makalah mahar dalam perkawinan

26
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahar termasuk keutamaan agama Islam dalam melindungi dan memuliakan kaum wanita dengan memberikan hak yang dimintanya dalam pernikahan berupa mahar kawin yang besar kecilnya ditetapkan atas persetujuan kedua belah pihak karena pemberian itu harus diberikan secara ikhlas. Para ulama fiqh sepakat bahwa mahar wajib diberikan oleh suami kepada istrinya baik secara kontan maupun secara tempo, pembayaran mahar harus sesuai dengan perjanjian yang terdapat dalam aqad pernikahan. Mahar merupakan pemberian yang dilakukan oleh pihak mempelai laki-laki kepada mempelai wanita yang hukumnya wajib. Dengan demikian, istilah shadaqah, nihlah, dan mahar merupakan istilah yang terdapat dalam al-Qur’an, tetapi istilah mahar lebih di kenal di masyarakat, terutama di Indonesia. Dikalangan masyarakat itu terdiri dari keluarga yang meliputi Bapak, Ibu, dan anak-anaknya. Terbentuknya sebuah keluarga di awali dari pernikahan antara laki-laki dan perempuan. Nah dalam melaksanakan acara pernikahan itu biasanya dirayakan dengan acara yang berbagai macam jenis tergantung keinginan sang penganten dan adat istiadat setempat. Acara yang dilaksanakan tersebut dalam ilmu fiqih disebut “walimah ursy” dalam kehidupan kemasyarakatan banyak berbagai ragam ragam suku dan kebiasaan yang di anut. Salah satunya acara pernikahan yang merupakan acara yang sakral pun berbeda- beda bentuk dan kebiasaannya. Namun yang sering kita temui di kalangan masyarakat kita menemui walimah dilaksanakan dengan bentuk yang mewah atau besar-besaran. Walaupun kadang-kadang tidak sesuai dengan keadaan ekonomi keluarga pada saat itu. Maka dari itu, fiqih dengan bijaksana membahas tentang masalah

Upload: septian-muna-barakati

Post on 30-Jul-2015

658 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah mahar dalam perkawinan

BAB 1

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

            Mahar termasuk keutamaan agama Islam dalam melindungi dan memuliakan kaum

wanita dengan memberikan hak yang dimintanya dalam pernikahan berupa mahar kawin

yang besar kecilnya ditetapkan  atas persetujuan kedua belah pihak karena pemberian itu

harus diberikan secara ikhlas. Para ulama fiqh sepakat bahwa mahar wajib diberikan oleh

suami kepada istrinya baik secara kontan maupun secara tempo, pembayaran mahar harus

sesuai dengan perjanjian yang terdapat dalam aqad pernikahan.

            Mahar merupakan pemberian yang dilakukan oleh pihak mempelai laki-laki kepada

mempelai wanita yang hukumnya wajib. Dengan demikian, istilah shadaqah, nihlah, dan

mahar merupakan istilah yang terdapat dalam al-Qur’an, tetapi istilah mahar lebih di kenal di

masyarakat, terutama di Indonesia.

Dikalangan masyarakat itu terdiri dari keluarga yang meliputi Bapak, Ibu, dan anak-anaknya.

Terbentuknya sebuah keluarga di awali dari pernikahan antara laki-laki dan perempuan. Nah

dalam melaksanakan acara pernikahan itu biasanya dirayakan dengan acara yang berbagai

macam jenis tergantung keinginan sang penganten dan adat istiadat setempat.

Acara yang dilaksanakan tersebut dalam ilmu fiqih disebut “walimah ursy” dalam kehidupan

kemasyarakatan banyak berbagai ragam ragam suku dan kebiasaan yang di anut. Salah

satunya acara pernikahan yang merupakan acara yang sakral pun berbeda-beda bentuk dan

kebiasaannya. Namun yang sering kita temui di kalangan masyarakat kita menemui walimah

dilaksanakan dengan bentuk yang mewah atau besar-besaran. Walaupun kadang-kadang tidak

sesuai dengan keadaan ekonomi keluarga pada saat itu. Maka dari itu, fiqih dengan bijaksana

membahas tentang masalah ini. Agar masyarakat tidak salah dalam penafsirkan walimah ini,

dan agar masyarakat bias lebih memahami dan mendalam tentang walimah.

B.  Rumusan Masalah

            Berdasarkan pokok pikiran yang tertuang dalam latar belakang di atas serta untuk

terarahnya makalah ini. Maka masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah  

1.      Pengertian dan Hukum Mahar

2.        Syarat-syarat Mahar

3.      Kadar (jumlah) Mahar

4.      Memberi Mahar Dengan Kontan dan Utang

5.      Macam-macam Mahar

6.      Bentuk Mahar (Maskawin)

7.      Gugur/Rusaknya Mahar

8.      Pengertian Walimah & Kedudukan hukum Walimah menurut fiqih

9.      Hukum Menghadari Undangan Walimah

10.  Hikmah Walima

Page 2: Makalah mahar dalam perkawinan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Hukum Mahar

            Dalam istilah ahli fiqh,disamping perkataan “mahar” juga dipakai perkataan :

“shadaq” , nihlah; dan faridhah” dalam bahasa indonesia dipakai dengan perkataan

maskawin.

            Mahar, secara etimologi, artinya maskawin. Secara terminologi,mahar ialah

pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami untuk

menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada calon suaminya.Atau suatu

pemberian yang diwajibkan bagi calon suami kepada calon istrinya, baik dalam bentuk benda

maupun jasa (memerdekakan, mengajar, dan lain sebagainya).

            Imam Syafi’i mengatakan bahwa mahar adalah sesuatu yang wajib diberikan oleh

seorang laki-laki kepada perempuan untuk dapat menguasai seluruh anggota badannya.

            Jika istri telah menerima maharnya, tanpa paksaan, dan tipu muslihat,lalu ia

memberikan sebagian maharnya maka boleh diterima dan tidak disalahkan.Akan tetapi, bila

istri dalam memberi maharnya karena malu, atau takut, maka tidak halal menerimanya. Allah

Swt. Berfirman:

÷bÎ)ur ãN›?Šu‘r& tA#y‰ö7ÏGó™$# 8l÷ry— šc%x6¨B 8l÷ry— óOçF÷�s?#uäur

£`ßg1y‰÷nÎ) #Y‘$sÜZÏ% Ÿxsù (#rä‹è{ù's? çm÷ZÏB $º«ø‹x© 4 ¼çmtRrä‹äzù's?

r& $Y »Y tGôgç/ $VJøOÎ)ur $YYÎ6•B ÇËÉÈ

20. dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain [280], sedang kamu telah

memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu

mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya

kembali dengan jalan tuduhan yang Dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata ?

‘Maksudnya Ialah: menceraikan isteri yang tidak disenangi dan kawin dengan isteri yang

baru. Sekalipun ia menceraikan isteri yang lama itu bukan tujuan untuk kawin, Namun

meminta kembali pemberian-pemberian itu tidak dibolehkan.

Dalam ayat selanjutnya, Allah Swt. Berfirman

y#ø‹x.ur ¼çmtRrä‹è{ù's? ô‰s%ur 4Ó|Óøùr& öNà6àÒ÷èt/ 4’n<Î) <Ù÷èt/

šcõ‹yzr&ur Nà6ZÏB $¸)»sV‹ÏiB $Zà‹Î=xî ÇËÊÈ

21. bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul

(bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah

mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat. (Q.S An-Nisa: 21).

            Karena mahar merupakan syarat sahnya nikah, bahkan Imam Malik mengatakannya

sebagai rukun nikah, maka hukum memberikannya adalah wajib.

            Allah berfirman:

Page 3: Makalah mahar dalam perkawinan

(#qè?#uäur uä!$|¡Ïi 9Y $# £`ÍkÉJ»s%߉|¹ \'s#øtÏU 4 ÇÍÈ

4. berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian

dengan penuh kerelaan…..(Q.S An-Nisa: 4).

Rasulullah saw. berkata:

: وسلم عليه الله رسول فقال تعلين على نزوجت فزارة بنى من امراة ان ربيعة عمربن عن

) , : واترمذى ماجة وابن احمد رواه جازه فأجازه نعم فقالت بنعلين ومالك تفسك على ارضيت

وصححه )

Dari ‘Amir bin Rabi’ah: “Sesungguhnya seorang perempuan dari Bani Fazarah kawin

dengan maskawin sepasang sandal. Rasulullah saw. berkata kepada perempuan tersebut:

Relakan engkau dengan maskawin sepasang sandal? Rasulullah saw. meluruskannya.” (HR

Ahmad bin Mazah dan disahihkan oleh Turmudzi)

Sabdanya lagi:

البخارى ( ) رواه حديد من بخاتم ولو تزوج

“Kawinlah engkau walaupun dengan maskawin cincin dari besi.” (HR Bukhari)

B.  Syarat-syarat Mahar

            Mahar yang diberikan kepada calon istri harus memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut.

a. Harga berharga. Tidak sah mahar dengan yang tidak berharga walaupun tidak ada

ketentuan banyak atau sedikitnya mahar, mahar sedikit, tapi bernilai tetap sah disebut mahar.

b. Barangnya suci dan bisa diambil manfaat. Tidak sah mahar dengan memberikan

khamar, babi, atau darah, karena semua itu haram dan tidak berharga.

c. Barangnya bukan barang ghasab. Ghasab artinya mengambil barang milik orang lain

tanpa seizinnya namun tidak termasuk untuk memilikinya karena berniat untuk

mengembalikannya kelak. Memberikan mahar dengan barang hasil ghasab tidak sah, tetapi

akadnya tetap sah

d. Bukan barang yang tidak jelas keadaannya.Tidak sah mahar dengan memberikan

barang yang tidak jelas keadaannya, atau tidak disebutkan jenisnya.

C.  Kadar (Jumlah) Mahar

            Agama tidak menetapkan jumlah minimum dan begitu pula jumlah maksimum dari

maskawin. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tingkatan kemampuan manusia dalam

memberikannya. Orang yang kaya mempunyai kemampuan untuk memberi maskawin yang

lebih besar jumlahnya kepada calon istrinya. Sebaliknya, orang yang miskin ada yang hampir

tidak mampu memberinya.Oleh karena itu, pemberian mahar diserahkan menurut

kemampuan yang bersangkutan disertai kerelaan dan persetujuan masing-masing pihak yang

akan menikah untuk menetapkan jumlahnya. Mukhtar Kamal menyabutkan, “janganlah

hendaknya ketidaksanggupan membayar maskawin karena besar jumlahnya menjadi

penghalang bagi berlangsungnya suatu perkawinan,” sesuai dengan sabda nabi:

Page 4: Makalah mahar dalam perkawinan

: وهبت انى الله يارسول فقال امراة جأته وسلم عليه الله صلى النبى ان سعد ابن سهل عن

, : . . حجة بها لك يكن لم ان زوجنيها لله يارسول فقال رجل فقام طويال قياما فقامت لك تفسى

اال : : عندى ما فقال ؟ اياها تصدقها شيء من عندك هل وسلم عليه الله صلى الله رسول فقال

, : , لك ازار ال جلست ازارك اعطيتها ان وسلم عليه الله صلى الله رسول فقال هذا ازارى

: , : , من خاتم ولو التمس وسلم عليه الله صلى الله رسول فقال شيئا اجد ما فقال شيئا فلتمس

: القرأن, من معك هل وسلم عليه الله صلى الله رسول فقال شيئا يجد ولو فلتمس حديد

: . , وسلم عليه الله صلى الله رسول فقال لسوريسميها وكذا وسورة كذا سورة نعم فقال ؟ شيئ

ومسلم ( ) البخارى رواه القرأن من معك بما زوجتكها قد

“Dari Sahl bin Sa’ad, sesungguhnya telah datang kepada Rasulullah saw., seorang wanita

maka ai berkata: “Ya Rasulullah! Aku serahkan dengan sungguh-sungguh diriku

kepadamu”. Dan, wanita tersebutberdiri lama sekali, lalu berdirilah seorang laki-laki, ia

berkata: “Ya Rasulullah saw., kawinkanlah ia kepada saya jika engkau tidak berminat

kepadanya”. Maka Rasulullah saw. menjawab: “Adakah engkau mempunyai sesuatu yang

dapat engkau jadikan mahar untuknya? Laki-laki itu berkata: “ Aku tidak memiliki sesuatu

selain sarungku ini”. Nabi saw. berkata: “Jika engkau berikan sarungmu (sebagai mahar)

tentulah kamu duduk tanpa sarung, maka carilah sesuatu (yang lain)”. Laki-laki itu

menjawab: “Saya tidak mendapatkan apa-apa.” Nabi berkata: “Carilah, walaupun sebuah

cincin besi”. Kemudian ia mencarinya lagi, tetapi ia tidak memperoleh sesuatu apa pun.

Maka, Rasulullah saw. bersabda: “adakah engkau hafal sesuatu ayat dari Al-Qur’an?”

Laki-laki tersebut berkata: “Ada surat ini, dan surat ini” sampai kepada surat yang

disebutkannya. Nabi saw. berkata: “Engkau telah aku nikahkan dengan dia dengan

maskawin (mahar) Al-Qur’an yang engkau hafal” (HR Bukhari dan Muslim).

           

Imam Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan Fuqaha Madinah dari kalangan Tabi’in

berpendapat bahwa mahar tidak ada batas minimalnya. Segala sesuatu yang dapat menjadi

harga bagi sesuatu yang lain dapat dijadikan mahar. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Ibnu

Wahab dari kalangan pengikut Imam Malik.

            Sebagian fuqaha yang lain berpendapat bahwa mahar itu ada batas terendahnya. Imam

Malik dan para pengikutnya mengatakan bahwa mahar itu paling sedikit seperempat dinar

emas murni, atau perak seberat tiga dirham, atau bisa dengan barang yang sebanding berat

emas perak tersebut.

            Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa paling sedikit mahar itu adalah sepuluh

dirham. Riwayat yang lain ada yang mengatakan lima dirham, ada lagi yang mengatakan

empat puluh dirham.

            Pangkal silang pendapat ini, menurut Ibnu Rusydi, terjadi karena dua hal, yaitu:

1. Ketidak jelasan akad nikah itu sendiri antara kedudukannya sebagai salah satu jenis

pertukaran, karena yang dijadikan adalah kerelaan menerima ganti, baik sedikit maupun

Page 5: Makalah mahar dalam perkawinan

banyak, seperti halnya dalam jual beli dan kedudukannya sebagai ibadah yang sudah ada

ketentuan. Demikian itu, karena ditinjau dari segi bahwa dengan mahar itu laki-laki dapat

memiliki jasa wanita untuk selamanya, maka perkawinan itu mirip dengan pertukaran. Tetapi,

ditinjau dari segi adanya larangan mengadakan persetujuan untuk meniadakan mahar, maka

hal itu mirip dengan ibadah.

2. Adanya pertentangan antara qiyas yang menghendaki adanya pembatasan mahar

dengan mahfum hadis yang tidak menghendaki adanya pembatasan. Qiyas yang menghendaki

adanya pembatasan adalah seperti pernikahan itu ibadah, sedangkan ibadah itu sudah ada

ketentuannya.

Mereka berpendapat bahwa sabda Nabi Saw., “nikahlah walaupun hanya dengan cincin besi”

adalah dalil bahwa mahar itu tidak mempunyai batasan terendahnya. Karena, jika memang

ada batas terendahnya tentu beliau menjelaskannya.

D.    Memberi Mahar Dengan Kontan dan Utang

            Mahar boleh dilaksanakan dan diberikan dengan kontan atau utang, apakah mau

dibayar kontan sebagian dan utang sebagian. Kalau memang demikian, maka disunahkan

membayar sebagian, berdasarkan sabda Nabi Saw:

يعطيها حتى بفاطمة يدخل ان عليا منع وسلم عليه الله صلى النبى عن عباس ابن عن

) : : , : , ودو دا ابو رواه اياه فأعطاه الحطمية درك فاين فقال شيء ماعندى فقال شيئ

وصححه ) والحاكم النسائى

“Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Saw melarang Ali menggauli Fatimah sampai memberikan

sesuatu kepadanya. Lalu jawabnya: Saya tidak punya apa-apa. Maka sabdanya: Dimana

baju besi Huthamiyyahmu? Lalu diberikanlah barang itu kepada Fatimah.” (HR Abu

Dawud, Nasa’i dan dishahihkan oleh Hakim).

            Hadis diatas menunjukkan bahwa larangan itu dimaksudkan sebagai tindakan yang

lebih baik, dan secara hukum dipandang sunnah memberikan mahar sebagian terlebih dahulu.

            Dalam hal penundaan pembayaran mahar (diutang) terdapat dua perbedaan pendapat

dikalangan ahli fiqih. Segolongan ahli fiqih berpendapat bahwa mahar itu tidak boleh

diberikan dengan cara diutang keseluruhan. Segolongan lainnya mengatakan bahwa mahar

boleh ditunda pembayarannya, tetapi menganjurkan agar membayar sebagian mahar di muka

manakala akan menggauli istri. Dan diantara fuqaha yang membolehkan penundaan mahar 

(diangsur) ada yang membolehkannya hanya untuk tenggang waktu terbatas yang telah

ditetapkannya. Demikian pendapat Imam Malik.

E.     Macam-macam Mahar

            Ulama fiqih sepakat bahwa mahar itu ada dua macam, yaitu:

a.      Mahar Musamma

         Mahar Musamma, yaitu mahar yang sudah disebut atau dijanjikan kadar dan besarnya

ketika akad nikah.Atau, mahar yang dinyatakan kadarnya pada waktu akad nikah.

Page 6: Makalah mahar dalam perkawinan

         Ulama fikih sepakat bahwa,dalam pelaksanaannya, mahar musamma harus diberikan

secara penuh apabila:

1)       Telah bercampur (bersenggama). Tentang hal ini Allah Swt. Berfirman:

÷bÎ)ur ãN›?Šu‘r& tA#y‰ö7ÏGó™$# 8l÷ry— šc%x6¨B 8l÷ry— óOçF÷�s?#uäur

£`ßg1y‰÷nÎ) #Y‘$sÜZÏ% Ÿxsù (#rä‹è{ù's? çm÷ZÏB $º«ø‹x© 4 ¼çmtRrä‹äzù's?

r& $Y »Y tGôgç/ $VJøOÎ)ur $YYÎ6•B ÇËÉÈ

20. dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain [280], sedang kamu telah

memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu

mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya

kembali dengan jalan tuduhan yang Dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata ?

“Maksudnya Ialah: menceraikan isteri yang tidak disenangi dan kawin dengan isteri yang

baru. Sekalipun ia menceraikan isteri yang lama itu bukan tujuan untuk kawin, Namun

meminta kembali pemberian-pemberian itu tidak dibolehkan.

2)      Salah satu dari suami istri meninggal. Dengan demikian menurut ijma’.

Mahar musamma juga wajib dibayar seluruhnya apabila suami telah bercampurdengan istri,

dan ternyata nikahnya rusak dengan sebab tertentu, seperti ternyata istrinya mahram sendiri,

atau dikira perawan ternyata janda, atau hamil dari bekas suami lama.Akan tetapi, kalau istri

dicerai sebelum bercampur, hanya wajib dibayar setengah, berdasarkan firman Allah Swt.:

bÎ)ur £`èdqßJçFø)¯=sÛ `ÏB È@ö6s% br& £`èdq�¡yJs? ô‰s%ur óOçFôÊt�sù

£`çlm; ZpŸÒƒÌ�sù ß#óÁÏYsù $tB ÷LäêôÊt�sù HÇËÌÐÈ

237. jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka,

Padahal Sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, Maka bayarlah seperdua dari

mahar yang telah kamu tentukan itu,(Qs Al-Baqarah: 237).

b.Mahar Mitsli (Sepadan)

         Mahar Mitsli yaitu mahar yang tidak disebut besar kadarnya pada saat sebelum ataupun

ketika terjadi pernikahan. Atau mahar yang diukur (sepadan) dengan mahar yang pernah

diterima oleh keluarga terdekat, agakjauh dari tetangga sekitarnya, dengan memerhatikan

status sosial, kecantikan, dan sebagainya.

         Bila terjadi demikian (mahar itu disebut besar kadarnya pada saat sebelum atau ketika

terjadi pernikahan), maka mahar itu mengikuti maharnya saudara perempuanpengantin

wanita (bibi, bude), uwa perempuan(Jawa Tengah/Jawa Timur), ibu uwa (Jawa Banten) ,

anak, perempuan, bibi/bude). Apabila tidak ada, mahar mitsli itu beralih dengan ukuran

wanita lain yang sederajat dengan dia.

Mahar Mitsli Juga Terjadi Dalam Keadaan Sebagai Berikut:

Page 7: Makalah mahar dalam perkawinan

1.      .Apabila tidak disebutkan kadar mahar dan besarnya ketika berlangsung akad nikah,

kemudian suami telah bercampur dengan istri, atau meninggal sebelum bercampur.

2.      .Jika mahar musamma belum dibayar sedangkan suami telah bercampur dengan istri

dan ternyata nikahnya tidak sah.

Nikah yang tidak disebutkan dan tidak ditetapkan maharnya disebut nikah tafwid. Hal ini

menurut jumhur ulama dibolehkan.

Firman Allah Swt,:

žw yy$uZã_ ö/ä3ø‹n=tæ bÎ) ãLäêø)¯=sÛ uä!$|¡Ïi 9Y $# $tB öNs9 £`èdq�¡yJs?

÷rr& (#qàÊÌ�øÿs? £`ßgs9 ZpŸÒƒÌ�sù 4 ÇËÌÏÈ

236. tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri

kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya.

(Al-Baqarah:236)

          Ayat tersebut menunjukkan bahwa seorang suami boleh menceraikan istrinya sebelum

digauli dan belum juga ditetapkan jumlah maharnya tertentu kepada istrinya itu.

F.     Bentuk Mahar (Maskawin)

          Pada prinsipnya maskawin harus bermanfaat dan bukanlah sesuatu yang haram dipakai,

dimiliki, atau dimakan. Ibn Rusyd mengatakan bahwa mahar harus berupa sesuatu yang dapat

ditukar dan ini terkesan harus berbentuk benda sebab selain berbentuk benda tidak dapat

ditukar tampaknya tidak dibolehkan. Namun, menurut Rahmat Hakim, sesuatu yang

bermanfaat tidak dinilai dengan ukuran umum, tetapi bersifat subjektif sehingga tidak selalu

dikaitkan dengan benda. Dalam hal ini, calon istri mempunyai hak untuk menilai dan

memilihnya, ini sangat kondisional. Artinya, dia mengetahui siapa dia dan siapa calon suami.

G. Gugur/Rusaknya Mahar

          Mahar yang rusak bisa terjadi karena barang itu sendiri atau karena sifat-sifat barang

tersebut, seperti tidak diketahui atau sulit diserahkan, mahar yang rusak karena zatnya

sendiri, yaitu seperti khamar yang rusak karena sulit dimiliki atau diketahui, pada dasarnya

disamakan dengan jual beliyang mengandung lima persoalan pokok, yaitu:

a.       Barangnya tidak boleh dimiliki;

b.      Mahar digabungkan dengan jual beli;

c.       Penggabungan mahar dengan pemberian;

d.      Cacat pada mahar; dan

e.       Persyaratan dalam mahar.

Dalam hal barangnya tidak boleh dimiliki seperti: khamar, babi, dan buah yang belum masak

atau unta yang lepas, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa akad nikahnya tetap sah apabila

telah memenuhi mahar mitsli. Akan tetapi, Imam Malik berpendapat tentang dua riwayat

yang berkenaan dengan persoalan ini. Pertama, akad nikahnya rusak dan harus dibatalkan

Page 8: Makalah mahar dalam perkawinan

(fasakh), baik sebelum maupun sesudah dukhul. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Abu

Ubaid. Kedua, apabila telah dukhul, maka akad nikah menjadi tetap dan istri memperoleh

mahar mitsli.

          Mengenai penggabungan mahar dengan jual beli, ulama fikih berbeda pendapat seperti:

jika pengantin perempuan memberikan hamba sahaya kepada pengantin laki-laki, kemudian

pengantin laki-laki memberikan seribu dirham untuk membayar hamba dan sebagai mahar,

tanpa menyebutkan mana yang sebagai harga dan mana yang sebagai mahar, maka Imam

Malik dan Ibnul Qasim melarangnya, seperti juga Abu Saur.Akan tetapi Asyab dan Imam

Abu Hanifah membolehkan, sedangkan Abu Ilah mengadakan pemisahan dengan

mengatakan bahwa apabila dari jual beli tersebut masih terdapat kelebihan sebesar

seperempat dinar ke atas, maka cara seperti itu dibolehkan.

          Tentang penggabungan mahar dengan pemberian, ulama juga berselisih pendapat,

misalnya dalam hal seseorang yang menikahi wanita dengan mensyaratkan bahwa pada

mahar yang diberikannya terdapat pemberian untuk ayahnya (perempuan itu). Perselisihan itu

terbagi dalam tiga pendapat.

          Imam Abu Hanifah dan pengikutnya mengatakan bahwa syarat tersebut dapat

dibenarkan dan maharnya pun sah. Imam Syafi’i mengatakan bahwa mahar itu rusak, dan

istrinya memperoleh mahar mitsli. Adapun Imam Malik berpendapat bahwa apabila syarat itu

dikemukakan ketika akad nikah, maka pemberian itu menjadi milik pihak perempuan,

sedangkan apabila syarat itu dikemukakan setelah akad nikah, maka pemberiannya menjadi

milik ayah.

          Mengenai cacat yang terdapat pada mahar, ulama fiqih juga berbeda pendapat. Jumhur

ulama mengatakan bahwa akad nikah tetap terjadi. Kemudian, mereka berselisih pendapat

dalam hal apakah harus diganti dengan harganya, atau dengan barang yang sebanding, atau

juga mahar mitsli.

          Imam Syafi’i terkadang menetapkan harganya dan terkadang menetapkan mahar mitsli.

Imam Malik dalam satu pendapat menetapkan bahwa harus meminta harganya, dan pendapat

lain minta barang yang sebanding. Sedangkan Abu Hasan Al-Lakhimi berkata,”Jika

dikatakan, diminta harga terendahnya atau mahar mitsli, tentu lebih cepat. Adapu Suhnun

mengatakan bahwa nikahnya batal.

          Mengenai gugurnya mahar, suami bisa terlepasdari kewajiban untuk membayar mahar

seluruhnya apabila perceraian sebelum persetubuhan datang dari pihak istri, misalnya istri

keluar dari Islam, atau mem-fasakh karena suami miskin atau cacat, atau karena perempuan

tersebutsetelah dewasa menolak dinikahkan dengan suami yang dipilih oleh walinya, Bagi

istri seperti ini, hak pesangon gugur karena ia telah menolak sebelum suaminya menerima

sesuatu darinya.

          Begitu juga mahar dapat gugur apabila istri, yang belum digauli, melepaskan maharnya

atau menghibahkan padanya. Dalam hal seperti ini, gugurnya mahar karena perempuan

Page 9: Makalah mahar dalam perkawinan

sendiriyang menggugurkannya. Sedangkan mahar sepenuhnya berada dalam kekuasaan

perempuan.

H.  Pengertian walimah

Walimah ( لوليمة١ ) artinya al-jam’u. kumpul, sebab suami dan istri berkumpul. Walimah (

(لوليمة berasal dari bahasa arab لوليم١ artinya makanan pengantin. Maksudnya adalah

makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan. Bias juga di artikan sebagai

makanan untuk tamu undangan atau lainnya.

Walimah diadakn ketika acara akad nikah berlangsung, atau sesudahnya, atau ketika hari

perkawinan atau sesudah itu. Bias juga diadakan tergantung adat dan kebiasaan yang berlaku

di masyarakat.

I.       Kedudukan hukum

1.       Dasar hukum walimah

Jumhur ulama sepakat bahwa mengadakan walimah itu hukumnya “ sunnah muakad “. Hal

ini berdasarkan hadist Rasulullah SAW.

رو(١عن عليهولمعلىشيءمننسانهمااولمعلىزينباولمبشاة هللانسقالمااولمرسولاللهصلىاهالبخارىومسلم)١

Artinya : Dan Annas, ia berkata “Rasulullah SAW mengadakan walimah dengan seekor

kambing untuk istri-istrinya dan untuk zainab.

( رواهاحمد( انهاليدللعرسىمنوليمةArtinya: sesungguhnya untuk pesta perkawinan harus ada walimahnya.

رو(١هللاع١انهصل هاحمد)١يهوسلمماولمولمعلىبعضنسانهبمدينمنشعير

Artinya : Rasulullah SAW. Mengadakan walimah untuk sebagian istrinya dengan dua mud

gandum. ( HR. Bukhari).

Beberapa hadist tersebut diatas menunjukkan bahwa walimah itu boleh diadakan dengan

makanan apa saja sesuai dengan kemampuan. Hal itu di tunjukkan oleh Nabi SAW. Bahwa

perbedaan-perbedaan dalam mengadakan walimah oleh beliau bukan membedakan /

melebihkan salah satu dari  yang lain. Tetapi semata-metapa disesuaikan dengan keadaan

ketika sulit / lapang.

2.Hukum menghadiri Undangan walimah

Untuk menunjukkan perhatian memeriahkan, dan mengembirakan orang yang mengundang,

maka orang yang diundang walimah wajib mendatanginya.

Adapun wajibnya mendatangi undangan walimah, apabila :

a.       Tidak ada uzur syar’i

b.      Dalam walimah itu tidak ada atau tidak di gunakan untuk perbuatan munkar

c.       Yang diundang baik dari kalangan kaya maupun miskin.

Dasar hukum wajib nya mendatngi undangan walimah adalah hadist Nabi saw sebagai

berikut :

Page 10: Makalah mahar dalam perkawinan

)ىلاذادعياحدكما رواهالبخارى( وليمةفاياتهاArtinya :Jika salah seorang di antara mu di undang ke walimahan,hendak lah ia datangi.(H.R.

Bukhari )

عليهوسلمقاڶلودعيتا ) ذراعلڤبلمىلکراعالجبتولواهدياىلهللاوعنهانهصلى رواهالبخرى (Artinya : Dari abu hurairah r.a bahwa Nabi saw bersabda “ Andaikata aku di undang untuk

makan kambing,niscaya saya datangi,dan andai kata aku di hadiahi kaki depan

kambing,niscaya aku terima ( H.R. bUkhari ).

          Jika undangan itu bersifat umum, tidak tertuju kepada orang-orang tertentu,maka tidak

wajib mendatangi nya tidak juga sunnah.

Misalnya orang yang mengundang berkata “ Wahai orang banyak !! datangi lah walimah

saya,tampa menyebut orang-orang tertentu,atau dikatakan “ Undanglah setiap orang yang

kamu temui “.

Ada juga yang berpendapat bahwa hukum menghadiri undangan adalah wajib kifayah,dan

ada juga yang berpendapat hukum nya sunah. Akan tetapi pendapat pertama lah yang lebih

jelas.

         Secara rinci undangan itu wajib di datangi , apabila memenuhi syarat – syarat  sebagai

berikut :

a.       Pengundang nya mukallaf,merdeka dan berakal sehat.

b.      Undangan nya tidak di khususkan kepada orang-orang kaya saja,namun harus kepada

orang miskin juga.

c.       Undangan nya tidak hanya di tujukan kepada orang yang di hormati dan di segani saja.

d.      Belum di dahului oleh undangan lain.

e.      Tidak ada kemungkaran dan hal-hallain yang menghalangi kehadiran nya

f.        Yang di undang tidak ada unsur  syar’i.

Memperhatikan syarat-syarat tersebut,jelas bahwa apabila walimah dalam pesta perkawinan

hanya mengundang orang-orang kaya saja,maka hukum nya adalah makruh.

Nabi saw bersabda :

( رواهالبخارى( شرالطعامالوليمةيدعىلهااالغنياءويترڮاالغقراءArtinya :Sejelek jelek nya makanan  adalah makanan yang mengundang orang-orang

kaya,tetapi meninggalkan orang-orang miskin.

J.      Hikmah Walimah

        Di adakannya walimah dalam pesta perkawinan mempunyai beberapa hikmah  yaitu

antara lain sebagai berikut :

1.       Merupakan rasa syukur kepada Allah swt.

2.       Tanda penyerahan anak gadis kepada pihak keluarga  suami.

3.       Sebagai tanda resmi nya ada nya akad nikah.

4.       Sebagai tanda memulai hidup baru bagi  suami istri.

Page 11: Makalah mahar dalam perkawinan

5.       Sebagai realisasi arti sosiologi dari akad nikah.

BAB III

PENUTUP

Page 12: Makalah mahar dalam perkawinan

A.  Kesimpulan

Mahar ialah pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon

suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada calon suaminya.Atau

suatu pemberian yang diwajibkan bagi calon suami kepada calon istrinya, baik dalam bentuk

benda maupun jasa (memerdekakan, mengajar, dan lain sebagainya).

Agama tidak menetapkan jumlah minimum dan begitu pula jumlah maksimum dari

maskawin. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tingkatan kemampuan manusia dalam

memberikannya. Orang yang kaya mempunyai kemampuan untuk memberi maskawin yang

lebih besar jumlahnya kepada calon istrinya. Sebaliknya, orang yang miskin ada yang hampir

tidak mampu memberinya.

Mahar boleh dilaksanakan dan diberikan dengan kontan atau utang, apakah mau dibayar

kontan sebagian dan utang sebagian. Kalau memang demikian, maka disunahkan membayar

sebagian.

Walimah berasal dari bahasa  arab yang artinya makanan pengantin. Maksud nya  adalah

makanan  yang di sediakan  khusus  dalam  acara pesta  perkawinan. Menurut  kesepakatan

para  ulama  bahwa mengadakan  walimah  itu hukum nya sunah muakkad  dan hukum

mendatangi  undangan walimah adalah  wajib apabila memenuhi syarat-syarat  sebagai 

berikut :

a.       Tidak  ada uzur syar’i.

b.      Dalam walimah itu tidak ada unsur perbuatan munkar.

c.       Yang di undang baik dari keluarga orang  kaya mau pun orang miskin.

Adapun dalam pelaksanaan walimah tersebut terdapat beberapa hikmah yang terkandung

yakni sebagai berikut :

1.       Merupakan rasa syukur kepada Allah swt.

2.       Tanda penyerahan anak gadis kepada pihak keluarga laki-laki.

3.       Sebagai  tanda resmi nya hubungan suami istri .

4.       Sebagai tanda memulai hidup baru.

5.       Sebagai  realisasi arti sosiologi dari akad nikah.

B.  Saran

Adapun yang menjadi saran dalam penulisan makalah ini yaitu penyusun menyadari bahwa

penyusun hanyalah manusia biasa yang tidak pernah luput dari sifat khilaf, salah dan dosa.

Oleh karenanya penyusun mengharapkan saran dan kritik dari pembaca apabila terdapat

kekeliruan dalam memberikan penjelasan materi mengenai Fiqh Munakahat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: Makalah mahar dalam perkawinan

Kamal Muhktar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan (Jakarta: Bulan Bintang,

1994), hlm. 81.

Lihat Kamus Istilah Fiqh, hlm. 184. Lihat Zakiyah Daradjat dkk, Ilmu Fiqh (Jakarta: Depag

RI, 1985) Jilid 3, hlm. 83. Lihat pula H. Abdurrahman Ghazali, Fiqih Munakahat (Jakarta,

Prenada Media, 2003), hlm. 84

Lihat Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, juz 4, hlm. 94

Hasbi Ash-Shiddieqi, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 1989),

hlm. 119

Ibid.

Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hal. 38

Lihat Abdurrahman Al-Jaziri, Op.Cit., hlm. 103

Kamal Muhktar, Op.Cit., hlm. 82

Ibid, hlm. 83

H. Abd. Rahman Ghazali, Op.Cit., hlm. 88-89

Ibid.

Bandingkan dengan Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al Muqtashid, (Beirut: Dar

al-Fikr,t.t.), Juz 2, hlm. 14-15

M. Abdul Mujid dkk, Kamus Istilah Fikih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), hlm. 185.

Hasbi Ash-Shiddieqi, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Op.Cit,. hlm. 119

Abd. Rahman Ghazali, Op.Cit., hlm. 93

M. Abdul Mujib dkk, Op.Cit., hlm. 185; H. Abd.Rahman Ghazali, Op.Cit., hlm. 93

Abidin. Slamet.  1999.  fiqih munakahat. Semarang : Cv pustaka setia.

Iskandar. Slamet. Fiqih munakahat. Semakarang. IAIN walisongo

Slamet abidin, fiqih munakahat. (Bandung : Cv pustaka setia. 1999) hal : 149

Ibid. hal. 153.

KATA PENGANTAR

Page 14: Makalah mahar dalam perkawinan

            Puji dan syukur saya panjatkan atas rahmat dan hidayah yang telah Tuhan yang maha

Esa berikan kepada Saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu

yang telah diberikan untuk menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini berisi tentang “ HUKUM ADAT DAN PERKAWINAN ”

Dan harapan saya semoga makalah ini dapat membantu. mahasiswa dalam proses

pembelajaran.

                                                                                               

Raha, Juni 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Page 15: Makalah mahar dalam perkawinan

KATA PENGANTAR ……………………………………….....…........ i

DAFTAR ISI ………………………………………………………...... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………………………….. ………........... 1

B. Tujuan..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Hukum Mahar................................................................. 3

B.  Syarat-syarat Mahar................................................................................. 5

C. Kadar (Jumlah) Mahar............................................................................ 6

D.  Memberi Mahar Dengan Kontan dan Utang............................................7

E.  Macam-macam Mahar............................................................................ 8

F.  Bentuk Mahar (Maskawin) ......................................................................9

G. Gugur/Rusaknya Mahar............................................................................ 9

H. Pengertian walimah.................................................................................. 10

I. Kedudukan hukum..................................................................................... 10

J. Hikmah Walimah...................................................................................... 11

BAB III PENUTUP

4.1 Kesimpulan ………………………………............................................ 12

4.2 Saran........................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 13

MAKALAH

Page 16: Makalah mahar dalam perkawinan

HUKUM ADA DAN PERKAWINAN

DISUSUN OLEH :

NAMA : JABBAR

STAMBUK : 21309314

SEMESTER : II (DUA)

JURUSAN : HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

KENDARI

2014

MAKALAH

Page 17: Makalah mahar dalam perkawinan

HUKUM ADA DAN PERKAWINAN

DISUSUN OLEH :

NAMA : SIRAJUDDIN

STAMBUK : 21309329

SEMESTER : II (DUA)

JURUSAN : HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

KENDARI

2014