makalah reformasi keu daerah.docx

16
1. PENDAHULUAN Reformasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: “Perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, ekononomi, agama, dll) di suatu masyarakat atau negara. Menurut Wikipedia Indonesia reformasi secara umum berarti perubahan terhadap suatu sistem yang telah ada pada suatu masa. Sehingga dapat disimpulkan reformasi pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yaitu perubahan terhadap sistem dalam melakukan proses dan mempertanggungjawabkan keuangan daerah dari sistem yang telah ada ke sistem yang disempurnakan. Ere reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan tahun 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil presiden BJ. Habibie. Maka seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara mengikuti arus reformasi tersebut. Begitupun era reformasi telah membuka wacana perubahan manajemen keuangan pemerintah. Reformasi tersebut awalnya dilakukan dengan mengganti Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 25 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah serta aturan pelaksanaannya khususnya Peraturan Pemerintah nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah yang menggantikan UU Nomor 32 Tahun 1956 mengenai keuangan negara dan daerah maka terhitung tahun anggaran 2001 , telah terjadi pembaharuan didalam manajemen keuangan. Reformasi Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah hal.

Upload: reins-samudera-merah

Post on 10-Dec-2015

386 views

Category:

Documents


31 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Reformasi Keu Daerah.docx

1. PENDAHULUAN

Reformasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah:

“Perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik,

ekononomi, agama, dll) di suatu masyarakat atau negara. Menurut

Wikipedia Indonesia reformasi secara umum berarti perubahan terhadap

suatu sistem yang telah ada pada suatu masa. Sehingga dapat

disimpulkan reformasi pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan

daerah yaitu perubahan terhadap sistem dalam melakukan proses dan

mempertanggungjawabkan keuangan daerah dari sistem yang telah ada

ke sistem yang disempurnakan.

Ere reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan tahun 1998,

tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998

dan digantikan wakil presiden BJ. Habibie. Maka seluruh aspek

kehidupan berbangsa dan bernegara mengikuti arus reformasi tersebut.

Begitupun era reformasi telah membuka wacana perubahan manajemen

keuangan pemerintah. Reformasi tersebut awalnya dilakukan dengan

mengganti Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-

pokok Pemerintahan di Daerah dengan UU Nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 25 1999 tentang

Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah serta aturan

pelaksanaannya khususnya Peraturan Pemerintah nomor 105 Tahun

2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah

yang menggantikan UU Nomor 32 Tahun 1956 mengenai keuangan

negara dan daerah maka terhitung tahun anggaran 2001 , telah terjadi

pembaharuan didalam manajemen keuangan.

UU Nomor 22 Tahun 1999 tersebut berisi mengenai perlunya

dilaksanakan otonomi daerah sehingga UU tersebut sering disebut

dengan UU Otonomi Daerah. Dengan adanya otonomi ini, daerah

diberikan kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya

sendiri dengan sesedikit mungkin campur tangan pemerintah pusat.

Pemerintah daerah (Pemda) mempunyai hak kewenangan yang luas

untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang dimilikinya sesuai

dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang didaerah.

Reformasi Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah hal.

Page 2: Makalah Reformasi Keu Daerah.docx

Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2013 Pasal 3 meliputi kekuasaan

pengelolaan keuangan daerah, asaz umum dan struktur Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), penyusunan rancangan APBD,

penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD), pelaksanaan APBD, pembinaan dan pengawasan

pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan pengelolaan

keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Pengelolaan keuangan

daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang–

undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan dan bertanggungjawab

dengan memperhatikan azas keadilan, kepatuhan, dan manfaat untuk

masyarakat.

Perkembangan reformasi terus berlanjut dengan diterbitkan UU

Nomor 32 Tahun 2004 sebagai perubahan dan penyempurnaan UU

Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor  33 sebagai perubahan dan

penyempurnaan UU Nomor  25 Tahun 1999. Akibatnya, sebagai

konsekuensi, peraturan perundangan dibawahnya juga harus

disesuaikan. Perubahan manajemen keuangan daerah akan diuraikan

dalam pembahasan berikut.

2. Pembahasan

2.1 Reformasi Keuangan Negara

Reformasi keuangan negara dimulai tahun 2003 dengan terbitnya

paket UU dibidang Keuangan Negara. Paket UU tersebut yaitu UU di

bidang Keuangan Negara. Paket UU tersebut yaitu UU No.17 Tahun

2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara dan UU No.15 Tahun 2004 tentang

Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Ketiga paket UU ini mendasari pengelolaan keuangan negara mengacu

pada international best practices yaitu akuntabilitas berorientasi pada

hasil, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan

keuangan negara dan pemeriksa keuangan oleh badan pemeriksa yang

bebas dan mandiri. Berbagai perubahan mendasar yang terjadi setelah

itu antara lain penerapan anggaran terpadu yang tidak lagi memisahkan

Reformasi Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah hal.

Page 3: Makalah Reformasi Keu Daerah.docx

anggaran rutin dan pembangunan. Pemerintah juga memperkenalkan

mekanisme pembiayaan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dimana utang

atau bantuan luar negeri dicatat sebagai penerimaan biaya yang mesti

dibayar kembali. Seluruh kegiatan entitas pemerintahan juga sedang

diupayakan untuk dibiayai dari sumber-sumber Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara (APBN) dengan menertibkan dana non budgeter

pada setiap instansi.

Proses reformasi keuangan negara terus berlanjut dengan

diterbitkannya berbagai peraturan pelaksanaan seperti Sistem Akuntansi

dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat (Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 59/PMK.06/2005, Standar Akuntansi Pemerintah

(Peraturan Pemerintah (PP) No.24 Tahun 2005), dan pelaporan

Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (PP No. 8 Tahun 2006).

Diperkenalkan sistem pembukuan berpasangan (double entry) dan basis

akrual memungkinkan pemerintah untuk mulai menyusun Neraca.

Laporan pertanggung jawaban keuangan Pemerintah juga telah

diperjelas jenis, format, unsur dan mekanisme penyusunan dan

penyampaiannya. Laporan keuangan tersebut setidak-tidaknya terdiri

dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK)

dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) yang disusun secara

berjenjang mengikuti Standar Akuntansi Pemerintah. Laporan Keuangan

pemerintah pusat/daerah yang telah diperiksa oleh BPK harus

disampaikan kepada DPR/DPRD selambat-lambatnya 6 bulan setelah

berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.

2.2.Reformasi Keuangan Daerah

Dalam manajemen keuangan daerah, reformasi ditandai dengan

pelaksanaan otonomi daerah. Untuk merealisasikannya pemerintah pusat

mengeluarkan dua peraturan yaitu UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Puat dan Daerah.

Setelah UU tersebut disahkan, pemerintah juga mengeluarkan

berbagai peraturan pelaksanaan, di antaranya:

1. PP Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan.

Reformasi Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah hal.

Page 4: Makalah Reformasi Keu Daerah.docx

2. PP Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan

Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

3. PP Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah.

4. PP Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban

Kepala Daerah.

5. Surat Mentri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tanggal 17

November 2000 Nomor 903/2735/SJ tentang Pedoman Umum

Penyusunan dan Pelaksanaan APBD tahun Anggaran 2001.

6. Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan,

Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah, serta Tata

Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanaja Daerah,

Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, serta

Penyusunan  Perhitungan Angggaran Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah.

7. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

8. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, manajemen keuangan

daerah di era reformasi memiliki karakteristik yang berbeda dari

pengelolaaan keuangan daerah di era prareformasi, seperti:

1. Pengertian daerah adalah propinsi dan kota atau kabupaten. Istilah

pemda tingkat I dan II sera kotamadya tidak lagi digunakan.

2. Pengertian pemda adalah kepala daerah beserta perangkat lainnya.

Pemda yang dimaksud disini adalah badan eksekutif, sedang badan

legislatifnya adalah DPRD (Pasal 14 UU Nomor 22 Tahun 1999). Jadi,

terdapat pemisahan yang nyata antara lembaga legislatif dan

eksekutif.

3. Perhitungan APBD menjadi satu dengan pertanggungjawaban kepala

daerah (Pasal 5 PP Nomor 108 Tahun 2000).

4. Bentuk laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran terdiri

atas:

Reformasi Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah hal.

Page 5: Makalah Reformasi Keu Daerah.docx

a. Laporan Perhitungan APBD

b. Nota Perhitungan APBD

c. Laporan Aliran Kas

d. Neraca Daerah

Dilengkapi dengan penilaian kinerja berdasarkan tolak ukur rencana

strategi-renstra (Pasal 5 PP Nomor 108 Tahun 2000)

5. Pinjaman APBD tidal lagi masuk dalam pos Pendapatan (yang

menunjukkan hak pemda), tetapi masuk dalam pos Peneriman (yang

belum tentu menjadi hak pemda).

6. Masyarakat termasuk dalam unsur-unsur penyusun APBD, selain

pemda yang terdiri atas kepala daerah dan DPRD.

7. Indikator kinerja pemda tidak hanya mencakup:

a. Perbandingan antara anggaran dan realisasinya

b. Perbandingan antara standar biaya dan realisasinya

c. Target dan persentase fisik proyek tetapi juga meliput standar

pelayanan yang diharapkan.

8. Laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah pada akhir tahun

anggaran yang bentuknya adalah Laporan Perhitungan

APBD  diabahas oleh DPRD dan mengandung konsekuensi terhadap

masa jabatan kepala daerah apabila mengalami penolakan dari DPRD.

9. Digunakannya akuntansi dalam pengelolaan daerah.

Diantara peraturan-peraturan tersebut diatas, peraturan yang

mengakibatkan adanya perubahan mendasar dalam pengelolaan

anggaran daerah (APBD) adalah PP Nomor 105/2000 dan Kepmendagri

Nomor 29 Tahun 2002. Perubahan mendasar tersebut adalah adanya

tuntutan akan akuntabilitas dan transparansi yang lebih besar dalam

pengelolaan anggaran. Secara umum, terdapat enam pergeseran dalam

pengelolaan anggaran daerah, yaitu:

a. Dari vertical accountability menjadi harizontal accountability.

Sebelum reformasi keuangan daerah, pertanggungjawaban atas

pengelolaan anggaran daerah lebih ditujukan pada pemerintah yang

lebih tinggi. Dengan adanya reformasi, pertanggungjawaban lebih

ditujukan kepada rakyat melalui DPRD.

Reformasi Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah hal.

Page 6: Makalah Reformasi Keu Daerah.docx

b. Dari traditional budget menjadi performance budget.

Proses penyusunan anggaran dengan sistem tradisional

menggunakan pendekatan inkremental dan “line item” dengan

penekanan pada pertanggungjawaban setiap input yang dialokasikan.

Reformasi keuangan daerah menuntut penyusunan anggran

menggunakan pendekatan pertanggungjawaban tidak sekedar pada

input, tetapi juga pada output dan outcome.

c. Dari pengendalian dan audit keuangan, ke pengendalian dan audit

keuangan serta kinerja.

Pada era prareformasi, pengendalian dan audit keuangan dan kinerja

telah ada, namun tidak berjalan dengan baik. Penyebab hal ini adalah

karena sistem anggaran tidak memasukkan kinerja. Pada era reformasi,

karena sistem penganggaran menggunakan sistem penganggaran

kinerja, maka pelaksanaan pengendalian dan audit keuangan serta

kinerja akan menjadi lebih baik.

d. Lebih menerapkan konsep value for money.

Penerapan konsep value for money lebih dikenal dengan konsep 3E

(Ekonomis, Efisien, dan Efektif). Artinya dalam mencapai maupun

menggunakan dana, pemda dituntut selalu menerapkan prinsip 3E

tersebut. Hal ini mendorong pemda untuk selalu memerhatikan tiap

rupiah dana yang diperoleh dan digunakan.

e. Penerapan konsep pusat pertanggung jawaban.

Penerapan pusat pertanggung jawaban dilakukan dengan

memperlakukan:

Dinas pendapatan sebagai pusat pendapatan (revenue center)

Pusat pendapatan adalah unit dalam suatu organisasi yang

presentasinya diukur dari kemampuannya dalam menghasilkan

pendapatan.

 Bagian/Dinas keuangan sebagai pusat biaya (expense center)

Reformasi Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah hal.

Page 7: Makalah Reformasi Keu Daerah.docx

Pusat biaya adalah unit organisasi dalam suatu organisasi yang

prestasinya diukur dari kemampuannya mengefisienkan

pengeluaran

BUMD sebagai pusat laba (profit center).

Pusat laba adalah unit dalam suatu organisasi yang prestasinya

diukur dari perbandingan antara laba yang dihasilkan dengan

infestasi yang ditanamkan dalam unit organisasi tersebut.

f. Perubahan sistem akuntansi keuangan pemerintah.

Reformasi sitem akuntasi keuangan pemda merupakan “jantung” dari

reformasi keuangan daerah karena sistem inilah yang akan menghasilkan

output yang sesuai dengan PP Nomor 105 Tahun 2000. Sistem akuntansi

keuangan pemerintahan selama ini berjalan menggunakan sistem

pencatatan tungggal (single entry system) dengan basis pencatatan atas

dasar kas (cash basis). Di era reformasi keuangan daerah, sistem

pencatatan yang digunakan adalah sistem ganda (double entry system)

dengan basis pencatatan atas dasar kas modofikasi (modified cash basis)

yang mengarah pada basis akrual. Basis kas modifikasian diatur dalam

Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, sedang basis akrual diatur dalam

uu Nomor 1 Tahun 2004.

Salah satu pergeseran pengelolaan APBD berdasarkan PP Nomor 105

Tahun 2000 dan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 serta aturan-

aturan  penerusnya (penggantinya) adalah timbulnya perubahan sistem

akuntansi keuangan pemerintahan. Inti dari perubahan ini adalah

tuntutan dilaksanakan “akuntansi” dalam pengelolaan keuangan daerah

oleh pemda, baik provinsi maupun kabupaten/kota, bukan “pembukuan”

Reformasi Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah hal.

Page 8: Makalah Reformasi Keu Daerah.docx

seperti yang dilaksanakan selama ini. Hal ini disebabkan karena yang

terjadi pada era prareformasi adalah pembukuan yang belum bisa

dikatakan akuntansi.

Selanjutnya, reformasi terus berlangsung dan perubahan kembali

terjadi. Sejalan dengan diterbitkannya paket UU tentang Keuangan

Negara , yakni UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU

Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor

15 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan

Negara, maka sebagai konsekuensinya adalah penyesuaian dan

amandemen atas peraturan perundangan sebelumnya. PP yang

berpayung hukum dengan UU yang telah diamandemen tentu harus

menyesuaikan dan atau mengalami perubahan atau revisi. PP Nomor 105

Tahun 2000, misalnya, diganti dengan PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah. Begitu juga dengan peraturan yang lebih

teknis, seperti Kemendagri Nomor 29 Tahun 2002, diganti dengan

Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah. Kemudian dikeluarkan Permendagri Nomor 59 Tahun

2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,

sebagai perubahan pertama. Selanjutnya dikeluarkan Permendagri

Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah.

Sesuai amanat UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara, yang mengatur penggunaan basis akrual dalam sistem akuntansi

Reformasi Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah hal.

Page 9: Makalah Reformasi Keu Daerah.docx

keuangan pemerintah, maka saat ini dikeluarkan PP Nomor 71 Tahun

2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagai penganti

PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang

menggunakan basis kas menuju basis akrual (cash toward accrual). Pada

PP Nomor 71 Tahun 2010 diamanatkan bahwa penggunaan basis akrual

dalam sistem akuntansi keuangan pemerintah, dilaksanakan paling

lambat tahun 2015. Untuk mendukung pelaksanaan PP Nomor 71 Tahun

2010, telah dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 238

Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Sistem Akuntansi Pemerintah

(PUSAP).

Beberapa perubahan mendasar dalam peraturan perundangan

terbaru adalah dikenalkannnya kembali Bendahara Penerimaan dan

Bendahara Pengeluaran. Selain itu, pengelompokan jenis belanja lebih

menekankan pada belanja langsung dan belanja tidak langsung.

Penegasan perlunya penyusunan sistem akuntansi keuangan daerah juga

merupakan salah satu perubahan. Selain itu, penerapan konsep

Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) atau Multi Terms

Expenditure Framework(MTEF) merupakan perubahan yang

dikehendaki.

Pasal 1 angka 33 Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 dan pasal

1 angka 35 Peraturan Menteri Dalam Negeri No13/2006

menyatakan: Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah adalah

pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan

keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih

dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya

Reformasi Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah hal.

Page 10: Makalah Reformasi Keu Daerah.docx

akibat keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang

dituangkan dalam prakiraan maju.

Prakiraan maju (forward estimate) adalah perhitungan kebutuhan

dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan

guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah

disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya.

Konsep yang juga tidak dapat dipisahkan adalah anggaran terpadu

(unified budgeting), yang didefinisikan sebagai penyusunan rencana

keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis

belanja guna melaksanakan kegiatan pemerintahan yang didasarkan

pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana.

Namun dalam pelaksanaan reformasi keuangan tersebut masih

terdapat kendala seperti minimnya intensive pada fungsi akuntansi

satuan kerja (Satker) menyebabkan Sumber Daya Manusia berlatar

belakang akuntansi lebih cenderung memilih satker lain atau berkarir

diperusahaan swasta yang menjanjikan kompensasi yang tinggi.

Dukungan teknologi informasi berbasis komputer juga belum sinkron dan

masih perlu banyak penyempurnaan. Untuk menutupi kekurangan

tersebut banyak Pemda mengambil “jalan pintas” dengan menyewa

konsultan dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan. Penggunaan

Konsultan menimbulkan perbedaan persepsi yang beragam karena

sebagian besar konsultan tidak memiliki latar belakang pengetahuan

tentang Pengelolaan Keuangan Negara.

Disamping itu penyusunan laporan keuangan secara instan

menyebabkan informasi keuangan tidak dapat ditelusuri ke dokumen

Reformasi Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah hal.

Page 11: Makalah Reformasi Keu Daerah.docx

sumber, tidak layak audit dan tidak dapat diperbandingkan dengan

Pemda lainnya.

Baik buruknya transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah

tercermin dari opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan

Keuangan Pemda. Sesuai dengan UU No.15 Tahun 2004 BPK dapat

memberikan 4 jenis opini yaitu :

1. Wajar Tanpa Pengecualian /WTP (Unqualified Opinion)

2. Wajar Dengan Pengecualian/WDP(Qualified Opinion)

3. Tidak Menyatakan Pendapat (Disclaimer Of Opinion)

4. Tidak Wajar ( Adverse Opinion)

Opini menunjukkan kesesuaian laporan keuangan tersebut dengan

Standar Akuntansi Pemerintah. BPK tidak menyatakan pendapat dalam

hal adanya pembatasan lingkup pemeriksaan, auditor tidak independen

dalam penugasan atau sistem pengendalian intern tidak dapat

diandalkan. Dari keempat jenis opini tersebut opini WTP (Unqualified

Opinion) merupakan yang terbaik sedangan opini Tidak Wajar (Adverse

Opinion ) merupakan kondisi terburuk.

Sekarang ini banyak hasil Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

(LKPD) menunjukkan bahwa masih banyak kelemahan sistem

pengendalian intern dan ketidakpatuhan kepada peraturan perundang-

undangan terkait pelaksanaan APBD.

Pengelolaan dan Pertanggungjawaban keuangan Daerah belum

diselenggarakan dengan tertib, terbuka dan dapat

dipertanggungjawabkan (akuntabel). Diantara masalah yang paling

banyak ditemukan adalah .

1. Pertanggungjawaban keuangan tidak disertai bukti-bukti pengeluaran

yang lengkap, benar dan sah

2. Pembebanan anggaran yang tidak tepat

3. Penggunaan anggaran tidak hemat

Gambar 2.1 Perkembangan Opini LKPD Tahun 2007-2011

Reformasi Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah hal.

Page 12: Makalah Reformasi Keu Daerah.docx

Dengan adanya reformasi dalam segala hal, maka terjadi juga

peningkatan partisipasi masyarakat terhadap kehidupan bernegara,

dimana yang sebelumnya terkekang oleh penguasa. Partisipasi ini

menunjukan tuntutan masyarakat yang menginginkan adanya

peningkatan kualitas publik akan pelaporan keuangan oleh lembaga-

lembaga publik,baik lembaga pusat maupun daerah. Pada dasarnya

kualitas publik akan pelaporan keuangan,yaitu bebas dari kesalahan

Reformasi Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah hal.

Page 13: Makalah Reformasi Keu Daerah.docx

material, dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus dan

jujur ( faithfull representative) dari yang seharusnya disajikan yang

secara wajar.

3. Kesimpulan

Era reformasi telah membuka wacana baru tehadap pengelolaan

keuangan daerah. Reformasi tersebut melahirkan perundang-undangan

dan peraturan-peraturan teknisnya untuk menjawab tantangan

pengelolaan keuangan yang lebih baik guna kemajuan bangsa.

Dengan adanya UU otonomi daerah maka daerah diberikan kewenangan

yang luas untuk mengelola sumber dayanya demi kepentingan

masyarakat. Namun kenyataan tidak selalu berbanding lurus dengan

harapan ini dibuktikan dengan hasil audit yang menghasilkan opini yang

diberikan BPK ternyata masih banyak daerah yang mengelola

keuangannya tidak sesuai dengan amanat undang-undang. Karena itu

Proses reformasi pengelolaan keuangan daerah masih merupakan

tanggung jawab yang diletakan dipundak kita sekarang untuk dikerjakan

sehingga kesejahteraan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat .

Reformasi Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah hal.