makalah peradaban dan kebudayan

34
Makalah Peradaban dan Kebudayan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradaban adalah memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan masyarakat manusia . Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat yang "kompleks": dicirikan oleh praktik dalam pertanian, hasil karya dan pemukiman, berbanding dengan budaya lain, anggota-anggota sebuah peradaban akan disusun dalam beragam pembagian kerja yang rumit dalam struktur hirarki sosial. Istilah peradaban sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari istilah "budaya" yang populer dalam kalangan akademis. Dimana setiap manusia dapat berpartisipasi dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan sebagai "seni, adat istiadat, kebiasaan , kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan kebiasaan dalam tradisi yang merupakan sebuah cara hidup masyarakat". Namun, dalam definisi yang paling banyak digunakan, peradaban adalah istilah deskriptif yang relatif dan kompleks untuk pertanian dan budaya kota. Peradaban dapat dibedakan dari budaya lain oleh kompleksitas dan organisasi sosial dan beragam kegiatan ekonomi dan budaya. Dalam sebuah pemahaman lama tetapi masih sering dipergunakan adalah istilah "peradaban " dapat digunakan dalam cara sebagai normatif baik dalam konteks sosial di mana rumit dan budaya kota yang dianggap unggul lain "ganas" atau

Upload: hilmaelya-ulfah

Post on 20-Jan-2016

59 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Makalah Peradaban dan Kebudayan

BAB IPENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Peradaban adalah memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan masyarakat

manusia. Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat yang

"kompleks": dicirikan oleh praktik dalam pertanian, hasil karya dan pemukiman, berbanding

dengan budaya lain, anggota-anggota sebuah peradaban akan disusun dalam beragam

pembagian kerja yang rumit dalam struktur hirarki sosial.

Istilah peradaban sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari istilah

"budaya" yang populer dalam kalangan akademis. Dimana setiap manusia dapat

berpartisipasi dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan sebagai "seni, adat istiadat,

kebiasaan , kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan kebiasaan dalam tradisi yang merupakan

sebuah cara hidup masyarakat". Namun, dalam definisi yang paling banyak digunakan,

peradaban adalah istilah deskriptif yang relatif dan kompleks untuk pertanian dan budaya

kota. Peradaban dapat dibedakan dari budaya lain oleh kompleksitas dan organisasi sosial dan

beragam kegiatan ekonomi dan budaya.

Dalam sebuah pemahaman lama tetapi masih sering dipergunakan adalah istilah

"peradaban" dapat digunakan dalam cara sebagai normatif baik dalam konteks sosial di mana

rumit dan budaya kota yang dianggap unggul lain "ganas" atau "biadab" budaya, konsep dari

"peradaban" digunakan sebagai sinonim untuk "budaya (dan sering moral) Keunggulan dari

kelompok tertentu." Dalam artian yang sama, peradaban dapat berarti "perbaikan pemikiran,

tata krama, atau rasa". masyarakat yang mempraktikkan pertanian secara intensif; memiliki

pembagian kerja; dan kepadatan penduduk yang mencukupi untuk membentuk kota-kota.

"Peradaban" dapat juga digunakan dalam konteks luas untuk merujuk pada seluruh atau

tingkat pencapaian manusia dan penyebarannya (peradabanmanusia atau peradaban global).

Istilah peradaban sendiri sebenarnya bisa digunakan sebagai sebuah upaya manusia untuk

memakmurkan dirinya dan kehidupannya. Maka, dalam sebuah peradaban pasti tidak akan

dilepaskan dari tiga faktor yang menjadi tonggak berdirinya sebuah peradaban. Ketiga faktor

tersebut adalah sistem pemerintahan, sistem ekonomi, dan IPTEK.

B.     Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

1.      Apa itu peradaban ? 2.      Bagaimana kebudayaan sebagai peradaban ?3.      Apakah mungkin terjadinya peradaban universal?C.     Tujuan Penulisan 1.      Ingin mengetahui apa itu peradaban ? 2.      Ingin mengetahui bagaimana kebudayaan sebagai peradaban ?3.      Ingin mengetahui apakah mungkin terjadinya peradaban universal?

 BAB II

PEMBAHASAN

 A.     Manusia dan Peradaban

Manusia dan peradaban merupakan dua hal yang tidak mungkin terpisahkan. Manusia

melalui kemampuan cipta dan karya selalu melakukan karya-karya di segala bidang

kehidupan. Istilah peradaban mempunyai arti yang erat kaitannya dengan manusia. Istilah

peradaban seringkali merujuk pada suatu masyarakat yang kompleks.

Peradaban manusia bisa dilihat melalui praktik pertanian, hasil karya, permukiman,

dan berbagai pandangan manusia mengenai ilmu pengetahuan, politik, dan kehidupan.

Peradaban

Peradaban merupakan terjemahan dari kata civilization yang berasal dari kata civil

(warga kota) dan sivitas (kota; kedudukan warga kota). Biasanya, peradaban juga disamakan

dengan budaya dan kebudayaan dalam beberapa literatur. Menurut Huntington, peradaban

mewujudkan puncak-puncak dari kebudayaan. Manusia sebenarnya sudah mencapai puncak

kebudayaan walaupun masih dalam taraf primitif.

Akan tetapi, tidak semua kebudayaan bisa mencapai tahap puncaknya. Kadang,

kebudayaan manusia terhenti dengan apa yang disebut blind eyes atau jalan buntu. Frans

Boas mengartikan peradaban sebagai keseluruhan bentuk reaksi manusia terhadap tantangan

dalam menghadapi alam sekitar, individu ataupun kelompok.

Peradaban bisa meliputi segala aspek kehidupan manusia, seperti budaya materiil,

relasi sosial, seni, agama, dan ditambah dengan sistem moral, gagasan, dan bahasa.

Perjalanan Peradaban

Dalam perjalanan peradaban manusia, ada suatu fenomena yang harus dihadapi, yaitu

terjadinya benturan peradaban. Hutington menyebutnya dengan istilah clash civilization.

Pada zaman modern, Hutington meyakini bahwa peradaban-peradaban yang muncul akan

menimbulkan proses benturan-benturan. Benturan itu terjadi bisa antara peradaban Barat dan

Timur. Bisa juga karena perbedaan ideologi.

Satu hal yang tidak boleh terjadi adalah berhenti mempelajari peradaban manusia.

Peradaban manusia harus terus dikaji atau dipelajari. Sejarah peradaban manusia dari tiap

masa tidak boleh hilang. Karena dari belajar peradaban di masa lalu itulah, kita bisa becermin

untuk mengembangkan peradaban manusia masa mendatang.

Peradaban sungai Mesir

Beberapa alasan menyebutkan bahwa peradaban kuno biasanya tumbuh dan

berkembang dengan sangat pesat di daerah yang berada di sekitar lembah sungai atau pantai.

Ini karena sungai dan pantai merupakan prasarana perhubungan dengan bangsa lain, juga

sungai dan pantai merupakan sumber kehidupan.

Peradaban sungai Mesir terletak di Lembah Sungai Nil. Bagi bangsa Mesir sungai Nil

adalah sumber kehidupan dan pusat perhubungan antarbangsa. Oleh karena itu, tidaklah

mengherankan jika peradaban Mesir kuno sangat maju dibanding dengan bangsa lain.

Beberapa fakta yang menyebutkan bahwa mesir kuno telah memiliki kebudayaan yang tinggi,

di antaranya sebagai berikut.

1. Pemerintahan

Bangsa Mesir sudah mengenal bentuk pemerintahan kerajaan. Adalah daerah Mesir Utara

yang beribukota Memphis dengan raja Menes, yang pertama kali menjalankan bentuk

pemerintahan kerajaan ini.

2. Kepercayaan

Bangsa Mesir percaya pada dewa-dewa (polytheisme). Mereka memuja banyak dewa, dengan

Dewa Ra atau Dewa Matahari sebagai dewa tertinggi yang dipuja oleh sebagian besar

masyarakat Mesir kuno. Bangsa Mesir juga percaya ada kehidupan baru setelah kematian.

Oleh karena itu pada pada waktu pemakaman harta benda yang meninggal akan

diikutsertakan.

3. Bangunan

Bangunan bangsa Mesir dengan kemegahan dan misteri yang terkandung di dalamnya sampai

saat ini masih bisa dinikmati dan membawa kekaguman tersendiri bagi masyarakat modern.

Salah satu bangunan Mesir yang dimaksud tentu saja adalah Piramida. Bangunan dengan

bentuk limas ini dibangun sejak dinasti ketiga untuk makam raja-raja Mesir.

4. Seni Patung

Bangsa Mesir meninggalkan seni patung yang sangat mengagumkan dengan ukuran yang

besar-besar meskipun saat itu belum ditemukan alat-alat atau teknologi canggih seperti yang

dimiliki zaman modern seperti sekarang ini. Seni patung Mesir menggambarkan dewa dewi

maupun raja dan keluarganya. Seni patung Mesir berhubungan dengan bangunannya.

5. Seni Lukis

Media lukis yang dipakai Bangsa Mesir kuno adalah papyrus. Lukisan memiliki fungsi

sebagai upacara pelengkap kematian atau upacara keagamaan. Bentuk lukisan Bangsa Mesir

tidak memiliki perspektif, posisi manusia semuanya dengan posisi menyamping. Selain itu,

Bangsa Mesir pun sudah mengenal karya sastra. ini terbukti dengan ditemuannya kitab talkin

buatan Bangsa Mesir.

B.     KebudayaanSebagai Peradaban

Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang dikembangkan di

Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan

adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang

dijajahnya.

Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban" sebagai lawan kata dari

"alam". Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat

diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.

Artefak tentang "kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar Degas.

Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang

"elit" seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik

klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang

mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas.

Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik

yang "berkelas", elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai

musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah

orang yang sudah "berkebudayaan".

Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada

kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi

tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang

memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan" disebut sebagai

orang yang "tidak berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang

yang "tidak berkebudayaan" dikatakan lebih "alam," dan para pengamat seringkali

mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan

pemikiran "manusia alami" (human nature)

Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara

berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak

berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai

perkembangan yang merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat

dasar manusia.

Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja)

dianggap mengekspresikan "jalan hidup yang alami" (natural way of life), dan musik klasik

sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.

Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara

kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap

bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap "tidak elit" dan "kebudayaan elit" adalah sama

- masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan.

Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular

culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi

oleh banyak orang.

Perbedaan Kebudayaan dan Peradaban

Oswald membedakan antara kebudayaan dan peradaban. Menurutnya, dua hal

tersebut merupakan dua gaya hidup yang berlawanan. Oswal berpendapat bahwa kebudayaan

lebih dominan pada nilai-nilai spiritual yang menekan manusia pada perkembangan individu

di bidang mental dan moral. Sementara itu, peradaban menurutnya, lebih mengarah kepada

hal-hal bersifat material yang menekankan pada kesejahteraan fisik dan material.

Oswald mencontohkan bahwa gaya hidup Yunani Kuno dan Romawi Kuno sebagai

peradaban. Bieren de Han berpendapat sama dengan Oswald. Ia juga membedakan antara

kebudayaan dan peradaban. Menurut Bieren, peradaban adalah seluruh kehidupan sosial,

politik, ekonomi, dan teknik. Kebudayaan, bagi Bieren, lebih menekankan kepada segala

sesuatu yang berasal dari hasrat dan gairah yang lebih murni, berada di atas tujuan praktis

hubungan masyarakat.

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

setelah dibahas dalam bab sebelumnya maka kami selaku penulis dapat menarik

kesimpulan bahwa Istilah peradaban sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari

istilah "budaya" yang populer dalam kalangan akademis. Dimana setiap manusia dapat

berpartisipasi dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan sebagai "seni, adat istiadat,

kebiasaan , kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan kebiasaan dalam tradisi yang merupakan

sebuah cara hidup masyarakat". Namun, dalam definisi yang paling banyak digunakan,

peradaban adalah istilah deskriptif yang relatif dan kompleks untuk pertanian dan budaya

kota. Peradaban dapat dibedakan dari budaya lain oleh kompleksitas dan organisasi sosial dan

beragam kegiatan ekonomi dan budaya.

Sedangkan Peradaban dapat juga digunakan dalam konteks luas untuk merujuk pada

seluruh atau tingkat pencapaian manusia dan penyebarannya (peradaban manusia atau

peradaban global/ universal). Istilah peradaban sendiri sebenarnya bisa digunakan sebagai

sebuah upaya manusia untuk memakmurkan dirinya dan kehidupannya. Maka, dalam sebuah

peradaban pasti tidak akan dilepaskan dari tiga faktor yang menjadi tonggak berdirinya

sebuah peradaban. Ketiga faktor tersebut adalah sistem pemerintahan, sistem ekonomi, dan

IPTEK.

DAFTAR PUSTAKA

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi

dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. 2006. Bandung:Remaja Rosdakarya

http://www.anneahira.com/manusia-dan-peradaban.htm

http://id.wikipedia.org/wiki/Peradaban

Itulah makalah yang dapat saya tuliskan dalam blog ini, mudah- mudahan dapat bermanfaat khususnya bagi para pembaca, dan pada umumnya bagi saya selaku penulis. 

Makalah Masyarakat Modern   dan   Kebudayannya

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan zaman, kebudayaan umat manusia pun mengalami

perubahan. Menurut para pemikir post modernis dekonstruksi, dunia tak lagi berada dalam dunia

kognisi, atau dunia tidak lagi mempunyai apa yang dinamakan pusat kebudayaan sebagai tonggak

pencapaian kesempurnaan tata nilai kehidupan. Hal ini berarti semua kebudayaan duduk sama

rendah, berdiri sama tinggi, dan yang ada hanyalah pusat-pusat kebudayaan tanpa periferi. Sebuah

kebudayaan yang sebelumnya dianggap pinggiran akan bisa sama kuat pengaruhnya terhadap

kebudayaan yang sebelumnya dianggap pusat dalam kehidupan manusia modern.

Wajah kebudayaan yang sebelumnya dipahami sebagai proses linier yang selalu bergerak ke

depan dengan berbagai penyempurnaannya juga mengalami perubahan. Kebudayaan tersebut tak

lagi sekadar bergerak maju tetapi juga ke samping kiri, dan kanan memadukan diri dengan

kebudayaan lain, bahkan kembali ke masa lampau kebudayaan itu sendiri.

Lokalitas kebudayaan karenanya menjadi tidak relevan lagi dan eklektisme menjadi norma

kebudayaan baru. Manusia cenderung mengadaptasi berbagai kebudayaan, mengambil sedikit dari

berbagai keragaman budaya yang ada, yang dirasa cocok buat dirinya, tanpa harus mengalami

kesulitan untuk bertahan dalam kehidupan.

Perubahan tersebut dikenal sebagai perubahan sosial atau social change. Perubahan sosial

merupakan bagian dari perubahan budaya, namun perubahannya hanya mencakup kesenian, ilmu

pengetahuan, teknologi, filsafat, kecuali organisasi sosial masyarakatnya. Perubahan sosial tersebut

bardampak pada munculnya semangat-semangat untuk menciptakan produk baru yang bermutu

tinggi dan hal inilah yang menjadi dasar terjadinya revolusi industri, serta kemunculan semangat

asketisme intelektual. Menurut Prof Sartono, asketisme dan expertise ini merupakan kunci

kebudayaan akademis untuk menuju budaya yang bermutu.

Sebagai homo faber, manusia mencipta dan bekerja, untuk memperoleh kepuasan atau self

fulfillment. Dalam kaca mata agama dan unsur untuk beribadah, suatu orientasi kepada kepuasan

batin dan menuju ke arah sesuatu yang transendental. Di sinilah yang disebut etos bangsa itu

muncul.

Sebenarnya etos bangsa kita juga sudah banyak disinggung oleh para pujangga seperti dalam

“Serat Wedatama” karya Mangkunegoro IV yang disebutnya sebagai etos “mesu budi”. Etos ini

merupakan suatu ajakan untuk mementingkan penampilan yang bermutu baik lahir, maupun batin,

atau kalau dalam bahasa modern disebut juga etos intelektual.

Kemudian, etos intelektual inilah yang mendorong masyarakat untuk terus berkarya

dan terus menciptakan hal-hal baru guna meningkatkan kemakmuran hidupnya, sehingga

masyarakat tersebut menjadi masyarakat yang modern. Sedangkan proses menjadi

masyarakat yang modern disebut dengan istilah Modernisasi. Jadi dengan kata lain,

modernisasi ialah suatu proses transformasi total, suatu perubahan masyarakat dalam segala

aspeknya.

B. Faktor-faktor yang Mendorong Perubahan Masyarakat Menjadi

Masyarakat yang Modern

1. perkembangan ilmu 2. perkembangan teknologi 3. perkembangan industri 4. perkembangan ekonomi

C. Gejala-gejala Modernisasi

1. Bidang IPTEK

Gejala Modernisasi di bidang IPTEK ditandai dengan adanya penemuan dan pembaharuan

unsur teknologi baru yang dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat.

2. Bidang Ekonomi

Gejala Modernisasi di bidang Ekonomi ialah meningkatnya produktivitas ekonomi dan

efisiensi sumber daya yang tersedia, serta pemeanfaatan SDA yang memperhatikan

kelestarian alam sekitar.

3. Bidang Politik dan Idiologi

Pada bidang ini, gejala modern ditandai dengan adanya system pemerintahan perwakilan

yang demokratis, pemerintah yang diawasi dan dibatasi kekuasaanya, dihormati hak-hak

asasinya serta dijaminnya hak-hak sosial.

4. Bidang Agama dan Kepercayaan

Gejala Modernisasi di bidang Agama dan Kepercayaan ditandai dengan adanya

pengembangan nalar (rasio) dan kebahagiaan kebendaan (materi), yang pada akhirnya akan

menimbulkan paham sekularisasi dan sekularisme.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Masyarakat Modern

Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi

nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban masa kini. Pada umumnya masyarakat

modern tinggal di daerah perkotaan, sehingga disebut masyarakat kota. Namun tidak semua

masyarakat kota tidak dapat disebut masyarakat modern,sebab orang kota tidak memiliki orientasi

ke masa kini, misalnya gelandangan.

B. Ciri-ciri Masyarakat Modern

1. Hubungan antar manusia terutama didasarkan atas kepentingan-kepentingan pribadi.

2. Hubungan dengan masyarakat lain dilakukan secara terbuka dengan suasana yang saling

memepengaruhi

3. Keprcayaan yang kuat akan Ilmu Pengetahuan Teknologi sebagai sarana untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat

4. Masyarakatnya tergolong ke dalam macam-macam profesiyang dapat dipelajari dan

ditingkatkan dalam lembaga pendidikan, keterampilan dan kejuruan

5. Tingkat pendidikan formal pada umumnya tinggi dan merata.

6. Hukum yang berlaku adalah hukum tertulis yang sangat kompleks

7. Ekonomi hamper seluruhnya merupakan ekonomi pasar yang didasarkanatas penggunaan

uangdan alat-alat pembayaran lain.

C. Masyarakat Modern dilihat dari berbagai Aspek

Aspek Mental Manusia :

1. Cenderung didasarkan pada pola pikirserta pola perilaku rasionalatau logis, dengan

cirri-cirimenghargai karya orang lain, menghargai waktu, menghargai mutu,

berpikir kreatif, efisien, produktif percaya pada diri sendiri, disiplin, dan

bertanggung jawab.

2. Memiliki sifat keterbukaan, yaitu dapat menerima pandangan dan gagasan orang

lain.

Aspek Teknologi :

1. Teknologi merupakan factor utama untuk menunjang kehidupan kearah kemajuan

atau modernisasi.

2. Sebagai hasil ilmu pengetahuan dengan kemampuan produksi dan efisiensi yang

tinggi.

Aspek Pranata Sosial :

I. Pranata Agama :

Relatif kurang terasa dan tampak dalam kehidupan sehari-hari, diaibatkan karena

sekularisme

II. Pranata Ekonomi :

1. Bertumpu pada sektor Indusri Pembagian kerja yang lebih tegas dan memiliki

batas-batas yang nyata.

2. Pembagian kerja berdasarkan usia dan jenis kelamin kurang terlihat.

3. Kesamaan kesempatan kerja antar priadan wanita sangat tinggi.

4. Kurang mengenal gotong-royong.

5. Diobedakan menjadi tiga fungsi, yaitu: produksi distribusi, dan konsumsi.

6. Hampir semua kebutuhan hidupmasyarakat diperoleh melalui pasar dengan

menggunakan uang sebagai alat tukar yang sah.

III. Pranata Keluarga :

1. Ikatan kekeluargaan sudah mulai lemahdan longgar, karena cara hidup yang

cenderung inidividualis.

2. Rasa solidaritas berdasarkan kekerabatan umumnya sudah mulai menipis.

IV. Pranata Pendidikan :

Tersedianya fasilitas pendidikan formal mulai dari tingkat rendah hingga tinggi,

disamping pendidikan keterampilan khusus lainnya.

V. Pranata Politik :

Adanya pertumbuhan dan berkembangnya kesadaran berpolitik sebagai wujud

demokratisasi masyarakat.

D. Gambaran Umum Kehidupan Masyarakat Modern

Pada kehidupan masyarakat modern, kerja merupakan bentuk eksploitasi kepada diri,

sehingga mempengaruhi pola ibadah, makan, dan pola hubungan pribadi dengan keluarga.

Sehingga dalam kebudayaan industri dan birokrasi modern pada umumnya, dipersonalisasi

menjadi pemandangan sehari-hari. Masyarakat modern mudah stres dan muncul penyakit-penyakit

baru yang berkaitan dengan perubahan pola makanan dan pola kerja.

Yang terjadi kemudian adalah dehumanisasi dan alienasi atau keterasingan, karena dipacu

oleh semangat kerja yang tinggi untuk menumpuk modal. Berger menyebutnya sebagai “lonely

crowd” karena pribadi menemukan dirinya amat kuat dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam

kebudayaan industrialisasi, terus terjadi krisis. Pertama, kosmos yang nyaman berubah makna

karena otonomisasi dan sekularisasi sehingga rasa aman lenyap. Kedua masyarakat yang nyaman

dirobek-robek karena individu mendesakkan diri kepada pusat semesta, ketiga nilai kebersamaan

goyah, keempat birokrasi dan waktu menggantikan tokoh mistis dan waktu mitologi.

Para penganut paham pascamodern seperti Lyotard pernah mengemukakan perlunya suatu

jaminan meta-sosial, yang dengannya hidup kita dijamin lebih merdeka, bahagia, dan sebagainya.

Khotbah agung-nya (metanarasi) ini mengutamakan perlunya new sensibility bagi masyarakat yang

terjebak dalam gejala dehumanisasi budaya modern.

Kebiasaan dari masyarakat modern adalah mencari hal-hal mudah, sehingga penggabungan

nilai-nilai lama dengan kebudayaan birokrasi modern diarahkan untuk kenikmatan pribadi. Sehingga,

munculah praktek-peraktek kotor seperti nepotisme, korupsi, yang menyebabkan penampilan mutu

yang amat rendah.

E. Kebudayaan Modern

Proses akulturasi di Negara-negara berkembang tampaknya beralir secara simpang siur,

dipercepat oleh usul-usul radikal, dihambat oleh aliran kolot, tersesat dalam ideologi-ideologi, tetapi

pada dasarnya dilihat arah induk yang lurus: ”the things of humanity all humanity enjoys”.

Terdapatlah arus pokok yang dengan spontan menerima unsur-unsur kebudayaan internasional yang

jelas menguntungkan secara positif.

Akan tetapi pada refleksi dan dalam usaha merumuskannya kerap kali timbul reaksi, karena

kategori berpikir belum mendamaikan diri dengan suasana baru atau penataran asing. Taraf-taraf

akulturasi dengan kebudayaan Barat pada permulaan masih dapat diperbedakan, kemudian menjadi

overlapping satu kepada yang lain sampai pluralitas, taraf, tingkat dan aliran timbul yang serentak.

Kebudayaan Barat mempengaruhi masyarakat Indonesia, lapis demi lapis, makin lama makin luas lagi

dalam (Bakker; 1984).

Apakah kebudayaan Barat modern semua buruk dan akan mengerogoti Kebudayaan

Nasional yang telah ada? Oleh karena itu, kita perlu merumuskan definisi yang jelas tentang

Kebudayaan Barat Modern. Menurut para ahli kebudayaan modern dibedakan menjadi tiga macam

yaitu:

a. Kebudayaan Teknologi Modern

Pertama kita harus membedakan antara Kebudayan Barat Modern dan Kebudayaan

Teknologis Modern. Kebudayaan Teknologis Modern merupakan anak Kebudayaan Barat.

Akan tetapi, meskipun Kebudayaan Teknologis Modern jelas sekali ikut menentukan wujud

Kebudayaan Barat, anak itu sudah menjadi dewasa dan sekarang memperoleh semakin banyak

masukan non-Barat, misalnya dari Jepang.

Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan sesuatu yang kompleks. Penyataan-

penyataan simplistik, begitu pula penilaian-penilaian hitam putih hanya akan menunjukkan

kekurangcanggihan pikiran. Kebudayaan itu kelihatan bukan hanya dalam sains dan teknologi,

melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains dan teknologi dalam

hidup masyarakat: media komunikasi, sarana mobilitas fisik dan angkutan, segala macam

peralatan rumah tangga serta persenjataan modern. Hampir semua produk kebutuhan hidup

sehari-hari sudah melibatkan teknologi modern dalam pembuatannya.

Kebudayaan Teknologis Modern itu kontradiktif. Dalam arti tertentu dia bebas nilai,

netral. Bisa dipakai atau tidak. Pemakaiannya tidak mempunyai implikasi ideologis atau

keagamaan. Seorang Sekularis dan Ateis, Kristen Liberal, Budhis, Islam Modernis atau Islam

Fundamentalis, bahkan segala macam aliran New Age dan para normal dapat dan mau

memakainya, tanpa mengkompromikan keyakinan atau kepercayaan mereka masing-masing.

Kebudayaan Teknologis Modern secara mencolok bersifat instumental.

b. Kebudayaan Modern Tiruan

Dari kebudayaan Teknologis Modern perlu dibedakan sesuatu yang mau saya sebut

sebagai Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan Modern Tiruan itu terwujud dalam

lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan kemodernan,

tetapi sebenarnya hanya mencakup pemilikan simbol-simbol lahiriah saja, misalnya

kebudayaan lapangan terbang internasional, kebudayaan supermarket (mall), dan kebudayaan

Kentucky Fried Chicken (KFC).

Di lapangan terbang internasional orang dikelilingi oleh hasil teknologi tinggi, ia

bergerak dalam dunia buatan: tangga berjalan, duty free shop dengan tawaran hal-hal yang

kelihatan mentereng dan modern, meskipun sebenarnya tidak dibutuhkan, suasana non-real

kabin pesawat terbang; semuanya artifisial, semuanya di seluruh dunia sama, tak ada

hubungan batin.

Kebudayaan Modern Tiruan hidup dari ilusi, bahwa asal orang bersentuhan dengan

hasil-hasil teknologi modern, ia menjadi manusia modern. Padahal dunia artifisial itu tidak

menyumbangkan sesuatu apapun terhadap identitas kita. Identitas kita malahan semakin

kosong karena kita semakin membiarkan diri dikemudikan. Selera kita, kelakuan kita, pilihan

pakaian, rasa kagum dan penilaian kita semakin dimanipulasi, semakin kita tidak memiliki diri

sendiri. Itulah sebabnya kebudayaan ini tidak nyata, melainkan tiruan, blasteran.

Anak Kebudayaan Modern Tiruan ini adalah Konsumerisme: orang ketagihan membeli,

bukan karena ia membutuhkan, atau ingin menikmati apa yang dibeli, melainkan demi

membelinya sendiri. Kebudayaan Modern Blateran ini, bahkan membuat kita kehilangan

kemampuan untuk menikmati sesuatu dengan sungguh-sungguh. Konsumerisme berarti kita

ingin memiliki sesuatu, akan tetapi kita semakin tidak mampu lagi menikmatinya. Orang

makan di KFC bukan karena ayam di situ lebih enak rasanya, melainkan karena fast food

dianggap gayanya manusia yang trendy, dan trendy adalah modern.

c. Kebudayaan-Kebudayaan Barat

Kita keliru apabila budaya blastern kita samakan dengan Kebudayaan Barat Modern.

Kebudayaan Blastern itu memang produk Kebudayaan Barat, tetapi bukan hatinya, bukan

pusatnya dan bukan kunci vitalitasnya. Ia mengancam Kebudayaan Barat, seperti ia

mengancam identitas kebudayaan lain, akan tetapi ia belum mencaploknya. Italia, Perancis,

spayol, Jerman, bahkan barangkali juga Amerika Serikat masih mempertahankan kebudayaan

khas mereka masing-masing. Meskipun di mana-mana orang minum Coca Cola, kebudayaan

itu belum menjadi Kebudayaan Coca Cola.

Orang yang sekadar tersenggol sedikit dengan kebudayaan Barat palsu itu, dengan

demikian belum mesti menjadi orang modern. Ia juga belum akan mengerti bagaimana orang

Barat menilai, apa cita-citanya tentang pergaulan, apa selera estetik dan cita rasanya, apakah

keyakinan-keyakinan moral dan religiusnya, apakah paham tanggung jawabnya (Suseno;

1992).

F. Tantangan Kebudayaan Masyarakat Modern

1. Kebudayaan Modern Tiruan

Tantangan yang sungguh-sungguh mengancam kita adalah Kebudayaan Modern Tiruan. Dia

mengancam justru karena tidak sejati, tidak substansial. Yang ditawarkan adalah semu. Kebudayaan

itu membuat kita menjadi manusia plastik, manusia tanpa kepribadian, manusia terasing, manusia

kosong, manusia latah.

Kebudayaan Blasteran Modern bagaikan drakula: ia mentereng, mempunyai daya tarik luar

biasa, ia lama kelamaan meyedot pandangan asli kita tentang nilai, tentang dasar harga diri, tentang

status. Ia menawarkan kemewahan-kemewahan yang dulu bahkan tidak dapat kita impikan. Ia

menjanjikan kepenuhan hidup, kemantapan diri, asal kita mau berhenti berpikir sendiri, berhenti

membuat kita kehilangan penilaian kita sendiri. Akhirnya kita kehabisan darah , kehabisan identitas.

Kebudayaan modern tiruan membuat kita lepas dari kebudayaan tradisional kita sendiri, sekaligus

juga tidak menyentuh kebudayaan teknologis modern sungguhan (Suseno;1992)

2. Bagaimana Memberi Makan, Sandang, dan Rumah

Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa, budaya adalah perjuangan manusia dalam

mengatasi masalah alam dan zaman. Permasalahan yang paling mendasar bagi manusia adalah

masalah makan, pakaian dan perumahan. Ketika orang kekurangan gizi bagaimana ia akan mendapat

orang yang cerdas. Ketika kebutuhan pokok saja tidak terpenuhi bagaimana orang akan berpikir

maju dan menciptakan teknologi yang hebat. Jangankan untuk itu, permasalahan pemenuhan

kebutuhan kita sangat mempengaruhi pola hubungan di antara manusia. Orang rela mencuri bahkan

membunuh agar ia bisa makan sesuap nasi. Sehingga, kelalaian dalam hal ini bukan hanya

berdampak pada kemiskinan, kelaparan, kematian, akan tetapi akan berpengaruh dalam tatanan

budaya-sosial masyarakat.

3. Masalah Pendidikan yang Tepat

Pendidikan masih menjadi permasalahan yang menjadi perhatian serius jika bangsa ini ingin

dipandang dalam percaturan dunia. Ada fenomena yang menarik terkait dengan hal ini, yaitu

mengenai kolaborasi kebudayaan dengan pendidikan, dalam artian bagaimana sistem pendidikan

yang ada mengintrinsikkan kebudayaan di dalamnya. Dimana ada suatu kebudayaan yang menjadi

spirit dari sistem pendidikan yang kita terapkan.

4. Mengejar Kemajuan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Problem ini beranjak ketika kita sampai saat ini masih menjadi konsumen atas produk-produk

teknologi dari negara luar. Situasi keilmiahan kita belum berkembang dengan baik dan belum

didukung oleh iklim yang kondusif bagi para ilmuan untuk melakukan penelitian dan penciptaan

produk-produk, teknologi baru. Jika kita tetap mengandalkan impor produk dari luar negeri, maka

kita akan terus terbelakang. Oleh karena itu, hal ini tantangan bagi kita untuk mengejar

ketertinggalan iptek dari negara-negara maju.

5. Kondisi Alam Global

Beberapa waktu yang lalu di halaman depan harian Kompas tanggal 12 April 2007, ada berita

menarik mengenai keadaan bumi hari ini, ’Pemanasan Global, Jutaan Orang akan Teracam”.

Pemanasan global akan memberi dampak negatif yang nyata bagi kehidupan ratusan juta warga di

dunia. Demikianlah antara lain isi laporan kedua PBB yang sudah dipublikasikan tahun 2007. Laporan

pertama berisikan bukti ilmiah perubahan iklim, sedangkan laporan ketiga akan membeberkan

tindakan untuk menanganinya.

Laporan para pakar yang tergabung dalam Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC)

dibeberkan dalam jumpa pers secara serentak di berbagai belahan dunia, Selasa (10/04/2007).

Laporan setebal 1.572 halaman itu ditulis dan dikaji 441 anggota IPCC.

Salah satu dampak pemanasan global adalah meningkatnya suhu permukaan bumi

sepanjang lima tahun mendatang. Hal itu akan mengakibatkan gunung es di Amerika Latin mencair.

Dampak lanjutannya adalah kegagalan panen, yang hingga tahun 2050 mengakibatkan 130 juta

penduduk dunia, terutama di Asia, kelaparan. Pertanian gandum di Afrika juga akan mengalami hal

yang sama.

Laporan itu menggarisbawahi dampak pemanasan global berupa meningkatnya permukaan

laut, lenyapnya beberapa spesies dan bencana nasional yang makin meningkat. Disebutkan, 30%

garis pantai di dunia akan lenyap pada 2080. Lapisan es di kutub mencair hingga terjadi aliran air di

kutub utara. Hal itu akan mengakibatkan terusan Panama terbenam.

Naiknya suhu memicu topan yang lebih dasyat hingga mempengaruhi wilayah pantai yang

selama ini aman dari gangguan badai. Banyak tempat yang kini kering makin kering, sebaliknya

berbagai tempat basah akan semakin basah. Kesenjangan distribusi air secara alami ini akan

berpotensi meningkatkan ketegangan dalam pemanfaaatan air untuk kepentingan industri,

pertanian dan penduduk.

Asia menjadi bagian dari bumi yang akan paling parah. Perubahan iklim yang tak terdeteksi

akan menjadi bencana lingkungan dan ekonomi, dan buntutnya adalah tragedi kemanusiaan.

Laporan itu mengingatkan, setiap kenaikan suhu udara 2 derajat celsius, antara lain akan

menurunkan produksi pertanian di Cina dan Bangladesh hingga 30 persen hingga 2050. Kelangkaan

air meningkat di India seiring dengan menurunya lapisan es di Pegunungan Himalaya. Sekitar 100

juta warga pesisir di Asia pemukimannya tergenang karena peningkatan permukaan laut setinggi

antara 1 milimeter hingga 3 milimeter setiap tahun. Saat ini, pemanasan global sudah terasa dengan

terjadinya kematian dan punahnya spesies di Afrika dan Asia

G. Dampak Negatif dari Budaya Masyarakat Modern

1. Penyalahgunaan media teknologi sebagai sarana pencarian hal-hal yang tidak ada

hubungannya dengan ilmu pengetahuan.

2. Timbulnya praktek-peraktek curang dalam dunia kerja seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.

3. Sekularisasi adalah sebuah proses pemisahan institusi-institusi dan simbol-simbol politis dari

initusi-institusi dan simbol-simbol religius. Kebijakan-kebijakan Negara yang mengatur

sebuah masyarakat tidak lagi didasarkan pada norma-norma agama, melainkan pada asas-asas

non-religius, seperti: etika dan pragmatisme politik. Kelahiran Negara nasional dan Negara

konstitusional di zaman modern menandai proses ini. Konstitusi Negara modern tidak lagi

didasarkan pada doktrin-doktrin religius, seperti pada Negara-negara tradisional di Eropa

abad pertengahan, melainkan pada prosedur-prosedur birokratis rasional yang mengakui

kesamaan hak dan kebebasan setiap warganegara. Mengapa masyarakat modern menempuh

jalan sekularisasi? Karena (1) Otoritas politis tidak merasa cukup dengan wewenangnya atas

wilayah publik dan ingin juga memberikan regulasi dalam ruang privat seperti yang

dilakukan oleh otoritas religius; dan (2) pikiran kritis dicurigai sebagai unsur ‘subversif’ yang

melemahkan kepatuhan kepada otoritas. Sekularisasi adalah upaya memberi batas-batas di

antara kedua bidang itu dengan memandang keduanya otonom, yakni yang satu tidak dapat

direduksi kepada yang lain. Dengan sekularisasi, urusan-urusan religius dianggap beroperasi

di dalam ruang privat, tercakup dalam kebebasan subjektif individu untuk menemukan jalan

hidupnya. Efek positif sekularisasi adalah toleransi agama, sebab doktrin-doktrin dan nilai-

nilai religius tidak lagi dikalkulasi di dalam politik.

Kita berbicara tentang sekularisme jika kita memusatkan perhatian kita pada efek negatif

sekularisasi. Sekularisasi dapat mendorong pada ekstrem atau ekses, yakni suatu sikap

berlebih-lebihan untuk menyingkirkan segala alasan, motif atau dimensi religius sebagai

omong kosong. Pandangan-pandangan seperti ateisme, materialisme dan saintisme

merupakan berbagai aspek dalam sekularisme. Sekularisme dalam arti ini bukanlah sebuah

proses sosial-epistemologis, melainkan sebuah ideologi dengan kesempitan berpikir yang

tidak dapat mentoleransi eksistensi agama di dalam masyarakat majemuk. Jika agama

menghasilkan fundamentalisme religius, proses sekularisasi juga dapat menghasilkan suatu

fundamentalisme tertentu, yakni fundamentalisme profane. Itulah sekularisme.

Jadi, di sini kita dapat mengatakan bahwa sekularisasi adalah proses yang wajar di dalam

modernisasi, karena pemisahan antara agama dan Negara memang diperlukan untuk

memungkinkan kebebasan dan keadilan dalam masyarakat majemuk, namun sekularisme

harus diwaspadai. Untuk masyarakat kita yang cenderung religius, sekularisme bukanlah

ancaman real; fundamentalisme agamalah yang merupakan ancaman real bagi kemajemukan.

Yang sebaliknya juga harus dikatakan: Sekularisme bukanlah solusi untuk masalah

kemajemukan, sebab sekularisme adalah bentuk intoleransi terhadap agama manaupun yang

merupakan anggota masyarakat majemuk. Yang dibutuhkan masyarakat kita adalah tingkat

sekularisasi tertentu (baik secara structural maupun kultural) agar dapat bersikap “fair”

terhadap kemajemukan orientasi nilai di dalam masyarakat kita. Kebijakan-kebijakan politis

yang berorientasi agama tertentu, misalnya, tidak dapat begitu saja dijadikan norma publik

untuk mengatur keseluruhan masyarakat, karena akan bersikap tidak fair terhadap kelompok-

kelompok lain bahkan dalam agama yang sama.

4. Liberalisme adalah ideologi modern, karena ia muncul bersamaan dengan modernisasi dan

segala pertentangan ideologis dalam masyarakat modern tak lain daripada pertentangan

dengan liberalisme, sehingga cerita tentang modernitas tak kurang daripada cerita tentang

liberalisme dan para lawannya. Dalam arti ini, liberalisme sangat sensitif terhadap

kolektivisme dan absolutisme kekuasaan. Ekonomi tidak dapat tumbuh jika terus diintervensi

Negara, maka liberalisme sejak awal mendukung ekonomi pasar bebas. Di dalam pasar orang

tidak bertransaksi dengan membeda-bedakan latar-belakang agama dan kebudayaan. Yang

penting transaksi itu fair. Dengan kata lain, di dalam transaksi orang melihat agama partner

transaksinya sebagai urusan privatnya yang tidak relevan untuk proses pertukaran dalam

pasar. Pola transaksi yang melihat agama sebagai persoalan privat yang tidak relevan untuk

proses pertukaran itu oleh liberalisme diaplikasikan di dalam hubungan yang lebih luas, yaitu

di dalam Negara modern. Liberalisme ekonomi mengandung bahaya tertentu, yaitu

intoleransi terhadap mereka yang dimarginalisasikan secara ekonomis oleh mekanisme pasar

bebas itu. Namun liberalisme yang berkaitan dengan pendirian intelektual dan sikap-sikap

politis justru membantu sebuah masyarakat untuk toleran terhadap kemajemukan. Jika

Negara berkonsentrasi pada the problem of justice dan tidak mengintervensi the problem of

good life yang adalah kewenangan kelompok-kelompok dalam masyarakat itu, Negara akan

menjadi milik bersama kelompok-kelompok sosial itu dan tidak bersikap diskriminatif.

Negara liberal berupaya bersikap netral terhadap agama-agama di dalamnya, dan ini justru

mendukung kebebasan individu. Di sini liberalisme dapat juga dilihat sebagai hasil dari

sekularisasi yang tidak secara mutlak perlu bermuara pada sekularisme. Artinya, suatu

Negara liberal tidak harus sekularistis, yakni ingin menyingkirkan agama di dalamnya.

Negara liberal juga bisa memiliki respek terhadap agama, namun regulasi-regulasinya tetap

sekular. Ia bersikap netral dari agama, namun memberi infrastruktur yang adil bagi agama-

agama untuk berkembang, sebab para anggota agama-agama itu adalah juga warganegaranya.

5. Pluralisme adalah sebuah pandangan yang beroperasi di dalam kebudayaan dalam bentuk

sikap-sikap yang menerima kemajemukan orientasi-orientasi nilai di dalam masyarakat

modern. Dasar pluralisme adalah the fact of plurality, yakni suatu kenyataan bahwa jika

sebuah masyarakat mengalami modernisasi, masyarakat itu mengalami pluralisasi nilai di

dalam dirinya. Pluralitas tidak serta merta memunculkan pluralisme, karena tidak semua

orang setuju pluralitas. Kaum konservatif dan rmonatis, misalnya, akan meratapi pluralitas

sebagai sindrom disintegrasi sosial dan moral. Namun ada kelompok-kelompok yang

menerima pluralitas sebagai kenyataan hidup bersama dan mencoba hidup bersama secara

toleran. Kelompok-kelompok ini bisa berasal dari kalangan agama, cendikia, politikus atau

budayawan. Pandangan yang menerima pluralitas sebagai realitas hidup bersama dan

mencoba mengembangkan sarana-sarana moral dan intelektual untuk membuka ruang

kebebasan dan toleransi bagi aneka orientasi nilai etnis, religius ataupun poltis di dalam

mayarakat modern itu kita sebut pluralisme.

Jika kita menilik ke belakang, ke dalam sejarah agama-agama itu, kita tidak dapat

memisahkan agama dari kebudayaan. Setiap agama “tertanam” dan tumbuh dalam konteks

kebudayaan dan juga sejarahnya, maka pluralitas juga menandai sejarah setiap agama. Tidak

ada hanya satu Kristen, satu Hindhu, satu Islam atau satu Budhisme, karena di tiap

kebudayaan berkembang cara-cara dan simbol-simbol spesifik dalam menghayati Tuhan.

Simbol-simbol itu bahkan ‘dipinjam’ dari konteks kebudayaan tertentu, misalnya, Jawa,

Romawi, India atau Arab. Namun tak semua kelompok agama mau bersikap fair terhadap

fakta pluralitas di dalam agama-agama ini. Kelompok-kelompok macam ini – di antara

mereka konservatif garis keras – terobsesi pada sebuah fiksi bahwa agama mereka itu

homogen dan murni dari unsur-unsur kebudayaan. Fiksi itu sudah barang tentu berbahaya

sekali karena menjadi intoleran terhadap kemajemukan kebudayaan dan agama.  Kelompok-

kelompok agama yang menerima fakta kemajemukan bahkan di dalam agama mereka sendiri

serta mencoba mengembangkan sebuah teologi pluralis sering dicurigai sebagai  sesuatu yang

morongrong integritas iman, padahal mereka ini bisa saja justru mendorong cara-cara

beriman yang dewasa dan terbuka terhadap perubahan dan perbedaan di dalam masyarakat

modern.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Perubahan sosial mendorong munculnya semangat-semangat untuk menciptakan produk

baru , sehinnga terjadilah revolusi industri, dan kemunculan semangat asketisme intelektual.

Kemudian, asketisme intelektual menimbulkan etos intelektual, dan inilah yang mendorong

masyarakat untuk terus berkarya dan terus menciptakan hal-hal baru guna meningkatkan

kemakmuran hidupnya, sehingga masyarakat tersebut menjadi masyarakat yang modern. Sedangkan

proses menjadi masyarakat yang modern disebut dengan istilah Modernisasi.

I. Pengertian Masyarakat Modern

Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi

nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban masa kini.

II. Faktor-faktor yang Mendorong Perubahan Masyarakat Menjadi

Masyarakat yang Modern

1. perkembangan ilmu

2. perkembangan teknologi

3. perkembangan industri

4. perkembangan ekonomi

III. Gejala-gejala Modernisasi

1. adanya penemuan dan pembaharuan unsur teknologi baru yang dapat meningkatkan

kemakmuran masyarakat.

2. meningkatnya produktivitas ekonomi dan efisiensi sumber daya yang tersedia, serta

pemeanfaatan SDA yang memperhatikan kelestarian alam sekitar.

3. adanya system pemerintahan perwakilan yang demokratis, pemerintah yang

diawasi dan dibatasi kekuasaanya, dihormati hak-hak asasinya serta dijaminnya

hak-hak sosial.

4. adanya pengembangan nalar (rasio) dan kebahagiaan kebendaan (materi), yang

pada akhirnya akan menimbulkan paham sekularisasi dan sekularisme.

IV. Ciri-ciri Masyarakat Modern

1. Hubungan antar manusia terutama didasarkan atas kepentingan-kepentingan

pribadi.

2. Hubungan dengan masyarakat lain dilakukan secara terbuka dengan suasana yang

saling memepengaruhi

3. Keprcayaan yang kuat akan Ilmu Pengetahuan Teknologi sebagai sarana untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat

4. Masyarakatnya tergolong ke dalam macam-macam profesiyang dapat dipelajari dan

ditingkatkan dalam lembaga pendidikan, keterampilan dan kejuruan

5. Tingkat pendidikan formal pada umumnya tinggi dan merata.

6. Hukum yang berlaku adalah hukum tertulis yang sangat kompleks

7. Ekonomi hamper seluruhnya merupakan ekonomi pasar yang didasarkanatas

penggunaan uangdan alat-alat pembayaran lain.

V. Kebudayaan Modern

1. Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan suatu kebudayaan bukan hanya dalam sains

dan teknologi, melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains

dan teknologi dalam hidup masyarakat: media komunikasi, sarana mobilitas fisik dan

angkutan, segala macam peralatan rumah tangga serta persenjataan modern.

2. Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan Modern Tiruan itu terwujud dalam lingkungan

yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi

sebenarnya hanya mencakup pemilikan simbol-simbol lahiriah saja

3. Kebudayaan-Kebudayaan Barat

VI. Tantangan Kebudayaan Masyarakat Modern

1. Kebudayaan Modern Tiruan

2. Bagaimana Memberi Makan, Sandang, dan Rumah

3. Masalah Pendidikan yang Tepat

4. Mengejar Kemajuan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

5. Kondisi Alam Global

VII. Dampak Negatif dari Budaya Masyarakat Modern

1. Penyalahgunaan media teknologi

2. Timbulnya praktek-peraktek curang

3. Sekularisasi

4. Liberalisme

5. Pluralisme

B. Saran

Sebaiknya kita sebagai masyarakat modern tidak harus menyerap semua budaya

modernisasi, agar tidak terjadi dampak-dampak negative dalam kehidupan kita sebagai masyarakat

yang modern.

Daftar Pustaka

Bakker, JWM. 1999. Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.

Davis, Kingsley. 1960. Human Society The Macmillan Company. New York.

Dewantara, Ki Hajar. 1994. Kebudayaan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa..

Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta

Sarjono. Agus R (Editor). 1999. Pembebasan Budaya-Budaya Kita. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers

Soemardjan, S dan Breazeale, K. 1993. Cultural Change in Rural Indonesia; Impact of Village

Development. Honolulu: UNS-YISS-East West Center.

Sorokin, Pitirim A. 1957. Social and Cultural Dynamics. Boston: Sargent.