makalah hiv fix

26
Modul Alergi Imunologi PRIA YANG TIDAK MENIKAH DENGAN DIARE LAMA KELOMPOK VI 03009038 Ayu Rahmi Mutmainah 03011068 Derianti Nur Hidayah 03009112 Hikmah Soraya 03011081 Dini Arintawati 03009264 Vanny Mahesa Putri 03011094 Fara Julizta Ahadiani 03010 Cinta Ayuning Tyas 03011105 Firmansah Saputra 03010286 Yudia Pratama 03011117 Gusti Ayu Kt Murdaniasih 03011 Alkithyar A 03011130 Herlince W. Amalo 03011030 Anggi Wulandari 03011144 Ita Arianti 03011043 Arini Nisaul Izzati 03011154 Kevin W. Rebo 03011057 Brenda Shahnaz Q 1

Upload: anti22

Post on 24-Nov-2015

28 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hiv

TRANSCRIPT

Modul Alergi ImunologiPRIA YANG TIDAK MENIKAH DENGAN DIARE LAMAKELOMPOK VI03009038Ayu Rahmi Mutmainah03011068Derianti Nur Hidayah03009112Hikmah Soraya03011081Dini Arintawati03009264Vanny Mahesa Putri03011094Fara Julizta Ahadiani03010Cinta Ayuning Tyas03011105Firmansah Saputra03010286YudiaPratama03011117Gusti Ayu Kt Murdaniasih 03011Alkithyar A03011130Herlince W. Amalo03011030Anggi Wulandari03011144Ita Arianti03011043 Arini Nisaul Izzati 03011154Kevin W. Rebo03011057 Brenda Shahnaz Q

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTIJAKARTA

DAFTAR ISI

BAB IPENDAHULUAN3BAB IILAPORAN KASUS4BAB IIIPEMBAHASAN3.1 Anamnesis53.2 Anamnesis Tambahan53.3 Pemeriksaan Fisik53.4 Pemeriksaan Penunjang73.5 Hipotesis93.6 Diagnosis Kerja93.7 Penatalaksanaan113.8 Prognosis11BAB IVTINJAUAN PUSTAKA4.1 Imuno Defisiensi124.2 HIV13BAB VKESIMPULAN17BAB VI DAFTAR PUSTAKA18

BAB IPENDAHULUAN

HIV (Human Immunodeficiency Virus) telah digunakan sejak tahun 1986 sebagai nama untuk retrovirus yang diusulkan pertama kali sebagai penyebab AIDS oleh Luc Montagnier dari Perancis, yang awalnya menamakannya LAV (Lymphadenopathy-associated virus) dan oleh Robert Gallo dari Amerika Serikat yang awalnya menamakannya HTLV-III (human T lymphotropicvirus type III).Adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Normalnya, manusia dengan sistem kekebalan yang baik nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Berbeda pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang terganggu, khususnya pada orang yang terinfeksi HIV. Nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun bahkan ditemukan pada beberapa kasus mencapai nol.HIV berhubungan erat dengan pola hidup seseorang, dimana HIV dapat terjadi dan menular melalui perantara cairan, baik itu melalui cairan sperma, vagina, darah, maupun cairan suntikan melalui pemakaian suntikan yang bergantian. Oleh karena itu, jelas bahwa HIV dapat menular melalui sexual transmission, transfusi darah, transmisi placenta dari ibu hamil kepada anaknya, dan pemakaian jarum suntik secara bergantian.

BAB IILAPORAN KASUSSesi PertamaPria 35 tahun berobat ke rumah sakit karena diare hilang timbul selama 4 minggu iniRiwayat Penyakit Sekarang Dalam 3-4 minggu ini pasien merasa demam ringan, batuk-batuk berdahak, merasa letih, dan berat badan turun dalam 3 bulan terakhir ini. Nafsu makan menurun. Hingga sejak 2 minggu lalu pasien sering diare hilang imbul, perut mulas. Faeces terdapat lendir dan darah. Pasien hanya minum obat warung untuk mengobati penyakitnya.Riwayat Penyakit Dahulu Selama 1 tahun terakhir ini ia sering mengalami batuk, pilek, dan radang tenggorokan yang bila berobat ke dokter sembuh, kemudian terulang kembali. Ia juga mengeluh sering sariawan. Pasien belum menikah, pernah memakai jasa pekerja seks komersial.Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : tampak lemah dan agak pucat. TB 165 cm, BB 50 kgTanda vital : suhu 37,5 c, nadi lemah, 90x/menit, tensi 100/70 mmHg, nafas 24x/menitStatus generalisMata : konjungtiva pucat -/-, sclera ikterik -/-, mata cekung (-)THT : oral thrush (+), bibir kering Paru : vesikuler +/+, ronkhi +/+ basah kasar, wheezing -/-Jantung : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bising usus (+), turgor cukup Ekstremitas : akral hangat, edema -/-, CRT (capillary refill time) < 2

Seorang pria yang tidak menikah dengan diare lama, ditemukan pada pemeriksaan lab Hb 11,5 g/dl, Ht 40%. Eritrosit 4jt/ul, trombosit 170.000/ul, LED 30 mm/jam. Hitung jenis: 0/3/4/70/15/8. Anti HIV reaktif, CD4 T cell 200/ul. Pada rontgen thorax ditemukan infiltrate pada kedua apex pulmo

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 ANAMNESISNamaPasien: XUmurPasien: -Jenis kelamin: Laki-lakiStatus: Belum menikahKeluhan utama : Diare yang lamaRiwayat penyakit sekarang : Demam ringan selama 3-4 minggu, batuk berdahak, merasa letih, BB turun dalam 3 bulan terakhir, nafsu makan menurun, diare hilang timbul, faeses berlendir dan berdarah Riwayat penyakit dahulu:1 tahun terakhir sering batuk, pilek, radang tenggorokan yang berulang. Sering sariawan

3.2 ANAMNESIS TAMBAHAN Sejak kapan mengalami demam? Apakah demam terjadi pada pagi hari atau malam hari saja atau kedua-duanya? Sejak kapan gejala batuk itu timbul? Bagaimana frekuensi batuknya? Apakah pada saat batuk mengeluarkan dahak? Bagaimana konsistensi dahaknya? apakah kental? Bagaimana warna dan bau dahak? Apakah ada rasa tidak nafsu makan (anoreksia) dan berat badan menurun? Apakah ada diare? sejak kapan? Bagaimana bentuk fesesnya, apakah terdapat darah dan lendir?

3.3 PEMERIKSAAN FISIK1) Keadaan umum Tampak lemah dan agak pucat karena pasien mengalami diare Perhitungan BMI pada pasien ini didapat 18,3 (normal : 18,5-22) sedikit menurun tapi masih bisa dikatakan normal2) Tanda vital Suhu 37,5 c menandai subfebris Nadi 90x/menit dan nafas 24x/menit normal Tensi 100/70 mmHg sudah takhikardi3) Status generalis Mata tidak ada masalah Pada THT, oral thrush positif terdapat infeksi candidiasis. Lalu bibir kering karena diare Pemeriksaan paru terdapat ronkhi basah (suara tambahan pada paru) Jantung normal Pemeriksaan abdomen tedengar suara bising usus, hiperperistaltik dikarenakan diare Untuk ekstremitas nya normal

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG1) Darah Hb 11,5g/dl. Menandakan hemoglobin pasien rendah, nilai normal hemoglobin laki-laki adalah 13-18 gr/dl. Ht 40%. Menandakan hematokrit pasien dalam batas normal, nilai normal hematokrit adalah 40-48%. Eritrosit 4jt/uL. Menandakan eritrosit pasien rendah, nilai normal eritrosit adalah 5 juta 5,5 juta/L. Trombosit 170.000/L. menandakan trombosit pasien dalam batas normal, nilai normal trombosit adalah 150.000-450.000/L. LED 30 mm/jam. LED pasien mengalami peningkatan, nilai normal LED adalah 0-10 mm/jam. Peningkatan LED ini memandakan pasien mengalami penyakit infeksi kronis.2) Hitung jenis : 0/3/4/70/15/8. Menandakan adanya penurunan limfosit yaitu 15, dimana nilai normal limfosit adalah 20-40. Hal ini mendukung diagnosis HIV.3) Anti HIV reaktif, CD4 T cell 200/L. Menandakan adanya penurunan kadar CD4 T Cell, dimana nilai normal CD4 T Cell adalah 500-1000/L. hal ini mendukung diagnosis HIV.4) Rontgen thorax : Infiltrate pada kedua apex pulmo. Hal ini mendukung diagnosis kerja yang mengarah pada HIV TB.

Tes darah dapat menentukan apakah seseorang terinfeksi HIV, tetapi jika tes seseorang positif HIV, tidak selalu berarti bahwa orang tersebut mengalami AIDS. Sebuah diagnosis AIDS dibuat oleh dokter sesuai dengan Definisi Kasus AIDS menurut CDC (Centre for Disease Control, USA). Seseorang yang terinfeksi dengan HIV dapat menjadi AIDS setelah menderita salah satu penyakit AIDS yang ditentukan menurut indikator CDC. Orang dengan HIV juga dapat menerima diagnosis AIDS berdasarkan tes darah tertentu (jumlah CD4), mungkin tidak mengalami penyakit yang serius apapun. Ada lebih dari satu jenis tes HIV yang digunakan untuk menentukan apakah seseorang telah terinfeksi HIV. Tes-tes ini mendeteksi zat yang berbeda dalam darah yang muncul ketika seseorang telah terinfeksi HIV. Satu tes mendeteksi protein HIV yang beredar dalam tubuh setelah seseorang telah terinfeksi. Dua tes lain mendeteksi antibodi HIV yang telah diproduksi oleh tubuh setelah infeksi HIV terjadi. Tes-tes tersebut adalah(1)

1) ElisaTes ini mendeteksi adanya antibodi HIV dalam darah. Jika tes ini negatif maka orang tersebut pasti tidak terinfeksi HIV dan tes lanjutan tidak diperlukan lagi. Jika tes ini positif langkah kedua dijalankan untuk mengkonfirmasi hasil yang positif dari tes pertama. 2) Blot Western Tes ini digunakan untuk mengkonfirmasi hasil positif tes Elisa. Uji Blot Western mendeteksi pita protein spesifik yang hadir dalam individu yang terinfeksi HIV. Bila tes Elisa positif serta Western Blot positif maka hasilnya adalah 99,9 persen akurat dalam mendeteksi bahwa infeksi HIV telah terjadi. 3) HIV PCR Tes PCR mendeteksi spesifik Asam deoksiribonukleat (DNA) HIV, Asam ribonukleat (RNA) dan sekuens yang menunjukkan adanya HIV dalam struktur genetik orang yang terinfeksi HIV. Setelah terjadi infeksi HIV, RNA dan DNA dari virus HIV beredar dalam darah. Kehadiran dari DNA dan RNA "potongan" menunjukkan adanya virus HIV. Diagnosis AIDS ditentukan apabila jumlah CD4 penderita turun di bawah 200 sel per milimeter kubik darah, tingkat di mana sistem kekebalan tubuh tidak lagi dapat melindungi seseorang dari penyakit terdefinisi AIDS dan infeksi oportunistik. CD4 adalah reseptor utama yang digunakan oleh HIV-1 untuk dapat masuk ke dalam sel inang T. HIV-1 menempel pada D4 dengan protein dalam amplop virus yang dikenal sebagai gp120. Infeksi HIV menyebabkan penurunan progresif jumlah sel T yang memiliki reseptor CD4. Oleh karena itu, profesional medis mengacu pada jumlah CD4 untuk memutuskan kapan harus memulai perawatan untuk pasien terinfeksi HIV. Kadar CD4 darah normal adalah lebih dari 1x10 9 / L.

3.5 HIPOTESISBerdasarkan masalah diatas dan dilihat dari pemeriksaannya, kami memikirkan hipotesis yang mungkin terjadi pada pasien, yaitu : HIV HIV TB

3.6 DIAGNOSIS KERJABerdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah diperoleh, kelompok kami mendiagnosis pasien ini mengalami HIV Stadium 3 dengan TB paru.

Patofisiologi HIV2,3Perjalanan infeksi HIV ditandai dalam tiga tahap: penyakit primer akut, penyakit kronis asimtomatis dan penyakit kronis simtomatis.

Infeksi Primer (sindrom retroviral akut) Setelah terjadi infeksi HIV mula-mula bereplikasi dalam kelenjar limfe regional. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah virus secara cepat di dalam plasma, biasanya lebih dari 1 juta copy/l. Tahap ini disertai dengan penyebaran HIV ke organ limfoid, saluran cerna dan saluran genital. Setelah mencapai puncak viremia, jumlah virus atau viral load menurun bersamaan dengan berkembangnya respon imunitas seluler. Puncak viral load dan perkembangan respon imunitas seluler berhubungan dengan kondisi penyakit yang simptomatik pada 60 hingga 90% pasien. Penyakit ini muncul dalam kurun waktu 3 bulan setelah infeksi. Penyakit ini menyerupai glandular fever' like illness dengan ruam, demam, nyeri kepala, malaise dan limfadenopati luas. Sementara itu tingginya puncak viral load selama infeksi primer tidak menggambarkan perkembangan penyakit tapi terkait dengan beratnya keluhan yang menandakan prognosis yang jelek. Fase ini mereda secara spontan dalam 14 hari.

Infeksi HIV Asimptomatis/ dini Dengan menurunnya penyakit primer, pada kebanyakan pasien diikuti dengan masa asimtomatis yang lama, namun selama masa tersebut replikasi HIV terus berlanjut, dan terjadi kerusakan sistem imun. Beberapa pasien mengalami limfadenopati generalisata persisten sejak terjadinya serokonversi (perubahan tes antibodi HIV yang semula negatif menjadi positif) perubahan akut (dikenal dengan limfadenopati pada dua lokasi non-contiguous dengan sering melibatkan rangkaian kelenjar ketiak, servikal, dan inguinal). Komplikasi kelainan kulit dapat terjadi seperti dermatitis seboroik terutama pada garis rambut atau lipatan nasolabial, dan munculnya atau memburuknya psoriasis. Kondisi yang berhubungan dengan aktivasi imunitas, seperti purpura trombositopeni idiopatik, polimiositis, sindrom Guillain-Barre dan Bell's palsy dapat juga muncul pada stadium ini.

Infeksi Simptomatik/ antara Komplikasi kelainan kulit, selaput lendir mulut dan gejala konstitusional lebih sering terjadi pada tahap ini. Meskipun dalam perjalanannya jarang berat atau serius, komplikasi ini dapat menyulitkan pasien. Penyakit kulit seperti herpes zoster, folikulitis bakterial, folikulitis eosinofilik, moluskum kontagiosum, dermatitis seboroik, psoriasis dan ruam yang tidak diketahui sebabnya, sering dan mungkin resisten terhadap pengobatan standar. Kutil sering muncul baik pada kulit maupun pada daerah anogenital dan mungkin resisten terhadap terapi. Sariawan sering juga muncul pada stadium ini. Seperti juga halnya kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, dan eritema ginggivalis (gusi) linier. Gingivitis ulesartif nekrotik akut, merupakan komplikasi oral yang sulit diobati. Gejala konstitusional yang mungkin berkembang seperti demam, berkurangnya berat badan, kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri kepala. Diare berulang dapat terjadi dan dapat menjadi masalah. Sinusitis bakterial merupakan manifestasi yang sering terjadi. Nefropati (kelainan ginjal) HIV dapat juga terjadi pada stadium ini.

Stadium Lanjut Penyakit stadium lanjut ditandai oleh suatu penyakit yang berhubungan dengan penurunan imunitas yang serius. Keadaan tersebut disebut sebagai infeksi oportunistik.

3.7 PENATALAKSANAAN

Non medikamentosaMemberi edukasi kepada pasien agar teratur dalam minum obat. Keluarga pasien juga perlu diberi edukasi untuk memastikan pasien minum obat secara teratur. Sebagian besar pengobatan tidak efektif karena ketidakteraturan pasien dalam meminum obat. Dibutuhkan dukungan emosional dari orang-orang terdekat pasien dalam terapi ini, agar pasien tidak merasa dikucilkan karena penyakitnya.

Medikamentosasebaiknyaditerapi TB dahuluselama 2 bulan (faseintensif) dengan OAT (2RHZE) : Rifampisindengandosis 10 mg/kgBB/hari, Isoniazid dengandosis 5 mg/kgBB/hari, Pirazinamiddengandosis 25 mg/kgBB/hari, danEtambutoldengandosis 15 mg/kgBB/hari. Setelahfaseintensifterapi TB selesaibarudimulai 1st line HAART.Biasanyakombinasiobat-obatan yang dipakaiZidovudine, Lamivudine, danEfavirenz.

3.8 PROGNOSIS4Prognosis pada pasien ini adalah :Ad vitam: Dubia ad malamAd functionam : Dubia ad malamAd sanationam : Dubia ad malamPada pasien yang terkena HIV ini prognosisnya lebih cenderung buruk karena di lihat dari CD4 t cell yang semakin sedikit sehingga pertahanan sistem imunnya makin menurun apalagi ditambah dengan infeksi lain seperti pasien menderita TBC. Tuberkulosis paru (TB paru) masih merupakan problem penting pada infeksi HIV/AIDS dan menjadi penyebab kematian pada sekitar 11% penderita. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), kira-kira 11,5 juta orang penderita infeksi HIV di dunia mengalami ko-infeksi Mycobacterium tuberculosis dan meningkatkan risiko kematian sebesar 2 kali lipat dibandingkan tanpa tuberkulosis, dan seiring dengan derajat beratnya imunosupresi yang terjadi. BAB IVTINJAUAN PUSTAKA

4.1 IMUNODEFISIENSI4.11 DefinisiPenyakit imunodefisiensi adalah ketidaksempurnaan atau terdapatnya kecacatan dalam perkembangan serta fungsi dari sistem imun tubuh.(5)4.12 Imunodefisiensi Primer dan Imunodefisiensi Sekunder6Imunodefisiensi primer atau congenital merupakan defek genetik yang meingkatkan kerentanan terhadap infeksi yang sering sudah bermanifestasi pada bayi dan anak, tetapi kadang secara klinis baru ditemukan pada usia lebih lanjut.Imunodefisiensi sekunder atau didapat merupakan defek genetic yang timbul akibat malnutrisi, kanker yang menyebar, pengobatan dengan imunosupresan infeksi sel system imun yang Nampak jelas pada infeksi virus HIV, yang merupakan sebab AIDS.1PRIMER

SEKUNDER

Dasar geneticLebihsering

Relative jarangDitimbulkandariberbagai factor setelahlahir

Disebabkanoleh mutation, polymorphism, polygenic disordersDisebabkanolehusia yang ekstrim, malnutrisi, keganasan, obat-obatan, HIV

4.2 HIV4.21 Struktur Virus7

Envelop virusHIV berbentuk sferis. Lapisan luar virus yang dikenal sebagai envelop virus terdiri dari dua lapisan molekul lipid dan terdapat molekul glikoprotein yang tertanam di seluruhenvelop virus berupa gp120 dan gp41.Gp120 mengikat reseptor CD4+ pada sel T dan makrofag. Sedangakn gp41 merupakan glikoprotein yang akan berfusi dengan sel pejamu. Inti virusDalam envelop virus terdapat matriks protein p17 dan p24. Kapsid p24 mengelilingi dua untai tunggal RNA HIV.Inti virus ini juga memiliki enzim termasuk didalamnya reverse transcriptase, integrase dan protease.

4.22 Cara HIV Menginfeksi dan Memperbanyak Diri8

HIV menginfeksi sel host dengan glikoprotein yang terdapat pada permukaannya yaitu gp 120. Gp 120 berikatan dengan CD4 dan reseptor chemokin berupa CXCR4 dan CCR5. Membran virus bersatu dengan membran sel host (berfusi), lalu virus masuk ke dalam sel host di sitoplasma dengan bantuan gp 41. Saat di sitoplasma envelop virus dilepaskan oleh enzim protease sehingga RNA virus dalam keadaan bebas. RNA virus di kopi menjadi DNA virus oleh enzim reverse transcriptase. DNA virus yang tercetak diintegrasi ke dalam inti sel host, bersatu dengan DNA host dibantu oleh enzim integrase membentuk provirus. Provirus akan diaktifkan dengan cara pembuatan badan virus yang baru.

4.23 Faktor Genetik Memengaruhi Angka Kejadian dan Perjalanan Penyakit HIVFactor genetik yang memengaruhi angka kejadian dan perjalanan penyakit HIV adalah akibat polimorfisme di HLA (Human Leucosyte Antigen) dan polimorfismepada CCR5 sehingga virus HIV tidakdapatmasuk.

4.24 Mekanisme HIV Menghindari Sistem ImunHIV merupakan retrovirus RNA dari kelompok lenti virus. HIV mengandung nukleolid RNA padat, inti protein, permukaan gliko-protein dan reserve transcriptase enzyme. Enzyme ini adalah polymerase DNA ynag mampu bergabung dengan kromosom tubuh. Sekali berintegrasi, ia digunakan sebagai pembawa pesan transkripsi untuk sintesis virus, integrasi membatu virus untuk lolos dari mekanisme pertahanan tubuh. Lenti virus tidak mempunyai potensi teratogenik seperti retrovirus ongkogenik, namun mampu menimbulkan lisis sel terinfeksi.Infeksi HIV tampak nyata terbatas pada sel yang membawa reseptor permukaan CD4. Populasi limfosit T helper adalah yang paling kaya akan reseptor CD4, menjelaskan kemampuan tropisme dan lisis oleh HIV terhadap sel ini. Monosit, makrofag, dan microglia juga mengandung reseptor permukaan CD4, namun kepadatannya sangat rendah, ini mungkin menjelaskan mengapa makrofag sering mengandung virus, namun jarang lisis, membuat mereka efektif sebagai reservoir viral. Selain itu terjadi mutasi gen envelope dan adanya pengaruh dari antigen HLA, yaitu dengan penghambatan ekspresi HLA kelas 1.

4.25 Golongan ARV dan Cara Kerjanya9Pengobatan HIV pada jam sekarang menggunakan ARV (Anti retro virus). ARV ini sebenarnya tidak dapat menghilangkan virus yang telah bereplikasi dalam tubuh penderita ataupun menyambuhkan penderita. Terapi ini hanya berguna sebagian besar untuk menghambat aktivitas dari virus itu sehingga, akan memperlambat replikasinya. ARV sendiri terdiri dari beberapa golongan, yaitu:1. Inhibitor reverse transcriptase nukleosida (NRTI)Obat golongan ini bekerjadengan mengahambat enzim reverse transcriptase HIV & menghentikan pertumbuhan untai DNA. Beberapa contoh obat dari golongan ini yaitu Zidovudine, Lamivudine, Abakavir, Didanosin, Sitavudine, Zalsitabine, dll. Dari obat-obatan ini yang paling lazim digunakan dalam pengobatan yaitu Zidovudine dan Lamivudine.1. Inhibitor reverse transcriptase non-nukleosida (NNRTI)Obat golongan ini bekerjadengan menghambat transkripsi RNA HIV menjadi copy DNA.Contoh obat dari golongan ini yaitu Efavirenz, Nevirapine, Delaviridine.Obat yang biasanya digunakan adalah Efavirenz.1. Protease inhibitor (PI)Obat golongan ini bekerja menghambat aktivitas protease HIV & mencegah pemutusan poliprotein HIV yang esensial untuk pematangan HIV sehingga yang akan terbentuk bukan HIV matang tapi partikel virus imatur yang tidak menular.Contoh obat-obatan golongan iniyaitu Indinavir, Ritonavir, Nelfinavir, Sakuinavir, Ampenavir, Lopinavir.

4.26 Obat-obat ARV yang Digunakandalam HAARTDalam praktek pengobatan HIV, digunakan dua sampai tiga kombinasi obat-obat ARV. Terapi inidisebut HAART (Highly Active Anti Retroviral Therapy). Prinsip dari terapi HAART ini yaitu menggunakan kombinasi 2 obat golongan NRTI dengan 1 obat golongan NNRTI, dimana ini biasanya menjadi first line therapy. Atau bias juga menggunakan kombinasi 2 obat golongan NRTI dengan 1 obat golongan PI dimana kombinasi ini menjadi pilihan second line therapy.

4.27 Ketidakprotektifan Anti-HIVAnti-HIV dianggap tidak protektif karena menimbulkan infek silaten, sangat variable, dan melumpuhkan unsu rkunci system imun, yaitusel yang mengekspresikan molekul CD4 di permukaannya. Selain itu, anti-HIV dianggap tidak protektif juga karena HIV merupakan suatu virus yang menyerang intrasel sel host. Sedangkan suatu anti-HIV memproduksi antibody atau respon imun humoral yang bekerja di ekstrasel sel host. Oleh karena itu, anti-HIV disini tidak protektif.

4.28 Pencegahan Infeksi HIV1. Gunakan alat pengaman (kondom) saat melakukan hubungan seksual2. Tidak berganti-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seksual 3. Jangan menggunakan jarum suntik bergantian4. Tidak menyusui anak jika Ibu mengidap HIV positif5. Saat proses melahirkan, sebaiknya melalui sectio caesarea karena memiliki risiko penularan lebih kecil untuk anaknya dibanding melahirkan pervaginam6. Zidovudine atau nevirapine dapat diberikan pada masa perinatal untuk bayi yang lahir dari ibu HIV positif.7. Hindari kontak darah dengan penderita AIDS, misalnya pada saat donor darah

BAB VKESIMPULAN

Kesimpulan dari kelompok kami adalah, pasien pada kasus ini di diagnosa menderita HIV stadium 3 dengan TB paru. Sehingga nantinya dibutuhkan penanganan terlebih dahulu mengenai penyakit TB nya selama 2 bulan (fase intensif), dimana obat yang akan digunakan adalah RHZE. Tahap selanjutnya adalah dengan memberikan HAART 1st line yaitu dengan Zidovudine, Lamivudine dan Evafirenz. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad malam, karena HIV pada pasien ini sudah memasuki stadium ketiga dan sudah berkomplikasi sihingga menyebabkan TB Paru.

BAB VIDAFTAR PUSTAKA. 1. Arif H (2009). Pengetahuan dan Persepsi Mahasiswa tentang Pencegahan HIV/AIDS. Studi Kasus di Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya pada Mahasiswa Baru Angkatan 2007/2008. Majalah Kedokteran Damianus 8 (2): 69-78.2. WHO. Revised WHO Clinical Staging and Immunological Classification of HIV/AIDS and Case Definitions of HIV and Related Conditions. Geneva, February 2006. 3. WHO. Interim WHO Clinical Staging of HIV/AIDS and HIV/AIDS Case Definitions for Surveillance, African Region. Geneva 2005.4. Decker, C. F. and Lazarus, A. (2010). "Tuberculosis and HIV infection. How to safely treat both disorders concurrently". Postgrad Med.108 (2): 5760, 6568.5. Abbas KA, Lichtman AH. Basic Immunology. 2nd ed. Philadelphia: Independences Square West; 2004. p. 209.6. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi dasar: defisiensi imun. 9th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. p. 479.7. Subowo. Imunologi Klinik. 2nd ed. Jakarta: Sagung Seto. p.184-58. Abbas KA, Lichtman AH. Basic Immunology. 2nd ed. Philadelphia: Independences Square West; 2004. p. 217-9.9. Price W. In: Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Asih D, e.ditorsVirus ImunodefisiensiManusiadanSindromImunodefisiensididapat. Patofisiologi. 6th ed. Jakarta: Penerbit EGC;2006. p.239.

1