makalah geografi pertanian inovasi pertanian fix 1

16
MAKALAH GEOGRAFI PERTANIAN “INOVASI PERTANIAN DI INDONESIA STUDI KASUS INOVASI PERTANIAN PADI MENGGUNAKAN METODE SRI (SYSTEM OF INTENSIFICATIONS) DI KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT” Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Geografi Pertanian Semester Genap, Tahun Akademik 201!201" Disusu O!"# $ K"!%&'% *+ S,-#i S"./ i,0 % (1*2**2334) 5+ S"'0 i,, D6i Pu0/i (1*2**2377) 1+ Si 0, I- /,6,0i (1*2**8538) JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL Page | 1

Upload: septiana-dwi-putry

Post on 15-Oct-2015

312 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Makalah ini bertemakan Inovasi Pertanian dengan menggunakan Metode SRI (System of Rice Intensification)

TRANSCRIPT

MAKALAH GEOGRAFI PERTANIAN

INOVASI PERTANIAN DI INDONESIA STUDI KASUS INOVASI PERTANIAN PADI MENGGUNAKAN METODE SRI (SYSTEM OF INTENSIFICATIONS) DI KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Geografi PertanianSemester Genap, Tahun Akademik 2013/2014

Disusun Oleh :

Kelompok 41. Sandhi Sefrianto (4315115990)

2. Septiana Dwi Putri (4315115988)

3. Sinta Indrawati

(4315116296)JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2014I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang MasalahPertanian merupakan bidang yang sangat penting untuk menunjang kehidupan umat manusia. Perkembangan pertanian diawali dari perubahan sosial yang terjadi di masyarakat prasejarah, yaitu perubahan dari budayafood gathering(berburu dan meramu) menjadifood producing(bercocok tanam). Sejak periode bercocok tanam tersebut, bidang pertanian selalu mengalami perkembangan sesuai dengan tuntutan zaman. Bahkan sejak revolusi industri di Inggris akhir abad ke-18, industri pertanian, termasuk juga industri pengolahan hasil pertanian dan industri pangan, berkembang dengan pesat.

Indonesia merupakan negara agraris dengan lahan yang sangat luas serta keanekaragaman hayati yang sangat beragam. Sumber daya alam di Indonesia juga sangat berlimpah. Hal ini sangat memungkinkan menjadikan Negara Indonesia sebagai negara agraris terbesar di dunia. Di negara agraris seperti Indonesia, pertanian mempunyai kontribusi yang sangat penting. Baik terhadap perekonomian maupun terhadap pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.Saat ini pertanian Indonesia masih tetap bertahan dengan segala kelebihan dan kekurangannya di tengah deru jaman yang kian menggilas. Selama ini pertanian masih menjadi ujung tombak kehidupan negara. Peran pertanian Indonesia antara lain sebagai salah satu penyerap tenaga kerja, kontribusi terhadap pendapatan, kontribusi dalam penyediaan pangan, pertanian sebagai penyedia bahan baku, kontribusi dalam bentuk kapital, serta sebagai sumber devisa negara.Selain itu ada peran tambahan dari sektor pertanian yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat yang sebagian besar sekarang berada di bawah garis kemiskinan. Namun sejauh ini fakta tidak menyatakan demikian.

Di era globalisasi yang modern ini, para petani ada saja yang masih menggunakan alat alat sederhana. Mereka bagaikan tenggelam dalam kemajuan IPTEK yang telah maju. Disaat negara lain sudah menggunakan teknologi dalam pertaniannya, petani indonesia masih menggunakan fisik. Hal ini membuat waktu memanen yang harusnya singkat menjadi sangat lama dan menghabiskan banyak tenaga.

Penerapan pertanian konvensional pada awalnya mampu meningkatkan produktivitas pertanian dan pangan secara nyata, sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia. Tetapi ternyata diketahui kemudian efisiensi produksi semakin lama semakin menurun karena pengaruh umpan balik berbagai dampak samping yang merugikan. Untuk itu, maka diperlukan suatu inovasi teknologi dalam bidang pertanian di Indonesia, agar dapat meningkatkan hasil produksi serta juga untuk meningkatkan ketahanan pangan di negara ini. Untuk itu, di makalah ini akan dibahas mengenai inovasi teknologi yang terjadi di bidang pertanian di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu inovasi pertanian?

2. Bagaimana perkembangan inovasi pertanian di Indonesia?

3. Inovasi apa saja yang telah diterapkan pada pertanian di Indonesia?

4. Bagaimana inovasi pertanian padi organik di Kabupaten Ciamis Jawa Barat?1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi dan makna dari inovasi pertanian

2. Mengetahui perkembangan inovasi pertanian yang terjadi di Indonesia

3. Mengetahui jenis-jenis inovasi pertanian apa saja yang telah diterapkan pada pertanian di Indonesia

4. Mengetahui inovasi pertanian padi organik di daerah Kabupaten Ciamis Jawa BaratII

PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Inovasi PertanianInovasi adalah segala sesuatu ide, cara-cara ataupun obyek yang dipersepsikan oleh seorang sebagai sesuatu yang baru. Rogers dan Shoemaker (1971) mengartikan inovasi sebagai: ide-ide baru, praktek-praktek baru, atau obyek-obyek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat sasaran penyuluhan. Sedang Lionberger dan Gwin (1982) mengartikan inovasi tidak sekadar sebagai sesuatu yang baru, tetapi lebih luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya pembaharuan dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu.

Pengertian "baru" disini, mengandung makna bukan sekadar "baru diketahui" oleh pikiran (cognitive), akan tetapi juga baru karena belum dapat diterima secara luas oleh seluruh warga masyarakat dalam arti sikap (attitude), dan juga baru dalam pengertian belum diterima dan dilaksanakan/diterapkan oleh seluruh warga masyarakat setempat.

Pengertian inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau barang hasil produksi saja, tetapi mencakup: ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perilaku, atau gerakan-gerakan menuju kepada proses perubahan di dalam segala bentuk tata kehidupan masyarakat. Dengan demikian, pengertian inovasi dapat semakin diperluas menjadi:

"Sesuatu ide, produk, informasi teknologi, kelembagaan, perilaku, nilai-nilai, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan / diterapkan / dilaksanakan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya perbaikan-perbaikaan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang ber-sangkutan". (Mardikanto, 1988)".

Pengertian "baru" yang melekat pada istilah inovasi tersebut bukan selalu berarti baru diciptakan, tetapi dapat berupa sesuatu yang sudah "lama" dikenal, diterima, atau digunakan/diterapkan oleh masyarakat di luar sistem sosial yang menganggapnya sebagai sesuatu yang masih "baru". Pengertian baru juga tidak selalu harus datang dari luar, tetapi dapat berupa teknologi setempat (indegenuous technology) atau kebiasaan setempat (kearifan tradisional) yang sudah lama ditinggalkan.2.2Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi Pertanian

Ada beberapa hasil penelitian yang menunjukkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi. Suparlan (1981) menyatakan bahwa adopsi inovasi dipengaruhi oleh (a) tidak bertentangan dengan pola kebudayaan yang telah ada, (b) struktur sosial masyarakat dan pranata sosial, dan (c) persepsi masyarakat terhadap inovasi. Kecepatan proses adopsi dipengaruhi oleh klasifikasi pengadopsi, ciri-ciri pribadi, sosial, budaya dan lingkungan serta sumber informasi.

Selain faktor-faktor yang telah diuraikan di atas Lionberger dalam Cambell dan Barker (1997) mengatakan bahwa faktor lain yang mempengaruhi adopsi teknologi antara lain, variabel internal (personal), variabel eksternal (situasional) dan variabel kelembagaan (pendukung). Menurut Bulu (2008), melaporkan bahwa faktor-faktor karekateristik pribadi, seperti sikap, motivasi, dan pengetahuan bukan lagi faktor dominan yang mempengaruhi tingkat adopsi inovasi. Lebih lanjut mengatakan bahwa faktor dominan yang mempengaruhi tingkat adopsi inovasi pertanian adalah faktor sosial (modal sosial). Modal sosial merupakan salah satu faktor utama yang mampu menggerakkan semua elemen dalam proses adopsi inovasi. Modal sosial yang semakin kuat secara konsisten meningkat adopsi inovasi pertanian. Sebaliknya tingkat adopsi inovasi yang semakin tinggi secara konsisten memperkuat modal sosial dalam proses adopsi inovasi pertanian. Dengan demikian antara modal sosial dan tingkat adopsi inovasi pertanian mempunyai hubungan timbal balik (saling mempengaruhi) (Bulu, 2008).

2.3Perkembangan Inovasi Pertanian di Indonesia

Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apapun tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi. Kehadiran berbagai introduksi teknologi ke dalam budidaya pertanian sudah sejak lama terjadi di Indonesia. Sebagai inovasi, kehadiran teknologi tersebut telah secara nyata memberikan hasil yang sangat penting bagi pertumbuhan sektor pertanian di masa lalu dan senantiasa berubah karena adanya pembangunan pertanian. Di sektor pangan, Indonesia berhasil mencapai swasembada pangan pada tahun 1984, meskipun kemudian pada masa berikutnya kita tidak dapat mempertahankannya. Demikian pula terjadi pertumbuhan berarti pada sektor hortikultura dan perkebunan.

Teknologi sering diartikan sebagai ilmu yang berhubungan dengan keterampilan di bidang industri. Tetapi A.T Mosher (1965;93) mengartikan teknologi pertanian sebagai cara-cara untuk melakukan pekerjaan usaha tani.Didalamnya termasuk cara-cara bagaimana petani menyebarkan benih, memelihara tanaman dan memungut hasil serta memelihara ternak. Termasuk pula didalamnya benih, pupuk, pestisida, obat-obatan serta makanan ternak yang dipergunakan, perkakas, alat dan sumber tenaga. Termasuk juga didalamnya berbagai kombinasi cabang usaha, agar tenaga petani dan tanahnya dapat digunakan sebaik mungkin.

Yang perlu disadari adalah pengaruh dari suatu teknologi baru pada produktivitas pertanian. Teknologi baru yang diterapkan dalam bidang pertanian selalu dimaksudkan untuk menaikkan produktivitas, apakah ia produktivitas tanah, modal atau tenaga kerja. Seperti halnya traktor lebih produktif daripada cangkul, pupuk buatan lebih produktif daripada pupuk hijau dan pupuk kandang, menanam padi dengan baris lebih produktif daripada menanamnya tidak teratur. Demikianlah masih banyak lagi cara-cara bertani baru, di mana petani setiap waktu dapat meningkatkan produktivitas pertanian.

Dalam menganalisa peranan teknologi baru dalam pembangunan pertanian, digunakan dua istilah lain yang sebenarnya berbeda namun dapat dianggap sama yaitu perubahan teknik (technical change) dan inovasi (inovation) menurut Mubyarto (1989;235). Istilah perubahan teknik jelas menunjukkan unsur perubahan suatu cara baik dalam produksi maupun dalam distribusi barang-barang dan jasa-jasa yang menjurus ke arah perbaikan dan peningkatan produktivitas. Misalnya ada petani yang berhasil mendapatkan hasil yang lebih tinggi daripada rekan-rekannya karena ia menggunakan sistem pengairan yang lebih teratur. Caranya hanya dengan menggenangi sawah pada saat-saat tertentu pada waktu menyebarkan pupuk dan sesudah itu mengeringkannya untuk memberikankesempatan kepada tanaman untuk mengisapnya. Sedangkan inovasi berarti pula suatu penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya, artinya selalu bersifat baru. Sebagai contoh, penerapan bibit karet yang unggul dalam penanaman baru adalah inovasi.Pemerintah melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian telah banyak melakukan intervensi dalam memperbaiki sistem pertanian di Indonesia. Banyak inovasi-inovasi pertanian yang telah dikembangkan oleh Kementrian Pertanian maupun dari lembaga-lembaga penelitian khusus pertanian. Tercatat ada sekitar 200 inovasi teknologi di bidang pertanian hasil riset kerjasama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian bersama dengan para mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), 200 Inovasi Teknologi Badan Litbang Pertanian tersebut siap dimanfaatkan sebagai aset bisnis untuk dikembangkan lebih lanjut pada skala komersial. Macam-macam inovasi teknologi pertanian yang di kembangkan oleh Badan Litbang Pertanian dan hasil riset mahasiswa pertanian di Indonesia diantaranya adalah dengan memanfaatkan kegiatan bioteknologi (rekayasa genetik) dalam bidang pertanian, serta pemanfaatan Teknologi melalui mesin modern seperti penggunaan Transplanter tanampadi yang berfungsi untuk memudahkan dalam penanaman padi, Power Weeder mesin penyiang padi, Appo alat pengolahan pupuk organik, Padi Mower alat panen padi.Akan tetapi alat-alat tersebut atau mesin tersebut masih sangat jarang di gunakan karena mesin-mesin tersebut berasal dari Jepang langsung sehingga hanya di gunakan khusus untuk penelitian dan membutuhkan biaya yang besar untuk mendatangkan mesin tersebut dan hanya terdapat dua alat saja dan berada di Pulau Jawa saja.

Selain itu ada Program Rinitisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Teknologi Inovasi Pertanian (PRIMA TANI) PRIMA TANI merupakan Program Rintisan Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian untuk memasyarakatkan inovasi hasil penelitian dan pengembangan pertanian kepada masyarakat dalam bentuk laboratorium agribisnis di lokasi yang mudah dilihat dan dikenal masyarakat petani. Tujuan utamanya adalah untuk mempercepat waktu, meningkatkan kadar dan memperluas prevalensi adopsi teknologi inovatif yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian. Selain itu, juga untuk menghimpun umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat-guna spesifik pengguna dan lokasi, yang merupakan informasi esensial dalam rangka mewujudkan penelitian dan pengembangan berorientasi kebutuhan pengguna. Metode dan inovasi baru yang dapat meningkatkan produksi pertanian, memerlukan penggunaan bahan-bahan dan alat-alat produksi khusus oleh petani. Pembangunan pertanian seharusnya secara keseluruhan itu tersedia di atau dekat pedesaan (lokasi usaha tani), dalam jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi keperluan tiap petani yang membutuhkan dan menggunakannya dalam usaha taninya.2.4 Analisis Inovasi Pertanian Padi Dengan Menerapkan Metode SRI (Systems of Rice Intensifications) di Kabupaten Ciamis Jawa BaratPadi merupakan kebutuhan primer bagi masyarakat Indonesia, karena sebagai sumber energi dan karbohidrat bagi mereka. Selain itu, padi juga merupakan tanaman yang paling penting sebagai bahan pangan utama bagi jutaan petani kecil yang ada di berbagai wilayah di Indonesia dan 90 persen penduduk Indonesia. Masa sekarang atau yang akan datang, setidaknya pertumbuhan produksi padi sama cepatnya dengan pertumbuhan populasi penduduk. Dengan jumlah penududuk pada saat ini yang mencapai lebih dari 220 juta orang dengan tingkat konsumsi beras 135 kg per kapita per tahun yang menunjukkan konsumsi beras per kapita di Indonesia jauh lebih tinggi daripada konsumsi ideal. Untuk meningkatkan produksi padi perlu pengembangan tekhnologi dan penelitian yang berkaitan dengan produktivitas padi, yang mana dengan produktifitas padi yang tinggi diharapkan dapat memberi kontribusi yang tinggi dalam kesejahteraan masyarakat petani.

Dalam penyediaan beras, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala yang berkaitan dengan terbatasnya kapasitas produksi nasional yang disebabkan oleh: konversi lahan pertanian ke non pertanian, menurunnya kualitas dan kesuburan tanah, terbatas dan tidak pastinya ketersediaan air irigasi akibat perubahan iklim dan persaingan pemanfaatan sumber daya air, serta tidak pastinya pola hujan akibat perubahan iklim global. Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan beras salah satu cara adalah kecenderungan melakukan impor.

Dalam upaya memenuhi kebutuhan beras dari produksi padi dalam negeri dan menekan serta menghilangkan impor beras adalah melalui ekstensifikasi dan intensifikasi lahan tanaman padi dengan penerapan inovasi teknologi budidaya padi. Inovasi teknologi yang mampu meningkatkan produksi padi salah satunya dengan pendekatan teknologi System of Rice Intensification (SRI). SRI merupakan suatu teknik budidaya padi dengan memanfaatkan teknik pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara. Dimana melalui teknologi SRI diharapkan mampu meningkatkan produktivitas tanaman padi 50 persen bahkan mampu mencapai 100 persen. Selain itu, teknik budidaya padi SRI merupakan sistem pertanian yang ramah lingkungan karena mengutamakan penggunaan bahan organik sehingga mampu mendukung terhadap pemulihan kondisi lahan yang cenderung mengalamileveling-off.2.4.1 Konsep dan Prinsip SRIMetode SRI (System of Rice Intensification) merupakan metode budidaya padi yang hemat air dan menghasilkan produksi lebih tinggi. Pola tanam padi model SRI adalah cara bertanam padi kembali ke alam. Artinya, petani tidak lagi menggunakan pupuk kimia, tapi memanfaatkan bahan organik yang diolah untuk menjadi sumber pupuk tanaman produksi. Metode System of Rice Intensification ini adalah salah satu inovasi metode budidaya padi yang diperkenalkan pada tahun 1983 di Madagaskar oleh pastor sekaligus agrikulturis asal Perancis, Fr. Henri de Laulanie, yang telah bertugas di Madagaskar sejak 1961. Awalnya SRI adalah singkatan dari "Systeme de Riziculture Intensive" dan pertama kali muncul di jurnal Tropicultura tahun 1993. Di Madagaskar, hasil metode SRI sangat memuaskan dimana pada beberapa tanah tidak subur dengan produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa dipakai petani.Tahun 1990 dibentuk Association Tefy Saina (ATS), sebuah LSM Malagasy untuk memperkenalkan SRI. Empat tahun kemudian, Cornell International Institution for Food, Agriculture and Development (CIIFAD), mulai bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan SRI di sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US Agency for International Development. Saat itu, SRI hanya dikenal setempat dan penyebarannya terbatas. Sejak akhir 1990-an, SRI mulai mendunia berkat Prof. Norman Uphoff, mantan direktur CIIFAD.Tahun 1997, Dr. Norman Uphoff memberikan presentasi SRI di Bogor, Indonesia; untuk pertama kalinya SRI dipresentasikan di luar Madagaskar. Tahun 1999, untuk pertama kalinya SRI diuji di luar Madagaskar yaitu di China dan Indonesia. Pengujian SRI di Indonesia dilaksanakan oleh Badan Penelitian Tanaman Padi (Indonesian Agency for Agricultural Research and Development/IAARD) di pusat penelitiannya di Sukamandi, jawa Barat. Hasil pengujian diperoleh bahwa, panen dengan metode SRI sebesar 6,2 ton/ha sedangkan hasil dari petak control sebesar 4,1 ton/ha, sehingga ada peningkatan hasil sebesar 66,12 persen. Sejak itu, SRI diuji coba di lebih dari 25 negara dengan hasil panen berkisar 7 10 ton/ha.2.4.2 Prinsip Budidaya Padi Dengan Metode SRI1. Tanam bibit muda berusia antara 7 12 hari setelah semai (HSS) ketika bibit masih berdaun 2 (dua) helai.Penggunaan bibit muda berkaitan dengan bahwa penggunaan bibit padi yang berumur 5 15 HSS menghasilkan pertumbuhan tanaman lebih cepat karena daya jelajah akar lebih jauh sehingga perkembangan akar menjadi maksimal pada akhirnya kebutuhan nutrisi tanaman tercukupi. 2. Tanam tunggal Atau Tanam bibit satu lubang satu bibit.Penggunaan satu bibit per lubang tanam bermanfaat untuk mengurangi kompetisi serta meningkatkan potensi anakan produktif per rumpun.3. Jarak Tanam Lebar.Jarak tanam yang lebar dengan lebar, yaitu: 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 40 x 40 cm atau bahkan lebih. Penggunaan jarak tanam lebar bertujuan untuk meningkatkan jumlah anakan produktif.

4. Pindah tanam harus segera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal.

5. Sistem pengairan intermitten atau sistem pengairan berselang.

6. Penyiangan sejak awal sekitar umur 10 hari dan diulang 2 - 3 kali dengan interval 10 hari.

7. Penggunaan pupuk organik dan pestisida organik.

Sedangkan keunggulan dari metode SRI, antara lain: (1) Dengan sistem pengairan berselang, pemakaian air dapat dihemat hingga 50 persen. Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen pemberian air maksimum 2 cm paling baik kondisi macak-macak sekitar 5 mm dan terdapat periode pengeringan sampai tanah retak (irigasi terputus). (2) Tanam bibit muda mampu mengurangi stres tanaman saat di pindahtanam. (3) Hemat biaya, karena hanya membutuhkan benih sebanyak 5 kg/ha, tidak membutuhkan biaya pencabutan bibit, tidak membutuhkan biaya pindah bibit, meminimalkan tenaga tanam, dan lain-lain. (4) Hemat waktu, ditanam pada saat bibit berumur muda yaitu 7 - 12 hari setelah semai sehingga waktu panen akan lebih awal. (5) Produksi meningkat, bahkan di beberapa tempat mampu mencapai 11 ton/ha atau bahkan lebih. (6) Ramah lingkungan, secara bertahap penggunaan pupuk kimia akan dikurangi dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan MOL), begitu juga penggunaan pestisida.2.4.3 Adopsi Teknologi SRI di Lokasi Kajian

Kabupaten Ciamis sebagai salah satu dari provinsi Jawa Barat. Keadaan alam Ciamis cukup potensial untuk pertanian, sektor pertanian di Kabupaten Ciamis merupakan penggerak roda perekonomian Kabupaten ini terutama tanaman pangan khususnya padi. Usaha tani padi dengan pola SRI telah dikenal oleh masyarakat Kabupaten Ciamis mulai tahun 2000 dan perkembangan maupun sosialisasinya nampak gencar pada tahun 2005. Pola usaha tani SRI di lokasi kajian berkembang sebagai respon terhadap perubahan ekologi tanah dan lingkungan serta tingginya harga pupuk kimia, sehingga dengan meminimumkan penggunaan pupuk kimia dan mensubstitusi dengan pupuk organik (kompos) akan dapat meringankan biaya usaha tani dan menjaga ekologi tanah dan lingkungan. (Wardana et al., 2005).

Penerapan pola SRI di Kabupaten Ciamis, pada dasarnya didorong oleh:

1. Semakin menurunnya ketersediaan air.

2. Potensi lahan pertanian semakin menurun sementara penggunaan bahan kimia terus meningkat.

3. SRI adalah metode yang ramah lingkungan sekaligus mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas.

4. Peningkatan produktivitas tanaman padi akan turut meningkatkan pendapatan petani.

5. Kenaikan harga pangan yang terjadi membutuhkan solusi untuk meningkatkan produktivitas bahan pangan.

Penerapan pola SRI ini, pada dasarnya juga dilakukan dengan melalui kegiatan kelompok tani, dimana salah satu anggota ataupun ketua telah/pernah mendapatkan pelatihan-pelatihan sebelumnya. Pelaksanaan pelatihan diantaranya dilakukan melalui kerjasama Pengelolaan Tata Guna Air (PTGA) yang secara berkala memfasilitasi sejumlah peserta dari setiap daerah khususnya di daerah Jawa Barat (Rochaedi, 2005).Luas areal yang menerapkan pola SRI di Kabupaten Ciamis pada tahun 2011 mencapai 100 hektar tersebar di Kecamatan Banjarsari, Lakbok, Mangunjaya, dan Cikoneng. Petani yang terlibat dalam SRI mencapai 982 orang. Di lokasi tersebut, penerapan SRI dilahan petani dilakukan secara sukarela bahkan petani datang langsung untuk belajar. Hal ini disebabkan para petani telah merasakan manfaat dari penerapan SRI, seperti adanya peningkatan hasil panen padi dan pendapatan hasil tani, sekalipun luas lahan garapan sawah petani berkisar antara 700 2800 m2

Secara umum adopsi komponen teknologi SRI yang dilakukan oleh para petani berpegang pada 3 hal esensial yang menjadi dasar pemahaman dalam melakukan praktek SRI. Tiga hal yang esensial tersebut adalah, (1) pengelolaan tanah yang sehat serta pengelolaan bahan organik, (2) pengelolaan potensi tanaman secara optimal, dan (3) pengelolaan air yang baik dan teratur. Dalam pelaksanaannya, prinsip dasar yang diadopsi oleh petani adalah, (1) pengelolaan tanah dan pemupukan, (2) menyiapkan benih yang bermutu, (3) persemaian benih pada media semai campuran kompos dan tanah.2.4.4 Keuntungan Dari Sistem Bertani Padi Secara SRIMenurut petani yang sudah menerapkan cara SRI, mengatakan bahwa, cara ini lebih mudah dan tidak beresiko. Satu hal yang penting bahwa bertani padi organik cara SRI tidak beresiko. Bila cara bertani padi organik dengan cara biasa petani akan mengalami penurunan hasil produksi, maka pada sistem bertani SRI, hasil produksi tetap atau konstan atau bahkan meningkat. SRI memiliki beberapa keuntungan yang tidak dimiliki cara bertani organik biasa, keuntungan tersebut antara lain:

a. Lebih hemat air, karena tanah tidak lagi digenagi air. Hal ini sangat membantu bagi petani di daerah yang lahannya kekurangan air.

b. Lebih hemat benih, karena dari kebutuhan benih yang tadinya setiap lobang tanam bisa 3-5 bibit maka pada cara SRI yang hanya 1 untuk satu lobang tanam akan menghemat benih sekitar 17 kg/hektar.

c. Lebih hemat pupuk organik. Bila pada bertani organik biasa pupuk akan mengalami penyusutan sehingga diperlukan pupuk susulan yang banyak. Pada cara SRI pupuk akan lebih mudah diserap oleh tanah dan kebutuhannya tidak terlalu banyak.

d. Tidak terlalu sering melakukan penyiangan. Artinya kelebihan tersebut akan mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh petani.

e. Pola tanam SRI sangat tepat untuk dorong swasembada padi.Pada Tabel 1. menunjukkan biaya yang dikeluarkan menjadi lebih sedikit.

2.4.5 Hambatan Penerapan Cara Bertani SRI

Sistem bertani SRI, bukan berarti tidak memiliki hambatan. Adapun hambatan hambatan dalam menerapkan metode tersebut antara lain :

a. Pada saat musim hujan, benih-benih yang sudah ditanam umumnya masih sangat rentan dan bila terjadi hujan lebat benih-benih tersebut di- khawatirkan akan hanyut.

b. Pengelolaan irigasi dan pengendalian air yang berkala, hal ini tidak mudah untuk diterapkan oleh petani. Akibatnya, aerasi tanah meningkat dan petani tidak menyadarinya.

c. Banyak kendala dalam menanam bibit muda dan per lubang dengan satu tanaman.

d. Beberapa hama dan penyakit menyerang bibit muda setelah tanam. Sehingga untuk menerapkan SRI sangat sulit, namun hal tersebut dapat diterapkan secara intensif jika petani sudah yakin dan sudah mendapatkan keterampilan dalam metode ini.

e. Kendala lain diluar kendala teknis adalah kondisi kemampuan dan pemahaman petani kita yang kurang adaptif terhadap inovasi baru.

f. Kebutuhan tenaga kerja lebih tinggi dibandingkan dengan praktek tradisi nasional.

Agar hambatan tersebut dapa dihindari maka pada saat penyemaian benih dihindari musim hujan. Metode SRI menguntungkan untuk petani, karena produksi meningkat dan untuk mempercepat penyebaran metode SRI perlu dukungan dengan kebijakan pemerintah pusat maupun daerah dan mengoptimalkan tugas penyuluh pertanian dengan mengadakan pelatihan kepada petani agar paham tentang metode SRI.III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penerapan pertanian konvensional pada awalnya mampu meningkatkan produktivitas pertanian dan pangan secara nyata, sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia. Tetapi ternyata diketahui kemudian efisiensi produksi semakin lama semakin menurun karena pengaruh umpan balik berbagai dampak samping yang merugikan. Kehadiran berbagai introduksi teknologi ke dalam budidaya pertanian sudah sejak lama terjadi di Indonesia. Sebagai inovasi, kehadiran teknologi tersebut telah secara nyata memberikan hasil yang sangat penting bagi pertumbuhan sektor pertanian di masa lalu.

Pemerintah melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian telah banyak melakukan intervensi dalam memperbaiki sistem pertanian di Indonesia. Banyak inovasi-inovasi pertanian yang telah dikembangkan oleh Kementrian Pertanian maupun dari lembaga-lembaga penelitian khusus pertanian. Tercatat ada sekitar 200 inovasi teknologi di bidang pertanian hasil riset kerjasama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian bersama dengan para mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB). Salah satu inovasi pertanian ialah dengan Budidaya padi metode SRI di Kabupaten Ciamis yang mampu meningkatkan hasil dibandingkan budidaya secara konvensional. Peningkatan hasil padi berkisar 5 18% atau sekitar 0,25 1,0 ha/tahun. Peningkatan hasil hanya dialami oleh petani yang telah melakukan kegiatan SRI selama dua musim. Selain itu karena tidak mempergunakan pupuk dan pestisida kimia, tanah menjadi gembur, miikroorganisme tanah meningkat jadi ramah lingkungan.Sistem bertani SRI, bukan berarti tidak memiliki hambatan. Adapun hambatan hambatan tersebut antara lain: Pada saat musim hujan, benih-benih yang sudah ditanam umumnya masih sangat rentan dan bila terjadi hujan lebat benih-benih tersebut di- khawatirkan akan hanyut. Dan kendala lain diluar kendala teknis adalah kondisi kemampuan dan pemahaman petani kita yang kurang adaptif terhadap inovasi baru. Metode SRI menguntungkan untuk petani, karena produksi meningkat dan untuk mempercepat penyebaran metode SRI perlu dukungan dengan kebijakan pemerintah pusat maupun daerah.DAFTAR PUSTAKA

Kuswara dan Alik Sutaryat, 2003. Dasar Gagasan dan Praktek Tanam Padi Metode SRI (System of Rice Intencification). Kelompok Studi Petani (KSP). Ciamis

Nuryanti, Siti. 2013. Inovasi Teknologi Dalam Bidang Pertanian Untuk Mendukung Pertanian Berkelanjutan. From : http://sitinuryantiii.blogspot.com/2013/03/inovasi-teknologi-dalam-bidang.html. Di akses pada tanggal 14 Maret 2014. Anonim. 2012. Makalah Proses Adopsi Dan Inovasi. From : http://ullillallullellou.blogspot.com/2012/12/makalah-proses-adopsi-dan-inovasi.html. Di akses pada tanggal 14 Maret 2014. Turindra, Azis. 2009. Pengertian Adopsi Dan Inovasi. From : http://turindraatp.blogspot.com/2009/11/pengertian-adopsi-dan-inovasi.html. Diakses pada tanggal 14 Maret 2014. Kustiawan, Fariz. 2012. Peranan dan Realisasi Teknologi di Bidang Pertanian. From : http://farizkustiawann.blogspot.com/2012/12/peranan-dan-realisasi-teknologi-di.html. Diakses pada tanggal 14 Maret 2014.

Anonim. 2013. Budidaya Padi Dengan Pendekatan Teknologi Sri (System Of Rice Intensification). From :http://epetani.deptan.go.id/budidaya/budidaya-padi-dengan-pendekatan-teknologi-sri-system-rice-intensification-7712. Diakses pada tanggal 15 Maret 2014. Sukayat, Yayat. Agroindustrialisasi Padi Sawah Berbasis Kearifan Lokal (Kajian Atas Budidaya Padi Di Kabupaten Tasikmalaya Dan Kabupaten Bandung). Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. From : http://jp.fe.unsoed.ac.id/index.php/sca-1/article/viewFile/267/272. Diakses pada tanggal 15 maret 2014. Mukti, Imam. 2011. Teknologi Dalam Pembangunan Pertanian. From : http://paradigmakaumpedalaman.blogspot.com/2011/11/teknologi-dalam-pembangunan-pertanian.html. Diakses pada tanggal 15 Maret 2014.

Nurhadi. 2012. Budidaya Dan Keunggulan Padi Organik Metode SRI (System Of Rice Intensification). From : http://www.bakorluh-maluku.com/2012/09/budidaya-dan-keunggulan-padi-organik-metode-sri-system-of-rice-intensification/ Diakses pada tanggal 15 Maret 2014. Munarman. 2013. Pertanian Indonesia. From : http://indonesiabertani.wordpress.com/2013/02/06/pertanian-indonesia/. Diakses tanggal 15 Maret 2014.Page | 1