makalah seminar hasil

31
PENGARUH PENGATURAN EC (Electro-conductivity) TERHADAP HASIL BEBERAPA MACAM TANAMAN SAYUR PADA SISTEM AEROPONIK 1) INDAH ERMINAWATI 2) H0102080 ABSTRAK Elektrokonduktivitas atau disingkat EC merupakan suatu nilai yang menunjukkan kepekatan larutan nutrisi yang dapat diketahui dengan mengukur kemampuan larutan untuk menghantarkan arus listrik. Penelitian tentang pengaruh EC dilakukan terhadap beberapa macam sayuran yaitu Kangkung, Selada, dan Kailan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh pengaturan EC (Electro-conductivity) larutan nutrisi terhadap berbagai macam sayuran semusim pada sistem Aeroponik. Penelitian dilakukan pada screen house Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta mulai September 2007 sampai dengan April 2008. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan penelitian split plot dengan 2 faktor perlakuan yang disusun dalam petak utama terdiri dari taraf perlakuan EC larutan nutrisi yaitu 3,0 mS/cm; 3,5 mS/cm; 4,0 mS/cm dan anak petak yang terdiri dari macam sayuran yaitu Kangkung, Selada dan Kailan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlakuan EC larutan nutrisi 3,5 mS/cm memberikan hasil terbaik pada variabel luas daun, berat segar tajuk dan berat segar akar untuk semua tanaman; dan memberikan hasil jumlah daun terbanyak pada tanaman kangkung; tinggi tanaman, berat kering tajuk dan berat kering akar tertinggi pada tanaman selada serta menghasilkan tinggi tanaman, 1

Upload: kalistavande

Post on 16-Jun-2015

1.605 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Seminar Hasil

PENGARUH PENGATURAN EC (Electro-conductivity) TERHADAP

HASIL BEBERAPA MACAM TANAMAN SAYUR

PADA SISTEM AEROPONIK 1)

INDAH ERMINAWATI 2)

H0102080

ABSTRAK

Elektrokonduktivitas atau disingkat EC merupakan suatu nilai yang menunjukkan kepekatan larutan nutrisi yang dapat diketahui dengan mengukur kemampuan larutan untuk menghantarkan arus listrik. Penelitian tentang pengaruh EC dilakukan terhadap beberapa macam sayuran yaitu Kangkung, Selada, dan Kailan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh pengaturan EC (Electro-conductivity) larutan nutrisi terhadap berbagai macam sayuran semusim pada sistem Aeroponik. Penelitian dilakukan pada screen house Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta mulai September 2007 sampai dengan April 2008.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan penelitian split plot dengan 2 faktor perlakuan yang disusun dalam petak utama terdiri dari taraf perlakuan EC larutan nutrisi yaitu 3,0 mS/cm; 3,5 mS/cm; 4,0 mS/cm dan anak petak yang terdiri dari macam sayuran yaitu Kangkung, Selada dan Kailan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlakuan EC larutan nutrisi 3,5 mS/cm memberikan hasil terbaik pada variabel luas daun, berat segar tajuk dan berat segar akar untuk semua tanaman; dan memberikan hasil jumlah daun terbanyak pada tanaman kangkung; tinggi tanaman, berat kering tajuk dan berat kering akar tertinggi pada tanaman selada serta menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun, berat kering tajuk, berat kering akar terbaik pada tanaman kailan.

Kata kunci : Aeroponik, EC (Electro-conductivity) , Kangkung, Kailan, Selada.

1

1)Disampaikan pada seminar hasil penelitian tingkat sarjana program studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2)Peneliti adalah mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dibawah bimbingan Ir. Dwi Hardjoko, MP., dan Ir. Wartoyo SP, MS., dengan dosen pembahas Ir. Eddy Tri Haryanto, MP.

Page 2: Makalah Seminar Hasil

PENDAHULUAN

Pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun semakin meningkat diiringi pula

pada peningkatan kebutuhan akan pangan. Sejalan dengan meningkatnya

kesejahteraan dan kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi, permintaan sayuran

yang berkualitas baik dari segi rasa, penampilan dan kebersihan semakin tinggi.

Oleh karena itu diperlukan suatu metode budidaya yang dapat memproduksi

sayuran berkualitas.

Hidroponik merupakan suatu metode budidaya tanaman yang tidak

mengandalkan tanah sebagai media tanam. Salah satu modifikasi hidroponik yang

saat ini sedang berkembang adalah sistem aeroponik. Aeroponik adalah metode

penanaman yang menumbuhkan tanaman di dalam suatu bak dengan akar tampak

menggantung dan larutan nutrisi diberikan dengan cara pengabutan secara merata

di daerah perakaran.

Penanaman dengan teknik aeroponik terbukti dapat memberikan hasil yang

lebih baik dibanding dengan teknik penanaman konvensional. Menurut Pandana

(2005), dengan aeroponik kita dapat memetik sayuran segar, nirpestisida dan

eksklusif. Dari segi pemasaran, sayuran aeroponik dapat memenuhi kebutuhan

masyarakat tingkat menengah keatas.

Peranan unsur hara dalam budidaya tanaman secara aeroponik sangat

penting. Dalam pemberian larutan nutrisi harus diperhatikan kepekatannya.

Kepekatan larutan nutrisi dapat diketahui dengan mengukur kemampuan larutan

untuk menghantarkan arus listrik. Penghantaran arus listrik ini disebut

konduktivitas atau lazim disebut elektrokonduktivitas (EC, Electro-conductivity).

Nilai EC dipengaruhi oleh kandungan garam total dan akumulasi ion-ion yang ada

di dlam larutan nutrisi. Makin pekat kandungan garam dalam larutan berarti

makin tinggi konsentrasi larutan tersebut. Menurut Sutiyoso (2003b), semakin

pekat larutan, semakin besar angka yang tertera pada EC-meter. Bila nilai EC

terlalu tinggi, maka efisiensi penyerapan unsur hara oleh akar akan turun.

Jenis sayuran yang banyak di budidayakan secara aeroponik sangat beragam.

Pada penelitian ini menggunakan tanaman selada, kalian dan kangkung. Ketiga

2

Page 3: Makalah Seminar Hasil

jenis tanaman tersebut cocok dibudidayakan secara aeroponik karena memiliki

waktu panen sekitar satu bulan setelah pindah tanam dan merupakan komoditas

sayuran yang dapat memberikan keuntungan maksimal. Disamping rasanya yang

enak dan memiliki nilai gizi yang tinggi, jenis sayuran tersebut memiliki biomass

yang tidak terlalu besar sehingga dapat disangga dengan baik oleh styrofoam.

Berbeda jenis sayuran, berbeda pula respon yang diberikan terhadap

perlakuan EC. Dengan demikian, penelitian untuk mengkaji pengaruh pengaturan

EC terhadap pertumbuhan berbagai jenis sayuran menjadi penting untuk

dilakukan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca (Serra) Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta mulai bulan Agustus 2007 sampai dengan

bulan April 2008.

Bahan yang digunakan adalah benih kangkung, selada dan kailan ; nutrisi

AB mix produksi joro.

Alat yang digunakan antara lain rangka besi sebagai penyangga dan

biasanya disebut bed (singkatan dari bedengan), styrofoam, pipa PVC, nozzle,

pH-meter, penggaris, klorofil meter, timbangan analitik, oven dan bak

perkecambahan.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan penelitian split

plot dengan 2 faktor perlakuan yang terdiri dari faktor pertama atau petak utama

yaitu pengaturan EC (Electro-conductivity) larutan nutrisi dengan 3 taraf yaitu: E1

(EC 3,0 mS/cm), E2 (EC 3,5 mS/cm) dan E3 (EC 4,0 mS/cm) ; dan faktor kedua

atau anak petak yaitu macam sayuran antara lain: S1 (Kangkung), S2 (Selada) dan

S3 (Kailan). Berdasarkan kedua faktor perlakuan tersebut maka diperoleh 9

kombinasi perlakuan dan masing – masing perlakuan diulang 4 kali.

Persiapan penelitian meliputi persiapan bed aeroponik, membuat nutrisi AB

Mix, penyemaian, penanaman atau transplanting, pemeliharaan tanaman,

pengendalian hama dan penyakit dan pemanenan. Variabel pengamatan meliputi

3

Page 4: Makalah Seminar Hasil

tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, kadar klorofil, berat segar tajuk, berat

segar akar, berat kering tajuk dan berat kering akar.

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis menggunakan uji F pada

taraf 5%. Apabila perlakuan menunjukkan pengaruh beda nyata, dilanjutkan

dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil analisis ragam pada lampiran dapat diketahui bahwa perlakuan EC

larutan nutrisi berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Kangkung,

Selada dan Kailan khususnya pada variabel tinggi tanaman, luas daun, kadar

klorofil, berat segar akar, berat segar tajuk dan berat kering tajuk.

1. Tinggi Tanaman

Menurut Sitompul dan Guritno (1995), tinggi tanaman merupakan

ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan

maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

lingkungan atau perlakuan yang diterapkan.

Tabel 1. Uji DMRT 5 % Perlakuan EC terhadap Tinggi Tanaman

Perlakuan Rata-rata Tinggi Tanaman (cm)

EC 3.0 38,9 aEC 3.5 43,9 cEC 4.0 41,7 b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang beda menunjukkan berbeda nyata pada DMRT 5%

Hasil DMRT 5 % terhadap perlakuan EC larutan nutrisi menunjukkan

bahwa pada EC larutan nutrisi 4 mS/cm berbeda nyata dan memberikan tinggi

tanaman paling baik dibandingkan perlakuan EC larutan nutrisi 3 mS/cm dan

3,5 mS/cm terhadap tinggi tanaman.

4

Page 5: Makalah Seminar Hasil

Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman Kangkung pada Berbagai Perlakuan EC

Gambar 1 menunjukkan kurva perlakuan EC terhadap nutrisi tanaman

Kangkung. Pada gambar tersebut dapat diketahui tinggi tanaman yang paling

baik diperoleh pada perlakuan EC 4 mS/cm dengan selisih tinggi tanaman

yang tidak jauh berbeda dengan perlakuan EC 3 mS/cm dan 3,5 mS/cm. Nilai

EC terkait dengan kepekatan larutan nutrisi. Semakin tinggi nilai EC berarti

semakin pekat larutan nutrisi sehingga ketersediaan unsur hara dalam larutan

pun semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutiyoso (2003b), yaitu

dengan meningkatkan EC larutan nutrisi makan tanaman akan memberikan

respon positif terhadap peningkatan EC tersebut.

5

0

10

20

30

40

50

60

70

6 HST 13 HST 18 HST 23 HST 28 HST

Umur Tanaman

Tin

ggi T

anam

an

EC 3

EC 3,5

EC 4

Page 6: Makalah Seminar Hasil

Gambar 2. Grafik Tinggi Tanaman Selada pada Berbagai Perlakuan EC

Pada Gambar 2 terlihat bahwa tinggi tanaman selada meningkat seiring

dengan bertambahnya umur tanaman. Tinggi tanaman tertinggi diperoleh pada

perlakuan pemberian EC 3,5 mS/cm. dari grafik tersebut juga dapat diketahui

penggunaan EC yang lebih tinggi (dalam hal ini adalah EC 4 mS/cm) tidak

selalu menghasilkan tinggi tanaman yang lebih baik, karena peningkatan nilai

EC tidak bersifat linier dimana pemberian larutan nutrisi dengan kepekatan

yang tinggi jika melebihi batas toleransi akan menyebabkan penurunan hasil.

Selada yang ditanam pada screen house di areal Fakultas Pertanian UNS

umumnya memiliki batang yang lebih panjang dibandingkan selada yang

ditanam di daerah pegunungan. Menurut Gardner et al. dalam Sulistyaningsih

et al (2005), tinggi tanaman dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Intensitas

cahaya yang tinggi menyebabkan tanaman pendek. Sedangkan wilayah

dataran rendah umumnya memiliki intensitas cahaya yang rendah, sehingga

pertumbuhan batang lebih panjang.

6

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

6 HST 13 HST 18 HST 23 HST 28 HST 35 HST

Waktu Tanam

Tin

ggi T

anam

an (c

m) EC 3

EC 3,5

EC 4

Page 7: Makalah Seminar Hasil

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

45.00

50.00

7 HST 14 HST 21 HST 28 HST 35 HST 42 HST

Waktu Tanam

Tin

gg

i T

an

am

an

(cm

)

EC 3EC 3,5EC 4

Gambar 3. Grafik Tinggi Tanaman Kailan pada Berbagai Perlakuan EC

Tinggi tanaman Kailan pada awal-awal pemindahan dari persemaian

tidak mengalami peningkatan yang berarti dengan grafik yang cenderung

meningkat sedikit. Tetapi setelah tanaman berumur lebih dari 21 HST terjadi

peningkatan yang tajam dengan pertumbuhan batang yang semakin tinggi

pada tiap-tiap perlakuan EC.

Dari grafik tersebut diperoleh tinggi tanaman terbaik dengan perlakuan

EC 3,5 mS/cm, diikuti dengan perlakuan EC 4 mS/cm kemudian EC 3 mS/cm.

Peningkatan nilai EC yang lebih tinggi dalam hal ini juga tidak selalu

memberikan hasil positif. Hal ini dikarenakan peningkatan nilai EC ada

batasnya, jika besarnya EC lebih tinggi dari batas toleransi dari suatu tanaman,

efisiensi penyerapan hara oleh akar akan menurun karena mulai jenuh dalam

menyerap (Sutiyoso, 2004).

2. Jumlah Daun

Daun merupakan organ utama berlangsungnya fotosintesis. Menurut

Harhadi (1991), metabolisme karbohidrat akan menghasilkan energi yang

selanjutnya mendorong pembelahan sel dan membentuk sel baru dalam

jaringan sebagai awal pertumbuhan. Dengan demikian semakin banyak energi

yang terbentuk, pembentukan organ-organ tanaman seperti daun pun akan

semakin cepat.

7

Page 8: Makalah Seminar Hasil

Dari hasil analisis ragam (pada lampiran), dapat diketahui bahwa

perlakuan EC tidak memberikan pengaruh nyata pada jumlah daun. Diduga

karena jumlah daun pada suatu tanaman banyak dipengaruhi oleh faktor

genetik. Dijelaskan oleh Harahap et al (1992), bahwa jumlah daun setiap

tanaman merupakan sifat genetik dan bawaan mendasar.

Gambar 4. Grafik Jumlah Daun Kangkung pada Berbagai Perlakuan EC.

Pada gambar 4 terlihat bahwa jumlah daun meningkat seiring dengan

bertambahnya umur tanaman. Jumlah daun terbanyak tanaman kangkung pada

umur panen diperoleh pada taraf perlakuan EC 3,5 mS/cm.

Pada larutan nutrisi yang lebih pekat, ketersediaan unsur hara semakin

bertambah sehingga dimungkinkan kandungan unsur-unsur penyusun dasar

tubuh tanaman lebih banyak. Selain itu nutrisi juga berperan penting pada

proses fisiologis khususnya fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat.

Apabila tanaman menyerap nutrisi lebih banyak maka proses fotosintesis yang

berlangsung dapat lebih baik karena karbohidrat yang dihasilkan lebih banyak.

Tetapi disamping kuantitas, larutan nutrisi juga harus memperhatikan kualitas.

Peningkatan EC terbukti mampu meningkatkan hasil dengan catatan tidak

melebihi batas maksimum dari EC tanaman sayuran. Dalam hal ini, EC 3,5

mS/cm merupakan EC optimum tanaman kangkung untuk menghasilkan

jumlah daun yang maksimal. Untuk itu jika tanaman diberikan larutan nutrisi

8

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

6 HST 13 HST 18 HST 23 HST 28 HST

Umur Tanaman

Jum

lah

Dau

n

EC 3

EC 3,5

EC 4

Page 9: Makalah Seminar Hasil

dengan kepekatan yang menghasilkan nila EC lebih dari 3,5 mS/cm akan

menyebabkan tanaman mengalami penurunan hasil.

Gambar 5. Grafik Jumlah Daun Selada pada berbagai perlakuan EC

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa taraf perlakuan EC 4 mS/cm

memberikan hasil jumlah daun tertinggi dibandingkan perlakuan EC 3 dan 3,5

mS/cm. Meskipun jumlah daun pada EC 4 mS/cm merupakan yang tertinggi,

tetapi selain taraf EC banyak hal yang mempengaruhi pertumbuhan daun.

Faktor yang banyak mempengaruhi pertumbuhan daun adalah faktor

lingkungan khususnya cahaya dan suhu.

Tanaman selada merupakan jenis sayuran yang biasa di budidayakan

pada dataran tinggi dengan suhu sekitar 10 – 20o C. Selada yang

dibudidayakan pada dataran rendah umumnya memerlukan pemeliharaan

optimal untuk memperoleh suhu yang optimal pula dengan cara penyaringan

cahaya matahari sehingga tanaman tidak mengalami kekeringan. Jika terjadi

kekeringan tanaman akan berbunga awal sebelum mencapai ukuran maksimal

dan terjadi nekrosis/kering pada pucuk daun bagian dalam. Dalam penelitian

ini suhu sangat berpengaruh. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan daun-

daun mengalami kekeringan yang menyebabkan jumlah daun berkurang.

9

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

10.00

6 HST 13 HST 18 HST 23 HST 28 HST 35 HST

Umur Tanaman

Jum

lah

Dau

n

EC 3

EC 3,5

EC 4

Page 10: Makalah Seminar Hasil

Gambar 6. Grafik Jumlah Daun Kailan pada berbagai Perlakuan EC.

Kailan merupakan jenis sayuran berdaun tebal, datar dan mengkilap.

Meskipun merupakan jenis kubis-kubisan, kailan tidak membentuk krop dan

bagian yang dikonsumsi dari sayuran kailan adalah batang dan daun muda

yang masih renyah. Daun pada tanaman kailan umumnya lebih tahan terhadap

suhu tinggi dan kekeringan untuk itu sayuran kailan banyak dibudidayakan di

dataran rendah.

Pada grafik tersebut (Gambar 6) perlakuan EC 3,5 mS/cm memberikan

hasil jumlah daun yang paling banyak dan paling baik.

3. Luas Daun

Daun merupakan penghasil fotosintat yang sangat diperlukan tanaman

sebagai sumber energi dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini

sesuai dengan Sitompul dan Guritno (1995), pengamatan daun dapat

didasarkan atas fungsinya sebagai penerima cahaya dan alat fotosintesis. Atas

dasar ini, luas daun akan menjadi pilihan parameter utama karena laju

fotosintesis per satuan tanaman pada kebanyakan kasus ditentukan sebagian

besar oleh Luas Daun.

10

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

6 HST 13 HST 18 HST 23 HST 28 HST 35 HST

Umur Tanaman

Jum

lah

Dau

n

EC 3

EC 3,5

EC 4

Page 11: Makalah Seminar Hasil

Tabel 2. Uji DMRT 5 % Perlakuan EC terhadap Luas Daun

Perlakuan Rata-rata Luas Daun (cm2)

EC 3.0 68,55 aEC 3.5 96,95 bEC 4.0 81,35 ab

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang beda menunjukkan berbeda nyata pada DMRT 5%

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pengaturan EC

berpengaruh nyata terhadap luas daun tanaman kangkung, selada dan kailan.

Dan dari tabel DMRT (tabel 2) dapat diketahui bahwa perlakuan EC 3,5

mS/cm berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan EC larutan nutrisi 3,0

mS/cm dan 4 mS/cm.

Makin meningkatnya pertumbuhan tanaman makan asupan haranya juga

makin besar. Asupan hara yang tinggi memacu penambahan luas daun sampai

batas tertentu. Hal ini juga ditunjukkan pada tanaman Selada.

Selada yang ditanam pada penelitian ini merupakan tipe selada telur atau

kepala yang biasanya membentuk krop dengan daun yang salin merapat.

Namun, karena selada ini dibudidayakan di dataran rendah seperti lokasi pada

screen house Fakultas Pertanian UNS maka selada tidak dapat membentuk

krop. Daun pada tanaman selada berbentuk keriting dan berwarna hijau

kekuningan. Rata-rata luas daun selada tertinggi diperoleh pada perlakuan EC

3,5 mS/cm. Taraf perlakuan pada EC tersebut memberikan luas daun paling

baik jika dibandingkan dengan perlakuan EC 3 dan 4 mS/cm.

Besarnya kandungan unsur hara dapat tercermin dalam tingginya EC

larutan nutrisi. EC larutan nutrisi yang meningkat dapat meningkatkan luas

daun sedangkan EC larutan nutrisi yang rendah dapat menghambat

pertumbuhan karena asupan nutrisi yang sedikit. Untuk itu sebaiknya

pemberian larutan nutrisi dengan nilai EC harus memperhatikan batas

toleransi yang dimiliki tiap tanaman terhadap kepekatan nutrisi atau nilai EC.

Dalam hal ini tanaman selada mempunyai mempunyai batas toleransi nilai EC

yang dapat memberikan hasil luas daun maksimal yaitu pada EC 3,5 mS/cm.

11

Page 12: Makalah Seminar Hasil

jika diberikan EC lebih dari nilai tersebut akan menurunkan hasil luas daun.

Tidak berbeda dengan tanaman kangkung dan selada, kailan juga

memiliki batas toleransi yang sama terhadap nilai EC yang dapat memberikan

luas daun terbaik yaitu pada perlakuan EC 3,5 mS/cm. Kailan memiliki daun

yang berbentuk bundar dengan tepi daun bergelombang dan ujung daun yang

membulat.

4. Kadar Klorofil

Salah satu pendekatan untuk mengetahui jumlah klorofil daun adalah

dengan mengukur tingkat kehijauan daun. Daun yang lebih hijau umumnya

memiliki kandungan klorofil yang tinggi (Sulistyaningsih et al, 2005). Kadar

klorofil diukur dengan menggunakan klorofilmeter yang dilakukan pada

beberapa helai daun (3 daun) yang dipilih secara acak untuk masing-masing

sampel tanaman.

Tabel 3. Uji DMRT 5 % Perlakuan EC terhadap kadar klorofil

Perlakuan Rata-rata

EC 3.0 32,59 aEC 3.5 35,06 bEC 4.0 37,67 c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang beda menunjukkan berbeda nyata pada DMRT 5%

Berdasarkan hasil DMRT pada taraf 5 % (Tabel 3), taraf perlakuan EC

4.0 mS/cm menunjukkan berbeda nyata terhadap kadar klorofil pada tanaman

kangkung, selada dan kailan. Dengan ini dapat diasumsikan bahwa kadar

klorofil meningkat seiring dengan peningkatan taraf EC.

Klorofil sebagai zat hijau daun sangat berperan dalam fotosintesis.

Tingginya jumlah klorofil mengakibatkan tingginya fotosintesis sehingga

fotosintat yang dihasilkan juga tinggi. Hal ini akan terlihat pada berat tajuk

tanaman. Tanaman yang memiliki jumlah klorofil lebih tinggi akan

memperlihatkan pertumbuhan berat tajuk yang juga lebih tinggi.

12

Page 13: Makalah Seminar Hasil

Perlakuan yang menghasilkan jumlah klorofil paling banyak adalah

perlakuan EC pada taraf 4 mS/cm.

5. Berat Segar Tajuk

Biomassa tanaman merupakan ukuran yang paling sering digunakan

untuk menggambarkan dan mempelajari pertumbuhan tanaman. Ini didasarkan

atas kenyataan bahwa taksiran biomassa (berat tanaman) relatif mudah diukur

dan merupakan integrasi dari hampir semua peristiwa yang dialami tanaman

sebelumnya. Sehingga parameter ini merupakan indikator pertumbuhan yang

paling representatif apabila tujuan utama adalah untuk mendapatkan

penampilan keseluruhan pertumbuhan tanaman atau suatu organ tertentu.

Tabel 4. Uji DMRT 5 % Perlakuan EC terhadap Berat Segar Tajuk

Perlakuan Rata-rata Berat Segar Tajuk (gr)

EC 3.0 43,37 aEC 3.5 68,19 bEC 4.0 48,89 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang beda menunjukkan berbeda nyata pada DMRT 5%

Dari tabel DMRT pada taraf 5 % dapat diketahui bahwa perlakuan EC

3,5 mS/cm berbeda nyata pada hasil berat segar tajuk dibandingkan perlakuan

EC 3,0 dan 4,0 mS/cm.

Pada tanaman kangkung, berat segar tajuk tertinggi diperoleh pada

perlakuan EC 3,5 mS/cm. hasil tersebut bahwa pemberian larutan nutrisi yang

semakin pekat tidak selalu menghasilkan berat segar tajuk yang semakin baik.

Hal ini disebabkan EC yang tinggi mencerminkan kepekatan larutan nutrisi

dimana jika diberikan dalam jumlah banyak melebihi EC optimum dari

tanaman tersebut akan menimbulkan toksisitas yang berakibat penurunan

hasil.

Berat segar tajuk merupakan akumulasi fotosintat yang dihasilkan

selama pertumbuhan. Hal ini mencerminkan tingginya serapan nutrisi yang

diserap tanaman untuk proses pertumbuhan. Dalam hal ini kuantitas dan

13

Page 14: Makalah Seminar Hasil

kualitas nutrisi berpengaruh besar. Peningkatan nilai EC memberikan dampak

peningkatan hasil berat segar tajuk.

Berat segar tajuk tertinggi diperoleh pada perlakuan EC 3,5 mS/cm.

dengan ini dapat dikatakan EC 3,5 mS/cm merupakan batas toleransi tertinggi

bagi tanaman kangkung, selada maupun kailan untuk menghasilkan berat

segar tajuk tertinggi.

6. Berat Segar Akar

Berat segar akar dapat menggambarkan besarnya kuantitas akar yang

dimiliki tanaman. Dalam sistem aeroponik, akar tanaman dibiarkan

menggantung tanpa media apapun. Nutrisi diberikan dalam bentuk kabut

butiran halus dan akan mengambang lama di udara sehingga dapat mengenai

seluruh permukaan akar.

Tabel 5. Uji DMRT 5 % Perlakuan EC terhadap Berat Segar Akar

Perlakuan Rata-rata Berat Segar Akar (gr)

EC 3.0 6,12 aEC 3.5 8,85 bEC 4.0 6,77 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang beda menunjukkan berbeda nyata pada DMRT 5%

Berdasarkan hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan

pengaturan EC berpengaruh nyata terhadap berat segar akar. Demikian pula

pada tabel DMRT taraf 5 % Perlakuan EC terhadap berat segar akar (Tabel 5)

yang menunjukkan bahwa perlakuan EC 3,5 mS/cm menunjukkan berbeda

nyata jika dibandingkan dengan kedua perlakuan yaitu 3,0 dan 4,0 mS/cm.

Menurut Gardner et al (1991) akar juga memerlukan nutrisi mineral

yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangannya seperti bagian-bagian

tanaman yang lain. Karena salah satu fungsi nutrisi adalah sebagai struktur

dasar tubuh tanaman. Pada tanaman dengan perlakuan EC 3,5 mS/cm, nutrisi

dan hara dapat diserap secara optimum dibandingkan pada EC 3,0 dan 4,0

14

Page 15: Makalah Seminar Hasil

mS/cm sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman termasuk

pembentukan akar dapat lebih baik.

Baik tanaman Kangkung, Selada dan Kailan memiliki EC Optimum

yang tidak jauh berbeda dan berkisar pada nilai EC 3,5 mS/cm. jika besarnya

EC lebih tinggi dari angka itu, efisiensi penyerapan hara oleh akar akan

menurun karena tingginya nilai EC menyebabkan kejenuhan (Sutiyoso et al,

2004).

7. Berat Kering Tajuk

EC larutan nutrisi memberikan kontribusi terhadap berat kering tajuk.

Berat kering tanaman semakin bertambah atau fotosintat dalam tajuk semakin

meningkat seiring bertambahnya umur tanaman. Berat kering yang tinggi

mencerminkan tingginya hasil serapan hara selama proses pertumbuhan

sehingga dapat memberbesar akumulasi fotosintat dalam hal ini besarnya berta

kering tajuk.

Tabel 6. Uji DMRT 5 % Perlakuan EC terhadap Berat Kering Tajuk

Perlakuan Rata-rata Berat Kering Tajuk (gr)

EC 3.0 3,12 aEC 3.5 5,99 bEC 4.0 4,23 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang beda menunjukkan berbeda nyata pada DMRT 5%

Berdasarkan uji DMRT (Tabel 6) perlakuan EC terhadap berat kering

tajuk menunjukkan bahwa EC 3,5 mS/cm berbeda nyata dibandingkan

perlakuan EC yang lain. Hal ini diduga karena pada EC tersebut selama

pertumbuhan, penyerapan unsur hara terutama nitrogen berjalan dengan

efektif. Nitrogen berperan sebagai bahan pembangun dan sintesis asam amino,

asam nukleat, klorofil, alkaloid dan protein (Sutiyoso, 2003).

Pada tanaman kangkung perlakuan EC yang memberikan berat kering

tajuk paling baik adalah perlakuan EC 4,0 mS/cm. sedangkan pada tanaman

selada dan kailan EC 3,5 mS/cm memberikan berat kering tajuk paling

15

Page 16: Makalah Seminar Hasil

maksimal. Perbedaan respon tersebut menunjukkan bahwa di antara ketiga

sayuran yang dibudidayakan, tanaman kangkung yang paling mudah

dibudidayakan dalam kondisi apapun. Selain proses pertumbuhan lebih cepat

dan umur panen lebih singkat, kangkung juga lebih tahan terhadap perlakuan

EC yang lebih tinggi yakni EC 4,0 mS/cm dibandingkan sayuran daun yang

lain.

8. Berat Kering Akar

Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan EC terhadap berat kering akar

tidak menunjukkan pengaruh nyata. Gardner et al (1991) menyatakan bahwa

karena letaknya yang lebih dekat dengan terhadap sumber unsur hara bila

dibandingkan dengan pucuk, akar mempunyai kesempatan pertama untuk

mendapatkan mineral dan air, walaupun akar mempunyai kesempatan terakhir

untuk mendapatkan hasil asimilasi yang terbentuk di pucuk. Sehingga

pertumbuhan akar antara perlakuan EC tidak menunjukkan perbedaan yang

berarti.

Hal ini juga dipengaruhi oleh kesempatan tanaman memperoleh unsur

hara yang mana pada penelitian aeroponik ini menunjukkan bahwa semua

tanaman memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh hara karena

pada prinsipnya, sistem pertanaman aeropinik adalah penyemprotan larutan

nutrisi ke dalam bentuk kabut atau butiran halus yang mudah diserap oleh

akar, sehingga akar akan terus-menerus terpapar larutan nutrisi dengan

interval pengabutan yang sama.

Pada tanaman kangkung EC yang menghasilkan berat kering akar paling

baik adalah EC 4,0 mS/cm. Sedangkan nilai EC yang memberikan berat

kering akar selada dan kailan paling baik adalah EC 3,5 mS/cm. Hal ini

disebabkan pada tanaman selada dan kailan, EC yang tinggi dalam hal ini

adalah EC 4,0 mS/cm menyebabkan kejenuhan akar dalam penyerapan hara

sehingga pembentukan fotosintat pada akar akan terhambat yang berpengaruh

pada rendahnya berat kering akar.

16

Page 17: Makalah Seminar Hasil

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan yaitu :

1. Perlakuan EC pada penelitian ini mampu meningkatkan hasil pada

variabel tinggi tanaman, luas daun, kadar klorofil, berat segar tajuk, berat

segar akar, berat kering tajuk dan sebaliknya tidak menunjukkan

peningkatan terhadap jumlah daun dan berat kering akar.

2. Perlakuan EC 3,5 mS/cm memberikan hasil terbaik pada variabel luas

daun, berat segar tajuk dan berat segar akar untuk semua tanaman; dan

memberikan hasil jumlah daun terbanyak pada tanaman kangkung; tinggi

tanaman, berat kering tajuk dan berat kering akar tertinggi pada tanaman

selada serta menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun, berat kering tajuk,

berat kering akar terbaik pada tanaman kailan.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai EC yang sesuai untuk

tanaman pada sayuran yang lebih bervariasi, tidak hanya sayuran daun tetapi

juga sayuran batang atau buah. Diduga untuk sayuran batang atau buah akan

lebih meningkatkan hasil dengan EC yang relatif tinggi.

17

Page 18: Makalah Seminar Hasil

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2004. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan. http://www.iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/index.php?id=2. Diakses pada tanggal 17 Mei 2007.

Erina, Y. 2007. Pengaruh Pengaturan EC (Electro-conductivity) dan Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Caisim (Brassica juncea L.) pada Sistem Aeroponik. Skripsi S1 Fakultas Pertanian UNS. Surakarta.

Farida, N.F. 2006. Pengaruh Pengaturan EC (Electrical Conductivity) dan Pemberian Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi (Brassica juncea.L) secara Hidroponik NFT. Skripsi Fakultas Pertanian UNS. Surakarta.

Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta.

Ginting, C., Tohari, D. Sidiq dan D. Indradewa. 2006. Pengaruh Suhu Zona Perakaran terhadap Hasil Tanaman Selada Sistem Aeroponik. Agrosains. 8 (2) : 75 – 81

Harjadi, S.S. 1991. Pengantar Agronomi. PT Gramedia. Jakarta. 195 Hal.

Karsono, S.; Sudarmodjo, Yos Sutiyoso. 2004. Hidroponik Skala Rumah Tangga. Agromedia Pustaka. Jakarta. 64 hal.

Musa, N. H. 2006. Teknologi Aeroponik. http://161.139.39.251/akhbar/agriculture/1999/um99727.htm. Diakses tanggal 21 Juni 2007.

Nichols, M. 2002. Aeroponik-production system and research tool. http://www.growingedge.com/magazine/back_issues/view_article.php3?A ID=130530. Diakses pada tanggal 23 Juni 2007.

Nurmawati, L. 2001. Studi Komposisi Nutrisi dan Media Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) secara Hidroponik. Skripsi S1 Fakultas Pertanian UNS.

Pandana, O. S. 2005. Rakit Sendiri Aeroponik Anda. Trubus 425. April 2005/XXXVI. Hal 58.

Pituati. G., D. Indradewa, dan E. Sulistyaningsih. 2006. Pengaruh Nisbah Nitrat dan Amonium terhadap Aktivitas Nitrat Reduktase, Kandungan Nitrogen,

18

Page 19: Makalah Seminar Hasil

Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pak Choi (Brassica chinensis L.). Agrosains. 19 (1) : 1 - 11

Rukmana, R. 1994a. Bertanam Kangkung. Kanisius. Yogyakarta.

_______________. 1994b. Bertanam Selada & Andewi. Kanisius. Yogyakarta.

Savvas, D. 2003. Hydroponics : A modern Technology Supporting The Aplication of Integrated Crop Management in Green House. Food, Agriculture and Environment Vol 1 (1) : 80 – 86.

Sitompul, S.M. dan B. Guritno.1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Suhardiyanto, H. 2002. Teknologi Hidroponik. Modul Pelatihan Aplikasi Teknologi Hidroponik Untuk Pengembangan Agribisnis Perkotaan. Bogor : 28 Mei – 7 Juni 2002. Kerjasama CREATA – IPB dan Depdiknas.

Susanto, S. 2002. Budidaya Tanaman Hidroponik. Modul Pelatihan Aplikasi Teknologi Hidroponik Untuk Pengembangan Agribisnis Perkotaan. Bogor : 28 Mei – 7 Juni 2002. Kerjasama CREATA – IPB dan Depdiknas.

Sulistyaningsih, E., B. Kurniasih, E. Kurniasih. 2005. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Caisim Pada Berbagai Warna Sungkup Plastik. Ilmu Pertanian. 12 (1) : 65 – 76.

Sutiyoso, Y. 2003a. Aeroponik Sayuran. Penebar Swadaya. Jakarta. 71 hal.

_________ . 2003b. Meramu Pupuk Hidroponik. Penebar Swadaya. Jakarta. 121

hal

_________ . 2004. Hidroponik Ala Yos. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 hal

Tadesse, T ; Nichols, M.A ; Fisher, K.J. 1999. Nutrient Conductivity Effect on Sweet Pepper Plant Grown Using a Nutrient Film Technique. New Zealand Journal of Crop and Horticultural Science. 27 (229 – 237).

19