makalah pendidikan karakter
DESCRIPTION
Tugas MK Pengantar Pendidikan_Smt 1TRANSCRIPT
Makalah
Peranan Pendidikan Karakter di Sekolah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Pendidikan
Yang di bina oleh Bapak Tri Atmaji
Oleh:
Qoimatul Adilah (110533406982)
“The Learning University”
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Oktober 2011
ii
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah
memberikan rahmat, taufiq serta hidayahNya kepada kami sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Peranan Pendidikan Karakter di Sekolah”
ini dengan baik dan tepat waktu.
Dalam penyelesaian makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Tri Atmaji selaku dosen Mata Kuliah Pengantar Pendidikan,
yang telah memberikan tugas ini kepada penulis sehingga penulis bisa
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
2. Kedua orang tua penulis yang telah mendidik dan member doa restu
kepada penulis, dan
3. Teman-teman semua khususnya PTI Offering A ‘11
Penulis menyusun makalah ini dengan sebaik mungkin. Namun, jika
terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini, penulis sangat mengharap
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya serta merupakan wujud kepedulian penulis terhadap
Pendidikan Karakter di Sekolah.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Malang, Oktober 20011
Penulis
iii
Daftar Isi
KATA PENGANTAR……………………….……………………..…………....ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….……iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………..…………………...…..1
A. Latar Belakang……………………………………………………….......1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………......2
C. Tujuan………………………………………………………………........2
BAB II PEMBAHASAN………………………………...…………………...…3
A. Pengertian…………………………………………………..…............…3
B. Peranan Pendidikan Karakter di Sekolah…………………..….………....5
C. Pendidikan karakter untuk membangunkeberadaban bangsa……..……..7
D. Upaya Peningkatan Mutu PendidikanKarakter………………..……...…8
E. Pendidikan karakter yang Berhasil…………………………………......16
BAB III PENUTUP…………………………………………………………...18
A. Kesimpulan………………………………………………………..……18
B. Saran…………………..………………………………….…………..…19
DAFTAR PUSTAKA……………………………………..…………………...20
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang
memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi
sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting.
Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa
pendidikan di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus diselenggarakan secara
sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan
pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral,
sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di
Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata
kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan
kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri
dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya
ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill.
Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak
didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa
mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Melihat masyarakat Indonesia sendiri juga lemah sekali dalam penguasaan soft
skill. Untuk itu penulis menulis makalah ini, agar pembaca tahu betapa pentingnya
pendidikan karakter bagi semua orang, khususnya bangsa Indonesia sendiri.
2
B. Rumusan masalah
Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini sebagai batasan dalam pembahasan bab isi. Adapun beberapa masalah
yang akan dibahas dalam karya tulis ini antara lain:
1. Apa pengertian dari pendidikan karakter itu?
2. Peranan pendidikan karakter di sekolah
3. Bagaimana hubungan pendidikan karakter dengan keberadaban bangsa?
4. Bagaimana upaya-upaya dalam meningkatkan mutu dari pendidikan karakter?
5. Bagaimana gambaran dari pendidikan karakter yang sudah berhasil?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang disusun oleh penulis di atas, maka
tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu pendidikan karakter.
2. Untuk mengetahui peranan pendidikan karakter di sekolah
3. Untuk mengetahui hubungan pendidikan karakter dengan keberadaban bangsa.
4. Untuk mengetahui upaya-upaya dalam meningktakan mutu dari pendidikan
karakter.
5. Untuk mengetahui bagaiamana gambaran dari pendidikan karakter yang sudah
berhasil.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat
istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap
Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di
sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-
komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan
penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,
pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan
lingkungan sekolah.
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia,
apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan
pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian
di sekolah, tujuan pendidikan di SMP sebenarnya dapat dicapai dengan baik.
Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan
dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada
tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan
internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan
karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design
4
pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan.
Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan,
pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi
karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut
dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah
Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and
kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity
development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu
dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan
formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan
informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam
keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya
sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik
berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas
waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil
pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga
belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi
dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua
yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di
lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh
media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan
pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu
memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan
keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar
peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar
dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik .
5
“Pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh tidak sekedar membentuk
anak-anak muda menjadi pribadi yang cerdas dan baik, melainkan juga
membentuk mereka menjadi pelaku baik bagi perubahan dalam hidupnya sendiri,
yang pada gilirannya akan menyumbangkan perubahan dalam tatanan sosial
kemasyarakatan menjadi lebih adil, baik, dan manusiawi.”(Doni Koesoema A
M.Ed)
B. Peranan Pendidikan Karakter di Sekolah
Sebelum kita membahas topik ini lebih jauh lagi, mari terlebih dahulu kita
lihat fakta dibawah ini :
158 kepala daerah tersangkut korupsi sepanjang 2004-2011
42 anggota DPR terseret korupsi pada kurun waktu 2008-2011
30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap pemilihan DGS BI
Kasus korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti KPU,KY, KPPU, Ditjen
Pajak, BI, dan BKPM
Sumber : Litbang Kompas
Dari data diatas, dapat kita simpulkan betapa sangat buruknya pendidikan
karakter di Indonesia ini. Jika peserta didik kita tidak terdidik pendidikan
karakternya sejak dini, maka bisa kita bayangkan bagaimana kondisi Indonesia 5
tahun bahkan 10 tahun ke depan?. Oleh karena itu, peran pendidikan karakter
untuk peserta didik sangat penting untuk membentuk karakter mereka agar
menjadi peserta didik yang tidak hanya berintelektual tinggi namun juga
mempunyai kepribadian dengan karakter yang baik.
Pendidikan karakter, sekarang ini mutlak diperlukan bukan hanya di
sekolah saja, tapi dirumah dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta
pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia
dewasa. Mutlak perlu untuk kelangsungan hidup Bangsa ini.
6
Bayangkan apa persaingan yang muncul ditahun 2021? Yang jelas itu akan
menjadi beban kita dan orangtua masa kini. Saat itu, anak-anak masa kini akan
menghadapi persaingan dengan rekan-rekannya dari berbagai belahan Negara di
Dunia. Bahkan kita yang masih akan berkarya ditahun tersebut akan merasakan
perasaan yang sama. Tuntutan kualitas sumber daya manusia pada tahun 2021
tentunya membutuhkan good character.
Bagaimanapun juga, karakter adalah kunci keberhasilan individu. Dari
sebuah penelitian di Amerika, 90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh
perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan
interpersonal yang buruk. Selain itu, terdapat penelitian lain yang
mengindikasikan bahwa 80 persen keberhasilan seseorang di masyarakat
ditentukan oleh emotional quotient.
Bagaimana dengan bangsa kita? Bagaimana dengan penerus orang-orang
yang sekarang sedang duduk dikursi penting pemerintahan negara ini dan yang
duduk di kursi penting yang mengelola roda perekonomian negara ini? Apakah
mereka sudah menunjukan kualitas karakter yang baik dan melegakan hati kita?
Bisakah kita percaya, kelak tongkat estafet kita serahkan pada mereka, maka
mereka mampu menjalankan dengan baik atau justru sebaliknya?
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat
istiadat.
Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter juga berarti melakukan
usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan
menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan
ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter
rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang
bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa
kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa
tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa
7
semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan
optimisme. Inilah tantangan kita bangsa Indonesia, sanggup?
Theodore Roosevelt mengatakan: “To educate a person in mind and not in
morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek
kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada
masyarakat)
C. Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa
Dunia pendidikan diharapkan sebagai motor penggerak untuk
memfasilitasi perkembangan karakter, sehingga anggota masyarakat mempunyai
kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis
dengan tetap memperhatikan sendi-sendi Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) dan norma-norma sosial di masyarakat yang telah menjadi kesepakatan
bersama.
”Dari mana asalmu tidak penting, ukuran tubuhmu juga tidak penting,
ukuran Otakmu cukup penting, ukuran hatimu itulah yang sangat penting” karena
otak (pikiran) dan kalbu hati yang paling kuat menggerak seseorang itu ”bertutur
kata dan bertindak”. Simak, telaah, dan renungkan dalam hati apakah telah
memadai ”wahana” pembelajaran memberikan peluang bagi peserta didik untuk
multi kecerdasan yang mampu mengembangkan sikap-sikap: kejujuran, integritas,
komitmen, kedisipilinan, visioner, dan kemandirian.
Sejarah memberikan pelajaran yang amat berharga, betapa perbedaan,
pertentangan, dan pertukaran pikiran itulah sesungguhnya yang mengantarkan kita
ke gerbang kemerdekaan. Melalui perdebatan tersebut kita banyak belajar,
bagaimana toleransi dan keterbukaan para Pendiri Republik ini dalam menerima
pendapat, dan berbagai kritik saat itu. Melalui pertukaran pikiran itu kita juga bisa
mencermati, betapa kuat keinginan para Pemimpin Bangsa itu untuk bersatu di
dalam satu identitas kebangsaan, sehingga perbedaan-perbedaan tidak menjadi
persoalan bagi mereka.
Karena itu pendidikan karakter harus digali dari landasan idiil Pancasila,
dan landasan konstitusional UUD 1945. Sejarah Indonesia memperlihatkan bahwa
pada tahun 1928, ikrar “Sumpah Pemuda” menegaskan tekad untuk membangun
8
nasional Indonesia. Mereka bersumpah untuk berbangsa, bertanah air, dan
berbahasa satu yaitu Indonesia. Ketika merdeka dipilihnya bentuk negara
kesatuan. Kedua peristiwa sejarah ini menunjukan suatu kebutuhan yang secara
sosio-politis merefleksi keberadaan watak pluralisme tersebut. Kenyataan sejarah
dan sosial budaya tersebut lebih diperkuat lagi melalui arti simbol “Bhineka
Tunggal Ika” pada lambang negara Indonesia.
Dari mana memulai dibelajarkannya nilai-nilai karakter bangsa, dari
pendidikan informal, dan secara pararel berlanjut pada pendidikan formal dan
nonformal. Tantangan saat ini dan ke depan bagaimana kita mampu menempatkan
pendidikan karakter sebagai sesuatu kekuatan bangsa. Oleh karena itu kebijakan
dan implementasi pendidikan yang berbasis karakter menjadi sangat penting dan
strategis dalam rangka membangun bangsa ini. Hal ini tentunya juga menuntut
adanya dukungan yang kondusif dari pranata politik, sosial, dan budaya bangsa.
”Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa” adalah
kearifan dari keaneragaman nilai dan budaya kehidupan bermasyarakat. Kearifan
itu segera muncul, jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan
bersama dengan melihat realitas plural yang terjadi. Oleh karena itu pendidikan
harus diletakan pada posisi yang tepat, apalagi ketika menghadapi konflik yang
berbasis pada ras, suku dan keagamaan. Pendidikan karakter bukanlah sekedar
wacana tetapi realitas implementasinya, bukan hanya sekedar kata-kata tetapi
tindakan dan bukan simbol atau slogan, tetapi keberpihak yang cerdas untuk
membangun keberadaban bangsa Indonesia. Pembiasaan berperilaku santun dan
damai adalah refreksi dari tekad kita sekali merdeka, tetap merdeka. (Muktiono
Waspodo)
D. Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan Karakter
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia,
apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan
pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian
di sekolah, tujuan pendidikan sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan
karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta
direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya,
9
pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan
pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan
tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan
karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design
pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan.
Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan,
pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi
karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut
dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah
Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and
kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity
development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu
dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan
formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan
informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam
keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya
sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik
berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas
waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil
pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga
belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi
dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua
yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di
lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh
media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan
pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu
10
memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan
keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar
peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar
dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik .
Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh sekolah di Indonesia terutama
pada tingkat SMP negeri maupun swasta, karena di masa SMP peserta didik
belum terlalu melawan kepada guru, seperti anak SMA, dan anak SMP tidak
terlalu kecil untuk mendapatkan materi pendidikan karakter, seperti anak SD atau
MI. Semua warga sekolah, meliputi para peserta didik, guru, karyawan
administrasi, dan pimpinan sekolah menjadi sasaran program ini. Sekolah-sekolah
yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik
dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke
sekolah-sekolah lainnya.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan
dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan
karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.
Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri
meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia
sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya
membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai
secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan
pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP perlu segera dikaji, dan dicari
altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih
operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah.
Melalui program ini diharapkan lulusan-lulusan dari peserta didik dapat
memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus
memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada
tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya
sekolah.
11
a. Membangun Karakter Siswa Dengan "Sepiring Nasi" ( Iwan Gunawan,Guru SD
Salman Al Farisi, Bandung )
“Guru kreatif terkadang mengajar dalam bingkai eksplorasi dan
ketidakjelasan. Ia lebih mencari esensialitas daripada rutinitas atas apa yang
dipelajari bersama siswa. Ia akan tersenyum manakala siswa bertanya, ”Pak saya
menemukan hal berbeda, tidak seperti yang bapak katakan atau teman saya
temukan, mengapa?”
Awalnya ada sedikit keraguan untuk menuliskan pengalaman ini, karena
banyak teman yang ‘agak sedikit’ mengerutkan dahi dengan ‘metode yang agak
sedikit nyleneh’ yang saya pakai ini. Tapi biarlah itu berlalu, mungkin mereka
belum tahu metode ‘sepiring nasi’ yang pernah saya gunakan.
Ide awal menggunakan metode ini, didasari oleh sebuah kebingungan
mengunakan metode yang tepat untuk menjelaskan materi PKn tentang ‘Manusia
sebagai mahluk sosial’. Dalam hal ini saya dituntut untuk bisa menterjemahkan
hal-hal yang abstrak menjadi nyata buat siswa, sehingga bisa memudahkan siswa
untuk memahami materi yang rumit dengan cara yang sederhana.
Berbicara tentang sepiring nasi, kita mungkin selalu mengkaitkannya
dengan masalah makan, perut lapar, nikmat dan sebagainya. Tetapi tahukah kita
bahwa sepiring nasi menyimpan banyak rahasia yang bisa digunakan dalam
pembelajaran? Lalu apa kaitan antara sepiring nasi dengan pembelajaran? Secara
sepintas mungkin tidak ada. Tetapi apabila kita mau sedikit kreatif dengan
sepiring nasi, maka kita bisa menjadikannya sebagai sebuah metoda pembelajaran.
Sepiring nasi yang biasa kita makan, sebenarnya memiliki makna yang
sangat dalam bagi tumbuhnya kepekaan, kepedulian dan penghargaan atas hasil
jerih payah orang lain. Mungkin selama ini, kita hanya memandang sesaat
sepiring nasi tanpa menganalisisnya lebih dalam. Bahkan kita tidak punya waktu
sama sekali untuk memperhatikan sepiring nasi ini disaat perut sudah sangat lapar.
Cobalah amati dengan seksama dan luangkan waktu sejenak, “Apa saja”
yang ada dalam sepiring nasi? nasi, ikan asin, ikan goreng, ayam goreng , tahu,
lalap, sambal, tempe, ketimun, garam, vetsin, piring, sendok atau mungkin ada hal
yang lainnya?
12
Dari analisis sederhana ini, cobalah uraikan kembali ‘siapa saja’ yang
berperan dalam menyediakan barang-barang tersebut. Sebagai contoh, petani
merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam menyediakan beras, Ibu yang
memasak nasi dan menggoreng, tahu dibuat oleh pengrajin tahu, garam disediakan
oleh petani garam, dan tentunya masih banyak pihak-pihak lain yang terlibat.
Pernahkan kita berpikir sejauh itu? Mungkin selama ini kita hanya siap untuk
menerima semua itu dalam keadaan sudah jadi…nasi rames!
Sekarang, apa kaitannya antara sepiring nasi dengan pembelajaran? Kini
saatnya guru untuk menjelaskan tentang keberadaan manusia sebagai mahluk
social. Sebagai mahluk sosial, manusia memiliki keterbatasan dan
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Ajaklah siswa untuk membayangkan suatu keadaan, dimana ketika dia
akan ‘makan’ harus mempersiapkan segala sesuatunya seorang diri mulai dari
menanam padi selama 6 bulan, mengeringkan air laut untuk membuat garam,
menanam kedelai untuk membuat tahu dan tempe, menangkap ikan di laut untuk
membuat ikan asin. Keadaan ‘imaginer’ seperti ini haruslah diterapkan, agar siswa
memiliki kepekaan terhadap hasil kerja dan jerih payah orang lain.
Untuk membangun rasa kepekaan dan kepedulian, ajaklah siswa untuk
membuat pengandaian-pengadaian seperti ini “Seandainya tidak ada petani, kita
tidak bisa makan nasi”, “seandainya tidak ada petani garam, tentunya makanan
kita tidak ada rasanya”. Dari pengandaian-pengandaian ini, guru bisa mengajak
siswa untuk menyimpulkan sendiri tentang ‘pentingnya ada orang lain di sekitar
kita’, tanpa adanya mereka maka kebutuhan-kebutuhan kita tidak akan bisa
terpenuhi.
Sepiring nasi! Kau telah memberi sebuah inspirasi. Lalu, apakah kita
sebagai guru masih bingung dalam mencari metode untuk mengajarkan suatu
materi? Ijinkan saya mengutip sebuah anekdot
“Suatu saat dua orang yang berasal dari sekolah yang sama bertemu.
Walaupun berbeda angkatan tetapi mereka cepat akrab dan pada saat mereka
membicarakan salah seorang gurunya, mereka kemudian tertawa bersama-sama
karena setelah obrolan yang panjang terungkap bahwa sang guru tersebut masih
melakukan praktek pengajaran yang persis sama, bahkan ketika waktu kelulusan
13
mereka terpaut lebih dari 7 tahun. Ini membuktikan bahwa guru yang
bersangkutan tidak mau berubah dan mensejajarkan diri dengan kemajuan jaman.
Sudah bukan jamannya lagi kita mengajar berdasarkan diktat kuliah serta
keterangan dari dosen-dosen yang mengajar kita saat di universitas dahulu. Jaman
berubah demikian cepat dan informasi bertambah terus menerus membuat sebuah
ilmu menjadi cepat usang dan ketinggalan.
b. Kekuatan Do’a Dalam Pembelajaran ( Iwan Gunawan, Guru SD Salman Al Farisi,
Bandung )
Seringkali kali dalam suatu pembelajaran banyak siswa yang tidak
berminat terhadap suatu pelajaran tertentu, baik karena sikap gurunya ataupun
materi yang disampaikan kurang menarik dan berkenan di hati para siswa.
Ketidaktertarikan siswa ini bisa ditampilkan dalam bentuk
pembangkangan, ribut ataupun mungkin dengan cara yang lebih sopan, misalnya
dengan bertanya kepada guru tentang “apa manfaatnya bagiku” belajar materi ini.
Di tengah semakin ketatnya persaingan di dunia pendidikan dewasa ini,
merupakan hal yang wajar apabila para siswa sering khawatir akan mengalami
kegagalan atau ketidakberhasilan dalam meraih prestasi belajar atau bahkan takut
tinggal kelas.
Sepintas, pertanyaan “apa manfaatnya bagiku” ini agak sepele dan tidak
perlu pembahasan lebih lanjut. Akan tetapi bagi siswa, hal ini penting untuk
diketahui karena menyangkut keaktifan dalam merespon materi pembelajaran, dan
rasa aman di dalam mengahadapi masa depan mereka. Sebagaima dikatakan
Arden N. Fardesen bahwa hal yang mendorong seorang siswa untuk belajar
adalah:
1. Adanya sifat ingin tahu dan menyelidiki dunia yang amat luas.
2. Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu
maju.
3. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman.
4. Adanya uasaha untuk memperbaiki kegagalaan yang lalu dengan usaha yang
baru, baik dengan koprasi maupun dengan kompetisi.
5. Adanya usaha untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran.
14
6. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai konsekwensi dari belajar.
Guru harus memberikan rasa aman dan keselamatan kepada setiap peserta
didik di dalam menjalani masa-masa belajarnya. Hal ini senada dengan pendapat
Moh. Surya (1997) tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan masyarakat di
pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru harus berperan
sebagai :
1. Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan
kepada masyarakat.
2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus
menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya.
3. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta
didik di sekolah.
4. model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh
para peserta didik.
5. Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan
merasa aman berada dalam didikan gurunya.
Seringkali, kita sebagai guru mengarahkan permasalahan ini kepada siswa
sebagai penyebabnya, baik karena siswa yang malas, tidak punya buku paket atau
alasan lain. Seorang guru harus senantiasa mau beintrospeksi pada diri sendiri.
Betapa banyak guru sering menempatkan dirinya sebagai “dewa kebenaran” yang
seolah-olah serba tahu semua keinginan muridnya. Padahal sejalan dengan
tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa
mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa
melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya.
Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses
pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-
satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan
pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di
jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di
tengah-tengah peserta didiknya.
15
Guru seringkali terjebak dalam pemecahan masalah “apa manfaatnya
bagiku” dengan menggunakan metode-metode yang belum tentu sesuai dengan
kondisi yang dihadapi. Dari beberapa metode dan pendekatan yang digunakan,
ada satu hal yang kiranya bisa dijadikan ‘alternative’ untuk memecahkan masalah
tersebut terlepas dari cara yang telah dilakukan oleh guru seperti memperjelas
tujuan yang ingin dicapai, membangkitkan minat siswa, menciptakan suasana
yang menyenangkan dalam belajar, memberi pujian yang wajar terhadap setiap
keberhasilan siswa, memberikan penilaian, memberi komentar terhadap hasil
pekerjaan siswa, dan menciptakan persaingan dan kerja sama yang sehat.
Alternatif ini sangat murah dan mudah dilakukan, tanpa perlu mempelajari teori
yang rumit yaitu berdoa.
Lalu apa hubungannya antara doa dengan kebermaknaan dalam
pembelajaran? Cobalah ingat-ingat kembali oleh kita, berapa kali kita mendoakan
siswa-siswa kita dalam belajar atau minimal mendoakan mereka diawal atau
diakhir pembelajaran? Walaupun semua guru berbuat demikian, betapa jarang kita
mendoakan mereka diawal atau diakhir pembelajaran.
Mungkin kita hanya menutup dan membuka pembelajaran dengan ucapan
“selamat pagi anak-anak”, “selamat siang”, “selamat sore” serta ucapan-ucapan
lainnya, atau bisa juga langsung ngeloyor meninggalkan anak-anak tanpa sepatah
kata pun. Ucapan-ucapan ini bukannya tidak bagus, akan tetapi masih terlalu
umum.
Guru adalah orang tua para siswa. Karenanya, Rosulullah melarang para
orangtua (guru) mendoakan keburukan bagi anak-didiknya. Mendoakan
keburukan kepada anak merupakan hal yang berbahaya. Dapat mengakibatkan
kehancuran anak dan masa depannya.
Cobalah tambahkan doa dalam memulai dan mengakhiri pembelajaran kita
dengan doa seperti ini “semoga pembelajaran hari ini bisa bermanfaat buat masa
depan kalian”, “mudah-mudahan Allah SWT memberikan keberkahan terhadap
ilmu yang baru saja kalian pelajari” atau mungkin dengan doa-doa lain yang lebih
khusus. Ternyata hal ini sejalan dengan firman Allah “Berdoalah kamu kepadaKu
niscaya Aku perkenankan doa permohonan kamu” (QS: Al-Mukmin:60).
16
Jadi, kalau selama ini anak-anak kita membangkang, ribut dan tidak
menyenangi materi yang kita sampaikan, atau ilmu yang disampaikan oleh kita
dirasakan tidak bermanfaat oleh anak didik kita, boleh jadi karena kita kurang
mendoakan mereka atas ilmu yang telah dipelajarinya. Dengan dilantunkannya
doa oleh guru buat murid, maka akan terjalin pola pembelajaran dalam suasana
takaful yaitu perasaan senasib dan sepenanggungan; semangat saling menasehati
dalam kebaikan dan kesabaran di dalam mencapai tujuan belajar. Dengan
melafadzkan do'a pada awal dan akhir pembelajaran akan tercipta check-and-
balance dan menjadikan do'a sebagai parameter kesuksesan pembelajaran kita.
Rosulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian mendoakan keburukan
kepada diri kalian, janganlah kalian mendoakan keburukan kepada anak-anak
kalian, janganlah kalian mendoakan keburukan kepada pelayan-pelayan kalian,
dan janganlah mendoakan keburukan kepada harta kalian. Janganlah kalian
mendoakan keburukan sebab jika waktu doa kalian bertepatan dengan saat-saat
dikabulkannya doa, maka Allah akan mengabulkan doa kalian (yang buruk itu).”
(HR. Abu Dawud). Semoga kita termasuk guru-guru yang senantiasa
memanfaatkan akal dan mendoakan para siswanya untuk kemajuan pembelajaran.
Amiin
E. Pendidikan Karakter Yang Berhasil
Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui
pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar
Kompetensi Lulusan SMP, yang antara lain meliputi sebagai berikut:
1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan
remaja.
2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri.
3. Menunjukkan sikap percaya diri.
4. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.
5. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial
ekonomi dalam lingkup nasional.
6. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber
lain secara logis, kritis, dan kreatif.
17
7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif.
8. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.
9. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari.
10. Mendeskripsikan gejala alam dan social.
11. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab.
12. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan
Republik Indonesia.
13. Menghargai karya seni dan budaya nasional.
14. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya.
15. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang
dengan baik.
16. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun.
17. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di
masyarakat; Menghargai adanya perbedaan pendapat.
18. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana.
19. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana.
20. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah.
21. Memiliki jiwa kewirausahaan.
Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah
terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan
simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat
sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas penulis dapat menyimpulkan beberapa kategori
yaitu:
1. Bangsa Indonesia telah berusaha untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu
pendidikan karakter melalui sekolah-sekolah, terutama Sekolah Menengah
Pertama (SMP), karena anak usia SMP sangat cocok untuk diberi pembelajaran
tentang pendidikan karakter.
2. Guru adalah orang tua para siswa. Karenanya, Rosulullah melarang para
orangtua (guru) mendoakan keburukan bagi anak-didiknya. Mendoakan
keburukan kepada anak merupakan hal yang berbahaya. Dapat mengakibatkan
kehancuran anak dan masa depannya.
3. Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan
hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan
karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.
Bila pendidikan karakter telah mencapai keberhasilan, tidak diragukan lagi
kalau masa depan bangsa Indonesia ini akan mengalami perubahan menuju
kejayaan. Dan bila pendidikan karakter ini mengalami kegagalan sudah pasti
dampaknya akan sangat besar bagi bangsa ini, negara kita akan semakin
ketinggalan dari negara-negara lain.
B. Saran
1. Pemerintah harus selalu memantau atau mengawasi dunia pendidikan, karena
dari dari dunia pendidikan Negara bisa maju dan karena dunia pendidikan juga
Negara bisa hancur, bila pendidikan sudah disalah gunakan.
2. Selain mengajar, seorang guru atau orang tua juga harus mendo’akan anak atau
muridnya supaya menjadi lebih baik, bukan mendo’akan keburukan bagi anak
didiknya.
19
3. Guru harus memberikan rasa aman dan keselamatan kepada setiap peserta didik
di dalam menjalani masa-masa belajarnya, karena jika tidak semua pembelajaran
yang di jalani anak didik akan sia-sia. Semoga karya tulis dapat bermanfaat bagi
kita semua, khususnya bagi pembaca. Amiiin..
20
DAFTAR PUSTAKA
Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah
Pertama . Jakarta
Hidayatullah, Muhammad. 2010. Pendidikan karakter - membangun peradaban
bangsa. Jakarta : Yuma pustaka.
Yamin, Muhammad. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia. Yogyakarta : Ar-
Ruzz Media
Koesoema, Doni. 2007. Pendidikan Karakter – Strategi Mendidik anak di Zaman
Global. Jakarta : PT Grasindo
http://www.pendidikankarakter.org/diakses pada tanggal
http://keyanaku.blogspot.com/2009/11/membangun-karakter-siswa-dengan.html,
di akses pada tanggal
http://sulaimanzen.wordpress.com/2010/06/30/pendidikan-karakter-kekuatan-doa-
dalam-pembelajaran/diakses pada tanggal 10 Oktober 2011 19.47
http://blog-indonesia.com/blog-archive-6519-116.html, di akses pada tanggal
http://www.okezone.com/, di akses pada tanggal 10 Oktober 2011 19.48
http://www. Kompas Cyber Media .com/umum1, di akses pada tanggal 23 oktober
2011 20.00
http://www.jugaguru.com/column/diakses pada tanggal 10 Oktober 2011 20.05