makalah pajak

29
MAKALAH PAJAK KINI DAN PAJAK TANGGUHAN Oleh : BAIQ NORMALITA NITISARI (A1C 009 095) YOSA PRADIPTA (A1C 009 079) LUH AYOE LINNGRIANI WIDYASTARI (A1C 009 027) AKUNTANSI A ( KELAS GANJIL) FAKULTAS EKONOMI

Upload: baiq-ita

Post on 02-Aug-2015

593 views

Category:

Documents


69 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH PAJAK

MAKALAH

PAJAK KINI DAN PAJAK TANGGUHAN

Oleh :

BAIQ NORMALITA NITISARI (A1C 009 095)

YOSA PRADIPTA (A1C 009 079)

LUH AYOE LINNGRIANI WIDYASTARI (A1C 009 027)

AKUNTANSI A ( KELAS GANJIL)

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MATARAM

2011

Page 2: MAKALAH PAJAK

BAB I

LATAR BELAKANG

Pada dasarnya antara akuntansi pajak dan akuntansi keuangan memiliki kesamaan tujuan, yaitu

untuk menetapkan hasil operasi bisnis dengan pengukuran dan rekognisi penghasilan dan biaya, namun

ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian, bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan tidak sekedar instrument pentransfer sumber daya, akan tetapi acapkali pula digunakan

untuk tujuan mempengaruhi perilaku wajib pajak untuk investasi, kesejahteraan dan lain-lain yang

kadang-kadang merupakan alasan untuk membenarkan penyimpangan dari standar akuntansi

keuangan.

Di lain pihak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh subjek pajak dalam tahun pajak

yang bersangkutan, baik subjek pajak orang pribadi maupun subjek pajak badan, dikenakan Pajak

Penghasilan dan untuk menghitung Pajak Penghasilan tersebut, subjek pajak yang bersangkutan

berkewajiban mengisi Surat Pemberitahuan yang disediakan oleh Instansi Pajak.

Pada umumnya, bentuk dan isi yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan untuk kepentingan

perpajakan hampir tidak berbeda jauh dengan bentuk dan isi yang terdapat dalam Laporan Keuangan

untuk kepentingan komersial. Penghasilan Kena Pajak (PKP-Taxable Income) dihitung berdasarkan

Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan (KPPP) sedang Penghasilan Sebelum Pajak (PSP-

Accounting Income atau Pretax Accounting Income atau Pretax Book Income) dihitung berdasarkan

standar yang disusun oleh profesi yang dikenal sebagai Standar Akuntansi Keuangan (SAK).

Oleh karena basis pengenaan penghasilan untuk keperluan perhitungan Pajak Penghasilan

berbeda dengan basis penghitungan penghasilan untuk keperluan komersial, atau dengan perkataan lain

akibat dari perbedaan rekognisi penghasilan dan biaya, maka akan terdapat perbedaan yang cukup

signifikan antara kedua basis tersebut. Pajak Penghasilan yang dihitung berbasis Penghasilan Kena Pajak

yang sesungguhnya dibayar kepada pemerintah, disebut sebagai “PPh terutang – Income Tax Payable

atau Income Tax Liability” sedang Pajak Penghasilan yang dihitung berbasis Penghasilan Sebelum Pajak

disebut sebagai “Beban Pajak Penghasilan – Income Tax Expense atau Provision for Income Taxes”.

Page 3: MAKALAH PAJAK

BAB II

ISI

PAJAK KINI DAN PAJAK TANGGUHAN

Pajak Kini

Pajak Kini (current tax) adalah jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, jumlah pajak

ini harus dihitung sendiri oleh wajib pajak berdasarkan penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif

pajak, kemudian dibayar sendiri dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai dengan

peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku.

Penghasilan kena pajak atau laba fiscal diperoleh dari hasil koreksi fiskal terhadap laba bersih

sebelum pajak berdasrkan laporan keuangan komersial (laporan akuntansi).

Koreksi fiscal harus dilakukan karena adanya perbedaan perlakuan atas pendapatan

maupun biaya yang berbeda antara standar akuntansi dengan peraturan perpajakan yang

berlaku. Untuk kepentingan internal dan kepentingan lain wajib pajak dapat menggunakan

standar akuntansi yang berlaku umum, sedangkan untuk perhitungan dan pembayaran pajak

harus berdasarkan peraturan perpajakan, dalam hal ini adalah Undang-Undang Pajak

Penghasilan dan peraturan lainnya yang terkait. Perbedaan ini dapat dikelompokkan menjadi

dua, yaitu beda tetap/beda permanent (permanent difference) dan beda waktu

sementara/temporer (temporary difference).

Beda tetap adalah perbedaan yang disebabkan oleh adanya perbedaan pengakuan

pendapatan dan beban anatara standar akuntansi dan peraturan perpajakan. Perbedaan ini

menyebabkan perbedaan besarnya laba bersih sebelum pajak dengan laba fiscal atau

penghasilan kena pajak.

Beda waktu sementara adalah perbedaan yang disebabkan adanya perbedaan waktu

dan metode pengakuan penghasilan dan beban tertentu berdasarkan standar akuntansi dengan

peraturan perpajakan. Perbedaan ini mengakibatkan perbedaan waktu pengakuan pendapatan

dan beban antara tahun pajak yang satu ke tahun pajak berikutnya.

Page 4: MAKALAH PAJAK

Beda waktu sementara/temporer dapat berupa :

1. Perbedaan temporer kena pajak

Adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam

penghitungan laba fiscal pariode mendatang pada saat nilai tercatat asset dipulihkan

atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi

2. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan

Adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan

dalam penghitungan laba fiscal pariode mendatang pada saat nilai tercatat asset

dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban teersebut di lunasi

PERHITUNGAN PAJAK KINI

Pajak kini adalah beban pajak penghasilan perusahan yang dihitung berdasarkan tariff

pajak penghasilan dikalikan dengan laba fiscal, yaitu laba akuntansi yang telah dikoreksi agar

sesuai dengan ketentuan perpajakan.

Contoh :

PT cemerlang gemilap pada tahun 2008 mempunyai data sebagai berikut :

a. Laba bersih sebelum pajak komersial Rp. 500.000.000,-

b. Bunga deposito Rp. 20.000.000,-

c. Sumbangan untuk perayaan 17 Agustus 2008 sebesar Rp. 5.000.000,-

d. Aset tetap yang dimiliki terdiri atas

Aset Tahun Harga perolehan Masa Manfaat Masa Manfaat Metode

Page 5: MAKALAH PAJAK

perolehan (komersial) (fiskal) Penyusutan

Tanah

Bangunan

Inventaris

2003

2003

2003

400.000.000

800.000.000

200.000.000

-

20 tahun

5 tahun

-

20 tahun

4 tahun

Garis lurus

Garis lurus

Garis Lurus

Beban penyusutan inventaris adalah :

Tahun Komersial Fiskal

2003

2004

2005

2006

2007

40.000.000

40.000.000

40.000.000

40.000.000

40.000.000

50.000.000

50.000.000

50.000.000

50.000.000

PAJAK TANGGUHAN (DEFERRED TAXES)

Sebagian perbedaan yang terjadi akibat perbedaan antara PPh Terutang dengan Beban

Pajak dimaksud sepanjang yang menyangkut perbedaan temporer, hendaknya dilakukan

pencatatan dan tercermin dalam laporan keuangan komersial, dalam akun pajak tangguhan

(deferred tax) baik asset pajak tangguhan maupun kewajiban pajak tangguhannya.

1. Alokasi Pajak Interperiode (Interperiod Tax Allocation)

Pendirian yang berlaku umum bagi akuntansi bahwa beban pajak penghasilan

merupakan “biaya” yang seharusnya disandingkan dengan “penghasilan” yang bersangkutan.

Proses yang mengkaitkan antara beban pajak penghasilan dengan penghasilan yang

bersangkutan dikenal sebagai alokasi pajak (tax allocation). Baik alokasi pajak interperiode

Page 6: MAKALAH PAJAK

maupun alokasi pajak intraperiode, sesungguhnya merupakan aplikasi dari konsep “let the tax

follow the income.”

Berikut ini diberikan ilustrasi berkenaan dengan bagaimana mekanisme terjadinya

alokasi interperiode. Misalkan perbedaan yang terjadi antara penghasilan sebelum pajak dan

penghasilan kena pajak, hanya disebabkan oleh metode penyusutan yang berbeda antara

penyusutan komersial dengan penyusutan fiscal. Penyusutan komersial menggunakan metode

garis lurus sedangkan penyusutan fiscal menggunakan metode saldo ganda menurun. Apabila

diketahui:

Harga perolehan mesin adalah Rp 10.000.000.000

Masa manfaatnya 4 (empat) tahun

Tidak terdapat nilai residu

Penghasilan Sebelum Pajak dan Penghasilan Kena Pajak, sebelum Pajak Penghasilan dan

Penyusutan adalah sebesar Rp 10.000.000.000 setiap tahun

Beban Pajak setiap tahun dihitung berdasarkan Penghasilan Sebelum Pajak sebesar Rp

7.500.000.000 setelah dikurangi penyusutan sebesar Rp 2.500.000.000

Tarif Pajak 30%

Uraian

Akuntansi Pajak

Tahun ke 1-4

(Rp)

Tahun ke-1

(Rp)

Tahun ke-2

(Rp)

Tahun ke-3

(Rp)

Tahun ke-4

(Rp)

Penghasilan

sebelum

penyusutan dan PPh

Beban penyusutan

Penghasilan

sebelum pajak

Penghasian kena

10.000

(2.500)

7.500

10.000

(5.000)

5.000

10.000

(2.500)

7.500

10.000

(1.250)

8.750

10.000

(1.250)

8.750

Page 7: MAKALAH PAJAK

pajak

Beban pajak

Pajak terutang (kini)

2.250

1.500 2.250 2.625 2.625

Jurnal gabungan antara pajak kini dan pajak tangguhan (jurnal 1)

Beban pajak

Pajak tangguhan

Pajak tangguhan

Pajak terutang

(kini)

2.250

-

750

1.500

2.250

-

-

2.250

2.250

375

-

2.625

2.250

375

-

2.625

Jurnal terpisah antara pajak kini dan pajak tangguhan (jurnal 2)

Beban pajak

Pajak tangguhan

(kini)

Beban pajak

Pajak tangguhan

Pajak tangguhan

Beban pajak

1.500

1.500

750

750

-

-

2.2502.250

-

-

-

-

-

2.625

2.625

-

-

375

375

2.625

2.625

-

-

375

375

Tahun ke-1

Dalam tahun ini Pajak Penghasilan kini yang terutang adalah sebesar Rp 1.500 juta (jt).

Perbedaan antara Beban Pajak sebesar Rp 2.250 jt (0,3 x Rp 7.500 jt) dengan Pajak Terutang

sebesar Rp 1.500 jt (0,3 x Rp 5.000 jt) dikreditkan ke akun Pajak Tangguhan. Jumlah yang

dikreditkan tersebut adalah sama dengan selisih antara Penghasilan Sebelum Pajak dengan

Page 8: MAKALAH PAJAK

Penghasilan Kena Pajak yang disebabkan oleh perbedaan temporer dikalikan dengan tarif pajak,

Rp[ 750 jt = 0,3 (7.500 jt – 5.000 jt)]

Tahun ke-2

Jumlah Penghasilan Sebelum Pajak dalam tahun ini sama besarnya dengan jumlah

Penghasilan Kena Pajak, sehingga tidak terdapat pajak penghasilan tangguhan, karena tidak

adanya perbedaan temporer antara Penghasilan Sebelum Pajak dengan Penghasilan Kena

Pajak. Akun Pajak Penghasilan Tangguhan pada akhir tahun ke-2 berjumlah Rp 750 juta yang

merupakan perbedaan temporer kumulatif antara Penghasilan Sebelum Pajak dengan

Penghasilan Kena Pajak dikali dengan tarif pajak, Rp [ 750 jt = 0,3 (7.500 jt + 7.500 jt – 5.000 jt -

7.500 jt)]

Tahun ke-3

Dalam tahun ini perbedaan temporer menjadi terbalik, karena Penghasilan Kena Pajak

lebih besar dari Penghasilan Sebelum Pajak. Penyusutan yang dihitung berbasis Penghasilan

Sebelum Pajak (Rp 2.500 jt) lebih besar apabila dibandingkan dengan penyusutan yang dihitung

berbasis Penghasilan Kena Pajak (Rp 1.250 jt). Pajak Penghasilan Terutang sebesar Rp 2.625 jt

pun akan lebih besar dari Beban Pajak yang hanya berjumlah Rp 2.250 jt. Selisih sebesar Rp 375

jt [ 0,3 (7.500 jt – 8.750 jt)] didebit dalam akun Pajak Penghasilan Tangguhan. Jumlah ini

merupakan sebagian dari Pajak Penghasilan terutang yang tersedia di tahun ke-1 dan tahun ke-

2.

Tahun ke-4

Dalam tahun ini dilakukan jurnal yang sama dengan tahun ke-3 untuk saldo Pajak

Penghasilan Tangguhan sebesar Rp 375 jt. Pada akhir tahun ke-4 jumlah akumulasi penyusutan

akan menjadi sama antara penyusutan berbasis Penghasilan Sebelum Pajak dengan penyusutan

berbasis Penghasilan Kena Pajak dan akun Pajak Penghasilan Tangguhan pun akan menjadi

nihil, karena tidak terdapat lagi perbedaan temporer antara Penghasilan Sebelum Pajak dan

Penghasilan Kena Pajak, sepanjang yang menyangkut penyusutan mesin dimaksud.

Page 9: MAKALAH PAJAK

Jurnal yang terdapat pada bagian bawah menunjukkan cara alternative yang dapat dilakukan

dalam rangka pencatatan Pajak Penghasilan Terutang. Baik jurnal yang pertama (jurnal ke-1)

maupun jurnal terakhir (jurnal ke-2) menunjukkan hasil yang sama. Pada jurnal ke-1, baik Pajak

Penghasilan Terutang Kini maupun Pajak Penghasilan Tangguhan, dijurnal dalam satu jurnal,

sedangkan jurnal ke-2 memperlihatkan jurnal yang terpisah antara jurnal Pajak Penghasilan

Terutang Kini dengan Pajak Penghasilan Tangguhan. Pada jurnal ke-2 lebih memperjelas

bagaimana keterkaitan Pajak Penghasilan terutang dengan perbedaan temporer yang

selanjutnya dialokasikan pada tahun-tahun berikutnya.

Pada tahun ke-1, pada saat munculnya perbedaan temporer antara Penghasilan

Sebelum Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak, terlihat bahwa Beban Pajak lebih besar bila

dibandingkan dengan Pajak Terutang Kini yang berakibat dengan dikreditnya akun Pajak

Tangguhan. Pada tahun ke-2, pad saat tidak terdapat perbedaan temporer (nihil) dan jumlah

Beban Pajak sama besar dengan jumlah Pajak Terutang Kini, yang berakibat tidak terdapat

Pajak Tangguhan. Pada tahun ke-3 dan ke-4, pada saat perbedaan temporer menunjukkan

keadaan yang sebaliknya dengan keadaan pada tahun ke-1 dan ke-2, yaitu Beban Pajaknya lebih

kecil bila dibandingkan dengan Pajak Terutang Kini, maka akibatnya akun Pajak Tangguhan akan

didebit.

Dapat disimpulkan bahwa proses alokasi pajak interperiode, tidak lain merupakan

pergeseran beban pajak akibat dari perbedaan temporer yang muncul di tahun ke-1 dan

terpulihkan pada tahun ke-3 dan ke-4.

Sebagai konsekuensi dari perhitungan pajak tangguhan tersebut akan muncul akun

“alokasi pajak interperiode” yang mencatat perbedaan temporer yang mempengaruhi hasil

tahun berjalan. Efek pajak terhadap kejadian masa yang akan dating hendaknya tercermin

dalam tahun terjadinya kejadian tersebut.

2. Metode Alokasi Pajak Interperiode

Metode alokasi pajak interperiode dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu:

Deferral method (metode pajak tangguhan)

Page 10: MAKALAH PAJAK

Liability method (metode kewajiban)

Net-of-tax method (metode pajak neto)

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 46) di antara ketiga metode tersebut,

hanya deferral method (metode pajak tangguhan) yang diperkenankan digunakan. Terpilihnya

metode pajak tangguhan untuk digunakan dalam penyusunan laporan keuangan, karena secara

umum dapat dikatakan bahwa metode ini memasukkan alokasi perbedaan temporer yang

komprehensif dan bukan alokasi perbedaan temporer yang parsial. Selain daripada itu,

keunggulan dan kelemahan dari metode ini adalah:

1) Metode pajak tangguhan lebih menekankan pada pengukuran berapa besar

penghematan pajak kini akibat perbedaan temporer tersebut yang dialokasikan pada

periode mendatang.

2) Metode pajak tangguhan lebih objektif bila dibandingkan dengan metode kewajiban.

3) Baik metode pajak tangguhan maupun metode kewajiban mengungkapkan secara

terpisah berkenaan dengan pajak tangguhan di neraca dan laba-rugi perusahaan.

4) Kelemahan yang serius dari metode pajak tangguhan adalah tidak terdapatnya konsep

mendasar atau teori yang rasional yang mempermasalahkan kredit pajak tangguhan.

3. Metode Pajak Tangguhan

Perhitungan pajak tangguhan dengan menggunakan metode pajak tangguhan,

cenderung penekanannya kepada berapa besar pajak yang dapat dihemat pada saat ini. Tarif

pajak yang digunakan adalah tarif pajak pada saat munculnya perbedaan temporer tersebut,

untuk selanjutnya dihitung berapa besar beban pajaknya. Apabila terjadi perubahan tarif pajak

pada periode berikutnya atau adanya pengenaan pajak baru, hal ini tidak akan mengubah

jumlah pajak tangguhan yang telah dihitung tersebut.

4. Metode Kewajiban (Liability Method)

Metode ini, memperhitungkan bahwa jumlah pajak penghasilan yang akan dibayar pada

saat perbedaan temporer terpulihkan, dicatat sebagai kewajiban dalam neraca perusahaan.

Page 11: MAKALAH PAJAK

Kewajiban tersebut akan berkurang pada periode mendatang, pada saat pajak penghasilan

terutang lebih besar dari beban pajak.

Perhitungan pajak tangguhan dengan menggunakan metode ini lebih ditekankan kepada

berapa besar pajak penghasilan yang akan dibayar pada periode mendatang. Tarif pajak yang

digunakan untuk perhitungan pajak tangguhan terpulihkan didasarkan kepada tarif pajak yang

efektif pada saat terpulihkan tersebut terjadi.

Agar konsisten dengan kewajiban jangka panjang lainnya, perhitungan pajak tangguhan

dengan menggunakan metode ini seharusnya menggunakan metode nilai tunai terhadap

perkiraan pengeluaran kas yang akan datanguntuk keperluan perhitungan pajak tangguhan.

5. Metode Pajak Neto (Net-of-Tax Method)

Metode ini memperhitungkan efek pajak yang muncul pada saat terjadinya perbedaan

temporer, baik perhitungannya dengan menggunakan metode pajak tangguhan maupun

perhitungannya didasarkan pada liability method. Efek pajak tersebut diperlakukan sebagai

penyesuaian terhadap nilai individu asset suatu kewajiban yang bersangkutan yang berkaitan

dengan penghasilan atau beban.

Sebagai contoh, mesin yang dibeli dengan harga Rp 10.000 juta, dapat dianggap sebagai

penyediaan dua macam keuntungan masa mendatang, yaitu:

Keuntungan karena pengguanaan mesin untuk menghasilkan suatu produk.

Keuntungan karena penyusutannya dapat dikurangkan sebagai biaya perusahaan dan

dengan demikian berarti terdapat penghematan pajak akibat dapat dikurangkannya

penyusutan tersebut sebagai biaya.

Apabila diasumsikan tarif pajak adalah 30%, maka hal ini berate penyediaan keuntungan

dari jumlah harga perlolehan sebesar Rp 10.000 juta tersebut, dapat dirinci sebagai berikut:

Jumlah sebesar Rp 7.000 juta terkait dengan keuntungan penggunaan jasa produksi

masa mendatang, sedang

Page 12: MAKALAH PAJAK

Jumlah sebesar Rp 3.000 juta terkait dengan keuntungan dapat dihematnya pajak

masa mendatang.

Jumlah sebesar Rp 7.000 juta tersebut dapat dialokasikan pada periode mendatang

sebagai beban penyusutan, dan tidak mempermasalahkan metode penyusutan apa yang akan

digunakan, apakah metode garis lurus atau metode saldo menurun atau metode lainnya.

Demikian pula halnya, jumlah sebesar Rp 3.000 juta tersebut diakui sebagai penghematan pajak

yang akan terrealisir pada saat diakuinya beban penyusutan tersebut.

Apabila diasumsikan jumlah Rp 7.000 juta dialokasikan dengan jumlah yang sama

besarnya selama masa manfaat asset yang bersangkutan, maka jumlah penghematan pajak

sebesar Rp 3.000 juta akan terrealisir pada saat penyusutan dilakukan dengan menggunakan

metode saldo ganda menurun.

6. Kewajiban Pajak Tangguhan dan Aktiva Pajak Tangguhan

GAAP Handbook of Polices dan Procedures, 2001 (hal 783) menyebutkan bahwa

prnggunaan “the asset and liability method” (selanjutnya disebut the liability method),

mengharuskan pendekatannya berorientasi pada neraca, karena pada dasarnya sasaran yang

ingin diperlihatkan di sini, berapa sesungguhnya taksiran pajak yang akan dibayar pada periode

yang akan dating. Untuk keperluam itu hendaknya diterapkan akuntansi yang komprehensif,

yang berarti bahwa harus dipertimbangkan semua efek pajak terhadap semua penghasilan,

biaya/pengeluaran, keuntungan maupun kerugian, dan hal-hal lain yang menimbulkan

perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keungan fiscal, sehingga dengan

demiklan yang dimaksud dengan beban pajak mencakup jumlah pajak yang terutang ditambah

dengan dampak pajak akibat perbedaan temporer.

Baik Kewajiban Pajak Tangguhan maupun Aset Pajak Tangguhan dapat terjadi, dalam

hal-hal sebagai berikut:

Page 13: MAKALAH PAJAK

Penghasilan Sebelum Pajak > Penghasilan Kena Pajak Kewajiban Pajak

(PSP) (PKP) Tangguhan (KPT)

Penghasilan Sebelum Pajak < Penghasilan Kena Pajak Aktiva Pajak

(PSP) (PKP) Tangguhan (KPT)

6.1 Kewajiban Paak Tangguhan

Diasumsikan bahwa Penghasilan Sebelum Pajak dan Penghasilan Kena Pajak Sebelum

Akumulasi Penyusutan (SAP), sama besarnya, yaitu Rp 200.000.000. Penyusutan menurut

pembukuan perushaan yang menggunakan metode garis lurus berjumlah Rp 200.000.000

sedang penyusutan untuk keperluan perpajakan, yang menggunakan metode saldo ganda

menurun berjumlah Rp 30.000.000. Apabila besarnya tariff pajak adalah 30%, maka

perhitungan dan jurnal atas data tersebut di atas menjadi sebagai berikut:

Uraian Basis Akuntansi

(Rp) (a)

Basis Pajak

(Rp) (b)

Penghasilan Sebelum Pajak SAP

Penghasilan Kena Pajak SAP

Akumulasi Penyusutan

200.000.000

(20.000.000)

200.000.000

(30.000.000)

Page 14: MAKALAH PAJAK

Dasar Pengenaan Pajak

Tarif

Beban Pajak

Pajak Terutang

180.000.000

30%

54.000.000

170.000.000

30%

51.000.000

Kewajiban Pajak Tangguhan a-b = Rp 3.000.000

Beban Pajak Rp 54.000.000

Pajak Terutang Rp 51.000.000

Kewajiban Pajak Tangguhan 3.000.000

6.2 Aktiva Pajak Tangguhan

Aset pajak tangguhan dapat dihitung dengan cara mengalikan perbedaan temporer

dengan tariff pajak yang berlaku pada saat perbedaan tersebut terpulihkan. Asset pajak

tangguhan neto akan dicatat sebagai keuntungan pajak yang diperkirakan terealisasi di masa

mendatang. Asset pajak tangguhan bruto akan berkurang jumlahnya, apabila ada penyisihan

penilaian yaitu semacam perkiraan kontra yang terjadi apabila asset pajak tangguhan bruto

tidak seluruhnya terrealisasi, atau dengan perkataan lain asset pajak tangguhan neto

merupakan jumlah yang terrealisasi saja.

Apabila diasumsikan terdapat perbedaan temporer sebesar Rp 500.000.000, tarid pajak

sebesar 30% dan keuntungan pajak sejumlah Rp 350.000.000 diperkirakan akan terealisasi lebih

dari 50%nya, maka pencatatan asset pajak tangguhan ni neraca sebagai berikut:

Page 15: MAKALAH PAJAK

Asset pajak tangguhan bruto: 0,3 x Rp 500.000.000

Kurang:

Penyisihan Penilaian: 0,3 x Rp 150.000.000

Rp 150.000.000

(45.000.000)

Aset pajak tangguhan: 0,3 x Rp 350.000.000 Rp 105.000.000

Apabila diasumsikan terdapat perbedaan temporer sebesar Rp 300.000.000, tarif pajak 30%

dan seluruh perbedaan temporer diperkirakan lebih dari 50% akan terealiasasi, maka

pencatatan asset pajak tangguhan di neraca terlihat sebagai berikut:

Asset pajak tangguhan bruto: 0,3 x Rp 300.000.000

Kurang:

Penyisihan Penilaian:

Rp 90.000.000

0

Aset pajak tangguhan: 0,3 x Rp 300.000.000 Rp 90.000.000

7. Kompensasi Kerugian

Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun

2000, menyebutkan:

Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai

tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.

Contoh:

Page 16: MAKALAH PAJAK

PT ABUNIDAL dalam tahun 1995 menderita kerugian fiscal sebesar Rp 1.200.000.000 (satu

miliar dua ratus juta rupiah). Dalam 5 (lima) tahun berikutnya laba rugi fiscal PT ABUNIDAL

sebagai berikut:

1996

1997

1998

1999

2000

Laba fiskal

Rugi fiskal

Laba fiskal

Laba fiskal

Laba fiskal

200.000.000

(300.000.000)

Nihil

100.000.000

800.000.000

Kompensasi kerugian sebagai berikut:

Rugi fiskal tahun 1995

Laba fiskal tahun 1996

Sisa rugi fiskal tahun 1995

Rugi fiskal tahun 1997

Sisa rugi fiskal tahun 1995

Laba fiskal tahun 1998

Sisa rugi fiskal tahun 1995

Laba fiskal tahun 1999

Sisa rugi fiskal tahun 1995

Laba fiskal tahun 2000

Sisa rugi fiskal tahun 1995

(1.200.000.000)

200.000.000

(1.000.000.000)

(300.000.000)

(1.000.000.000)

Nihil

(1.000.000.000)

100.000.000

(900.000.000)

800.000.000

(100.000.000)

Page 17: MAKALAH PAJAK

Sisa rugi fiscal tahun 1995 sebesar Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) yangmasih

tersisa pada akhir tahun 2000, tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiscal tahun 2001,

sedangjan rugi fiscal tahun 1997 sebesar Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) hanya boleh

dikompensasikan dengan laba fiscal tahun 2001 dan tahun 2002, karena jangka waktu 5 (lima)

tahun yang dimulai sejak tahun 1998 berakhir pada akhir tahun 2002.

Oleh karena kompensasi kerugian tersebut di atas berpengaruh terhadap Penghasilan

Kena Pajak di masa mendatang, maka efek pajak yang muncul akibat kompensasi kerugian

tersebut merupakan penghematan pajak masa mendatang. Realisasi keuntungan pajak masa

depan tersebut sangat tergantung kepada Penghasilan Kena Pajak masa mendatang yang

prospeknya sulit diramalkan atau dengan perkataan lain mengandung ketidakpastian yang

sangat tinggi.

Apabila keuntungan pajak akibat kompensasi kerugian tersebut dapat direalisasikan

beberapa tahun kemudian, hal ini diklasifikasikan sebagai “the income enabling recognition”

yang akan mengurangi beban pajaknya. Keuntungan pajak akibat kompensasi kerugian di tahun

realisasinya memperlihatkan angka-angka sebagai berikut:

Beban pajak (tanpa kompensasi kerugian)

Kurang:

Penurunan PPh terutang akibat kerugian

tahun lalu yang dikompensasikan tahun ini

Saldo

50.000.000

30.000.000

20.000.000

Selanjutnya untuk mencatat beban pajak/asset pajak tangguhan akibat kompensasi kerugian

pada contoh perhitungan kompensasi tersebut di atas, terlihat sebagai berikut:

Tahun Uraian Beban pajak/Aset

pajak tangguhan

Page 18: MAKALAH PAJAK

1995

1996

1997

1998

1999

2000

Rugi fiskal

Laba fiskal

Sisa rugi fiskal tahun 1995

Rugi fiskal

Sisa rugi fiskal tahun 1995

Laba fiskal

Sisa rugi fiskal tahun 1995

Laba fiskal

Sisa rugi fiskal tahun 1995

Laba fiskal

Sisa rugi fiskal tahun 1995

Penyisihan penilaian

Sisa rugi fiskal tahun 1995

(1.200.000.000)

200.000.000

(1.000.000.000)

(300.000.000)

(1.000.000.000)

Nihil

(1.000.000.000)

100.000.000

(900.000.000)

800.000.000

100.000.000

100.000.000

Nihil

342.500.000

42.500.000

300.000.000

72.500.000

300.000.000

Nihil

300.000.000

12.500.000

287.500.000

222.500.000

65.000.000

65.000.000

Nihil

Saldo beban pajak/asset pajak tangguhan sebesar Rp 65.000.000 merupaan saldo

kompensasi kerugian sebesar Rp 100.000.000 yang tidak dapat dikompensasikan lagi. Apabila

jumlah Rp 100.000.000 dikalikan dengan tarif pasal 17, maka akan didapat jumlah sebesar Rp

12.500.000. Selisih sebesar Rp 52.500.000 (65.000.000-12.500.000) merupakan perbedaan

dasar perhitungan lapisan kena pajak pada tahun terjadinya kerugian (1995) dengan lapisan

kena pajak tahun realisasi (1996,1999,2000), yaitu masing-masing pada setiap tahun realisasi

sebesar Rp 17.500.000 (30.000.000-12.500.000). Apabila jumlah Rp 17.500.000 tersebut

dikalikan dengan 3 (tiga) maka akan diperoleh jumlah Rp 52.500.000 tersebut. Untuk jelasnya

dapat terlihat pada ekshibit berikut ini:

Tahun realisasi Perhitungan beban pajak/aset pajak tangguhan atas dasar

Page 19: MAKALAH PAJAK

kompensasi kerugian tarif/tahun yang menimbulkan selisih

30%

1995 (Rp)

10% & 15%

1996,1999,2000 (Rp)

Selisih

(Rp)

1996 (laba Rp

200.000.000)

1999 (laba Rp

100.000.000)

2000 (laba Rp

800.000.000)

Jumlah

30.000.000

30.000.000

30.000.000

90.000.000

12.500.000

12.500.000

12.500.000

37.500.000

17.500.000

17.500.000

17.500.000

52.500.000

Jurnal kompensasi kerugian tersebut, adalah sebagai berikut:

1995

Asset pajak tangguhan

Beban pajak

(keuntungan pajak karena kompensasi

kerugian)

1996

Beban pajak

Asset pajak tangguhan

1997

Aset pajak tangguhan

Beban pajak

(keuntungan pajak karena kompensasi

kerugian)

342.500.000

42.500.000

72.500.000

342.500.000

42.500.000

72.500.000

Page 20: MAKALAH PAJAK

1998 : nihil

1999

Beban pajak

Asset pajak tangguhan

2000

Beban pajak

Asset pajak tangguhan

Penyisihan penilaian

(atas asset pajak tangguhan yang tidak dapat

dikompensasikan)

12.500.000

287.500.00012.500.000

222.500.000

65.000.000

Penyebab perbedaan yang terjadi antara Penghasilan Sebelum Pajak dengan

Penghasilan Kena Pajak dan secara potensial juga mnyebabkan perbedaan antara Beban Pajak

Penghasilan dengan Pajak Penghasilan Terutang, dapat dikategorikan dalam lima kelompok

berikut ini:

1. Perbedaan Permanen/Tetap (Permanent Differences)

2. Perbedaan Waktu/Sementara (Timing Differences-Temporary Differences)

3. Kompensasi Kerugian (Operating Loss Carryforwards)

4. Kredit Pajak Investasi (Investment Tax Credit)

5. Alokasi Pajak Intraperiode (Intraperiod Tax Allocation)

BAB III

Page 21: MAKALAH PAJAK

KESIMPULAN

Pajak Kini (current tax) adalah jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, jumlah pajak

ini harus dihitung sendiri oleh wajib pajak berdasarkan penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif

pajak, kemudian dibayar sendiri dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai dengan

peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku.

Pajak kini adalah beban pajak penghasilan perusahan yang dihitung berdasarkan tariff

pajak penghasilan dikalikan dengan laba fiscal, yaitu laba akuntansi yang telah dikoreksi agar

sesuai dengan ketentuan perpajakan.

Ada tujuh cara dalam perhitungan pajak tangguhan, yaitu:

Alokasi Pajak Interperiode (Interperiod Tax Allocation)

Metode Alokasi Pajak Interperiode

Metode Pajak Tangguhan

Metode Kewajiban (Liability Method)

Metode Pajak Neto (Net-of-Tax Method)

Kewajiban Pajak Tangguhan dan Aktiva Pajak Tangguhan

Kompensasi Kerugian