makalah kelompok 2

53
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.............................................2 BAB I......................................................4 PENDAHULUAN..............................................4 I.1 LATAR BELAKANG.....................................4 I.2 RUMUSAN MASALAH....................................5 I.3 TUJUAN............................................. 6 BAB II.....................................................7 PEMBAHASAN...............................................7 II.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI LAMBUNG.....................7 II.2 DEFINISI ULKUS PEPTIKUM..........................16 II.3 ETIOLOGI.........................................17 II.4 EPIDEMIOLOGI.....................................21 II.5 PATOFISIOLOGI....................................22 II.6 PENATALAKSANAAN..................................28 BAB III...................................................33 PENUTUP.................................................33 III.1 KESIMPULAN......................................33

Upload: hyureaper

Post on 02-Jan-2016

73 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah fisika lingukungan

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH Kelompok 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................2

BAB I......................................................................................................................4

PENDAHULUAN.................................................................................................4

I.1 LATAR BELAKANG...................................................................................4

I.2 RUMUSAN MASALAH...............................................................................5

I.3 TUJUAN.....................................................................................................6

BAB II.....................................................................................................................7

PEMBAHASAN...................................................................................................7

II.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI LAMBUNG...................................................7

II.2 DEFINISI ULKUS PEPTIKUM.................................................................16

II.3 ETIOLOGI...............................................................................................17

II.4 EPIDEMIOLOGI......................................................................................21

II.5 PATOFISIOLOGI....................................................................................22

II.6 PENATALAKSANAAN............................................................................28

BAB III..................................................................................................................33

PENUTUP.........................................................................................................33

III.1 KESIMPULAN........................................................................................33

III.2 SARAN...................................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................35

Page 2: MAKALAH Kelompok 2

KATA PENGANTAR

Pertama-tama, kami ucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang

Maha Esa yang telah memberikan hidayah dan petunjuk-Nya sehingga kami

dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ulkus Peptikum Pada Lambung”.

Makalah ini kami buat sebagai syarat untuk mengikuti ujian pasif dan aktif.

Kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang

telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa kami

hanyalah manusia bisaa yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal.

Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna

begitu pula dengan makalah ini. Tidak semua hal dapat kami deskripsikan

dengan sempurna. Namun kami melakukannya semaksimal mungkin dengan

kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki.

Kami akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu

loncatan yang dapat memperbaiki penulisan makalah kami selanjutnya di masa

mendatang. Akhir kata jika ada sesuatu, khususnya pada kata-kata yang tidak

berkenan pada hati pembaca mohon dimaklumi. Semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi pembaca. Amin...

Penulis

3 Desember 2012

Page 3: MAKALAH Kelompok 2
Page 4: MAKALAH Kelompok 2

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa

lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa

yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun

seringkali dianggap juga sebagai tukak (misalnya tukak karena stress).

Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara

usia 40 dan 60 tahun tetapi relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun

ini telah diobservasi pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria lebih

sering terkena daripada wanita, tapi terdapat beberapa bukti bahwa

insiden pada wanita hampir sama dengan pria. Setelah menopause,

insiden ulkus peptikum pada wanita hampir sama dengan pria.

Diperkirakan bahwa 5 sampai 15% dari populasi di Amerika Serikat

mengalami ulkus, tetapi hanya kira-kira setengahnya yang diketahui.

Insidens ini telah menurun  sebanyak 50% selama 20 tahun terakhir. (10)

Dengan penjelasan tersebut, untuk itu kelompok kami ingin

membahas lebih jauh mengenai patofisiologi dan farmakoterapi ulkus

peptikum dalam makalah ini.

Page 5: MAKALAH Kelompok 2

I.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, muncul beberapa

masalah yang akan dibahas, seperti anatomi dan fisiologi lambung pada

keadaan normal, patofisiologi penyakit ulkus peptikum, etiologi (proses

pembentukan dan faktor pencetus) dan epidemiologi (kasus dan

penyebaran) ulkus peptikum.

I.3 TUJUAN

Makalah ini ditulis agar penulis dan pembaca dapat mengetahui

anatomi dan fisiologi lambung, patofisiologi ulkus peptikum, etiologi ulkus

peptikum, epidomiologi ulkus peptikum, dan penatalaksanaan ulkus

peptikum.

Page 6: MAKALAH Kelompok 2

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI LAMBUNG

Lambung berada di kuadran bagian atas kiri dari rongga perut,tepat

pada bagian bawah otot diafragma, sebelah kiri dari hati dan terletak di

depan limpa.Lambung berdinding tebal, berbentuk seperti huruf J dan

merupakan lanjutan dari esofagus pada bagian atas, dan duodenum pada

bagian bawahnya. Ukuran panjang dari lambung sekitar 25 cm (10 inchi),

bergantung pada daya tampung makanan, diameternya bervariasi,

bergantung seberapa penuh makanan yang ditampung. Ketika lambung

dalam keadaan kosong, lapisan mukosa lambung mengerut atau terlipat.

Lipatan-lipatan ini disebut rugae, dan kembali melurus ketika lambung

terisi dengan makanan dan dapat memanjangkan lapisannya tanpa

merobeknya.

Dalam keadaan penuh, daya tampung lambung sekitar 4 liter (1

galon). Berbeda dengan organ pencernaan makanan lainnya, lambung

tidaklah berbentuk tabung, akan tetapi lebih mirip kantung yang

memanjang dari esophagus sampai ke usus kecil. Karena berbentuk

kantung, lambung merupakan tempat menampung makanan sehingga

proses pencernaan makanan terjadi secara perlahan-lahan dan membuat

kita tidak mesti makan terus menerus. Pencernaan mekanik dan kimia,

keduanya terjadi di dalam lambung.

Page 7: MAKALAH Kelompok 2

Gambar 1.1 Anatomi lambung.

Lambung terdiri atas empat bagian. Bagian kardia yang berdekatan

dengan hati, disekitar spincter esophagus daerah bawah dan merupakan

tempat masuknya makanan dari esophagus ke lambung. Bagian fundus,

yang menampung makanan sementara, adalah bagian perluasan daerah

superior ke daerah kardia. Bagian badan lambung, adalah lanjutan daerah

fundus yang merupakan bagian utama lambung. Badan lambung adalah

bagian pusat yang besar, secara menyamping dibatasi oleh kurvatura

besar dan bagian tengah dibatasi oleh kurvatura kecil. Bagian pylorus

berdekatan dengan duodenum pada usus halus dan spincter pylorus

mengelilingi persimpangan antara kedua organ tersebut. Daerah pylorus

yang menyempit dan membentuk kanal menuju ke spincter pylorus yang

Page 8: MAKALAH Kelompok 2

meneruskan makanan untuk masuk kedalam duodenum, bagian pertama

dari usus halus.

Lambung berperan dalam pencernaan mekanik dan kimiawi

makanan. Dinding lambung terdiri atas 3 lapisan otot, yaitu lapisan

longitudinal, sirkular, dan lapisan oblik yang teratur. Lapisan otot ini tidak

hanya mengerrakkan makanan sepanjang lambung, akan tetapi, juga

mengaduk-aduk, mencampur makanan dengan cairan gastrin dan

memecahnya menjadi bagian-bagian yang kecil.

Istilah gaster selalu merujuk kepada lambung. Lapisan epitel

kolumnar lambung memilki jutaan gastric pit (lubang pada lambung), yang

menuju ke kelenjar gastrik. Kelenjar lambung meproduksi cairan

lambung, yang mengandung pepsinogen, HCl, serta mucus. Sel-sel Chief

mensekresi pepsinogen, yang berubah menjadi enzim pepsin ketika

terpapar oleh Asam Hidroklorida (HCl) yang di sekresi oleh sel-sel

Parietal. HCl membuat lambung dalam keadaan sangat asam dengan pH

sekitar 2, dan keadaan ini menguntungkan karena dapat membunuh

sebagian besar bakteri yang terdapat pada makanan. Meskipun HCl tidak

mencerna makanan, akan tetapi HCl merembes ke jaringan ikat dan

mengaktifkan pepsin.

Jika secara kebetulan HCl menembus cairan mukus, dinding

lambung akan rusak dan mengalami ulkus. Ulkus adalah luka yang

terbuka pada dinding lambung yang disebabkan oleh jaringan yang

hancur secara perlahan. Saat ini nampak bahwa penyebab ulkus tersering

adalah infeksi bakteri Helicobacter pylori yang mengganggu kemampuan

Page 9: MAKALAH Kelompok 2

sel-sel mukosa untuk memproduksi mucus pelindung. Alkohol diabsorpsi

di lambung, akan tetapi zat-zat makanan tidak. Secara normal, lambung

mengalami pengosongan dalam 2-6 jam. Ketika makanan meninggalkan

lambung, makanan dalam keadaan menggumpal, mirip cairan sup yang

disebut kimus (chyme). Kimus memasuki usus halus melewati spincter

pylorus secara menyemprot, layaknya katup, secara berulang kali

membuka dan menutup.

Bagian lubang/saluran lambung adalah kelenjar dari lambung yang

terdiri dari beberapa jenis sel; bersama-sama mensekresi jus lambung

(cairan lambung). Sel mukosa, mensekresikan mukus yang melapisi

lapisan lambung dan mencegah terjadinya erosi oleh cairan lambung. Sel

Chief mensekresikan pepsinogen, sebuah prekursor dari enzim pepsin.

Sel Parietal memproduksi asam hidroklorida (HCl), sel-sel ini memiliki

enzim yang disebut pompa proton, yang mensekresi ion H+ ke dalam

rongga lambung. Ion H+ berikatan dengan ion Cl- yang berdifusi dari sel

parietal untuk membentuk HCl di lumen lambung. HCl mengubah

pepsinogen menjadi pepsin, yang kemudian memulai proses pencernaan

Page 10: MAKALAH Kelompok 2

makanan di lambung dan menyebabkan sel G mensekresi gastrin, sebuah

hormon yang menstimulasi sekresi cairan lambung yang lebih banyak.

Diperkirakan bahwa sel parietal memproduksi 1,5 mol dm -3 asam

lambung yang membuat tingkat keasaman dalam lambung mencapai pH 2

yang bersifat sangat asam. Sel chief berfungsi untuk memproduksi

pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak aktif. Sel chief

memproduksi dalam bentuk tidak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna

protein yang dimiliki oleh sel tersebut yang dapat menyebabkan kematian

pada sel tersebut. Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat

kelenjar-kelenjar yang menghasilkan getah lambung. Aroma, bentuk,

warna, dan selera terhadap makanan secara refleks akan menimbulkan

sekresi getah lambung. Getah lambung mengandung asam lambung

(HCI), pepsin, musin, dan renin. Asam lambung berperan sebagai

pembunuh mikroorganisme dan mengaktifkan enzim pepsinogen menjadi

pepsin. Pepsin merupakan enzim yang dapat mengubah protein menjadi

molekul yang lebih kecil. Musin merupakan mukosa protein yang

melicinkan makanan.

Renin merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada

mamalia, berperan sebagai kaseinogen menjadi kasein. Kasein

digumpalkan oleh Ca2+ dari susu sehingga dapat dicerna oleh pepsin.

Tanpa adanya renin susu yang berwujud cair akan lewat begitu saja di

dalam lambung dan usus tanpa sempat dicerna. Kerja enzim dan

pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi lembut seperti

bubur, disebut chime (kim) atau bubur makanan. Otot lambung bagian

Page 11: MAKALAH Kelompok 2

pilorus mengatur pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum.

Caranya, otot pylorus yang mengarah ke lambung akan relaksasi

(mengendur) jika tersentuk kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otot

pylorus yang mengarah ke duodenum akan berkontraksi (mengerut) jika

tersentu kim. Jadi, misalnya kim yang bersifat asam tiba di pylorus depan,

maka pylorus akan membuka, sehingga makanan lewat. Oleh karena

makanan asam mengenai pilorus belakang, pylorus menutup. Makanan

tersebut dicerna sehingga keasamannya menurun. Makanan yang bersifat

basa di belakang pylorus akan merangsang pylorus untuk membuka.

Akibatnya, makanan yang asam dari lambung masuk ke duodenum,

demikian seterusnya. Jadi, makanan melewati pyilorus menuju duodenum

segumpal demi segumpal agar makanan tersebut dapat tercerna efektif.

Setelah 2 sampai 5 jam, lambung kosong kembali. Pengaturan peristiwa

ini terjadi baik melalui saraf maupun hormon. Impuls parasimpatikus yang

disampaikan melalui nervus vagus akan meningkatkan motilitas, secara

reflektoris melalui vagus juga akan terjadi pengosongan lambung. Refleks

pengosongan lambung ini akan dihambat oleh isi yang penuh, kadar

lemak yang tinggi dan reaksi asam pada awal duodenum. Keasaman ini

disebabkan oleh hormon saluran cerna terutama sekretin dan

kholesistokinin-pankreo-zimin, yang dibentuk dalam mukosa duodenum

dan dibawa bersama aliran darah ke lambung. Dengan demikian proses

pengosongan lambung merupakan proses umpan balik humoral. Kelenjar

di lambung tiap hari membentuk sekitar 2-3 liter getah lambung, yang

merupakan larutan asam klorida yang hampir isotonis dengan pH antara

Page 12: MAKALAH Kelompok 2

0,8-1,5, yang mengandung pula enzim pencernaan, lendir dan faktor

intrinsik yang dibutuhkan untuk absorpsi vitamin B12.

Asam klorida menyebabkan denaturasi protein makanan dan

menyebabkan penguraian enzimatik lebih mudah. Asam klorida juga

menyediakan pH yangcocok bagi enzim lambung dan mengubah

pepsinogen yang tak aktif menjadi pepsin. Asam klorida juga akan

membunuh bakteri yang terbawa bersama makanan. Pengaturan sekresi

getah lambung sangat kompleks. Seperti pada pengaturan motilitas

lambung serta pengosongannya, di sini pun terjadi pengaturan oleh saraf

maupun hormon. Berdasarkan saat terjadinya, maka sekresi getah

lambung dibagi atas fase sefalik, lambung (gastral) dan usus (intestinal).

Fase Sekresi Sefalik diatur sepenuhnya melalui saraf. Penginderaan

penciuman dan rasa akan menimbulkanimpuls saraf aferen, yang di

sistem saraf pusat akan merangsang serabut vagus. Stimulasinervus

vagus akan menyebabkan dibebaskannyaasetilkolindari dinding lambung.

Ini akan menyebabkan stimulasi langsung pada sel parietal dan selepitel

serta akan membebaskan gastrin dari sel G antrum.

Melalui aliran darah, gastrin akan sampai pada sel parietal dan

akan menstimulasinya sehingga sel itu membebaskan asamklorida. Pada

sekresi asam klorida ini, histamin juga ikut berperan.Histamin ini

dibebaskanoleh mastosit karena stimulasi vagus (gambar 3).Secara tak

langsung dengan pembebasan histamin ini gastrin dapat bekerja. Fase

Lambung.Sekresi getah lambung disebabkan oleh makanan yang masuk

ke dalam lambung. Relaksasi serta rangsang kimia seperti hasil urai

Page 13: MAKALAH Kelompok 2

protein, kofein atau alkohol, akan menimbulkan reflekskolinergik lokal dan

pembebasan gastrin. Jika pH turun di bawah 3, pembebasan gastrin akan

dihambat.Pada Fase Usus mula-mula akan terjadi peningkatan dan

kemudian akan diikuti dengan penurunan sekresigetah lambung. Jika kim

yang asam masuk ke usus duabelas jari akan dibebaskan sekretin.Ini

akan menekan sekresi asam klorida dan merangsang pengeluaran

pepsinogen.

Sekresi lambung terjadi pada 3 fase, yaitu:

1. Sefalik

Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan,

bau atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang

pada gilirannya merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak

menimbulkan nafsu makan menimbulkan sedikit efek pada sekresi

lambung. Inilah yang menyebabkan makanan sering secara konvensional

diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli

gastroenterology menyetujui bahwa diet saring mempunyai efek signifikan

pada keasaman lambung atau penyembuhan ulkus. Namun, aktivitas

vagal berlebihan selama malam hari saat lambung kosong adalah iritan

yang signifikan. (2)

2. Fase Lambung

Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari

rangsangan kimiawi dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung.

Refleks vagal menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap

distensi lambung oleh makanan.

Page 14: MAKALAH Kelompok 2

3. Fase Usus

Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon

(dianggap menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi

asam lambung. Pada manusia, sekresi lambung adalah campuran

mukokolisakarida dan mukoprotein yang disekresikan secara kontinyu

melalui kelenjar mukosa. Mucus ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi

mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida disekresikan secara kontinyu,

tetapi sekresi meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal

yang dimulai dari rangsangan lambung dan usus. Bila asam hidroklorida

tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan luar mukosa tidak

memberikan perlindungan asam hidroklorida bersama dengan pepsin

akan merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan

sebagian kecil permukaan lambung. Kemudian menyebar ke dalamnya

dengan lambat. Mukosa yang tidak dapat dimasuki disebut barier mukosa

lambung. Barier ini adalah pertahanan untama lambung terhadap

pencernaan yang dilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri. Factor lain

yang mempengaruhi pertahanan adalah suplai darah, keseimbangan

asam basa, integritas sel mukosa, dan regenerasi epitel. Oleh karena itu,

seseorang mungkin mengalami ulkus peptikum karena faktor hipersekresi

asam pepsin.

Hambatan sekresi getah lambung lainnya dilakukan oleh

kholesistokinin-pankreozimin, terutama jika kim yang banyak mengandung

lemak sampai pada usus halus bagian atas. Di samping zat-zat yang

sudah disebutkan ada hormon saluran cerna lainnya yang berperan pada

Page 15: MAKALAH Kelompok 2

sekresi dan motilitas. GIP (gastric inhibitory polypeptide) menghambat

sekresi HCl dari lambung dan kemungkinan juga merangsang sekresi

insulin dari kelenjar pankreas. Somatostatin, yang dibentuk tidak hanya di

hipothalamus tetapi juga di sejumlah organ lainnya antara lain sel D

mukosa lambung dan usus halus serta kelenjar pankreas, menghambat

sekresi asam klorida, gastrin dan pepsin lambung dan sekresi sekretin di

usus halus. Fungsi endokrin dan eksokrin pankreas akan turun (sekresi

insulin dan glukagon serta asam karbonat dan enzim pencernaan).

Lapisan luar dari otot lambung terdiri dari 3 lapisan otot polos, yaitu

sirkular, longitudinal dan lapisan oblik. Ketiga lapisan ini diinervasi oleh

pleksus myenterik dari sistem nervus enterik. Stimulasi impuls dibawa dari

Sistem Saraf Pusat oleh nervus vagus (Saraf kranial X) dan membuat

pencernaan mekanik lebih efisien untuk mengubah makanan menjadi

cairan kental yang disebut kimus (Inggris: chyme).

Spincter pylorus biasanya berkontraksi ketika lambung mengaduk

makanan, berelaksasi pada interval yang dapat dilalui oleh kimus kedalam

duodenum. Spincter pylorus kemudian berkontraksi lagi untuk

menghindari refluks isi usus kecil kembali kedalam lambung.

Page 16: MAKALAH Kelompok 2

II.2 DEFINISI ULKUS PEPTIKUM1

Ulkus adalah peristiwa yang muncul ketika Asam Hidroklorida dan

enzim-enzim pencernaan megerosi lapisan-lapisan pada lambung atau

duodenum. Hal ini disebabkan oleh produksi asam yang berlebih (yang

dapat ditimbulkan oleh stress) atau tdk adekuatnya produksi mukus yang

melindungi lapisan epitel pada saluran cerna.1) Ulkus juga dapat diartikan

erosi pada lapisan mukosa lambung. Dikarenakan lambung telah

beradaptasi untuk tahan terhadap cairan lambung dalam keadaan normal,

pembentukan ulkus merupakan hasil dari sekresi berlebih HCl atau

kurangnya sekresi mukus.2)

Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa

esophagus, lambung ataupun duodenum terputus dan meluas sampai di

bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah

epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai ulkus.

Walaupun aktivitas pencernaan peptik oleh getah lambung merupakan

faktor etiologi yang penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan

salah satu faktor dari banyak faktor yang berperan dalam patogenesis

ulkus peptikum.3)

1) Rizzo, Donald C.2001.Delmar’s Fundamentals Of Anatomy And Physiology. Delmar, Thomson Learning : United States of America.2) Sanders, Tina, Valerie C. Scanlon.2007.Essential of Anatomy and Physiology. F. A. Davis Company :USA 1915 Arch Street Philadelphia, PA 19103.3) Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 205. Patofisiologi. Jakarta: EGC

Page 17: MAKALAH Kelompok 2

Ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna

yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum,

dan setelah gastroenterostomi, juga jejenum.(3)

Secara kasar, ulkus dapat diterjemahkan sebagai sebuah lubang

pada mukosa, dapat mengenai semua bagian dari traktus

gastrointestinalis karena terekspose oleh sekresi asam pepsin. Dari sini

timbul ucapan: “tak ada asam, tak ada ulkus”. (4)

II.3 ETIOLOGI

Pada umumnya ulkus peptikum terjadi karena kehadiran asam,

Helicobacter pylori atau faktor-faktor lain yang mengacaukan pertahanan

mukosa dan proses penyembuhan normal. Hipersekresi asam adalah

mekanisme pathogenik utama yang menyebabkan terjadinya hipersekresi

ZES. Lokasi terjadinya ulkus (luka) sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor

etiologinya. Ulkus lambung jinak dacat terjadi dimanapun pada bagian

perut, namun bagian yang paling sering adalah kurvatura minor. Ulkus

duodenum lebih sering terjadi di bagian pertama duodenum.

Sekresi asam lambung dan pepsin akan berpotensi merusak

dinding mukosa. Asam lambung (HCl) disekresikan oleh sel-sel parietal

yang mengandung resptor histamin, gastrin dan asetilkolin. Asam

lambung sebagaimana halnya HP dan NSAIDs merupakan faktor

penyebab yang independen yang merusak dinding mukosa.

Salah satu penyebab utama sekitar 60% dari ulkus gaster dan 90%

dari ulkus duodenum ialah adanya reaksi inflamasi kronik akibat invasi

Page 18: MAKALAH Kelompok 2

dari Helicobacter pylori yang paling banyak membentuk koloni di sekitar

antrum pylori. Sistem imun tidak dapat mengatasi infeksi ini, meskipun

telah terbentuk antibodi. Keadaan inilah yang menyebabkan bakteri dapat

menyebabkan gastritis kronik yang aktif oleh karena terjadinya gangguan

regulasi gastrin dari bagian lambung yang terinfeksi. Sekresi gastrin dapat

menurun yang menyebabkan keadaan hipo- maupun aklorida, dapat juga

menjadi meningkat. Gastrin dapat menstimulasi produksi dari asam

lambung oleh sel parietal. Helicobacter pylori akan terancam dengan

peningkatan asam lambung ini. Peningkatan kadar asam lambung

mempunyai kontribusi besar terhadap erosi dari mukosa yang dapat

berkembang menjadi formasi ulkus.

Penyebab utama yang lain ialah NSAIDs (Non-Steroideal Anti-

Inflammation Drugs). Lambung melindungi diri dari asam lambung dengan

adanya lapisan mukosa yang tebal. Sekresi asam lambung dipengaruhi

oleh prostaglandin. NSAID memblokade fungsi dari cyclooxygenase 1

(cox-1), yang sangat penting dalam produksi prostaglandin. Anti inflamasi

selektif cox-2 seperti celecoxibe dan rofecoxibe kurang mempunyai

peranan penting terhadap keadaan ulkus pada mukosa lambung.

Meningkatnya angka kejadian Helicobacter pylori penyebab ulkus di dunia

Barat seiring dengan bertambahnya terapi medis, terutama meningkatnya

penggunaan NSAID pada pasien Arthritis.

Gastrinomas atau Zollinger Ellison Syndrome (ZES) ialah suatu

keadaan dimana terjadi peningkatan produksi hormone gastrin. Gastrin

bekerja di sel parietal lambung untuk sekresi ion hidrogen di lumen

Page 19: MAKALAH Kelompok 2

lambung. Bila hormon gastrin terus meningkat dapat menyebabkan

hyperplasia sel parietal. Ion hidrogen akan berikatan secara bebas

dengan ion clorida membentuk asam klorida. Akumulasi asam klorida

yang terjadi secara terus-menerus memudahkan terjadinya ulkus di

mukosa lambung.

Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko yang menyebabkan ulkus peptikum ini

antaranya adalah genetik (Anand et al, 2011), faktor jenis kelamin. Jenis

kelamin lelaki adalah yang banyak terkena ulkus peptikum. Selain itu,

adalah faktor umur. Lelaki yang lebih berusia lebih cenderung terkena

ulkus peptikum. Faktor risiko yang lain adalah penggunaan obat nyeri

yang regular, status sosio ekonomi yang rendah dan juga penggunaan

alkohol. Terdapat juga kajian mengatakan merokok juga boleh

menyebabkan ulkus peptikum (McCoy, 2010).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara

merokok dan formasi ulkus, namun di penelitian lain mengatakan

sebaliknya. Dari beberapa hasil penelitian menyimpulkan makanan yang

merangsang seperti makanan pedas serta golongan darah tertentu

bersifat ulserogenosa, hipotesis ini bertahan hingga akhir abad ke-20 tapi

telah terbantahkan terhadap proses terjadinya ulkus peptik. Suatu

hipotesa yang hampir mirip yaitu konsumsi dari alkohol yang disertai

dengan infeksi dari Helicobacter pylori, keduanya harus saling

bersamaaan, tak bisa berdiri sendiri.

Page 20: MAKALAH Kelompok 2

Para peneliti juga terus melihat stres sebagai penyebab yang

mungkin, atau setidaknya komplikasi, dalam perkembangan ulkus. Ada

perdebatan mengenai apakah stres psikologis dapat mempengaruhi

perkembangan ulkus gaster. Luka bakar dan trauma kepala, dari

beberapa penelitian mengatakan kedua hal ini dapat menyebabkan ulkus

stres fisiologis, yang dilaporkan pada banyak pasien yang mengalami

gangguan ventilasi.

Sebuah pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh Academy of

Behavioral Medicine Research menyimpulkan bahwa ulkus tidak murni

sebuah penyakit infeksi dan gangguan fisiologis dalam lambung, namun

faktor-faktor psikologis juga memainkan peran penting. Para peneliti kini

sedang mempelajari bagaimana stres dapat mempromosikan infeksi H.

pylori. Mereka menyimpulkan, Helicobacter pylori tumbuh subur di

lingkungan asam, dan keadaan stres dapat menyebabkan produksi asam

lambung berlebih. Hasill penelitian ini didukung oleh sebuah penelitian lain

pada tikus yang menunjukkan bahwa stress yang timbul akibat

perendaman dalam jangka panjang dan infeksi Helicobacter pylori secara

independen terkait dengan pengembangan tukak lambung.

Sebuah studi pasien ulkus peptikum di sebuah rumah sakit Thailand

menunjukkan bahwa stres kronis itu sangat terkait dengan peningkatan

risiko tukak lambung, dan kombinasi dari stres kronis dan waktu makan

yang tidak teratur adalah faktor risiko yang signifikan.

II.4 FAKTOR RESIKO

Page 21: MAKALAH Kelompok 2

II.5 EPIDEMIOLOGI

Sekitar 10% dari penduduk Amerika berkembang Penyakit Ulkus

Peptikum kronis selama masa hidup mereka. Kejadian bervariasi dengan

tipe ulkus, Umur, jenis kelamin, dan lokasi geografis. Ras, pendudukan,

kecenderungan genetik dan faktor-faktor sosial mungkin memainkan

peran kecil dalam patogenesis ulkus, namun dilemahkan oleh pentingnya

infeksi H. pylori dan menggunakan NSAID. Prevalensi Penyakit Ulkus

Peptikum di Amerika Serikat telah bergeser dari dominasi pada pria untuk

hampir sebanding prevalensi pada pria dan wanita. Baru-baru ini

kecenderungan tingkatan menurun untuk laki-laki yang lebih muda dan

meningkat untuk wanita yang lebih tua. Faktor-faktor yang mempengaruhi

kecenderungan ini mencakupmenurunnya angka merokok pada pria yang

lebih muda dan peningkatan penggunaan NSAID pada orang dewasa

yang lebih tua.

Sejak 1960, kunjungan dokter terkait ulkus, rawat inap, operasi,

dan kematian telah menurun di Amerika Serikat lebih dari 50%, terutama

karena penurunan tingkat Penganyakit Ulkus Peptikum antara pria.

Penurunan rawat inap telah dihasilkan dari pengurangan penerimaan

rumah sakit untuk tidak rumit ulkus duodenum. Namun, rawat inap orang

dewasa yang lebih tua untuk komplikasi terkait ulkus (perdarahan dan

perforasi) telah meningkat. Meskipun kematian keseluruhan dari Penyakit

Ulkus Peptikum menurun, tingkat kematian telah meningkat pada pasien

yang lebih tua dari 75 tahun, kemungkinan besar hasil dari peningkatan

konsumsi NSAID ( Non Steroidal AntiInflamentory Drugs) dan populasi

Page 22: MAKALAH Kelompok 2

yang menua. Pasien dengan ulkus lambung memiliki tingkat kematian

yang lebih tinggi daripada pasien dengan ulkus duodenum karena ulkus

lambung lebih umum terjadi pada pada orang tua. Meskipun

kecendrungan ini, Penyakit Ulkus Peptikum tetap menjadi salah satu

yang paling umum penyakit lambung, mengakibatkan gangguan kualitas

hidup, kehilangan pekerjaan, dan biaya tinggi perawatan medis.(6)

II.6 PATOFISIOLOGI

Ulkus terjadi karena ketidakseimbangan antara faktor agresif (gastrik dan pepsin) dan mekanisme yang menjaga keutuhan lapisan mukosa ( ketahanan dan perbaikan mukosa). DiPiro, Joseph T.,et. al.2005. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved.

Potensi yang menyebabkan kerusakan pada mukosa berkaitan dengan sekresi asam lambung dan pepsin. Asam (serta infeksi HP dan penggunaan NSAID) adalah faktor yang memberikan kontribusi peluruhan pada lapisan mukosa. Sekresi asam lambung yang meningkat dan dapat juga karena akibat infeksi Helicobacter pylori ditemukan pada pasien yang menderita ulkus duodenum.24,25

Pepsinogen, prekursor inaktif dari pepsin yang disekresi oleh sel Chief pada lokasi fundus lambung. Pepsin diaktifkan oleh pH asam (pH optimal pada 1.8 sampai 3.5), tak aktif pada pH 4, dan rusak pada pH 7. Pepsin tampak memegang peranan dalam aktivitas proteolitik yang menyebabkan terbentuknya ulkus.24 ,25

24. Del Valle J, Todisco A. Gastric secretion. In: Yamada T, AplersDH, Kaplowitz N, et al, eds. Textbook of Gastroenterology, 4th ed.Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 2003:266–307)

25. Sachs G, Shin M, Munson K, et al. The control of gastric acid and Helicobacterpylori eradication. Aliment Pharmacol Ther 2000;14:1383–

1401.)

Mekanisme pertahanan dan perbaikan mukosa melindungi lapisan mukosa lambung dan usus dari substansi endogen dan eksogen yang berbahaya. Mekanisme pertahanan meliputi sekresi mukus dan bikarbonat, pertahanan intrinsik sel epitel, dan aliran darah pada lapisan mukosa.1,25

1Del Valle J, Chey WD, Scheiman JM, et al. Acid peptic disorders. In:Yamada T, Aplers DH, Kaplowitz N, et al, eds. Textbook of Gastroenterology,4th ed. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins,2003:1321–1376.25. Sachs G, Shin M, Munson K, et al. The control of gastric acid and Helicobacterpylori eradication. Aliment Pharmacol Ther 2000;14:1383–1401.

Page 23: MAKALAH Kelompok 2

Ulkus peptikum sering ditemui pada orang yang terinfeksi oleh bakteri Helicobacter pylori. Berbagai faktor mempengaruhi hasil dari infeksi H. pylori, termasuk respon dari tubuh inang dan peningkatan jumlah asam yang disekresi oleh Sel Parietal. H. pylori dapat meningkatkan sekresi asam lambung pada penderita ulkus duodenum, produksi asam yang berkurang melalui atrofi lambung pada penderita kanker atau ulkus lambung.Calam J. Clinicians guide to Helicobacter pylori. London: Chapmanand Hall, 1996

x El-Omar EM, Penman ID, Ardill JES, Chittajallu RS, Howie C,McColl KEL. Helicobacter pylori infection and abnormalities ofacid secretion in patients with duodenal ulcer disease.Gastroenterology 1995;109:681-91

Sel pada mukosa lambung mengontrol sekresi asam lambung. Sel G yang terletak pada bagian antrum untuk melepaskan hormon gastrin. Gastrin yang

Autoregulasi sekresi asam lambung. Makanan menstimulasi pengeluaran gastrin dari antrum Sel G. Gastrin menstimulasi Enterochromaffin-like cells (ECL) untuk melepaskan histamin yang akan menstimulasi sel-sel Parietal pada badan lambung untuk mensekresi asam. Asam kemudian menstimulasi pelepasan somatostatin dari sel-sel Somatostatin pada antrum, menghambat pelepasan gastrin lebih lanjut. (Logan, Robert P.H.2002. ABC of the Upper Gastrointestinal TractBMJ Books : Navarra, Spanyol.)

Asam

Makana

Page 24: MAKALAH Kelompok 2

berperan pada Sel yang mirip-Enterochromaffin (Enterochromaffin-like cells) yang terletak pada badan lambung untuk melepaskan histamin yang menstimulasi Sel Parietal untuk mensekresi asam lambung serta meningkatkan kinerja Enterochromaffin-like cell dan Sel Parietal. Calam J. Calam J. Clinicians guide to Helicobacter pylori. London: Chapmanand Hall, 1996

x El-Omar EM, Penman ID, Ardill JES, Chittajallu RS, Howie C,McColl KEL. Helicobacter pylori infection and abnormalities ofacid secretion in patients with duodenal ulcer disease.Gastroenterology 1995;109:681-91

x Logan RPH,Walker MM, Misiewicz JJ, Gummett PA, Karim QN,Baron JH. Changes in the intragastric distribution of Helicobacterpylori during treatment with omeprazole. Gut 1995;36:12-6

Antagonist reseptor H2 Histamin bekerja dengan menghalangi efek dari histamin Sel Parietal. PPI bekerja dengan menginhibisi enzim pada Sel Parietal yang mengkatalisis produksi asam lambung untuk dilepaskan ke lumen lambung. Sel G, sel yang mirip-Enterochromaffin, serta sel Parietal, semuanya diatur (diregulasi) dengan pelepasan dari somatostatin penghambat peptida oleh Sel Somatostatin yang terdapat pada lambung. Calam J. Clinicians guide to Helicobacter pylori. London: Chapmanand Hall, 1996

x El-Omar EM, Penman ID, Ardill JES, Chittajallu RS, Howie C,McColl KEL. Helicobacter pylori infection and abnormalities ofacid secretion in patients with duodenal ulcer disease.Gastroenterology 1995;109:681-91

x Logan RPH,Walker MM, Misiewicz JJ, Gummett PA, Karim QN,Baron JH. Changes in the intragastric distribution of Helicobacterpylori during treatment with omeprazole. Gut 1995;36:12-6

Penderita ulkus lambung dan yang mengalami dispepsia fungsional, memiliki pengeluaran asam dan jumlah sel Parietal yang normal. Meski demikian, terdapat bukti bahwa asam mempunyai peranan yang besar dalam pembentukan ulkus.Harris AW, Grummett PA, Misiewicz JJ, Baron JH. Eradication ofHelicobacter pylori in patients with duodenal ulcers lowers basaland peak acid outputs in response to gastrin releasing peptide andpentagastrin. Gut 1996;38:663-7

x El-Omar EM, Penman ID, Ardill JES, Chittajallu RS, Howie C,McColl KEL. Helicobacter pylori infection and abnormalities ofacid secretion in patients with duodenal ulcer disease.

Ulkus duodenum tidak terjadi pada orang yang mengalami Ahidroklorida atau pada keadaan sekresi asam <15 mmol/h. Daerah pada metaplasia lambung dapat menjadi tempat berkembangnya H. pylori, yang menyebabkan inflamasi dan selanjutnya mengarah pada kerusakan mukosa. Metaplasia lambung yang meluas berkaitan dengan jumlah asam yang memasuki duodenum. Hipersekresi asam pada ulkus duodenum sebagian besar karena

Page 25: MAKALAH Kelompok 2

infeksi H. pylori. Sebagian besar gastritis antrum pada ulkus duodenum mengarah pada hipersekresi asam dengan menekan Sel Somatostatin dan meningkatkan pelepasan gastrin dari Sel G ke bagian antrum lambung.Harris AW, Grummett PA, Misiewicz JJ, Baron JH. Eradication ofHelicobacter pylori in patients with duodenal ulcers lowers basaland peak acid outputs in response to gastrin releasing peptide andpentagastrin. Gut 1996;38:663-7

x El-Omar EM, Penman ID, Ardill JES, Chittajallu RS, Howie C,McColl KEL. Helicobacter pylori infection and abnormalities ofacid secretion in patients with duodenal ulcer disease.Gastroenterology 1995;109:681-91

Hubungan antara sekresi asam dan gastritis berupa umpan balik positif dapat membuat pola gastritis yang berbeda-beda; sebagai contoh, penekanan sekresi asam oleh PPI mengurangi gastritis pada antrum, akan tetapi membuat H. pylori berkembang di badan lambung, yang kemudian menyebabkan inflamasi. Ini menunjukkan sekresi asam lambung yang normal melindungi badan lambung dari infeksi H. pylori. Keadaan ini memiliki beberapa akibat :

Hipersekresi asam pada ulkus duodenum dapat menguntungkan karena mencegah terjadinya gastritis pada antrum.

Hiposekresi asam dapat meningkatkan gastritis pada badan lambung, yang selanjutnya akan menekan sekresi asam

PPI bisa lebih efektif pada penderita dengan infeksi H. pylori daripada mereka yang tidak terinfeksi, karena menyebabkan gastritis yang selanjutnya akan menginhibisi sekresi asam. x Logan RPH,Walker MM, Misiewicz JJ, Gummett PA, Karim QN,Baron JH. Changes in the intragastric distribution of Helicobacterpylori during treatment with omeprazole. Gut 1995;36:12-6

Page 26: MAKALAH Kelompok 2

Hiposekresi asam (kiri), Efek utama H pylori pada gastritis yang

mempengaruhi bdan lambung untuk menekan produksi sel parietal,

menyebabkan penurunan sekresi asam, selanjutnya menyebabkan

kanker lambung.

Infeksi H. pylori

Berkembang biak

Peningkatan

Sekresi

Inflamasi

Penurunan Produksi somatostatin

Produksi gastrin meningkat

Tanpa Gejala

Infansi

Inflamasi

Sekresi asam menurun

Produksi gastrin meningkatINFLAMASI

Penurunan Produksi somatostatin

H. pylori

Faktor diet:Kurangnya Vit.C

dan E

Asam berlebih

Metaplasia

INFLAMASIInfeksi H. pylori

Kanker Lambung

Metaplasia usus

Gastritis Atrofi

Hiposekresi asam Hipersekresi asam

H. pylori Asam

Ulserasi

Page 27: MAKALAH Kelompok 2

Hipersekresi asam (kanan), gastritis antrum oleh H. pylori

meningkatkan sekresi asam dengan menekan somatostatin dan

meningkatkan pelepasan gastrin, meningkatkan risiko ulkus

duodenum. Daerah warna orange menandakan lokasi gastritis.

Aspek dari lingkungan, bakteri, atau individu yang mempengaruhi pengeluaran asam ataupun tingkat keparahan gastritis dapat mengontrol infeksi H. pylori pada keadaan hipersekresi (sebagian besar pada gastritis antrum) atau hiposekresi (sebagian besar pada gastritis badan lambung)

Calam J. Clinicians guide to Helicobacter pylori. London: Chapmanand Hall, 1996

x El-Omar EM, Penman ID, Ardill JES, Chittajallu RS, Howie C,McColl KEL. Helicobacter pylori infection and abnormalities ofacid secretion in patients with duodenal ulcer disease.Gastroenterology 1995;109:681-91

x Logan RPH,Walker MM, Misiewicz JJ, Gummett PA, Karim QN,Baron JH. Changes in the intragastric distribution of Helicobacterpylori during treatment with omeprazole. Gut 1995;36:12-6

Saponin P, Hyvarinen H, Psoralea M. H pylori corpus gastritis—relation to acid output. J Physiol Pharmacol 1996;47:151-9

NSAIDs non-selektif termasuk aspirin menyebabkan kerusakan mukosa lambung melalui dua mekanisme penting:

1. Iritasi Langsung atau iritasi topical pada epitel lambung2. Inhibisi sistemik pada sintesis endogen prostaglandin

lapisan mukosa.

Meski pada awalnya luka dimulai oleh keasaman yang terdapat pada obat NSAID, inhibisi sitemik pada prostaglandin pelindung memegang peranan penting pada perkembangan ulkus peptikum. Cyclooxygenase (COX) adalah enzim dengan kosentrasi yang dibatasi dalam pengubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin dan diinhibisi oleh obat NSAID. 1,13,14

1. Del Valle J, Chey WD, Scheiman JM, et al. Acid peptic disorders. In:Yamada T, Aplers DH, Kaplowitz N, et al, eds. Textbook of Gastroenterology,4th ed. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins,2003:1321–1376.

13. Hawkey CJ. Nonsteroidal anti-inflammatory drug gastropathy. Gastroenterology2000;119:521–535.

Page 28: MAKALAH Kelompok 2

14. Wolfe MM, Lichtenstein DR, Singh G. Gastrointestinal toxicity ofnonsteroidal antiinflammatory drugs. N Engl J Med 1999;340:1888–1899.

Dua COX isoform yang telah dikenal:Cyclooxygenase-1 (COX-1) ditemukan hampir disemua jaringan, termasuk lambung, usus, ginjal, dan platelet; cyclooxygenase-2 tidak terlacak pada jaringan-jaringan normal, akan tetapi ekspresinya akan timbul selama peradangan akut dan arthritis. COX-1 memproduksi prostaglandin pelindung yang mengatur proses fisiologis, seperti keutuhan mukosa, homeostasis platelet, dan fungsi ginjal.COX-2 terpicu sendiri oleh stimulus peradangan seperti sitokinin, dan menghasilkan prostaglandin yang berperan dalam inflamasi, demam, dan nyeri. COX-2 juga terdapat pada organ-organ, seperti otak, ginjal, dan saluran reproduksi. 13,14

13. Hawkey CJ. Nonsteroidal anti-inflammatory drug gastropathy. Gastroenterology2000;119:521–535.

14. Wolfe MM, Lichtenstein DR, Singh G. Gastrointestinal toxicity ofnonsteroidal antiinflammatory drugs. N Engl J Med 1999;340:1888–1899.

II.7 PATOGENESIS

Getah lambung murni mampu mencerna semua jaringan hidup, akan

tetapi lambung tidak mencerna jaringannya sendiri. Terdapat dua factor

yang melindungi lambung dari autodigesti , yaitu mukus lambung dan

sawar epitel.

Sawar mukosa lambung

Lapisan mukus lambung yang tebal merupakan garis depan

pertahanan terhadap autodigesti dan memberikan perlindungan terhadap

trauma mekanis dan agen kimia. NSAID, termasuk aspirin menyebabkan

perubahan kualitatif mukus lambung yang dapat mempermudah terjadinya

degradasi mukus oleh pepsin.

Sawar mukosa lambung berperan penting untuk perlindungan

lambung dan duodenum. Walaupun sifat sebenarnya dari sawar ini tidak

Page 29: MAKALAH Kelompok 2

diketahui, namun agaknya melibatkan peran lapisan mukus, lumen sel

epitel toraks, dan persambungan yang erat pada apeks sel-sel ini. Dalam

keadaan normal, sawar mukosa ini memungkinkan sedikit difusi balik ion

Hidrogen dari lumen ke dalam darah, walaupun terdapat selisih

konsentrasi yang besar (pH asam lambung 1,0 versus pH darah 7,4).

Destruksi sawar mukosa lambung

Aspirin, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain yang merusak

mukosa lambung mengubah permeabilitas sawar epitel sehingga

memungkinkan difusi balik asam hidroklorida yang mengakibatkan

kerusakan jaringan, terutama pembuluh darah. Histamin dikeluarkan,

merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan

permeablitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema, dan

sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak,

mengakibatkan terjadinya hemoragi interstisial dan pendarahan. Sawar

mukosa tidak dipengaruhi oleh penghambatan vagus atau atropin, tetapi

dufusi balik dihambat oleh gastrin.

Destruksi sawar mukosa lambung diduga merupakan faktor penting dalam

patogenesis ulkus peptikum. Telah diketahui bahwa mukosa antrum lebih

rentan terhadap difusi balik dibandingkan dengan fundus, yang

menjelaskan mengapa ulkus peptikum sering terletak di antrum. Selain itu,

kadar asam yang rendah dalam analisis lambung pada penderita ulkus

peptikum diduga disebabkan oleh meningkatnya difusi balik, bukan

disebabkan oleh produksi yang berkurang. Mekanisme patogenesis

Page 30: MAKALAH Kelompok 2

mungkin juga penting pada penderita gastritik hemoragik akut yang

disebabkan oleh alcohol, aspirin , dan stres berat.

Daya tahan duodenum yang kuat terhadap ulkus peptikum diduga akibat

fungsi Kelenjar Brunner (kelenjar duodenum submukosa dalam dinding

usus) yang memproduksi sekret mukoid yang sangat alkali (pH 8) dan

kental, untuk menetralkan kimus asam. Penderita ulkus duodenum sering

mengalami sekresi asam berlebihhan, yang tampaknya merupakan faktor

patogenetik yang penting.

Selain untuk sawar mukosa dan epitel, daya tahan jaringan juga

bergantung pada banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi sel

epitel (dalam keadaan normal berganti tiap 3 hari). Kegagalan mekanisme

ini juga berperan dalam patogenesis ulkus peptikum.

Faktor lain

Kebanyakan ulkus peptikum terjadi “menghilir” dari sumber sekresi asam.

Lebih dari 90% ulkus peptikum terletak di sepanjang kurvatura minor dan

daerah kelenjar pilorus. Sekitar 40 hingga 60% penderita ulkus memiliki

riwayat penyakit ulkus dalam keluarga. Alasan yang mungkin adalah

faktor genetik atau penularan infeksi H. pylori dalam keluarga. Individu

bergolongan darah O tampaknya lebih rentan untuk menderita ulkus

duodenum. Penjelasan yang mungkin adalah bahwa pengikatan H. pylori

diperkuat oleh sel epitel yang membawa antigen golongan darah O

(Cotran dkk., 1999)

Sejumlah penyakit tampaknya menyebabkan terjadinya ulkus peptikum,

yaitu sirosis hati akibat alkohol, pankreatitis kronis, penyakit paru kronis,

Page 31: MAKALAH Kelompok 2

hiperparatiroidisme, dan sindrom Zollinger-Ellison. Fungsi sfingter pylorus

yang abnormal mengakibatkan terjadinya refluks empedu dan dianggap

sebagai suatu mekanisme patogenik dalam timbulnya ulkus peptikum.

Empedu mengganggu sawar mukosa lambung, meyebabkan timbulnya

gastritis dan peningkatan kepekaan terhadap pembentukan ulkus. Mukosa

yang rusak akhirnya mengalami erosi dan dicerna oleh asam dan pepsin.

II.8 GEJALA KLINIS

II.9 PENATALAKSANAAN

Farmakoterapi

Uji H. pylori direkomendasikan hanya bila direncanakan terapi

eradikasi. Eradikasi direkomendasikan untuk semua pasien yan g

terinfeksi H. pylori dengan tukak aktif, tukak yang sudah ada

sebelumnya, atau dengan komplikasi tukak. Regimen individual

harus diseleksi berdasarkan efikasi, toleransi, interaksi obat yang

potensial, resistensi anti-biotik, biaya dan kepatuhan pasien.

Pengobatan harus diawali dengan regimen 3 obat-PPI. Obat ini

lebihn efektif, memiliki toleransi yang lebih baik, lebih simpel dan

akan membuat pasien lebih patuh dalam menjalani pengobatan. 14

hari dipilih lebih dari 10 hari karena durasi yang lama menyebabkan

pengobatan berhasil. 7 hari secara teratur tidak dianjurkan.

Regimen 2 obat kurang efektif dibandingkan dengan regimen 3-

obat dan hanya termasuk satu anti-biotik yang dapat menyebabkan

resistensi anti-mikroba.

Page 32: MAKALAH Kelompok 2

Bismuth-based four drug regimens (regimen 4 obat dengan

bismuth) efektif tetapi memiliki aturan dosis yang komplek dan

tingginya efek yang tidak diinginkan.

Pasien dengan penyakit tukak aktif harus menerima terapi

tambahan dengan PPI atau H2RA untuk meringankan penyakit.

Jika pengobatan kedua untuk H. pylori dibutuhkan, maka harus

dipilih anti-biotik yang berbeda.

Pasien harus diminta untuk menggunakan semua obat kecuali PPI

dengan makanan dan pada waktu istirahat (jika perlu). PPI harus

dikonsumsi 15-30 menit sebelum makan.

Eradikasi H. pylori tidak menjamin kesembuhan pasien yang tidak

patuh atau tidak toleran, pada pasien dengan tukak karena NSAID

yang bebas H. pylori atau pasien dengan sindrom Zollinger-Ellison.

Pengobatan anti-tukak yang konvensional (H2RA, PPI, atau

sukralfat) adalah pengobatan alternatif tapi tidak begitu efektif

karena dapat menyebabkan kekambuhan. Terapi kombinasi ini

tidak meningkatkan keefektifan dan memerlukan biaya yang mahal.

Terapi pemeliharan dengan H2RA dosis rendah, PPI, atau

sukralfat. Harus dibatasi karena memiliki resiko yang tinggi untuk

pasien yang H. pylori nya gagal dieradikasi, pasien dengan

beberapa penyakit komplikasi, dan pasien tukak dengan H.

pylorinegatif.

Tukak yang sulit disembuhkan dengan dosis obat standar PPI

(contoh: omeprazol 20 mg per hari) atau dosis tinggi H2RA

Page 33: MAKALAH Kelompok 2

biasanya dapat disembuhkan dengan dosis PPI yang lebih tinggi

(contoh: omeprazol 40 mg per hari)

Terapi pemeliharaan dengan dosis PPI penting untuk mencegah

kekambuhan.

Kebanyakan tukak-induksi NSAID yang tidak kompleks sembuh

dengan regimen terapi standar H2RA, PPI, atau sukralfat, jika

NSAID dihentikan. Jika NSAID harus dilanjutkan, PPI merupakan

obat pilihan, karena baik untuk penekan asam yang kuat

dibutuhkan untuk mempercepat kesembuhan tukak. Jika H. pylori

ada, pengobatannya harus dimulai dengan regimen eradikasi yang

mengandung PPI. Pasien yang beresiko menderita komplikasi yang

serius sementara dia asih menggunakan NSAID harus mendapat

terapi profilaksis dengan misoprostol atau PPI.

Pasien dengan komplikasi (pendarahan saluran cerna atas,

obstruksi, perforasi, atau penetrasi) sering membutukan terapi

pembedahan atau endoskopi.

Non farmokoterapi

Page 34: MAKALAH Kelompok 2

Pasien dengan penyakit ulkus peptikum harus mengurangi stress

fisik, merokok, dan penggunaan obat-obatan anti-inflamasi non-selektif

(NSAIDs) termasuk aspirin. Meski tak ada “diet anti-ulkus”, pasien harus

menghindari konsumsi makanan-makanan dan minuman (misalnya,

makanan pedas, kafein, dan alkohol) yang dapat menyebabkan dispepsia

atau yang dapat menimbulkan gejala ulkus. Jika dimungkinkan, media

alternatif seperti acetaminophen, nonasetil salisilat (mis. Salsalate), atau

inhibitor COX-2 dapat digunakan sebagai pereda nyeri.

Pilihan operasi untuk penyakit ulkus peptikum jarang dilakukan hari

ini karena manajemen medis sangat seperti pemberantasan HP dan

penggunanaan inhibitor asam kuat. Namun subset dari pasien mungkin

memerlukan operasi darurat untuk pendarahan, perforasi, atau obstruksi.

Dulu, prosedur pembedahan dilakukan untuk kegagalan perawatan medis

dan termasuk vagotomi dengan pyroplasty atau vagotomi dengan

antrektomi. Vagotomi menghambat stimulasi vagus pada asam lambung.

Vagotomi tidaklah diperlukan ketika antrektomi dilakukan pada

penatalaksanaan ulkus lambung. Efek pasca operasi yang karena

prosedur ini meliputi diare pasca-vagotomi, sindrom dumping, anemia,

dan kekambuhan ulkus.

Page 35: MAKALAH Kelompok 2

Gambar 1.2. Algoritma; Panduan untuk evaluasi dan penatalaksanaan

kepada pasien yang menderita gejala-gejala dyspepsia atau ulkus.

Page 36: MAKALAH Kelompok 2

BAB III

PENUTUP

III.1 KESIMPULAN

Lambung berupa suatu kantong yang terletak di bawah diafragma

yang berbentuk huruf J. Fungsi lambung secara umum adalah tempat

dimana makanan dicerna dan sejumlah kecil sari-sari makanan diserap.

Lambung dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah kardia, fundus

dan pylorus. Dinding lambung tersusun menjadi empat lapisan, yakni

mukosa, submukosa, muscularis, dan serosa. Kelenjar lambung

meproduksi cairan lambung, yang mengandung pepsinogen, HCl, serta

mucus. Sel-sel Chief mensekresi pepsinogen, yang berubah menjadi

enzim pepsin ketika terpapar oleh Asam Hidroklorida (HCl) yang di sekresi

oleh sel-sel Parietal.

Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa

lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel.

Etiologi penyakit ulkus peptikum, yaitu riwayat keluarga dengan

ulkus peptikum, infeksi bakteri H. pylori, obat-obatan (OAINS), asam

lambung dan pepsin, tumor (kanker, lymphoma), perokok berat, pengguna

alkohol, dan stres fisiologik.

Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena

jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam atau berkenaan dengan

penurunan pertahanan normal dari mukosa.

Page 37: MAKALAH Kelompok 2

Mekanisme klinis terjadinya ulkus peptikum lambung pencernaan

(asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan

peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, yaitu nyeri, pirosis,

muntah, konstipasi dan pendarahan.

Penatalaksanaan ulkus peptikum dapat dilakukan secara medis

(seperti antasida, Sucralfate, Antagonis H2, Omeprazole dan

Iansoprazole, Antibiotik, Misoprosto), non medis, dan intervensi bedah.

III.2 SARAN

Kami berharap presentasi dari kasus ulkus petikum ini dapat

mengalami penurunan dengan bersama-sama menjaga kesehatan

lambung dan mengetahui gejala-gaejala penyakit lambung khususnya

pada penyakit ulkus peptikum sehingga apabila kita merasakan gejalanya

maka kita dapat melakukan penaganan/pengobatan secepatnya dan

jangan menganggap sepele. Oleh karena itu, pengetahuan tentang

kesehatan sangat dibutuhkan. Pengetahuan ini bisa didapatkan melalui

pembuatan makalah, penyuluhan kesehatan, bahkan dalam dunia maya.

Jadi, janganlah malas untuk berbagi dan mencari ilmu itu.

Page 38: MAKALAH Kelompok 2

DAFTAR PUSTAKA

1. Physiology Human and Mechanism of Body Function. The Mcgraw-Hill.2001.

2. Mycek,Mary.2001.FarmakologiUlasanBergambar.Jakarta:Widya Medika

3. Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 205. Patofisiologi. Jakarta: EGC

4. Robbins dan Kumar. 1995. Patologi II Ed. 4. Jakarta: EGC

5. Sukandar, Elin Yulinah et al. 2009. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI

6. T.JosephDiPiro,L.Robert Talbert, Gary Yee.2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. McGraw-Hill eBooks.

7. Valerie C. Scanlon.2007. Essentials of anatomy and physiology. America: United States of America.

8. Sukandar, Elin Yulinah. Iso Farmakoterapi.Jakarta :PT ISFI

9. Donald C. Rizzo.2001.Delmar’s Fundamental Anatomy and Physiology. the United States of America.

10. Burnner & Suddrath. 1997 Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

11. Snell, Richard S.2006.Anatomi Klinik.2006. Buku kedokteran EGC

Page 39: MAKALAH Kelompok 2