makalah karsinoma kolorektum

37
BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Kanker kolorektal adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal atau tumbuh di dalam struktur saluran usus besar (kolon) dan atau rektum. Umumnya, karsinoma kolon jarang ditemukan sebelum umur 40 tahun kecuali bila mereka merupakan komplikasi dari penyakit kolitis ulseratif, kolitis granulomatosa, poliposis multipel familial, sindrom Gardner, dan sindrom Turcot. Pada populasi umum, risiko terjadinya kanker kolorektal secara nyata akan meningkat pada umur 50 tahun dan menjadi dua kali lipat lebih besar pada setiap dekade berikutnya. Karsinoma rektum lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada wanita, tetapi tidak ada perbedaan jenis kelamin yang mencolok pada karsinoma di daerah kolon yang lain. Dari kajian epidemiologi, disimpulkan ada pengaruh lingkungan yang sangat besar, khususnya diet, memainkan peranan yang nyata pada penyebab dari kanker kolon, yang peranannya lebih besar daripada pada kanker rektum. Faktor keturunan dapat juga berperan sebagai pencetus timbulnya kanker jenis ini. Sebagaimana pengaruh genetik dari sindrom karsinoma poliposis yang dapat diterangkan menurut hukum Mendel, maka predisposisi genetik pada kanker dapat timbul pada populasi umum. B. Tujuan Penulisan 1

Upload: samuel-h-sihotang

Post on 20-Oct-2015

106 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

cOAS bedah

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang

Kanker kolorektal adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal atau tumbuh

di dalam struktur saluran usus besar (kolon) dan atau rektum. Umumnya, karsinoma kolon jarang

ditemukan sebelum umur 40 tahun kecuali bila mereka merupakan komplikasi dari penyakit

kolitis ulseratif, kolitis granulomatosa, poliposis multipel familial, sindrom Gardner, dan sindrom

Turcot. Pada populasi umum, risiko terjadinya kanker kolorektal secara nyata akan meningkat

pada umur 50 tahun dan menjadi dua kali lipat lebih besar pada setiap dekade berikutnya.

Karsinoma rektum lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada wanita, tetapi tidak ada

perbedaan jenis kelamin yang mencolok pada karsinoma di daerah kolon yang lain. Dari kajian

epidemiologi, disimpulkan ada pengaruh lingkungan yang sangat besar, khususnya diet,

memainkan peranan yang nyata pada penyebab dari kanker kolon, yang peranannya lebih besar

daripada pada kanker rektum. Faktor keturunan dapat juga berperan sebagai pencetus timbulnya

kanker jenis ini. Sebagaimana pengaruh genetik dari sindrom karsinoma poliposis yang dapat

diterangkan menurut hukum Mendel, maka predisposisi genetik pada kanker dapat timbul pada

populasi umum.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan dibuat makalah ini adalah agar pembaca mengetahui penyakit kanker Ca Colon

dan rectum.

1

BAB II

PEMBAHASAN

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Anatomi

Usus besar atau kolon berbentuk tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 1,5

meter yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih

besar daripada usus kecil, yaitu sekitar 6,5 cm, tetapi makin dekat anus diameternya semakin

kecil.

Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rectum. Pada sekum terdapat katup

ileosekal dan  apendik yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati 2 atau 3 inci pertama

dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari ileum kedalam sekum dan

mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke dalam usus halus.

Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens, dan sigmoid. Tempat

kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas berturut–turut disebut

sebagai fleksura hepatika dan fleksura lienalis.

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan pada suplai

darah yang diterima. Arteria mesenterika superior mendarahi belahan kanan (sekum, kolon

asendens, dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteria mesenterika inferior

2

mendarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens, kolon sigmoid, dan

bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rektum berasal dari arteri heoroidalis media

dan inferior yang dicabangkan dari arteri iliaka interna dan aorta abdominalis.

Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena mesenterika

superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidalis superior (bagian sistem portal yang

mengalirkan darah ke hati). Vena hemoroidalis media dan inferior mangalirkan darah ke vena

iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena

hemoroidalis superior, media, dan inferior, sehingga tekanan portal yang meningkat dapat

menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan mengakibatkan hemoroid.

Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf dengan perkecualian spingter eksterna

yang berada dalam pengendalian voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf fagus ke

bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelpikus yang berasal dari daerah sakral menyuplai

bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medula spinalis melalui saraf splangnikus. Serabut

saraf ini bersinaps dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis, kemudian serabut pasca ganglionik

menuju kolon. Rangsangan simpatis menghambat sekresi dan kontraksi, serta merangsang

spingter rektum. Rangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan.

b. Fisiologi

Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses isi usus.

Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air dan elektrolit,  yang sudah hampir

selesai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa

feses yang sudah terhidrasi hingga berlangsungnya defekasi.

Kolon mengabsorpsi sekitar 800 ml per hari, bandingkan dengan usus halus sekitar

8000ml. Namun demikian, kapasitas absorpsi usus besar adalah sekitar 1500 – 2000 ml per hari.

Bila jumlah ini dilampaui akan mengakibatkan diare.

Sejumlah kecil pencernaan usus besar terutama disebabkan oleh bakteri dan bukan oleh

kerja enzim. Usus besar menyekresi mukus alkali yang tidak mengandung enzim. Mukus ini

bekerja untuk melumaskan dan melindungi mukosa.

Pada umumnya usus besar bergerak secara lambat. Gerakan usus besar yang khas adalah

pengadukan haustral. Gerakan ini tidak progresif, tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak

balik dan meremas–remas sehingga memberi cukup waktu untuk terjadinya absorpsi.

3

Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses, ke depan, akhirnya merangsang

defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna

dikendalikan oleh sistem saraf otonom, sedangkan sfingter eksterna dikendalikan oleh sistem

saraf voluntar.

Reflek defekasi terintegrasi pada medula spinalis segmen sakral kedua dan keempat.

Serabut parasimpatis mencapai melalui saraf splangnikus panggul dan menyebabkan terjadinya

kontraksi rektum dan relaksasi spingter interna. Pada waktu rektum yang teregang berkontraksi,

otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan analus ano rektal menghilang. Otot

sfingter eksterna dan interna berelaksasi pada waktu anus tertarik ke atas melebihi massa feses.

Defekasi dipercepat dengan tekanan intra abdomen yang meningkat akibat kontraksi voluntar

otot dada dengan glotis yang tertutup, dan kontraksi otot abdomen secara terus menerus.

Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar otot sfingter eksterna dan levator ani.

2. Kanker Kolorektal

Karsinoma Rektum merupakan tumor ganas yang berupa massa polipoid besar, yang

tumbuh ke dalam lumen dan dapat dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai cincin anular.

Kanker colon adalah suatu kanker yang yang berada di colon. Ca Colon atau kanker usus besar atau

disebut juga kanker kolorektal merupakan salah satu jenis kanker ganas yang tumbuh pada

permukaan usus besar (kolon) atau anus (rectum). Kanker usus besar adalah kanker yang amat

dipengaruhi lingkungan dan gaya hidup. Penyakit ini termasuk penyakit yang mematikan karena

penyakit ini sering tidak diketahui sampai tingkat yang lebih parah.

4

Kanker usus besar (kolon) dan daerah antara usus besar dan anus (disebut rektum)

memiliki banyak persamaan, dan oleh sebab itu sering kali secara bersama-sama disebut dengan

kanker kolorektal. Usus besar dan rektum adalah bagian dari sistem pencernaan yang memproses

makanan dan membuang sisa makanan tersebut dari tubuh. Kebanyakan kanker kolorektal

berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas (disebut adenoma), yang pada stadium awal

membentuk sebuah polip. Polip yang berubah menjadi kanker tersebut akan terus tumbuh dan

menyebar ke dinding hingga ke jaringan diluar usus besar atau rektum. Kanker juga dapat

berkembang kebagian tubuh lainnya.

3. Epidemiologi

Insiden karsinoma kolon dan rectum di Indonesia cukup tinggi demikian juga angka

kematiannya. Frekuensinya dibawah/karsinoma dari paru-paru dan gaster. Didapati pada semua

umur. Insidens pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda. Sekitar

75 % ditemukan di rektosigmoid. Di Negara barat, perbandingan insidens lelaki : perempuan 3:1

dan kurang dari 50 % ditemukan di rektosigmoid dan merupakan penyakit orang usia lanjut.

Sigmoid adalah lokalisasi yang paling sering di kolon, walaupun Ca rectum terkira sepertiga dari

seluruh karsinoma dari usus besar 5% tumor dari usus besar adalah multiple. Pemeriksaan colok

dubur merupakan salah satu penentu karsinoma rectum.

4. Etiologi

Berbagai polip kolon dapat berdegenerasi menjadi maligna sehingga setiap kolon harus

dicurigai. Radang kronik kolon seperti colitis ulserosa atau colitis amuba kronik, juga berisiko

tinggi menjadi maligna. Factor genetic kadang berperan walaupun jarang. Perkembangan kanker

kolorektal merupakan interaksi antara faktor lingkungan dan faktor genetik.

Faktor lingkungan multipel beraksi terhadap predisposisi genetik atau defek yang

didapat dan berkembang menjadi kanker kolorektal. Terdapat 3 kelompok kanker kolorektal

berdasarkan perkembangannya yaitu: 1) kelompok yang diturunkan (inherited) yang mencakup

5

kurang dari 10% dari kasus kanker kolorektal; 2) kelompok sporadik, yang mencakup sekitar

70%; 3) kelompok familial, mencakup 20%.

Kelompok diturunkan adalah mereka yang dilahirkan sudah dengan mutasi germline

(germline mutation), pada salah satu allele dan terjadi mutasi somatik pada allele yang lain.

Contohnya adalah FAP (familial adenomatous polyposis) dan HNPCC (hereditery non-polyposis

colorectal cancer). HNPCC terdapat pada sekitar 5% dari kanker kolorektal. Kelompok sporadik

membutuhkan dua mutasi somatik, satu pada masing masing allele-nya.

Terdapat dua model perjalanan perkembangan kanker kolorektal (karsinogenesis) yaitu

LOH (loss of heterozygocity) dan RER (replication error). LOH mencakup mutasi tumor gen

supresor meliputi gen APC, DCC, dan p53 serta aktifasi onkogen yaitu K-ra, termasuk

perkembangan polip adenoma menjadi karsinoma. Sementara RER karena adanya mutasi gen

hMSH2, hMLH1, hPMS1, dan hPMS2. Kekurangan serat dan sayur-mayur hijau serta kelebihan

lemak hewani dalam diet merupakan factor risiko karsinoma kolorektal.

FAKTOR RISIKO

Faktor risiko lainnya antara lain:

1. Peradangan (inflamasi) usus dalam periode lama, seperti : kolitis ulseratif.

2. Riwayat keluarga.

3. Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan penyakit keturunan

dengan risiko terjadi kanker kolorektal pada usia muda, ditemukan polip dalam jumlah

sedikit.

4. Familial adenomatous polyposis (FAP) merupakan penyakit keturunan yang jarang

ditemukan dapat ditemukan ratusan polip pada kolon dan rektum.

5. Pola makan dan gaya hidup, makanan rendah serat, makanan dengan kadar lemak tinggi

dan lamanya waktu transit sisa hasil pencernaan dalam kolon dan rektal  meningkatkan

risiko kanker kolorektal.

6. Diabetes, meningkatkan 40 % berkembangnya kanker kolorektal

7. Rokok dan alkohol

8. Riwayat polip atau kanker kolorektal

6

5. PATOFISIOLOGI

Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip

adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di

rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi, menimbulkan

beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar kedalam lapisan

lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar

dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus.

Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halus,

pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga dapat dikenai oleh perluasan.

Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran tumor. Tanda

ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih

normal. Sel-sel kanker dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau

sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian”

dari tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau

selama pemotongan pembedahan.

Polip adenoma

Polip maligna

Menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas kedalam struktur sekitarnya

Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain

7

Penyebaran kanker kolon dapat melalui 3 cara, yaitu penyebaran secara langsung ke

organ terdekat, melalui sistem limpatikus dan hematogen, serta melalui implantasi sel ke daerah

peritoneal. Karsinoma kolon dan rektum mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil

menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral. Penyebaran

perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya misalnya ureter, buli-buli,

uterus, vagina atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan

paraaorta. Penyebaran hematogen terutama ke hati. Penyebaran peritoneal mengakibatkan

peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites.

Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan 20–30 %

terjadi di sigmoid dan kolon desendens. Kanker kolorektal terutama adenocarcinoma (muncul

dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada kolon asenden lebih banyak ditemukan

daripada pada transversum (dua kali lebih banyak).

Tumor bowel maligna menyebar dengan cara:

1. Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor misalnya ke abdomen dari kolon

transversum. Penyebaran secara langsung juga dapat mengenai bladder, ureter dan organ

reproduksi.

2. Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai paru-paru, ginjal

dan tulang.

3. Tertanam ke rongga abdomen.

8

Letak

Sekitar 70-75% karsinoma kolon dan rectum terletak pada rectum dan sigmoid. Keadaan

ini sesuai dengan lokasi polip colitis ulserosa dan colitis amuba kronik.

Patologi

Secara makrokopis, terdapat 3 tipe karsinoma kolon dan rectum.Tipe polipoid atau

vegetative tumbuh menonjol ke dalam lumen usus, berbentuk bunga kol dan ditemukan terutama

di sekum dan kolon asendens.Tipe skirus /keras mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi

stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di kolon desendens, sigmoid, dan rectum.

Bentuk ulseratif terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat rectum. Pada tahap lanjut,

sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak maligna.

Metastasis

Karsinoma kolon dan rectum mulai berkembang di mukosa dan bertumbuh sambil

menembus dinding dan meluas secara sirkuler kearah oral dan aboral. Di daerah rectum,

penyebaran kearah anal jarang melebihi dua sentimeter.

Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya, misalnya

ureter, buli-buli, uterus, vagina, atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar parailiaka,

mesenterium, dan paraaorta. Penyebaran hematogen terutama di hati. Penyebaran peritoneal

mengakibatkan peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites. Penyebaran intralumen dapat

terjadi, sehingga pada saat didiagnosis terdapat dua atau lebih tumor yang sama didalam kolon

dan rectum.

6. Manifestasi klinis

Gejala klinis karsinoma pada kolon kiri berbeda dengan kanan. Karsinoma kolon kiri

sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi, terlebih

karena feses sudah menjadi padat. Pada karsinoma kolon kanan, jarang terjadi stenosis dan feses

masih cair sehingga tidak ada factor obstruksi. Gejala dan tanda dini karsinoma kolorectal tidak

ada.Umumnya gejala pertama timbul karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi,

perdarahan atau akibat penyebaran.

9

Karsinoma kolon kiri dan rectum menyebabkan perubahan pola defekasi, seperti

konstipasi atau defekasi dengan tenesmi. Makin ke distal letak tumor, feses makin menipis, atau

seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah atau lender. Tenesmi merupakan gejala

yang biasa didapat pada karsinoma rectum. Perdarahan akut jarang terjadi, demikian juga nyeri

di daerah panggul berupa tanda penyakit lanjut. Bila pada obstruksi penderita dapat flatus, perut

penderita akan terasa lega.

Gambaran klinis tumor sekum dan kolon asendens tidak khas. Dyspepsia, kelemahan

umum, penurunan berat badan, perubahan pola air besar, gejala disentri/tenesmus dan anemia

merupakan gejala umum. Oleh karena itu, penderita sering datang dalam keadaan menyedihkan.

Nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada kolon kanan.Tempat yang dirasa nyeri berbeda karena

asal embriogenik yang berlainan, yaitu dari usus tengah dan usus belakang. Nyeri dari kolon kiri

bermula di bawah umbilicus, sedangkan dari kolon kanan di epigastrium.

Manifestasi klinis sesuai dengan bagian kolon yang terkena keganasan

Colon Kanan Colon Kiri Rektal/Rectosigmoid

  Nyeri dangkal abdomen.

  anemia

  melena (feses hitam, seperti ter)

  dyspepsia

  nyeri di atas umbilicus

  anorexia, nausea, vomiting

  rasa tidak nyaman diperut kanan

bawah

  teraba massa saat palpasi

  Penurunan BB

  Obstruksi (nyeri abdomen dan

kram, penipisan feses,

konstipasi dan distensi )

  Adanya darah segar dalam

feses.

  Tenesmus

  Perdarahan rektal

  Perubahan pola BAB

  Obstruksi intestine

  Evakuasi feses yang tidak

lengkap setelah defekasi.

  Konstipasi dan diare

bergantian.

  Feses berdarah.

  Perubahan kebiasaan

defekasi.

  Perubahan BB

(Smeltzer dan Bare, 2002 dan Black dan Jacob, 1997)

10

7. Derajat Histopatologi

Dukes membedakannya menjadi 5 derajat yaitu:

1) derajat I: tumor menyerupai adenoma disertai proliferasi aktif epitel, tapi dapat

dikenali sebagai malignansi karena adanya infiltrasi ke lapisan muskularis mukosa;

2) derajat II: tumor dengan sel-sel karsinoma yang ramai berkelompok tetapi tetap

terbatas dalam bentuk yang cukup rata pada satu atau 2 lapisan lebih dalam di sekitar ruang

glandula. Terlihat adanya nukleus yang berwarna dan mitosis yang tidak teratur;

3) derajat III: sel-sel lebih sedikit berdiferensiasi dan diatur dalam suatu cincin yang tidak

rata, seringkali 2-3 baris lebih dalam di sekitar ruang glomerular. Gambaran mitosis tidak

sebanyak pada derajat II;

4) derajat IV: sel-sel tumor makin anaplasia dan tidak membentuk struktur glandular

sama sekali tetapi meliputi satu per satu jaringan atau dalam kelompok kecil yang tidak teratur.

Klasifikasi Histologi

1. Adenocarcinoma (berdifferensiasi baik, sedang, buruk).

2. Adenocarcinoma musinosum (berlendir)

3. Signet Ring Cell Carcinoma.

Signet Ring Cell Carcinoma merupakan salah satu jenis kanker kolorektal dengan bentuk

sel kankernya secara mikroskopis terlihat seperti cincin dengan sebuah permata yang sebenarnya

adalah inti sel yang terdesak ke pinggir sel. Hal ini karena badan sel dipenuhi oleh mukus. Signet

Ring Cell Carcinoma merupakan jenis sel kanker yang bersifat ganas dan berprognosis buruk;

banyak ditemukan pada penderita kanker kolorektal dengan usia muda (<50 tahun).

4. Carcinoma sel skuamosa.

5. Carsinoma recti

11

8. Diagnosis

Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

colok dubur, dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda. Pemeriksaan ini

sebaiknya dilakukan setiap 3 tahun untuk usia di atas 45 tahun. Kepastian diagnosis ditentukan

berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi. Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih

untuk kemungkinan tekanan ureter kiri, atau infiltrasi ke kandung kemih serta hati dan paru

untuk metastasis.

Deteksi Dini

Deteksi dini (skrining) dan diagnosis pada pengelolaan kanker kolorektal memiliki

peranan penting di dalam memperoleh hasil yang optimal yaitu meningkatnya survival dan

menurunnya tingkat morbiditas dan mortalitas para penderita kanker kolorektal. Deteksi dini

adalah investigasi pada individu asimtomatik yang bertujuan untuk mendeteksi adanya penyakit

pada stadium dini sehingga dapat dilakukan terapi kuratif.

Indikasi, secara umum deteksi dini dilakukan pada dua kelompok yaitu populasi umum

dan kelompok risiko tinggi.Deteksi dini pada populasi dilakukan kepada individu yang berusia di

atas 40 tahun. Deteksi dini dilakukan pula pada kelompok masyarakat yang memiliki risiko

tinggi menderita kanker kolorektal yaitu: 1) penderita yang telah menderita kolitis ulserativa atau

Crohn >10 tahun; 2) penderita yang telah menjalani polipektomi pada adenoma kolorektal; 3)

individu dengan adanya riwayat keluarga penderita kanker kolorektal.

12

Individu dengan riwayat keluarga memiliki risiko menderita kanker kolorektal 5 kali lebih tinggi

dari pada individu pada kelompok usia yang sama tanpa riwayat penyakit tersebut. Terdapat dua

kelompok pada individu dengan keluarga penderita kanker kolorektal, yaitu: 1) individu yang

memiliki riwayat keluarga dengan hereditery non-polyposis colorectal cancer (HNPCC); 2)

individu yang didiagnosis secara klinis menderita familial adenomatous polyposis (FAP).

Macam-macam deteksi dini pada kanker kolorektal adalah sebagai berikut:

1. Deteksi dini pada populasi.

a. Test darah tersamar pada feses (fecal occult blood test/FOBT) setiap tahun.

FOBT menurunkan tingkat mortalitas kanker kolorektal sebesar 16% dan juga

menurunkan insidens kanker kolorektal, disebabkan oleh deteksi dan polipektomi pada adenoma

yang ditemukan.

b. Sigmoidoskopi fleksibel dan kolonoskopi.

Kebanyakan kanker kolorektal berasal dari polip adenoma sehingga setiap lesi harus

diangkat. Tindakan polipektomi telah terbukti secara bermakna menurunkan risiko kanker

kolorektal.

2. Deteksi dini pada kelompok masyarakat yang memiliki risiko tinggi.

a. Penderita yang telah menderita colitis ulserativa atau Crohn >10 tahun.

Apabila telah berjalan selama 20 tahun atau ditemukan adanya displasia, maka

kolonoskopi harus dilakukan setiap tahun.

Penderita yang telah menjalani polipektomi pada adenoma kolorektal:

1) penderita yang telah menjalani polipektomi pada adenoma harus selalu ditawarkan

untuk menjalani follow-up kolonoskopi;

2) apabila ditemukan polip berukuran < 1 cm pada follow-up maka selanjutnya dilakukan

kolonoskopi setiap 5 tahun;

3) apabila ditemukan lebih dari 3 adenoma, atau paling sedikit satu berukuran > 1 cm,

atau adanya displasia berat, maka dilakukan kolonoskopi setiap 3 tahun. Apabila pada

kolonoskopi selanjutnya tidak ditemukan polip, maka kolonoskopi dapat dihentikan.

b. Penderita yang telah menjalani polipektomi pada adenoma kolorektal, meliputi:

1) penderita yang telah menjalani polipektomi pada adenoma harus selalu ditawarkan

untuk menjalani follow-up kolonoskopi;

13

2) apabila ditemukan polip berukuran < 1cm pada follow-up maka selanjutnya dilakukan

kolonoskopi setiap 5 tahun;

3) apabila ditemukan lebih dari 3 adenoma, atau paling sedikit satu berukutan > 1 cm,

atau adanya displasia berat, maka dilakukan kolonoskopi setiap 3 tahun. Apabila pada

kolonoskopi selanjutnya tidak ditemukan polip, maka kolonoskopi dapat dihentikan.

c. Individu dengan adanya riwayat keluarga penderita kanker kolorektal.

d. Individu berisiko tinggi menderita FAP berdasarkan riwayat katuarga dengan FAP.

Meliputi:

1) bila fasilitas tersedia dilakukan pemeriksaan genetik adanya mutasi gen APC;

2) ditawarkan kolonoskopi setiap dua tahun dan sigmoidoskopi setiap tahun.

9. Stadium

Sistim klasifikasi yang digunakan adalah sistim Astler-Coller yang diperkenalkan pada

tahun 1954 dan kemudian direvisi tahun 1978, berdasarkan atas kedalaman invasi tumor,

keterlibatan kelenjar getah bening, dan adanya metastasis jauh yaitu:

1) stadium A: hanya terbatas pada lapisan mukosa;

2) stadium B: sudah masuk dalam lapisan muskularis propria (B1), masuk dalam lapisan

subserosa (B2), masuk sampai ke struktur-struktur yang berdekatan (B3);

3) stadium C: bila sudah ada keterlibatan kelenjar (Cl sampai C3);

4) stadium D : bila sudah ada metastasis baik secara limfatik atau hematogen.

14

Stadium Ca Recti I-IV

Tabel 1. CT Staging System for Rectal Cancer*

Stadium Deskripsi

T1 Intraluminal polypoid mass; no thickening of bowel wall

T2 Thickened rectal wall >6 mm; no perirectal extension

T3a Thickened rectal wall plus invasion of adjacent muscle or organs

T3b Thickened rectal wall plus invasion of pelvic side wall or abdominal wall

T4 Distant metastases, usually liver or adrenal

*Modified from Thoeni (Radiology, 1981)

Tabel 2. TNM/Modified Dukes Classification System*

TNM Stadium

Modified

Dukes

Stadium

Deskripsi

T1 N0 M0 A Limited to submucosa

T2 N0 M0 B1 Limited to muscularis propria

T3 N0 M0 B2 Transmural extension

T2 N1 M0 C1 T2, enlarged mesenteric nodes

T3 N1 M0 C2 T3, enlarged mesenteric nodes

T4 C2 Invasion of adjacent organs

Any T, M1 D Distant metastases present

*Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)

15

Pada tahun 1987 American joint committee on cancer dan international union against

cancer memperkenalkan sistim klasifikasi TNM yaitu:

1) ekstensi tumor (T) dibagi atas T1 s/d T4;

2) adanya keterlibatan kelenjar (N) dibagi atas:

N1 bila < 4 kelenjar,

N2 bila > 4 kelenjar,

N3 bila terdapat kelenjar sepanjang pembuluh darah;

3) adanya metastasis jauh (M1).

Adapun sistim TNM dapat dijabarkan sebagai berikut :

Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)

Stadium T N M Duke

0 Tis N0 M0 -

I T1

T2

N0

N0

M0

M0

A

II A

II B

T3

T4

N0

N0

M0

M0

B

III A

III B

III C

T1-T2

T3-T4

Any T

N1

N1

N2

M0

M0

M0

C

IV Any T Any N M1 D

Keterangan :

T : Tumor primer

Tx : Tumor primer tidak  dapat di nilai

T0   : Tidak terbukti adanya tumor primer

Tis  : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina propria

T1   : Tumor menyebar pada submukosa

T2   : Tumor menyebar pada muskularis propria

T3   : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke dalam

jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.

16

T4 : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi 

          peritoneum viseral.

N : Kelenjar getah bening regional/node

Nx : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai

N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening

N1 : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional

N2 : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening

M : Metastasis

Mx : Metastasis tidak dapat di nilai

M0 : Tidak terdapat metastasis

M1 : Terdapat metastasis

Definisi Stadium

Stadium 0 Tis, No, Mo

Stadium I T1, No, Mo

T2, No, Mo

Stadium II T3, No, Mo

T4, No, Mo

Stadium III Semua T, N1, Mo

Semua T, N2, Mo

Stadium IV Semua T,

Semua N, M1

17

‘’ Stadium pada kanker kolorektal terbagi menjadi stadium 0 sampai 4. Penentuan

stadium akan memberikan informasi mengenai seberapa jauh penyebaran kanker. Pada hampir

semua stadium kanker kolorektal, pembedahan/operasi untuk membuang tumor (biasanya

disebut‘segmental resection’)merupakan jenis terapi utama.”

Stadium 0: Tumor ditemukan dalam ukuran kecil dan terbataspada bagian

dalam usus besar dan rektum. Terapi yang dilakukan adalah pembedahan.

Stadium I: Tumor telah masuk ke lapisan usus yang lainnya,tapi belum

menyebar keluar dinding usus besar. Terapi yang dilakukan adalah pembedahan.

Stadium II: Tumor telah menyebar ke luar dinding usus besaratau rektum,

menyebar ke jaringan terdekat tetapi belum sampaike kelenjar getah bening. Terapi yang

mungkin dilakukan adalah pembedahan, kemoterapi, radiasi.

18

Stadium III: Tumor telah menyebar ke kelenjar getah beningterdekat tetapi

belum sampai ke organ tubuh yang letaknyalebih jauh. Pilihan terapi pada stadium ini

adalahpembedahan,kemoterapi, radiasi.

Stadium IV: Tumor telah menyebar ke organ tubuh atau jaringanlain

seperti hati atau paru. Pilihan terapinya adalahpembedahan, kemoterapi, radiasi dan terapi fokus

sasaran.

10. Pemeriksaan

Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut. Terabanya tumor

menunjukkan bahwa keadaan sudah lanjut. Massa di dalam sigmoid lebih jelas teraba daripada

massa di bagian lain kolon. Pemeriksaan colok dubur merupakan keharusan dan dapat disusul

dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi. Pemeriksaan darah rutin, termasuk di dalamnya CEA(

cancer embriogenic antigen), foto kolon dengan barium merupakan kelengkapan dalam

menegakkan diagnosis. Biopsy dilakukan melaui endoskopi.

19

1. Pemeriksaan feses :

Pemeriksaan sederhana ini merupakan tes penapisan awal kanker kolorektal,

dilakukan dengan mengambilcontoh feses yang diletakkan pada kartu khusus yang akan

berubah warnanya jika feses tersebut mengandung darah.

2. Barium enema

Selang kecil dimasukkan ke rektum sehingga cairan barium (berwarna putih

seperti kapur) bisa masuk ke usus besar. Sinar-X khusus selanjutnya akan dipancarkan

pada tumor yang tampak sebagai bayangan gelap. Barium mempermudah untuk melihat

tumor.

3. Flexible sigmoidoscopy

Pipa/selang kecil dan tipis berkamera dimasukkan ke rektum sehingga dokter bisa

melihat melalui layar monitor ke dalam rektum dan ke bagian pertama dari usus besar

(sigmoid) dimana separuh dari polip biasa ditemukan.

4. Kolonoskopi

Merupakan tes yang paling akurat. Pipa/selang elastic yang panjang dan kecil

dimasukkan kedalam rektum sehingga dokter bisa melihat keseluruhan usus besar,

mengambil polip dan mengambil contoh jaringan untuk dilakukan biopsi. Pengambilan

polip akan mencegah kanker berkembang.

5. Ultrasound

Tes ini menggunakan gelombang suara untuk mengambil gambar dibagian dalam

tubuh. Pola yang tidak normal dari gambar dapat mengindikasikan adanya tumor.

6. Virtual colonoscopy (CT colonography)

Tes ini membuat rekonstruksi tiga dimensi dari usus besar untuk mendeteksi

adanya kelainan. Gambar diambil dalam beberapa detik setelah usus besar dikembangkan

dengan karbon dioksida yang dimasukkan melalui selang kecil. Kolonoskopi virtual

adalah teknik baru yang masih belum jelas akurasinya.

20

11. Diagnosis banding

Berbagai kelainan di rongga perut yang bergejala sama atau mirip dengan karsinoma

kolorektal antara lain :

1. Ulkus peptic

2. Neoplasma lambung

3. Kolesistisis

4. Abses hati

5. Neoplasma hati

6. Abses apendiks

7. Massa periapendikuler

8. Amuboma

9. Diverticulitis

10. Perdarahan saluran cerna makanan bagian bawah (PSMBB)

11. Colitis ulserosa

12. Enteritis regionalis

13. Proktitis pascaradiasi

14. Polip rectum

15. Hemoroid .

12. Komplikasi

Obstruksi kolon kiri sering merupakan tanda pertama karsinoma kolon. Kolon bisa

menjadi sangat besar, terutama sekum dan kolon asendens.Tipe obstruksi ini disebut tipe

dileptik. Perforasi terjadi di sekitar tumor akibat nekrosis dan dipercepat oleh obstruksi yang

menyebabkan semakin meningkatnya tekanan dalam rongga kolon.

Biasanya, perforasi mengakibatkan peritonitis umum, disertai gejala sepsis. Perforasi

berakibat fatal bila tidak segera ditolong. Kadang terjadi perforasi dengan pembentukan abses

sekitar tumor sebagai reaksi peritoneum. Peritoneum dan jaringan sekitarnya menyelubungi

perforasi tersebut sehingga pencemaran terbatas dan terbentuk abses. Tumor yang terletak di

dekat lambung dapat mengakibatkan fistel gastrokolika dengan gejala mual dan muntah fekal.

21

Tumor yang terletak di dekat kandung kemih dapat mengakibatkan fistel vesikokolika. Dengan

tanda pneumaturia.

13. Penatalaksanaan

Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif ialah tindak bedah. Tujuan utama tindak bedah

ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun nonkuratif. Kemoterapi dan

radiasi bersifat paliatif dan tidak memberi manfaat kuratif. Tindak bedah terdiri atas reseksi luas

karsinoma primer dan kelenjar limf regional. Bila sudah terjadi metastasis jauh, tumor primer

akan direseksi juga dengan maksud mencegah obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia,

fistel, dan nyeri.

Pada karsinoma rectum, teknik pembedahan yang dipilih bergantung pada letaknya,

khususnya jarak batas bawah karsinoma dan anus. Sedapat mungkin anus dengan sfingter

eksterna dan sfingter interna dipertahankan untuk menghindari anus preternaturalis.

Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran local maupun jauh. Pada

tumor sekum atau kolon asendens, dilakukan hemikolektomi kanan, dilanjutkan dengan

anastomis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatika dilakukan juga hemikolektomi. Pada

tumor kolon transversum dilakukan reseksi kolon transversum yang dilanjukan dengan

anastomosis ujung ke ujung sedangkan pada tumor desendens , dilakukan hemikolektomi kiri.

Pada tumor sigmoid, dilakukan reseksi sigmoid dan pada tumor rectum sepertiga

proksimal dilakukan reseksi anterior. Pada tumor rectum sepertiga tengah dilakukan reseksi

dengan mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan

amputasi rectum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini anus turut

dikeluarkan.

Tumor yang terba pada pemeriksaan colok dubur umumnya dianggap terlalu rendah

untuk tindakan preservasi sfingter anus. Eksisi local dengan mempertahankan anus hanya dapat

dipertanggungjawabkan pada tumor tahap dini.

22

Pilihan terapi kanker kolorektal sangat tergantung pada stadiumnya. Pembedahan /operasi

merupakan tindakan paling umum dilakukan untuk jenis kanker yang terlokalisir dan dapat

diobati.

Radioterapi / radiasi.

Tergantung pada ukuran tumor, radioterapi bisa digunakan untuk memperkecil ukuran

tumor sehingga mempermudah pengambilannya saat operasi. Radioterapi juga bisa diberikan

setelah pembedahan untuk membersihkan sel kanker yang mungkin masih tersisa.

Kemoterapi.

Kemoterapi menghancurkan sel kanker dengan cara merusak kemampuan sel kanker

untuk berkembangbiak. Pada beberapa kasus kemoterapi diperlukan untuk memastikan kanker

telah hilang dan tak akan muncul lagi. Salah satu pilihan kemoterapi yang banyak digunakan

adalah Capecitabine (Xeloda®), kemoterapi berbentuk tablet yang pertama di dunia.

Capecitabine adalah tablet yang bekerja menyerang sel kanker saja tanpa menimbulkan

ketidaknyamanan dan bahaya seperti pada kemoterapi infus konvensional.

Terapi Fokus Sasaran (Targeted Therapy).

Terapi fokus sasaran adalah jenis pengobatan yang menghentikan pertumbuhan sel-sel

kanker dengan cara menghambat molekul atau protein tertentu yang ikut serta dalam proses

perubahan sel normal menjadi sel kanker ganas. Salah satu jenis terapi focus sasaran adalah

antibodi monoklonal. Antibodi ada dalam tubuh kita sebagai bagian dari sistem pertahanan tubuh

yang disebut system kekebalan (sistem imun) yang berfungsi melawan penyebab penyakit seperti

bakteri.

Antibodi monoklonal dapat bekerja dengan merangsang sistem kekebalan tubuh alamiah

untuk secara khusus menyerang sel kanker.Terapi ini dapat digunakan secara tunggal, atau

kombinasi dengan kemoterapi. Salah satu terapi antibodymonoklonal adalah Bevacizumab

(dipasarkan dengan namaAvastin®) yang bekerja dengan cara menghambat pasokan darah ke

tumor sehingga menghambat pertumbuhan tumor, memperkecil ukuran tumor dan

mematikannya.

23

14. Pencegahan Kanker Kolon

1. Konsumsi makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar dan menurunkan

derajat keasaman, kosentrasi asam lemak, asam empedu, dan besi dalam usus besar.

2. Asam lemak omega-3, yang terdapat dalam ikan tertentu.

3. Kosentrasi kalium, vitamin A, C, D, dan E dan betakarotin.

4. Susu yang mengandung lactobacillus acidophilus.

5. Berolahraga dan banyak bergerak sehingga semakin mudah dan teratur untuk buang air

besar.

6. Hidup rileks dan kurangi stress.

24

B A B III

P E N U T U P

A. Kesimpulan

Kanker colon adalah suatu kanker yang yang berada di colon. Kanker colon adalah

penyebab kedua kematian di Amerika Serikat setelah kanker paru-paru (ACS 1998) Penyakit ini

termasuk penyakit yang mematikan karena penyakit ini sering tidak diketahui sampai tingkat

yang lebih parah. Pembedahan adalah satu-satunya cara untuk mengubah kanker Colon.

Penyebab dari pada kanker Colon tidak diketahui. Diet dan pengurangan waktu peredaran

pada usus besar (aliran depan feces) meliputi faktor kausatif. Petunjuk pencegahan yang tepat

dianjurkan oleh Amerika Cancer Society (The National Cancer Institute), dan organisasi kanker

lainnya.

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat. Karnadihardja, W. Rudiman, R. Lukman, K. Ruchiyat, Y. Prabani, C.

2006. Panduan Pengelolaan Adenokarsinoma Kolorektal. PT. Roche Indonesia.

2. Robbins.2005. Pathologic Basis of Disease. 7th Edition. International Edition.

Pennsylvania: Elsevier.

3. Schwartz. 1995. Principles of Surgery. 8th Edition. The United States of America: The

McGraw-Hill Companies, Inc.

4. www.roche.kankerkolorectal.co.id

5. Haller DG, Tabernero J, Maroun J, de Braud F,Price T, Cutsem EV et al, Capecitabine

PlusOxaliplatin Compared with Fluorouracil andFolinic Acid as Adjuvant Therapy for

Stage IIIColon Cancer. Published online JCO March,2011.

6. Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,

Jakarta

26