makalah masyarakat madani

48
MAKALAH MASYARAKAT MADANI BAB I PENDAHULUAN Masyarakat madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada simposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju. Lebih jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat. Menurut Quraish Shibab, masyarakat Muslim awal disebut umat terbaik karena sifat-sifat yang menghiasi diri mereka, yaitu tidak bosan-bosan menyeru kepada hal-hal yang dianggap baik oleh masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai Allah (al-ma’ruf) dan mencegah kemunkaran. Selanjutnya Shihab menjelaskan, kaum Muslim awal menjadi “khairu ummah” karena mereka menjalankan amar ma’ruf sejalan dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya. (Quraish Shihab, 2000, vol.2: 185). Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal bukan pada peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi masyarakat ideal ini.

Upload: taruna-yotatulu

Post on 08-Apr-2016

98 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Masyarakat Madani

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

MAKALAH MASYARAKAT MADANI

BAB I

PENDAHULUAN

Masyarakat madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil

society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya

pada simposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival istiqlal, 26

September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak

menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki

peradaban maju. Lebih jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan

masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral

yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat.

Menurut Quraish Shibab, masyarakat Muslim awal disebut umat terbaik karena sifat-

sifat yang menghiasi diri mereka, yaitu tidak bosan-bosan menyeru kepada hal-hal yang

dianggap baik oleh masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai Allah (al-ma’ruf) dan

mencegah kemunkaran. Selanjutnya Shihab menjelaskan, kaum Muslim awal menjadi

“khairu ummah” karena mereka menjalankan amar ma’ruf sejalan dengan tuntunan Allah

dan rasul-Nya. (Quraish Shihab, 2000, vol.2: 185).

Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal bukan pada

peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi masyarakat ideal ini.

Seperti, pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar yang sejalan dengan petunjuk Ilahi,

maupun persatuan yang kesatuan yang ditunjuk oleh ayat sebelumnya (lihat, QS. Ali Imran

[3]: 105). Adapun cara pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar yang direstui Ilahi adalah

dengan hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik sebagaimana yang tercermin dalam QS

an-Nahl [16]: 125. Dalam rangka membangun “masyarakat madani modern”, meneladani

Nabi bukan hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau peragakan saat

berhubungan dengan sesama umat Islam ataupun dengan umat lain, seperti menjaga

persatuan umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku adil

kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur lainnya.

Kita juga harus meneladani sikap kaum Muslim awal yang tidak mendikotomikan

antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka tidak meninggalkan dunia untuk akhiratnya

Page 2: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

dan tidak meninggalkan akhirat untuk dunianya. Mereka bersikap seimbang (tawassuth)

dalam mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada masyarakat

Madinah mampu diteladani umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam hanya menunggu

waktu saja.

Konsep masyarakat madani adalah sebuah gagasan yang menggambarkan

maasyarakat beradab yang mengacu pada nila-inilai kebajikan dengan mengembangkan

dan menerapkan prinsip-prinsip interaksi sosial yang kondusif bagi peneiptaan tatanan

demokratis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

BAB II

MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT

2.1 Konsep Masyarakat Madani

Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman

konsep “civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah

Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid.

Pemaknaan civil society sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep dan

bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat

Madinah dianggap sebagai legitimasi historis ketidakbersalahan pembentukan civil

society dalam masyarakat muslim modern.

Makna Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society.

Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat.

Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis”

dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai

negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque,

JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu

bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan

monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278).

Antara Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah

dikemukakan di atas, masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk

menerjemahkan konsep di luar menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi civil society

Page 3: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

lalu membandingkannya dengan tatanan masyarakat Madinah yang dijadikan

pembenaran atas pembentukan civil society di masyarakat Muslim modern akan

ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara keduanya.

Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil

society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari

gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan.

Sehingga civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena

meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan

asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan masyarakat madani

sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-

nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif,

2004: 84).

Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki

banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk

kepada Bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil,

sebuah kontraposisi dari masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997),

masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary

activity which takes place outside of government and the market.” Merujuk pada

Bahmueller (1997).

2.1.1 Pengertian Masyarakat Madani

Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai

kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya

dalam Q.S. Saba’ ayat 15:

Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman

mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka

dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan

bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan

(Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.

Page 4: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

2.1.2 Masyarakat Madani Dalam Sejarah

Ada dua masyarakat madani dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai

masyarakat madani, yaitu:

1) Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman.

2) Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah antara

Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang

beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj.

Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling

menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al-

Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin

dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan

kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai

dengan ajaran agama yang dianutnya.

2.1.3 Karakteristik Masyarakat Madani

Ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:

1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam

masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.

2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi

dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.

3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara

dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.

4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena

keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-

masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.

5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim

totaliter.

Page 5: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-

individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan

diri sendiri.

7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial

dengan berbagai ragam perspektif.

8. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama,

yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai

landasan yang mengatur kehidupan sosial.

9. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun

secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.

10. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat

mengurangi kebebasannya.

11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah

diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu

oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.

12. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.

13. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan

terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan

untuk umat manusia.

14. Berakhlak mulia.

Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat

madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari

akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan

kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang

seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program

pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani bukanlah

masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat

madani adalah onsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan

Page 6: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju

yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa

prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya

democratic governance (pemerintahan demokratis) yang dipilih dan berkuasa

secara demokratis dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup

menjunjung nilai-nilai civil security; civil responsibility dan civil resilience).

Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat masyarakat

madani sbb:

1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam

masyarakat.

2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail capital)

yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas

kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.

3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata

lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.

4. Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-

lembaga swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu

kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan.

5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap

saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.

6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga

ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.

7. Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan

kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi

antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya.

Tanpa prasyarat tesebut maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada

jargon. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme” yang

sempit yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti demokrasi dan

Page 7: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

sering melanggar hak azasi manusia. Dengan kata lain, ada beberapa rambu-rambu

yang perlu diwaspadai dalam proses mewujudkan masyarakat madani (lihat DuBois

dan Milley, 1992).

Rambu-rambu tersebut dapat menjadi jebakan yang menggiring masyarakat

menjadi sebuah entitas yang bertolak belakang dengan semangat negara-bangsa:

1. Sentralisme versus lokalisme. Masyarakat pada mulanya ingin mengganti

prototipe pemerintahan yang sentralisme dengan desentralisme. Namun yang

terjadi kemudian malah terjebak ke dalam faham lokalisme yang

mengagungkan mitos-mitos kedaerahan tanpa memperhatikan prinsip

nasionalisme, meritokrasi dan keadilan sosial.

2. Pluralisme versus rasisme. Pluralisme menunjuk pada saling penghormatan

antara berbagai kelompok dalam masyarakat dan penghormatan kaum

mayoritas terhadap minoritas dan sebaliknya, yang memungkinkan mereka

mengekspresikan kebudayaan mereka tanpa prasangka dan permusuhan.

Ketimbang berupaya untuk mengeliminasi karakter etnis, pluralisme budaya

berjuang untuk memelihara integritas budaya. Pluralisme menghindari

penyeragaman. Karena, seperti kata Kleden (2000:5), “…penyeragaman

adalah kekerasan terhadap perbedaan, pemerkosaan terhadap bakat dan

terhadap potensi manusia.”

Sebaliknya, rasisme merupakan sebuah ideologi yang membenarkan dominasi satu

kelompok ras tertentu terhadap kelompok lainnya. Rasisme sering diberi

legitimasi oleh suatu klaim bahwa suatu ras minoritas secara genetik dan

budaya lebih inferior dari ras yang dominan. Diskriminasi ras memiliki tiga

tingkatan: individual, organisasional, dan struktural. Pada tingkat individu,

diskriminasi ras berwujud sikap dan perilaku prasangka. Pada tingkat

organisasi, diskriminasi ras terlihat manakala kebijakan, aturan dan

perundang-undangan hanya menguntungkan kelompok tertentu saja. Secara

struktural, diskriminasi ras dapat dilacak manakala satu lembaga sosial

memberikan pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan terhadap

lembaga lainnya.

Page 8: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

3. Elitisme dan communalisme. Elitisme merujuk pada pemujaan yang berlebihan

terhadap strata atau kelas sosial berdasarkan kekayaan, kekuasaan dan

prestise. Seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kelas sosial tinggi

kemudian dianggap berhak menentukan potensi-potensi orang lain dalam

menjangkau sumber-sumber atau mencapai kesempatan-kesempatan yang ada

dalam masyarakat.

Konsep Masyarakat Madani semula dimunculkan sebagai jawaban atas usulan

untuk meletakkan peran agama ke dalam suatu masyarakat Multikultural.

Multikultural merupakan produk dari proses demokratisasi di negeri ini yang sedang

berlangsung terus menerus yang kemudian memunculkan ide pluralistik dan

implikasinya kesetaraan hak individual. Perlu kita pahami, perbincangan seputar

Masyarakat Madani sudah ada sejak tahun 1990-an, akan tetapi sampai saat ini,

masyarakat Madani lebih diterjemahkan sebagai masyarakat sipil oleh beberapa

pakar Sosiologi. Untuk lebih jelasnya, kita perlu menganalisa secara historis

kemunculan masyarakat Madani dan kemunculan istilah masyarakat Sipil, agar lebih

akurat membahas tentang peran agama dalam membangun masyarakat bangsa.

Masyarakat Sipil adalah terjemahan dari istilah Inggris Civil Society yang

mengambil dari bahasa Latin civilas societas. Secara historis karya Adam Ferguson

merupakan salah satu titik asal penggunaan ungkapan masyarakat sipil (civil society),

yang kemudian diterjemahkan sebagai masyarakat Madani. Gagasan masyarakat sipil

merupakan tujuan utama dalam membongkar masyarakat Marxis. Masyarakat sipil

menampilkan dirinya sebagai daerah kepentingan diri individual dan pemenuhan

maksud-maksud pribadi secara bebas, dan merupakan bagian dari masyarakat yang

menentang struktur politik (dalam konteks tatanan sosial) atau berbeda dari negara.

Masyarakat sipil, memiliki dua bidang yang berlainan yaitu bidang politik (juga

moral) dan bidang sosial ekonomi yang secara moral netral dan instumental (lih.

Gellner:1996).

Seperti Durkheim, pusat perhatian Ferguson adalah pembagian kerja dalam

masyarakat, dia melihat bahwa konsekuensi sosio-politis dari pembagian kerja jauh

lebih penting dibanding konsekuensi ekonominya. Ferguson melupakan kemakmuran

sebagai landasan berpartisipasi. Dia juga tidak mempertimbangkan peranan agama

ketika menguraikan saling mempengaruhi antara dua partisipan tersebut (masyarakat

Page 9: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

komersial dan masyarakat perang), padahal dia memasukan kebajikan di dalam

konsep masyarakatnya. Masyarakat sipil dalam pengertian yang lebih sempit ialah

bagian dari masyarakat yang menentang struktur politik dalam konteks tatanan sosial

di mana pemisahan seperti ini telah terjadi dan mungkin.

Selanjutnya sebagai pembanding, Ferguson mengambil masyarakat feodal,

dimana perbandingan di antara keduanya adalah, pada masyarakat feodal strata

politik dan ekonomi jelas terlihat bahkan dijamin secara hukum dan ritual, tidak ada

pemisahan hanya ada satu tatanan sosial, politik dan ekonomi yang saling

memperkuat satu sama lain. Posisi seperti ini tidak mungkin lagi terjadi pada

masyarakat komersial. Kekhawatiran Ferguson selanjutnya adalah apabila

masyarakat perang digantikan dengan masyarakat komersial, maka negara menjadi

lemah dari serangan musuh. Secara tidak disadari Ferguson menggemakan ahli teori

peradaban, yaitu Ibnu Khaldun yang mengemukakan spesialisme mengatomisasi

mereka dan menghalangi kesatupaduan yang merupakan syarat bagi efektifnya

politik dan militer. Di dalam masyarakat Ibnu Khaldun militer masih memiliki peran

dan berfungsi sebagai penjaga keamanan negara, maka tidak pernah ada dan tidak

mungkin ada bagi dunianya, masyarakat sipil.

Pada kenyataannya, apabila kita konsekuen dengan menggunakan masyarakat

Madani sebagai padanan dari Masyarakat Sipil, maka secara historis kita lebih mudah

secara langsung me-refer kepada “masyarakat”nya Ibnu Khaldun. Deskripsi

masyarakatnya justru banyak mengandung muatan-muatan moral-spiritual dan

mengunakan agama sebagai landasan analisisnya. Pada kenyataannya masyarakat

sipil tidak sama dengan masyarakat Madani. Masyarakat Madani merujuk kepada

sebuah masyarakat dan negara yang diatur oleh hukum agama, sedangkan masyarakat

sipil merujuk kepada komponen di luar negara. Syed Farid Alatas seorang sosiolog

sepakat dengan Syed M. Al Naquib Al Attas (berbeda dengan para sosiolog

umumnya), menyatakan bahwa faham masyarakat Madani tidak sama dengan faham

masyarakat Sipil. Istilah Madani, Madinah (kota) dan din (diterjemahkan sebagai

agama) semuanya didasarkan dari akar kata dyn. Kenyataan bahwa nama kota

Yathrib berubah menjadi Medinah bermakna di sanalah din berlaku (lih. Alatas,

2001:7). Secara historispun masyarakat Sipil dan masyarakat Madani tidak memiliki

hubungan sama sekali. Masyarakat Madani bermula dari perjuangan Nabi

Page 10: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

Muhammad SAW menghadapi kondisi jahiliyyah masyarakat Arab Quraisy di

Mekkah. Beliau memperjuangkan kedaulatan, agar ummatnya leluasa menjalankan

syari’at agama di bawah suatu perlindungan hukum.

Masyarakat madani sejatinya bukanlah konsep yang ekslusif dan dipandang

sebagai dokumen usang. Ia merupakan konsep yang senantiasa hidup dan dapat

berkembang dalam setiap ruang dan waktu. Mengingat landasan dan motivasi utama

dalam masyarakat madani adalah Alquran.

Meski Alquran tidak menyebutkan secara langsung bentuk masyarakat yang

ideal namun tetap memberikan arahan atau petunjuk mengenai prinsip-prinsip dasar

dan pilar-pilar yang terkandung dalam sebuah masyarakat yang baik. Secara faktual,

sebagai cerminan masyarakat yang ideal kita dapat meneladani perjuangan rasulullah

mendirikan dan menumbuhkembangkan konsep masyarakat madani di Madinah.

Prinsip terciptanya masyarakat madani bermula sejak hijrahnya Nabi

Muhammad Saw. beserta para pengikutnya dari Makah ke Yatsrib. Hal tersebut

terlihat dari tujuan hijrah sebagai sebuah refleksi gerakan penyelamatan akidah dan

sebuah sikap optimisme dalam mewujudkan cita-cita membentuk yang madaniyyah

(beradab).

Selang dua tahun pascahijrah atau tepatnya 624 M, setelah Rasulullah

mempelajari karakteristik dan struktur masyarakat di Madinah yang cukup plural,

beliau kemudian melakukan beberapa perubahan sosial. Salah satu di antaranya

adalah mengikat perjanjian solidaritas untuk membangun dan mempertahankan

sistem sosial yang baru. Sebuah ikatan perjanjian antara berbagai suku, ras, dan etnis

seperti Bani Qainuqa, Bani Auf, Bani al-Najjar dan lainnya yang beragam saat itu,

juga termasuk Yahudi dan Nasrani.

Dalam pandangan saya, setidaknya ada tiga karakteristik dasar dalam

masyarakat madani. Pertama, diakuinya semangat pluralisme. Artinya, pluralitas

telah menjadi sebuah keniscayaan yang tidak dapat dielakkan sehingga mau tidak

mau, pluralitas telah menjadi suatu kaidah yang abadi dalam pandangan Alquran.

Pluralitas juga pada dasarnya merupakan ketentuan Allah SWT (sunnatullah),

sebagaimana tertuang dalam Alquran surat Al-Hujurat (49) ayat 13.

Page 11: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

Dengan kata lain, pluralitas merupakan sesuatu yang kodrati (given) dalam

kehidupan. Dalam ajaran Islam, pluralisme merupakan karunia Allah yang bertujuan

mencerdaskan umat melalui perbedaan konstruktif dan dinamis. Ia (pluralitas) juga

merupakan sumber dan motivator terwujudnya vividitas kreativitas (penggambaran

yang hidup) yang terancam keberadaannya jika tidak terdapat perbedaan

(Muhammad Imarah:1999).

Satu hal yang menjadi catatan penting bagi kita adalah sebuah peradaban yang

kosmopolit akan tercipta manakala umat Islam memiliki sikap inklusif dan

mempunyai kemampuan (ability) menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar.

Namun, dengan catatan identitas sejati atas parameter-parameter autentik agama tetap

terjaga.

Kedua, adalah tingginya sikap toleransi (tasamuh). Baik terhadap saudara

sesama Muslim maupun terhadap saudara non-Muslim. Secara sederhana toleransi

dapat diartikan sebagai sikap suka mendengar dan menghargai pendapat dan

pendirian orang lain.

Senada dengan hal itu, Quraish Shihab (2000) menyatakan bahwa tujuan Islam

tidak semata-mata mempertahankan kelestariannya sebagai sebuah agama. Namun

juga mengakui eksistensi agama lain dengan memberinya hak hidup, berdampingan

seiring dan saling menghormati satu sama lain. Sebagaimana hal itu pernah

dicontohkan Rasulullah Saw. di Madinah. Setidaknya landasan normatif dari sikap

toleransi dapat kita tilik dalam firman Allah yang termaktub dalam surat Al-An’am

ayat 108.

Ketiga, adalah tegaknya prinsip demokrasi atau dalam dunia Islam lebih dikenal

dengan istilah musyawarah. Terlepas dari perdebatan mengenai perbedaan konsep

demokrasi dengan musyawarah, saya memandang dalam arti membatasi hanya pada

wilayah terminologi saja, tidak lebih. Mengingat di dalam Alquran juga terdapat

nilai-nilai demokrasi (surat As-Syura:38, surat Al-Mujadilah:11).

Ketiga prinsip dasar setidaknya menjadi refleksi bagi kita yang menginginkan

terwujudnya sebuah tatanan sosial masyarakat madani dalam konteks hari ini. Paling

Page 12: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

tidak hal tersebut menjadi modal dasar untuk mewujudkan masyarakat yang dicita-

citakan.

2.2 Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani

Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam

terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di

bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik

dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat

terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu,

seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.

2.2.1 Kualitas SDM Umat Islam

Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110

Artinya:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah

umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek

kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDMnyadibanding umat non Islam.

Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Qur’an itu sifatnya normatif,

potensial, bukan riil.

2.2.2 Posisi Umat Islam

SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul.

Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer,

dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang

signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari 85%, tetapi karena kualitas

SDM nya masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proporsional.

Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik

dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam

belum mencerminkan akhlak Islam.

Page 13: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

2.3 Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat

Menurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk kegiatan sosial dan

ekonomi haruslah berlandaskan tauhid (keesaan Allah). Setiap ikatan atau

hubungan antara seseorang dengan orang lain dan penghasilannya yang tidak sesuai

dengan ajaran tauhid adalah ikatan atau hubungan yang tidak Islami. Dengan

demikian realitas dari adanya hak milik mutlak tidak dapat diterima dalam Islam,

sebab hal ini berarti mengingkari tauhid. Manurut ajaran Islam hak milik mutlak

hanya ada pada Allah saja. Hal ini berarti hak milik yang ada pada manusia

hanyalah hak milik nisbi atau relatif. Islam mengakui setiap individu sebagai

pemilik apa yang diperolehnya melalui bekerja dalam pengertian yang seluas-

luasnya, dan manusia berhak untuk mempertukarkan haknya itu dalam batas-batas

yang telah ditentukan secara khusus dalam hukum Islam. Pernyataan-pernyataan

dan batas-batas hak milik dalam Islam sesuai dengan kodrat manusia itu sendiri,

yaitu dengan sistem keadilan dan sesuai dengan hak-hak semua pihak yang terlibat

di dalamnya.

Di dalam ajaran Islam terdapat dua prinsip utama, yakni pertama, tidak

seorangpun atau sekelompok orangpun yang berhak mengeksploitasi orang lain;

dan kedua, tidak ada sekelompok orangpun boleh memisahkan diri dari orang lain

dengan tujuan untuk membatasi kegiatan sosial ekonomi di kalangan mereka saja.

Islam memandang umat manusia sebagai satu keluarga, maka setiap manusia

adalah sama derajatnya di mata Allah dan di depan hukum yang diwahyukannya.

Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama terhadap seluruh anggota

masyarakat di muka hukum tidaklah ada artinya kalau tidak disertai dengan

keadilan ekonomi yang memungkinkan setiap orang memperoleh hak atas

sumbangan terhadap masyarakat.

Allah melarang hak orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Syu’ara ayat 183:

Artinya:

Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan;

Dalam komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan, keadilan

ekonomi dan sosial, maka ketidakadilan dalam pendapatan dan kekayaan bertentangan

Page 14: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

dengan Islam. Akan tetapi, konsep Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta

konsepsinya tentang keadilan sosial tidaklah menuntut bahwa semua orang harus mendapat

upah yang sama tanpa memandang kontribusinya kepada masyarakat. Islam mentoleransi

ketidaksamaan pendapatan sampai tingkat tertentu, akrena setiap orang tidaklah sama sifat,

kemampuan, dan pelayanannya dalam masyarakat.

Dalam Q.S. An-Nahl ayat 71 disebutkan:

Artinya:

Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah.

Dalam ukuran tauhid, seseorang boleh menikmati penghasilannya sesuai dengan

kebutuhannya. Kelebihan penghasilan atau kekayaannya. Kelebihan penghasilan atau

kekayaannya harus dibelanjakan sebagai sedekah karena Alah.

Banyak ayat-ayat Allah yang mendorong manusia untuk mengamalkan sedekah, antara lain

Q.S. An-nisa ayat 114:

Artinya:

Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. dan barangsiapa yang berbuat demikian Karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang besar.

Dalam ajaran Islam ada dua dimensi utama hubungan yang harus dipelihara, yaitu

hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia dalam

masyarakat. Kedua hubungan itu harus berjalan dengan serentak. Dengan melaksanakan

kedua hungan itu hidup manusia akan sejahtrera baik di dunia maupun di akhirat kelak.

2.4 Manajemen Zakat

2.4.1 Pengertian dan Dasar Hukum Zakat

Zakat adalah memberikan harta yang telah mencapai nisab dan haul kepada

orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Nisab adalah

ukuran tertentu dari harta yang dimiliki yang mewajibkan dikeluarkannya zakat,

Page 15: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

sedangkan haul adalah berjalan genap satu tahun. Zakat juga berarti kebersihan,

setiap pemeluk Islam yang mempunyai harta cukup banyaknya menurut ketentuan

(nisab) zakat, wajiblah membersihkan hartanya itu dengan mengeluarkan zakatnya.

Dari sudut bahasa, kata zakat berasal dari kata “zaka” yang berarti berkah,

tumbuh, bersih, dan baik. Segala sesuatu yang bertambah disebut zakat. Menurut

istilah fikih zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk

diserahkan kepada yang berhak. Orang yang wajib zakat disebut

“muzakki”,sedangkan orang yang berhak menerima zakat disebut ”mustahiq”

.Zakat merupakan pengikat solidaritas dalam masyarakat dan mendidik jiwa untuk

mengalahkan kelemahan dan mempraktikan pengorbanan diri serta kemurahan hati.

Di dalam Alquran Allah telah berfirman sebagai berikut:

Al-Baqarah: 110

Artinya:

“Dan Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan”.

At-Taubah: 60

Artinya:

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”.

At-Taubah: 103

Artinya:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Page 16: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

Adapun hadist yang dipergunakan dasar hukum diwajibkannya zakat antara lain

adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas berikut:

Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW ketika mengutus Mu’az ke Yaman, ia

bersabda: “Sesungguhnya engkau akan datang ke satu kaum dari Ahli Kitab, oleh

karena itu ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan

sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Kemudian jika mereka taat kepadamu untuk

ajakan itu, maka beritahukannlah kepada mereka, bahwa Allah telah mewajibkan

kepada mereka atas mereka salat lima kali sehari semalam; lalu jika mereka

mentaatimu untuk ajakan itu, maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa Allah telah

mewajibkan zakat atas mereka, yang diambil dari orang-orang kaya mereka;

kemudian jika mereka taat kepadamu untuk ajakan itu, maka berhati-hatilah kamu

terhadap kehormatan harta-harta mereka, dan takutlah terhadap doa orang yang

teraniaya, karena sesungguhnya antara doa itu dan Allah tidak hijab (pembatas)”.

Adapun harta-harta yang wajib dizakati itu adalah sebagai berikut:

1. Harta yang berharga, seperti emas dan perak.

2. Hasil tanaman dan tumbuh-tumbuhan, seperti padi, gandum, kurma, anggur.

3. Binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, dan domba.

4. Harta perdagangan.

5. Harta galian termasuk juga harta rikaz.

Adapun orang yang berhak menerima zakat adalah:

1. Fakir, ialah orang yang tidak mempunyai dan tidak pula berusaha.

2. Miskin, ialah orang yang tidak cukup penghidupannya dengan pendapatannya

sehingga ia selalu dalam keadaan kekurangan.

3. Amil, ialah orang yang pekerjaannya mengurus dan mengumpulkan zakat untuk

dibagikan kepada orang yang berhak menerimanya.

Page 17: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

4. Muallaf, ialah orang yang baru masuk Islam yang masih lemah imannya, diberi zakat

agar menambah kekuatan hatinya dan tetap mempelajari agama Islam.

5. Riqab, ialah hamba sahaya atau budak belian yang diberi kebebasan berusaha untuk

menebus dirinya agar menjadi orang merdeka.

6. Gharim, ialah orang yang berhutang yang tidak ada kesanggupan membayarnya.

7. Fi sabilillah, ialah orang yang berjuang di jalan Allah demi menegakkan Islam.

8. Ibnussabil, ialah orang yang kehabisan biaya atau perbekalan dalam perjalanan yang

bermaksud baik (bukan untuk maksiat).

2.4.2 Sejarah Pelaksanaan Zakat di Indonesia

Sejak Islam memsuki Indonesia, zakat, infak, dan sedekah merupakan sumber

sumber dana untuk pengembangan ajaran Islam dan perjuangan bangsa Indonesia

melawan penjajahan Belanda. Pemerintah Belanda khawatir dana tersebut akan

digunakan untuk melawan mereka jika masalah zakat tidak diatur. Pada tanggal 4

Agustus 1938 pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan pemerintah untuk

mengawasi pelaksanaan zakat dan fitrah yang dilakukan oleh penghulu atau naib

sepanjang tidak terjadi penyelewengan keuangan. Untuk melemahkan kekuatan

rakyat yang bersumber dari zakat itu, pemerintah Belanda melarang semua pegawai

dan priyai pribumi ikut serta membantu pelaksanaan zakat. Larangan itu

memberikan dampak yang sangat negatif bagi pelakasanaan zakat di kalangan umat

Islam, karena dengan sendirinya penerimaan zakat menurun sehingga dana rakyat

untuk melawan tidak memadai. Hal inilah yang tampaknya diinginkan Pemerintah

Kolonial Belanda.

Setelah Indonesia merdeka, di Aceh satu-satunya badan resmi yang mengurus

masalah zakat. Pada masa orde baru barulah perhatian pemerintah terfokus pada

masalah zakat, yang berawal dari anjuran Presiden Soeharto untuk melaksanakan

zakat secara efektif dan efisien serta mengembangkannya dengan cara-cara yang

lebih luas dengan pengarahan yang lebih tepat. Anjuran presiden inilah yang

mendorong dibentuknya badan amil di berbagai propinsi.

Page 18: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

2.4.3 Manajemen Pengelolaan Zakat Produktif

Sehubungan pengelolaan zakat yang kurang optimal, sebagian masyarakat

yang tergerak hatinya untuk memikirkan pengelolaan zakat secara produktif,

sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan umat Islam pada umumnya dan

masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, pada tahun 1990-an, beberapa

perusahaan dan masyarakat membentuk Baitul Mal atau lembaga yang bertugas

mengelola dan zakat, infak dan sedekah dari karyawan perusahaan yang

bersangkutan dan masyarakat. Sementara pemerintah juga membentuk Badan Amil

Zakat Nasional.

Dalam pengelolaan zakat diperlukan beberapa prinsip, antara lain:

1. Pengelolaan harus berlandasakn Alquran dan Assunnah.

2. Keterbukaan. Untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil

zakat, pihak pengelola harus menerapkan manajemen yang terbuka.

3. Menggunakan manajemen dan administrasi modern.

4. Badan amil zakat dan lembaga amil zakat harus mengelolah zakat dengan sebaik-

baiknya.

Selain itu amil juga harus berpegang teguh pada tujuan pengelolaan zakat, antara

lain:

1. Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya keluar dari

kesulitan dan penderitaan.

2. Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh para mustahik

3. Menjembatani antara yang kaya dan yang miskin dalam suatu masyarakat.

4. Meningkatkan syiar Islam

5. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara.

6. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.

Page 19: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

2.4.4 Hikmah Ibadah Zakat

Apabila prinsip-prinsip pengelolaan dan tujuan pengelolaan zakat

dilaksanakan dipegang oleh amil zakat baik itu berupa badan atau lembaga, dan

zakat, infak, dan sedekah dikelola dengan manajemen modern dengan tetap

menerapkan empat fungsi standar manajemen, tampaknya sasaran zakat, infak

maupun sedekah akan tercapai.

Zakat memiliki hikmah yang besar, bagi muzakki, mustahik, maupun bagi

masyarakat muslim pada umumnya. Bagi muzakki zakat berarti mendidik jiwa

manusia untuk suka berkorban dan membersihkan jiwa dari sifat kikir, sombong

dan angkuh yang biasanya menyertai pemilikan harta yang banyak dan berlebih.

Bagi mustahik, zakat memberikan harapan akan adanya perubahan nasib dan

sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan suudzan terhadap orang-orang kaya,

sehingga jurang pemisah antara si kaya dan si miskin dapat dihilangkan.

Bagi masyarakat muslim, melalui zakat akan terdapat pemerataan pendapatan

dan pemilikan harta di kalangan umat Islam. Sedangkan dalam tata masyarakat

muslim tidak terjadi monopoli, melainkan sistim ekonomi yang menekankan

kepada mekanisme kerja sama dan tolong-menolong.

2.5 Manajemen Wakaf

Wakaf adalah salah satu bentuk dari lembaga ekonomi Islam. Ia merupakan

lembaga Islam yang satu sisi berfungsi sebagai ibadah kepada Allah, sedangkan di

sisi lain wakaf juga berfungsi sosial. Wakf muncul dari satu pernyataan dan

perasaan iman yang mantap dan solidaritas yang tinggi antara sesama manusia.

Dalam fungsinya sebagai ibadah ia diharapkan akan menjadi bekal bagi si wakif di

kemudian hari, karena ia merupakan suatu bentuk amalan yang pahalanya akan

terus menerus mengalir selama harta wakaf itu dimanfaatkan. Sedangkan dalam

fungsi sosialnya, wakaf merupakan aset amat bernilai dalam pembangunan umat.

2.5.1 Pengertian Wakaf

Page 20: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

Istilah wakaf beradal dari “waqb” artinya menahan. Menurut H. Moh. Anwar

disebutkan bahwa wakaf ialah menahan sesuatu barang daripada dijual-belikan atau

diberikan atau dipinjamkan oleh yang empunya, guna dijadikan manfaat untuk

kepentingan sesuatu yang diperbolehkan oleh Syara’ serta tetap bentuknya dan

boleh dipergunakan diambil manfaatnya oleh orang yang ditentukan (yang

meneriman wakafan), perorangan atau umum.

Adapun ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist yang menerangkan tentang wakaf ini ialah:

Al-Baqarah ayat 267:

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Al-Hajj ayat 77

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.

Abu Hurairah r.a. menceritakan, bahwa Rasullullah SAW bersabda, “Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah masa ia melanjutkan amal, kecuali mengenai tiga hal, yaitu: Sedekah jariyah (waqafnya) selama masih dipergunakan, ilmunya yang dimanfaatkan masyarakat, dan anak salehnya yang mendo’akannya.” (Riwayat Muslim).

Abu Hurairah r.a. menceritakan bahwa Rasullullah SAW mengutus Umar untuk memungut zakat…… di dalam hadist itu terdapat pula Khalid mewakafkan baju besi dan perabot perangnya di jalan Allah.

2.5.2 Rukun Wakaf

Adapun beberapa rukun wakaf ialah:

1) Yang berwakaf, syaratnya:

- Berhak berbuat kebaikan walau bukan Isalam sekalipun

- Kehendak sendiri, ridak sah karena dipaksa

Page 21: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

2) Sesuatu yang diwakafkan, syaratnya:

- Kekal zakatnya, berarti bila diambil manfaatnya, barangnya tidak rusak.

- Kepunyaan yang mewakafkan walaupun musya (bercampur dan tidak dapat

dipisahkan dari yang lain).

3) Tempat berwakaf (yang berhak menerima hasil wakaf itu).

4) Lafadz wakaf, seperti: “saya wakafkan ini kepada orang-orang miskin dan

sebagainya.

2.5.3 Syarat Wakaf

Syarat wakaf ada tiga, yaitu:

1) Ta’bid, yaitu untuk selama-lamanya/tidak terbatas waktunya.

2) Tanjiz, yaitu diberikan waktu ijab kabul.

3) Imkan-Tamlik, yaitu dapat diserahkan waktu itu juga

2.5.4 Hukum Wakaf

1) Pemberian tanah wakaf tidak dapat ditarik kembali sesudah diamalkannya karena Allah.

2) Pemberian harta wakaf yang ikhlas karena Allah akan mendapatkan ganjaran terus-menerus selagi benda itu dapat dimanfaatkan oleh umum dan walaupun bentuk bendanya ditukar dengan yang lain dan masih bermanfaat.

3) seseorang tidak boleh dipaksa untuk berwakaf karena bisa menimbulkan perasaan tidak ikhlas bagi pemberiannya.

BAB III

KESIMPULAN

Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya kesejahteraan umat

maka kita sebagai generasi penerus supaya dapat membuat suatu perubahan yang

signifikan. Selain itu, kita juga harus dapat menyesuaikan diri dengan apa yang sedang

terjadi di masyarakat sekarang ini. Agar di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak

ketinggalan berita. Adapun beberapa kesimpulan yang dapat saya ambil dari pembahasan

Page 22: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

materi yang ada di bab II ialah bahwa di dalam mewujudkan masyarakat madani dan

kesejahteraan umat haruslah berpacu pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diamanatkan

oleh Rasullullah kepada kita sebagai umat akhir zaman. Sebelumnya kita harus mengetahui

dulu apa yang dimaksud dengan masyarakat madani itu dan bagaimana cara menciptakan

suasana pada masyarakat madani tersebut, serta ciri-ciri apa saja yang terdapat pada

masyarakat madani sebelum kita yakni pada zaman Rasullullah.

Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat pada potensi

manusia yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri

manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani. Karena semakin

besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam membangun agama Islam maka akan

semakin baik pula hasilnya. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi

yang kurang di dalam membangun agamanya maka hasilnya pun tidak akan memuaskan.

Oleh karena itu, marilah kita berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui

latihan-latihan spiritual dan praktek-praktek di masyarakat.

Adapun di dalam Islam mengenal yang namanya zakat, zakat memiliki dua fungsi

baik untuk yang menunaikan zakat maupun yang menerimanya. Dengan zakat ini kita

dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat higga mencapai derajat yang disebut

masyarakat madani. Selain zakat, ada pula yang namanya wakaf. Wakaf selain untuk

beribadah kepada Allah juga dapat berfungsi sebagai pengikat jalinan antara seorang

muslim dengan muslim lainnya. Jadi wakaf mempunyai dua fungsi yakni fungsi ibadah

dan fungsi sosial.

Maka diharapkan kepada kita semua baik yang tua maupun yang muda agar dapat

mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu Indonesia. Yakni

melalui peningkatan kualiatas sumber daya manusia, potensi, perbaikan sistem ekonomi,

serta menerapkan budaya zakat, infak, dan sedekah. Insya Allah dengan menjalankan

syariat Islam dengan baik dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini secara

perlahan. Demikianlah makalah rangkuman materi yang dapat kami sampaikan pada

kesempatan kali ini semoga di dalam penulisan ini dapat dimengerti kata-katanya sehingga

tidak menimbulkan kesalahpahaman di masa yang akan datang.

Wassalamu’alaiku wr.wrb.

Page 23: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

DAFTAR PUSTAKA

Suito, Deny. 2006. Membangun Masyarakat Madani. Centre For Moderate Muslim

Indonesia: Jakarta.

Mansur, Hamdan. 2004. Materi Instrusional Pendidikan Agama Islam. Depag RI: Jakarta.

Suharto, Edi. 2002. Masyarakat Madani: Aktualisasi Profesionalisme Community Workers

Dalam Mewujudkan Masyarakat Yang Berkeadilan. STKS Bandung: Bandung.

Sosrosoediro, Endang Rudiatin. 2007. Dari Civil Society Ke Civil Religion. MUI: Jakarta.

Sutianto, Anen. 2004. Reaktualisasi Masyarakat Madani Dalam Kehidupan. Pikiran

Rakyat: Bandung.

Suryana, A. Toto, dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Tiga Mutiara: Bandung

Sudarsono. 1992. Pokok-pokok Hukum Islam. Rineka Cipta: Jakarta.

Tim Icce UIN Jakarta. 2000. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani.

Prenada Media: Jakarta.

http://fixguy.wordpress.com/makalah-masyarakat-madani/

Mewujudkan Masyarakat Madani oleh Ir.H.Suparman,SH,M.Si

Inti utama agama diyakini sebagai ajaran hidup kemanusiaan universal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana telah disampaikan para nabi dan rasul yang dibangkitkan Tuhan untuk setiap umat.  Ajaran universal itu

merupakan wujud rahmad Tuhan kepada seluruh alam dan menjadi ajaran kasamaan (kalimat sawa’) atau titik temu semua agama (Q 3 : 64).  Dalam Kitab Suci juga disebutkan bahwa ajaran universal itu adalah jalan hidup atau Syariah yang diajarkan dalam semua agama, sama seperti yang telah diajarkan Tuhan

kepada nabi Nuh, Nabi Muhammad, serta kepada Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Isa.  Karena itu ajaran kepatuhan kepada Tuhan harus ditegakkan dan umat manusia tidak dibenarkan bertikai dalam ajaran itu, suatu hal yang amat berat dan

Page 24: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

sulit dipahami oleh mereka yang tidak berpaham Ketuhanan Yang Maha Esa atau Tauhid, yaitu kaum musyrik-(Q 42 : 13).  Untuk dapat menangkap ruh ajaran

universal itu, manusia harus beriman kepada semua kitab suci serta semua nabi dan rasul, tanpa membeda-bedakan salah seorang pun dari mereka, dengan

sikap semuanya berserah diri (ber”islam”) kepada Tuhan dalam semangat kedamaian (salam)-(Q 2 : 13).  Oleh karena itu, Alquran menegaskan bahwa para

pengikut semua nabi dan rasul adalah umat yang tunggal dan semua mereka tidak menyembah kecuali Tuhan Yang Maha Esa-(Q 21 : 92).  Maka diingatkan agar kita tidak bertikai dengan para penganut kitab suci, kecuali terhadap yang

zalim dari kalangan mereka.  Kita diwajibkan percaya kepada ajaran semua kitab suci itu, sebab tuhan bagi bagi semuanya adalah Tuhan yang sama.  Yang Maha

Esa, dan semuanya ber-isla, tunduk-patuh kepada Tuhan dalam semangat kedamaian, yaitu salam-(Q 29 : 46).

Nabi Muhammad SAW juga menegaskan bahwa agama para nabi itu satu dan sama, dan para nabi adalah “bersaudara tunggal bapak lain ibu”-(Hadist). Yaitu bahwa mereka berpijak pada ajaran pokok yang sama, sekalipun mungkin berbeda-beda dalam jalan dan cara pelaksanaan ajaran pokok itu, sesuai dengan tutuntan khusus ruang dan waktu.  Karena itu, kitab suci juga menegaskan bahwa Tuhan telah menetapkan syir’ah (jalan) dan minhaj (cara) yang berbeda-beda untuk setiap golongan umat manusia, sesuatu yang tudak dibenarkan menjadi bahan pertikaian, tetapi justru harus mendorong                                                                                              perlombaan menuju kepada berbagai kebaikan.  Sebab, wewenang untuk menjelaskan mengapa terjadi perbedaan itu di antara manusia hanya ada pada Tuhan, kelak jika umat menusia telah kembali kepada-Nya-(Q 5 : 48).

Oleh karena itu, masing-masing golongan, dalam semangat kerinduannya kepada sentralitas, punya arah sendiri ke mana mereka menghadap, yag semua itu juga tidak perlu menjadi bahan pertengkaran, melaikan hendaknya juga menjadi pendorong terjadinya perlombaan menuju kepada berbagai kebaikan-(Q 2 : 148).  Sebab, Tuhan adalah Pemilik timur dan barat, Pemilik dua timur dan dua barat, Pemilik semua timur dan barat, yakni, Pemilik segenap penjuru angin, sehingga kemanapun kita mengahadap di sana ada wajah Tuhan-(Q 2:152; 55:17; 70:40).  Dan, kebajikan tidaklah merupakan sikap menghadap ke timur ataupun ke barat dalam sikap kesalehan lahiri, melainkan ada dalam tindakan dan amal nyata, dimulai dengan keimanan kepada Tuhan sebagai dasar dan pangkal tolak, diteruskan kepada keteguhan menepati janji antara sesama manusia dan ketabahan hati dan jiwa dalam menempuh jalan hidup yang sulit, yang penuh dengan tantangan dan rintangan-(Q 2 : 177).  Kita semua menyakini adanya inti ajaran universal itu.  Kita semua berpegang kepada petunjuk Tuhan bahwa kita harus beriman kepada semua kitab suci dan semua nabi yang telah dibangkitkan Tuhan pada setiap umat (Q 16 : 36).  Kita beriman kepada kitab suci manapun juga, yang semua para pengikut agama itu harus diperlakukan secara adil, sebab pada dasarnya mereka meyembah Tuhan yang sama, dengan masing-masing betanggung jawab atas amal-perbuatan mereka sendiri yang tidak perlu menjadi bahan pertengkaran, karena kelak kita sekalian akan kembali kepada Tuhan, dan Tuhanlah yang akan menentukan benar- salah serta baik-buruk segala amal-perbuatan itu-(Q 42 : 15).

Karena itu, kita percaya bahwa kearifan ada di mana-mana, dan kita harus mencarinya      “meskipun ke Negeri Cina”-(Hadist).  Sebagai suri teladan umat manusia, Nabi Muhammad SAW telah memberi contoh bagaimana mewujudkan

Page 25: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

semangat Ketuhanan Yang Maha Esa yang bersambungan langsung dengan wawasan sosial-sosial keagamaan dan politik yang berjiwa paham kemajemukan (pluralis) dan yang serba meliputi (inklusif) itu dalam Masyarakat Madinah. Sebagai yang terakhir dan yang menutup deretan panjang para pembawa ajaran Ilahi untuk umat manusia, Nabi Muhammad SAW dengan madinah-nya telah mewariskan suatu model, bagaimana mengatur masyarakat serta menyelesaikan persoalan penyelenggaraan pemerintahan dan penggunaan kekuasaan yang benar-benar secara utuh dan memenuhi dambaan lahir dan batin manusia: tidak lahir saja seperti yang sedang kita rasakan di zaman yang menurut Rene’ Guenon (Abdul Wahid Yahya) terbelenggu oleh “kedaulatan kuantita” sekarang ini; tetapi juga tidak batin saja melupakan yang lahir, suatu pandangan hidup yang tidak adil kepada fitrah kepada diri manusia sendiri dan tidak sejalan dengan kebaikan Tuhan yang telah menciptakan manusia dalam keutuhan jiwa-raga, lahir-batin.  Sebagai model penyelenggaraan pemerintahan dan penggunaan kekuasaan, Madinah Nabi itu dalam penilaian Robert N Bellah, seorang ahli sosiologi medern dengan otoritas yang sangat tinggi, merupakan model yang sangat modern untuk zaman dan tempatya.   

Masyarakat Madinah itu sangat modern dilihat dari tingginya tingkat komitmen, keterlibatan, dan partisipasi seluruh jenjang anggota masyarakat.  Masyarakat Madinah itu juga modern karena kedudukan kepemimpinannya yang terbuka untuk kemampuan yang diuji atas dasar pertimbangan universal dan dilambangkan dalam percobaan melembagakan kepemimpinan tertinggi tidak berdasarkan keturunan.  Akan tetapi, Masyarakat Madinah itu tidak betahan lama, sebab saat itu, menurut Bellah, belum ada prasarana sosial dan kultural untuk menopangnya.  It was too modern to succeed, kata Bellah.  Pelembagaan kepemimpinan tertinggi berdasarkan pemilihan (umum) berhenti sekitar 40 tahun setelah wafat Nabi, karena Khalifah Mu’awiyah yang menjalankan kekuasaan dari Dasmaskus pada tahun 51 hijri menunjuk anaknya sendiri, yazid sebagai pengganti. Meskipun ditentang oleh para pemuka masyarakat di madinah dan Mekkah sebagai tradisi kaisar Romawi dan khusro Persi yang bertentangan dengan tradisi Nabi dan para Khalifah Rasyidun, namun Mu’awiyah berjalan terus dengan keputusannya, dengan mengandalkan kekuatan fisik militer.  Dunia Islam mengalami perubahan fundamental dari masyarakat yang menempatkan pemimpin tertinggi melalui pemilihan menjadi masyarakat yang mengenal hanya kekuasaan dinasti geneologis, kepemimpinan berdasarkan pertalian darah.

Sejak itu, sumber utama legitimasi politik ialah keturunan dan masyarakat tanpa sadar menyimpang dari salah satu prinsip sosial-politik Madinah, terdorong untuk berlomba-lomba saling unggul dalam hal garis keturunan dan silsilah.  Suatu perubahan yang merupakan gerak kembali ke faham klan dan kesukuan Jahiliah itu pada banyak kalangan masyarakat Islam masih bertahan sampai sekarang.  Penyimpangan itu telah menjadi pangkal berbagai kesulitan dan bencana dunia Islam, karena faham dinasti geneologis itu tanpa dapat dihindarkan disusul dan disertai oleh kezaliman despotik, otoriter dan totaliter di bidang sosial, politik, keagaman, dan seterusnya.  Masyarakat Madinah  Nabi itu, menurut Martin Lings, merupakan solusi Ilahi paling akhir bagi persoalan pemerintahan (The most recent of providence’s solutions to the problem of government).  Masyarakat Madinah itu memang tidak berlangsung lama.  Namun berkat pencatatan yang rinci oleh para ulama, sarjana, dan kaum ahli, seperti dikatakan martin Lings Masyarakat Madinah itu sampai sekarang tetap menjadi idaman, teladan dan pedoman.  Semangat meneladani kembali Madinah itulah yang sampai sekarang memenuhi

Page 26: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

alam pikiran dan menjiwai sepak terjang kaum muslim yang sadar.  Sebab, sejalan dengan penilaian Bellah, Madinah menjadi contoh komunitas nasional modern dan menjadi tipe nasionalisme partisipatoris egaliter.  Maka jika kaum Muslim sampai sekarang tetap memandang contoh Madinah dengan penuh minat dan keyakinan, menurut Bellah, hal itu sama sekali bukanlah fabrikasi ideologis yang tidak historis.  Walaupun begitu, dalam kenyataan sekarang ini, tidak mungkin mengingkari adanya salah paham yang negatif oleh sebagian kaum Muslim sendiri terhadap wawasan prinsipil Madinah, kemudian lebih-lebih lagi oleh orang lain di luar Islam.  Disertai dengan keterbatasan kemampuan menggali kembali ajaran suci, khazanah kebudayaan dan sejarah, kesalahpahaman itu mendasari kemunculan dan penampilan sebagian masyarakat kita yang tidak produktif, bahkan kontraproduktif.

Oleh karena itu, terdapat keperluan mendesak untuk menggali dan memahami kembali semangat Madinah itu dan menjabarkannya dalam kehidupan sedemikian rupa, sehingga ajaran kebenaran betul-betul menjadi wujud rahmad dan kasih sayang Tuhan kepada seluruh umat manusia.  Ditarik relevansinya dengan masa sekarang, wawasan Madinah harus dikemukakan kembali sebagai tawaran tentang suatu sumber usaha mencari penyelesaian bagi permasalahan zaman modern.  Hampir-hampir telah menjadi klise dan ucapan stereotipikal bahwa zaman modern telah berjalan pincang, karena kuatnya kedaulatan kuantitas alias kehidupan kebendaan dan lemahnya dimensi kualitas alias kehidupan kerohanian.  Memang “urusan dunia” (umur al-dunya) harus dikerjakan menurut hukum-hukum alamiahnya sendiri, sebagaimana ditetapkan Allah dan Sunnah-Nya.  Tetapi, “urusan dunia” yang sudah dikerjakan dengan cara seharusnya itu jika tidak disertai atas taqwa dan ridho Tuhan, akan berkembang menjadi tidak lebih daripada fatamorgana yang tidak menjanjikan apa-apa selain bayangan palsu.

Maka keunikan masyarakat Madinah tidak hanya segi pluralisme dan inklusivismenya semata.  Keunikan masyarakat Madinah ialah bahwa semua itu, serta semua sendi kehidupan sosial-politiknya didasarkan pada azas taqwa dan ridho Allah, yaitu asa Ketuhan Yang Maha Esa dalam arti yang sebenar-benarnya.  Dalam peta luas krisis dunia modern inti krisis pluralisme demokratis berpangkal pada pandangan bahwa ide-ide pokok yang mendasari keabsahan faham pluralisme demokratis itu disingkirkan dari wacana umum, apalagi jika ide-ide pokok itu bersumber pada ajaran keagamaan dan dijabarkan dalam semangat keagamaan.  Dalam masyarakat kita terdapat ketakutan luar biasa pada wacana kehidupan sosial umum yang bersifat keagamaan, dan sering diajukan argume bahwa kita tidak mungkin bertanya dengan sungguh-sungguh apa makna keadilan atau dasar metafisis hak-hak asasi.  Dengan alasan bahwa kita adalah masyarakat majemuk.  Tetapi sebenarnya, kemajemukan serupa itu tidaklah sejati, karena ia menegaskan bahwa kita tidak mungkin melibatkan diri satu sama lain pada titik-titik perbedaan yang ada pada kita.  Mungkin kita harus mengingatkan diri kembali bahwa apa yang sekarang ada di Amerika yang disebut “demokrasi sekuler” pun tumbuh dari bibit-bibit perenungan keagamaan yang mendalam, yang dibawa oleh para imigran dari Eropa ke Amerika seperti yang kelak disana diwakili oleh pandangan-pandangan George Washinton, Benjamin Franklin, Thomas Jefferson, John Adams serta (anaknya) John Quincy Adams, Alexander Hamilton, James Madison, dan lain-lain.  Sebagian dari mereka itu, seperti Thomas Jefferson dan Alexander Hamilton, memang mengaku tidak beragama formal atau beragama dalam arti menganut Deisme.  Unitarianisme,

Page 27: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

dan Universalisme.  Tetapi mereka juga sekaligus mengaku bahwa dalam hal wawancara moral dan etika pribadi dan sosial, mereka peroleh dasar-dasar metafisisnya dalam ajaran-ajaran Isa al Masih yang bagi mereka adalah guru agung budi pekerti luhur.  Mengingat dasar Ketuhanan Yang Maha Esa yang kita pegang teguh, gejala dari menghindari dari wacana umum keagamaan tersebut seharusnya tidak pernah terjadi.  Dalam semangat kemajemukan sebagaiman dikukuhkan dalam motto Bhineka Tunggal Ika, kita harus berani melangkan lebih jauh dari pada sekedar pengakuan pasif tentang adanya kemajemukan itu sendiri dan harus memasuki arena pada pelibatan umum langsung dalam kemajemukan itu, dengan kesabaran positif tentang adanya lingkungan batas-batas keadaban.  Jika tidak demikian, maka jargon kemajemukan akan menjerumuskan kita ke dalam jebakan netralisme prosedural yang hampa makna.

Memang dalam keadaan aneka ragam hakikat kebangsaan kita yang demikian besar, sulit sekali bagi kita menemukan kesempatan penuh dalam segala hal.  Tetapi, setidaknya kita harus berusaha dengan cukup kesungguhan untuk menemukan kosa kata yang sama atau mendekatkan satu sama lain dalam pandangan hidup umum.  Hal itu berarti bahwa masing-masing harus berusaha menemukan dalam khazanah budaya atau sejarahnya sesuatu yang secara metafisis memperkuat wawasan bersama dalam kehidupan umum itu, dengan menggali kembali bibit-bibit atau potensi-potensi dalam khazanah itu, bukan sekedar perubahan-perubahan eksternalnya,; mempelajari kembali contoh-contoh sejarah, bukan sekedar pengalaman-pengalaman kontemporer.  Kemudian semuanya itu diangkat ke daratan generalisasi yang cukup tinggi, sehingga menjadi sifat universal-inklusif, berlaku untuk semua; tidak bersifat partikular-ekslusif, yang berlaku hanya untuk golongan khusus tertentu semata.  Maka, jika ada sesuatu yang dapat ditemukan dengan cukup mantap untuk Universitas Paramadina ialah kita Insya’Allah hendak ikut berusaha sebaik-baiknya untuk memberi sumbangan kepada masyarakat dan bangsa dalam memperkembangkan wawasan Madinah menurut pengertiannya yang benar dan otetik.  Dikaitkan dengan perkembangan global yang menyangkut bangsa kita saat ini sekarang wawasan Madinah itu bersambung langsung dengan perjuangan mengembangkan masyarakat madani, civil society.  Seorang pejuang civil society yang mencatat keberhasilan gemilang ialah Vaclav Havel.  Cendikiawan (saat itu) Cekoslowakia yang kemudian menjadi presiden itu mengambarkan masyarakat madani sebagai masyarakat yang dijiwai oleh “cita rasa baik” (good ststes), yang merupakan manifestasi nyata kepekaan manusia kepada dunia, lingkungan dan rakya.  Havel berpikiran menuju ke arah terbentuknya semacam masyarakat madani global, yang menekankan kembali nilai-nilai yang tidak sering dikembangkan dalam politik dunia sekarang ini, yaitu keadaban, cita rasa baik, kejujuran dan diatas semuaya, rasanya tanggung jawab.

Pengertian civil society Havel itu mengarah kepada pengertian kemanusiaan suci primordial yang lebih menyeluruh, yaitu fitrahnya dari Tuhan.  Dengan fitrah kesucian yang memancar dalam pola kehidupan umum itu, masyarakat Madinah menjadi tolokukur peradaban, sehingga peradaba atau civilization adalah madaniyah, dan yang beradap atau civil adalah madani.  Pandangan hidup madaniyah dan wawasan madaniyah itu merambah dan meluas untuk meliputi seluruh bagian kehidupan sosial dan politik.  Dalam keseluruhan segi kehidupan itu, pandangan hidup madaniyah dan wawasan madanuyah memperoleh manifestasinya yang paling kuat dalam perperangan dalam keadaan perang pada umumnya.

Page 28: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

 ****

 KITAB suci memperingatkan kita bahwa salah satu wujud keutamaan budi

ialah sikap teguh dan tabah dalam penderitaan, kesusahan, dan masa-masa sulit-(Q 2 : 177).  Maka perperangan harus ditujukan hanya kepada mereka yang bertindak agresif, dengan keteguhan jiwa dan sikap menahan diri, menghindari tindakan melewati batas, karena Allah tidak suka pada orang-orang yang melewati batas-(Q 2 : 190).  Apalagi perperangan yang beradap itu memang diizinkan hanya untuk membela diri dan bersama dengan itu juga untuk melindungi peradapan umat manusia, lebih-lebih peradaban keagamaan yang diwujudkan dalam pranata-pranata suci seperti biara, gereja, sinagog, dan mesjid sebagai tempat-tempat banyak diangungkan nama Tuhan, dan dikembangkan nilai-nilai keagamaan-(Q 22 : 40).  Oleh karena itu, ketika khalifah Abu Bakar RA mengirim sebuah ekspedisi pembebasan, ia berpesan kepada komandannya, Yazid Ibn Abi Sufyan, dengan sepuluh nuktah budi luhur dalam perperangan, yaitu “jangan membunuh perempuan, anak-anak dan orang lanjut usia; jangan memotong pohon berbuah, meruntuhkan bangunan, membunuh binatang seperti kambing dan unta kecuali jika hendak dimakan; serta jangan merobohkan pohon kurma, dan jangan membakarnya; janganlah bersifat kikir, dan jangan pula curang”-(Imam Malik dalam Al-Muwatta’).  Berkaca kepada petunjuk-petunjuk keagamaan itu, kita dapat merasakan betapa mendesakanya saat-saat ini untuk menggali, menyadari, dan meladani Masyarakat Madinah warisan Nabi.  Wawasan Madinah itu sepenting-penting Sunnah Nabi yang harus dihidupkan kembali.  Dan wawasan Madinah itu pulalah sesungguhnya wujud utama Syari’ah- yang juga diwasiatkan Allah kepada semua nabi dan rasul yang wajib dilaksanakan dengan penuh keteguhan hati dan dan istiqomah.  Khususnya dengan peradaban kemanusiaan yang berpangkal pada ajaran kesucian manusia serta harkat dan martabatnya sebagai puncak ciptaan Tuhan dan yang Tuhan sendiri memuliakannya didaratan maupun dilautan (Q 17 : 70).  Oleh karena itu, kejahatan kepada seseorang adalah kejahatan kepada kemanusiaan universal dan kebaikan kepada adalah juga kebaikan kepada kemanuasiaan universal.  Sebab “barang siapa membunuh seorang jiwa tanpa alasan kejahatan pembunuhan atau tindakan merusak dibumi, maka bagaikan ia membunuh umat manusia seluruhnya; dan barang siapa menghidupi seorang jiwa, maka bagaikan ia menghidupi umat manusia seluruhnya”(Q 5 : 32).

Nilai-nilai Madinah itu diringkaskan dalam wasiat terakhir Nabi yang beliau sampaikan dengan seluruh ketulusan jiwa beliau dalam Pidato Perpisahan (khutbah al-wada), dengan inti pesan kesucian hidup, harta, dan harkat manusia (al-dima wa al-amwal wa al-a radl-“lives, property, diwahyukan kepada nabi bahwa Allah telah menyempurnakan agama umat manusia dan melengkapkan rahmad karunia-Nya, serta menyatakan Agama Islam telah mendapat ridho atau perkenan-Nya.  Inti wasiat nabi itu diterima dengan tulus oleh seluruh kaum beriman, dan dilaksanakan hampir-hampir secara taken for granted, tanpa masalah.  Inti wasiat nabi itu menyebar ke kalangan umat-umat lain, dan tidak lama setelah terjadi kontak dunia Eropa dan dunia Islam akibat Perang Salid, inti wasiat Nabi itu merembes ke Eropa dan mempengaruhi perjalanan masyarakat di sana melalui falsafah kemanusiaan Giovani Pico della Mirandola.  Bangsawan sekaligus hartawan dan ilmuwan dari Italia itu pada tahun 1486 menyampaikan orasi tentang harkat dan martabat manusia (Oratio de hominis dignitate-“Oration

Page 29: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

on the Dignity of  Man”) didepan kaum intelektual Eropa yang ia undang ke Roma.  Diawali oleh falsafah kemanusiaan Pico pada akhir abad ke-15 itu, ide hak-hak asasi manusia mulai berkembang di Eropa, yang sampainya ke tangan John Locke hak-hak itu dirumuskan sekitar kesucian “hidup, kebebasan, dan harta” (“life, liberty, and estate” atau “property”).  Pandangan-pandangan John Locke banyak mempengaruhi alam pikiran para bapak pendiri Amerika Serikat, khususnya mereka yang menganut Deisme, unitarianisme dan universalisme.  Dan, melalui pena Thomas Jefferson yang amat fasih, kita mendapat dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika rumusan nilai-nilai kesuciaan manusia sekilas “life, liberty, and pursuit of happiness”, yang pada kalimat terkhir Deklarasi itu rumusannya ditegaskan sebagai “lives, fortunes, sacred honor;, persis seperti frasa Nabi dan Pidato Perpisahan.  Sekarang nilai-nilai hak asasi manusia itu telah menjadi khazanah universal umat manusia. Namun berkenaan perlanggaran terhadap hak-hak azazi itu, apa yang kita saksikan di atas panggung sejarah dunia selama paling tidak sekitar setengah abad terakhir ini adalah tindakan-tindakan kejahatan kemanusiaan yang paling buruk selama bumi terbentang : sejak genosida dan holokos di Eropa, terus ke bom atom di Jepang, dilanjutkan dengan bombardemen napalm atas Vietnam, pemberondongan senapanmesin terhadap orang-orang tak berdosa sewaktu mereka sembahyang dalam mesjid Hebron di Palestina, dan seterusnya sampai tak terhitung lagi, hingga akhirnya tidak lama yang lalu peristiwa tragis 11 September di Amerika.  Dan, kembali ke Tanah Air kita sendiri, hampir setiap hari kita disuguhi berita tentang tindakan kekejaman kemanusiaan yang memberi kesan, betapa murahnya harga nyawa manusia dibagian bumi ini.  Juka kita perhatikan berbagai bentuk kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Tanah Air, jika kita bertanya-tanya, kemanakah gerangan dasar negara “Perikamanusiaan yang adil dan beradap” itu pergi dan lenyap dari kesadaran kehidupan kita berbangsa dan bernegara? Perikemausiaan adalah prinsip kita dalam kehidupan berbangsa dan bangsa yang melanggar prinsipnya sendiri tidak akan bertahan (a nation against its own principle will never stand)! Sudah tentu kita dapat memperkirakan apa sebab musababnya.  Yaitu terjadinya pembangunan bangsa yang tertunda pada negara kita, akibat deretan panjang beberapa kebijakan nasional pemerintah dalam sejarah Republik kita yang sebagianya salah arah dan menyimpang dari tujuan kita bernegara, “menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat”.

Tekanan yang terlalu berat kepada pembangunan ekonomi namun tidak disertai pembangunan etika dan moral pribadi dan sosial melalui keteladanan para pemimpin, telah menjerumuskan sebagian anggota masyarakat kita kepada pandangan hidup hedonistik, enak-kepenak, dengan obsesi bagaimana mengumpulkan kekayaan pribadi sesingkat-singkatnya dan semudah-mudahnya, menempuh jalan pintas tanpa peduli kepada hukum serta norma-norma etika dan moral.  Ditengah kemiskinan dan penderitaan rakyat yang mencekam, ada segolongan masyarakat kita yang fasiq, yang dengan penuh kebanggaan memamerkan kekayaan dan kemewahan.  Akibatnya ialah tumbuhnya jurang perbedaan yang menganga antara golongan kecil yang kaya dan super kaya denagn rakyat umum yang melarat hidup nestapa! Inilah perlawanan prinsipil terhadap azas keadilan sosial! Inilah kezaliman yang menjadi pemicu segala rupa tindakan perusakan akibat kekcewaan dan putus asa.  Iilah tanda zaman bagi hancurnya sebuah bangsa, dengan akibat-akibat mengerikan yang saat ini belum bisa diperkirakan.  Dilihat dari sejarah perkembangan konsep-konsepnya, memang bangsa kita sekarang ini dapat dikatakan masih ditegah proses

Page 30: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

pertumbuhan dan penjadiaanya.  Indonesia adalah suatu negara yang menjadi a nation in making.  Sejak para pembangun kebangsaan modern memulai gagasan mereka awal abad yang lalu, proses pemcarian akan hakikat kebangsaan kita telah bersemi.  Mula-mula mereka meminjam istilah ilmu sosial dan kebahasaan “Indonesia” buatan ilmuwan Jerman Adolf Bastian (1864)  untuk menjadi alat identifikasi dan nama bagi keseluruhan bangsa yang mereka dambakan.  Kemudian mereka mengangkat bahasa Melayu dialek Riau sebagai bahasa persatuan bagi seluruh unsur kebangsaan yang beraneka ragam, suatu bahasa yang telah tumbuh sejak zaman sriwijaya dan menjadi lingua franca Austronesia, yang kemudian dikembangkan oleh Aceh menjadi bahasa literer, dan mengalami pembakuan klasik di Riau dengan kontribusi dari banyak tokoh yang berasal dari berbagai suku, dan akhirnya digarap lebih lanjut oleh para cendikiawan modern, khususnya di Sumatera Barat.  Kini kita mewarisi sebuah bahasa modern, Bahasa Indonesia.  Inilah aset kebangsaan kita yang paling penting, paling nyata, dan paling menentukan.

Dan, jika kita punya cukup alasan bahwa bangsa kita tidak akan pecah berantakan, sebagian besar adalah karena suksesnya kita mengembangkan bahasa nasional itu, paling sukses diantara semua-semua bangsa baru yang muncul setelah Perang Dunia II.  Akan tetapi, alasan optimisme berdasarkan adanya bahasa persatuan tentu tidak akan menjadi jaminan mutlak.  Yang akan lebih menjamin masa depan kita adalah pelaksaan sungguh-sungguh tujuan negara menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat, dan penerapan yang bijak dan konsekuen prinsip kemajemukan dalam semangat Bhineka Tunggal Ika.  Keadilan sosial adalah lebih kurang pedanan pemerataan.  Dan kemajemukan adalah lebih kurang padanan pengakuan dan peberian ruang berbagai golongan dan daerah untuk pengembangan diri menurut pandangan dan pola budaya masing-masing, dalam bingkai kesatuan keindonesiaan.  Tetapi, yang sekarang ini kita saksikan dan alami adalah warisan gejala kesenjangan diberbagai bidang kehidupan, khususnya kesenjangan ekonomi berupa jurang pemisah kelompok kecil yang kaya dan rakyat umumnya yang miski, yang dalam gabungannya dengan kesenjangan dibidang penyelenggaraan pemerintahan dan pengembangan wilayah, kita menyaksikan jurang pemisah yang sedemikian lebar antara pusat dan daerah.

Nafsu memusatkan kekuasaan pada kalangan elite terbatas telah mendorog terjadinya proses sentralisme dan sentralisasi yang sangat berlebihan dibidang politik, sosial, ekonomi, dan seterusnya.  Akibat negatif sampingannya ialah hilangnya kemampuan mengambil inisiatif dari bawah, baik pada tingkat perorangan maupun pada tingkat kelompok dan wilayah.  Karena telah terbiasa dengan proses-proses top down dalam kehidupan nasional, sebagian besar masyarakat tumbuh dalam mentalitas selalu menunggu penyeleaiaan dari atas, suatu betuk “botte-feeding effect”.  Namun, akhirnya syukur kepada Tuhan, bangsa kita mulai bergeser dari tigkat “ a nation in making” naik ke tingkat “a nation comin of age”, suatu bangsa yang sedang berkebang menuju ke tingkat kedewasaan.  Pandangan yang bernada penuh harapan itu didasarkan pada keberhasilan gerakan Reformasi yang telah membuahkan berkah kepada bangsa kita berupa kebebasan-kebebasan sipil (civil liberties), yaitu kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan berkumpul, dan kebebasan berserikat.  Dan yang langsung terkait dengan lembaga ini, lembaga pendidikan tinggi, ialah kebebasan akademik.  Seperti halnya kebebasan berbicara, kebebasan pers, dan kebebasan beribadat, kebebasan akademik adalah karakteristik esensial

Page 31: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

masyarakat demokratis.  (Academic freedom ranks with freedom of speech, freedom of the press, and freedom of worship as an essential characteristic of democratic society). Civil liberties itulah asset teramat penting bangsa kita dalam tahap perkembanganya sekarang ini.  Itulah tumpuan harapan paling utama bahwa bangsa kita akan mampu mewujudkan cita-citanya, yaitu terwujudnya keadilan bagi seluruh rakyat, dalam bingkai sebuah negara kebangsaan modern yang berdaulat (sovereign modern nation state).  Dengan kebebasan-kebebasan sipil itu dalam masyarakat kita dapat diharapkan akan berkembang mekanisme pangawasan dan pengimbangan (checks and balances), yang membuat semua kegiatan dan kenyataan oleh siapapun dan menyangkut siapapun tidak akan terbiarkan berlangsung dengan merugikan warga masyarakat,  karena semuanya akan terbeber dalam wacana umum dan bebas.  Dan dengan civil liberties itu proses-proses dalam masyarakat yang menyangkut kehiddupan umum akan berlangsung transparan, accountable, dan auditable.  Juga dengan adanya, civil leberties itu, kita Insya ‘Allah menyaksikan tumbuhnya kemampuan mayarakat luas untuk ambil inisiatif-inisiatif, yang akan mendorong produktifitas mereka. Dan dibidang ilmu pengetahuan, kita akan juga Insya ‘Allah menyaksikan perkembangan kreativitas ilmiah umum, sehingga akan besar sekali peranannya dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia kita. Sudah saatnya kita segera  mengakhiri praktik-praktik kejahatan sosial sepertti korupsi dan bentuk-bentuk penyelewengan harta publik lainnya.  Dengan modal civil liberties kita harus menyingsingkan lengan baju, cancut tali wondo, memulai kehidupan nasional baru yang lebih serius, lebih sungguh-sungguh, lebih terarah, dan berkomitmen untuk menyelesaikan masalah nasional “sekali dan untuk selamanya” (once and for all), Insya ‘Allah.

Namun, untuk itu kita harus mulai dengan sungguh memperjuangkan nasib rakyat.  Sebagian dari mereka telah tertindas sejak zaman kolonial dan dalam zaman kemerdekaan pun mereka selalu terkena diskualifikasi, setiap kali terjadi konsolidasi negara dan pemerintahan.  Sebabnya ialah tingkat pendidikan yang masih rendah, padahal merekalah yang paling berkorban melawan penjajah sejak mereka datang ke bagian bumi ini, dan dimasa-masa merebut kemerdekaan dan mempertahankannya.  Mereka adalah batu sudut bangunan Republik kita yang dilupakan oleh para pembangunnya sendiri (the corner stone of the house neglected by the builders).  Karena itu, mereka tumbuh dengan gumpalan rasa kecewa yang membara, yang sewaktu-wAktu dapat meledak dalam tindakan-tindakan kekerasan.  Demikian pula halnya dengan daerah-daerah, demi keadilan sosial dan demi semangat Bhineka Tunggal Ika, kita harus memberi pengakuan dan penghargaan pada semuanya dengan pelaksanaan sungguh-sungguh desentralisadi dan otonomisasi.  Sebagian daerah-daerah itu telah memainkan peranan sejarah yang amat menentukan bagi bangunya Republik, seperti Aceh yang oleh Bung Karno dengan penuh penghargaan disebut “Daerah Modal”. Namun telah sekian lama mereka merasa terabaikan, lagi-lagi adalah sebuah kasus “ the corner stone of  the house neglected by the builders”.  Banyak pula dari daerah-daerah itu yang berperan sebagai penyumbang utama kekayaan nasional, seperti Aceh, Riau, Kalimantan Timur, dan Irian Jaya.  Namun, lagi-lagi untuk sekian lama mereka diingkari, sebuah kejadian lain kasus “ the corner stone of  the house neglected by the builders”.  Kita tidak mungkin berketerusan menjalani kehidupan nasional yang penuh dengan kezoliman sosial serupa itu. 

Page 32: MAKALAH MASYARAKAT MADANI

Jika kita teruskan juga, maka kezoliman sosial itulah jaminan paling pasti bahwa bangsa kita akan bubar dan negara kita akan ambruk berantakan.  Maka, tidak ada jalan lain kecuali kita bertekad memulai kehidupan nasional baru, dengan patriotisme baru, yang menuntut semua kita untuk hidup prihatin, menunda kesenangan, mengingkari diri sendiri, (self denial) dalam semangat  setia kawan kepada rakyat yang masih sangat menderita kemiskinan dan kemelaratan. Paling tidak kita memerlukan jangka waktu satu generasi untuk membangun bangsa ini, sebelum Indonesia tampil sebagai negara Demokratis ketiga terbesar dimuka bumi, sebuah masyarakat yang adil, terbuka, bebas, dan egaliter dengan ridho Allah subhanahu wa ta’ala.  Itulah wawasan masyarakat Madinnah yang harus kita junjung bersama,  masyarakat madani, civil society. Insya‘ Allah Wa’I-Lah-u a’lam-u bi al shawab.    

http://pknubatam.wordpress.com/mewujudkan-masyarakat-madani-oleh-irhsuparmanshmsi/