makalah karsinoma kolorektum
DESCRIPTION
cOAS bedahTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Kanker kolorektal adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal atau tumbuh
di dalam struktur saluran usus besar (kolon) dan atau rektum. Umumnya, karsinoma kolon jarang
ditemukan sebelum umur 40 tahun kecuali bila mereka merupakan komplikasi dari penyakit
kolitis ulseratif, kolitis granulomatosa, poliposis multipel familial, sindrom Gardner, dan sindrom
Turcot. Pada populasi umum, risiko terjadinya kanker kolorektal secara nyata akan meningkat
pada umur 50 tahun dan menjadi dua kali lipat lebih besar pada setiap dekade berikutnya.
Karsinoma rektum lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada wanita, tetapi tidak ada
perbedaan jenis kelamin yang mencolok pada karsinoma di daerah kolon yang lain. Dari kajian
epidemiologi, disimpulkan ada pengaruh lingkungan yang sangat besar, khususnya diet,
memainkan peranan yang nyata pada penyebab dari kanker kolon, yang peranannya lebih besar
daripada pada kanker rektum. Faktor keturunan dapat juga berperan sebagai pencetus timbulnya
kanker jenis ini. Sebagaimana pengaruh genetik dari sindrom karsinoma poliposis yang dapat
diterangkan menurut hukum Mendel, maka predisposisi genetik pada kanker dapat timbul pada
populasi umum.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dibuat makalah ini adalah agar pembaca mengetahui penyakit kanker Ca Colon
dan rectum.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi
Usus besar atau kolon berbentuk tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 1,5
meter yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih
besar daripada usus kecil, yaitu sekitar 6,5 cm, tetapi makin dekat anus diameternya semakin
kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rectum. Pada sekum terdapat katup
ileosekal dan apendik yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati 2 atau 3 inci pertama
dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari ileum kedalam sekum dan
mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke dalam usus halus.
Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens, dan sigmoid. Tempat
kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas berturut–turut disebut
sebagai fleksura hepatika dan fleksura lienalis.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan pada suplai
darah yang diterima. Arteria mesenterika superior mendarahi belahan kanan (sekum, kolon
asendens, dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteria mesenterika inferior
2
mendarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens, kolon sigmoid, dan
bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rektum berasal dari arteri heoroidalis media
dan inferior yang dicabangkan dari arteri iliaka interna dan aorta abdominalis.
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena mesenterika
superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidalis superior (bagian sistem portal yang
mengalirkan darah ke hati). Vena hemoroidalis media dan inferior mangalirkan darah ke vena
iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena
hemoroidalis superior, media, dan inferior, sehingga tekanan portal yang meningkat dapat
menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan mengakibatkan hemoroid.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf dengan perkecualian spingter eksterna
yang berada dalam pengendalian voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf fagus ke
bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelpikus yang berasal dari daerah sakral menyuplai
bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medula spinalis melalui saraf splangnikus. Serabut
saraf ini bersinaps dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis, kemudian serabut pasca ganglionik
menuju kolon. Rangsangan simpatis menghambat sekresi dan kontraksi, serta merangsang
spingter rektum. Rangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan.
b. Fisiologi
Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses isi usus.
Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir
selesai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa
feses yang sudah terhidrasi hingga berlangsungnya defekasi.
Kolon mengabsorpsi sekitar 800 ml per hari, bandingkan dengan usus halus sekitar
8000ml. Namun demikian, kapasitas absorpsi usus besar adalah sekitar 1500 – 2000 ml per hari.
Bila jumlah ini dilampaui akan mengakibatkan diare.
Sejumlah kecil pencernaan usus besar terutama disebabkan oleh bakteri dan bukan oleh
kerja enzim. Usus besar menyekresi mukus alkali yang tidak mengandung enzim. Mukus ini
bekerja untuk melumaskan dan melindungi mukosa.
Pada umumnya usus besar bergerak secara lambat. Gerakan usus besar yang khas adalah
pengadukan haustral. Gerakan ini tidak progresif, tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak
balik dan meremas–remas sehingga memberi cukup waktu untuk terjadinya absorpsi.
3
Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses, ke depan, akhirnya merangsang
defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna
dikendalikan oleh sistem saraf otonom, sedangkan sfingter eksterna dikendalikan oleh sistem
saraf voluntar.
Reflek defekasi terintegrasi pada medula spinalis segmen sakral kedua dan keempat.
Serabut parasimpatis mencapai melalui saraf splangnikus panggul dan menyebabkan terjadinya
kontraksi rektum dan relaksasi spingter interna. Pada waktu rektum yang teregang berkontraksi,
otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan analus ano rektal menghilang. Otot
sfingter eksterna dan interna berelaksasi pada waktu anus tertarik ke atas melebihi massa feses.
Defekasi dipercepat dengan tekanan intra abdomen yang meningkat akibat kontraksi voluntar
otot dada dengan glotis yang tertutup, dan kontraksi otot abdomen secara terus menerus.
Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar otot sfingter eksterna dan levator ani.
2. Kanker Kolorektal
Karsinoma Rektum merupakan tumor ganas yang berupa massa polipoid besar, yang
tumbuh ke dalam lumen dan dapat dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai cincin anular.
Kanker colon adalah suatu kanker yang yang berada di colon. Ca Colon atau kanker usus besar atau
disebut juga kanker kolorektal merupakan salah satu jenis kanker ganas yang tumbuh pada
permukaan usus besar (kolon) atau anus (rectum). Kanker usus besar adalah kanker yang amat
dipengaruhi lingkungan dan gaya hidup. Penyakit ini termasuk penyakit yang mematikan karena
penyakit ini sering tidak diketahui sampai tingkat yang lebih parah.
4
Kanker usus besar (kolon) dan daerah antara usus besar dan anus (disebut rektum)
memiliki banyak persamaan, dan oleh sebab itu sering kali secara bersama-sama disebut dengan
kanker kolorektal. Usus besar dan rektum adalah bagian dari sistem pencernaan yang memproses
makanan dan membuang sisa makanan tersebut dari tubuh. Kebanyakan kanker kolorektal
berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas (disebut adenoma), yang pada stadium awal
membentuk sebuah polip. Polip yang berubah menjadi kanker tersebut akan terus tumbuh dan
menyebar ke dinding hingga ke jaringan diluar usus besar atau rektum. Kanker juga dapat
berkembang kebagian tubuh lainnya.
3. Epidemiologi
Insiden karsinoma kolon dan rectum di Indonesia cukup tinggi demikian juga angka
kematiannya. Frekuensinya dibawah/karsinoma dari paru-paru dan gaster. Didapati pada semua
umur. Insidens pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda. Sekitar
75 % ditemukan di rektosigmoid. Di Negara barat, perbandingan insidens lelaki : perempuan 3:1
dan kurang dari 50 % ditemukan di rektosigmoid dan merupakan penyakit orang usia lanjut.
Sigmoid adalah lokalisasi yang paling sering di kolon, walaupun Ca rectum terkira sepertiga dari
seluruh karsinoma dari usus besar 5% tumor dari usus besar adalah multiple. Pemeriksaan colok
dubur merupakan salah satu penentu karsinoma rectum.
4. Etiologi
Berbagai polip kolon dapat berdegenerasi menjadi maligna sehingga setiap kolon harus
dicurigai. Radang kronik kolon seperti colitis ulserosa atau colitis amuba kronik, juga berisiko
tinggi menjadi maligna. Factor genetic kadang berperan walaupun jarang. Perkembangan kanker
kolorektal merupakan interaksi antara faktor lingkungan dan faktor genetik.
Faktor lingkungan multipel beraksi terhadap predisposisi genetik atau defek yang
didapat dan berkembang menjadi kanker kolorektal. Terdapat 3 kelompok kanker kolorektal
berdasarkan perkembangannya yaitu: 1) kelompok yang diturunkan (inherited) yang mencakup
5
kurang dari 10% dari kasus kanker kolorektal; 2) kelompok sporadik, yang mencakup sekitar
70%; 3) kelompok familial, mencakup 20%.
Kelompok diturunkan adalah mereka yang dilahirkan sudah dengan mutasi germline
(germline mutation), pada salah satu allele dan terjadi mutasi somatik pada allele yang lain.
Contohnya adalah FAP (familial adenomatous polyposis) dan HNPCC (hereditery non-polyposis
colorectal cancer). HNPCC terdapat pada sekitar 5% dari kanker kolorektal. Kelompok sporadik
membutuhkan dua mutasi somatik, satu pada masing masing allele-nya.
Terdapat dua model perjalanan perkembangan kanker kolorektal (karsinogenesis) yaitu
LOH (loss of heterozygocity) dan RER (replication error). LOH mencakup mutasi tumor gen
supresor meliputi gen APC, DCC, dan p53 serta aktifasi onkogen yaitu K-ra, termasuk
perkembangan polip adenoma menjadi karsinoma. Sementara RER karena adanya mutasi gen
hMSH2, hMLH1, hPMS1, dan hPMS2. Kekurangan serat dan sayur-mayur hijau serta kelebihan
lemak hewani dalam diet merupakan factor risiko karsinoma kolorektal.
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko lainnya antara lain:
1. Peradangan (inflamasi) usus dalam periode lama, seperti : kolitis ulseratif.
2. Riwayat keluarga.
3. Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan penyakit keturunan
dengan risiko terjadi kanker kolorektal pada usia muda, ditemukan polip dalam jumlah
sedikit.
4. Familial adenomatous polyposis (FAP) merupakan penyakit keturunan yang jarang
ditemukan dapat ditemukan ratusan polip pada kolon dan rektum.
5. Pola makan dan gaya hidup, makanan rendah serat, makanan dengan kadar lemak tinggi
dan lamanya waktu transit sisa hasil pencernaan dalam kolon dan rektal meningkatkan
risiko kanker kolorektal.
6. Diabetes, meningkatkan 40 % berkembangnya kanker kolorektal
7. Rokok dan alkohol
8. Riwayat polip atau kanker kolorektal
6
5. PATOFISIOLOGI
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip
adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di
rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi, menimbulkan
beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar kedalam lapisan
lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar
dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus.
Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halus,
pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga dapat dikenai oleh perluasan.
Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran tumor. Tanda
ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih
normal. Sel-sel kanker dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau
sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian”
dari tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau
selama pemotongan pembedahan.
Polip adenoma
Polip maligna
Menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas kedalam struktur sekitarnya
Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain
7
Penyebaran kanker kolon dapat melalui 3 cara, yaitu penyebaran secara langsung ke
organ terdekat, melalui sistem limpatikus dan hematogen, serta melalui implantasi sel ke daerah
peritoneal. Karsinoma kolon dan rektum mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil
menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral. Penyebaran
perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya misalnya ureter, buli-buli,
uterus, vagina atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan
paraaorta. Penyebaran hematogen terutama ke hati. Penyebaran peritoneal mengakibatkan
peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites.
Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan 20–30 %
terjadi di sigmoid dan kolon desendens. Kanker kolorektal terutama adenocarcinoma (muncul
dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada kolon asenden lebih banyak ditemukan
daripada pada transversum (dua kali lebih banyak).
Tumor bowel maligna menyebar dengan cara:
1. Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor misalnya ke abdomen dari kolon
transversum. Penyebaran secara langsung juga dapat mengenai bladder, ureter dan organ
reproduksi.
2. Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai paru-paru, ginjal
dan tulang.
3. Tertanam ke rongga abdomen.
8
Letak
Sekitar 70-75% karsinoma kolon dan rectum terletak pada rectum dan sigmoid. Keadaan
ini sesuai dengan lokasi polip colitis ulserosa dan colitis amuba kronik.
Patologi
Secara makrokopis, terdapat 3 tipe karsinoma kolon dan rectum.Tipe polipoid atau
vegetative tumbuh menonjol ke dalam lumen usus, berbentuk bunga kol dan ditemukan terutama
di sekum dan kolon asendens.Tipe skirus /keras mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi
stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di kolon desendens, sigmoid, dan rectum.
Bentuk ulseratif terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat rectum. Pada tahap lanjut,
sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak maligna.
Metastasis
Karsinoma kolon dan rectum mulai berkembang di mukosa dan bertumbuh sambil
menembus dinding dan meluas secara sirkuler kearah oral dan aboral. Di daerah rectum,
penyebaran kearah anal jarang melebihi dua sentimeter.
Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya, misalnya
ureter, buli-buli, uterus, vagina, atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar parailiaka,
mesenterium, dan paraaorta. Penyebaran hematogen terutama di hati. Penyebaran peritoneal
mengakibatkan peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites. Penyebaran intralumen dapat
terjadi, sehingga pada saat didiagnosis terdapat dua atau lebih tumor yang sama didalam kolon
dan rectum.
6. Manifestasi klinis
Gejala klinis karsinoma pada kolon kiri berbeda dengan kanan. Karsinoma kolon kiri
sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi, terlebih
karena feses sudah menjadi padat. Pada karsinoma kolon kanan, jarang terjadi stenosis dan feses
masih cair sehingga tidak ada factor obstruksi. Gejala dan tanda dini karsinoma kolorectal tidak
ada.Umumnya gejala pertama timbul karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi,
perdarahan atau akibat penyebaran.
9
Karsinoma kolon kiri dan rectum menyebabkan perubahan pola defekasi, seperti
konstipasi atau defekasi dengan tenesmi. Makin ke distal letak tumor, feses makin menipis, atau
seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah atau lender. Tenesmi merupakan gejala
yang biasa didapat pada karsinoma rectum. Perdarahan akut jarang terjadi, demikian juga nyeri
di daerah panggul berupa tanda penyakit lanjut. Bila pada obstruksi penderita dapat flatus, perut
penderita akan terasa lega.
Gambaran klinis tumor sekum dan kolon asendens tidak khas. Dyspepsia, kelemahan
umum, penurunan berat badan, perubahan pola air besar, gejala disentri/tenesmus dan anemia
merupakan gejala umum. Oleh karena itu, penderita sering datang dalam keadaan menyedihkan.
Nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada kolon kanan.Tempat yang dirasa nyeri berbeda karena
asal embriogenik yang berlainan, yaitu dari usus tengah dan usus belakang. Nyeri dari kolon kiri
bermula di bawah umbilicus, sedangkan dari kolon kanan di epigastrium.
Manifestasi klinis sesuai dengan bagian kolon yang terkena keganasan
Colon Kanan Colon Kiri Rektal/Rectosigmoid
Nyeri dangkal abdomen.
anemia
melena (feses hitam, seperti ter)
dyspepsia
nyeri di atas umbilicus
anorexia, nausea, vomiting
rasa tidak nyaman diperut kanan
bawah
teraba massa saat palpasi
Penurunan BB
Obstruksi (nyeri abdomen dan
kram, penipisan feses,
konstipasi dan distensi )
Adanya darah segar dalam
feses.
Tenesmus
Perdarahan rektal
Perubahan pola BAB
Obstruksi intestine
Evakuasi feses yang tidak
lengkap setelah defekasi.
Konstipasi dan diare
bergantian.
Feses berdarah.
Perubahan kebiasaan
defekasi.
Perubahan BB
(Smeltzer dan Bare, 2002 dan Black dan Jacob, 1997)
10
7. Derajat Histopatologi
Dukes membedakannya menjadi 5 derajat yaitu:
1) derajat I: tumor menyerupai adenoma disertai proliferasi aktif epitel, tapi dapat
dikenali sebagai malignansi karena adanya infiltrasi ke lapisan muskularis mukosa;
2) derajat II: tumor dengan sel-sel karsinoma yang ramai berkelompok tetapi tetap
terbatas dalam bentuk yang cukup rata pada satu atau 2 lapisan lebih dalam di sekitar ruang
glandula. Terlihat adanya nukleus yang berwarna dan mitosis yang tidak teratur;
3) derajat III: sel-sel lebih sedikit berdiferensiasi dan diatur dalam suatu cincin yang tidak
rata, seringkali 2-3 baris lebih dalam di sekitar ruang glomerular. Gambaran mitosis tidak
sebanyak pada derajat II;
4) derajat IV: sel-sel tumor makin anaplasia dan tidak membentuk struktur glandular
sama sekali tetapi meliputi satu per satu jaringan atau dalam kelompok kecil yang tidak teratur.
Klasifikasi Histologi
1. Adenocarcinoma (berdifferensiasi baik, sedang, buruk).
2. Adenocarcinoma musinosum (berlendir)
3. Signet Ring Cell Carcinoma.
Signet Ring Cell Carcinoma merupakan salah satu jenis kanker kolorektal dengan bentuk
sel kankernya secara mikroskopis terlihat seperti cincin dengan sebuah permata yang sebenarnya
adalah inti sel yang terdesak ke pinggir sel. Hal ini karena badan sel dipenuhi oleh mukus. Signet
Ring Cell Carcinoma merupakan jenis sel kanker yang bersifat ganas dan berprognosis buruk;
banyak ditemukan pada penderita kanker kolorektal dengan usia muda (<50 tahun).
4. Carcinoma sel skuamosa.
5. Carsinoma recti
11
8. Diagnosis
Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
colok dubur, dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan setiap 3 tahun untuk usia di atas 45 tahun. Kepastian diagnosis ditentukan
berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi. Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih
untuk kemungkinan tekanan ureter kiri, atau infiltrasi ke kandung kemih serta hati dan paru
untuk metastasis.
Deteksi Dini
Deteksi dini (skrining) dan diagnosis pada pengelolaan kanker kolorektal memiliki
peranan penting di dalam memperoleh hasil yang optimal yaitu meningkatnya survival dan
menurunnya tingkat morbiditas dan mortalitas para penderita kanker kolorektal. Deteksi dini
adalah investigasi pada individu asimtomatik yang bertujuan untuk mendeteksi adanya penyakit
pada stadium dini sehingga dapat dilakukan terapi kuratif.
Indikasi, secara umum deteksi dini dilakukan pada dua kelompok yaitu populasi umum
dan kelompok risiko tinggi.Deteksi dini pada populasi dilakukan kepada individu yang berusia di
atas 40 tahun. Deteksi dini dilakukan pula pada kelompok masyarakat yang memiliki risiko
tinggi menderita kanker kolorektal yaitu: 1) penderita yang telah menderita kolitis ulserativa atau
Crohn >10 tahun; 2) penderita yang telah menjalani polipektomi pada adenoma kolorektal; 3)
individu dengan adanya riwayat keluarga penderita kanker kolorektal.
12
Individu dengan riwayat keluarga memiliki risiko menderita kanker kolorektal 5 kali lebih tinggi
dari pada individu pada kelompok usia yang sama tanpa riwayat penyakit tersebut. Terdapat dua
kelompok pada individu dengan keluarga penderita kanker kolorektal, yaitu: 1) individu yang
memiliki riwayat keluarga dengan hereditery non-polyposis colorectal cancer (HNPCC); 2)
individu yang didiagnosis secara klinis menderita familial adenomatous polyposis (FAP).
Macam-macam deteksi dini pada kanker kolorektal adalah sebagai berikut:
1. Deteksi dini pada populasi.
a. Test darah tersamar pada feses (fecal occult blood test/FOBT) setiap tahun.
FOBT menurunkan tingkat mortalitas kanker kolorektal sebesar 16% dan juga
menurunkan insidens kanker kolorektal, disebabkan oleh deteksi dan polipektomi pada adenoma
yang ditemukan.
b. Sigmoidoskopi fleksibel dan kolonoskopi.
Kebanyakan kanker kolorektal berasal dari polip adenoma sehingga setiap lesi harus
diangkat. Tindakan polipektomi telah terbukti secara bermakna menurunkan risiko kanker
kolorektal.
2. Deteksi dini pada kelompok masyarakat yang memiliki risiko tinggi.
a. Penderita yang telah menderita colitis ulserativa atau Crohn >10 tahun.
Apabila telah berjalan selama 20 tahun atau ditemukan adanya displasia, maka
kolonoskopi harus dilakukan setiap tahun.
Penderita yang telah menjalani polipektomi pada adenoma kolorektal:
1) penderita yang telah menjalani polipektomi pada adenoma harus selalu ditawarkan
untuk menjalani follow-up kolonoskopi;
2) apabila ditemukan polip berukuran < 1 cm pada follow-up maka selanjutnya dilakukan
kolonoskopi setiap 5 tahun;
3) apabila ditemukan lebih dari 3 adenoma, atau paling sedikit satu berukuran > 1 cm,
atau adanya displasia berat, maka dilakukan kolonoskopi setiap 3 tahun. Apabila pada
kolonoskopi selanjutnya tidak ditemukan polip, maka kolonoskopi dapat dihentikan.
b. Penderita yang telah menjalani polipektomi pada adenoma kolorektal, meliputi:
1) penderita yang telah menjalani polipektomi pada adenoma harus selalu ditawarkan
untuk menjalani follow-up kolonoskopi;
13
2) apabila ditemukan polip berukuran < 1cm pada follow-up maka selanjutnya dilakukan
kolonoskopi setiap 5 tahun;
3) apabila ditemukan lebih dari 3 adenoma, atau paling sedikit satu berukutan > 1 cm,
atau adanya displasia berat, maka dilakukan kolonoskopi setiap 3 tahun. Apabila pada
kolonoskopi selanjutnya tidak ditemukan polip, maka kolonoskopi dapat dihentikan.
c. Individu dengan adanya riwayat keluarga penderita kanker kolorektal.
d. Individu berisiko tinggi menderita FAP berdasarkan riwayat katuarga dengan FAP.
Meliputi:
1) bila fasilitas tersedia dilakukan pemeriksaan genetik adanya mutasi gen APC;
2) ditawarkan kolonoskopi setiap dua tahun dan sigmoidoskopi setiap tahun.
9. Stadium
Sistim klasifikasi yang digunakan adalah sistim Astler-Coller yang diperkenalkan pada
tahun 1954 dan kemudian direvisi tahun 1978, berdasarkan atas kedalaman invasi tumor,
keterlibatan kelenjar getah bening, dan adanya metastasis jauh yaitu:
1) stadium A: hanya terbatas pada lapisan mukosa;
2) stadium B: sudah masuk dalam lapisan muskularis propria (B1), masuk dalam lapisan
subserosa (B2), masuk sampai ke struktur-struktur yang berdekatan (B3);
3) stadium C: bila sudah ada keterlibatan kelenjar (Cl sampai C3);
4) stadium D : bila sudah ada metastasis baik secara limfatik atau hematogen.
14
Stadium Ca Recti I-IV
Tabel 1. CT Staging System for Rectal Cancer*
Stadium Deskripsi
T1 Intraluminal polypoid mass; no thickening of bowel wall
T2 Thickened rectal wall >6 mm; no perirectal extension
T3a Thickened rectal wall plus invasion of adjacent muscle or organs
T3b Thickened rectal wall plus invasion of pelvic side wall or abdominal wall
T4 Distant metastases, usually liver or adrenal
*Modified from Thoeni (Radiology, 1981)
Tabel 2. TNM/Modified Dukes Classification System*
TNM Stadium
Modified
Dukes
Stadium
Deskripsi
T1 N0 M0 A Limited to submucosa
T2 N0 M0 B1 Limited to muscularis propria
T3 N0 M0 B2 Transmural extension
T2 N1 M0 C1 T2, enlarged mesenteric nodes
T3 N1 M0 C2 T3, enlarged mesenteric nodes
T4 C2 Invasion of adjacent organs
Any T, M1 D Distant metastases present
*Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)
15
Pada tahun 1987 American joint committee on cancer dan international union against
cancer memperkenalkan sistim klasifikasi TNM yaitu:
1) ekstensi tumor (T) dibagi atas T1 s/d T4;
2) adanya keterlibatan kelenjar (N) dibagi atas:
N1 bila < 4 kelenjar,
N2 bila > 4 kelenjar,
N3 bila terdapat kelenjar sepanjang pembuluh darah;
3) adanya metastasis jauh (M1).
Adapun sistim TNM dapat dijabarkan sebagai berikut :
Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)
Stadium T N M Duke
0 Tis N0 M0 -
I T1
T2
N0
N0
M0
M0
A
II A
II B
T3
T4
N0
N0
M0
M0
B
III A
III B
III C
T1-T2
T3-T4
Any T
N1
N1
N2
M0
M0
M0
C
IV Any T Any N M1 D
Keterangan :
T : Tumor primer
Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina propria
T1 : Tumor menyebar pada submukosa
T2 : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3 : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke dalam
jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.
16
T4 : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi
peritoneum viseral.
N : Kelenjar getah bening regional/node
Nx : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening
N1 : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N2 : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening
M : Metastasis
Mx : Metastasis tidak dapat di nilai
M0 : Tidak terdapat metastasis
M1 : Terdapat metastasis
Definisi Stadium
Stadium 0 Tis, No, Mo
Stadium I T1, No, Mo
T2, No, Mo
Stadium II T3, No, Mo
T4, No, Mo
Stadium III Semua T, N1, Mo
Semua T, N2, Mo
Stadium IV Semua T,
Semua N, M1
17
‘’ Stadium pada kanker kolorektal terbagi menjadi stadium 0 sampai 4. Penentuan
stadium akan memberikan informasi mengenai seberapa jauh penyebaran kanker. Pada hampir
semua stadium kanker kolorektal, pembedahan/operasi untuk membuang tumor (biasanya
disebut‘segmental resection’)merupakan jenis terapi utama.”
Stadium 0: Tumor ditemukan dalam ukuran kecil dan terbataspada bagian
dalam usus besar dan rektum. Terapi yang dilakukan adalah pembedahan.
Stadium I: Tumor telah masuk ke lapisan usus yang lainnya,tapi belum
menyebar keluar dinding usus besar. Terapi yang dilakukan adalah pembedahan.
Stadium II: Tumor telah menyebar ke luar dinding usus besaratau rektum,
menyebar ke jaringan terdekat tetapi belum sampaike kelenjar getah bening. Terapi yang
mungkin dilakukan adalah pembedahan, kemoterapi, radiasi.
18
Stadium III: Tumor telah menyebar ke kelenjar getah beningterdekat tetapi
belum sampai ke organ tubuh yang letaknyalebih jauh. Pilihan terapi pada stadium ini
adalahpembedahan,kemoterapi, radiasi.
Stadium IV: Tumor telah menyebar ke organ tubuh atau jaringanlain
seperti hati atau paru. Pilihan terapinya adalahpembedahan, kemoterapi, radiasi dan terapi fokus
sasaran.
10. Pemeriksaan
Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut. Terabanya tumor
menunjukkan bahwa keadaan sudah lanjut. Massa di dalam sigmoid lebih jelas teraba daripada
massa di bagian lain kolon. Pemeriksaan colok dubur merupakan keharusan dan dapat disusul
dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi. Pemeriksaan darah rutin, termasuk di dalamnya CEA(
cancer embriogenic antigen), foto kolon dengan barium merupakan kelengkapan dalam
menegakkan diagnosis. Biopsy dilakukan melaui endoskopi.
19
1. Pemeriksaan feses :
Pemeriksaan sederhana ini merupakan tes penapisan awal kanker kolorektal,
dilakukan dengan mengambilcontoh feses yang diletakkan pada kartu khusus yang akan
berubah warnanya jika feses tersebut mengandung darah.
2. Barium enema
Selang kecil dimasukkan ke rektum sehingga cairan barium (berwarna putih
seperti kapur) bisa masuk ke usus besar. Sinar-X khusus selanjutnya akan dipancarkan
pada tumor yang tampak sebagai bayangan gelap. Barium mempermudah untuk melihat
tumor.
3. Flexible sigmoidoscopy
Pipa/selang kecil dan tipis berkamera dimasukkan ke rektum sehingga dokter bisa
melihat melalui layar monitor ke dalam rektum dan ke bagian pertama dari usus besar
(sigmoid) dimana separuh dari polip biasa ditemukan.
4. Kolonoskopi
Merupakan tes yang paling akurat. Pipa/selang elastic yang panjang dan kecil
dimasukkan kedalam rektum sehingga dokter bisa melihat keseluruhan usus besar,
mengambil polip dan mengambil contoh jaringan untuk dilakukan biopsi. Pengambilan
polip akan mencegah kanker berkembang.
5. Ultrasound
Tes ini menggunakan gelombang suara untuk mengambil gambar dibagian dalam
tubuh. Pola yang tidak normal dari gambar dapat mengindikasikan adanya tumor.
6. Virtual colonoscopy (CT colonography)
Tes ini membuat rekonstruksi tiga dimensi dari usus besar untuk mendeteksi
adanya kelainan. Gambar diambil dalam beberapa detik setelah usus besar dikembangkan
dengan karbon dioksida yang dimasukkan melalui selang kecil. Kolonoskopi virtual
adalah teknik baru yang masih belum jelas akurasinya.
20
11. Diagnosis banding
Berbagai kelainan di rongga perut yang bergejala sama atau mirip dengan karsinoma
kolorektal antara lain :
1. Ulkus peptic
2. Neoplasma lambung
3. Kolesistisis
4. Abses hati
5. Neoplasma hati
6. Abses apendiks
7. Massa periapendikuler
8. Amuboma
9. Diverticulitis
10. Perdarahan saluran cerna makanan bagian bawah (PSMBB)
11. Colitis ulserosa
12. Enteritis regionalis
13. Proktitis pascaradiasi
14. Polip rectum
15. Hemoroid .
12. Komplikasi
Obstruksi kolon kiri sering merupakan tanda pertama karsinoma kolon. Kolon bisa
menjadi sangat besar, terutama sekum dan kolon asendens.Tipe obstruksi ini disebut tipe
dileptik. Perforasi terjadi di sekitar tumor akibat nekrosis dan dipercepat oleh obstruksi yang
menyebabkan semakin meningkatnya tekanan dalam rongga kolon.
Biasanya, perforasi mengakibatkan peritonitis umum, disertai gejala sepsis. Perforasi
berakibat fatal bila tidak segera ditolong. Kadang terjadi perforasi dengan pembentukan abses
sekitar tumor sebagai reaksi peritoneum. Peritoneum dan jaringan sekitarnya menyelubungi
perforasi tersebut sehingga pencemaran terbatas dan terbentuk abses. Tumor yang terletak di
dekat lambung dapat mengakibatkan fistel gastrokolika dengan gejala mual dan muntah fekal.
21
Tumor yang terletak di dekat kandung kemih dapat mengakibatkan fistel vesikokolika. Dengan
tanda pneumaturia.
13. Penatalaksanaan
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif ialah tindak bedah. Tujuan utama tindak bedah
ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun nonkuratif. Kemoterapi dan
radiasi bersifat paliatif dan tidak memberi manfaat kuratif. Tindak bedah terdiri atas reseksi luas
karsinoma primer dan kelenjar limf regional. Bila sudah terjadi metastasis jauh, tumor primer
akan direseksi juga dengan maksud mencegah obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia,
fistel, dan nyeri.
Pada karsinoma rectum, teknik pembedahan yang dipilih bergantung pada letaknya,
khususnya jarak batas bawah karsinoma dan anus. Sedapat mungkin anus dengan sfingter
eksterna dan sfingter interna dipertahankan untuk menghindari anus preternaturalis.
Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran local maupun jauh. Pada
tumor sekum atau kolon asendens, dilakukan hemikolektomi kanan, dilanjutkan dengan
anastomis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatika dilakukan juga hemikolektomi. Pada
tumor kolon transversum dilakukan reseksi kolon transversum yang dilanjukan dengan
anastomosis ujung ke ujung sedangkan pada tumor desendens , dilakukan hemikolektomi kiri.
Pada tumor sigmoid, dilakukan reseksi sigmoid dan pada tumor rectum sepertiga
proksimal dilakukan reseksi anterior. Pada tumor rectum sepertiga tengah dilakukan reseksi
dengan mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan
amputasi rectum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini anus turut
dikeluarkan.
Tumor yang terba pada pemeriksaan colok dubur umumnya dianggap terlalu rendah
untuk tindakan preservasi sfingter anus. Eksisi local dengan mempertahankan anus hanya dapat
dipertanggungjawabkan pada tumor tahap dini.
22
Pilihan terapi kanker kolorektal sangat tergantung pada stadiumnya. Pembedahan /operasi
merupakan tindakan paling umum dilakukan untuk jenis kanker yang terlokalisir dan dapat
diobati.
Radioterapi / radiasi.
Tergantung pada ukuran tumor, radioterapi bisa digunakan untuk memperkecil ukuran
tumor sehingga mempermudah pengambilannya saat operasi. Radioterapi juga bisa diberikan
setelah pembedahan untuk membersihkan sel kanker yang mungkin masih tersisa.
Kemoterapi.
Kemoterapi menghancurkan sel kanker dengan cara merusak kemampuan sel kanker
untuk berkembangbiak. Pada beberapa kasus kemoterapi diperlukan untuk memastikan kanker
telah hilang dan tak akan muncul lagi. Salah satu pilihan kemoterapi yang banyak digunakan
adalah Capecitabine (Xeloda®), kemoterapi berbentuk tablet yang pertama di dunia.
Capecitabine adalah tablet yang bekerja menyerang sel kanker saja tanpa menimbulkan
ketidaknyamanan dan bahaya seperti pada kemoterapi infus konvensional.
Terapi Fokus Sasaran (Targeted Therapy).
Terapi fokus sasaran adalah jenis pengobatan yang menghentikan pertumbuhan sel-sel
kanker dengan cara menghambat molekul atau protein tertentu yang ikut serta dalam proses
perubahan sel normal menjadi sel kanker ganas. Salah satu jenis terapi focus sasaran adalah
antibodi monoklonal. Antibodi ada dalam tubuh kita sebagai bagian dari sistem pertahanan tubuh
yang disebut system kekebalan (sistem imun) yang berfungsi melawan penyebab penyakit seperti
bakteri.
Antibodi monoklonal dapat bekerja dengan merangsang sistem kekebalan tubuh alamiah
untuk secara khusus menyerang sel kanker.Terapi ini dapat digunakan secara tunggal, atau
kombinasi dengan kemoterapi. Salah satu terapi antibodymonoklonal adalah Bevacizumab
(dipasarkan dengan namaAvastin®) yang bekerja dengan cara menghambat pasokan darah ke
tumor sehingga menghambat pertumbuhan tumor, memperkecil ukuran tumor dan
mematikannya.
23
14. Pencegahan Kanker Kolon
1. Konsumsi makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar dan menurunkan
derajat keasaman, kosentrasi asam lemak, asam empedu, dan besi dalam usus besar.
2. Asam lemak omega-3, yang terdapat dalam ikan tertentu.
3. Kosentrasi kalium, vitamin A, C, D, dan E dan betakarotin.
4. Susu yang mengandung lactobacillus acidophilus.
5. Berolahraga dan banyak bergerak sehingga semakin mudah dan teratur untuk buang air
besar.
6. Hidup rileks dan kurangi stress.
24
B A B III
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Kanker colon adalah suatu kanker yang yang berada di colon. Kanker colon adalah
penyebab kedua kematian di Amerika Serikat setelah kanker paru-paru (ACS 1998) Penyakit ini
termasuk penyakit yang mematikan karena penyakit ini sering tidak diketahui sampai tingkat
yang lebih parah. Pembedahan adalah satu-satunya cara untuk mengubah kanker Colon.
Penyebab dari pada kanker Colon tidak diketahui. Diet dan pengurangan waktu peredaran
pada usus besar (aliran depan feces) meliputi faktor kausatif. Petunjuk pencegahan yang tepat
dianjurkan oleh Amerika Cancer Society (The National Cancer Institute), dan organisasi kanker
lainnya.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat. Karnadihardja, W. Rudiman, R. Lukman, K. Ruchiyat, Y. Prabani, C.
2006. Panduan Pengelolaan Adenokarsinoma Kolorektal. PT. Roche Indonesia.
2. Robbins.2005. Pathologic Basis of Disease. 7th Edition. International Edition.
Pennsylvania: Elsevier.
3. Schwartz. 1995. Principles of Surgery. 8th Edition. The United States of America: The
McGraw-Hill Companies, Inc.
4. www.roche.kankerkolorectal.co.id
5. Haller DG, Tabernero J, Maroun J, de Braud F,Price T, Cutsem EV et al, Capecitabine
PlusOxaliplatin Compared with Fluorouracil andFolinic Acid as Adjuvant Therapy for
Stage IIIColon Cancer. Published online JCO March,2011.
6. Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,
Jakarta
26