makalah peradaban dan kebudayan
TRANSCRIPT
Makalah Peradaban dan Kebudayan
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peradaban adalah memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan masyarakat
manusia. Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat yang
"kompleks": dicirikan oleh praktik dalam pertanian, hasil karya dan pemukiman, berbanding
dengan budaya lain, anggota-anggota sebuah peradaban akan disusun dalam beragam
pembagian kerja yang rumit dalam struktur hirarki sosial.
Istilah peradaban sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari istilah
"budaya" yang populer dalam kalangan akademis. Dimana setiap manusia dapat
berpartisipasi dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan sebagai "seni, adat istiadat,
kebiasaan , kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan kebiasaan dalam tradisi yang merupakan
sebuah cara hidup masyarakat". Namun, dalam definisi yang paling banyak digunakan,
peradaban adalah istilah deskriptif yang relatif dan kompleks untuk pertanian dan budaya
kota. Peradaban dapat dibedakan dari budaya lain oleh kompleksitas dan organisasi sosial dan
beragam kegiatan ekonomi dan budaya.
Dalam sebuah pemahaman lama tetapi masih sering dipergunakan adalah istilah
"peradaban" dapat digunakan dalam cara sebagai normatif baik dalam konteks sosial di mana
rumit dan budaya kota yang dianggap unggul lain "ganas" atau "biadab" budaya, konsep dari
"peradaban" digunakan sebagai sinonim untuk "budaya (dan sering moral) Keunggulan dari
kelompok tertentu." Dalam artian yang sama, peradaban dapat berarti "perbaikan pemikiran,
tata krama, atau rasa". masyarakat yang mempraktikkan pertanian secara intensif; memiliki
pembagian kerja; dan kepadatan penduduk yang mencukupi untuk membentuk kota-kota.
"Peradaban" dapat juga digunakan dalam konteks luas untuk merujuk pada seluruh atau
tingkat pencapaian manusia dan penyebarannya (peradabanmanusia atau peradaban global).
Istilah peradaban sendiri sebenarnya bisa digunakan sebagai sebuah upaya manusia untuk
memakmurkan dirinya dan kehidupannya. Maka, dalam sebuah peradaban pasti tidak akan
dilepaskan dari tiga faktor yang menjadi tonggak berdirinya sebuah peradaban. Ketiga faktor
tersebut adalah sistem pemerintahan, sistem ekonomi, dan IPTEK.
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa itu peradaban ? 2. Bagaimana kebudayaan sebagai peradaban ?3. Apakah mungkin terjadinya peradaban universal?C. Tujuan Penulisan 1. Ingin mengetahui apa itu peradaban ? 2. Ingin mengetahui bagaimana kebudayaan sebagai peradaban ?3. Ingin mengetahui apakah mungkin terjadinya peradaban universal?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manusia dan Peradaban
Manusia dan peradaban merupakan dua hal yang tidak mungkin terpisahkan. Manusia
melalui kemampuan cipta dan karya selalu melakukan karya-karya di segala bidang
kehidupan. Istilah peradaban mempunyai arti yang erat kaitannya dengan manusia. Istilah
peradaban seringkali merujuk pada suatu masyarakat yang kompleks.
Peradaban manusia bisa dilihat melalui praktik pertanian, hasil karya, permukiman,
dan berbagai pandangan manusia mengenai ilmu pengetahuan, politik, dan kehidupan.
Peradaban
Peradaban merupakan terjemahan dari kata civilization yang berasal dari kata civil
(warga kota) dan sivitas (kota; kedudukan warga kota). Biasanya, peradaban juga disamakan
dengan budaya dan kebudayaan dalam beberapa literatur. Menurut Huntington, peradaban
mewujudkan puncak-puncak dari kebudayaan. Manusia sebenarnya sudah mencapai puncak
kebudayaan walaupun masih dalam taraf primitif.
Akan tetapi, tidak semua kebudayaan bisa mencapai tahap puncaknya. Kadang,
kebudayaan manusia terhenti dengan apa yang disebut blind eyes atau jalan buntu. Frans
Boas mengartikan peradaban sebagai keseluruhan bentuk reaksi manusia terhadap tantangan
dalam menghadapi alam sekitar, individu ataupun kelompok.
Peradaban bisa meliputi segala aspek kehidupan manusia, seperti budaya materiil,
relasi sosial, seni, agama, dan ditambah dengan sistem moral, gagasan, dan bahasa.
Perjalanan Peradaban
Dalam perjalanan peradaban manusia, ada suatu fenomena yang harus dihadapi, yaitu
terjadinya benturan peradaban. Hutington menyebutnya dengan istilah clash civilization.
Pada zaman modern, Hutington meyakini bahwa peradaban-peradaban yang muncul akan
menimbulkan proses benturan-benturan. Benturan itu terjadi bisa antara peradaban Barat dan
Timur. Bisa juga karena perbedaan ideologi.
Satu hal yang tidak boleh terjadi adalah berhenti mempelajari peradaban manusia.
Peradaban manusia harus terus dikaji atau dipelajari. Sejarah peradaban manusia dari tiap
masa tidak boleh hilang. Karena dari belajar peradaban di masa lalu itulah, kita bisa becermin
untuk mengembangkan peradaban manusia masa mendatang.
Peradaban sungai Mesir
Beberapa alasan menyebutkan bahwa peradaban kuno biasanya tumbuh dan
berkembang dengan sangat pesat di daerah yang berada di sekitar lembah sungai atau pantai.
Ini karena sungai dan pantai merupakan prasarana perhubungan dengan bangsa lain, juga
sungai dan pantai merupakan sumber kehidupan.
Peradaban sungai Mesir terletak di Lembah Sungai Nil. Bagi bangsa Mesir sungai Nil
adalah sumber kehidupan dan pusat perhubungan antarbangsa. Oleh karena itu, tidaklah
mengherankan jika peradaban Mesir kuno sangat maju dibanding dengan bangsa lain.
Beberapa fakta yang menyebutkan bahwa mesir kuno telah memiliki kebudayaan yang tinggi,
di antaranya sebagai berikut.
1. Pemerintahan
Bangsa Mesir sudah mengenal bentuk pemerintahan kerajaan. Adalah daerah Mesir Utara
yang beribukota Memphis dengan raja Menes, yang pertama kali menjalankan bentuk
pemerintahan kerajaan ini.
2. Kepercayaan
Bangsa Mesir percaya pada dewa-dewa (polytheisme). Mereka memuja banyak dewa, dengan
Dewa Ra atau Dewa Matahari sebagai dewa tertinggi yang dipuja oleh sebagian besar
masyarakat Mesir kuno. Bangsa Mesir juga percaya ada kehidupan baru setelah kematian.
Oleh karena itu pada pada waktu pemakaman harta benda yang meninggal akan
diikutsertakan.
3. Bangunan
Bangunan bangsa Mesir dengan kemegahan dan misteri yang terkandung di dalamnya sampai
saat ini masih bisa dinikmati dan membawa kekaguman tersendiri bagi masyarakat modern.
Salah satu bangunan Mesir yang dimaksud tentu saja adalah Piramida. Bangunan dengan
bentuk limas ini dibangun sejak dinasti ketiga untuk makam raja-raja Mesir.
4. Seni Patung
Bangsa Mesir meninggalkan seni patung yang sangat mengagumkan dengan ukuran yang
besar-besar meskipun saat itu belum ditemukan alat-alat atau teknologi canggih seperti yang
dimiliki zaman modern seperti sekarang ini. Seni patung Mesir menggambarkan dewa dewi
maupun raja dan keluarganya. Seni patung Mesir berhubungan dengan bangunannya.
5. Seni Lukis
Media lukis yang dipakai Bangsa Mesir kuno adalah papyrus. Lukisan memiliki fungsi
sebagai upacara pelengkap kematian atau upacara keagamaan. Bentuk lukisan Bangsa Mesir
tidak memiliki perspektif, posisi manusia semuanya dengan posisi menyamping. Selain itu,
Bangsa Mesir pun sudah mengenal karya sastra. ini terbukti dengan ditemuannya kitab talkin
buatan Bangsa Mesir.
B. KebudayaanSebagai Peradaban
Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang dikembangkan di
Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan
adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang
dijajahnya.
Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban" sebagai lawan kata dari
"alam". Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat
diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.
Artefak tentang "kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar Degas.
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang
"elit" seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik
klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang
mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas.
Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik
yang "berkelas", elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai
musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah
orang yang sudah "berkebudayaan".
Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada
kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi
tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang
memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan" disebut sebagai
orang yang "tidak berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang
yang "tidak berkebudayaan" dikatakan lebih "alam," dan para pengamat seringkali
mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan
pemikiran "manusia alami" (human nature)
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara
berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak
berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai
perkembangan yang merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat
dasar manusia.
Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja)
dianggap mengekspresikan "jalan hidup yang alami" (natural way of life), dan musik klasik
sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara
kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap
bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap "tidak elit" dan "kebudayaan elit" adalah sama
- masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan.
Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular
culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi
oleh banyak orang.
Perbedaan Kebudayaan dan Peradaban
Oswald membedakan antara kebudayaan dan peradaban. Menurutnya, dua hal
tersebut merupakan dua gaya hidup yang berlawanan. Oswal berpendapat bahwa kebudayaan
lebih dominan pada nilai-nilai spiritual yang menekan manusia pada perkembangan individu
di bidang mental dan moral. Sementara itu, peradaban menurutnya, lebih mengarah kepada
hal-hal bersifat material yang menekankan pada kesejahteraan fisik dan material.
Oswald mencontohkan bahwa gaya hidup Yunani Kuno dan Romawi Kuno sebagai
peradaban. Bieren de Han berpendapat sama dengan Oswald. Ia juga membedakan antara
kebudayaan dan peradaban. Menurut Bieren, peradaban adalah seluruh kehidupan sosial,
politik, ekonomi, dan teknik. Kebudayaan, bagi Bieren, lebih menekankan kepada segala
sesuatu yang berasal dari hasrat dan gairah yang lebih murni, berada di atas tujuan praktis
hubungan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
setelah dibahas dalam bab sebelumnya maka kami selaku penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa Istilah peradaban sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari
istilah "budaya" yang populer dalam kalangan akademis. Dimana setiap manusia dapat
berpartisipasi dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan sebagai "seni, adat istiadat,
kebiasaan , kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan kebiasaan dalam tradisi yang merupakan
sebuah cara hidup masyarakat". Namun, dalam definisi yang paling banyak digunakan,
peradaban adalah istilah deskriptif yang relatif dan kompleks untuk pertanian dan budaya
kota. Peradaban dapat dibedakan dari budaya lain oleh kompleksitas dan organisasi sosial dan
beragam kegiatan ekonomi dan budaya.
Sedangkan Peradaban dapat juga digunakan dalam konteks luas untuk merujuk pada
seluruh atau tingkat pencapaian manusia dan penyebarannya (peradaban manusia atau
peradaban global/ universal). Istilah peradaban sendiri sebenarnya bisa digunakan sebagai
sebuah upaya manusia untuk memakmurkan dirinya dan kehidupannya. Maka, dalam sebuah
peradaban pasti tidak akan dilepaskan dari tiga faktor yang menjadi tonggak berdirinya
sebuah peradaban. Ketiga faktor tersebut adalah sistem pemerintahan, sistem ekonomi, dan
IPTEK.
DAFTAR PUSTAKA
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi
dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. 2006. Bandung:Remaja Rosdakarya
http://www.anneahira.com/manusia-dan-peradaban.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Peradaban
Itulah makalah yang dapat saya tuliskan dalam blog ini, mudah- mudahan dapat bermanfaat khususnya bagi para pembaca, dan pada umumnya bagi saya selaku penulis.
Makalah Masyarakat Modern dan Kebudayannya
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman, kebudayaan umat manusia pun mengalami
perubahan. Menurut para pemikir post modernis dekonstruksi, dunia tak lagi berada dalam dunia
kognisi, atau dunia tidak lagi mempunyai apa yang dinamakan pusat kebudayaan sebagai tonggak
pencapaian kesempurnaan tata nilai kehidupan. Hal ini berarti semua kebudayaan duduk sama
rendah, berdiri sama tinggi, dan yang ada hanyalah pusat-pusat kebudayaan tanpa periferi. Sebuah
kebudayaan yang sebelumnya dianggap pinggiran akan bisa sama kuat pengaruhnya terhadap
kebudayaan yang sebelumnya dianggap pusat dalam kehidupan manusia modern.
Wajah kebudayaan yang sebelumnya dipahami sebagai proses linier yang selalu bergerak ke
depan dengan berbagai penyempurnaannya juga mengalami perubahan. Kebudayaan tersebut tak
lagi sekadar bergerak maju tetapi juga ke samping kiri, dan kanan memadukan diri dengan
kebudayaan lain, bahkan kembali ke masa lampau kebudayaan itu sendiri.
Lokalitas kebudayaan karenanya menjadi tidak relevan lagi dan eklektisme menjadi norma
kebudayaan baru. Manusia cenderung mengadaptasi berbagai kebudayaan, mengambil sedikit dari
berbagai keragaman budaya yang ada, yang dirasa cocok buat dirinya, tanpa harus mengalami
kesulitan untuk bertahan dalam kehidupan.
Perubahan tersebut dikenal sebagai perubahan sosial atau social change. Perubahan sosial
merupakan bagian dari perubahan budaya, namun perubahannya hanya mencakup kesenian, ilmu
pengetahuan, teknologi, filsafat, kecuali organisasi sosial masyarakatnya. Perubahan sosial tersebut
bardampak pada munculnya semangat-semangat untuk menciptakan produk baru yang bermutu
tinggi dan hal inilah yang menjadi dasar terjadinya revolusi industri, serta kemunculan semangat
asketisme intelektual. Menurut Prof Sartono, asketisme dan expertise ini merupakan kunci
kebudayaan akademis untuk menuju budaya yang bermutu.
Sebagai homo faber, manusia mencipta dan bekerja, untuk memperoleh kepuasan atau self
fulfillment. Dalam kaca mata agama dan unsur untuk beribadah, suatu orientasi kepada kepuasan
batin dan menuju ke arah sesuatu yang transendental. Di sinilah yang disebut etos bangsa itu
muncul.
Sebenarnya etos bangsa kita juga sudah banyak disinggung oleh para pujangga seperti dalam
“Serat Wedatama” karya Mangkunegoro IV yang disebutnya sebagai etos “mesu budi”. Etos ini
merupakan suatu ajakan untuk mementingkan penampilan yang bermutu baik lahir, maupun batin,
atau kalau dalam bahasa modern disebut juga etos intelektual.
Kemudian, etos intelektual inilah yang mendorong masyarakat untuk terus berkarya
dan terus menciptakan hal-hal baru guna meningkatkan kemakmuran hidupnya, sehingga
masyarakat tersebut menjadi masyarakat yang modern. Sedangkan proses menjadi
masyarakat yang modern disebut dengan istilah Modernisasi. Jadi dengan kata lain,
modernisasi ialah suatu proses transformasi total, suatu perubahan masyarakat dalam segala
aspeknya.
B. Faktor-faktor yang Mendorong Perubahan Masyarakat Menjadi
Masyarakat yang Modern
1. perkembangan ilmu 2. perkembangan teknologi 3. perkembangan industri 4. perkembangan ekonomi
C. Gejala-gejala Modernisasi
1. Bidang IPTEK
Gejala Modernisasi di bidang IPTEK ditandai dengan adanya penemuan dan pembaharuan
unsur teknologi baru yang dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat.
2. Bidang Ekonomi
Gejala Modernisasi di bidang Ekonomi ialah meningkatnya produktivitas ekonomi dan
efisiensi sumber daya yang tersedia, serta pemeanfaatan SDA yang memperhatikan
kelestarian alam sekitar.
3. Bidang Politik dan Idiologi
Pada bidang ini, gejala modern ditandai dengan adanya system pemerintahan perwakilan
yang demokratis, pemerintah yang diawasi dan dibatasi kekuasaanya, dihormati hak-hak
asasinya serta dijaminnya hak-hak sosial.
4. Bidang Agama dan Kepercayaan
Gejala Modernisasi di bidang Agama dan Kepercayaan ditandai dengan adanya
pengembangan nalar (rasio) dan kebahagiaan kebendaan (materi), yang pada akhirnya akan
menimbulkan paham sekularisasi dan sekularisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Masyarakat Modern
Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi
nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban masa kini. Pada umumnya masyarakat
modern tinggal di daerah perkotaan, sehingga disebut masyarakat kota. Namun tidak semua
masyarakat kota tidak dapat disebut masyarakat modern,sebab orang kota tidak memiliki orientasi
ke masa kini, misalnya gelandangan.
B. Ciri-ciri Masyarakat Modern
1. Hubungan antar manusia terutama didasarkan atas kepentingan-kepentingan pribadi.
2. Hubungan dengan masyarakat lain dilakukan secara terbuka dengan suasana yang saling
memepengaruhi
3. Keprcayaan yang kuat akan Ilmu Pengetahuan Teknologi sebagai sarana untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat
4. Masyarakatnya tergolong ke dalam macam-macam profesiyang dapat dipelajari dan
ditingkatkan dalam lembaga pendidikan, keterampilan dan kejuruan
5. Tingkat pendidikan formal pada umumnya tinggi dan merata.
6. Hukum yang berlaku adalah hukum tertulis yang sangat kompleks
7. Ekonomi hamper seluruhnya merupakan ekonomi pasar yang didasarkanatas penggunaan
uangdan alat-alat pembayaran lain.
C. Masyarakat Modern dilihat dari berbagai Aspek
Aspek Mental Manusia :
1. Cenderung didasarkan pada pola pikirserta pola perilaku rasionalatau logis, dengan
cirri-cirimenghargai karya orang lain, menghargai waktu, menghargai mutu,
berpikir kreatif, efisien, produktif percaya pada diri sendiri, disiplin, dan
bertanggung jawab.
2. Memiliki sifat keterbukaan, yaitu dapat menerima pandangan dan gagasan orang
lain.
Aspek Teknologi :
1. Teknologi merupakan factor utama untuk menunjang kehidupan kearah kemajuan
atau modernisasi.
2. Sebagai hasil ilmu pengetahuan dengan kemampuan produksi dan efisiensi yang
tinggi.
Aspek Pranata Sosial :
I. Pranata Agama :
Relatif kurang terasa dan tampak dalam kehidupan sehari-hari, diaibatkan karena
sekularisme
II. Pranata Ekonomi :
1. Bertumpu pada sektor Indusri Pembagian kerja yang lebih tegas dan memiliki
batas-batas yang nyata.
2. Pembagian kerja berdasarkan usia dan jenis kelamin kurang terlihat.
3. Kesamaan kesempatan kerja antar priadan wanita sangat tinggi.
4. Kurang mengenal gotong-royong.
5. Diobedakan menjadi tiga fungsi, yaitu: produksi distribusi, dan konsumsi.
6. Hampir semua kebutuhan hidupmasyarakat diperoleh melalui pasar dengan
menggunakan uang sebagai alat tukar yang sah.
III. Pranata Keluarga :
1. Ikatan kekeluargaan sudah mulai lemahdan longgar, karena cara hidup yang
cenderung inidividualis.
2. Rasa solidaritas berdasarkan kekerabatan umumnya sudah mulai menipis.
IV. Pranata Pendidikan :
Tersedianya fasilitas pendidikan formal mulai dari tingkat rendah hingga tinggi,
disamping pendidikan keterampilan khusus lainnya.
V. Pranata Politik :
Adanya pertumbuhan dan berkembangnya kesadaran berpolitik sebagai wujud
demokratisasi masyarakat.
D. Gambaran Umum Kehidupan Masyarakat Modern
Pada kehidupan masyarakat modern, kerja merupakan bentuk eksploitasi kepada diri,
sehingga mempengaruhi pola ibadah, makan, dan pola hubungan pribadi dengan keluarga.
Sehingga dalam kebudayaan industri dan birokrasi modern pada umumnya, dipersonalisasi
menjadi pemandangan sehari-hari. Masyarakat modern mudah stres dan muncul penyakit-penyakit
baru yang berkaitan dengan perubahan pola makanan dan pola kerja.
Yang terjadi kemudian adalah dehumanisasi dan alienasi atau keterasingan, karena dipacu
oleh semangat kerja yang tinggi untuk menumpuk modal. Berger menyebutnya sebagai “lonely
crowd” karena pribadi menemukan dirinya amat kuat dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam
kebudayaan industrialisasi, terus terjadi krisis. Pertama, kosmos yang nyaman berubah makna
karena otonomisasi dan sekularisasi sehingga rasa aman lenyap. Kedua masyarakat yang nyaman
dirobek-robek karena individu mendesakkan diri kepada pusat semesta, ketiga nilai kebersamaan
goyah, keempat birokrasi dan waktu menggantikan tokoh mistis dan waktu mitologi.
Para penganut paham pascamodern seperti Lyotard pernah mengemukakan perlunya suatu
jaminan meta-sosial, yang dengannya hidup kita dijamin lebih merdeka, bahagia, dan sebagainya.
Khotbah agung-nya (metanarasi) ini mengutamakan perlunya new sensibility bagi masyarakat yang
terjebak dalam gejala dehumanisasi budaya modern.
Kebiasaan dari masyarakat modern adalah mencari hal-hal mudah, sehingga penggabungan
nilai-nilai lama dengan kebudayaan birokrasi modern diarahkan untuk kenikmatan pribadi. Sehingga,
munculah praktek-peraktek kotor seperti nepotisme, korupsi, yang menyebabkan penampilan mutu
yang amat rendah.
E. Kebudayaan Modern
Proses akulturasi di Negara-negara berkembang tampaknya beralir secara simpang siur,
dipercepat oleh usul-usul radikal, dihambat oleh aliran kolot, tersesat dalam ideologi-ideologi, tetapi
pada dasarnya dilihat arah induk yang lurus: ”the things of humanity all humanity enjoys”.
Terdapatlah arus pokok yang dengan spontan menerima unsur-unsur kebudayaan internasional yang
jelas menguntungkan secara positif.
Akan tetapi pada refleksi dan dalam usaha merumuskannya kerap kali timbul reaksi, karena
kategori berpikir belum mendamaikan diri dengan suasana baru atau penataran asing. Taraf-taraf
akulturasi dengan kebudayaan Barat pada permulaan masih dapat diperbedakan, kemudian menjadi
overlapping satu kepada yang lain sampai pluralitas, taraf, tingkat dan aliran timbul yang serentak.
Kebudayaan Barat mempengaruhi masyarakat Indonesia, lapis demi lapis, makin lama makin luas lagi
dalam (Bakker; 1984).
Apakah kebudayaan Barat modern semua buruk dan akan mengerogoti Kebudayaan
Nasional yang telah ada? Oleh karena itu, kita perlu merumuskan definisi yang jelas tentang
Kebudayaan Barat Modern. Menurut para ahli kebudayaan modern dibedakan menjadi tiga macam
yaitu:
a. Kebudayaan Teknologi Modern
Pertama kita harus membedakan antara Kebudayan Barat Modern dan Kebudayaan
Teknologis Modern. Kebudayaan Teknologis Modern merupakan anak Kebudayaan Barat.
Akan tetapi, meskipun Kebudayaan Teknologis Modern jelas sekali ikut menentukan wujud
Kebudayaan Barat, anak itu sudah menjadi dewasa dan sekarang memperoleh semakin banyak
masukan non-Barat, misalnya dari Jepang.
Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan sesuatu yang kompleks. Penyataan-
penyataan simplistik, begitu pula penilaian-penilaian hitam putih hanya akan menunjukkan
kekurangcanggihan pikiran. Kebudayaan itu kelihatan bukan hanya dalam sains dan teknologi,
melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains dan teknologi dalam
hidup masyarakat: media komunikasi, sarana mobilitas fisik dan angkutan, segala macam
peralatan rumah tangga serta persenjataan modern. Hampir semua produk kebutuhan hidup
sehari-hari sudah melibatkan teknologi modern dalam pembuatannya.
Kebudayaan Teknologis Modern itu kontradiktif. Dalam arti tertentu dia bebas nilai,
netral. Bisa dipakai atau tidak. Pemakaiannya tidak mempunyai implikasi ideologis atau
keagamaan. Seorang Sekularis dan Ateis, Kristen Liberal, Budhis, Islam Modernis atau Islam
Fundamentalis, bahkan segala macam aliran New Age dan para normal dapat dan mau
memakainya, tanpa mengkompromikan keyakinan atau kepercayaan mereka masing-masing.
Kebudayaan Teknologis Modern secara mencolok bersifat instumental.
b. Kebudayaan Modern Tiruan
Dari kebudayaan Teknologis Modern perlu dibedakan sesuatu yang mau saya sebut
sebagai Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan Modern Tiruan itu terwujud dalam
lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan kemodernan,
tetapi sebenarnya hanya mencakup pemilikan simbol-simbol lahiriah saja, misalnya
kebudayaan lapangan terbang internasional, kebudayaan supermarket (mall), dan kebudayaan
Kentucky Fried Chicken (KFC).
Di lapangan terbang internasional orang dikelilingi oleh hasil teknologi tinggi, ia
bergerak dalam dunia buatan: tangga berjalan, duty free shop dengan tawaran hal-hal yang
kelihatan mentereng dan modern, meskipun sebenarnya tidak dibutuhkan, suasana non-real
kabin pesawat terbang; semuanya artifisial, semuanya di seluruh dunia sama, tak ada
hubungan batin.
Kebudayaan Modern Tiruan hidup dari ilusi, bahwa asal orang bersentuhan dengan
hasil-hasil teknologi modern, ia menjadi manusia modern. Padahal dunia artifisial itu tidak
menyumbangkan sesuatu apapun terhadap identitas kita. Identitas kita malahan semakin
kosong karena kita semakin membiarkan diri dikemudikan. Selera kita, kelakuan kita, pilihan
pakaian, rasa kagum dan penilaian kita semakin dimanipulasi, semakin kita tidak memiliki diri
sendiri. Itulah sebabnya kebudayaan ini tidak nyata, melainkan tiruan, blasteran.
Anak Kebudayaan Modern Tiruan ini adalah Konsumerisme: orang ketagihan membeli,
bukan karena ia membutuhkan, atau ingin menikmati apa yang dibeli, melainkan demi
membelinya sendiri. Kebudayaan Modern Blateran ini, bahkan membuat kita kehilangan
kemampuan untuk menikmati sesuatu dengan sungguh-sungguh. Konsumerisme berarti kita
ingin memiliki sesuatu, akan tetapi kita semakin tidak mampu lagi menikmatinya. Orang
makan di KFC bukan karena ayam di situ lebih enak rasanya, melainkan karena fast food
dianggap gayanya manusia yang trendy, dan trendy adalah modern.
c. Kebudayaan-Kebudayaan Barat
Kita keliru apabila budaya blastern kita samakan dengan Kebudayaan Barat Modern.
Kebudayaan Blastern itu memang produk Kebudayaan Barat, tetapi bukan hatinya, bukan
pusatnya dan bukan kunci vitalitasnya. Ia mengancam Kebudayaan Barat, seperti ia
mengancam identitas kebudayaan lain, akan tetapi ia belum mencaploknya. Italia, Perancis,
spayol, Jerman, bahkan barangkali juga Amerika Serikat masih mempertahankan kebudayaan
khas mereka masing-masing. Meskipun di mana-mana orang minum Coca Cola, kebudayaan
itu belum menjadi Kebudayaan Coca Cola.
Orang yang sekadar tersenggol sedikit dengan kebudayaan Barat palsu itu, dengan
demikian belum mesti menjadi orang modern. Ia juga belum akan mengerti bagaimana orang
Barat menilai, apa cita-citanya tentang pergaulan, apa selera estetik dan cita rasanya, apakah
keyakinan-keyakinan moral dan religiusnya, apakah paham tanggung jawabnya (Suseno;
1992).
F. Tantangan Kebudayaan Masyarakat Modern
1. Kebudayaan Modern Tiruan
Tantangan yang sungguh-sungguh mengancam kita adalah Kebudayaan Modern Tiruan. Dia
mengancam justru karena tidak sejati, tidak substansial. Yang ditawarkan adalah semu. Kebudayaan
itu membuat kita menjadi manusia plastik, manusia tanpa kepribadian, manusia terasing, manusia
kosong, manusia latah.
Kebudayaan Blasteran Modern bagaikan drakula: ia mentereng, mempunyai daya tarik luar
biasa, ia lama kelamaan meyedot pandangan asli kita tentang nilai, tentang dasar harga diri, tentang
status. Ia menawarkan kemewahan-kemewahan yang dulu bahkan tidak dapat kita impikan. Ia
menjanjikan kepenuhan hidup, kemantapan diri, asal kita mau berhenti berpikir sendiri, berhenti
membuat kita kehilangan penilaian kita sendiri. Akhirnya kita kehabisan darah , kehabisan identitas.
Kebudayaan modern tiruan membuat kita lepas dari kebudayaan tradisional kita sendiri, sekaligus
juga tidak menyentuh kebudayaan teknologis modern sungguhan (Suseno;1992)
2. Bagaimana Memberi Makan, Sandang, dan Rumah
Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa, budaya adalah perjuangan manusia dalam
mengatasi masalah alam dan zaman. Permasalahan yang paling mendasar bagi manusia adalah
masalah makan, pakaian dan perumahan. Ketika orang kekurangan gizi bagaimana ia akan mendapat
orang yang cerdas. Ketika kebutuhan pokok saja tidak terpenuhi bagaimana orang akan berpikir
maju dan menciptakan teknologi yang hebat. Jangankan untuk itu, permasalahan pemenuhan
kebutuhan kita sangat mempengaruhi pola hubungan di antara manusia. Orang rela mencuri bahkan
membunuh agar ia bisa makan sesuap nasi. Sehingga, kelalaian dalam hal ini bukan hanya
berdampak pada kemiskinan, kelaparan, kematian, akan tetapi akan berpengaruh dalam tatanan
budaya-sosial masyarakat.
3. Masalah Pendidikan yang Tepat
Pendidikan masih menjadi permasalahan yang menjadi perhatian serius jika bangsa ini ingin
dipandang dalam percaturan dunia. Ada fenomena yang menarik terkait dengan hal ini, yaitu
mengenai kolaborasi kebudayaan dengan pendidikan, dalam artian bagaimana sistem pendidikan
yang ada mengintrinsikkan kebudayaan di dalamnya. Dimana ada suatu kebudayaan yang menjadi
spirit dari sistem pendidikan yang kita terapkan.
4. Mengejar Kemajuan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Problem ini beranjak ketika kita sampai saat ini masih menjadi konsumen atas produk-produk
teknologi dari negara luar. Situasi keilmiahan kita belum berkembang dengan baik dan belum
didukung oleh iklim yang kondusif bagi para ilmuan untuk melakukan penelitian dan penciptaan
produk-produk, teknologi baru. Jika kita tetap mengandalkan impor produk dari luar negeri, maka
kita akan terus terbelakang. Oleh karena itu, hal ini tantangan bagi kita untuk mengejar
ketertinggalan iptek dari negara-negara maju.
5. Kondisi Alam Global
Beberapa waktu yang lalu di halaman depan harian Kompas tanggal 12 April 2007, ada berita
menarik mengenai keadaan bumi hari ini, ’Pemanasan Global, Jutaan Orang akan Teracam”.
Pemanasan global akan memberi dampak negatif yang nyata bagi kehidupan ratusan juta warga di
dunia. Demikianlah antara lain isi laporan kedua PBB yang sudah dipublikasikan tahun 2007. Laporan
pertama berisikan bukti ilmiah perubahan iklim, sedangkan laporan ketiga akan membeberkan
tindakan untuk menanganinya.
Laporan para pakar yang tergabung dalam Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC)
dibeberkan dalam jumpa pers secara serentak di berbagai belahan dunia, Selasa (10/04/2007).
Laporan setebal 1.572 halaman itu ditulis dan dikaji 441 anggota IPCC.
Salah satu dampak pemanasan global adalah meningkatnya suhu permukaan bumi
sepanjang lima tahun mendatang. Hal itu akan mengakibatkan gunung es di Amerika Latin mencair.
Dampak lanjutannya adalah kegagalan panen, yang hingga tahun 2050 mengakibatkan 130 juta
penduduk dunia, terutama di Asia, kelaparan. Pertanian gandum di Afrika juga akan mengalami hal
yang sama.
Laporan itu menggarisbawahi dampak pemanasan global berupa meningkatnya permukaan
laut, lenyapnya beberapa spesies dan bencana nasional yang makin meningkat. Disebutkan, 30%
garis pantai di dunia akan lenyap pada 2080. Lapisan es di kutub mencair hingga terjadi aliran air di
kutub utara. Hal itu akan mengakibatkan terusan Panama terbenam.
Naiknya suhu memicu topan yang lebih dasyat hingga mempengaruhi wilayah pantai yang
selama ini aman dari gangguan badai. Banyak tempat yang kini kering makin kering, sebaliknya
berbagai tempat basah akan semakin basah. Kesenjangan distribusi air secara alami ini akan
berpotensi meningkatkan ketegangan dalam pemanfaaatan air untuk kepentingan industri,
pertanian dan penduduk.
Asia menjadi bagian dari bumi yang akan paling parah. Perubahan iklim yang tak terdeteksi
akan menjadi bencana lingkungan dan ekonomi, dan buntutnya adalah tragedi kemanusiaan.
Laporan itu mengingatkan, setiap kenaikan suhu udara 2 derajat celsius, antara lain akan
menurunkan produksi pertanian di Cina dan Bangladesh hingga 30 persen hingga 2050. Kelangkaan
air meningkat di India seiring dengan menurunya lapisan es di Pegunungan Himalaya. Sekitar 100
juta warga pesisir di Asia pemukimannya tergenang karena peningkatan permukaan laut setinggi
antara 1 milimeter hingga 3 milimeter setiap tahun. Saat ini, pemanasan global sudah terasa dengan
terjadinya kematian dan punahnya spesies di Afrika dan Asia
G. Dampak Negatif dari Budaya Masyarakat Modern
1. Penyalahgunaan media teknologi sebagai sarana pencarian hal-hal yang tidak ada
hubungannya dengan ilmu pengetahuan.
2. Timbulnya praktek-peraktek curang dalam dunia kerja seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.
3. Sekularisasi adalah sebuah proses pemisahan institusi-institusi dan simbol-simbol politis dari
initusi-institusi dan simbol-simbol religius. Kebijakan-kebijakan Negara yang mengatur
sebuah masyarakat tidak lagi didasarkan pada norma-norma agama, melainkan pada asas-asas
non-religius, seperti: etika dan pragmatisme politik. Kelahiran Negara nasional dan Negara
konstitusional di zaman modern menandai proses ini. Konstitusi Negara modern tidak lagi
didasarkan pada doktrin-doktrin religius, seperti pada Negara-negara tradisional di Eropa
abad pertengahan, melainkan pada prosedur-prosedur birokratis rasional yang mengakui
kesamaan hak dan kebebasan setiap warganegara. Mengapa masyarakat modern menempuh
jalan sekularisasi? Karena (1) Otoritas politis tidak merasa cukup dengan wewenangnya atas
wilayah publik dan ingin juga memberikan regulasi dalam ruang privat seperti yang
dilakukan oleh otoritas religius; dan (2) pikiran kritis dicurigai sebagai unsur ‘subversif’ yang
melemahkan kepatuhan kepada otoritas. Sekularisasi adalah upaya memberi batas-batas di
antara kedua bidang itu dengan memandang keduanya otonom, yakni yang satu tidak dapat
direduksi kepada yang lain. Dengan sekularisasi, urusan-urusan religius dianggap beroperasi
di dalam ruang privat, tercakup dalam kebebasan subjektif individu untuk menemukan jalan
hidupnya. Efek positif sekularisasi adalah toleransi agama, sebab doktrin-doktrin dan nilai-
nilai religius tidak lagi dikalkulasi di dalam politik.
Kita berbicara tentang sekularisme jika kita memusatkan perhatian kita pada efek negatif
sekularisasi. Sekularisasi dapat mendorong pada ekstrem atau ekses, yakni suatu sikap
berlebih-lebihan untuk menyingkirkan segala alasan, motif atau dimensi religius sebagai
omong kosong. Pandangan-pandangan seperti ateisme, materialisme dan saintisme
merupakan berbagai aspek dalam sekularisme. Sekularisme dalam arti ini bukanlah sebuah
proses sosial-epistemologis, melainkan sebuah ideologi dengan kesempitan berpikir yang
tidak dapat mentoleransi eksistensi agama di dalam masyarakat majemuk. Jika agama
menghasilkan fundamentalisme religius, proses sekularisasi juga dapat menghasilkan suatu
fundamentalisme tertentu, yakni fundamentalisme profane. Itulah sekularisme.
Jadi, di sini kita dapat mengatakan bahwa sekularisasi adalah proses yang wajar di dalam
modernisasi, karena pemisahan antara agama dan Negara memang diperlukan untuk
memungkinkan kebebasan dan keadilan dalam masyarakat majemuk, namun sekularisme
harus diwaspadai. Untuk masyarakat kita yang cenderung religius, sekularisme bukanlah
ancaman real; fundamentalisme agamalah yang merupakan ancaman real bagi kemajemukan.
Yang sebaliknya juga harus dikatakan: Sekularisme bukanlah solusi untuk masalah
kemajemukan, sebab sekularisme adalah bentuk intoleransi terhadap agama manaupun yang
merupakan anggota masyarakat majemuk. Yang dibutuhkan masyarakat kita adalah tingkat
sekularisasi tertentu (baik secara structural maupun kultural) agar dapat bersikap “fair”
terhadap kemajemukan orientasi nilai di dalam masyarakat kita. Kebijakan-kebijakan politis
yang berorientasi agama tertentu, misalnya, tidak dapat begitu saja dijadikan norma publik
untuk mengatur keseluruhan masyarakat, karena akan bersikap tidak fair terhadap kelompok-
kelompok lain bahkan dalam agama yang sama.
4. Liberalisme adalah ideologi modern, karena ia muncul bersamaan dengan modernisasi dan
segala pertentangan ideologis dalam masyarakat modern tak lain daripada pertentangan
dengan liberalisme, sehingga cerita tentang modernitas tak kurang daripada cerita tentang
liberalisme dan para lawannya. Dalam arti ini, liberalisme sangat sensitif terhadap
kolektivisme dan absolutisme kekuasaan. Ekonomi tidak dapat tumbuh jika terus diintervensi
Negara, maka liberalisme sejak awal mendukung ekonomi pasar bebas. Di dalam pasar orang
tidak bertransaksi dengan membeda-bedakan latar-belakang agama dan kebudayaan. Yang
penting transaksi itu fair. Dengan kata lain, di dalam transaksi orang melihat agama partner
transaksinya sebagai urusan privatnya yang tidak relevan untuk proses pertukaran dalam
pasar. Pola transaksi yang melihat agama sebagai persoalan privat yang tidak relevan untuk
proses pertukaran itu oleh liberalisme diaplikasikan di dalam hubungan yang lebih luas, yaitu
di dalam Negara modern. Liberalisme ekonomi mengandung bahaya tertentu, yaitu
intoleransi terhadap mereka yang dimarginalisasikan secara ekonomis oleh mekanisme pasar
bebas itu. Namun liberalisme yang berkaitan dengan pendirian intelektual dan sikap-sikap
politis justru membantu sebuah masyarakat untuk toleran terhadap kemajemukan. Jika
Negara berkonsentrasi pada the problem of justice dan tidak mengintervensi the problem of
good life yang adalah kewenangan kelompok-kelompok dalam masyarakat itu, Negara akan
menjadi milik bersama kelompok-kelompok sosial itu dan tidak bersikap diskriminatif.
Negara liberal berupaya bersikap netral terhadap agama-agama di dalamnya, dan ini justru
mendukung kebebasan individu. Di sini liberalisme dapat juga dilihat sebagai hasil dari
sekularisasi yang tidak secara mutlak perlu bermuara pada sekularisme. Artinya, suatu
Negara liberal tidak harus sekularistis, yakni ingin menyingkirkan agama di dalamnya.
Negara liberal juga bisa memiliki respek terhadap agama, namun regulasi-regulasinya tetap
sekular. Ia bersikap netral dari agama, namun memberi infrastruktur yang adil bagi agama-
agama untuk berkembang, sebab para anggota agama-agama itu adalah juga warganegaranya.
5. Pluralisme adalah sebuah pandangan yang beroperasi di dalam kebudayaan dalam bentuk
sikap-sikap yang menerima kemajemukan orientasi-orientasi nilai di dalam masyarakat
modern. Dasar pluralisme adalah the fact of plurality, yakni suatu kenyataan bahwa jika
sebuah masyarakat mengalami modernisasi, masyarakat itu mengalami pluralisasi nilai di
dalam dirinya. Pluralitas tidak serta merta memunculkan pluralisme, karena tidak semua
orang setuju pluralitas. Kaum konservatif dan rmonatis, misalnya, akan meratapi pluralitas
sebagai sindrom disintegrasi sosial dan moral. Namun ada kelompok-kelompok yang
menerima pluralitas sebagai kenyataan hidup bersama dan mencoba hidup bersama secara
toleran. Kelompok-kelompok ini bisa berasal dari kalangan agama, cendikia, politikus atau
budayawan. Pandangan yang menerima pluralitas sebagai realitas hidup bersama dan
mencoba mengembangkan sarana-sarana moral dan intelektual untuk membuka ruang
kebebasan dan toleransi bagi aneka orientasi nilai etnis, religius ataupun poltis di dalam
mayarakat modern itu kita sebut pluralisme.
Jika kita menilik ke belakang, ke dalam sejarah agama-agama itu, kita tidak dapat
memisahkan agama dari kebudayaan. Setiap agama “tertanam” dan tumbuh dalam konteks
kebudayaan dan juga sejarahnya, maka pluralitas juga menandai sejarah setiap agama. Tidak
ada hanya satu Kristen, satu Hindhu, satu Islam atau satu Budhisme, karena di tiap
kebudayaan berkembang cara-cara dan simbol-simbol spesifik dalam menghayati Tuhan.
Simbol-simbol itu bahkan ‘dipinjam’ dari konteks kebudayaan tertentu, misalnya, Jawa,
Romawi, India atau Arab. Namun tak semua kelompok agama mau bersikap fair terhadap
fakta pluralitas di dalam agama-agama ini. Kelompok-kelompok macam ini – di antara
mereka konservatif garis keras – terobsesi pada sebuah fiksi bahwa agama mereka itu
homogen dan murni dari unsur-unsur kebudayaan. Fiksi itu sudah barang tentu berbahaya
sekali karena menjadi intoleran terhadap kemajemukan kebudayaan dan agama. Kelompok-
kelompok agama yang menerima fakta kemajemukan bahkan di dalam agama mereka sendiri
serta mencoba mengembangkan sebuah teologi pluralis sering dicurigai sebagai sesuatu yang
morongrong integritas iman, padahal mereka ini bisa saja justru mendorong cara-cara
beriman yang dewasa dan terbuka terhadap perubahan dan perbedaan di dalam masyarakat
modern.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Perubahan sosial mendorong munculnya semangat-semangat untuk menciptakan produk
baru , sehinnga terjadilah revolusi industri, dan kemunculan semangat asketisme intelektual.
Kemudian, asketisme intelektual menimbulkan etos intelektual, dan inilah yang mendorong
masyarakat untuk terus berkarya dan terus menciptakan hal-hal baru guna meningkatkan
kemakmuran hidupnya, sehingga masyarakat tersebut menjadi masyarakat yang modern. Sedangkan
proses menjadi masyarakat yang modern disebut dengan istilah Modernisasi.
I. Pengertian Masyarakat Modern
Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi
nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban masa kini.
II. Faktor-faktor yang Mendorong Perubahan Masyarakat Menjadi
Masyarakat yang Modern
1. perkembangan ilmu
2. perkembangan teknologi
3. perkembangan industri
4. perkembangan ekonomi
III. Gejala-gejala Modernisasi
1. adanya penemuan dan pembaharuan unsur teknologi baru yang dapat meningkatkan
kemakmuran masyarakat.
2. meningkatnya produktivitas ekonomi dan efisiensi sumber daya yang tersedia, serta
pemeanfaatan SDA yang memperhatikan kelestarian alam sekitar.
3. adanya system pemerintahan perwakilan yang demokratis, pemerintah yang
diawasi dan dibatasi kekuasaanya, dihormati hak-hak asasinya serta dijaminnya
hak-hak sosial.
4. adanya pengembangan nalar (rasio) dan kebahagiaan kebendaan (materi), yang
pada akhirnya akan menimbulkan paham sekularisasi dan sekularisme.
IV. Ciri-ciri Masyarakat Modern
1. Hubungan antar manusia terutama didasarkan atas kepentingan-kepentingan
pribadi.
2. Hubungan dengan masyarakat lain dilakukan secara terbuka dengan suasana yang
saling memepengaruhi
3. Keprcayaan yang kuat akan Ilmu Pengetahuan Teknologi sebagai sarana untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
4. Masyarakatnya tergolong ke dalam macam-macam profesiyang dapat dipelajari dan
ditingkatkan dalam lembaga pendidikan, keterampilan dan kejuruan
5. Tingkat pendidikan formal pada umumnya tinggi dan merata.
6. Hukum yang berlaku adalah hukum tertulis yang sangat kompleks
7. Ekonomi hamper seluruhnya merupakan ekonomi pasar yang didasarkanatas
penggunaan uangdan alat-alat pembayaran lain.
V. Kebudayaan Modern
1. Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan suatu kebudayaan bukan hanya dalam sains
dan teknologi, melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains
dan teknologi dalam hidup masyarakat: media komunikasi, sarana mobilitas fisik dan
angkutan, segala macam peralatan rumah tangga serta persenjataan modern.
2. Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan Modern Tiruan itu terwujud dalam lingkungan
yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi
sebenarnya hanya mencakup pemilikan simbol-simbol lahiriah saja
3. Kebudayaan-Kebudayaan Barat
VI. Tantangan Kebudayaan Masyarakat Modern
1. Kebudayaan Modern Tiruan
2. Bagaimana Memberi Makan, Sandang, dan Rumah
3. Masalah Pendidikan yang Tepat
4. Mengejar Kemajuan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
5. Kondisi Alam Global
VII. Dampak Negatif dari Budaya Masyarakat Modern
1. Penyalahgunaan media teknologi
2. Timbulnya praktek-peraktek curang
3. Sekularisasi
4. Liberalisme
5. Pluralisme
B. Saran
Sebaiknya kita sebagai masyarakat modern tidak harus menyerap semua budaya
modernisasi, agar tidak terjadi dampak-dampak negative dalam kehidupan kita sebagai masyarakat
yang modern.
Daftar Pustaka
Bakker, JWM. 1999. Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.
Davis, Kingsley. 1960. Human Society The Macmillan Company. New York.
Dewantara, Ki Hajar. 1994. Kebudayaan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa..
Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta
Sarjono. Agus R (Editor). 1999. Pembebasan Budaya-Budaya Kita. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers
Soemardjan, S dan Breazeale, K. 1993. Cultural Change in Rural Indonesia; Impact of Village
Development. Honolulu: UNS-YISS-East West Center.
Sorokin, Pitirim A. 1957. Social and Cultural Dynamics. Boston: Sargent.