makalah individual piutang.doc
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG MASALAH
Piutang merupakan suatu proses yang penting, yang dapat menunjukkan satu bagian yang besar
dari harta likuid perusahaan. Piutang merupakan elemen modal kerja yang selalu dalam keadaan
berputar secara terus menerus dalam rantai perputaran modal kerja yaitu Kas -------- persediaan
---- piutang ------ kas.
Dalam keadaan normal dan dimana penjualan pada umumnya dilakukan dengan kredit, piutang
mempunyai tingkat likuiditas yang lebih tinggi dari pada persediaan, karena perputaran dari
piutang ke kas membutuhkan satu langkah, yang penting kebijaksanaan kredit yang efektif dan
prosedur-prosedur penagihan untuk menjamin penagihan piutang yang tepat pada waktunya dan
mengurangi kerugian akibat piutang tak tertagih.
Dalam makalah ini penulis akan membahas kasus riil yang terjadi dan berkaitan dengan kejadian
kasus pailitnya PT. Telkomsel yang bersengketa dengan PT. Prima Jaya Informatika. Kasus ini
meributkan masalah tentang hutang piutang yang kemudian penulis akan membandingkan
dengan standar akutansi yang berlaku di Negara Republik Indonesia ini.
2
BAB II
TEORI SINGKAT
Pengertian dan Klasifikasi Piutang Akuntansi
A. Pengertian piutang
Pinjaman yang diberikan dan piutang adalah aset keuangan nonderivatif dengan pembayaran
tetap atau telah ditentukan dan tidak mempunyai kuotasi di pasar aktif, kecuali:
a. pinjaman yang diberikan dan piutang yang dimaksudkan oleh entitas untuk dijual dalam
waktu dekat, yang diklasifikasikan dalam kelompok diperdagangkan, dan pinjaman yang
diberikan dan piutang yang pada saat pengakuan awal oleh entitas ditetapkan sebagai asset
keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laba rugi;
b. pinjaman yang diberikan dan piutang yang pada saat pengakuan awal ditetapkan dalam
kelompok tersedia untuk dijual; atau
c. pinjaman yang diberikan dan piutang dalam hal pemilik mungkin tidak akan memperoleh
kembali investasi awal secara substansial kecuali yang disebabkan oleh penurunan kualitas
pinjaman yang diberikan dan piutang, dan diklasifikasikan dalam kelompok tersedia untuk
dijual
Kieso dan Weygandt mendefinisikan pengertian piutang sebagai berikut : Receivables are claims
held against customers and others for money, goods, or services. Sedangkan pengertian piutang
menurut S.Hadibroto adalah : Piutang merupakan klaim terhadap pihak lain, apakah klaim
tersebut berupa uang, barang atau jasa, untuk maksud akuntansi istilah dipergunakan dalam arti
yang lebih sempit yaitu merupakan klaim yang diharapkan akan diselesaikan dengan uang.
3
Penjelasan definisi di atas diketahui bahwa piutang secara luas diartikan sebagai tagihan atas
segala sesuatu hak perusahaan baik berupa uang, barang maupun jasa atas pihak ketiga setelah
perusahaan melaksanakan kewajibannya, sedangkan secara sempit piutang diartikan sebagai
tagihan yang hanya dapat diselesaikan dengan diterimanya uang di masa yang akan datang.
Pada umumnya piutang timbul ketika sebuah perusahaan menjual barang atau jasa secara kredit
dan berhak atas penerimaan kas di masa mendatang, yang prosesnya dimulai dari pengambilan
keputusan untuk memberikan kredit kepada langganan, melakukan pengiriman barang,
penagihan dan akhirnya menerima pembayaran, dengan kata lain piutang dapat juga timbul
ketika perusahaan memberikan pinjaman uang kepada perusahaan lain dan menerima promes
atau wesel, melakukan suatu jasa atau transaksi lain yang menciptakan suatu hubungan dimana
satu pihak berutang kepada yang lain seperti pinjaman kepada pimpinan atau karyawan.
Piutang merupakan salah satu elemen yang paling penting dalam modal kerja suatu perusahaan.
Sebagian piutang dapat dimasukkan dalam modal kerja yaitu bagian piutang yang terdiri dari
dana yang diinvestasikan dalam produk yang terjual dan sebagian lain yang termasuk modal
kerja potensial yaitu bagian yang merupakan keuntungan.
B. Klasifikasi piutang
Pada umumnya piutang bersumber dari kegiatan operasi normal perusahaan yaitu penjualan
kredit atas barang dan jasa kepada pelanggan, tetapi selain itu masih banyak sumber-sumber
yang dapat menimbulkan piutang.
Smith and Skousen memberikan klasifikasi piutang terdiri atas “piutang dagang (trade
receivables) dan piutang bukan dagang”. Yakni :
1. Piutang dagang
a. Wesel tagih atau notes receivables
Wesel tagih ini didukung oleh suatu janji formal tertulis untuk membayar.
4
b. Piutang usaha atau accounts receivables
Piutang usaha merupakan piutang dagang yang tidak dijamin “rekening terbuka”. Piutang
dagang merupakan suatu perluasan kredit jangka pendek kepada pelanggan. Pembayaran-
pembayarannya biasanya jatuh tempo dalam tiga puluh sampai sembilan puluh hari.
Perjanjian kreditnya merupakan persetujuan informal antara penjual dan pembeli yang
didukung oleh dokumen-dokumen perusahaan yaitu faktur dan kontrak-kontrak
penyerahan. Biasanya piutang dagang tidak mencakup bunga, meskipun bunga atau biaya
jasa dapat saja ditambahkan bilamana pembayaran tidak dilakukan dalam periode
tertentu, dengan kata lain piutang dagang merupakan tipe piutang paling besar.
2. Piutang bukan dagang
Piutang bukan dagang ini meliputi seluruh tipe piutang lainnya dan mempunyai beberapa
transaksi-transaksi yaitu :
a. Penjualan surat berharga atau pemilik selain barang dan jasa.
b. Uang muka kepada pemegang saham, para direktur, pejabat, karyawan dan perusahaan-
perusahaan affiliasi.
c. Setoran-setoran kepada kreditur, perusahaan kebutuhan umum dan instansi-instansi
lainnya.
d. Pembayaran dimuka pembelian-pembelian.
e. Setoran-setoran untuk menjamin pelaksanaan kontrak atau pembayaran biaya.
f. Tuntutan atas kerugian atau kerusakan.
g. Saham yang masih harus disetor.
h. Piutang deviden dan bunga.
Piutang bukan dagang umumnya didukung dengan persetujuan-persetujuan formal dan secara
tertulis. Piutang bukan dagang harus diikhtisarkan dalam perkiraan-perkiraan yang berjudul
sesuai dan dilaporkan secara terpisah dalam laporan keuangan.
C. Pengakuan Piutang
5
Piutang diakui dengan menggunakan accrual basis. Yang dimaksud dengan accrual basis
adalah piutang diakui pada saat terjadinya transaksi, bukan pada saat diterimanya uang
pembayaran. Piutang ini timbul karena adanya transaksi antara penjual dengan pembeli, yang
pembayarannya dilakukan pada saat yang akan datang sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
Penyajian dalam jurnal nya sebagai berikut :
Penyajian pada saat penerimaan pembayaran piutang adalah sebagai berikut :
D. Penilaian dan Pelaporan Piutang
Piutang usaha disyaratkan untuk disajikan secara wajar dalam neraca perusahaan, yang
digolongkan ke dalam aset tidak lancar.
Secara teori, semua piutang dinilai dalam jumlah yang mewakili nilai sekarang dari perkiraan
penerimaan kas di masa datang. Oleh karena itu, piutang usaha berjangka pendek. Sebagai ganti
dari menilai piutang usaha pada nilai sekarang yang didiskontokan, akuntansi mewajibkan
pelaporan piutang sebesar nilai realisasi bersih (net realizable value). Hal ini berarti bahwa
piutang dilaporkan dalam jumlah bersih dari estimasi piutang tak tertagih dan diskon usaha.
Account Receivable (Dr) xxx
Sales(Cr) xxx
Cash (Dr) xxx
Account Receivable (Cr) xxx
6
Tujuannya adalah untuk melaporkan piutang sejumlah klaim dari pelanggan yang benar-benar
diperkirakan diterima secara tunai atau mencerminkan realitas ekonomi yang sebenarnya
sehingga sesuai dengan matching concept.
Penyajian piutang usaha dalam neraca disajikan sebesar jumlah yang diharapkan dapat diterima,
dimana jumlah yang diharapkan diterima ini belum tentu sama dengan jumlah yang secara
formal tercantum dalam laporan klien. Hal ini karena perusahaan telah mengurangi dengan
penyisihan terhadap piutang yang mungkin tidak dapat ditagih, konsep penilaian demikian
menunjukan bahwa aktiva harus dinilai sebesar manfaat yang diterima dimasa yang akan datang.
Berdasarkan PSAK 55 : Pada saat pengakuan awal telah ditetapkan oleh entitas untuk diukur
pada nilai wajar melalui laba rugi. Entitas dapat menggunakan penetapan ini hanya bila
memenuhi paragraf 11, atau ketika melakukannya akan menghasilkan informasi yang lebih
relevan, karena:
(i) mengeliminasi atau mengurangi secara signifikan ketidakkonsistenan pengukuran dan
pengakuan (kadang diistilahkan sebagai accounting mismatch) yang dapat timbul dari
pengukuran aset atau liabilitas atau pengakuan keuntungan dan kerugian karena
penggunaan dasar-dasar yang berbeda; atau
(ii) kelompok aset keuangan, liabilitas keuangan atau keduanya dikelola dan kinerjanya
dievaluasiberdasarkan nilai wajar, sesuai dengan manajemen risiko atau strategi
disediakansecara internal kepada manajemen kunci dari entitas (sebagaimana
didefinisikan dalam PSAK 7 (revisi 2009): Pengungkapan Pihak-Pihak Berelasi),
misalnya direksi
Entitas mengakui aset keuangan atau liabilitas keuangan pada laporan posisi keuangan, jika dan
hanya jika, entitas tersebut menjadi salah satu pihak dalam ketentuan pada kontrak instrumen
tersebut (lihat paragraf 38 yang berkaitan dengan pembelian aset keuangan yang lazim(reguler).
Penghentian pengakuan adalah pengeluaran aset keuangan atau liabilitas keuangan yang
sebelumnya telah diakui dari laporan posisi keuangan entitas.
7
Nilai wajar adalah nilai di mana suatu aset dapat dipertukarkan atau suatu liabilitas diselesaikan
antara pihak yang memahami dan berkeinginan un uk melakukantransaksi wajar.
Pembelian atau penjualan yang lazim (reguler) adalah pembelian atau penjualan aset keuangan
berdasarkan kontrak yang mensyaratkan penyerahan aset dalam kurun waktu yang umumnya
ditetapkan dengan peraturan atau kebiasaan yang berlaku di pasar.
E. Sistem Informasi Akuntansi Penagihan Piutang
Penagihan piutang dari penjualan kredit dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain :
1. Fungsi yang terkait dalam sistem penagihan piutang dari penjualan kredit.
2. Dokumen yang digunakan dalam sistem penagihan piutang.
3. Sistem penagihan piutang melalui penagih perusahaan dilaksanakan dengan prosedur.
1). Fungsi yang terkait dalam sistem penagihan piutang dari penjualan kredit
Fungsi yang terkait dalam sistem penagihan piutang dari penjualan kredit adalah :
a. Fungsi secretariat
Fungsi ini bertanggungjawab dalam penerimaan cek dan surat pemberitahuan atau remittance
advice melalui pos dan para debitur perusahaan. Fungsi ini juga bertugas membuat daftar surat
pemberitahuan yang diterima bersama dari para debitur dan fungsi ini berada di tangan bagian
sekretariat.
b. Fungsi penagihan
Fungsi ini bertanggungjawab untuk melakukan penagihan kepada para debitur perusahaan
berdasarkan daftar piutang yang ditagih yang dibuat oleh fungsi akuntansi dan fungsi ini berada
di tangan bagian penagihan.
c. Fungsi kas
Fungsi ini bertanggungjawab atas penerimaan cek dari fungsi sekretariat atau fungsi penagihan
8
dan menyetorkan kas yang diterima dari berbagai fungsi tersebut segera ke bank dalam jumlah
penuh dan fungsi ini berada di tangan bagian kas.
d. Fungsi akuntansi
Fungsi ini bertanggungjawab dalam pencatatan penerimaan kas dari piutang ke dalam jurnal
penerimaan kas dan berkurangnya piutang ke dalam kartu piutang, dan fungsi ini berada di
tangan bagian akuntansi.
e. Fungsi pemeriksa intern
Fungsi ini bertanggungjawab dalam melaksanakan perhitungan yang ada di tangan fungsi kas
secara periodik, dan melakukan rekonsiliasi bank, untuk mengecek ketelitian catatan kas yang
diselenggarakan oleh fungsi akuntansi, dan fungsi ini berada di tangan bagian pemeriksa intern.
2). Dokumen yang digunakan dalam sistem penagihan piutang
Dokumen yang digunakan dalam sistem penagihan piutang adalah :
- Surat pemberitahuan
- Daftar surat pemberitahuan
- Bukti setor bank
- Kuitansi.
Surat pemberitahuan merupakan dokumen untuk memberitahu maksud pembayaran yang akan
dilakukan. Daftar surat pemberitahuan merupakan rekapitulasi penerimaan kas. Bukti setor bank
merupakan bukti penyetoran kas yang diterima dari piutang ke bank. Kuitansi merupakan bukti
penerimaan kas yang dibuat oleh perusahaan bagi para debitur yang telah melakukan
pembayaran utang mereka.
3). Sistem penagihan piutang melalui penagih perusahaan dilaksanakan dengan prosedur
Sistem penagihan piutang melalui penagih perusahaan dilaksanakan dengan prosedur adalah :
1) Penerimaan piutang mengirimkan daftar piutang yang sudah saatnya ditagih kepada bagian
penagihan.
9
2) Bagian penagihan mengirimkan penagih untuk melakukan penagihan kepada debitur.
3) Bagian penagihan menerima cek atas nama dalam surat pemberitahuan dari debitur.
4) Bagian penagihan menyerahkan surat pemberitahuan kepada bagian piutang untuk
kepentingan posting ke dalam kartu piutang.
5) Bagian kas mengirim kuitansi sebagai tanda penerimaan kas kepada debitur.
6) Bagian kas menyetor ke bank, setelah cek atas cek tersebut dilakukan endorsement oleh
pejabat yang berwenang.
7) Bank perusahaan melakukan clearing atas cek tersebut ke bank debitur.
Sistem pengendalian intern yang baik mengharuskan agar semua penerimaan kas dari debitur
harus dalam bentuk cek atas nama atau giro bilyet. Penerimaan kas dari debitur dalam bentuk
uang tunai memberikan peluang kepada penagih untuk melakukan penyelewengan. Bentuk
penerimaan kas melalui penagih perusahaan ini yang biasa dilaksanakan di Indonesia, sedangkan
bentuk lain masih jarang dilakukan.
F. Prosedur Pembelian
Prosedur pembelian dilaksanakan melalui beberapa bagian dalam perusahaan bagian-bagian
yang terkait dalam prosedur ini adalah bagian pembelian, penerimaan barang, hutang dan
gudang, menurut Mulyadi(2001:300) transaksi pembelian mencakup prosedur berikut ini :
1. Pada saat persediaan bahan menunjukkan batas minimal fungsi gudang mengajukan
permintaan pembelian ke fungsi pembelian.
2. Fungsi pembelian meminta penawaran harga dari berbagai pemasok.
3. Fungsi pembelian menerima penawaran harga dari berbagai pemasok dan melakukan
pemilihan pemasok.
4. Fungsi pembelian membuat order pembelian kepada pemasok yang dipilih.
5. Fungsi penerimaan memeriksa dan menerima barang yang dikirim oleh pemasok.
6. Fungsi penerimaan menyerahkan barang yang diterima kepada fungsi gudang untuk
disimpan.
10
7. Fungsi penerimaan melaporkan penerimaan kepada fungsi akuntansi.
8. Fungsi akuntansi menerima faktur tagihan dari pemasok dan atas dasar faktor dari pemasok
tersebut fungsi akuntansi mencatat kewajiban yang timbul dari transaksi pembelian.
Jaringan prosedur yang membentuk system akuntansi pembelian
Menurut Mulyadi(2001:3001) jarimgan prosedur yang membentuk sistem akuntansi pembelian
adalah sebagai berikut :
1. Prosedur permintaan pembelian
Dalam prosedur ini fungsi gudang mengajukan permintaan pembelian dalam formulir surat
perrnintaan pembelian kepada fungsi pembelian. Jika barang tidak disimpan di gudang, misalnya
untuk barang langsung pakai, fungsi yang memakai barang mengajukan permintaan pembelian
langsung ke fungsi pembelian dengan menggunakan surat permintaan pembelian.
2. Prosedur permintaan penawaran harga dan penelitian pemasok Dalam prosedur ini fungsi
pembelian mengirimkan surat permintaan penawaran harga kepada petnasok untuk memperoleh
informasi mengenai harga barang dan berbagai syarat pembelian yang lai, untuk memungkinkan
pemilihan pemasok yang akan ditunjuk sebagai pemasok barang yang diperlukan oleh
perusahaan.
3. Prosedur order pembelian
Dalam prosedur ini fungsi pembelian mengirimkan surat order pembetian kepada pemasok yang
dipilih dan memberitahukan kepada unit-unit organisasi lain dalam perusahaan, mengenai order
pembelian yang sudah dikeluarkan oleh perusahaan.
4. Prosedur penerimaan barang
Dalam prosedur ini fungsi penerimaan melakukan pemeriksaan mengenai jenis, kualitas dan
mutu barang yang diterima dari pemasok, dan kemudian membuat laporan penerimaan barang
untuk menyatakan peneriinaan barang dari pemasok tersebut.
11
5. Prosedur pencatatan utang
Dalam prosedur ini fungsi akuntansi memriksa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan
pembelian dan menyelenggarakan pencatatan utang atau mengarsipkan dokumen sumber sebagai
catatan utang.
6. Prosedur distribusi pembelian Prosedur ini meliputi distribusi rekening yang di debit dari
transaksi pembelian untuk kepentingan pembuatan laporan manajemen.
12
BAB III
GAMBARAN UMUM STUDI KASUS
Kasus pailit PT Telkomsel seyogyanya berada pada ranah hukum, namun substansi dari kasus ini
merupakan pemahaman atas konsep dasar akuntansi yaitu pengakuan utang piutang. Dalam
tulisan singkat ini, saya akan mengupas kasus ini dari sudut pandang akuntansi.
Seperti kita ketahui bersama, kasus ini bermula dari sengketa utang piutang antara PT Telkomsel
dan PT Prima Jaya Informatika. Pada tanggal 1 Juni 2011 PT Telkomsel menandatangani
memorandum of understanding (MoU) nomor PKS.591/LG.05/SL-01/VI/2011 dan 031/PKS/PJI-
TD/VI/2011 dengan Yayasan Olahragawan Indonesia (YOI) untuk menjual produk PT
Telkomsel, yakni kartu perdana dan voucher isi ulang (disebut dengan kartu prima) kepada para
atlet di Indonesia. Untuk mengeksekusi MoU tersebut, YOI kemudian menunjuk PT Prima Jaya
Informatika.
Pada tanggal 20 Juni 2012 PT Prima Jaya Informatika yang dalam hal ini bertindak sebagai
distributor PT Telkomsel mengajukan Purchase Order (PO) kepada PT Telkomsel untuk
membeli kartu prima senilai Rp. 2,26 miliar. PO tersebut oleh PT Telkomsel tidak dipenuhi.
Pada tanggal 21 Juni 2012 PT Prima Jaya Informatika kembali mengajukan PO kedua senilai Rp
3 miliar. Namun sama dengan PO sebelumnya, oleh PT Telkomsel juga tidak dipenuhi. Maka
disinilah timbul masalahnya. PT Prima Jaya Informatika mengganggap kedua PO yang tidak
dipenuhi ini senilai total Rp. 5,26 miliar adalah merupakan piutang yang telah jatuh tempo.
Tidak dipenuhinya kedua PO tersebut menurut PT Telkomsel karena PT Prima Jaya Informatika
tidak memenuhi ketentuan kontrak, sehingga tidak saya bahas dalam tulisan ini. Kasus ini
kemudian disengketakan ke pengadilan hingga berujung pada kepailitan PT Telkomsel di
Pengadilan Niaga Jakarta tanggal 14 September 2012. Menurut pertimbangan hakim Pengadilan
hari itu, janji sudah dapat dikatagorikan sebagai utang, sedangkan utang adalah kewajiban yang
bisa dikuantifikasi dengan uang.
13
BAB IV
PROBLEM SOLVING
Proses pembelian yang seharusnya adalah jika si pembeli menyerahkan uang terlebih dahulu baik
sebagai uang muka atau senilai dari barang yang akan dibeli. Atau jika pembelian dilakukan
secara kredit, berarti si pembeli berhutang kepada si penjual. Namun dalam kasus ini justru
sebaliknya, Pihak Telkomsel lah yang berhutang kepada si pembeli (PT Prima Jaya
Telekomunikasi). Inilah alasan PT Telkomsel melakukan perlawanan terhadap tuntutan hukum
PT Prima Jaya Informatika karena PT Telkomsel menganggap transaksi hutang belum terjadi.
Permintaan pembelian (PO) yang tidak dipenuhi tidak bisa langsung dikatakan sebagai piutang
karena masih berstatus permintaan pembelian, serah terima barang pun belum terjadi, apalagi
melakukan penagihan (invoicing), mengapa dalam kasus ini dikatakan piutang telah jatuh tempo?
Mendefenisikan hutang saja kedua belah pihak belum satu persepsi. Hal ini menyebabkan
beberapa pakar hukum mengatakan bahwa jika status utangnya masih sengketa,bahkan
menyarankan sebaiknya diselesaikan dulu di ranah perdata, jangan langsung dipailitkan. Jika ini
bisa dikatakan hutang, maka prinsip definisi akutansi mengenai piutang tidak sesuai dengan
PSAK yang berlaku.Dengan mudahnya setiap perusahaan membuat PO kepada perusahaan lain
dengan atau tanpa MoU yang pernah ditandatangani, lalu kemudian mengklaimnya melalui
pengadilan niaga, tanpa perlu ada penyerahan barang dan penagihan. Perusahaan tersebut pasti
akan merujuk pada kasus PT Telkomsel ini untuk memenangkan perkaranya.
Secara akuntansi, Piutang termasuk kategori aset keuangan yang diatur di PSAK (Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan) No. 55 dan termasuk ke dalam klasifikasi “Pinjaman yang
diberikan dan Piutang”. Menurut standar ini, yang termasuk ke dalam klasifikasi “Pinjaman yang
diberikan dan piutang” adalah aset keuangan yang bukan derivatif, dengan pembayaran tetap
atau telah ditentukan dan tidak diperdagangkan di pasar aktif. Selanjutnya, pengertian dari
piutang adalah aset keuangan yang mencerminkan hak kontraktual untuk menerima sejumlah kas
atau aset keuangan lainnya di masa depan. Dengan demikian, piutang mencerminkan hak tagih
terhadap pihak lain atas kas atau aset keuangan lainnya.
14
Didalam akuntansi ada yang dikenal dengan istilah substance over form yang artinya substansi
mengungguli bentuk hukum. Pengakuan kejadian ekonomi secara akuntansi lebih konservatif
daripada pengakuan secara hukum. Kongkritnya jika suatu kejadian ekonomi telah terjadi namun
bentuk formal legalnya belum ada, maka kejadian tersebut sudah bisa dicatat secara akuntansi.
Sebagai contoh nyata dalam bisnis telekomunikasi. Jika pelanggan pasca bayar belum menerima
tagihan (bukti hukum) penggunaan pulsa, namun si pelanggan tersebut telah menggunakan pulsa
tersebut, maka pada periode pelaporan oleh operator yang bersangkutan, kejadian ini sudah
dicatat sebagai piutang dan pendapatan. Atau contoh lain lagi, jika tagihan (bukti hukum) dari
bank atas bunga pinjaman yang diberikan belum diterima oleh suatu perusahaan pada tanggal
pelaporan, tetapi selama periode tersebut perusahaan telah menikmati pinjaman tersebut, maka
pada tanggal pelaporan perusahaan sudah harus mengakui beban bunga dan hutang (akrual)
bunga. Bahkan atas suatu piutang, perusahaan sudah mencadangkan piutang yang kemungkinan
tidak dapat ditagih.
Berdasarkan prinsip akuntansi, pengakuan akuntansi lebih konservatif daripada hukum, namun
dalam kasus ini justru hukum lah yang lebih konservatif dari akuntansi.
Singkatnya, secara akuntansi semua utang piutang yang telah dicatat di dalam laporan keuangan
perusahaan tersebut adalah benar-benar utang dan piutang perusahaan tersebut. Klaim
perusahaan atas aset perusahaan lain sesuai defenisi piutang dalam PSAK 55 tertera secara
langsung dalam laporan keuangan. Jika belum muncul di laporan keuangan,maka belum
dianggap sebagai utang piutang. Untuk lebih jauhnya bias dilihat pada laporan keuangan kedua
perusahaan tersebut. Apakah di laporan keuangan PT Prima Jaya Informatika pada bulan
pelaporan gugatan tersebut diajukan ke pengadilan kedua PO tersebut sudah dicatat sebagai
piutang, sebaliknya apakah di laporan keuangan PT Telkomsel pada bulan pelaporan gugatan
15
BAB V
KESIMPULAN
Setelah membahas masalah ini penulis menyimpulkan bahwa penerapan akutansi harus
disesuaikan berdasarkan standar atau kaidah – kaidah akutansi yang berlaku. Karena kaidah –
kaidah tersebutlah yang mengatur setiap kejadian ekonomi yang terjadi dan menjadi tolak ukur
yang sesuai.
Setiap pelaku ekonomi harus benar-benar memahami standarisasi akutansi yang berlaku supaya
tidak terjadi kekeliruan persepsi sehingga terjadi tuntutan yang seharusnya tidak perlu terjadi.
Kasus ini menunjukkan betapa kurangnya pemahaman pelaku ekonomi tentang dasar-dasar
akutansi sehingga terjadi interpretasi yang salah terhadap definisi piutang dari sudut pandang
akutansi.