makalah ogr 2 - fix

43
WANITA HAMIL DENGAN TUNGKAI BENGKAK KELOMPOK 3 03007053 Cunengsih S 03008163 Miria Noor Shintawati 03009263 Vania Paramitha W 03010003 Adelita Yuli Hapsari 03010033 Annisa Saraswati 03010053 Benanto 03010063 Chrisendy Hakim 03010073 Denia Mariella Chantika 03010083 Widya Ilmiaty Kamrul 03010093 Endah Wahyu Mentari 03010103 Fefi Oktavia 03010113 Geraldo Tadika Putra FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI Jakarta, 30 Januari 2013

Upload: chrisendy-hakim

Post on 15-Feb-2015

50 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah OGR 2 - Fix

WANITA HAMIL DENGAN TUNGKAI BENGKAK

KELOMPOK 3

03007053 Cunengsih S

03008163 Miria Noor Shintawati

03009263 Vania Paramitha W

03010003 Adelita Yuli Hapsari

03010033 Annisa Saraswati

03010053 Benanto

03010063 Chrisendy Hakim

03010073 Denia Mariella Chantika

03010083 Widya Ilmiaty Kamrul

03010093 Endah Wahyu Mentari

03010103 Fefi Oktavia

03010113 Geraldo Tadika Putra

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Jakarta, 30 Januari 2013

Page 2: Makalah OGR 2 - Fix

BAB I

PENDAHULUAN

Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan dan disertai

proteinuria dan merupakan penyulit kehamilan yang akut,dapat terjadi ante, intra dan

postpartum . Preeklamsia terjadi pada 6% kehamilan terutama pada primigrivida dengan usia

kurang dari 20 tahun dan lebih dari 30 tahun dan merupakan 17,6% penyebab kematian

kehamilan di Amerika Serikat. Kasus pre-eklampsia terjadi pada 6-8% wanita hamil di

Indonesia Angka kejadian preeklamsia lebih tinggi pada Negara berkembang, factor genetic

juga berperan penting namun alasannya belum dapat dijelaskan, selain itu juga factor

keturunan dapat juga dipertimbangkan walaupun tidak dapat dijadikan patokan, sementara

studi lain menyatakan bahwa faktor paternal dan genetic maternal juga mempengaruhi.

Page 3: Makalah OGR 2 - Fix

BAB II

LAPORAN KASUS

Sesi 1

Ny. Susi 20 tahun datang kerumah sakit karena dirujuk oleh bidan dengan catatan tekanan

darah 150/90 mmHg dan kedua tungkai bengkak. Ia sedang mengandung anak

pertamanyadan selama ini memeriksakan kehamilannya ke bidan walaupun tidak teratur. Hari

pertama haid terakhir (HPHT) 1 Juni 2012 dengan siklus haid 32 hari.

Sesi 2

ANAMNESIS TAMBAHAN

Kehamilah pasien adalah yang pertama. Ia menikah sejak 1 tahun yang lalu, dan tidak pernh

melakukan pencegahan kehamilan dengan cara apapun.pendidikan terakhirnya adalah tamat

SMP. Pada awal kehamilan, pasien mengalami mual-mual. Kakinya mulai bengkak semenjak

2 minggu lalu, ia mulai merasakan sakit kepala yang tiddak hilanh-hilang dan disertai nyeri

ulu hati. Ia menyangkal adanya riwayat penyakit sistemik dan riwayat penyakit keluarga. Dan

sebelum mengalami keluhan ini, tidak ada trauma yang dialami.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan :

Status generalis

KU : compos mentis

TD : 150/90 mmHg

RR : 20x/mnt

Thorax : jantung dan paru dalam batas normal

Extremitas : edema tungkai ++/++

N : 92x/mnt, teratur

T : 37,20C

Page 4: Makalah OGR 2 - Fix

Status Obstetrikus

Fundus uteri 4 jari dibawah procesus xiphoideus, janin presentasi kepala, kepala beum asuk

PAP, punggung di kiri, denyut jantung jain (djj) 144x/mnt, HIS (-). Taksiran berat janin

2300g.

Laboratorium

- Hb dan Ht meningkat

- Urin : protein ++

Page 5: Makalah OGR 2 - Fix

BAB III

PEMBAHASAN

A. Identifikasi kasus

Ny. Susi usia 20 tahun dengan kehamilan pertama datang ke dokter dengan

keluhan hipertensi dan oedem tungkai. Dilihat dari umurnya pasien masih dalam masa

subur dimana bukan resiko tinggi dalam mengandung dan melahirkan. Riwayat

kehamilannya ia tidak pernah partus dan aborsi yang berarti ini merupakan kehamilan

pertamanya ( G1 P0 A0). Pasien mengatakan bahwa HPHT nya 1 Juni 2012 dengan

siklus menstruasi 32 hari. Dari info tersebut kita dapat mengambil kesimpulan

taksiran kelahiran pasien yaitu:

HPHT+ 9 Bulan + (Lama siklus haid - 21)

Juni + 9 bulan+ (32-21) = 12 Maret 2013.

Dan dari taksiran kelahiran kita bisa menghitung umur kehamilannya dihitung dari 16

Januari 2013 yaitu 32 minggu.

Tekanan darah pasien yang diketahui pada kasus yaitu 150/90 mmHg yang

menandakan pasien menderita hipertensi. Pada kehamilan normal terdapatnya HLA-G

(Human Leukocyte Antigen Protein G) yang berperan dalam modulasi respon imun

sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). HLA-G membantu invasi

trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan lapisan otot

berdegenerasi sehingga arteri spiralis vasodilatasi. Vasodilatasi tersebut menyebabkan

tekanan darah turun akibatnya aliran ke janin meningkat sehingga janin berkembang

dengan baik. Tapi pada hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan ekspresi HLA-

G sehingga tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas yang akhirnya arteri spiralis

vasokonstriksi terjadilah hipoksi dan iskemik plasenta. Kejadian tersebut akan

merangsang plasenta menghasilkan oksidan (radikal hydroxyl) yang sangat toksis

terhadap sel endotel pembuluh darah. Radikal hydroxyl akan merusak membran sel

yang mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Akibat sel

endotel terpapar peroksida lemak sehingga terjadi disfungsi endotel. Salah satu

akibatnya menurunnya produksi prostaglandin sebagai vasodilator yang kuat yang

menyebabkan pembuluh darah vasokonstriksi lalu terjadilah hipertensi.

Page 6: Makalah OGR 2 - Fix

Pada pasien ditemukan oedem pada tungkai. Oedem pada wanita hamil

khususnya pada kehamilan yang cukup tua bisa terjadi karena 2 hal yaitu fisiologis

dan patologis. Fisiologis dikarenakan usia kehamilan sudah cukup tua terjadi

pembesaran uterus sehingga vena terjepit, aliran darah susah dialirkan dari tungkai ke

jantung sehingga terjadilah oedem. Sedangkan yang patologis berhubungan dengan

hipertensi seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa adanya vasokonstriksi pembuluh

darah sehingga resistensi perifer meningkat aliran darah ke jantung menjadi terhambat

sehingga terjadi oedem pada tungkai.

B. Anamnesis tambahan

Anamnesis tambahan pada pasien ini antara lain :

Apakah ada riwayat kejang sebelumnya ?

Apakah ada riwayat hipertensi sebelumnya ?

Kapan mulai terasa bengkak pada tungkai ?

Bagaimana volume miksinya ?

Apakah ada riwayat penyakit ginjal ?

Apakah terdapat edema dibagian tubuh lain ?

Apakah ada sesak ?

Apakah ada peningkatan berat badan yang drastis ?

Apakah ada nyeri kepala dan gangguan penglihatan ?

Apakah ada nyeri epigastrium ?

C. Pemeriksaan fisik(1,2)

Parameter Hasil

Pemeriksaan

Nilai Normal Interpretasi

Keadaan

Umum

Kompos

mentis

Kompos

mentis

Tidak terjadi

gangguan

kesadaran

Tekanan

darah

150/90

mmHg

Optimal :

120/80 mmHg

Hipertensi

Respiration 20 x/menit 16 – 20x/menit NORMAL

Page 7: Makalah OGR 2 - Fix

rate

Suhu 37,2oC 36,5-37,2oC NORMAL

Nadi 92 60-100 x/menit NORMAL

Thorax Normal - NORMAL

Extremitas ++/++ Tidak edema Edema yang

terjadi bisa

disebabkan karena

adanya disfungsi

endotel akibat

berbagai macam

mekanisme

sehingga vena

menjadi lebih

sempit dan aliran

balik kembali

kejantung

terhambat dan

akhirnya terjadi

akumulasi cairan

pada tungkai,

ditambah dengan

adanya hemodilusi

serta besarnya

rahim yang

menekan

pembuluh darah

sekitarnya.

Status

obstetrikus

Fundus uteri

4 jari

dibawah

processus

Umur

kehamilan

32 minggu

NORMAL

Sesuai dengan

umur kehamilan

Page 8: Makalah OGR 2 - Fix

xiphoideus

Presentasi

kepala janin

NORMAL

karena keadaan normal kepala janin berada

di bagian bawah uterus.

Kepala

belum masuk

PAP

NORMAL

Menunjukkan bahwa belum ada tanda-tanda

penurunan / kelahiran janin dan dikatakan

sesuai/normal karena kepala janin akan

masuk ke dalam PAP setelah umur

kehamilan 38 minggu.

Leopold II Punggung di

kiri

Menunjukkan bahwa tidak ada kelainan

posisi janin / tidak sungsang.

Denyut

Jantung

Janin

144x/menit 120-60 x/mnt NORMAL

RR 20x/mnt 16-20x/mnt NORMAL

Taksiran

berat janin

2300 gr NORMAL

Berat janin sesuai

D. Diagnosis

Kelompok kami menyimpulkan bahwa diagnosis kerjanya adalah

preeklamsia. Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan laporan kasus yang

menyatakan bahwa pasien ini sedang mengalami kehamilan untuk yang pertama kali,

menurut beberapa sumber 6 % wanita mengalami preeklamsia pada kehamilan yang

pertama atau bisa juga disebut primagrivida. Selain itu pasien juga mengeluh kakinya

yang bengkak. Gejala tersebut merupakan gejala yang biasanya timbul pada penderita

preeklamsia.

Page 9: Makalah OGR 2 - Fix

Pada pemeriksaan fisik juga di dapatkan beberapa hasil yang menguatkan

diagnosis preeklamsia yaitu, tekanan darah 150/90 mmHg dan didapatkan juga edema

pada tungkai. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan pasien proteinnya yaitu +++

( positif 3 ) dengan ini pasien mengalami proteinuria. Proteinuria dan hipertensi

merupakan gejala yang harus didapati apabila menegakkan diagnosis preeklamsia.

Diagnosis dibagi menjadi dua, yaitu diagnosis ibu dan janin. Diagnosis ibu

yaitu G1P0A0, hamil 32 minggu, preeklampsi berat. Diagnosis janin yaitu presentasi

kepala, tunggal, puki, hidup, aterm.

E. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Hasil yang ditunjukkan dari pemeriksaan laboratorium diantaranya adalah Hb &

Hematokrit yang meningkat. Ditemukan juga proteinuria pada pasien ini.

- Hb (Hemoglobin ) : Meningkat

- Ht (Hematokrit) : Meningkat

- Proteinuria : ++

Hematokrit yang meningkat disebabkan karena keluarnya protein dalam urin sehingga

albumin dalam darah menjadi berkurang yang mengakibatkan perpindahan cairan ke

ruang interstisial yang membuat viskositas darah menjadi meningkat.

Proteinuria

Proteinuria kemungkinan diakibatkan oleh adanya proses DIC yang terjadi akibat

hipertensi, proses ini juga didukung dengan adanya disfungsi endotel. Kerusakan ini

menyebbkan keluarnya sitokin dan pada endotel yang terangkat tersebut terdapat

faktor von willebrand yang memicu pembekuan darah.

Jika pembekuan darah tersebut berlangsug terus menerus, maka dapat memicu multi

organ failure, jika terjadi di ginjal, maka bisa terjadi kerusakan unit fungsional ginjal

yang menyebabkan kebocoran sehingga muncul proteinuria

Hb dan Hematokrit

Page 10: Makalah OGR 2 - Fix

Karena proses proteinuria tersebut, tekanan onkotik di pembuluh darah turun,

sehingga terjadi ekstravasasi cairan dari pembuluh darah ke jaringan. Hal ini

menyebabkan volume plasma berkurang, sehingga jika diperiksa lab, Hb dan HT

tampak meninggi.

Hal ini juga menyebabkan edema.

Melihat keadaan yang dialami pasien saat ini, dibutuhkan pemeriksaan tambahan lain

untuk benar-benar memastikan keadaan pasien agar dapat menghindari faktor resiko lebih

lanjut pada pasien, karena Preeklampsia bisa memburuk dan bisa menjadi preeklampsia

dengan perburukan dengan kriteria HELLP (Hemolysis, Elevated liver enzyme, Low

platelet level). Oleh karena itu sebaiknya dilakukan pemeriksaan :

Tes fungsi hati

Tes fungsi ginjal

Hitung trombosit

USG

Funduskopi

F. Tatalaksana

Medika Mentosa

Anti hipertensi : Metildopa dosis awal 500 mg 3 x perhari . obat hipertensi yang

bagus untuk ibu hamil dan tidak membahayakan janin.

Antasida : asiderin 3 x 1 tablet perhari per oral atau milanta 3 x 1 tablet perhari .

untuk mengatasi mual-mual pada pasien .

Glukokortikoid ,bertujuan untuk pematangan paru janin

Non Medika Mentosa

Page 11: Makalah OGR 2 - Fix

Edukasi

Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring / tidur miring) , tetapi tidak harus

mutlak selalu tirah baring.

Tirah baring dengan posisi miring bertujuan menghilangkan tekanan rahim pada v.

kava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah curah

jantung . hal ini akan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital .

Diet yang sempurna dan rendah garam untuk mengatasi edema pada tungkai dan

perbaikan pada ginjal .

Keseimbangan cairan dan elektrolit

G. Komplikasi

1. Eklamsia

Eklamsia terjadi didahului oleh keadaan preeklamsia dimana terjadi penurunan

perfusi vaskular uteroplasenta kemudian mengeluarkan sitokin-sitokin dari endotel

yang teraktivasi yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah sistemik. Hal ini

menyebabkan aliran darah menuju otak menjadi berkurang, sehingga terdapat iskemik

jaringan yang meningkatkan ambang kejang, sehingga terjadilah fase kejang tonik-

klonik yang menandakan telah terjadinya eklamsia.

2. Solusio plasenta

Solusio plasenta disebabkan karena keadaan plasenta yang menjadi kurang

baik sesudah preeklamsia, sehingga menyebabkan plasenta mudah lepas dari

endometrium dan menyebabkan perdarahan dalam uterus dan kematian janin.

3. Sindrom HELLP

HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet). Sindrom ini

merupakan salah satu dari komplikasi preeklamsia. Hemolisis disebabkan oleh

vasokonstriksi pembuluh darah sistemik sehingga menyebabkan terjadinya benturan

antara eritrosit dan dinding endotel sehingga struktur eritrosit mudah rusak dan

Page 12: Makalah OGR 2 - Fix

menyebabkan hemolisis. Peningkatan enzim hepar disebabkan oleh iskemi hepatosit

yang kemudian mengeluarkan enzim-enzim tersebut. Penurunan jumlah trombosit

disebabkan karena peningkatan agregasi trombosit yang disebabkan oleh mekanisme

disseminated intravascular coagulation (DIC).

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

Pre-eklampsia(1)

Definisi

Page 13: Makalah OGR 2 - Fix

Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ

akibat vasospasme dan aktivasi endotel (Cunningham, 2005). Penyakit ini merupakan

penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul akibat kehamilan

yang biasanya terjadi pada triwulan ketiga kehamilan tetapi dapat timbul juga sebelum

triwulan ketiga seperti pada pasien mola hidatidosa (Wiknjosastro, 2006).

Epidemiologi

Kejadian preeklampsia di Amerika Serikat berkisar antara 2 – 6 % dari ibu hamil

nulipara yang sehat. Di negara berkembang, kejadian preeklampsia berkisar antara 4 – 18 %.

Penyakit preeklampsia ringan terjadi 75 % dan preeklampsia berat terjadi 25 %. Dari seluruh

kejadian preeklampsia, sekitar 10 % kehamilan umurnya kurang dari 34 minggu. Kejadian

preeklampsia meningkat pada wanita dengan riwayat preeklampsia, kehamilan ganda,

hipertensi kronis dan penyakit ginjal (Lim, 2009). Pada ibu hamil primigravida terutama

dengan usia muda lebih sering menderita preeklampsia dibandingkan dengan multigravida

(Wiknjosastro, 2006). Faktor predisposisi lainnya adalah ras hitam, usia ibu hamil dibawah

25 tahun atau diatas 35 tahun, mola hidatidosa, polihidramnion dan diabetes (Pernoll, 1987).

Etiologi

Apa yang menjadi penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui.

Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab dari penyakit ini tetapi tidak

ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.

Teori yang dapat diterima harus dapat menjelaskan tentang mengapa preeklampsia

meningkat prevalensinya pada primigravida, hidramnion, kehamilan ganda dan mola

hidatidosa. Selain itu teori tersebut harus dapat menjelaskan penyebab bertambahnya

frekuensi preeklampsia dengan bertambahnya usia kehamilan, penyebab terjadinya perbaikan

keadaan penderita setelah janin mati dalam kandungan, penyebab jarang timbul kembali

preeklampsia pada kehamilan berikutnya dan penyebab timbulnya gejala-gejala seperti

hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma (Wiknjosastro, 2006).

Patogenesis(4)

Preeklampsia telah dijelaskan oleh Chelsey sebagai “disease of theories” karena

penyebabnya tidak diketahui. Banyak teori yang menjelaskan patogenesis dari preeklampsia,

diantaranya adalah (1) fenomena penyangkalan yaitu tidak adekuatnya produksi dari blok

Page 14: Makalah OGR 2 - Fix

antibodi, (2) perfusi plasenta yang tidak adekuat menyebabkan keadaan bahaya bagi janin

dan ibu, (3) perubahan reaktivitas vaskuler, (4) ketidakseimbangan antara prostasiklin dan

tromboksan, (5) penurunan laju filtrasi glomerulus dengan retensi garam dan air, (6)

penurunan volume intravaskular, (7) peningkatan iritabilitas susunan saraf pusat, (8)

penyebaran koagulasi intravaskular (Disseminated Intravascular Coagulation, DIC), (9)

peregangan otot uterus (iskemia), (10) faktor-faktor makanan dan (11) faktor genetik. Dari

teori-teori yang telah dijelaskan sebelumnya, belum ada satupun yang dapat membuktikan

proses patogenesis preeklampsia yang sebenarnya (Pernoll, 1987).

Perubahan Fisiologi Patologik(6,7)

I. Otak

Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi. Pada saat

autoregulasi tidak berfungsi sebagaimana mestinya, jembatan penguat endotel akan terbuka

dan dapat menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah keluar ke ruang ekstravaskular. Hal

ini akan menimbulkan perdarahan petekie atau perdarahan intrakranial yang sangat banyak

(Pernoll, 1987). Dalam Sarwono, McCall melaporkan bahwa resistensi pembuluh darah

dalam otak pada pasien hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi pada eklampsia. Pada

pasien preeklampsia, aliran darah ke otak dan penggunaan oksigen otak masih dalam batas

normal. Pemakaian oksigen pada otak menurun pada pasien eklampsia (Wiknjosastro, 2006).

II. Mata

Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada satu

atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri retina yang nyata

dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti spasmus yang

ringan adalah preeklampsia yang ringan. Pada preeklampsia jarang terjadi ablasio retina

yang disebabkan edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan.

Ablasio retina ini biasanya disertai kehilangan penglihatan (Wiknjosastro, 2006).

Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang

menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah

dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina (Wiknjosastro, 2006). Selama

periode 14 tahun, ditemukan 15 wanita dengan preeklampsia berat dan eklampsia yang

mengalami kebutaan yang dikemukakan oleh Cunningham (1995) dalam Cunningham

(2005).

Page 15: Makalah OGR 2 - Fix

III. Paru

Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia dan

merupakan penyebab utama kematian (Wiknjosastro, 2006). Edema paru bisa diakibatkan

oleh kardiogenik ataupun non-kardiogenik dan biasa terjadi setelah melahirkan. Pada

beberapa kasus terjadi berhubungan dengan terjadinya peningkatan cairan yang sangat

banyak. Hal ini juga dapat berhubungan dengan penurunan tekanan onkotik koloid plasma

akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan

penurunan albumin yang dihasilkan oleh hati (Pernoll, 1987).

IV. Hati

Pada preeklampsia berat terkadang terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar,

termasuk perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan peningkatan kadar aspartat

aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum disebabkan oleh

fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta. Pada penelitian yang dilakukan

Oosterhof dkk (1994), dengan menggunakan sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia,

terdapat resistensi arteri hepatika. Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus

hepar kemungkinan besar penyebab terjadinya peningkatan enzim hati dalam serum.

Perdarahan pada lesi ini dapat menyebabkan ruptur hepatika, atau dapat meluas di bawah

kapsul hepar dan membentuk hematom subkapsular (Cunningham, 2005).

V. Ginjal

Selama kehamilan normal, aliran darah dan laju filtrasi glomerulus meningkat cukup

besar. Dengan timbulnya preeklampsia, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus menurun

(Cunningham, 2005). Lesi karakteristik dari preeklampsia, glomeruloendoteliosis, adalah

pembengkakan dari kapiler endotel glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi dan

laju filtrasi ginjal (Pernoll, 1987).

Pada sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang

laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya Konsentrasi asam urat plasma

biasanya meningkat, terutama pada wanita dengan penyakit berat (Cunningham, 2005).

volume plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan

kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus preeklampsia

berat, keterlibatan ginjal menonjol dan kreatinin plasma dapat meningkat beberapa kali lipat

dari nilai normal ibu tidak hamil atau berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini kemungkinan besar

Page 16: Makalah OGR 2 - Fix

disebabkan oleh perubahan intrinsik ginjal yang ditimbulkan oleh vasospasme hebat yang

dikemukakan oleh Pritchard (1984) dalam Cunningham (2005). Filtrasi yang menurun hingga

50% dari normal dapat menyebabkan diuresis turun, bahkan pada keadaan yang berat dapat

menyebabkan oligouria ataupun anuria (Wiknjosastro, 2006). Lee (1987) dalam Cunningham

(2005) melaporkan tekanan pengisian ventrikel normal pada tujuh wanita dengan

preeklampsia berat yang mengalami oligouria dan menyimpulkan bahwa hal ini konsisten

dengan vasospasme intrarenal. Kelainan pada ginjal yang penting adalah dalam hubungan

proteinuria dan retensi garam dan air (Wiknjosastro, 2006). Taufield (1987) dalam

Cunningham (2005) melaporkan bahwa preeklampsia berkaitan dengan penurunan ekskresi

kalsium melalui urin karena meningkatnya reabsorpsi di tubulus. Pada kehamilan normal,

tingkat reabsorpsi meningkat sesuai dengan peningkatan filtrasi dari glomerulus. Penurunan

filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriol ginjal mengakibatkan filtrasi natrium melalui

glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam dan juga retensi air (Wiknjosastro,

2006). Untuk mendiagnosis preeklampsia atau eklampsia harus terdapat proteinuria. Namun,

karena proteinuria muncul belakangan, sebagian wanita mungkin sudah melahirkan sebelum

gejala ini dijumpai. Meyer (1994) menekankan bahwa yang diukur adalah ekskresi urin 24

jam. Mereka mendapatkan bahwa proteinuria +1 atau lebih dengan dipstick memperkirakan

minimal terdapat 300 mg protein per 24 jam pada 92 % kasus. Sebaliknya, proteinuria yang

samar (trace) atau negatif memiliki nilai prediktif negatif hanya 34 % pada wanita

hipertensif. Kadar dipstick urin +3 atau +4 hanya bersifat prediktif positif untuk

preeklampsia berat pada 36 % kasus (Cunningham, 2005).

Seperti pada glomerulopati lainnya, terjadi peningkatan permeabilitas terhadap sebagian

besar protein dengan berat molekul tinggi. Maka ekskresi protein albumin juga disertai

protein-protein lainnya seperti hemoglobin, globulin dan transferin. Biasanya molekul-

molekul besar ini tidak difiltrasi oleh glomerulus dan kemunculan zat-zat ini dalam urin

mengisyaratkan terjadinya proses glomerulopati. Sebagian protein yang lebih kecil yang

biasa difiltrasi kemudian direabsorpsi juga terdeksi di dalam urin (Cunningham, 2005).

VI. Darah

Kebanyakan pasien dengan preeklampsia memiliki pembekuan darah yang normal

(Pernoll, 1987). Perubahan tersamar yang mengarah ke koagulasi intravaskular dan destruksi

eritrosit (lebih jarang) sering dijumpai pada preeklampsia menurut Baker (1999) dalam

Cunningham (2005). Trombositopenia merupakan kelainan yang sangat sering, biasanya

Page 17: Makalah OGR 2 - Fix

jumlahnya kurang dari 150.000/µl yang ditemukan pada 15 - 20% pasien. Level fibrinogen

meningkat sangat aktual pada pasien preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil dengan

tekanan darah normal. Level fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia biasanya

berhubungan dengan terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental abruption) (Pernoll,

1987). Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan terjadinya

HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati

dan jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak jauh dengan waktu kelahiran

(sekitar 31 minggu kehamilan) dan tanpa terjadi peningkatan tekanan darah. Kebanyakan

abnormalitas hematologik kembali ke normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran

tetapi trombositopenia bisa menetap selama seminggu (Pernoll, 1987).

VII. Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit

Selama kehamilan normal, kadar renin, angiotensin II dan aldosteron meningkat. Pada

preeklampsia menyebabkan kadar berbagai zat ini menurun ke kisaran normal pada ibu tidak

hamil. Pada retensi natrium dan atau hipertensi, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus

berkurang sehingga proses penghasilan aldosteron pun terhambat dan menurunkan kadar

aldosteron dalam darah (Cunningham, 2005).

Pada ibu hamil dengan preeklampsia juga meningkat kadar peptida natriuretik atrium. Hal

ini terjadi akibat ekspansi volume dan dapat menyebabkan meningkatnya curah jantung dan

menurunnya resistensi vaskular perifer baik pada normotensif maupun preeklamptik. Hal ini

menjelaskan temuan turunnya resistensi vaskular perifer setelah ekspansi volume pada pasien

preeklampsia (Cunningham, 2005).

Pada pasien preeklampsia terjadi hemokonsentrasi yang masih belum diketahui

penyebabnya. Pasien ini mengalami pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang

interstisial. Kejadian ini diikuti dengan kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum,

edema yang dapat menyebabkan berkurangnya volume plasma, viskositas darah meningkat

dan waktu peredaran darah tepi meningkat. Hal tersebut mengakibatkan aliran darah ke

jaringan berkurang dan terjadi hipoksia. Pada pasien preeklampsia, jumlah natrium dan air

dalam tubuh lebih banyak dibandingkan pada ibu hamil normal. Penderita preeklampsia tidak

dapat mengeluarkan air dan garam dengan sempurna. Hal ini disebabkan terjadinya

penurunan filtrasi glomerulus namun penyerapan kembali oleh tubulus ginjal tidak

mengalami perubahan (Wiknjosastro, 2006).

Page 18: Makalah OGR 2 - Fix

VIII. Plasenta dan Uterus

Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada

hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu dan pada hipertensi yang singkat

dapat terjadi gawat janin hingga kematian janin akibat kurangnya oksigenisasi untuk janin.

Kenaikan tonus dari otot uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering terjadi pada

preeklampsia. Hal ini menyebabkan sering terjadinya partus prematurus pada pasien

preeklampsia (Wiknjosastro, 2006).

Pada pasien preeklampsia terjadi dua masalah, yaitu arteri spiralis di miometrium gagal

untuk tidak dapat mempertahankan struktur muskuloelastisitasnya dan atheroma akut

berkembang pada segmen miometrium dari arteri spiralis. Atheroma akut adalah nekrosis

arteriopati pada ujung-ujung plasenta yang mirip dengan lesi pada hipertensi malignan.

Atheroma akut juga dapat menyebabkan penyempitan kaliber dari lumen vaskular. Lesi ini

dapat menjadi pengangkatan lengkap dari pembuluh darah yang bertanggung jawab terhadap

terjadinya infark plasenta (Pernoll, 1987).

Klasifikasi

Menurut The National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP) Working

Group, penyakit hipertensi pada kehamilan dibagi menjadi

empat grup yaitu (Lim, 2009) :

Hipertensi dalam kehamilan (Gestational hipertensi)

Gejala yang timbul adalah peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih pada

awal kehamilan, tidak terdapat proteinuria, tekanan darah kembali normal kurang dari 12

minggu setelah kelahiran dan diagnosis bisa ditegakkan jika setelah pasien melahirkan.

Hipertensi Kronis

Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang terjadi sebelum kehamilan atau

sebelum usia kehamilan 20 minggu dan bukan merupakan penyebab dari penyakit

tropoblastik kehamilan. Hipertensi yang terdiagnosa setelah usia kehamilan 20 minggu dan

menetap selama lebih dari 12 minggu setelah melahirkan termasuk dalam klasifikasi

hipertensi kronis.

Preeklampsia atau Eklampsia

Page 19: Makalah OGR 2 - Fix

Pasien dengan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih setelah usia kehamilan 20

minggu dengan sebelumnya memiliki tekanan darah normal dan disertai proteinuria (≥ 0,3

gram protein dalam spesimen urin 24 jam). Eklampsia dapat didefinisikan sebagai kejang

yang bukan merupakan dikarenakan penyebab apapun pada wanita dengan preeklampsia.

Superimposed Preeklampsia (dalam Hipertensi Kronis)

Proteinuria dengan onset yang cepat (>300 mg dalam urin 24 jam) dengan wanita

hamil dengan hipertensi tetapi tidak terjadi proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu.

Peningkatan tekanan darah atau proteinuria atau penurunan jumlah platelet hingga dibawah

100.000 secara tiba-tiba pada wanita dengan hipertensi atau proteinuria sebelum usia

kehamilan 20 minggu. Preeklampsia dibagi menjadi dua yaitu preeklampsia ringan dan

preeklampsia berat. Preeklampsia ringan didefinisikan dengan terdapatnya hipertensi

(tekanan darah ≥ 140/90 mmHg) yang terjadi dua kali dalam rentang waktu paling sedikit 6

jam. Proteinuria adalah terdapatnya protein 1+ atau lebih dipstick atau paling sedikit 300 mg

protein dalam urin 24 jam. Edema dan hiperrefleksia sekarang bukan merupakan

pertimbangan utama dalam kriteria diagnosis preeklampsia ringan. Kriteria diagnosa

preeklampsia berat adalah apabila terdapat gejala dan tanda sebagai berikut (Wiknjosastro,

2006) :

Sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg yang terjadi dua kali dalam waktu

paling sedikit 6 jam

Proteinuria lebih dari 5 gram dalam urin 24 jam

Edema pulmonal

Oligouria (<400 ml dalam 24 jam)

Sakit kepala yang menetap

Nyeri epigastrium dan atau kerusakan fungsi hati

Trombositopenia

Keterbatasan perkembangan intrauterus

Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus

Skotoma dan gangguan visus lain

Perdarahan retina

Koma (Wiknjosastro, H., 2006)

Gejala Klinis

Page 20: Makalah OGR 2 - Fix

Edema

Pada kehamilan normal dapat ditemukan edema yang bebas, tetapi jika terdapat

edema yang tidak bebas, terdapat di tangan dan wajah yang meningkat pada pagi hari dapat

dipikirkan merupakan edema yang patologis. Peningkatan berat badan yang sangat banyak

atau secara tiba-tiba dapat meningkatkan kemungkinan preeklampsia. Preeklampsia dapat

juga terjadi tanpa adanya edema (Pernoll, 1987).

Hipertensi

Hipertensi merupakan kiteria paling penting dalam diagnosa penyakit preeklampsia.

Hipertensi ini sering terjadi sangat tiba-tiba. Banyak primigravida dengan usia muda

memiliki tekanan darah sekitar 100-110/60-70 mmHg selama trimester kedua. Peningkatan

diastolik sebesar 15 mmHg atau peningkatan sistolik sebesar 30 mmHg harus

dipertimbangkan sesuatu yang buruk. Oleh karena itu, pada pasien preeklampsia merupakan

hipertensi relatif jika tekanan darahnya 120/80 mmHg. Tekanan darah sangat labil. Tekanan

darah pasien preeklampsia ataupun hipertensi kronis biasanya menurun pada saat pasien

tidur, tetapi pada pasien preeklampsia berat tekanan darah akan tetap tinggi walaupun dalam

keadaan tidur (Pernoll, 1987).

Proteinuria

Proteinuria merupakan gejala yang paling terakhir timbul (Pernoll, 1987). Proteinuria

berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 gr/liter dalam urin 24 jam atau

pemeriksaan kualitatif menunjukan 1+ atau 2+ atau 1 gr/liter atau lebih dalam urin yang

dikeluarkan kateter atau midstream yang diambil minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam

(Wiknjosastro, 2006).

Penemuan Laboratorium

Hemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat hemokonsentrasi.

Trombositopenia biasanya terjadi. Penurunan produksi benang fibrin dan faktor koagulasi

bisa terdeksi. Asam urat biasanya meningkat diatas 6 mg/dl. Kreatinin serum biasanya normal

tetapi bisa meningkat pada preeklampsia berat. Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali

lipat. Laktat dehidrogenase bisa sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan

elektrolit pada pasien preeklampsia biasanya dalam batas normal. Urinalisis dapat ditemukan

proteinuria dan beberapa kasus ditemukan hyaline cast (Pernoll, 1987).

Page 21: Makalah OGR 2 - Fix

Penatalaksanaan Preeklampsia

Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya preeklampsia

berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin dengan trauma sekecil-

kecilnya (Wiknjosastro, 2006).

Preeklampsia Ringan

Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan preeklampsia

ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan aliran darah ke plasenta dan

aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada ekstrimitas bawah juga menurun dan

reabsorpsi cairan di daerah tersebut juga bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat

tidur mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan

darah dan kejadian edema. Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan

konservatif, maka dalam hal ini pengakhiran kehamilan dilakukan walaupun janin masih

prematur (Wiknjosastro, 2006).

Preeklampsia Berat

Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat untuk

mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12 – 24 jam bahaya akut sudah diatasi,

tindakan selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan kehamilan. Sebagai pengobatan

untuk mencegah timbulnya kejang dapat diberikan larutan sulfas magnesikus 40 % sebanyak

10 ml disuntikan intramuskular pada bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan.

Pemberian dapat diulang dengan dosis yang sama dalam rentang waktu 6 jam menurut

keadaan pasien. Tambahan sulfas magnesikus hanya dapat diberikan jika diuresis pasien baik,

refleks patella positif dan frekuensi pernafasan lebih dari 16 kali/menit. Obat ini memiliki

efek menenangkan, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis. Selain sulfas

magnesikus, pasien dengan preeklampsia dapat juga diberikan klorpromazin dengan dosis 50

mg secara intramuskular ataupun diazepam 20 mg secara intramuskular (Wiknjosastro,

2006).

Penatalaksanaan(1)

Page 22: Makalah OGR 2 - Fix

Pengelolaan preeklampsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan hipertensi,

pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan saat tepat

untuk persalinan.

Monitoring selama di rumah sakit

Pemeriksaan yang teliti diikuti dengan observasi harian tentan tanda-tanda klinik

berupa : nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan berat badan

dengan cepat. Perlu dilakukan pemeriksaan antopometri, laboratorium dan

pemeriksaan USD dan NST.

Manajemen umum perawatan preeklampsia berat

Dibagi menjadi 2 unsur :

Pengobatan medika mentosa

Harus segera di rawat di rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan untuk

tirah baring ke sebelah kiri

Pengelolaan cairan penting dilakukan karena adanya resiko tinggi edema

paru dan oligouria. Sebab terjadinya belum jelas, tetapi faktor yang

menyebabkan terjadinya edema paru dan oligouria adalah hipovolemi,

vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan

onkotik/koloid/pulmonary capillary wedge pressure.

Monitoring input cairan melalui oral atau infus dan output cairan melalui urin.

Bila tanda-tanda udema paru terjadi, segera koreksi cairan yang diberikan

berupa Ringer-dekstrose 5% atau cairan garam faali jumlah tetesan

<125cc/jam, atau

Page 23: Makalah OGR 2 - Fix

Infus dekstrose 5% yang tiap 1L diselingi dengan infus Ringer laktat

(60-125cc/jam) 500cc.

Pasang Folley catheter untuk ukur pengeluaran urin

Antasida untuk menetralisir asam lambung, jika mendadak kejang dapat

terhindar dari resiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet cukup

protein rendah karbohidrat lemak dan garam.

Pemberian obat kejang (MgSO4) sebagai pilihan utama

Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetikolin pada

rangsangan serat saraf dan menghambat transmisi neuromuskular (dimana

membutuhkan kalsium pada sinaps). MgSO4 akan menggeser kalsium

sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi inhibisi kompetitif antara

ion kalsium dengan magnesium)

MgSO4 dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50% dari

pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas)

Cara pemberian(5) :

Loading dose : initial dose

4 gr MgSO4 I.V (40% dalam 10 cc) selama 10 menit

Maintenance dose :

Infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam atau diberikan 4 atau 5 gr

I.M selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram I.M tiap 4-6

jam

Page 24: Makalah OGR 2 - Fix

Syarat-syarat pemberian :

- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu

kalsium

glukonas 10% = 1gram (10% dalam 10 cc) diberikan I.V 3 menit

- Refleks patella (+) kuat

- Frekuensi pernapasan >16x/menit tidak ada tanda-tanda distress

napas

MgSO4 dihentikan apabila :

- Ada tanda intoksikasi

- Setelah 24 jam postpartum atau 24 jam setelah kejang terakhir

Diuretikum tidak diberikan secara rutin (kecuali ada tanda edema paru, gagal

jantung kongestif atau udema anasarka). Diuretika yang digunakan adalah

furosemid.

Diuretik merugikan yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk

perfusi utero-plasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan

dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat badan janin

Pemberian antihipertensi

Yang diberikan adalah Nifedipin dengan dosis 10-20mg per oral, diulangi

setelah 30 menit. Dosis maksimum 120 mg dalam 24 jam. Nifedipin tidak

boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat sehingga

hanya boleh diberikan per oral.

Page 25: Makalah OGR 2 - Fix

Glukokortikoid

Digunakan untuk pematangan paru janin dan tida merugikan ibu.

Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu , 2x24 jam.

Sikap terhadap kehamilannya

Dibagi menjadi 2 :

Aktif ( aggressive management)

Kehamilan segera diakhir atau diterminasi bersamaan dengan pemberian

pengobatan medikamentosa dan indikasinya bila didapatkan satu atau lebih

dari keadaan dibawah ini :

Ibu

- Umur kehamilan ≥ 37 minggu. Untuk preeklampsia berat

- Adanya tanda-tanda atau gejala Impending Eclampsia

- Kegagalan terapi pada perawatan konservatif (keadaan klinik

dan laboratorik memburuk

- Diduga terjadi solusio plasenta

- Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan

Janin

- Adanya tanda-tanda fetal distress

- Adanya tanda-tanda IUGR

Page 26: Makalah OGR 2 - Fix

- NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal

- Terjadinya oligohidroamnion

Laboratorik

- Adanya tanda-tanda sindrom HELLP khususnya menurunnya

trombosit dengan cepat

Konservatif

Indikasinya bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda

impending eclampsia dengan keadaan janin baik. Selama perawatan

konservatif sikap terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi

sama seperti perawatan aktif serta kehamilan yang tidak diakhiri.

MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan,

selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada

perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan

medikamentosa dan harus terminasi.

Penderita boleh dipulangkan bila penderita kembali ke gejala preeklampsia

ringan.

Komplikasi Preeklampsia

Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada neonatus

berupa prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi plasenta baik akut maupun

kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress baik pada saat kelahiran maupun sesudah

Page 27: Makalah OGR 2 - Fix

kelahiran (Pernoll, 1987). Komplikasi yang sering terjadi pada preklampsia berat adalah

(Wiknjosastro, 2006) :

1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu hamil yang menderita

hipertensi akut. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5 % solusio

plasenta terjadi pada pasien preeklampsia.

2. Hipofibrinogenemia. Pada preeklampsia berat, Zuspan (1978) menemukan 23%

hipofibrinogenemia.

3. Hemolisis. Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukan gejala

klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah

ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis

periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat

menerangkan mekanisme ikterus tersebut.

4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal.

5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung selama

seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini

merupakan tanda gawat dan akan terjadi apopleksia serebri.

6. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pasien preeklampsia-eklampsia

diakibatkan vasospasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui

dengan pemeriksaan faal hati.

7. Sindroma HELLP, yaitu hemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet.

8. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus berupa pembengkakan

sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan

lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

9. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin.

10. Komplikasi lain berupa lidah tergigit, trauma dan fraktur karena terjatuh akibat

kejang, pneumonia aspirasi dan DIC.

Pencegahan Preeklampsia

Page 28: Makalah OGR 2 - Fix

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tandatanda dini

preeklampsia, dalam hal ini harus dilakukan penanganan preeklampsia tersebut. Walaupun

preeklampsia tidak dapat dicegah seutuhnya, namun frekuensipreeklampsia dapat dikurangi

dengan pemberian pengetahuan dan pengawasan yang baik pada ibu hamil. Pengetahuan

yang diberikan berupa tentang manfaat diet dan istirahat yang berguna dalam pencegahan.

Istirahat tidak selalu berarti berbaring, dalam hal ini yaitu dengan mengurangi pekerjaan

sehari-hari dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah

lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan sangat

dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia dan merawat penderita tanpa memberikan

diuretika dan obat antihipertensi merupakan manfaat dari pencegahan melalui pemeriksaan

antenatal yang baik (Wiknjosastro, 2006).

BAB V

KESIMPULAN

Page 29: Makalah OGR 2 - Fix

Berdasarkan keluhan utama, anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium maka

pada kasus ini diagnosis dibagi menjadi dua, yaitu diagnosis ibu dan janin. Diagnosis

ibu yaitu G1P0A0, hamil 32 minggu, preeklampsi berat. Diagnosis janin yaitu

presentasi kepala, tunggal, puki, hidup, aterm. Tatalaksana pada preeklampsi kasus

ini harus cepst ditangani karena dapat menimbulkan banyak komplikasi.

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Page 30: Makalah OGR 2 - Fix

1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan, 4th ed. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.2010

2. Mose J.C., Alamsyah M., Hudono S.T., Handaya, Hadisaputra W. Pemeriksaan

Ginekologik. In : Ilmu Kandungan. Anwar M, Baziad A, Prabowo R.P (editor). 3rd Ed.

Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011. p.116-36

3. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan, 4th ed. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.2010.p.530-61

4. Cunningham FG. McDonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC,Williams

Obstetrics.19th ed. Prentice-Hall International; 1993.

5. Duley L. Magnesium Sulphate regiments for women with eclampsia. Massages from

the collaborative eclampsia trial. Brit J of Obstet Gynaecol. 1996; 103:m103-5.

6. Working Group Report on High Blood Pressure in Pregnancy, National on High

Blood Pressure Education Program, NIH publication, 1991.

7. Brown MA. Diagnosis and Classification of Preeclampsia and other Hypertensive

disorder of pregnancy in Belfort MA, Thornton S, Saade GR. Hypertension in

Pregnancy, Marcel Dekker, Inc. New York, 2003, page 1-14.