mahar dan uang panai’ menurut tafsir al-misbah …

115
MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH (STUDI KRITIS TERHADAP ADAT PERNIKAHAN MASYARAKAT SUKU BUGIS) Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S. Ag) Oleh: Nysa Riskiah Lakara NIM: 15210687 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ) JAKARTA 2019 M/ 1440 H

Upload: others

Post on 21-Nov-2021

36 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH

(STUDI KRITIS TERHADAP ADAT PERNIKAHAN MASYARAKAT

SUKU BUGIS)

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh:

Nysa Riskiah Lakara

NIM: 15210687

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ) JAKARTA

2019 M/ 1440 H

Page 2: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH

(STUDI KRITIS TERHADAP ADAT PERNIKAHAN MASYARAKAT

SUKU BUGIS)

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh:

Nysa Riskiah Lakara

NIM: 15210687

Pembimbing:

Iffaty Zamimah, M.Ag

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ) JAKARTA

2019 M/ 1440 H

Page 3: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …
Page 4: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …
Page 5: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …
Page 6: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

iii

MOTTO

Tidak ada hasil yang menghianati usaha

Page 7: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

v

PERSEMBAHAN

Ku persembahkan tulisan ini untuk orang tua terkasih ”Bapak. Kasrin

A. Lakara dan Ibu Nurhasanah Ali” terimakasih untuk do‟a yang tidak pernah

putus demi yang terbaik untuk anaknya,

Terimakasih kepada dosen pembimbing Ibu Iffaty Zamimah M.Ag.

yang selalu sabar membimbing, menasehati, mensupport, sampai pada titik

ini.

Teruntuk almamater Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta,

terimakasih telah menjadi rumah ternyaman ditanah rantau selama kurang

lebih 4 tahun ini.

Page 8: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

vi

حيم حمن الره الره بسم الله

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada

Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya

sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. Sholawat teriring salam semoga

tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw sebagai suri

tauladan bagi kita semua.

Skripsi yang berjudul “Mahar dan Uang Panai’ menurut tafsir Al-

Misbah (Studi Kritis terhadap Adat Pernikahan Masyarakat Suku

Bugis)” Disusun untuk memenuhi syarat gelar sarjana strata satu (S1) Ilmu

Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuludin dan Dakwah, Institut Ilmu Al-

Qur‟an (IIQ) Jakarta.

Selesainya skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan yang telah diberikan

selama masa perkuliahan baik berupa ilmu pengetahuan, tenaga, waktu serta

do‟a restu serta motivasi dari berbagai pihak lain, baik langsung maupun

tidak langsung. Kepada:

1. Rektor Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta, Prof. Dr. Hj. Huzaemah

Tahido Yanggo, Lc, MA. Dr. Hj. Nadjematul Faizah SH., M. Hum.

Sebagai Warek I, Dr. H. M. Dawud Arif Khan, SE., M.Si., Ak., CPA.

sebagai Warek II, dan Dr. Hj. Romlah Widayanti, M. Ag, sebagai Warek

III.

2. Dr. Muhammad Ulinnuha, Lc, MA. Dekan Fakultas Ushuluddin dan

Dakwah.

3. KH. Muhammad Haris Hakam. SH., MA., ketua program studi Fakultas

Ushuluddin dan Dakwah Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta beserta

Page 9: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

vii

Ibu Mamluatun Nafisah, M.Ag., selaku sekretaris program studi Ilmu Al-

Qur`an dan Tafsir.

4. Ibu Iffaty Zamimah M.Ag selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah

membimbing dan mengarahkan penulis dalam mengerjakan skripsi.

Dengan keilmuan dan kesabarannya sampai penulis bisa menyelesaikan

skripsi dengan baik.

5. Bapak Sofian Effendi, S.Th.I, MA dan Ibu Istiqomah M.A., selaku

penguji dalam sidang skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu dosen Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta yang telah

mendidik dan membimbing penulis serta mengajarkan ilmu pengetahuan

yang bermanfaat.

7. Staf Fakultas Ushuluddin terima kasih atas semua waktu, semangat,

dorongan dan motivasinya. Dan juga kepada Staf Perpustakaan IIQ

Jakarta.

8. Ucapan terima kasih kepada instruktur tahfidz, Ibu Hj. Muthmainnah,

Ibu Hj. Atiqoh,Ibu Arbiyah, dan Ibu Hj. Istiqomah, terima kasih atas

waktu dan motivasi yang luar biasa kepada penulis untuk lebih dekat

dengan Al-Qur`an.

9. Pesantren Takhassus IIQ Jakarta, rumah kedua penulis dalam

perantauan, yang telah menjadi tempat bernaung penulis selama 3 tahun

dan telah banyak memberikan pelajaran dan kenangan manis

didalamnya.

10. Terima kasih untuk keluarga tercinta, ayah Kasrin Lakara dan ibu

Nurhasanah Ali. Yang telah memberikan cahaya kehidupan, yang tak

pernah lupa melafadzkan nama penulis dalam setiap do‟a-do‟anya.

Terima kasih atas setiap tetesan peluh dan keringat yang tidak akan bisa

terbalaskan dengan hal apapun. Dari keduanya penulis belajar untuk

tetap sabar dan kuat dalam keadaan apapun. Semoga Allah memberikan

Page 10: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

viii

kesehatan, kebahagiaan, perlindungan dan keselamatan dunia akhirat

kepada kedua cahaya kehidupanku.

11. Kepada guru-guru yang telah membimbing sejak penulis sejak TK

sampai sekarang

12. Kepada 4 Sahabat tercinta, Muthmainnah S. Ali Lamu, Nur Amirah, Nur

Chalifah dan Nur Ayu Qomariya, terima kasih telah membersamai dalam

suka dan duka selama menjalani perkuliahan di IIQ Jakarta, yang

senantiasa saling memberikan dukungan, semangat dan saling

menguatkan dalam hal apapun, tanpa kalian apalah aku.

13. Kepada Arik Nur Maudina, Siti Nur Laili, dan Nurhasanah Nasution

yang telah memberikan dukungan dan do‟a untuk penulis

14. Teman-teman seperjuangan kelas 8B yang sudah membersamai selama

kurang lebih 4 tahun, dan teman-teman seperjuangan se-dosen

pembimbing skripsi, yang senantiasa saling memberikan dukungan dan

motivasi.

15. Teman-teman seangkatan 2015 Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta

16. Keluarga besar Keagamaan angkatan 2015 M.A Alkhairaat Pusat Palu,

yang telah memberikan do‟a dan dukungan

17. Keluarga besar Persaudaraan Mahasiswa Bugis Makassar (PMBM)

Institut PTIQ-IIQ Jakarta.

18. Pihak-pihak yang telah telah mendukung, membantu dan mendo‟akan

penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Page 11: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad

yang satu keabjad yang lain. Dalam penulisan skripsi di IIQ Jakarta,

transliterasi Arab-Latin mengacu pada berikut ini:

1. Konsonan

th : ط a : أ

zh : ظ b : ب

„ : ع t : ت

gh : غ ts : ث

f : ؼ j : ج

q : ؽ h : ح

k : ؾ kh : خ

l : ؿ d : د

m : ـ dz : ذ

n : ف r : ر

w : ك z : ز

h : ق s : س

‟ : ء zy : ش

y : م sh : ص

dh : ض

Page 12: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

x

2. Vokal

Vokal Tunggal Vokal Tunggal Vokal Rangkap

Fathah : a أ: â ي: ai

Kasrah : i ي:î و: au

Dhammah : u و:û

3. Kata Sandang

a. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) qamariyah

Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) qamariyah dengan

bunyinya. Contoh :

al-Baqarah : البػقرة

al-MadĬnah : المديػنة

b. Kata sandang yang diikuti oleh alif-lam (ال)syamsiyah

Kata sandang yang diikuti oleh alif-lam (ال) syamsiyah

ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan didepan dan

sesuai dengan bunyinya.

Contoh :

لرج ل ا :ar-Rajul السي دة :asy-Sayyidah

ارمي asy-Syams : الشمس ad-Dârimĭ : الد

c. Syaddah(Tasydid)

Syaddah(Tasydid) dengan system aksara Arab digunakan lambang

(_ ), sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf,

yaitu dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydid. Aturan

Page 13: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

xi

ini berlaku secara umum, baik tasydid yang berada di tengah kata, di

akhir kata, ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh

huruf-huruf syamsiyah.

Contoh :

Âmannâ billâhî : امنابلل

ء سفهاالامن : Âmannâ as-Sufahâ’u

Inna al-Ladzîna : إفالذين

Wa ar-rukka’i : كالركع

d. Ta Marbutha(ة)

Ta Marbutha(ة) apabilaberdirisendiri, waqaf ataudiikutioleh kata

sifat (na’at), makahuruftersebutdialihaksarakanmenjadihuruf “h”.

Contoh :

al-Af’idah : الفئدة

سلامية al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah : الامعة ال

Sedangkan Ta Marbutha (ة) yang diikuti atau disambungkan (di-

washal) dengan kata benda (isim), maka dialihaksarakan menjadi huruf

“t”.

Contoh :

Âmilatun Nâshibah„: عاملةنصبة

al-Âyat al-Kubrâ : الية الك بػرل

Page 14: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

xii

e. Huruf Kapital

Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan

tetapi apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan PUEBI

(Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia), seperti penulisan awal

kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain.

Ketentuan yang berlaku pada PUEBI berlaku pula dalam alih aksara

ini, seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan

lainnya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata sandang,

maka huruf yang ditulis capital adalah awal nama diri, bukan kata

sandangnya. Contoh : Ali Hasan al-Aridh, al-Asqallani, al-Farmawi dan

seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Al-Qur‟an dan nama-nama

surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh : Al-Qur‟an, Al-Baqarah,

Al-Fatihah dan seterusnya.

Page 15: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

xiii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ i

PERNYATAAN PENULIS .......................................................................... ii

PERSEMBAHAN ........................................................................................ iii

MOTTO ........................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR .................................................................................. v

DAFTAR ISI ................................................................................................ ix

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................. xi

ABSTRAK .................................................................................................. xiv

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................. 1

B. Permasalahan ..................................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 8

D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 8

E. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 8

F. Metode Penelitian ............................................................................. 11

G. Sistematika Penulisan ....................................................................... 13

BAB II. TINJAUAN UMUM KONSEPSI MAHAR

A. Pengertian Mahar ............................................................................. 15

B. Dasar Hukum Mahar ........................................................................ 17

C. Syarat-Syarat Mahar ......................................................................... 20

D. Macam-Macam Mahar dan Jumlahnya ............................................ 23

E. Ukuran Mahar .................................................................................. 31

F. Mahar Nabi dan para Sahabat .......................................................... 33

Page 16: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

xiv

BAB III. ADAT PERNIKAHAN SUKU BUGIS DALAM TAFSIR AL-

MISBAH

A. Suku Bugis-Makassar ....................................................................... 40

B. Adat Pernikahan suku Bugis-Makassar ............................................ 42

C. Uang Panai‟ ...................................................................................... 47

BAB IV. UANG PANAI’ DALAM ADAT PERNIKAHAN BUGIS-

MAKASSAR DAN PENAFSIRAN AYAT MAHAR DALAM TAFSIR

AL-MISBAH

A. Filosofi Uang Panai‟ ......................................................................... 60

B. Penafsiran Ayat Mahar ..................................................................... 74

C. Analisis Penulis ................................................................................ 86

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 88

B. Saran ........................................................................................... 90

LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA

Page 17: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

ABSTRAK

Nysa Riskiah Lakara (NIM: 15210687), Judul skripsi “Mahar dan uang panai’

menurut tafsir al-Misbah (Studi Kritis terhadap adat istiadat suku bugis)”

Program studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Dakwah,

tahun 2019.

Mengenai tradisi uang panai yang menjadi adat di Sulawesi Selatan,

dijelaskan bahwa didalam al-Qur’an, Tafsir al-Misbah maupun dalam agama

islam, tidak dijelaskan mengenai pemberian uang panai atau uang belanja,

yang ada adalah mahar. Walaupun pemberian uang panai tidak diatur secara

gamblang dalam hukum Islam, namun pemberian uang panai sudah

merupakan suatu tradisi yang harus dilakukan pada masyarakat tersebut dan

selama hal ini tidak bertentangan dengan akidah dan syari’at maka hal ini

diperbolehkan.

Mahar dan uang panai merupakan dua perbedaan yang tidak bisa

disatukan, jika mahar adalah pemberian wajib berupa uang atau barang dari

mempelai laki-laki pada mempelai perempuan ketika dilangsungkan akad

nikah maka uang panai adalah uang panai’ atau uang belanja untuk pengantin

mempelai wanita yang diberikan oleh pengantin pria merupakan tradisi adat suku

Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan. uang panai menjadi syarat bahwa semakin

tinggi derajat, pendidikan, pekerjaan hingga kecantikan yang dimiliki

seorang perempuan, maka semakin terhormatlah ia dan semakin mahal uang

panai yang harus diberikan. Terkadang hal itupun yang memberatkan calon

suami dan menjadi kendala terhadap suatu pernikahan yang mulia. Maka dari

itu, penulis tertarik untuk meniti Mahar dan Uang Panai menurut tafsir al-

Misbah (Studi Kritis terhadap pernikahan Suku Bugis).

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif (empiris)

dengan pendekatan fenomenologis dan kajian pustaka (library research) dan

menggunakan sumber data primer yaitu tafsir al-Mishbah. Sedangkan

pengumpulan datanya menggunakan wawancara atau interview.

Kata Kunci: Mahar, Uang Panai’, Tafsir al-Misbah

Page 18: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam datang pada masa Jahiliyah menentang kedzaliman dan

diskriminasi laki-laki terhadap kaum wanita. Inilah keistimewaan syariat

islam. Kedudukan kaum perempuan pada zaman jahiliyah sangat nista,

sebagai budak yang sangat hina. Mereka diperjual belikan seperti barang

dagangan yang murah. Tidak ditimbang dan sama sekali tidak dihormati.

Mereka berpindah-pindah dari satu tangan ke tangan yang lain seperti

barang. Dari satu ahli waris ke ahli waris lain. Karena pada masa itu, bila

seorang laki-laki meninggal, maka sanak kerabatnya mewarisi istrinya

sebagaimana mereka mawarisi harta bendanya. Maka, islam datang

menyelamatkan wanita dari kezaliman dan penindasan ini.1

Islam sangat menghormati kaum wanita, baik dia muslimah atau

kafir. Dan itulah yang menjadi salah satu keunggulan dan keistimewaan

islam. Ia yang pertama kali dan secara langsung menyuarakan bahwa

kaum wanita sejajar dengan kaum pria. Oleh karena itu, islam

mewajibkan pembayaran mahar bagi siapa saja pria yang akan menikahi

wanita dengan tujuan agar mereka tetap bisa bertahan sampai akhir

zaman.2

Sejarah telah mencatat, bahwa sesungguhnya maskawin yang

dijadikan sebagai perantara untuk mencapai tujuan yang mulia selalu

diberikan dengan jalan yang mudah. Contohnya seperti orang Arab

Badui yang membayar maskawin kepada istrinya dengan onta atau

sebagian harta mereka. Para petani memberikan maskawin kepada

1 Muhammad Ali As Shabuni, Penikahan Dini yang Islami (Jakarta: Pustaka Amani,

1996) Cet ke-1 h. 77 2Adil Abdul Mun‟im Abu Abbas, Ketika Menikah jadi Piihan, h. 102

Page 19: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

2

istrinya berupa kurma atau sebidang tanah. Pedagang memberikan

maskawin kepada istrinya berupa uang atau sebagian makanannya atau

pakaian-pakaiannya. Para buruh memberikan maskawin kepada istrinya

berupa upahnya. Dan orang alim atau orang yang sedang menuntut ilmu

memberikan maskawin kepada istrinya berupa ilmunya itu, bila mereka

tidak memiliki harta.3

Mahar atau yang biasa disebut dengan maskawin adalah salah satu

syarat yang harus dipenuhi dalam sebuah prosesi penikahan.Adapun

mahar itu ada berbagai macam jenisnya, mulai dari emas, uang tunai,

benda ataupun barang lainnya.4

Firman Allah Swt:

وآتوا النساء صدقاتن نلة فإن طب لكم عن شيء منو ن فسا فكلوه ىنيئا مريئا“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)

sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Maka makanlah

(ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik

akibatnya.” (QS. An-Nisa: 4)

Maskawin disyariatkan oleh Islam sebagai pengganti untuk

kehalalan seorang laki-laki kepada wanita dan juga sebagai perantara

untuk memenuhi syariat yang mengatur antara laki-laki dan wanita.5

Mahar wajib ditunaikan walaupun tidak memiliki harga yang tinggi.

Sebagaimana kisah seorang sahabat yang akan menikah tapi tidak

memiliki harta, akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap

3Musifin As‟ad dan Salim Basyarahil, Perkawinan dan Masalahnya, terj.Al-Ziwaaj Wa

Al-Mubuur oleh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Musnad, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

1993) cet Ke-2 h. 84 4M. Quraish Shihab, M. Quraish Shihab Menjawab 101 Soal Perempuan yang patut

anda ketahui, (Tangerang: Lentera Hati, 2015) cet. Ke-6, h. 103 5Abdul Aziz bin Abdurrahman dan Khali bin Ali, Pernikahan dan

Permasalahannya,terj.Najmul Shalib oleh Musifin As‟ad dan Salim Basyarahil(Jakarta:

Pustaka Kautsar, 1995) cet. Ke-2, h. 83

Page 20: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

3

memerintahkan sahabat tersebut untuk mencari mahar yang memiliki

nilai dan harga walaupun hanya cincin besi.

Pada prinsipnya mahar hendaknya merupakan sesuatu yang bersifat

material. Ini didasarkan pada sebuah hadis riwayat Bukhari dan Muslim,

suatu ketika seorang sahabat ingin menikah, kemudian Nabi bertanya

padanya: “Apakah engkau memiliki sesuatu untuk engkau jadikan

maharnya?” Dia menjawab: “Saya tidak memiliki kecuali kain saya ini.”

Nabi memerintahkan mencari mahar walau hanya sebuah cincin dari

besi.Dia mencari tapi tidak juga didapatnya. Lalu Nabi bertanya:

“Apakah engkau menghafal ayat-ayat Al-Qur’an?” orang itu

mengiyakan sambil menyebut surah yang dihafalnya. Nabi pun bersabda:

”Kalian kukawinkan berdasar apa yang engkau hafal dari ayat-ayat Al-

Qur’an” (yakni dengan mengajarkannya kepada istrinya).6 Hadis ini

menunjukkan bahwa mahar yang terbaik adalah sesuatu yang bersifat

material, bahkan dengan hafalan Al-Qur`an Rasul lebih mengutamakan

untuk memberikan mahar yang bersifat material.

Di Indonesia, mahar juga ada hubungannya dengan adat di setiap

daerah. Contohnya saja, uang Panai dari Suku Bugis, untuk melamar

perempuan idamannya dengan jumlah yang tak terkira. Semakin tinggi

derajat, pendidikan, pekerjaan hingga kecantikan yang dimiliki seorang

perempuan, maka semakin terhormatlah ia. Selain uang panai, ada juga

tradisi di daerah lain, yaitu uang Japuik atau Bajapuik. Bajapuik berasal

dari bahasa Padang „Japuik‟ yang artinya menjemput. Uniknya, uang

Japuik ini tidak diberikan dari laki-laki kepada perempuan, tapi

sebaliknya, perempuanlah yang memberikan kepada laki-laki yang

mereka cintai. Menurut adat, tradisi ini sudah diwariskan turun-temurun

6M. Quraish Shihab, M. Quraish Shihab Menjawab 101 Soal Perempuan yang patut

anda ketahui, (Tangerang: Lentera Hati, 2015) cet. Ke-6, h. 103

Page 21: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

4

dari nenek moyang mereka sejak dulu. Tujuannya bukan bermaksud

untuk membeli, tetapi menghargai pihak lelaki. Bajapuik inipun berlaku

hanya untuk orang Pariaman saja, di luar itu bahkan tidak ada yang

melaksanakan tradisi ini.7

Banyaknya maskawin itu tidak dibatasi oleh syariat islam,

melainkan menurut kemampuan suami beserta keridhaan si istri. Walau

demikian, suami hendaklah benar-benar sanggup membayarnya, karena

mahar itu apabila telah ditetapkan, maka jumlahnya menjadi utang atas

suami, dan wajib dibayar sebagaimana halnya utang kepada orang lain.

Kalau tidak dibayar, maka akan dimintai pertanggung jawabannya di hari

kemudian.8 Namun, mahar disini tidak dimaksudkan sebagai alat untuk

membeli perempuan dari orangtuanya, namun pemberian mahar ini

bertujuan untuk mensakralkan pernikahan dan menghormati dan

memuliakan kedudukan perempuan maupun orang tuanya9

Jumhur ulama secara alternatif menyepakati bahwa mahar wajib

diberikan kepada istrinya. Banyak ayat Al-Qur‟an dan rangkaian hadis

yang dengan jelas mengatakan hal ini. Tidak ada dispute atau perbedaan

pendapat dikalangan fukaha tentang kewajiban pembayaran mahar

kepada pengantin perempuan. Namun ada waktu penyerahannya,

terutama jenis dan jumlahnya, merupakan hasil negoisasi dan

kesepakatan suami dan istri dengan mempertimbangkan nobilitas

keluarga istri. Rasulullah Saw. dalam sebuah hadis Shahih al-Bukhari,

Bab Nikah, nomor 51, menjelaskan bahwa mahar dapat berwujud materi

7http://www.bombastis.com/5daerahdenganmaharselangit. Diakses 12 juli 2019

8 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap), ( Bandung: Penerbit Sinar Baru

Algensindo, 2014), cet. Ke-67, h. 393 9 M. Luqman Hakim, Skripsi: ”Konsep Mahar dalam al-Qur‟an dan Relevansinya

dengan Kompilasi Hukum Islam” (Malang: UINMMI, 2018), h. 1-2

Page 22: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

5

(uang, perhiasan, properti atau benda lainnya), jasa pengajaran al-Qur‟an

dan dapat juga berwujud perpaduan semuanya.10

Satu hal yang perlu diingat bahwa ada perbedaan antara “mahar”

dan “uang belanja” (biaya pesta). Sebaiknya justru mahar yang lebih

besar daripada biaya pesta.Mengapa demikian? Bukannya pesimis, tetapi

seandainya terjadi perceraian antara suami istri sebelum mereka

bercampur, maka istri harus memperoleh ganti rugi karena ia telah

dirugikan.11

Firman Allah Swt:

وىن وقد ف رضت م لن فريضة فنصف ما وإن طلقتموىن من ق بل أن تس ف رضتم إل أن ي عفون أو ي عفو الذي بيده عقدة النكاح

“Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur

dengan mereka, padahal kamu sudah menentukan maharnya, maka

bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali

jika istri-istrimu itu memaafkan ataudimaafkan oleh orang yang

memegang ikatan nikah”(QS. Al-Baqarah: 237)

Kalau maskawin itu sesuatu yang tidak bersifat material, maka apa

yang didapat oleh istri? Apa yang harus dibagi dua? Yang terbaik dari

mahar adalah sesuatu yang berharga secara material dan yang paling

tidak memberatkan calon suami, “tidak memberatkan” tidak harus berarti

“yang paling sedikit atau murah”. Di sisi lain, karena mahar adalah hak

istri, maka biarlah istri yang mengusulkan, lalu disepakati bersama,

mungkin saja pilihan orang lain tidak sesuai dengan keinginannya.12

10

Noryamin Aini, “Tradisi Mahar di ranah Lokalitas Umat Islam: Mahar dan Struktur

Sosial di Masyarakat Muslim Indonesia”, hal. 17 11

M. Quraish Shihab, M. Quraish Shihab Menjawab 101 Soal Perempuan yang patut

anda ketahui, hal 103-14 12

M. Quraish Shihab, M. Quraish Shihab Menjawab 101 Soal Perempuan yang patut

anda ketahui, hal 104

Page 23: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

6

Adapun alasan mengambil judul ini adalah karena di Indonesia

sendiri, mahar dan uang belanja yang mahal bisa menjadi salah satu

penyebab seorang laki-laki tidak berani meminang perempuan yang

dicintainya. Ini menjadi penghalang baginya, sebab sering terjadi adat

dan tradisi yang berbicara. Tentunya adat disetiap daerah menetapkan

jumlah mahar dan uang belanja untuk sebuah penikahan.13

Tentunya ini

sudah diatur dalam pasal 30 kompilasi hukum islam pada pasal 30

tentang mahar yang menyatakan bahwa “calon mempelai pria wajib

membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk

dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.14

Banyak ulama tafsir yang telah mengkaji konsep mahar ini dan

pendapat yang cukup menarik bagi penulis yaitu M. Quraisy Shihab

dengan Tafsirnya Al-Misbah. Sebagaimana Quraisy Shihab sendiri

merupakan orang bugis-makassar, dengan alasan ini pendapat beliau

sangat membantu dan menarik untuk dikaji. Dari sini penulis

memfokuskan penelitian dengan judul: Mahar dan Uang Panai’ menurut

Tafsir Al-Misbah (Studi Kritis terhadap adat pernikahan Suku Bugis)

B. Permasalahan

Permasalahan yang terkait dengan tema yang menjadi objek

penelitian adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang diatas, dapat penulis simpulkan bahwa ada

beberapa permasalahan yang teridentifikasi, diantaranya adalah, .

a. Tradisi uang panai‟ yang mahal menciptakan kesulitan dan

beban materi

13

@tausyiahku_, Tausyiah Cinta, (Jakarta: QultumMedia, 2016) cet,. Ke-1 , h. 160 14

M. Luqman Hakim, Skripsi: ”Konsep Mahar dalam al-Qur‟an dan Relevansinya

dengan Kompilasi Hukum Islam” hal. 3-4

Page 24: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

7

b. Bagaimana cara penentuan mahar dan uang panai‟ pada adat

pernikahan masyarakat Suku Bugis

c. Sebab uang panai‟ yang mahal banyak yang kawin lari, hamil

diluar nikah dan lain-lain

d. Bagaimana pandangan para Mufasir mengenai Mahar dan uang

panai‟

2. Fokus penelitian dan Deskripsi fokus

Adapun penelitian ini diberi judul, Mahar dan Uang Panai‟

menurut tafsir Al-Misbah (Studi kritis terhadap adat pernikahan

masyarakat Suku Bugis). Oleh karena itu, penelitian ini fokus

terhadap bagaimana tradisi Mahar dan Uang Panai‟ dalam

pernikahan Suku Bugis serta penulis ingin mencantumkan

bagaimana penafsiran dan pendapat Quraisy Shihab tentang Mahar

dan Uang Panai‟.

3. Perumusan Masalah

Sebagaimana uraian diatas, penulis akan menyusun suatu

rumusan pokok masalah agar pembahasan dalam skripsi ini menjadi

lebih jelas dan terarah. Pokok permasalahannya adalah sebagai

berikut:

a. Bagaimana cara penentuan Mahar dan Uang Panai‟ pada adat

pernikahan masyarakat Suku Bugis

b. Bagaimana pandangan Quraisy Shihab mengenai Mahar dan

Uang Panai‟

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan memahami Bagaimana cara penentuan Mahar

dan Uang Panai‟ pada adat pernikahan masyarakat Suku Bugis

2. Untuk Memahami bagaimana pandangan para Mufasir mengenai

Mahar dan Uang Panai‟

Page 25: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

8

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara umum diharapkan sebagai sumbangan

intelektual bagi peminat dan pemerhati ayat-ayat Al-Qur`an

terutama tentang Mahar, pandangan Mufasir tehadap ayat tentang

Mahar dan secara khusus diharapkan dengan tulisan ini dapat

menambah pengetahuan mengenai Mahar dan Uang Panai‟ dalam

adat pernikahan masyarakat Suku Bugis dan mampu menambah dan

memperkaya khazanah keilmuan tentang penafsiran Al-Qur‟an.

2. Manfaat Praktis

Tulisan ini juga diharap mampu memberikan kontribusi yang

positif bagi manusia dalam kehidupan nyata yaitu agar umat islam

dapat memahami serta menerapkan Mahar dan Uang Panai‟ dalam

pandangan Islam itu sendiri.

E. Tinjauan Pustaka

Menurut penulis, penelitian ini bukanlah sesuatu baru dalam dunia

akademik, mengingat banyak bermunculan masalah-masalah baru

dipenjuru dunia yang berkaitan dengan cara menanggapi suatu berita

sangatlah beragam. Namun dari penelusuran diatas, penulis belum

menemukan sebuah karya yang membahas secara khusus komparasi dari

pemikiran mufasir dalam tafsir tentang ayat mahar.

Sesuai dengan judul proposal ini, ada beberapa literatur dan hasil

penelitian yang dialakukan oleh orang lain sebagai bahan rujukan atau

kerangka berpikir dalam penyusunan penelitian ini, diantaranya adalah

sebagai berikut:

1. Skripsi yang diteliti oleh M. Luqman Hakim, mahasiswa jurusan Al-

Akhwal Al-Syakhsiyyah di Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Page 26: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

9

Ibrahim Malang, yang berjudul “Konsep Mahar dalam al-Qur‟an dan

Relevansinya dengan Kompilasi Hukum Islam” tahun 2018.

Dalam pembahasan bab kedua, skripsi ini juga membahas

tentang Mahar dalam Islam meliputi definisi, dasar hukum, bentuk

dan syarat, nilai jumlah mahar, macam-macam, cara pelaksanaan

dan pemegang mahar.

Skripsi ini sangat berkontribusi dengan skripsi yang penulis

teliti, hanya perbedaannya yaitu skripsi ini terfokus pada Hukum

Islam dengan penjabaran pendapat para Madzhab Fiqih dan para

mufasir yaitu Musthafa Maraghi, Rasyid Ridha, dan Mutawalli

Sya‟rawi.

2. Skripsi yan diteliti oleh Muhammad Fikri Nur Fathoni, mahasiswa

jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah di Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Metro, yang berjudul “Faktor-faktor Penyebab Calon

Pengantin Memilih Mahar dengan Bentuk Uang Hias (Studi Kasus

di Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung)” tahun 2018.

Persamaan skripsi ini dengan penelitian penulis terletak pada

kajian teori.di bab dua, skripsi ini juga menjelaskan teori tentang

mahar yang meliputi pengertian mahar, dasar hukum, sejarah,

macam-macam mahar, barang yang dapat dijadikan mahar, manfaat

dan kegunaan mahar, penggunaan mahar uang hias dalam

pandangan hukum islam. Namun, skripsi ini menitik fokuskan pada

alasan dan faktor-faktor penyebab memilih mahar dalam bentuk

uang hias di kecamatan Sekampung,

Skripsi ini sangat berkontribusi bagi penulis, dengan adanya

skripsi ini penulis mengetahui bahwa di kecamatan Sekampung

memiliki adat yang sangat unik yaitu mahar diberikan dalam bentuk

Page 27: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

10

uang hiasan yang sekarang sudah menjadi tren dikalangan

masyarakat di Indonesia.

3. Skripsi yang diteliti oleh Reski Kamal, mahasiswi jurusan PMI

Konsentrasi Kesejahteraan Sosial di Universitas Negeri Islam

Alauddin Makassar yang berjudul “Persepsi Masyarakat Terhadap

Uang Panai’ di Kelurahan Pattalassang Kabupaten Takalar” tahun

2016.

4. Tesis yang diteliti oleh Akhmad Maimun, mahasiswa jurusan Al-

Ahwal Al-Syakhshiyyah di Universitas Negeri Maulana Malik

Ibrahim, yang berjudul “Makna Kesederhanaan Mahar dalam QS.

An-Nisa ayat 4 dan 20 (Studi Analisis Hermeneutika Otoriatif

Terhadap istilah Mahar Shadaq, Nihlah dan Qinthar)” tahun 2019.

Tesis ini menjelaskan dan mengkaji kesederhanaan mahar

dalam Al-Qur‟an dalam studi analisis terhadap Mahar Shaduq,

Nihlah, dan Qinthar dengan menggunakan metode Hermeneutika

Otoritatif sebagai metode penafsirannya.

Persamaan tesis ini dengan penelitian penulis yaitu menganalisa

QS.An-Nisa ayat 4 dan 20 namun penulis menggunakan metode

komparatif tafsir sedangkan tesis ini menggunakan metode

hermeneutika otoritatif.

5. Tesis yang disusun oleh Aris Nur Qadar Ar Razak jurusan Hukum

Keluarga di Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga, yang berjudul

“Praktek Mahar dalam Perkawinan Adat Muna (Studi di Kabupaten

Muna, Sulawesi Tenggara) tahun 2015.

Dalam tesis ini menjelaskan adat atau tradisi Muna dalam

pemberian mahar, serta mengungkap respon masyarakat terhadap

tradisi mahar tersebut.

Page 28: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

11

Tesis ini sangat berkontribusi bagi penulis, dengan adanya tesis

ini penulis dapat mengetahui bagaimana penerapan dan praktek

mahar dalam pernikahan adat Muna. Adapun perbedaan tesis ini

dengan skripsi penulis yaitu skripsi penulis lebih membahas mahar

dengan studi komparatif tafsir nusantara.

6. Jurnal oleh Noryamin Ainitentang “Tradisi Mahar di ranah Lokalitas

Umat Islam (Mahar dan Struktur sosial di Masyarakat Muslim di

Indonesia” tahun 2014.

Dalam jurnal ini, menjelaskan secara detail bagaimana praktek

hukum mahar dari waktu ke waktu dengan fenomena yang terjadi

disejumlah daerah di Indonesia.

Sejauh ini, penulis belum menemukan karya skripsi yang

berkaitan dengan judul yang akan penulis angkat, sehingga penulis

tertarik untuk membahas tema MAHAR DAN UANG PANAI’

MENURUT TAFSIR AL-MISBAH (STUDI KRITIS TERHADAP ADAT

PERNIKAHAN MASYARAKAT SUKU BUGIS)

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Metodologi merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dari

sebuah penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan

penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang

berusaha mendapatkan dan mengelolah data-data kepustakaan untuk

mendapatkan jawaban dan pengetahuan dari masalah pokok yang

diajukan.

Page 29: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

12

2. Sumber Data

Tehnik penulisan yang digunakan adalah Library Research,

maka dibutuhkan pengumpulan data secara literature, yaitu

penggalian bahan pustaka yang sesuai dan berhubungan dengan

objek pembahasan. Adapun sumber data yang digunakan ada dua

yaitu:

a. Sumber data Primer, yaitu bersumber dari kitab pokok kajian

dari penelitian ini, yakin kitab Tafsir Al-Misbah karya M.

Quraish Shihab.

b. Sumber Sekunder, yaitu sumber pendukung yang dapat

dijadikan rujukan dalam penelitian, yaitu buku yang membahas

tentang sesuatu yang berkaitan dengan mahar, seperti, Tafsir al-

Qurthubi karya Imam al-Qurthubi, Tafsir ath-Thobari karya Ibn

Jarir Ath-Thobari, Tafsir Al-Munir karya Syaikh Wahbah

Zuhaili, Tafsir Nurul Qur`an karya Syaikh Kamal Faqih Al-

Imani, Fiqih Islam karya H. Sulaiman Rajid, Fikih empat

Mazhab Fiqih Munakahat karya M. Zaenal Arifin dan Muh.

Anshori, dan karya-karya ulama dari abad klasik hingga

kontemporer, meskipun pada dasarnya tidak membahas tentang

tema ini akan tetapi mempunyai andil dan kontribusi dalam

melancarkan penelitian ini.

3. Tehnik Pengumpulan data

Tehnik pengumpulan data adalah cara yang dipakai untuk

mengumpulkan informasi atau fakta-fakta. Sesuai dengan metode

yang digunakan, yaitu dengan Library Research, maka tehnik

pengumpulan data yang dipakai adalah tehnik dokumentatif yakni

dengan mengumpulkan data dari hasil membaca (baik berupa buku

Page 30: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

13

majalah dan lain-lain) menelaah buku dan literatur yang terkait

dengan judul tersebut.

4. Metode Analisis Data

Metode15

yang dipakai untuk menganalisis data dalam

penelitian ini adalah metode anaisis komparatif (analytical-

comparative method), yaitu mencoba mendeskripsikan gambaran

umum mengenai Mahar dalam kitab tafsir, kemudian dianalisis

secara kritis, serta mencari persamaan dan perbedaan, kelebihan dan

kekurangan dari kedua tafsir yang dikomparasikan tersebut.

Metode ini bukan hanya membandingkan saja, tetapi

menjelaskan persamaan, perbedaan, dan titik temu antar kedua tafsir

yang dikomparasikan baik dari segi metodologi maupun

pemikirannya.

G. Tekhnik dan Sistematika Penulisan

Secara tehnik, proposal ini mengacu pada buku pedoman penulisan

skripsi, tesis dan disertasi yang diterbitkan oleh IIQ Press, Institut Ilmu

Al-Qur`an Jakarta, tahun 2017. Sistematika pembahasan disusun guna

memudahkan dan memberikan kerangka sederhana keseluruhan isi dari

penelitian ini, sehingga alurnya jelas, tidak melebar dan sistematis.

Adapun susunan sistematika pembahasan adalah sebagai berikut.

Bab satu, merupakan uraian tentang latar belakang yakni sebagai

pengantar munculnya masalah penelitian yang dideduksi dari suatu

pemikiran, identifikasi, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan

kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian yang meliputi

metode pengumpulan data, sumber data, metode analisis data,

sistematika penulisan dan outline.

15

Metode adalah suatu cara yang ditempuh untuk mengerjakan sesuatu, agar sampai

pada satu tujuan. Lihat kamus Qxford Advanced Leaners Dictionary of Current English, h.

553

Page 31: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

14

Bab dua, membahas mengenai definisi mahar, dasar hukum mahar,

syarat-syarat mahar, macam-macam mahar dan jumlahnya, ukuran

mahar, dan tujuan dan hikmah mahar,

Bab tiga, berisi tentang pengenalan adat pernikahan suku bugis yang

meliputi garis besar Suku Bugis, Adat pernikahan Suku Bugis, dan

pengertian Uang Panai‟

Bab empat, berisi tentang Uang Panai‟ dalam adat pernikahan Suku

Bugis dan Penafsiran Ayat Mahar dalam Tafsir Al-Misbah yang meliputi

Filosofi Uang Panai‟ dalam adat pernikahan, penafsiran ayat mahar, dan

analisis penulis.

Bab lima, merupakan akhir dalam pembahasan ini, yaitu berupa

kesimpulan dari keseluruhan pembahasan dan peneliti yang telah

dilakukan pada bab-bab sebelumnya dan saran-saran yang dibutuhkan.

Page 32: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

15

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MAHAR

A. Pengertian Mahar

Secara bahasa mahar ( المهر ) merupakan mufrad (tunggal) dari

jamaknya yakni muuhurun ( مهور ) atau disebut juga ash-shidaaqu

داق) .yang berarti maskawin ( الص1 Menurut istilah, mahar berarti harta

atau kekayaan yang harus diberikan oleh seorang pria kepada wanita

yang akan dinikahinya melalui akad nikah yang resmi.2

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Mahar adalah pemberian

berupa mas, uang, dan sebagainya dari mempelai laki-laki kepada

mempelai wanita pada waktu nikah.3 Pengertian yang sama dijumpai

dalam Ensiklopedia Hukum Islam, mahar adalah pemberian wajib

berupa uang atau barang dari mempelai laki-laki pada mempelai

perempuan ketika dilangsungkan akad nikah. Mahar merupakan salah

satu unsur penting dalam proses pernikahan.4

Menurut Kompilasi Hukum Islam, Mahar adalah pemberian dari

calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk

barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum islam.5

1Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir:Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya:

Pustaka Progresip, 1997), h. 1363 2Adil Abdul Mun‟im Abu Abbas, Ketika Menikah jadi Piihan,terj. Az-Zawaj wa al-

`Aalaqaat al-Jinsiyyah fi al-IslamolehGazi Said (Jakarta: Almahira, 2008) Cet ke-2. h, 103 3Departemen Pendidikan Nasional , Kamus Bahasa Indonesia(Jakarta: Kamus Bahasa

Pusat, 2008) , h. 895 4M. Zaenab Arifin, Muh Anshori, Fiqih Munakahat, h. 38

5 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, pasal 1 huruf d tentang Ketentuan Hukum

Perkawinan

Page 33: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

16

Imam Syafi‟i mengatakan bahwa mahar adalah sesuatu yang wajib

diberikan oleh seorang laki-laki kepada perempuan untuk dapat

menguasai seluruh anggota badannya.6

Buya Hamka, dalam Tafsirnya Al-Azhar menjelaskan bahwa

Mahar adalah harta yang diberikan kepada calon istri ketika akan

menikah. Mahar laksana cap atau stempel bahwa nikah itu telah

dimateraikan.7

Menurut al-Allamah Kamal Faqh Imani, dalam tafsirnya Nurul

Qur`an, mahar adalah pemberian laki-laki kepada perempuan, tetapi

bukan harga dari wanita itu, akan tetapi mahar merupakan dukungan

finansial kepada perempuan ketika mungkin terjadi perpisahan dan

sebagai kompensasi penderitaan yang dia alami.8

Ulama berpendapat bahwa mahar berarti harga yang harus dibayar

atas kenikmatan yang diperoleh dari tubuh seorang wanita. Tetapi

Imam Muhammad Abduh menolak pendapat mereka dengan alasan

bahwa pendapat tersebut tidak didasarkan atas pemahaman yang benar

terhadap ajaran islam. Muhammad Abduh berkata, “Sesungguhnya

hubungan antara pria dan wanita lebih tinggi dan terhormat dibanding

hubungan antara seorang pria dengan kudanya atau pria dengan

budaknya.9

Islam mewajibkan seorang laki-laki membayar mahar kepada

istrinya sesuai kemampuannya atau sesuai tradisi yang berlaku. Mahar

adalah salah satu rukun nikah, apabila ia tidak disebut mahar untuk

istri, maka akad nikah tetap sah dan suami wajib membayar mahar

6Lihat Abdurrahman Al-Jaziry, Al-Fiqh „ala Madzahib al-Arba‟ah, juz 4, h. 94

7Abdul Malik Abdul Karim Amrullah,,Al-Azhar Juz I-II (Jakarta: Pustaka Panjimas,

1983) h. 332 8Kamal Faqih Imani dkk,Nurul Qur`an terj. Nurul Qur`an oleh Anna Farida (Jakarta:

Al-Huda, 2003) Cet. ke-1 h. 459 9Adil Abdul Mun‟im Abu Abbas, Ketika Menikah jadi Piihan, h. 103

Page 34: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

17

mitsil untuk istrinya. Menurut ajaran islam, mahar yang belum dibayar

adalah hutang yang pembayarannya harus diprioritaskan dengan hutang

lainnya.10

Berdasarkan keterangan diatas, dapat ditetapkan definisi mahar

ialah: pemberian yang wajib diberikan dan dinyatakan oleh calon suami

kepada calon istrinya di dalam shighat aqad nikah yang merupakan

tanda hidup sebagai suami istri .11

B. Dasar Hukum Mahar

Mahar ini memiliki makna yang cukup dalam, hikmah di

disyariatkannya mahar ini menjadi pertanda tersendiri bahwa seorang

wanita memang harus dihormati dan dimuliakan. Oleh karena itu,

pemberian mahar juga harus dengan ikhlas dan tulus serta benar-benar

diniatkan untuk memuliakan seorang wanita12

Menurut Ibnu Rusyd, bahwa membayar Mahar menurut

kesepakatan para Ulama, hukumnya adalah wajib dan merupakan salah

satu syarat sahnya pernikahan.Hal ini berdasarkan kepada firman Allah

swt dalam QS. An-Nisa‟ (4): 4

ن فساوآتوا منو شيء عن لكم طب فإن نلة صدقاتن النساء

فكلوهىنيئامريئا

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)

sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka

menyerahkan kepada kamu maskawin itu dengan senang hati,

10

Fuad Shalih, Untukmu yang akan menikah dan yang telah menikah (Jakarta: Pustaka

Al-Kautsar 2006) Cet. ke- 1 h. 112 11

Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, ( Jakarta: Bulan

Bintang, 1974) Cet ke-1 h. 78 12

Abdullah Istiqomah, “Mahar Pernikahan yang baik dalam Islam seperti sabda

Rasulullah saw” Artikel, 25 Januari 2017.

Page 35: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

18

maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang

sedap lagi baik akibatnya”13

Ayat diatas menjelaskan bahwa lelaki saat hendak meminang

seorang wanita wajib memberikan maskawin (mahar) dengan

kesepakatan kedua pihak sesuai tuntunan islam. Pemberian ini wajib

atas laki-laki, tetapi tidak menjadi rukun nikah, dan apabila tidak

disebutkan waktu akad, pernikahan itu pun sah.14

Islam sendiri tidak

mempersulit jalannya pernikahan maka dari itu, hikmah diadakan nya

mahar yaitu untuk menghargai dan menjunjung tinggi harkat dan

martabat seorang wanita.

Dalam Hadis disebutkan:

بن سهل عن حازم، أب عن سفيان، عن وكيع، ث نا حد يي، ث نا حد

عليووسلمقاللرجل:سعد،أن صلىالله من»النب ت زوجولوبات

15«حديد

Kami telah mendengar dari Yahya, dari Waqi‟ dari Sufyan, dari

Ayahnya Hatim, dari Sahl bin Sa‟id bahwa Rasulullah SAW

bersabda: Kawinlah engkau walaupun dengan maskawin cincin

dari besi.” (HR. Bukhari)

Dalam ayat lain juga disebutkan dalam QS. An-Nisa ayat 24:

13

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Jakarta; Pustaka Azzam, 2007) , Cet ke-2 h. 33 14

Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2017), Cet. ke-80,

h. 393 15

Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhori, Shahih Bukhori (Beirut: Dar el

Fikri, 2006), jilid 7 halm: 20hadis nomor 5150

Page 36: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

19

عليكم الل كتاب أيانكم ملكت ما إل النساء من والمحصنات

أن ذلكم وراء ما لكم مسافحينوأحل ر غي مصنين بموالكم ت غوا ت ب

فريضةولجناحعليكمفيما أجورىن فآتوىن هن فمااستمت عتمبومن

كانعليماحكيما الل تمبومنب عدالفريضةإن ت راضي

“Dan (diharamkan) juga kamu mengawini) wanita yang bersuami,

kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan

hukum itu)sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi

kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan

hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina, maka istri-istri yang

telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada

mereka maharnya (dengan sempurna),sebagai suatu kewajiban;

dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu

telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”16

Ulama berpendapat bahwa mahar berarti harga yang harus dibayar

atas kenikmatan yang diperoleh dari tubuh seorang wanita. Tetapi

Imam Muhammad Abduh menolak pendapat mereka dengan alasan

bahwa pendapat tersebut tidak didasarkan atas pemahaman yang benar

terhadap ajaran islam. Muhammad Abduh berkata, “Sesungguhnya

hubungan antara pria dan wanita lebih tinggi dan terhormat disbanding

hubungan antara seorang pria dengan kudanya atau pria dengan

budaknya.17

Menurut al-Qur`an, as-Sunnah, dan Ijma‟ ulama, mahar merupakan

suatu hal yang wajib seperti dalam QS.An-Nisa ayat 4. Dalam sebuah

16

Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2016), Cet. ke-12,

h. 48 17

Adil Abdul Mun‟im Abu Abbas, Ketika Menikah jadi Piihan,terj. Az-Zawaj wa al-

`Aalaqaat al-Jinsiyyah fi al-Islamoleh Gazi Said h. 103

Page 37: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

20

hadits disebutkan bahwa Rasulullah saw tidak pernah membiarkan

suatu pernikahan tanpa adanya mahar. Seandainya mahar tidak wajib,

pasti suatu saat nabi saw akan membiarkan pernikahan tanpa mahar

untuk menunjukkan ketidakwajibannya tersebut.18

C. Syarat-syarat Mahar

Sebelum memberikan mahar, terlebih dahulu kita harus

memperhatikan apa saja syarat-syarat mahar agar bisa ditunaikan,

seperti dalam hadits tersebut:

ث ناوكيع،ح ث ناابنني،حد ث ناىشيم،حوحد ث ناييبنأيوب،حد حدخالد أبو ث نا حد بة، شي أب بن بكر أبو ث نا دوحد مم ث نا وحد ح الحر،

ث ناييوىوالقطان،عنعبدالميدبنجعفر،عنيزيد ،حد بنالمث ن،عنعقبةبنعامر،قال:قال بنأبحبيب،عنمرثدبنعبداللهالي زن

رس وسلم: عليو الله صلى الله ما»ول بو، يوف أن رط الش أحق إنالفروج بو «استحللتم أن ر غي ، المث ن وابن بكر، أب حديث لفظ ىذا ،

قال: روط»ابنالمث ن «الش“Yahya bin Ayub menyampaikan kepada kami dari Husyaim, dalam

sanad lain, Ibnu Numair menyampaikan kepadaku dari Waki‟ dalam

sanad lain, Abu Bakar bin Abu Syaibah menyampaikan kepada kami

dari Abu Khalid al-Ahmar, dalam sanad lain, Muhammad bin al-

Mutsanna menyampaikan kepada kami dari Yahya al-Qathan, dari

Abdul Hamid bin Ja‟far, dari Yazid bin Abu Habib, dari Martsad bin

Abdullah al-Yazani bahwa Uqbah bin Amir mengatakan, “Rasulullah

saw. bersabda, „Sesungguhnya syarat yang lebih berhak dipenuhi

adalah apa yang kalian gunakan untuk menghalalkan kemaluan

(pernikahan).”

18

Adil Abdul Mun‟im Abu Abbas, Ketika Menikah jadi Piihan,terj. Az-Zawaj wa al-

`Aalaqaat al-Jinsiyyah fi al-Islamoleh Gazi Said h. 103-104

Page 38: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

21

Ini adalah lafaz hadits Abu Bakar dan Ibnu al-Mutsanna. Namun, Ibnu

al-Mutsanna mengatakan dalam riwayatnya, “Syarat-syarat”.19

Mahar yang diberikan kepada calon istri harus memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut:

1. Harta atau bendanya berharga. Tidak sah suatu mahar apabila

dengan harta atau benda yang tidak berharga, walaupun tidak ada

ketentuannya (banyak atau sedikit). Tetapi apabila mahar sdikit

namun bernilai maka tetap sah nikahnya.

2. Barangnya suci dan bisa diambil manfaatnya. Contohnya seperti

khamr, babi, darah dan bangkai, karena itu tidak mempunya nilai

menurut pandangan syariat Islam. Itu adalah haram dan tidak

berharga.

3. Mahar bukan barang ghosob. Ghosob artinya meengambil barang

milik orang lain tanpa seizinnya, namun tidak bermaksud untuk

memilikinya karena akan dikembalkan kelak. Memberikan mahar

dengan barang hasil ghosob tidak sah. Harus diganti dengan mahar

mitsil, tetapi akad nikahnya tetap tidak sah.

4. Mahar itu tidak boleh beupa sesuatu yang tidak diketahui bentuk,

jenis, dan sifatnya.20

Boleh memberikan mahar itu tidak harus dengan emas dan

perak. Boleh selain itu, yang penting tidak barang atau sesuatu

yang haram atau najis.

Pendapat para Imam Madzhab terkait masalah-masalah yang

berhubungan dengan mahar; ada beberapa pandangan hukum:

19

Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Ensiklopedia Hadits, Shahih

Muslim (Jakarta: Almahira, 2012) cet. 1 jilid 1 halm: 1035 20

Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat (Jakarta; Prenada Media, 2003) h, 87-88

Page 39: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

22

1. Pendapat Madzhab Maliki:

Apabila seseorang memakai mahar sesuatu yang haram atau najis,

seperti khomer atau babi atau yang lain, maka akadnya fasid atau

rusak.

2. Pendapat Madzhab Maliki:

“Apabila mahar itu berasal dari barang yang dighosob yang belum

dimiliki, kalau si suami tau akan hal itu. Maka akadnya fasid atau

rusak. Rusak sebelum dukhul. Kalau si istri itu tidak tau bahwa

mahar tersebut dari hasil ghosob, hanya suaminya saja yang tau

akan hal tersebut, maka nikahnya sah.

3. Pendapat Madzhab Syafi‟i :

“Sah hukumnya, mahar itu diberikan dari sesuatu yang bernilai

manfaat”. Seperti: seseorang yang membeli suatu rumah dengan

mengambil manfaat dari tanahnya untuk tanaman dalam satu masa

yang ditentukan, maka sah dengan menjadikan atau mengambil

azas manfaat dijadikan mahar atau maskawin. Setiap sesuatu yang

mempunyai nilai harga atau manfaat maka sah atau boleh dijadikan

mahar.

4. Pendapat Madzhab Hanbali:

“Sah hukumnya, mahar yang diambilkan atau diberikan dari

sesuatu yang bernilai beberapa manfaat”. Seperti seseorang yang

menanam suatu tanaman disuatu tanah yang dimilikinya, dengan

syarat ada manfaat yang jelas didapat dan diketahuinya.

Page 40: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

23

D. Macam-Macam Mahar dan Jumlahnya

Mahar dapat dilihat dari dua sisi, kualifikasi dan klasifikasi

mahar. Dari sisi kualifikasi, mahar dapat dibagi dua, yaitu;

1. Mahar yang berasal dari benda-benda yang konkret seperti dinar,

dirham, atau emas.

2. Mahar dalam bentuk atau jasa seperti mengajarkan membaca Al-

Qur`an, bernyanyi, dan sebagainya.21

Mahar itu bisa tidak sah, kemungkinan karena barangnya itu

sendiri dan kemunginan karena sifat yang ada padanya seperti tidak

diketahui atau tidak bisa diterima.Yang tidak sah karena barangnya

itu sendiri seeperti Khamr, babi dan sesuatu yang tidak boleh

dimiliki.Dan yang tidak sah karena tidak bisa diterima dan tidak

diketahui, pada dasarnya diqiyaskan dengan jual beli.22

Dilihat dari segi klasifikasi, mahar dibagi menjadi dua macam;

1. Mahar Musamma

a. Mahar Musamma

Yang dimaksud dengan mahar musamma ialah mahar

yang telah ditetapkan jumlahnya dalam shighat akad.23

Maksudnya besar tidaknya suatu mahar tergantung pada

kesepakatan kedua belah pihak dan dibayarkan secara tunai

atau ditangguhkan atas persetujuan calon istri24

mahar

musamma terbagi menjadi dua, yaitu:

1) Mahar Mu‟ajjal yaitu mahar yang segera diberikan

kepada istrinya

21

Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, h. 49 22

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid,h. 51 23

Muhammad Luqman Hakim, “Konsep Mahar dalam Al-Quran dan Relevansinya

dengan Kompilasi Hukum, h. 28 24

Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, h. 49

Page 41: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

24

2) Mahar Mu-ajjal yaitu mahar yang ditangguhkan

pemberiannya kepada istri25

Wajib membayar “Mahar Musamma” apabila:

1) Telah terjadi Dukhul antara suami istri, firman Allah

swt:

قنطاراوإن تمإحداىن وآت ي زوج مكان زوج أردتاستبدال

ئاأتخذونوب هتانوإثامبينا فلتخذوامنوشي “ Dan jika kamu ingin menggantikan istrimu dengan

istri yang lain sedang kamu telah memberikan

kepada seseorang diantara mereka dengan harta

yang banyak, maka janganlah kamu mengambil

kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah

kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan

tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa

yang nyata?”.(QS. An-Nisaa‟: 20)26

2) Apabila salah seorang dari suami atau istri meninggal

dunia, hal ini disepakati para ulama:

a) Menurut Imam Abu Hanifah, apabila telah terjadi

khalwat, maka wajib suami membayar mahar.

b) Imam Syafi‟i berpendapat, terjadinya khalwat tidak

menyebabkan wajib membayar mahar.

Mahar musamma juga wajib dibayar seluruhnya apabila

suami telah bercampur dengan istri, dan ternyata nikahnya

rusak dengan sebab-sebab tertentu, akan tetapi, kalau istri

dicerai sebelum bercampur, hanya wajib setengahnya,

berdasarkan firman Allah SWT:27

25

26

Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 85 27

M. Zaenab Arifin, Muh Anshori, Fiqih Munakahat, h. 93

Page 42: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

25

و لن ف رضتم وقد وىن تس أن ق بل من طلقتموىن إن

أني عفونأوي عفوا لذيفريضةفنصفماف رضتمإل

قوىولت نسوا ربللت بيدهعقدةالنكاحوأنت عفواأق

بات عملونبصي الل نكمإن الفضلب ي “Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum

bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya

kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah

seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan, kecuali

jika mereka (membebaskan) atau dibebaskan oleh

orang yang aka dada ditangannya, pembebasan itu

lebih dekat dengan takwa.Dan janganlah kamu lupa

kebaikan diantara kamu.Sungguh Allah maha melihat

apa ang kamu kerjakan.”

2. Mahar Mitsil28

a. Mahar Mitsil

Yang dimaksud dengan mahar mitsil adalah mahar yang

jumlahnya tidak disebutkan secara eksplisit pada waktu akad.

Biasanya jenis mahar ini mengikut kepada mahar yang yang

pernah diberikan kepada keluarga istri seperti adik atau

kakaknya yang telah terlebih dahulu menikah.29

Bila terjadi demikian (mahar itu tidak disebut besar

kadarnya pada saat sebelum atau ketika terjadi pernikahan),

maka mahar itu mengikuti maharnya saudara pengantin

28

Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 84 29

Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, h. 49

Page 43: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

26

wanita. Apabila tidak ada, maka mitsil itu beralih dengan

ukuran wanita lain yang sederajat dengannya.30

Mahar mitsiljuga terjadi dalam keadaan sebagai berikut:

1) Apabila tidak disebutkan kadar mahar dan besarnya ketika

berlangsung akad nikah, kemudian suami telah bercampur

dengan istri, atau meninggal sebelum bercampur.

2) Jika mahar musamma belum dibayar sedangkan suami

telah bercampur dengan istri, dan ternyata nikahnya tidak

sah.

Nikah yang tidak disebutkan dan tidak ditetepkan

maharnya disebt nikah tafwidh. Hal ini menurut jumhur ulama

dibolehkan, seperti firman Allah SWT:31

أو وىن تس ل ما النساء طلقتم إن عليكم جناح ل

فريضةومتع علىالموسعقدرهوعلىت فرضوالن وىن

قدرهمتاعابلمعروفحقاعلىالمحسنين المقت

“Tidak ada sesuatu pun (mahar) atas kamu, jika

kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu

bercampur dengan mereka dan sebelum mereka

menentukan maharnya, dan hendaklah kamu

memberikan mut‟ah32

, bagi yang mampu menurut

kemampuannya dan bagi yang tidak mampu

menurut kesanggupannya, yaitu pemberian dengan

cara yang patut, yang merupakan kewajiban bagi

orang-orang yang berbuat kebaikan”

30

M. Zaenab Arifin, Muh Anshori, Fiqih Munakahat, h. 94 31

M. Zaenab Arifin, Muh Anshori, Fiqih Munakahat, h. 94 32

Ialah sesuatu yang diberikan oleh suami kepada istri yang diceraikannya sebagai

penghibur, selain nafkah sesuai dengan kemampuannya.

Page 44: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

27

Ayat ini menunjukkan bahwa seorang suami boleh

mnceraikan istrinya sebelum digauli dan belum juga

ditetapkan jumlah mahar tertentu kepada istrinya itu. Dalam

hal ini, istri berhak menerima mahar mitsil.33

Mahalnya maskawin menjadi sauatu beban dalam bidang materi,

yang akan membuat seseorang enggan untuk melangsungkan

perkawinan, pikirannya menjadi kacau dan tidak mustahil ia akan

membatalkan pernikahan karena tidak sanggup membayar maskawin

yang terlampau mahal. Adapun sebab-sebab Mahalnya maskawin

yaitu:

1. Kehendak calon suami yang suka memamerkan kekayaan, serta

keinginan yang berlebihan untuk memberi kepuasan kepada orang

tua wanita.

2. Tidak mengertian keluarga tentang sebuah makna sebuah

perkawinan dan tujuannya yang sangat mulia.

3. Berubahnya pandangan tentang suami yang sekufu dan perbedaan

manusia dalam memahami masalah itu. Kebanyakan mereka

menganggap bahwa suatu perkawinan sama hal nya dengan akad

jual beli,

4. Adanya sandaran hukum kepada wanita, memperhatikan

pendapat-pendapat mereka serta memenuhi permintaan mereka.

Kecenderungan wanita sebagaimana yang kita ketahui yaitu

senang dengan kebanggaan dan kemewahan.

5. Karena sikap pasif para pemimpin tentang semua urusan manusia

sampai masalah ini menjadi masalah yang sangat serius dan

sampai kepada kita sekarang ini.34

33

M. Zaenab Arifin, Muh Anshori, Fiqih Munakahat, h. 94-95 34

Musifin As‟ad dan Salim Basyarahil, Perkawinan dan Permasalahannya, h. 89

Page 45: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

28

Maskawin atau mahar merupakan satu hak yang ditentukan

oleh syariah untuk wanita sebagai ungkapan hasrat laki-laki pada

calon istrinya, dan juga sebagai tanda cinta kasih serta ikatan tali

kesuciannya. Maka maskawin merupakan keharusan tidak boleh

diabaikan oleh laki-laki untuk menghargai pinangannya dan

simbol untuk menghormatinya serta membahagiakannya.

Pada umumnya maskawin itu dalam bentuk materi, baik

berupa uang atau barang berharga lainnya. Namun syari'at Islam

memungkinkan maskawin itu dalam bentuk jasa melakukan

sesuatu. Ini adalah pendapat yang dipegang oleh jumhur ulama.

Maskawin dalam bentuk jasa ini ada landasannya dalam al-Quran

dan demikian pula dalam hadis Nabi.

Baik al-Quran maupun hadis Nabi tidak memberikan petunjuk

yang pasti dan spesifik bila yang dijadikan maskawin itu adalah

uang. Namun dalam ayat al-Quran ditemukan isyarat yang dapat

dipahami nilai maskawin itu cukup tinggi, seperti dalam firman

Allah dalam surat an-Nisa' (4) ayat 20:

زوج مكان زوج استبدال أردت فلوإن قنطارا إحداىن تم وآت ي

ئاأتخذونوب هتانوإثامبينا تخذوامنوشي

Abu Salamah berkata: saya bertanya kepada Aisyah istri Nabi

tentang berapa maskawin yang diberikan Nabi kepada istrinya.

Aisyah berkata: "Maskawin Nabi untuk istrinya sebanyak 12

uqiyah dan satu nasy, tahukah kamu berapa satu nasy itu" saya

jawab: Tidak". Aisyah berkata: "nasy itu adalah setengah uqiyah.

Jadinya sebanyak 500 dirham. Inilah banyaknya maskawin Nabi

untuk istrinya".

Angka tersebut cukup besar nilainya, karena nisab zakat untuk

perak hanya senilai 200 dirham. Meskipun demikian, ditemukan

pula hadis Nabi yang maskawin hanya sepasang sandal,

Page 46: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

29

sebagaimana yang terdapat dalam hadis Nabi dari Abd Allah bin

'Amir menurut riwayat al-Tirmizi yang bunyinya: "Nabi Saw

membolehkan menikahi perempuan dengan maskawin sepasang

sandal.

Dengan tidak adanya penunjuk yang pasti tentang maskawin,

ulama memperbincangkannya, mereka sepakat menetapkan

bahwa tidak ada batas maksimal bagi sebuah maskawin.

Batas minimal mahar terdapat beda pendapat di kalangan

ulama. Ulama Hanafiyah menetapkan batas minimal maskawin

sebanyak 10 dirham perak dan bila kurang dari itu tidak memadai

dan oleh karenanya diwajibkan maskawin mitsl, dengan

pertimbangan bahwa itu adalah batas minimal barang curian yang

mewajibkan had terhadap pencurinya. Ulama Malikiyah

berpendapat bahwa batas minimal maskawin adalah 3 dirham

perak atau seperempat dinar emas. Dalil bagi mereka juga adalah

bandingan dari batas minimal harta yang dicuri yang

mewajibkan had. Sedangkan ulama Syafi'iyah dan Hanabilah

tidak memberi batas minimal dengan arti apa pun yang bernilai

dapat dijadikan maskawin

Ada beberapa permasalahan yang berkaitan dengan mahar

menurut Kompilasi Hukum Islam, yaitu:

Pasal 35

1) Suami yang telah mentalak istrinya qabla al-dukhul wajib

membayar setengah mahar yang telah ditentukan dalam akad

nikah.

2) Apabila suami meninggal qabla al-dukhul, seluruh mahar yang

ditetapkan menjadi hak penuh istrinya.

3) Apabila perceraian terjadi qabla al-dukhul, tetapi besarnya mahar

belum ditetapkan, maka suami wajib membayar mahar mitsil.

Pasal 36

Page 47: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

30

Apabila mahar hilang sebelum diserahkan, mahar itu dapat

diganti dengan barang lain yang sama bentuk dan jenisnya, atau

dengan barang lain yang sama nilainya, atau dengan uang yang senilai

dengan harga barang mahar yang hilang

Pasal 37

Apabila terjadi selisih pendapat mengenai jenis dan nilai mahar

yang ditetapkan, penyelesaiannya diajukan ke Pengadilan Agama.

Pasal 38

1) Apabila mahar yang diserahkan mengandung cacat atau kurang,

tetapi calon mempelai wanita tetap bersedia menerimanya tanpa

syarat, penyerahan mahar dianggap lunas.

2) Apabila istri menolak untuk menerima mahar karena cacat, suami

harus menggantinya dengan mahar lain yang tidak cacat. Selama

penggantinya belum diserahkan, mahar dianggap masih belum

dibayar.35

Mengenai jumlah maskawin atau mahar, tidak ada batas yang

ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Khalifah Umar bin Khattab

sekali waktu pernah merencanakan ketetapan batas jumlah tersebut.

Memepelajari hal ini, seorang wanita datang kepada beliau dengan

membacakan Al-Qur`an: “(jika) kamu telah memberikan harta yang

banyak kepada seorang diantara mereka, maka janganlah kamu

mengambilnya kembali dari padanya barang sedikitnya.” (QS. An-

Nisa: 20) mendengar ayat ini Umar berkata, “Wanita ini benar, laki-

laki salah.” Tidak ada batas jumlah mahar/maskawin yang

diterapkan.Namun, hadits tidak menentukan mahar diluar kehendak

suami. Nasihat yang diberikan Nabi saw dalam hal ini adalah:

35

Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, pasal 35-38 tentang Ketentuan Mahar, h. 5

Page 48: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

31

“Hendaklah laki-laki berbaik hati dengan wanita, jangan dibatasi

ketentuan mahar.”36

Abu Umar mengawini seoranng wanita dengan maskawin dua

ratus keping perak. Nabi saw berkata: “Bahkan jika kamu mnemukan

kepingan-kepingan perak disepanjang aliran sungai, kamu tidak harus

menetapkan maskawin lebih mahal daripada itu.”37

Para Ulama Mazhab sepakat bahwa tidak ada jumlah maksimal

dalam mahar tersebut.Besar tidaknya suatu mahar tergantung pada

tradisi yang berlaku.Apa saja yang disebut harta dan bernilai bagi

orang adalah sah untuk dijadikan mahar. Dengan demikian, mahar itu

bisa berupa emas, perak, barang tetap seperti tanah, pertanian, atau

tanah yang dapat dibangun rumah atau gedung diatasnya.Semua itu

sah untuk dijadikan mahar.38

E. Ukuran Mahar

Ibnu Rusyd dan para ulama sepakat bahwa tidak ada batasan

tentang maksimalnya. Dan mereka bebeda pendapat tentang

minimalnya:

1. Syafi‟i, Ahmad, Ishaq Abu Tsaur dan para fuqaha Madinah dari

kalangan tabi‟in berpendapat bahwa tidak ada batas tentang

minimalnya. Semua yang bisa menjadi harga dan nilai bagi sesuatu

boleh menjadi mahar, pendapat ini dikemukakan pula oleh Ibnu

Wahb yang termasuk pengikut Imam Malik.

2. Sekelompok ulama yang menyatakan wajibnya menentukan batas

minimalnya dan mereka berselisih dalam penentuannya, yang

masyhur dalam hal ini ada dua madzhab; Pertama Madzhab Malik

36

Abul A‟la Maududi, Kawin dan Cerai menurut Islam,(Jakarta: Gema Insani Press,

1995) Cet ke-6h. 92-93 37

Abul A‟la Maududi, Kawin dan Cerai menurut Islam, h. 93 38

Abul A‟la Maududi, Kawin dan Cerai menurut Islam,h. 105

Page 49: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

32

dan para pengikutnya dan Kedua, Madzhab Abu Hanifah dan para

pengikutnya.

Imam Malik berkata, “Minimalnya seperempat dinar berupa emas

atau tiga dirham berupa perak atau yang senilai dengan tiga dirham

(maksudnya dirham sebagai takaran saja, menurut riwayat yang

terkenal), dan dikatakan atau yang senilai dengan salah satu dari

keduanya.

Sedangkan Abu Hanifah berkata, “Minimalnya sepuluh dirham.

Dikatakan, lima dirham dan dikatakan empat dirham.39

Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang

berkenaan dengan ukuran Maskawin.

ث حد د، مم بن العزيز عبد أخب رن إب راىيم، بن إسحاق ث نا نحد

أب بن د مم ثن وحد ح الاد، بن أسامة بن الله عبد بن يزيد

د ث ناعبدالعزيز،عنيزيد،عنمم ،واللفظلو،حد عمرالمكي

الرحن، عبد بن سلمة أب عن إب راىيم، سألتبن قال: أنو

كانصداقرسولالله كم صلىاللهعليووسلم: عائشةزوجالنب

قالت: وسلم؟ عليو الله عشرة»صلى ت ثن لزواجو صداقو كان

ا ؟أتدريماا»،قالت:«أوقيةونش قال:ق لت:ل،قالت:«لنش

39

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid,h. 33-34

Page 50: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

33

الله» رسول صداق ف هذا درىم، خسمائة فتلك أوقية، نصف

«صلىاللهعليووسلملزواجو

Diriwayatkan dari Abu Salamah bin Abdurrahman: saya pernah

bertanya kepada „Aisyah, istri Nabi saw, “berapakah Maskawin

Rasulullah saw?” Dia menjawab, ”Maskawin yang diberikan

kepada istri-istri beliau sebanyak dua belas Uqiyah dan Satu

Nasy. Taukah kamu berapakah satu Nasy itu? “tidak”, kata

saya. “Separuh Uqiyah sehingga jumlahnya mencapai lima

ratus dirham,” kata „Aisyah. Itulah maskawin Rasulullah saw

yang diberikan kepada istri-istrinya.40

F. Mahar Nabi dan Sahabat kepada isterinya.

1. Mahar sahabat kepada istrinya

Islam tidak menentukan jumlah minimal atau maksimal dalam

mahar sebuah pernikahan. boleh jadi mahar tersebut berupa

seperangkat alat salat, uang tunai, atau sebuah mobil lengkapm

dengan surat lunasnya. Bentuk mahar tersebut sesuai kesepakatan

antara kedua belah pihak, yaitu perempuan dan lelakinya. Namun

ternyata sudah pernah terjadi pada zaman Rasulullah yang

menggunakan bahan ini sehingga pernikahan berlangsung dengan

mahar unik. Yuk kita simak, siapa tahu bisa menginspirasi untuk

mahar pernikahan kerabat atau diri sendiri. Tiga mahar unik tersebut

tidak dilarang oleh Rasulullah, atau bahkan memang Rasulullah yang

menyuruhnya.

40

Zaki Al-Din „Abd Al-Azhim Al-Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim terj.

Mukhtashar Shahih Muslim oleh Syinqithy Djamaluddin dan Mochtar Zoreni, (Bandung:

Mizan, 2009) Cet ke-2 h. 439

Page 51: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

34

Islam sangat memudahkan mahar seseorang yang ingin

melangsungkan pernikahannya. Sebagaiman contoh unik seorang

„Ali radhiyallah „anhu memberikan mahar nikahnya berupa baju

besi kepada Fatimah radhiyallah „anha . Diceritakan dalam hadis

sebagai berikut:

الله رضى فاطمة عنو الله رضى على ت زوج ا لم قال عباس ابن عن الل رسول لو قال قال-صلى الله عليه وسلم-عنها عندى. ما قال . ئا شي أعطها

الطميةفأيندرعك

Dari Ibnu Abbas bahwasanya ketika Ali radhiyallahu „anhu

menikahi Fatimah radhiyallahu „anha, Rasulullah shallallahu

„alaihi wasallam berkata kepadanya, “Berikanlah ia (mahar)

sesuatu”. Ali menjawab, “Aku tidak memiliki apa pun” Lalu

Rasulullah bersabda, “Berikanlah baju besimu”

Selanjutnya ada mahar unik berupa sepasang sandal.

Perempuan yang menerima mahar tersebut datang dari Bani

Fazarah. Ketika ditanya perihal mahar tersebut oleh Rasulullah, ia

menjawab “saya ridha”. Subhanallah wanita tersebut benar

mengamalkan dan membenarkan jika Islam memudahkan dalam

perihal mahar pernikahan. Hadis tersebut menceritakan,

ت زوج ف زارة بن من امرأة أن ربيعة بن عامر عن ن علين على ت الل رسول .-صلى الله عليه وسلم-ف قال بن علين ومالك ن فسك من أرضيت

قالتن عم.قالفأجازه

Dari Amir bin Rabi‟ah bahwasanya ada perempuan dari Bani

Faza‟ah dinikahkan dengan mahar sepasang sandal. Maka

Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam bertanya kepadanya,

“Apakah engkau meridhakan dirimu dan apa yang kau miliki

Page 52: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

35

dengan sepasang sandal?” perempuan tersebut menjawab, “ya”

Rasulullah pun membolehkannya.

Dan yang ketiga, adalah cincin besi. Barang tersebut termasuk

unik jika dijadikan mahar sebuah pernikahan. Rasulullah

mempermudah sahabatnya yang tidak memiliki harta. Jika ia

hanya memiliki cincin besi dan calon istrinya ridha, maka

pernikahan pun terjadi di masanya. Sekali lagi, Rasulullah

menegaskan bahwa cincin besi boleh untuk dijadikan mahar

nikah, dengan sabda Nya,

أعطهاولوخاتامنحديد

“Berikanlah kepadanya (mahar) meskipun hanya sebuah cincin

besi”

2. Mahar Nabi kepada istrinya

ثنيزيد د،حد ث ناإسحاقبنإب راىيم،أخب رنعبدالعزيزبنمم حد

عمر أب بن د مم ثن وحد ح الاد، بن أسامة بن الله عبد بن

العزيز، عبد ث نا حد لو، واللفظ ، بنالمكي د مم عن يزيد، عن

إب راىيم،عنأبسلمةبنعبدالرحن،أنوقال:سألتعائشةزوج

كانصداقرسولاللهصلىاللهعليو كم صلىاللهعليووسلم: النب

Page 53: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

36

قالت: اك»وسلم؟ ونش أوقية عشرة ت ثن لزواجو صداقو ،«ان

؟»قالت: النش ما أتدري » قالت: ل، ق لت: أوقية،»قال: نصف

فتلكخسمائةدرىم،ف هذاصداقرسولاللهصلىاللهعليووسلم

«جولزوا

“Saya pernah bertanya kepada „Aisyah, istri Nabi Shallallahu

„Alaihi wa Sallam; “Berapakah mahar Rasulullah Shallallahu

„Alaihi wa Sallam?” Dia menjawab; “Mahar beliau terhadap para

istrinya adalah dua belas uqiyah dan satu nasy. Tahukah kamu,

berapakah satu nasy itu?” Abu Salamah berkata; Saya menjawab;

“Tidak.” „Aisyah berkata; “Setengah uqiyah, jumlahnya sama

dengan lima ratus dirham. Demikianlah maskawin Rasulullah

Shallallahu „Alaihi wa Sallam untuk masing-masing istri beliau.””

(HR. Muslim)41

Hadits ini menunjukkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu

„Alaihi wa Sallam memberikan mahar kepada istrinya itu tidak

lebih daripada 500 dirham atau 12 uqiyah plus 1 nasy.

1 uqiyah = 40 dirham. Sedangkan 1 nasy = 0,5 uqiyah = 20 dirham.

Mahar Nabi Shallallahu „Alaihi wa Sallam adalah 12 uqiyah + 1

nasy = 500 dirham.

1 dirham = 2,975 gram perak. Maka 500 dirham x 2,975 gram

perak = 1487,5 gram

1 dirham = Rp. 13.000,-

41

Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Ensiklopedia Hadits, Shahih

Muslim (Jakarta: Almahira, 2012) cet. 1 jilid 1 halm: 453

Page 54: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

37

Berarti jumlah mahar Nabi Shallallahu „Alaihi wa Sallam

adalah 1487,5 gram x Rp. 13.000,- = Rp. 19.337.500,- (Sesuai

harga perak murni saat ini). Inilah maharnya Rasulullah

Shallallahu „Alaihi wa Sallam dan itulah juga maharnya anak-anak

perempuan Rasulullah Shallallahu „Alaihi wa Sallam.

Sejauh ini mahar selalu diidentikan dengan uang, emas

ataupun barang lain yang bersifat duniawi. Akan tetapi sebenarnya,

mahar tidak harus selalu identik dengan uang, emas, seperangkat

alat shalat, Al-Quran, rumah, atau berbagai barang duniawi

lainnya.

Mahar juga bisa sesuatu yang bersifat akhirati seperti

keimanan, seperti yagn telah diceritakan dalam sejarah, mahar

seperti yang pernah di minta Ummu Sulaim pada Abu Thalhah,

dapat juga berupa ilmu ataupun hafalan Al-Quran, atau bisa juga

berupa kemerdekaan/pembebasan dari perbudakan, dan bisa

dengan apa saja yang bisa diambil upahnya/manfaatnya, seperti

yang dijelaskan dalam QS. Al-Qashash ayat 27.42

ثان تجرن أن على ىات ين اب ن ت إحدى أنكحك أن أريد إن قال

عليكستجدنحججفإنأتمتعشرافمنعندك وماأريدأنأشق

منالصالين إنشاءاللBerkatalah dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud

menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini,

atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika

kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan)

42

http://fimadani.com/mahar-pernikahan/ diposting 25 January 2017 diakses 4

agustus 2019

Page 55: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

38

dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu

Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik".

Kalau mahar itu dalam bentuk uang dan barang berharga, maka

Nabi SAW mengkehendaki mahar itu dalam bentuk yang lebih

sederhana.

Adapun, hikmah disyariatkannya mahar yaitu

1. Menunjukkan kemuliaan wanita, karena wanita yang dicari laki-

laki, bukan laki-laki yang dicari wanita. Laki-laki yang berusaha

untuk mendapatkan wanita sekalipun harus mengorbankan

hartanya.

2. Menunjukkan cinta dan kasih sayang seorang suami kepada

istrinya, karena maskawin itu sifatnya pemberian, hadiah atau

hibah yang oleh Al-Qur`an diistilahkan dengan kata nihlah

(pemberian dengan penuh kerelaan), bukan sebagai pembayar

harga diri wanita.

3. Menunjukkan kesungguhan, karena nikah dan berumah tangga

bukanlah main-main dan perkara yang tidak bisa dipermainkan.

4. Menunjukkan keseriusan suami dalam berumah tangga yaitu

dengan memberikan nafkah, karenanya laki-laki adalah pemimpin

atas wanitadalam kehidupan berumah tangga, dan untuk

mendapatkan hak itu, wajar bila suami harus mengeluarkan

hartanya sehingga ia harus lebih bertanggung jawab dan tidak

semena-mena terhadap istrinya.43

Dengan mahar, Islam telah mengangkat derajat seorang wanita dan

sebagai penghormatan kepadanya.

43

M. Zaenab Arifin, Muh Anshori, Fiqih Munakahat, h. 57

Page 56: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

40

BAB III

MENGENAL ADAT PERNIKAHAN SUKU BUGIS

A. Suku Bugis

Suku Bugis merupakan kelompok etnik dengan wilayah asal

Sulawesi selatan. Ciri utama dari kelompok ini adalah bahasa dan adat-

istiadat. Bugis adalah suku yang tergolong kedalam suku-suku Melayu

Deotero1. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari

daratan Asia tepatnya Yunan.. kata “Bugis” berasal dari kata “To

Ugi” yang berarti orang Bugis. Penamaan “Ugi” merujuk pada raja

pertama kerajaan China.yang terdapat di Pammana, kabupaten Wajo

saat ini yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi

menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka

menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang pengikut dari La

Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan

bersaudara dengan Batara Lattu, ayah dari Sawerigading.

Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan

beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat sastra terbesar di

dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio.

Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan

membentuk beberapa kerajaan. Masyarakat ini kemudian

mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara dan pemerintahan

mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis antara lain Luwu, Bone,

Wajo, Soppeng, dll. Meski tersebar dan membentuk suku Bugis,

tetapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan

1 Deutro Melayu atau Melayu Muda adalah istilah yang pernah digunakan untuk

populasi yang diperkirakan datang pada “gelombang kedua” setelah “gelombang pertama”

dari Melayu Proto. Populasi ini dkatakan datang pada Zaman Logam (kurang lebih 1500

SM). Suku Bangsa di Indonesia yang termasuk dalam Melayu Muda adalah Aceh,

Minangkabau, Jawa, Sunda, Melayu, Betawi, Manado, Bali dan Madura.

Page 57: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

41

Makassar dan Mandar. Adapun daerah peralihan Bugis dengan

Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan.

Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas

dan Pinrang.2

Orang Bugis juga memiliki kesastraan baik itu lisan maupun

tulisan. Berbagai sastra tulis berkembang seiring dengan tradisi sastra

lisan, hingga kini masih tetap dibaca dan disalin ulang. Perpaduan

antara tradisi sastra lisan dan tulis itu kemudian menghasilkan salah

satu Epos Sastra terbesar di dunia yakni La Galigo yang maskahnya

lebih panjang dari Epos Mahabharata.

Selanjutnya sejak abad ke 17 Masehi, Setelah menganut

agama islam, Orang Bugis bersama Orang Aceh dan Minangkabau

dari Sumatra, Orang Melayu di Sumatra, Dayak di Kalimantan, Orang

Sunda di Jawa Barat, Madura di Jawa Timur dicap sebagai Orang

nusantara yang paling kuat identitas Keislamannya.

Bagi suku-suku lain disekitarnya orang bugis dikenal sebagai

orang yang berkarakter keras dan sangat menjunjung tinggi

kehormatan. Bila perlu demi kehormatan mereka orang bugis bersedia

melakukan tindak kekerasan walaupun nyawa taruhannya. Namun

demikian dibalik sifat keras tersebut orang bugis juga dikenal sebagai

orang yang ramah dan sangat menghargai orang lain serta sangat

tinggi rasa kesetiakawanannya.3

2 https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bugis, diposting tanggal 1 September 2019

diakses 4 September 2019 3 https://www.gurupendidikan.co.id/suku-bugis/, diposting pada tahun 2014 diakses

4 September 2019

Page 58: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

42

B. Adat Pernikahan Suku Bugis

a. Pengertian

Perkawinan dalam Islam merupakan sarana efektif untuk

menjaga umat manusia dari kebobrokan moral, menjaga setiap

individu dari kerusakan masyarakat sebab manusia mempunyai

naluri yang cukup mencintai lawan jenisnya, dapat disalurkan

lewat pernikahan yang formal, yaitu hubungan yang halal. 6 Itulah

sebabnya Rasulullah saw. khususnya bagi kaum muda agar tidak

terbelenggu dalam jurang kenistaan sehingga ia menganjurkan

perkawinan sebagaimana terjemahan sabdanya sebagai berikut:

Thoriq Ismail, Az-Zuwajul Islami, Diterjemahkan oleh

Zainuddin Mz, Mahrous Ali dan H. Abdullah dengan judul

“Pernikahan” (Cet. I; Surabaya Pustaka Progressif, 1994), h. 14.

43 Artinya: Alqamah berkata: Ketika aku bersama Abdullah bin

Mas'uud di Mina tiba-tiba bertemu dengan Usman, lalu dipanggil:

Ya Aba Abdirrahman, saya ada hajat padamu, lalu berbisik

keduanya: Usman berkata: Ya Aba Abdirrahman, sukakah anda

saya kawinkan dengan gadis untuk mengingatkan kembali masa

mudamu dahulu. Karena Abdullah bin Mas'uud tidak berhajat

kawin maka menunjuk kepadaky dan dipanggil: Ya Alqamali,

maka aku daiang kepadanya, sedang ia berkata: Jika anda katakan

begitu maka Nabi saw. bersabda kepada kami: Hai para pemuda

siapa yang sanggup (dapat) memikul beban perkawinan maka

hendaklah kawin, dan siapa yang tidak sanggup maka hendaknya

berpuasa (menahan diri) maka itu untuk menahan syahwat dari

dosa. (Bukhari, Muslim).7 Hadis tersebut menganjurkan umatnya

melakukan suatu perkawinan apabila telah mampu. Sebagian

Page 59: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

43

ulama mengatakan ada dua macam kemampuan, yakni

kemampuan memberi nafkah batin antara lain senggama dan

kemampuan memberi nafkah lahir antara lain nafkah rumah

tangga. Apabila seorang pemuda telah memiliki dua kemampuan

ini, maka hendaklah dia menikah. Jadi apabila uang panaik yang

cukup tinggi mengakibatkan tak terlaksanakannya perkawinan,

karena di luar kemampuan seorang laki-laki banyak yang enggan

kawin akibat terlalu tingginya uang panaik yang harus

dipersiapkan untuk melaksanakan perkawinan. Hal ini tidak sesuai

dengan hukum Islam yakni menganjurkan untuk melaksanakan

perkawinan yang tidak menyulitkan kedua belah pihak.4

Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang

dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud

meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma

hukum, dan norma sosial. Upacara pernikahan memiliki banyak

ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, agama, budaya,

maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu

kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum

agama tertentu pula.

Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi

pada saat dokumen tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda-

tangani. Upacara pernikahan sendiri biasanya merupakan acara

yang dilangsungkan untuk melakukan upacara berdasarkan adat-

istiadat yang berlaku, dan kesempatan untuk merayakannya

bersama teman dan keluarga. Wanita dan pria yang sedang

melangsungkan pernikahan dinamakan pengantin, dan setelah

4 Uang Panai dalam pandangan ekonomi islam di kecamatan kajuara kab. Bone,

skripsi oleh Nilawati

Page 60: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

44

upacaranya selesai kemudian mereka dinamakan suami dan

istri dalam ikatan perkawinan.

Untuk orang Bugis, Pernikahan tidak hanya mempersatukan

kedua mempelai tetapi merupakan persatuan dua buah keluarga

besar. Oleh karena itu, pada jaman dahulu kala, bibit bebet bobot

masih memegang peranan penting dalam melaksanakan

pernikahan untuk orang Bugis. Seringkali orang tua pihak laki-

lakilah yang mencarikan jodoh untuk anaknya. Mereka akan

mencari gadis dari keluarga yang dianggap sederajat.

Namun di jaman modern ini, telah terjadi pergeseran nilai-

nilai yang dianut di jaman dahulu kala mulai banyak bergeser.

Semua karena menyesuaikan dengan perkembangan jaman.

Termasuk dalam upacara adat pernikahan Bugis-Makassar.

Banyak ritual-ritual yang dulu digunakan untuk membedakan

derajat keningratan seseorang kini tidak berlaku lagi. Semua

orang bisa menggunakannya tanpa peduli silsilah keturunan dari

keluarga calon pengantin.5

b. Sejarah

Sejarah uang panai‟ itu sendiri Sebuah sumber menyebutkan

bahwa asal muasal uang panai‟ adalah karena apa yang terjadi

pada zaman penjajahan Belanda dulu. Belanda seenaknya

menikahi perempuan Bugis yang ia inginkan, setelah menikah ia

kembali menikahi perempuan lain dan meninggalkan istrinya itu

karena melihat perempuan Bugis lain yang lebih cantik daripada

istrinya. Budaya seperti itu membekas di Bugis setelah Indonesia

5https://www.kabarmakassar.com/posts/view/646/kenal-lebih-dekat-adat-

pernikahan-bugis-makassar.html diposting 13 maret 2018 diakses 4 september 2019

Page 61: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

45

Merdeka dan menjadi doktrin bagi laki-laki sehingga mereka juga

dengan bebas menikah lalu meninggalkan perempuan yang telah

dinikahinya seenaknya. Itu membuat perempuan Bugis Makassar

seolah-olah tidak berarti.

Budaya itu berubah sejak seorang laki-laki mencoba menikahi

seorang perempuan dari keluarga bangsawan. Pihak keluarga

tentu saja menolak karena mereka beranggapan bahwa laki-laki

itu merendakan mereka karena melamar anak mereka tanpa

keseriusan sama sekali. Mereka khawatir nasib anak mereka akan

sama dengan perempuan yang lainnnya sehingga pihak keluarga

meminta bukti keseriusan pada laki-laki atas niatannnya datang

melamar. Jadi pada saat itu orangtua si gadis ini mengisyaratkan

kepada sang pemuda kalau ia ingin menikahi anak gadisnya dia

harus menyediakan mahar yang telah ditentukannya. mahar yang

diajukan sangatlah berat sang pemuda harus menyediakan

material maupun non material. hal ini dilakukannya untuk

menganggat derajat kaum wanita pada saat itu. Pergilah sang

pemuda itu mencari persyaratan yang diajukan oleh orangtua si

gadis. Bertahun-tahun merantau mencari mahar demi pujaan

hatinya ia rela melakukan apa saja asalkan apa yang dilakukannya

dapat menghasilkan tabungan untuk meminang gadis pujaannya.

setelah mencukupi persyaratan yang diajukan oleh orang tua si

gadis sang pemuda pun kembali meminang gadis pujaannya dan

pada saat itu melihat kesungguhan hati sang pemuda orangtua si

gadis merelakan anaknya menjadi milik sang pemuda tersebut.

Adanya persyaratan yang diajukan memeberikannya sebuah

pelajaran yakni menghargai wanita karena wanita memang

Page 62: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

46

sangat mahal untuk disakiti apalagi sang pemuda itu

mendapatkan istrinya dari hasil jeri payahnya sendiri itulah

sebabnya ia begitu menyanyangi istrinya. Jadi mahalnya mahar

gadis Bugis bukan seperti barang yang diperjual belikan, tapi

sebagai bentuk penghargaan kepada sang wanita, jadi ketika

tersirat dihati ingin bercerai dan menikah lagi maka sang pemuda

akan berpikir berkali-kali untuk melakukannya karena begitu

sulitnya ia mendapatkan si gadis ini.6

Uang panai‟ atau uang belanja untuk pengantin mempelai wanita

yang diberikan oleh pengantin pria merupakan tradisi adat suku Bugis-

Makassar di Sulawesi Selatan. Uang panai ini sejak dulu berlaku

sebagai mahar jika pria ingin melamar wanita idamannya hingga

sekarang. Namun, uang panai ini biasanya menjadi beban bagi pria

untuk melamar wanita idamannya. Pasalnya, nilai uang panai sebagai

syarat adat untuk membiayai pesta perkawinan untuk pengantin wanita

tidaklah sedikit. Nilainya bahkan bisa mencapai miliaran rupiah.7

c. Besaran

Uang panai‟ yang menjadi salah satu tradisi saat hendak

melangsungkan pernikahan sangat ditakuti oleh pasangan kekasih.

Pasalnya, uang panai dinilai memberatkan dengan besarannya

ditentukan oleh status sosial seorang wanita yang hendak dilamar.

Bahkan, kini uang panai di tradisi Bugis-Makassar mencapai

miliaran rupiah tergantung status sosial wanita yang dilamar.

6 https://id.quora.com/Sejak-kapan-suku-Bugis-di-Makassar-mengenal-tradisi-

uang-panai diposting 13 juni 2018 diakses 5 september 2019 7https://regional.kompas.com/read/2017/03/13/08532951/.uang.panai.tanda.penghar

gaan.untuk.meminang.gadis.bugis-makassar?page=all.

Page 63: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

47

Dengan uang panaik ini, ada yang merasa terbebani dan ada pula

yang menganggap sebagai gengsi dalam perkawinan.

Uang panai‟ terkadang ditentukan berdasarkan kelas wanita

yang hendak dipinang. Misalnya, kelas wanita yang lulusan SMA,

sarjana, telah bekerja, pegawai negeri sipil (PNS), dokter, hingga

gadis telah berhaji memiliki mahar yang berbeda. Salah seorang

warga di Kabupaten Takalar, To ugi mengaku menikahkan anak

laki-lakinya dengan gadis lulusan SMA dengan uang panaik Rp

100 juta, satu set perhiasan emas, 10 karung beras dan dua ekor

kerbau. "Memang tradisi di sini, malu kita juga kalau tidak

menikahkan anak gara-gara uang panaik. Ya, diusahakan saja

dipenuhi, tapi ada ji negosiasi sampai sesuai kemampuan.

Soalnya, itu anak bungsuku, Ansar sudah lama pacaran sama itu

gadis. Itu uang panaik berbeda dengan pesta pengantin laki-laki.

Jadi kira-kira habis Rp 200 juta lebih," katanya.8

C. Uang Panai‟

Uang panai‟ itu sendiri adalah sejumlah uang yang harus diserahkan

oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Terkait berapa jumlah uang

panai‟ yang harus diberikan, tidak selalu sama antara satu dengan lainnya,

semua bergantung pada kesepakatan antara keluarga kedua belah pihak.

Dalam menentukan jumlah uang panai‟ yang harus disiapkan juga tidak

sembarangan, ada beberapa hal yang menjadi penentunya dua hal yang

paling penting adalah status sosial dan tingkat pendidikan uang panai‟

untuk perempuan dari kaum bangsawan tentu berbeda dengan uang panai‟

untuk perempuan dari masyarakat biasa.

8 https://regional.kompas.com/read/2018/03/09/08201001/pernikahan-ala-adat-

bugis-makassar-jumlah-uang-panaik-ditentukan-status.

Page 64: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

48

Di kalangan masyarakat suku Bugis-Makassar itu sendiri uang

panai‟ memang masih menjadi sesuatu yang selalu menarik untuk

dibicarakan. Sangat sering terjadi, jika mendengar seorang gadis akan

menikah, yang lebih dulu ditanyakan adalah: “berapa uang

panai‟nya?” Kehadiran pertanyaan ini menjadi sebuah pertanda

bagaimana uang panai‟ punya peran penting dalam hal pernikahan

masyarakat suku Bugis-Makassar.

Hal lain tentang uang panai‟ yang juga tidak kalah

menariknya untuk disimak adalah, tidak jarang besaran jumlah uang

panai‟ menjadi semacam adu gengsi. Dalam beberapa kejadian,

saking tidak ingin kalah saing, ada yang bahkan tidak peduli jika

pihak laki-laki harus berutang agar bisa memenuhi uang panai‟ yang

sudah ditetapkan. Hal seperti inilah yang kemudian menjadi salah satu

penyebab mengapa uang panai‟ menjadi sesuatu yang selalu menuai

komentar pro dan kontra, baik di kalangan masyarakat suku Bugis-

Makassar itu sendiri maupun di kalangan masyarakat luas.9

Masyarakat Bugis Makassar memiliki tradisi tersendiri dalam

hal pelaksanaan perkawinan yaitu adanya kewajiban dari pihak

mempelai laki-laki untuk memberikan uang panaik sebagai syarat

untuk terlaksananya sebuah perkawinan. Uang panai‟ adalah

sejumlah uang yang wajib diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak

wanita sebagai pemberian ketika akan melangsungkan perkawinan

selain mahar. Pemberian uang panaik merupakan salah satu langkah

awal yang harus dilakukan oleh laki-laki ketika akan melangsungkan

perkawinan yang ditentukan setelah adanya proses lamaran. Jika

lamaran telah diterima maka tahap selanjutnya adalah penentuan uang

9 Artikel tentang Tradisi uang panai suku bugis-makassar, diposting 27 januari 2016

diakses 5 september 2019

Page 65: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

49

panai‟ yang jumlahnya ditentukan terlebih dahulu oleh pihak wanita

yang dilamar dan jika pihak laki-laki menyanggupi maka tahap

perkawinan selanjutnya bisa segera di dilangsungkan. Walaupun

terkadang terjadi tawar-menawar sebelum tercapainya kesepakatan

jika pihak laki-laki keberatan dengan jumlah uang panaik yang

dipatok. Secara tekstual tidak ada peraturan yang mewajibkan tentang

pemberian uang panaik sebagai syarat sah perkawinan. Pemberian

wajib ketika akan melangsungkan sebuah perkawinan dalam hukum

Islam hanyalah mahar dan 63 bukan uang panaik. Sebagaimana yang

telah disebutkan dalam firman Allah surah an-Nisa ayat 4 Adapun

akibat hukum jika pihak laki-laki tidak mampu menyanggupi jumlah

uang panai yang di targetkan, maka secara otomatis perkawinan akan

batal dan pada umumnya implikasi yang muncul adalah pihak

keluarga laki-laki dan perempuan akan mendapat cibiran atau hinaan

di kalangan masyarakat setempat. Dewasa ini, interpretasi yang

muncul dalam pemahaman sebagian orang Bugis-Makassar tentang

pengertian mahar masi banyak yang keliru. Dalam adat perkawinan

mereka, terdapat dua istilah yaitu sompa dan dui‟ menre‟ atau uang

panai‟/doi balanja. Sompa atau mahar adalah pemberian berupa uang

atau harta dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai syarat

sahnya pernikahan menurut ajaran Islam. Sedangkan dui‟ menre‟ atau

uang panai‟/doi balanja adalah “uang antaran” yang harus diserahkan

oleh pihak keluarga calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga

calon mempelai perempuan untuk membiayai prosesi pesta

pernikahan. Adapun pengertian uang jujuran adalah uang yang

diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak wanita sebagai pemberian

ketika akan melangsungkan perkawinanan selain mahar. Adat

pemberian uang jujuran menganut sistem patrilineal yang

Page 66: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

50

menggunakan system perkawinan jujur . Jujur dalam sistem

patrilineal bermakna pemberian uang dan barang dari kelompok

kerabat calon 64 mempelai laki-laki kepada calon mempelai wanita

dengan tujuan memasukkan wanita yang dinikahi kedalam gens

suaminya, demikian pula anak-anaknya. Fungsi uang jujuran yang

diberikan secara ekonomis membawa pergeseran kekayaan karena

uang jujuran yang diberikan mempunyai nilai tinggi. Secara sosial

wanita mempunyai kedudukan yang tinggi dan dihormati. Secara

keseluruhan uang jujuran merupak hadiah yang diberikan calon

mempelai laki-laki kepada calon istrinya sebagai keperluan

pekawinan dan rumah tangga. fungsi lain dari uang jujuran tersebut

adalah sebagai imbalan atau ganti terhadap jerih payah orang tua

membesarkan anaknya. Secara sepintas, ketiga istilah tersebut di atas

memang memiliki pengertian dan makna yang sama, yaitu ketiganya

sama-sama merupakan kewajiban. Namun, jika dilihat dari sejarah

yang melatarbelakanginya, pengertian ketiga istilah tersebut jelas

berbeda. Sompa atau yang lebih dikenal dengan mas kawin/mahar

adalah kewajiban dalam tradisi Islam, sedangkan dui‟ menre‟ atau

uang panai‟ dan uang jujuran adalah kewajiban menurut adat

masyarakat setempat selain sebagai suatu ketentuan wajib dalam

perkawinan, berdasarkan unsur-unsur yang ada di dalamnya dapat

dikatakan bahwa uang panai‟ mengandung tiga makna, pertama,

dilihat dari kedudukannya uang panaik merupakan rukun perkawinan

di kalangan masyarakat suku Bugis-Makassar. Kedua, dari segi

fungsinya uang panai merupakan pemberian hadiah bagi pihak

mempelai wanita sebagai biaya resepsi perkawinan dan bekal

dikehidupan kelak yang sudah berlaku secara turun temurun

mengikuti adat istiadat. Ketiga, dari segi tujuannya pemberian uang

Page 67: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

51

panai‟ adalah untuk memberikan prestise (kehormatan) bagi pihak

keluarga perempuan jika jumlah uang panaik yang dipatok mampu

dipenuhi oleh calon mempelai pria. Kehormatan yang dimaksudakan

disini adalah rasa penghargaan yang diberikan oleh pihak calon

mempelai pria kepada wanita yang ingin dinikahinya dengan

memberikan pesta yang megah untuk pernikahannya melalui uang

panai tersebut. Pelaksanaan pemberian uang panai walaupun tidak

tercantum dalam hukum Islam, hal ini tidak bertentangan dengan

Syari‟at dan tidak merusak akidah karena salah satu fungsi dari

pemberian uang panaik adalah sebagai hadiah bagi mempelai wanita

untuk bekal kehidupannya kelak dalam menghadapi bahtera rumah

tangga dan ini merupakan mashlahat baik bagi pihak mempelai laki-

laki dan mempelai wanita. Adat seperti ini dalam hukum Islam

disebut dengan „urf ash-shahih yaitu adat yang baik, sudah benar dan

bisa dijadikan sebagai pertimbangan hukum. Mahar dan uang panai‟

dalam perkawinan adat suku Bugis-Makassar adalah suatu kesatuan

yang tidak dapat dipisahkan. Karena dalam prakteknya kedua hal

tersebut memiliki posisi yang sama dalam hal kewajiban yang harus

dipenuhi. Akan tetapi uang panaik lebih mendapatkan perhatian dan

dianggap sebagai suatu hal yang sangat menentukan kelancaran

jalannya proses 66 perkawinan. Sehingga jumlah uang panaik yang

ditentukan oleh pihak wanita biasanya lebih banyak daripada jumlah

mahar yang diminta. Dalam kenyataan yang ada uang panaik bisa

mencapai ratusan juta rupiah karena dipengaruhi oleh beberapa

faktor, justru sebaliknya bagi mahar yang tidak terlalu

dipermasalahkan sehingga jumlah nominalnya diserahkan kepada

kerelaan suami yang pada umumnya hanya berkisar Rp. 10.000 – Rp.

5.000.000, saja. Mengenai masalah tersebut dalam sebuah hadits

Page 68: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

52

Rasul bersabda yang maknanya bahwa perkawinan yang paling besar

berkahnya adalah yang paling murah maharnya. Melihat dari makna

hadits di tersebut maka sangat tidak etis jika uang panaik yang

diberikan oleh calon suami lebih banyak daripada uang mahar. Hadits

di atas sangat jelas menganjurkan kepada wanita agar meringankan

pihak laki-laki untuk menunaikan kewajibannya membayar mahar

apalagi uang panaik yang sama sekali tidak ada ketentuan wajib

dalam hukum Islam. Nabi Muhammad SAW ketika menikahkan

Fatimah r.a tidak meminta mahar yang banyak kepada Ali r.a. dan Ali

hanya memberikan baju besi. Hal ini bertujuan memudahkan dan

tidak membebani Ali atas tuntutan mahar. Pada hadits tersebut Nabi

Muhammad sangat jelas menekankan kepada Ali r.a agar memberikan

mahar kepada Fatimah r.a sebagai syarat sah dalam perkawinan walau

hanya dengan baju besi, asalkan dipandang berharga dan mempunyai

nilai. Agama Islam sebagai agama rahmat li „alamin tidak menyukai

penentuan mahar yang memberatkan pihak laki-laki untuk

melangsungkan perkawinan, demikian pula uang panaik dianjurkan

agar tidak memberatkan bagi pihak yang mempunyai niat suci untuk

menikah. Perkawinan sebagai sunnah Nabi hendaknya dilakukan

dengan penuh kesederhanaan dan tidak berlebih-lebihan sehingga

tidak ada unsur pemborosan di dalamnya karena Islam sangat

menentang pemborosan. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam

firman Allah surah al-Isra‟ ayat 27. Dalam hukum Islam dikenal

prinsip mengutamakan kemudahan (raf‟ attaysir) dalam segala

urusan. Terlebih lagi dalam hal perkawinan prinsip ini sangat

ditekankan. Para wanita tidak diperkenankan meminta hal yang justru

memberatkan pihak laki-laki karena hal ini mempunyai beberapa

dampak negatif, diantaranya:

Page 69: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

53

1. Menjadi hambatan ketika akan melangsungkan perkawinan

terutama bagi mereka yang sudah serius dan saling

mencintai.

2. Mendorong dan memaksa laki-laki untuk berhutang demi

mendapatkan uang yang disyaratkan oleh pihak wanita.

3. Mendorong terjadinya kawin lari dan terjadinya hubungan

diluar nikah. Selain tersebut di atas dampak lain yang bisa

ditimbulkan adalah banyaknya wanita yang tidak kawin dan

menjadi perawan tua karena para lelaki mengurungkan

niatnya untuk menikah disebabkan banyaknya tuntutan

yang harus disiapkan oleh pihak laki-laki demi sebuah

pernikahan. Lebih jauh lagi akibat yang timbul karena

besarnya tuntutan yang harus dipenuhi adalah dapat

mengakibatkan para pihak yang ingin menikah terjerumus

dalam perbuatan dosa. Pemberian uang panaik merupakan

suatu kewajiban yang harus dipenuhi dan biasanya dalam

jumlah yang tidak sedikit. Namun demikian dari hasil

wawancara diperoleh gambaran bahwa para lelaki yang

ingin menikahi wanita dari suku Bugis Makassar merasa

tidak terbebani dengan nilai uang panaik yang relatif tinggi

karena dalam penentuan jumlah uang panaik itu terjadi

proses tawar menawar terlebih dahulu sampai tercapai

sebuah kesepakatan sehingga masih dalam jangkauan

kemampuan pihak laki-laki untuk memenuhi uang panaik

yang disyaratkan. Selain itu para lelaki memang telah

mengetahui sebelumnya akan adat tentang uang panaik

tersebut sehingga mereka telah mempersiapkan segalanya

Page 70: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

54

sebelum melangkah ke jenjang yang lebih serius. Selama

pemberian uang panai‟ tidak mempersulit terjadinya

pernikahan maka hal tersebut tidak bertentangan dengan

hukum Islam dan yang paling penting adalah jangan sampai

ada unsur keterpaksaan memberikan uang panai‟.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah surah al

Baqarah ayat 185 bahwa Allah tidak menghendaki

kesukaran bagi hamba-Nya. Perbedaan tingkat sosial

masyarakat sangat mempengaruhi terhadap nilai uang

panaik yang disyaratkan. Di antaranya adalah status

ekonomi wanita yang akan dinikahi, kondisi fisik, jenjang

pendidikan, jabatan, pekerjaan, dan keuturunan. Agama

Islam tidak membeda-bedakan status sosial dan kondisi

seseorang apakah kaya, miskin, cantik, jelek, berpendidikan

atau tidak. Semua manusia dimata Allah mempunyai

derajat dan kedudukan yang sama, hal yang membedakan

hanyalah takwa. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam

firman Allah surah al-Hujurat ayat 13. Dalam sebuah hadits

dari Aisyah menerangkan bahwa Nabi tidak membeda-

bedakan dalam hal pemberian mahar kepada istri-istrinya

baik yang kaya, miskin, berpendidikan, janda atau masih

gadis Hadits tersebut jelas menerangkan bahwa Nabi SAW

tidak membedabedakan status sosial seseorang dalam

penentuan mahar, padahal seperti yang telah diketahui

bahwa hanya Khadijah r.a yang statusnya kaya dan hanya

Aisyah r.a yang masih gadis. Nabi menyamakan status

perempuan antara yang satu dan lainnya tanpa ada

perbedaan antara yang kaya, miskin, dan lain-lain. Hukum

Page 71: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

55

Islam mengakui adat sebagai sumber hukum karena sadar

akan kenyataan bahwa adat kebiasaan telah mendapatkan

peran penting dalam mengatur lalu lintas hubungan dan

tertib sosial di kalangan anggota masyarakat. Adat

kebiasaan berkedudukan pula sebagai hukum yang tidak

tertulis dan dipatuhi karena dirasakan sesuai dengan rasa

kesadaran hukum mereka. Adat kebiasaan yang tetap sudah

menjadi tradisi dan telah mendarah-daging dalam

kehidupan masyarakatnya. Sebelum Nabi Muhammad

SAW diutus, adat kebiasaan sudah banyak berlaku pada

masyarakat dari berbagai penjuru dunia. Adat kebiasaan

yang dibangun oleh nilai-nilai yang dianggap baik dari

masyarakat itu sendiri, yang kemudian diciptakan,

dipahami, disepakati, dan dijalankan atas dasar kesadaran.

Nilai-nilai yang dijalankan terkadang tidak sejalan dengan

ajaran Islam dan ada pula yang sudah sesuai dengan ajaran

Islam. Agama Islam sebagai agama yang penuh rahmat

menerima adat dan budaya selama tidak bertentangan

dengan Syari‟at Islam dan kebiasaan tersebut telah menjadi

suatu ketentuan yang harus dilaksanakan dan dianggap

sebagai aturan atau norma yang harus ditaati, maka adat

tersebut dapat dijadikan pijakan sebagai suatu hukum Islam

yang mengakui keefektifan adat istiadat dalam interpretasi

hukum. Sebagaimana kaidah fiqhiyah1 : العادة مكمة

Artinya:”Adat kebiasaan dapat dijadikan pijakan hukum ”

di Kota Makassar pemberian uang panai diartikan sebagai

pemberian wajib dalam perkawinan yang diberikan kepada

Page 72: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

56

mempelai wanita dari mempelai laki-laki selain uang

mahar. Pemberian uang panai‟ dalam perkawinan adat

masyarakat tidak dapat ditinggalkan dan sudah mendarah

daging dalam diri masyarakat. Pemberian uang panai‟ pada

masyarakat ini walaupun tidak diatur dalam hukum Islam

namun tradisi tersebut sudah menjadi suatu kewajiban yang

harus ditunaikan demi kelancaran dalam perkawinan adat

masyarakat adat dan kebiasaan selalu berubah-ubah dan

berbeda-beda sesuai dengan perubahan zaman dan keadaan.

Realitas yang ada dalam masyarakat berjalan terus menerus

sesuai dengan kemaslahatan manusia karena berubahnya

gejala sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu,

kemaslahatan manusia itu menjadi dasar setiap macam

hukum. Maka sudah menjadi kewajaran apabila terjadi

perubahan hukum karena disebabkan perubahan zaman dan

keadaan serta pengaruh dari gejala kemasyarakatan itu

sendiri. Sebagaimana kaidah fiqhiyah berikut:2 ت غير ا

وى بت غير الأزمنة و الأحوال Artinya : Berubahnya fatwa لفت

dikarenakan perubahan masa dan tempat. Dalam redaksi

lain dengan makna yang serupa disebutkan sebagai

berikut:3 لاي نكر ت غي رر الأحكام بت غير الأزمان Artinya:

“Tidak dapat dipungkiri bahwa berubahnya hukum,

disebabkan berubahnya zaman”. Masyarakat Bugis-

Makassar dalam menjalankan kebiasaan memberikan uang

panai tidak merasa terbebani dan tidak mengganggap itu

Page 73: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

57

merupakan sesuatu hal yang buruk, sehingga hal ini sudah

dianggap kebiasaan baik yang memang harus ditunaikan

bagi para pihak yang akan menikahi gadis Bugis Makassar.

Adat yang sudah dikenal baik dan dijalankan secara terus

menerus dan berulang-ulang serta dianggap baik oleh

mereka, maka tidak bisa diharamkan oleh Islam dan

undang-undang yang berlaku. Sebagaimana kaidah

fiqhiyyah yang berbunyi:4 استعمال الناس حجة يب العمل

Artinya: “Apa yang dilakukan oleh masyarakat secara با

umum, bisa dijadikan hujjah (alasan/dalil) yang wajib

diamalkan”. Dalam kaidah fiqhiyyah yang lain disebutkan:

ا :Artinya ت عتبالعادة إذا اضطردت أو غلبت إن

“sesungguhnya adat yang diakui (oleh syar‟i) hanyalah

apabila berlangsung terus menerus dan berlaku umum”.

Selain itu Hasbi Ash-Shiddieqiy dalam bukunya yang

berjudul Falsafah Hukum Islam mengkualifikasikan bahwa

adat dapat dijadikan sebagai sumber hukum Islam, jika

memenuhi syarat sebagai berikut: Adat kebiasaan dapat

diterima oleh perasaan sehat dan diakui oleh pendapat

umum. Berulang kali terjadi dan sudah umum dalam

masyarakat. . Kebiasaan itu sudah berjalan atau sedang

berjalan, tidak boleh adat yang akan berlaku. Tidak ada

persetujuan lain kedua belah pihak, yang berlainan dengan

kebiasaan. Tidak bertentangan dengan nas}. Pemberian

uang panaik merupakan tradisi yang bersifat umum, dalam

Page 74: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

58

artian berlaku pada setiap orang yang bersuku Bugis

Makassar. Walaupun pemberian uang panai‟ tidak diatur

secara gamblang dalam hukum Islam, namun pemberian

uang panai‟ sudah merupakan suatu tradisi yang harus

dilakukan pada masyarakat tersebut dan selama hal ini tidak

bertentangan dengan akidah dan syari‟at maka hal ini

diperbolehkan. Dalam sebuah hadits| Nabi SAW bersabda:

(فما رآه المسلمون حسنا ف هو عند االله حسن )اخرجو احمد

Artinya: “Apa yang dipandang oleh orang islam baik, maka

baik pula di sisi Allah”. Perlu ditegaskan bahwa

pelaksanaan pemberian uang panaik dalam perkawinan adat

suku Bugis walaupun sudah menjadi tradisi dan

membudaya hal ini tidak bersifat wajib mutlak, dalam

artian perkawinan yang dilaksanakan tanpa memberikan

uang panaik dan hanya memberikan mahar kepada calon

mempelai wanita maka perkawinan tersebut sah menurut

hukum Islam, namun secara adat akan dianggap sebagai

pelanggaran yang berakibat mendapatkan hinaan dan celaan

dari masyarakat. Fenomena pemberian uang panaik di

Kelurahan Untia ini dalam hukum Islam dapat dikatakan

sebagai kebiasaan yang baik („urf sahih) yaitu kebiasaan

yang dipelihara oleh masyarakat dan tidak bertentangan

dengan hukum Islam, tidak mengharamkan sesuatu yang

halal, tidak membatalkan sesuatu yang wajib, tidak

menggugurkan cita kemaslahatan, serta tidak mendorong

timbulnya kemafsadatan. Sebagaimana dijelaskan Abdul

Wahhab Khallaf dalam bukunya Kaidahkaidah Hukum

Page 75: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

59

Islam yang menjelaskan bahwa adanya saling pengertian

perihal pemberian dalam perkawinan berupa perhiasan atau

pakaian adalah termasuk hadiah dan bukan sebagian dari

mahar dan hal ini menurut Abdul Wahhab Khallaf

merupakan „urf sahih. Tradisi pemberian uang panai‟ juga

sesuai dengan asas hukum perkawinan Islam karena

didalamnya terdapat asas kerelaan dan kesepakatan antara

pihak mempelai laki-laki dan pihak mempelai perempuan

dalam penentuan nilai uang uang panai.10

Adat pemberian uang panai‟ diadopsi dari adat perkawinan

suku bugis asli. Uang panai‟ bermakna pemberian uang dari pihak

keluarga calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai wanita

dengan tujuan sebagai penghormatan. Penghormatan yang

dimaksudkan disini adalah rasa penghargaan yang diberikan oleh

pihak calon mempelai laki-laki kepada pihak calon mempelai wanita

yang ingin dinikahinya dengan memberikan pesta yang megah untuk

pernikahannya melalui uang panaik tersebut. Fungsi uang panaik

yang diberikan secara ekonomis membawa pergeseran kekayaan

karena uang panaik yang diberikan mempunyai nilai tinggi. Secara 52

keseluruhan uang panaik merupakan hadiah yang diberikan calon

mempelai laki-laki kepada calon mempelai wanita untuk memenuhi

keperluan pernikahan.11

10

Analisis hukum islam tentang uang panai dalam perkawinan adat suku bugis-

makassar .doc 11

Analisis hukum islam tentang uang panai dalam perkawinan adat suku bugis-

makassar .doc

Page 76: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

60

BAB IV

Uang Panai’ dalam Adat Pernikahan Suku Bugis dan

Penafsiran Ayat Mahar dalam Tafsir Al-Misbah

A. Filosofi Uang Panai‟

1. Pengertian

Uang panai‟ atau uang belanja untuk pengantin mempelai

wanita yang diberikan oleh pengantin pria merupakan tradisi adat

suku Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan.

Uang panai‟ ini sejak dulu berlaku jika pria ingin melamar

wanita idamannya hingga sekarang. Namun, uang panai‟ ini

biasanya menjadi beban bagi pria untuk melamar wanita

idamannya. Pasalnya, nilai uang panai‟ sebagai syarat adat untuk

membiayai pesta perkawinan untuk pengantin wanita tidaklah

sedikit. Nilainya bahkan bisa mencapai miliaran rupiah.1

2. Tata Cara Pernikahan Adat Bugis

Sebagai orang Indonesia, adat dan budaya punya peranan besar

dalam keseharian kita. Karena itu wajar jika pada hari pernikahan,

yang bisa dikatakan hari terbesar dalam kehidupan seseorang, kita

menginkorporasikan adat dan budaya suku kita. Namun rangkaian

acara pernikahan adat yang sering kali panjang dan memakan

waktu lama, kadang membuat pernikahan tradisional terkesan

rumit, sehingga banyak calon pengantin yang memilih

mengadakan pernikahan secara modern. Padahal menjalani

pernikahan tradisional dengan ritual-ritual yang turun temurun

dilakukan keluarga kamu tentunya membawa kepuasan tersendiri.

1https://regional.kompas.com/read/2017/03/13/08532951/.uang.panai.tanda.penghar

gaan.untuk.meminang.gadis.bugis-makassar?page=all.

Page 77: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

61

Prosesi pernikahan adat adalah suatu hal yang sakral, setiap

tahapan dan ritual yang dijalani mengandung makna dan doa yang

berbeda. Di dalam adat suku Bugis, upacara pernikahan terdiri

dari tahapan-tahapan berikut:

a. Mappasau Botting dan Cemme Passih

Setelah menyebarkan undangan pernikahan, mappasau

botting yang berarti merawat pengantin adalah ritual awal

dalam upacara pernikahan. Acara ini berlangsung selama

tiga hari berturut-turut sebelum sampai ke hari H. selama

tiga hari tersebut pengantin menjalani perawatan

tradisional seperti uap dan menggunakan bedak hitam dari

campuran beras ketan, asam jawa dn jeruk nipis. Cemme

Passih sendiri merupakan mandi tolak bala yang dilakukan

untuk meminta perlindungan tuhan dari bahaya. Upacara

ini umumnya dilakukan pada pagi hari, sehari sebelum hari

H.

b. Mappanre Temme

Karena mayoritas suku bugis memeluk agama islam,

pada sore hari sebelum hari pernikahan diadakan acara

Mappanre Temme atau Khatam Qur‟an dan Pembacaan

Barzanji yang dipimpin oleh seorang imam.

c. Mappaci atau Tudammpenni

Malam menjelang pernikahan, calon pengantin melakukan

kegiatan Mapacci/Tudammpenni. Proses ini bertujuan

untuk membersihkan dan mensucikan kedua pengantin dari

hal-hal yang tidak baik. Dimulai dengan penjemputan

kedua mempelai, yang kemudian duduk dipelaminan,

setelah itu, didepan mereka disusun perlengkapan-

Page 78: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

62

perlengkapan berikut: sebuah bantal sebagai symbol

penghormatan, tujuh sarung sutera sebagai symbol harga

diri, selembar pucuk daun pisang sebagai symbol

kehidupan yang berkesinambungan, tujuh sampai Sembilan

daun nangka sebagai symbol harapan, sepiring wenno

(padi yang disangrai) sebagai symbol perkembangan baik,

sebatang lilin yang menyala sebagai simbol penerangan,

daun pacar halus sebagai symbol kebersihan dan bekkeng

(tempat untuk daun pacci) sebagai symbol persatuan

pengantin. Setelah perlengkapan-perlengkapan tersebut

ditaruh, satu persatu kerabat dan tamu akan mengusapkan

pacci ke telapak tangan pengantin.

d. Mappanre Botting

Mappanre botting berarti mengantar mempelai pria

kerumah mempelai wanita, mempelai pria diantar ole

hiring-iringan tanpa kehadiran orangtuanya. Iring-iringan

tersebut biasanya terdiri dari indo botting (inang

pengantin) dan passepi (pendamping mempelai).

e. Madduppa Botting

Setelah mappanre botting dilakukan maduppa botting

atau penyambutan kedatangan mempelai pria.

Penyambutan ini biasanya dilakukan oleh dua orang

penyambut (satu remaja wanita dan satu remaja pria) dua

orang pakkusu-kusu (wanita yang sudah menikah) dan dua

orang pallipa sabbe (orang tua pria dan wanita setengah

baya sebagai wakil orang tua mempelai wanita) dan

seorang wanita penebar wenno.

Page 79: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

63

f. Mappasikarawa/ Mappasilu

Setelah akad nikah, mempelai pria dituntun menuju

kamar mempelai wanita untuk melakukan seentuhan

pertama. Bagi suku bugis, sentuhan pertama mempelai pria

memegang peran penting dalam keberhasilan kehidupan

rumah tangga pengantin.

g. Marola/ Mapparola

Pada tahapan ini, mempelai wanita melakukan

kunjungan balasan kerumah mempelai pria bersama

dengan iringan-iringannya, pengantin wanita membawa

sarung tenun sebagai hadiah pernikahan untuk keluarga

suami.

h. Malukka Botting

Dalam prosesi ini, kedua pengantin menanggalkan

busana pengantin mereka. Setelah itu pengantin pria

umumnya mengenakan celana panjang hitam, kemeja

panjang putih dan kopiah, sementara pengantin wanita

menggunakan rok atau celana panjang, kebaya dan

kerudung, kemudian pengantin pria dililitkan tubuhnya

dengan tujuh lembar kain sutera yang kemudian dilepas

satu persatu.

i. Ziarah

Sehari setelah hari pernikahan berlangsung, kedua

penganting, bersama dengan keluarga pengantin wanita

melakukan ziarah ke makan leluhur. Ziarah ini merupakan

bentuk penghormatan dan syukur atas pernikahan yang

telah berlangsung lancar.

Page 80: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

64

j . Massita Beseng

Sebagai penutup rangkaian acara pernikahan, kedua

keluarga pengantin bertemu dirumah pengantin wanita.

Kegiatan ini bertujun untuk membangun tali silaturahim

antara keluarga.

Perkawinan merupakan bagian yang tidak dapat

dipisahkan dengan adat dan kebudayaan mayarakat bugis.

Dalam adat perkawinan masyarakat bugis memiliki tradisi

yang paling kompleks dan melibatkan banyak emosi.

Bagaimana tidak, mulai dari ritual lamaran hingga selesai

resepsi perkawinan akan melibatkan seluruh keluarga yang

berkaitan dengan kedua pasangan calon mempelai. Salah satu

tradisi tersebut adalah adanya kewajiban memberikan uang

panai dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai

syarat terlaksananya perkawinan.

Tentang sejarah awal mulanya uang panai‟ perkawinan

dalam adat perkawinan suku Bugis dapat dilihat hasil

wawancara penulis dengan seorang tokoh masyarakat sebagai

berikut ini : “Uang panai‟ dalam adat perkawinan suku bugis

mulai berlaku sekitar tahun 1950, pada waktu itu yang

memberlakukan uang panaik tersebut hanya terbatas pada

kaum bangsawan saja. Uang panai‟ tersebut dimaksudkan

untuk memeriahkan pesta perkawinan serta menunjukkan

kebangsawanan mereka, makin semarak pesta perkawinan

yang diselenggarakan, maka makin dikagumilah bangsawanan

tersebut. Demikianlah hingga akhirnya kebiasaan para

bangsawan memberlakukan adanya uang panai‟ jika

Page 81: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

65

mengawinkan anak-anak mereka akhirnya lambat laun diikuti

oleh seluruh anggota masyarakat dan tetap berlaku sampai

sekarang”.

Uang panai‟ sejak adanya perkawinan dalam

masyarakat bugis. Setelah Islam datang dan ajarannya tersebar

di tengah masyarakat termasuk kewajiban memberikan mahar

dalam perkawinan, maka uang panai‟ ini tidak serta merta

dihapus, akan tetapi tetap dipertahankan sehingga muncullah

dua kewajiban yang masing-masing harus dipenuhi oleh

mempelai pria yaitu mahar sebagai kewajiban agama dan uang

panaik sebagai kewajiban adat”.2

Adapun kelebihan uang panai‟ yang tidak habis

terpakai akan dipegang oleh orang tua. Akan tetapi pada

umumnya semua uang panai‟ tersebut akan habis terpakai

untuk keperluan pesta pernikahan, namun apabila terdapat sisa

dari total uang panaik tersebut maka akan diberikan kepada

anak. Bagian anak pun terserah orang tuanya. Apakah akan

memberikan semuanya atau tidak, itu menjadi otoritas orang

tua si calon istri. Walaupun dalam kenyataanya orang tua tetap

memberikan sebagian kepada anaknya untuk dipergunakan

sebagai bekal kehidupannya yang baru.

Di dalam ekonomi Islam, uang panai‟ yang tinggi

boleh-boleh saja diberikan apabila pihak laki-laki sanggup

memberikan dan tidak menyusahkan pihak laki-laki.

2 Uang Panai dalam panangan Ekonomi Islam, skripsi oleh Nilawati

Page 82: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

66

1. Prinsip keseimbangan Keseimbangan

merupakan nilai dasar yang pengaruhnya

terlibat pada berbagai spek tingkah laku

ekonomi muslim, misal kesederhanaan

(moderation), berhemat (parsimon), dan

menjahi pemborosan (extravagance).

Konsep nilai kesederhanaan berlaku dalam

tingkah laku ekonomi, terutama dalam

menjauhi konsumerisme dan menjauhi

pemborosan berlaku tidak hanya untuk

pembelanjaan yang diharamkan saja, tetapi

juga pembelanjaan dan sedekah yang

berlebihan. Keseimbangan yang

dimaksudkan bukan hanya berkaitan dengan

keseimbangan antara kebutuhan duniawi

dan ukhrawi, tapi juga berkaitan dengan

keseimbangan kebutuhan individu dan

kebutuhan kemasyarakatan (umum). Islam

menekankan keselarasan antara lahir dan

batin, individu dan masyarakat. Oleh sebab

itu, sumber daya ekonomi harus diarahkan

untuk mencapai kedua kesejahteraan

tersebut. Islam menolak secara tegas umat

manusia yang terlalu rakus dengan

penguasaan materi dan menganggapnya

sebagai ukuran keberhasilan ekonomi.

Dari tulisan di atas, sudah terlihat jelas bahwa didalam

islam sangat di tegaskan untuk tidak terlalu boros dalam

Page 83: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

67

penguasaan materi dan menganggapnya sebagai ukuran

keberhasilan. Penulis mengangkat poin keseimbangan di

dalam 17M. Umer Chapra, “Negara Sejahtera Islami dan

Perannya di Bidang Ekonomi”, dalam Ainur R. Sophian, Etika

Ekonomi Politik: Elemen-Elemen Strategi Pembangunan

Masyarakat Islam, melihat kedudukan uang panai‟ didalam

ekonomi islam karena penulis beranggapan bahwa uang

(materi) tidak dapat kita simbolkan sebagai tolak ukur

kehidupan manusia kedepannya, serta tidak dapat di ukur dari

segi keberhasilan suatu resepsi pernikahan walaupun segala

sesuatu yang di perlukan di dalam resepsi itu membutuhkan

uang. Konsep pesta adat yang dibiayai dengan uang panai‟

ditinjau dari sudut pandang ekonomi Islam adalah

pemborosan, karena masyarakat di jaman ini mengadakan

resepsi perkawinan untuk berbangga-bangga. Kita banyak

menyaksikan adanya resepsi yang berlebih-lebihan,

pemborosan. Bahkan, ada yang membebani diri dengan resepsi

yang uang panai‟nya di luar kemampuannya, sampai ada yang

menggadaikan atau bahkan menjual hak miliknya, atau dengan

mencari utang yang akan mencekik lehernya. Perbuatan

demikian sebenarnya dilarang oleh agama. Allah swt. tidak

mengajarkan demikian. Islam mengatur secara jelas mengenai

masalah pernikahan. Termasuk di dalamnya adanya akad

nikah, serta walīmah al-„urs. Bahwa pernikahan tidak hanya

akad nikah namun perlu adanya suatu walīmah al-„ursy. Oleh

sebab itu, syari‟at menganjurkan supaya pernikahan tersebut

dipublikasikan pada khalayak umum, dan makruh hukumnya

untuk dirahasiakan. Di sunnahkan mengumumkan (waktu dan

Page 84: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

68

tempat) prosesi akad nikah dan mengundang masyarakat

sekitar, untuk membedakan antara pernikahan dan perzinaan

dan perbuatan haram, karena perbuatan haram identik dengan

perbuatan remang-remang. Selain itu, jika uang panaik terlalu

mahal ada beberapa dampak negatif yang bisa terjadi, yaitu:

a. Silariang. Apabila orang tua laki-laki tidak dapat

menyanggupi permintaan uang panai‟ dari keluarga

perempuan, biasa terjadi silariang. Alasan mereka

Silariang karena permintaan orang tua perempuan sangat

tinggi. Disamping itu laki-laki dan perempuan saling

mencintai. Jadi mereka memilih Silariang.

b. Apabila uang panaik tinggi dan menggelar pesta yang

meriah, salah satu dampaknya yaitu keluarga mempelai

akan menggelar pertandingan domino sehari sebelum

pesta pernikahan. Kemudian pada hari diadakannya pesta

biasanya dilengkapi dengan orkes melayu, sebab ia tidak

mau ketingalan dengan mengambil orkes. Sedangkan

dalam al-Qur‟an dan sunnah Rasulullah saw. menyerukan

kepada kita agar melaksanakan pesta perkawinan

sesederhana mungkin sesuai dengan tujuan uang panaik

dalam konsep Islam yaitu dengan menyederhanakan pesta

perkawinan dan dilaksanakan sesuai kemampuan. Untuk

mewujudkan prinsip tersebut, penulis beranggapan bahwa

pihak keluarga laki-laki dan keluarga perempuan terlebih

dahulu harus menyetujui atau menyepakati uang panaik

yang akan diberikan pihak laki-laki yang kemudian di

kembalikan setengahnya ke pihak keluarga laki-laki.

Page 85: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

69

Supaya terlihat seimbang dan lebih ekonomis dan supaya

tidak ada yang merasa dirugikan. Pada intinya peneliti

juga menyarankan bahwa yang perlu diperhatikan adalah

jangan sampai terdapat unsur keterpaksaan antara kedua

belah pihak, bagi yang tidak mempunyai kemampuan

untuk memberikan uang panaik dalam jumlah yang besar

hendaknya jangan terlalu dipaksakan. Ditinjau dari sudut

agama, Islam sebagai agama rahmat lil„alamin tidak

menyukai penentuan uang panaik (pesta pernikahan) yang

memberatkan pihak laki-laki untuk melangsungkan

perkawinan, demikian pula uang panaik (biaya pesta) yang

hanya merupakan anjuran agar tidak memberatkan bagi

pihak yang mempunyai niat suci untuk menikah.

2. Prinsip keadilan Secara garis besar keadilan dapat didefinisikan

sebagai suatu keadaan dimana terdapat kesamaan perlakuan di

mata hukum, kesamaan hak kompensasi, hak hidup secara

layak, dan hak menikmati pembangunan. Keadilan harus

ditetapkan disemua fase kegiatan ekonomi, baik kaitannya

dengan produksi maupun konsumsi, yaitu dengan aransemen

efisiensi dan memberantas keborosan ke dalam keadilan

distribusi ialah penilaian yang tepat terhadap faktor-faktor

produksi dan kebijaksanaan harga hasilnya sesuai dengan

takaran yang wajar dan ukuran yang tepat atau kadar

sebenarnya. Jika Ditinjau dari poin kedua yaitu prinsip

keadilan sebagaimana telah di jelaskan bahwa Nilai keadilan

merupakan konsep universal yang secara khusus berarti

menempatkan sesuatu pada posisi dan porsinya. Kata adil

dalam hal ini bermakna tidak berbuat zalim kepada sesama

Page 86: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

70

manusia, bukan berarti sama rata sama rasa. Dengan kata lain,

maksud adil di sini adalah menempatkan sesuatu pada

tempatnya. Dari penjelasan tersebut penulis mengambil

kesimpulan bahwa keadilan didalam kehidupan bermasyarakat

sangatlah di butuhkan, karena didalam kehidupan

bermasyarakat sangatlah diperlukan rasa kemanusiaan yang

tinggi. Dari kesadaran kemanusiaan yang tinggi inilah manusia

dapat memunculkan sifat keadilan yang bisa di pakai di dalam

tawar menawar uang panai‟ antara pihak pria dan pihak

wanita. Tawar menawar uang panaik dalam segi prinsip

keadilan yang di maksud penulis adalah sesuainya kemampuan

yang di sanggupi dari pihak laki-laki yang bisa di terima pihak

perempuan atau bisa di katakan kesepakatan antara pihak laki-

laki dan pihak perempuan melalui pembicaraan kedua bela

pihak dan tidak ada yang merasa dirugikan.

Islam telah memberikan kemudahan kepada para pemeluknya

dalam menjalankan hukum Islam sesuai dngan kemmapuannya. Hal

ini dapat kita lihat pada ayat al-Qur‟an sebagai berikut:

1. QS al-Baqarah / 2 : 286

ن فسا إله وسعها ل يكلف الله

Terjemahnya: „Allah tidak membebani seseorang

melainkan sesuai dengan kesanggupannya... .‟

Page 87: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

71

2. QS An-Nisa / 4 : 28

نسان ضعيفا ف عنكم وخلق ال أن يف يريد الله

Terjemahnya: Allah hendak memberikan keringanan

kepadamu dan manusia dijadikan bersifat lemah‟.19

3. QS Al-Maidah /5 : 6

ليجعل عليكم من حرجيريد الله

Terjemahnya: „Allah tidak hendak menyulitkan kamu...‟

Dengan melihat ayat-ayat dia atas, nampaklah kepada

kita bahawa hukum Islam berjalan di atas kemudahan,

tidak memberatkan dan tidak menyulitkan. Dan

perkawinan tiada lain hanya untuk melaksanakan ketetapan

yang sudah menjadi Sunnatllah semenjak azali dan

melaksanakan kewajiban yang ditetapkan oleh Allah swt.

Karena adanya unsur mempersulit perkawinan dengan

tuntutan mahar dan uang panai‟ yang mahal atau berbagai

tuntutan yang lainnya, hal ini tidak sesuai dengan

kemudahan yang dianjurkan oleh Allah swt. Sebagaimana

telah dijelaskan di atas bahwa uang panaik adalah sejumlah

uang yang wajib diserahkan oleh calon mempelai suami

kepada pihak keluarga calon istri yang akan digunakan

sebagai biaya dalam resepsi perkawinan, di mana uang

tersebut belum termasuk mahar. Menurut pandangan

Page 88: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

72

masyarakat suku Bugis Bone pemberian uang panai‟

dalam perkawinan adat mereka adalah suatu kewajiban

yang tidak bisa diabaikan. Tidak ada uang panai‟ berarti

tidak ada perkawinan. Karena dari sudut pandang mereka

uang panaik dan mahar merupakan satu kesatuan yang

tidak dapat dipisahkan. Kebiasaan inilah yang berlaku pada

masyarakat suku Bugis-Makassar sejak lama dan turun

menurun dari satu periode ke periode selanjutnya sampai

sekarang. Pada hakikatnya dalam hukum perkawinan Islam

tidak ada kewajiban untuk memberikan uang panaik,

kewajiban yang ada dalam perkawinan Islam hanyalah

memberikan mahar kepada calon istri. Pemberian uang

panai‟ ini merupakan adat kebiasaan yang turun temurun

dan tidak bisa ditinggalkan karena mereka telah

menganggap bahwa uang panai‟ merupakan suatu

kewajiban dalam perkawinan. Jadi hal yang terpenting

adalah mahar haruslah sesuatu yang bisa diambil

manfaatnya, baik berupa uang atau sebentuk cincin yang

sangat sederhana sekalipun. Telah dipaparkan di atas

bahwa dalam Islam tidak ada ketentuan yang pasti tentang

standar minimal dan maksimal dari mahar yang harus

dibayarkan oleh suami kepada calon isteri. Islam hanya

menganjurkan kepada kaum perempuan agar tidak

berlebihlebihan dalam meminta jumlah mahar kepada

suami. Anjuran di atas merupakan perwujudan dari prinsip

menghindari kesukaran atau kesusahan (raf‟ al-haraj) dan

mengutamakan kemudahan (altaysir). Dua prinsip ini

merupakan prinsip universal dalam menjalankan

Page 89: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

73

keseluruhan syari‟at Islam. Hanya saja, dalam

melaksanakan hukum pernikahan prinsip tersebut jauh

lebih ditekankan, dalam artian mempersulit terwujudnya

pernikahan dan membebani laki- laki dengan sesuatu yang

tidak kuat mereka pikul adalah pemicu kerusakan dan

bencana. Di sisi lain, Islam sangat akomodatif terhadap

kondisi dan kemampuan manusia. Tidak bisa dipungkiri,

mereka berbeda dalam hal pendapatan, kebiasaan, tradisi

dan lainnya. Islam tidak menyukai penentuan mahar yang

terlalu berat atau di luar jangkauan kemampuan seorang

laki-laki, karena hal ini dapat membawa akibat negatif

antara lain: pertama, menjadi hambatan berlangsungnya

nikah bagi laki-laki dan perempuan, terutama bagi mereka

yang sudah merasa cocok dan telah mengikat janji,

akibatnya kadang-kadang mereka putus asa dan nekad

mengakhiri hidupnya; kedua, mendorong atau memaksa

pihak laki-laki untuk berhutang. Hal ini bisa berdampak

kesedihan bagi suami isteri dan menjadi beban hidup

mereka karena mempunyai hutang yang banyak. Dampak

ketiga, adalah mendorong terjadinya kawin lari. Di

samping itu, dampak lain yang bisa ditimbulkan adalah

banyaknya wanita yang tidak kawin dan menjadi perawan

tua karena para lelaki mengurungkan niatnya untuk

menikah disebabkan banyaknya tuntutan yang harus

disiapkan oleh pihak lakilaki demi sebuah pernikahan.

Lebih jauh lagi, akibat yang timbul karena besarnya

tuntutan yang harus dipenuhi adalah dapat mengakibatkan

Page 90: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

74

para pihak yang ingin menikah terjerumus dalam perbuatan

dosa.

Adapun hikmah uang panai‟ dalam perkawinan

tidaklah sekedar ditetapkan sebagai sesuatu yang tak

bermakna apa-apa. Ia memiliki makna dan hikmah yang

tinggi, uang panaik merupakan dana yang digunakan untuk

melaksanakan pesta perkawinan. Uang belanja yang

merupakan keharusan bagi pihak laki-laki yag diserahkan

kepada pihak perempuan sebagai penunjang biaya yang

dikeluarkan oleh pihak perempuan. Ini berarti kedua elah

pihak saling membantu dalam melaksanakan pesta

perkawinan. Tolong menolong merupakan ajaran Islam

yang cukup mendasar dalam kehidupan bermasyarakat

antara satu dengan yang lainnya dituntun untuk senantiasa

tolong menolong dalam mengatasi berbagai kesulitan.

Perkawinan merupakan suatu kegiatan umat manusia yang

mengandung nilai kebaikan. Perkawinan mewakili tujuan yang mulia.

Karena itulah didalam pelaksanaannya dituntut untuk saling

menolong. Dengan demikian, bagaimanapun beratnya pelaksanaan

perkawnan itu akan dapat etratasi.3

B. Penafsiran Ayat Mahar

Dalam Al-Qur`an, ada beberapa ayat yang menjelaskan mengenai

mahar. Di antaranya:

1. QS. an-Nisa ayat 4:

3 Uang Panai dalam pandangan ekonomi islam, skripsi Nilawati

Page 91: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

75

وآتوا النساء صدقاتنه نلة فإن طب لكم عن شيء منو ن فسا فكلوه

ىنيئا مريئا“Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (orang

yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh dengan

kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu

sebagian dari (maskwain) itu dengan senang hat, maka terimalah

dan nikmatillah pemberian itu dengan senang hati.” (QS an-Nisa

[4]: 4)

Kata صدقة dan نلة dalam QS. An-Nisa ini diartikan sebagai

Mahar.

Dalam ayat ini tafsir al-Misbah menjelaskan bahwa, Maskawin

dinamai (صدقات) shadaqat bentuk jamak dari (صدقة) shaduqah,

yang terambil dari akar yang berarti “kebenaran”. Ini karena

maskawin itu didahului oleh janji sehingga pemberian itu merupakan

bukti kebenaran janji. Demikian menurut Muhammad Thahir Ibn

Asyur. Dapat juga dikatakan bahwa maskawin bukan saja lambang

yang membuktikan kebenaran dan ketulusan hati suami untuk

menikah dan menanggung kebutuhan hidup istrinya, tetapi terlebih

dari itu, ia adalah lambang dari janji untuk tidak membuka rahasia

kehidupan rumah tangga, khususnya rahasia terdalam, yang tidak

dibuka oleh seorang wanita kecuali kepada suaminya. Dari segi

kedudukan maskawin sebagai lambang kesediaan suami menanggung

kebutuhan hidup istri, maskawin hendaknya sesuatu yang bernilai

materi, walau hanya cincin dari sebagaimana sabda Nabi saw., dan

Page 92: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

76

dari segi kedudukannya sebagai lambang kesetiaan suami istri,

maskawin boleh merupakan pengajaran ayat-ayat al-Qur`an.4

Menamai maskawin dengan nama tersebut di atas diperkuat lagi

oleh lanjutan ayat, yakni (نلة) nihlah. Kata ini berarti pemberian yang

tulus tanpa mengharapkan sedikitpun imbalan. Ia juga dapat berarti

agama, pandangan hidup, sehingga maskawin yang diserahkan itu

merupakan bukti kebenaran dan ketulusan hati sang suami, yang

diberikannya tanpa mengarapkan imbalan, bahkan diberikannya

karena didorong oleh tuntunan agama atau pandangan hidupnya. 5

Kerelaan istri menyerahkan kembali maskawin itu harus benar-

benar muncul dari lubuk hatinya. Karena itu, ayat di atas, setelah

menyatakan (طب) thibna yang maknanya mereka senang hati,

ditambah lagi dengan kata (نفسا) nafsan‟ jiwa untuk menunjukkan

betapa kerelaan itu muncul dari lubuk jiwanya yang dalam tanpa

tekanan, penipuan dan paksaan dari siapa pun. Dari ayat ini dipahami

adanya kewajiban suami membayar maskawin buat istri, dan bawa

maskwain itu adalah hak istri secara penuh. Dia bebas

menggunakannya dan bebas pula memberi seluruhnya atau sebagian

darinya kepada siapa pun termasuk kepada suaminya. Dalam surah al-

Baqarah [2]: 236 penulis kemukakan bahwa firman-Nya: “ selama

kamu belum menyentuh mereka atau mewajibkan atas dirimu untuk

4M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Kesan, Pesan dan Keserasian Al-Qur`an,

Vol. III hlm 415-416

5M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Kesan, Pesan dan Keserasian Al-Qur`an,

Vol. III hlm 416

Page 93: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

77

mereka suatu kewajiban untuk membayar mahar, “ menunjukkan

bahwa maskawin bukanlah rukun pada akad nikah. Sehingga, dengan

demikian, bila maskawin tidak disebut pada saat akad, pernikahan

tetap sah.6

Maskawin menjadi kewajiban suami, bahkan membelanjai istri

dan keluarga, karena demikian itulah kecenderungan jiwa manusia

yang normal, bahkan binatang. Pernahkah anda melihat ayam betina

menyodorkan makanan untuk ayam jantan? Bukankah ayam jantan

yang menyodorkan makanan untuk kemudian merayu dan

mengawaninya? Demikian tabiat yang ditetapkan Allah swt. Bahkan,

wanita yang tidak terhormat sekalipun enggan, paling tidak enggan,

terlihat atau diketahui membayar sesuatu untuk kekasihnya.

Sebaliknya, rasa harga diri lelaki menjadikannya enggan untuk

dibiayai wanita. Ini karena naluri manusia yang normal merasa bahwa

dialah sebagai pria yang harus menanggung beban itu.7

2. QS. An-Nisa [4]: 24-25

والمحصنات من النساء إله ما ملكت أيانكم كتاب الله عليكم

ر مسافحين ت غوا بموالكم مصنين غي وأحله لكم ما وراء ذلكم أن ت ب

هنه فآتوىنه أجورىنه فريضة ول جناح عليكم فيما فما استمت عتم بو من

تم بو من ب عد الفريضة إنه الله كان عليما حكيما ) ( ومن ل 42ت راضي

6M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Kesan, Pesan dan Keserasian Al-Qur`an,

Vol. III hlm 416-417

7M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Kesan, Pesan dan Keserasian Al-Qur`an,

Vol. III hlm 417

Page 94: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

78

يستطع منكم طول أن ي نكح المحصنات المؤمنات فمن ما ملكت

ت ياتكم المؤمنات والله أعلم بيانكم ب عضكم من ب عض أيانكم من ف

ر فانكحوىنه بذن أىلهنه وآتوىنه أجورىنه بلمعروف مصنات غي

بفاحشة مسافحات ول متهخذات أخدان فإذا أحصنه فإن أت ين

ف عليهنه نصف ما على المحصنات من العذاب ذلك لمن خشي

غفور رحيم ) ر لكم والله (42العنت منكم وأن تصبوا خي “Dan (diharamkan juga kmu menikahi) perempuan yang bersuami,

kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu

miliki. Sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dan dihalalkan bagimu

selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu jika kamu berusaha

dengan hartamu untuk menikahinya bukan untuk berzina. Maka

karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan mereka. Berikanlah

maskawinnya kepada mereka sebagai suatu kewajiban. Tetapi tidak

mengapa jika ternyata di antara kamu telah saling merelakannya,

setelah ditetapkan. Sungguh, Allah Maha Mengetahui,

Mahabijaksana. Dan barang siapa di antara kamu tidak mempunyai

biaya untuk menikahi perempuan merdeka yang beriman, maka

(dihalalkan menikahi perempuan) yang beriman dari hamba sahaya

yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu. Sebagian dari

kamu adalah dari sebagian yang lain (sama-sama keturunan Adam-

Hawa), karena itu nikahilah mereka dengan izin tuannya dan berilah

mereka maskawin yang pantas, karena mereka adalah perempuan-

perempuan yang memelihara diri, buka pezina dan bukan (pula)

perempuan yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya.

Apabila mereka telah berumah tangga (bersuami), tetapi melakukan

perbuatan keji (zina) , maka (hukuman) perempuan-perempuan

merdeka (yang tidak bersuami). (kebolehan menikahi hamba sahaya)

itu, adalah bagi orang-orang yang takut terhadap kesulitan dalam

menjaga diri dari (perbuatan zina). Tetapi jika kamu bersabar, itu

Page 95: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

79

lebih baik bagimu. Allah Maha Pengampun , Maha Penyayang.” (QS

an-Nisa [4]: 24-25)

Kata أجر dalam ayat diatas diartikan sebagai Mahar.

Dalam penjelasan Quraish Shihab terhadap tafsir al-Misbah

adalah Selesai memerinci yang haram dinikahi, kemudian dijelaskan

siapa yang boleh dinikahi dan caranya, dengan menegaskan bahwa

dan dihalalkan bagi kamu seselain itu, yakni selain mereka yang

disebutkan pada ayat ini dan yang lalu serta selain yang dijelaskan

oleh Rasul Saw itu dihalalkan supaya kamu mencari dengan sungguh-

sungguh pasangan-pasangan yang halal dengan harta kamu yang kamu

bayarkan sebagai maskawin dengan tujuan memelihara kesucian kamu

dan mereka, bukan sekadar untuk menumpahkan cairan yang

terpancar itu, dan memenuhi dorongan berahi, atau bukan untuk

berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati di antara mereka

dengan sempurna imbalannya, yakni maharnya, sebagai suatu

kewajiban yang kamu tetapkan kadarnya atas diri kamu berdasarkan

kesepakatan kamu dan ditetapkan juga oleh Allah dan tidaklah

mengapa, yakni tidak ada dosa bagi kamu, wahai para suami, terhadap

sesuatu yang kamu sebagai suami istri telah saling merelakannya,

sesudah kewajiban itu, yakni sesudah menentukan mahar itu. 8

Penggunaan kata (أجر) ajr/upah untuk menunjuk maskwain

dijadikan dasar oleh ulama-ulama bermazhab Hanafi untuk

menyatakan bahwa maskawin haruslah sesuatu yang bersifat material.

Tetapi kelompok ulama bermazhab Syafi‟i tidak mensyaratkan sifat

8M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Kesan, Pesan dan Keserasian Al-Qur`an,

Vol. III hlm 479-480

Page 96: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

80

material untuk maskawin. Penyebutkan kata upah disini hanyalah

karena disini hanyalah karena itu yang umum terjadi dalam

masyarakat. Rasul saw. kata mereka, membenarkan pernikahan

seseorang dengan memberi maskawin pada istrinya berupa pengajaran

al-Qur`an. Hemat penulis, maskawin sebaiknya berupa materi,

“Carilah walau cincin dari besi” demikian sabda Rasul saw. Kalau

memang benar-benar tidak ada, barulah sesuatu yang bersifat non

materi, seperti ayat-ayat al-Qur`an, karena maskawin antara lain

merupakan lambang kesediaan suami untuk mencukupi kebutuhan

istri dan anak-anaknya. Bahwa memberi kitab suci al-Qur`an atau alat-

alat shalat bersama sesuatu yang bernilai materi tentu saja tidak

dilarang, bahkan itu baik jika ia dimaksudkan untuk dibaca oleh istri

serta mengingatkan pelaksanaan shalat.9

Maskawin dilukiskan oleh ayat ini dengan redaksi mewajibkan

(atas dirimu) untuk mereka suatu kewajiban. Ini untuk menjelaskan

bahwa mas kawin adalah kewajiban suami yang harus diberikan

kepada istrinya, tetapi hal tersebut hendaknya diberikan dengan tulus

dari lubuk hati sang suami karena dia sendiri, bukan selainnya yang

mewajibkan atas dirinya. Di tempat lain, Allah memerintahkan

pemberian maskawin itu dengan firman-Nya: “Berikanlah maskawin

(mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang

penuh kerelaan”.10

(QS an-Nisa [4]: 4).

Sungguh buruk jika wali memaksakan jumlah tertentu untuk mas

kawin, apalagi yang memberatkan calon suami. Mas kawin bukanlah

9M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Kesan, Pesan dan Keserasian Al-Qur`an,

Vol. III hlm 488

10M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Kesan, Pesan dan Keserasian Al-Qur`an,

Vol. III hlm 620

Page 97: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

81

harga dari seorang istri, tetapi ia antara lain adalah lambang kesediaan

dan tanggung jawab suami memenuhi kebutuhan istri dan anak-

anakya. Walaupun kamu, wahai para suami yang menceraikan istrinya

dalam kasus di atas, tidak berkewajiban membayar sesuatu, sungguh

bijaksana jika kamu memberikan sesuatu kepadanya karena itu

hendaklah kamu berikan suatu mut‟ah (pemberian kepada mereka).

Ini karena perceraian tersebut telah menimbulkan sesuatu yang dapat

mengeruhkan hati istri dan keluarganya, bahkan dapat menyentuh

nama baik mereka. Pemberian tersebut sebagai ganti rugi atau

lambang hubungan yang masih tetap bersahabat dengan mantan istri

dan keluarganya walaupun tanpa ikatan perkawinan. Jumlahnya

diserahkan kepada kerelaan mantan suami. Yang luas (rezekinya

memberi) menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut

kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patu sesuai

dengan pandangan agama dan masyarakat.

Yang luas, yakni rezekinya, seperti diterjemahkan di atas, ada

juga yang memahaminya dalam arti yang luas geraknya dipentas bumi

ini untuk mebcari rezeki. Ini berarti ia mempunyai kemampuan untuk

berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain atau karena luasnya

geraknya maka ia memperoleh rezeki yang banyak. Memang orang

yang berpangku tangan, tidak bergerak aktif, tidak akan memperoleh

rezeki yang memadai. “Tidaklah ada suatu dhabbah pun di bum

melainkan Allah-lah yang meberi rezekinya” (QS Hud [110: 6. Maka

kata dhabbah adalah makhluk yang bergerak sehingga semakin luas

bergerak, semakin berpeluang makhluk itu memperoleh rezeki.11

11M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Kesan, Pesan dan Keserasian Al-Qur`an,

Vol. III hlm 620

Page 98: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

82

Yang demikian itu merupakan hak (ketentuan) atas al-Muhsinin,

yakni orang-oran yang berbuat kebajikan. Penutup ayat ini dijadikan

dasar oleh dua kelompok ulama untuk menguatkan pendapat mereka

tentang hukum pemberian mut‟ah di atas. Yang mengarahkan

pandangannya kepada kata al-Muhsinin berpendapat bahwa

pemberian itu bersifat anjuran.12

3. QS. al-Baqarah: 236-237:

وىنه أو ت فرضوا لنه فريضة ل جناح عليكم إن طلهقتم النساء ما ل تسوعلى المقت قدره متاعا بلمعروف حقا ومتعوىنه على الموسع قدره

وىنه وقد 432على المحسنين ) ( وإن طلهقتموىنه من ق بل أن تسف رضتم لنه فريضة فنصف ما ف رضتم إله أن ي عفون أو ي عفو الهذي بيده نكم إنه الله قوى ول ت نسوا الفضل ب ي رب للت ه عقدة النكاح وأن ت عفوا أق

( 432با ت عملون بصير )“Tidak ada dosa bagimu, jika kamu menceraikan istri-istri kamu

yang belum kamu sentuh (campuri) atau belum kamu tentukan

maharnya. Dan hendaklah kamu beri mereka mut‟ah, bagi yang

mampu menurut kemampuannya dan bagi yang tidak mampu menurut

kesanggupannya, yaitu pemberian dengan cara yang patut, yang

merupakan kewajiban bagi orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan

jika kamu menceraikan mereka sebelum kamu sentuh (campuri),

padahal kamu sudah menentukan maharnya, maka (bayarlah)

seperdua dari yang telah kamu tentukan, kecuali jika mereka

(membebaskan) atau dibebaskan oleh orang yang akad nikah ada di

tangannya. Pembebasan itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah

kamu lupa kebaikan di antara kamu. Sungguh, Allah Maha Melihat

apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Baqarah [2]: 236-237).

12M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Kesan, Pesan dan Keserasian Al-Qur`an,

Vol. III hlm 621

Page 99: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

83

Kata فريضة dalam ayat diatas diartikan sebagai Mahar.

Dalam penfasiran tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa Tidak ada

kewajiban atas para suami, membayar mahar atau selainnya kecuali

yang akan ditetapkan nanti jika kamu, karena satu dan lain sebab,

menceraikan wanita-wanita yang telah menjalin ikatan perkawinan

dengan kamu selama kamu belum menyentuhnya, yakni berhubungan

seks dengannya, dan selama kamu menentukan maharnya. Ini berarti

bahwa seorang suami yag menceraikan istrinya, tidak berkewajiban

membayar mahar bila istri tersebut tidak digauliya dan tidak pula ia

belum menetapkan mahar ketika berlangsung akad nikah. Firman-

Nya: selama kamu belum menyentuh mereka atau mewajibkan atas

dirimu untu mereka suatu kewajiban membayar mahar menunjukkan

bahwa maskawin bukanlah rukun ada akad nikah. Dengan demikian,

bila pun maskawin tidak disebut pada saat akad, pernikahan tetap

dinilai sah.13

“tidaklah ada halangan atas kamu jika kamu mentalak

perempuan selama tidak kamu sentuh mereka, atau sebelum kamu

tentukan kepada mereka (mahar) yang difardhukan.”

Untuk mengetahui kedudukan ayat ini, yaitu boleh menceraikan

istri sebelum “disentuh” tegasnya sebelum dicampuri, dan boleh pula

sebelum maharnya dibayar, hendaklah kita ketahui adat istiadat

setengah negeri, dalam islam, terutama ketika ayat ini turun. Seorang

gadis juga mempunyai kewajiban yang mulia di samping akan

bercampur gaulnya dengan suaminya, ia menghubungkan diantara

dua keluarga, supaya lebih akrab. Sampai sekarang di negeri-negeri

timur seumumnya masilah kuat dan penting hubungan ipar besan di

13M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Kesan, Pesan dan Keserasian Al-Qur`an,

Vol. III hlm 619

Page 100: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

84

antara kedua keluarga itu, sehingga berkesan menjadi pepatah di

beberapa negeri di Indonesia kita ini: “Yang nikah adalah mempelai

sama mempelai, tetapi yang kawin adalah keluarga dengan

keluarga.”14

Kadang kadang seorang orang tua yang mempunyai anak

perempuan menawarkan anaknya kepada seorang laki-laki yang dia

sukai, terlebih-lebih untuk memperkarib persaudaraan, dan laki-laki

menerimanya. Kemudian kawinlah mereka, ternyata bahwa

perempuan itu tidak suka terhadap suaminya, atau si suami tidak

suka kepada perempuan itu, padahal mereka belum berlarut-larut

bolehlah mereka bercerai. Dan dalam hal yang lain lagi, meskipun

seketika akad nikah sudah wajib diterangkan beberapa mahar akan

dibayar, ada pula yang berjanji bahwa mahar itu tidak tunai dibayar

hari itu melainkan dijanjikan di hari lain. Maka kalau keputusan

bercerai (talak) juga akan terjadi, tidaklah mengapa. Artinya boleh

mentalak sebelum mahar dibayar. Tetapi dilanjutkan ayat

diterangkan kewajiban mentalak istri sebelum dicampuri, atau

sebelum mahar dibayar itu: “dan berilah mereka bekal, (yaitu) bagi

orang yang berkelapangan sekedar lapanganya.” Tegasnya berilah

perempuan itu uang pengobat hati itu uang pengobat hatinya. Kalau

engkau orang kaya berilah menurut ukuran kekayaanmu. “Dan bagi

yang berkempitan menurut kadarnya (sekedar kemampuanya pula).”

Lalu dijelaskan apa macamnya bekalan pengobat hati itu. “Yaitu

bekalan yang sepatutnya,” sekali lagi yang sepatutunya, atau yang

ma‟ruf. Yaitu yang patut menurut kebiasaan di tempat itu dan masa

itu. Dan di ujung ayat ditegaskan lagi: “Menjadi kewajiban bagi

14 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Kesan, Pesan dan Keserasian Al-Qur`an,

Vol. III hlm 619

Page 101: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

85

orang-orang yang ingin berbuat kebaikan.” (ujung ayat 236). Inilah

pendidikan budi pekerti yang sedalam-dalamnya kepada orang yang

beriman.15

Dalam tafsir Al-Misbah dijelakan bahwa ayat ini menjelaskan

tentang perceraian terhadap istri yang belum digauli baik sebelum

maupun setelah mereka menyepakati jenis atau kadar maskawin.

Dan Qurais Shihab menjelaskan bahwa seorang suami menceraikan

istrinya tidak berkewajiban membayar mahar bila istri tersebut tidak

digaulinya dan tidak pula ia belum menetapkan mahar ketika

berlangsung akad nikah.

Dan beliau menjelaskan pula bahwa maskawin bukanlah rukun

pada akad nikah. Dengan demikian, bilapun maskawin tidak disebut

pada saat akad, pernikahan tetap dinilai sah. Lalu beliau juga

menjelaskan maskawin dilukiskan pada ayat ini dengan redaksi

mewajibkan. Ini untuk menjelaskan bahwa maskawin adalah

kewajiban suami yang harus diberikan kepada isterinya tetapi hal

tersebut hendaknya diberikan dengan tulus dari lubuk hati sang

suami karna dia sendiri bukan selainya yang mewajibkan atas

dirinya. Quraish Shihab juga menjelaskan dalam tafsirnya bahwa

sungguh buruk jika wali memaksakan jumlah tertentu untuk

maskawin apalagi yang memberatkan calon suami maskawin

bukanya harga diri seorang isteri, tetapi ia antara lain adalah lambng

kesediaan dan tanggung jawab suami memenuhi kebutuhan isteri dan

anak-anaknya.

Kemudian pada ayat selanjutnya ayat 237 Quraish Shihab

menjelaskan kalau perceraian dijatuhkan sebelum terjadi hubungan

15 Hamka, Tafsir al-Azhar Juz V, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004), cet. 5, h. 326-

327

Page 102: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

86

seks, tetapi telah disepakati kadar mahar sebelum perceraian, yang

wajib diserahkan oleh suami adalah seperdua jumlah yang ditetapkan

itu ini karena salah satu tujuan utama perkawinan belum terlaksana

yakni hubungan seks. Dan beliau mengutip pendapat para pakar

hukum bahwa kalau seorang suami telah bercampur dengan isterinya

dan telah pula menetapkan kadar maharnya, ia berkewajiban

memberikan mahar pada isterinya, demikian juga kepada isteri yang

diceraikanya, kadar mahar secara penuh. Adapun kalau mereka

sudah bercampur sebagai layaknya suami isteri, tetapi belum ada

ketetapan tentang kadar mahar sebelum diceraikanya, yang wajib

dibayarkan oleh suami adalah sejumlah yang pantas bagi wanita

yang setatus sosialnya sama dengan status sosial isteri yang

diceraikan itu.

C. Analisis Penulis

Menurut Quraish Shihab, pada Q.S An-Nisa: 4 dijelaskan

bahwa nama lain dari kata mahar adalah صدقات Dan نلة. Shaduqat

yang artinya kebenaran karena maskaswin itu didahului oleh janji

sehingga pemberian itu merupakan bukti kebenaran janji.

Kemudian. Pada An-Nisa ayat 24-25 dijelaskan bahwa menikah

itu terdapat kesenangan dan ketentraman jiwa maka sudah sepatutnya

seorang lelaki yang hendak menikah membayar mahar dan tidak boleh

menggauli istri tanpa memberi nafkah. Kewajiban pemberian

maskawin itu diberikan walaupun hanya kepada budak yang dinikahi.

Kemudian pada QS. Al-Baqarah 236-237 dijelaskan bahwa

apabila setelah bercerai dan belum bergaul dengan sang istri serta

Page 103: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

87

mahar belum dibayarkan maka pihak lelaki harus membayar mahar

setengahnya. Sebaliknya apabila mahar telah dibayarkan seluruhnya

maka dari pihak istri harus mengembalikan setengah dari mahar

yang diberikan. Dan apabila kedua belah pihak saling memaafkan

maka peraturan Allah tidak berlaku lagi.

Mengenai tradisi uang panai‟ yang menjadi adat di Sulawesi

Selatan, dijelaskan bahwa didalam al-Qur‟an, Tafsir al-Misbah

maupun dalam agama islam, tidak dijelaskan mengenai pemberian

uang panai‟ atau uang belanja, yang ada adalah mahar. Walaupun

pemberian uang panai‟ tidak diatur secara gamblang dalam hukum

Islam, namun pemberian uang panai‟ sudah merupakan suatu tradisi

yang harus dilakukan pada masyarakat tersebut dan selama hal ini

tidak bertentangan dengan akidah dan syari‟at maka hal ini

diperbolehkan.

Dalam hal ini, jangan sampai terdapat unsur keterpaksaan antara

kedua belah pihak, bagi yang tidak mempunyai kemampuan untuk

memberikan uang panai‟ dalam jumlah yang besar hendaknya

jangan terlalu dipaksakan. Ditinjau dari sudut agama, Islam sebagai

agama rahmat lil„alamin tidak menyukai penentuan uang panai

(pesta pernikahan) yang memberatkan pihak laki-laki untuk

melangsungkan perkawinan, demikian pula uang panaik (biaya

pesta) yang hanya merupakan anjuran agar tidak memberatkan bagi

pihak yang mempunyai niat suci untuk menikah.

Page 104: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

88

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis di atas, penulis dapat menyimpulkan:

Pemahaman yang muncul dari sebagian orang tentang pengertian

mahar dan uang panai’ masih banyak yang keliru. dalam adat

perkawinan masyarakat bugis, baik mahar ataupun uang panai’

merupakan dua pengertian yang berbeda. Uang Panai’ adalah “Uang

hantaran” yang harus diserahkan dari pihak keluarga calon mempelai

laki-laki kepada pihak keluarga calon mempelai perempuan untuk

membiayai prosesi pesta pernikahan. Sedangkan Mahar adalah

pemberian berupa uang atau harta dari pihak laki-laki kepada pihak

perempuan sebagai syarat sahnya pernikahan menurut ajaran Islam.

Mahar dan uang panai’ dalam perkawinan adat suku bugis

adalah suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena dalam

prakteknya kedua hal tersebut memiliki posisi yang sama dalam hal

kewajiban yang harus dipenuhi. Akan tetapi uang panai’ lebih

mendapatkan perhatian dan dianggap sebagai suatu hal yang sangat

menentukan kelancaran jalannya proses perkawinan. Sehingga

jumlah uang panai’ yang ditentukan oleh pihak wanita biasanya lebih

banyak daripada jumlah mahar yang diminta. Dalam kenyataan yang

ada uang panai’ bisa mencapai ratusan juta rupiah karena

dipengaruhi oleh beberapa faktor, justru sebaliknya bagi mahar yang

tidak terlalu dipermasalahkan sehingga jumlah nominalnya

diserahkan kepada kerelaan suami yang pada umumnya hanya

berkisar Rp. 10.000 – Rp. 5.000.000, saja.

Page 105: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

89

Walaupun pemberian uang panai’ tidak diatur secara gamblang

dalam hukum Islam, namun pemberian uang panaik sudah merupakan

suatu tradisi yang harus dilakukan pada masyarakat tersebut dan

selama hal ini tidak bertentangan dengan akidah dan syari’at maka

hal ini diperbolehkan

Dalam tafsir al-Misbah dan pengertian mahar dalam QS. An-

Nisa ayat 4, bahwa nama lain dari mahar adalah Shoduqah dan

Nihlah. Dalam tafsir al-Misbah shoduqah yang berarti kebenaran,

karna menurut beliau maskawin itu didahului oleh janji sehingga

pemberian itu merupakan bukti kebenaran janji dan dari segi

kedudukannya, mahar dartikan sebagai lambang kesediaan suami

dalam mencukui.

Dan untuk ukuran mahar, dalam tafsir al-Misbah menjelaskan,

bahwa mahar hendaknya dalam bentuk materi, yaitu walau hanya

dengan cincin dari besi sebagaimana sabda Nabi saw. Dan boleh juga

hanya dengan pengajaran ayat-ayat suci Al-Qur`an.

Page 106: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

90

B. Saran

Penulis menyadari bahwa tulisan ini tak luput dari kesalahan

dan kekurangan, maka dari itu harus banyak peneliti yang meneliti

tentang kajian ini, karena pembahasan tentang mahar sangat luas.

Page 107: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

91

DAFTAR PUSTAKA

@tausyiahku_, Tausyiah Cinta, Jakarta: QultumMedia, 2016.

A. M Ismatullah, “Kisah Yusuf Dalam Tafsir Al-Mishbah” dalam Tesis Uin

Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tahun 2006.

Abbas, Adil Abdul Mun’im Abu. Ketika Menikah jadi Pilihan,terj. Az-Zawaj

wa al-`Aalaqaat al-Jinsiyyah fi al-IslamolehGazi Said (Jakarta:

Almahira, 2008.

Abdurrahman Abdul Aziz bin dan Khali bin Ali, Pernikahan dan

Permasalahannya, terj. Najmul Shalib oleh Musifin As’ad dan Salim

Basyarahil, Jakarta: Pustaka Kautsar, 1995.

al-Bukhori, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail. Shahih Bukhori, Beirut:

Dar el Fikri, 2006.

Al-Jaziry, Abdurrahman. Al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, Beirut: Darul

kutu al Ilmiah, 2003.

Al-Mundziri, Zaki Al-Din ‘Abd Al-Azhim. Ringkasan Shahih Muslim terj.

Mukhtashar Shahih Muslim oleh Syinqithy Djamaluddin dan Mochtar

Zoreni, (Bandung: Mizan, 2009) Cet ke-2 h. 439

Al-Qur`an Terjemahan Kementrian Agama.

Amrullah, Abdul Malik Abdul Karim. Al-Azhar Juz I-II, Jakarta: Pustaka

Panjimas, 1983.

Anshori, Penafsiran Ayat-Ayat Jender menurut Quraish Shihab, Jakarta:

Visindo Media Pustaka, 2008.

Anwar, Mauluddin. Cahaya, Cinta, Canda Quraish Shihab, Tangerang,

Lentera Hati, 2015.

As Shabuni, Muhammad Ali. Penikahan Dini yang Islami, Jakarta: Pustaka

Amani, 1996.

As’ad, Musifin dan Salim Basyarahil, Perkawinan dan Masalahnya, terj.Al-

Ziwaaj Wa Al-Mubuur oleh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Musnad,

Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993.

Page 108: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

92

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Kamus

Bahasa Pusat, 2008.

Faudah, Muhammad Basuni. Tafsir-tafsir al-Qur`an, Perkenalan Metode

Tafsir, Bandung: Pustaka, 1407 H.

Ghazaly,Abd. Rahman Fiqih Munakahat, Jakarta; Prenada Media, 2003.

Hakim, M. Luqman. Skripsi: ”Konsep Mahar dalam al-Qur’an dan

Relevansinya dengan Kompilasi Hukum Islam” Malang: UINMMI,

2018.

Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur`an di Indonesia, Bandung: Mizan,

1996.

Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, Yogyakarta: Lkis Pelangi

Aksara, 2013.

Istiqomah, Abdullah. “Mahar Pernikahan yang baik dalam Islam seperti

sabda Rasulullah saw” dalam Artikel, 25 Januari 2017.

Kamal Faqih Imani dkk. Nurul Qur`an terj. Nurul Qur`an oleh Anna Farida

Jakarta: Al-Huda, 2003.

Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, pasal 1 huruf d tentang Ketentuan

Hukum Perkawinan.

Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, pasal 35-38 tentang Ketentuan

Mahar.

Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2016.

Maududi, Abul A’la. Kawin dan Cerai menurut Islam, Jakarta: Gema Insani

Press, 1995.

Muchtar, Kamal Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta:

Bulan Bintang, 1974.

Muhammad Luqman Hakim, “Konsep Mahar dalam Al-Quran dan

Relevansinya dengan Kompilasi Hukum, t.t.

Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia,

Surabaya: Pustaka Progresip, 1997.

Page 109: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

93

Mustafa, M. Quraish Shihab Membumikan Kalam Di Indonesia, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2010.

Nasution, Harun Dkk. Ensiklopedia Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan,

2002.

Noryamin Aini, “Tradisi Mahar di ranah Lokalitas Umat Islam: Mahar dan

Struktur Sosial di Masyarakat Muslim Indonesia”, 2017.

Nur, Afrizal ”M. Quraish Shihab dan Rasionalisasi Tafsir”, dalam Jurnal

Ushuluddin vol XVIII No. 1 Januari 2012.

Rajafi,Ahmad MHI. Nalar Fiqh Quraish Shihab, Yogyakarta: istana

Publishing, 2014.

Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2017.

Rasjid,Sulaiman. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap), Bandung: Penerbit

Sinar Baru Algensindo, 2014.

Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid, Jakarta; Pustaka Azzam, 2007.

Said,Hasani Ahmad. Diskursus Munasabah Al-Qur`an: Kajian Atas Tafsir

al-Mishbah, Jakarta: Puspita Press, 2011.

Saifuddin dan Wardani, Tafsir Nusantara, Yogyakarta, LKis Printing

Cemerlang, t.t.

Samsulnizar, Memperbincangkan Dinamika Inteletual dan HAMKA tentang

pendidikan Islam, Jakarta: kencana, 2008.

Shalih, Fuad. Untukmu yang akan menikah dan yang telah menikah, Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar, 2006.

Shihab, M. Quraish Wawasan Al-Qur`an, Bandung: Mizan, 1992.

Shihab, M. Quraish. M. Quraish Shihab Menjawab 101 Soal Perempuan

yang patut anda ketahui, Tangerang: Lentera Hati, 2015. 39 buku

Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur`an Fungsi Dan Peran Wahyu

Dalam Kehidupan Masyarakat, Jakarta: Mizan, 1992.

Page 110: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

94

Syibromalisi, Faizah Ali dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-

Modern, Jakarta: Lembaga Pengembangan UIN SYarif Hidayatullah

2011.

Syukur, Yanuardi dan Arlen Ara Guci. Buya HAMKA: Memoar Perjalanan

Hidup Sang Ulama, Solo: Tinta Medina, 2017.

Uang Panai dalam pandangan ekonomi islam di kecamatan kajuara kab.

Bone, skripsi oleh Nilawati

Wartini, Atik. “Corak penafsiran M. Quraish Shihab dalam tafsir al-

Mishbah”, Hunafa: Jurnal Studi Islamika Vol 11 No. 1, Juni 2014.

Yusuf,Yunan. Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar, Jakarta: Penamadina, 2003.

Sumber internet:

http://www.bombastis.com/5daerahdenganmaharselangit.

https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bugis, diposting tanggal 1 September

2019 diakses 4 September 2019

https://www.gurupendidikan.co.id/suku-bugis/, diposting pada tahun 2014

diakses 4 September 2019

Page 111: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

A. Hasil Wawancara dengan para Narasumber

1. Nama; Kasmidi Hamzah,

TTL: Sidrap, 20 juli 1982

Asal Daerah; Sidrap, Sulawesi Selatan

Waktu Wawancara: 28 Agustus 2019

Pertanyaan Jawaban

Apakah benar anda suku bugis asli ? Iya, kedua orangtua saya suku asli bugis

Ketika anda menikah, berapa uang

panai’ yang anda keluarkan?

Uang panai’ atau uang belanja yang

saya berikan ke istri Rp. 30 juta

kemudian saya juga memberikan

hantaran berupa alat makeup, sarung

bugis, baju, sepatu, dan kelambu.

Hanya, untuk uang panai’ , kata istri

saya pada waktu itu kurang untuk acara

persiapan resepsi, dan kekurangannya

ditanggung oleh istri saya.

Bagaimana dengan mahar ? Mahar yang saya berkan ke istri pada

waktu ijab qabul dikatakan seperangkat

alat sholat dan emas 10gram, itu mahar

saya kepada istri.

TTD

Kasmidi Hamzah

Page 112: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

2. Nama: Chaerul Anam

TTL : Bone, 6 Maret 1997

Asal Daerah : Bone, Sulawesi Selatan

Waktu Wawancara : 6 September 2019

Pertanyaan Jawaban

Apakah benar anda suku bugis asli ? Iya, orang tua saya masih punya keturunan raja

asli bone

Ketika anda menikah, berapa uang panai’

yang anda keluarkan?

Istri saya orang sunda, dia tidak meminta uang

panai’ namun karena saya sebagai orang Bugis

Makassar, menghargaiyang namanya adat dan

tradisi , maka saya dari pihak laki-laki memberi

uang panai’ Rp. 40 juta

Bagaimana dengan mahar ? Mahar saya berikan kepada istri saya kebun

kelapa sawit seluas 2 hektar.

TTD

Chaerul Anam

Page 113: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

3. Nama: Aloma

TTL : Jeneponto, 25 Oktober 1968

Asal Daerah : Jeneponto, Sulawesi Selatan

Tanggal Wawancara : 16 September 2019

Pertanyaan Jawaban

Apakah benar anda suku bugis asli ? Iya, saya keturunan asli suku bugis mandar

Ketika anda menikah, berapa uang

panai’ yang anda keluarkan?

Pada waktu itu, mempelai wanita meminta

uang panai’ Rp. 35 juta, dan dari pihak

saya mengiyakan, jadi pada waktu itu uang

panai saya R. 35 juta

Bagaimana dengan mahar ? Mahar saya 1 set perhiasan 3 gram

TTD

Aloma

Page 114: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

4. Nama: Riki Richardo Rifaldi Senewe

TTL : Ampana, 15 Februari 1996

Asal Daerah : Palu, Sulawesi Tengah

Waktu Wawancara : 16 September 2019

Pertanyaan Jawaban

Apakah benar anda suku bugis asli ? Iya. hanya dari keturunan bapak, tetapi ibu

tidak.

Ketika anda menikah, berapa uang

panai’ yang anda keluarkan?

Ketika saya berkunjung ke kediaman

wanita, keluarga mempelai wanita

menawarkan uang panai sekitar 50 juta

kemudian keluarga saya menyanggupinya

Jadi, uang panai’ istri saya pada waktu itu

Rp. 50 juta mengingat pendidikannya

Magister (S2).

Bagaimana dengan mahar ? Mahar istri saya Emas dan Gelang 3 gram

TTD

Riki Richardo R

Page 115: MAHAR DAN UANG PANAI’ MENURUT TAFSIR AL-MISBAH …

RIWAYAT HIDUP

Nysa Riskiah Lakara, nama panggilan

Nisa. Dilahirkan di kota Manado, pada tanggal 23

november 1997, anak pertama dari 3 bersaudara,

dari pasangan Kasrin A. Lakara dan Nurhasanah

Ali. Saat ini tinggal Jl. Aspi no. 95, rt 03 rw 08,

Pisangan, Ciputat, Tangerang Selatan. Mulai

menempuh pendidikan dari TK Pertiwi, Binangga, Sulawesi Tengah

kemudian SDN no. 1 Binangga (lulus tahun 2009), kemudian Mts

Alkhairaat Pusat Palu (lulus tahun 2012), MA. Alkhairaat Pusat Palu

(lulus tahun 2015), kemudian melanjutkan studi di Institute Ilmu Al-

Qur’an (IIQ) Jakarta Fakultas Ushuluddin, Program Studi Ilmu Al-

Qur’an dan Tafsir.

Selama menempuh pendidikan ini, penulis aktif di organisasi

pramuka (2010-2015) dan pernah menjabat sebagai ketua pramuka

putri (Pradani). Kemudian pernah aktif dalam organisasi PPIA

(Persatuan Pelajar Islam Alkhairaat) dan pernah menjabat sebagai

anggota bidang politik.

Selain itu penulis juga memiliki beberapa prestasi, yaitu Juara

1 lomba puisi tingkat sekolah (SD) se-kecamatan tahun 2008, juara 2

cabang MFQ pada MTQ tingkat kabupaten Sigi di Bora, Sulawesi

Tengah tahun 2012, dan juara 2 cabang MFQ pada MTQ tingkat

kabupaten Sigi di Palolo, Sulawesi Tengah pada tahun 2014.