makalah perakitan varietas kedelai

Upload: firmansyah-capasaputra

Post on 15-Oct-2015

105 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Makalah varietas kedelai

TRANSCRIPT

I. PENDAHULUAN

A. Latar BelakangKedelai merupakan tanaman penting di Indonesia setelah padi dan jagung, yang hingga saat ini untuk memenuhi tingginya permintaan masih perlu dilakukan impor dalam jumlah yang sangat tinggi. Upaya peningkatan produksi kedelai di Indonesia terkendala oleh beberapa faktor, diantaranya adalah tingginya serangan hama penggerek polong kedelai (Etiella zinkenella). Serangan hama ini dapat menurunkan hasil hingga 20-40 % pada areal pertanaman sekitar 11.000 ha setiap tahunnya, bahkan mencapai 90 % apabila tidak dilakukan pengendalian. Serangan hama ini dapat diatasi dengan penggunaan insektisida kimia. Namun demikian, penggunaan fungisida ini menjadi tidak efektif apabila dilakukan pada daerah dengan tingkat serangan yang sangat tinggi. Selain itu penggunaan fungisida yang terus menerus dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan timbulnya resistensi serangga terhadap bahan kimia. Upaya yang aman dan efektif untuk mengatasi hama tersebut adalah dengan perakitan kultivar kedelai yang tahan terhadap hama penggerek polong.Penggerek polong (Etiella zinckenella Tr.) merupakan salah satu hama penting kedelai dan masih sulit dikendalikan secara konvensional. Penggunaan varietas tahan merupakan strategi terbaik dan relatif aman, tetapi hingga saat ini sumber gen ketahanan tersebut belum ditemukan pada plasma nutfah kedelai yang ada. Perakitan tanaman kedelai transgenik tahan penggerek polong merupakan alternatif terbaik untuk mengatasi masalah ini.

B. TujuanMenciptakan varietas tanaman kedelai tahan penggerek polong melalui Agrobacterium tumefaciens pada kultur jaringan.

II. ISI

Penggunaan varietas kedelai tahan hama penggerek polong merupakan alternatif pengendalian yang potensial. Namun, perakitan varietas kedelai tahan melalui persilangan konvensional menghadapi kendala dengan belum ditemukannya varietas kedelai yang betul-betul tahan terhadap penggerek polong untuk digunakan sebagai sumber gen ketahanan. Gen proteinase inhibitor (pin) merupakan gen yang dapat menghasilkan senyawa antinutrisi yang dapat menghambat kerja enzim proteolitik (proteinase) dalam perut serangga (Ryan 1990). Gen ini dapat digunakan untuk merakit tanaman transgenik tahan hama. Apabila gen ini berhasil ditransfer ke dalam kromosom tanaman dan mampu diekspresikan dengan baik, maka serangga yang memakan tanaman tersebut akan terganggu sistem pencernaannya, terhambat pertumbuhannya dan akhirnya mati jika tingkat penghambatannya tinggi (Jhonson et al. 1990). Serine proteinase inhibitors (tripsin dan kimotripsin inhibitor) telah menunjukkan keefektifannya menghambat perkembangan larva beberapa jenis Lepidoptera, di antaranya Ostrinia nubilalis (Steffens et al. 1978), Manduca sexta (Shukle dan Murdock 1983), Heliothis zea, dan Spodoptera exigua (Broadway dan Duffey 1986). Transformasi dengan gen pin telah berhasil dilakukan, di antaranya pada padi (Xu et al. 1996) dan ubi jalar (Newell et al. 1995) menggunakan gen tripsin inhibitor cowpea, kemudian pada tembakau menggunakan gen pinI dan II (Jhonson et al. 1990). Metode transfer gen pada tanaman yang paling banyak digunakan adalah dengan vektor Agrobacterium. Metode ini sangat sederhana dan murah, karena pada prinsipnya gen interest disisipkan ke plasmid T-DNA Agrobacterium lalu diinokulasikan ke jaringan target yang telah dilukai. Namun, tidak semua jenis tanaman dapat diinfeksi oleh Agrobacterium sehingga aplikasinya terbatas pada beberapa jenis tanaman saja (Hinchee et al. 1988). Untuk melakukan penelitian ini menggunakan dua varietas kedelai yang sudah populer di petani, yaitu Wilis dan Tidar. Dua varietas ini dipilih karena memiliki daya regenerasi in vitro yang cukup baik pada penelitian sebelumnya dan peka terhadap penggerek polong. Sebagai vektor transformasi digunakan A. tumefaciens strain EHA 105 dengan plasmid pCambia 1301 yang mengandung gen gus dan hph serta strain LBA 4404 dengan plasmid pGApinII yang mengandung gen pinII dan nptII.Untuk membuat suatu planlet pertama benih kedelai Wilis dan Tidar ditanam di rumah kaca. Setelah tanaman mulai berbunga (35-40 hari) dilakukan penandaan bunga yang sedang mekar (anthesis). Polong dipanen pada saat berumur 14-15 hari setelah penandaan. Polong dicuci dengan air sabun dan dibilas air bersih. Kemudian polong direndam dalam larutan clorox 20% selama 25-30 menit, lalu dibilas dengan akuades steril 3-4 kali. Eksplan kotiledon dan embrio muda diisolasi dari polong steril ini. Sebelum inokulasi, eksplan diperlakukan dengan 1 : 1 cairan bakteri dan medium Luria Bertani (LB). Untuk mencegah pengaruh merusak dari inokulum bakteri dilakukan pembiakan bakteri selama 24 jam, kemudian disentrifugasi dan dimasukkan ke suspensi medium MS (Murashige dan Skoog 1962) + 100 mM sukrosa + 200 M asetosiringon, pH 5,7. Cara inokulasi mengikuti prosedur dari Hinchee et al. (1988) menggunakan strain A. tumefaciens EHA 105 dengan plasmid pCambia 1301 yang mengandung gen gus dan hph. Perlakuan inokulasi meliputi kerapatan bakteri (optical density = OD600) yaitu 0,5; 1; 1,5, lama inokulasi (60 dan 90 menit), serta lama kokultivasi (3 dan 5 hari inkubasi). Jumlah eksplan untuk setiap perlakuan sebanyak lima eksplan.Uji ekspresi gen gus pada eksplan hasil inokulasi Agrobacterium dilakukan setelah 3 dan 5 hari inkubasi menggunakan prosedur dari Jefferson (1987). Uji GUS positif jika terjadi bercak biru pada jaringan eksplan. Makin tebal dan banyak warna biru, makin tinggi ekspresi gen gus.Eksplan kotiledon muda kedelai Wilis dan Tidar diinokulasi dengan A. tumefaciens strain pGApinII (membawa gen pinII dan nptII) pada OD600= 1 (setara 108 sel/ml) selama 90 menit shaker (protokol terbaik). Eksplan yang telah diinokulasi selanjutnya dikeringkan pada cawan petri yang telah diberi alas kertas saring steril, lalu dipindahkan ke medium kokultivasi (MS + vitamin B5 + asetosiringon 20 mM). Kultur diinkubasi dalam ruang gelap selama 5 hari. Eksplan dicuci dengan larutan Cefotaxime 200 mg/l, lalu dikulturkan pada media seleksi I1 yang terdiri atas medium MS + vitamin B5 + NAA 10 mg/l + L-glutamin 30 mg/l + L-asparagin 30 mg/l + sukrosa 5 mg/l ditambah kanamisin 200 mg/l. Pada 4-6 minggu kemudian, eksplan yang tumbuh dan mengalami embriogenesis dipindahkan ke medium seleksi I1-1 yaitu medium I1 dengan kadar NAA 1 mg/l + kanamisin 200 mg/l. Embrio somatik yang telah dewasa/sempurna dikecambahkan pada medium G01 (MS + vitamin B5 + GA3 0,1 mg/l). Planlet yang dihasilkan dipindahkan ke medium 1/2 MS + vitamin B5 + IBA 1 mg/l untuk inisiasi perakaran selama 2-3 minggu, kemudian diaklimatisasi ke media tanah dalam pot.Pengujian dilakukan di FUT BB Biogen dengan metode infestasi langsung (in vivo) larva umur satu hari (neonate). Tanaman yang diuji adalah kedelai keturunan pertama dari event AT1. Tiga puluh benih kedelai AT1R1 dan Tidar nontransgenik sebagai control ditanam dalam pot dan dipelihara di rumah kaca. Setelah tanaman mulai berpolong (50 hari), setiap tanaman dipilih 10 polong yang berbeda tempatnya, lalu setiap polong diinfestasi dengan 3 ekor larva Etiella sp. Selanjutnya polong ditutup dengan kantung plastik berlubang untuk mengisolasi larva. Pengamatan dilakukan setelah tanaman dipanen untuk mengetahui persentase serangan larva pada polong dan biji. Pengelompokan kriteria ketahanan tanaman kedelai terhadap hama penggerek polong mengacu pada hasil penelitian Akib dan Baco (1985) sebagai berikut: tanaman tahan jika serangan polong 0-10%, agak tahan 11-30%, agak peka 31-50%, peka 51-70, dan sangat peka 71-100%.Dari hasil yang didapat transformasi kedelai dengan gen pinII melalui Agrobacterium menghasilkan delapan tanaman Wilis (AW1-AW8) dan satu tanaman Tidar (AT1). Kesembilan tanaman R0 tersebut selanjutnya diambil contoh daunnya untuk dianalisis DNA-nya dengan teknik PCR menggunakan sepasang primer spesifik untuk gen pinII. Hasil analisis molekuler menunjukkan bahwa hanya satu sampel tanaman yang menghasilkan pita sebesar 600 bp (positif), yaitu AT1 (Tidar), sehingga tanaman ini kemungkinan besar mengandung gen pinII. Delapan sampel tanaman Wilis (AW1-AW8) tidak satu pun menghasilkan pita 600 bp (negatif), sehingga tanaman tersebut kemungkinan besar tidak mengandung gen pinII. Walaupun kedelapan tanaman tersebut telah lolos pada media seleksi yang mengandung kanamisin 200 mg/l, kemungkinan besar tanaman tersebut escaped atau terhindar dari seleksi. Hal ini dimungkinkan karena regenerasi pada proses ini melalui embryogenesis somatik dan media yang digunakan berbentuk padat. Embrio somatik dapat berasal dari satu sel yang kebetulan tidak terseleksi oleh kanamisin, lalu tumbuh menjadi embrio dan berkembang menjadi planlet/ tanaman.Kemudian dilakukan Uji Bioasai tanaman kedelai AT1 R1 terhadap Etiella sp. Uji bioasai dimaksudkan untuk mengetahui ekspresi gen sisipan pada tanaman hasil transformasi. Makin tinggi tingkat ekspresi gen sisipan, makin tinggi tingkat ketahanan tanaman terhadap hama/penyakit target. Tiga puluh tanaman kedelai AT1R1 (progeni dari event AT1) dibioasai terhadap larva penggerek polong yang baru menetas. Secara umum, tanaman AT1R1 tergolong peka terhadap serangan Etiella sp. Dengan rata-rata polong terserang 58,8% dan biji terserang 84,3%. Namun apabila dibandingkan dengan tanaman kedelai Tidar nontransgenik (kontrol), tanaman hasil transformasi masih sedikit lebih tahan terhadap hama penggerek polong.Serangga dari ordo Lepidoptera bergantung pada serine proteinase (tripsin, kimotripsin, dan estalase) sebagai proteinase utama untuk mendapatkan asam amino dari protein yang dimakannya. Enzim proteinase mengkatalis pemecahan protein yang dimakan oleh serangga untuk mendapatkan asam amino yang penting bagi pertumbuhan normal serangga (Bahagiawati 2000). Proteinase inhibitor II (pinII) merupakan salah satu contoh senyawa penghambat (inhibitor) kerja enzim serine proteinase khususnya tripsin dan kimotripsin dari serangga Lepidoptera (Bahagiawati 2000). Jhonson et al. (1990) dan Ryan (1990) melaporkan bahwa apabila gen pinII berhasil ditransfer ke dalam kromosom tanaman dan mampu diekspresikan, maka serangga yang memakan bagian dari tanaman transgenik tersebut akan terganggu system pencernaannya, terhambat pertumbuhannya dan akhirnya mati jika tingkat penghambatan pencernaan protein relatif tinggi. Polong yang tahan memperlihatkan biji yang utuh, tanpa ada bekas gerekan larva, sebaliknya pada polong yang peka, bijinya rusak atau hampir habis dimakan oleh larva penggerek polong. Mekanisme kerja gen pin berbeda dengan protein racun pada gen cry (Bt). Gen pin hanya menghambat pertumbuhan serangga bukan meracuni seperti pada gen Bt. Oleh karena itu, untuk mematikan larva Etiella sp. diperlukan ekspresi gen pinII yang sangat tinggi. Rata-rata ketahanan dari individu tanaman AT1R1 hanya memperlihatkan ketahanan peka walaupun kedua event ini telah menunjukkan hasil PCR positif terhadap gen pinII. Diduga tingkat ekspresi gen pinII pada event ini sangat rendah.

III. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian didapatkan transfer gen pinII pada tanaman kedelai telah berhasil dilakukan melalui A. tumefaciens dengan dihasilkannya satu event tanaman AT1 (Tidar) yang menunjukkan hasil PCR positif terhadap gen pinII. Protokol terbaik untuk transformasi kedelai melalui A. tumefaciens adalah menggunakan eksplan kotiledon muda dengan kerapatan bakteri 1 x 108 sel/ml, lama inokulasi 90 menit, dan lama kokultivasi 5 hari. Tanaman kedelai AT1R1 (Tidar) hasil transformasi melalui A. tumefaciens sedikit lebih tahan terhadap hama penggerek polong daripada tanaman kedelai nontransgenik (konrol).

DAFTAR PUSTAKA

Akib, W. dan D. Baco. 1985. Ketahanan varietas kedelai terhadap penggerek polong Etiella zinckenella (Trietsche). Prosiding Simposium Hama Palawija. Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Bandung. Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi. hlm. 58-62.Bahagiawati, A.H. 2000. Peranan dan potensi dietary insecticidal protein dalam rekayasa genetika tanaman tahan hama. Buletin Agro. Bio. 3(2): 74-79.Broadway, R.M. and S.S. Duffey. 1986. The effect of dietary protein on the growth and digestive physiology of larval Heliothis zea and Spodoptera exigua. J. Insect Physiol. (32): 673-680.Hinchee, M.A.W., D.V. Connor-Ward, C.A. Newell, R.E. Mc Donell, S.J. Sato, C.S. Gasser, D.A. Fischoff, D.B. Re, R.T. Fraley, and R.B. Horsch. 1988. Production of transgenic soybean plants using Agrobacterium mediated DNA transfer. Bio. Tech. 6: 915-922.Jefferson, R.A. 1987. Assaying chimeric genes in plants: the GUS gene fusion system. Plant Mol. Biol. Rep. 5: 387-405.Jhonson, R., J. Narvaez, Ang, and C.A. Ryan. 1990. Expression of proteinase inhibitors I and II in transgenic tobacco plants: effects on natural defence against Manduca sexta larvae. Proc. Natl. Acad. Sci. USA (86): 9871-9875.Liberty, M. Herman dan G.A. 2009. Watimena. Perakitan Tanaman Kedelai Tahan Penggerek Polong Melalui Transformasi Genetik Gen Cry1Ab dengan Vektor Agrobacterium tumefaciens. Zuriat, Vol. 20, No. 1. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. BogorNewell, C.A., J.M. Lowe, A. Merryweather, L.M. Rooke, and W.D.O. Hamilton. 1995. Transformation of sweet potato (Ipomea batatas [L.] Lam.) with Agrobacterium tumefaciens and regeneration of plants expressing cowpea trypsin inhibitor and snowdrop lectin. Plant Sci. (107): 215-227.Ryan, C.A. 1990. Proteinase inhibitors in plants: genes for improving defenses against insects and pathogens. Ann. Rev. Phytopathol. (28): 425-449.Saptowo J. Pardal, G.A. Wattimena, Hajrial Aswidinnoor, M. Herman, Edy Listanto, dan Slamet. 2004. Transfer gen proteinase inhibitor II pada kedelai melalui vektor Agrobacterium tumefaciens untuk ketahanan terhadap hama penggerek polong (Etiella zinckenella Tr.). Jurnal Bioteknologi Pertanian, Vol. 9, No. 1. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. BogorShukle, R.H. and I.L. Murdock. 1983. Lypogenase, trypsin inhibitor, and lectin from soybeans: Effect on larval growth of Manduca sexta (Lepidoptera: Sphingidae). Environ. Entomol. 12: 787-791.Steffens, R., F.R. Fox, and Kassell. 1978. Effect of trypsin inhibitors on growth and metamorphosis of corn borer larvae, Ostrinia nubilalis (Hubner). J. Agric. Food Chem. (26): 170-174.Xu, D., Q. Xue, D. Mc Elroy, Y. Mawal, V.A. Hilder, and R. Wu. 1996. Constitutive expression of cowpea trypsin inhibitor gene, CpTi, in transgenic rice plants confers resistance to two major rice insect pests. Mol. Breed. (2): 167-173.

TUGAS TERSTRUKTURDASAR - DASAR PEMULIAN TANAMAN

Perakitan Varietas Baru Tanaman Kedelai

Oleh:Nama : Firmansyah CapasaputraNIM : A1L112011Rombongan : E1Prodi : Agroteknologi Paralel

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS PERTANIANAGROTEKNOLOGIPURWOKERTO2013