makalah kebijakan subsidi
TRANSCRIPT
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
1/37
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
0
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
2/37
KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
Pendahuluan
Subsidi pemerintah menjadi sebuahjaringanpenting dalam sebuah negara. Yang
berperan sebagai bukti nyata adanya tanggung jawab pemerintah dalam rangka
mensejahterakan masyarakatnya. Dampak dari sebuah kesejahteraan tidak
semata-mata terkandung permasalahan ekonomi saja. Mengapa pemerintah begitu
konsen terhadap permasalahan ekonomi, karena kondisi ekonomi yang mapan
dapat memberikan jaminan sehatnya kondisi non-ekonomi lainnya. Misalnya saja
pendidikan, kriminalitas, kesehatan bahkan iklim politik. Isu-isu yang terkait
dengan sektor-sektor tersebut tidaklah terlepas dari keberadaan kondisi ekonomi
suatu negara.
Manusia sebagai pelaku ekonomi tentunya memiliki kemampuan yang berbeda-
beda dalam rangka memenuhi kebutuhan. Hal ini tentu saja dapat menciptakan
kemiskinan dan ketimpangan secara masif pada suatu wilayah perekonomian. Di
sinilah bahasan subsidi masuk ke dalam permasalahan sebagai sebuah solusi.
Subsidi dianggap mampu berfungsi sebagai alat peningkatan daya beli masyarakat
serta dapat meminimalisasi ketimpangan akan akses barang dan jasa. Oleh karena
itu, cita-cita kemakmuran suatu bangsa dapat dicapai salah satunya dengan
kebijakan subsidi tersebut. Terlihat jelas bahwa peran pemerintah sangatlah
memegang posisi penting akan keberlangsungan program subsidi.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
1
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
3/37
Namun, dalam perjalanannya, subsidi tidak luput dari berbagai kritikan. Mulai
dari aspek kepentingan politik hingga ketepatan sasaran pihak penerima subsidi.
Subsidi pemerintah juga dipengaruhi oleh aspek politik. Contohnya: Bantuan
tunai langsung itu dipengaruhi oleh politik, karena adanya janji-janji presiden
dulu saat kampanye pemilu. Begitu juga dengan subsidi BBM, dulu mereka
menjanjikan untuk harga BBM selalu murah. Studi kasus tentang subsidi di
Indonesia sendiri telah menyeruak dalam berbagai argumen di kalangan elit.
Tentunya permasalahan ini sangat menarik untuk diangkat, dengan mencari
sebuah jawaban akan eksistensi subsidi yang lebih baik.
Subsidi merupakan alokasi anggaran yang disalurkan melaluiperusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual barang dan jasa, yang
memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya
dapat dijangkau masyarakat.
Belanja subsidi terdiri dari subsidi energi (subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3
kg, dan LGV serta subsidi listrik) dan subsidi nonenergi (subsidi pangan, subsidi
pupuk, subsidi benih, subsidi PSO, subsidi bunga kredit program, dan subsidi
pajak/DTP).
Wacana pembahasan subsidi dalam kebijakan publik yang dilakukan
pemerintah Indonesia seringkali menciptakan pro-kontra dalam tahap
penyusunannya ataupun pembahasannya. Hal ini terjadi pula di seluruh negara
yang masih menerapkan kebijakan subsidi. Malah tidak jarang kebijakan subsidi
sering berdampak meningkatnya suhu politik pemerintahan. Apalagi kebijakan
subsidi tersebut pada umumnya akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan
sebagian besar masyarakat. Pada umumnya pergolakan di negeri mereka akibat
wacana untuk pengurangan ataupun penghapusan subsidi.
Makalah ini akan membahas bagaimana kebijakan pemerintah dalam
mengalokasikan dana subsidi secara khusus dalam APBN 2016.
Pengertian Subsidi
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
2
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
4/37
Arti kata subsidi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bantuan
uang dan sebagainya kepada yayasan, perkumpulan, dan sebagainya (biasanya
dari pihak pemerintah). Menurut Milton H. Spencer dan Orley M. Amos, Jr. Dalam
bukunyaContemporary EconomicsEdisi ke-8 halaman 464 sebagaimana dikutip
oleh Rudi Handoko dan dan Pandu Patriadi menulis bahwa subsidi adalah
pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada perusahaan atau rumah tangga
untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka dapat memproduksi atau
mengkonsumsi suatu produk dalam kuantitas yang lebih besar atau pada harga
yang lebih murah. Secara ekonomi, tujuan subsidi adalah untuk mengurangi
harga atau menambah keluaran (output).
Selanjutnya, menurut Suparmoko, subsidi (transfer) adalah salah satu
bentuk pengeluaran pemerintah yang juga diartikan sebagai pajak negatif yang
akan menambah pendapatan mereka yang menerima subsidi atau mengalami
peningkatan pendapatan riil apabila mereka mengkonsumsi atau membeli barang-
barang yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga jual yang rendah. Subsidi
dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu subsidi dalam bentuk uang (cash
transfer) dan subsidi dalam bentuk barang atau subsidi innatura (in kind subsidy).
Adapun menurut Nota Keuangan dan RAPBN 2016,subsidimerupakan
alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaan/lembaga yang
memproduksi, menjual barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang
banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat.
Belanja subsidi terdiri dari subsidi energi (subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3
kg, dan LGV serta subsidi listrik) dan subsidi nonenergi (subsidi pangan, subsidi
pupuk, subsidi benih, subsidi PSO, subsidi bunga kredit program, dan subsidi
pajak ditanggung pemerintah/DTP).
Dengan demikian, subsidi merupakan upaya pemerintah melalui penyaluran
anggaran kepada produsen barang dan jasa dalam rangka pelayanan publik
sehingga masyarakat dapat memenuhi hajat hidupnya dengan harga beli yang
lebih terjangkau atas barang dan jasa publik yang disubsidi tersebut. Jadi bisa
disimpulkan bahwa subsidi adalah bantuan pemerintah dalam bentuk bantuan
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
3
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
5/37
keuangan yang dibayarkan kepada produsen dan konsumen suatu bisnis atau
sektor ekonomi atas barang/jasa tertentu.
Teori Program Subsidi Pemerintah
Sebenarnya kapan subsidi pertama kali muncul dan diterapkan oleh siapa?
Subsidi pertama kali dipakai di Inggris pada abad 10-11 di bawah kekuasaan Raja
Charles II. Namun, subsidi baru berkembang/meluas pada abad 20. Sejak saat itu
program-program subsidi menjadi sebuah cara yang lazim digunakan pemerintah
dalam anggaran keuangannya.
Adapun beberapa landasan pokok dalam penerapan subsidi antara lain:
1. Suatu bantuan yang bermanfaat yang diberikan oleh pemerintah kepada
kelompok-kelompok atau individu-individu yang biasanya dalam bentukcash
payment atau potongan pajak.
2. Diberikan dengan maksud untuk mengurangi beberapa beban dan fokus
pada keuntungan atau manfaat bagi masyarakat.
3. Subsidi didapat dari pajak. Jadi, uang pajak yang dipungut oleh pemerintah
akan kembali lagi ke tangan masyarakat melalui pemberian subsidi.
Dapat dilihat di sini bahwa subsidi menjadi sebuah alat pemerintah dalam
melakukan distribusi pendapatan masyarakat. Adapun untuk Indonesia, beberapa
macam subsidi:
1. Price distorting subsidies: merupakan bantuan pemerintah kepada
masyarakat dalam bentuk pengurangan harga di bawah harga pasar sehingga
menstimulus masyarakat untuk meningkatkan konsumsi atau pembelian
komoditi tersebut. Harga yang dibayarkan lebih rendah dari harga pasar, dan
pemerintah yang menanggung atau membayar selisih harga tersebut. Contoh
dari subsidi ini antara lain :
1.potongan harga/tarif listrik
2.potongan harga untuk sewa rumah
3.potongan harga pupuk
4.beras miskin
5.biaya sekolah (BOS)
6.potongan harga BBM
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
4
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
6/37
2. Cash grant: merupakan bantuan pemerintah kepada masyarakat
dalam dengan memberikan sejumlah uang tunai dan alokasi konsumsi akan
uang tersebut diserahkan sepenuhnya oleh masyarakat. Contohnya: bantuan
tunai langsung dan kelonggaran atau potongan pajak.
Selain, itu subsidi itu diberlakukan hanya jika keuntungan (manfaat) yang
diperoleh lebih besar daripada jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pemberian
subsidi. Meskipun subsidi ada untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat,
mereka mengakibatkan pajak yang lebih tinggi atau peningkatan harga untuk
barang-barang konsumen. Logikanya: karena subsidi meningkat maka pajak yang
dipungut juga meningkat karena pajak merupakan sumber dana untuk subsidi,
sehingga harga-harga barang pun juga akan meningkat karena adanya tuntutan
pajak yang semakin naik. Ini semua tentu saja menuntut kehati-hatian
pemerintah dalam memutuskan kebijakan subsidi. Karena bila tujuan subsidi
yang pada awalnya bertujuan meningkatkan kesejahteraan ekonomi secara
keseluruhan berubah menjadi sebuah keputusan yang hanya memberikan
keuntungan bagi segelintir golongan.
Di Indonesia sendiri, kebijakan subsidi yang paling santer terdengar adalah subsidi
harga BBM. Hal ini mengingat BBM sebagai sebuah komoditi yang strategis dan
berkenaan akan kepentingan publik. Tingginya harga pasar minyak tidak diikuti
dengan daya beli masyarakat yang baik. Berbagai upaya dilakukan pemerintah
untuk meredistribusi pendapatan guna mengurangi kesenjangan antar anggota
masyarakat. Program-program yang ditetapkan tidak jarang menuai kritikan di
antara pihak yang berseberangan dan kepentingan.
Manfaat Subsidi
Kebijakan pemberian subsidi biasanya dikaitkan kepada barang dan jasa
yang memiliki positif eksternalitas dengan tujuan agar untuk menambah output
dan lebih banyak sumber daya yang dialokasikan ke barang dan jasa tersebut.
Dalam ini meliputi pula bidang pendidikan dan teknologi tinggi.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
5
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
7/37
Secara umum pelaksanaan subsidi yang dilakukan oleh pemerintah,
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat konsumen maupun produsen antara lain:
1.Membantu peningkatan kualitas ekonomi;
2.Membantu golongan yang berpendapatan rendah dalam hal pemenuhan
kebutuhan ekonomi;
3.Mencegah terjadinya kebangkrutan bagi pelaku usaha.
Dampak Negatif dari Subsidi
Namun, pelaksanaan subsidi juga punya dampak negatif antara lain:
1.Subsidi menciptakan alokasi sumber daya yang tidak efisien.
Karena konsumen membayar barang dan jasa pada harga yang lebih rendah
daripada harga pasar maka ada kecenderungan konsumen tidak hemat dalam
mengkonsumsi barang yang disubsidi. Karena harga yang disubsidi lebih rendah
daripada biaya kesempatan (opportunity cost) maka terjadi pemborosan dalam
penggunaan sumber daya untuk memproduksi barang yang disubsidi.
2.Subsidi menyebabkan distorsi harga.
Menurut Basri, subsidi yang tidak transparan dan tidakwell-targetedakan
mengakibatkan :
a.Subsidi besar yang digunakan untuk program populis cenderung
menciptakan distorsi baru dalam perekonomian
b.Subsidi menciptakan suatu inefisiensi
c.Subsidi tidak dinikmati oleh mereka yang berhak (Basri, 2002)
3.Subsidi dapat mengganggu pasar dan memakan biaya ekonomi yang besar.
4.Mematikan para pesaing, dalam arti pihak swasta yang dirugikan.
Konsep Subsidi dalam APBN
Subsidi merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada konsumen
atau produsen agar barang dan jasa yang dihasilkan harganya lebih rendah dan
jumlah yang dibeli masyarakat lebih banyak. Subsidi (government transfer
payment) merupakan alat kebijakan pemerintah untuk redistribusi dan stabilisasi.
Subsidi yang dibayarkan oleh Pemerintah dalam membuat suatu barang/jasa
menjadi lebih murah untuk dibeli, digunakan, atau dihasilkan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Subsidi tetap diberikan untuk
membantu menstabilkan harga barang dan jasa yang berdampak luas ke
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
6
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
8/37
masyarakat. Pelaksanaannya diupayakan untuk mempertajam sasaran subsidi
agar lebih terarah dan menyentuh kehidupan masyarakat miskin. Namun, tetap
memperhitungkan sisi efisiensi dan kemampuan keuangan negara.
Arah Kebijakan Subsidi
Anggaran Program Pengelolaan Subsidi dalam belanja negara dialokasikan
dalam rangka meringankan beban masyarakat untuk memperoleh kebutuhan
dasarnya, dan sekaligus untuk menjaga agar produsen mampu menghasilkan
produk, khususnya yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, dengan harga
yang terjangkau. Pemberian subsidi ditujukan untuk menjaga stabilitas harga
barang dan jasa di dalam negeri, memberikan perlindungan pada masyarakat
berpendapatan rendah, meningkatkan produksi pertanian, serta memberikan
insentif bagi dunia usaha dan masyarakat. Dengan subsidi tersebut diharapkan
bahan kebutuhan pokok masyarakat tersedia dalam jumlah yang cukup, dengan
harga yang stabil, dan terjangkau oleh masyarakat. Selain itu, penyaluran subsidi
diupayakan lebih tepat sasaran kepada masyarakat.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi subsidi menuju pencapaian belanja
yang berkualitas, maka arah kebijakan subsidi tahun 2016 mencakup antara lain :
1.menjaga stabilisasi harga;
2.membantu masyarakat miskin dan menjaga daya beli masyarakat;
3.meningkatkan produktivitas dan menjaga ketersediaan pasokan dengan
harga terjangkau;
4.meningkatkan daya saing produksi dan akses permodalan usaha mikro,
kecil, dan menengah (UMKM).
Berdasarkan berbagai kebijakan tersebut, maka anggaran Program
Pengelolaan Subsidi dalam APBN Tahun 2016 mencapai Rp182.571,1 miliar.
Jumlah tersebut menurun Rp29.533,3 miliar bila dibandingkan dengan pagu
Program Pengelolaan Subsidi dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp212.104,4
miliar. Sebagian besar anggaran tersebut akan dialokasikan untuk subsidi energi
sebesar Rp102.080,2 miliar, yaitu subsidi BBM, LPG tabung 3 kg, dan LGV sebesar
Rp63.692,8 miliar, dan subsidi listrik sebesar Rp38.387,4 miliar.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
7
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
9/37
Sementara itu, untuk subsidi nonenergi sebesar Rp80.490,9 miliar, terdiri atas:
1.subsidi pangan sebesar Rp20.993,4 miliar;
2.subsidi pupuk sebesar Rp30.063,2 miliar;
3.subsidi benih sebesar Rp1.023,8 miliar;
4.subsidi PSO sebesar Rp3.752,5 milar;5.subsidi bunga kredit program sebesar Rp16.474,5 miliar;
6.subsidi pajak ditanggung pemerintah (DTP) sebesar Rp8.183,6 miliar.
Jenis Subsidi
Dalam APBN, belanja subsiditerdiri dari subsidi energi dan subsidi nonenergi
yang masing-masing terdiri dari :A. Subsidi Energi
Subsidi energi adalah alokasi anggaran yang disalurkan melalui
perusahaan/lembaga yangmenyediakan dan mendistribusikan bahan bakar
minyak (BBM), bahan bakar nabati (BBN),liquefied petroleum gas(LPG) tabung 3
kilogram, danliquefied gas for vehicle(LGV) serta tenaga listrik sehingga harga
jualnya terjangkau oleh masyarakat.
Kebijakan subsidi BBM dan penghapusannya.
BBM dan gas merupakan energi yang dibutuhkan masyarakat. BBM dan gas
merupakan komoditas yang bersinggungan langsung dengan hajat hidup
masyarakat. Besarnya pengaruh perubahan harga pada komoditas ini,
memiliki dampak besar dan langsung pada kebutuhan pokok dan
kesejahteraan masyarakat. Selain hal tersebut, fluktuasi harga menyebabkan,
perlunya pengaturan oleh pemerintah, maka opsi subsidi diambil. Subsidi
BBM sudah dijalankan sejak puluhan tahun lalu. Pola subsidi, yang
diterapkan antar periode pemerintahan juga berbeda-beda. Pada masa
kepemerintahan Presiden Abd. Wahid beban subsidi ditanggung pemerintah
sebesar 50%, pada era kepemerintahan Presiden Megawati beban subsidi
yang ditanggung adalah 75% dari harga BBM. Pola subsidi kembali berubah
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
8
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
10/37
pada masa kepemerintahan presiden SBY, dimana subsidi yang ditanggung
pemerintah berdasarkan Kuota BBM yang dikonsumsi.
Subsidi BBM merupakan salah satu langkah dalam pelaksanaan kebijakan
energi nasional. Energi memiliki peran dalam peningkatan kegiatan ekonomi,
disamping itu energi merupakan sarana dalam menciptakan ketahanan
nasional. Kebijakan energi berdasarkan UU energi no. 30 tahun 2007,
menitikberatkan pada kebijakan supply dan kebijakan terkait permintaan.
Pada sisi supply, jaminan ketersediaan pasokan menjadi tanggungjawab
pemerintah. Hal ini dilakukan melalui eksplorasi produksi serta konservasi
(optimasi produksi), yang dilakukan baik oleh badan usaha negara maupun
kerjasama dengan perusahaan asing. Pada sisi permintaan dalam
mengurangi kebutuhan akan bahan bakar yang semakin berkurang,
dilakukan melalui diversivikasi dan konservasi. Sedangkan kebijakan terkait
harga, dalam menjebatani antara pasokan dan permintaan, diambil kebijakan
subsidi langsung dan atau penentuan harga keekonomian. Berikut diagram
terkait kebijakan energi nasional.
Berdasarkan data kementerian ESDM subsidi ini terbagi menjadi BBM dan
Gas. Porsi terbesar dari subsidi adalah BBM, dimana subsidi gas hanya
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
9
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
11/37
untuk kebutuhan gas 3 kg. Dari subsidi BBM ini, berdasar jenis BBM terbagi
dalam minyak solar (35%), premium (61%), minyak tanah (4%). Sedangkan
dari sisi pengguna terbagi kepada transportasi darat (97,33%), transportasi
air (0,12%), usaha kecil (0,2%), perikanan (0,11) dan rumah tangga (2,25%).
Premium merupakan bahan bakar penerima subsidi terbesar,apabila dilihat
dari jenis pemakai pada transportasi darat, maka mobil pribadi pengguna
terbesar (53%), motor (40%), mobil barang (4%) dan umum (3%)
Pemberian subsidi BBM ini, merupakan bentukamanat UUD 1945, pasal
33, mengingat BBM merupakan komoditas yang menguasai hajat hidup
orang banyak, serta kewajiban pemerintah mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. UU no 22/2001 pasal 8 (2) tentang migasPemerintah wajib
menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian Bahan Bakar
Minyak yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup
orang banyak.
Dalam perkembangan terakhir penerapan subsidi BBM, ini mengalami pro-
kontra dari berbagai pihak. Pemerintah sebagai pihak eksekutif yang
menjalankan berbagai kebijakan dalam mewujudkan kesejahteraan
masyarakat, menghadapi kenyataan bahwa ruang fiscal untuk pembangunan
menjadi kecil akibat anggaran yang tersedot pada alokasi subsidi BBM.
Peningkatan subsidi ini semakin terlihat sejak tahun 2012-2014 (137,4 T,
193 T, 209,9 T) oleh sebab itu mulai tahun 2015 pemerintah memutuskan
melakukan pencabutan subsidi BBM untuk jenis premium, dan memberikan
subsidi tetap sebesar Rp.1000 pada solar. Hal ini sebenarnya sesuai dengan
roadmap penghapusan dan pengurangan subsidi BBM yang telah disusun
Kementerian ESDM pada tahun 2012, sebagai bentuk amanat pengaturan
subsidi oleh pemerintah melalui UU No 22/2011 mengamanatkan
Pemerintah untuk melakukan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi secara
bertahap agar alokasi dapat terlaksana dengan tepat volume dan tepat
sasaran.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
10
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
12/37
Beberapa pertimbangan yang dijadikan dasar pemerintah per 1 januari 2015
menghentikan subsidi BBM antara lain :
1.Produksi dan lifting minyak terus mengalami penurunan.
2.Beban subsidi BBM yang semakin meningkat dan membebani APBN
3.Subsidi BBM dinilai tidak tepat sasaran, hanya 25% masyarakat
berpenghasilan terendah hanya menerima subsidi 15%,
4.Rencana pengalihan kebelanja infrastruktur dan peningkatan
kesejahteraan social.
5.Disparitas harga menyebabkan penyelundupan dan penimbunan.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
11
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
13/37
Tujuan kebijakan ini adalah :
Pengurangan BBM akan memberikan tambahan dana sebesar Rp. 120 T, dana ini
akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan. Konsep realokasi atau
pengalihan subsidi BBM ditujukan kepada sektor usaha yang produktif, seperti
benih dan pestisida untuk petani, serta solar untuk nelayan. Pengalihan dana
subsidi BBM perlu difokuskan pada program untuk masyarakat menengah ke
bawah, seperti dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan beras miskin (Raskin),
pengembangan sektor pendidikan dan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur
diharapkan dapat mendukung pembangunan industri manufaktur. Pembangunan
ini dapat menghasilkan lapangan pekerjaan dan menyerap tenaga terdidik.
Rencana pencabutan subsidi BBM, yang akan dialihkan untuk pembangunan
sektor-sektor produktif, seperti irigasi, infrastruktur jalan, kesehatan, pendidikan,
pangan, serta peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan, jauh lebih produktif
menunjang kepentingan rakyat miskin. Penggunaan subsidi ditujukan dalam
rangka memberikan pelayanan dasar terhadap masyarakat. Karena itu, subsidi
yang tepat sasaran akan membawa efek ekternalitas. Subsidi sektor pendidikan
dan kesehatan diyakini akan mampu meningkatkan kualitas SDM, mendorong
meningkatnya daya saing dan produktivitas, serta menjamin pertumbuhan
ekonomi berkelanjutan.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
12
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
14/37
Kebijakan Subsidi Listrik
Kebijakan fiskal terkait subsidi listrik tahun 2016 dapat diuraikan sebagai berikut:
1.meningkatkan rasio elektrifikasi, khususnya melalui program listrik
perdesaan dan instalasi listrik gratis bagi masyarakat tidak mampu dan
nelayan;
2.meningkatkan efisiensi penyediaan tenaga listrik, melalui optimalisasi
pembangkit listrik berbahan bakar gas dan batu bara, dan menurunkan
komposisi pemakaian BBM dalam pembangkit tenaga listrik;
3.memberikan subsidi untuk pelanggan rumah tangga miskin dan rentan
miskin dengan daya 450 VA dan 900 VA;4.mengembangkan energi baru dan terbarukan khususnya di pulau-pulau
terdepan yang berbatasan dengan negara lain dan untuk mensubstitusi PLTD
di daerah-daerah terisolasi;
5.meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan investasi pembangunan
infrastruktur ketenagalistrikan.
Selain berbagai kebijakan di atas, perhitungan beban subsidi listrik dalam
tahun 2016 juga didasarkan pada asumsi dan parameter-parameter, antara lain
yaitu ICP, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan penjualan tenaga
listrik.
Berdasarkan berbagai kebijakan dan parameter tersebut di atas, maka
alokasi anggaran subsidi listrik dalam APBN Tahun 2016 sebesar Rp38.387,4
miliar atau turun Rp34.761,9 miliar apabila dibandingkan dengan anggaran
belanja subsidi listrik dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp73.149,2 miliar.
Subsidi tersebut terdiri atas subsidi listrik tahun berjalan sebesar Rp38.387,4
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
13
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
15/37
miliar. Penurunan tersebut disebabkan karena ada perbaikan mekanisme
pemberian subsidi listrik terutama untuk rumah tangga miskin dan rentan miskin
pada tahun 2016 secara lebih tepat sasaran dan perkiraan kekurangan tahun
sebelumnya yang dicarry overke tahun berikutnya.
Pengurangan alokasi subsidi listrik pada APBN 2016 sejalan dengan
kebijakan fiskal pemerintah yaitu memberikan subsidi untuk pelanggan rumah
tangga miskin dan rentan miskin dengan daya 450 VA dan 900 VA. Subsidi listrik
diharapkan menjadi lebih tepat sasaran. Alasan lain pengurangan subsidi adalah
dalam rangka melakukan efisiensi anggaran pemerintah dan secara tidak langsung
mengajak masyarakat untuk berhemat dalam menggunakan pasokan listrik
(Disampaikan oeh Sofyan Basyir - Dirut PT. PLN). Pada Tahun 2016, subsidi listrik
hanya akan diberikan bagi 24,7 juta rumah tangga miskin dan rentan miskin
sesuai dengan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
(TNP2K). Data PLN menunjukkan, per September 2015 jumlah pelanggan 450 VA
dan 900 VA mencapai 45,36 juta dengan rincian R1 450 VA sebanyak 22,9 juta
dan R1 900 VA sebanyak 22,47 pelanggan. Dengan demikian, pencabutan subsidi
akan dilakukan terhadap sekitar 20,66 juta pelanggan. Namun, pemerintah masih
harus memverifikasi ulang data terkait jumlah penduduk miskin yang layak
menerima subsidi. Jumlah pelanggan yang akan dicabut subsidinya bisa saja
bertambah atau berkurang. Pasalnya, ada penduduk yang masuk data di TNP2K,
tetapi tidak masuk sebagai identitas pengguna listrik PLN karena statusnya
sebagai penyewa rumah.
Selain rekomendasi dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K), pencabutan untuk berkurang menjadi Rp38,387 besaran
subsidi listrik tersebut didasari pertimbangan membengkaknya alokasi subsidi
listrik setiap tahunnya dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir.
Jika di tahun 2005, besaran alokasi subsidi listrik hanya sebesar Rp10,6
triliun, maka pada tahun 2010, angkanya sudah melonjak hingga Rp58,11 triliun
serta sempat mencapai puncaknya di tahun 2012 sebesar Rp103,3 triliun. Dalam
tahun 2015 sendiri, besaran alokasi subsidi listrik tersebut sudah berkurang
signifikan hingga menjadi Rp56,6 triliun dan diupayakan triliun di 2016.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
14
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
16/37
Subsidi listrik mulai dapat dikendalikan pada pertengahan 2014, karena
pemerintah tidak lagi memberikan subsidi pada beberapa pelanggan, seperti
industri besar, hotel, mal dan rumah mewah. Di sisi lain, sejak tahun 2003,
pemerintah tidak pernah menaikkan tarif listrik untuk rumah tangga R1/450 VA
dan R1/900 VA, meskipun biaya produksi listriknya sudah meningkat. Akibatnya,
subsidi untuk kedua kelompok tersebut kemudian bertransformasi menjadi bom
waktu, ditambah dengan persoalan ketepatan dan efektivitas kelompok
pengguna.Pencabutan subsidi listrik tentunya akan berdampak baik terhadap
perekonomian secara langsung maupun tidak langsung serta berdampak sosial.
Dampak Langsung Pencabutan Listrik
Kenaikan TDL merupakan dampak langsung pencabutan subsidi listrik.
Pencabutan subsidi listrik dapat menyebabkan kenaikan 150% untuk daya 450 VA
dan 900 VA dan secara rata-rata TDL akan naik 58%. Selama ini untuk tarif 450
VA, pelanggan rumah tangga membayar dengan tariff subsidi Rp415,5 per KWh
dan untuk pelanggan listrik 900 VA tariff subsidinya adalah Rp605 per KWh
Dampak Tidak Langsung Pencabutan Subsidi Listrik Sebagai Lanjutan Akibat
Kenaikan TDL
1.Peningkatan Inflasi
Menurut BPS, rencana pemangkasan subsidi listrik untuk pengguna rumah
tangga golongan terendah dalam jangka pendek dalam rentang waktu 3
hingga 6 bulan setelah migrasi pengguna listrik akan menyumbang inflasi
nasional 0,3 hingga 0,4 persen. Sedangkan secara global akan menyebabkan
kenaikan inflasi sebesar 1,74%.
2.Pertumbuhan Ekonomi Dapat Mengalami Penurunan
Dengan adanya kebijakan untuk menghilangkan subsidi listrik akan
memukul daya beli masyarakat dimana konsumsi masyarakat merupakan
komponen pendorong pertumbuhan ekonomi paling besar.
3.Peningkatan Angka Kemiskinan
Berdasarkan analisis LPEM UI yan menyatakan 23 juta pelanggan yang
terkena dampak pencabutan subsidi listrik, sebanyak 3 sampai dengan 5 juta
pelanggan golongan 450VA-900VA akan jatuh ke kelompok rentan miskin.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
15
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
17/37
Mempertimbangkan berbagai dampak yang ditimbulkan dari pencabutan
subsidi listrik, maka kebijakan pencabutan subsidi listrik direncanakan pada
bulan Juli 2016 dan diharapkan pemerintah menverifikasi data jumlah penduduk
yang layak menerima subsidi listrik serta mereformulasikan kembali subsidi listrik
agar lebih tepat sasaran.
Subsidi Non Energi
Subsidi nonenergi adalah alokasi anggaran yang disalurkan melalui
perusahaan/lembaga yang memproduksi dan/atau menjual barang dan/atau jasa
tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah selain produk energi (BBM, BBN, LPG
tabung 3 kg, LGV, dan tenaga listrik), sehingga harga jualnya terjangkau oleh
masyarakat berpendapatan rendah.
Berdasarkan Nota Keuangan dan APBN 2016, arah kebijakan subsidi
nonenergi tahun 2016 akan difokuskan pada beberapa kebijakan sebagai berikut :
1.Memberikan subsidi pangan (raskin) kepada rumah tangga sasaran (RTS)
yang didukung dengan peningkatan akuntabilitas pengelolaan dan alokasi
anggaran subsidi pangan.
2.Memberikan subsidi pupuk dan benih untuk membantu petani memperoleh
pupuk dan benih dengan harga terjangkau.
3.Memperbaiki pelayanan umum bidang transportasi dengan memberikan
bantuan subsidi/public service obligation(PSO) untuk angkutan penumpang
kereta api, angkutan kapal laut kelas ekonomi, serta Lembaga Kantor Berita
Nasional (LKBN) Antara untuk penugasan informasi publik bidang pers.
4.Meningkatkan daya saing usaha dan akses permodalan bagi UMKM dan
petani melalui penyempurnaan bantuan subsidi bunga kredit program dan
pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap akses air minum.
5.Menyediakan dukungan bagi pelaksanaan Program Sejuta Rumah bagi
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
6.Mendukung perluasan dan penajaman program kredit usaha rakyat (KUR).
7.Memberikan subsidi pajak DTP sebagai insentif atas pengembangan sektor
panas bumi dan untuk menarik minat investor asing atas obligasi
pemerintah, serta pemberian fasilitas bea masuk.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
16
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
18/37
Belanja subsidi nonenergi terdiri atas alokasi anggaran untuk subsidi
pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, subsidi PSO, subsidi bunga kredit program,
dan subsidi pajak ditanggung pemerintah (DTP). Dalam APBN Tahun 2016, subsidi
nonenergi sebesar Rp80.490,4 miliar lebih tinggi Rp6.210,5 miliar bila
dibandingkan dengan alokasi anggaran subsidi nonenergi dalam APBNP tahun
2015 sebesar Rp74.280,3 miliar.
1.Subsidi Pangan
Subsidi pangan adalah subsidi yang diberikan dalam bentuk penyediaan
beras murah untuk masyarakat miskin (Raskin) melalui program operasi pasar
khusus (OPK) beras Bulog. Subsidi pangan bertujuan untuk menjamin distribusi
dan ketersediaan beras dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat miskin.
Subsidi ini disalurkan melalui Bulog.
Perkembangan realisasi anggaran subsidi pangan dipengaruhi oleh beberapa
parameter, antara lain :
1.jumlah RTS yang diberi hak untuk membeli raskin;
2.harga tebus raskin;
3.kuantum raskin yang diberikan per RTS per bulan;
4.durasi penyaluran raskin; dan
5.harga pembelian beras (HPB) oleh Perum Bulog.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
17
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
19/37
Kenaikan realisasi anggaran subsidi pangan dalam kurun waktu tersebut
berkaitan dengan :
1.bertambahnya volume raskin yang disalurkan;
2.makin tingginya RTS penerima raskin;
3.makin tingginya subsidi harga raskin; dan
4.adanya kebijakan tambahan durasi penyaluran raskin.
Dalam APBN Tahun 2016, anggaran subsidi pangan sebesar Rp20.993,4
miliar, atau lebih tinggi Rp2.053,5 miliar bila dibandingkan dengan pagunya dalam
APBNP tahun 2015 sebesar Rp18.939,9 miliar. Dalam tahun 2016, program
subsidi pangan ini disediakan untuk menjangkau 15,5 juta RTS, dalam bentuk
penyediaan beras murah melalui Perum Bulog. Penyaluran beras kepada RTS akan
diberikan untuk 12 kali penyaluran, dengan kuantum sebanyak 15 kg per RTS per
bulan dan harga jual sebesar Rp1.600,00 per kg. Kenaikan alokasi anggaran
subsidi pangan terutama disebabkan oleh adanya kenaikan harga pembelian
pemerintah (HPP) Gabah/Beras per 17 Maret 2015, dari semula Rp6.600,0 per kg
menjadi Rp7.300,0 per kg sesuai Inpres Nomor 5 Tahun 2015 dan pembayaran
kekurangan bayar subsidi tahun 2013.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setelah melakukan pemeriksaan kinerja
atas pengelolaan raskin 2014 oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, Perum Bulog, TNP2K dan instansi
terkait lainnya menyatakan pelaksanaan program penyaluran subsidi beras untuk
rakyat miskin (raskin) belum sepenuhnya efektif karena data penerima yang tidak
mutakhir dan kualitas beras yang meragukan. Pemeriksaan tersebut dilakukan di
10 provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Lampung,
Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Papua
Barat.
Pemeriksaan kinerja atas penyaluran raskin Tahun Anggaran 2014 ditujukan
untuk mengetahui efektivitas program tersebut dalam menanggulangi kemiskinan
melalui bantuan langsung raskin dimana hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa
pelaksanaan program penyaluran subsidi beras raskin belum sepenuhnya efektif
untuk mencapai tujuan-tujuan program karena masih terdapat sejumlah
permasalahan, yaitu :
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
18
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
20/37
1.Data penerima manfaat raskin belum mutakhir.
Terdapat 196 desa/kelurahan di 50 kabupaten/kota yang tidak melakukan
pemutakhiran data. Data yang digunakan masih data 2011. Hal ini berakibat
sebagian penerima program raskin berisiko tidak tepat sasaran.
2.Mekanisme pengujian kualitas beras raskin belum jelas.
Terdapat pengembalian raskin ke Perum Bulog karena kualitas beras yang
diterima tidak baik, karena berwarna hitam, berkutu, banyak bubuk dan
berbau apek. Hal tersebut mengakibatkan risiko penyimpangan atas
pembayaran subsidi raskin oleh pemerintah kepada Perum Bulog.
Berkenaan dengan masalah tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menko
Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan selaku penanggung jawab
program raskin agar menetapkan pihak pelaksana perekaman data dan
menyempurnakan pedoman khusus dalam pelaksanaan program raskin serta
menginstruksikan Tim Koordinasi Raskin untuk berkoordinasi dengan Perum
Bulog untuk menetapkan dan menyepakati mekanisme pengujian raskin
pada saat penyaluran.
2.Subsidi Pupuk
Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk subsidi pupuk, beban subsidi
ini timbul sebagai konsekuensi dari adanya kebijakan pemerintah dalam rangka
penyediaan pupuk bagi petani dengan harga jual pupuk yang lebih rendah dari
harga pasar. Tujuan utama subsidi pupuk adalah agar harga pupuk di tingkat
petani dapat tetap terjangkau oleh petani, sehingga dapat mendukung
peningkatan produktivitas petani, dan mendukung program ketahanan pangan.
Volume pupuk bersubsidi tahun 2016 direncanakan sebanyak 9,55 juta ton.
Subsidi pupuk tetap diberikan dengan sistem tertutup melalui mekanisme rencana
definitif kebutuhan kelompok (RDKK). Namun, mekanisme pelaksanaan subsidi
langsung kepada petani akan dilakukan secara bertahap. Di samping itu,
Pemerintah terus berupaya agar HPP ditetapkan mendekati harga keekonomian
dan mengusulkan rencana kenaikan harga eceran tertinggi (HET) untuk
mengurangi disparitas harga pupuk. Selain itu, Pemerintah terus mendorong
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
19
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
21/37
peningkatan penggunaan pupuk organik dan pupuk majemuk berimbang, serta
penyempurnaan basis data yang berbasis orang dan lahan. Untuk mendukung
kebijakan tersebut, anggaran subsidi pupuk dalam APBN Tahun 2016 sebesar
Rp30.063,2 miliar. Jumlah tersebut lebih rendah Rp9.412,5 miliar bila
dibandingkan pagunya dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp39.475,7 miliar. Lebih
rendahnya alokasi anggaran subsidi pupuk tersebut dikarenakan pada tahun 2016
hanya dialokasikan bagi pembayaran subsidi pupuk tahun berjalan. Sementara
itu, untuk tahun 2015 sebagian anggarannya dialokasikan untuk pembayaran
kurang bayar tahun sebelumnya.
Dalam kaitannya dengan ketataniagaan, pupuk bersubsidi tidak dapat
diperjualbelikan sebagaimana halnya barang umum, misalnya barang kebutuhan
pokok.
Hal ini terkait dengan adanya Peraturan Presiden No.77/2005, kemudian
diubah melalui Peraturan Presiden No.15/2011 yang telah menetapkan pupuk
bersubsidi sebagai barang dalam pengawasan. Pengawasan mencakup pengadaan
dan penyaluran, termasuk jenis, jumlah, mutu, wilayah pemasaran dan harga
eceran tertinggi, serta waktu pengadaan dan penyaluran.
Poin tersebut diatas kembali diterangkan melalui Permentan No. 130 Tahun
2014, yakni bahwa pupuk bersubsidi adalah barang dalam pengawasan yang
pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk
kebutuhan kelompok tani dan/atau petani di sektor pertanian. Di sisi lain,
mengenai produksi dan penyaluran diatur dalam Permendag No. 15/M-
DAG/PER/4/20135. Pupuk bersubsidi diadakan oleh produsen pupuk BUMN yang
ditetapkan pemerintah, yaitu PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), PT Pupuk Sriwijaya,
PT Pupuk Kujang, PT Petrokimia Gresik, dan PT Pupuk Kaltim. Adapun pupuk
bersubsidi yang dimaksud terdiri dari Urea, SP 36, ZA, NPK, dan jenis pupuk
bersubsidi lainnya yang ditetapkan oleh menteri pertanian. Pupuk bersubsidi
disalurkan kepada kelompok tani/petani mealui Lini IV (pengecer resmi sesuai
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
20
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
22/37
ketentuan yang berlaku) berdasarkan RDKK dan mengacu pada Harga Eceran
Tertinggi (HET) yang telah ditentukan.
Adapun tahapan penyediaan dan penyaluran subsidi pupuk adalah sebagai
berikut :
1.Penyusunan RDKK.
Pertemuan petani atau pengurus kelompok tani yang terdiri dari kontak
tani/ketua kelompok tani, kelompok tani, sekretaris, bendahara dan kepala-kepala
seksi, melakukan musyawarah menyusun daftar kebutuhan riil yang digunakan
dari tiap anggota kelompok tani dan menetapkan jumlah, jenis, dan waktu pupuk
dibutuhkan. Daftar yang disusun berfungsi sebagai pesan petani untuk membahas
dan merumuskan RDKK dengan menampung hasil musyawarah. Kemudian hasil
musyawarah dibuat dalam berita acara untuk diteliti kelengkapannya oleh kepala
desa dan disetujui KCD.
2.Pengiriman RDKK.
Proses pengiriman RDKK dibuat tiga rangkap. Lembar pertama dikirimkan ke
pengecer resmi sebagai pesanan pupuk, lembar kedua dikirim kepada KCD/ PPL
dan lembar ketiga merupakan arsip di kelompok tani. Selanjutnya, pengecer resmi
menyusun rekapitulasi RDKK untuk diajukan ke distributor pupuk yang ditunjuk
oleh produsen pupuk.
Penilaian atas rekapitulasi RDKK disesuaikan dengan rencana/sasaran areal
tanam setempat oleh KCD/PPL dan diketahui oleh kepala desa untuk disampaikan
kepada Dinas Pertanian guna melakukan penyesuaian kuota atau alokasi
kebutuhan pupuk yang ditetapkan dalam keputusan kepala daerah.
3.Penyaluran pupuk.
Penyaluran pupuk dapat dilakukan pengecer resmi dan kelompok tani/koperasi
tani sepanjang terdaftar ditunjukkan sebagai pengecer resmi dengan tahapan
yakni, pengecer resmi mengatur jadwal pertemuan dengan ketua kelompok tani
dan petani untuk menyalurkan pupuk bersubsidi. Pengecer resmi melakukan
konfirmasi ulang terhadap data yang tercantum dalam RDKK guna mengantisipasi
adanya perubahan usulan petani dan penyalahgunaan peruntukan pupuk
bersubsidi.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
21
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
23/37
4.Penerimaan pupuk oleh petani.
Petani menerima pupuk dari pengecer resmi dalam bentuk pupuk sesuai dengan
kesepakatan yang telah diputuskan bersama sebelumnya.
Pada Periode 1970-1993, sistem subsidi yang diberlakukan adalah subsidi
harga, sumber pembiayaan berasal dari APBN, pupuk yang disubsidi adalah harga
pupuk yang berasal impor dan produksi dalam negeri. Periode 1999-2001; sejak
1998 subsidi harga pupuk dicabut karena dipicu oleh terjadinya krisis ekonomi
saat itu, sistem subsidi pada kurun ini adalah subsidi harga bahan baku untuk
pembuatan pupuk yakni subsidi gas. Pada Periode 2003-2005, sistem subsidi
berlaku merupakan kombinasi subsidi gas dan subsidi harga, subsidi gas untuk
pupuk urea, sementara subsidi harga untuk pupuk non urea. Periode 2006-
sekarang, subsidi yang berlaku adalah subsidi harga, yang dihitung dengan
formula, selisih antara HET dengan HPP dan biaya produksi dikalikan volume
produksi yang merupakan angka subsidi yang ditanggung oleh pemerintah.
Sumber subsidi adalah APBN.
Meskipun regulasi yang dikeluarkan dalam kebijakan pupuk bersubsidi
sudah ketat, detail, dan terus diperbaharui seiring berjalannya waktu, tetap saja
masih menghadapi berbagai permasalahan. Kementerian pertanian melalui
Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian dalam Evaluasi Kegiatan
Fasilitasi Pupuk dan Pestisida tahun 2013 menyebutkan permasalahan yang
dihadapi antara lain :
1.Pengawalan RDKK belum optimal, masih ada petani yang belum tergabung
dalam kelompok tani.2.Masih ditemukan penyaluran pupuk oleh pengecer tanpa RDKK.
3.Rendahnya harmonisasi kerja antara dinas pertanian dan institusi/lembaga
penyuluhan.
4.Pengecer atau Distributor belum optimal melakukan pencatatan/ tertib
administrasi.
5.Harga pupuk bersubsidi di beberapa daerah di atas HET.
6.Penyelewengan penyaluran pupuk bersubsidi.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
22
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
24/37
7.Lemahnya pengawasan oleh pemerintah daerah cq KP3.
Sementara itu, permasalahan lainnya adalah:
a.Kenaikan harga akibat isu miring. Selalu saja ada oknum yang
memanfaatkan isu minimnyasupplyterhadapdemanduntuk memperoleh
keuntungan yang besar dalam waktu yang singkat. Dalam kaitannya dengan
pupuk bersubsidi, oknum tersebut menyebarkan isu bahwa terjadi
kelangkaan pupuk di waktu dan wilayah tertentu. Dengan minimnya
pengawasan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, isu tersebut cepat
merebak. Akibatnya petani menjadi panik. Dengan situasi seperti itu, oknum
tersebut dapat menaikkan harga dengan alasan kelangkaan pupuk. Petani
yang membutuhkan pupuk untuk keberlangsungan usahataninya, terpaksa
membeli, meskipun di atas HET.
b.Lemahnya Pengawasan. Sebagian pupuk bersubsidi yang seharusnya
disalurkan kepada petani kecil ternyata mengalir kepada para pengusaha dan
petani bermodal. Hal ini diakui oleh Muhlizar Sarwani selaku Direktur Pupuk
dan Pestisida Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian,
bahwa terdapat indikasi perembesan pupuk bersubsidi yang seharusnya
untuk tanaman pangan, namun masuk ke sektor perkebunan. Hal ini
umumnya terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Penyebab terjadinya
hal tersebut adalah berlakunya dua harga, yakni subsidi dan non subsidi.
Harga pupuk bersubsidi (ditujukan ke petani) lebih murah jika dibandingkan
harga pupuk non subsidi (ditujukan ke perusahaan perkebunan dan
industri).c.Penyelundupan. Disparitas antara harga pupuk bersubsidi (urea,red) dalam
negeri (domestik) dan harga internasional memicu oknum tertentu untuk
menjual pupuk tersebut ke luar negeri (ekspor) secara ilegal. Ekspor pupuk
bersubsidi banyak terjadi melalui pelabuhan-pelabuhan kecil milik individu
terutama di Sumatera Utara, Sulawesi Utara dan Kalimantan.
d.Pemerintah hutang kepada produsen. Seringkali produsen harus repot
mencairkan subsidi pupuk ke pemerintah. Sehingga tidak jarang produsen
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
23
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
25/37
mengalami gangguan arus kas akibat pencairan subsidi pupuk yang cukup
lama.
e.Pupuk palsu. Petani terpaksa menggunakan pupuk yang terindikasi palsu
akibat langkanya pupuk bersubsidi.
3.Subsidi Benih
Untuk mendorong peningkatan produksi pertanian, Pemerintah
mengalokasikan anggaran untuk subsidi benih. Seperti pola pelaksanaan tahun
2015, pemberian subsidi benih tersebut dalam rangka menyediakan benih padi
dan kedelai yang berkualitas dengan harga terjangkau oleh petani dan
ketersediaan benih varietas unggul bersertifikat menjadi lebih terjamin, serta
mudah diakses petani/kelompok tani. Besaran subsidi benih dialokasikan
berdasarkan daftar usulan pembeli benih bersubsidi (DUPBB). Anggaran subsidi
benih dalam APBN Tahun 2016 sebesar Rp1.023,8 miliar. Jumlah tersebut lebih
tinggi Rp84,4 miliar bila dibandingkan pagunya dalam APBNP tahun 2015 sebesar
Rp939,4 miliar.
Permasalahan yang dihadapi pada tahun 2015 adalah PT Pertani dan PT
Sang Hyang Seri (SHS) yang merupakan BUMN yang bertugas menyalurkan benih
subsidi mengalami kondisi keuangan yang buruk sehingga penyaluran benih
menjadi terhambat. Namun pemerintah tetap bertanggung jawab untuk menjamin
ketersedian bantuan benih subsidi di tingkat petani, yaitu dengan memaksimalkan
progran desa mandiri benih dengan membantu benih pada para penangkar benih
secara langsung tanpa perantara BUMN.
Untuk tahun 2016 kedua BUMN berkomitmen membenahi teknis penyaluranbenih yang sebelumnya memiliki kendala.
4.SubsidiPublic Service Obligation(PSO)
Kebijakan subsidi nonenergi selain bertujuan untuk menjaga ketahanan
pangan nasional, juga ditujukan untuk meningkatkan pelayanan umum di bidang
transportasi dan penyediaan informasi publik. Pemerintah mengalokasikan
anggaran untuk subsidi/bantuan dalam rangka kewajiban pelayanan publik
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
24
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
26/37
(public service obligation/PSO) kepada BUMN tertentu, sehingga harga jual
pelayanan yang diberikan dapat terjangkau masyarakat. Pemerintah dapat
menggunakan BUMN untuk menyediakan barang dan jasa kepada masyarakat.
Menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara, pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk
menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan
maksud dan tujuan kegiatan BUMN. Penugasan ini disebut juga sebagai kewajiban
pelayanan umum ataupublic service obligation(PSO). Apabila penugasan tersebut
menurut kajian secara finansial tidak fisibel, pemerintah harus memberikan
kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut
termasuk margin yang diharapkan. Ini berarti BUMN wajib menyisihkan sebagian
pendapatannya untuk membiayai penugasan PSO. Jadi biaya penugasan PSO
berasal dari subsidi silang (cross-subsidy) unit usaha BUMN yang menguntungkan
atau subsidi pemerintah. Terdapat intervensi politik dalam penetapan harga.
Contoh penugasan PSO adalah jasa transportasi di daerah terpencil, pendidikan
kejuruan, pelayanan kesehatan, reforestasi di Sumatera dan Kalimantan,
penyediaan vaksin di bawah ongkos produksi untuk sistem kesehatan masyarakat,
menyediakan pelayanan pengiriman yang tidak menguntungkan, mengoperasikan
pelabuhan udara dan laut di daerah terpencil. (Rudi & Pandu, 2005)
Alokasi anggaran untuk subsidi PSO dalam APBN Tahun 2016 sebesar
Rp3.752,5 miliar. Jumlah tersebut lebih tinggi Rp491,2 miliar bila dibandingkan
dengan pagunya dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp3.261,3 miliar. Anggaran
belanja subsidi PSO tersebut dialokasikan kepada :
1.PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk penugasan layanan jasa angkutankereta api (KA Ekonomi Jarak Jauh, KA Ekonomi Jarak Sedang, KA Ekonomi
Jarak Dekat, KRD Ekonomi, KRL Ekonomi, KA Ekonomi Angkutan Lebaran
serta KRL ACCommuterlineJabodetabek) sebesar Rp1.827,4 miliar.
2.PT Pelni (Persero) untuk penugasan layanan jasa angkutan penumpang kapal
laut kelas ekonomi dan angkutan ke daerah-daerah terpencil sebesar
Rp1.787,0 miliar;
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
25
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
27/37
3.Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara untuk penugasan
layanan informasi publik bagi masyarakat terutama di daerah terpencil,
tertinggal, dan rawan konflik sebesar Rp138,1 miliar.
5.Subsidi Bunga Kredit Program
Sementara itu, subsidi bunga kredit program adalah subsidi yang disediakan
untuk menutup selisih antara bunga pasar dengan bunga yang ditetapkan lebih
rendah oleh pemerintah untuk berbagai skim kredit program seperti Kredit
Ketahanan Pangan (KKP), Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA),Kredit
Usaha Tani, Kredit Koperasi, Kredit Pemilikan Rumah Sederhana (KPRS) dan
Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), termasuk beban resiko (risk
sharing) bagi kredit yang tidak dapat ditagih kembali (default).
Tujuan subsidi bunga kredit program adalah untuk membantu masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan pendanaan dengan tingkat bunga yang lebih rendah
dari bunga pasar. Anggaran subsidi bunga kredit program dalam APBN Tahun2016 sebesar Rp16.474,5 miliar. Jumlah tersebut lebih tinggi Rp13.990,4 miliar
bila dibandingkan dengan pagunya dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp2.484,0
miliar. Peningkatan anggaran subsidi bunga kredit program dalam APBN Tahun
2016 terutama disebabkan adanya 3 (tiga) jenis subsidi baru untuk mendukung
Program Sejuta Rumah bagi MBR dan program kredit usaha rakyat (KUR).
Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk subsidi bunga kredit
perumahan dan subsidi bantuan uang muka perumahan untuk mendukung
pelaksanaan Program Sejuta Rumah bagi MBR. Selain itu, dalam rangka
mendukung kebijakan program KUR, Pemerintah juga mengalokasikan anggaran
untuk subsidi bunga KUR. Pada tahun 2016, Pemerintah berupaya menurunkan
suku bunga KUR pada kisaran 9 persen sehingga dapat terjangkau oleh UMKM. Di
samping itu,coverageKUR juga ditingkatkan agar semakin banyak UMKM yang
dapat dibantu oleh program KUR.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
26
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
28/37
Subsidi Pajak DTP
Selain berbagai jenis subsidi tersebut, pemerintah juga mengalokasikan
anggaran subsidi pajak untuk mendukung program stabilisasi harga kebutuhan
pokok dan perkembangan industri nasional yang strategis. Perkembangan realisasi
subsidi pajak ini sangat tergantung kepada jenis komoditas atau sektor-sektor
tertentu yang diberikan fasilitas pajak dalam bentuk pajak ditanggung pemerintah
(DTP).
Kebijakan pemberian subsidi pajak DTP akan terus dilaksanakan di tahun
2016 sebagai insentif atas pengembangan sektor panas bumi dan untuk menarik
minat investor asing atas obligasi pemerintah. Subsidi pajak DTP diberikan
untuk : PPh DTP atas komoditas panas bumi, dan PPh DTP atas bunga, imbal
hasil dan penghasilan pihak ketiga atas jasa yang diberikan kepada Pemerintah,
dalam penerbitan SBN di pasar internasional, serta pemberian Bea Masuk DTP
yang ditujukan antara lain untuk penyediaan barang/jasa bagi kepentingan umum
dan peningkatan daya saing industri tertentu di dalam negeri. Selain itu diberikan
juga PPh DTP atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan yang diterima atau diperoleh masyarakat yang terkena luapan lumpur
Sidoarjo serta PPh DTP atas penghasilan dari penghapusan secara mutlak piutang
negara non pokok yang bersumber dari penerusan pinjman luar negeri, rekening
dana investasi, dan rekening pembangunan daerah yang diterima oleh perusahaan
daerah air minum (PDAM).
Dalam APBN Tahun 2016, Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk
subsidi pajak DTP untuk pajak penghasilan (PPh) dan fasilitas bea masuk yang
sebesar Rp8.183,6 miliar. Jumlah tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan
pagunya dalam APBNP tahun 2015 yang mencapai Rp9.180,0 miliar.
Arah kebijakan subsidi nonenergi tahun 2016 akan difokuskan pada beberapa
kebijakan sebagai berikut :
1.Memberikan subsidi pangan (raskin) kepada rumah tangga sasaran (RTS)
yang didukung dengan peningkatan akuntabilitas pengelolaan dan alokasi
anggaran subsidi pangan.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
27
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
29/37
2.Memberikan subsidi pupuk dan benih untuk membantu petani memperoleh
pupuk dan benih dengan harga terjangkau.
3.Memperbaiki pelayanan umum bidang transportasi dengan memberikan
bantuan subsidi/public service obligation(PSO) untuk angkutan penumpang
kereta api, angkutan kapal laut kelas ekonomi, serta Lembaga Kantor Berita
Nasional (LKBN) Antara untuk penugasan informasi publik bidang pers.
4.Meningkatkan daya saing usaha dan akses permodalan bagi UMKM dan
petani melalui penyempurnaan bantuan subsidi bunga kredit program dan
pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap akses air minum.
5.Menyediakan dukungan bagi pelaksanaan Program Sejuta Rumah bagi
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
6.Mendukung perluasan dan penajaman program kredit usaha rakyat (KUR).7.Memberikan subsidi pajak DTP sebagai insentif atas pengembangan sektor
panas bumi dan untuk menarik minat investor asing atas obligasi
pemerintah, serta pemberian fasilitas bea masuk.
Benchamark Kebijakan Subsidi
Berikut ini merupakan beberapa benchmark terkait subsidi pemerintah
beberapa negara yang dapat dijadikan pertimbangan dalam penentuan kebijakan
subsidi pemeritah Indonesia:
a.Subsidi BBM di Malaysia
Di kawasan ASEAN, hanya Indonesia dan Malaysia yang masih memberikan
subsidi BBM bagi rakyatnya. Memang Malaysia sampai sekarang masih
memberikan subsidi BBM ke rakyatnya, tapi kondisi mereka berbeda dengan kita,
produksi minyak Malaysia banyak, melebihi dari kebutuhan seluruh rakyatnya,
Sedangkan Indonesia hampir 50% kebutuhan BBM nasional dipasok dari impor,
membeli menggunakan pakai dolar, harganya berdasarkan harga internasional,
dan dalam penggunaanya masih disubsidi BBM hal ini sangat membebani APBN.
Anggaran subsidi BBM yang makin membesar karena mahalnya harga
minyak dunia. Saat ini Malaysia menyesuaikan harga BBM dengan subsidinya,
jadi kalau harga minyak naik tinggi, harga BBM-nya naik juga disesuaikan,
mereka mematok besaran subsidi, tujuannya agar anggaran subsidi BBM tetap
sesuai yang dianggarkan dalam APBN-nya sedangkan di Indonesia ketika harga
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
28
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
30/37
minyak dunia naik belanja subsidi BBM juga akan ikut naik sehingga anggaran
belanja subsidi di APBN membengkak.
b.Subsidi Asuransi Pertanian di AS
Salah satu kebijakan yang baru saja dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) sesuai amanah UU no.13 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani. sebagai bentuk paket kebijakan ekonomi III Jokowi-Jusuf
Kalla adalah pembentukan asuransi pertanian khusus tanaman padi dimana 80%
premi disubsidi pemerintah. Permasalahan terkait Pasar Asuransi, adalahadverse
selectionsebagai akibat penentuan premi dari perusahaan asuransi yang terlalu
tinggi untuk petani dengan risiko rendah sehingga banyak petani tidak
memanfaatkan fasilitas sehingga partisipasi semakin menurun otomatis
mengakibatkan premi akan semakin mahal dan moral hazard akibat klaim
asuransi atas kegagalan panen yang disebabkan kesengajaan petani memilih lahan
pertanian yang sesungguhnya tidak cocok untuk pertanian.
Sebagaibenchmark, asuransi pertanian di negara lain, seperti Amerika
Serikat, mencakup berbagai produk pertanian seperti jagung, gandum, dan
lainnya sehingga coverage lebih luas. Semenjak 1994, pemerintah AS mengambil
inisiatif dengan meningkatkan subsidi premi dengan harapan tingkat partisipasi
akan semakin meningkat. Sejumlah penelitian justru menunjukkan hasil
sebaliknya. Permintaan akan asuransi pertanian tidak dipengaruhi oleh tingkat
premi (Danoghue, 2014; Shaik et al, 2008; Goodwin, 2004; Serra et al, 2003).
Tidak hanya gagal meningkatkan partisipasi, kebijakan subsidi ini semakin
membebani belanja pemerintah AS.
Pada akhirnya asuransi pertanian merupakan amanat undang-undang yang
harus dijalankan. Berbagai permasalahan yang akan muncul setidaknya dapat
diminimalisir dengan sejumlah kebijakan. Sebagai berikut: Pertama, memperluas
cakupan asuransi, tidak hanya untuk petani padi, tapi juga untuk pertanian lain.
Hal ini dapat memperbaiki portofolio dari perusahaan asuransi. Kedua, besaran
subsidi perlu ditinjau ulang. Memberikan subsidi 80% dari total premi sama saja
mempersilakan munculnyamoral hazard. Sebagai perbandingan, pemerintah AS
saja 'hanya' menanggung 60% dari total premi, itu pun sudah menyebabkan
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
29
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
31/37
munculnya perilakumoral hazard. Hal tersebut perlu dikaji ulang oleh pemerintah
Indonesia ke depannya.
Pendekatan analisis kebijakan publik
Pendekatan dalam memahami dan melaksanakan kebijakan publik tentang
desa yang disarankan oleh penulis antara lain:
a.Pendekatan Inkremental
Model ini pada hakikatnya memandang kebijakan publik suatu negara
sebagai kelanjutan dari kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh
pemerintah di masa lalu.. Kebijakan pembatasan subsidi energi seperti BBM-Gas
dan listrik serta pengembangan kebijakan subsidi non energi seperti
menambahkan dua program baru Subsidi KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan Subsidi
Perumahan melalui Program Sejuta Rumah bagi masyarakat berpenghasilan
rendah (MBR) merupakan kelanjutan dari program pemerintah sebelumnya
sebagaimana diketahui bahwa perubahan inkremental tersebut salah satunya tren
perubahan alokasi belanja subsidi dalam APBN dari tahun ke tahun.
Selanjutnya pendekatan ini dalam tataran mplementasi diharapkan
memperhatikan risiko terkait penyerapan anggaran yang tidak efektif dan potensi
korupsi, untuk itu kebijakan pengendalian diperlukan dengan mendesain
mekanisme penyaluran subsidi yang menjamin keberhasilan program terutama
ketepatan sasaran. Misalnya pengaturan jalur distribusi BBM dan Gas LPG dari
Pertamina kepada perusahaan penyalur sampai kepada pengecer sehingga dapat
dihindari praktik penimbunan oleh spekulan.
b.Pendekatan Kelembagaan
Model Kelembagaan ini pada dasarnya memandang kebijakan publik suatu
negara sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga-lembag
pemerintah. Pengaturan tugas dan wewenang antar lembaga dalam pendekatan ini
memberikan rekomendasi penguatan tanggungjawab serta koordinasi diserahkan
kepada satu pemangku dibawah Kementerian Koordinator Perekonomian dengan
regulasi pokok yang utama, sedangkan peraturan yang lainnya bersifat
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
30
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
32/37
mendukung, misalnya dengan peraturan bersama terkait teknis penyaluran dan
pengaturan agar terhindar dari tumpang tindih peraturan serta kurang tepat
sasarannya penyaluran belanja subsidi misalnya:
1.Belanja Subsidi Energi berupa BBM (premium dan solar), Gas (LPG) serta
listrik melalui peraturan bersama Menteri Keuangan, Menteri Energi
Sumberdaya Mineral (ESDM) dengan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan. Untuk menjamin kesesuaian kebijakan dengan mekanisme
distribusi dengan menggandeng Pertamina dan PT. PLN (Persero). Selanjutnya
agar dapat dipastikan tepat sasaran, perlu ada mekanisme uji validitas data
masyarakat yang menjadi sasaran subsidi dengan menggandeng Badan Pusat
Statistik sebagai sumber data tunggal misalnya rumah tangga tidak mampu
untuk memperoleh subsidi listrik serta nelayan untuk subsidi solar.
2.Belanja Subsidi Non Energi, melalui peraturan bersama Menteri Teknis
dengan lembaga penyalur. Misalnya:
a)Subsidi Pupuk, maka perlu adanya peraturan bersama antara
Kementerian Keuangan dengan Menteri Pertanian dengan menggandeng
penyedia barang seperti PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), PT Pupuk
Sriwijaya, PT Pupuk Kujang, PT Petrokimia Gresik, dan PT Pupuk Kaltim
dan sebagainya.
b)Subsidi Benih, maka perlu adanya peraturan bersama antara
Kementerian Keuangan dengan Menteri Pertanian dengan menggandeng
penyedia barang seperti PT. PT Sang Hyang Sri (SHS) dan PT Pertani
dan sebagainya.
c)Subsidi Pangan melalui beras murah untuk masyarakat miskin (Raskin)
melalui program operasi pasar khusus (OPK), perlu adanya peraturan
bersama antara Kementerian Keuangan dengan Menteri Peranian serta
menggandeng penyalur yakni Perum Bulog. Khusus unutk subsidi
pangan kepada Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
selaku penanggung jawab program raskin agar menetapkan pihak
pelaksana perekaman data dan menyempurnakan pedoman khusus
dalam pelaksanaan program raskin serta menginstruksikan Tim
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
31
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
33/37
Koordinasi Raskin untuk berkoordinasi dengan Perum Bulog untuk
menetapkan dan menyepakati mekanisme pengujian raskin pada saat
penyaluran
d)Subsidi PPh-PPN DTP dan BM DTP (Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai dan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah) dalam
usaha mendorong industri dalam negeri, maka perlu adanya peraturan
bersama antara Kementerian Keuangan disinkronisasikan dengan
program stimulus fiskal dengan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
terutama dalam menyeleksi sektor usaha yang berhak memperoleh
subsidi tersebut sehingga tepat sasaran. Selain itu kebijakan subsidi
tersebut juga dapat dikaitkan dengan dengan kasus tertentu misalnya
proses pengalihan properti (ganti rugi) masyarakat yang diambil oleh
pemerintah (sebagai jaminan atas bantuan talangan pinjaman kepada
PT. Lapindo Brantas) perlu koordinasi yang baik dengan Badan
Penanggulangan Bencana Lumpur Lapindo Sidoarjo dan Badan
Pertanahan Nasional.
e)Subsidi Kredit Program dan subsidi bunga kredit program dalam bentuk
Kredit Ketahanan Pangan (KKP), Kredit Koperasi Primer untuk Anggota
(KKPA),Kredit Usaha Tani, Kredit Koperasi, Kredit Pemilikan Rumah
Sederhana (KPRS) dan Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana
(KPRSS), perlu adanya peraturan bersama antara Kementerian
Keuangan dengan Kementerian teknis seperti Kemenperindag dalam
menentukan kriteria penerima fasilitas kredit Program, selain itu
terdapat program baru sebagaimana berikut:
Kebijakan Kredit Program hubungannya dengan Subsidi KUR
(Kredit Usaha Rakyat) bagi UMKM maka perlu pengaturan bersama
Kementerian Keuangan dengan Kemenperindag, dengan
penyalurannya bersama Bank Nasional /BUMN dan atau Kantor
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
32
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
34/37
Pos serta Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dengan
memperhatikan luas cakupan layanan sampai ke pelosok daerah.
Subsidi Perumahan melalui Program Sejuta Rumah bagi
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) perlu adanya
pengaturan bersama Kementerian Keuangan dengan Kementerian
Pekerjaan Umumdan Perumahan Rakyat, dengan menggandeng
Bank Nasional /BUMN.
f) Subsidi/public service obligation(PSO), perlu pertauran bersama antara
Menteri Keuangan dengan Menteri Perubungan serta Menteri
Komunikasi dan Informatika menggandeng penyedia jasa seperti PT
Kereta Api Indonesia (Persero), PT Pelni (Persero) dan Perum Lembaga
Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara untuk penugasan layanan
informasi publik bagi masyarakat terutama di daerah terpencil.
g)Subsidi Masyarakat terhadap akses air minum, perlu adanya
pengaturan bersama Kementerian Keuangan dengan Kementerian
Pekerjaan Umumdan Perumahan Rakyat serta menggandeng PDAM
setempat.
Kebijakan penyaluran subsidi maupun pengalihannya tidak akan efektif
apabila tidak didampingi kebijakan lain yang mendukung, terlebih apabila ternyata
kebijakan sektor lain malah terkesan bersifat berlawanan, misalnya terkait
pembatasan BBM bersubsidi seharusnya juga didukung oleh kebijakan dari
Kementerian Perindustrian dalam membatasi produsen mobil. Fakta di lapangan,
keberadaan LCGC (Low Cost Green Car) tidak sejalan dengan kebijakan
pemerintah yang terus berusaha menekan pemakaian bahan bakar minyak (BBM)
bersubsidi. Hal itu tidak bisa dipungkiri di mana mobil kecil tersebut lebih banyak
mengerubuti stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang menyalurkan
BBM bersubsidi, pembatasan produksi mobil murah tersebut juga perlu diikuti
kebijakan pelarangan penggunaan BBM bersubsidi bagi mobil pribadi. Apabila
ternyata pembatasan produksi mobil sulit dilaksanakan setidaknya masih ada
kebijakan lain misalnya mensyaratkan spesifikasi produksi mobil LCGC yang
hanya dapat diisi BBM non subsidi.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
33
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
35/37
Selanjutnya terakhir perlu adanya Penguatan fungsi lembaga seperti BPKP
hal pengawasan dan pengendalian penyaluran belanja subsidi. Aspek pengawasan
dan pengendalian ini penting karena dapat menjadi umpan balik bagi evaluasi
kebijakan sehingga pada masa yang akan datang kebijakan dapat disempurnakan.
c.Pendekatan Rasional
Pendekatan ini dipandang sebagai bagaimana mencapai tujuan secara efisien,
definisi keputusan didefniskan sebagai suatu pemilihan diantara alternatif-
alternatif yang kondusif bagi tercapainya tujuan-tujuan yang telah dipilih
sebelumnya. Pemilihan sektor-sektor yang layak mendapatkan subsidi merupakan
hasil dari pemilihan alternatif kebijakan yang sudah memperhitungkan manfaat
terbesar yang akan diterima oleh masyarakat.
Pengalihan belanja subsidi energi kepada belanja yang lain merupakan
pilihan-pilihan yang rasional. Selanjutnya dibuatlah kebijakan kompensasi atas
pilihan pengalihan belanja subsidi energi misalnya dengan kenaikan harga BBM
tersebut dirupakan dalam bentuk BLT (Bantuan Langsung Tunai) kepada
masyarakat miskin.
Kesimpulan
Mekanisme kebijakan subsidi sangat memperhatikan arah ketepatan sasaran.
Melihat fokus kebijakan subsidi pemerintah saat ini dapat diketahui bahwa secara
gradual subsidi energi akan dikurangi dan dialihkan kepada belanja subsidi non
energi ataupun belanja non subsidi lainnya. Pengalihan Subsidi Energi pada
hakikatnya adalah agar penyaluran belanja subsidi energi yang besar dan selama
ini tidak tepat sasaran mengingat kesulitan dan kerumitan dalam pengendaliannya
bahkan dalam kenyataanya lebih banyak dinikmati oleh kalangan kelas berpunya,
maka dengan pengalihan tersebut diarahkan kepada belanja lain misalnya
infrastruktur yang lebih mudah dalam mengendalikan fokus sasarannya dapat
lebih efektif dan tepat sasaran. Kebijakan pengalihan subsidi BBM yang
merupakan belanja subsidi terbesar saati ini memang memiliki periode waktu yang
panjang untuk dapat dinikmati tetapi dalam jangka panjang masyarakat akan
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
34
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
36/37
merasakan manfaat yang luar biasa jika dibandingkan untuk mensubsidi BBM
yang habis dibakar
Kebijakan subsidi sangat diperlukan bagi masyarakat terutama bagi yang
berpenghasilan rendah dan tidak menentu misalnya nelayan dan petani atau
pekerja serabutan lainnya. Permasalahan ketepatan sasaran dalam penyaluran
subsidi sangat berkaitan dengan penentuan kriteria calon penerima subsidi yang
menuntut pemerintah agar mampu dengan tegas mengatur kriteria tersebut serta
menjamin validitas data penduduk. Sehingga pendekatan yang dilakukan adalah
lintas sektoral seperti menggandeng BPS sebagai rujukan data bagi penduduk
miskin. Permasalahan juga disebabkan kurangnya kesadaran aparat desa atau
pemerintah daerah dalam penyaluran subsidi sehingga di lapangan penyaluran
subsidi banyak ditemukan praktik KKN misalnya subsidi diberikan kepada
keluarga atau teman dekat aparat desa. Untuk itu perlunya pengawasan dan
pengendalian penyaluran subsidi dengan memberdayakan lembaga desa seperti
LKD (Lembaga Kemasyarakatan Desa) dan penguatan fungsi pengawasan BPKP
dalam lingkup kebijakan subsidi nasional.
Pemerintah dituntut konsisten dalam menjalankan kebijakan terutama
berkaitan dengan sinkronisasi dengan kebijakan yang bersifat lintas sektoral,
seperti pada kasus LCGC yang ditetapkan bersamaan dengan pengalihan subsidi
BBM agar tidak terjadi adanya dua arah kebijakan yang terkesan saling
berlawanan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat unur politik dalam
kebijakan lintas sektoral sehingga seharusnya dewan legislatif juga perlu berhati-
hati dan lebih menekankan aspek manfaat yang lebih besar bagi masyarakat
dalam menetapkan kebijakan strategis subsidi.
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK ANALISIS KEBIJAKANPEMERINTAH TENTANG SUBSIDI
35
-
7/26/2019 MAKALAH KEBIJAKAN SUBSIDI
37/37