mahar dan malam pertama

34
Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org) 1 SERIAL FIQH MUNAKAHAT IV MAHAR, RESEPSI DAN ADAB MALAM PENGANTIN MENURUT PETUNJUK AL-QUR'AN DAN SUNNAH Oleh Aep Saepulloh Darusmanwiati*** Lisensi Dokumen Copyright Aep Saepulloh, www.indonesianschool.org Seluruh dokumen di www.indonesianschool.org dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial (nonprofit), dengan syarat tidak menghapus atau merubah atribut penulis dan pernyataan copyright yang disertakan dalam setiap dokumen. Tidak diperbolehkan melakukan penulisan ulang, kecuali mendapatkan ijin terlebih dahulu dari penulis, indonesianschool.org.

Upload: samsul-made-hadi

Post on 26-Oct-2015

103 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

kado pengantin, etika adab malam pertama

TRANSCRIPT

Page 1: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

1

SERIAL FIQH MUNAKAHAT IV MAHAR, RESEPSI DAN ADAB MALAM PENGANTIN MENURUT PETUNJUK AL-QUR'AN DAN SUNNAH

Oleh Aep Saepulloh Darusmanwiati***

Lisensi Dokumen Copyright Aep Saepulloh, www.indonesianschool.org

Seluruh dokumen di www.indonesianschool.org dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial

(nonprofit), dengan syarat tidak menghapus atau merubah atribut penulis dan pernyataan copyright yang disertakan dalam setiap

dokumen. Tidak diperbolehkan melakukan penulisan ulang, kecuali mendapatkan ijin terlebih dahulu dari penulis, indonesianschool.org.

Page 2: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

2

SERIAL FIQH MUNAKAHAT IV MAHAR, RESEPSI DAN ADAB MALAM PENGANTIN MENURUT

PETUNJUK AL-QUR'AN DAN SUNNAH Oleh Aep Saepulloh Darusmanwiati***

Pendahuluan Pembahasan kali ini sebenarnya merupakan perpanjangan dan perluasan dari pembahasan pada makalah sebelumnya. Mengingat dalam persoalan ini terdapat ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan tersendiri dan lumayan banyak, maka penulis mencoba membahasnya dalam bahasan khusus. Dalam pembahasan nanti sebagaimana pembaca akan ikuti, penulis mencoba memaparkan segala hal yang erat kaitannya dengan mahar, dan resepsi, mulai dari jenis dan macam mahar, apa saja yang dapat dijadikan mahar, kapan mahar bisa jatuh dan tidak mesti dibayar, sampai maslah al-Hiba' yakni permohonan sejumlah uang dari kerabat isteri. Demikian juga dengan masalah resepsi, penulis mencoba mengetengahkan persoalan-persoalan yang erat kaitannya dengan masalah resepsi mulai dari waktunya, cara dan bentuknya, hukum menghadiri walimah, sampai hal-hal yang harus diperhatikan ketika walimah. Di akhir pembahasan, penulis mencoba mengetengahkan seputar etika malam pengantin berikut aturan-aturan berhubungan badan dalam Islam. Apabila penulis perhatikan buku-buku fiqh, jarang sekali mengupas secara panjang lebar seputar masalah ini. Barangkali di antara sebabnya karena persoalan ini masih dipandang sebagai persoalan tabu dan terkesan "jorok". Hemat penulis, persoalan hubungan badan bagi suami isteri bukanlah persolan tabu dan jorok, justru ia harus mendapatkan perhatian yang sangat serius sebagaimana perhatian terhadap hal-hal lain yang terkait dengan masalah pernikahan. Hal ini dikarenakan kepuasan dan kenikmatan dalam berhubungan badan termasuk salah satu penyebab langgengnya rumah tangga. Menurut salah satu penelitian swasta di Mesir, sebagaimana pernah disampaikan dalam Koran Harian al-Ahram beberapa bulan yang lalu, bahwa 20% kasus perceraian yang terjadi di Mesir diakibatkan ketidakpuasan dalam masalah hubungan seks. Misalnya, si isteri, maaf, "pasif" dan tidak berdandan, atau si suami yang egois, tidak memperhatikan kepuasan pasangannya dan hal lainnya. Namun, perlu penulis tegaskan, sebagaimana telah dibahas pada makalah pertama, bahwa kepuasan seks bukanlah tujuan utama dan satu-satunya penyebab harmonisnya rumah tangga. Ia hanya salah satu bagian kecil ke arah itu. Apabila kita perhatikan hadits-hadits Rasulullah saw yang berkaitan dengan masalah hubungan badan suami isteri ini, kita akan mendapati bahwa Rasulullah saw memberikan porsi yang sangat besar. Hal ini terlihat, di samping banyaknya hadits-hadits yang berbicara seputar hal itu, juga seringkali Rasulullah saw secara langsung menyampaikannya. Namun apabila persoalannya sudah sangat pribadi dan menyangkut khusus wanita, maka beliau menyuruh isteri-isterinya untuk menyampaikannya. Ini salah satu bukti bahwa perhatian Islam mengenai hubungan badan ini sangatlah besar. Untuk itu, hemat penulis, persoalan hubungan badan bukanlah masalah yang tabu, dan "jorok", tapi ia masalah yang penting yang harus diketahui oleh semua laki-laki dan perempuan yang hendak melangsungkan pernikahan. Hal ini karena masalah seks suami isteri termasuk salah satu bahasan dalam Fiqh Munakahat sebagaimana bahasan-bahasan lainnya, di samping, masalah seks suami isteri ini juga merupakan salah satu upaya demi tercapainya keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah sebagaimana yang diidam-idamkan bersama. Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ringan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Penulis juga haturkan semoga pahala dan amal shaleh ini, apabila dapat dikatakan sebagai amal shaleh, dapat sampai untuk ayah penulis yang telah tiada sejak penulis masih bayi, untuk nenek, kakek, Iwing dan seluruh kerabat penulis yang telah tiada khususnya, dan para kerabat serta nenek moyang para pembaca pada umumnya. Allahummag firlahum, warhamhum, wa'afihi wa'fu 'anhum, amin. Selamat menikmati. Apa itu Mahar?

Mahar atau mas kawin adalah harta atau pekerjaan yang diberikan oleh seorang laki-laki kepada seorang perempuan sebagai pengganti dalam sebuah pernikahan menurut kerelaan dan kesepakatan kedua belah pihak, atau berdasarkan ketetapan dari si hakim. Dalam bahasa Arab, mas kawin sering disebut dengan istilah mahar, shadaq, faridhah dan ajr.

Mas kawin disebut dengan mahar yang secara bahasa berarti pandai, mahir, karena dengan

Page 3: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

3

menikah dan membayar mas kawin, pada hakikatnya laki-laki tersebut sudah pandai dan mahir, baik dalam urusan rumah tangga kelak ataupun dalam membagi waktu, uang dan perhatian.

Mas kawin juga disebut shadaq yang secara bahasa berarti jujur, lantaran dengan membayar mas kawin mengisyaratkan kejujuran dan kesungguhan si laki-laki untuk menikahi wanita tersebut.

Mas kawin disebut dengan faridhah yang secara bahasa berarti kewajiban, karena mas kawin merupakan kewajiban seorang laki-laki yang hendak menikahi seorang wanita.

Mas kawin juga disebut dengan ajran yang secara bahasa berarti upah, lantaran dengan mas kawin sebagai upah atau ongkos untuk dapat menggauli isterinya secara halal.

Para ulama telah sepakat bahwa mahar hukumnya wajib bagi seorang laki-laki yang hendak menikah, baik mahar tersebut disebutkan atau tidak disebutkan sehingga si suami harus membayar mahar mitsil. Oleh karena itu, pernikahan yang tidak memakai mahar, maka pernikahannya tidak sah karena mahar termasuk salah satu syarat sahnya sebuah pernikahan, sebagaimana telah dijelaskan pada makalah sebelumnya. Apa saja yang boleh dijadikan mahar?

Mas kawin tidak mesti berupa uang atau harta benda, akan tetapi boleh juga hal-hal lainnya. Untuk lebih jelasnya, berikut ini hal-hal yang dapat dijadikan mas kawin atau mahar:

1. Semua benda atau alat tukar (uang) yang dapat dijadikan harga dalam jual beli seperti uang atau benda-benda lainnya yang biasa diperjualbelikan dengan syarat benda atau uang tersebut, halal, suci, berkembang, dapat dimanfaatkan dan dapat diserahkan.

Oleh karena itu, harta hasil curian, tidak dapat dijadikan mas kawin karena ia barang haram bukan halal. Demikian juga, peternakan babi tidak dapat dijadikan mas kawin karena bendanya tidak suci. Piutang yang belum jelas kembalinya, juga tidak dapat dijadikan mas kawin lantaran tidak dapat diserahkan. Point pertama ini didasarkan kepada ayat berikut ini:

)24: النساء....(وأحل لكم ما وراء ذلكم أن تبتغوا بأموالكمArtinya: "Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu…" (QS. An-Nisa: 24).

Kata amwal dalam ayat di atas dipahami oleh para ulama sebagai mas kawin, mahar. 2. Semua pekerjaan yang dapat diupahkan.

Menurut Madzhab Syafi'i dan Hanbali, pekerjaan yang dapat diupahkan, boleh juga dijadikan mahar. Misalnya, mengajari membaca al-Qur'an, mengajari ilmu agama, bekerja dipabriknya, menggembalkan ternaknya, membantu membersihkan rumah, ladang atau yang lainnya. Misalnya, seorang laki-laki berkata: "Saya terima pernikahan saya dengan putri bapak yang bernama Siti Maimunah dengan mas kawin akan mengajarkan membaca al-Qur'an kepadanya selama dua tahun, atau dengan mas kawin mengurus ladang dan ternaknya selama dua bulan". Akan tetapi menurut Abu Hanifah dan Imam Malik, mahar dengan pekerjaan yang dapat diupahkan hukumnya makruh (dibenci).

Penulis lebih condong untuk mengambil pendapat madzhab Syafi'i yang membolehkan kerja sebagai mas kawin. Hal ini sebagaimana telah terjadi ketika Nabi Musa menikahi salah seorang gadis laki-laki tua (dalam satu riwayat dikatakan laki-laki tua itu adalah Nabi Syuaib), dengan mas kawin bekerja untuk laki-laki tua itu (calon mertuanya) selama delapan tahun sebagaimana difirmankan oleh Allah swt dalam surat al-Qashash ayat 27:

ت إن أتمم ج ف اني حج أجرني ثم ى أن ت اتين عل ي ه دى ابنت ك إح د أن أنكح قال إني أري )27: القصص (دكعشرا فمن عن

Artinya: "Berkatalah dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah suatu kebaikan) dari kamu" (QS. Al-Qashash: 27).

Dalil lain bolehnya kerja dijadikan sebagai shadaq, mas kawin adalah hadits berikut ini: رواه )) [فقد أنكحتكها بما معك من القرآن, اذهب: ((قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم

]البخارى

Page 4: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

4

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Pergilah sesungguhnya saya telah menikahkan kamu dengannya dengan apa ayat-ayat al-Qur'an yang kamu hapal" (HR. Bukhari).

Sebagian ulama menakwilkan kata bima ma'aka minal qur'an dengan akan mengajarkan satu atau beberapa surat dari al-Qur'an.

3. Membebaskan budak. Menurut Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan Imam Daud ad-Dhahiry, bahwa membebaskan

budak dapat dijadikan sebagai mas kawin. Maksudnya, apabila seseorang hendak menikahi seorang wainta yang masih menjadi budak belian, kemudian ia membebaskannya dan menjadikan pembebasannya itu sebagai mas kawinnya, maka boleh-boleh saja.

Sedangkan menurut sebagian ulama lain, membebaskan budak tidak boleh dijadikan sebagai mas kawin.

Dalil kelompok yang membolehkan adalah dalam sebuah hadits dikatakan bahwa Rasulullah saw menikahi Shafiyyah dengan maskawin membebaskannya dari budak belian menjadi seorang yang merdeka dan dalam hadits tersebut tidak ada keterangan bahwa hal itu khusus untuk Rasulullah saw. Karena tidak ada keterangan kekhususan itulah, maka ia berarti berlaku dan diperbolehkan juga untuk seluruh ummatnya termasuk kita. Hadits dimaksud adalah sebagai berikut:

ا صداقها : ((عن أنس لم أعتق صفية وجعل عتقه ه وس )) أن رسول اهللا صلى اهللا علي ]رواه البخارى ومسلم[

Artinya: "Dari Anas, bahwasannya Rasulullah saw membebaskan Shafiyyah dan menjadikan pembebasannya itu sebagai mas kawinnya" (HR. Bukhari Muslim).

Sedangkan bagi yang menolak mengatakan bahwa hadits di atas adalah khusus untuk Rasulullah saw saja. Artinya, mas kawin dengan membebaskan budak itu hanya diperbolehkan untuk Rasulullah saw saja dan tidak yang lainnya.

Namun demikian, penulis lebih condong untuk mengambil pendapat yang membolehkan karena sebagaimana telah dijelaskan di atas, tidak ada keterangan dan dalil lain yang mengatakan bahwa hal itu khusus untuk Rasulullah saja. Karena tidak ada keterangan yang mengkhususkan itulah, hukum yang dikandung dalam hadits di atas berlaku umum termasuk juga untuk ummatnya.

4. Masuk Islam. Bolehkah seorang laki-laki masuk Islam lalu masuk Islamnya itu dijadikan sebagai mas

kawin? Para ulama berbeda pendapat. Bagi Jumhur ulama, masuk Islamnya seseorang boleh dijadikan mas kawin. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut ini:

ال ليم : ((عن أنس ق و طلحة أم س زوج أب ا اإلسالم , ت ا بينهم ان صداق م أسلمت أم , فكا د أسلمت : فقالت , سليم قبل أبى طلحة فخطبه إن أسلمت نكحتك , إنى ق ان , ف لم فك فأس

]أخرجه النسائى)) [صداق ما بينهماArtinya: Anas berkata: "Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan mas kawinnya adalah masuk Islam (masuk Islamnya Abu Thalhah). Ummu Sulaim masuk Islam sebelum Abu Thalhah. Kemudian Abu Thalhah meminangnya. Ketika meminangnya, Ummu Sulaim berkata: "Saya sudah masuk Islam, jika kamu masuk Islam juga, maka saya siap menikah dengan kamu". Abu Thalhah akhirnya masuk Islam dan masuk Islamnya itu dijadikan sebagai mas kawin keduanya" (HR. Nasa'i).

Sedangkan ulama yang mentidakbolehkan masuk Islamnya seseorang dijadikan mas kawin adalah Ibnu Hazm. Ibnu Hazm memberikan catatan penting untuk hadits di atas dengan mengatakan:

Pertama, kejadian dalam hadits di atas terjadi beberapa saat sebelum hijrah ke Madinah, karena Abu Thalhah termasuk sahabat Rasulullah saw dari golongan Anshar yang masuk Islam paling awal. Dan pada saat itu, belum ada kewajiban mahar bagi wanita yang hendak dinikahi.

Kedua, dalam hadits di atas juga tidak disebutkan bahwa kejadian itu diketahui oleh Rasulullah saw. Karena tidak diketahui oleh Rasulullah saw, maka posisinya tidak mempunyai ketetapan hokum, karena Rasulullah saw tidak mengiyakannya juga tidak melarangnya. Karena tidak ada kepastian hokum itulah, maka ia harus dikembalikan kepada asalnya, bahwa ia tidak bisa

Page 5: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

5

dijadikan sebagai mas kawin. Berapa batas minimal dan maksimal mas kawin itu?

Para ulama telah sepakat bahwa tidak ada batasan maksimal bagi seorang laki-laki dalam memberikan mas kawinnya. Ia boleh memberikan jumlah yang sangat besar atau lebih besar lagi. Dalam hal ini Imam Ibnu Taimiyyah berkata dalam bukunya Majmu al-Fatawa: 32/195): "Bagi orang yang memiliki kelapangan rezeki kemudian ia bermaksud memberikan mas kawin dalam jumlah yang sangat besar, maka tidak mengapa dan boleh-boleh saja sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam surat an-Nisa ayat 20:" …Sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka (isteri-isteri) harta yang banyak…". Adapun bagi orang yang tidak cukup lapang untuk memberikan mas kawin dalam jumlah yang banyak, lalu ia memaksakan diri memberikannya karena alasan gengsi atau yang lainnya, maka hukumnya adalah makruh".

Sedangkan mengenai batas minimal mas kawin, para ulama mengatakan bahwa berapa saja jumlahnya selama itu berupa harta atau hal lain yang disamakan dengan harta dan disetujui serta direlakan oleh si calon mempelai wanita, maka hal demikian boleh-boleh saja. Pendapat ini adalah pendapat Jumhur ulama seperti Imam Syafi'I, Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Imam Auzai dan lainnya. Bahkan Ibn Hazm membolehkan kurang dari itu. Ibn Hazm mengatakan bahwa setiap hal yang dapat dibagi dua, boleh dijadikan mas kawin sekalipun ia berupa biji gandum selama ada kerelaan dari calon isteri. Dalil yang mengatakan bahwa tidak ada batas minimal dalam mas kawin ini adalah berikut ini: 1. Keumuman dari ayat berikut ini:

)24: النساء (م محصنين غير مسافحينوأحل لكم ما وراء ذلكم أن تبتغوا بأموالكArtinya: "Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina" (QS. An-Nisa: 24).

Kata "harta" dalam ayat di atas mencakup harta yang sedikit juga harta yang banyak. Dalam ayat di atas juga tidak disebutkan berapa batasa minimal mas kawin, dan karena tidak dijelaskan batas minimalnya itulah, maka boleh dengan berapa saja selama ada keridhaan dari si calon isteri.

2. Hadit berikut ini di mana Rasulullah saw berkata kepada laki-laki yang siap menikahi seorang wanita yang menyerahkan dirinya untuk dinikahi oleh Rasulullah saw, namun Rasulullah saw tidak berkeinginan menikahinya:

لم ه وس ال : قال النبي صلى اهللا علي ال , ال: هل معك من شىء؟ ق و : ((ق اذهب فاطلب ول ]أخرجه مسلم)) [خاتما من حديد

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Apakah kamu mempunyai sesuatu untuk mas kawinnya?" Laki-laki itu menjawab: "Tidak" Rasulullah saw bersabda kembali: "Carilah sekalipun sebuah cincin dari besi" (HR. Muslim).

Dalam hadits di atas juga tegas bahwa mahar boleh dengan apa saja selama ia berupa harta termasuk sekalipun berupa cincin besi.

Mas Kawin yang berlebihan dan memberatkan.

Bagaimana pandangan hukum Islam tentang mas kawin yang sangat memberatkan dan berlebihan / mahal? Mungkin untuk konteks Indonesia hal ini tidak banyak terjadi mengingat di Indonesia, mas kawin umumnya sederhana dan tidak mahal. Namun, untuk konteks Negara-negara arab semisal Mesir, Saudi Arabia dan yang lainnya, mahar sangatlah mahal dan memberatkan kaum laki-laki. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila umumnya kaum laki-laki menikah di atas kepala tiga (umumnya menikah setelah usia 35 tahun), karena mereka harus mengumpulkan uang sebanyak mungkin demi membayar mahar yang sangat mencekik. Sebaliknya, akibat mahar yang mahal ini, banyak gadis-gadis tua belum menikah. Yang terjadi? Mereka gadis-gadis tua "siap" menjadi isteri-isteri kedua, ketiga bahkan isteri simpanan. Bukan hanya itu, dengan mahalnya mahar dan biaya pernikahan ini, banyak terjadi pernikahan Urfi di kalangan anak-anak muda sebagaimana telah disinggung dalam makalah sebelumnya.

Meski di Negara Indonesia, persoalan mahalnya mas kawin tidak menjadi masalah, akan tetapi di bebeapa tempat dan daerah, umumnya juga sama dengan adat Arab, mahalnya mas kawin. Untuk itu, mari kita sama-sama perhatikan bagaimana Islam melihat masalah di atas. 1. Hal paling pertama yang harus ditegaskan di sini, bahwa dalam ajaran Islam, pada dasarnya mas kawin

Page 6: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

6

itu tidak boleh memberatkan ia harus ringan dan memudahkan. Perhatikan hadits-hadits berikut ini: ]رواه الحاآم [))خير الصداق أيسره: ((قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Sebaik-baik mas kawin adalah yang paling meringankan" (HR. Imam Hakim).

آان صداقه : ((آم آان صداق رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم؟ قالت : عن عائشة لما سئلت ذا صداق رسول اهللا ألزواجه , فتلك خمسمائة درهم, ألزواجه ثنتى عشرة أوقية ونشا )) فه

]رواه مسملم[Artinya: Dari Siti Aisyah ketika ditanya, berapa mas kawin Rasulullah saw? Siti Aisyah menjawab: "Mas kawin Rasulullah saw kepada isteri-isterinya adalah dua belas setengah Uqiyah (nasya' adalah setengah Uqiyah) yang sama dengan lima ratus dirham. Itulah mas kawin Rasulullah saw kepada isteri-isterinya" (HR. Muslim).

سرهن صداقا : ((قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم ة أي رواه الحاآم )) [أعظم النساء برآ ]والبيهقى

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Wanita yang paling banyak berkahnya adalah yang paling ringan mas kawinnya" (HR. Hakim dan Baihaki).

Demikian juga dengan hadits-hadits sebelumnya yang menerangkan bahwa mas kawin tersebut dengan cincin dari besi, masuk Islam dan membebaskan budak. Semua ini menunjukkan bahwa mas kawin yang paling baik adalah yang ringan tidak memberatkan. Bahkan, dalam hadits di atas disebutkan, mas kawin yang ringan akan membuat rumah tangganya lebih berkah dan langgeng.

2. Apabila si calon suami berada dalam kelapangan rizki, dan kaya, maka sebaiknya ia memperbanyak mas kawinnya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Shahih riwayat Imam Abu Daud dan Nasai bahwa Raja Najasyi pernah menikahkan Rasulullah saw dengan Ummu Habibah dengan mas kawin empat ribu dirham, padahal mas kawin Rasulullah saw dengan isteri-isterinya yang lain tidak lebih dari 400 dirham.

Ini menunjukkan bahwa apabila calon suaminya memang orang yang kaya, maka sebaiknya memberikan mahar yang besar, namun apabila tidak mampu dan miskin, maka tidak boleh memberatkan dan tidak boleh terlalu memaksakan diri. Hadits di atas juga sebagai dalil bahwa mas kawin boleh bersumber dari pemberian seseorang, tidak mesti dari usaha sendiri, sebagaimana dalam hadits di atas, mas kawin Rasulullah saw dibayarkan oleh Raja Najasyi.

Mas kawin adalah hak si perempuan bukan hak walinya.

Mahar atau mas kawin dalam ajaran Islam merupakan hak calon mempelai wanita dan bukan hak wali. Oleh karena itu, besar kecilnya mahar ditentukan oleh wanita bukan oleh walinya. Namun, tidak mengapa apabila si wanita tersebut berunding dengan walinya untuk menentukan berapa besarnya mas kawin. Meski demikian, keputusan terakhir tetap di tangan si wanita.

Apabila si wanita menentukan jumlah mahar terntentu kemudian si wali juga menentukan jumlah tertentu, maka yang diambil adalah ucapan si wanita. Oleh karena mahar adalah hak si wanita, maka si wali ataupun yang lainnya tidak boleh mengambil seluruh atau sebagian jumlah mahar tersebut tanpa ada izin dari si wanita. Oleh karena itu, ulama Syafi'iyyah dan Hanabilah berpendapat bahwa seorang suami tidak boleh membayar mahar kecuali kepada isterinya atau kepada orang yang diwakilkan oleh isterinya. Di antara dalil bahwa mahar itu adalah hak si calon mempelai wanita adalah:

).4: النساء(وءاتوا النساء صدقاتهن نحلة فإن طبن لكم عن شيء منه نفسا فكلوه هنيئا مريئا Artinya: "Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya" (QS. An-Nisa: 4).

).24: النساء (فما استمتعتم به منهن فآتوهن أجورهن فريضةArtinya: "Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban" (QS. An-Nisa: 24).

Page 7: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

7

Macam-macam mahar Dari segi jumlah dan besar nilainya, mahar terbagi kepada dua bagian: Musamma (yang

disebutkan, diucapkan) dan Ghair Musamma (tidak disebutkan). Sedangkan dari segi waktu pembayarannya, mahar terbagi kepada Mu'ajjal / معجل (dibayar kontan saat itu juga) dan Muajjal / مؤجل (ditangguhkan, dibayar setengahnya dahulu dan sisanya dibayar belakangan).

Sementara dari segi besar atau jumlah mahar yang berhak dimiliki oleh si isteri, mahar terbagi kepada mahar al-kull (mas kawin di mana si isteri harus mendapatkan semua mahar), mahar an-nishf (si isteri hanya berhak mendapatkan setengah dari jumlah mahar) dan al-mut'ah (pemberian biasa bagi setiap wanita yang ditalak sebagai hadiah atau hibah). Mahar Musamma dan Mahar Ghair Musamma atau Mahar al-Maskut 'Anhu

Mahar Mutsamma adalah mahar yang disebutkan. Maksudnya, antara si wanita dan si calon suaminya berunding untuk menentukan berapa jumlah mas kawinnya. Apabila kedua belah pihak sepakat dengan jumlah tertentu, misalnya mahar yang diminta oleh wanita sebesar satu juta, dan si laki-laki siap memenuhinya, maka mahar tersebut disebut dengan Mahar Mutsamma karena si isteri menentukan jumlah mas kawinnya secara jelas dan tegas. Penentuan ini penting dilakukan, agar tidak terjadi pertentangan, perselisihan dan ribut di kemudian hari. Apabila si calon suami telah menyanggupi untuk memenuhi mahar yang diminta oleh si wanita tersebut, maka si laki-laki wajib membayarnya secara penuh dan sempurna tidak boleh kurang sedikit pun.

Sedangkan apabila si wanita tidak menentukan berapa jumlah maharnya secara tegas, misalnya ia mengatakan: "Neneng mah terserah aa saja, berapa juga mahar yang aa berikan, neneng mah akan terima yang penting aa sayang sama neneng", maka mahar tersebut disebut Mahar Ghari Musamma atau Mahar al-Maskut 'Anhu. Ketika si isteri tidak menentukan jumlah nominal maharnya, maka si calon suami harus membayar Mahar Mitsil.

Mahar Mitsil secara bahasa berarti mahar yang sebanding atau yang sama. Maksudnya, si calon suami harus melihat berapa besar mas kawin yang diterima oleh bibi atau tante si wanita tersebut dari pihak ayahnya, atau berapa mas kawin yang diterima oleh bibi bapak wanita tersebut. Apabila misalnya tante dari pihak bapaknya ketika menikah dahulu menerima mas kawin sebesar satu juta rupiah, maka si calon suami pun harus membayar mas kawin untuk wanita tersebut minimal sebesar satu juta rupiah.

Apabila, si wanita tersebut tidak mempunyai bibi dari pihak ayahnya, maka si calon suami tersebut harus melihat berapa umumnya besar mas kawin yang berlaku di daerah tersebut. Apabila di daerah tersebut umumnya jumlah mas kawin itu 500 ribu rupiah, maka si calon suami harus membayarnya minimal sebesar 500 ribu rupiah. Mengapa harus disamakan dengan bibi atau daerah setempat? Hal ini agar tidak terjadi saling olok, atau merasa direndahkan dan tidak dihargai. Terutama apabila si isteri nanti ngobrol sama keluarga atau teman-teman wanita sekampungnya dan ditanya jumlah mas kawin yang diterimanya, maka apabila mas kawin yang diterimanya sama dengan mereka, tentu tidak akan menimbulkan perasaan rendah diri atau minder.

Dalam akad nikah, mas kawin boleh tidak disebutkan, apabila ditakutkan pamer atau riya. Misalnya ketika akad nikah ia hanya mengatakan: "Saya terima pernikahan putri Bapak yang bernama Siti Karomah". Pernikahan yang tidak disebutkan mas kawinnya ketika akad nikah, dalam istilah fiqih disebut dengan Nikah Tafwidh dan menurut Ijma para ulama sah serta boleh-boleh saja. Mahar Mu'ajjal dan Mahar Muajjal

Mahar Mu'ajjal adalah mahar yang dibayar secara kontan semuanya sebelum suami isteri itu melakukan hubungan badan (dukhul). Umumnya mahar ini diserahkan ketika akad nikah atau setelah akad nikah dengan catatan keduanya belum berhubungan badan.

Sedangkan apabila mahar tersebut dihutang atau dibayar sebagian ketika akad dan sisanya dibayar belakangan setelah berhubungan badan atau setelah berumah tangga, maka mahar ini disebut Mahar Muajjal (mahar yang ditangguhkan). Mahar Muajjal diperbolehkan dengan catatan ada keridhaan dan idzin dari calon mempelai wanita. Apabila mahar itu ditangguhkan, maka sisa mahar yang belum dibayar menjadi hutang bagi si laki-laki dan harus dibayar sampai kapanpun.

Kedua mahar di atas sah-sah saja, hanya lebih utama dilakukan mahar mu'ajjal, yakni dibayar ketika akad sebelum keduanya menikmati malam pertama. Hal ini didasarkan pada dalil berikut ini:

Page 8: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

8

)10: الممتحنة (ولا جناح عليكم أن تنكحوهن إذا ءاتيتموهن أجورهنArtinya: "Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya" (QS. Al-Mumtahanah: 20).

Demikian juga dengan hadits berikut ini ketika Ali bin Abi Thalib menikahi putri Rasulullah saw, Siti Fatimah, Rasulullah saw bersabda:

يئا : قال له ا ش ال . اعطه دى من شىء : فق ا عن ال , م ي : ق ال عل ة؟ ق أين درعك الحطمي هي : ف ]أخرجه أبو داود والنسائي [))فأعطها إياها: عندى فقال

Artinya: Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abi Thalib: "Berikanlah sesuatu kepadanya (sebagai mas kawin)?" Ali menjawab: "Saya tidak mempunyai sesuatu apapun". Rasulullah saw bersabda kembali: "Mana baju besimu yang telah retak itu?" Ali menjawab: "Ini ada pada saya". Rasulullah saw bersabda kembali: "Berikanlah kepadanya (kepada Fathimah bint Rasulullah saw)" (HR. Abu Dawud dan Imam Nasai).

Kedua keterangan di atas merupakan di antara dalil lebih utamanya membayar mas kawin mu'ajjal, sesegera mungkin sebelum dukhul.

Pertanyaan sekarang, apabila mahar itu muajjal, yakni sebagiannya dibayar kontan dan sebagiannya lagi ditangguhkan, kapan pembayaran sisa maharnya yang ditangguhkan itu?

Pembayaran sisa maharnya itu tergantung kesiapan si laki-laki ketika akad atau sebelum akad nikah dahulu. Apabila sebelum akad atau ketika akad, si laki-laki menyebutkan waktu tertentu untuk membayar sisa mahar misalnya ia mengatakan bahwa sisa maharnya akan dibayar setahun setelah pernikahan, maka sisa mahar tersebut harus dibayar persis setelah waktu setahun pernikahan, karena itu yang diucapkan ketika akad nikah. Dan para ulama sepakat bahwa maharnya sah.

Namun apabila, dalam akad nikah atau sebelum akad nikah ia tidak menyebutkan waktu tertentu untuk membayar sisa maharnya itu, misalnya dia mengatakan: "Sisa maharnya akan saya bayar sampai saya betul-betul ada cukup uang", maka dalam hal ini para ulama berbeda pendapat:

Menurut Syafi'iyyah, mahar tersebut batal karena dipandang majhul, tidak jelas waktu pembayaran sisanya; kapan dia memiliki cukup uangnya itu? Ini jelas masih belum jelas dan tidak tegas. Karena maharnya batal, maka ia harus membayar mahar mitsil. Misalnya, apabila si suami dan si wanita sepakat dengan mahar satu juta, kemudian si suami membayar setengahnya yakni 500 ribu ketika akad dan sisanya ia tangguhkan, namun, tidak menyebutkan waktu tertentu pembayarannya, maka menurut Syafi'iyyah, mahar yang disepakati tadi tidak sah dan harus dibatalkan. Sebagai gantinya, si suami harus membayar mahar mitsil.

Sedangkan menurut Malikiyyah, apabila ketika akad nikah si laki-laki tidak menyebutkan waktu tertentu untuk membayar sisa maharnya itu, atau menyebutkan waktu tertentu tapi ia mengatakan: "sampai isteri saya meninggal atau sampai terjadi perceraian", maka akadnya menjadi tidak sah. Namun, apabila si suami tersebut telah mendukhul (menyetubuhi) isterinya, maka si suaminya harus membayar mahar mitsil.

Adapun menurut Ulama Hanafiyyah dan Hanabilah, mahar muajjal yang tidak disebutkan waktu tertentu untuk membayar sisa maharnya ketika akad atau sebelum akad, sah-sah saja. Dan waktu pembayaran sisanya ditangguhkan sampai salah satunya meninggal dunia atau terjadi perceraian.

Pendapat Hanafiyyah dan Hanabilah inilah, hemat penulis, pendapat yang lebih rajih (lebih kuat) dibandingkan dengan pendapat-pendapat lainnya. Dan pendapat Hanafiyyah serta Hanabilah ini diterapkan hampir di seluruh Negara-negara Arab termasuk di Mesir.

Untuk konteks Mesir yang hokum perundang-undangan mengenai pernikahannya berdasarkan madzhab Hanafi sebagaimana telah disinggung dalam makalah sebelumnya, bagi para calon suami yang ekonominya pas-pasan, umumnya lebih memilih mahar muajjal. Dalam prakteknya, setengah mahar dibayar sebelum dukhul (bersenggama) atau ketika akad nikah dan setengahnya lagi ditangguhkan dan dibayarkan ketika nanti terjadi perceraian atau salah satu pihak ada yang meninggal. Mahar Muajjal ini di Indonesia jarang terjadi mengingat maharnya yang ringan dan tidak memberatkan. Umumnya masyarakat muslim Indonesia memilih mahar mu'ajjal, maharnya dibayar kontan sebelum dukhul. Mahar Penuh (al-Kull) dan Mahar Setengahnya (an-Nishf).

Kapan seorang istri berhak mendapatkan mahar penuh? Sebelum dibahas lebih lanjut, perlu penulis

Page 9: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

9

jelaskan terlebih dahulu, apa yang dimaksud dengan mahar penuh ini. Mahar penuh adalah mahar yang harus diterima oleh si isteri secara penuh, seluruhnya sesuai

dengan kesepakatan bersama antara si wanita dengan laki-laki. Misalnya, apabila si suami akan memberikan mahar kepada isterinya itu satu juta rupiah, maka yang dimaksud dengan mahar penuh adalah si isteri harus mendapatkan mas kawin sebesar satu juta tanpa dikurangi sedikitpun. Setelah jelas maksud dari mahar penuh ini, kini mari kita bahas bersama kapan seorang istri berhak mendapatkan mahar penuh itu?

Seorang isteri berhak mendapatkan mahar penuh apabila dalam keadaan berikut ini: 1. Apabila si isteri telah disetubuhi.

Para ulama sepakat bahwa apabila si isteri telah digauli oleh suaminya, maka ia berhak mendapatkan mahar penuh. Hal ini didasarkan kepada firman Allah berikut ini dalam surat an-Nisa ayat 20-21:

يئا ه ش ذوا من ا تأخ ارا فل داهن قنط تم إح ان زوج وءاتي تبدال زوج مك م اس وإن أردتنكم وآيف تأخذونه وقد أفضى بعضكم إل *أتأخذونه بهتانا وإثما مبينا ذن م ى بعض وأخ

)21-20: النساء* (ميثاقا غليظاArtinya: "Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata. Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat" (QS. An-Nisa: 20-21).

Apabila si suami tadi telah mendukhulnya lalu menceraikannya, maka si isteri berhak mendapatkan mahar penuh, dan si suami tidak boleh meminta atau mengambil sedikitpun dari mahar tersebut. Hal ini dikarenakan, dalam istilah para ahli fiqih (fuqaha), bahwa mahar itu sebagai ganti dari telah disetubuhinya si isteri.

Demikian juga, apabila si isteri dinikahi oleh suaminya dengan pernikahan yang batal, misalnya pernikahan tersebut tidak memakai wali padahal wali merupakan salah satu syarat sah nikah, dan si isteri tersebut telah didukhul, maka tetap si isteri berhak mendapatkan mahar pernuh. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

لم ه وس ا باطل : ((قال النبي صلى اهللا علي ا فنكاحه ر إذن وليه رأة نكحت بغي ا ام —أيما —ثالثا ن ماجه )) [فإن دخل بها فلها المهر بما استحل من فرجه و داود واب أخرجه أب

]وأحمدArtinya: Rasulullah saw bersabda: "Wanita mana saja yang dinikahi tanpa ada idzin dari walinya, maka pernikahannya adalah batal—beliau sebutkan hal itu sebanyak tiga kali—Apabila ia menggauli isterinya itu, maka si isteri tersebut berhak mendapatkan mahar karena telah dihalalkan kehormatannya" (HR. Abu Dawud, Ibn Majah dan Imam Ahmad).

Demikian pula para ulama telah sepakat bahwa si wanita berhak mendapatkan mahar penuh apabila ia telah disetubuhi meski secara haram, misalnya yang disetubuhinya adalah duburnya, atau disetubuhinya ketika haid, ketika nifas, ketika ihram, ketika puasa bulan Ramadhan atau ketika itikaf. Apabila ia menyetubuhinya dalam kondisi di atas, maka haram hukumnya, namun apabila si isteri kemudian dicerai, maka ia berhak mendapatkan mas kawin penuh, sekalipun yang disetubuhinya bukan farjnya (vaginanya) tapi duburnya (anusnya).

2. Apabila salah satu dari suami isteri meninggal dunia sebelum keduanya melakukan hubungan badan dan keduanya berada dalam pernikahan yang sah, bukan pernikahan yang batal.

Untuk kondisi seperti ini, ada dua keadaan. Pertama, apabila mahar tersebut disebutkan ketika akad (yakni si isteri menyebutkan

jumalah tertentu maharnya, Mahar Musamma), kemudian salah satunya meninggal dunia sebelum keduanya melakukan hubungan badan, maka para ulama sepakat bahwa si isteri berhak mendapatkan mahar penuh. Hal ini karena, kematian tidak dapat membatalkan akad nikah, akan

Page 10: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

10

tetapi ia hanya dapat mengakhiri pernikahan saja. Karena tidak dapat membatalkan pernikahan itulah, maka si isteri tetap berhak mendapatkan seluruh hak-haknya termasuk mahar.

Kedua, apabila maharnya tidak disebutkan ketika akad karena si isteri tidak menentukan jumlah tertentu atau sering disebut dengan Nikah Tafwid (Mahar Ghair Musamma), kemudian salah satunya meninggal dunia sebelum melakukan hubungan badan, maka para ulama dalam hal ini berbeda pendapat.

Menurut Madzhab Hanafiyyah, Hanabilah dan Imam Syafi'I, maka si wanita tersebut berhak mendapatkan mahar mitsil penuh. Di antara dalilnya adalah bahwa pernikahan adalah akad yang dibatasi oleh umur. Dengan meninggalnya salah satu pihak, maka akad tersebut berakhir dan si isteri berhak mendapatkan penggantinya yakni berupa mahar mitsil penuh.

Sedangkan menurut Malikiyyah dan sebagian ulama Syafi'iyyah, bahwa si wanita tersebut tidak berhak mendapatkan sedikitpun dari mahar tersebut. Hal ini dikarenakan, si isteri belum didukhul bahkan belum disentuh sedikitpun.

Hanya saja, penulis lebih condong untuk mengambil pendapat pertama, bahwa si isteri berhak mendapatkan semua mahar secara penuh. Hal ini dikarenakan ada sebuah hadits berikut ini:

ا : حديث علقمة قال م م ا رجل ث رأة تزوجه ا تأتى عبد اهللا بن مسعود فى ام م , عنه ولا م يكن دخل به ال , يفرض لها صداقا ول ال : ق ه فق اختلفوا إلي ل صداق ((:ف ا مث أرى له

أن النبي صلى : ((فشهد معقل بن سنان األشجعى )) ولها الميراث وعليها العدة , نسائهاو داود )) [بنة واشق بمثل ما قضى اهللا عليه وسلم قضى فى بروع ا أخرجه الترمذى وأب

]والنسائي وابن ماجه وأحمدArtinya: Alqamah berkata: "Ibnu Masud pernah mendatangi seorang wanita yang dinikahi oleh seorang laki-laki kemudian suaminya ini meninggal dunia, sementara ia belum menyebutkan dan belum membayar mahar kepada isterinya itu juga belum disetubuhinya. Alqamah berkata: Orang-orang berselisih pendapat. Lalu Ibn Mas'ud berkata: "Menurut saya, wanita itu berhak mendapatkan mahar mitsil, dan ia juga berhak menerima harta waritsannya juga ia harus beriddah). Maqal bin Sinan al-Asyja'I berkata: "Bahwasannya Rasulullah saw memutuskan masalah Barwa' binti Wasyiq persis sama dengan apa yang telah diputuskan oleh Ibn Mas'ud" (HR. Abu Dawud, Turmudzi, Nasai, Ibn Majah dan Imam Ahmad).

3. Antara suami isteri berdua-duaan di tempat sepi dan rahasia sekalipun keduanya belum melakukan hubungan badan.

Apabila suami isteri setelah melakukan akad nikah berdua-duaan di tempat sepi seperti di dalam kamar, di dalam rumah, tanpa ada orang lain selain mereka berdua, sehingga karena berdua-duaannya di tempat yang sangat sepi itu diperkirakan keduanya telah melakukan hubungan badan, maka para ulama dalam hal ini berbeda pendapat.

Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'I dalam pendapat lamanya, Imam Ahmad bin Hanbal dan yang lainnya, bahwa si wanita tersebut berhak mendapatkan seluruh mahar / mahar penuh meskipun keduanya belum melakukan hubungan badan. Di antara dalil yang dijadikan hujjahnya adalah:

ال ن أوفى ق ديون : ((عن زرارة ب اء الراشدون المه ا : قضى الخلف ق باب أو , أن من أغل ]أخرجه البيهقى بإسناد منقطع)) [أرخى ستراو فقد وجب المهر والعدة

Artinya: Zararah bin Aufa berkata: "Para Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib) berfatwa bahwasannya barang siapa yang menutup pintu atau menjulurkan penghalang, maka laki-lakinya wajib membayar mahar dan si wanita harus beriddah" (HR. Imam Baihaki dengan sanad Munqathi).

ه ن الخطاب رضي اهللا عن ر ب سيب أن عم ن الم عيد ب رأة إذا : (( عن س ى الم ضى ف قد وجب ال ستور فق ه إذا أرخيت ال ا الرجل أن ى )) [صداقتزوجه ك والبيهق ه مال أخرج

]بإسناد صحيحArtinya: Dari Said bin al-Musayyib bahwasannya Umar bin Khatab memutuskan untuk seorang wanita apabila ia dinikahi oleh seorang laki-laki lalu dijulurkan kain penghalang, maka laki-laki itu

Page 11: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

11

wajib membayar mas kawin" (HR. Malik dan Imam Baihaki dengan sanad yang shahih). Pendapat kedua, bahwasannya ia tidak berhak mendapatkan mahar penuh kecuali betul-

betul yakin bahwa si wanita tersebut telah didukhulnya. Pendapat ini adalah pendapatnya Imam Malik, Imam Syafi'I dalam pendapatnya yang baru, Ibnu Taimiyyah serta yang lainnya.

Di antara dalil kelompok ini adalah: تم ا فرض صف م ضة فن ن فري تم له د فرض سوهن وق ل أن تم ن قب وهن م وإن طلقتم

)237: البقرة(Artinya: "Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu" (QS. Al-Baqarah: 237).

Kata al-mass dalam ayat di atas ditafsirkan oleh kelompok ini dengan jima. Oleh karena itu wanita yang ditalak sebelum disetubuhi, maharnya adalah setengahnya.

م ه ل زعم أن ا ف م طلقه ه ث ه امرأت عن ابن عباس أنه آان يقول فى الرجل إذا أدخلت علي ]أخرجه سعيد بن منصور بإسناد ضعيف)) [عليه نصف الصداق: يمسها قال

Artinya: Dari Ibnu Abbas, bahwasannya ia berkata tentang seorang laki-laki yang berdua-duaan dengan isterinya dan diperkirakan keduanya belum melakukan hubungan badan, maka Ibnu Abbas berpendapat: "Laki-laki tersebut harus membayar setengah mahar" (HR. Said bin Mansur dengan sanad yang lemah).

ال صداق : ((عن ابن مسعود ق ا نصف ال ا , له ين رجليه ن حزم )) [وإن جلس ب رواه اب ] منقطعبإسناد

Artinya: Ibnu Mas'ud berkata: "Si wanita berhak mendapatkan setengah mas kawin, sekalipun laki-laki itu hanya duduk di antara dua kaki wanita tersebut" (HR. Ibn Hazm dengan sanad Munqathi).

Dari kedua pendapat di atas, hemat penulis, pendapat pertama yang mengatakan si wanita berhak mendapatkan mahar penuh merupakan pendapat yang lebih kuat. Karena dalil-dalil yang dikemukakan oleh kelompok kedua umumnya berupa hadits-hadits dhaif. Namun demikian, penulis condong untuk menengahi kedua pendapat di atas dengan mengatakan bahwa apabila si wanita tersebut mengaku betul-betul belum digauli dan dibuktikan dengan pemeriksaan kesehetan (dokter), maka hemat penulis dapat dibenarkan dan karenanya si wanita hanya mendapatkan setengah mahar saja. Namun, apabila ia betul-betul telah disetubuhi, maka ia berhak mendapatkan seluruh mahar. Hal ini dikarenakan bahwa nash baik ayat al-Qur'an maupun hadits Nabi dengan tegas mengatakan bahwa yang berhak mendapatkan seluruh mahar itu adalah wanita yang telah disetubuhi. Sementara yang belum disetubuhi, ia berhak mendapatkan setengah mahar sebagaimana akan dijelaskan di bawah nanti.

4. Si isteri tinggal selama setahun di rumah suaminya sekalipun tidak disetubuhinya. Menurut Malikiyyah, apabila seorang laki-laki menikah dengan seorang wanita kemudian

ia tinggal di rumah suaminya selama satu tahun sekalipun tidak disetubuhi, lalu ia dicerai, maka ia berhak mendapatkan seluruh mahar / mahar penuh. Hal ini menurut Malikiyyah, karena waktu satu tahun merupakan sebuah praduga kuat bahwa ia secara umum pasti digauli. Namun, demikian penulis tidak mengetahui alasan Malikiyyah dalam menentukan waktu satu tahunnya itu. Tidak ada keterangan satu pun yang menjelaskan mengapa batasan waktunya adalah satu tahun.

5. Mentalak isteri ketika ia sakaratul maut dan belum didukhul. Apabila seorang laki-laki menceraikan isterinya ketika laki-laki tersebut sakaratul maut,

mau mati, dan si isteri tersebut belum disetubuhinya, dengan maksud bahwa dengan ditalaknya, si isteri tidak akan berhak mendapatkan harta warisannya, kemudian laki-laki itu meninggal, maka menurut Hanabilah wanita tersebut berhak mendapatkan mahar penuh. Hal ini, menurut Hanabilah, karena wanita tersebut diwajibkan memiliki masa iddah (masa menunggu, tidak boleh menikah dahulu dan tidak boleh menerima pinangan dulu) selama empat bulan sepuluh hari. Karena ia harus iddah itulah, maka si wanita tersebut sekalipun belum didukhul, tetap berhak mendapatkan seluruh mahar.

Page 12: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

12

Kapan si isteri berhak mendapatkan setengah mahar (an-Nishf)? Apabila di atas telah dijelaskan kondisi-kondisi di mana seorang isteri berhak mendapatkan mahar

penuh, maka dalam kesempatan kali ini, kita akan membahas kondisi di mana si isteri hanya berhak mendapatkan setengah maharnya. Misalnya, apabila mahar yang disebutkan dan disepakati bersama antara laki-laki dan wanita tersebut satu juta, maka untuk pembahasan kali ini si isteri hanya berhak mendapatkan setengah maharnya, yakni sebesar 500 ribu rupiah. Kondisi dimaksud adalah: Apabila si isteri dicerai sebelum didukhul (sebelum disetubuhi) dan maharnya ditentukan oleh si isteri atau oleh si suami, juga disebutkan ketika akad.

Para ulama telah sepakat bahwa apabila si isteri telah dinikahi lalu dicerai sebelum disetubuhi juga sebelum keduanya berdua-duaan (khalwah) di tempat sepi yang diperkirakan akan terjadinya hubungan badan, maka si isteri berhak mendapatkan setengah mahar. Hal ini didasarkan kepada dalil berikut ini:

صف م ضة فن ن فري تم له د فرض سوهن وق ل أن تم ن قب وهن م تموإن طلقتم رة (ا فرض : البق237(

Artinya: "Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu" (QS. Al-Baqarah: 237).

Demikian juga apabila ia berpisah bukan karena talak. Misalnya apabila ternyata pernikahan tersebut masih ada ikatan darah dan keturunan, sehingga harus dipisahkan dan dibatalkan pernikahan tersebut (dalam istilah fiqh disebut difasakh, dibatalkan) atau karena li'an, ila' (sebagaimana akan dibahas dalam makalah berikutnya), dan si isteri belum didukhul, maka si isteri berhak mendapatkan setengah mahar.

Namun, apabila mahar tersebut tidak disebutkan dan tidak ditentukan oleh si wanita (Mahar Ghair Musamma), dan si wanita tersebut belum didukhul, juga keduanya belum berdua-duaan di tempat sunyi, maka para ulama berbeda pendapat:

Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'I dan yang lainnya, si wanita tidak berhak mendapatkan mahar sedikitpun, hanya saja ia wajib mendapatkan Mut'ah. Mut'ah adalah pemberian sejumlah uang dari si suami kepada isterinya yang diceraikan yang jumlahnya tidak ditentukan tergantung kondisi masing-masing si suami yang bersangkutan. Di antara dalil yang dikemukakan oleh madzhab ini adalah:

تم ا فرض صف م ضة فن ن فري تم له د فرض سوهن وق ل أن تم ن قب وهن م رة (وإن طلقتم : البق237(

Artinya: "Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu" (QS. Al-Baqarah: 237).

ع ى الموس لا جناح عليكم إن طلقتم النساء ما لم تمسوهن أو تفرضوا لهن فريضة ومتعوهن عل )236: البقرة( المقتر قدره متاعا بالمعروف حقا على المحسنين قدره وعلى

Artinya: "Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan istri-istri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan" (QS. Al-Baqarah: 236).

Juga firman Allah berikut ini: ن يهن م م عل ا لك سوهن فم ل أن تم ن قب ياأيها الذين ءامنوا إذا نكحتم المؤمنات ثم طلقتموهن م

)49: األحزاب (عدة تعتدونها فمتعوهن وسرحوهن سراحا جميلاArtinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya" (QS. Al-Ahzab: 49)

Mut'ah dalam ayat di atas maksudnya adalah pemberian dari si suami kepada isteri yang ditalak yang kadar dan jumlahnya tidak ditentukan tergantung kondisi dan keadaan si suami. Istilah sekarang sebagai uang penggembira. Menurut kelompok ini, si wanita yang diceraikan dan belum didukhul hanya

Page 13: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

13

mendapatkan setengah mahar apabila dalam akad atau sebelum akad, maharnya disebutkan dan ditentukan. Namun, apabila maharnya tidak disebutkan dan tidak ditentukan, maka ia tidak berhak mendapat sedikitpun dari mahar tersebut. Hal ini dikarenakan dalam surat al-Baqarah ayat 237 di atas disebutkan bahwa wanita yang dicerai sebelum didukhul berhak mendapatkan setengah mahar itu apabila maharnya disebutkan atau ditentukan ketika akad atau sebelum akad. Apabila ia tidak disebutkan ketika akad, maka wanita tidak termasuk dalam ayat di atas yang berhak mendapatkan setengah mahar. Hanya saja, wanita tersebut wajib mendapatkan mut'ah, karena dia posisinya sebagai isteri yang ditalak dan semua isteri yang ditalak berhak mendapatkan mut'ah.

Pendapat kedua mengatakan ia tidak mendapatkan setengah mahar juga tidak wajib memberi mut'ah. Hanya saja, kalau si suami memberikan mut'ah, maka itu sunnah saja. Pendapat ini adalah pendapatnya Imam Malik dan Imam Laits. Di antara dalil yang dikemukakannya adalah sebagai berikut:

رة (متاعا بالمعروف حقا على المحسنين ومتعوهن على الموسع قدره وعلى المقتر قدره : البق236(

Artinya: " Dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan" (QS. Al-Baqarah: 236).

Kelompok ini mengatakan, dalam ayat di atas, Allah menggunakan kata 'alal muhsinin', bagi orang-orang yang baik, ini menunjukkan bahwa mut'ah, pemberian untuk wanita yang ditalak itu hanyalah sebagai ihsan, kebaikan saja (sunnah saja) dan bukan wajib. Karena kalau ia wajib hukumnya, tentu tidak akan menggunakan kata ihsan akan tetapi dengan kata lain yang lebih menunjukkan wajib seperti dengan kata maktuban atau wajiban dan lainnya.

Hanya saja, pendapat ini dapat dibantah dengan mengatakan bukankah memberikan sesuatu yang wajib juga itu sebuah kebaikan, ihsan? Oleh karena itu, kebaikan tidak mesti untuk hal yang sunnah saja tapi juga yang wajib. Terlebih dalam ayat di atas Allah memerintahkannya dengan menggunakan shigat fi'il amer, perintah. Dalam qaidah Ushul Fiqh dikatakan bahwa asal dalam perintah itu menunjukkan kepada wajib selama tidak ada dalil lain yang memalingkannya. Dalam hal mut'ah ini, sepengetahuan penulis, tidak ada keterangan satupun yang memalingkan dari kewajibannya. Untuk itu, memberikan mut'ah kepada wanita yang ditalak hukumnya adalah wajib.

Pendapat ketiga mengatakan, bahwa wanita tersebut berhak mendapatkan setengah mahar mitsil. Pendapat ini adalah pendapat keduanya Imam Ahmad bin Hanbal. Di antara dalilnya adalah karena ia adalah sebuah pernikahan yang sah. Oleh karenanya ia wajib membayar mahar mitsil setelah didukhul. Namun ketika ia ditalak sebelum didukhul, maka tentu wanita tersebut berhak mendapatkan setengah dari mahar mitsil tersebut.

Pendapat yang penulis pandang lebih rajih adalah pendapat pertama yang mengatakan bahwa ia hanya berhak mendapatkan mut'ah, tidak mendapatkan setengah mahar. Hal ini sekali lagi dikarenakan, yang berhak mendapatkan setengah mahar itu, apabila wanita ditalak sebelum didukhul dengan catatan maharnya sudah disebutkan dan ditentukan ketika akad ataupun sebelumnya sebagaimana disebutkan secara sharih (jelas dan tegas) dalam surat al-Baqarah ayat 237 di atas.

Namun persoalannya kini, bagaimana apabila mahar tersebut tidak disebutkan ketika akad atau sebelum akad, akan tetapi ketika sudah berumah tangga dan hidup bersama lalu keduanya sepakat terhadap jumlah tertentu, atau si isteri menentukan jumlah tertentu dan si suami menyetujui serta menyanggupinya, kemudian isteri tersebut diceraikan sebelum didukhul, apakah si wanita berhak mendapatkan setengah mahar?

Menurut Hanafiyyah, si wanita tetap tidak dapat mendapatkan setengah mahar, hanya ia berhak mendapatkan mut'ah saja. Hal ini dikarenakan penentuan jumlah setelah akad nikah dilangsungkan, tidak dianggap sebagai Mahar Musamma, tidak dipandang sebagai penentuan mahar. Ia tetap dianggap tidak menentukan mahar (mahar ghair musamma). Dan karenanya, ketika dicerai sebelum dukhul, ia tidak berhak mendapatkan apa-apa dari maharnya, hanya mut'ah saja.

Sedangkan menurut Jumhur ulama, mas kawin yang ditentukan atau disepakati setelah akad dipandang sebagai Mahar Musamma. Dan karena dipandang sebagai Mahar Musamma, maka apabila ia diceraikan sebelum dukhul, si wanita berhak mendapatkan setengah maharnya. Hal ini dikarenakan kata: 'fanishfu ma faradhtum' (maka setengah dari apa yang telah kamu tentukan), bersifat umum untuk semua

Page 14: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

14

pernikahan yang sah, baik ditentukan oleh orang yang menikah tersebut ketika akad, maupun setelah akad. Dalam ayat di atas Allah tidak mengatakan: fanishfu ma faradhtum fi nafsil 'aqd (maka setengah dari mahar yang telah ditentukan pada waktu akad), akan tetapi Allah menggunakan ta'bir yang muthlaq, bebas dan tidak dibatasi oleh hal-hal tertentu. Karena ayat tersebut muthlak sifatnya (tidak dibatasi), maka hukumnya pun muthlak, mencakup baik disebutkan dan ditentukan ketika akad maupun setelah akad.

Pendapat jumhur ini, hemat penulis, adalah yang lebih mendekati kebenaran. Oleh karena itu, wanita yang ditalak sebelum didukhul dan mas kawinnya ditentukan atau disepakati bersama setelah akad nikah berlangsung, maka si wanita berhak mendapatkan setengah maharnya. Kapan mahar jatuh atau tidak mesti dibayar semuanya?

Berikut ini ada beberapa kondisi di mana apabila kondisi ini terjadi, maka si suami boleh tidak membayar sisa maharnya atau semua maharnya, bahkan boleh meminta sebagian atau seluruh mahar yang telah diberikannya. Kondisi-kondisi dimaksud adalah:

1. Apabila si isteri meminta untuk bercerai dari si suaminya sebelum keduanya melakukan hubungan badan.

Misalnya, apabila si isteri masuk Islam sementara suaminya masih non muslim dan keduanya belum melakukan hubungan badan, maka menurut Syafi'iyyah dan Hanabilah, si suami boleh tidak membayar mahar. Atau si isteri meminta dicerai lantaran suaminya impotent atau ada penyakit menular yang tidak bisa disembuhkan, atau karena si suaminya ternyata adalah saudara sesusu wanita tersebut dan keduanya belum melakukan hubungan badan, maka si suami tidak mesti membayar mahar kepada si wanita tadi.

Bahkan menurut ulama Malikiyyah dan Hanafiyyah, mereka tidak mengkhususkan perceraian itu harus datang dari pihak isteri. Menurut mereka baik permintaan cerai itu datangnya dari pihak suami ataupun isteri selama belum didukhul, maka hal demikian tidak mengharuskan membayar Mahar Musamma atau Mahar Mitsil. Namun, hemat penulis, yang lebih rajih adalah pendapat Syafi'iyyah dan Hanabilah yang mensyaratkan bahwa perceraian tersebut datang dari pihak isteri bukan dari pihak suami.

2. Apabila terjadi khulu' baik si isteri tersebut telah disetubuhi ataupun belum. Khulu' adalah permintaan cerai dari pihak isteri. Khulu berbeda dengan talak. Apabila talak

berupa permohonan cerai dari pihak laki-laki, maka Khulu' perceraian akan tetapi datangnya dari pihak isteri. Misalnya, apabila si suaminya sangat kikir, atau impotent atau tidak pernah shalat wajib, suka berjudi, mabuk dan lainnya, maka si isteri boleh meminta agar si suami menceraikannya dengan catatan si isteri harus membayar 'iwad, berupa sejumlah uang yang kira-kira cukup untuk dijadikan mas kawin baik besar maupun kecil—untuk pembahasan lebih lanjut seputar Khulu' ini, akan dibahas dalam makalah khusus.

'Iwad atau uang ganti dalam Khulu' tidak mesti sama dengan jumlah mas kawin yang diterimanya. Ia boleh membayar berapa saja selama hal itu layak dijadikan mas kawin. Dalam prakteknya Khulu' ini terjadi seperti ini: Si wanita meminta suaminya agar menceraikannya karena si isteri merasa tidak kuat dengan kelakuan si suaminya yang sering mabuk-mabuk dan tidak pernah shalat. Lalu si suaminya setuju. Kedua suami isteri tersebut lalu pergi ke pengadilan, dan di depan pengadilan si suami mengatakan: "Saya telah mengkhulu' kamu dengan uang ganti sebesar 500 ribu rupiah, misalnya". Setelah itu, si isteri memberikan uang sebesar 500 ribu rupiah sebagai iwad dari khulu tersebut. Apabila shigat khulu telah diucapkan, maka ia dipandang telah bercerai. Dalam peraturan perkawinan yang berlaku untuk ummat Islam di Indonesia, yaitu Kompilasi Hukum Islam, khulu ini diistilahkan dengan Cerai Gugat. Cerai gugat adalah perceraian atas permohonan si isteri dengan syarat si isteri harus membayarkan ganti rugi ('iwad) baik dengan mengembalikan mas kawin yang pernah diterimanya dahulu maupun berapa saja jumlahnya menurut kesepakatan dengan suaminya. Sedangkan perceraian atas keinginan si suami disebut dengan Cerai Talak.

Apabila, si isteri meminta khulu kepada suaminya, baik si isteri tersebut telah disetubuhi maupun belum, maka si suami tidak berkewajiban membayar mas kawin. Sisa mas kawin yang belum dibayarnya dapat dijadikan iwad khulu oleh si isteri sehingga dengan demikian hutang sisa mas kawin si laki-laki tersebut menjadi lunas, gugur dan jatuh. Apabila mahar dari si suaminya sudah dibayar penuh, lalu si isteri berkehendak untuk khulu, maka sebaiknya ia mengembalikan

Page 15: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

15

mas kawin suaminya itu. Apabila si isteri tidak mempunyai cukup uang untuk mengembalikan mas kawin yang dahulu diterimanya, maka ia boleh dengan jumlah yang lebih kecil, selama ada kerelaan dan keridhaan antara kedua belah pihak.

3. Ibra' (tanazul) dari semua mahar baik sebelum dukhul maupun setelah dukhul. Ibra' secara bahasa berarti bebas atau berlepas. Sedangkan secara istilah, Ibra' mempunyai

beberapa bentuk dan istilah. Di antaranya, Ibra' terjadi apabila seorang bapak berkata kepada suami anak perempuannya: "Talaklah anak saya dan kamu bebas dari mahar kamu yang belum kamu bayar", lalu si suami mentalaknya, maka ia bebas (bari') dari mas kawin tersebut. Praktek seperti ini disebut dengan Ibra'. Oleh karena itu, apabila seorang isteri atau walinya meminta si suami untuk mentalaknya atau mengkhulu'nya dengan catatan apabila ia melakukannya maka maharnya akan gugur dan tidak mesti dibayar, lalu si suami tersebut melakukannya (menceraikannya), baik ia telah mendukhulnya maupun belum, maka mahar si suami jatuh dan tidak mesti dibayar.

4. Si isteri menghibahkan atau membebaskan si suami dari pembayaran mahar. Apabila seorang laki-laki menikah dengan seorang wanita dengan mahar dibayar

setengahnya dan setengahnya lagi di bayar setelah menikah, atau maharnya belum dibayar sama sekali (ngutang), lalu setelah menikah si isteri menghadiahkan atau menghibahkan atau membebaskan mas kawin tersebut karena, misalnya, merasa kasihan kepada suaminya, dan si suaminya menerima pembebasan mahar tersebut, maka kewajiban mahar bagi si suami menjadi gugur. Si suami tidak harus membayar mahar. Dengan catatan si isteri menghibahkannya itu dalam keadaan normal, sehat, dewasa, tidak dipaksa dan betul-betul berdasarkan keinginannya sendiri.

Bagaimana apabila si isteri atau walinya membebaskan mas kawin?

Apabila si isteri ditalak oleh suaminya sebelum digauli sementara mas kawinnya sudah ditentukan dan disebutkan ketika akad, maka si suami hanya wajib membayar setengah mahar. Bagaimana kalau mahar yang setengah itu direlakan dan dihibahkan oleh si isteri atau oleh walinya untuk tidak dibayar, apakah boleh?

Untuk menjawab pertanyaan ini marilah kita ikuti firman Allah swt berikut ini: ون ا أن يعف تم إل ا فرض وإن طلقتموهن من قبل أن تمسوهن وقد فرضتم لهن فريضة فنصف م

ضل بي سوا الف ا تن وى ول رب للتق وا أق اح وأن تعف دة النك ده عق ذي بي و ال ا أو يعف ه بم نكم إن الل )237: البقرة(تعملون بصير

Artinya: "Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan" (al-Baqarah: 237).

Berdasarkan ayat ini, maka si suami tidak berkewajiban membayar mahar yang setengah itu apabila si isteri membebaskan mahar tersebut. Namun, persoalannya, dalam ayat di atas disebutkan bahwa yang boleh membebaskan itu adalah alladzi biyadihi 'uqdatun nikah (orang yang memegang ikatan nikah). Siapakah yang dimaksud dengan 'orang yang memegang ikatan nikah itu?' Para ulama berbeda pendapat. Menurut pendapat sebagian ulama bahwa yang dimaksud dengan biyadi uqdatun nikah dalam ayat di atas adalah wali perempuan. Oleh karena itu, seorang suami baru boleh tidak membayar setengah mahar bagi isterinya yang ditalak sebelum didukhul itu, apabila dibebaskannya oleh wali nikah perempuan, bukan oleh perempuannya sendiri. Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud dengan biyadihi uqdatun nikah itu adalah isterinya (perempuannya) itu sendiri. Oleh karena itu, apabila si suami tersebut dibebaskan oleh isterinya untuk membayar mahar yang setengah itu, maka mahar tersebut menjadi gugur dan tidak mesti dibayar. Namun, apabila yang menggugurkannya adalah si wali, ia tidak dianggap selama belum ada kesepakatan dari si isterinya. Namun, hemat penulis, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat kedua. Hal ini dikarenakan bahwa mahar itu, sebagaimana telah dipaparkan di atas, adalah hak wanita bukan hak walinya.

Page 16: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

16

Mahar at-Talji'ah (مهر التلجئة) Apabila keluarga si calon mempelai wanita meminta si calon mempelai laki-laki untuk

menyebutkan dua mahar yang berbeda antara mahar ketika akad dan mahar ketika diumumkan kepada orang-orang dengan maksud untuk kebanggaan atau pamer, maka dalam istilah fiqh disebut mahar at-Talji'ah. Maksudnya ada dua mahar yang berbeda. Misalnya, mahar asli yang akan dibayar adalah satu juta rupiah, namun ketika akad ia menyebutkan bahwa maharnya 5 juta rupiah dengan maksud untuk pamer dan jaga gengsi, maka mahar seperti ini disebut mahar at-Talji'ah. Persoalannya, mana yang harus dibayar oleh si suami, apakah mahar asli atau yang diumumkan?

Para ulama berbeda pendapat, namun menurut pendapat jumhur ulama, dan ini yang paling rajih, bahwa yang dianggap dan dipandang sah serta harus dibayar itu adalah mahar yang asli bukan mahar untuk pamer dan jaga gengsi, karena mahar asli itulah yang diniatkan. Oleh karena itu, dalam contoh di atas, si suami harus membayar mahar tersebut kepada calon isterinya adalah sebesar satu juta rupiah. Pendapat ini juga merupakan pendapat Ibnu Taimiyyah. Hukum Hiba' الحباء( )

Hiba' adalah persyaratan dari salah seorang keluarga atau wali si perempuan agar si calon suami tersebut membayar sejumlah uang untuk dirinya. Misalnya, apabila maharnya sudah jelas 1 juta rupiah, akan tetapi bapak atau ibu atau kakak dari wanita tersebut meminta uang kepada calon mempelai laki-laki tersebut sebesar 500 ribu untuk dirinya sendiri, maka praktek ini dalam istilah fiqh disebut dengan Hiba. Atau dalam istilah adat di sebagian daerah di Indonesia sering disebut "uang ngelangkah". Biasanya 'uang langkah' ini diberikan manakala seorang wanita akan menikah sementara ia masih mempunyai kakak baik laki-laki dan terutama wanita yang belum menikah, maka biasanya si kakaknya ini meminta uang pelangkah kepada calon suami adiknya. Hal demikian dalam istilah fiqh disebut dengan Hiba'. Persoalannya sekarang, bagaimana hukumnya menurut ajaran Islam? Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa Hiba' boleh-boleh saja dengan catatan yang meminta Hiba' tersebut hanyalah Bapak saja dan tidak yang lainnya. Pendapat ini adalah pendapatnya Hanafiyyah, Hanabilah dan sebagian ulama Syafi'iyyah. Hal ini didasarkan kepada ayat berikut ini tentang pernikahan Nabi Musa dengan salah satu putri Nabi Syuaib: شرا ت ع إن أتمم ج ف اني حج أجرني ثم ى أن ت اتين عل ي ه دى ابنت ك إح قال إني أريد أن أنكح

)27: القصص (فمن عندكArtinya: "Berkatalah dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah suatu kebaikan) dari kamu" (QS. Al-Qashash: 27). Dalam ayat ini, yang mensyaratkan mas kawin dengan bekerja adalah Nabi Syuaib yang merupakan bapak dari putrinya yang akan dinikahi. Oleh karena itu, yang boleh meminta Hiba' itu hanyalah bapak. Demikian juga dengan dalil berikut ini:

أنت ومالك ألبيك: قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلمArtinya: Rasulullah saw bersabda: "Kamu dan hartamu adalah milik ayahmu". Pendapat kedua mengatakan, apabila Hiba' itu disyaratkan ketika akad nikah, maka hartanya menjadi milik si isteri. Akan tetapi apabila sebelum atau sesudah akad nikah, maka Hiba' tersebut milik si bapak. Pendapat ini adalah pendapatnya Madzhab Malik, Imam Tsaury dan yang lainnya. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

ه و ال عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده أن رسول اهللا صلى اهللا علي لم ق رأة ((: س ا ام أيما و له اح , نكحت على صداق أو حباء أو عدة قبل عصمة النكاح فه د عصمة النك ان بع ا آ وم

ه , فهو لمن أعطيه ه وأخت ه الرجل ابنت سند )) [وأحق ما يكرم علي سائي ب و داود والن أخرجه أب ]حسن

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Wanita yang mana saja yang menikah dengan memakai mas kawin

Page 17: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

17

atau pemberian Hiba' sebelum akad nikah (maksudnya ketika akad nikah), maka pemberian tersebut buat si wanita. Namun apabila diberikan setelah akad nikah, maka pemberian tersebut untuk orang yang diberinya. Orang yang paling berhak dihormati dan diberi oleh laki-laki adalah putri nya dan saudari perempuannya" (HR. Abu Daud dan Nasai dengan hadits Hasan). Pendapat ketiga mengatakan, bahwa Hiba' itu tidak boleh kepada siapa saja karena itu merusak mahar. Pendapat ini adalah pendapat Imam Syafi'i. Dari berbagai pendapat di atas, penulis lebih condong untuk mengatakan bahwa pemberian Hiba' sah-sah saja sekalipun bukan untuk si bapak selama hal itu tidak memberatkan calon mempelai laki-laki, misalnya, untuk kakaknya, atau adiknya, atau ibunya. Oleh karena itu, calon mempelai wanita boleh-boleh saja meminta kepada calon suaminya misalnya dengan mengatakan: "Aa, tolong kalau bisa bapak saya dikasih uang penggembira satu juta rupiah" Atau dengan mengatakan: "Aa, saya kan masih mempunyai kakak perempuan yang belum menikah, tolong kasih dia sebagai uang pelangkah berapa saja yang aa mampu yah minimal 3 juta", misalnya. Maka hal itu boleh-boleh saja selama tidak memberatkan si calon mempelai laki-laki. Atau dengan tanpa diminta oleh calon isterinya, si calon mempelai laki-laki sebaiknya lebih memahami hal itu. Hal ini sah-sah saja dengan maksud untuk menghormatinya dan sebagai, dalam istilah sunda, "tanda pangjajap", "uang pengantar" atau uang untuk lebih mempererat silaturahmi dan ikatan kekeluargaan. Siapakah yang wajib menyiapkan peralatan rumah tangga?

Sebagaimana telah menjadi maklum, bahwa dalam tradisi atau adat kebiasaan yang berlaku umumnya di masyarakat Indonesia, bahwa seorang suami di samping harus mempersiapkan mahar, juga ia seringkali mempersiapkan uang untuk membeli peralatan rumah tangga seperti kasur, kursi, ranjang dan lainnya. Untuk konteks Mesir tentu hal ini sudah menjadi keharusan. Bahwa seorang laki-laki yang hendak menikah, ia harus sudah mempunyai syaqah (flat, rumah) berikut seluruh isinya dan peralatannya. Bagaimana Islam melihat hal ini? Siapakah sesungguhnya yang berhak menyiapkan hal itu? Jumhur Ulama di antaranya Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'I, Imam Ahmad bin Hanbal dan lainnya berpendapat bahwa seorang wanita tidak wajib untuk mempersiapkan segala peralatan rumah tangga, dan sebaliknya, seorang suamilah yang seharusnya mempersiapkan rumah berikut segala isi dan peralatannya (tentu sesuai dengan kemampuan masing-masing, baik melalui membeli rumah sendiri bagi yang sudah mampu atau dengan menyewa), berdasarkan kemampuan masing-masing. Hal ini didasarkan kepada ayat berikut ini:

)6: الطالق (أسكنوهن من حيث سكنتم من وجدآمArtinya: "Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu" (QS. At-Thalaq: 6).

Dalam ajaran Islam, seorang suami tidak boleh menghitung dari maharnya untuk keperluan peralatan rumah tangga. Misalnya, seorang suami tidak boleh mengatakan: "Ini uang 5 juta untuk mahar dan peralatan rumah tangga". Hal ini tidak dibenarkan lantaran mahar itu khusus sebagai pengganti sah dan halalnya berhubungan badan. Untuk itu, seorang suami sebaiknya memisahkan antara mahar dan untuk peralatan rumah tangga. Sekalipun seorang suami telah membayar mahar dengan sangat besar, tetap ia masih mempunyai kewajiban untuk menyediakan tempat tinggal berikut segala peralatannya.

Apabila si suami ini menyerahkan sejumlah uang kepada si isteri, di luar mas kawin, dengan maksud untuk melengkapi keperluan alat-alat rumah, maka si isterilah kini yang berkewajiban menyiapkan peralatan tersebut karena dalam fiqih disamakan dengan hibah tapi dengan disyaratkan ada pengganti; seolah si laki-laki menghibahkan atau memberikan uang itu, tapi dengan catatan harus menyediakan alat-alat rumah.

Apabila si isteri atau keluarga isteri yang menyiapkan sebagian atau seluruh peralatan rumah tangga berikut rumahnya, maka hal itu sah-sah saja dan semua rumah berikut peralatannya milik si isteri. Apabila si isteri atau keluarganya menyediakan rumah berikut peralatannya berdasarkan kerelaannya sendiri, tanpa ada paksaan, maka hal itu sangatlah baik dan berpahala. Hal ini sebagaimana pernah dilakukan oleh Rasulullah saw ketika beliau menyiapkan berbagai peralatan rumah tangga ketika menikahkan putrinya, Fatimah bint Rasulullah saw dengan Ali bin Abi Thalib, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:

ة : ((عن علي رضي اهللا عنه قال ل وقرب ة فى خمي جهز رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم فاطم

Page 18: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

18

]أخرجه النسائي وابن ماجه بسند حسن)) [ووسادة حشوها إذخرArtinya: Ali bin Abi Thalib berkata: "Rasulullah saw menyiapkan untuk Fatimah (ketika menikah dengan Ali bin Abi Thalib) alat pembersih, tempat menampuang air, bantal, dan tempat menyimpan makanan)" (HR. Imam Nasai dan Ibn Majah dengan sanad Hasan). I'lan Nikah / Mengumumkan Pernikahan

I'lan nikah atau mengumumkan pernikahan adalah menampakkan dan menyebarkan pernikahan di antara masyarakat setempat. Hokum mengumumkan pernikahan ini sebagaimana telah dibahas pada makalah sebelumnya, menurut pendapat yang rajih, adalah termasuk salah satu syarat sahnya akad nikah. Artinya, apabila pernikahan tidak diumumkan, maka pernikahan tersebut tidak sah. Bahkan, sebagian ulama mengatakan yang membedakan antara pernikahan dengan perzinaan adalah bahwa pernikahan itu diumumkan sedangkan perzinahan tidak diumumkan.

I'lan nikah bertujuan untuk mengumumkan dan memberitahukan kepada masyarakat setempat bahwa si anu telah menikah dengan si anu, sekaligus hendak berbagi kebahagiaan antara pengantin dengan masyarakat setempat. Dalil diharuskannya mengumumkan pernikahan

Di antara dalil yang mengharuskan mengumumkan pernikahan adalah hadits berikut ini: ال لم ق ه وس ر أن رسول اهللا صلى اهللا علي ن الزبي د اهللا ب اح: ((عن عب وا النك أخرجه )) [أعلن

]أحمدArtinya: Dari Abdullah bin Zubair bahwasannya Rasulullah saw bersabda: "Umumkanlah pernikahan itu" (HR. Ahmad).

لم ه وس ساجد : ((عن عائشة قالت قال رسول اهللا صلى اهللا علي واه فى الم اح واجعل وا النك أعلن ]أخرجه الترمذى)) [واضربوا عليه بالدفوف

Artinya: Siti Aisyah berkata, Rasulullah saw bersabda: "Umumkanlah pernikahan itu, dan jadikanlah tempat mengumumkannya di mesjid-mesjid, dan tabuhlah rebana-rebana" (HR. Tumrmudzi). Bentuk-bentuk I'lan nikah I'lan nikah dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Khutbah Nikah. Khutbah nikah termasuk salah satu bentuk untuk mengumumkan pernikahan. Dengan

adanya khutbah nikah, ini menunjukkan bahwa telah terjadi pernikahan antara si anu dengan si anu. Oleh karena itu, sebaiknya akad nikah berikut khutbahnya dilaksanakan di tempat ramai yang biasa menjadi tempat berkumpulnya orang-orang seperti di mesjid atau pun tempat lainnya sebagaimana telah disebutkan dalam hadits di atas. Khutbah nikah dilakukan sebelum dilaksanakannya akad nikah. Oleh karena itu, khutbah nikah sebaiknya tidak terlalu lama, mengingat setelah khutbah tersebut akan dilangsungkan akad.

Dalam prakteknya di Indonesia, khutbah nikah dilaksanakan setelah akad nikah dilangsungkan. Hal ini kurang tepat mengingat dalam berbagai keterangan disebutkan bahwa Rasulullah saw melakukan khutbah nikah sebelum akad dilangsungkan. Khutbah nikah sebaiknya berisi nasihat dan petunjuk seputar apa yang seharusnya dilakukan setelah menikah nanti. Apabila petuah dan nasihat tersebut dirasakan kurang, maka tidak mengapa diadakan lagi ceramah umum tentang pernikahan setelah akad nikah dilangsungkan. Namun, ini namanya bukan lagi sebagai khutbah nikah akan tetapi ceramah tentang nikah biasa, karena, sekali lagi, khutbah nikah dilaksanakan sebelum dilangsungkannya akad nikah (untuk lebih jelasnya lihat dalam Fiqhus Sunnah karya Sayyid Sabiq, II/487-488). Untuk konteks Mesir, sebagaimana yang pernah penulis saksikan berkali-kali, umumnya akad nikah dilangsungkan di mesjid. Lalu sebelum akad nikah diucapkan, si khatib atau imam atau yang dipandang ulama, biasanya menyampaikan nasihat dan khutbah nikah tentang pernikahan dalam Islam dalam waktu sekitar 20 menit. Setelah khutbah nikah selesai, baru akad nikah dilangsungkan.

Ada hal yang patut ditiru dari adat Mesir, bahwa ketika akad nikah dilangsungkan, si

Page 19: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

19

mempelai wanita tidak mesti hadir di depan pejabat KUA (tukang menikahkan). Si mempelai wanita umumnya berdiam diri atau duduk di belakang bersama para wanita lainnya. Sementara yang melangsungkan akad nikah, cukup mempelai laki-laki dengan wali si wanita. Sementara dalam tradisi Indonesia, umumnya si mempelai wanita dan laki-laki disandingkan, bahkan disuruh berpegangan tangan atau bertatapan penuh mesra padahal akad nikah belum dilaksanakan. Selama akad nikah bleum diucapkan, maka calon mempelai wanita kedudukannya masih haram dipegang, haram ditatap apalagi dipeluk, oleh calon mempelai laki-laki.

Untuk itu, penulis menyarankan adanya perubahan tentang pelaksanaan akad nikah ini, di mana biarkan yang melaksanakan akad tersebut cukup walinya saja, sedangkan si wanita bisa di rumahnya, di belakang, atau siap-siap di dalam kamar. Di samping itu, khutbah nikah sekali lagi dilaksanakan sebelum akad diucapkan bukan setelahnya. Bukankah khutbah nikah dimaksudkan untuk memberikan nasihat dan wejangan kepada calon suami isteri yang akan melangsungkan pernikahan?

Bagi orang yang melaksanakan khutbah nikah, sebaiknya mereka yang sudah menikah. Hal ini dikarenakan dalam berbagai keterangan disebutkan bahwa khutbah nikah dilaksanakan oleh mereka yang telah berumah tangga. Tapi apabila karena berbagai hal, misalnya yang mengetahui fiqh dan seputar pernikahan seorang bujang, perjaka, maka tidak mengapa dia menyampaikan khutbah nikah.

Apa yang sebaiknya dibaca ketika khutbah nikah? Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah-nya, paling sedikit seorang khatib nikah hendaknya membaca: alhamdulillah was shalatu was salamu 'ala rasulillah saw. Sedangkan lebih lengkap dan lebih utamanya, khatib nikah sebaiknya membaca tahmid berikut ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Ibn Majah dan yang lainnya, dan setelah tahmid ini disambung dengan membaca tiga ayat al-Qur'an sebagaimana akan dipaparkan di bawah ini, dilanjutkan dengan nasihat atau ajaran Islam tentang pernikahan. Tahmid dan tiga ayat dimaksud adalah:

ال ة الحاجة : عن ابن مسعود ق لم فى خطب ه وس ا رسول اهللا صلى اهللا علي إن : (( علمنا , الحمد هللا نحمده ونستعينه ونستغفره سنا وسيئات أعمالن من , ونعوذ باهللا من شرور أنف

ه إال اهللا وحده ال شريك , ومن يضلل فال هادي له , يهده اهللا فال مضل له وأشهد أن ال إله ]: ((ثم قرأ ثالث آيات [, عبده ورسوله وأشهد أن محمدا , له ياأيها الذين ءامنوا اتقوا الل

سلمون ران )) [حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم م م ] ((102: آل عم وا ربك اس اتق ا الن ياأيهوا الذي خلقكم من نفس واحدة وخلق ساء واتق را ون ا آثي ا رجال ث منهم ا وب ا زوجه منه

ا يكم رقيب ان عل ه آ ام إن الل ه والأرح ساءلون ب ساء )) [الله الذي ت ذين ] ((1: الن ا ال ياأيه يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم ومن يطع الله *اه وقولوا قولا سديد ءامنوا اتقوا الل

ا وزا عظيم از ف د ف وله فق زاب)) [ورس و داود] (71-70: األح ه أب ذى, أخرج , والترم )والنسائى وابن ماجه

Artinya: Ibnu Mas'ud berkata: "Rasulullah Saw mengajarkan kami kata-kata untuk memulai khutbah. Beliau membaca tahmid berikut ini: Innalhamda lillah nahmaduhu wa nasta'inuh wa nastaghfiruh. Wa na'udzu billah min syururi anfusina wa sayyi'ati 'amalina may yahdihillah fala mudhilla lah wa may yudlil fala hadiya lah. Wa asyhadu alla ilaha illallah wahdahu la syarika lah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu wa rasuluh. Kemudian beliau membaca tiga ayat berikut ini masing-masing surat Ali Imran ayat 102, An-Nisa ayat 1 dan Al-Ahzab ayat 70 dan 71" (HR. Abu Dawud, Turmudzi, Nasa'I dan Ibn Majah).

Apabila sebuah pernikahan tidak memakai khutbah nikah, maka pernikahan tersebut sah-sah saja. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

رواه )) [فقد أنكحتكها بما معك من القرآن, اذهب: ((قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم ]البخارى

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Pergilah sesungguhnya saya telah menikahkan kamu dengannya dengan apa ayat-ayat al-Qur'an yang kamu hapal" (HR. Bukhari).

Page 20: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

20

Dalam hadits di atas, Rasulullah saw langsung menikahkan keduanya, tanpa memakai khutbah nikah sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa pernikahan yang tidak memakai khutbah nikah, sah-sah saja.

2. Nyanyian dan rebana. Termasuk salah satu cara mengumumkan pernikahan juga adalah dengan adanya nyayian

dan musik. Dalam ajaran Islam, nyanyian dan musik diperbolehkan selama hal itu sebatas hiburan semata dan tidak memamerkan aurat atau menjadi ajang perangsang syahwat. Hiburan biasa saja, tanpa menimbulkan atau memamerkan sesuatu yang dilarang oleh ajaran Islam, sah-sah saja. Di antara dalil boleh nya nyanyian dalam resepsi pernikahan adalah hadits berikut ini:

لم ه وس ال رسول اهللا صلى اهللا علي شة قالت ق ى : ((عن عائ واه ف اح واجعل وا النك أعلن ]أخرجه الترمذى)) [المساجد واضربوا عليه بالدفوف

Artinya: Siti Aisyah berkata, Rasulullah saw bersabda: "Umumkanlah pernikahan itu, dan jadikanlah tempat mengumumkannya di mesjid-mesjid, dan tabuhlah rebana-rebana" (HR. Tumrmudzi).

لم حين بنى بي : عن الربيع بنت معوذ قالت ى , جاء النبي صلى اهللا عليه وس فجلس علدر إذ قالت , فراشى فجعلت جويريات لنا يضرب بالدف وم ب ويندبن من قتل من آبائي ي

داهن ال :.. إح د فق ى غ ا ف م م ي يعل ا نب ذا: وفين ى ه ولى , دع ولين وق ت تق ذى آن )) بال ]أخرجه البخارى[

Artinya: Rabi' bint Mu'awwadz berkata: "Rasulullah saw datang ketika pernikahan saya dilangsungkan. Beliau lalu duduk di tempat duduk saya, sementara di luar terdengar budak-budak wanita sedang memainkan rebana sambil memuji-muji dan menyebut-nyebut kebaikan orang tua kami yang terbunuh pada perang Badar. Salah satu dari mereka berkata: "Di antara kami kini ada Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari". Rasulullah saw lalu bersabda: "Biarkan dia, dan katakan kepadanya apa yang seharusnya kamu katakana (maksudnya apabila ada nyanyai yang keluar dari ajaran Islam, supaya budak-budak wanita itu diingatkan)" (HR. Bukhari).

ا الفارعة بنت أسعد ى , زفت السيدة عائشة رضي اهللا عنه ا إل ا فى زفافه وسارت معهشة : ((فقال النبي صلى اهللا عليه وسلم , بيت زوجها نبيط بن جابر األنصارى ا عائ ا , ي م

]رواه البخارى)) [آان معكم لهو؟ فإن األنصار يعجبهم اللهوArtinya: Siti Aisyah menghadiri acara pernikahannya al-Fari'ah bint As'ad. Lalu keduanya pergi menuju rumah suami barunya itu, Nabith bin Jabir al-Anshari. Rasulullah saw lalu bersabda: "Wahai Aisyah, mengapa tidak memakai / terdengar ada nyanyian (hiburan). Bukankah orang-orang Anshar terkenal dengan sangat indah dan pintar berdendang?" (HR. Bukhari).

ال عد ق ن س امر ب ن ع ن آعب : ع ة ب ى قرظ ت عل ى , دخل صارى ف سعود األن ي م وأبومن أهل , أنتما صاحبا رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم : فقلت, وإذا جوار يغنين , عرسقد رخص لنا فى , وإن شئت فاذهب , إن شئت فاسمع معنا : فقاال!! يفعل هذا عندآم , بدر

).مرواه النسائي والحاآ(اللهو عند العرس Artinya: Amir bin Sa'ad berkata: "Suatu hari saya memasuki rumahnya Qordhah bin Ka'ab dan Abu Mas'ud al-Anshary ketika sedang mengadakan acara pernikahan. Ternyata di sana sedang ada budak-budak wanita sedang bernyanyi. Saya lalu berkata: "Mengapa kalian berdua melakukan hal ini, bukankah kalian berdua adalah sahabat Rasulullah saw dan termasuk yang ikut dalam perang Badar?" Keduanya menjawab: "Jika kamu mau, silahkan ikut mendengarkan bersama kami, jika tidak, silahkan pergi. Rasulullah saw, telah memberikan keringanan kepada kami mengenai hiburan ketika pernikahan" (HR. Nasa'i dan Hakim).

Selain khutbah nikah, hiburan, di antara bentuk pengumuman pernikahan juga adalah dengan menyebar kartu undangan, pesta sederhana ataupun yang lainnya.

3. Walimah. Walimah juga termasuk salah satu bentuk pengumuman pernikahan. Mengingat masalah

Page 21: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

21

yang terkait dengan walimah ini lumayan banyak dan pelik, berikut ini penulis sajikan secara tersendiri dengan maksud agar pembaca dapat mengambil banyak manfaat dan faidah.

Walimah / resepsi pernikahan

Walimah, dalam istilah Fiqh berarti makanan yang khusus disediakan ketika pernikahan. Jadi, walimah itu adalah nama makanan yang biasa disediakan ketika pesta pernikahan.

Dalam fiqh Islam, sebagaimana dikatakan oleh Ibn Qayyim al-Jauziyyah dalam bukunya Tuhfah al-Wadud bi Ahkam al-Maulud (hal. 72), bahwa terdapat nama-nama makanan khusus yang disesuaikan dengan peristiwa atau moment tertentu. Nama-nama makanan tersebut adalah: Al-Qira adalah makanan untuk para tamu yang tidak diundang Al-Madabah adalah makanan untuk untuk para tamu undangan At-Tuhfah adalah makanan untuk orang yang berziarah ke rumah kita Al-Walimah adalah makanan pada hari perkawinan Al-Khurs adalah makanan pada saat melahirkan Al-Aqiqah adalah makanan pada hari ke tujuh dari kelahiran anak Al-Ghadirah adalah makanan pada saat anak dikhitan (disunat) An-Naqi'ah adalah makanan pada orang yang baru datang dari bepergian Al-Wakirah adalah makanan ketika selesai membangun rumah atau bangunan lainnya Al-Wadi'ah adalah makanan pada waktu berkumpul ketika ada yang meninggal dunia

Namun dalam perjalanan berikutnya, walimah tidak lagi tertuju untuk makanan yang ada saat pernikahan, akan tetapi lebih bersifat umum lagi untuk sebuah acara, pesta atau resepsi pernikahan. Hukumnya

Mengadakan walimah pernikahan hukumnya Sunnah Muakkadah. Bagi yang melangsungkan pernikahan dianjurkan untuk mengadakan walimah menurut kemampuan masing-masing. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda kepada Abdurrahman bin Auf ketika ia menikah:

]رواه البخارى)) [أولم ولو بشاة: ((سول اهللا صلى اهللا عليه وسلمقال رRasulullah saw bersabda: "Adakanlah walimah sekalipun dengan seekor kambing" (HR. Bukhari).

دعا ) أي بزينب بنت جحش (أصبح النبي صلى اهللا عليه وسلم بها : ((...عن أنس قال عروسا ف ]أخرجه البخارى ومسلم...)) [ثم خرجواالقوم فأصابوا الطعام

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Pada suatu pagi Rasulullah saw telah menjadi pengantin dengan Zainab bint Jahsy (Rasulullah menikahinya kemarinnya). Lalu beliau mengundang para sahabat untuk makan-makan bersamanya. Setelah itu, mereka pulang…" (HR. Bukhari Muslim).

Kedua hadits di atas memberikan penekanan bahwa walimah pernikahan itu sangat dianjurkan. Bahkan dalam hadits pertama, Rasulullah saw mengatakan berwalimahlah sekalipun hanya dengan seekor kambing. Ukuran kambing, tentunya untuk saat itu merupakan hewan yang biasa dan sederhana,tidak memberatkan. Dengan demikian hadits tersebut betul-betul menganjurkan walimah pernikahan sekalipun dengan sesuatu yang sangat ringan, untuk konteks sekarang mungkin sekalipun dengan daging ayam, atau apa saja yang sifatnya sederhana.

Bahkan dalam sebuah hadits dikatakan bahwa Rasulullah saw pernah mengadakan walimah pernikahan ketika beliau menikah dengan Shafiyyah hanya dengan al-Hais yakni makanan yang bahan utamanya berupa kurma yang dicampur dengan tepung (HR. Bukhari Muslim). Oleh karena itu, semua ini menunjukkan bahwa memang walimah pernikahan sangat dianjurkan sekalipun dengan walimah yang sangat sederhana. Kapan walimah pernikahan itu dilangsungkan?

Apakah walimah atau resepsi, makan-makan, pada pernikahan itu dilaksankan setelah akad, ketika akad, ketika dukhul atau setelah dukhul? Walimah atau resepsi pernikahan boleh dilakukan kapan saja, baik ketika akad, setelah akad, ketika dukhul ataupun setelah dukhul. Hanya saja, walimah pernikahan tidak boleh dilakukan sebelum akad nikah dilaksanakan.

Hanya saja, apabila kita melihat hadits Rasulullah saw, maka walimah pernikahan yang utama dilakukan adalah setelah suami isteri menikmati malam pertamanya, sudah berhubungan badan. Hal ini

Page 22: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

22

didasarkan pada hadits berikut ini sebagaimana telah disebutkan di atas: دعا ) أي بزينب بنت جحش (أصبح النبي صلى اهللا عليه وسلم بها : ((...عن أنس قال عروسا ف

]أخرجه البخارى ومسلم...)) [القوم فأصابوا الطعام ثم خرجواArtinya: "Rasulullah saw bersabda: "Pada suatu pagi Rasulullah saw telah menjadi pengantin dengan Zainab bint Jahsy (Rasulullah menikahinya kemarinnya). Lalu beliau mengundang para sahabat untuk makan-makan bersamanya. Setelah itu, mereka pulang…" (HR. Bukhari Muslim).

Dalam hadits ini dikatakan bahwa Rasulullah saw mengadakan walimah pernikahannya dengan Zainab bint Jahsy, pada pagi hari, artinya pernikahannya dilakukan hari kemarinnya. Ini tentu memberikan indikasi sangat kuat, bahwa beliau telah menggauli isterinya itu. Hadits ini juga mengisyaratkan bahwa sebaiknya resepsi pernikahan itu dilakukan secepat mungkin, bahkan kalau bisa hari itu juga atau besoknya. Hal ini mengingat bahwa resepsi adalah salah satu cara mengumumkan pernikahan, dan mengumumkan pernikahan lebih cepat tentu lebih baik, demi menghindari fitnah.

Untuk konteks Indonesia, resepsi seringkali dibayangkan dengan sesuatu acara yang sangat meriah sehingga membutuhkan banyak dana. Hal ini kemudian mengakibatkan sejumlah pasangan menunda acara resepsi pernikahannya sampai bebarapa bulan ke depan. Hemat penulis, praktek seperti ini kurang tepat mengingat, sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa resepsi pernikahan tidak mesti mewah cukup dengan mengundang tetangga, kawan, kerabat, untuk makan bersama, sekalipun tidak memakai daging atau lainnya. Dengan diundurnya resepsi ke beberapa bulan ke depan dengan dalih agar lebih meriah, tentu hal ini sama dengan mengambil hal yang mubah hukumnya dan meninggalkan hal yang sunnah.

Namun demikian, Islam sangatlah bijak. Adat kebiasaan setempat terkadang harus dihormati dan dijadikan sebagai hokum. Bagi orang yang resepsi pernikahannya diundur ke beberapa bulan ke depan dengan dalih adat dan lainnya, hal itu sah-sah saja. Undangan menghadiri resepsi pernikahan

Sebagaimana menjadi tradisi di masyarakat Indonesia, bahwa sebelum acara akad nikah dan resepsi, seringkali dibagikan kartu undangan. Kartu undangan ini biasanya berisi pemberitahuan bahwa si anu akan menikah dengan si anu, sekaligus permohonan kepada yang menerima undangan untuk menghadiri akad nikah atau resepsi pernikahan. Praktek seperti ini, sunnah hukumnya. Karena, kartu udangan, dapat dipandang sebagai salah satu cara mengumumkan pernikahan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika mengadakan walimah pernikahan ini: 1. Walimah pernikahan tidak boleh dijadikan komoditas bisnis, jual makanan. Hal ini karena

umumnya di masyarakat Indonesia, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, undangan pernikahan ini hanya diberikan kepada orang-orang berduit yang diperkirakan akan memberikan 'amplop' tebal, tanpa memperhitungkan apakah dia orang shaleh ataupun tidak. Yang penting berduit dan diperkirakan akan memberikan amplop tebal, maka ia akan di undang.

Praktek semacam ini, hemat penulis, sangatlah salah. Hal pertama harus diingat, bahwa walimah pernikahan dalam ajaran Islam bukanlah sebagai ajang bisnis yang harus dihitung untung rugi. Walimah pernikahan adalah salah satu bentuk rasa syukur dari si mempelai karena kini keduanya telah menyempurnakan agamanya plus telah mengikuti salah satu sunnah Rasulullah saw yang sangat penting yakni pernikahan. Karena walimah berupa rasa syukur dan berbagi kebahagiaan kedua mempelai berikut keluarganya, maka tidaklah etis apabila dijadikan komoditas bisnis, mengeruk keuntungan. Oleh karena walimah adalah salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah swt juga berbagi rasa bahagia, Rasululullah saw dalam hadits di atas, menganjurkan sesegera mungkin ke dua mempelai agar melangsungkan walimahnya. Apabila si mempelai tidak mampu mewah, maka cukup dengan makanan alakadarnya, baik memotong kambing ataupun makanan ringan lain seperti makanan al-hais, kurma yang dicampur dengan tepung.

Oleh karena itu, hemat penulis, karena walimah pernikahan adalah salah satu bentuk rasa syukur dan berbagi kebahagiaan dengan orang-orang, maka sebaiknya walimah itu tidak dijadikan sebagai ajang bisnis, menghitung-hitung kemungkinan keuntungan sekian dan seterusnya. Ada yang memberi amplop, alhamdulillah, dan tidak ada pun tidak mengapa, toh maksudnya bukan untuk bisnis dan jualan makanan tapi sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah swt.

2, Hal penting lainnya yang harus diperhatikan ketika melangsungkan walimah adalah, mengundang orang-orang shalih, baik dia itu orang kaya maupun orang miskin. Mengapa? Karena salah satu

Page 23: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

23

hadits Rasulullah saw mengatakan: لم ا : ((قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وس )) وال يأآل طعامك إال تقي , ال تصاحب إال مؤمن

]أخرجه أبو داود والترمذى[Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Janganlah kamu jadikan teman kecuali orang beriman, dan janganlah memakan makanan kamu, kecuali orang yang shaleh, baik, bertakwa" (HR. Abu Dawud dan Turmudzi).

Mengapa orang shaleh? Karena orang doa mereka, baik doa untuk kedua mempelai atau doa ketika makan makanan walimah, lebih besar kemungkinannya untuk dikabulkan oleh Allah dari pada yang lainnya. Bukankah orang yang baru menikah, sangat membutuhkan do'a orang-orang shaleh agar rumah tangganya sakinah mawaddah dan rahmah?

3. Hal lainnya yang tidak kalah pentingnya ketika walimah pernikahan adalah menyisihkan bagian makanan khusus untuk fakir miskin. Yang berhak mendapatkan makanan walimah bukan semata tamu undangan yang kaya, akan tetapi juga orang-orang fakir miskin yang berada di sekitarnya. Perhatikan sabda Rasulullah saw berikut ini:

اء : ((عن أبي هريرة قال ا األغني دعى له راء , شر الطعام طعام الوليمة ي رك الفق ومن , ويت ]رواه البخارى ومسلم)) [ترك الدعوة فقد عصى اهللا ورسوله

Artinya: "Abu Hurairah berkata: "Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah pernikahan di mana yang diundang hanyalah orang-orang kaya saja sementara orang fakir miskin tidak diundang. Barang siapa yang tidak mengundang fakir miskin ketika walimah pernikahan, maka sungguh ia telah berbuat dosa kepada Allah dan RasulNya" (HR.Bukhari Muslim).

Bagaimana hukum memenuhi undangan walimah pernikahan?

Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum memenuhi / mendatangi undangan walimah pernikahan itu adalah wajib, kecuali apabila ada udzur, halangan yang sangat. Hal ini di antaranya berdasarkan keterangan-keterangan berikut ini:

ال ا : ((عن ابن عمر أن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم ق ة فليأته ى الوليم )) إذا دعي أحدآم إل ]رواه البخاري[

Artinya: Dari Ibn Umar, bahwasannya Rasulullah saw bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian diundang untuk menghadiri walimah pernikahan, maka penuhilah, datangilah" (HR. Bukhari).

ال ه ق د عصى اهللا ورسوله : ((...عن أبي هريرة رضي اهللا عن دعوة فق رك ال رواه )) [ومن ت ]البخارى ومسلم

Artinya: Abu Hurairah berkata: "Barang siapa yang tidak menghadiri undangan pernikahan (walimah), maka ia sungguh telah berbuat dosa kepada Allah dan RasulNya" (HR. Bukhari Muslim). Siapa saja yang boleh tidak datang memenuhi undangan walimah pernikahan?

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa memenuhi undangan walimah pernikahan hukumnya wajib bagi mereka yang tidak mempunyai udzur, halangan. Namun, bagi mereka yang ada udzur, halangan untuk tidak menghadirinya, maka diperbolehkan untuk tidak menghadirinya. Di antara halangan yang dibolehkan oleh syara untuk tidak menghadiri undangan walimah pernikahan tersebut adalah:

1. Apabila seseorang diundang ke walimah pernikahan yang di dalamnya ada kemungkaran, seperti pesta minumah keras, tari-tarian perangsang birahi atau bentuk kemungkaran lainnya, maka orang yang diundang boleh untuk tidak menghadirinya. Bahkan sebagian ulama, mengatakan, tidak boleh sedikitpun menghadirinya, kecuali jika ia menghadirinya namun dalam hatinya tetap tidak menyetujui praktek tersebut sekaligus berusaha untuk menghentikan kemungkaran tadi. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

رأى فى : عن علي قال لم فجاء ف ه وس دعوت رسول اهللا صلى اهللا علي صنعت طعاما فإن فى البيت : ((ما أرجعك بأبي وأمي؟ قال , يا رسول اهللا : فقلت. البيت تصاوير فرجع ]رواه ابن ماجه)) [وإن المالئكة ال تدخل بيتا فيه تصاوير, سترا فيه تصاوير

Page 24: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

24

Artinya: Ali bin Abi Thalib berkata: "Suatu hari saya membuatkan makanan, lalu saya mengundang Rasulullah saw. Beliau lalu memenuhi undangan tersebut, namun ia segera pulang lagi setelah melihat ada banyak gambar di rumah. Saya lalu bertanya: "Ya Rasulullah, apa yang membuat Anda pulang?" Rasulullah saw menjawab: "Di rumah tadi ada gordeng yang ada gambarnya, karena sesungguhnya malaikat tidak akan masuk ke sebuah rumah yang di dalamnya ada gambar" (HR. Ibn Majah).

2. Apabila yang diundang dalam walimah tersebut hanya orang-orang kaya. Hal ini berdasarkan hadits berikut ini:

ال رة ق اء : ((عن أبي هري ا األغني دعى له ة ي ام الوليم ام طع راء , شر الطع رك الفق , ويت ]رواه البخارى ومسلم)) [ومن ترك الدعوة فقد عصى اهللا ورسوله

Artinya: "Abu Hurairah berkata: "Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah pernikahan di mana yang diundang hanyalah orang-orang kaya saja sementara orang fakir miskin tidak diundang. Barang siapa yang tidak mengundang fakir miskin ketika walimah pernikahan, maka sungguh ia telah berbuat dosa kepada Allah dan RasulNya" (HR.Bukhari Muslim).

3. Apabila yang diundang adalah orang-orang yang banyak dosa, banyak memakan harta haram dan syubhat. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

لم ه وس لى اهللا علي ول اهللا ص ال رس ا : ((ق صاحب إال مؤمن ك إال , ال ت ل طعام وال يأآ ]أخرجه أبو داود والترمذى)) [تقي

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Janganlah kamu jadikan teman kecuali orang beriman, dan janganlah memakan makanan kamu, kecuali orang yang shaleh, baik, bertakwa" (HR. Abu Dawud dan Turmudzi). Demikian juga dengan udzur-udzur lainnya, seperti sakit, hujan lebat, udara yang sangat dingin,

takut dirampok, suasana yang tidak aman dan lainnya. Maka, apabila ada kondisi-kondisi tersebut, dibolehkan seseorang tidak menghadiri undangan walimah pernikahan. Bagaimana kalau diundang walimah tapi ia sedang berpuasa?

Barang siapa yang sedang puasa kemudian diundang untuk menghadiri walimah pernikahan, maka tetap wajib untuk menghadirinya, hal ini dikarenakan dalil-dalil yang telah disebutkan di atas. Ketika ia menghadirinya, maka ia boleh memilih antara membatalkan puasanya, apabila puasanya itu puasa sunnat, ataupun ia meneruskan puasanya (tidak membatalkannya) sambil mendoakan kedua mempelai. Hal ini didasarkan kepada sabda Rasulullah saw:

لم ه وس ام فليجب : (( قال رسول اهللا صلى اهللا علي ى طع ان مفطرا , إذا دعي أحدآم إل إن آ ف ]أخرجه مسلم)) [وإن آان صائما فليصل, فليطعم

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Apabila seseorang di undang untuk menghadiri jamuan, maka penuhilah. Apabila ia berpuasa dan hendak berbuka, maka berbukalah. Namun, jika ia tetap berpuasa, maka doakanlah (yang memberikan jamuan tersebut)" (HR. Muslim).

ام فليجب : ((قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم م , إذا دعي أحدآم إلى طع إن شاء طع وإن , ف ]رواه مسملم)) [شاء ترك

Artinya: Rasulullah saw bersabda: " Apabila seseorang di undang untuk menghadiri jamuan, maka penuhilah. Jika ia mau makan, makanlah dan jika tidak, janganlah makan" (HR. Muslim). Ucapan selamat dan do'a untuk kedua mempelai

Sunnah hukumnya bagi seorang muslim untuk mengucapkan selamat dan mendoakan orang yang baru atau sedang menikah. Do'a yang diajarkan oleh Rasulullah saw untuk kedua mempelai adalah: barakallahu laka wabaraka 'alaik wa jama'a bainakuma fi khairin (semoga Allah memberkahi anda berdua dan mengumpulkan anda berdua dalam kebaikan". Hal ini berdasarkan hadits berikut ini:

بارك : ((قال—إذا تزوج —عن أبي هريرة أن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم إذا رفأ اإلنسان ]رواه أبو داود والترمذى وابن ماجه)) [اهللا لك وبارك عليك وجمع بينكما فى خير

Artinya: Dari Abu Hurairah, bahwasannya Rasulullah saw apabila menghadiri orang yang menikah,

Page 25: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

25

beliau berdoa: " Barakallahu laka wabaraka 'alaik wa jama'a bainakuma fi khairin (semoga Allah memberkahi anda berdua dan mengumpulkan anda berdua dalam kebaikan" (HR. Abu Dawud, Turmudzi dan Ibn Majah). Memberikan kado, amplop atau hadiah lainnya kepada pengantin

Disunnahkan bagi orang yang menghadiri walimah pernikahan atau mengucapkan selamat kepada pengantin untuk memberikan kado, amplop atau hadiah lainnya. Hal ini dimaksudkan sebagai turut berbahagia sekaligus memberikan cindra mata alakadarnya pada saat kebahagiaannya itu. Anjuran ini berdasarkan hadits berikut ini:

ور , لما تزوج النبي صلى اهللا عليه وسلم زينب : ((عن أنس قال سا فى ت ليم حي ه أم س أهدت ل ]رواه مسلم...)) [من حجارة

Artinya: "Anas berkata: "Ketika Rasulullah saw menikahi Zainab, Ummu Sulaim menghadiahkan kepada Rasulullah saw hais, makanan berupa kurma yang dicampur dengan tepung, di dalam sebuah bijana yang terbuat dari batu" (HR. Muslim). Adab Malam Pengantin

Islam mengatur persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hubungan suami isteri bukan saja dalam tataran umum, akan tetapi sampai persoalan-persoalan yang dipandang sangat pribadi. Hal ini tiada lain demi kebahagiaan suami isteri tersebut dalam kehidupan rumah tangga kelak. Terlebih, masalah malam pengantin atau hubungan badan ini, termasuk yang sangat penting, mengingat dengan jima' akan menghasilkan keturunan. Dan keturunan ini tentunya sebagai simpanan dan tabungan abadi kelak manakala keturunan tersebut shaleh dan shalehah. Di antara upaya untuk menghasilkan keturunan yang shaleh itulah, salah satunya dengan jalan melakukan hubungan badan secara benar berdasarkan tuntunan ajaran Islam. Untuk itulah, pembahasan kali ini kita akan melihat bagaimana dan seperti apa hubungan badan plus adab malam pengantin menurut tuntunan Islam itu.

Apabila kedua mempelai laki-laki dan perempuan sudah masuk ke dalam kamar, maka sebelum melakukan hubungan badan, mempelai laki-laki disunnahkan terlebih dahulu untuk melakukan hal-hal berikut ini:

1. Ucapkanlah salam terlebih dahulu kepada mempelai wanita. Sebelum melakukan hubungan badan, disunnahkan seorang mempelai laki-laki untuk

mengucapkan salam kepada mempelai wanita. Hal ini untuk menenangkan hati dan pikiran si mempelai wanita sekaligus menghilangkan rasa was-was dan segan. Di samping untuk lebih mengakrabkan dan lebih mesra. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

ا : ((عن أم سلمة رضي اهللا عنها قالت ا تزوجه لم لم ه وس دخل , أن النبي صلى اهللا علي أراد أن ي ف ]أخرجه أبو شيخ بسند حسن)) [سلم, عليها

Artinya: "Ummu Salamah berkata, bahwasannya ketika Rasulullah saw menikahinya dan beliau hendak menggaulinya, beliau mengucapkan salam terlebih dahulu" (HR. Abu Shaikh dengan sanad Hasan).

2. Berikanlah sesuatu makanan, minuman atau apa saja demi lebih mengakrabkan dan lebih menghangatkan suasana. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits berikut ini:

لم : ((عن أسماء بنت يزيد قالت ه وس ه , إنى قينت عائشة لرسول اهللا صلى اهللا علي ه فدعوت م جئت ثا فخفضت رأسها واستحيت , فأتى بعس فيه لبن , فجاء فجلس إلى جنبها , لجلوتها م ناوله , فشرب ث

ا : قالت أسماء ا وقلت له شربت : فانتهرته لم فأخذت ف ه وس د رسول اهللا صلى اهللا علي خذى من ي ]رواه أحمد)) [ئاشي

Artinya: "Asma binti Yazid berkata: "Saya adalah orang yang merias Siti Aisyah ketika menikah dengan Rasulullah saw. Begitu selesai meriasnya, saya kemudian menemui Rasulullah dan mempersilahkan beliau untuk melihat mempelai wanita (Siti Aisyah) lengkap dengan dandanannya. Rasulullah kemudian menemuinya, lalu duduk di sampingnya. Tidak lama kemudian Rasulullah saw mengambil cangkir besar berisi susu. Beliau meminumnya sedikit kemudian memberikannya kepada Siti Aisyah. Siti AIsyah kemudian tertunduk tanda malu. Asma kemudian

Page 26: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

26

berkata: "Aku lalu mendekatinya sambil berkata kepadanya: "Ambilah wahai Aisyah, ini langsung dari tangan Rasulullah saw". Siti Aisyah kemudian mengambilnya dan meminumnya sedikit" (HR. Ahmad).

3. Letakkan tangan anda di kepala bagian depan (kening, jidat) isteri anda, kecuplah sedikit kemudian doakanlah kebaikan sebagaimana tertera dalam hadits berikut ini:

ا فليأخذ بناصيتها : ((قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم رأة أو اشترى خادم , إذا تزوج أحدآم امسم اهللا عز وجل دع بالبر, ولي ةولي ل, آ ه : وليق ا علي ا جبلته ا وخيرم ن خيره ألك م ى أس م إن , الله

]رواه أبو داود والنسائى وابن ماجه)) [وأعوذبك من شرها وشر ما فيها وشر ما جبلتها عليهArtinya: Rasulullah saw bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian menikahi seorang wanita atau membeli seorang pembantu (hamba), peganglah terlebih dahulu keningnya, sebutlah nama Allah dan berdoalah untuk keberkahan serata ucapkanlah doa berikut ini: "Allahumma inni as'aluka min khairiha wa khairi ma jabaltuha 'alaih, wa a'udzubika min syarriha wa syarri ma fiha wa syarri ma jabaltuha 'alaih (Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada mu kebaikannya (isteri) dan kebaikan apa yang saya ambil dari padanya, serta aku berlindung kepadaMu dari kejahatannya dan kejahatan apa yang ada di dalamnya juga dari kejahatan dari apa yang aku ambil daripadanya" (HR. Abu Dawud, Nasai dan Ibn Majah).

4. Shalat sunnahlah dua rakaat bersama mempelai wanita. Shalat sunnat malam pengantin ini sunnah hukumnya. Hal ini didasarkan kepada riwayat berikut ini:

فدعوت نفرا من أصحاب النبي صلى , تزوجت وأنا مملوك : ((عن أبي سعيد مولى أبي أسيد قال الوا : قال, اهللا عليه وسلم فيهم ابن مسعود وأبو ذر وحذيفة دم فق و ذر ليتق ذهب أب : وأقيمت الصالة ف

إذا دخل عليك : وعلمونى فقالوا , فتقدمت بهم وأنا عبد مملوك : قال. نعم: أو آذلك؟ قالوا : قال, إليكك , هللا من خير ما دخل عليك وتعوذ به من شره أهلك فصل رآعتين ثم سل ا م شأنك وشأن أهل )) ث

]رواه ابن أبي شيبة بسند صحيح[Artinya: Dari Abu Said mantan budak Abu Usaid berkata: "Saya menikah ketika masih menjadi hamba sahaya, lalu saya mengundang sekelompok sahabat Rasulullah saw di antaranya ada Ibnu Mas'ud dan Abu Dzar juga Hudzaifah. Abu Said berkata: "Lalu dibacakan iqamat untuk shalat. Abu Dzar kemudian berangkat untuk maju ke depan, para sahabat lainnya kemudian berkata: "Kamu juga ikut". Abu Said berkata: "Apakah harus demikian?" Mereka menjawab: "Ya". Aku lalu maju ke depan sedangkan saya saat itu masih seorang budak belian. Mereka mengajariku dan mereka berkata: "Apabila kamu hendak menggauli isteri kamu (baru pengantin), shalatlah terlebih dahulu dua rakaat, kemudian berdoalah kepada Allah untuk kebaikan apa yang telah kamu gauli, juga berlindunglah kepada Allah dari kejahatannya dan kejahatan diri kamu juga diri keluargamu" (HR. Ibn Abi Syaibah dengan sanad Shahih).

5. Bersihkan mulut anda terlebih dahulu dan pakailah penyegar nafas atau wewangian untuk mulut anda sebelum anda menggaulinya. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

شة : ((عن شريح بن هانئ قال دأ إذا دخل : قلت لعائ لم يب ه وس ان النبي صلى اهللا علي أي شيئ آ ب ]أخرجه مسلم)) [بالسواك: بيته؟ قالت

Artinya: "Syuraih bin Hani berkata: " Saya pernah bertanya kepada Siti Aisyah, dengan apa Rasulullah saw memulai sebelum beliau menggauli isteri-isterinya?" Siti AIsyah berkata: "Dengan siwak (pembersih mulut dan gigi)" (HR. Muslim).

6. Sebutlah nama Allah dan berdoalah dengan do'a Jima berikut ini sebelum anda menggaulinya. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

ه : ((لنبي صلى اهللا عليه وسلم قال ا : عن ابن عباس قال أتى أهل سم : أما لو أن أحدهم يقول حين ي بك , وجنب الشيطان ما رزقتنا , اهللا اللهم جنبنى الشيطان ا فى ذل د —ثم قدر بينهم م —أو قضى ول ل

]رواه البخارى ومسلم)) [يضره شيطان أبداArtinya: "Ibnu Abbas berkata, Rasulullah saw bersabda: "Apabila seseorang membaca doa berikut ini sebelum menggauli isterinya: "bismillah allahumma jannibnis syaithan wa jannibis syaithan ma razaqtana" (Dengan menyebut nama Allah, ya Allah, jauhkanlah syetan dari saya, dan jauhkanlah ia dari apa yang akan Eukau rizkikan kepada kami (anak, keturunan), kemudian dari

Page 27: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

27

hubungan tersebut ditakdirkan menghasilkan seorang anak, maka ia tidak akan diganggu oleh setan selamanya" (HR. Bukhari Muslim).

Adab dan etika bersenggama dalam ajaran Islam 1. Disunnahkan mencumbunya terlebih dahulu (pemanasan) sebelum melakukan hubungan

badan. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak sudah betul-betul siap untuk melakukan hubungan badan sehingga kenikmatan yang akan dirasakannya betul-betul maksimal. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

ات : عن جابر بن عبداهللا أن النبي صلى اهللا عليه وسلم قال سع بن ات أو ت رك سبع بن ك أبى وت , هللم , فتزوجت امرأة ثيبا ه وس ابر؟ : ((فقال لى رسول اهللا صلى اهللا علي ا ج م : فقلت )) تزوجت ي . نع

ال ا؟ : ((فق را أم ثيب ت بك ل تزوج ت)) ه ا : فقل ت ثيب ال, تزوج ا : ق را تالعبه ت بك ال تزوج فه )أخرجه البخارى(العبك؟ وت

Artinya: "Jabir bin Abdillah berkata: "Bapak saya baru saja meninggal dan meninggalkan tujuh atau sembilan putri perempuan. Lalu saya menikah dengan seorang janda. Rasulullah saw lalu bertanya kepada saya: "Apakah kamu sudah menikah wahai Jabir?" Saya menjawab: "Ya, sudah ya Rasulullah". Rasulullah saw bersabda kembali: "Apakah kamu menikahi gadis atau janda?" Saya menjawab: "Janda". Rasulullah bersabda kembali: "Mengapa kamu tidak menikahi gadis sehingga kamu dapat bercanda-canda dengannya (bercumbu) dan dia pun dapat mencandai (mencumbui) kamu?" (HR. Bukhari).

Dalam riwayat lain dikatakan: لم ه وس ال النبي صلى اهللا : فسأله النبي صلى اهللا علي ا ثيب فق ه بأنه ا؟ وأجاب را أو ثيب تزوجت بك

]رواه البخارى)) [ما لك وللعذارى ولعابها: ((عليه وسلمArtinya: Rasulullah saw kemudian bertanya: "Apakah kamu wahai Jabir menikahi janda atau gadis?" Jabir menjawab: " Janda". Rasulullah saw kemudian bersabda kembali: "Mengapa bukan gadis dan air liurnya?" (HR. Bukhari).

Para ulama mengatakan bahwa yang dengan kata wa lu'abiha di atas dimaksudkan sebagai isyarat untuk menghisap lidah dan mengisap air liur pasangannya. Hal ini tentu dapat dilakukan dalam bercumbu / pemanasan tersebut. Di samping itu, para ulama juga sepakat untuk mengatakan bahwa apabila seorang laki-laki telah mencapai kepuasan, maka ia tidak boleh—maaf—segera "mencabutnya" sebelum pasangannya tersebut juga betul-betul telah mencapai kenikmatan yang sama.

Bahkan, dalam hadits yang lain, Rasulullah saw melarang ummatnya untuk melakukan hubungan badan tanpa pemanasan dan bercumbu terlebih dahulu:

ا : ((قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم ه آم ى أهل ع أحدآم عل ة ال يق ع البهيم يكن , تق ول ]رواه الترمذى)) [القبلة والكالم: بينهما رسول

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli isterinya sebagaimana hewan menggauli sesamanya. Hendaklah ia mengadakan pemanasan (perantara) terlebih dahulu dengan jalan ciuman dan kata-kata mesra" (HR. Turmudzi).

Perhatikan juga hadits berikut yang menerangkan bahwa Rasulullah saw pun mencumbunya terlebih dahulu:

)رواه الطبرانى(عن عائشة أنه صلى اهللا عليه وسلم آان يقبل نساءه Artinya: "Dari Siti Aisyah bahwasannya Rasulullah saw suka mencium isteri-isterinya" (HR. Thabrani)

Demikian juga dengan hadits berikut ini: )رواه الطبرانى(عن عائشة أنه صلى اهللا عليه وسلم يمص لسان عائشة

Artinya: "Dari Siti Aisyah, bahwasannya Rasulullah saw menghisap lidah Siti Aisyah" (HR. Thabrany).

2. Mempelai laki-laki diperbolehkan menggauli isterinya dengan gaya dan model apa saja selama itu di dalam kemaluan (farj). Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

Page 28: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

28

أنزل , اء ولدها أحول ج, من أتى امرأة وهي مدبرة : (( إن اليهود قالوا للمسلمين : ((عن جابر قال فرة )) [نساؤآم حرث لكم فأتوا حرثكم أنى شئتم : ((اهللا عز وجل ال رسول اهللا صلى ] 223: البق فق ]رواه البخارى ومسلم)) [ما آان فى الفرج, مقبلة ومدبرة: ((اهللا عليه وسلم

Artinya: "Jabir berkata: "Sesungguhnya orang-orang Yahudi berkata kepada orang-orang muslim: "Barangsiapa yang menggauli isterinya dari arah belakang (tapi tetap di qubul, kemaluan depan), maka anaknya akan juling". Allah lalu menurunkan ayat berikut ini: "Isteri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu dengan cara bagaimana saja kamu kehendaki (selama itu di kemaluan depan)", Rasulullah saw kemudian bersabda: "(boleh kamu gauli isteri kamu itu) baik dengan gaya dari arah depan maupun dari arah belakang selama di dalam kemaluan, bukan di pantat" (HR. Bukhari Muslim).

Sebagian penerjemah seringkali salah dalam menerjemahkan kata mudabbarah dalam hadits di atas. Penulis mendapatkan beberapa penerjemah Indonesia ketika menerjemahkan kata mudabbarah tersebut dengan kata: "di dubur, pantat", sehingga orang-orang akan beranggapan bahwa menyetubuhi isteri di pantat itu boleh. Hal ini jelas sangat salah, karena kata mudabbarah dalam bahasa Arab berbeda dengan kata dubur. Mudabbarah lebih bersifat kepada gaya atau cara mendatangi yakni dari arah belakang namun tetap ke dalam kemaluan. Sedangkan kata dubur, lebih bersifat ke tempat, yakni pantat. Oleh karena itu, hadits ini merupakan salah satu dalil bahwa menyetubuhi isteri ke dubur, pantatnya, adalah haram.

3. Seorang suami boleh menyetubuhi seluruh tubuh isterinya kecuali dubur, pantat. اس ن عب ال اب ا : ((ق ى دبره رأة ف ة أو ام ى بهيم ل أت ى رج ة إل وم القيام ر اهللا ي رواه )) [ال ينظ

]النسائي بسند حسنArtinya: "Ibnu Abbas berkata: "Allah tidak akan melihat pada hari kiamat kelak seorang laki-laki yang menyetubuhi binatang, atau menyetubuhi isterinya di duburnya" (HR. Imam Nasai dengan sanad Hasan).

فنظر , نعم: وحيث شئت وآيف شئت؟ قال, آتى امرأتى أنى شئت: عن ابن مسعود أن رجال قال له د اهللا : له رجل فقال له ال عب دبر ق د ال ه يري يكم : إن ساء حرام عل يبة )) [محاش الن ن أبي ش رواه اب

]والدارمى بسند صحيحArtinya: "Ibnu Mas'ud pernah ditanya seorang laki-laki: "Bukankah anda pernah berkata, silahkan setubuhi isteri saya sekehendak saya, kapan saja dan dengan gaya apa saja sekehendak saya?" Ibnu Masud menjawab: "Ya". Lalu laki-laki itu menatap Ibnu Mas'ud sambil berkata: "Sesungguhnya laki-laki itu mau menggaulinya di duburnya". Ibnu Mas'ud berkata: "Dubur wanita itu haram buat kalian" (HR. Ibn Abi Syaibah dan Imam ad-Darimy dengan sanad shahih).

Sehungungan dengan hal ini para ulama mengatakan, bahwa yang dilarang itu adalah menyetubuhinya di dalam dubur (memasukan kemaluan laki-laki ke dalam dubur wanita), sedangkan mencumbui atau menyentu-nyentuhkan ke dubur isterinya, tanpa dimasukkan ke dalamnya, menurut para ulama boleh-boleh saja.

Apabila anda ditanya seseorang, bukankah Allah dalam al-Qur'an mengatakan: )223: البقرة (نساؤآم حرث لكم فأتوا حرثكم أنى شئتم

Artinya: "Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki (al-Baqarah: 223). Dalam ayat ini Allah menyuruh untuk menggauli isteri kita anna syi'tum, bagaimana saja atau di mana saja yang dikehendaki, berarti kalau kita menginginkan menggauli, maksudnya, maaf, memasukkan ke pantatnya, boleh-boleh saja, karena termasuk dalam keumuman ayat di atas? Untuk menjawab pertanyaan di atas, mari kita lihat dari sisi Ushul Fiqh. Kata anna, dalam Ilmu Ushul Fiqh disebut dengan kata al-musykil yang artinya satu kata yang maknanya tidak dapat diketahui dengan mudah kecuali dibantu dengan keterangan lain atau dengan pengkajian yang mendalam. Kata anna, dapat berarti "dari mana" (min aina), sebagaimana firman Allah berikut ini:

)37: أل عمران(يا مريم أنى لك هذا Artinya: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" (QS. Ali Imran: 37

Page 29: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

29

Dalam ayat ini, kata anna berarti "dari mana". Apabila kata anna dalam surat al-Baqarah di atas diartikan dengan "dari mana", maka pemahaman bahwa menggauli isteri dari duburnya sah-sah saja. Hanya saja, apa keterangannya sehingga kata anna dalam ayat 223 surat al-Baqarah di atas diartikan dengan "dari mana"? Kini perhatikan makna lain dari kata anna. Dalam ayat berikut, anna juga berarti "bagaimana" (kaifa). Perhatikan ayat di bawah ini:

)40: ال عمران(قال رب أنى يكون لي غلام Artinya: "Zakariya berkata: "Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak" (QS. Ali Imran: 40). Apabila makna anna dalam surat al-Baqarah di atas berarti bagaimana, maka harus dipahami bahwa kita boleh menggauli isteri kita bagaimana saja cara dan gayanya selama di dalam farj (vagina).

Persoalannya kini, makna mana yang harus dipakai dalam mengartikan kata anna dalam suat al-Baqarah ayat 223 di atas? Untuk melihat makna mana yang harus dipakai, tentu harus melihat kepada keterangan lain terutama hadits Nabi. Ternyata Rasulullah saw di antaranya pernah bersabda:

اس ن عب ال اب ا : ((ق ى دبره رأة ف ة أو ام ى بهيم ل أت ى رج ة إل وم القيام ر اهللا ي رواه )) [ال ينظ ]النسائي بسند حسن

Artinya: "Ibnu Abbas berkata: "Allah tidak akan melihat pada hari kiamat kelak seorang laki-laki yang menyetubuhi binatang, atau menyetubuhi isterinya di duburnya" (HR. Imam Nasai dengan sanad Hasan).

فنظر , نعم: وحيث شئت وآيف شئت؟ قال, آتى امرأتى أنى شئت: عن ابن مسعود أن رجال قال له د اهللا : له رجل فقال له ال عب دبر ق د ال ه يري يكم : إن ساء حرام عل يبة )) [محاش الن ن أبي ش رواه اب

]والدارمى بسند صحيحArtinya: "Ibnu Mas'ud pernah ditanya seorang laki-laki: "Bukankah anda pernah berkata, silahkan setubuhi isteri saya sekehendak saya, kapan saja dan dengan gaya apa saja sekehendak saya?" Ibnu Masud menjawab: "Ya". Lalu laki-laki itu menatap Ibnu Mas'ud sambil berkata: "Sesungguhnya laki-laki itu mau menggaulinya di duburnya". Ibnu Mas'ud berkata: "Dubur wanita itu haram buat kalian" (HR. Ibn Abi Syaibah dan Imam ad-Darimy dengan sanad shahih).

Keterangan inilah yang kemudian menjadi penjelas, bahwa kata anna dalam surat al-Baqarah tersebut harus diartikan dengan "bagaimana" (kaifa), bukan "dari mana" (min aina). Karena kalau diartikan "dari mana", tentu dibolehkan menggauli isteri di duburnya, sementara dalam hadits di atas jelas sangat dilarang. Kini, makna anna dalam surat al-Baqarah harus diartikan dengan "bagaimana" sehingga maknanya seorang suami dibolehkan menggauli isterinya dengan gaya dan model apa saja, selama di dalam vaginanya, bukan di dalam duburnya.

4. Tidak boleh menyetubuhi isterinya yang sedang haidh. Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah berikut ini:

ى وهن حت ا تقرب يض ول ي المح ساء ف اعتزلوا الن و أذى ف ل ه ويسألونك عن المحيض قه إن الل رآم الل ث أم ن حي أتوهن م رن ف إذا تطه رن ف ب يطه وابين ويح ب الت ه يح

)222: البقرة(المتطهرين Artinya: "Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci . Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri" (QS. Al-Baqarah: 222).

Menurut ahli kesehatan, darah haidh itu apabila disemburkan atau disiramkan ke tanaman, maka tidak berapa lama setelah itu, tanaman tersebut akan mati. Hal ini karena sebagaimana disebutkan dalam al-Qur'an di atas bahwa ia adalah darah penyakit. Apabila ke tanaman saja membuatnya mati, apalagi kalau mengenai kemaluan laki-laki.

Lalu, bagaimana dan apa yang harus dilakukan seandainya suami hendak melakukan

Page 30: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

30

hubungan badan sementara si isterinya sedang haid? Rasulullah saw dalam hal ini menerangkan silahkan melakukan apa saja, bercumbu apa

saja dan bagaimana saja selama tidak melakukan hubungan badan. Perhatikan hadits berikut ini dimana ketika ditanyakan kepada Rasulullah saw, apa yang harus dilakukan ketika si isteri sedang haid, Rasulullah saw menjawab:

لم ه وس اح : ...عن أنس قال قال رسول اهللا صلى اهللا علي )) واصنعوا آل شيء إال النك ]رواه مسملم[

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Lakukan apa saja selain berhubungan badan" (HR. Muslim). ت ا قال شة أنه ن عائ دانا : ((ع أمر أح لم ي ه وس ول اهللا صلى اهللا علي ان رس ت آ إذا آان

]رواه البخارى ومسلم)) [ثم يضاجعها, حائضا أن تتزرArtinya: Dari Siti Aisyah, bahwasannya Rasulullah saw memerintahkan kami isteri-isterinya untuk memakai kain (sarungan), manakala kami sedang haid. Lalu beliau mencumbui kami" (HR. Bukhari Muslim).

Dalam hadits lain: آان النبي صلى اهللا عليه وسلم إذا أراد من الحائض شيئا ألقى على فرجها ثوبا ثم صنع

)رواه البيهقى(ما أراد Artinya: "Rasulullah saw apabila beliau menghendaki sesuatu dari isteri-isterinya yang sedang haid, beliau meletakkan kain di atas kemaluan isteri-isterinya tersebut, lalu melakukan apa saja yang beliau kehendaki" (HR. Baihaki).

5. Apabila si suami orang yang sangat kuat dalam berhubungan badan sehingga ia ingin mengulangi hubungan badannya yang kedua, ketiga atau seterusnya, maka disunnahkan untuk berwudhu terlebih dahulu.

]رواه مسلم)) [إذا أتى أحدآم أهله ثم أراد أن يعود فليتوضأ: ((قال النبي صلى اهللا عليه وسلمArtinya: "Rasulullah saw bersabda: "Apabila seseorang menggauli isterinya kemudian ia hendak menambahnya untuk yang kedua kali, maka berwudhulah terlebih dahulu" (HR. Muslim).

6. Seorang isteri tidak boleh menolak apabila suaminya meminta untuk berhubungan badan. Hal ini berdasarkan hadits berikut ini:

ال لم ق ه وس ه أن النبي صلى اهللا علي ى : ((عن أبي هريرة رضي اهللا عن ه إل ا الرجل امرأت إذا دع ]رواه البخارى ومسلم)) [تى تصبحفراشه فأبت أن تجيء لعنتها المالئكة ح

Artinya: "Dari Abu Hurairah, bahwasannya Rasulullah saw bersabda: "Apabila seorang suami mengajak isterinya untuk melakukan hubungan badan, lalu isterinya itu menolaknya, maka ia akan dilaknat oleh para malaikat sehingga waktu pagi tiba" (HR. Bukhari Muslim).

7. Apabila seorang suami merasa tertarik oleh wanita lain, maka segeralah gauli isterinya, karena hal itu akan menghilangkan pikiran kotornya terhadap wanita tersebut. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

دبر فى , إن المرأة تقبل فى صورة شيطان : ((رة أن النبي صلى اهللا عليه وسلم قالعن أبي هري وترواه )) [فإن ذلك يرد ما فى نفسه , فليأت أهله , فإذا رأى أحدآم من امرأة ما يعجبه , صورة شيطان

]مسلمArtinya: "Dari Abu Hurairah, bahwasannya Rasulullah Saw bersabda: "Sesungguhnya wanita itu baik ketika menghadap ataupun membelakangi dalam bentuk syaithan (menggoda). Apabila salah seorang di antara kalian melihat sesuatu yang menakjubkan dari wanita, maka segeralah datangi keluarganya, karena dengan demikian dapat menolak apa yang sedang bergejolak di dalam dirinya" (HR. Muslim).

8. Masing-masing suami atau isteri tidak boleh menceritakan rahasia-rahasia ketika berhubungan badan apabila dinilai tidak ada maslahahnya, tidak ada manfaatnya. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

رأة , إن من أشر الناس عند اهللا يوم القيامة : ((قال النبي صلى اهللا عليه وسلم ى الم الرجل يفضى إل ]رواه مسلم)) [وتفضى إليه ثم ينشر سرها

Page 31: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

31

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya sejahat-jahat manusia di sisi Allah kelak pada hari Kiamat adalah seorang laki-laki yang menggauli isterinya atau isteri yang menggauli suaminya kemudian ia menyebarkan rahasia-rahasia hubungan badannya itu" (HR. Muslim).

Namun, apabila dinilai ada manfaat dan ada kemaslahatan misalnya ketika hendak menerangkan seputar itu, maka tidak mengapa sedikit menerangkannya. Hal ini sebagaimana dilakukan oleh isteri-isteri Rasulullah saw. Namun, apabila yang diceritakan itu adalah aib, atau kelemahan suaminya atau tidak ada manfaat sedikitpun, maka haram hukumnya.

9. Perhatikan kepuasan dan kenikmatan isteri / tidak boleh egois. Dalam ajaran Islam juga diatur bahwasannya seorang suami tidak boleh egois, asal enak dan nikmat sendiri ketika berhubungan badan. Si suami juga harus memperhatikan apakah si isteri sudah mencapai kenikmatan yang maksimal ketika berhubungan badan atau tidak. Apabila si suami, maaf, hendak orgasme dan mencapai kenikmatan puncak, sementara si isteri belum, maka Rasulullah saw mengajarkan agar si suami bersabar dan menahan orgasmenya sampai si isteri betul-betul merasakan kenikmatan yang sama. Dalil larangan egoisme suami dalam "bercinta" ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:

لم ه وس ال رسول اهللا صلى اهللا علي ال ق ك ق ن مال ه : ((عن أنس ب دآم أهل امع أح إذا جا , فإذا قضى حاجته قبل أن تقضى حاجتها , فليصدقها ا حتى ت , فال يعجله )) قضى حاجته

]رواه أبو يعلى[Artinya: "Anas bin Malik berkata, Rasulullah saw bersabda: "Apabila seorang suami menggauli isterinya, maka jujurlah kepadanya (maksudnya, mungkin terus teranglah). Apabila si suami akan segera mencapai kenikmatan (orgasme) sementara si isterinya belum akan orgasme, maka si suami tidak boleh menyegerakan orgasmenya (maksudnya tahanlah sebentar), sampai si isteri betul-betul merasakan kenikmatannya (orgasme)" (HR. Abu Ya'la).

10. Suami diperbolehkan menggauli isterinya yang sedang menyusui (al-ghilah). Dalam istilah fiqih, wanita yang sedang menyusui bayinya baik bayi tersebut sudah lahir

maupun masih di dalam kandungan, disebut dengan al-ghilah. Apabila isteri sedang hamil besar atau sedang menyusui bayinya yang masih kecil, kemudian si suami sangat ingin menggauli isterinya tersebut, maka hal itu boleh-boleh saja. Hal ini didasarkan kepada keterangan berikut ini:

ول لم يق ه وس ة : ((عن عائشة أنها سمعت رسول اهللا صلى اهللا علي د هممت أن أنهى عن الغيل , لق ]رواه مسلم)) [ يضر أوالدهمحتى ذآرت أن الروم وفارس يصنعون ذلك فال

Artinya: "Dari Siti Aisyah, bahwasannya ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: ((Sungguh saya ingin sekali melarang suami menggauli isterinya yang sedang menyusui. Hanya saja, saya teringat bahwa orang-orang Rum dan Persia melakukan hal itu juga dan ternyata tidak menyebabkan madarat kepada anak-anaknya" (HR. Muslim).

11. Makruh melakukan 'Azl (mengeluarkan air mani di luar vagina). 'Azl adalah seorang suami mengeluarkan air maninya tidak di dalam kemaluan isteri akan

tetapi di luarnya. 'Azl biasanya dilakukan untuk menghindari agar si isteri tidak hamil. Hal ini jelas dibenci dalam ajaran Islam, karena dinilai sebagai upaya pembunuhan kecil; air mani yang boleh jadi akan menjadi seorang anak, tapi karena ditumpahkan di luar vagina, akhirnya tidak membuahkan anak.

Dalam ajaran islam, seorang suami atau isteri tidak boleh mencegah terjadinya kehamilan, semata-mata karena takut tidak dapat memberikan makan, karena Allah yang akan memberikan makannya. Oleh karena itu, sebaiknya praktek 'azl ini dihindari baik oleh suami maupun isteri. Apabila hendak mengurangi terjadinya kehamilan, maka sebaiknya dilakukan upaya alami berupa KB Kalender. Di mana si suami hanya menggauli isterinya ketika tidak masa subur yakni masa-masa seminggu setelah wanita haid (masa subur bagi wanita adalah seminggu setelah haid). Ini tentu lebih aman dan lebih halal dari pada praktek 'azl di atas. Dalil makruhnya praktek 'azl ini adalah hadits berikut ini:

زل ن الع لم ع ه وس لى اهللا علي ي ص ئل النب د س ال, فق ك : ((فق ي ذل وأد الخف وءودة )) ((ال وإذا الم ]رواه مسلم)) [سئلت

Artinya: "Rasulullah saw pernah ditanya tentang 'azl, beliau menjawab: "Sesungguhnya 'azl itu

Page 32: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

32

adalah pembunuhan tersembunyi"Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya" (QS. At.Takwir: 8)" (HR. Muslim).

Hadits di atas jelas sangat melarang praktek 'azl. Akan tetapi mengapa hukumnya hanya makruh (dibenci saja dan kalau pun dilakukan praktek 'azl ini tidak mengapa) dan bukan haram? Karena terdapat hadits-hadits lain yang membolehkan praktek 'azl ini. Oleh karena terdapat hadits lain yang membolehkan praktek 'azl ini, maka hokum 'azl menjadi makruh saja bukan haram. Hadits yang membolehkan dimaksud adalah sebagai berikut:

ا : ((عن جابر أن رجال سأل النبي صلى اهللا عليه وسلم فقال ا أعزل عنه ي وأن ة ل , إن عندى جاري ]أخرجه مسلم)) [إن ذلك لن يمنع شيئا أراده اهللا: ((فقال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم

Artinya: Dari Jabir, bahwasannya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw: "Sesungguhnya saya mempunyai seorang budak perempuan, dan saya biasa melakukan 'azl kepadanya". Rasulullah saw menjawab: "Sesungguhnya hal itu tidak akan menghalangi sesuatu apapun yang telah dikehendaki oleh Allah (maksudnya, dengan azl tidak akan menyebabkan tidak punya anak, karena kalau Allah sudah menentukan dia harus mempunyai anak dengan 'azl itu, tentu akan mempunyai anak juga)" (HR. Muslim).

))فإنه سيأتيها ما قدر لها, اعزل إن شئت: ((وفى روايةArtinya: Dalam riwayat lain dikatakan: "Lakukanlah 'azl sekehendak kamu, karena ia tetap akan menyebabkan datangnya apa yang telah ditakdirkan oleh Allah"

د رسول اهللا صلى اهللا : ((عن جابر قال ى عه ا نعزل عل زل آن رآن ين لم والق ه وس أخرجه )) [ علي ]البخارى ومسلم

Artinya: Jabir berkata: "Kami biasa melakukan 'azl pada masa Rasulullah saw, sementara al-Qur'an tetap turun (dan tidak melarang kami satu ayat pun)" (HR. Bukhari Muslim).

Bolehkan melihat aurat isteri atau suami dan menyentuh / memegangnya?

Persoalan melihat aurat isteri atau suami terutama aurat besar (farj atau dzakar, kemaluan perempuan dan laki-laki) masih menjadi bahan perdebatan di antara para ulama. Hal ini terjadi karena terdapat banyak hadits antara yang membolehkan dan yang melarang. Untuk lebih jelas mengupas masalah ini, marilah kita bahas dimulai dengan dalil-dalil yang melarang melihat kemaluan pasangannya.

]رواه الطبرانى)) [ما رأيت عورة رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم قط: ((عن عائشة قالتArtinya: "Siti Aisyah berkata: "Saya tidak pernah melihat sekalipun aurat Rasulullah saw" (HR. Thabrany).

Hadits ini dinilai oleh Ibn Hajr al-Asqalany sebagai hadits Dhaif (lemah), karena dalam sanadnya ada seorang rawi yang bernama Barakah bin Muhammad al-Halaby, bahwasannya ia seorang pembohong. Demikian juga dengan rawi-rawi lainnya seperti Abu Shalih Bazim dan Muhammad bin al-Qasim al-Asady bahwa keduanya tukang bohong.

ورث : رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم قال ه ي ا فإن ى فرجه إذا جامع أحدآم زوجته فال ينظر إل ))العمى

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Apabila seorang laki-laki menggauli isterinya, maka janganlah melihat kemaluannya, karena hal itu akan menyebabkan buta (keturunannya)". Hadits ini adalah hadits Maudhu' (hadits dibuat-buat) sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibn al-Jauzi dan Abu Hatim ar-Razi.

Sedangkan hadits-hadits yang membolehkan melihat kemaluan pasangan adalah: ى رسول اهللا صلى اهللا عل ى عن عثمان بن مظعون حين شكا إل اءه من النظر إل لم حي ه وس ي

ه ورة زوجت ول, ع ه رس ال ل لم فق ه وس ا : (( اهللا صلى اهللا علي ك لباس ا اهللا ل د جعله , آيف وق )) وهن يفعلنه, فإنى أفعله: قال. أنى أستحيي من ذلك: وجعلك لها لباسا؟ قال

Artinya: "Dari Utsman bin Madh'un ketika mengadu kepada Rasulullah saw mengenai rasa malunya ketika melihat aurat isterinya, Rasulullah saw menjawab: "Bagaimana tidak, bukankah Allah telah menjadikan isterimu itu sebagai pakaian dan kamu sebagai pakaiannya juga?" Utsman menjawab: "Saya justru malu dengan hal itu". Rasulullah saw menjawab: "Saya juga melakukannya dan mereka isteri-isteri

Page 33: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

33

saya pun melakukannya juga". ه واحد : عن عائشة قالت اء بينى وبين لم من إن ه وس آنت أغتسل أنا ورسول اهللا صلى اهللا علي

]رواه البخارى ومسلم)) [وهما جنبان, ودع لي, دع لى: فيبادرنى حتى أقول لهArtinya: Siti Aisyah berkata: "Saya dengan Rasulullah saw mandi bersama dalam satu bejana. Beliau lalu mencandaiku sehingga saya berkata kepadanya: "Lepaskan aku, lepaskan aku", dan keduanya dalam keadaan junub" (HR. Bukhari Muslim).

Hadits inilah yang dijadikan hujjah oleh sementara ulama mengenai bolehnya suami atau isteri melihat aurat besar pasangannya. Sulaiman bin Musa pernah ditanya tentang hokum seorang suami melihat aurat pasangannya. Ia menjawab: "Saya bertanya kepada Atha dan Atha bertanya kepada Siti Aisyah, dan Siti Aisyah menyebutkan hadits ini (artinya boleh).

Bagaimana dengan hadits yang mengatakan bahwa seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lainnya demikian juga dengan wanita tidak boleh melihat aurat wanita lainnya? Hal ini, hemat penulis, dapat dijawab dengan mengatakan bahwa hal itu tidak termasuk untuk suami isteri. Sedangkan untuk suami isteri diperbolehkan berdasarkan hadits-hadits di atas.

Mengakhiri pembahasan seputar ini, penulis akan ketengahkan pendapat Ibn Urwah al-Hanbali dalam bukunya al-Kawakib ad-Darary sebagaimana dikutip oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany berikut ini:

رج , ومباح لكل واحد من الزوجين النظر إلى جميع بدن صاحبه ولمسه رج , حتى الف وألن الف . وهذا مذهب مالك وغيره. فجاز النظر إليه ولمسه آبقية البدن, يحل له االستمتاع به

Artinya: "Bagi masing-masing suami isteri dibolehkan melihat seluruh badan pasangannya, termasuk dibolehkan juga memegang dan menyentuhnya termasuk kemaluannya. Karena kemaluan ini dihalalkan untuk digauli, maka tentu dilihat atau dipegang jauh lebih dibolehkan sebagaimana dibolehkannya melihat dan menyentuh anggota badan lainnya. Ini juga merupakan pendapatnya Imam Malik dan yang lainnya". Penulis juga sependapat untuk mengatakan bahwa suami isteri di samping boleh melihat kemaluan dan aurat pasangannya, juga dibolehkan untuk menyentuh atau memegangnya selama hal itu diperlukan atau dapat menambah kenikmatan dalam berhubungan badan. Bolehkah berhubungan badan sambil telanjang bulat?

Persoalan kedua yang tidak kalah pentingnya dan sering kali menjadi bahan perdebatan di kalangan masyarakat adalah, bolehkah suami isteri ketika berhubungan badan telanjang bulat, tanpa busana? Dalam hal ini, juga terjadi silang pendapat, antara yang membolehkan dengan yang tidak. Untuk lebih memperjelas sebab persoalan, berikut ini penulis sodorkan di antara hadits yang dijadikan dalil oleh kelompok yang mentidakbolehkan suami isteri berhubungan badan dengan telanjang bulat.

ال سلمى ق د ال ن عب ة ب لم : عن عتب ه وس ال رسول اهللا صلى اهللا علي ه : ((ق ى أحدآم أهل إذا أت ]رواه ابن ماجه)) [وال يتجرد تجرد العيرين, فليستتر

Artinya: Utbah bin Abd as-Silmi berkata, Rasulullah saw bersabda: "Apabila salah seorang dari kalian menggauli isterinya, maka hendaklah memakai penghalang, dan janganlah ia telanjang bulat sebagaimana dua himar yang sedang berhubungan badan" (HR. Ibn Majah).

Hanya saja, hadits ini Dhaif dan karenanya tidak dapat dijadikan sebagai hujjah, sebagaimana yang diutarakan oleh Syaikh Nashiruddin al-Albany. Menurutnya, dalam hadits tersebut ada seorang rawi yang bernama al-Ahwash bin Hakim dan dia itu orangnya dhaif, lemah. Demikian juga dalam hadits tersebut ada rawi yang bernama al-Walid bin al-Qasim al-Hamdany yang dilemahkan oleh Ibn Mu'in dan yang lainnya. Oleh karena itu, hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah.

Ustadz Sayyid Sabiq dalam hal ini juga berpendapat bahwa seorang suami isteri ketika melakukan hubungan badan dilarang telanjang bulat. Di antara hadis yang dikemukakannya selain hadits di atas, juga hadits berikut ini:

)أخرجه ابن ماجه(لم ير رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم منى ولم أر منه : قالت عائشةArtinya: "Siti Aisyah berkata: "Rasulullah saw tidak pernah melihat (kemaluan)saya, demikian juga saya tidak pernah melihat kemaluannya" (HR. Ibn Majah).

Hanya saja, lagi-lagi hadits ini dhaif sebagaimana dikatakan oleh Imam al-Bushairy. Karena hadits

Page 34: Mahar Dan Malam Pertama

Copyright Aep Saepulloh Darusmanwiati (indonesianschool.org)

34

tersebut dhaif, maka tidak dapat dijadikan dalil. Penulis juga melihat, dalil-dalil yang mengatakan tidak bolehnya suami isteri berhubungan badan

dengan telanjang, adalah dhaif dan tidak dapat dijadikan dalil. Kini, beralih kepada kelompok yang mengatakan bahwa suami isteri boleh mengadakan hubungan

badan dengan kondisi telanjang bulat. )223: البقرة (نساؤآم حرث لكم فأتوا حرثكم أنى شئتم

Artinya: "Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki (al-Baqarah: 223).

Ayat ini secara tegas mengatakan bahwa suami boleh menggauli isterinya dengan cara dan gaya bagaimana saja selama di dalam farjinya. Tentu untuk dapat melakukan hal demikian, umumnya dibutuhkan kondisi tidak berpakaian sama sekali. Karena itu, telanjang bulat dalam berhubungan badan dibolehkan karena termasuk keumuman dari ayat di atas.

Dalil lain yang dikemukakan kelompok ini adalah, hadits dari Siti Aisyah yang mengatakan bahwa ia seringkali mandi bersama Rasulullah saw dalam satu bijana. Hal ini, menurut kelompok ini, lebih tegas mengatakan bahwa bertelanjang bulat bagi suami isteri sangat dibolehkan.

Dari kedua pendapat di atas, penulis lebih cenderung untuk memahami, bahwa kelompok yang melarang suami isteri telanjang bulat ketika melakukan hubungan badan, hanya sebatas muru'ah saja. Artinya, hanya etika dan lebih bagusnya, bukan sesuatu yang haram. Jadi mereka hendak mengatakan, kalau memungkinkan, sebaiknya tidak telanjang bulat sama sekali. Tapi kalau tidak, ya silahkan.

Untuk itu, penulis cenderung untuk mengatakan, bahwa seorang suami isteri boleh-boleh saja telanjang bulat ketika berhubungan badan karena hal ini jelas sudah halal bagi mereka, apabila hal demikian dipandang perlu. Namun demikian, ketika keduanya melakukan hubungan badan dengan telanjang bulat, sebaiknya ditutup dengan kain atau selimut. Hal ini agar lebih menjaga boleh jadi "kenikmatan" dari berhubungan badan, juga dari muru'ah, atau etikanya. Wallahu 'alam. Penutup

Demikian sekilas pembahasan seputar mahar, I'lan pernikahan dan etika malam pertama berikut berhubungan badan menurut tuntunan ajaran Islam. Semua yang penulis kemukakan dimaksudkan agar kita memahami dengan betul bagaimana ajaran kita mengatur hal itu. Terutama soal hubungan intim yang belakangan ini marak dibicarakan, sehingga dengannya kita terhindar dari hubungan intim yang seperti binatang sebagaimana serignkali kita dengar berita-berita dari Barat, ataupun terhindar dari hubungan intim yang terlalu kaku yang tentunya akan sedikit mengganggu keharmonisan rumah tangga, sekaligus akan mengganggu menghasilkan keturunan yang shalih yang mana kita senantiasa mengharapkannya.

Untuk makalah berikutnya, insya Allah, penulis akan mencoba mengetengahkan masih dalam serial Fiqh Munakahat seri V tentang hak dan lewajiban suami isteri dalam ajaran islam. Semoga tulisan ini bermanfaat, amin. Wallahu 'alam bis shawab. ***Makalah ini special dipersembahkan untuk kawan-kawan tercinta siswa siswi Sekolah Indonesia Cairo (SIC) pada pengajian rutin remaja Sabtuan di Mesjid Indonesia Kairo, Egypt. Email: [email protected] Qatamea, Ahad, 12 June 2005 setelah waktu Shubuh.