinggi maka sour water akan memasuki ruangan wash oil dan dapat tersedot oleh pompa 11P17A/B/C yang menyebabkan kerusakan karena pompa tersebut tidak didesain untuk sour water, begitu pula sebaliknya. Pada level wash oil juga perlu dikontrol, karena bila berlebihan dapat overflow ke ruangan sour gas dan bercampur dengan sour gas yang seharusnya dipisahkan dengan wash oil. Bila level terlalu rendah, maka dapat merusak pompa 11P8A/B yang saling berpasangan.

4. Sistem safe guard pada sour gas 11V1 bekerja bila tekanan gas pada 11V1 di bawah 0.2kg/cm2. Bila keadaan tersebut terjadi, sour gas pada vessel akan dialirkan ke flare, karena bila digunakan dalam sistem pembakaran pada furnace 11F1 maka nyala api akan padam secara natural yang disebabkan kecilnya tekanan gas.

5. Sistem safe guard pada wash oil 11V1 bekerja bila level naphtha pada 11V1 melebihi 70%. Jika hal ini terjadi, aliran naphta dari 11V1 harus dialirkan ke flare. Hal ini dilakukan karena bila gas dialirkan ke furnace 11F1, dikhawatirkan oil akan mengalir dalam aliran pembakaran untuk furnace, sehingga besarnya pembakaran tidak terkendali.

4.2. Saran1. Penggunaan komponen untuk

keperluan sistem kontrol dan sistem safe guard hendaknya terpisah satu dengan yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA [1] Gunterus, Frans, Falsafah Dasar

Sistem Pengendalian Proses, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 1994.

10

[2] Ogata, Katsuhiko, Teknik Kontrol Automatik Jilid 1, Erlangga, Bandung, 1994.

[3] _____ ,Operating manual CDU I Unit 11.

Tunjung Dwi Madyanto dilahirkan di Pekalongan, 5 Mei 1988, sekarang sedang menempuh pendidikan Strata-1 di Universitas Diponegoro Konsentrasi Kontrol.

Semarang, Oktober 2009

MengetahuiDosen Pembimbing

Wahyudi, ST, MTNIP. 132 086 662

11