makalah kedokteran kesehatan keselamatan kerja
DESCRIPTION
makalah kedokteran kesehatan keselamatan kerjaTRANSCRIPT
Penyakit Akibat Kerja karena Intoksikasi Bahan Kimia
(Timbal)
Meldina Sari Simatupang
102011362/E5
Mahasiswa FK UKRIDA Semester 7
FK UKRIDA 2014
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
Skenario 1
Seorang laki-laki berusia 35tahun datang ke klinik dengan keluhan sering pusing, mengantuk dan
lemas.
BAB I
PENDAHULUAN
Sejak perang dunia II, industrialisasi di negara-negara maju semakin pesat sehingga jenis
zat kimia industri baik sebagai hasil produksi antara, hasil akhir dari suatu produk komersial,
maupun sebagai limbah industri, semakin bertambah. Sampai saat ini, pengaruh zat kimia
tersebut terhadap lingkungan maupun manusia kurang diperhatikan. Kenyataannya, dari sekitar
60.000 jenis zat kimia komersial yang ada saat ini, kurang lebih 10.000 jenis zat kimia saja yang
toksisitasnya telah diuji pada binatang. Frekuensi gangguan kesehatan akibat pekerjaan dan
pengaruh lingkungan pun menjadi bertambah setiap saat, baik jumlah maupun macamnya.
Tambahan lagi, banyak dampak pajanan zat kimia yang belum terdiagnosis ataupun dalam
kondisi belum dapat dijelaskan. Bentuk perkembangan penyakitnya. Efek pemajanan bahan
kimia ataupun dampak perilaku pekerja dalam proses industri umumnya bermanifestasi hanya
dalam hitungan bulan ataupun tahunan setelah pajanan terjadi, misalnya seorang pengolah data
komputer atau kasir pada sebah supermarket tiba-tiba menderita semacam tenosinovitis pada
lengannya yang disebut sebagai Repetitive strain injury. Seorang penggergaji kayu atau pemecah
batu pada pembuatan konstruksi jalan raya menderita gejala rasa nyeri yang sangat, kesemutan,
1
dan menjadi pucatnya ujung-ujung jari tangan. Kumpulan gejala ini disebut hand arm vibration
syndrome yang terjadi akibat dari vibrasi alat-alat yang digunakannya. Seorang pekerja yang
telah lama meninggalkan pekerjaannya selama lebih dari 15 tahun mungkin juga dapat menjadi
penderita leukimia. Hal ini terjadi karena terpajan oleh minyak bumi setiap hari ketika ia masih
aktif bekerja. Gejala penyakit bermanifestasi sangat lambat sering kali menyulitkan peneliti
untuk menghubungkan antara pekerjaan dengan gangguan kesehatan yang ditimbulkannya.
Sebaliknya, lebih mudah jika kita ingin menghubungkan antara pekerjaan dengan aspek
keselamatan kerja, misalnya seorang operator yang terpotong jari tangannya oleh mesin yang
digunakannya, maka penanganan kasus tersbut pun jelas, yaitu dengan membuat penghalang
pada pisau mesin tersebut. Sebenarnya, telah lama diketahui bahwa pekerjaan tertentu dapat
menyebabkan manifestasi suatu penyakit, misalnya pengasah pisau dan pekerja tambang sering
kali emnjadi pendertia penyakit paru tertentu yang disebut potter’s asthma, knife grinder’srot,
dan miner’s phthisis; pekrja pemoles topi yang menggunakan air raksa (Hg) dalam pekerjaannya
dapat menderita suatu penyakit saraf; penyakit ini disebut hatter’s shakes karena
ekspresinyaseperti orang gila. Telah dikenal juga beberapa penyakit akibat kerja lainnya yaitu
writter’s cramp, housemaid’s knee, baker’s asthma, dan lain-lain. Penyakit-penyakit ini hanya
sebagian saja.
Klasifikasi Zat Kimia Berbahaya
Atas dasar potensi suatu zat bahan kimia untuk menimbulkan gangguan kesehatan atau
kecelakaan kerja, maka The Australian Code for the Transport of Dangerous Goods
mengklasifikasikan zat kimia berbahaya menjadi:
1. Kelas 1 Eksplosif; reaksi kimia yang menghasilkan api dan gelombnag tekanan yang
besar, akibat mengembangnya gas yang dihasilkan oleh panas yang dilepaskan oleh api.
2. Kelas 2.1. gas yang mudah terbakar; gas yang mudah terbakar, misalnya astilen,
hidrogen, dan metana yang dapat meledak bila konsentrasinya dan oksigen yang tersedia
di udara mencukupi.
3. Kelas 2.2. gas terkompresi yang tidak mudah terbakar
4. Kelas 2.3. gas beracun
2
5. Kelas 3 cairan yang mudah terbakar; sangat mudah terbakar bila kontak dengan
percikan/bunga api, seperti aseton,etanol,amil asetat dan karbon disulfid, karena cairan
kimia ini berpotensi menghasilkan uap untuk bercampur dengan udara.
6. Kelas 4.1. benda padat yang mudah terbakar
7. Kelas 4.2. dapat terbakar spontan; dapat terbakar tanpa adanya percikan api
8. Kelas 4.3. berbahaya, bila dalam keadaan basah
9. Kelas 5.1. zat kimia pengoksidasi; bahan kimia mengandung atom oksigen di dalam
molekulnya, yang dapat dilepaskan bila dipanaskan dan menyebabkan zat lain terbakar
walaupun kandungan oksigen di udara minim
10. Kelas 5.2. zat kimia peroksida organik
11. Kelas 6 berbahaya (disimpan jauh dari makanan)
12. Kelas 7 radioaktif
13. Kelas 8 korosif; zat kimia dapat membakar kulit atau metal yang kontak dengannya
disebut korosif, misalnya zat alkali sperti soda kaustik, dan beberapa asam lainnya seperti
asam klorida, asam sulfat dan lain-lain.
Cara Masuk Zat Kimia ke Dalam Tubuh
Bahan kimia yang berbahaya dapat masuk ke dalam tubuh melalui beberapa cara berikut:
1. Inhalasi
Pajanan bahan kimia berbahaya yang paling sering terjadi (80%) adalah melalui sistem saluran
pernafasan. Oleh karena sistem pernafasan merupakan jalan masuk paling efisien bagi absorpsi
zat kimia yang berbahaya. Pada orang dewasa sehat, luas permukaan parunya sebesar 90m2, akan
mengisap kira-kira 8,5m3 udara dalam 8 jam kerja/hari bila melakukan pekerjaan yang tidak
terlalu berat. Zat kimia melayang di udara terisap melalui lubang hidung atau mulut memasuki
saluran pernafasan untuk mencapai alveolus, merupakan tempat pertukaran gas. Di alveolus, zat
kimia tersebut bergantung pada sifat fisik/kimiawinya, dapat disimpan atau dapat melalui
dinding alveolus untuk memasuki aliran darah.. umumnya zat kimia di inhalasi akan mengiritasi
membran mukosa saluran pernafasan. Hal ini merupakan tanda bahaya bagi menghisapnya, tapi
zat kimia tertentu tidak menimbulkan reaksi apapun sehingga tanpa disadari zat kimia ini akan
terinhalasi jauh sampai ke alveoli atau bahkan memasuki aliran darah. Masuknya partikel-
3
partikel debu ke dalm tubuh bergantung pada ukuran dan daya kelarutannya, hanya partikel kecil
sampai alveolus dan disimpan atau memasuki aliran darah tergantung daya kelarutannya. Yang
tidak larut umumnya akan dieliminasi oleh mekanisme pembersihan saluran pernafasan, biasnya
disapu oleh silia dan dikeluarkan ke saluran pencernaan oleh lendir yang terdapat dipermukaan
saluran pernafasan bagian dalam. Partikel-partikel besar akan tersaring oleh bulu-bulu hidung
atau disimpan di saluran pernafasan atas untuk dibatukkan atau tertelan ke saluran pencernaan.
2. Per Oral
Pajanan zat kimia melalui saluran pencernaan (per oral), hanya terjadi bila pekerja
makan/minum/menghisap rokok ditempat kerja yang terkontaminsasi dengan uap/debu yang
melayang di ruangan kerjanya. Pajanan per oral mungkin juga terjadi bila sebagian partikel zat
kimia yang diisap tertelan dan memasuki saluran pencernaan. Penyerapan makanan maupun zat
kimia berbahaya umumnya dilakukan di usus kecil
3. Kulit
Ketebalan kulit dan keringat yang membasahi tubuh merupakan daya pertahanan yang efektif
untuk melawan pajanan zat kimia yang berbahaya. Namun, zat kimia yang larut dalam lemak
(larutan organik dan fenol) dapat diabsorpsi melalui kulit. Pada kulit yang cedera
(terpotong,luka,lecet), absorpsi zat kimia ke dalam tubuh menjadi lebih mudah.
4. Mata
Kontaminasi lokal beberapa jenis zat kimia pada mata dapat mengakibatkan gejala sistemik,
tetapi umumya hanya berpengaruh pada bagian-bagian tertentu dari bola mata, misalnya metanol
pada n.optikus, oksigen pada retina, tallium pada lensa mata, inhibitor kolin esterase pada korpus
siliaris. Namun, sebagian besar pajanan zat kimia pada mata akan mengakibatkan kerusakan
kornea, misalnya asam kuat, basa kuat dan kalsium oksida (sering kali terdapat pada benda asing
yang memasuki mata).
5. Per Injeksi
Pajanan zat kimia melalui injeksi di tempat kerja sangat jarang terjadi. Di sektor industri, pajanan
per injeksi dapat terjadi dengan sengaja/tanpa sengaja akibat injeksi tekanan rendah seperti
4
vaksin manusia, hewan dipeternakan, dan lain-lain. Ataupun akibat injeksi tekanan tinggi oleh
pistol minyak pelumas, atau cat.1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Diagnosis klinis
a. Anamnesis
Untuk memperoleh anamnesis pekerjaan yang terarah maka pertanyaan harus difokuskan pada
hal-hal yang penting secara sistematik, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memastikan kemunculan gejala dalam hubungannya dengan pekerjaan;
a. Apakah gejala yang timbul membaik pada saat istirahat atau liburan?
b. Apakah terdapat pekerja lain yang menderita gelaja yang sama di lingkungan kerja?
c. Apakah terjadi pajanan debu, uap atau pertikel-partikel zat kimia yang beracun di
lingkungan kerja?
2. Pertanyaan kronologis tentang pekerjaan terdahulu sampai yang sekarang, mengenai:
a. Deskripsi lingkungan tempat kerja
b. Informasi tentang bahan mentah yang dipakai, proses kerja, produk yang dihasilkan serta
tata cara penanganan limbah industri
c. Lama kerja
d. Deskripsi tugas dan jadwal waktu kerja/shift
e. Jumlah hari absen dan alasannya
f. Penggunaan alat perlindungan diri
g. Prosedur pemeriksaan fisisk sebelum masuk kerja
h. Adanya pekerjaan lain disamping pekerjaan utama
3. Pertanyaan spesifik yang ada hubungannya dengan pajanan penyakit akibat kerja
a. Pernah bekerja di tempat yang menggunakan hasil produk timbal?
b. Faktor strees di tempat kerja?
5
c. Hobi? (seperti melukis)
d. Pekerjaan suami/istri?
4. Riwayat kesehatan lingkungan
5. Informasi mengenai industri lain di sekeliling tempat kerja
Dari skenario didapatkan hasil identitas pasien yaitu laki-laki usia 35 tahun dengan keluhan
pusing, mengantuk, dan lemas sejak enam bulan terakhir. Bekerja di pabrik pembuatan
baterai selama lima tahun dan selama bekerja tidak menggunakan alat pelindung diri.
b. Pemeriksaan fisik
Kulit pucat akibat anemia skelra atau kulit yang kuning akibat hemolysis akut
seringkali ditemukan pada para penderita intoksikasi timbal. Suatu garis pigmentasi biru keabu-
abuan kadang-kadang tampak pada gusi yang disebut “lead line”. Pada pemeriksaan neurologis,
intoksikasi timbal sering kali ditunjukkan dengan lemahnya otot rangka, terutama otot ekstensor
bagian distal.
c. Pemeriksaan penunjang
Biasanya tampak gambaran anemia normositik normokrom atau mikrositik hipokrom
pada darah tepi, kadang-kadang ditemukan sel darah merah abnormal seperti morfologi daun
semanggi serta gambaran basophil yang berbintik. Turut sertanya timbale dalam penggabungan
Fe dengan heme menyebabkan perubahan Fe menjadi bentuk Zn- protoporfirin (ZPP), dan
produk hidrolisisnya adalah eritrosit portoporfirin (EP). Pada urine, dengan adanya peningkatan
kadar asam delta-aminolevunik dehidratase maka kenaikan kadar ZPP dan EP dapat diukur. Hal
ini merupakan indicator yang dapat dipercaya untuk pengukuran intoksikasi timbal. Peningkatan
kadar asam delta-aminolevulinik dapat diukur dengan spektrofotometri. Lebih dari 90% timbale
dalam tubuh disimpan di tulang. Konsentrasi timbal di tulang tersebut dapat diukur dengan
menggunakan x-ray fluorescence (XRF) atau desintrometri.
Pada individu yang tidak terpajan timbale bakar, kadar timbal di darah berkisar antara
5-15 µg/dL. Menurut standar OSHA, kadar timbal di darah pada pekerja di sector industry tidak
boleh melebihi 40 µg/dL. Gejala intoksikasi timbale pada susunan saraf pusat dan tepi biasanya
terjadi dengan kadar timbal 40-80 µg/dL, atau jika terjadi peningkatan kadar EP atau ZPP.
Gejala lain timbul dengan jelas bila kadarnya mencapai >80 µg/dL. Pada individu dengan gejala
6
intoksikasi timbal yang jelas, tetapi ditemukan riwayat pajanannya, tesmobilisai CaNa2EDTAPb
dapat membantu untuk meneggakan diagnosis.
d. Manifestasi klinis
Gejala dan tanda keracunan berat tampak pada kadar timah hitam darah >800µg.
Efek tosik timbale terutama berpengaruh pada saluran pencernaan, darah, dan system persarafan.
Pada saluran pencernaan, biasanya terjadi kolik timbale akibat efek langsung timbale terhadap
lapisan otot polos saluran pencernaan. Hal ini menyebabkan timbulnya rasa kram perut yang
menyeluruh terutama di daerah epigastrium dan periumbilikalis, serta disertai mual, muntah,
anoreksi, dan konstipasi atau kadang-kadang diare.
Intoksikasi timbale juga akan mempengaruhi system enzim sel darah merah, sehingga
anemia normositik normokrom atau mikrositik hipokrom, dan hemolysis akut sering kali terjadi.
Enzim-enzim sel darah merah, seperti asam delta-aminolevulinik dehidratase yang dibutuhkan
untuk konjugasi asam levulinik menjadi porfobilinogen, dan ferrokelatase yang berperan
menggabungkan Fe ke dalam protoporfirin dapat terganggu sehingga memengaruhi system
heme.
Gejala meningginya tekanan cairan otak dalam bentuk iritabilitas, inkoordinasi,
gangguan tidur, rasa nyerik epala, disorientasi, gangguan mental, ataksia, sampai kelumpuhan
saraf otak, kebutaan, serangan pingsan atau koma merupakan manifestasi intoksikasi timbal pada
susunan saraf pusat. Serangan ini disebut ensefalopati timbal, yang biasanya merupakan tanda
prognosis yang sangat buruk karena sudah terjadi kerusakan otak serius. Selain itu, gangguan
motorik seperti wrist drop dan foot drop sering kali timbul sebagai manifestasi intoksikasi
timbale pada susanan saraf tepi.
Timbal, bersama aliran darah, dapat melalui plasenta sehingga aborsi spontan dapat
terjadi pada wanita hamil yang terpajan timbale pada masa kehamilan. Sedangkan pada laki-laki,
timbale juga dapat mengurangi kesuburan karena timbale diduga turut mempengaruhi proses
spermatogenesis. Manifestasi timbale lainnya adalah poliatralgia, kegagalan fungsi hati, dan
7
gagal ginjal. Psikosis dapat terjadi sebagai intoksikasi tetra etil timbale dengan gejala insomnia,
auforia, halusinasi, dan kadang-kadang konvulsi.
2. Pajanan yang dialami
Pajanan
Pekerja di pertambangan sangat berpotensi terpajan dan fume yang banyak dihasilkan
pada proses penggilingan/penggososkan biji timbal. Di samping itu, pajanan timbal juga
berpotensi terjadi pada pekerjaan mengelasan, penyoldderan, pelukis, pekerja di pabrik
baterai, aki dan cat, terutama pekerja yang terkait proses penyemprotan, gelas, dan keramik.
Pajanan dilingkungan dekat lokasi peleburan timbal dapat terjadi akibat udara, tanah, dan air
minum yang terkontaminasi. Di daerah perkotaan pajanan terjadi akibat pencemaran
lingkungan asap buangan knalpot kendaraan bermotor.
Timbal dalam darah
Waktu paruh timbal secara biologi dalam tulang manusia diperkirakan 2-3 tahun.
Timbal dalam darah akan dapat dideteksi dalam waktu paruh sekitar 20 hari, sedangkan
ekskresi timbal dalam tubuh secara keseluruhan terjadi dalam waktu paruh sekitar 28 hari.
Dari darah dan tempat deposit, timbal kemudian diekskresikan melalui urine, faeces, dan
keringat.
Kadar timbal dalam darah merupakan indikator pemajanan yang sering dipakai
dalam kaitannya dengan pajanan eksternal. Kadar timbal dalam darah dapat merupakan
petunjuk langsung jumlah timbal yang sesungguhnya masuk dalam tubuh. Dengan
demikian untuk mengetahui dan mengukur kadar timbal dalam tubuh manusia dapat dilihat
melalui darah, sekreta, jaringan lunak, dan jaringan mineral. Tetapi spesimen biomarker
yang mewakili keberadaan timbal adalah darah dan urine.
3. Hubungan pajanan dengan penyakit
Cara masuk zat kimia ke dalam tubuh
8
Mekanisme masuknya timbal ke dalam tubuh manusia dapat melalui sistem
pernafasan, oral, ataupun langsung melalui permukaan kulit. Kira-kira 40% dari timbal yang
masuk melalui pernafasan, diabsorbsi sampai ke saluran pernafasan. Sekitar 5-10% dari
senyawa timbal yang masuk diserap oleh saluran gastrointestinal. Timbal yang masuk
melalui makanan, masuk ke saluran cerna, dan dapat masuk ke dalam darah. Pada anak-
anak, tingkat penyerapan timbal mencapai 53%. Hal ini jauh berbeda pada tingkat
penyerapan orang dewasa, yaitu sekitar 10%. Defisiensi besi (Fe) dan Kalsium (Ca) serta
diet lemak tinggi dapat meningkatkan absorbsi timbal gastrointestinal. Peningkatan asam
lambung dapat meningkatkan absorbsi usus sehingga absorbsi timbal juga meningkat.2
Nilai ambang batas (NAB) faktor kimia
Standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai pedoman pengendalian agar tenaga
kerja masih dapat menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan
dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam
seminggu.nilai batas ambang batas timah adalah 0,05 mg/m3.3
4. Pajanan yang dialami cukup besar
Patofisiologi
Lebih dari 4 juta ton timbal diproduksi setiap tahun untuk digunakan dalam baterai,
campuran logam atau cat merah eksterior bertimbal, dan amunisi. Orang-orang yang bekerja di
industri ini serta dalam peleburan, pertambangan dan pengecatan semprot, daur ulang dan
perbaikan radiator terpajan oleh timbal. Disebagian negara, timbale tetraetil masih digunakan
sebagai bensin sehingga menyebabkan polusi udara. Inhalasi merupakan rute terpenting pajanan
di tempat kerja.
Sumber-sumber timbal di lingkungan adalah udara perkotaan akibat penggunaan
bensin bertimbal, tanah yang tercemar oleh cat eksterior bertimbal, suplai air akibat pipa yang
mengandung timbale, dan debu di rumah dengan cat interior yang mengandung timbal.
Konsumen dapat terpajan oleh keramik yang dilapisi timbale, penyolderan timbal di kaleng
makanan dan minuman ringan dan minuman beralkohol ilegal (moonshine).
9
Timbal yang tertelan akan terserap melalui saluran cerna. Penyerapan timbal melalui
usus ditingkatkan oleh defisiensi kalsium, besi atau seng. Dibandingkan dengan orang dewasa,
penyerapan lebih besar pada anak dan bayi sehingga mereka sangat rentan terhadap toksisitas
timbal. Timbal yang terserap sebgaian besar (80% hingga 85%) akan di ambil oleh tulang dan
gigi yang sedang tumbuh pada anak. Darah menyerap 5% sampai 10% dan sisanya tersebar
diseluruh jaringan lunak. Timbal cepat hilang dari darah, tetapi yang mengendap di tulang
memiliki waktu paruh tiga puluh tahun. Oleh karena itu, adanya timbale di darah menunujukkan
pajanan baru, dan bukan mengisyaratkan beban tubuh total. Toksisitas timbal berkaitan dengan
beragam efek biokimiawinya.
Afinitas yang tinggi untuk gugus sulfhidril. Enzim-enzim terpenting yang dihambat
oleh timbal melalui mekanisme ini adalah enzim-enzim yang berperan pada biosintesis heme: δ-
asam aminolevulinat dehidratase dan feroketolase. Kedua enzim ini mengkatalisis pemasukan
besi ke dalam molekul heme dan karenanya, pasien mengalami anemia hipokrom.
Kompetisi dengan ion kalsium. Sebagai kation divalent, timbale berkompetisi dengan
kalsium dan disimpan di tulang. Timbal juga mengganggu penyaluran impuls saraf dan
perkembangan otak.
Inhibisi enzim membran. Timbal menghambat aktivitas 5-nukleotidase dan pompa
ion natrium-kalium sehingga terjadi penurunan usia sel darah merah (hemolisis), kerusakan
ginjal, dan hipertensi.
Gangguan produksi 1,25- dihidroksivitamin D, yaitu metabolit aktif vitamin D.
Pada keadaan akut, terjadi kerusakan tubulus proksimal disertai pembentukan badan
inklusi timbal intranukleus dan tanda-tanda klinis disfungsi tubulus ginjal. Pada keadaan kronik,
timbal dapat menyebabkan fibrosis interstisium difus, gout, dan gagal ginjal. Bahkan tanpa
menyebabkan gejala-gejala klinis kerusakan ginjal yang nyata, timbale dapat menyebabkan
hipertensi. Timbal dapat menyebabkan infertilitas para pria akibat gangguan testis. Kegagalan
implantasi ovum yang telah dibuahi dapat terjadi pada wanita.
Timbal menimbulkan banyak efek kronik pada kesehatan. Cedera susunan saraf
pusat dan perifer menyebabkan nyeri kepala, pusing, gangguan daya ingat, dan penurunan
10
kecepatan hantar saraf. Kelainan darah terjadi lebih awal dan khas. Karena mengganggu
biosintesis heme, timbal menyebabkan anemia mikrositik hipokrom, punctuate basophilic
stippling (bercak bintik kebiruan) di eritrosit merupakan gambaran khas. Hemolisis juga terjadi
karena timbale menghambat enzim-enzim membran sel darah merah. Karena timbale
menghambat penyatuan besi ke dalam heme, besi akan tergeser dan membentuk seng
protoporfirin. Oleh karena itu, peningkatan kadar seng protoporfirin atau produknya,
protoporfirin eritrosit bebas dalam darah merupakan indicator penting keracunan timbal. Gejala
pencernaan mencakup kolik dan anoreksia. Ginjal adalah rute utama ekskresi timbal.4
Batas sehat pemaparan kerja
Untuk timah hitam hubungan natara indikator biologis pemaparan yaitu kadar timah
hitam dalam darah menunjukkan korelasi yang paling kuat terhadap kadar seng-porfirin sel darah
merah dibandingkandengan korelasi antara kadar timah hitam udara dan kadar sseng-
protoporfirin sel darah merah. Maka dari itu, kadar timbal dalam darah digunakan sebagai
penilaian adanya absorbsi atau keracunan timah hitam. Kadar rerata timbal darah populasi yang
tidak mengalami pemaparan terhadap timbal bernilai diantara 100-250 µg/L. Kadar timah hitam
darah normal dapat mencapai 300 µg/dL darah lengkap. Kadar demikian merupakan indeks
pemaparan biologis timbal bagi kadar timah 50µg/m3 debu timah hitam yang respirable dalam
udara. Gejala dan tandakeracunan timah hitam anorganis sangat tergantung kepada kadar timah
hitam dalam darah. Biasanya pada kadar timah hitam darah kurang dari 400µg/dL darah lengkap
tidak terjadi gejala dan tanda klinis keracunan timah hitam anorganis. Pada kadar 400-800 µg/dL
darah lengkap, timbul gejala dan tanda keracunan berat timah hitam anorganis. Kejang-kejang
atau konvulsi yang merupakan gejala dan tanda ensefalopati hany atimbul bila kadar timah hitam
darah >100µg/dL.
Semakin tinggi kadar timah hitam darah kian besar potensi menyebabkan keracunan.
Perlu ada upaaya khusus jika kadar timah hitam darah tenaga kerja melampaui 500µg/dL. Kadar
timah di udara ternyata tidak berkorelasi dengan kadar timah hitam darah; kadar timah hitam
udara bukan indikator pemaparan yang tepat untuk tima hitam. Kadar timah hitam di udara yang
tidak boleh dilewati sebagai standar higine atau lingkungan adalah 70 µg/m3 debu timah hitam
yang respirable dalam udara. Kadar timah hitam udara tidak boleh dipakai untuk pemantauan
pemaparan kerja terhadap timah hitam, melainkan hanya petunjukbagi aplikasi dan penilaian
11
ketetapan teknologi pengendalian kadar timah hitam dalam udara tempat kerja. Agar tidak ada
efek negatif dari pemaparan kerja terhadap timah hitam, kadar timah hitam yang respirable.
Alat pelindung diri
Perlindungan keselamatan pekerja melalui upaya ateknis pengamanan tempat, mesin,
peralatan, dan lingkungan kerja wajib diutamakan. Namun kadang-kadang resiko terjadinya
kecelakaan masih belum sepenuhnya dapat dikendalikan, sehingga digunakan alat pelindung diri.
Jadi penggunaan APD adalah alternatif terakhir yang kelengkapan dari segenap upaya teknis
mencegah kecelakaan. APD harus memenuhi persyaratan:
1. Nyaman dipakai
2. Tidak mengganggu pelaksanaan kerja
3. Memberi perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang dihadapi
Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahaya kecelakaan.
Alat proteksi diri beraneka ragam. Jika di golongkan menurut bagian tubuh yang dilindunginya,
maka jenis alat proteksi dapat dilihat:
1. Kepala : pengikat rambut, penutup rambut, topi pengaman
2. Mata : kacamata pelindung (protection goggles)
3. Muka : pelindung muka
4. Tangan dan jari : sarung tangan
5. Kaki : sepatu pengaman (safety shoes)
6. Alat pernapasan : respirator, masker, alat bantu pernapasan
7. Telinga : sumbat telinga, tutup telinga
8. Tubuh : pakaian kerja menurut keperluan
9. Lainnya sabuk pengaman : sabuk pengaman
5. Peranan faktor individu
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat
mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan
serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat
kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif
terhadap pajanan yang dialami.3
12
Pada skenario tidak dijelaskan riwayat atopi atau alergi dan riwayat penyakit dalam
keluarga pada pasien. Tetapi diketahui bahwa selama bekerja pasien tidak menggunakan
alat pelingdung diri.5
6. Faktor lain di luar pekerjaan
Penggunaan
Timbal terutama banyak digunakan pada industri batu baterai dan aki, serta sebagai
zat pewarna dan stabilizier pada industri cat dan plastik. Sifat tahan asam dan
kelelmbapannya menyebabkan timbal digunakan juga sebagai lapisan pipa dan kabel.
Keramik yang berlapis timbal juga akan terlihat lebih keras dan mengkilap. Selain lain,
timbal dapat digunakan untuk melapisi ruangan agar tidak kedap suara dan vibrasi, serta
dapat digunakan sebagai penangkal sinar radioaktif. Senyawa timbal tetraetil dan timbal
tetrametil digunakan sebagai anti-knock agent pada bensin.
7. Diagnosis okupasi
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan
informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan
sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit,
kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya.
Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan
dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau
tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat
ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah
ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi
pekerjaannya atau pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit. Dari
penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami keracunan timbal akibat
kerja.
13
Pencegahan
Sanitasi lingkungan kerja, terutama kebersihan kantin, dan perilaku makan yang sehat
harus diperhatikan. Untuk proses yang berpotensi menghasilkan debu dan fume timbal, perlu
disediakan alat pelindung pernapasan yang memadai. Menurut standar OSHA, program
pengawasan medis pada pekerja perlu dilaksanakan bila kadar timbal di lingkungan tempat kerja
30 µg/m3 untuk lebih dari 30 hari/tahun. Program ini disertai juga pelaksanaan tindakan berikut:
1. Pemantauanbiologis (kadartimbaldalamdarah) padamasing-masingpekerja
a. Dilakukan setiap 6 bulan bila kadar timbal <40 µg/dL.
b. Dilakukan setiap 2 bulan bila kadar timbal >40 µg/dL, sampai kadarnya mencapai
<40 µg/dL dalam 2 kali pemantauan secara berturut-turut.
c. Bila kadar timbal >40 µg/dL dan sudah tidak diperkenankan bekerja di tempat
pajanan maka pemantauan harus dilaksanakan setiap bulan.
2. Pemeriksaan medis
a. Dilakukan setiap tahun bila kadar timbal dalam darah >40 µg/dL
b. Dilakukan setelah peninjauan lapangan bila kadar timbal di lingkungan tempat
kerja sama atau kadar timbal dalam darah mencapai >30 µg/m3
c. Dilakukan sesegera mungkin bila seseorang pekerja timbul tanda intoksikasi
timbal yang mencurigakan
3. Tidak diperkenakan bekerja di tempat pajanan
a. Pekerjaan dengan kadar timbal >60 µg/dL, kecuali kadarnya yang terakhir masih
<40 µg/dL
b. Pekerja dengan kadar timbal >50 µg/dl pada pemeriksaan terakhir selama tiga kali
berturut-turut atau lebih dari dari 6 bulan, kecuali kadarnya terakhir masih <40
µg/dL. Pekerja ini baru dapat kembali bekerja ditempat pajanan bila kadar
timbalnya mencapai <40 µg/dL dalam pemeriksaan selama dua kali berturut-turut.
c. Pekerjaan yang memiliki kecendrungan gejala intoksikasi timbal yang bertambah
berat. Pekerja ini baru dapat kembali bekerja di tempat pajanan tidak semata-mata
bergantung pada kadar timbal di darah, tetapi juga semata-mata bergantung pada
kadar timbal di darah, tetapi juga bergantung pada pertimbangan hasil
pemeriksaan medis yang menyeluruh.
14
Pengobatan
Langkah pertama pada pekerja yang mempunyai kecendrungan timbul gejala
intoksikasi timbal adalah menjauhkannya dari tempat pajanan. Terapi kelasi dapat dilakukan
namun harus dengan pertimbangan yang sangat hati-hati, sebab perbaikan tanda klinis dan
menurunnya kadar timbal di darah dapat bersifat sementara. Kadar timbal dalam dapat
meningkat kembali karena timbal yang tersimpan di tulang masuk ke aliran darah. Tiga produk
yang biasa digunakan untuk terapi kelasi, yaitu dimerkaprol (BAL, British Anti-Lewisite) I.M,
kalsium disodium detat (CaNa2EDTA) I.M/IV, dan D-penisilamin ekstra SSP. Sedangkan
umumnya ensefalopati timball, pengobatan umum biasanya kurang efektif.6
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam kesehatan, keselamatan dan kerja (k3), yang paling utama dilakukan yaitu pencegahan
(preventif) terhadap 5 pajanan seperti; fisik, kimiawi, biologis, ergonomi, dan psikologis.dan
sebelum bekerja pastikan pegawainya sehat dalam fisik dan psikologis serta selamat yang berarti
mampu mengontrol resiko yang tidak bisa diterima. Disini sangat erat hubungan kerja sama
antara pihak perusahaan dan dokter okupasi untuk menghasilkan suatu kinerja yang baik, agar
dapat meminimalisirkan resiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
15
Daftar pustaka
1. Harrianto, Ridwan. Buku ajar kesehatan kerja. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
2008. Hal. 16-9, 72-5.
2. Naria, Evi. Mewaspadai dampak bahan pencemar timbal (Pb) di lingkungan terhadap
kesehatan. Jurnal komunikasi dan penelitian 2005: vol. 14 (4). Hal. 66-72.
3. Suma’mur. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes). Jakarta: sagung seto.
2014. Hal. 333-5.
4. Abbas, Fausto, Kumar. Robbins & Cotran dasar patologis penyakit. Edisi ke 7. Jakarta:
EGC; 2009.h. 446-7.
5. Jeyaratnam, J. Buku ajar praktik kerja kedokteran kerja. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC. 2010. Hal. 139.
6. Levy, Barry S. Occupational health. Philadelphia: East washington square. 2000. Pg.
565.
16