uang panai bagi masyarakat suku bugis di desa …

106
UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA ALANG-ALANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) dalam Ilmu Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Oleh JUWITA NIRMALA SARI NIM : UA.160267 PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDI JAMBI 2020

Upload: others

Post on 13-Nov-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA

ALANG-ALANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PROVINSI JAMBI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Strata Satu (S.1) dalam Ilmu Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

Oleh

JUWITA NIRMALA SARI

NIM : UA.160267

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN

THAHA SAIFUDDI

JAMBI

2020

Page 2: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

ii

Pembimbing I : Drs. Muhsin HAM, M. Fil.I Jambi, 3 Maret 2020

PembimbingII : M. Habibullah, M. Fil.I

Alamat : Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Kepada Yth.

UIN STS JAMBI Jl. Raya Bapak Dekan

Jambi-Ma.BulianSimp. Fakultas Ushuluddin

Sungai Duren Muaro UIN STS Jambi

Jambi di-

JAMBI

NOTA DINAS

AssalamualaikumWr. Wb

Seteleh membaca dan mengadakan perbaikan sesuai dengan

persyaratan yang berlaku di Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS

Jambi, maka kami berpendapat bahwa skripsi saudari Juwita Nirmala Sari Nim

UA 160267 dengan Judul“Uang Panai Bagi Masyarakat Suku Bugis di Desa

Alang-Alang Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi ” telah dapat

diajukan untuk dimunaqasahkan sebagai salah satu syraat memperoleh Gelar

Sarjana Srata Satu (SI) jurusan Aqidah dan Filsafat Islam pada Fakultas

Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan kepada Bapak/Ibu, semoga

bermanfaat bagi kepentingan agama, nusa dan bangsa.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Page 3: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

iii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Juwita Nirmala Sari

Nim : UA. 160267

Tempat/Tanggal Lahir : Mendahara Tengah, 20 Mei 1998

Konsentrasi : Aqidah dan Filsafat Islam

Alamat : Desa Alang-Alang, Kecamatan Muara Sabak Timur,

Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi.

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi yang berjudul

“Uang Panai Bagi Masyarakat Suku Bugis di Desa Alang-Alang Kabupaten

Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi” adalah benar karya asli saya, kecuali

kutipan-kutipan yang telah disebutkan sumbernya sesuai ketentuan-ketentuan

yang berlaku. Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya

sepenuhnya bertanggung jawab sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia

dan ketentuan di Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi,

termasuk pencabutan gelar yang saya peroleh melalui Skripsi ini.

Demikianlah surat pernyataan ini saya biat dengan sebenarnya untuk dapat

dipergunakan seperlunya.

Page 4: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

iv

KEMENTERIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

Jln. Jambi-MuaraBulian Km. 16 Simp.Sungai Duren Kab.Muaro Jambi. Telp. (0274) 583572

PENGESAHAN

Skripsi yang ditulis oleh (Juwita Nirmala Sari) NIM.( UA. 160267)

dengan judul “Uang Panai Bagi Masyarakat Suku Bugis di Desa Alang-Alang

Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi’’ yang dimunaqashahkan oleh

Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi Pada :

Hari : Senin

Tanggal : 8 Juni 2020

Jam : 10.00-11.00 WIB

Tempat : Via Zoom Metting

Telah diperbaiki sebagaimana sidang Munaqashah dan telah diterima

sebagai bagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam pada Fakultas Ushuluddin dan Studi

Agama UIN STS Jambi.

Jambi, 03 November 2020

TIM PENGUJI

Ketua Sidang

Sekretaris Sidang

: Dr. Edy Kusnadi, S.Ag., M.Phil : Himatun Zakiyah, M.Pd.I

( (

)

)

Penguji I

Penguji II

Pembimbing I

: Dr. Ied AL-Munier, M.Hum

: Nilyati, S.Ag, M.Fil.I

: Drs. Muhsin Ham, M.Fil.I (

(

(

)

)

)

Pembibing II : M. Habibullah, M.Fil.I ( )

Page 5: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

v

MOTTO

Q.S An-Nisa Ayat 4

ن يأص دق ت ه ن ء آس ن لتوااا و نهن فشاف كلوهه ل كلمع نش يءم ل ةف ا نط ب ن ﴾٤،﴿النساءئام ر ي

“Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi)

sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan

kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah

dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati”. (Q.S. An nisa: 4).3

*Tim Penterjemahan dan Penafsiran al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta:

Departemen Agama RI., 1985), 77.

Page 6: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

vi

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masyarakat Suku Bugis yang sangat

kental dengan tradisi dan budaya, salah satunya yaitu Uang Panai. Terutama

masyarakat Suku Bugis yang masih kental dengan kebudayaan asli Sulawesi

Selatan. Bagi masyarakat Suku Bugis Uang Panai sangat penting dalam

pernikahan adat Suku Bugis. Kebudayaan menyimpan nilai-nilai yang menjadi

landasan pokok bagi penentu sikap terhadap dunia luar, bahkan menjadi dasar

tingkah laku yang dilakukan sehubungan dengan pola hidup di masyarakat. Uang

Panai adalah sejumlah uang yang wajib diberikan oleh calon suami kepada

keluarga calon istri yang digunakan sebagai biaya dalam resepsi perkawinan.

Uang Panai dalam perkawinan adat merupakan salah satu pra-syarat tidak ada

Uang Panai, tidak ada perkawinan.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (library

research) yang bersifat kualitatif deksriptif. Penelitian ini menggunakan teknik

pengumpulan data yaitu; observasi (pengamatan), wawancara dan dokumentasi.

Sedangkan teknik analisis data yaitu: analisis historis, isi, penyajian data dan

verifikasi data. Dari data yang terkumpul dianalisis kemudian ditarik kesimpulan,

untuk memperoleh data yang valid diakukan uji keabsahan data dengan metode

triangulasi sumber.

Hasil penelitian ini penulis menemukan bahwa Uang Panai memiliki dasar

yang kuat dalam kebudayaan masyarakat Suku Bugis. Hal inilah yang kemudian

bagi masyarakat suku Bugis di jadikan salah satu sayarat dalam perkawinan,

termasuk di Desa Alang-alang. Dimana budaya Uang Panai ditentukan tergantung

perundingan kedua pihak. Hal ini ditandai dengan besaran Uang Panai yang

diberikan calon suami kepada calon istri. Akhirmya penulis merekomendasikan

kepada masyarakat Suku Bugis untuk tetap mempertahankan Uang Panai dan

menjaga adat dalam Suku Bugis, namun tetap mempertimbangkan besaran Uang

Panai tersebut sehingga Uang Panai tetap menjadi salah satu syarat dalam

melaksanakan adat perkawinan dalam adat Suku Bugis.

Page 7: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

vii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil’ alamin sembah syukur dan sujudku Kepada Allah

SWT. Taburan cinta dan kasih sayang Nya yang mampu memberikanku kekuatan,

membekaliku dengan ilmu, serta memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia

dan kemudahan Nya juga akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat

terselesaikan.

Sholawat dan salam juga selalu tercurahkan kepada kekasih Allah dan

semoga kami mendapat syafaatnya dihari akhir nanti yaitu Nabi Muhammad

SAW.

Tak jauh berbeda dalam melukiskan warna bahagia dalam gurai wajah

Ibu, Bapak abang dan adikku yang tersayang. Memikul harapan mereka meskipun

terdapat tantanagn dan hambatan. Manisnya hasil kerja keras akan terasa

apabila semuanya terlalui dengan sabar meski harus memerlukan pengorbanan.

Kupersembahkan karya kecil ini kepada orang yang sangat kucintai serta

kusayangi yaitu Ibundaku Indo Upe’ dan Ayahanda Jamaludin yang selalu

memotivasi dan memanjatkan doa kepada putri keduanya salam setiap sujud dan

doanya. Serta abangku terkasih Junaidi Arifindan adik tersayang Riski Jusmita

Adelia.

Tak lupa juga kepada teman-teman ku yang tidak bisa ku sebut satu

persatu, sahabat-sahabati, serta senior dalam organisasiku PMII terutama orang-

orang yang terkasih yang selalu memberi suport dan doanya, juga teman-teman

Kukerta, teman-teman seperjuangan, terimakasih telah membantu dan

mensuportku dalam menyelesaiakan skripsi ini. Dan juga untuk orang-orang

yang mencintai ilmu pengetahuan.

Amiin Yaa Robbal’ alamiin.

Page 8: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat taufik

dan hidayahnya dalam menyelesaikann Skripsi ini. Seiring dengan ini pula

sholawat beserta salam semga tetap terlimbahkan kepada Nabi Muhammad SAW

yang telah menuntun umatnya menuju jalann kebahagian dunia dan akhirat.

Suatu rasa syukur serta hanturan seluruh doa dan kerjasama antar sesama

sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Uang Panai Bagi

Masyarakat Suku Bugis di Desa Alang-Alang Kecamatan Muara Sabak

Timur Provinsi Jambi”.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa

adanya bantuan, bimbingan dan kerja sama dari berbagai pihak. Penulis juga

menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Dr. Edy Kusnadi, S.Ag, M.Phil selaku Ketua Sidang

Bapak Dr. M. Ied Al Munir, S.Ag.,M.Hum selaku Penguji I

Ibu Nilyati, S.Ag., M.Fil.I Selaku Penguji II

Bapak Drs. Muhsin HAM, M.Ag, selaku pembimbing 1

Bapak M. Habibullah, M.Fil.I, selaku pembimbing II yang telah sabar, tekun,

tulus dan ikhlas meluangkan waktunya, tenaga dan pikiran memberikan

bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga kepada

penulis selama menyusun skripsi ini.

Ibu Himatun Zakiyah, M.Pd.I selaku Sekretaris

Ibu Hazizah Selaku Penguji Berkas/Pelaksana

2. Ibu Nilyati, S.Ag, M.Fil.I selaku Ketua Prodi Aqidah dan Filsafat Islam

Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

Bapak Drs. Nazari, M.Pd.I selaku sekretaris Prodi Aqidah dan Filsafat Islam

Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama, yang telah memberi bekal ilmu

pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan menyelesaikan

penulisan skripsi ini dengan baik.

3. Bapak Drs. Munsarida, M.Fil. I selaku pembimbing Akademik yang senantiasa

selalu memberikan saran, semanagat, dan waktunya demi terselesaikannya

Skripsi ini.

4. Bapak Dr. Abdul Halim, S.Ag M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan

Studi Agama UIN STS Jambi.

5. Bapak Dr. Masiyan, M.Ag selaku Wakil Dekan I bidang Akademik Fakultas

Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi.

Bapak Dr. Edy Kusnadi, S.A. M.Phil selaku Wakil Dekan II bidang

Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan Fakultas Ushuluddin dan

Studi Agama UIN STS Jambi.

Bapak M. Ied Al Munir, S.Ag M.Ag M.Hum selaku Wakil Dekan III bidang

Kemahasiswaan dan Bidang Kerja sama luar Fakultas Ushuluddin dan Studi

Agama UIN STS Jambi.

6. Bapak Prof. Dr. H. Su’aidi, MA,. Ph.D selaku Rektor UIN STS Jambi.

7. Ibu Dr. Rofiqoh Ferawati, SE., M.EI selaku wakil Rektor I Bidang Akademik

dan Pengembangan Lembaga.

Page 9: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

ix

Bapak Dr. As’ad, M.Pd selaku wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum,

Perencanaan, dan Keuangan.

Bapak Dr. Bahrul Ulum, M.A selaku wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan

dan Kerjasama.

8. Bapak dan Ibu Dosen UIN STS Jambi yang telah memberikan ilmu

Pengetahuan kepada penulis. Serta seluruh dosen Fakultas Ushuluddin dan

Studi Agama dan khusunya Dosen Aqidah dan Filsafat Islam yang telah

memberikan ilmunya dengan penuh kesabaran.

9. Bapak dan Ibu Karyawan dan Karyawati di Lingkungan Fakultas Ushuluudin

dan Studi Agama UIN STS Jambi. Serta Kepala Perpustakaan dan Staf

perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama.

10. Bapak Kepala Desa dan jajarannya Desa Alang-alang yang telah membantu

memberikan informasi dan data-data yang penulis butuhkan.

11. Kepada sahabat-sahabat satu jurusan Aqidah dan Filsafat Islam yang senasip

dan seperjuangan dalam menuntut ilmu yang memberi dorongan, motivasi dan

semangat untuk penulis.

12. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi

itu.

Akhirnya penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, motivasi dan bimbingan

dari semuanya skripsi masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan

skripsi ini. Semoga Allah senantiasa memberikan Rahmat dan Kasih Sayangnya

Kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.

Amiin.

Jambi, 3 Maret 2020

Juwita Nirmala Sari

Nim: UA. 160267

Page 10: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

NOTA DINAS ................................................................................................ ii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ................................ iii

PENGESAHAN .............................................................................................. iv

MOTTO .......................................................................................................... v

ABSTRAK ...................................................................................................... vi

PERSEMBAHAN ........................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................... x

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

B. Permasalahan ................................................................................. 4

C. Batasan Masalah ............................................................................ 5

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 5

E. Kerangka Teori .............................................................................. 6

F. Metode Penelitian .......................................................................... 7

G. Pemekrisaan Keabsahan Data ....................................................... 10

H. Studi Relevan ............................................................................... 13

BAB II PROFIL DESA ALANG-ALANG

A. Sejarah Berdirinya Desa Alang-alang ........................................... 15

B. Lokasi dan Letak Geografis Desa Alang-alang............................. 19

C. Visi dan Misi Desa Alang-alang ................................................... 19

D. Kondisi Penduduk Desa Alang-alang .......................................... 21

E. Sarana dan Prasarana Desa Alang-alang ...................................... 27

BAB III PROSES PELAKSANAAN UANG PANAI

A. Pengertian Uang Panai ................................................................... 29

B. Pengertian Mahar ......................................................................... 31

C. Sejarah Uang Panai ........................................................................ 33

D. Faktor yang Mempengaruhi Tingginya Uang Panai ...................... 36

E. Perkembangan Uang Panai ........................................................... 44

F. Tujuan Uang Panai ......................................................................... 46

G. Bentuk dan Pelaksanaan Uang Panai ............................................. 49

BAB IV MAKNA FILOSOFI UANG PANAIDI DESA ALANG-ALANG

A. Simbol dan Makna Uang Panai .................................................... 53

B. Makna Filosofi Uang Panai bagi Masyarakat Suku Bugis di

Desa Alang-alang ......................................................................... 59

C. Makna Uang Panai dalam Pandangan Isalam .............................. 68

D. Dampak Tingginya Uang Panai Masyarakat Suku Bugis di

Desa Alang-alang

Page 11: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

xi

1. Dampak Positif ................................................................ 73

2. Dampak Negatif .............................................................. 74

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................... 76

B. Saran .............................................................................................. 77

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

CURRICULUM VITAE

Page 12: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Nama-nama Mangku Desa Alang-Alang .......................................... 18

Tabel 2 : Nama-nama Kepala Desa Alang-Alang ............................................ 18

Tabel 3 : Sarana Keagamaan Desa Alang-Alang ............................................. 23

Tabel 4 : Sarana Pendidikan ............................................................................ 25

Page 13: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

xiii

TRANSLITERASI4

A. Alfabet

B. Vokal dan Harkat

Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia

ḭ ا ى ā ى A ا

aw ا و à ا ى I ا

ay ا ى Ū او U ا

*Tim Penyusun, Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ushuluddin

IAIN STS Jambi (Jambi: Fak. Ushuluddin IAIN STS Jambi, 2016), 149-150.

Arab Indonesia Arab Indonesia

ṭ ط ’ ا

ẓ ظ B ب

‘ ع T ت

gh غ Th ث

f ف J ج

q ق ḥ ح

k ك Kh خ

l ل D د

m م Dh ذ

n ن R ر

h ه Z ز

w و S س

, ء Sh ش

y ي ṣ ص

ḍ ض

Page 14: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

xiv

C. Ta’ Marbutah

Transliterasi untuk ta marbutah ini ada dua macam:

1. Tā’ Marbūṭahyang mati atau mendapat harakat sukun, maka transliterasinya

adalah /h/.

Arab Indonesia

Ṣalāh صلاة

Mir’āh مراة

2. Ta Marbutah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah, dan dammah,

maka transliterasinya adalah /t/.

Arab Indonesia

Wizārat al-Tarbiyah وزارالتربيه

Mir’āt al-zaman مراةالزمن

3. Ta Marbutah yang berharkat tanwin maka translitnya adalah /tan/tin/tun.

Contoh:

Arab Indonesia

فجئة

Page 15: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dilengkapi Tuhan dengan salah satu kecenderungan seks (Libido

Seksualitas). Oleh karena itu, Tuhan menyediakan wadah legal untuk

terselenggaranya penyaluran tersebut yang sesuai dengan derajat kemanusiaan.

Akan tetapi pada dasarnya perkawinan tidaklah semata-mata dimaksudkan untuk

menunaikan hasrat biologis tersebut. Namun, hakekat dari tujuan perkawinan

mengandung nilai-nilai yang luhur dan bersifat multi aspek, yaitu aspek personal,

aspek sosial, aspek ritual, aspek moral dan aspek kultural atau budaya. Dalam

kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal kebudayaan.1 Juga

dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak mungkin tidak berurusan dengan hasil-

hasil kebudayaan.2

Perwujudan dari aspek personal ialah bahwa manusia selalu ingin hidup

berpasangan atau hidup bersama dengan lawan jenis. Dengan harapan kelak

memperoleh keturunan yang bisa diharapkan sebagai kelanjutan kehidupannya

yang bersuku-suku dan berbangsa-bangsa.3 Secara sosial perkawinan adalah dasar

pondasi bagi masyarakat. Karena dalam perkawinan itu terbentuk tali ikatan antar

individu secara kuat. Dari perkawinan itu pula mengalir etika hidup berkeluarga

dan juga adat kebiasaan yang dibangun bersama dalam merespon semua persoalan

yang di hadapi dalam kehidupan.4

Proses sosialisasi yang terjadi dalam perkawinan mendorong terciptanya

dasar-dasar kultural yang lama-kelamaan menjadi faktor yang berpengaruh dalam

kehidupan masyarakat.5

Masalah kebudayaan dan kehidupan masyarakat merupakan dua hal penting

dalam keseharian umat manusia. Karenanya, kehidupan manusia, apakah individu

1Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), 171. 2Prasetya, Ilmu Budaya Dasar (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), 55. 3Muhammad Hudaeri, Harmonisasi Agama dan Budaya Indonesia, (Jakarta: Balai

penelitian dan pengembangan Agama Jakarta, 2009), 23. 4Soerjono, Hukum Adat Indonesia, 78. 5Abu Ahamadi, Antropologi Budaya, (Surabaya: Pelangi, 2007), 55.

Page 16: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

2

atau masyarakat senantiasa berkaitan dengan hasil-hasil kebudayaan. Namun

demikian, kehidupan beragama adalah kenyataan hidup manusia yang ditemukan

sepanjang sejarah manusia, baik anggota masyarakat maupun kehidupan pribadi.6

Ketergantungan individu terhadap kekuatan gaib ditemukan dari zaman purba

sampai ke zaman modern. Maka tidak heran kalau kemudian berkembang dalam

masyarakat suatu tradisi keagamaan atau sistem kepercayaan asli yang diwariskan

sejak zaman nenek moyang seperti upacara-upacara adat yang merupakan

penonjolan-penonjolan kegiatan keagamaan yang amat di taati yang berlangsung

dari dahulu kala hingga sekarang ini, dengan mempercayai suatu tempat, benda

dan lain sebagainya yang dianggap suci dan sakral dan merupakan ciri khas

kehidupan beragama.7

Pada masyarakat Bugis, perkawinan berarti siala atau saling mengambil

satu sama lain, jadi perkawianan merupakan ikatan timbal balik. Selain itu,

perkawinan bukan saja penyatuan dua mempelai semata, akan tetapi merupakan

suatu upacara penyatuan dan persekutuan dua keluarga besar yang biasanya telah

memiliki hubungan sebelumnya dengan maksud mendekatkan atau

mempereratnya (Mappasideppe mabelae atau mendekatkan yang sudah jauh). Ini

disebabkan juga karena orang tua dan kerabat memegang peranan sebagai penentu

dan pelaksana dalam perkawinan yang ideal bagi anak-anaknya.

Tata cara pernikahan adat suku Bugis sesuai dengan adat dan agama

sehingga merupakan rangkaian upacara yang menarik, penuh tata krama dan

sopan santun serta saling menghargai. Tata cara perkawinan diatur mulai dari

busana yang digunakan sampai kepada tahapan-tahapan pelaksanaan adat

perkawinan, hal ini digambarkan sebagai simbol peralihan dari masa remaja ke

dewasa. Bagi suku Bugis perkawinan bukan hanya peralihan dalam arti biologis,

tetapi lebih penting ditekankan pada arti sosiologis, yaitu adanya tanggungjawab

baru bagi kedua orang tua yang mengikat tali perkawinan terhadap

masyarakatnya. Oleh karena itu, perkawinan bagi suku Bugis dianggap sebagai

6Tholib Setiadi, Hukum Adat Indonesia dalam Kajian Kepustakaan, (Bandung: Alfabeta,

2013), 66. 7Stefie, Antropologi Suku Bugis, (Jakarta: The London School of Public Relation,2009), 13.

Page 17: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

3

hal yang suci, sehingga dalam pelaksanaannya dilaksanakan dengan penuh hikmat

dan pesta yang meriah.

Perkembangannya jumlah mahar Uang Panai dan strata sosial dalam

pernikahan menimbulkan masalah. Sebagian besar pihak mempelai wanita yang

menganggap tingginya patokan jumlah mahar dan Uang Panai sebagai sebuah

prestise, bahkan hingga ada yang sampai kepada anggapan bahwa keberhasilan

mematok tingginya jumlah mahar dan Uang Panai menjadi sebuah prestasi, pada

akhirnya fakta tersebut telah membentuk sebuah paradigma berpikir sebagian

besar pemuda yang cenderung apatis memikirkan urusan pernikahan, paradigma

berpikir seperti ini menyebabkan penundaan atau terhambatnya pelaksanaan hal

tersebut padahal dalam Islam mesti disegerakan.

Konsekuensi dari perspektif dan pandangan tersebut akan menyebabkan

besarnya potensi terbukanya sebagian besar pintu-pintu kemaksiatan. Hal ini bisa

berakibat fatal dengan rusaknya tatanan masyarakat bersyari’at yang sedang

dibangun, misalnya, bertambahnya wanita-wanita yang memasuki usia tua tanpa

sempat menikah yang berujung pada seringnya terjadi berbagai fitnah, rawannya

pacaran dan perzinaan (free sex), bahkan seringkali tingginya jumlah mahar dan

Uang Panai menjadi penyebab batalnya rencana pernikahan dan bahkan terjadi

perkawinan yang tidak dilakukan menurut adat, dalam masyarakat Bugis disebut

silariang (kawin lari), dan hamil diluar nikah.

Hal ini terjadi karena pinangan pihak laki-laki ditolak karena mahar dan

Uang Panai yang ditentukan keluarga pihak wanita terlampau tinggi atau tidak

adanya restu karena starata sosial berbeda. Padahal masyarakat Bugis dalam

pangadereng mengakui adanya akulturasi nilai-nilai budaya Bugis dengan ajaran

agama Islam. Disinilah kemudian terjadi kepincangan realitas dimana satu sisi

masyarakat Bugis mempertahankan tradisi perkawinan endogami dan disisi lain

kebutuhan mereka akan gengsi sosial sangat tinggi serta mengabaikan aspirasi dan

kepentingan anak, yang justru dapat menimbulkan siri bagi keluarga dan sanksi

moral dari masyarakat sekitar. Pemberian jumlah mahar dan Uang Panai dalam

pernikahan memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi.Salah satu kebudayaan

yang menjadi perhatian peneliti yaitu di Desa Alang-alang Kecamatan Muara

Page 18: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

4

Sabak Timur pada masyarakat suku Bugis. Masyarakat suku Bugis hingga saat ini

masih sangat kental dengan tradisi dan kebudayaannya. Dalam suku Bugis ketika

ingin melaksanakan suatu pernikahan salah satu syarat wajibnya adalah Uang

Panai. Berkaitan dengan Uang Panai, maka sejak dari proses menyelenggarakan

sesuatu hal yang terkait sebelum upacara perkawinan tidak bisalepas dari adat

kebisaaan yang sudah turun temurun dilakukan.8 Dalam adat perkawinan

masyarakat suku Bugishal yang sering menjadi terlaksana atau tidak nya suatu

pernikahan yaitu Uang Panai.Uang Panai yaitu uang yang di persembahkan

pihak pria kepada pihak wanita. Dimana elemet ini seringkali menjadi

pertimbangan besar jadi tidaknya suatu prosesi pernikahan.9

Uang Panai juga menarik untuk dikaji karena menjadi salah satu syarat

wajib bagi suku Bugis ketika ingin melaksanakan pernikahan. Masyarakat saat ini

hanya melakukan tradisi Uang Panai tanpa mereka mengetahui apa makna yang

terkandung dalam tradisi Uang Panai tersebut. Penelitian ini bertujuan supaya

masyarakat tidak hanya melakukan tradisi Uang Panai tetapi juga mereka harus

mengetahui apa makna dalam Uang Panai tersebut.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, masalah pokok yang diangkat

sebagai kajian utama penelitian ini adalah : Bagaimana Uang Panai bagi

Masyarakat Suku Bugis di Desa Alang-alang Kabupaten Tanjab Timur Provinsi

Jambi? Dalam upaya mengkongkritkan pokok masalah tersebut, beberapa

masalah krusial yang akan di angkat melalui karya ini yaitu :

1. Bagaimana latar belakang Sejarah Uang Panai di Desa Alang-alang Kecamatan

Muara Sabak Timur ?

2. Bagaimana proses pelaksanaan Uang Panai Bagi Masyarakat Suku Bugis di

Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur ?

3. Apa makna Filosofi yang terkandung dalam Uang Panai Bagi Masyarakat Suku

Bugis di Desa Alang-alang?

8Nonci, Upacara Adat Istiadat Masyrakat Bugis, (Makasar: CV.Aksara, 2002), 45. 9Andi Nugraha, Adat Istiadat Masyarakat Bugis, (Makasar: CV.Telaga Zamzam, 2001),

67.

Page 19: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

5

C. Batasan Masalah

Sehubungan dengan banyaknya pandangan atau persepektif tentang Uang

Panai maka penelitian ini dibatasi pada lingkup bahasan tentang Uang Panai bagi

Masyarakat Suku Bugis di Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur

Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Penulis membatasi penelitian

karena terlalu banyak Uang Panai yang dilaksanakan oleh masyarakat Suku

Bugis. Penelitian inipun dilakukan tepatnya di Desa Alang-alang Kecamatan

Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini secara umum diusahakan untuk mengetahui Uang Panai bagi

Masyarakat Suku Bugis. Lebih khusus penelitian ini di tujukan pula untuk :

1. Untuk mengetahui latar belakang dan perkembangan Uang Panai di Desa

Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung

Timur.

2. Untuk mengetahui proses pelaksanaan Uang Panai dalam masyarakat Suku

Bugis.

3. Untuk mengetahui makna Filosofi Uang Panai bagi Masyarakat Suku Bugis di

Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung

Timur.

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: pertama, penelitian ini

diharapkan dapat meramaikan wacana keilmuan dan menambah kajian Filosofis

tentang Uang Panai bagi Masyarakat Suku Bugis. Kedua, penelitian ini

diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi khasanah ilmu pengetahuan,

khususnya terhadap ilmu Antropologi Budaya dan Filsafat untuk melihat berbagai

fenomena tentang Uang Panai dan budaya yang ada dalam masyarakat Suku

Bugis. Ketiga, sebagai bahan bacaan bagi sejumlah lapisan masyarakat yang

membutuhkan informasi menyangkut masalah ini. Keempat, untuk UIN Sultan

Thaha Saifuddin penelitian diharapkan dapat berguna dalam mengembangkan

citra wawasan Filsafat dan Budaya.

Page 20: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

6

E. Kerangka Teori

Penelitian ini mengupas sisi filosofis dari Uang Panai, dan teori yang

digunakan dalam menganalisis yaitu teori Interpretasi Paul Ricoeur. Ia

mengatakan bahwa pada dasarnya keseluruhan filsafat itu adalah Interpretasi. Bila

mana terdapat pluralitas makna, maka disitu Interpretasi dibutuhkan. Apalagi jika

simbol-simbol dilibatkan, interepretasi menjadi penting, sebab disini terdapat

makna yang mempunyai multi lapisan. Dan juga menegaskan bahwa filsafat pada

dasarnya adalah sebuah hermeneutik, yaitu kupasan tentang makna yang

tersembunyi dalam teks kelihatan mengandung makna. Setiap interpretasi adalah

usaha untuk membongkar makna-makna yang terselubung atau usaha membuka

lipatan-lipatan dari tingkat-tingkat makna yang terkandung dalam makna

kesusastraan.

Teori Paul Ricoeur yang membedakan interpretasi teks tertulis dan

percakapan. Makna tidak hanya diambil menurut pandangan hidup pengarang,

tetapi juga menurut pengertian pandangam hidup dari pembacanya. Lebih lanjut,

Ricoeur mendefinisikan interpretasi sebagai usaha akal budi unntuk menguak

makna tersembunyi dibalik makna yang tampak.

Sebuah pemahaman membutuhkan perantara atau mediasi. Ricoeur sendiri

yakin bahwa tidak ada pemahaman diri tanpa mediasi melalui tanda, simbol dan

teks. Kata-kata adalah simbol, simbol juga karena menggambarkan makna lain

yang sifatnya tidak langsung dan hanya dapat di mengerti melalui simbol-simbol

tersebut. Jadi simbol-simbol dan interpretasi merupakan konsep-konsep yang

mempunyai pluralitas makna yang terkandung didalam simbol-simbol atau kata-

kata.

Kerangka teori merupakan uraian ringkas tentang teori yang digunakan

dalam menjawab pertanyaan penelitian. Agar penelitian ini lebih terarah dan tepat,

maka penulis menganggap perlu kerangka teori sebagai landasan berfikir guna

mendapatkan konsep yang benar dan tepat.

Page 21: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

7

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

jenis penelitian deskriptif yang bersifat naturalistik dengan tujuan untuk

menggambarkan Uang Panai bagi masyarakat suku Bugis secara sistematis dari

suatu fakta secara faktual dan cermat. Penelitian deskriptif merupakan

penggambaran suatu fenomena sosial keagamaan dengan variabel pengamatan

secara langsung yang sudah di tentukan secara jelas dan spesifik.10 Penelitian

deskriptif dan kualitatif lebih menekankan pada keaslian tidak bertolak dari teori

melainkan dari fakta yang sebagaimana adanya di lapangan atau dengan kata lain

menekankan pada kenyataan yang benar-benar terjadi pada suatu tempat atau

masyarakat tertentu.11Adapun dasar penelitian adalah studi kasus yaitu

mengumpulkan informasi dengan cara melakukan wawancara dengan sejumlah

kecil dari populasi serta melakukan observasi secara aktif di lapangan.12

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedekatan filosofis

dan antropologi, dikarenakan objek pembahasan dalam penelitian ini adalah

manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak hanya dilihat dari segi

fisiknya melainkan dari segi kebudayaan dan keanekaragaman perilakunya.

Konsep terpenting dalam antropologi adalah pandangan bahwa praktik-praktik

sosial harus di teliti dan dilihat secara praktik yang berkaitan dengan yang lain

dalam manusia yang teliti. Salah satunya adalah tradisi Uang Panai yang

termasuk dalan prilaku kebudayaan yang apabila tetap dijaga dan dilestariakn

akan mempererat hubungan silahturahmi dikalangan masyarakat suku Bugis.

2. Setting dan Subjek Penelitian

Dalam proses pengumpulan data, peneliti terjun langsung ke lapangan untuk

mendapatkan data yang sebenarnya dari masyarakat. Hal ini bertujuan untuk

10Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 2011),

37. 11Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif,

(Yogyakarta: Erlangga, 2009), 55. 12Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian:Suatau Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka

Cipta, 2000), 34.

Page 22: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

8

menghindari terjadinya kesalahan atau kekeliruan dalam hasil penelitian yang

akan di peroleh nantinya. Setting penelitian dalam tradisi Uang Panai Desa

Alang-Alang Kecamatan Muara Sabak Timur. Pemilihan setting ini berdasarkan

pertimbangan rasional bahwa tradisi Uang Panai di Desa Alang-alang sampai

sekarang masih tetap ada dan dilaksanakan oleh masyarakat suku Bugis tersebut.

Subjek penelitian ini berpusat pada segenap tenaga dalam pelaksanaan

tradisi Uang Panai, meliputi tokoh agama, adat, masyarakat, orangtua, anak dan

pelaku Uang Panai yang akan melaksanakan pernikahan. Mengingat subjek yang

baik adalah subjek yang terlibat aktif, cukup mengetahui, memahami, atau

mempertimbangkan dengan aktivitas yang akan diteliti, serta memiliki waktu

untuk memberikan informasi secara benar.

3. Sumber dan Jenis Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah manusia, situasi atau pristiwa, dan

dokumentasi. Sumber data manusia berbentuk perkataan maupun tindakan orang

yang bisa memberikan data melalui wawancara. Sumber data suasana / peristiwa

berupa suasana yang bergerak (peristiwa) ataupun diam (suasana), meliputi

ruangan, suasana, dan proses. Sumber data merupakan objek yang akan di

observasi. Sumber data dokumenter atau berbagai referensi yang menjadi bahan

rujukan dan berkaitan langsung dengan masalah yang akan di teliti.

Jenis data dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data

sekunder. Sumber data primer (data utama), yaitu data yang di peroleh langsung

dari informan dilapangan tempat penelitian berlangsung. Sedangkan sumber data

sekunder (data pendukung), yaitu data yang di peroleh dari dokumen-dokumen

atau catatan-catatan yang da hubungannya dengan objek penelitian.

4. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang optimal yang relevan perlu memperhatikan

sumber data yang akan diperoleh dan metode pengumpulan data yang tepat.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Page 23: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

9

Pertama, Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

mengamati dan mencatat secara sistematik akan fenomena yang di teliti. Dalam

penelitian ini menggunakan metode pengamatan partisipatif. Metode ini dilakukan

dengan cara menjalin hubungan baik dengan informan. Melakukan pengamatan

partisipatif pada saat melakukan tradisi Uang Panai di Desa Alang-alang dari

mulai persiapan hingga tradisi tersebut selesai. Adapun langkahnya adalah dengan

dengan melakukan observasi / pengamatan secara menyeluruh tentang tradisi

Uang Panai. Gunanya untuk memperoleh data tentang: Perkembangan Uang

Panai, cara pelaksanaan serta makna Filolosi dari tradisi Uang Panai tersebut.

Kedua, wawancara merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan

secara lisan atau tatap muka antar peneliti dengan sumber data manusia. Sebelum

wawancara dilakukan pertanyaan sudah di tentukan sebelumnya termasuk urutan

dan materi pertanyaan. Teknik wawancara mendalam digunakan untuk

mengetahui secara mendalam tentang berbagai informasi yang terkait dengan

persoalan yang sedang diteliti kepada pihak-pihak yang di anggap memberikan

informasi secara utuh tentang persoalan yang akan di kaji.

Tentu saja informasi dari hasil wawancata yang disuguhkan masih penulis

maknai dan masih memerlukan interpretasi lebih lanjut berdasarkan pemahaman

penulis. Tujuan dari wawancara yaitu untuk mencari: latar belakang sejarah,

tujuan dan perkembangan Uang Panai, tatacara pelaksanaan serta makna filosofi

dari Uang Panai tersebut.

Ketiga, Metode dokumentasi adalah pencarian dan mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan, transkip, buku, agenda ataupun jurnal dan lain

sebagainya. Data dokumentasi yang dimaksud adalah data tentang pelaksanaan

tradisi Uang Panai tempat serta berbagai data lain yang dibutuhkan dalam

penelitian ini untuk melengkapi data yang diperoleh dari wawanncara dan

observasi yang di dapat. Terutama data tentang gambaran umum Desa, latar

belakang sejarah dan perkembangan Uang Panai dan tatacara pelaksanaan.

Ketiga teknik pengumpulan data di atas digunakan secara simultan dalam

penelitian ini, dalam arti digunakan untuk saling melengkapi antara data satu

Page 24: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

10

dengan data yang lain. Sehingga data yang penulis peroleh memiliki validitas dan

keabsahan yang baik untuk di jadikan sebagai sumber informasi.

5. Metode Analisis Data

Dalam menganalisis data yang tersedia, penulis menggunakan langkah-

langkah yang dikemukana oleh Miles dan Hubermen yang mengemukakan bahwa

aktivitas dalam analisl data kualaitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung

secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Ukuran kejenuhan

dta ditandai dengan tidak diperolehnya lagi data atau informasi baru aktivitas

dalam analisis meliputi sebagai berikut:

Pertama, yang peneliti lakukan adalah membaca, mempelajari, dan

menelaah data yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara dan hasil observasi

yang terkumpul serta data-data lainnya.

Kedua, Reduksi data yaitu data yang diperoleh di lapangan langsung dirinci

secara sistematis setiap selesai mengumpulkan data lalu laporan-laporan tersebut

direduksi, yaitu dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus

penelitian.

Ketiga, Pengambilan kesimpulan dan verifikasi adapun data yang didapat

dijadikan acuan untuk mengambil kesimpulan dan verifikasi dapat di lakukan

dengan singkat, yaitu dengan cara mengumpulkan data baru.13 Selanjutnya akan

ditulis dalam bentuk laporan dari hasil yang diperoleh secara deskriptif analisis,

yaitu dengan hanya mendeskriftifkan atau menggambarkan keadaan suatu objek

penelitian berdasarkan faktor-faktor yang tampak atau apa adanya. Penyajian

dalam bentuk tulisan yang menerangkan apa adanya sesuai dengan yang diperoleh

dari penelitian.

G. Pemeriksaan Kabsahan Data

Untuk memperoleh data yang terpercaya (trusthworthiness) dan dapat

dipercaya (reliable), maka peneliti melakukan teknik pemeriksaan keabsahan data

13Suwarto, Arif Subyantoro, Metode dan Teknik Penelitian Sosial (Jakarta: Rineka Cipta,

2006), 23.

Page 25: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

11

yang didasarkan atas sejumlah kriteria. Dalam penelitian kualitatif, upaya

pemeriksaan keabsahan data dapat dilakukan lewat empat cara yaitu:

1. Perpanjangan Keikutsertaan

Pelaksanaan perpanjangan keikutsertaan dilakukan lewat keikutsertaan

peneliti dilokasi secara langsung dan cukup lama, dalam upaya mendeteksi dan

memperhitungkan penyimpangan yang mungkin mengurangi keabsahan data,

karena kesalahan penilaian data (data distortion) oleh peneliti atau responden,

disengaja atau tidak sengaja. Distorsi data dari peneliti dapat muncul karena

adanya nilai-nilai bawaan dari peniliti atau adanya keterasingan peneliti dari

lapangan yang diteliti sedangkan distorsi data dari responden, dapat timbul secara

tidak sengaja, akibat adanya kesalahpahaman terhadap pertanyaan, atau muncul

dengan sengaja, karena responden berupaya memberikan informasi fiktif yang

dapat menyenangkan penelit, ataupun untuk menutupi fakta yang sebenarnya.

Distorsi data tersebut, dapat dihindari melalui perpanjangan keikutsertaan

peneliti dilapangan yang dapat diharapkan dapat menjadi data yang diperoleh

memiliki derajat realibilitas dan validitas yang tinggi. Perpanjangan keikutsertaan

peneliti pada akhirnya akan juga menjadi semacam motivasi untuk menjalin

hubungan baik yang saling mempercayai antara responden sebagai objek

penelitian dengan peneliti.

2. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan

secara teliti, rinci dan berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol

dalam penelitian, faktor-faktor tersebut selanjutnya ditelaah, sehingga peneliti

dapat mengalami faktor-faktor tersebut. Ketekunan pengamatan dilakukan dalam

upaya mendapatkan karakteristik data yang benar-benar relevan dan terfokus pada

objek penelitian, permasalahan dan focus penelitian, atau distorsi data yang timbul

dari kesalahan responden yang memberikan data secara tidak benar, misalnya

berdusta, menipu, dan berpura-pura.

Page 26: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

12

3. Trianggulasi

Trianggulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu diluar data pokok, untuk keperluan pengecekan reabilitas

data melalui pemeriksaan silang, yaitu lewat perbandingan berbagai data yang

diperoleh dari berbagai informan. Terdapat empat macam teknik trianggulasi yang

akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu teknik pemeriksaan menggunakan

sumber, metode, penyidik dan teori.

Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik

derajat reabilitas suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang

berbeda dalam metode kulitatif, yaitu dengan cara-cara sebagai sebagai berikut:

membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara;

membandingkan apa yang dikatakan informan diruang umum (public) dengan apa

yang dikatakan diruang pribadi (privat); membandingkan apa yang dikatakan

sepanjang waktu penelitian; membandingkan keadaan dan perspektif seorang

informan dengan berbagai pendapat atau pandangan informan lainnya, seperti

dosen, mahasiswa atau pimpinan Prodi; membandingkan hasil wawancara dengan

hasildokumen terkait.

Trianggulasi dengan metode, merupakan teknik pengecekan keabsahan data

dengan meneliti hasil konsistensi, reabilitas, dan validitas data yang diperoleh

melalui metode pengumpulan data tertentu. Terdapat dua cara yang dapat

dilakukan dalam trianggulasi dengan metode, yaitu: pengecekan derajat

kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data;

pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.

Trianggulasi dalam penyidik, yaitu teknik pengecekan data melalui

perbandingan hasil daya yang diperoleh dari satu pegamat dengan hasil

penyidikan pengamat lainnya. Triaanggulasi dalam teori, yaitu pengecekan

keabsahan data melalui perbandingan dua atau lebih teori yang berbicara tentang

hal yang sama, dimaksudkan untuk mendapatkan penjelasan banding tentang satu

hal yang diteliti. Penerapan teknik tersebut, dapat dilakukan dengan memasukan

teri pembanding untuk memprkaya dan membandingkan penjelasan pada teori

utama yang digunakan dalam penelitian.

Page 27: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

13

4. Diskusi dengan teman sejawat

Langkah akhir untuk menjamin keabsahan data, peneliti melakukan diskusi

dengan teman sejawat, guna memastikan bahwa data yang diterima benar-benar

real dan bukan semata persepsi sepihak dari peneliti atau informan. Melalui cara

tersebut peneliti mengharapkan mendapatkan sumbangan, masukan, daan saran

yang berharga daan konstruktif dalam meninjau keabsahan data.

H. STUDI RELEVAN

Sejauh informasi yang didapatkan peneliti sudah banyak menemukan karya

tentang Uang Panai dalam adat masyarakat suku Bugis yang telah banyak

menarik perhatian bagi para Antropologi dan Sosiologi. Berdasarkan Penelusuran

penulis, terdapat beberapa karya yang membicarakan Uang Panai dalam Adat

Suku Bugis, diantaranya karya Andi Asraf, Mahar dan Paendre dalam Adat Suku

Bugis. Karya ini membicarakan tentang adat suku Bugis, diantaranya tentang

Uang Panai. Didalam karya tersebut lebih berbicara ke uang mahar ataupun uang

paendre dalam pelaksanaan pernikahan masyarakat suku bugis.

Dalam jurnal Karya Imam Ashari “ Makna Mahar dan Adat dalam Status

Sosial Suku Bugis, membicarakan tentang adat dalam suku bugis terkait mahar

dalam status sosial. Dalam jurnal tersebut lebih membahas tentang makna mahar

tersebut dalam status sosial dam suku Bugis. karya ini juga lebih fokus kepada

sosial dan status sosial di dalam suku Bugis.

Penulis juga menemukan Karya Rheny Eka Lestari, “Mitos dalam Upacara

Uang Panai Masyarakat Bugis Makassar, juga membicarakan bagaimana mitos

yang terjadi dalam pelaksanaan Uang Panai yang menjadi adat yang di lakukan

oleh masyarakat Bugis Makassar. Didalam karya ini juga banyak membicarakan

upacara pernikahan yang di laksanakan oleh masyarkat Bugis. Karya ni juga lebih

fokus kepada pernikahan yang dilaksanakan dalam suku Bugis, bagaima

pernikahan yang ideal sesuai dengan adat yang dianut didalam suku Bugis.

Selain karya-karya di atas penulis juga menemukan beberapa karya

akademik yang telah membicarakan persoalan Uang Panai dalam Suku Bugis. Di

antaranya, Skripsi Noyamin Aini, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 28: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

14

yang berjudul Tradisi Mahar di Ranah Lokalitas Umat Islam: Mahar dan Struktur

Sosial di Masyarakat Muslim Indonesia, dalam karya tersebut penulis lebih

banyak membicarakan tentang status sosial ataupun strata sosial terkait Mahar di

masyarakat Muslim di Indonesia, selain itu ada juga Skripi Nurul Hikmah,

mahasiswa PPKN Universitas Negri Makassar dengan judul ‘’ Problematika

Uang Belanja Pada Masyarakat Di Desa Balangpesoang Kecamatan Balukumba

Kabupaten Balukumba. Skripsi tersebut mengulas tentang Uang Panai atau uang

belanja, termauk tata cara dan pelaksanaanya bagi masyarakat suku Bugis,

khususnya di Desa Balangpesoang Kecamatan Balukumba Kabupaten

Balukumba. Uang Panai atau Uang belanja adalah tradisi yang merupakan salah

satu sayarat wajib ketiaka ingin melaksanakan suatu pernikahan dengan anak

gadis suku Bugis. Dalam skripsi inin juga membahas tentang problematika Uang

Panai atau uang belanja yang di hadapi ketika ingin melaksanakan suatu

pernikahan. Namun ada perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan

tentang Uang Panai bagi masyarakat suku Bugis, mulai dari cara

pelaksanaannya, tujuan, serta makna filosofi yang terkandung didalamnya, serta

bagaimana dampak positif dan negatif dari tingginya Uang Panai tersebut. Jadi,

akan berbeda dengan yang penulis lakukan baik secara segi setting sosialnya dan

juga tentang kandungan filosofi yang ada di dalam Uang Panai tersebut. Tentunya

hasil yang didapat akan berdeda.

Penelitian-penelitian diatas berbeda dengan penelitian-penelitin yang akan

diteliti oleh penulis. Penulis disini memfokuskkan pada pembahasan mengenai

Uang Panai bagi masyarakat suku Bugis dalam kajian Filosofi di Desa Alang-

alang Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Penelitian yang akan penulis lakukan menjelaskan mengenai bentuk dan tata cara

tradisi Uang Panai, apa makna filosofi yang terkandung didalamnya, serta

bagaimana dampak dari tingginya Uang Panai. Jadi, akan berbeda dengan yang

penulis lakukan baik dari segi setting sosialnya dan juga tentang kandungan

filosofi yang ada di dalam Uang Panai.

Page 29: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

15

BAB II

PROFIL DESA ALANG-ALANG KECAMATAN MUARA SABAK TIMUR

KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

A. Sejarah Berdirinya Desa Alang-alang

Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung

Jabung Timur berdiri kurang lebih pada tahun 1958. Pada awal nya Desa Alang-

alang adalah hutan yang dipenuhi pohon nibung. Lalu datanglah masyarakat

melayu dari Kampung Laut yaitu petani yang ingin mengambil pohon nibung

didaerah bakau tersebut dengan menggunakan perahu. Namun sesampainya

disana dan ketika hendak pulang sembari membawa nibung tersebut air sungai

sudah sangat surut dan tanggung jika ingin di keluarkan karena haripun sudah

hampir magrib. Jadi petani tersebut ragu dan merasa tanggung jika harus

mengeluarkan kayu nibung tersebut. Lalu petani tersebut mengutuskan untuk

menginap hingga menunggu esok hari. Desa Alang-alang ini pun dibuka oleh

masyarakat Melayu dan Banjar dari Kampung Luat pada waktu itu. Lalu setelah

itu barulah berdatangan masyarakat suku Bugis. Pada waktu itu dilakukan

penebangan pohon nibung untuk membuka lahan tersebut. Ketika sebagian lahan

telah terbuka datang lah masyarkat suku Bugis yang ingin tinggal dan menetap di

Desa tersebut. Awalnya pohon nibung yang ditebang tersebut di jadikan sebagai

bahan pangan berupa sayuran dan bahkan di jadikan sebagai bahan untuk

pembuatan rumah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan mantan kepada Desa ke Desa Alang-

alang yaitu Bapak H. Muhammad Yunus S.P beliau menyatakan :

[P]ada zaman dulu ketika masyarakat melayu dari Kampung Laut memasuki

Desa Alang-alang ini karena ada keperluan untuk mengambil pohon nibung.

Namun ketika ingin pulang air sungai sudah sangat surut dan pasti kalau pun

pulang waktu sudah tidak terkejar lagi dikarenakan sudah ingin magrib dan

waktu itu adalah waktu yang sangat tanggung, maka dari itu tempat terbesebut

di beri nama Alang-alang atau tanggung.1

1H. M. Yunus S.Pt, Mantan Kepala Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 15

November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 30: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

16

Dari hasil wawancara di atas di pertegas lagi oleh Bapak Kamarudin sebagai

ketua Rt dan menjadi orang yang termasuk di tuakan di Desa Alang-alang.

[O]rang yang pertama membuka Desa Alang-alang memang orang suku

Melayu dan Banjar asli dari Kampung Laut, Desa Alang-alang dahulunya

hanyalah hutan yang dipenuhi dengan pohon nibung, maka dari itu orang

tersebut ingin mengambil pohon nibung tesebut. Namun karena waktu yang

tanggung untuk pulang maka dar itu tempat ini dinamakan Alang-alang atau

tanggung.2

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, bahwasanya Desa Alang-alang

adalah sebuah Desa yang di buka dengan masyarakat suku Melayu dan Banjar asli

dari Kampung Laut. Orang pertama yang tinggal di Desa Alang-alang pun

memang orang bersuku Melayu dan Banjar asli. Setelah itu berdatangan suku

Bugis yang memutuskan untuk tinggal dan menetap di Desa Alang-alang. Pada

waktu itu pohon nibung yang di tebang di jadikan bahan makanan berupa sayur

dan sebagaian pula di jadikan untuk bahan pembuatan rumah. Lalu setelah itu

terjadilah pelebaran sungai dan lahan dari yang semulanya kecil menjadi besar.

Ketika sudah terjadi pelebaran lahan dan sungai maka berdatanganlah masyarakat

suku Bugis tersebut untuk tinggal dan menetap disana. Masyarakat suku Bugis

tersebut bergotong royong untuk membuat jalan dan membersihkan pohon nibung

tesebut.

Beliau juga menjelaskan bahwasanya :

[S]etelah dilakukan pelebaran lahan dengan penebangan pohon nibung tersebut

barula ramai berdatangan masyarakat suku Bugis yang ingin tinggal dan

menetap di Desa Alang-alang hingga sekarang . Hingga masyarakat suku bugis

bergotong royong untuk membersihkan dan melakukan pembuatan jalan.3

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, bahwasanya menurut Pak

Kamarudin sekitar kurang lebih 7 tahunan , dilakukan penebagan dan pelebaran

lahan dari pohon nibung berubah bercocok tanam dengan padi. Hutan yang

2Kamarudin, Ketua Rt dan termasuk orang yang di tuakan di Desa Alang-alang,

Wawancara dengan Penulis, 11 November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman

Audio. 3H. M. Yunus S.Pt, Mantan Kepala Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 15

November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 31: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

17

dijadikan lahan sawah pun terjadi tidak beratahan lama karena pada dasarnya

Desa Alang-Alang memang berada di pinggiran sungai sehingga sering

mengakibatkan banjir dan alhasil sawah padi pun tidak bertahan lama. Hingga

pada akhirnya pada tahun 1965 mulai lah masyarakat menanam kepala hingga

sekarang. Dengan usaha pemerintah Desa dan masyarakat pada tahun 2006

dilakukan pencegahan air laut atau abrasi, hingga 2007 ada kurang lebih 12 alat.

Hingga saat ini masyarakat pada Desa Alang-alang mayoritas berpenghasilan

dengan bertani yaitu kebun kepala, dan pinang. Di desa Alang-alang sampai saat

ini di tempati oleh masyarakat suku Bugis bahkan sering di juluki kampung

Bugis, meskipun pada awalnya Desa Alang-alang dibuka oleh masyarakat Suku

Melayu dan Banjar asli Kampung laut. Namun, tidak menuntut kemungkinan

sekarang masyarakat suku Melayu dan Banjar bisa dikatakan tidak ada lagi

disana. Pada zaman awal pembentuka desa Alang-alang sistem pemerintahan di

pimpin oleh yang disebut mangku.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Kamarudin, beliau

menyatakan :

[Z]aman dahulu belum ada namanya kepada Desa, yang ada hanya sebutan

Mangku. Jadi pada waktu itu kepada Desa disebut dengan Pak Mangku. Desa

Alang-alang juga dahulu masih dengan jumlah penduduk yang sangat sedikit

pada waktu itu. Namun sekarang alhamdulillah Desa Alang-Alang sendiri

sudah lebih maju dan jauh berkembang dari dahulu.4

Berdasarkan hasil wawancara Desa Alang-alang dahulu merupakan Desa

yang sangat terpencil dengan jumlah penduduk yang sangat sedikit, tetapi

sekarang Desa Alang-Alang sudah maju dan jauh berkembang.

Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung

Jabung Timur pada waktu itu di pimpim oleh beberapa mangku. Diantaranya

ialah:

4Kamarudin, Ketua Rt dan termasuk orang yang di tuakan di Desa Alang-alang,

Wawancara dengan Penulis, 11 November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman

Audio.

Page 32: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

18

Table 1.1 Nama-nama Mangku Desa Alang-alang

NO. Nama-Nama Mangku Periode

1. M. Saini Pertama

2 Suwito Sungkowo Kedua

3 Ciung Ketiga

Sumber: Data Dari Wawancara.5

Mangku Desa Alang-alang dipimpin pertama kalinya oleh M.Saini pada

saat itu. Setelah beberapa tahun dengan 3 mangku barulah terbentuk yang

dinamakan Kepada Desa Alang-alang dengan pemekaran menajdi 3 Dusun.

Dusun pertama yaitu Dusun Makmur Jaya , Dusun kedua yaitu Dusun Gaya Baru

dan Dusun ketiga yaitu Dusun Pada Idi. Setiap Dusun terdapat 4 Rt dan jumlah Rt

yang ada di Desa Alang-alang yaitu ada 12 Rt. Rt yang ada di Dusun Makmur

jaya yaitu, Rt. 01 samapi Rt 04. Rt yang ada di Dusun Gaya Baru yaitu Rt. 05

sampai Rt.08 dan di Dusun Pada I di yaitu Rt. 09 sampai Rt. 12.

Adapun pemimpin setelah perubahan Mangku menjadi Kepala Desa

diantaranya yaitu:

Table 1.2 Nama-nama Kepala Desa Alang-alang

NO. Nama-Nama Mangku Periode

1. Mappangara Pertama

2. H.M. Yunus S.Pt Kedua

3. Ukas MD Ketiga

Sumber: Data Wawancara6

5Kamarudin, Ketua Rt dan termasuk orang yang di tuakan di Desa Alang-alang,

Wawancara dengan Penulis, 11 November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman

Audio. 6H. M. Yunus S.Pt, Mantan Kepala Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 15

November 2018, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 33: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

19

B. Lokasi dan Letak Geografis Desa Alang-alang

Desa Alang-alang merupakan Desa yang terletak di Kecamatan Muara

Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Secara geografis

Desa Alang-alang merupakan daerah pinggir laut dan daratan. Letaknya di

perbatasan Desa Kota Raja dan Desa Sungai Ular, jarak dari Desa Sungai Ular ke

Desa Alang-alang 3 km, dan jarak dari Desa Kota Raja ke Desa Alang-alang 4

km, jadi Desa Alang-alang berada di tengah-tengah antara Desa Sungai Ular dan

Desa Kota Raja. Desa Alang-alang dikelilingi kebun kelapa dan pinang. Alang-

alang memiliki luas kurang lebih 450 Ha pada saat ini dan berjumlah 343 Kepala

Keluarga (KK), dengan jumlah kurang lebih 1205 jiwa. Batas Desa Alang-alang

sebelah sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Solok. Sebelah

Timur berbatasan dengan Desa Sungai Ular. Sebelah Utara berbatasan dengan

Desa Kota Raja, dan Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Parit Ban.

C. Visi dan Misi Desa Alang-alang

1. Visi

Alang-alang Berseri ( Bersih, Religius, Sejahtera, Rapi dan Indah ).

Terwujudnya masyarakat Alang-alang yang Bersih, Relegius, Sejahtera, Rapi dan

Indah melalui Akselerasi Pembangunan yang berbasis keagamaan, Budaya dan

Hukum dan Berwawasan Lingkungan dengan berorentasi pada peningkatan

Kinerja Aparatur dan Pemberdayaan Masyarakat.

2. Misi

Misi dan Program Desa Alang-alang Untuk melaksanakan Visi Desa

Alang-alang dilaksanakan misi dan program sebagai berikut :

a. Pembangunan Jangka Panjang

- Melanjutkan pembangunan Desa yag belum terlaksana.

- Meningkatkan kerjasama anatara pemrintah Desa dengan lembaga Desa

yang ada.

- Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dengan meningkatkan

sarana dan prasarana ekonomi warga.

Page 34: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

20

b. Pembangunan Jangka Pendek

- Mengembangkan dan Menjaga serta melestarikan adat istiadat Desa

terutama yang telah mengakar di Desa Alang-alang.

- Meningkatkan pelayanan dalam bidang pemerintahan kepada warga

masyarakat.

- Meningkatkan sarana dan prasaran ekonomi warga Desa dengan perbaikan

prsarana dan sarana ekomomi.

- Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan guna peningkatan sumber

daya manusia Desa Alang-alang.7

Visi dan misi yang telah dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala Desa dan

Aparat Desa ini tentu telah mendapatkan persetujuan dan dukungan dari seluruh

masyarakat setempat. Melalui visi dan misi tersebut terdapat masyarakat menaruh

harapan yang penuh yang ingin dicapai oleh masyarakat setempat, baik dari

kepala desanya maupun anggota-anggotanya.

Di dalam visi dan misi yang sampai saat ini masih dipertahankan di Desa

Alang-alang ini, mendapat dukungan yang positif dari seluruh masyarakatnya.

Masyarakat setempat terus melakukan gotong royong untuk membersihkan

kampung dan membersihkan masjid mereka yang diadakan seminggu sekali yaitu

pada hari jum’at. Kegiatan ini menjadi rutinitas masyarakat Desa Alang-alang

guna menjaga desa mereka agar tetap terjaga keasriannya. Selain dalam bidang

kebersihan, masyarakat Desa Alang-alang juga aktif dalam bidang keagamaan

terutama untuk kalangan ibu-ibu rumah tangga. Di samping mengurus rumah

tangga, mereka para ibu-ibu desa bersama ibu kepala desanya terus meningkatkan

bakat dan minat dari ibu-ibu desa misalnya mengikuti lomba menyanyi,

membentuk kelompok yasinan, belajar rebana, dan bahkan sering mengikuti

acara keagamaan seperti Mtq dan lainnya.

Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan Kepada Ibu anggota Ysinan

Desa Alang-alang ia menyatakan:

7Hamzah S.Pd, Sekretaris Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 15 November

2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekamana Audio.

Page 35: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

21

“[D]esa Alang-alang merupakan Desa yang sangat aktif dalam bidang

keagamaan, tidak sedikit dari Ibu-ibu yang selalu mengikuti lomba di acara

Mtq seperti lomba Tilawah, Rebana dan lainnya”.8

Dalam Visi dan Misi Desa Alang-alang ini terdapat harapan penuh dari

kepala Desa Alang-alang Bapak Ukas MD selaku kepala Desa menyatakan:

“[S]emoga dengan adanya Visi dan Misi ini mampu membawa perubahan yang

lebih baik lagi untuk Desa Alang-alang kedepannya”.9

Kepala Desa Alang-alang juga sangat mengharapkan agar warganya hidup

rukun dan saling membantu satu sama lain, meningkatkan kedisiplinan, menolong

sesama warga, dan masyarakat juga diharapkan dapat menyumbangkan

pemikirannya guna untuk perkembangan desa.

D. Kondisi Penduduk Desa Alang-alang

Desa Alang-alang pada saat ini baru saja di pimpin oleh Kepada Desa yang

baru terlantik. Beliau adalah Bapak Ukas MD yang merupakan sekretaris Desa

sebelum menjabat menjadi Kepala Desa Alang-alang. Selama beliau menjabat

menjadi sekretaris Desa beliau selalu memprioritaskan kepentingan masyarakat,

menurut masyarakat juga bapak Ukas MD bisa dikatan sebagai pemimpin yang

mengayomi masyarakat.

1. Penduduk

Jumlah penduduk yang besar bisa menjadi modal dasar sekaligus bisa

menjadi beban pembangunan, jumlah penduduk Desa Aalng-alang yaitu kurang

lebih 1205 jiwa dengan jumlah kepala keluarga kurang lebih 343. Agar dapat

menjadi dasar pembangunan maka jumlah penduduknya harus disertai dengan

kualitas SDM yang tinggi. Penaganan kependudukan sangat penting sehingga

potensi yang di miliki mampu menjadi pendorong dalam pembangunan. Jumlah

penduduk dari tahun ke tahun cenderung meningkat, kerena tingkat kelahiran

8Indo Upe, Anggota Yasinan Hurul Huda Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis,

20 November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio. 9Ukas MD, Kepala Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 15 November 2019,

Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 36: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

22

lebih besar dari pada kematian serta penduduk yng masuk lebih besar dari pada

penduduk yang keluar.

Suku Bugis yang tinggal di Desa Alang-alang berasal dari asal yang

berbeda-beda. Masyarakat suku Bugis yang tinggal di Desa Alang-alang tidak

melalui proses transmigrasi tetapi mereka datang dan menetap disana. Mereka

membuat rumah sendiri dan membuat hutan yang ada menjadi kebun dan tempat

mereka.

2. Kondisi Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi masyarakat Desa Alang-alangsecara umum juga

mengalami peningkatan, hal ini dinilai dari bertambahnya jumlah penduduk yang

memiliki usaha atau pekerjaan walaupun jenis pekerjaan tersebut pada umumnya

belum dapat dipastikan bersumber dari hasil usaha yang dilakukan, pada dasarnya

sumber pendapatan masyarakat. Desa Alang-alang berasal dari perkebunan kelapa

dan pinang. Ada juga yang menjadi pedagang, sawah, guru dan yang bekerja

dikantor Desa. Desa Alang-alang tanahnya bisa dikatakan subur dalam satu tahun

bisa beberapa kali panen.

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan kepada Bapak

Jamaludin sebagai salah satu tokoh masyarakat Desa Alang-alang ia menyatakan:

“[D]esa alang-alang merupakan Desa yang kaya dengan kebun kepala dan

pinangnya, di Desa Alang-alang bisa mengalami panen hingga puluhan ton”.10

Berdasarkan hasil wawancara Desa Alang-alang bagi masyarakat hal ini

merupakan anugerah bagi masyarakat Desa Alang-alang. Tentu saja masyarakat

Desa Alang-alang sangat memanfaatkan semua yang ada, untuk hasil panen

kelapa dan pinangnya bisa mencapai puluhan ton. Penduduk di Desa Alang-alang

juga sebagian masih banyak yang tidak memiliki usaha atau mata pencarain tetap,

hal ini dapat dikatakan bahwa masyarakat Desa Alang-alang juga masih belum

terbebas dari kemiskinan.

10Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05

November 2019Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 37: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

23

3. Kondisi Keagamaan

Penduduk Desa Alang-alang 100% memeluk agama Islam. Walaupun

kehidupan masyarakatnya sangat heterogen yang terdiri dari suku bangsa dan

daerah. Masyarakat Desa Alang-alang tidak menerima pendatang yang beragama

selain beragama Islam, dikarenakan takutnya akan membawa pengaruh buruk bagi

umat Islam yang ada disana. Namun masyarakat di Desa Alang-alang tetap

menerima pendatang seperti Jammah Tabligh yang tinggal di masjid-masjid.

Dalam kegiatan keagamaan di Desa Alang-alang terbilang cukup baik,

sehingga kegiatan keagamaan berjalan dengan baik dan lancar. Sebagai penunjang

adanya kegiatan didalam ketakwaan kepada Allah maka di dirikan Masjid,

Musholah, MI (Madrasah Ibtidaiyah), dan tempat Pami.

Untuk lebih jelas tentang eksistensi sarana keagamaan di Desa Alang-Alang dapat

di lihat sebagai berikut :

Table 1.3 Sarana keagamaan Desa Alang-Alang

No. Sarana Jumlah

1. Masjid 1

2. Musholah 1

3. Guru Pami 8

Sumber: Data Dari Wawancara11

Dalam upaya meningkatkan ketakwaan kepada Allah, masyarakat Desa

Alang-alang memanfaat sarana tersebut dengan baik, baik secara pengajian anak-

anak, maupun pengajian rutin. Dalam membina kehidupan keagamaan di Desa

Alang-alang diadakan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di masyrakat adalah :

11Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05 Januari

2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 38: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

24

a. Anak-anak

Pembinaan kehidupan anak-anak di Desa Alang-alang dalam bentuk

pengajian-pengajian (pengajian al-Qur’an), pengajian al-Qur’an dilaksanakan

setiap malam kecuali malam jum’at dan malam sabtu, malam jum’at tidak ada

pengajian karena malam jum’at biasanya diadakan yasinan mingguan. Sedangkan

malam sabtu biasa nya diadakan muhadaroh. Sekolah MI (Madrasah Ibtidaiyah)

diadakan setiap hari kecuali libur nasional.

b. Orang dewasa

Kegiatan keagamaan bagi orang dewasa di Desa Alang-alang bermacam-

macam, untuk ibu-ibu diadakan yasinan rutin setiap hari Jum’at yaitu yasinan

keliling. Untuk bapak-bapak diadakan yasinan bersama di masjid dan mushola

serta tahlilan rutin setiap malam Jum’at setelah membaca yasin di masjid yaitu

tahlil keliling. Biasanya juga diadakan pengajian kajian setiap malam selasa yang

dihadiri anak-anak, remaja dan orang tua.

c. Remaja

Kegiatan keagamaan bagi remaja dilaksanakan setiap malam selasa yang

bertempat di masjid, untuk menambah wawasan para remaja tentang keagamaan

dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Di Desa Alang-alang juga sering

mengikuti kegiatan-kegiatan lomba seperti lomba FASI (Festival Anak Sholeh

Indonesia), dan lomba-lomba keislaman lainnya.

4. Pendidikan

Pendidikan adalah salah satu hal yang penting dalam memajukan tingkat

kesejahteraan dan tingkat perekonomian. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi

maka akan mendongkrak tingkat kemajuan, tingkat kemajuan juga akan

mendorong tumbuhnya keterampilan kewirausahaan. Dan pada akhirnya menjadi

pendorong munculnya lapangan pekerjaan baru. Pendidikan biasanya akan dapat

mempertajam sistematika pikir atau pola pikir individu, selain itu mudah

menerima informasi yang lebih maju.

Page 39: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

25

Desa Alang-alang juga termasuk Desa yang mulai berkembang karena kini

di Desa Alang-alang sudah terdapat sarana pendidikan mulai dari Pendidikan

Anak Usia Dini (PAUD) hingga SLTA .

Dibawah ini menunjukkan tabel sarana pendidikan masyarakat Desa

Alang-alang :

Table 1.4 Sarana Pendidikan

No. Sarana Pendidikan Jumlah

1. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 1

2. Taman Kanak-Kanak (TK) 1

3. Sekolah Dasar (SD) 1

4. Madrasah Ibtidaiyah (MI) 1

5. Madrasah Tsanawiyah (Mts) 1

6. SekolahMenengahPertama (SMP) 1

7. Madrasah Aliyah (MA) 1

Sumber: Data Dari Wawancara.12

Banyak juga pelajar dari Desa Alang-alang yang melanjutkan

pendidikannya ke SMP, SMA dan juga perguruan tinggi yang ada di berbagai

daerah. Jadi bisa di bilang Sumber Daya Manusia (SDM) Desa Alang-alang cukup

baik. Tingkat pendidikan yang tua-tua pada umumnya adalah SD. Namun bagi

kelahiran 1980-an keatas minimal adalah SMP sederajat bahkan sudah banyak

yang menyandang gelar sarjana, baik D3, S1 baik dalam bidang pendidikan,

kesehatan, keagamaan, pertanian, ekonomi dan komputer. Bahkan ada yang telah

mencapai gelar Magister (S2) dan ada yang menjadi guru dan pegawai kantor.

5. Budaya

Setiap masyarakat memiliki kehidupan sosial yang berbeda antara

masyarakat satu dengan yang lainnya.Hal ini dapat dilihat dari adat istiadat yang

berlaku dalam masyarakat tersebut. Adat istiadat merupakan bagian dari

12Hudiyono S.Pd, Wakil Kepala Sekolah Mts Al-Amanah Desa Alang-alang, Wawancara

dengan Penulis, 14 Februari 2020, Rekaman Audio.

Page 40: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

26

kebudayaan yang biasanya berfungsi sebagai pengatur, pengendali, pemberi arah

kepada perlakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Dalam kehidupan

sehari-hari, masyarakat Desa Alang-alang menggunakan bahasa indonesia dan

bahasa Bugis pada umunya sebagai bahasa pengantar.Dalam hidup ada konsep

tatanan hierarki yang bermasyarakat, yaitu orang yang lebih muda menghormati

orang yang tua.

Dalam kehidupan bermasyarakat, adanya interaksi yang kuat antar warga,

tingkah laku antar anggota masyarakat dan hidup bergotong royong masyarakat

Desa Alang-alang tercermin dalam kebiasaan mereka yang disebut dalam upacara

keagamaan. Di Desa Alang-alang juga sangat terkenal dan sangat kental dengan

kebudayaan Bugsinya, karena memang masyarakat di Desa Alang-alang

mayoritas adalah Suku Bugis.

Manusia merupakan makhluk sosial, mereka tidak bisa hidup tanpa bantuan

dari manusia lain. Dalam kehidupan bermasyarakat, mereka menciptakan

kelompok sosial. Kelompok sosial adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa

orang yang saling berinteraksi dan terlibat dalam kegiatan bersama. Umumnya,

kelompok sosial yang diciptakan tersebut adalah berdasarkan pada mata

pencaharian atau pekerjaan, pendidikan, dan lain sebagainya. Mereka saling

membutuhkan dalam berbagai aspek, dalam kaitannya dengan adanya rasa saling

bantu membantu. Semakin baik hubungan sosial mereka maka semakin sejahtera

dan tentram dalam kehidupan mereka. Maka jelaslah hubungan ini wajib dibina

karena hal ini merupakan sangat penting bagi kelansungan hidup bermasyarakat.

6. Sosial

Masyarakat Desa Alang-alang yang mayoritas suku Bugis, masih sangat

menjunjung tinggi adat istiadat nenek moyang mereka baik dalam hal budaya

maupun bahasa sehari-hari.Bahasa Indonesia hanya digunakan sebagai pengantar

dalam dunia pendidikan, maupun forum-forum formal seperti rapat atau

musyawarah.Jiwa kegotong royongan dalam masyarakat Desa Alang-alang juga

masih sangat tinggi dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam bermasyarakat.

Di Desa Alang-alang juga jiwa sosial antar sesama masyarakat masih sangat

Page 41: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

27

tinggi, seperti biasanya jika ada acara maka masyarakat beramai-ramai untuk

saling membantu sama lain. Selanjutnya juga sering mengadakan membersihkan

masjid dan jalan secara gotong royong.

E. Sarana dan Prasarana Desa Alang-alang

Desa Alang-alang memiliki potensi yang mungkin hampir sama dalam hal

ketersediaan sarana dan prasarana seperti desa lain pada umumnya. Adapun

sarana dan prasarana desa dapat kita lihat sebagai berikut.

1. Kantor Pemerintahan Desa

Desa Alang-Alang memliki sebuah kantor pemerintahan Desa sesuai dengan

data yang kami dapatkan dari pendataan Desa Alang-alang, walaupun sederhana,

di kantor ini memiliki dua ruangan, yang mana ruangan satu digunakan untuk

mengadakan pertemuan jika ada orang luar yang datang, dan ruangan yang satuya

lagi digunakan untuk membuat surat menyurat oleh sekretaris desa. Selain itu juga

telah dilengkapi dengan seperangkat sound system. Listrik dan air bersih juga

tersedia walaupun fasilitas telepon belum tersedia di kantor desa ini. Kantor Desa

juga telah dilengkapi dengan satu buah mesin ketik, satu buah laptop, satu buah

computer dan berbagai fasilitas standard kantor lainnyaa. Informasi mengenai

perangkat Desa, struktur organiasasi, juga terdapat di dalam kantor Desa ini.

2. Posyandu

Di Desa Alang-alang terdapat satu posyandu yang terletak di tengah-tengah

desa dan berdekatan dengan Sekolah Dasar (SD). Adapun yang menunggu

posyandu ini adalah bidan Desa (bides), yang akan memberi pengobatan kepada

masyarakat yang lagi sakit. Fasilitasnya juga telah memadai dan dirasa telah

cukup untuk kebutuhan masyarakat di Desa Alang-alang.

3. Sarana Air Bersih

Dalam hal sumber air bersih, masyarakat mendapatkan air bersih melalui

sumur gali, atau sumur bor dan juga air sungai yang di Dam, kemudian dialirkan

kesetiap rumah-rumah warga.Sumber air bersih tersebut dapat digologkan secara

Page 42: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

28

umum dalam kodisi yang baik. Jika musim kemarau datang warga mengambil air

dari air bersih tersebut yang di simpan dalam derum besar.

4. Sarana Pendidikan

Desa Alang-Alang memiliki sarana untuk pembelajaran bagi anak-anak

Desa mulai dari PAUD, TK, SD, MI, MTs dan MA tersedia di Desa. Hal ini bisa

mendongkrak mutu belajar anak-anak Desa Alang-alang yang dahulu kurang

akan ilmu pengetahua. Namun sekarang sudah mulai mempunyai pola fikir yang

lebih baik.Dari data yang didapat oleh peulis dari dokumen desa tahun 2019,

perbedaan anak-anak yang mau menimba ilmu pengetahuan sudah mulai

bertambah dari sebelumnya.

5. Sarana Ibadah

Desa Alang-Alang memiliki satu Masjid dan satu Musholla. Masjid dan

Mushola ini menjadi tempat dimana masyarakat Desa Alang-alang melakukan

aktivitas keagamaan, seperti sholat berjamaah, pengajian, dan acara-acara

keagamaan lainnya. Akan tetapi, di Desa Alang-alang tidak memiliki fasilitas

keagamaan bagi masyarakat beragama non islam.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Hudiyono S.Pd, beliau

menjelaskan:

“[B]iasanya dalam sarana Masjid diadakan gotong royong setiap hari jumat

pagi untuk sholat jumat nantinya”.13

Masyarakat Desa Alang-alang rutin mengadakan gotong royong sebelum

mengadakan sholat Jum’at. Gotong royong ini juga biasanya diadakan dengan

memutar sholawatan dan tilawah agar memberi tahu bahwa gotong royong

dimulai.

13Hudiyono S.Pd, Wakil Kepala Sekola Mts Al-Amanah Desa Alang-alang, Wawancara

dengan Penulis, 14 November 2019, Rekaman Audio.

Page 43: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

29

BAB III

PROSES PELAKSANAAN UANG PANAI

A. Pengertian Uang Panai

Dewasa ini, interpretasi yang muncul dalam pemahaman sebagian orang

tentang pengertian mahar dan Uang Panai dalam adat Suku Bugis masih banyak

yang keliru. Dalam adat perkawinan Suku Bugis, terdapat dua istilah yaitu sompa

(Mahar) dan Dui’ Menre’ (Bugis) atau Uang Panai atau Dui balanja

(Makassar).Secara sederhana, Uang Panai atau Dui balanja (Makassar) atau Dui’

Menre’(Bugis) atau uang belanja, yakni sejumlah uang yang diberikan oleh pihak

mempelai laki-laki kepada pihak keluarga mempelai perempuan.1

Uang Panai tersebut ditujukan untuk belanja kebutuhan pesta pernikahan.

Uang Panai memiliki peran yang sangat penting dan merupakan salah satu rukun

dalam perkawinan adat suku Bugis Makassar.2 Pemberian Uang Panai adalah

suatu kewajiban yang tidak bisa diabaikan. Tidak ada Uang Panai berarti tidak

ada perkawinan. Adapun akibat hukum jika pihak laki-laki tidak mampu

menyanggupi jumlah Uang Panai yang ditargetkan, maka secara otomatis

perkawinan akan batal dan pada umumnya implikasi yang muncul adalah pihak

keluarga laki-laki dan perempuan akan mendapat cibiran atau hinaan di kalangan

masyarakat setempat.3

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Kamarudin selaku tokoh

agama di Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur, beliau menyatakan:

1Andi Rifaa’atusy Syarifah, “Persepsi Masyarakat Terhadap Mahar dan Uang Acara dalam

Adat Pernikahan Masyarakat Bugis di Desa Watutoa Kecamatan Marioriwawa Kab. Soppeng”,

Skripsi (Makassar: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar, 2010), 35. 2Samsuni, “Budaya Mahar di Sulawesi Selatan”, diakses melalui alamat

(http://makassar.tribunnews.com/2013/11/06/ketikabudayamenjadipetaka ), tanggal 17 Februari

2019). 3Andi Yunus, “Fenomena uang panai’k Dalam perkawinan Bugis Makassar”, diakses

http://beritadaerah.com/articlewww.orangbiasaji.net/2012/11/tradisiuangpanai’masalahataumaslah

at.html, pada tanggal 14 februai 2019.

Page 44: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

30

“[U]ang Panai adalah uang yang diberikan pihak calom mempelailaki-laki

kepada pihak calon mempelai perempuan ketika ingin melaksanakan pernikaan”.4

Hal ini di pertegas lagi oleh Bapak Jamaludin selaku Tokoh Masyarakat

Desa Alang-alang yang menyatakan:

[U]ang Panai adalah uang yang diberikan atau dipersembahan kepada pihak

calon mempelai laki-laki kepada pihak calon mempelai perempuan. Tidak ada

Uang Panai maka tidak akan ada pernikahan karna ini merupakan salah satu

syarat wajib yang dilakukan ketika ingin melakasanakan pernikahan dalam

adat suku Bugis.5

Dari hasil wawancara diatas jelaskan bahwasanya memang benar bahwa

Uang Panai memang merupakan salah satu syarat ketika ingin melakukan

pernikahan didalam suku Bugis, karna tanpa adanya Uang Panai tidak akan ada

yang namanya pernikahan.

Satu hal yang harus dipahami bahwa Uang Panai yang diserahkan oleh

calon suami diberikan kepada orang tua calon istri, sehingga dapat dikatakan

bahwa hak mutlak pemegang Uang Panai tersebut adalah orang tua si calon istri.

Orang tua mempunyai kekuasaan penuh terhadap uang tersebut dan begitupun

penggunaanya. Penggunaan yang dimaksud adalah membelanjakan untuk

keperluan pernikahan mulai dari penyewaan gedung atau tenda, menyewa grup

musik, membeli kebutuhan konsumsi dan semua yang berkaitan dengan jalannya

resepsi perkawinan. Adapunkelebihan Uang Panai yang tidak habis terpakai akan

dipegang oleh orang tua.

Akan tetapi pada umumnya semua Uang Panai tersebut akan habis terpakai

untuk keperluan pesta pernikahan, namun apabila terdapat sisa dari total Uang

Panai tersebut maka akan diberikan kepada anak. Bagian anak pun terserah orang

tuanya. Apakah akan memberikan semuanya atau tidak, itu menjadi otoritas orang

tua si calon istri. Walaupun dalam kenyataanya orang tua tetap memberikan

sebagian kepada anaknya untuk dipergunakan sebagai bekal kehidupannya yang

baru.

4Kamarudin, Ketua Rt dan termasuk orang yang di tuakan di Desa Alang-alang,

Wawancara dengan Penulis, 11 November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman

Audio. 5Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05

Januari 2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 45: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

31

Mahar dan Uang Panai dalam perkawinan adat suku Bugis Makassar adalah

suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena dalam prakteknya kedua hal

tersebut memiliki posisi yang sama dalam hal kewajiban yang harus dipenuhi.

Walaupun dalam hal ini Uang Panai lebih mendapatkan perhatian dan dianggap

sebagai suatu hal yang sangat menentukan kelancaran jalannya proses

perkawinan. Sehingga jumlah nominal Uang Panai lebih besar daripada jumlah

nominal mahar. Secara sosial wanita mempunyai kedudukan yang tinggi dan

dihormati.Secara keseluruhan Uang Panai merupakan hadiah yang diberikan

calonmempelai laki-laki kepada calon istrinya sebagai keperluan perkawinan dan

rumah tangga dan juga sebagai imbalan atau ganti terhadap jerih payah orang tua

membesarkan anaknya.6

B. Pengertian Mahar

Mahar adalah pemberian berupa uang atau harta dari pihak laki-laki kepada

pihak perempuan sebagaisyarat sahnya pernikahan menurut ajaran Islam. Mahar

dalam pernikahan Bugis yakni serahan dan jumlah besarnya masing-masing uang

serahan tersebut memiliki makna yang berbeda. Mahar atau Sompa dinyatakan

dalam sejumlah nilai perlambang tukar tertentu yang disebut kati. Besaran ini

sudah ditentukan secara adat,berdasarkan derajat tertentu, atau sesuai dengan garis

keturunan si mempelai wanita.7

Mahar atau artinya mas kawin atau sebagai syarat sahnya suatu perkawinan.

Pada strata sosial tertentu calon mempelai tidak pernah menerima mahar yang

lebih rendah dari yang diterima oleh ibunya dahulu. Bagi masyarakat umumnya,

tidak begitu dipermasalahkan, karena mereka biasa menerima mahar seperti

kebanyakan orang yang sama nilainya. Besaran mahar sebenarnya telah diatur

dalam adat, namun seiring perkembangannya jumlah mahar tergantung pada

6Imam Ashari, “Makna Mahar Adat Status Sosial Perempuan dalam Perkawinan Adat

Bugis di Desa Penengahan Kabupaten Lampung Selatan”, Skripsi (Bandar Lampung: Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, 2016), 45. 7Andi asyraf, “Mahar dan Paenre dalam Adat Bugis, Studi Etnografi Islam dalam

Perkawinan Adat Bugis di Bulukumba Sulawesi Selatan”, Skripsi (Sulawesi Selatan: UIN Syarif

Hidayatullah, 2015), 45.

Page 46: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

32

kesepakatan antar penyelenggara, baikitu dalam jumlah uang yang cukup besar

atau bisa berbentuk seperangkat perhiasan emas bernilai tinggi.

Mahar atau mas kawin adalah harta yang diberikan oleh seorang laki-laki

kepada seorang perempuan sebagai pengganti dalam sebuah pernikahan menurut

kerelaan dan kesepakatan kedua belah pihak, atau berdasarkan ketetapan dari si

hakim. Dalam bahasa Arab, mas kawin sering disebut dengan istilah mahar,

shadaq, faridhah dan ajr.Mas kawin disebut dengan mahar yang secara bahasa

berarti pandai, mahir, karenadengan menikah dan membayar mas kawin, pada

hakikatnya laki-laki tersebut sudahpandai dan mahir, baik dalam urusan rumah

tangga kelak ataupun dalam membagi waktu,uang dan perhatian. Mas kawin juga

disebut shadaq yang secara bahasa berarti jujur,lantaran dengan membayar mas

kawin mengisyaratkan kejujuran dan kesungguhan si laki-laki untuk menikahi

wanita tersebut. Mas kawin disebut dengan faridhah yang secarabahasa berarti

kewajiban, karena mas kawin merupakan kewajiban seorang laki-laki yang

hendak menikahi seorang wanita. Mas kawin juga disebut dengan ajr yang secara

bahasa berarti upah, lantaran dengan mas kawin sebagai upah atau ongkos untuk

dapat menggauli isterinya secara halal. Para ulama telah sepakat bahwa mahar

hukumnya wajib bagi seorang laki-laki yang hendak menikah. Oleh karena itu,

pernikahan yang tidak memakai mahar, maka pernikahannya tidak sah karena

mahar termasuk salah satu syarat sahnya sebuah pernikahan.8

Mahar dalam Islam adalah tanda cinta. Ia juga merupakan simbol

penghormatan dan pengagungan perempuan yang disyariatkan Allah sebagai

hadiah laki-laki terhadap perempuan yang dilamar ketika menginginkannya

menjadi pendamping hidup sekaligus sebagai pengakuannya terhadap

kemanusiaan dan kehormatannya.

Secara sepintas, mahar dan Uang Panai di atas memang memiliki

pengertian dan makna yang sama, yaitu keduanya sama-sama merupakan

kewajiban. Namun, jika dilihat dari sejarah yang melatarbelakanginya, pengertian

kedua istilah tersebut jelas berbeda. Sompa atau yang lebih dikenal dengan mas

8Imam Ashari, “Makna Mahar Adat Status Sosial Perempuan dalam Perkawinan Adat

Bugis di Desa Penengahan Kabupaten Lampung Selatan”, Skripsi (Bandar Lampung: Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, 2016), 60.

Page 47: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

33

kawin atau mahar adalah kewajiban dalam tradisi Islam, sedangkan Uang Panai

atau dan uang jujuran adalah kewajiban menurut adatmasyarakat setempat. Mahar,

uang jujuran dan Uang Panai tidak hanya berbedadari segi pengertian saja, akan

tetapi berbeda pula dalam hal kegunaan dan pemegang ketiganya.

Berdasarkan hasil wawancara penulis Bapak Jamaludin selaku tokoh

masyarakat di Desa Alang-alang, beliau menyatakan:

“[M]ahar dipegang oleh istri dan menjadi hak mutlak bagi dirinya sendiri,Uang

Panai dipegang oleh orang tua istri dan digunakan untuk membiayai semua

kebutuhan jalannya resepsi pernikahan”.9

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, dapat di pahami bahwa

sebagian orang Bugis Makassar memandang bahwanilai kewajiban dalam adat

lebih tinggi daripada nilai kewajiban dalam syariatIslam. Sejatinya sebagai salah

satu masyarakat yang dikenal paling kuatidentitas keislamannya di Nusantara,

seharusnya mereka lebih mementingkannilai kewajiban syariat Islam daripada

kewajiban menurut adat. Kewajiban mahar dalam syariat Islam merupakan syarat

sah dalam perkawinan, sedangkan kewajiban memberikan Uang Panai menurut

adat, terutama dalam hal penentuan jumlah Uang Panai, merupakan konstruksi

dari masyarakat itusendiri.

C. Sejarah Uang Panai

Menurut tokoh Adat Desa Alang-alang Bapak Kamarudin beliau

menyatakan:

[U]ang Panai sudah dilakukan sejak zaman dahulu dalam pernikaha adat suku

Bugis Makasar asli. Tradisi Uang Panai memang sudah menjadi ciri khas suku

Bugis, Uang Panai pun sudah menajdi ciri khas turun temurun dari nenek

moyang terdahulu yang dilakukan oleh masyarakat suku Bugis hingga saat

ini.10

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan Uang Panai merupakan

uang yang wajib diberikan ketika seseorang hendak melaksanakan pernikahan

9Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05 Januari

2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio. 10Kamarudin, Tokoh Agama Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 11 November

2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 48: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

34

dengan anak suku Bugis. Uang Panai ini merupakan salah satu syarat wajib yang

diharus dilakukan ketika ingin melakasanakan pernikahan dalam adat suku Bugis.

Hal ini yang sering menjadi kerancuan gagalnya suatu pernikahan yang akan

dilaksanakan, karena terkadang Uang Panai memliki kisaran yang sangat tinggi

sehingga dapat membuat pihak calon mempelai laki-laki tidak akan sanggup dan

mundur untuk menikahi calon mempelai perempuan.

Uang Panai sendiri muncul pada saat pada zaman penjajahan Belanda dulu.

Pemuda Belanda seenaknya menikahi perempuan Bugis Makassar yang ia

inginkan. Setelah menikah, ia kembali menikahi perempuan lain dan

meninggalkan istrinya itu karena melihat perempuan lain yang lebih cantik

daripada istrinya. Budaya seperti itu membekas di Bugis Makassar setelah

Indonesia merdeka dan menjadi doktrin bagi pemuda Indonesia. Sehingga mereka

juga dengan bebas menikah lalu meninggalkan perempuan yang telah dinikahinya

seenaknya. Hal Itu membuat perempuan Bugis Makassar seolah-olah tidak berarti

dan tak punya harga diri.

Budaya itu berubah sejak seorang pemuda mencoba menikahi seorang

perempuan dari keluarga bangsawan. Pihak keluarga tentu saja menolak karena

mereka beranggapan bahwa laki-laki itu merendahkan mereka karena melamar

anak mereka tanpa keseriusan sama sekali. Mereka khawatir nasib anak mereka

akan sama dengan perempuan yang lainnnya sehingga pihak keluarga meminta

bukti keseriusan pada pemuda atas niatnya datang melamar. Jadi pada saat itu

orangtua si gadis ini mengisyaratkan kepada sang pemuda kalau ia ingin menikahi

anak gadisnya dia harus menyediakan mahar yang telah ditentukannya. Mahar

yang diajukan sangatlah berat,sehingga sang pemuda harus menyediakan material

maupun non material.Hal ini dilakukannya untuk mengangkat derajat kaum

wanita pada saat itu.

Pemuda itu pergi untuk mencari persyaratan yang diajukan oleh orangtua si

gadis. Bertahun-tahun merantau mencari mahar demi pujaan hatinya ia rela

melakukan apa saja asalkan apa yang dilakukannya dapat menghasilkan tabungan

untuk meminang gadis pujaannya. Setelah mencukupi persyaratan yang diajukan

oleh orang tua si gadis sang pemuda pun kembali meminang gadis pujaannya dan

Page 49: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

35

pada saat itu melihat kesungguhan hati sang pemuda orangtua si gadis merelakan

anaknya menjadi milik sang pemuda tersebut.11

Hal ini juga dipertegas lagi oleh Bapak , Jamaludin beliau menyatakan:

“[U]ang Panai sebenarnya sejak dahulu hingga sekarang sudah menjadi tradisi

yang tidak bisa di tinggalkan ketika ingin melakukan pernikahan, karena juga

dapat dilihat sebagai keseriusan calon pria kepada wanita”.12

Adanya persyaratan yang diajukan ketika memberikan Uang Panai yang

tinggi sebenarnya sebuah pelajaran yakni menghargai wanita karena wanita

memang sangat mahal untuk disakiti.Apalagi sang pemuda itu mendapatkan

istrinya dari hasil jeri payahnya sendiri itulah sebabnya ia begitu menyanyangi

istrinya. Jadi mahalnya mahar gadis Bugis Makassar bukan seperti barang yang

diperjual belikan,tapi sebagai bentuk penghargaan kepada sang wanita. Jadi ketika

tersirat dihati ingin bercerai dan menikah lagi maka sang pemuda akan berpikir

berkali-kali untuk melakukannya karena begitu sulitnya ia mendapatkan si gadis

ini.

Hal ini juga dipertegas oleh Bapak Kamarudin baliau menyatakan:

[S]uku Bugis memang sudah melaksanakan Uang Panai zaman dahulu hingga

sekarang. Pada zaman dahulu Uang Panai juga dilihat oragtua sebagai

keseriusan seorang pria dalam melamar anak wanitanya, sehingga sang pria

betul-betul berusaha mengupayakan Uang Panai untuk mendapatkan wanita

pujaan hatinya.13

Pada umumnya para pihak pemberi dalam hal ini pihak laki-laki merasa

tidak terbebani karena masih dapat menyanggupi kewajiban memberikan Uang

Panai sebagai syarat dalam perkawinan. Mereka merasa tidak terbabani karena

sebelum melamar wanita yang ingin dijadikan calon istri, mereka telah

mengetahui perihal Uang Panai yang harus diberikan sehingga dari awal mereka

sudah mempersiapkannya. Di sisi lain, pihak perempuan mematok harga Uang

Panai juga dengan mempertimbangkan kemampuan pihak laki-laki yang akan

11Siti Rohani, Uang Panai’ Masyarakat Suku Bugis, diakses melalui alamat

https://regional.kompas.com/read/2017/03/13/08532951/.uang.panai.tanda.penghargaan.untuk.me

minang.gadis.bugis-makassar?page=all, tanggal 13 Maret 2019. 12Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05 Januari

2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio. 13 Kamarudin, Tokoh Agama Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 11 November

2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 50: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

36

melamar. Kenyataan yang terjadi dilapangan, ketika proses melamar berlangsung

terjadi tawar menawar antara kedua belah pihak yang berujung pada tercapainya

kesepakatan bersama.

Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan tradisi Uang Panai

memang merupakan adat atau yang sudah dilakukan oleh masyarakat suku Bugis

hingga saat ini. Tradisi ini sudah dilakukan oleh masyarakat suku Bugis asli

Makassar maupun suku Bugis yang sudah berada diluar tanah Makassar,

khususnya suku Bugis di Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur

Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi.

Tradisi Uang Panai merupakan pemberian uang kepada pihak calon

pengantin laki-laki kepada pihak calon perempuan adalah syarat wajib yang

diberikan ketika ingin melaksanakaan pernikahan. Masyarakat yang menjalankan

tradisi ini memandangnya sebagai bagian kebiasaaan dan kewajiban dari hidup

mereka sebagai makhluk sosial dan pemahamannya dalam diri meraka sebagai

orang Suku Bugis, mereka juga memandangnya sebagai ringkasan dari tradisi

lokal.14 Menurut antropolog juga setiap suku memliki kebudayaan yang berbeda-

beda dengan suku lainnya.15

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingginya Uang Panai

Uang Panai adalah istilah yang paling sering disebut dan diperbincangkan

oleh masyarakat suku Bugis pada umumnya. Uang Panai ini sudah ada sejak

zaman dahulu. Masyarakat suku Bugis menggunakan Uang Panai untuk

melaksanakan acara pernikahan. Masyarakat suku bugis menyebutnya dengan

salah satu syarat wajib yang harus dilakukan ketika ingin melaksanakan suatu

pernikahan. Karena tanpa adanya Uang Panai tidak akan ada yang namnya

pernikahan. Hanya saja sedikit ada permasalahan yang sering menjadi hambatan

ketika ingin melaksanakan suatu pernikahan didalam suku bugis yaitu tentang

tingginya kisaran Uang Panai yang diberikan calon pengantin perempuan kepada

calin pengantin laki-laki yang ingin melamarnya.

14Hasil Observasi Penulis terhadap proses penyerahan Uang Panai Desa Alang-alang,

Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Tanggal 19 Februari 2020. 15Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi I. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), 75.

Page 51: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

37

Dalam proses pelaksanaan Uang Panaiterdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi tingginya Uang Panai dalam pernikahan masyarakat Suku Bugis.

1. Sistem Kekerabatan

Dalam masyarakat manapun, hubungan kekerabatan merupakan aspek

utama, baikkarena dinilai penting oleh anggotanya maupun fungsinya sebagai

struktur dasar yang akansuatu tatanan masyarakat. Pengetahuan mendalam

tentang prinsip-prinsip kekerabatan sangatdiperlukan guna memahami apa yang

mendasari berbagai aspek kehidupan masyarakat yangdianggap paling penting

oleh orang Bugis dan yang saling berkaitan dalam membentuktatanan sosial

mereka. Aspek tersebut antara lain adalah perkawinan.

Pada umunya orang Bugis mempunyai sitem kekerabatan yang disebut

dengan assiajingeng yang mengikuti sistem bilateral. Yaitu sistem yang mengikuti

lingkungan pergaulan hidup dari ayah maupun dari pihak ibu. Garis keturunan

berdasarkan kedua orangtua. Hubungan kekerabatan ini menjadi sangat luas

disebabkan karena, selain ia menjadianggota keluarga ibu, ia juga menjadi

anggota keluarga dari pihak ayah.

Robert R Bell mengemukakan ada 3 jenis hubungan kekerabatan :

a. Kerabat dekat (conventional kin), seperti suami, istri, orang tua dengan

anak dan antar saudara (siblings).

b. Kerabat jauh (discretionary kin), terdiri atas individu yang terikat dalam

keluarga melalui hubungan darah, adopsi dan atau perkawinan tetapi

ikatan keluarganya lebih jauh dari keluarga dekat.

c. Orang yang dianggap kerabat (fictive kin), seseorang yang dianggap

anggap anggota kerabat karena ada hubungan khusus misalnya teman

akrab dan rekanbisnis.16

Hubungan kekerabatan atau assiajingeng ini dibagi atas siajing mareppe

(kerabat dekat) dan siajing mabela (kerabat jauh). Kerabat dekat atau siajing

mareppe merupakan kelompok penentu dan pengendali martabat keluarga.

16Andi Rifaa’atusy Syarifah, “Persepsi Masyarakat Terhadap Mahar dan Uang Acara dalam

Adat Pernikahan Masyarakat Bugis di Desa Watutoa Kecamatan Marioriwawa Kab. Soppeng”,

Skripsi (Makassar: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar, 2010), 45.

Page 52: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

38

Anggota keluarga dekat inilah yangmenjadi to masiri (orang yang malu) bila

anggota keluarga perempuan ri lariang (dibawalari oleh orang lain), dan mereka

itulah yang berkewajiban menghapus siri tersebut.Anggota siajing mareppe

didasarkan atas dua jalur, yaitu reppe mareppe yaitu keanggotaan yang didasarkan

atas hubungan darah, dan siteppang mareppe (sempu lolo)yaitu keanggotaan

didasarkan atas hubungan perkawinan.

“[A]pabila calon mempelai laki-laki tidak termasuk nasab dalam garis reppe

mareppe dan siteppang mareppe maka mahar dan uang acara dui menre yang

diberikan laki-laki lebih besar”.17

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, sistem kekerabatan juga

merupakan faktor mempengaruhi tinggainya Uang Panaibagi masyarakat suku

Bugis di Desa Alang-alang. Ini juga bertujuan untuk melihat bagaimana sistem

kekerabatan yang ada pada calon mempelai laki-laki.

2. Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial merupakan suatu konsep dalam sosiologi yang melihat

bagaimanaanggota masyarakat dibedakan berdasarkan status yang dimilikinya.

Status yang dimiliki olehsetiap anggota masyarakat ada yang didapat dengan

suatu usaha (achievement status) dan adayang didapat tanpa suatu usaha (ascribed

status) misalnya status yang berdasarkan garisketurunan. Sistem stratifikasi sosial

di dalam suatu masyarakat dapat bersifat :

Tertutup (closed sosial stratification), membatasi kemungkinan pindahnya

seseorang darisatu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang merupakan gerak ke

atas atau ke bawah. Didalam sistem ini satusatunya jalan untuk menjadi anggota

dalam suatu masyarakat adalah kelahiran. Terbuka (open sosial stratification),

setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatanuntuk berusaha dengan

kecakapan sendiri untuk naik lapisan, atau bagi mereka yang tidak beruntung,

untuk jatuh dari lapisan yang atas ke lapisan dibawahnya. Pada umumnya

sistemterbuka memberi perangsang yang lebih besar kepada setiap anggota

17Indo Upe, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 01 Februari

2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 53: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

39

masyarakat untuk dijadikan landasan pembangunan masyarakat daripada sistem

yang tertutup.

D]esa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung

Timur memiliki sistem stratifikasisosial yang bersifat terbuka. Pada zaman

kekuasaan raja-raja,ketika para raja masih memiliki kedaulatannya, maka

lapisan masyarakat hanya ada dua yaitulapisan Erung (bangsawan) sebagai

penguasa dan tau-sama sebagai rakyat yangdikuasai. Tetapi karena prinsip

assituruseng (kesepakatan) sebagai kaidah tertinggi dalammenghadapi hal-hal

baru, maka lapisan penguasa ternyata kemudian tidak hanya berasal

darigolongan Erung saja.Lapisan penguasa yang dapat juga disebut sebagai

golongan elite dapat juga terdiriatas orang-orang yang berasal dari lapisan

orang kebanyakan (tau sama) yang menunjukkanprestasi sosialnya di

masyarakat.18[

Hal ini juga di perjelas oleh Bapak H.M Yunus Mantan Kepala Desa Alang-

alang, beliau menyatkan:

[G]olongan-golongan elite tersebut, kemudian disejajarkan dengan golongan

Erung . Namun, demikian tidak berarti bahwa mereka telah menjadi seorang

Erung,karenaErung berdasarkan pada faktor keturunan, sedang golongan elite

seperti di atasberdasarkan faktor prestasi dalam masyarakat atau, sehingga

dalambeberapa hal yang biasa berlaku pada golongan Erung tidak berlaku pada

golongantersebut. Misalnya penggunaan gelar kebangsawanan seperti Andi dan

lain-lain. Termasukpula pada bilamana terjadi pernikahan antara seorang

wanita dari golongan Erung dengan laki-laki yang berasal dari tau-samas.

Walaupun dari golongan elite tidak berartisuami telah ikut menjadi golongan

Erung begitu pula sebaliknya.Demikian pula mengenai pemberian mahar dan

Uang Panai, apabilamempelai wanita berasal dari golongan Erung dan

mempelai laki-laki berasal dari tausama maka ia harus memberi mahar dan

Uang Panai, yang besar sebagai bentukpenghargaan dan kesiapan menjadi

kepala keluarga.19

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan penulis bahwa stratifikasi sosial

juga termasuk faktor yang dapat mempengaruhi tingginya Uang Panai. Seperti

terdapat golongan-golongan tertentu yang da didalam suku Bugis itu sendiri.

Golongan-golongan itu juga sudah ditentukan dan terdapat dalam garis keturan

nya masing-masing yang didalam suku Bugis itu sendiri.

18Hamzah, Sekretaris Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 14 Februari 2020,

Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio. 19H.M. Yunus, Mantan Kepala Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 16 Februari

2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 54: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

40

3. Pembatasan Jodoh

Dalam kehidupan sosial, dikenal adanya pelapisan masyarakat. Begitu pula

pada masyarakat Bugis, ada golongan bangsawan adapula golongan bukan

Bangsawan. Hal tersebut kemudian menyebabkan terjadinya pembatasan jodoh,

bahkan terjadihubungan perkawinan yang terlarang. Misalnya terjadinya

pembatasan jodoh dalamhubungan pernikahan batas kedudukan yang tidak setara.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Jamaludin, beliau

menyatakan:

[P]embatasan jodoh merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingginya

mahar dan Uang Panai. Apabila seorang anak gadis tidak ingin menikah

dengan pilihan yang ditentukan orangtua, konsekuensinya pihak laki-laki harus

membayar mahar dan Uang Panai yang lebih besar jika tetap ingin menikah.

Dalam hal ini pihak mempelai wanita dalam hal ini tidak bisadisebut

materialistis ataupun pragmatis, karena mereka hanya mengikuti adat serta

kebiasaandan pertimbangan lain yang didominasi oleh pengaruh adat.20

Dari hasil wawancara diatas dipertegas juga dengan Bapak H.M. Yunus ,

beliau menyatakan:

[P]ada zaman lampau hubungan antara anak bangsawan dengan orang biasa

sangattertutup. Apabila terjadi pelanggaran hal itu kemudian disebut lejjak

sung tappere, artinyamenginjak sudut tikar, “hukuman bagi pelanggaran adat

nikah ini disebut riladung atau rilamung”.Namun seiring perkembangan pola

pikir masyarakat Bugis, nilai budaya dantradisi pun mengalami pergeseran.21

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, corak pernikahan bugis yang

bersifat Endogami mulaibergeser ke sifat Eksogami (pernikahan yang dilakukan

antar marga/suku). Hal ini terjadikarena laki-laki mempunyai keistimewaan

tertentu, misalnya golongan cendekiawandan tokoh agama. Dalam masyarakat

Bugis di Desa Alang-alang mereka disebut towarani (gagahberani). Yang menjadi

pembatas utama perjodohan masyarakat Bugis saat ini adalah faktoragama, selain

hukum adat melarang karena dianggap tabu, agama Islam pun

melarangpernikahan antar agama.

20Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05

Januari 2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio. 21H.M. Yunus, Mantan Kepala Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 16

Februari 2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 55: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

41

4. Budaya

Manusia mempunyai bakat tersendiri dalam gen-nya untuk mengembangkan

berbagai macam perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi kepribadiannya. Tetapi

wujud darikepribadiannya itu sangat dipengaruhi oleh berbagai macam stimuli

yang ada di sekitar alam, lingkungan sosial dan budayanya. Seorang individu

mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-istiadat,

sistem norma, serta peraturan-peraturan yang hidup dalam lingkungannya. Dalam

masyarakat Bugis pemberian dan permintaan jumlah mahar dan Uang Panaiyang

tinggi dalam meminang gadis sukuBugis sudah menjadi tradisi. Dan hal ini telah

diketahui oleh seluruh masyarakat di luarsuku Bugis sehingga kadang ada

kecenderungan persepsi bahwa menikah dengan gadisBugis itu mahal.

“[B]udaya dalam adat suku Bugis juga mempengaruhi tingginya kisaran Uang

Panai, karena kebudayaan atau budaya juga mempengaruhi lingkungan tempat

kita tinggal sehingga diri kita juga dapat terpengaruh oleh lingkungan itu”.22

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, dapat di mengerti bahwasanya

yang di maksud ialah, bahwa pengaruh tingginya Uang Panai yang salah satunya

adalah budaya yaitu bagaimana lingkungan tempat kita tempati tinggal itu dapat

di pengaruhi oleh budaya itu sendiri. Contohnya seandainya ingin melakukan

pernikahan maka kita dapat melihat bagaimana budaya yang dilakukan di tempat

kita tinggal.

5. Status Ekonomi Keluarga Calon Istri.

Menurut tokoh Mayarakat Desa Alang-alang Ibu Indo Upe’ beliau

menyatakan:

[B]iasanya semakin kaya wanita yang akan dinikahi, maka semakin tinggi pula

Uang Panai yang harus diberikan oleh calon suami kepada pihak keluarga

calon istri. Dan begitupun sebaliknya, jika calon istri tersebut hanya dari

keluarga ekonomi menengah yang pada umumnya kelas ekonomi menengah

kebawah maka jumlah Uang Panai yang dipatok relatif kecil.23

22Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05 Januari

2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio. 23H.M. Yunus, Mantan Kepala Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 16 Februari

2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 56: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

42

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan ternyata status ekonomi

keluarga calon istri juga mempengaruhi tingginya Uang Panai karena itu juga

merupakan penghargaan bagi calon istri, dan juga terdapat rasa malu jika keluarga

calon istri berasal dari ekonomi keatas namun Uang Panai nya rendah atau tidak

sebanding dengan kelas ekonominya atau dalam bahasa lain sering disebut gengsi.

6. Jenjang Pendidikan Calon Istri

Menurut tokoh masyarakat Ibu Indo Upe’ beliau menyatakan:

[B]esar kecilnya jumlah nominal Uang Panai sangat dipengaruhi juga oleh

jenjang pendidkan dan kedudukan calon mempelai perempuan. Biasanya sih

semakin tinggi tingkat pendidikan seorang perempuan, maka semakin banyak

pula Uang Panai yang harus diberikan dan jika tidak memberikan Uang

Panaidalam jumlah yang banyak, maka akan mendapatkan hinaan atau akan

menjadi buah bibir di masyarakat.24

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan jenjang pendidikan

calon istri juga mempengaruhi tingginya Uang Panai karena masyarakat Desa

Alang-alang mematok Uang Panai dengan harga yang tinggi adalah suatu

kehormatan tersendiri. Jenjang pendidikan juga akan berpengaruh terhadap

pendidikan atau ajaran kepada anaknya kelak. Tingginya Uang Panai akan

berdampak pada kemeriahan, kemegahan dan banyaknya tamu undangan dalam

perkawinan tersebut, apalagi jikalau jenjang pendidikan tersebut juga akan

mempengaruhi tamu undangan pada acara pernikahan tersebut.

7. Kondisi Fisik Calon Istri

Menurut tokoh Mayarakat Desa Alang-alang Ibu Indo Upe’ beliau

menyatakan:

[T]erkadang dalam mematok Uang Panai semakin sempurna kondisi fisik

perempuan yang akan dilamar maka semakin tinggi pula jumlah nominal Uang

Panaiyang dipatok. Kondisi fisik yang dimaksud seperti paras yang cantik,

tinggi dan kulit putih. Jadi, walaupun perempuan tersebut tidak memiliki status

sosial yang bagus atau tidak memiliki jenjang pendidikan yang tinggi maka

kondisi fisiknya yang yang dapat menyebabkan Uang Panainya tinggi.

Begitupun sebaliknya, walaupun perempuan tersebut tidak memiliki kondisi

fisik yang sempurna atau bahkan memiliki fisik yang jelek, akan tetapi dia

24Indo Upe, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 01 Februari

2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 57: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

43

memiliki status sosial yang bagus seperti keturunan bangsawan, jenjang

pendidikan yang tinggi atau memiliki jabatan dalam suatu instansi, maka itu

akan menjadi tolak ukur tingginya jumlah Uang Panai yang akan dipatok

pihak keluarga perempuan.25

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan ternyata kondisi fisik juga

berpengaruh dalam menentukan jumlah Uang Panai bagi masyarakat suku

Bugis. Tapi hal ini hanya di terapkan bagi sebagian masyarakat Desa Alang-

alang bukan berarti semua masyarakat menjadikan ini sebagai faktor tingginya

Uang Panai tersebut.

8. Perbedaan antara Gadis dan Janda

Terdapat perbedaan dalam penentuan Uang Panai antara perempuan yang

janda dan perawan di Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur.

Biasanya perawan lebih banyak diberikan Uang Panai dari pada janda, namun

tidak menutup kemungkinan bisa juga janda yang lebih banyak diberikan jika

status sosialnya memang tergolong bagus.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ibu Indo Upe selaku Tokoh

Masyarakat Desa Alang-alang beliau menyatakan:

[S]alah satu faktor yang mempengaruhi Uang Panai yaitu ketika gadis atau

janda. Pemberian Uang Panai kepada gadis adalah untuk memberikan prestise

(kehormatan) bagi pihak keluarga perempuan, jika jumlah Uang Panai yang

dipatok mampu dipenuhi oleh calon mempelai pria. Kehormatan yang

dimaksud akan disini adalah rasa penghargaan yang diberikan oleh pihak calon

mempelai pria kepada wanita yang ingin dinikahinya dengan memberikan

pesta yang megah untuk pernikahannya melalui Uang Panai tersebut. Namun

bukan berarti tidak menghargai janda karna kalau gadis ia kan melakukan

pernikahan di pertama berbeda dengan janda.26

Hal ini dipertegas juga oleh Bapak Jamaludin , beiau menyatakan:

“[K]isaran tingginya Uang Panai bagi gadis lebih tinggi dari pada janda agar

lebih menghargai, karena ia akan melakukan pernikahan pertamanya, namun

bukan berarti tidak menghargai janda, hanya saja memang akan ada

perbedaan”.27

25Indo Upe, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 01 Februari

2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

26Indo Upe, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 01

November 2019 , Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio. 27Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05

November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 58: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

44

Dari hasil wawacara yang penulis lakukan, ternyata perbedaan antara gadis

dan janda juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya Uang

Panai. Dalam hal ini gadis akan lebih mendapat perhatian dan Uang Panai yang

lebih tinggi. Hal ini juga karena gadis akan melaksanakan pernikahan yang

pertamanya, yang mana berbeda dengan janda yang sudah melaksanakan

pernikahan.

E. Perkembangan Uang Panai

Secara sederhana, Uang Panai atau dui’ menre’ adalah uang yang

diberikanoleh pihak mempelai laki-laki kepada pihak keluarga mempelai

perempuan.Uang Panai tersebut ditujukan untuk belanja keperluan pesta

pernikahan.Uang panai memiliki peran yang sangat penting dan merupakan salah

satu rukundalam perkawinan adat suku Bugis. Pemberian Uang Panai adalah

suatu kewajiban yang tidak bisa diabaikan.Tidak ada Uang Panai berarti tidak ada

pernikahan. Adapun akibat hukum jika pihak laki-laki tidak mampu menyanggupi

jumlah Uang Panai yang di tentukan, maka secara otomatis perkawinan akan

batal dan pada umumnya implikasi yang muncul adalah pihak keluarga laki-laki

dan perempuan akan mendapatkan cibiran atau hinaan di kalangan masyarakat

setempat. Melihat pada relitas saat ini khususnya masyarakat Desa Alang-alang

Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Arti Uang Panai ini sudah bergeser dan mengalami perkembangan dari

maksud yang sebenarnya, sebagian Uang Panai sudah menjadi ajang gengsi untuk

memperlihatkan kemampuan ekonomi secara berlebihan, tak jarang untuk

memenuhi permintaan Uang Panai tersebut maka calon mempelai pria harus rela

berkerja keras, demi menjaga martabat keluarga karena adanya pertimbangan

akan resepsi orang lain di luar keluarga kedua mempelai. Orang lain disini adalah

tetangga, teman ayah, teman ibu, dan lain sebagainya. Jika ada pernikahan, maka

yang sering kali jadi buah bibir utama adalah berupa Uang Panai. Karena apabila

prasyarat Uang Panai tersebut tidak terpenuhi akan dianggap sebagai malu atau

Siri (rasa malu atau merasa harga diri dipermalukan).

Page 59: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

45

Dewasa ini, harga Uang Panai telah di ubah menjadi ajang yang

menunjukkan keberadaan seseorang. Uang Panai tidak lagi mengandung arti

simbolis, sebagai pengikat dan pengukuh hubungan antara pemuda dan pemudi,

serta kedua belah pihak, melainkan telah dijadikan sebagai lambang status sosial.

Artinya, makin tinggi harga Uang Panai yang diserahkan, harga diri seorang

semakin mengikat. Sebagai konsekuensi lanjut dari pergeseran makna ini dapat

ditemukan, dewasa ini, ada banyak pasangan yang menempuh jalan pintas. Orang

bahkan melihat harga Uang Panai sebagai beban yang perlu dihindari.

Komersialisasi harga telah mengubah makna Uang Panai yang sejatinya

sebagai bentuk penghargaan terhadap martabat manusia ke arah sebaliknya yaitu

menjadi penyebab pelanggaran martabat manusia. Martabat manusia disepelekan

karena tuntutan Uang Panai , padahal harga Uang Panai itu sendiri lahir sebagai

suatu bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap martabat manusia.

Eksistensi Uang Panai dalam kehidupan masyarakat pada zaman sekarang ini,

menimbulkan dua pendapat yang berbeda. Di satu pihak ada seruan agar

UangPanai tetap dipertahankan karena merupakan budaya yang sangat berarti

bagi kehidupan manusia. Di pihak lain, ada pendapat yang tidak menyetujui

adanya praktek Uang Panai, dan perlu dibuat pembaharuan karena di pandang

tidak relevan lagi bagi dengan perkembangan zaman sekarang ini. Budaya Uang

Panai bagi masyarakat bugis perantauan memahaminya sebagai bagian dari

prosesi lamaran untuk membiayai pesta perkawinan.

Berdasarkan hasil wawancara penulis deng Bapak H.M.Yunus selaku

mantan Kepala Desa Alang-alang, beliau menyatakan:

[U]ang Panaisebenarnya sudah menjadaji suatu tradisi yang wajib bagi Suku

Bugis untuk melakukan suatu pernikahan, Uang Panai memang sudah menjadi

salah satu syarat wajib dari dahulu hingga sekarang, hanya saja Uang Panai

semakin berkembang dan semakin meninggkat karena kebutuhan dan zaman

pun semakin meningkat.28

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, dapat di mengerti penentuan

Uang Panaiumumnya di tentukan oleh status sosial yang di sandang oleh keluarga

28H.M.Yunus, Mantan Kepala Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 16

November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 60: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

46

mempelai perempuan. Status sosial tersebut antara lain keturunan bangsawan,

status pendidikan, status pekerjaan, dan status ekonomi. Semakin baik status

sosial yang dimiliki pihak keluarga mempelai perempuan, semakin tinggi uang

belanja yang harus di tanggung oleh pihak laki-laki. Pertimbangan besarnya uang

belanja sebagai syarat adat menjadi dominasi bagi kaum muda. Sebagian kaum

muda menganggap adanya proses transaksional dalam prosesi lamaran.

Kepentingan muda mudi yang saling mencinta pun harus tunduk pada keputusan-

keputusan dari adat istiadat warisan leluhur.

Keputusan yang lebih mengutamakan materialisme berupa gengsi dan

prestise keluarga menimbulkan resistensi muda mudi terhadap budaya Uang

Panai. Materialisme menjadi dasar berkembangnya budaya komersial. Ukuran

kemakmuran ditentukan oleh banyaknya kekayaan yang dimiliki. Dalam sistem

ini, tidak ada ruang untuk melakukan dan mengembangkan nilai-nilai sosial dan

saling membantu. Kompromi melalui komunikasi yang baik akan menghasilkan

kesepakatan yang melegakan kedua belah pihak dan tidak juga akan

memberatkan. Komunikasi dan kesepakatan sangat penting dilakukan dalam

interaksi sebelum pernikahan dilaksanakan. Melalui interaksi, akan terbangun

sebuah regulasi yang menata bagaimana seharusnya kehidupan relasi sosial

disepakati oleh orang tua sang penjaga adat dan kaum muda sang pelestari adat.

Pesta adat yang dibiayai dengan Uang Panai jika ditinjau dari sudut pandang

Islam biasanya adalah pemborosan, karena masyarakat di jaman ini mengadakan

resepsi perkawinan untuk berbangga-bangga. Kita banyak menyaksikan adanya

resepsi yang berlebih-lebihan, pemborosan. Bahkan ada, yang membebani diri

dengan resepsi yang Uang Panai nya di luar kemampuannya, sampai ada yang

menggadaikan atau bahkan menjual hak miliknya, atau dengan mencari utang

yang akan mencekik lehernya. Perbuatan demikian sebenarnya di larang oleh

agama Allah tidak mengajarkan demikian.

F. Tujuan Uang Panai

Secara sederhana, Uang Panai dapat diartikan sebagai uang belanja, yakni

sejumlah uang yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki kepada pihak

Page 61: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

47

keluarga mempelai perempuan. Uang Panai tersebut ditujukan untuk belanja

kebutuhan pesta pernikahan. Satu hal yang harus dipahami bahwa Uang Panai

yang diserahkan oleh calon suami diberikan kepada orang tua calon istri.

Sehingga dapat dikatakan bahwa hak mutlak pemegang Uang Panai tersebut

adalah orang tua si calon istri.

Orang tua mempunyai kekuasaan penuh terhadap uang tersebut dan

begitupun penggunaanya. Penggunaan yang dimaksud adalah membelanjakan

untuk keperluan pernikahan mulai dari penyewaan gedung atau tenda, menyewa

grup musik atau masyarakatmembeli kebutuhan konsumsi dan semua yang

berkaitan dengan jalannya resepsi perkawinan. Adapun kelebihan Uang Panai

yang tidak habis terpakai akan dipegang oleh orang tua. Akan tetapi pada

umumnya semua Uang Panai tersebut akan habis terpakai untuk keperluan pesta

pernikahan. Adapun anaknya akan mendapat sebagian dari total Uang Panai

tersebut jika tidak habis terpakai. Bagian anak pun terserah orang tuanya. Apakah

akan memberikan semuanya atau tidak, itu menjadi otoritas orang tua si calon

istri. Walaupun dalam kenyataanya orang tua tetap memberikan sebagian kepada

anaknya untuk dipergunakan sebagai bekal kehidupannya yang baru.

Secara sosial wanita mempunyai kedudukan yang tinggi dan dihormati.

Secara keseluruhan Uang Panai merupakan hadiah yang diberikan calon

mempelai laki-laki kepada calon istrinya sebagai keperluan pekawinan dan rumah

tangga. Fungsi lain dari Uang Panai tersebut adalah sebagai imbalan atau ganti

terhadap jerih payah orang tua membesarkan anaknya.

Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan Ibu Indo Upe, beliau

menyatakan:

[U]ang Panai yang diberikan calon pengantin laki-laki kepada calon pengantin

perempuan memang sebenarnya bertujuan untuk acara resepsi pernikahan

tersebut. Meskipun kadang mendapat Uang Panai yang besar dan tinggi

namun tak jarang pula orang tua calon mempelai perempuan mengeluarkan

tambahan uang pribadinya untuk acara tersebut.29

29Indo Upe, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 01

November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 62: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

48

Dari hasil wawancara tersebut penulis dapat mengerti pernikahan suku

Bugis dipandang sebagai suatu hal yang sakral, religius dan sangat dihargainya.

Oleh sebab itu, lembaga adat yang telah lama ada, mengaturnya dengan cermat.

Sesuai dengan kenyataan dalam masyarakat, suku Bugis yang terbesar menganut

agama islam sehingga pernikahan bukan saja berarti ikatan lahir batin antara

seorang pria sebagai seorang suami dengan seorang wanita sebagai seorang isteri,

tetapi juga lebih dari itu, pernikahan merupakan pertalian hubungan kekeluargaan

antara pihak pria dan pihak wanitayang akan membentuk rukun keluarga yang

lebih besar lagi. Tatacara pernikahan suku Bugis diatur sesuai dengan adat dan

agama sehingga merupakan rangkaian acara yang menarik, penuh tatakrama dan

sopan santun serta saling menghargai. Pengaturan atau tatacara diatur mulai dari

pakaian atau busana yang digunakan sampai kepada tahapan-tahapan pelaksanaan

adat perkawinan. Keseluruhannya ini mengandung arti dan makna.Salah satu

tujuan dari pemberian Uang Panai adalah untuk memberikan prestise

(kehormatan) bagi pihak keluarga perempuan, jika jumlah Uang Panai yang

dipatok mampu dipenuhi oleh calon mempelai pria. Kehormatan yang

dimaksudakan disini adalah rasa penghargaan yang diberikan oleh pihak calon

mempelai pria kepada wanita yang ingin dinikahinya dengan memberikan pesta

yang megah untuk pernikahannya melalui Uang Panai tersebut.

Berdasarkan hasi observasi yang penulis lakukan, tradisi Uang Panai dalam

masyarakat suku Bugis adalah tradisi yang dilakukan suku Bugis secara turun

temurun yang masih dilkasanakan hingga saat ini. Tradisi ini sudah menjadi darah

daging dan mejadi salah satu syarat wajib ketika ingin melaksanakan pernikahan.

Masyarakat suku Bugis menganggap tanpa Uang Panai maka tidak ada

pernikahan. Tujuan Uang Panai sendiri ialah untuk acara resepsi pernikahan yang

akan dilaksanakan.30

30Hasil Observasi penulis terhadap kegiatan tradisi Uang Panai Desa Alang-alang 01

Desember 2019 2020.

Page 63: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

49

G. Bentuk dan Cara Pelaksanaan Uang Panai

1. Bentuk Uang Panai

Dalam adat orang Bugis ada yang disebut Uang Panai atau uang belanja

yang biasanya puluhan juta rupiah bahkan ratusan juta rupiah. Untuk menikahi

gadis Suku Bugis biasanya Uang Panai tinggi bisa dilihat dari status sosialnya

seperti latar belakang pendidikan, latar belakang keluarga dan faktor lainnya

bahkan jika sudah menyandang status hajjah maka akan lebih mahal, akhirnya

kesannya anaknya dijual padahal bukan itu maksudnya. Uang Panai atau uang

belanja memang murni digunakan untuk membiayai pesta pernikahan pihak

perempuan. Uang Panai atau uang belanja berbeda dengan mahar atau dalam

bahasa Bugis disebut Sompa.

Biasanya besarnya mahar dan Uang Panai ditetapkan sesuai dengan status

seseorang. Namun, sompa itu masih penting artinya, khususnya bagi keluarga

yang berstatus tinggi, karena hadiah-hadiah tambahannya, termaksud didalamnya

hadiah yang pada pesta perkawinan besar diarak bersama mempelai laki-laki ke

rumah mempelai perempuan oleh pengantar berpakain adat. Disamping itu,

jumlah uang antaran atau Uang Panai makin cenderung naik.

Sebagian orang Bugis masih banyak yang keliru tentang pengertian. Dalam

adat perkawinan Bugis, terdapat dua istilah yaitu Sompa dan Uang

Panai. Sompa adalah pemberian berupa uang atau harta dari pihak keluarga laki-

laki kepada pihak keluarga perempuan sebagai syarat sahnya pernikahan menurut

ajaran Islam. Uang Panai adalah uang antaran yang harus diserahkan oleh pihak

keluarga calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga calon mempelai

perempuan untuk membiayai prosesi pesta pernikahan. Secara sepintas, kedua

istilah di atas memang memiliki pengertian dan makna yang sama, yaitu keduanya

sama-sama merupakan kewajiban. Namun, jika dilihat dari sejarah yang

melatarbelakanginya, pengertian kedua istilah tersebut jelas berbeda. Sompa atau

yang lebih dikenal sebagai mas kawin adalah kewajiban dalam tradisi Islam,

sedangkan Uang Panai adalah kewajiban menurut adat masyarakat setempat.

Tetapi, sebagian orang Bugis memandang bahwa nilai kewajiban dalam adat lebih

tinggi daripada nilai kewajiban dalam syariat Islam.

Page 64: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

50

Sejatinya, sebagai salah satu masyarakat yang dikenal paling kuat identitas

keislamannya di Nusantara, seharusnya mereka lebih mementingkan nilai

kewajiban syariat Islam daripada kewajiban menurut adat. Kewajiban

memberikan mahar dalam syariat Islam merupakan syarat sah dalam perkawinan,

sedangkan kewajiban memberikan Uang Panai menurut adat, terutama dalam

hal penentuan jumlah Uang Panai, merupakan konstruksi dari masyarakat itu

sendiri tanpa memiliki dasar acuan yang jelas.

Pembayaran Uang Panai ini dapat dilakukan pada saat lamaran telah

diterima atau penentuan hari perkawinan atau pada saat appanai balanja (hari

memberikan uang belanja). Tetapi jika melihat realitas yang ada, arti Uang Panai

ini sudah bergeser dari maksud sebenarnya, Uang Panai sudah menjadi ajang

gengsi untuk memperlihatkan kemampuan ekonomi secara berlebihan, tak jarang

untuk memenuhi permintaan Uang Panai tersebut maka calon mempelai pria

harus rela berutang, karena apabila prasyarat Uang Panai tersebut tidak

terpenuhi akan dianggap sebagai malu atau Siri (rasa malu atau merasa harga diri

dipermalukan). Bahkan tak jarang permintaan Uang Panai dianggap sebagai

senjata penolakan pihak perempuan bagi pihak laki-laki yang datang meminang

jika pihak laki-laki tersebut tidak di restui oleh orang tua pihak perempuan dengan

modus meminta Uang Panai yang setinggi-tingginya yang mereka anggap

bahwa laki-laki yang bermaksud meminang tersebut tidak mampu memenuhi

permintaan Uang Panai tersebut. Selain Uang Panai yang diberikan dalam

bentuk cash sebagai symbol. Uang Panai juga semuanya dalam bentuk cash dan

dihitung oleh saksi yang hadir dan berhak. Uang Panai memang hanya berbentuk

uang saja namun terkadang juga mendapat tambahan-tambahan atau bonus dari

Uang Panai tersebut seperti tanah, alat keperluan dapur untuk resepsi serta cincin

untuk calon pengantin perempuan tersebut.

2. Cara Pelaksanaan Uang Panai

Dalam adat perkawinan Masyarakat Bugis terdapat beberapa tahapan untuk

melangsungkan perkawinan dan salah satunya adalah penyerahan Uang Panai.

Adapun proses pemberian Uang Panai tersebut adalah sebagai berikut:

Page 65: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

51

a. Pihak keluarga laki-laki mengirimkan utusan kepada pihak keluarga

perempuan untuk membicarakan perihal jumlah nominal Uang Panai.

Pada umumnya yang menjadi utusan adalah tomatoa (orang yang

dituakan) dalam garis keluarga dekat seperti ayah, kakek, paman, dan

kakak tertua.

b. Setelah utusan pihak keluarga laki-laki sampai di rumah tujuan.

Selanjutnya pihak keluarga perempuan mengutus orang yang dituakan

dalam garis keluarganya untuk menemui utusan dari pihak laki-laki.

Setelah berkumpul maka pihak keluarga perempuan menyebutkan harga

Uang Panai yang dipatok. Jika pihak keluarga calon suami menyanggupi

maka selesailah proses tersebut. Akan tetapi jika merasa terlalu mahal,

maka terjadilah tawar menawar berapa nominal yang disepakati antara

kedua belah pihak.

c. Setelah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, maka tahap

selanjutnya adalah membicarakan tanggal kedatangan pihak keluarga laki-

laki untuk menyerahkan sejumlah Uang Panai yang telah disepakati.

d. Selanjutnya adalah pihak keluarga laki-laki datang ke rumah pihak

keluarga perempuan pada waktu yang telah disepakati sebelumnya dan

menyerahkan Uang Panai tersebut.

e. Setelah Uang Panai diserahkan, tahap selanjutnya adalah pembahasan

mahar apa yang akan diberikan kepada calon istri nantinya. Adapun

masalah mahar tidak serumit proses Uang Panai. Mahar pada umumnya

disesuaikan pada kesanggupan calon suami yang akan langsung

disebutkan saat itu juga. Dalam perkawinan suku Bugis ini umumnya

mahar bisa tidak berupa uang, akan tetapi berupa barang atau perhiasan.

Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan Bapak Kamarudin,

beliau menyatakan:

“[P]elaksanaan Uang Panai ini sering terjadi tawar menawar, sesuai dengan

perundingan keluarga pada saat itu. Meskipun jumlah Uang Panai ini memiliki

Page 66: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

52

faktor-faktor penentunya tetapi juga hasil dari Uang Panai sesuai dengan

kesepakatan kedua belah pihak keluarga”.31

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan Uang Panai memang menjadi

salah satu sayarat untuk melaksanakan pernikahan dengan suku Bugis.

Penyerahan Uang Panai saat ingin melaksanakan pernikahan selalu menjadi

faktor utama yang selalu diperbincangkan. Kisaran Uang Panai juga dipengaruhi

oleh beberapa faktor, namun hasil dan penentunya juga terjadi sesuai dengan

kesepakatan kedua belah pihak tersebut. Dalam pelaksanaan penyerahan Uang

Panai juga uang tersebut harus dihitung oleh beberapa orang saksi yang hadir

dalam proses penyerahan tersebut. Proses ini juga memperlihatkan pada kerabat

jumlah Uang Panai dan Sompa (Mahar) yang dipersembahkan oleh calon laki-laki

tersebut.

31Kamarudin, Tokoh Agama Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 11 November

2019. Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 67: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

53

BAB IV

MAKNA FILOSOFI UANG PANAI DI DESA ALANG-ALANG

A. Simbol dan Makna Uang Panai

1. Simbol

Komunikasi adalah salah satu syarat bagi berlangsungnya hubungan antara

manusia atau interaksi sosial diantara sesama manusia, karena pada dasarnya

manusia adalah mahluk sosail yang harus selalu berkomunikasi dengan manusia

lainnya. Dalam berkomunikasi kita melakukan interaksi antar sesama agar tercipta

makna yang sama antarsatip wilayah, negara, daerah yang sama dan makna

tersebut tercipta dengan kesepakatan bersama dan tidak terjadi kesalahan

komunikasi antara komunikan dan komunikator sehingga tercipta persepsi yang

sama dan pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh komunikan.

Komunikasi dapat berupa verbal dan nonverbal. Komunikasi verbal yaitu bentuk

momunikasi yang disampaikan kamunikator kepada komunikan dengan cara

tertulis atau lisan.1

Komunikasi verbal menempati porsi besar karena kenyataannya, ide-ide,

pemikiran atau keputusan lebih mudah disampaikan secara verbal dari pada

nonverbal. Dengan harapan komunikan (baik pendengar maupun pembicara) bisa

lebih memahami pesan-pesan yang disampaikan. Sedangkan komunikasi

nonverbal yaitu komunikasi yang menggunakan simbol, warna, bahasa isyarat,

sandi, intonasi suara dan ekspresi wajah. Kamus Bahasa Indonesia susunan W.J.S

Poerwadarminta mengartikan simbol atau lambang ialah sesuatu seperti tanda

lukisan, perkataan, rencana, dan sebagainya, yang menyatakan sesuatu hal atau

mengandung maksudtertentu, misalnya: warna putih ialah melambangkan

kesucian, gambar padi sebagai lambang kemakmuran dan lain segaainya.2

Supaya simbol itu bisa dipahami secara benar dan sama membutuhkan

konsep yang sama supaya tidak terjadi salah pengertian. Namun pada

1Widyawati, “Tradisi Uang Panai dalam Pernikahan Suku Bugis di Sungai Guntung

Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau”, Jurnal JOM FISIP, IV, No. 5

(2018), 45. 2Widyawati, “Tradisi Uang Panai”, 47.

Page 68: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

54

kenyataannya tanda itu tidak selamanya bisa dipahami secara benar dan sama

diantara masyarakat. Setiap orang memiliki interprestasi makna tersendiri dan

tentu dengan berbagai alasan yang melatarbelakanginya. Masyarakat suku Bugis

di Desa Alang-alang mempunyai simbol-simbol dalam adat pernikahannya,

seperti dalam tradisi Uang Panai yang merupakan sebuah tradisi yang

dilaksankan dalam upacara pernikahan dan diwariskan secara turun temurun

sampai saat sekarang ini.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Kamarudin selaku

Tokoh Adat Desa Alang-alang beliau menyatakan:

[D]alam Suku Bugis khusunya di Desa Alang-alang ini Uang Panai juga

merupakan simbol ketika ingin melaksanakan pernikahan, Uang Panai juga

sudah menjadi sayarat yang wajib di penuhi ketika ingin melaksanakan suatu

pernikahan karena tanpa adanya Uang Panai bisa jadi tidak akan ada

pernikahan, namun hal ini hanya berlaku kepada gadis Suku Bugis saja.3

Dari hasil wawancara dapat di pahami bahwa dalam adat pernikahan suku

Bugis khususnya masyarakat Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur

Kabupaten Tanjung Jabung Timur Uang Panai merupakan rangkaian yang

umumnya wajib dilaksanakan. Uang panai yaitu menyerahkan sejumlah uang

untuk keperluan pesta pernikahan selain itujuga dilengkapi dengan atribut-atribut

lainnya seperti: beras, kunyit,sepotong kain, kayu, jarum, sirih, dan kayu manis

yang melambangkan kehidupan rumah tangga yang memiliki makna-makna

tertentu. Yang menggambarkan kehidupan orang Bugis.

Pentingnya tradisi Uang Panai ini dalam pernikahan adat suku Bugis di

Desa Alang-alang menjadikan tradisi ini tetap terus dilaksanakan dari waktu ke

waktu dan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Karena didalam tradisi

Uang Panai terdapat banyak simbol yang memiliki arti dan makna khusus serta

banyaknya manfaat yang dirasakan dari pelaksanaan tradisi Uang Panai

tersebut.Dari tradisi ini menggambarkan kehidupan orang Bugis, yang menurut

sejarahnya suku Bugis ini status sosialnya lebih tinggi di buktikan darikerajaan-

3Kamarudin, Tokoh Adat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 11 November

2019, Kabupaten TanjungJabung Timur, Rekaman Audio.

Page 69: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

55

kerajaan pada zaman dahulu. Masyarakat suku Bugis sesungguhnya menganut

agama Islam juga dilambangkan dalam tradisi ini.

Kebudayaan merupakan hasil segala akal dan pikiran manusia yang

terintegrasi ke adalam perilaku-perilaku masyrakat yang biasanya diwariskan

secara turun temurun. Seiring dengan perkembangan zaman sentuhan teknologi

modern telah mempengaruhi dan menyentuh masyarakat Desa Alang-alang,

namun kebiasaan-kebiasaan yang merupakan tradisi dan telah menjadi adat masih

sukar untuk dihilangkan kebiasaan-kebiasan tersebut masih sering dilakukan

meskipun dalam pelaksanaannya telah mengalami perubahan tapi nilai-nilai

maknanya masih tetap terpelihara. Nilai budaya merupakan nilai-nilai yang telah

disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan

masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan, simbol-simbol,

dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dengan lainnya. Adapun

nilai budaya yang dapat diambil dari tradisi Uang Panai yaitu terdapatnya simbol-

simbol budaya yang tercermin dari penggunaan barang barang yang biasa

diberikan atau diserahkan pihak calon pengantin laki-laki kepada pihak calon

pengantin perempuan serta sebagai tahapan ataupun prosesi dalam pernikahan

adat suku Bugis yang masih dilestarikan dan diwariskan dari generasi ke generasi

selanjutnya.

2. Makna

Menurut kamus besar bahasa Indonesia makna adalah arti, pengertian yang

diberikan kepada suatu bentuk kebahasan. Makna pada dasarnya terbentuk

berdasarkan hubungan antara lambang komunikasi (simbol), akal budi manusia.

Penggunanya makna yang berkaitan dengan komunikasi pada hakikatnya

merupakan fenomena sosial. Makna sebagai konsep komunikasi, mencakup lebih

dari sekedar penafsiran atau pemahaman seorang individu saja. Makna selalu

mencakup banyak pemahaman, aspek-aspek pemahaman yang secara bersama

Page 70: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

56

dimiliki para komunikator. Beberapa pakar komunikasi sering menyebut kata

makna ketika mereka merumuskan defenisi komunikasi.4

Komunikasi adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau

lebih”. Kemudian Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson menjelaskan mengenai

komunikasi yang merupakan proses memahami makna “Komunikasi adalah

proses memahami dari berbagai makna”. Sedangkan menurut Spradley. “makna

adalah menyampaikan pengalaman sebagian besar umat manusia disemua

masyarakat”. Terdapat banyak komponen makna yang dibangkitkan suatu kata

atau kalimat. Komunikasi dan budaya merupakan hubungan yang tidak

terpisahkan. Cara-cara kitaberkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi kita,

bahasa dan gaya baha sayang kita gunakan, dan perilaku-perilaku nonverbal kita,

semua itu terutama merupakan respon terhadap dan fungsi budaya kita.5

Komunikasi itu terikat oleh budaya. Sebagaimana budaya berbedaan antara

yang satu dengan yang lainnya, maka praktik dan perilaku komunikasi individu-

individu yang diasuh dalam budaya-budaya tersebut pun akan berbeda pula.

Budaya dan komunikasi memiliki hubungan timbal balik. Budaya mempengaruhi

komunikasi dan sebaliknya komunikasi mempengaruhi budaya. Melalui budaya

dapat mempengaruhi proses dimana orang mempresepsi suaturealitas. Semua

komunitas dalam semua tempat selalu memaniprestasikan atau mewujudnyatakan

apa yang menjadi pandangan mereka terhadap realitas melalui budaya. Sebaliknya

pula, komunikasi membantu kita dalam mengkreasikan budaya dari suatu

komunitas. Martin Nakayama mengulas bagaimana komunikasi mempangaruhi

budaya.6

Dijelaskan bahwa budaya tidak akan bisa berbentuk apapun tanpa

komunikasi. Pola-pola komunikasi yang tentunya sesuai dengan latar belakang

dan nilai-nilai budaya akan menggambarkan identitas budaya seseorang. Perilaku-

4Glimstan, “Makna Ritual dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba Samosir di

Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Pekan Baru”, Skripsi (Riau: Universitas Riau, 2015),

56. 5Dani Verdiansyah, Pengantar Ilmu Komunikasi: Pendekatan Taksonomi Konseptual

(Depok: Ghalia Indonesia, 2004), 67. 6Verdiansyah, Pengantar Ilmu Komunikasi, 69.

Page 71: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

57

perilaku komunikasi yang sudah terbangun dan terpola sedemikian rupa sehingga

melahirkan suatu karakteristik yang khas akan membentuk suatu kebiasaan atau

budaya komunikasi bagi suatu komunitas budaya tertentu. Singkatnya, aktivitas

komunikasi dari seorang anggotanya budaya dapat mempresentasikan

kepercayaan, nilai,sikap dan bahkan pandangan dunia dari budayanya itu. Selain

itu, melalui komunikasi dapat pula memperkuat nilai-nilai dan esensi suatu

budaya.7

Tradisi Uang Panai merupakan budaya dari orang suku Bugis yang tidak

berlaku bagi pernikahan antara pria Bugis dengan wanita non Bugis. Pria Bugis

akan mengikuti tradisi dari keluarga wanita yang akan dinikahinya. Budaya ini

umumnya tetap dipertahankan apabila wanita Bugis di lamar oleh pria non

Bugis.Hal ini terjadi, karena dalam tradisi pernikahan Bugis, wanita adalah pihak

yang dijemput, sehingga adat istiadat yang digunakan dari sisi keluarga wanita.

Hampir seluruh informan menyatakan bahwa Siri dan gengsi menjadi

pertimbanganutama keluarga pada penentuan jumlahuang nai’.

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan Bapak

H.M.Yunus, beliau menyatakan:

[U]ang Panai dibalik semua itu terdapat Siri dan prestise. Tapi bukan hanya

bagi keluarga wanita, juga keluarga pria. Keluarga wanita merasa bangga, anak

gadisnya menerima Uang Panai yang tinggi, sedangkan keluarga pria juga

merasa bangga dianggap mampu memenuhi tuntutan, memang secara eksplisit

tidak dinyatakan ada hubungan antaraUang Panai dengan Siri. Tetapi secara

implisit mereka yakin itu ada. Bagi orang Bugis perantauan, mempertahankan

budaya Uang Panai menjadi Siri tersendiri. Budaya Uang Panai masih

dijalankan karena masih ada semangat atau keinginan untuk mempertahankan

jati diri sebagai keturunan yang berdarah Bugis Makassar dan mungkin

menjadi bagian Siri itu sendiri. Walau ada juga yang mengabaikan yang

mempertahankan tentunya kebanyakan dari golongan tua, lebih-lebih yang

mempunyai status sosial yang tinggi baik dari segi materi maupun dari segi

kasta keturunan darah biru atau tidak. Kadang meski tidak ada keturunan darah

biru, tetapi mengaku ada keturunan karena dari segi materi agak lebih untuk

mendapatkan pengakuan atau aktualisasi diri di masyarakat.8

7Ahmad Nasir, “Uang Panaik dalam Perkawinan Adat Suku Bugis Makassar”, diakses

melalui alamat http//jurnal.iriska.ac.id/index.php/gelar/article.view/1469/0, tanggal 01 Juni 2019. 8H.M. Yunus, Mantan Kepala dan termasuk Tokoh Agama Desa Alang-Alang,

Wawancaradengan Penulis, 15 November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman

Audio.

Page 72: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

58

Budaya Siri bisa jadi salah diartikan dalam hal ini. Sejatinya budaya Siriitu

mulia secara konsep dan filosofis. Pada kenyataannya Siri memang masih tetap

diakui sebagai salah satu nilai budaya yang sangat mempengaruhi kepribadian

orang Bugis Makassar. Nilai Siri berupa rasa malu atau harga diri dijadikan

dasar bertindak orang Makassar dalam kehidupannya. Jadi kata Siri menunjukkan

rasa malu dan martabat atau harga diri. Kata Siri tidak tegas ditemukan dalam

Sure’ selleang I la Galigo (Manuskrip sastra kuno Bugis), namun terdapat kata

Siri atakka, yang merujuk pada nama dua jenis tanaman yang dipandang

mengandung pelambang terhadap kata Siri.

Nama tanaman itu adalah sirih. Siri berkaitan erat dengan hampir seluruh

petuah tentang perbuatan luhur di dalam manuskrip lima nilai yaitu kejujuran

(alempureng), kecendekiaan (amaccang), keteguhan (agettengeng), kepatutan

(asitinajang) dan keusahaan (reso) dipegang teguh oleh masyarakat Bugis dan

dianggap memalukan jika dilanggar. Dua kandungan nilai dalam konsep Siri yaitu

nilai malu dan nilai harga diri (martabat). Saat aspek malu mendominasi

kepribadian, maka aspek harga diri harus segera mengimbangi. Manakala aspek

harga diri cenderung kepada sikap angkuh, maka aspek malu serta sikap rendah

hati harus mengembalikan sikap harga diri pada kedudukan neraca yang

seimbang. Ibarat dua komponen kimiawi yang larut bersenyawa, maka kedua nilai

budaya dimaksud ternyata tidak sekadar berkoeksistensi tetapi keduanya menyatu

serta melebur secara simbiosis dalam Siri.

Tiga bentuk Siri yaitu Siri buta (kerajaan) berupa tanggung jawab negara

atau penguasa untuk menjaga masyarakat. Siri keluarga yaitu berkaitan dengan

tatanan hidup berkeluarga dalam kaitan kekeluargaan. Orang Bugis mengenal

kaum keluarga dalam kesatuan Siri (masedi siri’). Terakhir Siri pribadi berkaitan

dengan menjaga harga diri pribadi seseorang. Budaya Uang Panai termasuk

dalam Siri keluarga.Jumlah Uang Panai serta bentuk persembahan lainnya dari

keluarga pria sebenarnya merupakan bentuk penghargaan bagi calon mempelai

wanita dan keluarganya.

Hal ini juga di pertegas oleh Ibu Indo Upe, beliau menyatakan:

Page 73: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

59

[S]ebenarnya itu bentuk penghargaan terhadap untuk cewek yang akan

dilamar. Anak gadis kami udah dididik baik-baik, udah siap dan terjaga, patuh

dalam arti kata kalau udah nikah benar-benar akan ngabdi ke suami, jadi wajar

kalau dijemput dengan Uang Panai’yang tidak sedikit. Uang Panai juga bentuk

penghargaan yang tinggi dari budaya Bugis terhadap kaum wanita. Wanita

Bugis apabila sudah menikah terkenal sangat setia, patuh dan penuh

pengabdian kepada suami.9

Dari hasil wawancara dapat dipahami bahwa meskipun Antropolog barat

terkadang memandang ini sebagai harga perempuan (Bride Prince), tentu saja

kurang tepat. Demikian pula pandangan transaksional dari kaum muda juga tidak

tepat. Nilai penghargaan terhadap wanita yang tinggi dan menjaga Siri keluarga

menjadi dasar sesungguhnya dari budaya Uang Panai. Menurut aturan Uang

Panai jika laki-laki tidak mampu untuk memberikan nafkah lahir dan bathin

kepada isterinya sehingga terjadi perceraian, maka uang belanja tersebut tidak

dikembalikan. Seluruh persembahan yang diterima juga bukan merupakan hak

dari keluarga wanita. Uang Panai walau dalam jumlah yang cukup besar, namun

tidak untuk disimpan, dihabiskan selama prosesi pernikahan. Hal ini menunjukkan

bahwa dari sisi materi secara eksplisit, tidak ada keuntungan yang diperoleh bagi

keluarga besar pengantin wanita. Semuanya benar-benar menjadi hak bagi

pengantin wanita, yang akhirnya kembali juga untuk masa depan pasangan

pengantin. Budaya ini sejatinya harus dijaga walaupun tetap perlu penyesuaian

agar tidak mendapat penolakan.

B. Makna Filosofi Uang Panai bagi Masyarakat Suku Bugis di Desa Alang-

alang

Perkawinan bagi sejatinya memang bukan hanya penyatuan antara pria dan

wanita, tetapi merupakan penyatuan dua keluarga. Dalam masyarakat yang

berorientasi kolektif seperti Indonesia, dominasi peranan orang tua dalam

menentukan pasangan sangat besar.Hal ini tercermin dari filosofi bibit, bebet dan

bobot yang umum digunakan. Cinta yang tulus dan kokoh serta kemampuan

finansial dan psikologis dari kedua pasangan yang hendak menikah, tidaklah

9Indo Upe’, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 01

November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 74: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

60

cukup sebagai ukuran awal perkawinan yang baik. Dalam pernikahan khususnya

bagiumat Islam seharusnya syari’at yang didahulukan. Pemahaman agama yang

bagus,pengalaman berinteraksi dengan orang luar daerah dan tingkat pendidikan

dapat memperbaiki cara pandang terhadap tradisi Uang Panai.

Dalam arti bukan menolak atau mengubah drastis budaya itu sendiri tetapi

menyesuaikan budaya tersebut, sehingga tetap dapat diterima bagi semua

golongan. Pada intinya mahar adalah keikhlasan. Kerelaan dari suami untuk

memberi dan kerelaan dari istri untuk menerima. Kompromi dan keikhlasan ini

yang harus ditekankan dalam proses lamaran, sehingga manusia tidak

mempersulit diri.Kompromi atau kesepakatan hanya bisa diperoleh melalui

komunikasi yang baik.Peran Toduta dalam proses lamaran sangat besar. To duta

seyogyanya mampu mengkomunikasikan dengan baik kepentingan antara kedua

keluarga. Hubungan keluarga, hubungan baik, pertimbangan kondisi ekonomi

keluarga pria, pandangan maharsecara agama dan keikhlasan perlu

dikomunikasikan dalam bahasa yang baik oleh to duta. Sehingga kesepakatan

yang diambil akan melegakan kedua belah pihak dan tidak juga akan

memberatkan.10

Komunikasi dan kesepakatan sangat penting dilakukan dalam interaksi

sebelum pernikahan dilaksanakan.Melalui interaksi, akan terbangun sebuah

regulasi yang menata bagaimana seharusnya kehidupan relasi sosial disepakati.

Berbagi merupakan inti komunikasi,bukan hanya berbicara atau menulis.

Komunikasi membutuhkan interaksi antara dua orang atau lebih. Saat interaksi

dijalankan maka masing-masing mencoba memandang dunia seperti orang lain

memandangnya. Tujuan interaksi adalah menyatukan diri dengan orang lain.

Dalam proses komunikasi lamaran seyogyanya orang tua dan calon mempelai ikut

diberikan hak untuk mengungkapkan pendapat. Hal ini bisa mengurangi dominasi

terhadap kedua pasangan yang mungkin saja terjadi. Akhirnya kesepakatan yang

dihasilkan juga mencerminkan keinginan dari dua insan yang akan mengarungi

kehidupan baru ke depan.

10Hasil Observasi Penulis terhadap kegiatan penyerahan Uang Panai Desa Alang-alang,

Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 19 Desember 2020.

Page 75: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

61

Uang Panai merupakan ketentuan adat suku Bugis yang diajukan pihak

perempuan ke pihak laki-laki. Pemaknaan Uang Panai saat ini mengalami

pergeseran. Namun dengan kejadian tersebut tidak serta merta masyarakat

memandang Uang Panai adalah hal yang menakutkan dan memandang sebelah

mata. Karena dari segi sudut pandang lain Uang Panai mampu memeberi segi

positif dikalangan itu sendiri. Pemberian Uang Panai sebagai bentuk prestise

pihak laki-laki kepada perempuan bugis bahwa perempuan bugis tidak sembarang

dinikahi. Permberian uang panai merupakan keuntungan sendiri dipihak

perempuan karena mendapat uang panai untuk kemakmuran dan kesejahteraan

pihak perempuan dalam mengadakan pesta pernikahan serta Uang Panai

sebenarnya bukan hal yang menakutkan ketika mengerti pemaknaan sebenarnya

bahwa awal mula adanya uang panai untuk menguji kesungguhan pihak laki-laki.

Dengan kejadian tersebut mengajarkan pihak laki-laki bahwa menikahi

perempuan bugis tidak semudah apa yang dibayangkan karena harus memenuhi

ketentuan adat yaitu dengan membawa serahan Uang Panai selain uang mahar.

Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan Bapak Kamarudin,

beliau menyatakan:

[U]ang Panai sebenarnya bukan hal yang menakutkan ketika masyarakat

mampu menyikapinya dengan bijak bahwa Uang Panai tidak semenyeramkan

apa yang mereka bayangkan. Namun kejadian tersebut seolah-olah membuat

masyarakat merasa dilema dan menganggap Uang Panai saat ini adalah

momok menakutkan. Batalnya perniakahn, ditolaknya lamaran hanya karena

Uang Panai. Adanya Uang Panai karena ketentuan adat suku Bugis yang

menjadi ketentuan penentu terjadinya pernikahan.11

Dari hasil wawancara dapat dipahami bahwa patokan Uang Panai yang

tinggi diajukan pihak perempuan kepada pihak laki-laki menjadikan pihak laki-

laki memilih mundur karena menganggap tidak akan sanggup dengan apa yang

diajukan pihak perempuan. Terkadang karena terlalu sering menolak lamaran

seorang laki-laki karena mamatok Uang Panai yang tinggi, menjadikan laki-laki

takut untuk melamar perempuan tersebut. Tidak adanya kesepakatan dalam

11Kamarudin, Tokoh Adat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 11 November

2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 76: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

62

penentuan Uang Panai dari kedua bela pihak terkadang menjadi pemicu batalnya

pernikahan padahal pihak perempuan dan pihak laki-laki adalah pasangan kekasih

saling cinta.

Uang Panai juga menjadi penentu pernikahan bukan karena mereka adalah

pasangan kekasih. Mengutamakan pendidikan karena beranggapan selama orang

tua mampu membiayainya untuk sekolah tinggi kenapa tidak, jadi terkadang

mengesampingkan keinginannya untuk menikah. Bahkan ada yang sudah berumur

belum menikah karena merasa sudah ada ponakan atau adek yang menemani bisa

didik membuatnya selalu mengurungkan niat dan serta menunda-nunda ingin

menikah. Patokan Uang Panai menjadikan pihak laki-laki mengurungkan niatnya

untuk menikah karena merasa tidak sanggup dengan permintaan Uang Panai yang

tinggi bahkan sudah berumur belum menikah. Uang Panai hanya mampu

memberi keuntungan dan kesejahteraan dipihak perempuan karena mendapat

Uang Panai berbeda dipihak laki-laki harus mengeluarkan biaya yang besar.

Bahkan sampai ada yang rela menggadaikan sawah, menjual tanah, dan meninjam

dana disanak saudara hanya demi Uang Panai untuk mempelai perempuan dan

keberlansungan pesta dipihak laki-laki.

Jika aturan pemberian Uang Panai tidak ditaati maka terdapat sanksi

sosial dari keluarga pada umumnya , khususnya rumpun keluarga besar kedua

pihak. Sanksi sosial yang terjadi misalnya tersisih dari keluarga besar dan

masyarakat mengunjingkan hal itu yang kadang tiada hentinya. Sanksi yang dapat

diberikan memang hanya sebatas sanksi sosial, karena berupa praktek sosial,

sehingga tidak bisa dibuat semacam sanksi yang bersifat normatif. Tanpa

pemberian Mahar dan seseorang di anggap tidak memiliki kehormatan mahar

dalam perspektif masyarat Bugis di Desa Alang-alang sebagai bentuk

kompensasi terhadap kehormatan seseorang perempuan, sedangkan Uang Panai

digunakan untuk membiayai teknis prosesi pernikahan. Ada yang menyatakan

bahwa itu sebagai apresiasi terhadap harkat dan martabat seseorang perempuan

Page 77: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

63

yang akan di pinang. Juga sebagai bentuk penghormatan terhadap keluara besar

mempelai perempuan.12

Keberadaan ketentuan tersebut untuk menghormati asal-usul seseorang dan

untuk menunjukkan bahwa seseorang berasal dari keturunan yang terhormat.

Makna filosofi yang terkandung didalamnya yaitu untuk saling menjaga nama

baik keluarga dikarenakan status sosial yang dimilikinya. Meskipun bentuk

penghormatan itu (misalnya) tidak harus dengan bentuk mahar dan Uang Panai

terlampau tinggi, tetap tidak juga diberikan dalam bentuk yang sangat minim.

Dalam masyarakat Bugis pada umumnya, juga di Desa Alang-alang dikenal

dengan budaya Siri yang tetap dipegang teguh hingga saat ini.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak H.M.Yunus, beliau

menyatakan:

[S]sebenarnya Mahar dan Uang Panai juga dapat dilihat untuk menilai

bahwasanya laki-laki itu serius dan sangat menghormati wanita, kalau bisa

juga Mahar itu perlu ditinggikan juga bukan hanya Uang Panai saja yang

tinggi, karena keseringan Mahar yang sebenarnya wajib malah lebih di

anggap rendah dari pada Uang Panai itu sendiri. Kalau dulu Mahar

kebanyakan hanya sebatas seperangkat alat sholat atau cuman uang lima

puluh ribu rupiah, sekarang harus lebih tinggi dan seimbang. Malu juga

jikalau Uang Panai nya tinggi tapi maharnya hanya sekedar saja. Padahal kan

yang wajib itu mahar nya.13

Dari hasi wawancara tersebut juga dapat dipahami bahwa budaya Siri

dapat diiktualisasaikan atau diipresentasikan dalam berbagai pola kehidupan

dalam masyarakat Bugis, salah satunya dengan aturan adat mengenai jumlah

mahar dan Uang Panai berdasarkan strata sosial yang ada di tengah-tengah

masyarakat. Siri itu bertujuan untuk memperlihatkan satatus sosialnya, misalnya

seseorang tidak akan mau anaknya jika dilamar oleh seseorang pria apabila jumlah

yang diberikann lebih sedikit dari jumlah yang di tetapkan. Karena Siri (malu),

terutama di hadapan keluarga besarnya. Ada juga yang merepesentasikan Siri

12Hasil Observasi Penulis terhadap acara resepsi penikahan suku Bugis Desa Alang-alang,

Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Tanggal 12 Desember 2019. 13H.M. Yunus, Mantan Kepala Desa dan termasuk Tokoh Agama Desa Alang-alang,

Wawancara dengan Penulis, 15 November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman

Audio.

Page 78: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

64

berbentuk penyebutkan jumlah mahar dan Uang Panai dalam nominal yang besar,

tetapi kenyataanya jumlah mahar dan Uang Panai yang diberikan kepada anak

perempuannya tidak sesuai dengan yang disebutkan. Misalnya juga karena

mempunyai status jalur keturuanan tertentu ia merasa tidak nyaman jika seseorang

kemudian hendak menikahi anaknya dengan mahar hanya berupa seperangkat alat

sholat. Sirinya terganggu jika akan menikahkan anaknya layaknya pernikahan

orang biasa dalam jumlah Uang Panai. Dalam hal ini penulis berpandangan

bahwa Siri bermakna gensi atau harga diri.

Salah satu contoh akulturasi prinsip budaya Siri dalam kehidupan sehari-

hari baik berbangsa, bernegara maupun beragama, misalnya seluruh jajaran

pemerintahan akan merasa malu atau ternodai harga dirinya jika ia tidak

memenuhi kewajibannya untuk menjalankan amanah yang diembannya, atau

bahkan malah melakukan perbuatan-perbuatan yang meyalahi aturan dengan

memanfaatkan jabatannya untuk melakukan penyelewengan, misalnya korupsi,

kolusi dan nepotisme, atau seseorang akan merasa malu dan tidak memiliki harga

diri jika ia melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, contoh kecil

misalnya: seseorang akan dianggap tidak memliki harga diri atau memalukan jika

ia melanggar rambu-rambu lalu lintas di jalan-jalan umum.

Masyarakat Bugis juga identik dengan sosial location, atau (onronna).

Maksud dari onronna disini adalah dimana seseorang atau menempatkan dirinya,

jika memang ia menganggap bahwa dirinya sebagai orang biasa maka posisinya

memang seperti itu. Dalam masyarakat Bugis posisi sosial menjadi sangat

penting. Salah satu contoh kecendrungan masyarakat Bugsi dalam mencari sosial

location misalnya, orang-orang Bugis sangat rajin hendak melaksanakan ibadah

haji, karena disatu sisi, jika sesorang memiliki gelar haji maka ia akan diposisikan

istimewa di tengah-tengah masyarakat. Biasanya ia akan diberikan tempat duduk

khsusu untuk kalangan haji dalam acara-acara perkawinan atau acara lainnya.

Salah satu contoh juga ida akan beranggapan bahwa bukan pada tempatnya jika

seseorang hendak meminang anaknya dengan jumlah mahar yang minim atau

sedikit. Jika seseorang hendak meminang anaknya dengan jumlah mahar yang

demikian, mungkin bukan dengan anak orang tersebut. Jadi pernikahan dalam

Page 79: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

65

masyarat Bugis bisa dikatakan masih merupakan pekerjaan orang tua. Penulis

juga menemukan beberapa istilah kebudayaan Bugis yang menjelaskan makna

dibalik penetapan jumlah mahar dan Uang Panai dalam masyarakat Bugis. Tokoh

adat dan tokoh agama yang penulis temui untuk mencari tahu makna filosofi yang

terkandung dalam ketentuan adat tersebut menyatakan bahwa hal itu (jumlah

mahar dan Uang Panai berdasarkan strata sosial yang dimiliki) merupakan

representasi dari prinsip budaya (Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge’) yang

dipegang teguh oleh masyarakat Bugis.14

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Jamaludin, beliau

menjelaskan:

“[O]rang Bugis sangat kental dengan prinsip yang ia pegang, ketika orang

Bugis menetapkan jumlah Uang Panai pun pastinya sudah mempertimbangkan

tahu maksud dan tujuan dari Uang Panai itu sendiri”.15

Berdasarkkan hasil wawancara yang penulis lakukan, dapat dipahami bahwa

makna dari Sipakatau disini, dapat dipahami dengan saling memanusiakan

manusia. Maksudnya adalah seseorang harus sadar dengan posisinya, harus tahu

diri, karena apabila seseorang tidak tahu diri ia akan menjadi sombong, ketika ia

sombong maka ia tidak akan memanusiakan yang lain. Sipakange’ maksudnya,

ialahsaling mengingatkan, maknanya mengarah kepada prinsip solidaritas, jangan

sampai seseorang akan terjebak atau perperangkap dalamm suatu hal yang negatif,

solidaritas agar saling nasehat menasehati. Sipakalebbi bisa bermakna

memberikan apresiasi, saling memuji dan tidak merendahkan orang, atau dengan

kata lain saling menghargai.

Nilai-nilai tersebut juga melambangkan betapa bagusnya adat istiadat

masyarakat Bugis, sebagai contoh; jika seseorang dari golongan ata’ (bukan

bangsawan) datang kerumah seseorang Bugis dengan penuh hormat untuk

menjadi menantu makan akan diterima dengan senang hati (tetapi tentu dengan

prosesi adat yang berlaku). Nilai-nilai folosofi tersebutlah (Sipakatau,

14HasilObservasi Penulis terhadap situasi ketika acara resepsi pernikahan Desa Alang-

alang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Tanggal 12 Desember 2019. 15Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05

November 2019, Kabbupaten Tanjun Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 80: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

66

Sipakalebbi’ Sipakainge’) yang kiranya tidak akan gilang dan akan diwariskan

kepada anak cucu masyarakat Bugis karena cakupan dan pemahaman mengenai

nilai-nilai tersebut sangat luas.

Seluruh nilai atau prinsip kebudayaan yang telah disebutkan tercermin

dalam tiga falsafat Bugis dengan ungkapan (Malilu’ Sipakainge, Mali

Sipareppe’), dan (Rebba Sipatokkong), jika diterjemahkan ke dalam Bahasa

Indonesia, arti dari tiga slogan atau ungkapan tersebut adalah “ jika ada yang lupa

maka saling mengingatkan, jika ada yang hanyut maka tahanlah (tolonglah), dan

jika ada yang jatuh jadilah penopangnya”. Maksud dan tujuan dari ungkapan

tersebut nampak mengarah ke hal yang sama, yang pada intinya yaitu sebuah

prinsip solidaritas agar saling tolong menolong antara satu sama lain. Jika suatu

saat ada yang membutuhkan uluran tangan (pertolongan), maka sudah menjadi

kewajiban kita untuk membantunya, begitupun sebaliknya, jika diri kita tertimpa

sebuah kesusahan atau semacam musibah maka sudah menjadi kewajiban yang

lain untuk memberikan perhatiannya.16

Adat istiadat bergantung pada konsensus masyarakat, jika ada masyarakat

yang masih ingin mempertahankan tradisi tersebut, karena menganggap mahar

dan Uang Panai merupakan bagian dari sosial location atau dignity yang harus di

tunjukkan, bahwa itulah Siri mereka. Jika demikian alasan yang dibangun maka

itu merupakan alasan yang bagus, argumen tersebut menjadi kuat untuk

menekankan betapa suatu praktek kebudayaan itu didasari oleh nilai, nilai tersebut

juga berupa martabat kemanusiaan karena Allah telah memuliakan keberadaan

manusia.

Hal-hal demikian jelas dapat di terima sepanjang tidak ada syariat yang di

langgar.Namun ada juga yang menganggap bahwa praktek semacam utu sudah

semestinya tidak dipertahankan lagi karena akan menimbulkan efek-efek sosial

(seperti terjadi kawin lari akibat seorang pemuda harus mengeluarkan biaya-biaya

yang terkadang dianggap tidak masuk akal), mereka menginginkan untuk

mempraktekkan ajaran agama mereka. Tetapi orang-orang yang memiliki

16Hasil Observasi Penulis terhadap kegiatan penyerahan tradisi Uang Panai Desa Alang-

alang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Tanggal 19 Februari 2020.

Page 81: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

67

pandangan tentang Sirijuga menganggap hal demikian Mahar dan Uang Panai

merupakan praktek agama juga yaitu memuliakan. Bagaimanapun, yang

menentukan dipertahankan atau tidaknya tradisi tersebut tergantung pada

konsensus yang ada dalam masyarakat.

Dimana ada masyarakat, disana ada hukum (adat). Inilah suatu kenyataan

umum di seluruh dunia. Hukum yang terdapat disetiap manusia, betapa sederhana

dan kecilnya masyarakat itu, menjadi cerminnya. Karena tiap masyarakat,

mempunyai kebudayaan sendiri, dengan corak sendiri, mempunyai cara berfikir

sendiri, maka hukum didalam tiap masyarakat, sebagai salah satu penjelasan

masyarakat yang bersangkutan, mempunyai corak dan sifat tersendiri.

Begitupun hukum adat di Indonesia. Seperti halnya dengan semua sistem

hukum dibagian lain dunia ini, maka hukum adat itu senantiasa tumbuh dari

sesuatu kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup dan pandangan hidup, yang

keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat itu

berlaku. Tidak mungkin suatu hukum adat tertentu yang asing bagi masyarakat itu

dipaksa atau dibuat, apabila hukum tertentu yang asing itu bertentangan dengan

kemauan orang terbanyak dalam masyarakat yang bersangkutan atau tidak

mencakupi rasa keadilan rakyar yang bersangkutan, pendeknya bertentangan

dengan kebudayaan rakyat yang bersangkutan. Disisi lain, karena adat merupakan

wujud ideal dari kebudayaan yang berfungsi sebagai tata kelakuan.

Disamping itu, masyarakat Indonesiia adalah masyarakat yang serba

keagamaan, oleh karenanya walaupun negara bukan negara agama, tapi tidak

dapat dielakan bahwa Indonesia adalah negara keagamaan, negara yang

memperlihatkan agama, bukan negara sekuler yang hanya mengurus keduniawian

saja. Jadi agama bagi orang Indonesia jika tidak sebagai tujuan hidupnya, maka ia

merupakan sebagian dari hidupnya.

Tradisi Islam merupakan segala hal yang datang dari atau dihubungkan

dengan atau dilahirkan jiwa Islam. Islam dapat menjadi kekuatan spiritual dan

moral yang mempengaruhi, memotivasi dan mewarnai tingkah laku individu.

Misalnya, bagaimanakah cara mengetahui bahwa tradisi tertentu atau unsur tradisi

berasal dari atau dihubungkan dengan atau melahirkan jiwa Islam. Dalam kontek

Page 82: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

68

ini ia berpendapat, mengacu pada pendapat Barth yang mendai hubungan antara

tindakan dan tujuan interkasi manusia yaitu akibat dari tindakan dan interaksi

selalu bervariasi dengan maksud partisipasi individu.17

C. Makna Uang Panai dalam Pandangan Islam

Tinjauan Hukum Islam tidak ada satupun dalil yang mematasi jumlah

maksimal dalam pemberian mahar, dan beberapa ulama berpendapat dalam

penentuan jumlah minimal mahar, dalam (Q.S An-nisa 4:3 ) hanya di sebutkan

demikian :

اء و ص دق ت ه ن لاتوا ش يءن ن س آء ع ن ل كلم ط ب ف ا ن ن فل ة نه م ن ي س ه ف كلوه ئام ر ي ئاا

﴾٤،﴿النساء

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai

pemberian dengan penuh kerelaan, kemudian jika mereka menyerahkan kepada

kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah)

pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”.18

Bagaimanapun dibalik aturan adat mengenai jumlah mahar dan Uang Panai

diberikan berdasarkan strata sosial pihak pengantin perempuan memiliki maksud

atau nilai-nilai budaya tertentu, sebagaimana telah dipaparkan bahwa mengenai

makna yang terkandung didalam penetapan jumlah mahar dan Uang Panai dalam

masyarakat Bugis, yaitu adanya budaya Siri, prinsip Sipakatau, Sipakalebbi, dan

Sipakainge’.

Budaya Siri meskipun memiliki aspek pemahaman yang luas, dapat juga

diimplementasikan dalam penentuan jumlah mahar dan Uang Panai dalam

masyarakat Bugis di Desa Alang-alang. Dalam hal ini dimaknai sebagai rasa malu

untuk menjaga harga diri atau martabat (derajat) kehormatan diri dan keluarga

maka hal ini sesuai dengan QS. Al- Mujadilah (58): 11.

17Nurul Hikmah, “Implementasi Pemberian Mahar Pada Masyarakat Suku Bugis dalam

Perpsektif Hukum Islam”, Skripsi (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah,

2011), 45. 18Tim Penterjemah dan Penafsiran al-qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya(Jakarta:

Departemen Agama RI., 1985), 56.

Page 83: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

69

ي ح س ي ف وا ح س ف اف ال س ج م ال ف حوا س ت ف م ل ك ق يل إ ذ ا وا ن آم ال ذ ين ا أ ي ه

ال ذ الل ي رف ع زوا ش ف ان زوا ش ان ق يل إ ذ ا و م ل ك الل ين و ال ذ م ك ن م وا ن آم ين

ب ي خ ون ل م و الل ب ات ع ات د ر ج م ع ل واال وت ﴾11،المجادلة﴿أ

“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-

lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi

kelapangan untukmu.Dan apabila dikatakan “ berdirilah kamu” Maka berdirilah,

niscaya Allah akan menginginkan orang-orang yang beriman diantaramu dan

orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat dan Allah Maha

mengetahui apa yang kamu kerjakan.19

Relevansi budaya Siri dengan ayat itu maksudnya ialah bahwa Allah hanya

memeberikan derajat kemudian kepada orang-orang yang berilmu namun

bertakwa dan beriman. Jika dikaitkan antar Siri dan derajat sebagaimana yang

disebutkan Allah dalam ayat ini, maka seolah-olah Allah berkata yang memiliki

Siri’ hanyalah orang-orang yang berilmu dan menggunakan akalnya. Maka tidak

sepatutnya pemberian mahar dan Uang Panai dalam masyarakat Bugis dengan

jumlah yang tidak pantas atau sangat minim karena akan menciderai Siri pihak

laki-laki maupun pihak perempuan.

Sipakatau disini jika diartikan saling memanusiakan manusia, maka

maksudnya adalah seseorang harus sadar dengan posisinya, harus tahu diri, karena

apabila seseorang tidak tahu diri, ia akan menjadi sombong, ketika ia sombong

maka ia dianggap tidak memanusiakan yang lainnya. Selaras dengan (Q.S Al-

Isra’ (17):37).

ال ب ال غ ل ب ت ل ن و ال رض ر ق ت ل ن إ ن ك ا ر ح م ال رض ف ت ش و ل

ول ﴾37،السراء﴿ط

19Tim Penterjemah dan Penafsiran al-qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya(Jakarta:

Departemen Agama RI., 1985), 543.

Page 84: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

70

“dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi ini dengan sombong, karena

sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menebus bumi dan sekali-kali kamu

tidak akan sampai setinggi gunung”.20

Relevansi terletak pada, jika seseorang laki-laki tidak memberikan mahar

dan Uang Panai sesuai dengan derajat kemulian yang telah dijaga sedemikian

rupa oleh seseorang perempuan yang akan di pinangnya maka ia dianggap

sombong karena tidak memberikan apresiasi sepantasnya terhadap perempuan

tersebut. Sedangkan dalam Islam tidak diperkenankan untuk berprilaku seperti itu.

Nilai yang selanjutnya adalah Sipakainge’, maksudnya saling

mengingatkan, maknanya mengarah kepada prinsip solidaritas, jangan sampai

seseorang akan terjebak atau terperangkap dalam suatu hal yang negatif,

solidariatas agar saling nasehat menasehati, tentunya hal dimuat dalam (Q.S Al-

Ashr (103):3.

ب لص واب ت و اص و ل ق ب وا ت و اص و ت الص ال وا ل ع م و وا ن آم ال ذ ين ،العصر﴿إ ل

3﴾

“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat

menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi

kesabaran.21

Kaitannya adalah bahwa makna solidaritas dalam pemberian mahar dan

Uang Panai pada masyarakat Bugis yang berbentuk jumlah mahar dan Uang

Panai untuk saling mengingatkan serta saling menasehati agar tidak terjerumus

kedalam hal yang negatif (contohnya akan digunjing jika tidak melaksanakan

ketentuan adat), maka dari itu untuk menghindari hal-hal negatif tersebut, nominal

yang akan diberikan harsu sesuai dengan pada tempatnya. Selain itu juga

solidaritas untuk mengingatkan keseriusan bahwa untuk meminang gadis suku

Bugis bukanlah hal yang mudah dan bukan hal untuk dimain-mainkan.

20Tim Penterjemah dan Penafsiran al-qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya(Jakarta:

Departemen Agama RI., 1985), 285. 21Tim Penterjemah dan Penafsiran al-qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya(Jakarta:

Departemen Agama RI., 1985), 601.

Page 85: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

71

Nilai yang terakhir yaitu, Sipakalebbi, memiliki korelasi juga dengan

prinsip Sirinamun, dalam hal ini dapat dimaknai memberikan apresiasi, saling

memuji dan tidak merendahkan orang, atau dengan kata lain saling menghargai

(respect), dalam (Q.S Al- Isra’ (17):70.

ب ال ف م نه و ح ل آد م ب ن ن ا ر م ك د ل ق و الط ي بت ن م م نه و ر ز ق ر ب ح ل ا و

يلا ض ن ات ف ل ق خ م ن ث ي ك ع ل ى م نه ل ف ض ﴾70،السراء﴿و

“sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di

daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami

lebihkan mereka diatas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan

yang sempurna.22

Logika yang terbentuk untuk memahami relevansi Sipakalebbi’ dengan ayat

ini adalah bahwa Allah telah memuliakan keberadaan manusia dimuka bumi,

tanpa terkecuali, kemuliaan disini bisa berarti martabat atau kehormatan yang

dijaga sebaik mungkin,, maka dari itu sudah sewajarnya apabila pengantin pria

menunjukkan sikap memuliakan, sebagai perwujudan apresiasi terhadap pihak

pengantin perempuan dengan memberikan mahar dan Uang Panaiberdasarkan

ketentuan yang telah diatur oleh adat istiadat yang ada.

Tiga falasafah Bugis, yang telah dipaparkan sebelumnya (Malilu

Sipakainge’ Mali Saparappe’, dan Rebba Sipatokkong), karena memiliki korelasi

dengan (Q.S. Al-Maidah (5):2.

و ل ال دي و ل ال ر ام ر ه الش و ل الل ع ائ ر ش لوا ت ل وا ن آم ال ذ ين ا أ ي ه ي

ال ت ي ب ال ين آم و ل ئ د ق لا ال إ ذ ا و و ر ضو ان ر ب م ن م ف ضلا ون غ ت ي ب ر ام

د سج م ال ع ن م وك ص د أ ن وم ق ن آن ش م ن ك ي ر م و ل وا ف اصط اد م ت ل ل ح

22Tim Penterjemah dan Penafsiran al-qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta:

Departemen Agama RI., 1985), 289.

Page 86: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

72

ع ل وا ن ت ع او و ل و ى ق و الت ب ال ع ل ى وا ن ت ع او و وا ت د ت ع أ ن ال ر ام ث ال ى

ع ق اب ال يد د الل ش إ ن واالل ات ق و و ان د ع ﴾2،المائدة﴿و ال

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar

keseucian Allah, dang jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan

(mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan Qalaid (hewan-hewan kurban

yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi

Baitullah: mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu

telah menyelesaikan ihram. Maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai

kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari

Masjidilharam mendorongmu berbuat berbuat melampaui batas (kepada mereka).

Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan

jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertakwalah

kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.23

Hal ini yaitu ketentuan mahar dan Uang Panai juga didukung oleh salah satu

kaidah fiqh : (adat istiadat dapat dijadikan sumber hukum) selama memang adat

istiadat tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip utama syariah. Selain

itu, penulis juga berpandangan aturan tersebut melambangkan sebuah sikap

pengorbanan yang di lakukan oleh pengantin pria kepada perempuan yang kelak

akan menjadi istrinya. Aturan tersebut juga mengisyaratkan pada bagi pemuda

Bugisyang hendak menikah harus sudah mapan, bukan hanya secara fisik dan

psikis, tetapi juga dengan kemapanan ekonomi atau finansial.

Jika belum tercapai, maka sebaiknya tidak memberanikan diri. Demi

mencegah hal negatif yang kemungkinan akan terjadi (diantaranya jika menodai

kehormatan atau Siri’ keluarga), hal ini didukung oleh sebuah kaidah fiqh karena

semangat yang sama yaitu : (mencegah kerusakan lebih didahulukan atas

mengambil kemaslahatan). Tanpa bermaksud mempersulit terjadinya pernikahan,

tetapi ada nilai karifan lokal dalam masyarakat Bugis yang akan tetap dipegang

23Tim Penterjemah dan Penafsiran al-qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta:

Departemen Agama RI., 1985), 106.

Page 87: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

73

teguh oleh mereka dan harus diperhatiakn oleh seseorang laki-laki, dan setidaknya

untuk memberikan sedikit jaminan meskipun tidak dapat di pastikan kepada pihak

keluarga besar mempelai perempuan bahwa ia telah sanggup dan pantas untuk

hidup bersama dengan istrinya kelak.

D. Dampak Tingginya Uang Panai Masyarakat Suku Bugis di Desa Alang-

alang

1. Dampak Positif

Upacara pesta perkawinan merupakan media utama bagi orang Bugis untuk

menunjukkan posisinya dalam masyarakat. Misalnya, dengan menjalankan ritual-

ritual,mengenakan pakaian,perhiasan,dan pernak pernik lain tertentu sesuai

dengan tingkat kebangsawanan dan status sosial mereka. Selain itu, identitas,

status, dan jumlah tamu yang hadir juga merupakan gambaran luasnya hubungan

dan pengaruh sosial seseorang. Kekayaan keluarga calon mempelai laki-laki juga

terkadang dapat dilihat dari besarnya jumlah Uang Panai yang mereka

persembahkan kepada calon mempelai perempuan.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ibu Indo Upe’ beliau

menyatakan:

[S]ebenarnya Uang Panai yang tinggi tidak digunakan untuk hal lain kecuali

untuk biaya resepsi pernikahan, apalagi dizaman sekarang semua sudah pada

mahal. Namun, disisi lain tingginya Uang Panai memiliki banyak dampak

positif bagi calon mempelai laki-laki dan wanita serta kedua belah pihak

keluarga.24

Tradisi pemberian mahar dan Uang Panai yang tinggi memang

menghadirkan kemaslahatan karena menjadi suatu komoditi yang kompetitif agar

memotivasi para pemuda untuk bekerja keras dengan berbagai keterampilan ilmu

dan usahanya. Dengan demikian mereka bisa mempersiapkan diri dan berupaya

meningkatkan kesejahteraan hidupnya dalam keluarga. Selain itu pemberian

mahar dan Uang Panai yang tinggi dalam pernikahan dapat memberi kesan

24Indo Upe, Tokoh masyarakat Desa Alang-alang, wawancara dengan Penulis, 01

november 2019 , Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 88: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

74

bahwa pernikahan bukanlah sesuatu yang mudah dilaksanakan lalu mudah untuk

diputuskan karena pernikahan adalah pertautan dua keluarga.

Selain itu Uang Panai yang tinggi berkesan akan pesta pernikahan yang

megah dan mewah. Suku Bugis juga merasa dihormati dengan Uang Panai yang

tinggi. Bagi masyrakat Suku Bugis Uang Panai yang tinggi juga sangat

menghargai keberadaan wanita sebagai mahluk Tuhan yang sangat berharga,

sehingga tak sembarang orang dapat meminang wanita Bugis. Dari Uang Panai

tersebut dapat melihat keseriusan sang calon mempelai laki-laki apakah benar-

benar serius ingin menikahi wanita yang di lamarnya karena pernikahan bukanlah

sebuah hal yang main-main. Disisi lain tingginya Uang Panai akan membuat laki-

laki tersebut berpikir seribu kali untuk menceraikan istrinya karena ia sudah

berkorban banyak untuk mempersunting istrinya. Terkait banyaknya dizaman

sekarang ini yang nikah cerai ataupun nikah siri yang nantinya pihak wanita yang

dirugikan. Uang Panai ini bertujuan untuk memberikan prestise (kehormatan)

bagi pihak keluarga perempuan jika jumlah Uang Panai yang di patok mampu

dipenuhi oleh calon mempelai pria. Dari segi fungsinya Uang Panaimerupakan

pemberian hadiah untuk pihak mempelai wanita sebagai biaya resepsi

pernikahan.25

2. Dampak Negatif

Disisi yang lain pemberian mahar dan Uang Panai yang tinggi dalam

pernikahan jelas dapat menimbulkan mafasid atau kerusakan. Hal ini bisa

berdampak rusaknya tatanan masyarakat bersyari’at yang sedang dibangun,

misalnya, bertambahnya wanita-wanita yang memasuki usia tua tanpa sempat

menikah yang berujung pada seringnya terjadi berbagai fitnah, rawannya pacaran

dan perzinaan (free sex). Serta dapat membentuk paradigma pemuda yang

cenderung apatis memikirkan urusan pernikahan, paradigma berpikir seperti ini

menyebabkan penundaan atau terhambatnya pelaksanaan salah satu sunnah rasul

yang padahal dalam Islam mesti disegerakan dan dimudahkan prosesnya.

25Hasil Observasi Penulis terhadap kegiatan penyerahan Uang Panai Desa Alang-alang,

Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Tanggal 12 Desember 2019.

Page 89: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

75

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak H.M.Yunus, beliau

menyatakan:

[U]ang Panai yang tinggi sangat berdampak negatif sering terjadinya

penundaan bahkan batalnya pernikahan. Terkadang seorang pria yang ingin

melamar gadis suku Bugis tidak menyanggupi Uang Panai yang tinggi yang

diberikan pihak perempuan, sehingga sering mengundurkan diri atau

menyatakan tidak sanggup dengan Uang Panai yang tinggi dan hasilnya

pernikahan pun tidak jadi atau batal. Ini juga sebenarnya menjadi pr besar bagi

tokoh-tokoh adat dan agama untuk dapat memikirkan patokan Uang Panai

jangan terlalu tinggi, karena dapat berdampak negatif.26

Dari hasil wawancara dapat di pahami bahwa, sebagian tokoh juga

berharap Uang Panai yang tinggi jangan menjadi penghalang untuk

melaksanakan pernikahan. Tinggi nya Uang Panai juga banyak berdampak

negatif, maka dari itu hendaknya ketika ingin melaksanakan pernikahan Uang

Panai yang merupakan salah satu syarat wajib dalam suku Bugis harus sangat

dipertimbangkan dan pikirkan.27

26H.M. Yunus, Mantan Kepala Desa dan termasuk Tokoh Agama Desa Alang-alang,

Wawancara dengan Penulis, 15 Februari 2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman

Audio. 27Hasil Observasi Penulis terhadap kegiatan penyerahan tradIsi Uang Panai Desa Alang-

alang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Tanggal 19 Februari 2020.

Page 90: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

76

BAB V

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

1. Tradisi Uang Panai dalam Masyarakat Suku Bugis sudah ada sejak zaman

dulu bahkan sejak zaman Belanda. Uang Panai merupakan tradisi yanng

dilakukan oleh masyarakat Suku Bugis di Desa Alang-alang hingga saat ini.

Mereka menggap Uang Panai adalah salah satu syarat wajib ketika ingin

melaksanakan suatu pernikahan, karena bagi mereka tidak ada Uang Panai

maka bisa jadi tidak akan ada yang namanya pernikahan.

2. Proses pelaksanaan penyerahan Uang Panai ditetapkan sesuai dengan status

seseorang. Proses penentuan jumlah Uang Panai juga terjadi atas

kesepakatan kedua belah pihak keluarga sehingga sering terjadi negosiasi

atau kompromi. Namun, disisi lain sompa (Mahar) itu masih penting

artinya, khususnya bagi keluarga yang berstatus tinggi, karena merupakan

hadiah tambahannya, termaksud didalamnya hadiah yang pada pesta

perkawinan besar diarak bersama mempelai laki-laki ke rumah

mempelai perempuan oleh pengantar berpakain adat. Disamping itu, jumlah

uang antaran atau Uang Panai makin cenderung naik.

3. Makna Uang Panai bagi masyarakat suku Bugis ialah bagi suku Bugis ia

sangat menghargai keberadaan wanita sebagai mahluk Tuhan yang sangat

berharga, sehingga tak sembarang orang dapat meminang wanita Bugis.

Dari Uang Panai tersebut dapat melihat keseriusan sang calon mempelai

lakilaki apakah benar-benar serius ingin menikahi wanita yang di lamarnya

karena pernikahan bukanlah sebuah hal yang main-main. Disisi lain

tingginya Uang Panai akan membuat laki-laki tersebut berpikir seribu kali

untuk menceraikan istrinya karena ia sudah berkorban banyak untuk

mempersunting istrinya. Uang Panaiini bertujuan untuk memberikan

prestise (kehormatan) atau tingginya derajat watita bagi pihak keluarga

Page 91: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

77

perempuan. Dari segi fungsinya Uang Panaimerupakan pemberian hadiah

untuk pihak mempelai wanita sebagai biaya resepsi pernikahan.

B. Saran-Saran

Hasil penelitian ini sejatinya belum sepenuhnya sempurna, mungkin masih

terdapat hal-hal yan tertinggal ataupun terlupakan. Jadikanlah perbedaan sudut

pandang maupun argumentasi sebuah rahmat, bukan malah dijadikan sebagai

pemicu terjadinya konflik yang berkepanjangan. Maka dari itu penulis akan

mencoba memberikan saran untuk kemajuan serta eksistensi Uang Panai

kedepannya. Saran ialah sebagai berikut :

1. Bagi masyarakat, hendaknya berupaya mempertahankan tradisi atau adat

istiadat dan kebudayaan mereka dalam sebagai salah satu identitas

kebangsaan yang mengandung norma kearifan lokal dan berusaha untuk

lebih memahami relasi antara ajaran agama dengan tradisi-tradisi yang

terdapat dalam perkawinan, agar kiranya setiap perkembangan zaman dapat

direspon dengan baik tanpa harus meninggalkan nilai-nilai luhur yang tlah

lama adanya.

2. Nilai utama yang terkandung dalam kebudayaan Bugis hendaknya mampu

menjadi one of solution dalam menyikapi dampak perkembangan teknologi

dan informasi sehingga tidak kehilangan jati diri. Ilmuwan dan Ulama

memiliki kewajiban untuk memberikan penjelasan mengenai kearifan lokal

yang terintegrasi dengan Islam, tanpa menghindari perkembangan zaman,

karena justru nilai utama kebudayaan Bugis seiring dengan semangat ajaran

Al-Qur’an yang mendorong masyarakat untuk menjadi garda terdepan

dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini demikian tentunya bukan

hanya berlaku pada masyarakat Bugis saja, tapi setiap etnis kebudayaan

yang begitu banyak di Indonesia, dimana masing-masing dari etnis tersebut

memiliki nilai-nili kearifan budaya yang kiranya dapat diintegrasikan

dengan nilai Islam untuk dipraktekkan dalam kehidupan.

3. Bagi seluruh mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS

Jambi, hendaknya agar lebih intens melakukan penelitian, untuk mencapai

Page 92: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

78

pemahaman mengenai Islam dan korelasinya dengan budaya lokal, sehingga

dapat menemukan jawaban mengenai makna dari tradisi yang berjalan dan

dipraktekkan di tengah-tengah masyarakat, khususnya dalam tradisi

perkawinan, serta memahami dan menganalisa maksud dan tujuan dari

fenomena tersebut sebagai sebuah pengetahuan yang baru dan tinggi

nilainya.

Page 93: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

79

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an

Tim Penterjemah dan Penafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta:

Departemen Agama RI, 2004.

Buku

Ahamadi,Abu.Antropologi Budaya.Surabaya: Pelangi, 2007.

Arif Subyantoro, Suwarto. Metode dan Teknik Penelitian Sosial. Jakarta: Rineka

Cipta, 2006.

Bungin, Burhan.Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta:Rajawali Grafindo Persada,

2011.

Dani Verdiansyah.Pengantar Ilmu Komunikasi: Pendekatan Taksonomi

KonseptualDepok: Ghalia Indonesia, 2004.

Hudaeri,Muhammad.Harmonisasi Agama dan Budaya Indonesia. Jakarta:Balai

penelitian dan pengembangan Agama Jakarta, 2009.

Idrus,Muhammad.Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan

Kuantitatif. Yogyakarta: Erlangga, 2009.

Koentjaraningrat.Pengantar Antropologi I. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996.

Nonci.Upacara Adat Istiadat Masyrakat Bugis. Makasar: CV.Aksara , 2002.

Nugraha, Andi. Adat Istiadat Masyarakat Bugis. Makasar: CV.Telaga Zamzam,

2001.

Prasetya.Ilmu Budaya Dasar.Jakarta: Rineka Cipta, 2013.

Setiadi,Tholib.Hukum Adat Indonesia dalam Kajian Kepustakaan.Bandung:

Alfabeta, 2013.

Soerjono,Soekanto.Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta: Raja Grafindo, 2004.

Stefie.Antropologi Suku Bugis. Jakarta:The London School of Public Relation,

2009.

Suharsimi,Arikunto.Prosedur Penelitian:Suatau Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta, 2000.

Internet:

Anggi Rosalia, “Ibadah Islam Keutamaan Wanita”, diakses melalui alamat

Https://www.goegle.co.id/amp/s/dalamislam.com/akhlak/keutamaan/wanita/

amp, Tanggal 13 September 2019.

Ashari, Imam “Makna Mahar Adat Status Sosial Perempuan dalam Perkawinan

Adat Bugis di Desa Penengahan Kabupaten Lampung

Selatan”.Skripsi.Bandar Lampung: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Lampung, 2016.

Glimstan, “Makna Ritual dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba Samosir di

Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Pekan Baru”.Skripsi. Riau:

Universitas Riau, 2015.

Hikmah,Nurul “Implementasi Pemberian Mahar Pada Masyarakat Suku Bugis

dalam Perpsektif Hukum Islam”.Skripsi.Jakarta: Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2011.

Nasir,Ahmad. “Uang Panaik dalam Perkawinan Adat Suku Bugis

Makassar”.Diaksesmelaluialamathttp//jurnal.iriska.ac.id/index.php/gelar/arti

cle.view/1469/0,Tanggal 01 Juni 2019.

Page 94: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

80

Rifaa’atusy Syarifah,Andi. “Persepsi Masyarakat Terhadap Mahar dan Uang

Acara (Dui Menre) dalam Adat Pernikahan Masyarakat Bugis di Desa

Watutoa Kecamatan Marioriwawa Kab. Soppeng”.Skripsi. Makassar:

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar,2010.

Rohani, Siti,“Uang Panai’ Masyarakat Suku Bugis” , diakses melalui alamat

https://regional.kompas.com/read/2017/03/13/08532951/.uang.panai.tanda.p

enghargaan.untuk.meminang.gadis.bugis-makassar?page=all,(diunduh

tanggal 13 Maret 2019).

Samsuni, “Budaya Mahar di Sulawesi Selatan”, diakses melalui alamat

http://makassar.tribunnews.com/2013/11/06/ketikabudayamenjadipetaka,(di

unduh tanggal 17 Februari 2019).

Widyawati, “Tradisi Uang Panai’ dalam Pernikahan Suku Bugis di Sungai

Guntung Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau”.

Jurnal JOM FISIP. IV, No. 5 (2018).

Yunus,Andi, “Fenomena uang panai’k Dalam perkawinan Bugis Makassar”,

diakses,http://beritadaerah.com/articlewww.orangbiasaji.net/2012/11/tradisu

angpanai’masalahataumaslahat.html, (diunduh pada tanggal 14 februai

2019).

Wawancara:

H.M.Yunus S.P, Mantan Kepala Desa Alang-Alang, Wawancara dengan Penulis,

15 November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio

Hamzah S.Pd, Sekretaris Desa Alang-Alang, Wawancara dengan Penulis, 15

November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekamana Audio.

Hudiyono S.Pd, Wakil Kepala Sekola Mts Al-Amanah Desa Alang-Alang,

Wawancara dengan Penulis, 14 November 2019, Rekaman Audio.

Indo Upe, Tokoh Masyarakat Desa Alang-Alang, Wawancara dengan Penulis, 20

November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-Alang, Wawancara dengan Penulis, 05

November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Junaidi Arifin, Pemuda Desa Alang-Alang, Wawancara dengan Penulis, 15

November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Kamarudin, Ketua Rt dan termasuk orang yang di tuakan di Desa Alang-Alang,

Wawancara dengan Penulis, 11 November 2019, Kabupaten Tanjung

Jabung Timur, Rekaman Audio.

Ukas MD, Kepala Desa Alang-Alang, Wawancara dengan Penulis, 15 November

2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.

Page 95: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

81

Tabel 1.1

Jadwal Penelitian

NO Kegiatan

Bulan dan Tahun

Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret

2019 2019 2019 2019 2019 2020 2020 2020

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1

Pengajuan Judul Proposal

2 Pembuatan Proposal √

3 Pengajuan dan Penunjukkan

Dosen Pembimbing

4 Konsultasi dan Perbaikan √ √ √

Proposal

5 Seminar Proposal √

6 Perbaikan Proposal Hasil √

Seminar

7 Pengesahan judul dan Izin Riset √

8 Pelaksanaan Riset √ √ √ √ √ √ √

9 Penyusunan Data Skripsi √ √ √ √

10 Perbaikan Skripsi √ √ √ √ √ √ √

11 Penyempurnaan skripsi

12 Munaqasah

13 Penggadaan Skripsi

Page 96: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

82

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA

Skripsi

“UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS di DESA ALANG-

ALANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI

JAMBI”

No Jenis Data Metode Sumber Data

1. -Sejarah Desa Alang-Alang

Kecamatan Muara Sabak Timur

Kabupaten Tanjung Jabung

Timur

-Wawancara

-Dokumentasi

-TokohAdat dan Masyarakat

-Dokumen Sejarah Desa Alang-

Alang Kecamatan Muara Sabak

Timur Kabupaten Tanjung Jabung

Timur

2 -Pengertian Uang Panai’

-Sejarah Uang Panai’

-Wawancara -Sejarah Uang Panai’

-Pengertian Uang Panai’

3.

-Faktor yang Mempengaruhi

Tingginya Uang Panai’

-Bentuk dan Pelaksanaan Uang

Panai’

-Wawancara

-Observasi

-Dokumentasi

-Tokoh Agama, adat dan Masyarakat

-Pelaksanaan Uang Panai’

-Dokumentasi Pelaksanaan Uang

Panai’

4. -Perkembangan Uang Panai’

-Tujuan Uang Panai’

-Wawancara

-Observasi

-Dokumentasi

-Perkembangan Uang Panai’

-Tujuan Uang Panai’

-Kegunaan Uang Panai’

5. -Simbol dan Makna Uang Panai’

-Observasi

-Dokumentasi

-Wawancara

-Simbol dan Makna Uang Panai’

-Dokumentasi Simbol

-Tokoh Agama, adat, dan

Masyarakat

6. -Makna Filosofi Uang Panai’ -Wawancara -Pelaksanaan Uang Panai’

7.

-Pengaruh Tingginya Uang

Panai’

-Wawancara

-Observasi

-Tokoh Agama. Adat dan

Masyarakat

Page 97: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

83

-Pengaruh Tingginya Uang Panai’

A. Panduan Observasi

No Jenis Data Objek Observasi

1. Tata Cara Pelaksanaan Uang Panai’ -Proses Pelaksanaan

2. Tujuan Uang Panai’ -Tujuan Uang Panai’

3. Simbol dan Makna Uang Panai’ -Simbol dan Makna dalam tradisi Uang

Panai’

4. Pengaruh Tingginya Uang Panai’ -Dampak Positif dan Negatif tingginya Uang

Panai’

B. Panduan Dokumentasi

No Jenis Data Data Dokumen

1. -Sejarah Desa Alang-Alang Kecamatan Muara

Sabak Timur Kabupaten TanjabTimur

-Latar Belakang Sejarah

2. - Bentuk dan Pelaksanaan Uang Panai’ -Data Dokumentasi Tentang Bentuk dan

Pelaksanaan Uang Panai’

3. -Tujuan Uang Panai’

-Data Dokumentasi TentangTujuan Uang

Panai’

4. -Simbol dan Makna Uang Panai’ -Data Dokumentasi Simbol dan Makna Uang

Panai’

C. Butir-ButirWawancara

No Jenis Data Sumber Data dan SubtansiWawancara

1. -Pengertian Uang Panai’

-Sejarah Uang Panai’

-TOKOH AGAMA, ADAT/

MASYARAKAT:

-Apa pengertian Uang Panai’ ?

-Bagaimana sejarah Uang Panai’?

-Kapan tradisi Uang Panai mulai di lakukan?

Page 98: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

84

2. -Faktor yang Mempengaruhi Tingginya Uang

Panai’

-Bentuk dan Pelaksanaan Uang Panai’

-TOKOH AGAMA, ADAT/

MASYARAKAT:

-Apa saja faktor yang mempengaruhi

tingginya Uang Panai’?

-Bagaimana bentuk dan pelaksanaan Uang

Panai’?

3. -Perkembangan Uang Panai’

-Tujuan Uang Panai’

-TOKOH AGAMA, ADAT/

MASYARAKAT:

-Bagaimana perkembangan Uang Panai’?

-Apa tujuan dan kegunaan Uang Panai’?

4. -Simbol dan Makna Uang Panai’?

-TOKOH AGAMA, ADAT/

MASYARAKAT:

-Apa simbol dari Uang Panai’?

-Apa makna dari Simbol Uang Panai’

tersebut?

5. -Makna Filosofi Uang Panai’? -TOKOH AGAMA, ADAT/

MASYARAKAT:

-Apa makna Filosofi yang terkandung dalam

Uang Panai’?

6. -Pengaruh tingginya Uang Panai’? -TOKOH AGAMA, ADAT/

MASYARAKAT:

-Apakah tingginya Uang Panai’ memiliki

pengaruh ?

-Bagaimana dampak Positif dan negatif dari

Tingginya Uang Panai’ tersebut?

Lampiran – lampiran

Page 99: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

85

Wawancara dengan Bapak H.M Yunus. S.Pd

Wawancara dengan sekretaris Desa Alang-alang Hamzah, S.Pd

Page 100: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

86

Wawancara dengan Bapak Kamarudin

Wawancara dengan Bapak Hudiyonno S.Pd

Page 101: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

87

Wawancara dengan Bapak Jamaludin

Wawancara dengan Ibu Indo Upe’

Page 102: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

88

Proses penyerahan Uang Panai

Page 103: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

89

Page 104: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

90

Page 105: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

91

Page 106: UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …

92

CURRICULUM VITAE

A. Informasi Diri

Nama : Juwita Nirmala Sari

Tempat dan Tanggal Lahir : Mendahara Tengah 20 Mei 1998

Nim : UA. 160267

Fakultas/ Jurusan : Ushuluddin / Aqidah dan Filsafat Islam

Alamat Asal : Desa Alang-Alang, Kecamatan Muara Sabak

Timur,Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi

Jambi.

Alamat Sekarang : Perumahan Aston Villa Blok Z No. 19, Kabupaten

Muaro Jambi, Kecamatan Jaluko, Provinsi Jambi.

B. Riwayat Pendidikan

2016 – 2020 : UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

2013 – 2016 : SMAN 1 Kuala Tungkal Tanjung Jabung Barat

2010 – 2013 : Mts Al-Amanah Desa Alang-alang Tanjab Timur

2004 – 2010 : SDN 81/X Pematang Rahim Tanjab Timur