makalah masalah budaya dalam bahasa

24
MASALAH BUDAYA DALAM BAHASA Oleh: Muslimin dan Syahriah Madjid A. Pendahuluan Bahasa dan budaya merupakan dua entitas berbeda namun dipandang memiliki hubungan yang sangat erat satu sama lain. Kramsch (1998:3) menyatakan bahwa bahasa mengungkapkan, membentuk, dan menandai realitas budaya penuturnya. Artinya bahwa bahasa tidaklah berkembang dalam ruang hampa. Bahasa adalah bagian dari suatu kebudayaan dan menjadi bagian terpenting dalam komunikasi masyarakatnya. Bahasa adalah salah satu unsur dari budaya sekaligus menjadi pusat dalam jalinan kerja antarunsur tersebut. Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang hidup bermasyarakat. Dalam perkembangannya, perilaku dan bicaranya pun terpola, sehingga memudahkan antaranggota masyarakat untuk menjalinan komunikasi dan interaksi sosialnya. Bila pola perilaku, pola wicara, dalam berpikir, dan berperasaan mencapai titik keseragaman, sehingga bisa dibedakan dengan pola masyarakat lain, maka jadilah itu sebagai suatu budaya. Whorf sebagai pencetus dari Linguistic Relativity Hypothesis mengemukakan beberapa keistimewaan bahasa yang dipakai 1

Upload: dr-muslimin-spd-mpd

Post on 01-Jul-2015

3.267 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Masalah Budaya dalam Bahasa

MASALAH BUDAYA DALAM BAHASAOleh:

Muslimin dan Syahriah Madjid

A. Pendahuluan

Bahasa dan budaya merupakan dua entitas berbeda namun

dipandang memiliki hubungan yang sangat erat satu sama lain.

Kramsch (1998:3) menyatakan bahwa bahasa mengungkapkan,

membentuk, dan menandai realitas budaya penuturnya. Artinya

bahwa bahasa tidaklah berkembang dalam ruang hampa. Bahasa

adalah bagian dari suatu kebudayaan dan menjadi bagian terpenting

dalam komunikasi masyarakatnya. Bahasa adalah salah satu unsur

dari budaya sekaligus menjadi pusat dalam jalinan kerja antarunsur

tersebut.

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang hidup

bermasyarakat. Dalam perkembangannya, perilaku dan bicaranya

pun terpola, sehingga memudahkan antaranggota masyarakat untuk

menjalinan komunikasi dan interaksi sosialnya. Bila pola perilaku,

pola wicara, dalam berpikir, dan berperasaan mencapai titik kesera-

gaman, sehingga bisa dibedakan dengan pola masyarakat lain, maka

jadilah itu sebagai suatu budaya.

Whorf sebagai pencetus dari Linguistic Relativity Hypothesis

mengemukakan beberapa keistimewaan bahasa yang dipakai suatu

bangsa tertentu membatasi cara-cara berpikir dan pandangan bangsa

yang bersangkutan terhadap fenomena tempat mereka hidup. Saya

menganggap bahwa sususan bahasa dan keistimewaan lain yang

dimiliknya merupakan faktor dasar bagaimana suatu masyarakat

memandang hakikat alam dan tempat mereka berada. Contohnya

1

Page 2: Makalah Masalah Budaya dalam Bahasa

saja, orang Eskimo yang memiliki berbagai istilah untuk menamai

berbagai bentuk salju, atau orang Arab yang mempunyai puluhan

nama untuk buah kurma mulai dari yang masih di pohon, yang baru

dipetik, sampai yang telah kering.

Dalam suatu pertemuan, bahasa yang digunakan oleh setiap

budaya tidak selalu mempunyai arti yang sama. Contoh kasus,

penggunaan kata “Ya” oleh orang Amerika dan Jepang. Dalam

kebudayaan Amerika, kata “Ya” adalah tanda menyetujui atau

menerima pernyataan sebelumnya. Sebaliknya kata “Ya” yang

diucapkan oleh orang Jepang, tidak berarti bahwa mereka setuju

dengan lawan bicara, tetapi sekedar menunjukkan bahwa mereka

mengerti apa yang dimaksudkan oleh pembicara.

Kasus di atas merupakan salah satu contoh benturan budaya

dalam bahasa. Penggunaan bahasa juga mencerminkan gambaran

diri setiap budaya. Orang Amerika menggunakan kata dan kalimat

langsung untuk mencapai kesimpulan dengan cepat. Situasi ini tidak

akan cocok bagi para eksekutif Jepang dan Arab, barangkali juga

Indonesia termasuk di dalamnya karena nilai yang mereka anut

adalah keselarasan kelompok dan hubungan jangka panjang.

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai masalah-masalah

budaya dalam bahasa dengan mengacu kepada aspek-aspek

penggunaan bahasa oleh penuturnya sebagai manifestasi dari

konstruksi budaya yang melatarinya. Memang tidak dapat dipungkiri

bahwa bahasa mempunyai peranan penting dalam kehidupan

manusia. Pentingnya bahasa itu kadang-kadang kurang dipahami

oleh pemakainya karena mereka menggunakannya sehani-hani

seakan-akan bahasa itu adalah suatu hal yang biasa, seperti halnya,

manusia harus bernafas, berjalan, dan sebagainya (Bloomfield,

2

Page 3: Makalah Masalah Budaya dalam Bahasa

terjemahan Sutikno, 1995: 1). Padahal, bahasa mempunyai pengaruh

yang luar biasa, dan bahasa merupakan salah satu pembenda yang

sangat penting antara manusia dengan binatang. Kalau tidak ada

bahasa tentu manusia tidak dapat mengeksprsikan ide-ide yang ada

dalam pikirannya termasuk mengungkapkan budaya yang ada dalam

masyarakatnya.

Sesuai dengan topik bahasan kami, yaitu masalah badaya

dalam bahasa, kami mencoba memahaminya dari dua sudut

pandang,

Pertama, ciri-ciri budaya suatu masyarakat yang dapat

diketahui dari bahasa yang digunakan. Dalam hal ini kami mencoba

mamahami budaya seseorang atau kelompok berdasarkan bahasa

yang digunakannya.

Kedua, kesalahpahaman yang terjadi dalam memahami bahasa

yang digunakan seseorang karena perbedaan budaya yang

mendengar atau membaca. Sebagaimana diketahui, di samping

bahasa itu milik umum di dalam masyarakat, bahasa merupakan milik

pribadi seseorang. Bahasa merupakan tempat pelarian pada waktu

kesunyian, bila hati bertempur melawan kehidupan, baik di dalam

manusia itu sendiri maupun kehidupan sekelilingnya, bahkan

kehidupan yang mungkin hanya tampak di dalam angan-angannya

saja; dan pertarungan atau penjelajahan itu diselesaikan dan

dituangkan di dalam monolog seorang penyair atau di dalam buku

harian seorang pemikir.

B. Kebudayaan

3

Page 4: Makalah Masalah Budaya dalam Bahasa

Sebagai ilustrasi, bagaimana penggunaan wacana kebudayaan

untuk membandingkan dua budaya yang berbeda, bisa diperhatikan

dua wacana berikut ini.

4

Page 5: Makalah Masalah Budaya dalam Bahasa

Wacana budaya A:

1. Setiap orang dapat mengatakan sesuatu pada seseorang

seperti ini:

-- “Saya kira ini.”

-- “Saya kira bukan ini.”

2. Rasanya baik mengatakan apa yang saya pikirkan kepada

seseorang.

3. Rasanya baik mengatakan apa yang saya rasakan kepada

seseorang.

Wacana budaya B:

4.Saya tidak dapat mengatakan sesuatu pada seseorang seperti

ini,

-- “Saya kira ini.”

-- “Saya kira bukan ini.”

5. Rasanya baik tidak mengatakan apa yang saya pikirkan.

6. Saya tidak dapat mengatakan apa yang saya rasakan.

Dari wacana yang diteliti Wierzbicka (1996b) tersebut, ternyata

wacana 1, 2, 3 merupakan representasi dari norma budaya Amerika.

Wacana 1 menyatakan kebebasan dalam mengemukakan pendapat;

sedangkan wacana 2 dan 3 menjelaskan nilai budaya verbalisasi dan

ekspresi terbuka dan jujur. Sementara itu, wacana 4, 5, 6 merupakan

representasi dari norma budaya Jepang. Bertolak belakang dengan

norma budaya Amerika, orang-orang Jepang di didik untuk mengerti

perasaan, keinginan, dan kebutuhan orang lain tanpa komunikasi

verbal. “Lain ladang lain belalang,lain lubuk lain ikannya.”

Dengan mengacu pada kedua contoh wacana budaya di atas,

barangkali kita bisa menjelaskan apa itu budaya. Budaya atau

5

Page 6: Makalah Masalah Budaya dalam Bahasa

kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai

makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan

menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi

kerangka landasan bagi mewujudkan dan mendorong terwujudnya

kelakuan. Dalam definisi ini, kebudayaan dilhat sebagai "mekanisme

kontrol" bagi kelakuan dan tindakan-tindakan manusia (Geertz,

1973a), atau sebagai "pola-pola bagi kelakuan manusia" (Keesing &

Keesing, 1971). Dengan demikian kebudayaan merupakan

serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, resep-resep, rencana-

rencana, dan strategi-strategi, yang terdiri atas serangkaian model-

model kognitif yang digunakan secara kolektif oleh manusia yang

memilikinya sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya (Spradley,

1972).

Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini

akan kebenarannya oleh yang bersangkutan dan yang diselimuti

serta menyelimuti perasaan-perasaan dan emosi-emosi manusia serta

menjadi sumber bagi sistem penilaian sesuatu yang baik dan yang

buruk, sesuatu yang berharga atau tidak, sesuatu yang bersih atau

kotor, dan sebagainya. Hal ini bisa terjadi karena kebudayaan itu

diselimuti oleh nilai-nilai moral, yang sumber dari nilai-nilai moral

tersebut adalah pada pandangan hidup dan pada etos atau sistem

etika yang dipunyai oleh setiap manusia (Geertz, 1973b).

Implikasi dari melihat kebudayaan sebagai pengetahuan

manusia adalah, bahwa kelakuan dan hasil kelakuan (yang terwujud

dalam bentuk benda-benda kebudayaan) tidak dapat digolongkan

sebagai kebudayaan. Dalam kenyataannya, perbedaan ini dapat diuji

kalau kita melihat bahwa kebudayaan itu adalah sebagai satuan ide

yang tidak dapat di-observasi karena adanya di dalam kepala

6

Page 7: Makalah Masalah Budaya dalam Bahasa

manusia, sedangkan kelakuan dan benda-benda kebudayaan adalah

satuan gejala yang dapat di-observasi karena terwujud dalam

berbagai tindakan manusia. Lebih lanjut, kebudayaan merupakan

seperangkat ciri-ciri yang dipunyai oleh para anggota masyarakat,

sedangkan kelakuan merupakan seperangkat ciri-ciri yang ada pada

masyarakat karena kelakuan terwujud dalam berbagai interaksi

sosial yang melibatkan para warga masyarakat, baik secara sebagian

maupun secara keseluruhan.

C. Pola Budaya dalam Bahasa

Bahasa merupakan wahana budaya. Sebagai wahana budaya,

bahasa akan merekam semua aktivitas masyarakatnya. Bahasa

adalah cermin budaya, maka, bahasa pun tidak dapat dipisahkan dari

unsur-unsur budaya lain di masyarakat itu. Oleh karena itu, jika ingin

mengetahui unsur-unsur budaya suatu masyarakat secara

keseluruhan, orang harus mempelajari bahasa masyarakat yang

bersangkutan sebagai mediumnya.

Bahasa Inggris, misalnya mempunyai beragam perbedaan

sesuai subbudaya yang dikarenakan perbedaan wilayah

penggunanya. Oleh karena itu, ada bahasa Inggris-British, Inggris-

Amerika, Inggris-Australia, dan seterusnya. Selanjutnya bahasa

Inggris-Amerika pun dapat dipilah lagi, untuk Amerika bagian barat,

tengah, selatan, utara, dll. Perbedaan soial dan level pendidikan juga

merupakan variasi subbudaya. Sebagian besar variasi budaya tidak

boleh diabaikan bila mereka akan mempelajari bahasa Inggris.

Misalnya budaya Spanyol, Perancis, Arab, Cina, Rusia, dll.

Di samping variasi kelompok, individu sebagai anggota budaya

juga turut pula mendukung terhadap seluruh atau sebagian dari pola

7

Page 8: Makalah Masalah Budaya dalam Bahasa

budaya. Dan sebaliknya, budaya juga mempengaruhi individu secara

sebagian maupun keseluruhan. Bisa saja individu menolak pola

budaya sebagai cara menegaskan individualitasnya.

D. Pendekatan Silang Budaya sebagai Pencitraan Budaya

Indonesia

Masalah silang budaya tidak hanya berupaya melihat bahasa

dari konteks budaya, tetapi sebagai bentuk ekspresi nurani

masyarakat Indonesia yaitu hakikat pola hidup dalam keragaman.

Bahasa Indonesia memiliki “roh, jiwa dan semangat” pluralistik yang

harus dipakai melalui ekspresi bentuk dan isi bahasa. Kemajemukan

masyarakat Indonesia merupakan suatu kenyataan yang dalam

tataran satu bahasa nasional disinergikan dengan kepentingan

sosial, ekonomi, budaya dan keagamaan.

Pemahaman atas kenyataan pluralistik budaya Indonesia inilah

sangat dimungkinkan adanya usaha membangun pola hubungan

manusia dan kelompok yang diawali dengan sistem budaya

khusnudzan (sebagai dataran budaya tinggi). Yang dimaksud adalah

pemahaman budaya sebagai rujukan dari cara bersikap dan

bertindak (code of conduct).

Pendekatan silang budaya merupakan suatu cara pemahaman

budaya sebagai keseluruhan hasil respons kelompok manusia

terhadap lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan

dan pencapaian tujuan setelah melalui rentangan proses interaksi

sosial. Pokok-pokok yang terpenting adalah kebutuhan dan tujuan

mempelajari budaya, lingkungan target budaya, dan interaksi sosial

yang diinginkan. Dasar pemahaman yang digunakan adalah masing-

masing sub entitas budaya itu mewarisi “pikiran, perasaan, makna ,

8

Page 9: Makalah Masalah Budaya dalam Bahasa

tanda budaya dan simbol-simbol” yang muncul dalam tuturan

berbahasa Indonesia. Kata “Assalamu’alaikum

Warrohmatullahiwabarokatuh” memang berasal dari bahasa Arab,

karena kata ini dibawa serta oleh ajaran agama Islam. Tetapi kata ini

telah identik dengan pola perilaku bangsa Indonesia dan bahasa

Indonesia. Untuk memahami dan menggunakan kata ini tidak

sekedar dihafal dan dilihat artinya dalam kamus yang sementara

diartikan semacam “salam” kepada orang. Padahal menurut

pemahaman masyarakat Indonesia, khususnya kaum Muslim, kata ini

memiliki makna yang lebih dalam yaitu semacam doa serta

penggunaan nama Tuhan, sehingga sebelum diucapkan perlu

pemahaman tentang tanda budaya kehidupan Muslim.

Demikian juga misalnya sering kita dengar kata “Mendhem Jero

Mikul Dhuwur” yang sering digunakan di era orde baru untuk konsep

“tenggang rasa terhadap perasaan orang lain, terutama

orang/generasi tua”, sudah berbeda artinya ketika kata ini digunakan

dalam kalangan sistem tanda budaya Jawa. Oleh sebab itulah untuk

memahami sistem tanda budaya dalam pendekatan silang budaya,

khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia sangat diperlukan

sikap yang terbuka (open-minded) serta tidak ada penghalang

komunikasi (communication barriers), baik dalam tindak tutur

maupun dalam sikap bahasa. Kadang-kadang kecurigaan menjadikan

“keengganan” berbahasa, karena hal inilah yang sering terjadi dalam

suatu proses asimilasi. Kecurigaan merupakan persoalan psikologis

sebagai akibat sifat stereotipe. Orang mungkin menyangka bahwa

suku Jawa sangat identik dengan feodalisme mengingat sistem

bahasanya yang berjenjang-jenjang, berputar-putar dan penuh makna

konotatif. Padahal ini sebagai salah satu gambaran kurang

9

Page 10: Makalah Masalah Budaya dalam Bahasa

dipahaminya sosiokultural Jawa, yang sesungguhnya memiliki tiga

bentuk masyarakat secara sosiokultural yaitu Keraton, Pesantren dan

Pedesaan, atau Pesisir, dan Pedalaman, sehingga memerlukan

asimilasi untuk menghindari stereotipe. Asimilasi sebagai salah satu

bentuk proses-proses sosial yang erat hubungannya dengan

pertemuan dua kebudayaan atau lebih.

Pendekatan silang budaya dalam belajar bahasa Indonesia

memerlukan asimilasi sosio-struktural atau sharing their experience.

Pendekatan silang budaya sebagai pencitraan budaya Indonesia

merupakan upaya membangun citra diri yang didasarkan pada yang

dimilikinya dibandingkan dengan berdasar kesejatidirian. Dengan

demikian upaya membangun citra diri ini sudah lebih diandalkan

pada pemilikan (to have). Apabila sikap demikian ini menjadi suatu

mentalitas dalam kalangan trend setters dalam masyarakat Indonesia

dapat digambarkan dampak selanjutnya secara sosial. Pencitraan

budaya Indonesia.

Penutur Bahasa Indonesia bukanlah orang Indonesia dalam arti

sesungguhnya. Para penutur bahasa Indonesia adalah suku-suku

bangsa di Indonesia yang dipersatukan oleh semangat “nation state”,

sebuah gambaran imajinatif, yang senyatanya adalah orang Jawa

berbicara bahasa Indonesia, orang Sunda berbicara bahasa

Indonesia, orang Minangkabau berbicara bahasa Indonesia. Akar

10

Jati diri Masyarakat

Citra DiriSistem nilai

Artefak

Sistem Sosial

Belajar Bahasa

Kosa kata

to have

Page 11: Makalah Masalah Budaya dalam Bahasa

semua ini adalah digunakannya bahasa Melayu sebagai lingua franca

dan semangat nasionalisme menghadapi kolonial.

Bahasa Indonesia dalam tata kebudayaan Indonesia adalah

sumber pertama sebuah pandangan yang memungkinkan seseorang

menangkap gejala ontologis. Masyarakat penutur menangkap

kesadaran berbahasa nasional dilakukan dengan sadar dalam sebuah

keberaturan dan kebermaknaan (kosmologis). Dengan konsep

kosmologis bahasa Indonesia dalam percaturan kebudayaan

Indonesia ini, maka dalam mempelajari bahasa Indonesia dengan

pendekatan silang budaya akan menjadikan kebudayaan sebagai

sistem realitas (system of reality) dan sistem makna (system of

meaning). Dengan meminjam istilah yang pernah ditulis oleh Dr.

Ignas Kleden, bahwa bahasa Indonesia memiliki “kedekatan saudara”

dengan “Eufemisme Bahasa, Konsensus Sosial dan Kreativitas Kata”.

Rasa kata dalam bahasa Indonesia (maaf: mungkin bagi penutur dari

Jawa) lebih banyak digunakan, karena dalam konsep kebudayaan

Jawa berkenaan dengan konsep “ adi luhung” tercermin suatu nilai

bahwa pemakaian suatu ungkapan yang lembut atau samar harus

digunakan untuk mengganti ungkapan yang terang atau kasar. Sudah

lazim di Indonesia untuk menyebut orang kedua tunggal dengan

“Bapak, Ibu, Pak, Bu, Saudara, Anda” dibandingkan dengan “kau

atau kamu” sebagai pertimbangan nilai rasa. Bahkan sebutan “Bung”

cukup populer saat Presiden Soekarno menggelorakan semangat

nasional ketika awal-awal kemerdekaan Indonesia. Sekarang ada

kecenderungan di kalangan anak muda lebih suka menggunakan

bahasa Indonesia dialek Jakarta seperti penyebutan kata “ gue (saya)

dan lu/elu “.

11

Page 12: Makalah Masalah Budaya dalam Bahasa

E. Masalah dalam Memahami Bahasa Karena Pengaruh

Budaya

1. Masalah dalam bahasa verbal

Kenyataan menunjukkan bahwa budaya sangat mempengaruhi

gaya berbahasa seseorang (Levine dan Adelman, 1998: 65-66). Hal

ini kadang-kadang menyebabkan salah pengertian bagi yang

mendengarnya. Misalnya, orang Itali, pada umumnya, sarigat

bersemangat (high involvement) kalau berbicara tentang politik

tetapi orang Amerika tidak (high considerateness). Pada suatu kali,

orang Itali berkata dengan bersemangat tentang masalah politik

dengan orang Amerika dan mengharapkan orang Amerika melibatkan

diri dalam percakapan tersebut. Orang Amerika tidak meresponnya

seperti yang diharapkan oleh orang Itali. Akibatnya orang Itali

merasa tersinggung karena merasa tidak dihargai oleh lawan

bicaranya orang Amerika, dengan mengatakan “well, everyone is

entitled to an opinion, I accept that your opinion is different than

mine”. Orang Itali kesal karena tidak mendapat respon yang

diharapkan dan berkata “is it all you have to say about it?”

Apa yang dapat dipelajari dan masalah di atas adalah terdapat

pengaruh budaya dalam bahasa dan cara penggunaan bahasa

seseorang. Dalam hal di atas sebenarnya tidak ada masalah kalau

orang Itali sebelumnya memahami bahwa masalah politik bukanlan

masalah yang hangat dibicarakan bagi umumnya orang Amerika dan

sebaliknya kalau orang Amerika mengetahui bahwa masalah politik

merupakan topik yang menarik bagi umumnya orang Itali, tentu dia

akan meresponnya minimal untuk tidak membuat orang Itali

tersinggung.

12

Page 13: Makalah Masalah Budaya dalam Bahasa

Masalah high involvement dan high considerateness tidak mesti

melambangkan budaya suatu negara. Masyarakat tertentu dalam

suatu negara mempunyai pola high involvement, sedangkan

masyarakat yang lain dalam negara yang sama mempunyai pola high

considerateness. Orang New York di Amerika terkenal dengan high

involvement, sedangkan orang California terkenal dengan high

considerateness. Ketika terjadi percakapan di antara dua masyarakat

ini, orang New York menyatakan bahwa orang California nampaknya

lamban, kurang cerdas, dan tidak responsive, sementara orang

California mengatakan bahwa orang New York terlalu agresif dan

dominatif. Hal yang sama juga sering terjadi di Indonesia. Misalnya,

sering terjadi kesalahpahaman antara teman-teman dari suku batak

ketika berkomunikasi dengan teman-teman dari suku Sunda, dan

suku Bugis dengan suku Madura, dan sebagainya.

Di samping pola high involvement dan high considerateness,

ada lagi pembagian budaya yang lain yang dikemukakan oleh Levine

dan Alderman. Ada masyarakat yang menganggap cara bicara

langsung sebagai cara yang bagus dan ada masyarakat yang

menganggap bahwa cara bicara yang tidak langsung sebagai cara

yang baik dalam berkomunikasi. Orang Amerika menganggap gaya

bicara langsung sebagai gaya bicara yang ideal. Sehingga pada

masyarakatnya ditemukan ungkapan-ungkapan: get to the point,

don’t beat aroung the bush, lets get down to business. Orang Jepang,

berbeda dengan orang Amerika, tidak mau mengatakan sesuatu

dengan langsung dan berusaha mencari cara lain. Karena itu, orang

Jepang mempunyai minimal 20 kata untuk menyatakan tidak.

Perkataan I don’t agree with you atau you are wrong dianggap

ungkapan yang tidak sopan bagi budaya Jepang.

13

Page 14: Makalah Masalah Budaya dalam Bahasa

2. Masalah dalam bahasa Non-verbal

Banyak hal yang diungkapkan dengan bahasa nonverbal yang

sama di semua negara. Persasaan gembira, sedih, dan takut

umumnya diungkapkan dengan cara yang sama oleh masyarakat

dunia. Namun, ditemui perbedaan bahasa nonverbal pada

masyarakat tertentu yang dapat menyebabkan kebingungan dan

salah pengertian. Rasa persahabatan terdapat dimana-mana, tetapi

cara mengungkapkannya berbeda dan masyarakat yang satu dengan

yang lainnya. Pada masyarakat Indonesia, adalah suatu hal yang

biasa kalau sesama laki-laki atau sesama perempuan berpegangan

tangan waktu bejalan. Tetapi hal ini merupakan suatu kelainan pada

masyarakat lain, misalnya, Amerika. Kalau melihat hal ini, orang

Amerika akan Iangsung menyimpulkan bahwa yang berjalan tersebut

adalah pasangan Gay atau Lesbian. Contoh lain adalah penggunaan

telapak tangan ke atas ketika memanggil orang lain. Bagi orang

Amerika ini hal yang normal, tetapi sangat tidak sopan bagi orang

Indonesia. Menyetop taksi dengan tangan kiri adalah hal yang biasa

bagi orang Amerika dan sebagian orang Indonesia sekarang, tetapi

belum berterima bagi orang Timur Tengah dan Sumatera Barat.

Penggunaan tangan dan lengan untuk tujuan komunikasi juga

bervariasi. Isyarat tangan bagi orang Amerika diarahkan pada

aktivitas; bagi orang ltalia berfungsi sebagai ilustrasi dan untuk

menunjukkan (display); bagi orang Yahudi merupakan penekanan;

dan bagi orang Jerman hal itu melukiskan sikap dan komitmen,

Jensen (2006: 266).

14

Page 15: Makalah Masalah Budaya dalam Bahasa

Ketika orang Amerika menggenggamkan kedua tangannya di

atas kepala, hal itu lazimnya menunjukkan kebanggaan dan

terkadang kesombongan, sebagai tanda kemenangan atas musuh

(seperti yang ditunjukkan oleh petinju). Akan tetapi bagi orang Rusia

hal itu berarti persahabatan. Maka ketika Kruschev mengunjungi

Amerika dan diberitakan lewat foto melakukan isyarat tersebut,

jutaan orang Amerika marah karena menganggapnya sebagai isyarat

arogan atas keyakinan dan keunggulan Komunisme atas Amerika dan

kapitalismenya. Sedangkan di Kolombia isyarat serupa tetapi dengan

tangan yang setingkat dengan wajah berarti “Saya setuju dengan

anda”.

Ketika seorang pria asal Sumatera Barat berada di Beijing, dia

makan pada sebuah rumah makan tradisional. Selesai makan, dia

minta air kepada pelayan untuk mencuci tangan. Oleh karena tidak

bisa berbahasa Cina atau mungkin karena sering makan di restoran

Padang, dia menggunakan isyarat tangan seperti yang biasa

dilakukan kebanyakan orang Indonesia, yaitu merema-remas tangan.

Kemudian pelayan-pelayan itu mangut-manggut dan langsung pergi

ke belakang. Pria ini merasa kesal karena menunggu lama sekali,

padahal cuma minta air kobokan. Tak lama kemudian pelayan itu

datang dengan membawa sebuah nampan besar yang isinya ternyata

kepiting rebus! Kontan saja pria itu kaget dan tidak dapat menahan

tawa. Ternyata pelayan itu salah mengartikan isyarat pria tadi.

Banyak lagi contoh-contoh lain yang hams diwaspadai kalau

berkomunikasi dengan orang lain untuk menghindari salah

pengertian karena faktor budaya.

15

Page 16: Makalah Masalah Budaya dalam Bahasa

3. Masalah yang timbul karena kesalahan memahami kata

tertentu

Di samping masalah-masalah di atas, pada bagian ini kami

mencoba mengemukakan beberapa kesalahpengertian yang terjadi

pada mayarakat yang berbeda dalam memahami kata yang sama.

- kata boleh dan percuma dalam bahasa melayu

Seoarang perempuan dari Padang ke Singapura menemui

suaminya bersama seorang bayi. Di Singapura dia dikenalkan oleh

suaminya dengan seorang perempuan Melayu yang telah berumur

45 tahun. Si perempuan melayu ini sangat senang dengan bayi

dan malah mau mengadobsi si bayi kalau diizinkan. Perempuan

dari Padang, karena menganggap perempuan Melayu ini masih

produktif, mengatakan: “Tambah sajalah anaknya, Kak’. Orang

Melayu tersebut menjawab: “tidak boleh”. Setelah berpisah

dengan Melayu tersebut, perempuan dari Padang itu menanyakan

pada suaminya kenapa perempuan tidak boleh menambah anak di

Singapura. Suaminya mengatakan bahwa dalam bahasa Melayu,

kata tidak boleh dapat berarti tidak bisa. Jadi, kata tidak boleh

yang diucapkan perempuan melayu itu berarti tidak bisa.

Pada sebuah iklan radio di Malaysia dinyakatan bahwa malam itu

ada pertunjukkan spektakuler di pulau Sentosa, dengan

menampilkan bintang-bintang lawak, penyanyi, dan group band

terkenal. Namun, orang Indonesia tidak berminat pergi kesana

karena di akhir iklannya dinyatakan “masuk percuma”.

- Kata marano dan cilok dalam bahasa Minang

Pada tahun delapan puluhan, ada sebuah bank didirikan di

Padang dengan nama Maranu Bank. Bank ini didirikan pada lokasi

16

Page 17: Makalah Masalah Budaya dalam Bahasa

yang cukup strategis, yakni, di Jalan Khatib Sulaiman. Namun, bank

ini tidak mendapat tempat di hati masyarakat sehingga tidak

beberapa lama kemudian tidak beraktivitas lagi. Salah satu penyebab

utamanya adalah kata maranu mempunyai makna yang tidak bagus

dalam bahasa Minang. Kata maranu mirip dengan kata marano yang

berarti merana dalam bahasa Minang. Tapi sebaliknya kata maranu

bagi orang Bugis bermakna senang atau gembira.

Seorang pemuda yang berasal dan Riau pernah mengikuti

pertukaran pemuda antar provinsi Riau dan Jawa Barat. Setiap

kelompok terdiri dan 10 orang, lima dan Riau (Pakanbaru) yang tak

asing dengan bahasa Minangnya dan lima dari Jawa Barat. Ketika

mereka baru menyelesaikan tugas di suatu daerah di Jawa Barat,

salah seorang penduduk berteriak, “Cilok!Cilok!” Spontan saja

mereka yang berasal dan Riau mengejar orang yang melintas di

depan rumah. Pemuda itu meminta orang tersebut untuk

mengembalikan barang-barang yang diciloknya secara paksa. Tanpa

disadari terjadilah kesalahpahaman antara pemuda dan orang itu.

Tak lama kemudian datanglah seorang penduduk dengan membawa

mangkok dan meminta cilok seharga Rp2000,- Sang pemuda

terperangah dan meminta maaf kepada orang itu. Dalam bahasa

Minang cilok berarti pencuri, sedangkan dalam bahasa Sunda ciok

adalah sejenis makanan.

- Kata kemplang dalam bahasa Jawa

Iwin, seorang mahasiswa asal Gorontalo baru saja berkunjung

di daerah Lampung. Dia membawa ole-ole berupa makanan khas

daerah Lampung bernama kemplang. Di tempat kostnya dia

menawari Karlina, temannya yang orang Jawa.

17

Page 18: Makalah Masalah Budaya dalam Bahasa

Karlina : “Hei kapan datang dari Lampung?”

Iwin : “Tadi malam. Oh, iya, mau ole-ole nggak?”

Karlina : “Mau, dong. Kamu bawa ole-ole apa?”

Iwin : “Kamu mau kemplang?”

Karlina : “Nggak. Enak aja. Emang saya salah apa mau

dikemplang

segala?”

sekian dan terima kasih

Sumber Bacaan:

Austin, J.L. 1962. How to Do Things with Words. Cambridge : Harvard University Press

Brown, Peneloe and S.C. Levinson. 1987. Politeness: Some Universals in Language Usage. Cambridge: Cambridge University Press.

Budiman, Maneke 1999. ‘Jati Diri Budaya dalam Proses Nation Building di Indonesia: Mengubah Kendala Menjadi Aset’, Jurnal Wacana FSUI.No.1 April 1999. Vol 1.

Condon, John C. dan Fathi Yousef. An introduction to Intercultural Communication. New York: Mcmillan. 1985.

Edward, John. 1985. language, Society, and Identity. New York: Basil Blackwell.

Fishman, Joshua A. 1972. The Sociology of Language: an Interdisciplinary social Science Approach to Language in Society. Newbury House Publisher

Gee, James P. An Introduction to Human Language: Fundamental Concepts in Linguistics. New Jersey: Prentice Hall. 1993.

Goddard, C & A. Wierzbicka. 1996. “Discourse and Culture”. Dalam A. Wierzbicka (ed.). Cross-Cultural Communication. Canberra: Australian National University.

Goody, Esther N. (ed.). 2985. Questions and Politeness: Strategies in Social Interaction. Combridge

Gordon, George N. 1965. The Languages of Communication. New York: Hasting House

18

Page 19: Makalah Masalah Budaya dalam Bahasa

Kleden, Ignas.1987. Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Jakarta: LP3 Es.

Kramsch, Clam. Language and Culture. Oxford University Press. 1998.

Levine, Deena R dan Mara B. Adelman. Beyond Language: Cross-Cultural Communication. 2nd ed. New Jersey: Prentice Hall Regents. 1998.

Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi: Suatu Pen gantar. Bandung: Rosdakarya. 2007.

Wardhaugh, Ronald. 1986. An Introduction to Sociolinguistics. New York: Basil Blackwell.

19