makalah komparasi kebijakan pendidikan

23
PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN ORDE LAMA DAN ORDE BARU Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Armai Arief, MA Oleh ROCHATUN Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komparasi Kebijakan Pendidikan Mahasiswa Program Pascasarjana (S2)

Upload: abdul-roup

Post on 13-Feb-2015

161 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Komparasi Kebijakan Pendidikan

PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN ORDE LAMA DAN ORDE BARU

Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Armai Arief, MA

Oleh

ROCHATUN

Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Komparasi Kebijakan Pendidikan

Mahasiswa Program Pascasarjana (S2)

PTIQ JAKARTA KAMPUS STAI ASY-SYUKRIYYAH

Tahun Akademik : 2012 – 2013

Page 2: Makalah Komparasi Kebijakan Pendidikan

PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN ORDE LAMA DAN ORDE BARU

Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Armai Arief, MA

A.  Sejarah Singkat Bangsa Indonesia

Mengupas tentang sistem pendidikan di Indonesia sudah tentu harus mengulas tentang

sejarah bangsa Indonesia, karena perkembangan pendidikan di negara kita tercinta ini sejalan

dengan sejarah perjuangan dan berdirinya bangsa.

Republik Indonesia adalah salah satu negara di Asia Tenggara, yang dilintasi garis

khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan

Samudra Hindia. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

17.508 pulau, dikenal sebagai Nusantara (Kepulauan Antara).

Dalam pendataan penduduk oleh Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk

Indonesia terhitung 31 Desember 2010 mencapai 259.940.857. Jumlah ini terdiri atas

132.240.055 laki-laki dan 127.700.802 perempuan.[1] Indonesia adalah negara berpenduduk

terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, meskipun

bukan negara Islam.

Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik, ditandai dengan kekuasaan

pemerintahan ada ada di tangan rakyat yang diwakili oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah dan Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat pada pemilu. Ibukota

negara Indonesia adalah DKI Jakarta. Indonesia berbatasan dengan Malaysia di Pulau

Kalimantan, dengan Papua Nugini di Pulau Papua dan dengan Timor Leste di Pulau Timor.

Negara tetangga lainnya adalah Singapura, Filipina, Australia, dan wilayah persatuan

Kepulauan Andaman dan Nikobar di India.

Wilayah Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Indonesia terdiri dari

berbagai suku, bahasa dan agama yang berbeda. Suku Jawa adalah grup etnis terbesar dan

secara politis paling dominan. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka tunggal ika"

("Berbeda-beda tetapi tetap satu"), berarti keberagaman yang membentuk negara. Selain

memiliki populasi padat dan wilayah yang luas, Indonesia memiliki wilayah alam yang

mendukung tingkat keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia.

[1]  Nina Susilo, Jumlah Penduduk Indonesia 259 Juta, http://nasional.kompas.com, acses Senin, 26/03/2012.

Page 3: Makalah Komparasi Kebijakan Pendidikan

B. Sejarah Pendidikan Di Indonesia

Pendidikan modern di Indonesia dimulai sejak akhir abad ke-18, ketika Belanda

mengakhiri Politik “Tanam Paksa” menjadi “Politik Etis”, sebagai akibat kritis dari kelompok

sosialis di Negeri Belanda yang mengecam praktik Tanam Paksa yang menyebabkan

kesengsaraan maha dahsyat di Hindia Belanda. Pendidikan “Ongko Loro” diperkenakan

bukan saja sebagai elaborasi terhadap desakan kaum sosialis di negeri Belanda, namun juga

didasari kebutuhan pemerintah pendudukan untuk mendapatkan pegawai negeri jajaran

rendah didalam administrasi pendudukannya. Pendidikan yang “digerakkan” oleh penjajah

Belanda kemudian “ditiru-kembangkan”oleh kaum nasionalis Indonesia.[2]

Sejarah pendidikan di Indonesia modern dimulai dengan lahirnya gerakan Boedi

Oetomo di Tahun 1908, Pagoeyouban Pasoendan di Tahun 1913, dan Taman Siswa di tahun

1922. Perjuangan kemerdekaan menghasilkan kemerdekaan RI di tahun 1945.

Soekarno, Presiden RI yang pertama, membawa semangat nation and character

building dalam pendidikan di Indonesia. Di seluruh pelosok tanah air didirikan sekolah dan

anak-anak dicari untuk disekolahkan tanpa bayar. Para guru yang pertama rata-rata

berpendidikan SD. Untuk meningkatkan kualitas guru, didirikan pendidikan guru yang diberi

nama KPK-PKB, SG 2tahun, SGA/KPG, Kursus B-1, Kursus B-2. Calon guru, khususnya

SGA dan SGB, mendapatkan ikatan dinas. Untuk guru pendidikan tinggi didirikan Perguruan

Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) yang kemudian berkembang menjadi IKIP.

Di bawah Menteri Pendidikan Ki Hajar Dewantara dikembangkan pendidikan dengan

sistem among berdasarkan asas-asas kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan

dan kemanusiaan yang dikenal sebagai Panca Dharma Taman Siswa dan semboyan ing

ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Pada 1950 diundangkan

pertama kali peraturan pendidikan nasional yaitu Undang-Undang No. 4/1950 yang kemudian

disempurnakan menjadi UU No. 12/1954 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di

Sekolah. Pada masa akhir pendidikan Presiden Soekarno, 90% dari bangsa Indonesia

berpendidikan SD.

Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Soeharto mengedepankan moto membangun

manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya sebagai pengganti dari

moto Presiden Soekarno nation and character building. Dibantu oleh para ilmuan dari

Amerika Serikat, pada tahun 1968 dilakukan upaya untuk menyempurnakan kurikulum

pendidikan.

[2] Riant Nugroho, Pendidikan Indonesia: harapan, visi, dan strategi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal15.

Page 4: Makalah Komparasi Kebijakan Pendidikan

C. FILOSOFI BANGSA INDONESIA

Lambang Negara Indonesia adalah Burung Garuda yang mempunyai filosofi sebagai

berikut: 

1.    Burung Garuda melambangkan kekuatan

2.    Warna emas pada burung Garuda melambangkan kejayaan

3.    Perisai di tengah melambangkan pertahanan bangsa Indonesia

4.    Simbol-simbol di dalam perisai masing-masing melambangkan sila-sila dalam Pancasila,

yaitu:

a.       Bintang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa [sila ke-1]

b.      Rantai melambangkan sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab [sila ke-2]

c.      Pohon Beringin melambangkan sila Persatuan Indonesia [sila ke-3]

d.     Kepala banteng melambangkan sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat

Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan [sila ke-4]

e.     Padi dan Kapas melambangkan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

[sila ke-5]

5.   Warna merah-putih melambangkan warna bendera nasional Indonesia. Merah berarti

berani dan putih berarti suci

6.    Garis hitam tebal yang melintang di dalam perisai melambangkan wilayah Indonesia yang

dilintasi Garis Khatulistiwa

7.     Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945),

antara lain:

a.       Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17

b.      Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8

c.       Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19

d.      Jumlah bulu di leher berjumlah 45

8.      Pita yg dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyan negara Indonesia, yaitu

Bhinneka Tunggal Ika yang berarti "berbeda beda, tetapi tetap satu jua".

D. KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

1.    Masa Orde Lama

Pendidikan pada Masa Orde Lama

Sejak Indonesia merdeka dan membentuk NKRI, sistem pendidikan mulai diatur oleh

negara sejak kemerdekaan tahun 1945. Orde lama memfokuskan pendidikan sebagai upaya

Page 5: Makalah Komparasi Kebijakan Pendidikan

dalam pembentukan karakter bangsa. Inilah orde dimana semua orang merasa sejajar, tanpa

dibedakan warna kulit, keturunan, agama dan sebagainya. Begitu juga dalam dunia

pendidikan, orde lama berusaha membangun masayarakat sipil yang kuat, yang berdiri di atas

demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara, termasuk dalam

bidang pendidikan. Inilah amanat UUD 1945 yang menyebutkan salah satu cita-cita

pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dengan demikian menteri PP dan K pertama (Ki Hajar Dewantara) mengeluarkan

instruksi umum yang memerintahkankepada semua kepala sekolah dan guru untuk :

1. Mengibarkan Sang Merah Putih setiap hari dihalaman sekolah.

2. Melagukan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

3.Menghentikan pengibaran bendera jepang dan menghapus nyanyian Kimiyago (lagu

kebangsaan jepang).

4.Menghapus pelajaran bahasa jepang, serta upacara yang berasal dari bala tentara jepang.

5. Memberi semangat kebasaan kepada semua murid .[3]

Atas usul badan pekerja KNIP, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mr. Soewandi)

membuat surat keputusan Nomor 104/Bhg o tertanggal 1 Maret 1946, untuk membentuk

panitia penyelidik pengajaran dibawah pimpinan Ki Hadjar Dewantara dan Soegarda

Poerbaka Watji sebagai penulis. Tugas yang diberikan kepada panitia ini antara lain :

1.Merencanakan susunan baru dari tiap-tiap macam sekolah

2.Menetapkan bahan pengajaran dengan mempertimbangkan keperluan yang praktis dan   

jangan terlalu berat

3.Menyiapkan rencana pelajaran untuk tiap jenis sekolah termasuk fakultas

Salah satu hasil dari panitia tersebut adalah mengenai perumusan tujuan pendidikan.

Tujuan pendidikan nasional pada masa tersebut penekanannya adalah pada penanaman

semangat patriotisme dan peningkatan kesadaran nasional, sehingga dengan semangat itu

kemerdekaan dapat dipertahankan dan diisi. Kementrian pendidikan, pengajaran dan

kebudayaan Rapublik Indonesia dalam tahun 1946 mengeluarkan suatu pedoman bagi guru-

guru yang memuat sifat-sifat kemanusiaan dan kewarganegaraan sebagai dasar pengajaran

dan pendidikan di negara Republik Indonesia yang pada dasarnya berintisarikan Pancasila.

[3] Mustafa dan abdulloh, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 1998,( bandung pustaka setia ),  Hlm: 130.

Page 6: Makalah Komparasi Kebijakan Pendidikan

Pada bulan Desember 1949 Republik Indonesia mengalami perubahan ketata negaraan

dan Undang-Undang Dasar 1945 diganti dengan konstitusi sementara Rapublik Indonesia

Serikat (RIS). Pada tanggal 5 April 1950 mengenai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di

sekolah. Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 Bab II Pasal 3 disebutkan bahwa

tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah membentuk manusia yang asusila dengan cakap

dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan

masyarakat dan tanah air. Ini berarti bahwa setiap sistem persekolahan pada waktu itu harus

dapat menanamkan dan mengembangkan sifat-sifat demokratis pada anak didiknya

misalnya : di dalam kampus muncul kebebasan akademis yang luar biasa ditandai dengan

fragmentasi politik yang begitu hebat di kalangan mahasiswa-mahasiswa bebas berorganisasi

sesuai dengan pilihannya.[4]

Sistem persekolahan pada masa orde lama hanya mengenal 3 tingkat :

1. Pendidikan rendah, yang terdiri dari taman kanak-kanak (1 tahun) dan sekolah dasar (6

tahun)

2. Pendidikan menengah yang terdiri dari sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) dan

sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) dengan masa belajar untuk masing-masing terdiri atas

sekolah umum dan sekolah kejuruan.

3. Pendidikan tinggi selama kurun waktu 1945-1950 berkembang pesat dan terbuka lebar

bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat, tetapi karena masa perjuangan maka

perkuliahan kerap kali disela dengan perjuangan ke garis depan. Pendidikan tinggi yang ada

berbentuk universitas atau perguruan tinggi dan akademi.

Para pengajar, pelajar melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya walaupun serba

terbatas. Dengan segala keterbatasan itu memupuk pemimpin-pemimpin nasional yang dapat

mengatasi masa panca roba seperti rongrongan terhadap NKRI.

Kebijakan yang diambil orde lama dalam bidang pendidikan tinggi yaitu mendirikan

universitas di setiap provinsi. Kebijakan ini bertujuan untuk lebih memberikan kesempatan

memperoleh pendidikan tinggi. Pada waktu itu pendidikan tinggi yang bermutu terdapat di

pulau Jawa seperti UI, IPB, ITB, Gajah Mada, dan UNAIR, sedangkan di provinsi-provinsi

karena kurangnya persiapan dosen dan keterbatasan sarana dan prasarana mengakibatkan

kemerosotan mutu pendidikan tinggi mulai terjadi.

[4] Drs. Ari H Gunawan, Kebijakan-kebijakan pendidikan, Jakarta, Renika cipta, 1995, hlm36

Page 7: Makalah Komparasi Kebijakan Pendidikan

Orde lama Presiden Soekarno mencanangkan program pendidikan pemberantasan buta

huruf, karena selama dijajah Belanda, rakyat tidak bisa menikmati pendidikan sehingga

mayoritas buta huruf .[5]

Pada masa orde lama ini dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu:

1. Periode/kurun waktu 1945-1950 (awal kemerdekaan)

Usaha untuk memperbaiki tingkat dan mutu pendidikan di Indonesia, maka kaitannya adalah

berhubungan dengan :

a.    Peningkatan fasilitas fisik (sarana dan prasarana pendidikan)

Pemerintah mendirikan gedung-gedung sekolah baru, menyewa rumah-rumah rakyat dan

mengadakan sistem penggunaan gedung sekolah dua sampai tiga kali sehari yaitu pagi,

siang dan malam hari.

b. Peningkatan dan penambahan fasilitas personal sekolah (guru dan tenaga tata usaha)

c. Kurikulum

Setelah UU Pendidikan dan Pengajaran Nomor 4 Tahun 1950 dikeluarkan, maka:

1. Kurikulum pendidikan rendah ditujukan untuk menyiapkan anak agar memiliki dasar-

dasar pengetahuan, kecakapan dan ketangkasan baik lahir maupun batin serta

mengembangkan bakat dan kesukaannya.

2. Kurikulum pendidikan menengah ditujukan untuk menyiapkan pelajar ke pendidikan

tinggi, serta mendidik tenaga-tenaga ahli dalam berbagai lapangan khusus, sesuai

dengan bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat.

3. Kurikulum pendidikan tinggi ditujukan untuk menyiapkan mahasiswa agar dapat

menjadi pimpinan dalam masyarakat dan dapat memelihara kemajuan ilmu dan

kemajuan hidup kemasyarakatan.

Pada tahun ini kedaulatan Indonesia semakin matang dan sempurna, maka rancangan

pendidikan agama pada waktu tersebut semakin disempurnakan dengan dibentuknya panitia

yang diketuai oleh Prof. Mahmud Yunus dari Departemen Agama dan Mr. Hadi dari

departemen P & K. Hasil dari panitia tersebut adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan

januari 1951, yang isinya adalah:[6]

a) Pendidikan agama diberikan mulai kelas IV sekolah rakyat (sekolah dasar)

b) Di daerah-daerah yang agamanya kuat (seperti sumtera, Kalimantan dan lain-lain) maka

[5] Anam, S, sekolah dasar, pergulatan mengejar ketertinggalan, (Solo: Wijatri), hlm: 113-148[6] Zuhairini dkk, 1986, Sejarah Pendidikan Islam, Proyek Pembinaan Prasarana Dan Sarana  Perguruan Tinggi Agama, Jakarta, hlm: 153.

Page 8: Makalah Komparasi Kebijakan Pendidikan

pendidikan agama diberikan mulai kelas I SR dengan catatan bahwa mutu pengetahuan

umumnya tidak boleh berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan

agamanya diberikan mulai kelas IV.

c) Di sekolah lanjutan pertama dan atas (umum dan kejuruan) diberikan pendidikan agama

sebanyak 2 jam seminggu.

d) Pendidikan agama diberikan pada murid-murid sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan

mendapat izin dari orang tua/walinya.

e) Penggngkatan guru agama, biaya pendidikan agama dan materi pendidikan agama di

tanggung oleh departemen agama .

d. Pembiayaan

Besarnya pembiayaan pendidikan yang dikeluarkan pemerintah pada kurun waktu ini

sulit diperoleh angka-angkanya secara pasti, karena sebagaimana kita ketahui bahwa waktu

itu kita berada dalam perjuangan fisik untuk mempertahankan kemerdekaan .[7]

Mahasiswa dan Pelajar Pejuang

Selama perjuangan fisik untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia seluruh

lapisan masyarakat telah terlibat, khususnya para pelajar dan mahasiswa yang telah

mengalami latihan kemiliteran pada zaman Jepang. Kurikulum pertama pada masa

kemerdekaan namanya “Rencana Pelajaran 1947”, ketika itu penyebutanya lebih populer

menggunakan leer plan (rencana pelajaran). Rencana pelajaran 1947 bersifat politis, yang

tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda. Asas

pendidikan ditetapkan Pancasila. Susunan rencana pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya

memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis

besar pengajarannya .[8]

Rencana pelajaran lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan

bermasyarakat daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian

sehari-hari. Mata pelajaran untuk tingkat sekolah rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan

Madura diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah bahasa Indonesia, bahasa

daerah, berhitung, ilmu alam, ilmu hayat, ilmu bumi, sejarah, menggambar, menulis, seni

suara, pekerjaan tangan, pekerjaan keputrian, gerak badan, kebersihan dan kesehatan, didikan

budi pekerja dan pendidikan agama. Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan

pada cara guru mengajar dan cara murid mempelajari.

[7] Soenarto, N., Biaya Pendidikan di Indonesia : Perbandingan pada Zaman Kolonial Belanda dan NKRI, acses, http://www.kompas.com, [8] Sanjaya, W. Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung : Sekolah Pasca Sarjana UPI, 2007

Page 9: Makalah Komparasi Kebijakan Pendidikan

2. Periode/kurun waktu 1950-1959 (demokrasi liberal)

a. Sistem persekolahan

Sejak Agustus 1950 penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran menggunakan Undang-

Undang pokok pendidikan dan pengajaran Nomor 4 Tahun 1950 Republik Indonesia.

Susunan sekolah tersebut adalah sekolah rakyat 6 tahun, sekolah lanjutan tingkat pertama 3

tahun, dan sekolah lanjutan tingkat atas 3 tahun. Pada tahun 1954 didirikan lembaga

pendidikan guru bertingkat universitas yang pertama yaitu Pendidikan Tinggi Pendidikan

Guru (PTPG) di Bandung.

b. Kesempatan belajar

Undang-Undang pendidikan tahun 1950 dan 1959 Pasal 17 menyatakan bahwa: “Tiap-

tiap warga negara Republik Indonesia mempunyai hak yang sama diterima menjadi murid

suatu sekolah, jika memenuhi syarat yang ditetapkan unit pendidikan dan pengajaran pada

sekolah itu”.

Di samping itu, pasal 21 ayat 1 menyatakan pula bahwa: “Pemerintah dan bangsa

Indonesia menerima ko-edukasi pendidikan untuk laki-laki dan perempuan bersama-sama”.

Dari Undang-Undang tersebut di atas dapatlah diketahui bahwa:

1) Pemerintah memberikan kesempatan belajar bagi setiap golongan masyarakat, seperti anak

petani, pedagang, pegawai negeri, pengusaha, anggota ABRI untuk mendapatkan pendidikan

mulai dari TK sampai dengan perguruan tinggi.

2) Pemerintah memberikan kesempatan belajar bagi setiap golongan masyarakat untuk mencapai

tingkat yang tertinggi, asalkan memenuhi syarat.

3) Pemerintah memberikan kesempatan belajar bagi setiap golongan masyarakat tanpa

membedakan apakah anak laki-laki atau perempuan.

Pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952

ini diberi nama “Rencana Pelajaran Terurai 1952”. Kurikulum ini mengarah pada suatu

sistem pendidikan nasional yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini

bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan

kehidupan sehari-hari. Pada masa itu juga dibentuk kelas masyarakat, yaitu sekolah khusus

bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP, kelas masyarakat mengajarkan

keterampilan seperti pertanian, pertukangan dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu

sekolah ke jenjang SMP bisa langsung bekerja.

Page 10: Makalah Komparasi Kebijakan Pendidikan

3. Periode/kurun waktu 1959-1966 (demokrasi terpimpin)

Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam keputusan presiden nomor 145

Tahun 1965 adalah sebagai berikut :

Tujuan pendidikan nasional baik yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah maupun oleh

pihak swasta, dari pendidikan pra sekolah sampai pendidikan tinggi supaya melahirkan warga

negara sosialis Indonesia yang asusila, yang bertanggung jawab atas terselenggaranya

masyarakat sosialis Indonesia adil dan makmur spiritual maupun material dan yang berjiwa

Pancasila.

Kebijakan pendidikan pada waktu itu yaitu, “sapta usaha tama dan panca wardhana”

tertuang dalam instruksi Menteri PP&K Nomor 1 Tahun 1959.

Sapta Usaha Tama berisi :

a. Penertiban aparatur dan usaha-usaha kementrian PP&K

b. Menggiatkan kesenian dan olahraga

c. Mengharuskan “usaha halaman”

d. Mengharuskan penabungan

e. Mewajibkan usaha-usaha koperasi

f. Mengadakan “kelas masyarakat”

g. Membentuk “regu kerja” di kalangan SLA dan Universitas

Sementara Panca Wardhana berisikan segi-segi sebagai berikut :

a. Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional, internal dan keagamaan (moral)

b. Perkembangan intelegensi (kecerdasan)

c. Perkembangan emosional-artistik atau rasa keharuana dan keindahan lahir batin

d. Perkembangan keprigelan (kerajinan) tangan

e. Perkembangan jasmani

Konsep pembelajaran pada tahun 1964 mewajibkan sekolah membimbing anak agar

mampu memikirkan sendiri pemecahan persoalan (problem solving). Rencana pendidikan

1964 melahirkan kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta,

rasa, karya dan moral yang kemudian dikenal dengan istilah panca wardhana.

Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan

fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Cara belajar dijalankan

dengan metode yang disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan

hari Sabtu sebagai hari krida, maksudnya, pada hari Sabtu siswa diberi kebebasan berlatih

kegiatan di bidang kebudayaan, kesenian, olahraga, dan permainan sesuai minat siswa.

Page 11: Makalah Komparasi Kebijakan Pendidikan

Kurikulum 1964 adalah alat untuk membentuk manusia Pancasilais yang sosialis Indonesia,

dengan sifat-sifat seperti pada ketetapan MPKS No. 11 Tahun 1960.

Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor bagi

kelas I dan II yang asalnya berupa skor 10-100 menjadi huruf A, B, C, dan D. Sedangkan

bagi kelas III hingga VI tetap menggunakan skor 10-100.

2.   Masa Orde Baru

Orde baru adalah masa pemerintahan di Indonesia sejak 11 Maret 1966 hingga

terjadinya peralihan kepresidenan, dari presiden Soeharto ke presiden Habibi pada 21 Mei

1998. Peralihan dari orde lama ke orde baru membawa konsekuensi perubahan strategi politik

dan kebijakan pendidikan nasional. Pada dasarnya orde baru adalah suatu korelasi total

terhadap orde lama yang didominasi oleh PKI dan dianggap telah menyelewengkan

pancasila. Masa orde baru disebut juga sebagai Orde Konstitusional dan Orde Pembangunan.

Yakni bertujuan membangun manusia seutuhnya dan menyeimbangkan antara rohani dan

jasmani untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik.[9]

Kebijakan pemerintah orde baru, sebelum maupun setelahnya seringkali menganak

tirikan pendidikan. Pendidikan mempunyai anggaran paling kecil dari dana APBD dan sistem

pendidikan yang terpusat atau dengan istilah sentralisasi membuat kualitas pendidikan

Indonesia semakin memburuk. Yang lebih menyedihkan dari kebijakan pemerintahan orde

baru terhadap pendidikan adalah sistem doktrinisasi, yaitu sebuah sistem yang memaksakan

paham-paham pemerintahan orde baru agar mengakar pada benak anak-anak. Bahkan dari

sejak sekolah dasar sampai pada tingkat perguruan tinggi, diwajibkan untuk mengikuti

penetaran P4 yang berisi tentang hapalan butir-butir Pancasila. Proses indoktrinisasi ini tidak

hanya menanamkan paham-paham orde baru, tetapi juga sistem pendidikan masa orde baru

yang menolak segala bentuk budaya asing, baik itu yang mempunyai nilai baik ataupun

mempunyai nilai buruk. Paham orde baru yang membuat kita takut untuk melangkah lebih

maju.[10]

Dengan demikian, pendidikan pada masa orde baru bukan untuk meningkatkan taraf

kehidupan rakyat, apalagi untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia, tetapi malah

[9] Ricky Diah, Kebijakan Pemerintah Dalam Pendidikan Masa Orde Baru, http://ricky-diah.blogspot.com, acses, 24/03/2012.[10] Dwimas, Kebijakan Pendidikan Masa Orde Baru, http://dwimaspls2010.blogspot.com, acses 24/03/2012.

Page 12: Makalah Komparasi Kebijakan Pendidikan

mengutamakan orientasi politik agar semua rakyat itu selalu patuh pada setiap kebijakan

pemerintah. Bahwa segala keputusan pemerintah adalah keputusan yang tidak boleh

dilanggar. Itulah doktrin orde baru pada sistem pendidikan kita.

Indoktrinisasi pada masa kekuasan Soeharto ditanamkan dari jenjang sekolah dasar

sampai pada tingkat pendidikan tinggi, pendidikan yang seharusnya mempunyai kebebasan

dalam pemikiran. Pada masa itu, pendidikan diarahkan pada pengembangan militerisme yang

militan sesuai dengan tuntutan kehidupan suasana perang dingin. Semua serba kaku dan

berjalan dalam sistem yang otoriter.

Ahkirnya, kebijakan pendidikan pada masa orde baru mengarah pada penyeragaman.

Baik cara berpakaian maupun dalam segi pemikiran. Hal ini menyebabkan generasi bangsa

kita adalah generasi yang mandul. Maksudnya, miskin ide dan takut terkena sanksi dari

pemerintah karena semua tindakan bisa-bisa dianggap subversif. Tindakan dan kebijakan

pemerintah orde baru-lah yang paling benar. Semua wadah-wadah organisasi baik yang

tunggal maupun yang majemuk, dibentuk pada budaya homogen. Bahkan partai politik pun

dibatasi. Hanya tiga partai yang berhak mengikuti Pemilu. Bukankah kebijakan ini sudah

melanggar undang-undang dasar 45 yang menjadi dasar dari berdirinya negara ini?

Secara umum praktek pendidikan juga mengalami variasi pula yang dibedakan menurut

jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.

1.    Jenis pendidikan

Pada umumnya pendidikan menurut jenisnya dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

a.    Pendidikan Formal, menunjuk pada sistem pendidikan persekolahan. Pendidikan jenis ini

atau sistem persekolahan ini adalah jenis pendidikan yang sudah terstandardisir secara legal-

formal. Baik dalam jenjang-jenjangnya, lama belajarnya, paket kurikulumnya, persyaratan

unsur-unsur pengelolaannya, persyaratan usia.

b.    Pendidikan nonformal, memiliki karakteristik yang berbeda dengan yang diatas, dapat

dikatakan relatif lebih lentur, fleksibel, dan berjangka pendekprogram penyelenggaraannya

dibandingkan dengan jenis pendidikan formal.

c.    Pendidikan informal, jenis pendidikan yang tidak terorganisir secara terstruktur, lebih

merupakan hasil pengalaman belajar individual-mandiri. Bentuk nyata dari jenis pendidikan

ini adalah pendidikan dalam keluarga. Dalam keluarga tidak dikenal standardisasi program,

kurikulum, jenjanng dan lain-lain. Contoh lain: pendidikan media massa, acara-acara

keagamaan, dan lain-lain.

Page 13: Makalah Komparasi Kebijakan Pendidikan

2.    Jalur pendidikan

Menurut jalurnya, pendidikan dibedakan menjadi dua, yaitu jalur sekolah dan jalur luar

sekolah. Jalur sekolah merupakan jalur pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan.

Jalur ini dilaksanakan oleh sekolah melalui kegiatan belajar mengajar. Jalur sekolah ini terdiri

atas sekolah-sekolah yang berjenis pendidikan umum, pendidikan kejuaraan, pendidikan luar

biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan

profesional.

Sedangkan jalur pendidikan luar sekolah merupakan jalur pendidikan yang

diselenggarakan diluar pendidikan sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak

harus berjenjang dan berkesinambungan, jalur ini umumnya diselenggarakan oleh keluarga,

kelompok belajar, lembaga kursus, dan satuan-satuan yang sejenis.

3.    Jenjang pendidikan

Pendidikan ditinjau dari jenjangnya terdiri dari: a) jenjang pra sekolah, b) jenjang

pendidikan dasar, c) jenjang pendidikan menengah, dan d) jenjang pendidikan tinggi.

Keempat-empatnya merupakan mata rantai yang berkesinambungan.

Jenjang pendidikan pra sekolah wujudnya adalah: kelompok bermain (play group) dan

Taman Kanak-kanak (TK). Jenjang pendidikan dasar (SD), Madrassh Ibtidaiyyah (MI),

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), serta Madrasah Tsanawiyyah (MTs). Jenjang

pendidikan menengah adalah Sekolah Menengah Umum (SMU), Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah (MA), adapun jenjang pendidikan tinggi yaitu

contohnya UIN, UNY, UGM, dan lain-lain.[11]

3. Marginalisasi Sekolah dan Guru pada Era Orde Baru

Pada era Orde Baru, keberadaan sekolah selalu membutuhkan bantuan dari

pemerintah/negara. Sebaliknya negara membutuhkan pearn sekolah. Hal ini juga terjadi

sebagaimana ditempat dan era yang lain. Baik sekolah maupun negara, masing-masing

memiliki saling keterhubungan (interdependentcy) yang amat kuat secara fungsional-

mutualis. Saling keterhubungan ini didorong oleh masing-masing kepentingan diantara

keduanya, baik dari sisi sekolah maupun dari sisi negara.

Namun dalam perjalanannya hubungan sekolah dengan pemerintah tidak dapat berjalan

secara fungsional-mutualis. Diantara keduanya terkadang terjadi ketimpangan hubungan,

[11] Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan, (Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2009), hal:174.

Page 14: Makalah Komparasi Kebijakan Pendidikan

yang mengarah pada hubungan dependensial sekolah terhadap negara. Bahkan lebih tragis

lagi adalah jenis hubungan yang sifatnya eksploitatif dari negara atas sekolah. Pada keadaan

yang demikian dimana hubungan yang kurang seimbang, sekolah sering hanya dijadikan

sebagai alat kepentingan kekuasaan negara. Selama orde bari berkuasa banyak pahit getirnya

yang dialami oleh dunia pendidikan pada umumnya dan para guru pada khususnya. Aneka

represi dan eksploitasi dari pihak negara kepada sekolah dan guru melalui cara-cara politisasi

serta kebijakan-kebijakan yang kurang menguntungkan mereka tanpa diimbangi dengan

penghargaan yang wajar dan manusiawi.[12]

PENUTUP

Kesimpulan

Pada masa orde lama Soekarno, Presiden RI yang pertama, membawa semangat

nation and character building dalam pendidikan di Indonesia. Di seluruh pelosok tanah air

didirikan sekolah dan anak-anak dicari untuk disekolahkan tanpa bayar.

Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Soeharto mengedepankan moto membangun

manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya sebagai pengganti dari

moto Presiden Soekarno nation and character building. Dibantu oleh para ilmuan dari

Amerika Serikat, pada tahun 1968 dilakukan upaya untuk menyempurnakan kurikulum

pendidikan.

Pada intinya setiap masa yang berlalu pemerintah selalu mengambil kebijakan dalam

rangka perbaikan dan pengembangan pendidikan baik kurikulum, guru, sarana prasarana dan

komponen pendidikan lainnya.

[12] Ibid. 196.

Page 15: Makalah Komparasi Kebijakan Pendidikan

DAFTAR PUSTAKA

Anam, S., Sekolah Dasar, Pergulatan Mengejar Ketertinggalan, Solo : Wajatri

Arif Rohman, 2009, Politik Ideologi Pendidikan, Yogyakarta: LaksBang Mediatama

Dwimas, kebijakan pendidikan masa orde baru, http://dwimaspls2010.blogspot.com, acses

24/03/2012.

Gunawan Ary H., Kebijakan-Kebijakan Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1995

Mustafa dan abdulloh, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung: Pustaka Setia ,

1998

Nina Susilo, Jumlah Penduduk Indonesia 259 Juta, http://nasional.kompas.com, acses Senin,

26 Maret 2012

Riant Nugroho, Pendidikan Indonesia: harapan, visi, dan strategi, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2008), hal15.

Ricky Diah, kebijakan pemerintah dalam pendidikan masa orde baru, http://ricky-

diah.blogspot.com, acses, 24/03/2012.

Sam M.Chan dan Tuti T.Sam, 2007, Analisis Swot Kebijakan Pendidikan Era Otonomi

Daerah, Jakarta: Grafindo.

Sanjaya, W. Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung : Sekolah Pasca Sarjana UPI,

2007

Soenarto, N., Biaya Pendidikan di Indonesia : Perbandingan pada Zaman Kolonial Belanda

dan NKRI, (on line) http://www.kompas.com

Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana 

Perguruan Tinggi Agama, Jakarta, 1986