makalah kepemimpinan

27

Click here to load reader

Upload: fatim

Post on 08-Dec-2015

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

materi tentang kepemimpinan dalam islam

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH KEPEMIMPINAN

MAKALAH KEPEMIMPINAN (Menurut Agama Islam)

TUGAS MATAKULIAH PENDIDIKAN AGAMA

KEPEMIMPINAN (Menurut Agama Islam)

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Disusun Oleh :

1.      Aas Ashari

2.      Huri Herwoko

3.      Ade Isnanto

4.      Fitria Sintami

5.      Dede Suhendar

JURUSAN MANAJEMEN INFORMATIKAAKADEMI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

BINA SARANA INFORMATIKA2012

Page 2: MAKALAH KEPEMIMPINAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan

karuniaNya kami dapat menyelesaikan Makalah Pendidikan Agama “Kepemimpinan

(Menurut Agama Islam)”. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah

pengetahuan kepada pembaca di bidang agama Islam, khususnya dalam peran manusia

sebagai khalifah di muka bumi. Di samping itu, makalah ini diajukan guna memenuhi tugas

mata kuliah Pendidikan Agama.

Manusia, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna harus sadar

akan keberadaan dirinya, tidak takut untuk mengubah kehidupannya untuk menjadi lebih

baik, dan tidak berhenti untuk terus menimba ilmu dalam kehidupan guna keluar dari

kebodohan imannya dan menuju peningkatan nilai dan kecerdasan takwa dirinya kepada

Sang Maha Pencipta.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan ini. Dengan segala

kerendahan hati penulis mengharap kritik dan saran.

Tak ada gading yang tak retak, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata.

Semoga makalah ini menjadi pelita bagi individu yang ingin mengembangkan kepribadian

dirinya. Amin.

Jakarta, 22 Oktober 2012

Penyusun

 DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

Page 3: MAKALAH KEPEMIMPINAN

A.           Latar Belakang Masalah .................................................................................1

B.            Rumusan Masalah ..........................................................................................1

BAB II PENJELASAN KEPEMIMPINAN

A.           Kepemimpinan ................................................................................................2

B.            Ciri-Ciri Pemimpin Menurut Islam.................................................................3

C.            Syarat-Syarat Pemimpin Dalam Islam ...........................................................6

D.           Pokok-Pokok Kepemimpinan Islam ...............................................................13

BAB III SUKSESI KEPEMIMPINAN DALAM SYARIAT ISLAM

A.           Pada Masa Rasulullah .....................................................................................15

B.            Pada Masa Khulafaur Rasyidin ......................................................................16

C.            Kepemimpinan Bani Umayyah .....................................................................17

D.           Kepemimpinan Bani Abbasiyah .....................................................................18

BAB III ANALISIS SUKSESI KEPEMIMPINAN DALAM SYARIAT ISLAM

A.           Dasar Hukum Pemilihan Pemimpin (Suksesi Kepemipinan) .........................19

BAB IV PENUTUP

A.           Kesimpulan .....................................................................................................20

B.            Saran ...............................................................................................................20

BAB I

PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang Masalah

“Setiap kamu adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas

kepemimpinannya.” Mungkin kata-kata tersebut yang paling cocok dan pas bagi setiap orang

muslim di seantero jagad raya ini. Kenapa tidak, manusia diturunkan di bumi ini adalah

sebagai khalifah yang memakmurkan dan menyemarakkan dunia. Mungkin kita juga sepakat

bahwa pada setiap individu manusia muslim adalah seorang pemimpin. Yakni memimpin

dirinya sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri.

Page 4: MAKALAH KEPEMIMPINAN

Berbicara tentang “kepemimpinan”, sungguh alangkah menumbuhkan jiwa semangat

bagi setiap muslim yang peduli akan iman yang diembannya. Jika kita menoleh jauh ke

belakang tentang sejarah awal Islam, tentulah kita akan menemukan banyak pelajaran yang

luar biasa apabila diaplikasikan dalam dunia modern sekarang, khususnya dalam hal

“kepemimpinan”. Bagaimana bentuk kepemimpinan Rasulullah dan para sahabat-sahabatnya.

Dan bagaimana cara pemilihan seorang pemimpin pada saat itu.

B.            Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas maka yang menjadi pokok permasalahan

dalam makalah ini adalah:

1.      Bagaimana bentuk-bentuk pemilihan pemimpin (suksesi kepemimpinan) dalam syariat Islam

jika ditinjau dari masa Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, dan Bani Abasiyyah?

BAB II

PENJELASAN KEPEMIMPINAN

A.           Kepemimpinan

1.      Hakikat Kepemimpinan

Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan

sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta

kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan

lainnya. Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya

yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang

lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses

mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk

mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan

kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa

yang diinginkan pihak lainnya. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi dan

menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan,

respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas – Field Manual (22-100).

Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan

apa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta

kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak dapat

Page 5: MAKALAH KEPEMIMPINAN

dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama

lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria

yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu

kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang

mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan

diterapkan.

2.      Kriteria Pemimpin

Adapun kriteria pemimpin itu sendiri, yakni:

a.       Pemimpin yang mukmin.

b.      Tegas dalam menjalankan perintah Tuhan.

c.       Takut kepada Allah swt sewaktu mengurusi orang-orang yang dipimpinnya.

d.      Tidak menzalimi siapapun.

e.       Tidak memerkosa hak-hak orang lain.

f.       Menegakkan dan bukan melecehkan hudud Allah swt.

g.      Membahagiakan rakyatnya dengan mengharap rida Allah swt.

h.      Orang kuat di sisinya menjadi lemah sehingga si lemah dapat mengambil kembali haknya

yang direbut si kuat.

i.        Orang lemah di sisinya menjadi kuat sehingga haknya dapat terlindungi.

j.        Menampakkan kepatuhan kepada Allah swt dalam menetapkan kebijakan yang berhubungan

dengan hajat hidup orang banyak sehingga dirinya dan orang-orang yang dipimpinnya merasa

bahagia.

k.      Semua orang hidup aman dan tenteram.

l.        Sangat mencintai manusia, begitu pula sebaliknya.

m.    Selalu mendoakan manusia, begitu pula sebaliknya. Kriteria di atas menjadi indikator bagi

pemimpin yang terbaik dan termulia di sisi Allah swt dan manusia.

B.            Ciri-Ciri Pemimpin Menurut Islam

Adapun cirri-ciri pemimpin menurut islam adalah sebagai berikut :

1.      Niat Yang Tulus

Apabila menerima suatu tanggung jawab, hendaklah didahului dengan niat sesuai

dengan apa yang telah Allah perintahkan. Iringi hal itu dgn mengharapkan keredhaan-Nya

sahaja. Kepemimpinan atau jabatan adalah tanggung jawab dan beban, bukan kesempatan

dan kemuliaan.

Page 6: MAKALAH KEPEMIMPINAN

2.      Laki-Laki

Wanita sebaiknya tidak memegang tampuk kepemimpinan. Rasulullah

Shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Tidak akan beruntung kaum yang dipimpim oleh

seorang wanita (Riwayat Bukhari dari Abu Bakarah Radhiyallahu’anhu).

3.      Tidak Meminta Jabatan

Rasullullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu,”Wahai

Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin.

Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu

akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu

bukan karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (Riwayat

Bukhari dan Muslim).

4.      Berpegang Dan Konsisten Pada Hukum Allah

Ini salah satu kewajiban utama seorang pemimpin.Allah berfirman,”Dan hendaklah

kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan jaganlah

kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (al-Maaidah:49). Jika ia meninggalkan hukum Allah,

maka seharusnya dilucutkan dari jabatannya.

5.      Memutuskan Perkara Dengan Adil

Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan

datang dengannya pada hari kiamat dengan keadaan terikat, entah ia akan diselamatkan oleh

keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezalimannya.” (Riwayat Baihaqi dari Abu Hurairah

dalam kitab Al-Kabir).

6.      Senantiasa Ada Ketika Diperlukan Rakyat

Hendaklah selalu membuka pintu utk setiap pengaduan dan permasalahan rakyat.

Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorg pemimpin atau pemerintah yg menutup pintunya

terhadap keperluan, hajat, dan kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit

terhadap keperluan, hajat, dan kemiskinannya.” (Riwayat Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).

7.      Menasihati Rakyat

Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorg pemimpin yg memegang urusan kaum Muslimin

lalu ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak menasihati mereka, kecuali pemimpin itu tidak

akan masuk syurga bersama mrk (rakyatnya).”

8.      Tidak Menerima Hadiah

Seorang rakyat yg memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti mempunyai

maksud tersembunyi, entah ingin mendekati atau mengambil hati. Oleh kerena itu, hendaklah

Page 7: MAKALAH KEPEMIMPINAN

seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari rakyatnya. Rasulullah bersabda,”

Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” (Riwayat Thabrani).

9.      Mencari Pemimpin Yang Baik

Rasulullah bersabda,”Tidaklah Allah mengutus seorang nabi atau menjadikan seorang

khalifah kecuali ada bersama mereka itu golongan pembantu, yaitu pembantu yang menyuruh

kepada kebaikan dan mendorongnya kesana, dan pembantu yang menyuruh kpd

kemungkaran dan mendorongnya ke sana. Maka org yg terjaga adalah orang yang dijaga oleh

Allah,” (Riwayat Bukhari dari Abu said Radhiyallahu’anhu).

10.  Lemah Lembut

Doa Rasullullah,’ Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia

mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yg mengurus satu perkara umatku lalu

ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya.

11.  Tidak Meragukan Rakyat

Rasulullah bersabda,” Jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam

masyarakat, ia akan merusak mereka.” (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim). 

12.  Terbuka Untuk Menerima Ide & Kritikan

Salah satu prinsip Islam adalah kebebasan bersuara. Kebebasan bersuara ini adalah

platform bagi rakyat utk memberi idea atau kritikan kepada kerajaan & pemimpin agar sma

mngembling tenaga & ijtihad kearah pembentukn negara yg maju. Saidina Abu Bakar

berucap ketika dilantik menjadi khalifah, beliau menegaskan "..saya berlaku baik, tolonglah

saya, dan apabila saya berlaku buruk, betulkn saya..", manakala Khalifah Umar prnah ditegur

oleh seorang wanita ketika memberi arahan di masjid, dan beliau menerima teguran tersebut.

C.           Syarat-Syarat Pemimpin Dalam Islam

Kepemimpinan setelah Rasulullah SAW ini, merupakan pemimpin yang memiliki

kualitas spiritual yang sama dengan Rasul, terbebas dari segala bentuk dosa, memiliki

pengetahuan yang sesuai dengan realitas, tidak terjebak dan menjauhi kenikmatan dunia,

serta harus memiliki sifat adil. Pemimpin setelah Rasul harus memiliki kualitas spiritual yang

sama dengan Rasul. Karena pemimpin merupakan patokan atau rujukan umat Islam dalam

beribadah setelah Rasul. Oleh sebab itu ia haruslah mengetahui cita rasa spritual yang sesuai

dengan realitasnya, agar ketika menyampaikan sesuatu pesan maka ia paham betul akan

makna yang sesungguhnya dari realitas (cakupan) spiritual tersebut. Ketika pemimpin

memiliki kualitas spiritual yang sama dengan rasul maka pastilah ia terbebas dari segala

bentuk dosa.

Page 8: MAKALAH KEPEMIMPINAN

Menurut Murtadha Muthahhari, umat manusia berbeda dalam hal keimanan dan

kesadaran mereka akan akibat dari perbuatan dosa. Semakin kuat iman dan kesadaran mereka

akan akibat dosa, semakin kurang mereka untuk berbuat dosa. Jika derajat keimanan telah

mencapai intuitif (pengetahuan yang didapat tanpa melalui proses penalaran) dan pandangan

bathin, sehingga manusia mampu menghayati persamaan antara orang melakukan dosa

dengan melemparkan diri dari puncak gunung atau meminum racun, maka kemungkinan

melakukan dosa pada diri yang bersangkutan akan menjadi nol. Saya memahami apa yang

dikatakan Muthahhari derajat keimanan telah mencapai intuitif dan pandangan bathin ini

adalah sebagai telah merasakan cita rasa realitas spiritual. Dengan adanya kondisi telah

merasakan cita rasa realitas spiritual, maka pastilah Rasulullah SAW dan Imam Ali Bin Abi

Thalib beserta keturunannya tadi terbebas dari segala bentuk dosa.

Kondisi ini juga akan berkonsekuensi pada pengetahuannya yang sesuai dengan

realitas dari wujud atau pun suatu maujud. Ketika pemimpin tersebut mengetahui realitas dari

seluruh alam, maka pastilah ia tahu akan kualitas dari dunia ini yang sering menjebak

manusia. Kemudian seorang pemimpin haruslah juga memiliki sifat adil. Rasulullah SAW

pernah berkata bahwa, ”Karena keadilanlah, maka seluruh langit dan bumi ini ada.” Imam Ali

Bin Abi Thalib mendefiniskan keadilan sebagai menempatkan sesuatu pada tempatnya yang

layak. Keadilan bak hukum umum yang dapat diterapkan kepada manajemen dari semua

urusan masyarakat. Keuntungannya bersifat universal dan serba mencakup. Ia suatu jalan

raya yang melayani semua orang dan setiap orang. Penerapan sifat keadilan oleh seorang

pemimpin ini dapat dilihat dari cara ia membagi ruang-ruang ekonomi, politik, budaya, dsb

pada rakyat yang dipimpinnya. Misalkan tidak ada diskriminasi dengan memberikan hak

ekonomi (berdagang) pada yang beragama Islam, sementara yang beragama kristen tidak

diberikan hak ekonomi, karena alasan agama. Terkecuali memang dalam berdagang orang

tersebut melakukan kecurangan maka ia diberikan hukuman, ini berlaku bagi agama apapun.

Dengan demikian jelas bahwa setelah Rasulullah SAW wafat, maka ummat Islam

sebenarnya memiliki seorang pemimpin, yakni Imam Ali Bin Abi Thalib. Kemudian

dilanjutkan oleh beberapa keturunannya, yang mana akhir dari kepemimpinan tersebut adalah

Imam Mahdi, yang disebut sebagai Imam akhir zaman.

Akan tetapi sekarang ini, Dimanakah Imam Mahdi tersebut? dan siapakah yang

memimpin umat Islam di zaman ini? Untuk menjawab pertanyaan ini, ada 4 dasar falsafi

kepemimpinan kelompok dalam Islam (syi’ah), yaitu:

Pertama, Allah adalah hakim mutlak seluruh alam semesta dan segala isinya.. Allah

adalah Malik al-Nas, pemegang kedaulatan, pemilik kekuasaan, pemberi hukum. Manusia

Page 9: MAKALAH KEPEMIMPINAN

harus dipimpin oleh kepemimpinan Ilahiyah. Sistem hidup yang bersumber pada sistem ini

disebut sistem Islam, sedangkan sistem yang tidak bersumber pada kepemimpinan Ilahiyah

disebut kepemimpinan Jahiliyah. Hanya ada dua pilihan kepemimpinan Allah atau

kepemimpinan Thagut.

Kedua, kepemimpinan manusia yang mewujudkan hakimiah Allah dibumi adalah

Nubuwwah. Nabi tidak saja menyampaikan Al-qanun Al-Ilahi dalam bentuk kitabullah, tetapi

juga pelaksana qanun itu sendiri. ”Seperangkat hukum saja tidak cukup untuk memperbaiki

masyarakat. Supaya hukum dapat menjamin kebahagiaan dan kebaikan manusia, diperlukan

pelaksana.” menurut Khomeini. Para Nabi diutus untuk menegakkan keadilan,

menyelamatkan masyarakat manusia dari penindasan. Nabi telah menegakkan pemerintahan

Islam dan Imamah keagamaan sekaligus.

Ketiga, garis Imamah melanjutkan garis Nubuwwah dalam memimpin ummat.

Setelah zaman Nabi berakhir dengan wafatnya Rasulullah SAW, kepemimpinan ummat

dilanjutkan oleh para imam yang diwasiatkan oleh Rasulullah SAW dan Ahlul Baitnya.

Setelah lewat zaman Nabi, maka datanglah zaman Imam. Jumlah Imam ini ada 12 (dua

belas), pertama adalah Imam Ali Bin Abi Thalin, dan yang terakhir adalah Muhammad ibn

Al-Hasan Al Mahdi Al Muntazhar, yang sekarang dalam keadaan gaib. Imam Mahdi

mengalami dua ghaibah, yakni ketika dia bersembunyi didunia fisik, dan mewakilkan

kepemimpinannya kepada Nawab al-Imam (wakil Imam), dan ghaibah kubra, yaitu setelah

Ali Ibn Muhammad wafat, sampai kedatangannya kembali pada akhir zaman. Pada ghaibah

kubra inilah kepemimpinan dilanjutkan oleh para faqih, hingga akhir zaman tiba.

Keempat, para faqih diberikan beban menjadi khalifah. Kepemimpinan Islam

berdasarkan atas hukum Allah. Oleh karena seorang faqih haruslah orang yang lebih tahu

tentang hukum Illahi.

Menurut Khomeini, selain persyaratan umum seperti kecerdasan dan kemampuan

mengatur (mengorganisasi), ada dua syarat mendasar lainnya bagi seorang fuqaha yaitu

pengetahuan akan hukum dan keadilan. Seorang fuqaha sebenarnya adalah wujud dari hukum

Islam itu sendiri. Dengan ini terlihat bahwa seorang fuqaha itu tidaklah boleh untuk berbuat

salah. Sebelum akhir zaman tiba, maka kepemimpinan Islam haruslah di pegang oleh seorang

ulama (faqih) yang memenuhi syarat-syarat. Tidak sembarang manusia dapat menjadi faqih

(ulama). Manusia harus melewati proses-proses pengujian baik secara intelektual maupun

spiritual. Mudah-mudahan kita selalu mendapatkan bimbingan dan hidayah-Nya.

Dalam kitab Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah (5 : 461) menyimpulkan :

"Mereka sepakat bahwa imam disyaratkan harus Muslim, mukallaf, merdeka, laki-laki,

Page 10: MAKALAH KEPEMIMPINAN

Quraisy, adil, alim, mujtahid, pemberani, memeliki wawasan yang benar, sehat pendengaran,

penglihatan, dan pembicaraan." Ibn Taimiyah, walaupun menolak syarat-syarat klasik ini,

karena dianggap tidak realistis, namun beliau menegaskan bahwa keadilan beserta amanah

adalah dua kualitas esensial pemerintahan Islam (lihat Qamaruddin Khan, The Political

Thoughts of Ibn Taymiyah, Islamabad Islamic Research Institution, 1973). Setelah

Rasulullah Saw wafat, yang memegang kendali kepemimpinan politik Islam, bukan lagi

tokoh ideal seperti Nabi. Abu Bakar Ra –seperti dinyatakan oleh Umar Ra dalam kitab Al-

Hudud, Bab Rajm Al-Hubla, Shahih Bukhari—dipilih tergesa-gesa, tetapi Allah Swt

menyelamatkan umat dari kekurangannya. Bahkan Abu Bakar sendiri mengakui bahwa ia

bukanlah orang yang paling baik untuk menduduki jabatan khalifah. Ketika diangkat menjadi

khalifah, Abu Bakar Ra berkhutbah : "Sesungguhnya dalam posisi ini aku bukanlah yang

terbaik diantara kalian. Ketahuilah kadang-kadang syaitan menguasai diriku. Bila aku baik

bantulah aku. Bila aku salah luruskanlah aku. Taati aku selama aku taat kepada Allah dan

Rasul-Nya. Jika aku maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, kalian tidak wajib menaatiku."

(Khutbah ini diungkapkan dengan bermacam-macam redaksi pada Ibn Hiyam (4 : 340), Al-

Tabari (3 : 303), Al-Imamah wa Al-Syiyasah (16); Ibn Katsir (5 : 248); Tarikh Al-Khulafa'

(47); Al-Halabiyah (3 : 397); dan Kanz Al-Ummal (3 : 129). Jadi, sebenarnya Abu Bakar

dipilih tidak melalui suatu proses ijma', seperti diyakini oleh banyak kalangan. Para mu'arrikh

misalnya, menyebutkan sejumlah orang yang berlindung di rumah Fatimah Az-Zahra Ra;

'Abbas, Salman, 'Ammar ibn Yasir, Al-Barra' ibn 'Azib, Sa'ad ibn Abi Waqqash, 'Utbah ibn

Abi Labhab, Abu Dzar, Miqdad ibn Al-Aswad, Ubay ibn Ka'ab, Thalhah ibn Ubaidillah,

kelompok Bani Hasyim, sekelompok Muhajir dan Anshar. [Baca : Musnad Ahmad (1 : 155);

Al-Thabari (2 : 466); Ibn Al-Atsir (2 : 124); Ibn Katsir (5 : 246); Ibn Abi Al-Hadid (1 : 123);

Tarikh Al-Khulafa' (45); Ibn Hisyam (4 : 338); Tarikh Al-Khamis (1 : 188); Ibn 'Ad Rabbih;

Tarikh Abi Al-Fida (1 : 156); dan Al-Halabiyah (3 : 394)]. Mereka beranggapan bahwa 'Ali

ibn Abi Thalib Kw, berdasarkan nash penunjukan oleh Nabi Saw, berhak untuk menjadi

khalifah. Beliau dipandang lebih adil, lebih faqih, dan lebih dekat dengan Rasulullah Saw.

Akan tetapi, setelah Fatimah Az-Zahrah Ra wafat, 'Ali berbaiat kepada Khalifah Abu Bakar

Ra yang kemudian diikuti oleh kelompoknya. Sa'ad ibn 'Ubadah, calon pemimpin dari

kalangan Anshar yang tidak terpilih, pun tidak melakukan perlawanan. 'Ali ibn Abi Thalib

Kw malah memberikan dukungan intelektual terhadap Abu Bakar dan Umar. Beliau sering

membantu mereka dalam mengatasi masalah-masalah hukum, walau pun ia tidak menduduki

jabatan apa pun. Dalam menghadapi kesenjangan, seperti dikatakan Jalaluddin Rahmat;

Page 11: MAKALAH KEPEMIMPINAN

antara das Sollen dan das Sein –yang tidak begitu besar—umat terpecah kepada kelompok

pendukung das Sollen dan kelompok pendukung das Sein.

Pada zaman Abu Bakar dan Umar, kedua kelompok ini –setelah komplik yang juga

tidak begitu besar—bergabung mendukung keduanya. Sehingga, seperti dikatakan Maududi,

Abu Bakar dan Umar berhasil menegakkan sistim politik yang adil: pemerintahan

berdasarkan musyawarah, amanah, kekuasaan hukum, jiwa demokrasi, dan anti ashabiyah.

Kualifikasi Pemimpin dalam Pemikiran Islam Sebenarnya, apa sajakah kualifikasi pemimpin

menurut para pemikir politik Islam? Adalah Al-Farabi yang memiliki concern mengenai

pewenang tertinggi dalam pemerintahan ini. Beliau menyebutnya dengan al-ra'is al-awwal li

al-madinah al-fadhilah wa ra'is al-mamirah min al-ardh kulliha (Pemimpin Tertinggi Negara

Utama dan Pemimpin Oikumene Dunia). Di antara sifat-sifat pemimpin yang disebutkan Al-

Farabi ialah : "…bijak, berbadan kuat, bercita-cita tinggi, baik daya pemahamannya, kuat

daya hafalannya, sangat cerdas, fasih berbicara, cinta kepada ilmu, sanggup menanggung

beban dan kesulitan karenanya, tidak rakus kepada kenikmatan jasmani, cinta kepada

kejujuran, mulia jiwanya, adil dan teladan bagi semua orang –hatta terhadap diri dan

keluarganya—serta berani dan paling awal." Al-Farabi juga menyebutkan : "Terhimpunnya

semua syarat dan sifat ini dalam diri seseorang adalah sesuatu yang jarang terjadi. Apabila

semua ini terpenuhi dalam diri seseorang, dialah sang pemimpin.

Kalau tidak, orang yang paling banyak memiliki sifat-sifat tersebutlah yang dapat

menjadi pemimpin. Apabila tidak ada seorang pun yang memenuhi sifat-sifat tersebut secara

maksimal, namun ada dua orang, yang satu bijak (hakim) dan lainnya memiliki sifat-sifat

yang lain, maka kedua-duanya menjadi pemimpin bersama. Dan masing-masing orang saling

melengkapi satu dengan lainnya. Apabila sifat-sifat ini ada pada lebih dua orang, dan mereka

saling mengerti, maka semuanya adalah para pemimpin yang dihormati." Sementara itu,

Syeikh Al-Ra'is ibn Sina menyatakan dalam kitabnya, Al-Syifa', Bab "Penentuan Khalifah

dan Imam", sebagai berikut : "… Kemudian wajib bagi seorang pemimpin untuk mewajibkan

patuh kepada orang yang akan menggantikannya. Suksesi ini tidak boleh terjadi melainkan

dari sisinya, atau berdasarkan ijma' para ahli senior atas seseorang yang secara publik dan

aklamasi diakui sebagai orang yang mandiri dalam politik, kuat secara intelektual, bermoral

mulia –seperti berani, terhormat, cakap mengelola, dan arif dalam hukum syariat—sehingga

tiada orang yang lebih dikenal darinya." "Ditetapkan kepada mereka bahwa apabila terjadi

perselisihan atau pertikaian lantaran dorongan hawa nafsu, atau mereka sepakat (menetapkan)

orang yang tidak memiliki keutamaan-keutamaan ini, dan yang tidak layak, maka mereka

akan kafir kepada Allah Swt." Al-Qadhi Abu Ya'la Al-Gharra' dalam kitab Al-Ahkam Al-

Page 12: MAKALAH KEPEMIMPINAN

Sulthaniyah, menyatakan : "Orang yang layak menjadi pemimpin harus memenuhi empat

syarat, yaitu :

1)      Berasal dari keturunan Quraisy;

2)      Memenuhi sejumlah syarat, seperti layaknya seorang hakim (qadhi), merdeka, akil, balig,

berilmu, dan adil;

3)      Arif dalam urusan peperangan, politik, dan pelaksanaan hukum-hukum hudud sehingga rasa

belas kasihannya tidak menghalanginya dari berbuat adil, serta memiliki sifat membela

umatnya; dan

4)      yang paling utama dalam ilmu dan agama di antara mereka.

" Al-Mawardi, teoritisi utama politik Islam Sunni memerinci dalam kitab Al-Ahkam

Al-Sulthaniyyah, bahwa : "Orang yang layak menyandang kepemimpinan, harus memenuhi

tujuh syarat, yaitu :

1)      adil dengan keseluruhan persyaratannya;

2)      berilmu pengetahuan sehingga mampu berijtihad dalam kasus-kasus yang dihadapi dan

ketetapan-ketetapan hukum;

3)      memiliki kesempurnaan indra seperti pendengaran, penglihatan, dan pembicaraan agar

dengannya ia bisa melaksanakan tugasnya sendiri;

4)      tak memiliki cacat tubuh yang bisa menghalangi dinamika kerja dan tindakan segera;

5)      memiliki kemampuan menggagas yang dapat melahirkan strategi kepemimpinan rakyat dan

pengaturan kemaslahatan;

6)      berani dan tangguh sehingga mampu mempertahankan Negara dan melawan musuh; dan

7)      nasab sang pemimpin hendaklah dari keturunan Quraisy, dan mendapatkan kesepakatan

(konsensus).

" (Lihat Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah, 6). Sementara itu, uraian tentang kepemimpinan

Islam dalam pandangan Syi'ah bertolak dari konsep wilayah dan imamah. Wilayah adalah

konsep luas yang meliputi juga imamah dan wilayah bathiniyyah. Sedangkan imamah adalah

kepemimpinan (zi'amah), pemerintahan (hukumah) dan riasah 'ammah dalam urusan dunia

dan agama, yang terdapat pada diri Nabi Saw dan para imam sesudah Nabi. Menurut

Murtadha Muthahhari, kata wala, walayah, wilayah, wali, maula, dan derivat lainnya, banyak

sekali disebut dalam Al-Quran. Sebagai kata kerja disebut 124 kali, dan sebagai kata benda

disebut 112 kali. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya Al-Quran memandang masalah

wilayah. Dalam buku Al-Mukaddimah, Ibn Khaldun menulis tentang kualifikasi pemimpin :

"Syarat-syarat jabatan ini ada empat; ilmu, keadilan, kemampuan, dan keselamatan indra dan

anggota tubuh dari hal-hal yang bisa mempengaruhi cara berpendapat dan bertindak. Adapun

Page 13: MAKALAH KEPEMIMPINAN

syarat kelima, tentang keturunan Quraisy, hal ini masih diperselisihkan. Syarat berilmu

pengetahuan juga jelas, karena dia akan bisa menjalankan hukum-hukum Allah apabila dia

mengetahuinya. Hal yang tidak diketahuinya tidak boleh diajukan sebagai (ketetapan) hukum

dan perintahnya. Berilmu pengetahuan yang dimaksudkan tidak akan memadai kecuali dia

seorang mujtahid, mengingat taklid adalah suatu kekurangan; sementara kepemimpinan

menuntut kesempurnaan dalam karakteristik dan watak…" (Baca : Ibn Khaldun, Muqadimah,

135). Abd Al-Malik Al-Juwaini (Imam Al- Haramain), dalam kitabnya, Al-Irsyad; Al-

Qalqasyandi dalam bukunya, Ma'atsir Al-Inafah fi Ma'alim Al-Khilafah (1 : 31), pasal kedua,

bab syarat-syarat imamah, dan Ibn Hazm Al-Andalusi, di antara para ulama yang lain,

umumnya mengungkapkan kualifikasi-kualifikasi yang sama, dengan beberapa variasi kecil.

D.           Pokok-Pokok Kepemimpinan Islam

Yamani dalam bukunya Filsafat Politik Islam (2002 : 15-16), mengemukakan pokok-

pokok kepemimpinan dalam Islam didasarkan atas empat dasar falsafi (philosophische

grondslagen), antara lain : Pertama, Allah adalah hakim mutlak seluruh alam semesta dan

segala isinya. Allah adalah malik an-nas, pemegang kedaulatan, pemilik kekuasaan, pemberi

hukum. Manusia harus dipimpin dengan kepemimpinan Ilahiyah. Kedua, Kepemimpinan

manusia (qiyadah abasyariyyah) yang mewujudkan hakimiyah Allah di bumi ini ialah

nubuwwah. Nabi tidak hanya menyampaikan al-qanun al-ilahi dalam bentuk Kitabullah,

tetapi juga pelaksana qanun itu. Supaya hukum sanggup menjamin kebahagiaan dan kebaikan

manusia, diperlukan adanya kekuatan eksekutif atau pelaksana.' Ketiga, garis imamah

melanjutkan garis nubuwwah dalam memimpin umat. Setelah zaman para nabi berakhir

dengan wafatnya Rasulullah Saw., kepemimpinan umat dilanjutkan oleh para imam yang

diwariskan oleh Rasulullah dan ahl-al-bait-nya. Setelah zaman para nabi, dating zaman 'para

imam.' Keempat, para faqih adalah khalifah para imam dan kepemimpinan umat dibebankan

kepada mereka. Kepemimpinan Islam adalah kepemimpinan yang berdasarkan hukum Allah.

Oleh karena itu, pemimpin haruslah orang yang paling tahu tentang hukum Ilahi. Setelah para

imam tiada, kepemimpinan harus dipegang oleh para faqih yang memenuhi syarat-syarat

syariat berikut : Pertama, Faqahah; yakni mencapai derajat mujtahid muthlaq yang sanggup

melakukan istinbath hukum dari sumber-sumbernya. Kedua, Istiqamah, Al-Shalah, dan

Tadayyun; yakni memperlihatkan ketinggian kepribadian, dan bersih dari watak buruk.

Ketiga, Kafa'ah, yakni memiliki kemampuan untuk memimpin umat; mengetahui ilamu yang

berkaitan dengan pengaturan masyarakat, cerdas, matang secara kejiwaan dan rohani. Nah,

Page 14: MAKALAH KEPEMIMPINAN

bila tak seorang pun faqih yang memenuhi syarat, maka harus dibentuk 'majelis fukaha'.

Wallahu 'Alam Bisshawab.

  

BAB III

SUKSESI KEPEMIMPINAN DALAM SYARIAT ISLAM

A.           Pada Masa Rasulullah

Setelah tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi menjadi pemimpin

penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode

Mekkah, pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang

berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi mempunyai

kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara. Dengan kata

lain, dalam diri nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan duniawi.

Kedudukannya sebagai rasul secara otomatis merupakan kepala Negara.

Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu (Madinah), maka beliau

segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar-dasar tersebut antara lain:

1.      Pembagunan masjid, selain sebagai tempat ibadah masjid juga digunakan sebagai pusat

pemerintahan.

2.      Ukhuwah Islamiyah, Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin dan Anshar.

3.      Hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lainyang tidak beragama Islam.

Dari perjalanan sejarah Nabi ini, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW, di

samping sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik dan

administrasi yang cakap. Hanya dalam sebelas tahun menjadi pemimpin politik, beliau

berhasil menundukkan seluruh jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.

B.            Pada Masa Khulafaur Rasyidin

Dalam sejarah Islam dikenal berbagai mekanisme penetapan kepala negara, yakni

pada masa Khulafaur Rasyidin; Abu Bakar ditetapkan berdasarkan pemilihan dengan

musyawara terbuka, Umar ibn Khattab ditetapkan berdasarkan penunjukan kepala negara

terdahulunya, Usman ibn Affan ditetapkan berdasarkan pemilihan dalam suatu dewan

formatur, dan Ali ibn Abi Thalib ditetapkan berdasarkan pemilihan musyawarah dalam

pertemuan terbuka.

Page 15: MAKALAH KEPEMIMPINAN

1.       Khalifah Abu Bakar

Nabi Muhammad SAW tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan

menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau

nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk

menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafat belum lagi jenazahnya

dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani Sai’dah,

Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan menjadi pemimpin. Musyawarah itu

berjalan cukup alot karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama

merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam. Namun, dengan semangat yang tinggi,

akhirnya, Abu Bakar terpilih. Rupanya, semangat keagamaan Abu Bakar mendapat

penghargaan yang tinggi dari umat Islam.

2.       Khalifah Umar ibn Khattab

Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, beliau bermusyawarah

dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai gantinya dengan maksud

untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat

Islam.

3.       Usman Ibn Affan

Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu

Bakar. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah

seorang di antaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah,

Zubair, Sa’ad ibn Abi Waqqas, dan Abdurrahman ibn Auf. Setelah Umar wafat, tim ini

bermusyawarah dan berhasil menunjuk Usman sebagai khalifah, melaui persaingan yang

agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib.

4.       Ali ibn Abi Thalib

Setelah Usman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib

sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia

menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikitpun pada pemerintahannya yang

dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali memecat gubernur yang

diangkat oleh Usman. Dia yakin pemberotakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran

mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Usman kepada penduduk dengan

menyerahkan hasil pendapatannya kepada Negara, dan memakai kembali sistem distribusi

pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar.

Page 16: MAKALAH KEPEMIMPINAN

C.           Kepemimpinan Bani Umayyah

Memasuki kekuasaan Muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah,

pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun

temurun). Kekhalifahan Muawiyah diperolaeh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya,

tidak dengan suara pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun

temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia

terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan

bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun dia member interpretasi

baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya “khalifah

Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah.

D.           Kepemimpinan Bani Abbasiyah

Kekuasaan Bani Abbas, atau khilafah Abbasiyah, merupakan kelanjutan dari

kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan

penguasa dinasti ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad saw. Dinasti

Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhamad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-

Abbas. Kekuasaanya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750

M) s.d. 656 H (1258 M). selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan

berbeda-beda sesuai dengan oerubahan politik, sosial, dan budaya.

Page 17: MAKALAH KEPEMIMPINAN

BAB III

ANALISIS SUKSESI KEPEMIMPINAN DALAM SYARIAT ISLAM

A.           Dasar Hukum Pemilihan Pemimpin (Suksesi Kepemipinan)

Berkaitan dengan kehidupan bernegara, al-Qur’an dalam batas-batas tertentu, tidak

memberikan pemberian. Tetapi al-Qur’an hanya memaktubkan tata nilai. Demikian pula as-

Sunnah. Nabi tidak menetapkan peraturan secara rinci mengenai prosedur pergantian

kepemimpinan umat dan kualifikasi pemimpin umat. Dalam bab ini akan dikemukakan

beberapa Firman Allah dan Sabda Nabi yang berkaitan dengan pembahasan.

1.       Dasar al-Qur’an

a.        Kemestian mewujudkan persatuan dan kesatuan umat.

Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan aku

adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku. (QS. Al-Mu’minun: 52)

b.       Kemestian bermusyawarah dalam menyelesaikan dan menyelenggarakan masalah yang

bersifat ijtihadiyah.

ال�ذ�ين� اب�وا و� ت�ج� م� اس� ب�ه� ام�وا ل�ر� أ�ق� ة� و� ال� م� الص� ه� ر� م�أ� ى و� ور� م� ش� ا ب�ي�ن�ه� م� و�م�

م� ن�اه� ق� ز� ون� ر� ق� ي�ن�ف�

Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan

shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antar mereka. (QS. asy-

Syura [42]: 38)

 

BAB IV

PENUTUP

A.           KESIMPULAN

Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya

yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain. Kepemimpinan adalah kemampuan

Page 18: MAKALAH KEPEMIMPINAN

seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan

bersama.

Menyatakan bahwa dalam menjadi pemimpin di muka bumi maka manusia harus bisa

menjalankan apa yang telah diamanatkan oleh Allah dan di setiap langkah sebagai seorang

pemimpin, Allah akan memberikan peringatan bagi kaum Muslimin agar selalu berhati-hati

tentang apa yang akan dilakukan sebagai khalifah Allah di bumi.

B.            SARAN

Dalam makalah singkat ini penulis ingin menyarankan kepada rekan mahasiswa

hendaknya kita membuat tugas yang dibebankan oleh dosen pengasuh kita yang berupa

makalah khususnya mata kuliah pendidikan agama islam, kita membuat sendiri agar

kedepannya kita menjadi mahasiswa yang benar-benar siap pakai di kalangan masyarakat

maupun dunian kerja.