makalah hiv bumil

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi kembali dirinya. Asal dari HIV tidak jelas, penemuan kasus awal adalah dari sampel darah yang dikumpulkan tahun 1959 dari seorang laki–laki dari Kinshasa di Republik Demokrat Congo. Tidak diketahui bagaimana ia terinfeksi. Saat ini terdapat dua jenis HIV: HIV–1 dan HIV–2. HIV–1 mendominasi seluruh dunia dan bermutasi dengan sangat mudah. Keturunan yang berbeda–beda dari HIV–1 juga ada, mereka dapat dikategorikan dalam kelompok dan sub–jenis (clades). Terdapat dua kelompok, yaitu kelompok M dan O. Dalam kelompok M terdapat sekurang– kurangnya 10 sub–jenis yang dibedakan secara turun temurun. Ini adalah sub–jenis A–J. Sub–jenis B kebanyakan ditemukan di America, Japan, Australia, Karibia dan Eropa. Sub–jenis C ditemukan di Afrika Selatan dan India. HIV–2 teridentifikasi pada tahun 1986 dan semula merata di Afrika Barat. Terdapat banyak 1

Upload: el-gala

Post on 26-Oct-2015

54 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini

adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri untuk

memproduksi kembali dirinya. Asal dari HIV tidak jelas, penemuan kasus awal

adalah dari sampel darah yang dikumpulkan tahun 1959 dari seorang laki–laki dari

Kinshasa di Republik Demokrat Congo. Tidak diketahui bagaimana ia terinfeksi.

Saat ini terdapat dua jenis HIV: HIV–1 dan HIV–2. HIV–1 mendominasi

seluruh dunia dan bermutasi dengan sangat mudah. Keturunan yang berbeda–beda

dari HIV–1 juga ada, mereka dapat dikategorikan dalam kelompok dan sub–jenis

(clades). Terdapat dua kelompok, yaitu kelompok M dan O. Dalam kelompok M

terdapat sekurang–kurangnya 10 sub–jenis yang dibedakan secara turun temurun.

Ini adalah sub–jenis A–J. Sub–jenis B kebanyakan ditemukan di America, Japan,

Australia, Karibia dan Eropa. Sub–jenis C ditemukan di Afrika Selatan dan India.

HIV–2 teridentifikasi pada tahun 1986 dan semula merata di Afrika Barat. Terdapat

banyak kemiripan diantara HIV–1 dan HIV–2, contohnya adalah bahwa keduanya

menular dengan cara yang sama, keduanya dihubungkan dengan infeksi–infeksi

oportunistik dan AIDS yang serupa. Pada orang yang terinfeksi dengan HIV–2,

ketidakmampuan menghasilkan kekebalan tubuh terlihat berkembang lebih lambat

dan lebih halus. Dibandingkan dengan orang yang terinfeksi dengan HIV–1, maka

mereka yang terinfeksi dengan HIV–2 ditulari lebih awal dalam proses

penularannya.

HIV dapat menular melalui kontak darah, namun disini kami akan mencoba

membahas bagaiamana HIV AIDS yang dialami ibu hamil dan bagaimana

melakukan sebuah proses keperawatan pada ibu hamil dengan HIV AIDS.

1

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian HIV/AIDS?

2. Bagaimana etiologi HIV?

3. Apa saja macam – macam infeksi HIV?

4. Bagaimana patofisiologi HIV?

5. Bagaimana periode penularan HIV pada ibu hamil?

6. Bagaimana gejala HIV?

7. Apa saja pemeriksaan diagnostik HIV?

8. Bagaimana pengobatan HIV?

9. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada ibu hamil dengan HIV?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui pengertian HIV/AIDS

2. Mengetahui etiologi HIV

3. Mengetahui macam – macam infeksi HIV

4. Mengetahui patofisiologi HIV

5. Mengetahui periode penularan HIV pada ibu hamil

6. Mengetahui gejala HIV

7. Mengetahui pemeriksaan diagnostik HIV

8. Mengetahui pengobatan HIV

9. Mengetahui konsep Asuhan Keperawatan pada ibu hamil dengan HIV

2

2

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian

HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang

menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif

lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma

penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan

sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang

menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab

yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii

keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan

sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).

AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem

kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).

AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem

kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).

Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbiditas ibu dan neonatal yang

sudah diketahui. Banyak kasus dapat dicegah, dan dalam makalah ini akan dibahas

mengenai penyakit infeksi yang sering ditemukan yang dapat terjadi dalam

kehamilan.

2.2. Etiologi

Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human

immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983

sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi

retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang

pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya

disebut HIV.

3

3

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada

gejala.

2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes

illness.

3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.

4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam

hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.

5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali

ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system

tubuh, dan manifestasi neurologist.

Cara penularan HIV:

1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah

terinfeksi. Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat

dicegah.

2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana

darah tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang

tidak steril.

3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan

seseorang yang telah terinfeksi.

4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa

kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.

Penularan secara perinatal

1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang

dikandungnya.

2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada

saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga

virus dari ibu dapat menular pada bayi.

4

4

3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam kandungan

atau juga melalui ASI

4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI

Kelompok resiko tinggi:

1. Lelaki homoseksual atau biseks.

2. Orang yang ketagian obat intravena

3. Partner seks dari penderita AIDS

4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

2.3. Macam infeksi HIV

Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi

menjadi tiga Tahap :

1. Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan

limfoid, terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan

pengaturan replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+ sel T antivirus. Secara

klinis merupakan penyakit akut yang sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok,

mialgia non-spesifik, dan meningitis aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah

CD4+ sel T menjadi normal terjadi dalam waktu 6-12 minggu.

2. Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan

replikasi. virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+

secara perlahan menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar

limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa

tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan kulit, kelelahan, dan

viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun.

3. Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh

penderita secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan,

diare, infeksi oportunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya

dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC di Amerika Serikat menganggap

5

5

semua orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T CD4+ kurang dari 200

sel/µl sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis belum terlihat. ( Robbins, dkk,

1998 : 143 )

2.4. Patofisiologi

HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan melekatkan

dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus

dalam tubuh penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah

menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan suatu enzim yang disebut

reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian dari DNA manusia,

yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut

mulai menghasilkan virus–virus HI.

Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus–virus

yang baru. Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas

dalam aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah

proses yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya merusak sistem kekebalan

tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah diserang oleh infeksi dan

penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk menularkan virus tersebut

dari orang ke orang.

Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan sel–

sel yang terinfeksi dan mengantikan sel–sel yang telah hilang. Respons tersebut

mendorong virus untuk menghasilkan kembali dirinya.

Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800–1200

sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel CD4+ T–nya

terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi–infeksi

oportunistik.

Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika sistem

kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang sehat infeksi–

infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang

pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal.

6

6

PATHWAY

7

Virus HIV Immunocompromise

Menyerang T Limfosit, sel saraf, makrofag, monosit, limfosit BMerusak seluler

Flora normal patogen

Organ target

Manifestasi oral Respiratori

Invasi kuman patogen

Manifestasi saraf Gastrointestinal

Lesi mulut

Dermatologi

Nut

risi

inad

ekua

t

Sensori

Penyakit anorektal

HepatitisEnsepalopati akut Gangguan penglihatan

dan pendengaran

Disfungsi biliari

Diare Gatal, sepsis, nyeri

Infeksi

Kompleks demensia

Cai

ran

berk

uran

g

Gan

ggua

n m

obil

isas

i

Akt

ivit

as in

tole

rans

Gan

ggua

n ra

sa n

yam

an :

nyer

i

hipe

rter

mi

Cai

ran

berk

uran

g

Nut

risi

inad

ekua

t

Gan

ggua

n ra

sa n

yam

an :

nyer

i

Gan

ggua

n po

la B

AB

Tid

ak e

fekt

fi b

ersi

han

jala

n na

pas

Tid

ak e

fekt

if p

ol n

apas

Gan

ggua

n bo

dy im

agea

pas

Gan

ggua

n se

nsor

i

HIV- positif ?

Reaksi psikologis

7

2.5. Periode Penularan HIV pada Ibu hamil

1. Periode Prenatal

Timbulnya HIV pada wanita hamil diperkirakan meningkat (Minkoff,

1987). Sejarah kesehatan, uji fisik dan tes laboratorium harus merefleksikan

pengharapan ini jika wanita dan bayinya menerima perawatan yang tepat. Para

wanita yang termasuk dalam kategori beresiko tinggi terhadap infeksi HIV

mencakup:

a. Wanita dan atau pasangannya yang berasal dari wilayah geografis dimana

HIV merupakan sesuatu yang umum.

b. Wanita dan atau pasangannya yang menggunakan obat-obatan yang

disuntikkan melalui pembuluh darah.

c. Wanita yang menderita STD tetap dan kambuhan.

d. Wanita yang menerima tranfusi darah dari pengidap HIV.

e. Wanita yang yakin bahwa dirinya mungkin terjangkit HIV.

Tes HIV sebaiknya ditawarkan kepada wanita beresiko tinggi pada awal

mereka memasuki perawatan prenatal. Namun, soronegativitas pada uji prenatal

pertama bukan jaminan untuk titer negative yang berlangsung. Misalnya, seorang

wanita berusia 24 tahun yang mendapatkan perawatan prenatal selama 8 minggu

mempunyai hasil tes western blot yang negative. Namun, setelah terinfeksi HIV,

serum antibody membutuhkan waktu sampai 12 minggu untuk berkembang. Tes

western blot harus diulangi dalam 1 atau 2 bulan dan pada trimester ketiga. Tes

prenatal rutin dapat membantu mengidentifikasi wanita yang terinfeksi HIV

(Foster, 1987; Kaplan et al, 1987; Minkoff, 1987; Rhoads et al, 1987).

Tes ini juga dapat mengungkap Gonhorhea, Siphilis, Herpes yang tetap

dan menjadi lebih lama, C.Trakomatis, Hepatic B, Micobacterium tuberculosis,

Candidiasis (oropharingeal atau infeksi Vagian Chronic), Cytomegalo Virus

(CMV), dan Toxophlasmosis. Sekitar separuh penderita AIDS mengalami

peningkatan titer CMV. Karena masuknya penyakit CMV memiliki bahaya yang

serius terhadap janin, para wanita hamil dianjurkan dengan yang terinfeksi HIV.

8

Sejarah vaksinasi dan kekebalan telah didokumentasikan. Titer untuk cacar dan

rubella ditentukan dan tes kulit tuberkulosa (Derivasi protein yang

dimurnikan/puriviet protein derivatif (PPD)) telah dilakukan vaksinasi

sebelumnya dengan vaksin rekonbivak Hb dicatat karena vaksin tersebut berisi

produk darah manusia (Vaksin ini sekarang bebas dari darah manusia dan

produk-produk darah). Wanita dapat menjadi calon yang menerima Rho D

Imunoglobulin. Penularan HIV belum ditemukan adanya vaksin Rh. Proses

persiapan melibatkan alcohol ethyl yang membuat virus tidak aktif. Vaksin ini

dibuat dari darah yang diambil dari kelompok donor regular yang tidak dikenali.

Darah yang digunakan untuk memproduksi vaksin menjalani tes darah yang

dapat mendeteksi darah adanya HIV (Francis, Chin, 1987, MMWR, 1987).

Beberapa ketidaknyamanan yang dihadapi pada masa prenatal (seperti kelelahan,

anoreksia, dan penurunan berat badan) menyiratkan tanda-tanda dan gejal-gejala

infeksi HIV.

Diagnosa yang berbeda-beda terhadap seluruh keluhan dan gejala infeksi

yang disebabkan kehamilan dibenarkan. Tanda-tanda utama infeksi HIV yang

semakin memburuk mencakup turunnya berat badan lebih dari 10% dari berat

badab sebelum kehamilan, diare kronis lebih dari 1bulan dan demam (kambuhan

atau konstan) selama lebih dari 1 bulan. Untuk mendukung system, wanita hamil

harus mendapat nutrisi yang optimal, tidur, istirahat, latihan, dan reduksi stress.

Jika infeksi HIV telah didiagnosa, wanita tersebut diberitahukan mengenai

konsekwensi yang mungkin terjadi pada bayi.

2. Periode Intrapartum

Perawatan wanita yang sakit saat melahirkan tidak diubah secara

substansial untuk infeksi tanpa gejala dengan HIV (Minkoff,1987). Cara

kelahiran didasarkan hanya pada pertimbangan obstetric karena virus melalui

plasenta pada awal kehamilan. Fokus utama pencegahn penyebaran HIV

nosocomial dan perlindungan terhadap pelaku perawatan. Resiko penularan HIV

dianggap rendah selama kelahiran vaginal.. EPM (Elektrinic Fetal Monitoring)

9

9

eksternal dilakukan jika EPM diperlukan. Terdapat kemungkinan inokulasi virus

ke dalam neonatus jika dilakukan pengambilan sempel darah pada bayi

dilakukan atau jika elektroda jangat kepala bayi diterapkan. Disamping itu,

seseorang yang melakukan prosedur ini berada pada resiko tertular virus HIV.

3. Periode Postpartum.

Hanya sedikit yang diketahui tentang tindakan klinis selama periode

postpartum yang dapat dilakukan pada wanita yang terinfeksi HIV. Walaupun

periode postpartum pertengahan tercatat signifikan (update, 1987), tindak lanjut

yang lebih lama telah mengungkap frekwensi penyakit kilinis yang tinggi pada

ibu-ibu yang anaknya menderita penyakit (Skott, 1985; Minkoff et al, 1987).

Tindakan pencegahan universal dilakukan terhadap ibu dan bayi, seperti yang

dilakukan terhadap semua pasien. Wanita dan bayinya diarahkan pada dokter

yang berpengalamn dalam pengobatan AIDS dan keadaan-keadaan yang

menyertainya. Pengaruh infeksi pada bayi dan neonatal mungkin tidak jelas.

Karena virus yang melalui plasenta, darah di tali pusat akan menunjukkan

antibody HIV baik apabila bayi terinfeksi ataupun tidak. Selama itu antibody

yang melalui palang plasenta mungkin tidak terdapat pada bayi yang tidak

terinfeksi sampai usia 15 bulan. Ketika infeksi HIV menjadi aktif banyak infeksi

lain yang biasa menyertai pada orang dewasa terjadi pada bayi. Komplikasi yang

menyertai infeksi HIV pada bayi mencakup Enchephalopati, Microchephalli,

Defisit Kognitif, system saraf pusat (CNS/central nervous system) Lhympoma,

Cerebro Vaskuler Accident, gagal pernapasan dan Lhympaclenophaty.

2.6. Gejala HIV AIDS

1. Gejala mayor

a. BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan

b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan

c. Penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis

d. Demensia / HIV Ensefalopati

10

10

2. Gejala minor

a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan

b. Dermatitis generalist

c. Adanya herpes zoster yang berulang

d. Kandidiasis orofaringeal

e. Herpes simplex kronik progresif

f. Limfadenopati generalist

g. Infeksi jamur berulang pada kelamin wanita

h. Retinitis Cytomegalovirus

2.7. Pemeriksaan diagnostik

1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :

- ELISA

- Western blot

- P24 antigen test

- Kultur HIV

2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.

- Hematokrit.

- LED

- CD4 limfosit

- Rasio CD4/CD limfosit

- Serum mikroglobulin B2

- Hemoglobulin

2.8. Pengobatan

Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS

tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada

tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV

biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang

mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka

suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah

11

11

mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari

ARV berikut ini dapat mengunakan:

1. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'),

mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam

mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT,

ddl, ddC & 3TC).

2. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat

reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu

enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam

memasukan materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk:

Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).

3. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan

menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan

rumah dan dilepaskan.

Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang

mengidap HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa

kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi

pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap

HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia

untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut

adalah:

1. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–

28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini

menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek

dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50%

penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas

38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT)

dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)

2. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa

persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari.

12

12

Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar

47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet

kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus

diberikan satu dosis dalam 3 hari.

Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat

antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari,

untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi,

baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan

dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus

dijalani untuk menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan

bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obat–

obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan

seks yang aman dan memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals

direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam

kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine

sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati.

Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai

sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa

lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan

menjadi lebih besar. PEP tidak merekomen dasikan proses terinfeksi secara

biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat

memberikan efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang

tidak aman.

2.9. Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Biodata Klien

2. Riwayat Penyakit

Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat

kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi

13

13

imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat

muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi

kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak

penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun.

Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang

kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor

penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk

kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan

kelainan hospes :

Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )

Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limfoma,

kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.

Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)

Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital,

protein liosing enteropati (peradangan usus)

3. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Subyektif)

a) Aktifitas / Istirahat

- Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan

pola tidur.

- Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi

aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).

b) Sirkulasi

- Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada

cedera.

- Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer,

pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.

c) Integritas dan Ego

- Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan

penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.

- Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.

14

14

d) Eliminasi

- Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa

kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi

- Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat

dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal,

perubahan jumlah, warna dan karakteristik urine.

e) Makanan / Cairan

- Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia

- Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan

gusi yang buruk, edema

f) Hygiene

- Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS

- Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.

g) Neurosensoro

- Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan

status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.

- Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak

normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.

h) Nyeri / Kenyamanan

- Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada

pleuritis.

- Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan

gerak,pincang.

i) Pernafasan

- Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk,

sesak pada dada.

- Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas,

adanya sputum.

15

15

j) Keamanan

- Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse

darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.

- Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya

nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan

umum.

k) Seksualitas

- Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi, menurunnya

libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.

- Tanda : Kehamilan,herpes genetalia.

l) Interaksi Sosial

- Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian,

adanya trauma AIDS.

- Tanda : Perubahan interaksi.

4. Pemeriksaan Diagnostik

a) Tes Laboratorium

Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih

bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk

mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau

perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human

Immunodeficiency Virus (HIV)

Serologis

- Tes antibody serum

Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA.

Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa

- Tes blot western

Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)

- Sel T limfosit

Penurunan jumlah total

16

16

- Sel T4 helper

Indikator system imun (jumlah <200>

- T8 ( sel supresor sitopatik )

Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel

helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.

- P24 ( Protein pembungkus HIV)

Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi

infeksi

- Kadar Ig

Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau

mendekati normal

- Reaksi rantai polimerase

Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel

perifer monoseluler.

- Tes PHS

Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif

Neurologis

- EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)

- Tes Lainnya

- Sinar X dada

- Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap

lanjut atau adanya komplikasi lain

- Tes Fungsi Pulmonal

- Deteksi awal pneumonia interstisial

- Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan

bentuk pneumonia lainnya.

- Biopsis

- Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi

17

17

- Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy

pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru

Tes Antibodi

Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus

(HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi

antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12

minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini

menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak

memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif,

kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus

(HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan

memudahkan evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug

Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji kadar Human

Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau

plasma. Tes tersebut, yaitu :

- Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)

Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan

kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA

tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa

seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human

Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya

terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut

seropositif.

- Western Blot Assay

Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus

(HIV) dan memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency

Virus (HIV)

- Indirect Immunoflouresence

Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan

seropositifitas.

18

18

- Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )

Mendeteksi protein dari pada antibody.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan

pola hidup yang beresiko.

2. Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan adanya

kontak darah dengan bayi sekunder terhadap proses melahirkan.

3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan

berlebih sekunder terhadap diare

4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,

malnutrisi, kelelahan.

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya

absorbsi zat gizi.

6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang

keadaan yang orang dicintai.

19

19

C. Rencana Keperawatan

No DiagnosaTujuan dan Kriteria

hasilIntervensi Rasional

1 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.

Pasien akan bebas infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam dengan kriteria hasil:- Tidak ada luka atau

eksudat.- Tanda vital dalam

batas normal (TD=110/70, RR=16-24, N=60-100, S=36-37)

- Pemeriksaan leukosit normal (6000-10000)

1. Monitor tanda-tanda infeksi baru.

2. gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci tangan sebelum meberikan tindakan.

3. Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang patogen.

4. Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.

5. Atur pemberian antiinfeksi sesuai order

1. Untuk pengobatan dini

2. Mencegah pasien terpapar oleh kuman patogen yang diperoleh di rumah sakit.

3. Mencegah bertambahnya infeksi

4. Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan

5. Mempertahankan kadar darah yang terapeutik

2 Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.

Infeksi HIV tidak ditransmisikan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam dengan kriteria hasil:- kontak pasien dan tim

kesehatan tidak terpapar HIV

- Tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC.

1. Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan kuman patogen lainnya.

2. Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien. Gunakan masker bila perlu.

1. Pasien dan keluarga mau dan memerlukan informasikan ini

2. Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain

20

3 Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan berlebih sekunder terhadap diare

Defisit volume cairan dapat teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam dengan criteria hasil: - perut lunak- tidak tegang- feses lunak, warna

normal- kram perut hilang,

1. Kaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah.

2. Auskultasi bunyi usus

3. Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order

4. Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside

1. Mendeteksi adanya darah dalam feses

2. Hipermotiliti mumnya dengan diare

3. Mengurangi motilitas usus, yang pelan, emperburuk perforasi pada intestinal

4. Untuk menghilangkan distensi

D. Implementasi

Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial. Kemudian dilakukan tindakan

keperawatan yang sesuai berdasarkan NCP.

E. Evaluasi

Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah

intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil

21

21

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang

menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif

lama dapat menyebabkan AIDS. Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang

disebut human immunodeficiency virus (HIV). Cara penularan HIVmelakukan

penetrasi seks, melalui darah yang terinfeksi, dengan mengunakan bersama jarum

untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah terinfeksi, wanita hamil.

Penularan secara perinatal terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena

pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga

virus dari ibu dapat menular pada bayi.

Kelompok resiko tinggi: lelaki homoseksual atau biseks, orang yang ketagian

obat intravena, partner seks dari penderita AIDS, penerima darah atau produk darah

(transfusi), bayi dari ibu/bapak terinfeksi. Gejala mayor infeksi HIV adalah BB

menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan, diare kronik yang berlangsung lebih dari 1

bulan, penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis, demensia / HIV

ensefalopati. Gejala minor: batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis generalist,

adanya herpes zoster yang berulang, kandidiasis orofaringeal, herpes simplex

kronik progresif, limfadenopati generalist,

infeksi jamur berulang pada kelamin wanita, retinitis cytomegalovirus.

3.2. Saran

Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya

akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang

berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan

maternitas terutama pada ibu hamil yang juga menderita HIV.

22

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta

Kuswayan. 2009. Apa itu HIV/AIDS?. http://www.kswann.com/WhatisHIVAIDS.pdf. Lamongan, 10 Desember 2010. 13.00 WIB (access online)

Yati, Ida. 2010. AIDS pada ibu hamil. http://www.docstoc.com/docs/. Lamongan, 10 Desember 2010. 13.10 WIB (access online)

Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada kehamilan. http://www.mkb-online.org/. Lamongan, 10 Desember 2010. 13.30 WIB (access online)

23

23

24