makalah pajak

41
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak juga disebut sumber penerimaan negara untuk pembiayaan pemerintah dan pembangunan di Indonesia. Peran pajak terhadap penerimaan negara dari tahun ke tahun semakin dominan, terutama sejak penerimaan minyak dan gas bumi tidak mampu lagi membiayai belanja pemerintah. Semakin besarnya peranan pajak dalam pembangunan menjadi perhatian semua pihak, karena tingginya pajak menunjukkan kemampuan kemandirian bangsa dalam membiayai pembangunan dari seluruh komponen bangsa. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma- hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.Pajak merupakan sumber utama pemasukan negara yang dalam penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Direktorat Jendral Pajak. Pajak memberikan manfaat secara tidak langsung bagi masyarakat,karena kontraprestasi yang akan dikembalikan pada masyarakat adalah dalam bentuk pembangunan infrasruktur dan fasilitas umum,sehingga pajak tersebut seharusnya dapat dinikmati secara merata oleh seluruh

Upload: armand-ag

Post on 26-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Pajak

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak

juga disebut sumber penerimaan negara untuk pembiayaan pemerintah dan

pembangunan di Indonesia. Peran pajak terhadap penerimaan negara dari tahun ke tahun

semakin dominan, terutama sejak penerimaan minyak dan gas bumi tidak mampu lagi

membiayai belanja pemerintah. Semakin besarnya peranan pajak dalam pembangunan

menjadi perhatian semua pihak, karena tingginya pajak menunjukkan kemampuan

kemandirian bangsa dalam membiayai pembangunan dari seluruh komponen bangsa.

Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma- hukum untuk menutup biaya produksi

barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.Pajak merupakan

sumber utama pemasukan negara yang dalam penyelenggaraannya dilaksanakan oleh

Direktorat Jendral Pajak. Pajak memberikan manfaat secara tidak langsung bagi

masyarakat,karena kontraprestasi yang akan dikembalikan pada masyarakat adalah

dalam bentuk pembangunan infrasruktur dan fasilitas umum,sehingga pajak tersebut

seharusnya dapat dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat. Selain untuk

membangun infrastruktur dan fasilitas umum, pajak juga dipergunakan untuk membayar

gaji pegawai negeri,pensiunan pegawai negeri,bahkan subsidi yang selama ini dirasakan

oleh masyarakat berasal dari pajak yang dibayarkan. Berbagai macam subsidi yang

dikeluarkan pemerintah diantaranya subsidi BBM, listrik, Bantuan Langsung Tunai

(BLT),Raskin,dan Jamkesmas.Namun pada prakteknya subsidi ini tidak tepat sasaran.

Hal ini tantangan bagi Direktorat Jenderal Pajak sebagai institusi yang menghimpun

penerimaan negara dari pajak. DJP memiliki visi menjadi institusi pemerintah yang

menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien,dan

dapat dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi dan

menghimpun pajak negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang mampu

mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan.

Page 2: Makalah Pajak

1.2. Rumusan Masalah

Adapun yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :

1) Apa pengertian dan unsur-unsur Pajak ?

2) Bagaimana cara pembayaran dan pelaporan Pajak ?

3) Apa syarat-syarat pembayaran dan pelaporan Pajak ?

4) Apa saja fungsi,tujuan dan kegunaan pembayaran dan pelaporan pajak ?

5) Berapa lama jangka waktu pembayaran dan pelaporan Pajak ?

6) Apa sanksi yang diberikan jika wajib pajak belum melakukan pembayaran

dan pelaporan Pajak ?

7) Bagaimana mekanisme pemotongan/pemungutan pajak?

8) Bagaimana jika terjadi kelebihan Pembayaran Pajak ?

1.3. Tujuan Makalah

Tujuan dari penulisan makalah ini ialah :

1) Untuk mengetahui pengertian pajak dan unsur yang didalamnya.

2) Untuk mengetahui cara pembayaran dan pelaporan pajak.

3) Untuk mengetahui syarat dalam pembayaran dan pelaporan pajak.

4) Untuk mengetahui fungsi dan kegunaan pajak.

5) Untuk melihat sejauh mana batas waktu pembayaran.

6) Untuk mengetahui sanksi yang dikenakan dalam pembayaran dan pelaporan

pajak.

7) Untuk memahami mekanisme pemotongan/pemungutan pajak

8) Untuk memahami kelebihan pembayaran pajak.

9) Untuk mengetahui tujuan pembayaran dan pelaporan pajak.

Page 3: Makalah Pajak

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Teks Book

Pembayaran Pajak

Dalam sistem self assessment wajib pajak harus menghitung,

memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakan ke

kantor pelayanan pajak atau kantor penyuluhan pajak. Pembayaran pajak dilakukan

dengan menggunakan surat setoran pajak (ssp) dan untuk pelaporan menggunakan

surat pemberitahuan (sp).

Surat Setoran Pajak

Surat setoran pajak (ssp) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan

untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara

melalui kantor pos dan/ atau bank badan usaha nilik negara atau bank badan usaha

milik negara atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh menteri keuangan.

SSP dibagi menjadi menjadi 2 (dua), adalah sebagai beriku t:

SSP standar adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan atau berfungsi untuk

melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kantor

penerimaaan pembayaran dan digunakan sebagai bukti pembayaran.

SSP khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke kantor

penerimaan pajak yang dicetak oleh kantor penerimaan pembayaran dengan

menggunakan mesin transaksi dan/ atau alat lain yang sesuai dengan yang

ditetapkan dalam keputusan dirjen pajak dan mempunyai fungsi yang sama

dengan SSP standar dalam administrasi perpajakan.

SSP standar dibuat dalam rangkap lima (5) yang peruntukannya sebagai berikut:

Lembar 1 : untuk arsip wajib pajak.

Page 4: Makalah Pajak

Lembar 2 : untuk kantor pelayanan pajak melalui kantor pembendaharaan dan kas

Negara.

Lembar 3 : untuk dilaporkan wajib pajak ke kantor pelayanan pajak.

Lembar 4 : untuk arsip kantor penerimaan pembayaaran.

Lembar 5 : untuk arsip wajib pungut dan pihak lain sesuai dengan ketentuan

perundangan perpajakan yang berlaku.

SSP khusus dicetak oleh kantor penerimaan pembayaran yang telah mengadakan

kerjasama Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (mp3) dengan dirjan pajak.

Cara pengisian SSP khusus adalah sebagai berikut:

1. NPWP diisi dengan NPWP 11 dihit apabila SSP digunakan untuk melakukan

pembayaran sebelum 31 maret 2001.

2. NPWP baru 15 digit yang diterima oleh wajib pajak sebelum tanggal 1 april 2001

baru digunakan untuk identitas pembayaran pajak sejak 1 april 2001 dengan

menggunakan SSP sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dirjen pajak.

3. NTPP dan/ atau NTB dicantumkan pada ” ruang teraan”

Surat Pemberitahuan

Surat pemberitahuan (spt) adalah surat yang oleh wajip pajak digunakan untuk

melaporkan perhitungan dan/ atau pembayaran pajak, objek pajak dan/ atau bukan objek

pajak dan/ atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan paraturan perundangan-

undangan perpajakan.

Fungsi surat pemberitahuan :

a. Bagi wajib pajak, surat pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melapor dan

mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang

dan untuk melaporkan tentang :

1. Pembayara atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakkan sendiri dan/ atau

melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak

bagian tahun pajak.

Page 5: Makalah Pajak

2. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/ atau bukan objek pajak.

3. Harta dan kewajiban.

4. Pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang pemotongan atau

pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa, yang

ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

b. Bagi pengusaha kena pajak fungsi surat pemberitahuan adalah sebagai sarana

untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak

pertumbuhan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang sebenarnya

tertuang dan untuk melaporkan tentang :

1. Perkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran.

2. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanaakan sendiri oleh

pengusaha kena pajak dan/ atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak,

yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

yang berlaku.

c. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi surat pemberitahuan adalah sebagai

sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong

atau dipungut dan setorkan.

Page 6: Makalah Pajak

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Pengertian Pajak

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak

dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi

barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum atau pajak

merupakan kewajiban kenegaraan dan pengabdian peran aktif warga negara dalam

upaya pembiayaan pembangunan nasional kewajiban perpajakan setiap warga negara

diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan-peraturan pemerintah.

Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah

disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan

tata cara perpajakan adalah “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak

mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dari pengertian itu dapat disimpulkan unsur-

unsur yang terdapat dalam pajak ialah :

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksananya;

2. Sifatnya dapat dipaksakan, hal ini berarti bahwa pelanggaran atas iuran

perpajakan dapat dikenakan sanksi;

3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi secara

langsung oleh pemerintah;

4. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun daerah. Pajak

diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari

pemasukannya masih surplus, dipergunakan untuk membiayai public

investment

Page 7: Makalah Pajak

3.2. Cara Pembayaran dan Pelaporan Pajak

Pembayaran dan pelaporan Pajak dapat dilakukan dengan menggunakan fasilitas

sisiem pembayaran online, dilaksanakan melalui Teller Bank Persepsi/Devisa Persepsi

online atau menggunakan fasilitas alat transaksi yang disediakan oleh Bank Persepsi/

Devisa Persepsi online.

Cara Pembayaran Melalui Teller Bank

1) Wajib Pajak (WP) mendatangi teller Bank dengan membawa :

a. Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi secara lengkap dan benar atau

data yang lengkap dan benar tentang :

Nomor Pokok Wajib Pajak.

Kode Mata Anggaran Penerimaan (MAP) sesuai dengan jenis pajak

yang akan dibayar, sebagaimana diatur dalam Buku Petunjuk

Pengisian SSP.

Kode Jenis Setoran (KJS) sesuai dengan jenis setoran pajak yang akan

dibayar, sebagaimana diatur dalam Buku Petunjuk Pengisian SSP

(pada kolom pertama tabel MAP yang bersangkutan).

Nomor ketetapan sebagaimana tercantum dalam SKPKB, SKPKBT,

atau STP yang akan dibayar ( hanya diisi apabila pembayaran

dilakukan untuk melunasi SKPKB, SKPKBT, atau STP).

Masa Pajak, yang menunjukkan periode kewajiban pajak yang akan

dibayar, misalnya masa Agustus tahun 2002 diisi dengan 08-2002.

Apabila membayar PPh Pasal 29 tahunan, setelah kode jenis setoran

diisi dengan 200 maka bulan dalam masa pajak akan terisi 00 sehingga

WP hanya tinggal mengisi empat digit tahun pajak.

b. Alat pembayaran senilai Pajak yang akan dibayarkan

2) WP menyampaikan SSP yang telah diisi secara lengkap dan benar atau Data

yang lengkap dan benar serta alat pembayaran sebagaimana dimaksud dalam

angka 1 huruf a dan b diatas kepada Teller Bank Persepsi/Devisa Persepsi

Online.

Page 8: Makalah Pajak

3) WP menjawab kebenaran identitas WP tentang Nama WP dan Alamat WP.

4) WP menerima Kembali SSP yang telah disahkan dengan tanda tangan

petugas teller dan cap Bank serta diberi Nomor Transaksi Pembayaran Pajak

(NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank (NTB), dan atau SSP yang dicetak

oleh Bank yang telah diberi NTPP dan atau NTB dari Teller.

5) WP memeriksa kebenaran SSP yang diterima dari Teller.

6) WP melaporkan SSP ke KPP sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Cara Pembayaran Pajak Menggunakan Fasilitas Alat Transaksi Bank

(misalnya ATM dan Internet Banking)

1) WP mendatangi alat transaksi bank dengan membawa data yang lengkap dan

benar tentang :

Nomor Pokok Wajib Pajak.

Kode Mata Anggaran Penerimaan sesuai dengan jenis pajak yang akan

dibayar, sebagaimana diatur dalam Buku Petunjuk Pengisian SSP (pada

keterangan diatas setiap tabel).

Kode Jenis Setoran sesuai dengan jenis setoran pajak yang dibayar,

sebagaimana diatur dalam Buku Petunjuk Pengisian SSP (pada kolom

pertama tabel MAP yang bersangkutan)

Nomor ketetapan sebagaimana tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, atau

STP yang akan dibayar (hanya diisi apabila pembayaran digunakan untuk

melunasi SKPKB, SKPKBT, atau STP).

Masa Pajak, yang menunjukkan periode kewajiban pajak yang akan

dibayar, misalnya masa Agustus tahun 2002 diisi dengan 08-2002.

Apabila membayar PPh Pasal 29 tahunan, setelah kode jenis setoran diisi

dengan 200 maka bulan dalam masa pajak akan terisi 00 sehingga WP

hanya tinggal mengisi empat digit tahun pajak.

2) WP membuka menu Pembayaran Pajak.

3) WP mengisi elemen dalam tampilan dengan data sebagaimana dimaksud

dalam angka 1 diatas secara tepat, lengkap dan benar.

Page 9: Makalah Pajak

4) WP meneliti Identitas WP yang terdiri dari nama dan Alamat WP yang

muncul pada tampilan. Apabila Identitas WP yang terdiri dari nama dan

Alamat WP pada tampilan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, maka

proses berikutnya harus dibatalkan dan kembali kepada menu sebelumnya

untuk mengulang pemasukan data yang diperlukan.

5) WP mengisi elemen data lainnya yang diperlukan dalam tampilan berikutnya

secara tepat.

6) WP mengambil SSP hasil keluaran fasilitas alat transaksi Bank.

7) WP memeriksa kebenaran SSP yang diperoleh.

8) WP melaporkan SSP ke KPP sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pembayaran Pajak Menggunakan Fasilitas Cash Management Service

(CMS)

Pembayaran melalui CMS dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara

Bank dan nasabah (Wajib Pajak) sepanjang sistem yang menangani jenis

pelayanan ini terhubung secara online dengan Kantor Pusat Direktorat Jenderal

Pajak

3.3. Syarat-Syarat dalam Pembayaran dan Pelaporan Pajak

Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi,

masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka

pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan

berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:

a. Pemungutan pajak harus adil

Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk

menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-

undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya:

1. Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak.

2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai

wajib pajak.

Page 10: Makalah Pajak

3. Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat

ringannya pelanggaran.

b. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU

Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan

yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”, ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:

1. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut

harus dijamin kelancarannya.

2. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut

harus dijamin kelancarannya.

3. Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak.

c. Pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian

Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak

mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan,

maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan

masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama

masyarakat kecil dan menengah.

d. Pemungutan pajak harus efisien

Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus

diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya

pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus

sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak

akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan

maupun dari segi waktu

e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam

pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam

menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat

positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran

Page 11: Makalah Pajak

pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin

enggan membayar pajak. Contoh :

1. Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif.

2. Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%.

3. Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan

disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan

maupun perseorangan (pribadi).

3.4. Fungsi, Tujuan, dan Manfaat Pembayaran dan Pelaporan Pajak

A. Fungsi

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,

khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber

pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran

pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi,

yaitu:

Fungsi anggaran (budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara

dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya.Biaya ini dapat

diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan

rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.

Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah,

yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan

pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan

pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan

dari sektor pajak.

Fungsi mengatur (regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan

pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk

Page 12: Makalah Pajak

mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik

dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan

pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan

bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan

kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasidapat

dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran

uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan

efisien.

Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai

semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan

sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat.

B. Manfaat

Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau

keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-

pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak,

sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang

pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai

proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan,

sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang

yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam

rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga

negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas

atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal

dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu

Page 13: Makalah Pajak

negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan

pembiayaan pembangunan. Secara singkat pajak dimanfaatkan untuk mendanai :

Pembangunan fasilitas dan infrastruktur

Pembangunan fasilitas dan infrastruktur

Alokasi Dana Umum

Pemilihan Umum ( PEMILU)

Penegakan hukum

Subsidi pangan dan BBM

Pelayanan Kesehatan

Pendidikan

Pertahanan dan Keamanan

Kelestarian lingkungan hidup

Kelestarian budaya

Transportasi massal

3.5. Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan Pajak

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010, batas

waktu penyetoran dan pelaporan pajak diatur sebagai berikut :

Penyetoran Pajak

1. PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus

disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak

berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.

2. PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak harus disetor

paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.

3. PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama

tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

4. PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri harus disetor paling lama tanggal 15

(lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Page 14: Makalah Pajak

5. PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama

tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

6. PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor

paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

7. PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya

setelah Masa Pajak berakhir.

8. PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi bersamaan

dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau

dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi

pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.

9. PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu)

hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.

10. PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara harus disetor pada hari yang sama

dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari

belanja Negara atau belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak

atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara.

11. PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada

penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh Wajib Pajak badan yang bergerak

dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, harus disetor

paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

12. PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu

sebagai Pemungut Pajak harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan

berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

13. PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri harus disetor oleh orang

pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri paling lama

tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

(13a) PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan

atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus disetor oleh orang pribadi

atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau

Page 15: Makalah Pajak

Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, paling lama tanggal 15 (lima belas)

bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.

14. PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara

Pengeluaran sebagai Pemungut PPN, harus disetor paling lama tanggal 7

(tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

(14a) PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat

Penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN, harus

disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada

Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan

Perbendaharaan Negara.

15. PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut

PPN selain Bendahara Pemerintah yang ditunjuk, harus disetor paling lama

tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

16. PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa

Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama

pada akhir Masa Pajak terakhir.

17. Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria

tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP

yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa,

harus dibayar paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing

jenis pajak.

Pelaporan Pajak

1. Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak

sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh,

Page 16: Makalah Pajak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat

(5), ayat (6), ayat (7), ayat (11), dan ayat (12) wajib menyampaikan Surat

Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak

berakhir.

(1a) Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah

disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (13) dan ayat (13a), serta Pasal

2A, dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN ke Kantor Pelayanan

Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, paling lama akhir bulan

berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

(1b) Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan

Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

ayat (13) dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke Kantor

Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut, paling

lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

(1c) Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan

Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

ayat (13a) dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke Kantor

Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau

tempat kedudukan badan tersebut, paling lama akhir bulan berikutnya setelah

saat terutangnya pajak.

2. Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (9) wajib

melaporkan hasil pemungutannya secara mingguan paling lama pada hari kerja

terakhir minggu berikutnya.

3. Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (10) wajib

melaporkan hasil pemungutannya paling lama 14 (empat belas) hari setelah Masa

Pajak berakhir.

(3a) Pemungut PPN wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah disetor

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (14) dan ayat (15) ke Kantor

Pelayanan Pajak tempat Pemungut PPN terdaftar paling lama akhir bulan

berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Page 17: Makalah Pajak

4. Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat

(16) dan ayat (17) yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat

Pemberitahuan Masa, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling

lama 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir.

3.6. Sanksi yang diberikan jika Wajib Pajak belum Melakukan Pembayaran

dan Pelaporan Pajak

Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena

pemerintah lndonesia memilih menerapkan self assessment system dalam rangka

pelaksanaan pemungutan pajak. Berdasarkan sistem ini, Wajib Pajak diberikan

kepercayaan untuk menghitung menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Untuk

dapat menjalankannya dengan baik, maka setiap Wajib Pajak memerlukan pengetahuan

pajak, baik dari segi peraturan maupun teknis administrasinya. Agar pelaksanaannya

dapat tertib dan sesuai dengan target yang diharapkan, pemerintah telah menyiapkan

rambu-rambu yang diatur dalam UU Perpajakan yang berlaku.

Dari sudut pandang yuridis, pajak memang mengandung unsur pemaksaan.

Artinya, jika kewaiiban perpajakan tidak dilaksanakan, maka ada konsekuensi hukum

yang bisa terjadi. Konsekuensi hukum tersebut adalah pengenaan sanksi-sanksi

perpajakan.

Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan

kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Itulah sebabnya,

penting bagi Wajib pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui

konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Untuk dapat

memberikan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang perlu dihindari agar tidak dikenai

sanksi perpajakan, di bawah ini akan diuraikan tentang jenis-jenis sanksi perpajakan dan

perihal pengenaannya. Ada 2 macam Sanksi perpajakan, yaitu:

1. Sanksi Administras

Terdiri dari :

a. Sanksi Administrasi berupa Denda

Page 18: Makalah Pajak

Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam

UU perpajakan. Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah

tertentu, persentase dari jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari

jumlah tertentu.

Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambah dengan

sanksi pidana. Pelanggaran yang juga dikenai sanksi pidana ini adalah

pelanggaran yang sifatnya alpa atau disengaja. Untuk mengetahui lebih

laniut, dalam tabel 1 dimuat hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi

administrasi berupa denda, bentuk pengenaan denda, dan besarnya denda.

b. Sanksi Administrasi berupa Bunga

Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang

menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung

berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu

menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan.

Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa

dengan bunga utang paiak. Penghitungan bunga utang pada umumnya

menerapkan bunga majemuk (bunga berbunga). Sementara, sanksi bunga

dalam ketentuan pajak tidak dihitung berdasarkan bunga majemuk.

Besarnya bunga akan dihitung secara tetap dari pokok pajak yang

tidak/kurang dibayar. Tetapi, dalam hal Waiib Paiak hanya membayar

sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang terdapat dalam surat

ketetapan pajak yang telah diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut dapat

ditagih kembali dengan disertai bunga lagi.

c. Sanksi Administrasi berupa Kenaikan

Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan

adalah sanksi yang paling ditakuti oleh wajib Pajak. Hal ini karena bila

dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi

berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan

angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar.

Page 19: Makalah Pajak

Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya dikenakan karena

Wajib Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam

menghitung jumlah pajak terutang. Untuk lebih jelasnya, hal-hal yang dapat

menyebabkan sanksi berupa kenaikan dan besarnya kenaikan dapat dilihat

dalam tabel 3.

2. Sanksi Pidana

Kita sering mendengar isilah sanksi pidana dalam peradilan umum.

Dalam perpajakan pun dikenai adanya sanksi pidana. UU KUP menyatakan

bahwa pada dasarnya, pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk

meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.

Namun, pemerintah masih memberikan keringanan dalam pemberlakuan

sanksi pidana dalam pajak, yaitu bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali

melanggar ketentuan Pasal 38 UU KUB tidak dikenai sanksi pidana, tetapi

dikenai sanksi administrasi. Pelanggaran Pasal 38 UU KUP adalah tidak

menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak

lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat

menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak

kejahatan. Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak pelanggaran

disebut dengan kealpaan, yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang

mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada

pendapatan negara. Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja

tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian

pada pendapatan negara.

Meski dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tindak

pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah jangka waktu 10

(sepuluh) tahun terlampaui.Jangka waktu ini dihitung sejak saat terutangnya

pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya

tahun pajak yang bersangkutan. Penetapan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun ini

Page 20: Makalah Pajak

disesuaikan dengan daluarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang

dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terutang, yaitu selama 10

(sepuluh) tahun.

Dalam UU Perpajakan Indonesia, ketentuan mengenai sanksi pidana pada

intinya diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak format. Namun,

dalam UU Perpajakan lainnya, dapat juga diatur sanksi pidana. Sanksi pidana

biasanya disertai dengan sanksi administrasi berupa denda, walaupun tidak selalu

ada.

3.7. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak

Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah

kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang

terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan

catatan Wajib Pajak tidak punya hutang pajak lain.

A. Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak

Dalam hal jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari

pada jumlah pajak yang terutang :

a. Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke Direktur

Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar

atau berdomisili.

b. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan

pengembalian kelebihan pembayaran pajak, menerbitkan Surat Ketetapan

Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

Dalam hal pembayaran pajak yang seharusnya tidak terhutang :

Pajak yang yang seharusnya tidak terutang adalah pajak yang telah dibayar oleh

WP yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau kesalahan

pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau

dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut

Page 21: Makalah Pajak

berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan atau bukan merupakan

objek pajak.

a. Wajib Pajak (WP orang pribadi dan badan termasuk orang pribadi yang

belum memiliki NPWP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke kantor

Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP terdaftar atau berdomisili,

apabila terjadi kesalahan pembayaran pajak atas pajak yang seharusnya tidak

terutang. Surat permohonan harus melampirkan:

Asli bukti pembayaran pajak

Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang

Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya

tidak terutang

b. WP yang dipotong atau dipungut (PPh, PPN dan PPnBM) dapat mengajukan

permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat

WP yang dipotong atau yang dipungut terdaftar atau melalui KPP tempat

Pengusaha Kena Pajak yang dipungut dikukuhkan dengan catatan PPh dan

PPN serta PPnBM yang dipotong atau dipungut belum dikreditkan atau

dibiayakan. Surat permohonan harus melampirkan:

Asli bukti pemotongan/pemungutan pajak.

Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang, dan.

Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya

tidak terutang.

B. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Kepada Wajib Pajak yang

Memenuhi Persyaratan Tertentu

Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat diberikan

pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah :

a. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan

bebas;

b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas

dengan jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh

Page 22: Makalah Pajak

kurang dari Rp1.800.000.000,00 (satu milyar delapan ratus juta rupiah) dan

jumlah lebih bayarnya kurang dari Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau

paling banyak 0,5% (setengah persen) dari jumlah peredaran usaha yang

tercantum dalam SPT Tahunan PPh tersebut;

c. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam

SPT Tahunan PPh paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)

dan jumlah lebih bayarnya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta

rupiah); atau

d. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak

Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan untuk suatu Masa Pajak paling

banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan jumlah lebih

bayarnya paling banyak Rp 28.000.000,00 (dua puluh delapan juta rupiah).

Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib

Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, Kepala KPP melakukan penelitian

atas :

1. Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya;

2. Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;

3. Kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh WP; dan

4. Kebenaran alamat yang tercantum dalam SPT tersebut atau dalam SPT

perubahan alamat. Dan menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian

Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak

permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan dan paling

lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk

Pajak Pertambahan Nilai. Dalam hal hasil penelitian menyatakan tidak

lebih bayar, lampiran SPT tidak lengkap, pembayaran pajak tidak benar,

atau alamat tidak sesuai dengan yang tercantum dalam SPT atau dengan

pemberitahuan perubahan alamat sehingga Surat Keputusan

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tidak diterbitkan, maka

Kepala KPP harus memberitahu secara tertulis kepada WP.

Page 23: Makalah Pajak

3.8. Pemotongan / Pemungutan Pajak

Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan

yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak

ketiga. Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh

Pasal 23, PPh Pasal 26, dan PPN dan PPn BM.

Adapun definisi dari masing-masing pajak penghasilan tersebut adalah sebagai

berikut :

PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3

sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi

dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan

(seperti gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan dimana dia

bekerja).

PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3

sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang dan

kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu (seperti penyerahan barang oleh

rekanan kepada bendaharawan pemerintah).

PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3

sehubungan dengan penghasilan tertentu seperti : deviden, bunga, royalty, sewa,

dan jasa yang diterima oleh WP badan dalam negeri, dan BUT.

PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3

sehubungan denan penghasilan yang diterima oleh WP luar negeri.

PPh Final (Pasal 4 ayat (2) Ada beberapa penghasilan yang dikenakan PPh

Final. Yang dimaksud final disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh

pihak ketiga atau dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan (bukan pembayaran di

muka) terhadap utang pajak pada akhir tahun dalam penghitungan pajak

penghasilan pada SPT Tahunan. Beberapa contoh penghasilan yang dikenakan

PPh final : bunga deposito, penjualan tanah dan bangunan, persewaan tanah dan

bangunan, hadiah undian, bunga obligasi dsb.

Page 24: Makalah Pajak

PPh Pasal 15 adalah pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan oleh Wajib

Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus, antara lain

perusahaan pelayaran atau penerbangan international, perushaan asuransi luar

negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang

asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah.

Seperti halnya PPh Pasal 25, pemotongan/pemungutan tersebut merupakan

angsuran pajak. Untuk PPh dikreditkan pada akhir tahun, sedangkan PPN

dikreditkan pada masa diberlakukannya pemungutan dengan mekanisme Pajak

Keluaran (PK) dan Pajak Masukan (PM).

Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh DJP untuk melakukan

pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan

kenaikan 100%.

Perbedaan antara Pemotongan dengan Pemungutan Pajak

No

.

Perbedaan Pemotongan Pemungutan

1. Dari sisi jenis

pajak

Digunakan untuk PPh 21

(Pemotongan atas penghasilan

berupa gaji, honorarium), PPh

23 (Pemotongan atas

penghasilan berupa hasil

imbalan jasa, royalti, dividen,

dll), dan juga PPh 26

(Pemotongan atas penghasilan

bagi WP Luar Negeri).

Digunakan untuk PPh 22

(pemungutan atas penjualan ke

bendaharawan APBN/D, impor,

dll) dan untuk PPN

2. Dari sisi

objek

Pemotongan pajak pada

umumnya dikenakan atas

Pemungutan pada umumnya

dikenakan atas sesuatu yang

Page 25: Makalah Pajak

penghasilan yang memang

akan menjadi penghasilan bagi

si penerima. contoh : gaji,

imbalan jasa, dan divide

belum tentu penghasilan bagi

penerima uang, karena objek

pemungutan bisa jadi berupa

Penjualan, bisa juga berupa

Pembelian, cth : PPh 22 atas

impor barang, PPh 22 atas

pembelian BBM

3. Dari sisi

subjek

(eksekutor)

Pemotong pajak pada

umumnya tidak spesifik, yaitu

pemberi kerja, bendaharawan

pemerintah atas gaji, dan

penyelenggara kegiatan.

Pemungut pajak sifatnya lebih

spesifik, karena ditunjuk oleh

Menkeu, yaitu Bendaharawan

pemerintah, Badan tertentu,

DJBC, dll (PER 57/2010)

4. Dari sisi

Pengisian

SSP

Kolom NPWP pada saat

pengisian SSP diisi dengan

NPWP Pemotong Pajak. Hal

ini penting agar dapat

dilakukan ekualisasi antara

biaya yang telah dikeluarkan

oleh pemotong dengan pajak

yang telah dipotong karena

kewajiban pemotongan dan

penyetoran telah dilimpahkan

pada pemotong pajak.

Kolom NPWP pada saat

pengisian SSP diisi dengan

NPWP Pihak yang dipungut.

SUMBER REFERENSI

Page 26: Makalah Pajak

Moh.Zain dan Kustandi Arinti, 1990, Pembaharuan perpajakan nasional, citra Aditya

Bakti. Bandung.

Santoso Broto Diharjo, 1991, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi Revisi, Erosco.

Bandung.

www.setiawatiita.blogspot.com/2012/05/manfaat-pajak-bagi-perekonomian.html

www.pajak.net/blog/2012/02/03/batas-waktu-pembayaran-dan-pelaporan-pajak/

www.pajak.go.id/dmdocument/manfaat%20pajak.pdf

http://konsultanpajak-aaa.com/mengenal-sanksi-pajak.htm

http://www.pajak.go.id/content/seri-kup-pengembalian-kelebihan-pembayaran-pajak

http://daholi4tengku.wordpress.com/2011/02/10/perbedaan-pemotongan-dan-

pemungutan-pajak/