makalah koba
DESCRIPTION
koba kimia bahan alam mipa kimiaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada hakekatnya kimia bahan alam merupakan pengetahuan yang telah dikenal sejak
peradaban manusia tumbuh. Contoh yang dapat segera diketahui adalah pembuatan bahan
makanan, pewarnaan benda, obat-obatan atau stimulan, dan sebagainya.
Para kimiawan pada akhir abad ke delapan belas mulai mengakhiri kepercayaan dari
dunia mitos ke ilmu pengetahuan modern, dan diantara para ilmuwan sangat antusias untuk
menguak sifat-sifat sebenarnya dari bahan ekstrak yang diperoleh dari alam. Seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan maka perkembangan kimia bahan alam tidak dapat diragukan
lagi hingga sekarang. Berbagai cara analisis preparatif atau pemisahan telah diketemukan dan
dikembangkan, mulai dari metoda kromatografi yang meliputi: kolom kromatografi,
kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi gas, kromatografi cair bertekanan
tinggi, pertukaran ion dan sebagainya. Metoda-metoda tersebut memungkinkan untuk
mengisolasi senyawa-senyawa yang jumlahnya sangat kecil.
Sudah kelaziman dalam proses isolasi ini untuk membedakan antara senyawa
metabolit primer dan metabolit sekunder. Para peneliti pendahulu berpendapat bahwa
fotosintesis menghasilkan senyawa yang sederhana dan terdistribusi luas yang memiliki berat
molekul rendah seperti asam karboksilat pada daur krebs, asam-asam amino, karbohidrat,
lemak dan protein. Senyawa-senyawa itu pada umumnya dipandang sebagai domain bagi
para biokimiawan. Senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa awal atau senyawa induk
atau dikenal sebagai precursor untuk metabolit sekunder.
Pada saat sekarang kimia bahan alam terutama tertuju pada pembentukan struktur dan
sifat-sifat metabolit sekunder. Pada hakikatnya tidak ada perbedaan yang tajam antara
“metabolit biokimia” (metabolit primer) dengan metabolit sekunder.
Setiap makhluk hidup terutama tumbuhan yang merupakan obyek umum dari kimia
bahan alam mempunyai dua garis besar ragam senyawa organik. Metabolit primer dan
metabolit sekunder. Metabolit primer dihasilkan oleh semua tumbuhan seperti yang telah
dijelaskan diatas. Sedangkan metabolit sekunder dihasilkan oleh jenis spesies tertentu dengan
fungsi antara lain; mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang ekstrim, penarik
seksual, anti biotika dan alelopati. Jenis-jenis dari senyawa metabolit sekunder ini adalah;
senyawa golongan alkaloid, flavonoid, terpenoid,steroid, senyawa-senyawa fenolik dan
saponin.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang terkandung dalam makalah ini adalah :
Bagaimanakah cara mengisolasi senyawa quercetin dari Citrullus Colocythis (Linn).
Schard?
1.3 Tujuan Penulisan
Dengan penulisan makalah ini secara umum kita dapat memahami bagaimana cara
mengisolasi dan melakukan pemurnian senyawa metabolit sekunder yang sebagai
contoh adalah senyawa “quercetin” yang diisolasi dari Citrulllus colocythis (Linn.)
Schrad yang merupakan golongan flavonoid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengenalan Senyawa Metabolit Sekunder Golongan Flavonoid
Menurut perkiraaan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh
tetumbuhan (atau kira-kira 1 X 109 ton/tahun) diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang
berkaitan erat dengannya (Smith, 1972). Sebagian besar tanin berasal dari flavonoid. Jadi,
flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar di alam. Sebenarnya,
semua flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau, sehingga pastilah dapat ditemukan
dalam setiap telaah ekstrak tumbuhan (K.R.Markham, 1988).
Flavonoid adalah sebuah kelompok yang berisikan sekitar 4000 senyawa poliphenolik
alami, secara bisa ditemukan dalam bentuk makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
(Harbone, 1986). Kebanyakan darinya diidentifikasi sebagai pigmen yang memberi warna
daun, terutama sekali di saat musim gugur. Flavonoid secara luas ditemukan pada buah-
buahan, sayuran, biji, jamu-jamuan, rempah-rempah, batang bunga, bunga terutama pada teh
dan anggur merah. Biasanya pembagian-pembagian ini dikelompokkan berdasarkan
Subtituen dalam flavanol (kaemferol quercetin), anthocyanins, flavones, flavonones, dan
chalcones. Senyawa-senyawa falvonoid ini mempunyai fungsi yang sangat istimewa dalam
aksi-aksi bersifat biokimia dan farmakologi. Antara sebagai anti peradangan, antioksidan,
anti alergi, hepatoprotektif, antitrombotik, antivirus dan anti aktivitas karsinogenik
(Middleton dan Kandaswarni, 1993)
Senyawa ini mempunyai daya guna yang penting untuk membentengi diri dari
patogen dan predator dan berkontribusi pada fungsi-fungsi physiologi seperti pertumbuhan
benih dan keadaan tidur musim dingin pada hewan tertentu. (Whinkel-Shirley, 2002)
Senyawa ini disintesis dari phenyl propanoid dan asetat sebagai prekursornya. Flavonoid
sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia bisa digunakan sebagai antioksidan dan
pencegah dari pengaruh efek radikal bebas yang berpotensi estrogenik dan anti kanker
(Springob dan Saito, 2002)
2.2 Pengenalan Quercetin
Quercetin yang didapatkan ini merupakan kelompok pigmen tanaman yang disebut
flavonoid yang memberi warna pada banyak buah-buahan, bunga-bunga dan sayur-sayuran.
Quercetin berfungsi sebagai anti peradangan, antioksidan dan antikanker (Lamson dan
Brignale, 2000). Citrullus colocynthis (Linn). Shrad (Cucurbitaceae), merupakan salah satu
dari tanaman obat yang ditempat asalnya dikenal dengan nama Tumba atau Indrayan.
2.3 Peranan Senyawa Flavonoid Terutama Quercetin Dalam Kehidupan Manusia
Lebih dari 2000 flavonoid yang dilaporkan baik untuk tumbuhan berkayu atau pun
tidak berkayu.(Harbone, 1980). Biosintesis, teknik isolasi dan kromatografi preparatif
(Casteel dan Wender, 1953). TLC, UV, spektra IR meningkatkan pemahaman dalam dimensi
yang baru mengenai sifat-sifat kimia flavonoid dan mengetahui lebih mendalam betapa
pentingnya senyawa ini secara taksonomi (Smith, 1969). Saat ini flavonoids dilaporkan bisa
didapatkan dari spesies seperti , Lycium barbarum (Harsh ,et al.,1983); passiflora plamer
(Ulubelen et al., 1984); Cassia angustifolia (Goswani dan Reddi, 2004); Jatropa curcas L.
(saxena et al., 2005). Quercetin juga juga dilaporkan didapatkan dari berbagai spesies
tanaman seperti Cicer arietenum Linn (Jain et al., 2007).
Seperti yang dijelaskan diawal, quercetin dapat dijadikan sebagai anti peradangan,
antioksidan, dan anti kanker, isolasi dan ekstraksi senyawa ini dapat dilakukan secara
invivo(daun, tangkai bunga, buah dan akar) dan invitro menggunakan jaringan keras dari
Citrulluscolocynthis dan hasilnya ditingkatkan dengan penambahan elicitor pada kulturnya,
yang dapat meningkatkan produksi senyawa yang berguna bagi pengobatan
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Material dan Metode
a) In vivo
Bagian-bagian berbeda dari Citrullus colocynthis (Linn). Shrad (daun, tangkai bunga,
buah dan akar) dikumpulkan dalam keadaan kering, lalu ditepungkan dan digunakan untuk
ekstraksi secara invitro memakai tissu sampel.
b) In vitro
Selama 6 pekan jaringan tua callus (callus diambil dari buku ruas bekas tanaman)dari C
itrullus colocynthis (Linn) ditumbuhkan dengan Medium MS yang dilengkapi dengan BAP
(2.0 mg/l) dan NAA (2,0 mg/l) dikeringkan di oven pada suhu 1000 C selama 15 menit.
Untuk mengaktifkan enzim, teruskan pada suhu 600 C sampai didapatkan berat kostan.
Jaringan sampel di tepungkan dan digunakan untuk ekstraksi.
3.2 Prosedur Ekstraksi
Fraksi III dari setiap sampel telah dihidrolisis dengan cara merefluks dengan H2SO4
(10ml/gm residu) selama 5 jam. Campuran ini lalu disaring dan filtratnya diekstraksi dengan
etil asetat menggunakan corong pisah. Lapisan etil asetat lalu dicuci sampai netral dengan air
terdistilasi sampai netral dan dikeringkan secara in vacuo, residunya yang sangat kecil
jumlahnya ditangkap dengan etanol akan terpisah sendiri dan kemudian dijadikan sebagai
bahan uji yang sangat penting untuk quercetin.
A. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Pelat gelas (20x20 cm) dilapisi dengan silika gel 'G' (dengan 0,2-0,3mm/ 60 ml air
terdistilasi) yang dikeringkan pada suhu kamar. Setelah kering diaktifkan Pada suhu 1000 C
selama 30 menit di dalam oven kemudian didinginkan pada suhu kamar. Etil eter dan etil
asetat terfraksi dari setiap sampel terpisah kira-kira 1 cm dari pinggir pelat berdampingan
dengan standar referensi dari quercetin. Pelat gelas (kaca) yang berupa kotak yang tembus
pandang kromatografi yang bisa memuat kira-kira 200 ml pearut yang merupakan campuran
antara n-butanol, asam asetat dan air dengan perbandingan (4:1:5 dalam lapisan v/v).
Contoh campuran pelarut lainnya adalah etil asetat dalam asam asetat dengan air (6:4
v/v) dan sistem forestal (asam asetat, dalam asam HCl, air, 10:3:30 v/v juga bisa digunakan).
Campuran pelarut n-butanol, asam asetat dan air (4:1:5 v/v) juga menghasilkan hasil yang
memuaskan ketika diadakan pengujian dengan sampel yang ada.
Pelat pengembang harus kering dan bisa dilihat di bawah cahaya lampu UV yang
akan memperlihatkan fluorisensinya pada fraksi II dan III yang secara langsung dapat
dibandingkan dengan standarnya (berwarna biru, Rf 0,82).
Pelat kemudian di letakkan dalam kotak kromatografi dengan uap amonia untuk
memperlihatkan warna nodanya (warnanya kuning pekat) dan pelat itu kemudian semprot
uap I2 akan memperlihatkan warna noda (Kuning kecoklatan) pelat pengembang ini lalu
disemprot dengan etanol fericlorida 5% untuk memperlihatkan warna nodanya (untuk kedua
fraksi II dan III). Nilai Rf dapat dihitung dari sampel yang diisolasi dibandingkan dengan
standardnya.
B. Kromatografi Preparatif Lapis Tipis (PTLC)
Pelat kaca (20x20 cm) dilapisi dengan lapisan tipis (0,4-0,5 mm) Silika gel 'G" (45
gm/80 ml air). Dan diaktifkan pada suhu 1000 C selama 30 menit dan dan didinginkan pada
suhu kamar, yang nantinya akan dipakai untuk PTLC. Ekstrak kedua fraksi (II dan III )
diletakkan pada pelat yang berbeda bebas dari air dan bisa divisualisasikan pada cahaya
lampu UV.
Semua noda fluoresensi apabila dibandingkan dengan standar quercetinnya akan
nampak mencolok sekali. Noda itu akan terpisah dengan baik sepanjang silika gel 'G' yang
dielusi dengan etanol. Lalu hasil elusinya dapat dikristalkan dengan menggunakan kloroform.
Kemurnian senyawa yang didapat dapat dilihat dari hasil analisis spektra Irnya. Senyawa
yang disolasi dapat ditentukan dengan menggunakan kolorimetri dan sepktra infra merah.
Lalu senyawa murni yang didapat dapat dianalisa dengan HPLC ( pelarut air, kolom-
mikroprasil, 80% heksan dan 20% etil asetat, etil asetat, grafik spektranya berkisar 1
cm/menit, 0,5 ml/ menit terdeteksi pada UV pada gelombang 254 nm).
3.3 Hasil
Ketika pelat pengembang di semprot dengan etanol feri klorida 5% akan
memperlihatkan titik noda yang bila dibandingkan dengan quercetin standar (biru keabu-
abuan, gambar A), ketika pelat dimasukkan ke kotak yang mengandung uap amonia akan
memperlihatkan warna quercetin kuning pekat. Nilai Rfnya akan sama dengan nilai Rf dari
quercetin standarnya.
Pelat pengembang di bawah cahaya lampu UV akan menampilkan fluoresensi noda
pada fraksi II dan II yang dibandikan dengan sampel standar (berwarna biru). Karakteristik
puncak spektra IRnya akan di temukan hampir sama dengan perspektif dari standar senyawa
quercetin (gmb.D). Ketika di isolasi quercetin menggunakan HPLC, menunjukkan waktu
retensi 3.475 min seperti yang ditunjukkan pada gambaran stadar quercetin (Gbr. B&C).
Gambar pada analisa KLT dan HPLC
Gambar Pada Analisa IR
BAB IV
KESIMPULAN
Didapatkan kesimpulan cara untuk mengisolasi senyawa quercetin adalah dengan cara
merefluks sampel tumbuhan dengan H2SO4 dan kemudian di ekstraksi dengan etil asetat
menggunakan corong pisah. Kemudian di identifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis,
Kemurnian senyawa yang didapat dapat dilihat dari hasil analisis spektra IRnya. Hasil
menunjukan puncak spektra IR sampel hampir sama dengan perspektif dari standar senyawa
quercetin.
Lalu senyawa murni yang didapat dapat dianalisa dengan HPLC, ketika di isolasi
quercetin menggunakan HPLC, menunjukkan waktu retensi 3.475 min seperti yang
ditunjukkan pada gambaran standar quercetin.
.
DAFTAR PUSTAKA
Hanson,J.R.2003. Natural Products: the Secondary Metabolites. The Royal Society of
Chemistry, London
Lutfan,N. 2007. Kimia untuk Kimia Farmasi. Jhon Wiley and Sons Ltd, London,
Markham,K.R. 1988. Cara mengidentifikasi Flavonoid. Penerbit ITB, Bandung
Sostro, H. 1966. Sintesis Bahan Alam. Gajah Mada University Press, Yogyakartar
Isolation and Identification of flavonoid “Quercetin” from Citrulllus colocythis (Linn.)
Schrad by Mahessh Chand Meena and Vidya Patni University of Rajashtan India