makalah ikm kelompok 6
DESCRIPTION
ilmu kesehatan masyarakatTRANSCRIPT
MAKALAH
PENYAKIT JANTUNG KORONER
Oleh :
1. Fachrunissa Nindya Ayu V. (135070501111006)
2. Winda Fatmawati (135070501111013)
3. Nabila Nadyaning R. (135070501111033)
4. Elsy Herninda Yaudilla P. (135070507111021)
5. Hasanah (135070508111002)
6. Fenny K. P. (0910753024)
UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
1
2013Daftar Isi
Halaman Judul …………………………………………………………………..1
Daftar Isi ………………………………………………………………………....2
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………3
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………….3
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………4
1.3 Tujuan Penulisan ………………………………………………………..4
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………..5
2.1 Natural history of disease dari Penyakit Jantung Koroner
………………………………………………………………………….…....5
A. Prepatogenesis …………………………………………………..5
B. Patogenesis ………………………………………………………8
C. Gejala Penyakit Jatung Koroner ……………………………..10
D. Kovalen …………………………………………………………11
E. Progresivitas Penyakit …………………………………………12
F. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner ……………………...13
F.1 Pencegahan Primer ………………………………………..13
F.2. Pencegahan Sekunder …………………………………….13
F.3. Pencegah Tersier ………………………………………….15
G. Penelitian tentang Penyakit Jantung Koroner ……………….15
BAB III PENUTUP ……………………………………………………………17
3. 1 KESIMPULAN …………………………………………………………17
3.2 SARAN…………………………………………………………...............17
Daftar Pustaka ………………………………………………………………….18
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan pola hidup ini yang menyebabkan pola penyakit berubah, dari
penyakit infeksi dan rawan gizi ke penyakit-penyakit degeneratif, diantaranya
adalah penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler). Upaya
kesehatan yang dilakukan perlu lebih mengutamakan upaya-upaya preventif
dan promotif yang pro-aktif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan
rehabilitatif, sehingga mampu meminimalkan terjadinya penyakit degeneratif,
termasuk mencegah endemisitas penyakit jantung di Indonesia.
Pada saat ini penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu
di dunia. Menurut WHO 60% dari seluruh penyebab kematian penyakit
jantung adalah penyakit jantung koroner (PJK). Di Indonesia, penyakit
jantung juga cenderung meningkat sebagai penyebab kematian. Sensus
nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian akibat penyakit jantung
koroner adalah sebesar 26,4% dan sampai dengan saat ini PJK juga
merupakan penyebab utama kematian dini pada sekitar 40% dari sebab
kematian laki-laki usia menengah. Penyakit jantung koroner merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang penting karena morbiditas dan
mortalitasnya yang tinggi.
Penyebab PJK secara pasti belum diketahui, meskipun demikian secara
umum dikenal berbagai faktor yang berperan penting terhadap timbulnya PJK.
Berdasarkan penelitian Framingham, Multiple Risk Factors Interventions Trial
dan Minister Heart Study (PROCAM), diketahui bahwa faktor resiko
seseorang untuk menderita PJK ditentukan melalui interaksi dua atau lebih
faktor risiko, antara lain berupa faktor yang tidak dapat dikendalikan
(nonmodifiable risk factors) keturunan, umur, dan, jenis kelamin. Sedangkan
faktor yang dapat dikendalikan (modifiable risk factors), yakni tekanan darah
tinggi (hipertensi), merokok, diabates mellitus, stress, dan obesitas.
3
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana natural history of disease dari penyakit jantung koroner?
b. Bagaimana pencegahan primer, sekunder dan tersier pada penyakit
jauntung koroner?
c. Bagaimanakah contoh judul penelitian untuk masing-masing jenis
epidemiologi?
d. Bagaimana target populasi, desain penelitian, variabel dependent, dan
variabel indipendent dari masing-masing jenis epidemiologi?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Mendeskripsikan natural history of disease dari penyakit jantung koroner
b. Mendeskripsikan pencegahan primer, sekunder dan tersier pada penyakit
jauntung koroner
c. Mendeskripsikan contoh judul penelitian untuk masing-masing jenis
epidemiologi
d. Mendeskripsikan target populasi, desain penelitian, variabel dependent,
dan variabel indipendent dari masing-masing jenis epidemiologi
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Natural history of disease dari Penyakit Jantung Koroner
A. Prepatogenesis
Pada tahap pre-patogenesis faktor resiko untuk penyakit jantung
koroner (PJK) adalah hal-hal dalam kehidupan yang dihubungkan dengan
perkembangan penyakit secara dini, beberapa faktor resiko mempunyai
pengaruh sangat kuat. Beberapa faktor resiko timbulnya penyakit jantung
koroner, yakni kadar kolesterol yang tidak seimbang, tekanan darah
tinggi (Hipertensi), merokok, diabetes mellitus, kegemukan, riwayat
keturunan penyakit jantung dalam keluarga, kurang olah raga, dan stress.
Adanya dua atau lebih faktor resiko akan berlipat kali menaikkan resiko
total terhadap PJK.
Resiko PJK secara langsung berhubungan dengan tekanan darah,
untuk setiap penurunan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg resiko
PJK berkurang sekitar 16%. Peningkatan tekanan darah sistemik
meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri,
akibatnya terjadi hipertropi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan
kontraksi. Kebutuhan oksigen oleh miokardium akan meningkat akibat
hipertrofi ventrikel, hal ini mengakibat peningkatan beban kerja jantung
yang pada akhirnya menyebabkan angina dan infark miokardium.
Disamping itu juga secara sederhana dikatakan peningkatan tekanan
darah mempercepat aterosklerosis dan arteriosclerosis, sehingga rupture
dan oklusi vaskuler terjadi 20 tahun lebih cepat daripada orang
normotensi.
Merokok merupakan faktor resiko mayor untuk terjadinya penyakit
jantung, termasuk serangan jantung dan stroke, dan juga memiliki
hubungan kuat untuk terjadinya PJK sehingga dengan berhenti merokok
akan mengurangi resiko terjadinya serangan jantung. Merokok
menaikkan resiko serangan jantung sebanyak 2-3 kali. Orang yang tidak
merokok dan tinggal bersama perokok (perokok pasif) memiliki
5
peningkatan resiko sebesar 20–30% dibandingkan dengan orang yang
tinggal dengan bukan perokok. Peran rokok dalam patogenesis PJK
merupakan hal yang kompleks, diantaranya timbulnya aterosklerosis,
peningkatan trombogenesis dan vasokonstriksi (termasuk spasme arteri
koroner), peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, provokasi
aritmia jantung, peningkatan kebutuhan oksigen miokard, penurunan
kapasitas pengangkutan oksigen.
Diabetes mellitus berhubungan dengan perubahan fisik-patologi
pada sistem kardiovaskuler. Diantaranya dapat berupa disfungsi
endotelial dan gangguan pembuluh darah serta adanya
mikroalbuminemia atau diabetes nefropati yang pada akhirnya
meningkatkan resiko terjadinya PJK. Kondisi ini dapat mengakibatkan
terjadinya mikroangiopati, fibrosis otot jantung, dan ketidaknormalan
metabolisme otot jantung. Resiko terjadinya PJK pada pasien dengan
Pada diabetes mellitus tipe 2 (NIDDM-non-dependent diabetes mellitus)
adalah dua hingga empat kali lebih tinggi daripada populasi umum dan
tampaknya tidak terkait dengan derajat keparahan atau durasi diabetes,
mungkin karena adanya resistensi insulin dapat mendahului gejala klinis
15–25 tahun sebelumnya.
Terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan risiko
peningkatan PJK. Data dari Framingham menunjukkan bahwa apabila
setiap individu mempunyai berat badan optimal, akan terjadi penurunan
insiden PJK sebanyak 25%. Penurunan berat badan diharapkan dapat
menurunkan tekanan darah, memperbaiki sensitivitas insulin,
pembakaran glukosa dan menurunkan dislipidemia.
Kadar trigliserida yang meningkat banyak dikaitkan dengan
pankreatitis dan harus diterapi. Peningkatan kadar lipoprotein merupakan
faktor risiko independen untuk PJK. Fungsi protein ini masih belum
jelas, tetapi diimplikasikan pada risiko PJK familial dan dapat ditemukan
pada plak aterosklerotik dan berhubungan dengan fibrinogen.
Faktor familial dan genetika mempunyai peranan dalam
patogenesis PJK, hal tersebut dipakai juga sebagai pertimbangan penting
6
dalam diagnosis, penatalaksanaan dan juga pencegahan PJK. Penyakit
jantung coroner dapat merupakan manifestasi kelainan gen tunggal
spesifik yang berhubungan dengan mekanisme terjadinya aterosklerotik.
Riwayat keluarga PJK pada keluarga yang langsung berhubungan darah
yang berusia kurang dari 70 tahun merupakan faktor resiko independent
untuk terjadinya PJK.
Beberapa faktor pembekuan darah dapat mempengaruhi insiden
PJK, termasuk kadar fibrinogen, aktifitas fibrinolitik endogen, dan
viskositas darah. Penghambat aktivator plasminogen (misalnya
penghambat aktivator plasminogen-I (PA-I) tampak meningkat pada
beberapa pasien dengan PJK. Peningkatan insiden PJK pada pasien
homosistinuria, yang merupakan kelainan resesif autosomal, terjadi
karena gangguan pembekuan.
Infeksi oleh Clamydia pneumoniae, suatu organisme Gram negatif
intraseluler dan penyebab umum penyakit saluran nafas, tampaknya
berhubungan dengan adanya penyakit koroner aterosklerotik. Beberapa
kemungkinan untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler yang disebabkan
oleh infeksi (infectious agent) dapat meningkatkan proses kejadian
aterosklerosis, diantaranya adalah invasi langsung pada dinding
pembuluh darah sehingga menimbulkan respon inflamatorik yang
selanjutnya menyebabkan peningkatan limfosit dan makrofag. Efek
sistemik tak langsung yang melepaskan lipo-polisakarida ke dalam darah
menyebabkan kerusakan endotelium. Induksi dari perubahan-perubahan
dalam lipoprotein oleh sitokin yang secara tidak langsung merupakan
predisposisi aterosklerosis pada individu.
Fase prepatogenesis dimulai setelah usia 12 tahun. Timbunan
lemak dalam pembuluh darah dimulai. Bila saat remaja, anak cenderung
malas berolahraga, suka makan makanan berlemak, bahkan merokok,
berarti berada pada fase rentan. Kemudian jika terdapat tempat
penempelan (attachment) dan jalan masuk yang tepat maka paparan agen
infeksi dapat menyebabkan invasi agen infeksi dan terjadi infeksi. Agen
infeksi melakukan multiplikasi yang mendorong terjadinya proses
7
perubahan patologis, tanpa individu menyadarinya. Periode waktu sejak
infeksi hingga terdeteksinya infeksi melalui tes laboratorium atau
screening disebut “window period” sehingga dalam tahap pre-
patogenesis tubuh masih dalam keadaan sehat karena tubuh belum
menunjukkan gejala.
PJK tidak dapat ditentukan waktunya secara pasti, inkubasi ini
dipengaruhi oleh banyak faktor resiko yang memungkinkan terjadinya
kardiovaskuler. Faktor resiko ini menyebabkan penumpukan kolesterol
pada pembuluh-pembuluh darah yang mengakibatkan terbentuknya plag-
plag yang mengakibatkan tersumbatnya pembuluh darah. Penumpukan
kolesterol pada pembuluh darah yang telah mencapai titik jenuh
mengakibatkan ketidakseimbangan kondisi tubuh dan memicu
terbentuknya penyakit kardiovaskuler.
B. Patogenesis
Jika kondisi pada pre-patogenesis terus berlangsung, bahkan
meningkat lebih parah ketika memasuki usia sukses (30 tahun ke atas),
maka fase subklinis dimulai. Jika usia antara 30-40 tahun terjadi
hipertensi, berarti fase klinis dimulai. Jika hipertensi tidak dapat
dikendalikan, maka pada usia 45 ke atas, kemungkinan akan terjadi
penyumbatan lemak pada pembuluh darah koroner. Terjadilah penyakit
jantung koroner.
Timbulnya PJK walaupun tampak mendadak, sebenarnya melalui
berlangsungan lama (kronis) yang disebabkan karena penyempitan arteri
koroner. Penyempitan pembuluh darah terjadi karena proses
aterosklerosis atau spasme atau kombinasi keduanya. Aterosklerosis yang
terjadi karena timbunan kolesterol dan jaringan ikat pada dinding
pembuluh darah secara perlahan-lahan, hal ini sering ditandai dengan
keluhan nyeri pada dada. Pada waktu jantung harus bekerja lebih keras
terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan oksigen, hal
inilah yang menyebabkan nyeri dada. Kalau pembuluh darah tersumbat
8
sama sekali, pemasokan darah ke jantung akan terhenti dan kejadian
inilah yang disebut dengan serangan jantung.
Penyumbatan pembuluh darah koroner terjadi akibat adanya proses
ateroskelosis, yang diawali dengan penimbunan lemak pada lapisan-
lapisan pembuluh darah tersebut. Proses aterosklerosis sebenarnya sudah
dimulai sejak masa kanak-kanak, tetapi baru manifes pada usia dewasa,
usia pertengahan atau usia lanjut. Selain proses aterosklerosis ada juga
proses lain, yakni spasme (penyempitan) pembuluh darah koroner tanpa
adanya kelainan anatomis, yang secara tersendiri atau bersama-sama
memberikan gejala iskemia.
Perkembangan arteriosklerosis berawal dari sel-sel darah putih
yang secara normal terdapat dalam sistim peredaran darah. Sel-sel darah
putih ini menembus lapisan dalam pembuluh darah dan mulai menyerap
tetes-tetes lemak, terutama kolesterol. Ketika mati, sel-sel darah putih
meninggalkan kolesterol di bagian dasar dinding arteri, karena tidak
mampu “mencerna” kolesterol yang diserapnya itu. Akibatnya lapisan di
bawah garis pelindung arteri berangsur-angsur mulai menebal dan jumlah
sel otot meningkat, kemudian jaringan parut yang menutupi bagian
tersebut terpengaruh oleh sklerosis. Apabila jaringan parut itu pecah, sel-
sel darah yang beredar mulai melekat ke bagian dalam yang terpengaruh.
Tahap berikutnya gumpalan darah dengan cepat terbentuk pada
permukaan lapisan arteri yang robek. Kondisi ini dengan cepat
mengakibatkan penyempitan dan penyumbatan arteri secara total, apabila
darah mengandung kolesterol secara berlebihan, ada kemungkinan
kolesterol tersebut mengendap dalam arteri yang memasok darah ke
dalam jantung (arteri koroner). Akibat yang dapat terjadi ada bagian otot
jantung (myocardium) yang mati dan selanjutnya akan diganti dengan
jaringan parut. Jaringan parut ini tidak dapat berkontraksi seperti otot
jantung. Hilangnya daya pompa jantung tergantung pada banyaknya otot
jantung yang rusak.
Timbul berbagai pendapat yang saling berlawanan sehubungan
dengan patogenesis aterosklerosis pembuluh darah koroner. Namun
9
perubahan patologis yang terjadi pada pembuluh yang mengalami
kerusakan dapat disimpulkan sebagai berikut. Dalam tunika intima
timbul endapan lemak dalam jumlah kecil yang tampak bagaikan garis
lemak. Penimbunan lemak terutama beta-lipoprotein yang mengandung
banyak kolesterol pada tunika intima dan tunika media bagian dalam.
Lesi yang diliputi oleh jaringan fibrosa menimbulkan plak fibrosa.
Timbul ateroma atau kompleks plak aterosklerotik yang terdiri dari
lemak, jaringan fibrosa, kolagen, kalsium, debris seluler dan kapiler.
Perubahan degeneratif dinding arteria. Sklerosis pada arteri koroner atau
pembuluh darah jantung secara khas akan menimbulkan serangan
jantung, angina pectoris, serta gangguan irama jantung, yang akan
dibahas dalam tanda dan gejala PJK.
C. Gejala Penyakit Jatung Koroner
Seseorang kemungkinan mengalami serangan jantung, karena
terjadi iskemia miokard atau kekurangan oksigen pada otot jantung, yaitu
jika mengeluhkan adanya nyeri dada atau nyeri hebat di ulu hati
(epigastrium) seperti tertekan benda berat, rasa tercekik, ditinju, ditikam,
diremas, atau rasa seperti terbakar pada dada. Umumnya rasa nyeri
dirasakan dibelakang tulang dada (sternum) di sebelah kiri yang
menyebar ke seluruh dada. Rasa nyeri dapat menjalar ke tengkuk, rahang,
bahu, punggung dan lengan kiri. Keluhan lain dapat berupa rasa nyeri
atau tidak nyaman di ulu hati yang penyebabnya tidak dapat dijelaskan.
Sebagian kasus disertai mual dan muntah, disertai sesak nafas, banyak
berkeringat, bahkan kesadaran menurun.
Gejala utama serangan jantung berupa nyeri terus menerus pada
dada, lengan dan rahang, yang berlangsung selama beberapa menit
sampai beberapa jam. Nyeri timbul secara mendadak dan sangat sakit
sehingga kerja jantung menjadi tidak efisien, akibatnya pasokan darah ke
otot jantung berkurang. Kondisi ini sangat berbahaya karena jantung
hanya dapat berfungsi tanpa pasokan ini dalam waktu pendek, hanya
sekitar 20 menit.
10
Pada Angina Pectoris, gejala nyeri biasanya timbul ketika penderita
melakukan aktivitas dan akan mereda setelah beristirahat. Pemicu
timbulnya nyeri ini antara lain udara dingin dan stress psikologik.
Penyebab sakit dada berhubungan dengan pengisian arteri koronaria
sewaktu diastole. Setiap keadaan yang akan meningkatkan denyut
jantung akan meningkatkan juga kebutuhan jantung yang tidak bisa
dipenuhi oleh pasok aliran darah koroner dan akan mengakibatkan sakit.
Sakit sering terjadi sesudah suatu keadaan emosi, latihan fisik, makan
banyak, perubahan suhu, bersenggama, dan lain-lain.Sakit menghilang
bila kecepatan denyut jantung diperlambat, relaksasi, istirahat, atau
makan obat glyceril trinitrat.
Gangguan irama jantung dapat menimbulkan kematian secara
mendadak. Gejalanya berupa hilangnya kesadaran dengan cepat, yang
sering kali didahului nyeri dada. Dalam hubungan ini dikenal adanya
“Faktor Resiko PJK”, yaitu kondisi yang berkaitan dengan meningkatnya
risiko timbulnya PJK. Faktor risiko tersebut diantaranya adalah tekanan
darah, merokok, lipid, diabetes mellitus, obesitas, dan riwayat kelurga
dengan penyakit jantung.
Dislipidemia diyakini sebagai faktor risiko mayor yang dapat
dimodifikasi untuk perkembangan dan perubahan secara progresif atas
terjadinya PJK. Kolesterol ditranspor dalam darah dalambentuk
lipoprotein, 75% merupakan lipoprotein densitas rendah (low density
liproprotein/LDL) dan 20% merupakan lipoprotein densitas tinggi (high
density liproprotein/HDL). Kadar kolesterol HDL yang rendah memiliki
peran yang baik pada PJK dan terdapat hubungan terbalik antara kadar
HDL dan insiden PJK.
D. Kovalen
Penyakit jantung koroner timbul akibat timbunan lemak atau
karang yang disebut atheroma, terjadi di dalam dinding arteri pemasok
darah beroksigen ke jantung dan menyempit hingga aliran darah
terganggu. Penyakit jantung koroner dapat menyebabkan nyeri dada.
11
Dapat muncul saat bekerja berat atau ketegangan emosi, saat jantung
membutuhkan oksigen tapi tidak dapat terpenuhi karena menyempitnya
arteri koroner. Namun banyak pengidap jantung koroner yang tidak
mengalami gejala apa-apa. Pasien sering menyadarinya setelah
mengalami serangan jantung, yang terjadi ketika penggumpalan darah
(atheroma) menyumbat arteri dan memutuskan suplai darah ke jantung.
Pada pembuluh darah orang modern sudah terbentuk “karat lemak”
(akibat dari lemak darah/kolesterol yang dibiarkan tinggi untuk waktu
yang lama) sejak usia remaja. Tanpa mengontrol lemak darah dengan
obat dan diet, diperkirakan hanya perlu waktu sepuluh tahun untuk
menjadikan pipa pembuluh koroner menjadi tersumbat total. Hal–hal
tersebut yang kemudian dapat menyebabkan terjadinya cardiac arrest
yang bisa menyebabkan kematian mendadak.
E. Progresivitas Penyakit
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya
perjalanan penyakit tersebut dapat berada dalam lima keadaan, yaitu :
1. Sembuh sempurna : penyakit berakhir karena pejamu sembuh secara
sempurna, artinya bentuk dan fungsi tubuh kembali kepada keadaan
sebelum menderita penyakit.
2. Sembuh tetapi cacat : penyakit yang diderita berakhir dan penderita
sembuh. Sayangnya kesembuhan tersebut tidak sempurna, karena
ditemukan cacat pada pejamu. Adapun yang dimaksudkan dengan
cacat, tidak hanya berupa cacat fisik yang dapat dilihat oleh mata,
tetapi juga cacat mikroskopik, cacat fungsional, cacat mental dan cacat
sosial.
3. Karier : pada karier, perjalanan penyakit seolah-olah terhenti, karena
gejala penyakit memang tidak tampak lagi. Padahal dalam diri pejamu
masih ditemukan bibit penyakit yang pada suatu saat, misalnya jika
daya tahan tubuh berkurang, penyakit akan timbul kembali. Keadaan
karier ini tidak hanya membahayakan diri pejamu sendiri, tetapi juga
masyarakat sekitarnya, karena dapat menjadi sumber penularan
12
4. Kronis : perjalanan penyakit tampak terhenti karena gejala penyakit
tidak berubah, dalam arti tidak bertambah berat dan ataupun tidak
bertambah ringan. Keadaan yang seperti tentu saja tidak
menggembirakan, karena pada dasarnya pejamu tetap berada dalam
keadaan sakit.
5. Meninggal dunia : terhentinya perjalanan penyakit disini, bukan
karena sembuh, tetapi karena pejamu meninggal dunia.
2.2 Pencegahan Penyakit Jantung Koroner
A. Pencegahan Primer
Penyakit jantung koroner dapat dicegah dengan meminimalisir
beberapa faktor resikonya. Berdasarkan faktor resiko pencegahan primer
penyakit jantung koroner dimulai dari mengetahui tingkatan dan
pentingnya faktor resiko yang diperiksa secara rutin sejak umur 20 tahun,
terutama pada individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan
penyakit jantung koroner. Tekanan darah, indeks massa tubuh, lingkar
pinggang, kolesterol, kadar gula darah dan aktivitas fisik harus dievaluasi
secara rutin juga. Apalagi orang dewasa dengan usia di atas 40 tahun,
harus mengetahui faktor resiko mereka untuk menderita penyakit jantung
koroner. Setiap 5 tahun atau lebih jika terdapat perubahan faktor resiko
khususnya untuk seseorang dengan faktor resiko lebih dari 2, harus dapat
menentukan faktor resiko berdasarkan hitungan 10 tahun. Pasien diabetes
atau resiko 10 tahun lebih dari 20% dianggap sama dengan pasien
penyakit jantung koroner (resiko penyakit jantung koroner ekivalen).
Dengan mengetahui dan memantau faktor-faktor resiko menderita
penyakit jantung koroner sejak dini, faktor resiko dapat diturunkan
sebesar-besarnya.
B. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan untuk mencegah keadaan PJK
yang sudah pernah terjadi untuk berulang untuk menjadi lebih berat.
13
Disini diperlukan perubahan pola hidup dan kepatuhan berobat bagi
mereka yang sudah pernah menderita PJK. Pencegahan sekunder ini
ditujukan untuk mempertahankan nilai prognostik yang lebih baik dan
menurunkan mortalitas. Pedoman untuk mencegah serangan jantung dan
kematian pada penderita PJK hampir sama dengan pencegahan primer.
Selain itu juga dilakukan intervensi dengan obat-obatan sebagai berikut.
1. Aspirin dimana obat tersebut yang paling banyak diberikan, tujuannya
adalah mengencerkan darah agar tidak cepat membeku.
2. Beta Blocker dimana obat tersebut yang menghambat kerja adrenalin
agar tidak meresap ke dalam jantung dan pembuluh darah, untuk
mengurangi resiko terulangnya serangan jantung sehingga mampu
menurunkan angka kematian.
3. ACEi (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) adalah suatu enzim
yang meningkatkan jumlah angiotensin dalam darah. Angiotensin
membuat pembuluh darah berkerut hingga tubuh dapat menahan
garam dan air lebih banyak daripada yang normal. Dengan
menurunkan tingkat angiotensin, ACEi berhasil menurunkan tingkat
angiotensin, penghambat ACEi berhasil menurunkan jumlah penderita
serangan jantung dan kegagalan jantung.
4. Statin yang berfungsi untuk menurunkan jumlah kolesterol yang
dibuat dalam tubuh khususnya di hati, dan membantu agar pembuluh
nadi tidak menyempit kembali.
5. GTN (Glyceryl trinitrate) dimana obat ini digunakan bila penderita
merasa nyeri di dada, bentuk obat ada yang berupa spray untuk
disemprot atau bentuk tablet. Obat ini sering diberikan pada penderita
PJK yang baru keluar dari rumah sakit.
Cara yang lain dalam pencegehan sekunder penyakit jantung koroner
adalah pembedahan (operasi). Angioplasty dilakukan dengan
memasukkan balon tipis dan panjang melewati pembuluh darah yang
menyempit dengan bantuan kawat yang sangat halus, kemudian balon
dipompa pada tekanan tinggi hingga melebarkan pembuluh nadi dan
sering memisahkan timbunan lemak pada dinding pembuluh darah
14
sehingga pembuluh membuka. Selain itu dapat dilakukan pembedahan
bypass, yaitu melakukan bypass terhadap penyumbatan di arteri koronaria
dan menggantikannya dengan pembuluh darah yang diambil dari dinding
dada atau kaki dengan menghentikan kerja jantung dan menggantikannya
dengan mesin jantung paru saat operasi jantung dilakukan.
C. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier merupakan pencegahan terjadinya komplikasi
yang lebih berat atau kematian. Pencegahan dalam tingkatan ini berupa
rehabilitasi jantung. Program rehabilitasi jantung ditujukan kepada
penderita PJK, atau pernah mengalami serangan jantung atau pasca
operasi jantung.
2.3 Judul Penelitian Penyakit Jantung Koroner
A. Deskriptif
a. Tingkat Kejadian Penyakit Jantung Koroner terhadap Riwayat Pasien
Perokok Di RSSA
b. Tingkat Kejadian Penyakit Jantung Koroner terhadap Riwayat Pasien
Hipertensi di RSSA
Target Populasi: Dewasa umur 18-50 tahun (a dan b)
Desain Penelitian: Deskriptif Retrospektif
Variabel dependent Pasien Penyakit Jantung Koroner (a dan b)
Variabel Indipendent Pasien penyakit jantung koroner yang
merokok (a) dan hipertensi (b)
B. Analitik
a. Pengaruh Pemberian Obat Golongan Loop Diuretic pada Lama Rawat
Inap Pasien Penyakit Jantung Koroner dengan Komorbid Diabetes
Mellitus di RSSA
b. Pengaruh Pemberian Obat Golongan Statin pada Lama Rawat Inap
Pasien Penyakit Jantung Koroner dengan Komorbid Diabetes Mellitus
di RSSA
15
Target Populasi: Dewasa 18-50 tahun dengan Penyakit Jantung
Koroner dengan Komorbid Diabetes Mellitus
Desain Penelitian: Studi Kohort
Variabel dependent: Lama rawat inap pasien PJK di RSSA (a dan b)
Variabel Independent: Pemberian Obat Golongan Loop Diuretic (a)
dan Golongan Statin (b)
C. Eksperimental
a. Uji Efektivitas Penurunan Kadar Gula Darah dengan Biji Jintan Hitam
terhadap resiko Penyakit Jantung Koroner pada Tikus Wistar
b. Uji Efektivitas Peningkatan Kadar Kalsium Darah dengan Kalsium
Karbonat terhadap Resiko Penyakit Jantung Koroner pada Tikus Wistar
Target Populasi : Tikus Putih (Rattus Norvegicus) strain Wistar
Jantan Usia 8 minggu berat badan berkisar 150-220 gram.
Desain Penelitian: Eksperimental
Variabel dependent: Kadar Glukosa Darah (a) dan Kadar Kalsium
Darah (b)
Independent: Biji Jintan Hitam 30 mg, 40 mg, 50 mg (a) dan
Kalsium Karbonat 500, 600, dan 700 (b)
16
BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Penyakit Jantung Koroner merupakan penyakit yang disebabkan oleh
berbagai faktor. Natural history dari penyakit ini adalah 60% dari seluruh
penyebab kematian penyakit jantung. 26,4% dan sampai dengan saat ini PJK juga
merupakan penyebab utama kematian dini pada sekitar 40% dari sebab kematian
laki-laki usia menengah. Pencegahan primer untuk PJK adalah pemeriksaan dini
dan pengetahuan pasien mengenai PJK. Pencegahan sekunder PJK adalah
mencegah keadaan PJK yang sudah pernah terjadi untuk berulang untuk menjadi
lebih berat dengan menggunakan terapi farmakologi dan non farmakologi.
Pencegahan tersier PJK adalah pencegahan terjadinya komplikasi yang lebih berat
atau kematian berupa rehabilitasi jantung. Peran farmasis dalam pencegahan PJK
salah satunya dengan mengadakan penelitian baik analitik, deskriptif, atau
eksperimental untuk memberikan informasi baru dan atau memperbaharui data
yang sudah ada mengenai penyakit jantung koroner.
3.2 Saran
Diharapkan bagi masyarakat untuk menghindari berbagai faktor resiko
yang dapat mengakibatkan penyakit jantung koroner melalui pencegahan primer.
Pemeriksaan dilakukan secara rutin sejak umur 20 tahun, terutama pada individu
yang mempunyai riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner. Sedangkan
bagi penderita penyakit jantung koroner diharapkan melakukan pencegahan
sekunder maupun pencegahan tersier.
17
DAFTAR PUSTAKA
Anis. 2006. Waspada Ancaman penyakit tidak menula. PT Elex Media
Komputindo. Jakarta. 53-65.
Daniel Hayes, M.D. 1999. Distress sudden exercise raise heart attack ris.,
American Heart Association. America. 1-4.
Departemen Kesehatan RI, Survei Kesehatan Nasional. 2003. Pola penyakit
penyebab kematian di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Jakarta.
Huon H. Gray, Keith D. Dawkins, John M. Morgan, Iain A. Simpson. 2002.
Lecture notes cardiology Edisi 4. Erlangga Medical Series. Jakarta. 107-
150.
Majid, abdul.2007. Penyakit jantung koroner : patofisiologi, pencegahan dan
pengobatan terkini. USU. Medan.
Soeharto, Imam. 2004. Penyakit jantung koroner dan serangan jantung. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Susiana C, Lantip R dan Thianti S. 2006. Kadar malondiadehid (MDA) penderita
penyakit Jantung koroner di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Mandala of
Health. A Scientific Journal. Vol 2. 47-54.
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. 1994. Patofisiologi – konsepklinis proses-
proses Penyakit Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 528-
556.
Ulfa, Anna. 2000. Gejala awal dan deteksi dini penyakit jantung korone. Artikel
Ilmiah Pd- PERSI. Jakarta.
World Health Organization. 2001. WHO World Health Organization Report 2000.
Genewa. WHO.
18