makalah pbl blok 1 modul 2 - perilaku pasien
DESCRIPTION
Makalah ini membahas mengenai perubahan perilaku dalam usaha untuk memperbaiki pola hidupTRANSCRIPT
Perilaku Pasien Berpengaruh Terhadap Kesehatannya
Henricho Hermawan
10.2014.108 / A2
13 Oktober 2014
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email: [email protected]
Pendahuluan
Segala sesuatu yang dilakukan manusia memiliki kontribusi terhadap kehidupannya.
Tindakan yang dilakukan manusia merupakan respon atau tanggapan akan segala sesuatu
disekitarnya. Respon atau tanggapan ini disebut perilaku. Perilaku sendiri dipengaruhi oleh
beberapa hal seperti adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan genetika.1 Maka dari
itu tidak heran apabila perilaku manusia selalu berbeda satu dengan yang lainnya dalam
menghadapi berbagai situasi.
Dalam dunia kedokteran, perilaku pasien berpengaruh terhadap cepat atau tidaknya suatu
penyakit dapat ditsembuhkan. Sehebat apapun seorang dokter dalam menangani pasien, bila
tidak ada perilaku pasien yang mendukung pengobatan maka usaha seorang dokter akan sia-sia.
Usaha seorang pasien untuk mendukung tindakan dokter disebut dengan perilaku sehat. Perilaku
sehat adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berhubungan dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan.2
Namun sebelum seseorang memiliki perilaku sehat, umumnya seseorang akan melakukan apa
yang disebut dengan perilaku sakit. Perilaku sakit sendiri merupakan usaha seseorang untuk
menghilangkan sakit yang dideritanya.
Pembahasan
Memiiliki perilaku sehat tidaklah mudah, banyak faktor yang dapat mempengaruhinya.
Menurut Green, perilaku sehat memiliki dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor di luar
perilaku (non-perilaku).3 Faktor perilaku ditentukan oleh tiga kelompok faktor, yaitu faktor
predisposisi, pendukung dan pendorong. Faktor predisposisi mencangkup pengetahuan individu,
sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu
dan masyarakat. Faktor pendukung ialah tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan
untuk mencapainya. Sedangkan factor pendorong adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan.
Agar dapat dipahami lebih mudah, berikut adalah bagan yang menjelaskan teori Green.
Bagan 1. Faktor yang mempengaruhi perilaku sehat (Teori Green) 3
Semua manusia memiliki keinginan untuk memiliki perilaku sehat namun selain harus
memiliki factor-faktor yang telah dijelaskan melalui teori Green. Seseorang juga harus melalui
beberapa tahapan agar perilaku tersebut dapat bertahan dalam jangka panjang serta dapat
menjadi kebiasaan. Model Transtheoretical adalah yang model mengemukakan enam tahap
terpisah untuk seseorang dapat berubah kearah perilaku sehat jangka panjang yang positif.
Program ini meneliti perubahan sebagai suatu proses dan mengakui bahwa setiap orang memiliki
tingkat kesediaan atau motivasi yang berbeda untuk berubah.4 Keenam tahap tersebut adalah :
1. Prekontemplasi ( belum menyatakan atau belum siap untuk berubah )
2. Kontemplasi ( Mempertimbangkan untuk berubah )
3. Persiapan ( Komitmen yang serius untuk berubah )
4. Tindakan / action ( Perubahan dimulai )
5. Pemeliharaan ( Mempertahankan perubahan )
6. Kekambuhan / relapse
Bagan 2. 6 tahap Model Transtheoretical 4
Model ini selanjutnya menyatakan bahwa seseorang dalam berbagai tahap perubahan
akan mendapat manfaat yang disusun secara spesifik. Seseorang yang berada dalam tahapan
prekontemplasi memerlukan bantuan orang yang lain untuk menyadarkan diri mereka tentang
perlunya melakukan suatu perubahan dalam hidup mereka. Tidak sampai disitu mereka juga
perlu diberikan informasi yang dapat meyakinkan tentang manfaat dari perubahan yang akan
mereka lakukan.
Seseorang yang berada dalam tahap kontemplasi memerlukan dorongan dari orang lain
agar dapat “menjerumuskan” diri ke dalam lingkaran perubahan. Karena orang yang berada
dalam tahap ini cenderung ingin mempertahankan perilaku lamanya karena sudah terbiasa
dengannya. Maka dari itu, dorongan yang dapat dilakukan lingkungan sekitarnya seperti
pemberian informasi tentang manfaat setelah berubah, nasehat, serta contoh nyata orang-orang
yang mampu merubah perilakunya.
Dalam tahap persiapan, seseorang membutuhkan segalanya untuk mempersiapkan
tindakan-tindakan perubahan yang akan diambilnya suatu saat nanti. Mereka memerlukan
pelatihan keterampilan, teknik pembelajaran, serta tidak lupa perubahan lingkungan untuk
mendukung seseorang dan meyakinkan bahwa dia mampu.
Pada tahap tindakan, segala pertimbangan, komitmen dan persiapan yang telah dilakukan
seseorang menjadi factor penenetu seberapa jauh tindakan perubahan yang akan dilakukan.
Umumnya tindakan perubahan yang diambil tidak akan terlalu drastic mengingat perubahan
dilakukan secara bertahap. Nantinya semua hal yang telah dilakukan oleh seseorang itu akan
menjadi factor pemelihara perilaku yang telah dilakukannya. Apabila seseorang tidak mampu
mempertahankan factor pemelihara yang dimiliki maka ia akan memasuki tahap kekambuhan,
tahap dimana ia kembali kepada perilaku lama, dan bila itu terjadi maka ia perlu mengulang
kembali dari tahap pertama.
Semua hal yang ada di dunia selalu memiliki pasangan, sama halnya dengan perilaku
sehat yang memiliki pasangan yaitu perilaku sakit. Menurut Suchman, perilaku sakit adalah
tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak atau rasa sakit sebagai akibat dari timbulnya
gelaja tertentu.5 Perilaku ini akan muncul ketika seseorang jatuh sakit dan memerlukan
pengobatan agar dapat memperoleh kesehatannya kembali.
Dalam menentukan perilaku sakit seseorang yang ingin mendapatkan kembali
kesehatannya dapat menggunakan model pendekatan Suchman. Hal penting dalam model
pendekatan Suchman adalah menyangkut pola social dari perilaku sakit yang terlihat pada sikap
orang yang sakit untuk mencari dan menemukan perawatan medis. Pendekatan yang digunakan
berkisar pada 4 unsur yang merupakan faktor utama yaitu (1) perilaku itu sendiri, (2)
sekuensinya, (3) tempat atau ruang lingkup, dan (4) variasi perilaku selama tahap-tahap
perawatan medis. 6
Dari keempat unsur tersebut dapat dikembangkan menjadi 5 konsep dasar yang berguna
dalam menganalisi perilaku sakit : 6
1. Mencari pertolongan medis dari berbagai sumber atau pemberi layanan
2. Fragmentasi perawatan medis di saat orang menerima pelayanan dari berbagai unit, tetapi
pada lokasi yang sama
3. Menangguhkan upaya mencari pertolongan meskipun gejala sudah dirasakan (
procrastination )
4. Melakukan pengobatan sendiri ( self-medication )
5. Menghentikan pengobatan ( discontinuity )
Model pendekatan Suchman berfokus pada tindakan seseorang yang sakit untuk mencari
dan menemukan pertolongan medis, namun seseorang yang sakit juga akan menunjukkan
berbagai perilaku sakit. Berikut ini adalaQh beberapa contoh perilaku sakit:7
1. Tidak memegang tanggung jawab selama sakit. Orang yang sakit biasanya akan
dibebaskan dari tanggung jawab yang harus ia tanggung sewaktu sehat. Sebagai contoh
dalam kasus hukum, jika si terdakwa sakit, pemeriksaan atau persidangan yang dilakukan
atas dirinya akan ditunda sampai ia sehat kembali. Namun, perilaku sehat ini seringkali
dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Contohnya banyak koruptor
yang berhasil melarikan diri keluar negeri dengan alasan ingin berobat.
2. Bebas dari tugas dan peran social. Dalam hubungan social, seseorang yang didiagnosis
menderita penyakit akan dibebaskan dari segala tugas dan perannya di masyarakat.
Sebagai contoh, jika ketua RT sakit, tugas dan perannya sebagai ketua RT akan
dilimpahkan kepada wakilnya.
3. Berupaya mencapai kondisis sehat secepat mungkin. Seseorang yang merasa tubuhnya
tidak sehat, secara naluriah akan berusaha mencari cara untuk memulihkan kondisi
tubuhnya. Beberapa cara yang mungkin ditempuh adalah pergi ke dokter, puskesmas,
rumah sakit, bahkan para normal. Pilihan ini bergantung pada pengetahuan dan keyakinan
yang dimiliki terkait penyembuhan. Tetapi satu hal yang pasti, individu akan berusahaa
sesegara mungkin kembali sehat.
4. Bersama keluarga mencari bantuan dengan segera. Selain individu, keluarga juga
berusaha mencari bantuan guna kesembuhannya. Jika salah satu anggota keluarga ada
yang sakit, hal ini akan berpengaruh terhadap seluruh anggota keluarga.
Pada dasarnya segala sesuatu terjadi selalu memiliki penyebab. Perilaku sakitpun
demikian, menurut Solito Sarwono ada beberapa penyebab perilaku penyakit sebagai berikut:5
1. Dikenal dan dirasakannya tanda dan gejala yang menyimpang dari keadaan normal
2. Anggapan adanya gejala serius yang dapat menimbulkan bahaya
3. Gejala penyakit dirasakan akan menimbulkan dampak terhadap hubungan dengan
keluarga, hubungan kerja, dan kegiatan masyarakat
4. Frekuensi dan persisten (terus-menerus, menetap) tanda dan gejala yang dapat dilihat
5. Kemungkinan individu terserang penyakit
6. Adanya informasi, pengetahuan, dan anggapan budaya tentang penyakit
7. Adanya perbedaan interpretasi tentang gejala penyakit
8. Adanya kebutuhan untuk mengatasi tentang gejala penyakit
9. Tersedianya berbagai sarana pelayanan kesehatan, seperti : fasilitas, tenaga, obat-obatan,
biaya, dan transportasi
Seorang pasien yang sedang sakit dan melakukan perilaku sakit perlu melakukan
komunikasi dengan dokter untuk keperluan konsultasi. Komunikasi, menurut McCubbin dan
Dahl adalah sebuah suatu proses tukar menukar perasaan, keinginan, kebutuhan dan pendapat.8
Berbeda dengan mereka menurut Johnson, komunikasi dibagi menjadi dua yaitu dalam arti
sempit dan dalam arti luas. Secara sempit komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirimkan
seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk mempengaruhi tingkah
laku penerima, sedangkan dalam arti luas komunikasi diartikan sebagai setiap bentuk tingkah
laku seseorang secara verbal maupun non-verbal yang ditanggapi orang lain. Komunikasi tidak
hanya sekedar wawancara, namun setiap bentuk tingkah laku mengandung ungkapan tertentu
yang mengisyaratkan makna tertentu dari proses komunikasi.8
Komunikasi dapat dilakukan dalam dua hal yaitu secara verbal ataupun secara non-
verbal. Secara verbal berarti komunikasi dilakukan dengan mengungkapkan kata-kata, bila
secara non-verbal artinya komunikasi dilakukan tanpa menggunakan kata-kata. Komunikasi non-
verbal dapat berbentuk gerak-gerik ataupun ekspresi wajah.
Konsultasi yang dilakukan pasien dengan dokter dilakukan dengan tujuan mewujudkan
suatu komunikasi efektif. Komunikasi efektif adalah komunikasi yang mampu menghasilkan
perubahan sikap pada orang yang terlibat dalam komunikasi. Tujuannya adalah memberikan
kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan antara pemberi dan penerima sehingga
bahasa lebih jelas, lengkap, pengiriman dan umpan balik seimbang, dan melatih penggunaan
bahasa non-verbal secara baik.9
Sesuai dengan bentuk penyampaiannya, komunikasi yang efektif pun dapat berupa verbal
dan juga non-verbal. Komunikasi verbal efektif mempunyai beberapa karakteristik yang
membuatnya berbeda dengan komunikasi non-verbal efektif. Berikut adalah karakteristik
komunikasi verbal efektif:9
a. Jelas dan ringkas
Komunikasi berlangsung efektif, sederhana, pendek, dan langsung. Semakin sedikit kata-
kata yang digunakan, semakin kecil kemungkinan terjadi kerancuan. Kejelasan dapat
diperoleh dengan bicara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Pengunaan contoh
bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami.
b. Perbendaharaan kata
Penggunaan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien. Komunikasi tidak akan berhasil
jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis
yang digunakan dalam kebinanan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh bidan,
klien menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi
penting.
c. Arti denotatf dan konotatif
Dalam berkomunikasi dengan klien dan keluarga, bidan harus mampu memilih kata-kata
yang tidak banyak disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan
terapi, terapi dan kondisi klien. Arti denotative memberikan pengertian yang sama
terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan,
atau ide yang terdapat dalam suatu kata.
d. Intonasi
Suara komunikator mampu mempengaruhi arti pesan. Nada suara pembicaraan
mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang dikirimkan karena emosi
seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada suaranya.
e. Kecepatan Berbicara
Keberhasilan komunikasi verbal dipengaruhi oleh kecepatan berbicara dan tempo bicara
yang tepat. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain
mungkin akan menimbulkan kesan bahwa bidan sedang menyembunyikan sesuatu
terhadap klien. Bidan sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak
jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu
kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata.
f. Humor
Hal ini meningkatkan keberhasilan bidan dalam memberikan dukungan emosional
terhadap klien. Dugan (1988) menyatakan bahwa tertawa membantu mengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh sters sehingga meningkatkan
keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosinal terhadap klien. Sullivan dan
Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi karekolamin dan hormon
yang menimbulan rasa sakit, mnegurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan,
dan meningkatkan metabolisme.
Setelah mengetahui karakteristik komunkasi verbal maka sekarang akan dijelaskan
mengenai karakteristik dari komunikasi non-verbal. Berikut adalah karakteristik komunkasi non-
verbal:9
a. Penampilan Fisik
Hal ini mempengaruhi persepsi klien terhadapa pelayanan yang akan diterima.
Penampilan merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi
interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai dengan empat menit pertama.
Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seseorang berdasarkan penampilannya.
Bentuk fisik, cara berpakaian, dan berhias menunjukkan kepribadian, status social,
pekerjaa, agama, budaya dan konsep diri.
b. Sikap tubuh dan cara berjalan
Hal ini mencerminkan konsep diri, alam perasaan dan kesehatan. Seorang tenaga
kesehatan dapat menyimpulkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap
tubuh dan langkah klien.
c. Ekspresi Wajah
Wajah merupakan bagian tubuh yang paling ekspresif. Ekspresi wajah sering digunakan
sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpersonal. Kontak mata juga
sangat penting dalam berkomunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak
mata selama pembicaran dipersepsikan sebagai orang yang dapat dipercaya dan
memungkinkan menjadi pengamat yang baik.
d. Sentuhan
Kasing sayang, dukungan emosional, dan perhatian diberikan melalui sentuhan. Sentuhan
merupakan bagian penting dalam hubungan tenaga kesehatan-pasien, namun harus
memperhatikan norma social. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat seseorang
tergantung pada tenaga kesehatan untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit
untuk menghindari sentuhan.
Komunikasi yang terjadi diantara pasien dan tenaga kesehatan tidaklah selau berjalan
efektif. Hal ini dapat mengakibatkan terhambatnya proses pengobatan. Hal ini disebabkan
umumnya karena adanya perbedaan pendapat diantara keduanya yang diakibatkan oleh
berbedanya pengetahuan, usia, latar belakang dan juga faktor lainnya. Namun, factor yang lebih
utama yang dapat mengakibatkan tidak terjalinnya komunikasi efektif adalah emosi.
Analisis Transaksional adalah sebuah metode penyembuhan gangguan emosional yang
terjadi ketika berhubungan dengan orang lain.10 Analisis transaksional banyak digunakan untuk
meningkatkan kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. Analisis
transaksional merupakan suatu gagasan yang dikemukakan oleh Eric Berne pada tahun 1950-an.
Tujuan Berne ialah untuk mensintesiskan gagasan-gagasannya, dengan menggunakan istilah-
istilah yang dapat dipahami, sehingga klien dapat berparsipasi secara aktif dalam
mengorganisasikan arah penanganannya sendiri.11 Makna analisis transaksional adalah untuk
memperkaya kemampuan-kemampuan menghadapi dan mengatur situasi yang paling sulit dan
interaksi dalam kehidupan nyata.
Analisis transaksional dibagi ke dalam 5 kategori, yaitu keadaan ego (ego states),
transaksi (transcations), permainan dan drama segitiga (games and the drama triangle), gerakan
dan lakon cerita (strokes and scripswork), dan posisi kehidupan (life positons).11
Tujuan dari keadaan ego adalah untuk menyelenggarakan terapi secara lebih efektif,
Berne memulai dengan mengkonstruksi suatu skema yang timbul selama kegiatan terapi.
Keadaan ego didefinisikan sebagai “realitas ego yang benar-benar dialmi oleh seseorang secara
mental dan fisik” pada waktu tertentu. Selanjutnya, ini disimpulkan bahwa setiap keadaan ego
memperlihatkan sebuah pengalaman-pengalaman internal yang khas, dan juga sebuah perilaku-
perilaku yang dapat diamati. Keadaan ego dibagi menjadi tiga sebagai berikut:11
a. Orang tua, keadaan ini menggabungkan pesan-pesan dari tokoh-tokoh otoritas dini
yang secara emosional signifikan. Keadaan ego ini berisi elemen-elemen yang
mengorganisasikan, memelihara, dan melindungi. Keadaan ego ini juga terdiri
atas nilai-nilai, moral dan etika kita.
b. Orang dewasa, seperangkat pola-pola perasaan sikap-sikap dan perilaku otonom
yang disesuaikan yang disesuaikan dengan realitas masa kini. Keadaan ego ini
mengumpulkan memproses data, mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan, dan
membuat perkiraan-perkiraan, semuanya dilakukan dalam rangka mengambil
keputusan.
c. Anak, keadaan ego ini didefinisikan sebagai “seperangkat pola-pola perasaan,
sikap-sikap dan perilaku yang merupakan seorang tokoh masa lalu yang berasal
dari masa kanak-kanak seseorang” Keadaan ego ini berisi intuisi seseorang dan
imajinasi.
Bagan 3. Keadaan ego dan sikapnya11
Suatu transaksi terdiri atas satu stimuls tunggal dan satu respon tunggal, verbal dan non-
verbal merupakan bentuk dari tindakan sosial. Berne membedakan tiga tipe transaksi yaitu
komplementer (complementary), silang (crossed) dan tersembunyi (ulterior).11
Transaksi komplementer adalah jenis transaksi ini akan terjadi apabila suatu ego state
mengeluarkan stimulus berupa sebuah ungkapan atau perilaku dan akhirnya dia menerima respon
yang tepat atau respon yang diharapkan. Sementara itu transaksi silang adalah “Transaksi silang
akan terjadi ketika pemberi stimulus tidak mendapatkan respon yang tidak diharapkannya.” Hal
ini bisa saja terjadi karena kesalahpahaman yang terjadi antara pemberi stimulus dan pemberi
respon. Dan yang terakhir transaksi tersembunyi adalah pada jenis transaksi tesembunyi,
stimulus dan respon yang diungkapkan para pelaku transaksi memiliki arti yang tersembunyi
dalam bentuk stimulus dan respon yang lain. Dengan kata lain, pesan yang diucapkan memiliki
makna lain yang tersembunyi dibalik pesan yang diucapkan tersebut.
Permainan didefinisikan sebagai suatu urutan transaksi tersembunyi yang berlangsung
melalui tahap-tahap yang didefinisikan dengan baik hingga suatu dampak yang dapat
diramalkan. Dalam drama segitia yang diperkenalkan oleh Stephen Karpman, ia menunjukkan
bahwa dalam pertukaran-pertukaran di antara manusia dalam suatu permainan sebagaimana
dalam drama kehidupan sehari-hari, para pemain sering kali memainkan satu dari tiga peran-
peran yang tidak asli : penyiksa (persecutor), penyelamat (resquer) ataupun korban (victim).11
Gerakan yang dikemukakan oleh Berne adalah dalam bentuk belaian. Sebuah belaian
merupakan bagian dari suatu perhatian yang melengkapi stimulasi yang optimal kepada individu.
Belaian ini merupakan kebutuhan dalam setiap interaksi sosial dan menyehatkan. Eric Berne
mengemukakan suatu istilah yang disebut stroke, yang dapat diterjemahkan dengan “tanda
perhatian”. Menurut Berne, stroke dapat dibedakan menjadi:
1. Positive Stroke
Positive stoke merupakan segala bentuk perhatian yang secara langsung dapat
memperkuat motivasi dan kegairahan dalam kehidupannya yang diperoleh seseorang
dalam awal kehidupannya. Misalnya: senyuman, tepukan, piagam atas suatu prestasi,
ijazah, dan lain-lain. Strokeini dapat menyebabkan seseorang merasa dihargai dan
diperhatikan.
2. Negative Stroke
Negative stroke dalah suatu bentuk stroke yang menunjukkan pandangan yang
mengecewakan atau menyesali. Misalnya: pukulan, tamparan yang menyakitkan, kritikan
atau kata-kata yang keras, sikap acuh tak acuh, dan lain-lain. Strokeini menyebabkan
seseorang merasa tidak dihargai dan tidak berarti, dan secara langsung memungkinkan
seseorang memiliki sikap yang defensive untuk mempertahankan diri.
3. Conditional Stroke
Conditional strokedapat diartikan sebagai suatu tanda perhatian yang diperoleh seseorang
disebabkan ia telah melakukan sesuatu. Misalnya: “Saya mau membantu kamu, asalkan
kamu membelikan saya makanan.”
4. Unconditional Stroke
Umconditional strokeadalah tanda perhatian yang diperoleh seseorang tanpa dikenakan
persyaratan apapun. Misalnya: “Saya mau menolong kamu dengan sebaik-baiknya.”
Berne menganjurkan bahwa pada saat kita mencapai usia sekolah, kita sudah berasumsi
memiliki dengan sungguh-sungguh keyakinan-keyakinan tentang harga diri orang lain.
Keyakinan ini sudah diperbaiki selama hidup, kita akan semakin sadar akan pentingnya posisi-
posisi kehidupan. Keempat posisi yang dapat diasumsikan adalah sebagai berikut:11
a. Aku OK – Anda OK
Posisi yang sehat ini biasanya dibentuk pada awal kehidupan atau yang diperjuangkan
oleh seseorang dengan sungguh-sungguh untuk membentuknya. Ini mencerminkan
otonomi, kreativitas, dan spontanitas
b. Aku OK – Anda Tidak OK
Ini adalah posisi yang paranoid. Seseorang membuat orang lain tidak OK agar dapat
membebaskan dirinya dari perasaan-perasaan yang sangat tidak menyenangkan.
c. Aku tidak OK – Anda OK
Ini adalah posisi yang depresif. Pada umumnya, perasaan-perasaan yang sangat tidak
menyenangkan dibelokkan ke dalam, “terhadap diri”.
d. Aku tidak OK – Anda tidak OK
Ini adalah posisi schizoid atau borderline. Posisi ini dipenuhi dengan kekecewaan dan
keputusasaan serta kadang-kadang terlihat sebagai posisi bunuh diri.
Penutup
Perilaku seorang pasien yang sedang sakit akan berpengaruh terhadap kecepatan
penyembuhan dari penyakitnya. Tidak hanya perilaku, namun cara dia berkomunikasi dengan
tenaga kesehatan juga berpengaruh karena dengan komunikasi yang efektif tenaga kesehatan
akan lebih cepat mengetahui informasi yang lengkap mengenai sakit yang diderita. Komunikasi
yang kurang efektif juga dapat dianalisis untuk mengetahui penyebab tidak efektifnya
komunikasi menggunakan analisis transaksional.
Daftar Pustaka
1. Albarracín, Dolores, Blair T. Johnson, & Mark P. Zanna. 2005. The Handbook of
Attitude. New York : Psychology Press. Hlm. 79
2. Maulana, Heri D.J. 2007. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC. Hlm. 190
3. Noorkasiani, Heryati, & Ismail, Rita. 2007. Sosiologi Keperawatan. Jakarta : EGC. Hlm.
28-29
4. Gibney M, Margetts BM, Kearney J & Arab, Lenore. 2005. Gizi Kesehatan Masyarakat.
Jakarta : EGC. Hlm. 151-152
5. Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC. Hlm. 20
6. Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika. Hlm. 55-
56
7. Asmadi. 2005. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC. Hlm. 35-36
8. Arnawi. 2003. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta : EGC. Hlm. 3-5
9. Uripni C, Sujianto U & Indrawati, T. 2002. Komunikasi Kebidanan. Jakarta : EGC. Hlm.
40-44
10. Mind, Vito. 2008. Misteri Perilaku Anak Sulung, Tengah, Bungsu dan Tunggal. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 32
11. Roberts, A & Greene, Gilbert. 2008. Buku Pintar Pekerja Sosial. Jakarta: BPK Gunung
Mulia. Hlm. 265-275