makalah pengantar ekonomi
DESCRIPTION
PERKEMBANGAN PERIKANAN DI ZAMAN MODERNTRANSCRIPT
Tugas :
Pengantar Ekonomi Perikanan
Perkembangan Perikanan di Zaman Modern
OLEH
SAHRUL ASMI21306010
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KENDARI
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan
dan pemanfaatan sumberdaya hayati perairan. Sumberdaya hayati perairan tidak
dibatasi secara tegas dan pada umumnya mencakup penghuni perairan dan wilayah
yang berdekatan, serta lingkungannya.
Umumnya, perikanan dimaksudkan untuk kepentingan penyediaan bagi
manusia. Selain itu, tujuan lain dari perikanan meliputi olahraga, rekreasi,
pemancingan ikan, dan mungkin juga untuk tujuan membuat perhiasan atau
mengambil minyak ikan.
Perikanan memegang peranan sangat penting dalam peradaban manusia dari
zaman prasejarah hingga zaman modern
Perikanan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah peradaban
manusia dari sejak zaman prasejarah, zaman batu (stone age), hingga zaman modern
sekarang ini. Bahkan sejak zaman manusia purba (Homo Erectus dan
Australophiticus) ikan telah menjadi menu makanan manusia-manusia purba tersebut
(Zugarramurdi et al, 1995). Bukti-bukti arkeolog juga membuktikan bahwa homo
sapiens telah memanfaatkan sumber daya ikan sejak 380.000 tahun yang lalu
(Stewart, 1994). Di zaman batu, sekitar 5000 tahun yang lalu, penemuan arkeologi di
gua Skipshelleren, norwegia menemukan adanya “desa nelayan” pertama kali dimana
perikanan menjadi aktifitas masyarakat setempat untuk memanfaatkan ikan sebagai
sumber pangan.
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah definisi
perikanan dan perkembangan perikanan di zaman modern serta masalah perikanan di
zaman modern.
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengatahui perkembangan
perikanan di zaman modern serta masalah perikanan yang timbul di zaman modern.
D. Manfaat
Dengan mengetahui perkembangan perikanan di zaman modern serta masalah
perikanan yang ada dizaman modern diharapkan agar kita dapat lebih memahami
masalah-masalah perikanan yang kemudian timbul dizaman modern kemudian
menarik kesimpulan tentang masalah-masalah perikanan dizaman modern.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Perikanan
Secara umum, Merriam-Webster Dictionary mendefinisikan perikanan
sebagai kegiatan industry atau musim pemanenan ikan atau hewan laut lainnya.
Definisi yang hampir serupa juga ditemukan di Encyclopedia Brittanica yang
mendefinisikan perikanan sebagai pemanenan ikan, kerang-kerangan (shellfish) dan
mamalia laut. Sementara Hempel dan Pauly (2004) mendefiniskan perikanan sebagai
kegiatan eksploitasi sumber daya hayati dari laut (Hempel dan pauly, 2004). Definisi
di atas memang membatasi pada perikanan laut karena perikanan memang semula
berasal dari kegiatan hunting (berburu) yang harus dibedakan dari kegiatan farming
seperti budi daya. Dalam artian yang lebih luas, perikanan tidak saja diartikan
aktivitas menangkap ikan (termasuk hewan invertebrata lainnya sepertifinfish atau
ikan bersirip) namun juga termasuk kegiatan mengumpulkan kerang-kerangan,
rumput laut dan sumber daya hayati lainnya dalam suatu wilayah geografis tertentu.
Definisi yang lebih luas diberikan oleh Lackey (2005) yang mengartikan
perikanan sebagai suatu sistem yang terdiri dari tiga komponen yakni biota perairan,
habitat biota, dan manusia sebagai pengguna sumber daya tersebut. Setiap komponen
tersebut akan mempengaruhi performa perikanan. Lackey (2005) kemudian membagi
perikanan ke dalam berbagai kelompok atau tipe berdasarkan beberapa sifat antara
lain:
1. Jenis lingkungan: contoh, perikanan air tawar, danau, laut, sungai, bendungan.
2. Metode pemanenan: contoh, perikanan trawl, purse seine, dip net, dsb
3. Jenis akses yang diizinkan: contoh, perikanan akses terbuka (open access),
perikanan open access dengan regulasi, perikanan dengan akses terbatas.
4. Concern organisme, contoh: perikanan salmon, udang, tuna, kepiting.
5. Berdasarkan tujuan penangkapan: perikanan komersial, sub-sisten, perikanan
rekreasi.
6. Derajat kealaman dari hewan target: total dari alam, semi budi daya, atau total
budi daya.
Dalam konteks bahasan perikanan sehari-hari baik tatanan praktis maupun
ilmiah, definisi Lackey barangkali yang lebih umum digunakan karena cakupan yang
lebih luas daripada definisi yang lain. Lebih jauh Lackey (2005) memperkirakan
bahwa saat ini kegiatan perikanan telah melibatkan lebih dari 4000 spesies hewan
perairan dengan dominasi jenis-jenis ikan yang bernilai ekonomi tinggi seperti tuna,
udang, salmon, cod, dan crabs (khususnya di perairan Alaska).
Definisi di atas tentu saja sebatas definisi ilmiah yang berlaku secara umum.
Dalam konteks legal, Indonesia mengartikan perikanan melalui pengertian yang
dituangkan dalam aturan perundang-undangan. Undang-Undang No 31 Tahun 2004
tentang perikanan yang diubah dalam UU No 45/2009 mendefinisikan perikanan
sebagai:
“semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai
dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan..”
(UU 31/2004 Bab l pasal 1 ayat 1).
B. Perkembangan Perikanan di Zaman Modern
Pada abad modern ini, kegiatan perikanan semakin merambah dari sekedar
urusan ekonomi lokal menjadi kegiatan ekonomi global yang menghasilkan miliaran
dollar dari perdagangan dunia. Sebagi contoh, pada tahun 1950an nilai perdagangan
global dari produk perikanan sudah mencapai US$ 15 miliar. Nilai ini kemudian
meningkat lebih dari lima kali lipat menjadi US$ 86 miliar pada tahun 2006 (FAO,
2009). Secara riil (setelah disesuaikan dengan inflasi) nilai perdagangan ini
meningkat sebesar 32,1 % pada periode tahun 2000-2006. Perikanan Indonesia
sendiri pada kurun periode yang sama meraup devisa sebesar US$ 2,10 miliar dari
ekspor hasil perikanan (DKP, 2007). Pada tahun 2006 ini pula nilai perikanan
(landing value) mencapai US$ 170 miliar yang terdiri dari US$ 91 miliar dari
perikanan tangkap dan US$ 79 miliar dari budidaya (FAO, 2008). Selain itu, kegiatan
perikanan kini telah menjadi sumber “energy” bagi pertumbuhan ekonomi di
bebarapa Negara. Hal ini ditandai dengan tajamnya peningkatan produkasi perikanan
dunia. Sejak berakhirnya perang dunia kedua, produksi total perikanan meningkat
tajam hingga mencapai 144 juta ton pada tahun 2006. Sebagian besar (lebih dari
80%) dari produksi perikanan dunia ini berasal dari perikanan laut (tangkap) yang
juga meningkat tajam dari 16,3 juta metric ton pada tahun 1950 menjadi lebih dari 96
juta metric ton pada akhir tahun 2000, meski kemudian mengalami penurunan
setelahnya.
Tren ini pula terjadi pada perikanan Indonesia, khususnya perikana laut di
mana produksi dari perikanan laut ini meningkat tajam dari sekitar 800 000 ton pada
tahun 1968 menjadi lebih dari 4 juta ton pada tahun 2003. Produksi perikanan
tangkap Indonesia ini sedikit banyak mewarnai produksi perikanan global karena
Indonesia termasuk dalam lima besar Negara penghasil ikan terbesar duni.
Peningkatan yang tajam selama kurun waktu ini menurut Morgan dan Staples (2006)
didorong oleh modernisasi penangkapan ikan khususnya Trawl, Purse seine dan Gill
net yang secara regional berkembang pesat dikawasan Asia Tenggara pada periode
tersebut.
Perikanan juga telah menjadi “mesin pertumbuhan” ekonomi regional di
beberapa Negara yang secara “budaya” sudah menjadikan ikan sebagai bagian hidup
mereka. Sebagai contoh, masyarakat di kota Oma di bagian utara Jepang yang dikenal
sebagai “kota tuna” (tuna town) memberlakukan ikan tuna sebagai “emas hitam”
(black gold) karena dari tuna ini sekitar US$ 15 juta (sekitar Rp 150 miliar) per tahun
uang ikan berputar di kota Oma. Uang ini bukan saja dihasilkan dari penjualan tuna
yang sempat mencapai US$ 220000 (Rp 2.2 miliar) per ekor pada tahun 2001, namun
juga dari pariwisata berbasis ikan tuna. Setiap musim panen ikan tuna, maka akan
diadakan upacara sacral yang dipimpin oleh walikota Oma yang menjadi pertunjukan
aktraktif bagi wisatawan.
Sejalan dengan peradaban modern, industry perikanan juga di tandai dengan
peningkatan teknologi, khususnya teknologi penangkapan ikan pada 100 tahun
terakhir. Pada tahun 2006, jumlah armada perikanan yang menggunakan mesin sudah
mencapai 2,1 juta unit dan sebagian besar (hampir 70%) terkonsentrasi di Asia (FAO,
2009). Sebagai konsekuensinya, meski secara absolut produksi perikanan global
meningkat tajam, namun laju tangkapan per unit input cenderung menurun karena
terjadinya penambahan kapital yang cukup massif dalam skla global. Di belahan
bumi utara misalnya (Atlantik utara dan tengah) produksi perikanan pada tahun
1990an mengalami penurunan yang cukup signifikan dibanding dengan beberapa
periode sebelumnya.
Selain perubahan pada sisi teknologi dan modal penagngkapan ikan,
perikanan di zaman modern juga ditandai dengan perubahan komposisi penangkapan
jenis ikan yang ditangkap. Di belahan utara, jenis spesies ikan yang ditangkap masih
didominasi oleh spesies-spesies “ikan putih” seperti Cod, Hake, dan Pllock. Secara
global, jenis ikan pelagis kecil seperti tuna kecil, lemuru dan sardine mendominasi
sekitar 30% komposisi perikanan dunia. Dominasi jenis ini selain untuk kebutuhan
konsumsi juga karena kebutuhan bahan baku pakan yang terus meningkat dari tahun
ke tahun. Pada spectrum yang lain, jenis-jenis crustacea (udang) dan pelagis besar
(tuna, cakalang) juga mendominasi pasar dunia karena nilai ekonominya yang tinggi.
Sebagian besar (lebih dari 75%) produksi ikan dikonsumsi langsung manusia
untuk kebutuhan pemenuhan pangan, sisanya adalah untuk kebutuhan pakan
(fishmeal) dan pembuatan minyak ikan (fish oil). Dari sekitar 70% konsumsi manusia
tersebut, sekitar 37% nya dikonsumsi dalam bentuk ikan segar (fresh fish), sedangkan
dalam bentuk beku diperkirakan mencapai 19%, sisanya adalah konsumsi dalam
bentuk olahan (ikan asin, dikeringkan maupun diasap).
Salah satu hal yang juga cukup signifikan dalam perikanan tangkap adalah
adanya discard (ikan-ikan buangan) dan by cacth (hasil samping yang bukan
merupakan target species). Jumlah ikan yang tidak dimanfaatkan ini rata-rata
mencapai 27 juta metric ton pertahun atau sekitar 30% dari total produksi dunia.
Angka ini selain cukup besar untuk ukuran produksi ikan, juga akan berkonsekuensi
pada kesalahan dalam perhitungan pendugaan stok dan gangguan pada rantai
makanan. Kebanyakan by catch berasal dari penangkapan udang (khususnya dengan
trawl) dimana rasio by catch terhadap udang mencapai 5:1 (Alverson et. Al 1994).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Potensi perikanan laut Indonesia yang terdiri atas potensi perikanan pelagis
dan perikanan komersial terbesar pada hampir semua bagian perairan laut Indonesia
yang ada seperti pada perairan laut teritorial,perairan laut Nusantara, dan perairan laut
Zona Ekonomi Eklusif (ZEE). Luas perairan laut Indonesia diperkirakan sebesar 5,8
juta km² dengan garis pantai terpanjang ke dua di dunia sepanjang 81.000 km dan
gugusan pulau-pulau sebanyak 17.845 pulau memiliki potensi ikan yang diperkirakan
terdapat sebanyak 6,26 juta ton per tahun dan dapat dikelola secara lestari dengan
rincian sebanyak 4,4 juta ton yang tertangkap di perairan Indonesia dan 1,86 juta ton
dapat diperoleh dari perairan ZEE.
Pemanfaatan potensi perikanan laut Indonesia ini bernilai ekonomis tinggi
untuk kebutuhan lokal dan ekspor, yang tentu saja dapat mensejahterakan kehidupan
masyarakat. Walaupun telah mengalami berbagai peningkatan pada beberapa aspek,
namun secara signifikan belum dapat memberi kekuatan atau peranan terhadap
pertumbuhan perekonomian dan peningkatan pendapatan masyarakat nelayan
Indonesia. Peningkatan pemanfaatan potensi perikanan semestinya membuka
lapangan kerja yang sangat luas terutama bagi putra daerah dan masyarakat Indonesia
pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Fauzi, Akhmad. 2010. Ekonomi Perikanan Teori, Kebijakan, dan Pengelolaan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
http://hasyim-lukmanhasyim.blogspot.com/