inovasi pertanian spesifik lokasibbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/download/ebook...inovasi...

107

Upload: others

Post on 20-Nov-2020

44 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai
Page 2: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI

Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020

Pengarah:

Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.

Penanggung Jawab:

Kepala Bidang Kerjasama dan Pengembangan Hasil Pengkajian

Reviewer:

Ketua merangkap Anggota:

Rubiyo (Prof. R., Peneliti Ahli Utama, Bidang Pemuliaan dan Genetika Tanaman, BBP2TP)

Anggota:

Prof. Dr. Sahardi Mulia, MS /Peneliti Ahli Utama Bidang Budidaya dan Produksi Tanaman Dr. Ir. Muchamad Yusron, M.PHIL /Peneliti Ahli Utama Bidang Budidaya Tanaman Dr. Chandra Indrawanto, M.Sc /Peneliti Ahli Utama Bidang Ekonomi Pertanian

Mitra Bestari

Ir. Rachmat Hendayana, M.S. /Peneliti Ahli Utama Bidang Ekonomi Pertanian

Redaksi pelaksana

Elya Nurwullan, SP. M.Si Yovita Anggita Dewi, S.TP, M.Sc Mulni Erfa, SE Catur Oktavian Indri Hastuti, SP.MP Agung Susakti, A.Md

Alamat Redaksi

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jalan Tentara Pelajar No.10 Bogor, Indonesia Telepon/Fak : (0251) 8351277 – (0251) 8350928 E-mail : [email protected] Website : http://www.bbp2tp.lirbang.pertanian.go.id

Buletin diterbitkan oleh Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Merupakan

media ilmiah, memuat naskah primer berupa hasil penelitian, pengkajian dan diseminasi inovasi

pertanian dan naskah sekunder/tinjauan berupa tinjauan kritis, gagasan, opini maupun konsep orisinil

inovasi pertanian. Ruang lingkup materi, mencakup aspek teknis agronomis, sosial, ekonomi dan

kelembagaan, khususnya bernuansa spesifik lokasi.

Page 3: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai
Page 4: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

ISSN -2407-0955

Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi

Volume 6 Nomor 1, Bulan Juni 2020

BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

Page 5: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

ISSN -2407-0955

Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi

Volume 6 Nomor 1, Bulan Juni 2020

PENDAMPINGAN KAWASAN KEDELAI MELALUI INTRODUKSI INOVASI TEKNOLOGI DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN DI LAMONGAN, JAWA TIMUR Amik Krismawati dan Kasmijati .......................................................................................................... 1 - 16

INOVASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BERBASIS KELAPA DI WILAYAH PERBATASAN KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD G.H. Joseph, Agustinus N. Kairupan, Meivie Lintang ....................................................................... 17 - 24

ANALISIS KELAYAKAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI PERBATASAN KABUPATEN SAMBAS Rusli Burhansyah ............................................................................................................................. 25 - 34

USAHATANI JAGUNG HIBRIDA VARIETAS BIMA 19-URI DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN SUMATERA SELATAN Maya Dhania Sari dan Suparwoto .................................................................................................... 35 - 40

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium cepa L.) DI KABUPATEN BENGKAYANG, KALIMANTAN BARAT Muhammad Syahri Mubarok dan Muhammad Arifin Muflih .............................................................. 41 - 49

TEKNOLOGI PEMUPUKAN INFUS AKAR DAN PENGENDALIAN HAMA PENYAKIT TANAMAN PALA DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Risma Fira Suneth, Rizal Latuconsina dan Edween D Waas ........................................................... 50 - 58

APLIKASI AUKSIN DAN SITOKININ UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA BUOL ST-1 Muchtar, Andi Irmadamayanti, Risna dan Saidah ............................................................................ 59 - 69

MUTU BENIH RIMPANG JAHE SELAMA PENYIMPANAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA Melati dan Devi Rusmin.................................................................................................................... 70 - 77

INTRODUKSI INOVASI TEKNOLOGI PERBENIHAN MENDUKUNG PENGEMBANGAN JENGKOL DI SUMATERA UTARA Tommy Purba, Nazaruddin, Khadijah El Ramija, Imelda Marpaung ................................................. 78 - 84

STRATEGI PENGEMBANGAN LUMBUNG PANGAN DALAM MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI WILAYAH PERBATASAN Yennita Sihombing ............................................................................................................................ 85 -100

Page 6: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

1 Pendampingan Kawasan Kedelai Melalui Introduksi Inovasi Teknologi dan Penguatan

Kelembagaan di Lamongan Jawa Timur (Amik Krismawati dan Kasmijati)

PENDAMPINGAN KAWASAN KEDELAI MELALUI INTRODUKSI INOVASI TEKNOLOGI DAN PENGUATAN

KELEMBAGAAN DI LAMONGAN, JAWA TIMUR

Amik Krismawati dan Kasmijati

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Jl. Raya Karangploso Km 4 Malang

Email: [email protected]

ABSTRACT

Soybean Area Advisory Through Technology Innovation and Institutional Strengthening in Lamongan

District, East Java. The assessment were carried out at Lamongan Regency in 2019. This assessment aim

to documenting the socio-economic conditions of soybean farmers, also aim to encourage farmers to adopt

soy technology, and strengthen corporate-based farmer institutions. Activities began with coordination

with the relevant agencies and then conducted a survey, VUB display, completed with FGD. The results of

the activity show: the age of the farmers is in the productive age with an average land ownership between

0.25 - 1.0 hectare. At the location, there are 9 farmer groups that have legal status, high member

participation, and have received assistance from the government. Dena-1 varieties produce 2.28 t/ha, and

Anjasmoro 1.92 t/ha. The profit value of Dena-1 and Anjasmoro is Rp. 4.8 million and Rp 2.7 million with

a value and R/C 1.49 and R/C 1.31. Action plans need to be developed to strengthen corporate-based

farmer economic institutions, downstream soy products, supply chain structuring and marketing

development, as well as facilitate soybean area business development, accessibility to financing and

insurance institutions, investment and partnership development, and human resource capacity building.

Keywords: soybean, assessment, technology innovation, institutional strengthen

ABSTRAK

Kegiatan pendampingan yang dilakukan di Kabupaten Lamongan tahun 2019, bertujuan selain untuk

mendokumentasikan kondisi sosial ekonomi petani kedelai juga bertujuan mendorong petani untuk mengadopsi

teknologi kedelai, dan melakukan penguatan kelembagaan petani berbasis korporasi. Kegiatan dimulai dengan

koordinasi ke dinas terkait kemudian dilakukan survei, display VUB, dilengkapi dengan FGD. Hasil kegiatan

menjunjukkan: usia petani berada dalam usia produktif dengan penguasaan lahan rata-rata antara 0,25 – 1,0 hektar. Di

lokasi terdapat 9 kelompok tani yang telah berbadan hukum, partisipasi anggota cukup tinggi, dan pernah menerima

bantuan dari pemerintah. Varietas Dena-1 menghasilkan 2,28 ton/ha, dan Anjasmoro 1,92 ton/ha. Nilai keuntungan

Dena-1 dan Anjasmoro masing-masing Rp. 4,8 juta dan Rp 2,7 juta dengan nilai dan R/C 1,49 dan R/C 1,31. Rencana

aksi perlu disusun penguatan kelembagaan ekonomi petani berbasis korporasi, hilirisasi produk kedelai, penataan

rantai pasok dan pengembangan pemasaran, serta fasilitasi pengembangan usaha kawasan kedelai, aksesibilitas

terhadap lembaga pembiayaan dan asuransi, pengembangan investasi dan kemitraan, dan peningkatan kapasitas

sumber daya manusia.

Kata kunci: kedelai, pendampingan, inovasi teknologi, penguatan kelembagaan

Page 7: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

2 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 1 - 16

PENDAHULUAN

Karakteristik umum pertanian rakyat yang

beskala kecil tersebar dan terfokus di on farm,

mengakibatkan usahatani tidak efisien dan

cenderung subsistem. Produk yang dihasilkan

petani umumnya memiliki jenis dan mutu yang

tidak seragam, serta manajemen usaha yang masih

tradisional. Oleh karena itu, diperlukan upaya

untuk mengkonsolidasikan petani agar mampu

memperoleh berbagai efisiensi dalam mendapatkan

sarana produksi dan memasarkan produk, sehingga

kelembagaan petani yang masih terfokus di on

farm dapat bertransformasi menjadi kelembagaan

ekonomi petani berbadan hokum yang terintegrasi

dalam suatu lembaga Korporasi Petani.

Gabungan kelompok tani yang telah

terkonsolidasi dapat berintegrasi atau membentuk

kelembagaan ekonomi petani berbadan hukum

berupa koperasi atau badan usaha lain sesuai

ketentuan peraturan perundang–undangan sehingga

dapat bermitra dengan perusahaan yang bergerak di

bidang industri pengolahan atau perdagangan

(Permentan, 2018).

Jawa Timur merupakan salah satu sentra

kedelai di Indonesia. Untuk mempercepat

swasembada pangan khususnya kedelai dilakukan

pengembangan kawasan pertanian yang telah

ditetapkan melalui Permentan No. 18/2018 tentang

Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian,

berbasis korporasi petani dan untuk mempercepat

pelaksanaan pembangunan pertanian serta

pengembangan kawasan pertanian sesuai dengan

arah pembangunan pertanian berkelanjutan maka

pengembangan kawasan pertanian dilaksanakan

melalui pengembangan kawasan pertanian berbasis

korporasi petani (Permentan, 2018). Berdasarkan

Kepmentan No. 472/2018 lokasi pengembangan

kawasan kedelai di Jawa Timur meliputi kabupaten

Ponorogo, Lamongan, Malang, Pasuruan, Blitar,

Situbondo, dan Banyuwangi, Bangkalan, dan

Sumenep.

Kabupaten Lamongan memiliki wilayhnya

berbatasan dengan laut Jawa disebelah utara,

disebelah timur berbatasan dengan Gresik,

diselatan berbatasan dengan Mojokerto dan

Jombang Di sebelah barat berbatasan dengan

Bojonegoro dan Tuban.

Secara topografi, Lamongan terdiri dari

daratan rendah dengan ketinggian 0-25 mdpl

sebanyak 50,17% dari keseluruhan luas wilayah

sebanyak 45,68% berada pada ketinggian 25-100

mdpl seluas 45,68%, selebihnya 4,15% berada di

atas 100 mdpl.

Kedelai merupakan komoditas unggulan di

Lamongan, dengan berbagai produk olahan untuk

konsumsi kedelai (Sudaryanto dan Swastika, 2007;

Yohanis, 2013). Kedelai dikenal sebagai sumber

protein nabati, umumnya dikonsumsi dalam bentuk

produk olahan berupa tahu, tempe, kecap, tauco,

susu kedelai dan berbagai bentuk makanan ringan.

Permasalahan utama yang dihadapi petani adalah

harga kedelai ditingkat petani yang relatif rendah

dan pengairan yang terbatas provitas kedelai

rendah.

Tujuan kegiatan pendampingan selain untuk

mendokumentasikan kondisi sosial ekonomi petani

kedelai di lokasi target, juga mendorong

peningkatan adopsi teknologi kedelai, dan

melakukan penguatan kelembagaan petani berbasis

korporasi.

METODOLOGI

Pengkajian dilaksanakan di Desa Kedung

Banjar, Kecamatan Sugio, Lamongan, bulan Maret

- Desember 2019. Metode pendampingan diawali

dengan baseline survei dengan teknik wawancara

menggunakan alat bantu kuisioner melibatkan 30

orang petani menggunakan teknik “simple random

sampling”. Selain data primer dikumpulkan juga

data sekunder melalui PRA (Chambers, 1992).

Kegiatan lainnya melaksanakan percontohan

model usaha tani terbaik dirancang menggunakan

RAK tiga ulangan pada lahan masing-masing

seluas 0,25 ha. Perlakuan terdiri atas 4 varietas

kedelai yaitu (1) Dena-1, (2) Dering-1, (3) Devon-

1, (4) Detap-1, (5) Anjasmoro, dan (5) Dega-1.

Page 8: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

3 Pendampingan Kawasan Kedelai Melalui Introduksi Inovasi Teknologi dan Penguatan

Kelembagaan di Lamongan Jawa Timur (Amik Krismawati dan Kasmijati)

Display VUB kedelai diawali dengan Kajian

Kebutuhan dan Peluang (KKP), menyusun

komponen teknologi kesepakatan dalam

pelaksanaan kegiatan.

Pengamatan dilakukan terhadap parameter

vegetatif, dan komponen hasil, serta respon petani.

Produksi kedelai dihitung secara ubinan 2,5 m x

2,5 m pada masing-masing varietas diulang 3 kali.

Analisis data produktivitas kedelai

menggunakan analisis sidik ragam (Analysis of

Variance-ANOVA). Jila nilai F hitung sangat nyata,

dilakukan uji lanjut menggunakan Uji Beda Nyata

Terkecil (BNT) pada taraf ᾳ = 5 (Gomez and

Gomez, 1993; Sastrosupadi 2005))

Tingkat kemampuan pengembalian atas

biaya usaha tani kedelai dihitung berdasarkan

nisbah penerimaan (R=revenue) atas biaya input

(C=cost), sedangkan pendapatan usaha tani

merupakan selisih antara nilai hasil dan biaya

produksi.

Kelayakan ekonomi penerapan teknologi di

analisis menggunakan R/C, dengan rumus:

a = R/C (R = Py.Y; C = FC + VC)

a = (Py.Y) / (FC + VC).

Dalam hal ini : R = Revenue (penerimaan); C

= cost (biaya); Py = Price (harga output); Y =

Yield (output); FC = Fixed cost (biaya tetap); VC =

Variable cost (biaya variabel) (Soekartawi dan

Soeharja, 2011).

Pelaksanaan FGD yang dilaksanakan di

Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura,

dan Perkebunan Kabupaten Lamongan. FGD

dilaksanakan kurang lebih 2 jam dengan

menggunakan pertanyaan pemandu yang telah

disusun terlebih dahulu. Respon atau komentar

partisipan diarahkan agar dapat menstimulasi dan

mempengaruhi pemikiran serta keinginan berbagai

partisipan lainnya. Menurut Taufik dan Muslimin

(2019), FGD bertujuan untuk mendapatkan

informasi yang dapat dijadikan acuan untuk

merancang dan melaksanakan pendampingan

kawasa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Petani Kawasan Kedelai

Perhitungan usia petani di Desa Kedung

Banjar, menunjukan bahwa 86,6% petaninya

tergolong dalam usia yang produktif yaitu pada

rentang umur 15-64 tahun, sedangkan sisanya

sekitar 13,33% tergolong pada usia yang tidak lagi

produktif atau diatas 65 tahun. Hal ini sesuai

dengan pendapat dari Mantra (2004), yang

menyatakan bahwa umur produktif secara ekonomi

dibagi menjadi 3 klasifikasi, yaitu kelompok umur

0-14 tahun merupakan usia belum produktif,

kelompok umur 15-64 tahun merupakan kelompok

usia produktif, dan kelompok umur di atas 65 tahun

merupakan kelompok usia tidak lagi produktif.

Usia produktif merupakan usia ideal untuk bekerja

dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan

produktivitas kerja serta memiliki kemampuan

yang besar dalam menyerap informasi dan

teknologi yang inovatif khususnya di bidang

pertanian

Sebagian besar petani menggantungkan

hidupnya pada profesi pekerjaan bertani, hal ini

ditunjukkan oleh persentase pekerjaan petaninya

dimana sebanyak 80% petani tidak memiliki

pekerjaan atau pendapatan lain selain dari bertani,

presentasi pekerjaan selanjutnya dikuti oleh Petani

– Swasta sebesar 6,66%, dan pekerjaan sebagai

Petani – Pedagang, Petani – Pensiunan guru, Petani

– Kuli, Petani – PNS memiliki persentase masing –

masing hanya 3,33%.

Dapat dilihat bahwa pada kelompok tani di

Kecamatan Sugio mayoritas menggunakan pola

tanam padi-padi-kedelai dengan persentase sebesar

67% dan sisanya sebesar 33% menggunakan pola

tanam padi-jagung-kedelai (Gambar 1).

Penguasaan lahan petani terdapat tiga kategori

penguasaan lahan yang ada, yaitu lahan sawah,

lahan tegalan, dan juga lahan perkarangan. Dari

hasil perhitungan 30 responden yang ada, diperoleh

total seluruh luas lahan yang dikelola petani untuk

kegiatan bertani sebesar 23,04 ha dimana hampir

seluruh lahan merupakan jenis lahan sawah dengan

presentasinya sebesar 96,30%, sedangkan sisanya

Page 9: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

4 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 1 - 16

lahan tegalan sebesar 2,4% dan lahan perkarangan

hanya sebesar 1,14%.

Berdasarkan hasil wawancara didapatkan

hasil bahwa sebagian besar petani yang dijadikan

sampel penelitian berpendidikan rendah, hal ini

ditunjukan seperti pada tabel diagram di atas

bahwa dari 30 responden yang berpendidikan SD

sebanyak 50%. Sedangkan berpendidikan SMP

sebanyak 13%, SMA 30% dan berpendidikan

tinggi sebanyak 3%. Dilihat dari tingkat pendidikan

yang ditamatkan oleh responden yang masih

rendah tersebut, berimplikasi pada proses usaha

tani di Kabupaten Lamongan. Dimana dalam teori

sumber daya manusia menunjukan, bahwa semakin

tinggi pendidikan seseorang, cenderung semakin

tinggi pengetahuan dan pemahamannya. Hal ini

sejalan dengan pendapat Ellyta (2015),

mengemukan bahwa dengan pendidikan akan

menambah pengetahuan, mengembangkan sikap

dan menumbuhkan kepentingan petani terutama

dalam menghadapi perubahan. Menurut Herlina

dan Maisyura (2019), tingkat pendidikan individu

dapat menunjukkan kualitas seseorang, hal ini

berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam

menyerap berbagai pengetahuan. Seseorang yang

berpendidikan tinggi akan cenderung terbuka untuk

menerima hal – hal yang baru dan berani untuk

mencoba hal baru tersebut.

Berdasarkan hasil survei, terlihat bahwa

sebagian besar petani memiliki lama pengalaman

berusahatani sekitar 11 - 20 dan 21 - 30 tahun, baik

bagi petani anggota kelompok tani penyewa lahan

menjadi maupun lahan sendiri. Pengalaman usaha

tani dapat dikategorikan cukup lama, disebabkan

sebagian besar mata pencaharian masyarakat

sebagai petani dan penduduk asli dari desa

tersebut.

Tingkat pengalaman berusahatani yang

dimiliki petani secara tidak langsung akan

mempengaruhi pola pikir. Petani yang memiliki

pengalaman berusahatani lebih lama akan lebih

mampu merencanakan ushatani dengan lebih baik,

karena udah memahami segala aspek dalam

berusahatani, sehingga semakin lama pengalaman

yang didapat memungkinkan produksi menjadi

lebih tinggi. Menurut Linder (1982), Soekartawi,

(1990) dan Subagiyo (2005) dalam Hendayana

(2016), dikatakan jarak tempat tinggal petani dari

sumber informasi, tingkat pendidikan/ pengetahuan

petani, moivasi, keterlibatan dalam organisasi,

komunikasi interpersonal, tingkat kosmopolitan

dan terpaan media masa, kebijakan pemerintah,

peran tokoh informal dan tokoh agama dan sistem

sosial dan nilai-nilai/norma juga berpengaruh

dalam percepatan adopsi.

Karakteristik Wilayah dan Kelembagaan

Kecamatan Sugio

Jumlah kelompok tani yang berada di

Kecamatan Sugio adalah 9 kelompok tani yang

seluruh kelompok tani telah berbadan hukum dan

memiliki struktur organisasi, frekuensi pertemuan

dalam setahunnya berkisar antara 1 kali hingga 6

kali pertemuan dengan tingkat partisipasi yang

cukup tinggi yaitu berkisar antara 50% hingga

80%. Menurut Tedjaningsih (2018), keberadaan

kelompok tani sebagai unit/tempat produksi

dirasakan oleh responden penting. Adanya

kelompok sebagai tempat produksi menurut

responden sangat membantu perekonomian

keluarga, karena dapat menambah penghasilan

keluarga dengan mempekerjakan anggota keluarga

kelompok tani tersebut.

Kelompok tani yang berada di Kecamatan

Sugio menggunakan sistem pemupukan modal

kelompok dengan dana PUAP, pinjaman bunga

lunak dan mandiri. Dengan persentase dana PUAP

sebesar 40%, pinjaman bunga lunak sebanyak

40%, dan mandiri sebanyak 20%. Sebagian besar

kelompok tani yang berada di Kecamatan Sugio

sudah mengakses bank dengan presentase sebesar

78% dan yang belum mengakses sebesar 22%.

Seluruh kelompok tani yang telah mengakses bank

menggunakan dana tersebut untuk sarana produksi.

Kelembagaan input saprodi dan pemasaran

ouput di Kec.Sugio masih terbatas.. Pasar yang

tersedia adalah pasar umum dan pasar-pasar

tradisional (Tabel 1).

Page 10: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

5 Pendampingan Kawasan Kedelai Melalui Introduksi Inovasi Teknologi dan Penguatan

Kelembagaan di Lamongan Jawa Timur (Amik Krismawati dan Kasmijati)

Tabel 1. Kelembagaan saprodi, pemasaran output, dan kelompok tani, Kecamatan Sugio

No. Komponen PTT Kegiatan

1 KUD Melayani kebutuhan masyarakat secara umum

2 Kios Saprotan Melayani kebutuhan sarana produksi petani (pupuk Urea, NPK

Phonska, pestisida, insektisida, fungisida, benih)

3 Kios/pasar Produk Pertanian Berupa pasar umum

4 Kelompok Tani 9 kelompok tani

Sebagian besar petani membeli sarana

produksi paling banyak kepada kios saprodi

sebesar 43%. Sedangkan petani membeli sarana

produksi paling sedikit kepada pengepul dan toko

pertanian masing-masing sebesar 14%. Kemudian,

sisanya petani membeli sarana produksi kepada

kelompok tani sebesar 29%. Gapoktan di

Kecamatan Sugio belum memiliki unit usaha

pemasaran hasil kelompok. Petani

menjual/memasarkan hasil produksi paling banyak

kepada tengkulak sebesar 62,5% dan sisanya

sebanyak 37,5% kepada pedagang pengumpul.

Gapoktan juga belum memiliki usaha pengolahan

hasil, sehingga jenis olahan juga belum ada.

Jumlah penyuluh di lokasi pendampingan

masih kurang dibandingkan jumlah kelompok tani

yang harus didampingi. Jumlah kelompok tani

sebanyak 9 kelompok, sedangkan jumlah penyuluh

5 orang. Putri dan Safitri (2018), menjelaskan

bahwa peran penyuluh dalam penerapan teknologi

diukur dengan sebagai berikut: (1). Penyuluh

sebagai penghubung peneliti, dan petani, (2).

Penyuluh sebagai organisator dan dinamisator, (3).

Penyuluh sebagai teknisi, dan (4). Penyuluh

sebagai pembimbing.

Potensi, Masalah, dan Peluang Pengembangan

Pertanian

Sebelum pelaksanaan kegiatan FGD di

tingkat kabupaten, dilakukan Pra FGD di tingkat

desa untuk menggali permasalahan,

mengidentifikasi permasalahan yang ada di tingkat

desa dan apa solusi yang akan kita lakukan sebagai

bahan masukan ke tingkat kabupaten pada

pelaksanaan FGD di tingkat kabupaten dalam

rangka Pendampingan Kawasan berbasis Korporasi

petani Komoditas Kedelai di Kecamatan Sugio

Kabupaten Lamongan.

Teknik pengumpulan data, dengan cara pra

FGD dengan melibatkan “orang kunci”. Tekniknya

yaitu wawancara kepada kelompok tani target

untuk mendapatkan informasi pendapatan usaha

tani kedelai dengan alat bantu berupa kuesioner.

Data yang terkumpul di analisis secara deskriptif.

Dalam pra FGD disampaikan hasil display yakni

varietas Dena memperoleh provitas tertinggi yaitu

2.82 ton/ha, sedang varietas eksisting Wilis 1,65

ton/ha. Provitas yang dihasilkan masih berbeda

dengan potensi hasil varietas dikerenakan

keterbatasan ketersediaan air dan serangan hama

tikus. Kegiatan perlu dilanjutkan pada tahun

berikutnya dengan menanam VUB baru yang

adaptif di Desa Kedung Banjar dan untuk

pemasarannya berharap bantuan dari BPTP untuk

menumbuhkan dan membangun koprorasi agar ada

keterjaminan harga.

Hasil baseline survei menunjukkan bahwa di

Kecamatan Sugio terdapat 9 Desa dengan 38

kelompok tani dengan anggota lebih dari 3.500

orang. Penerapan pola tanam padi-padi-kedelai

sebanyak 67% sedangakan dengan pola tanam

padi-padi-palawija 33%, dengan provitas kedelai

mencapai 1,65 ton/ha, dengan kepemilikan lahan

antara 0,3 – 1,0 ha/orang, dan banyak petani yang

menggarap lahan pertaniannya sendiri. Dari 9 desa

yang menjadi sentra kedelai hanya 1 desa yang

memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan

berperan dengan baik. Petani yang mengakses

Page 11: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

6 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 1 - 16

Bank cukup banyak dan digunakan untuk sarana

produksi dan bukan untuk kegiatan konsumtif.

Olahan kedelai baru dilaksanakan di masing-

masing rumah tangga sebanyak 22%, sedangkan

sisanya 78% belum ada usaha pengolahan hasil.

Penumbuhan kembagaan dan ekonomi petani

menjadi hal yang perlu dikembangkan untuk

kedelai.

Hasil pelaksanaan pra FGD yakni

identifikasi masalah, peringkat dan solusi dalam

usahatani kedelai di Kabupaten Lamongan, Jawa

Timur disajikan pada Tabel 2 dan identifikasi

kelembagaan yang ada di Kabupaten Lamongan

disajikan pada Tabel 3.

Menurut Mejaya et al. (2015), petani belum

menggunakan benih unggul dan teknik pengelolaan

tanaman belum optimal. Teknologi produksi

kedelai meliputi: varietas unggul, teknik

pengelolaan lahan, air, tanaman dan organisme

pengganggu tanaman. Menurut Endrizal et al.

(2019), permasalahan dan kendala di lapangan

dapat diatasi jika petani relatif intensif didampingi

oleh PPL dan BPTP. Pendampingan inovasi yang

diharapkan adalah sesuai dan tepat dati hulu

sampai ke hilir, serta penerapan Good Agriculture

Practice (GAP) dan Good Handling Practice

(GHP), sehingga produktivitas dan kualitas

tanaman kedelai dapat ditingkatkan.

Tabel 2. Identifikasi masalah, peringkat dan solusi kedelai di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur

No Identifikasi Masalah Rank Pemecahan Masalah

1. Harga 1 Menaikkan harga kedelai dari Rp 5.500 menjadi Rp 8.000

2. Air/pengairan 2 Melakukan pengerukan waduk

Perbaikan saluran irigasi

3. Hama dan Penyakit 3 Melakukan pemberantasan hama tikus dengan sistem grobyokan

4. Benih 4 Membutuhkan benih unggul kedelai

Perlu membentuk lembaga perbenihan

5. Provitas Rendah 5 Perlu ada introduksi teknologi untuk peningkatan produksi

6. Pestisida 6 Mahalnya harga pestisida maka diperlukan pestisida nabati

Berdasarkan hasil wawancara dikatakan

penjualan kedelai di Desa Kedung Banjar dari

petani dijual ke tengkulak yang ada di Desa

Kedung Banjar dan petani ada juga yang langsung

menjual ke pabrik tahu. Selanjutnya dari pedagang

tengkulak dijual ke pedagang pengumpul yang

berasal dari luar desa yakni Desa Sugio, Desa

Dampang, dan Kabupaten Sidoarjo. Penjualan

kedelai oleh pedagang tengkulak juga dijual ke

home industri dan pabrik tahu. Petani sudah pernah

mencoba untuk memotong rantai pasok penjualan

kedelai dengan menjual langsung ke pabrik tahun

namun mengalami kendala dengan rendemen hasil

tidak sesuai yang diharapkan oleh pabrik tahu dan

terkendala kebersihan. Harga jual kedelai ditingkat

petani berkisar Rp. 5.500 sampai dengan Rp.

6.000.

Pelaksanaan FGD Kegiatan Pendampingan

Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi Petani

Komoditas Kedelai di Dinas Pertanian Tanaman

Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Kabupaten

Lamongan. Kegiatan FGD sebagai tindak kegiatan

Pra FGD dan tindak lanjut hasil kerja Tim

Monitoring dan Evaluasi (Monev) BPTP Jawa

Timur dengan dimana nantinya melalui FGD dapat

diperoleh solusi tepat untuk pengembangan

kawasan korporasi tersebut. Dalam kegiatan FGD

dihadiri Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan,

Hortikultura, Perkebunan Kabupaten Lamongan,

Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortilutura,

Page 12: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

7 Pendampingan Kawasan Kedelai Melalui Introduksi Inovasi Teknologi dan Penguatan

Kelembagaan di Lamongan Jawa Timur (Amik Krismawati dan Kasmijati)

BAPEDA, bidang perekonomian PEMDA, Dinas

Koperasi, BBSB, PU Pengairan, BPP Sugio, BPP

Tikung, BPP Kembangbahu, BPP Kedungpring,

BPP Mantup, Gapoktan Mekarsari, Desa Kedung

Banjar, Kecamatan Sugio, dan kelompok tani.

Tabel 3. Identifikasi kelembagaan yang ada di Kabupaten Lamongan

No Nama Kelembagaan

yang ada

Kondisi Kelembagaan dan

Peranannya

Keterangan

1. Kelompok Tani 4 Kelompok Tani (Sumber

luhur, Gemah Ripah, Sumber

Rejeki dan Budi Rahayu)

Hampir semua kelompok masih berjalan aktif

Pertemuan kelompok masih dilakukan

3. BUMDes 1 buah Belum berjalan

4. Koperasi Wanita 1 KOPWAN Usaha simpan pinjam khusus bagi kaum ibu

Peminjaman dana untuk kegiatan home industri

5. PNPM Peminjaman modal lebih difokuskan untuk kaum

wanita untuk industri rumahan

FGD merupakan sebuah bentuk penelitian

kualitatif yang didalam kelompoknya peserta dapat

bertanya tentang sikap mereka terhadap masalah

dalam topik yang dibahas. FGD dibuka oleh

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan,

Hortikultura, Perkebunan Kabupaten Lamongan.

Dalam arahan Kepala Dinas Pertanian Dinas

Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura,

Perkebunan Kabupaten Lamongan sekaligus

membuka acara, diharapkan agar kegiatan

pendampingan kawasan pertanian berbasis

korporasi petani. Di masa kini, pertanian tidak bisa

dikelola sendiri-sendiri oleh petani. Perlu

dukungan semua pihak hingga petani bisa lebih

kuat dalam bentuk korporasi petani dan berada

dalam kawasan pertanian. Korporasi petani adalah

Kelembagaan Ekonomi Petani berbadan hukum

berbentuk koperasi atau badan hukum lain dengan

sebagian besar kepemilikan modal dimiliki oleh

petani sehingga mereka punya posisi tawar

(bargaining) atas produk yang mereka hasilkan,

Dalam pelaksanaan FGD disampaikan

identifikasi potensi dan permasalahan dalam

rangka penyusunan rencana aksi pengembangan

kawasan sesuai masterplan; Pembentukan Unit

Manajemen Korporasi (UMK) yang terdiri dari

perwakilan anggota kelompok atau gapoktan yang

dipilih secara musyawarah dan mufakat. Tim

pengarah dari UMK dapat berasal dari dinas atau

instansi pemerintah, atau tokoh masyarakat yang

berpengaruh dalam pengembangan kawasan

pertanian komoditas kedelai.

Rencana aksi disusun secara bersama antara

dinas kabupaten/kota dengan UMK berdasarkan

Masterplan dan/atau hasil identifikasi potensi dan

masalah pengembangan kawasan; Rencana aksi

disusun dalam rangka: Penataan kelembagaan

ekonomi petani berbasis korporasi petani berbadan

hukum; Hilirisasi produk kedelai yang dihasilkan;

Penataan rantai pasok yang efisien dan adil bagi

petani dan pengembangan pemasaran; Fasilitasi

pengembangan usaha kawasan kedelai;

Aksesibilitas terhadap lembaga pembiayaan dan

asuransi; Pengembangan investasi dan kemitraan;

Peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia

(SDM).

Teknologi Display Tanaman Kedelai

Display VUB kedelai diawali dengan Kajian

Kebutuhan dan Peluang (KKP) untuk menggali

potensi dan permasalahan di lokasi kegiatan,

menyusun komponen teknologi kesepakatan dalam

pelaksanaan kegiatan. Hasil KKP lokasi display

VUB kedelai di lahan sawah, kelompok tani

Sumber Luhur, Desa Kedung Banjar, Kecamatan

Sugio, Kabupaten Lamongan, 2019 disajikan pada

Tabel 4.

Page 13: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

8 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 1 - 16

Tabel 4. Hasil KKP lokasi display VUB kedelai di lahan sawah, kelompok tani Sumber Luhur,

Desa Kedung Banjar, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan, 2019

No Rekomendasi

Umum Kebiasaan Petani Kesepakatan

1 Varietas unggul Wilis, Anjasmoro Anjasmoro, Dena-1 (FS), Devon-1 (FS), Dega-1 (BS),

Dering- (FS), Detap-1 (FS)

2 Benih bermutu Tidak berlabel Berlabel BS, FS, dan SS. Benih dicampur insektisida

Marshall 25 ST dengan dosis 5 gram per kg benih.

3 Olah tanah

sempurna

Olah Tanah Minimum Jerami padi dibabat digunakan sebagai mulsa. Dibuat

petakan dengan lebar 2 m dan panjang sesuai kondisi

lahan dengan kedalaman 20 cm. Antar petakan dibuat

drainase sedalam 25 cm dan lebar 50 cm dan panjang

sesuai dengan kondisi lahannya.

4 Bahan organik/

pupuk kandang

Tanpa pupuk organik Tanpa pupuk organik

5 Atur tata tanam Disebar Lubang tanam ditugal 2-3 cm. Jarak tanam 40 cm x 15

cm. Ditanam 2 biji/lubang, ditutup dengan pupuk

organik sekitar 40 kg/ha. Lubang penugalan ditutup

dengan pupuk organik 4-5 gram/lubang

6 Kebutuhan benih 70 – 80 kg/ha 40 kg/ha

7 Pemupukan N

(Urea), P (SP-

36), K (KCl) per

ha

Disebar

Umur 21 HST, NPK

Phonska = 150 kg/ha

I. 21 HST, Urea = 50 kg/ha + NPK Phonska: 150 kg/ha

II. 42 HST, NPK Phonska: 100 kg/ha

Pemupukan I, diberikan 5-7 cm pada saat penyiangan

pertama sepanjang barisan tanaman. Pemupukan II,

diberikan 5-7 cm pada saat penyiangan kedua

sepanjang barisan tanaman.

8 Pengairan Pengairan diberikan umur 14

hst, 28 hst, dan 42 hst

Pengairan diberikan jika kelembaban tanah tidak

mencukupi terutama pada stadium awal, awal

pertumbuhan (15 – 21 hst), berbunga (23 – 35 hst), dan

pengisian polong (65 – 75 hst) menggunakan sumber

air dari sungai

9 Pengendalian

hama dan

penyakit secara

terpadu

Penyemprotan 25 hst dengan

insektisida Prevathon 3 botol

(@ 0,25 liter). 45hst

disemprot dengan Prevathon

3 botol (@ 0,25 liter)

Mengikuti prinsip-prinsip Pengendalian Hama Terpadu

(PHT) secara bijaksana sesuai jadual tanam.

Penggunaan insektisida secara bijaksana sesuai prinsip

ambang ekonomi

10 Pengendalian

gulma secara

tepat

30 hst: herbisida Rumpass

sebanyak 2 liter per ha

Pengendalian gulma dilakukan umur 21 HST dan 42

HST. Pengendalian gulma dilakukan manual

menggunakan cangkul atau dicabut. Secara kimia

dengan herbisida jenis kontak. Bersamaan penyiangan

pertama dilakukan pembubunan tanaman.

11 Panen Produktivitas 1,65 ton/ha Daun sudah luruh dan 95% polong sudah berwarna

kuning-coklat atau coklat kehitaman (tergantung

varietas). Dilakukan secara konvensional (disabit atau

dicabut)

Page 14: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

9 Pendampingan Kawasan Kedelai Melalui Introduksi Inovasi Teknologi dan Penguatan

Kelembagaan di Lamongan Jawa Timur (Amik Krismawati dan Kasmijati)

Pelaksanaan display dengan menerapkan

komponen PTT kedelai berdasarkan hasil KKP

Kabupaten Lamongan dilakukan perbaikan

teknologi budidaya kedelai. Secara prinsip tujuan

pengembangan pendekatan PTT kedelai adalah

untuk: (1) Peningkatan produktivitas, (2)

Peningkatan nilai ekonomi/keuntungan usaha tani

berbasis kedelai melalui efisiensi input, dan (3)

Melestarikan sumberdaya untuk keberlanjutan

sistem produksi. Pendekatan PTT padi mengacu

kepada keterpaduan teknologi dan sumberdaya

setempat yang dapat menghasilkan efek sinergis

dan efisiensi yang tinggi, sebagai wahana

pengolahan tanaman dan sumber daya spesifik

lokasi (Balitkabi, 2016).

Display VUB dengan penerapan komponen

PTT menggunakan varietas Anjasmoro, Dena-1,

Dering-1, Devon-1, Detap-1, dan Dega-1 yang

dilaksanakan pada Musim Kemarau II (MK-II)

yakni minggu ke-2 bulan Juli 2019 di Desa Kedung

Banjar, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan,

dengan kelompok tanui pelaksana adalah Sumber

Luhur. Pengamatan tanaman kedelai pada Display

meliputi pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman,

jumlah daun, dan jumlah cabang), parameter

generatif/reproduktif (jumlah polong per tanaman),

komponen hasil (bobot 100 biji dan hasil kedelai

kering ose) lebih baik dibandingkan dengan

tanaman kedelai eksisting. Hasil pengamatan pada

Display VUB dengan penerapan komponen PTT

menunjukkan bahwa partumbuhan vegetatif,

generatif, dan komponen hasil disajikan pada Tabel

5 dan 6.

Dari hasil pengamatan komponen hasil dan

hasil biji kering ose menunjukkan bahwa dengan

Dari hasil pengamatan komponen hasil dan hasil

biji kering ose menunjukkan bahwa dengan

menerapkan teknologi PTT terjadi peningkatan

hasil kedelai biji kering ose dibanding eksisting

dengan menggunakan varietas Wilis. Salah satu

komponen PTT dan teknologi wajib yakni

penggunaan VUB memberikan kontribusi yang

cukup besar terhadap peningkatan komponen hasil

dan hasil biji kering ose. Hal ini sesuai dengan

Gabesius et al., (2012), yang menyatakan bahwa

varietas memegang peranan penting dalam

perkembangan penanaman kedelai karena untuk

mencapai produktivitas yang tinggi sangat

ditentukan oleh potensi daya hasil dari varietas

unggul yang ditanam. Menurut Ratnasari et al.,

(2015), produktivitas kedelai dapat ditingkatkan

diantaranya dengan perbaikan teknik budidaya

melalui sistem pemupukan dan penggunaan

varietas unggul sifat genetik yang tidak sama, hal

ini dapat dilihat dari penampilan dan karakter dari

masing-masing varietas tersebut. Perbedaan sifat

genetik dapat menunjukkan respon yang berbeda

terhadap lingkungan dan faktor produksi.

Display VUB dengan menerapkan

komponen PTT menggunakan varietas Dena-1

memperoleh produktivitas kedelai sebesar 2,28

ton/ha dan dapat meningkatkan hasil 38,18%,

sedang produktivitas terendah diperoleh varietas

Anjasmoro yang rata-ata hasilnya 1,92 ton/ha,

dapat meningkatkan hasil 16,36% dibandingkan

rata-rata hasil petani yakni 1,65 ton/ha

(menggunakan varietas Wilis). Menurut Abdullah

et al. (2015), varietas unggul merupakan salah satu

paket teknologi peran nyata dalam meningkatkan

produksi dan kualitas hasil komoditas pertanian,

efektif karena murah, penggunaannya sangat

praktis, mudah diadopsi petani serta relatif tidak

mencemari lingkungan. Konsep PTT

dikembangkan dari hasil penelitian dan

pelaksanaan sistem intensifikasi kedelai yang

bpernah dilakukan. Pemilihan komponen teknologi

yang akan dirakit menjadi paket teknologi produksi

selain harus sesuai dengan keadaan lingkungan

spesifik tersebut, juga harus mempertimbangkan

kepada terjadinya hubungan sinergis dan

komplementer antar komponen. Oleh karena itu

paket teknologi produksi kedelai: (a) Dapat

beragam atau sangat berbeda antara suatu tempat

dengan tempat lainnya, tergantung kepada tingkat

keragaman lingkungan, serta (b) Proses produksi

akan menjadi produktif, efisien, dan berkelanjutan

(Marwoto, 2010).

Page 15: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

10 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 1 - 16

Tabel 5. Keragaan pertumbuhan tanaman kedelai pada kegiatan Display di Desa Kedung Banjar,

Kecamatan Sugio, Kabubaten Lamongan, 2019

Varietas Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun (helai) Jumlah Cabang per Tanaman

Anjasmoro 48,22 40,30 17,55

Dena-1 61,67 48,22 16,40

Dering-1 50,24 42,11 15,23

Devon-1 57,10 43,20 14,20

Detap-1 53,46 45,12 13,42

Dega-1 39,98 38,10 13,25

Penanaman kedelai untuk Display VUB

kedelai di Desa Kedung Banjar, Kecamatan Sugio,

Kabupataen Lamongan dilaksanakan pada akhir

Musim Kemarau (MK)-I, minggu ke-1 bulan Juli

2019. Hasil pengamatan pada Display VUB

menunjukkan bahwa setiap varietas kedelai

memiliki keragaan vegetatif, generatif, komponen

hasil, dan hasil biji kering ose yang berbeda. Dari

keragaan vegetatif, generatif, komponen hasil, dan

hasil biji kering ose menunjukkan bahwa varietas

Dena-1 memiliki vegetatif, generatif, komponen

hasil, dan hasil biji kering ose yang lebih tinggi

dibandingkan varietas yang lain. Hasil pengamatan

pada display VUB menunjukkan bahwa setiap

varietas kedelai memiliki keragaan vegetatif,

generatif, komponen hasil, dan hasil biji kering ose

disajikan pada Tabel 5 dan 6.

Varietas yang mendapatkan respon tinggi

dari petani di Desa Kedung Banjar, Kecamatan

Sugio, Kabupaten Lomongan adalah varietas Dena-

1, Dering-1, Detap-1, dan Devon-1, karena

mempunyai jumlah polong banyak, ukuran biji

sedang – besar, umur genjah (70 – 75 hst), dan

tahan terhadap hama penggerek polong. Varietas

kedelai kurang disukai petani adalah Dega-1 dan

Anjasmoro, karena jumlah polong sedikit, ukuran

biji kecil dan umur panen dalam (78 – 86 hst).

Hasil pengkajian di lahan sawah irigasi

menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi tanaman

kedelai yaitu 70 cm, jumlah polong isi 68, dan

jumlah polong hampa 10. Produktivitas yang

diperoleh dengan pendekatan PTT adalah 1,80 t/ha,

sedangkan produktivitas kedelai cara petani sesuai

base line study diperoleh 1,10 – 1,30 t/ha (Endrizal

et al., 2015). Mencermati pemahaman tersebut,

maka PTT merupakan suatu metoda yang tepat

dipilih untuk mengkomunikasikan berbagai

permasalahan dalam upaya peningkatan

produktivitas kedelai. Teknologi intensifikasi

kedelai bersifat spesifik lokasi, bergantung pada

masalah yang akan dikomunikasikan dan

diselesaikan (demand driven technology) (Siniati et

al., 2015).

Pelaksanaan display VUB tersebut dapat

dijadikan alternatif pilihan varietas selain varietas

eksisting untuk meningkatkan produksi dan

antisipasi terhadap serangan hama dan penyakit.

Hasil biji kedelai diharapkan bisa

ditumbuhkembangkan penangkaran VUB tersebut

terutama di lokasi display untuk memenuhi benih

secara intern. Kendala utama dalam pelaksanaan

display dan sekitar kawasan adalah hama tikus,

sehingga diperlukan pengendalian hama tikus

secara intensif.

Page 16: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

11 Pendampingan Kawasan Kedelai Melalui Introduksi Inovasi Teknologi dan Penguatan

Kelembagaan di Lamongan Jawa Timur (Amik Krismawati dan Kasmijati)

Tabel 6. Keragaan keragaan pertumbuhan generatif, komponen hasil, dan hasil kedelai pada kegiatan display VUB

Desa Kedung Banjar, Kecamatan Sugio, Kabubaten Lamongan, 2019

Varietas

Jumlah

polong per

tanaman

Bobot 100

biji

Hasil biji

kering ose Respon Petani

Eksisting

(Wilis)

37,54 11,20 1,65 a Petani tidak suka, ukuran biji kecil, umur panen 88

hst

Anjasmoro 53,10 13,35 1,92 a Petani kurang suka, ukuran biji besar, umur panen

85 hst

Dena-1 70,32 14,40 2,28 b Petani suka, ukuran biji besar, umur panen 73 hst

Dering-1 65,50 13,65 2,15 b Petani suka, ukuran biji sedang, umur panen 73 hst

Devon-1 63,64 13,76 2,18 b Petani suka, ukuran biji besar, umur panen 75 hst

Detap-1 50,56 13,37 2,10 b Petani suka, ukuran biji besar, umur panen 75 hst

Dega-1 45,12 13,33 1,95 a Petani kurang suka, ukuran biji kecil, umur panen

78 hst

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf

5% pada uji BNT

Semua komponen teknologi diterapkan pada

Display VUB di Desa Kedung Banjar, Kecamatan

Sugio, Kabupaten Lamongan. Beberapa komponen

teknologi yang diterapkan kelompok tani di lokasi

kegiatan PTT adalah benih bermutu dan berlabel,

pemberian pupuk organik sebanyak 1 ton/ha,

pemberian pupuk anorganik dengan dosis 50 kg

Urea/ha dan 200 – 250 kg NPK Phonska/ha,

penggunaan jarak tanam 40 cm x 15 cm (single

row) (populasi 350.000 tanaman/ha), pengendalian

OPT secara terpadu, pengendalian gulma dan

pengairan pada periode kritis.

Penerapan teknologi wajib dalam Komponen

PTT diterapkan secara keseluruhan pada lokasi

Demfarm pendekatan PTT dan Display VUB yakni

(1) Varietas Unggul Baru (VUB), mempunyai

kepastian karakter varietas unggul seperti jaminan

potensi produksi, ukuran biji, warna biji, umur

tanaman genjah/sedang/panjang, karaketr lain

ketahanan biotik/abiotik, (2) Benih bermutu dan

sehat, benih bermutu yang ada labelnya menjamin

kualitas benih terutama daya tumbuh dan

campuran, (3) Saluran drainase, tanaman kedelai

sangat peka terhadap genangan air sehingga perlu

salurandrainase, (4) Pengelolaan tanaman yang

meliputi populasi dan cara tanam (singe row,

larikan dll), dan (5) Pengendalian hama dan

penyakit mengikuti program Pengendalian Hama

dan Penyakit Terpadu (PHPT) sesuai Organisme

Pengganggu Tanaman (OPT) sasaran (Kasijadi et

al., 201; Marwoto, 2011).

Penerapan teknologi pilihan yaitu komponen

teknologi yang bersifat lebih spesifik lokasi.

Komponen teknologi pilihan yang diterapkan pada

display dengan penerapan komponen PTT yakni

(1) Pemupukan dengan menggunakan pupuk

anorganik 50 kg Urea/ha dan 200 – 250 kg NPK

Phonska/ha, (2) Pemberian pupuk organik

sebanyak 1 ton/ha, (3) Pengairan untuk perbaikan

kelembaban tanah, (4) Pengendalian gulma, serta

(5) Penanganan panen dan pasca panen yang tepat.

Pemberian pupuk secara lengkap (NPK)

memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan tanpa

pemberian salah satu hara N, P, dan K (Syafruddin

et al., 2008; Liu et al., 2011). Keseimbangan

kombinasi pupuk N, P, dan K mempengaruhi

efisiensi penggunaan hara (Syafruddin et al.,

2008). Pemupukan N, P, dan K sangat diperlukan

tanaman. Pupuk buatan sumber hara NPK

diberikan bersamaan tanam atau pada setiap saat

sampai tanaman berumur 15 hari secara sebar

menurut barisan tanaman.

Dalam jangka panjang kombinasi

pemupukan antara pupuk organik dan anorganik

dapat meningkatkan produksi tanaman karena

Page 17: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

12 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 1 - 16

pupuk organik bersifat memperbaiki kondisi fisik

dan kimia tanah, sehingga memberikan kondisi

yang kondusif bagi pertumbuhan tanaman (Liu et

al., 2011; Roidah, 2013). Pupuk organik dapat

menurunkan tingkat pelepasan N-NO3+

, sehingga

kehilangan nitrogen dari pupuk organik dapat

dikurangi (Yang et al., 2004).

Hasil penelitian Yardha et al. (2013),

menyatakan tanaman kedelai sebagai komoditas

unggulan tanaman pangan di Kabupaten Tebo

diusahakan oleh petani rata-rata 1 – 2 kali setahun,

tergantung kondisi iklim. Penerapan teknologi

budidaya yang sesuai rekomendasi hasil LItbang

Pertanian, petani sudah hampir 80% menggunakan

varietas unggul Anjasmoro, dan menerapkan

sistem pengolahan tanah sempurna. Dalam

pelaksanaan kegiatan di lapangan masih diperlukan

pendampingan dari PPL dan Peneliti untuk lebih

meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman

kedelai. Penggunaan benih berlabel dan bermutu,

pengaturan populasi tanam, pengendalian OPT, dan

pemupukan serta pemeliharaan tanaman perlu

ditingkatkan untuk mencapai produktivitas dan

kualitas optimal.

Dalam berusahatani kedelai penting

dilakukan analisis biaya produksi dan besarnya

nilai keuntungan yang didapatkan. Perhitungan lain

yang harus dipertimbnagkan adalah harga pasar di

tingkat petani dan resiko kegagalan panen dalam

melakukan budidaya. Analisis usahatani kedelai

dapat berubah-ubah sesuai dengan perkembangan

upah tenaga kerja, harga pupuk, harga obat-obatan

dan harga jual kedelai di pasaran. Untuk mengukur

tingkat kemampuan pengembalian atas biaya

usahatani kedelai, dihitung nisbah penerimaan atas

biaya input yang digunakan, sedangkan pendapatan

usahatani merupakan selisih antara nilai hasil dan

biaya produksi (Endrizal et al., 2019).

Tingkat kemampuan pengembalian atas

biaya usaha tani kedelai dihitung berdasarkan

nisbah penerimaan atas biaya input yang

digunakan, sedangkan pendapatan usaha tani

merupakan selisih antara nilai hasil dan biaya

produksi. Hasil analisis usaha tani kedelai dengan

adanya perbedaan perlakuan teknologi budidaya

seperti terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7 menunjukkan nilai keuntungan

varietas Dena-1 yang ditanam di lokasi display

VUB adalah Rp. 4.876.000 dan R/C 1,49,

sedangkan terendah varietas Anjasmoro meperoleh

Rp. 2.700.000 dan R/C 1,31. Nilai keuntungan

varietas Wilis yang ditanam di lokasi display VUB

adalah Rp. 2.225.000 dan R/C 1,28.

Pendapatan usahatani dengan menerapkan

komponen PTT pada display VUB menggunakan

varietas Dena-1 lebih tinggi dibandingkan

teknologi petani (menggunakan varietas Wilis)

dengan R/C > 1. Ini menunjukkan bahwa teknologi

yang diintroduksi kepada petani secara ekonomis

cukup layak dan lebih baik. Menurut Soekartawi

dan Soeharjo (2011), R/C atau B/C dikatakan

menguntungkan apabila R/C atau B/C lebih dari

satu. R/C atau B/C > 1 berarti usahatani sudah

dijalankan secara efisien.

Page 18: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

13 Pendampingan Kawasan Kedelai Melalui Introduksi Inovasi Teknologi dan Penguatan

Kelembagaan di Lamongan Jawa Timur (Amik Krismawati dan Kasmijati)

Tabel 7. Analisis usahatani display VUB di Desa Kedung Banjar, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan, 2019

Varietas Unggul

Baru (VUB)

Hasil Biji

Kering Ose1)

(ton/ha)

Biaya (Rp) Nilai Jual

Total 3)

(Rp)

Pendapatan

bersih5)

(Rp)

R/C

Saprodi 2)

Tenaga Kerja 4)

Wilis 1,65 1.725.000 5.950.000 9.900.000 2.225.000 1,28

Anjasmoro 1,92 2.215.000 6.605.000 11.520.000 2.700.000 1,31

Dena-1 2,28 2.215.000 6.589.000 13.680.000 4.876.000 1,55

Dering-1 2,15 2.215.000 6.565.000 13.200.000 4.080.000 1,50

Devon-1 2,18 2.215.000 6.559.000 13.080.000 4.306.000 1,49

Detap-1 2,10 2.215.000 6.535.000 12.600.000 3.850.000 1,44

Dega-1 1,95 2.215.000 6.449.000 11.880.000 3.166.000 1,36 Keterangan: 1) Rata-rata hasil kedelai kering ose dari pengujian lapang di Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan, MK- II, 2019 2) Harga: Pupuk Urea = Rp. 1.800/kg; pupuk NPK "Phonska” = Rp 2.300/kg 3) Harga pupuk organik ”Petroganik”= Rp. 500/kg 4) Harga Kedelai Kering Ose Rp. 6.000/kg di Kabupaten Lamongan, bulan Oktober 2019 5) Diasumsikan biaya produksi selain pupuk dan ongkos panen adalah sama 6) Pendapatan bersih adalah nilai jual total dikurangi biaya pupuk, tenaga kerja 7) Biaya saprodi, dan biaya panen (biaya panen Rp. 300/kg)

KESIMPULAN

Hasil baseline survei menunjukkan rata-rata

umur petani dalam melakukan kegiatan usahatani

adalah berusia 54 tahun, masih tergolong usia

produktif (usia dibawah 61 tahun) dengan rata-rata

berpendidikan SMP, Kondisiini akan

mempengaruhi adopsi inovasi pertanian.

Pengalaman usahatani cukup baik dimana rata-rata

pengalaman dalam berusahatani 27 tahun. Pada

mumnya usia petani adalah tergolong usia

produktif, sehingga dapat diandalkan untuk

mengembangkan usahatani kedelei denganbaik.

Usahatani kedelai berpeluang untuk terus

ditingkatkan karena didukung oleh sumber daya

manusia produktif. Kondisi usia yang berproduktif

didukung latar belakang pendidikan formal yang

rata-rata setara dengan tingkat sekolah SMP. Rata-

rata luasan lahan yang diusahakan antara 0,25 – 1

hektar dan bahkan diatas satu hektar.

Hasil analisis diagnostik menunjukkan

terdapat 9 kelompok tani kawasan kedelai yang

tersebar di Kecamatan Sugio, berbadan hukum

sebesar 92 %. tingkat partisipasi anggota cukup

tinggi dengan frekuensi pertemuan pertahun rata-

rata 6 kali, pada umumnya sudah pernah menerima

bantuan dari pemerintah, jumlah lembaga

permodalan di desa juga cukup beragam, PUAP

cukup besar, pemasaran didominasi tengkulak, dan

permasalahan utama kelembagaan kelompok

kurang berjalan dan harga kedelai yang rendah.

Produktivitas kedelai 1,92 – 2,28 ton/ha.

Produktivitas tertinggi diperoleh varietas Dena-1

yakni 2,28 atau meningkat 38,18% dibanding

varietas Wilis (1,65 ton/ha), sedang produktivitas

terendah diperoleh varietas Anjasmoro yakni 1,92

ton/ha. atau meningkat 16,36% dibanding varietas

Wilis (1,65 ton/ha).

Nilai keuntungan varietas Dena-1 yang

ditanam di lokasi display VUB adalah Rp.

4.876.000 dan R/C 1,49, sedangkan terendah

varietas Anjasmoro memperoleh Rp. 2.700.000 dan

R/C 1,31. Nilai keuntungan varietas Wilis yang

ditanam di lokasi display VUB adalah Rp.

2.225.000 dan R/C 1,28. Pendapatan usahatani

dengan menerapkan komponen PTT pada display

VUB menggunakan varietas Dena-1 lebih tinggi

dibandingkan teknologi petani (menggunakan

varietas Wilis) dengan R/C > 1. Ini menunjukkan

bahwa teknologi yang diintroduksi kepada petani

secara ekonomis cukup layak dan lebih baik.

Hasil Pra FGD menunjukkan adanya

permasalahan terkait komoditas kedelai meliputi

harga rendah, keterbatasan ketersediaan air, benih

Page 19: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

14 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 1 - 16

tidak bersertifikat, serangan hama tikus, dan

provitas rendah berkisar 1,60 – 1,65 ton/ha. Untuk

kelembagaan keuangan sudah ada Lembaga

Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) membawahi

1 desa dan milik Gapoktan bergerak simpan pinjam

dengan modal Rp. 100.000.000. Hasil FGD

diperlukan rencana aksi yang disusun dalam

rangka: penataan kelembagaan ekonomi petani

berbasis korporasi petani berbadan hukum;

hilirisasi produk kedelai yang dihasilkan, penataan

rantai pasok yang efisien dan adil bagi petani dan

pengembangan pemasaran, fasilitasi

pengembangan usaha kawasan kedelai,

aksesibilitas terhadap lembaga pembiayaan dan

asuransi, pengembangan investasi dan kemitraan,

dan peningkatan kompetensi Sumber Daya

Manusia (SDM).

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Jawa Timur yang telah memberikan ijin penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Balitkabi. 2016. Deskripsi varietas unggul aneka

kacang dan umbi. Balai Penelitian Tanaman

Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.

Malang. 214 p.

Chambers. 1992. Rural appraisal: rapid, rilex and

participatory dalam Y. Sukoco. PRA

(Participatory Rural Appraisal) Memahami

Desa secara Partisipatif. Kanisius.

Yogyakarta.

Deptan. 2008. Panduan Pelaksanaan Sekolah

Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-

PTT) kedelai. Departemen Pertanian. 39 p.

Endrizal, P. Rina, dan Jumakir. 2015. Keragaan

teknologi dan produktivitas kedelai dengan

pendekatan PTT di lahan sawah irigasi

Provinsi Jambi. Prosiding Seminar Nasional

Hasil Penelitiam Tanaman Aneka Kacang

dan Umbi Untuk Mewujudkan Sistem

Pertanian Bioindustri Berkelanjutan, Pusat

Penelitian dan Pengembangan Tanaman

Pangan. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Malang.

Endrizal, Jumakir, dan Rustam. 2019. Pertanaman

kedelai pada kegiatan pengembangan

kawasan kedelai nasional di Kabupaten

Tebo, Provinsi Jambi. 2019. Bunga Rampai:

Introduksi teknologi Pertanian Dalam

Pendampingan Berbasis Kawasan. IAARD

Press. p. 1 – 15.

Ellyta. 2015. Analisis faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi lidah buaya

(Aloe vera L.) di Pontianak Utara. Jurnal

Agrosains, 12(2): 1-9.

Gabesius, Y.O., L. Aziz, M. Siregar, dan Y. Husni.

2012. Respon pertumbuhan dan produksi

beberapa varietas kedelai (Glycine max L.

Merrill) terhadap pemberian pupuk bokashi.

Jurnal Online Agroekoteknologi, 1(1): 220 -

236.

Gomez, A.K dan A. Gomez. 1993. Statistical

procedures for agricultural research. 2nd

Edition. Los Banos.

Hendayana, R. 2016. Persepsi dan adopsi

teknologi. Landasan Teori dan Praktik

Pengukuran. Penerbit. IAARD PREES.

Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian.

Herlina, C.H. dan C. Maisyura. 2019.

Implementasi teknologi padi jajar legowo

pada kawasan pertanian tanaman pangan di

Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh.

Bunga Rampai: Introduksi teknologi

Pertanian Dalam Pendampingan Berbasis

Kawasan. IAARD Press. p. 69 - 76.

Kasijadi, F., Roesmiyanto, dan E. Purnomo. 2012.

Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) kedelai.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

(BPTP) Jawa Timur. 48 p.

Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia

Nomor 472/Kpts/RC.040/6/2018. Lokasi

Kawasan Pertanian Nasional. 56 p.

Page 20: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

15 Pendampingan Kawasan Kedelai Melalui Introduksi Inovasi Teknologi dan Penguatan

Kelembagaan di Lamongan Jawa Timur (Amik Krismawati dan Kasmijati)

Linder, Pardey, dan Jarret. 1982. Distance to

information source and the time lag early

adoption of trace element fertilizer. Working

Paper 82-2. Departement of Economics

University of Adelaide.

Liu, K. B. L. Ma, L. Luan, dan L. Chaohai. 2011.

Nitrogen, phosphor, and potassium nutrient

effect on grain filling and yield of high-

yielding summer corn. Journal of Plant

Nutrition, 10 (34): 1516-1531.

Mantra, I.B. 2004. Filsafat penelitian dan metode

penelitian sosial. Pustaka Pelajar.

Marwoto. 2010. Peningkatan produksi kedelai

melalui pengelolaan tanaman terpadu.

Buletin Palawija, 19(2): 62 – 71.

Marwoto, Subandi, T. Adisarwanto, Sudaryono, A.

Kasno, S. Hardaningsih, D. Setyorini, dan

M.M. Adie. 2011. Pedoman umum

pengelolaan tanaman terpadu (PTT) Kedelai.

Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan

Umbi-Umbian. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Kementrian

Pertanian. 20 p.

Mejaya, M., D. Harnowo, Marwoto, Subandi,

Sudaryono, dan M.M. Adie. 2015. Panduan

teknis budidaya kedelai di berbagai kawasan

agroekosistem. Balai Penelitian Tanaman

Aneka Kacang dan Umbi. 38 p.

Muslimin dan A. Wahid. 2019. Kinerja

pendampingan inovasi pertanian pada

pengembangan kawasan padi di Provinsi

Sulawesi Selatan. Bunga Rampai: Introduksi

teknologi Pertanian Dalam Pendampingan

Berbasis Kawasan. IAARD Press. p. 165 –

183.

Nugraha, I.A. 2013. Kedelai dan politik pangan.

Forum Penelitian Agro Ekonomi, 31(2): 123

– 125.

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia

Nomor 18/Permentan/RC.040/4/2018.

Pedoman pengembangan kawasan pertanian

berbasis korporasi petani. 85 p.

Putri, T.R. dan R. Safitri. 2018. Peran penyuluh

pertanian terhadap penerapan teknologi

tanam jajar legowo 2 : 1 (kasus kelompok

tani gotong royong 2 di Desa Klaseman,

Kabupaten Probolinggo). Jurnal Ekonomi

Pertanian dan Agribisnis (JEPA), 2(3): 167 –

178.

Raintung, J.S.M. 2010. Pengolahan tanah dan hasil

kedelai (Glycine max L. Merill). Soil

Environment, 8(2): 65 – 68.

Ratnasari, D., M.K. Bangun, dan R.I.M. Damanik

2015. Respon dua varietas kedelai (Glycine

max L. Merrill.) pada pemberian pupuk

hayati dan NPK majemuk. Jurnal Online

Agroekoteknologi, 3(1): 276 – 282.

Roidah, L.S. 2013. Manfaat penggunaan pupuk

organik untuk kesuburan tanah. Jurnal

Universitas Tulungagung Bonorowo, 1(1):

30 – 42.

Sastrosupadi, A. 2005. Rancangan percobaan

praktis bidang pertanian. Penerbit PT

Kanisius. Yogyakarta. 243 p.

Siniati, T., A. Muharyanto, dan H.A. Dewi. 2015.

Peningkatan kuantitas, kualitas, dan

efektivitas interaksi antara BPTP dengan

kelembagaan penyuluhan pertanian melalui

diseminasi inovasi teknologi: demfarm

pengenalan enam (6) varietas unggul baru

kedelai di Desa Kalimati, Kecamatan Tarik,

Kabupaten Sidoarjo. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Jawa Timur. Balai

Besar Pengkajian dan Pengembangan

Teknologi Pertanian. 39 p.

Soekartawi dan A. Soeharjo. 2011. Ilmu usahatani

dan penelitian untuk pengembangan petani

kecil. UI Press.

Subagiyo. 2005. Kajian faktor - faktor sosial yang

berpengaruh terhadap adopsi inovasi usaha

perikanan laut di Desa Pantai Selatan

Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Jurnal

Pengkajian dan Pengembangan Teknologi

Pertanian, 8(2): 81 – 90.

Page 21: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

16 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 1 - 16

Soepardi, G. 1983. Sifat dan ciri tanah.

Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas

Pertanian IPB. Bogor. 591 p.

Singgih, W. 1987. Budidaya bawang putih, bawang

merah, bawang bombay. Dalam: Seri

Pertanian LXXX/270. Penebar Swadaya,

Jakarta.

Susilawati, B.S, Purwoko, H. Aswidinnoor, dan E.

Santosa. 2012. Peran hara N, P, dan K pada

pertumbuhan dan perkembangan ratun lima

genotipe padi. J. Agron. Indonesia, 40(3):

174 – 179.

Sutedjo, M.L. 2002. Pupuk dan cara pemupukan.

Jakarta: Rineka Cipta.

Swasono, F.D.H. 2012. Karakteristik fisiologi

toleransi tanaman bawang merah terhadap

cekaman kekeringan di tanah pasir pantai.

AgriSains, 3(4): 88 – 103

.

Page 22: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

17 Inovasi Teknologi Pengolahan Hasil PertanianBerbasis Kelapa Di Wilayah Perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud: (G.H. Joseph, Agustinus N Kairupan, Meivi Lintang)

INOVASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BERBASIS KELAPA DI WILAYAH PERBATASAN

KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

G.H. Joseph, Agustinus N. Kairupan, Meivie Lintang

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara

Jalan Kampus Pertanian Kalasey-Manado

Email: [email protected]

ABSTRACT

Innovation of Agricultural Processing Technology Coconut Based In The Border Region Talaud Island

District. Miangas Island is one of the islands outermost in North Sulawesi region, where coconut is the most dominant

agricultural commodity. Coconut plant (Cocos Nucifera) has many uses since almost all parts of coconut ranging

from leaves, stems and parts of fruit to young coconut bunches have benefits. The potential utilization of coconut has

not been managed optimally and is still limited to fruit flesh to be used as copra, and coconut milk for household

purposes. While other byproducts such as coconut shell not yet fully utilized for productive activities that can increase

its added value. Coconut shell processing technology is relatively simple and can be managed in small scale. The

dissemination of shell charcoal processing technology innovation was carried out in the village of Miangas Special

District of Miangas in September 2018 using demonstration demonstration. The results of the demonstration found

that farmers in the Biangas Border Region have a positive perception of agricultural innovation. Farmers consider

the innovations to be beneficial, do not conflict with socio-cultural values and in accordance with community needs,

are easy to implement, easy to try, and the results easily seen.

Keywords: coconut, technological innovation, processing, border regions

ABSTRAK

Pulau Miangas merupakan salah satu pulau terluar di wilayah Sulawesi Utara dengan komoditas andalan

adalah kelapa. Tanaman Kelapa (Cocos Nucifera) memiliki banyak kegunaan karena hampir semua bagian kelapa

mulai dari daun, batang dan bagian buahnya sampai pada tandan kelapa muda memiliki manfaat. Pemanfaatan potensi

kelapa ini belum dikelola secara maksimal dan masih sebatas pada daging buah untuk dijadikan kopra, dan santan

untuk keperluan rumah tangga. Hasil sampingan lainnya seperti tempurung kelapa belum banyak dimanfaatkan

sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambahnya. Teknologi pengolahan tempurung

kelapa relatif sederhana dan dapat dikelola dalam skala kecil. Diseminasi inovasi teknologi pengolahan arang

tempurung dilaksanakan di Desa Miangas Kecamatan Khusus Miangas pada bulan September 2018 dan dilaksanakan

dalam bentuk peragaan demonstrasi. Hasil demonstrasi menunjukkan bahwa petani di Wilayah Perbatasan Pulau

Miangas memiliki persepsi positif terhadap inovasi pertanian. Petani menganggap inovasi tersebut menguntungkan,

tidak bertentangan dengan nilai-nilai sosial budaya dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mudah diterapkan,

mudah dicoba, dan hasilnya mudah dilihat.

Kata kunci: kelapa, inovasi teknologi, pengolahan, wilayah perbatasan

Page 23: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

18 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 17 - 24

PENDAHULUAN

Kelapa merupakan komoditas unggulan

Kabupaten Talaud. Data dari Dinas Ketahanan

Pangan dan Pertanian menunjukkan bahwa

Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2017 memiliki

luas lahan tanaman kelapa 22.133,14 ha dan

produksinya mencapai 18.577,38 ton. Potensi yang

ada semestinya mampu mengembangkan ekonomi

masyarakat, baik dalam bentuk peningkatan

pendapatan maupun penyerapan tenaga kerja

(Tamungku et al., 2019). Kelapa memegang

peranan penting dalam perekonomian Kabupaten

Kepulauan Talaud selain cengkih, pala, dan kakao.

Pengusahaan kelapa di Kabupaten Talaud sangat

dipengaruhi faktor sosial ekonomi dan budaya

(Torar, 2009).

Subsektor perkebunan merupakan subsektor

basis yang kompetitif dan tumbuh. Subsektor ini

dapat dijadikan sektor andalan untuk

mengembangkan perekonomian di Kabupaten

Kepulauan Talaud termasuk unutk komoditas

kelapa (Kristiningsih, 2009).

Teknologi pengolahan hasil pertanian

bertujuan mempermudah dan meningkatkan

kualitas serta kuantitas pengolahan hasil pertanian.

Pengolahan adalah suatu operasi atau rentetan

operasi terhadap suatu bahan mentah untuk diubah

bentuknya dan atau komposisinya. Pengolahan

hasil pertanian, mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut: (a) dapat meningkatkan nilai tambah; (b)

menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau

dikonsumsi; (c) meningkatkan daya saing, dan (d)

menambah pendapatan dan keuntungan petani

(Soeprapto, 1990).

Diseminasi inovasi teknologi pertanian

merupakan aktivitas komunikasi yang penting

dalam mendorong terjadinya penyebaran dan

penerapan teknologi dalam suatu sistem sosial

perdesaan. Inovasi teknologi tersebut akan

bermanfaat bagi masyarakat petani apabila

komponen teknologi yang dihasilkan diterapkan

petani. Informasi inovasi teknologi perlu

disebarluaskan baik kepada pengguna.

Demonstrasi/peragaan adalah salah satu

metode untuk mengintroduksikan hasil penelitian

ke dalam praktek pertanian sesungguhnya di

tingkat petani. Metode ini memungkinkan

terjadinya pembelajaran, komunikasi dan interaksi

dengan petani. Setidaknya akan ada perubahan

pengetahuan, opini, aspirasi dan keterampilan;

yaitu perubahan perilaku terendah setelah program

intervensi menurut “Bennett’s Hierarchy”

(Radhakrishna, 2010). Permasalahan diseminasi

inovasi pertanian umumnya terkait dengan

kesenjangan adopsi teknologi, kesenjangan hasil,

dan kendala sosial-ekonomi petani (Irawan et al.,

2015).

Tanaman kelapa (Cocos Nucifera) memiliki

banyak kegunaan. Hampir semua bagian kelapa

mulai dari daun, batang dan bagian buahnya

sampai pada tandan kelapa muda memiliki

manfaat. Barlina et al. (1989) menyatakan bahwa

kelapa beserta produk-produknya berpeluang

menghasilkan devisa negara, karena memiliki

keunggulan komparatif dibandingkan beberapa

komoditas pertanian/perkebunan lainnya.

Keunggulan komparatif yang dimiliki tanaman

kelapa ditunjukkan dari besarnya manfaat semua

bagian tanaman ini untuk kehidupan manusia dan

peninkatan nilai ekonomi kelapa (Androecia, et al.,

1989).

Buah kelapa mempunyai hasil sampingan

berupa tempurung yang dapat diolah menjadi

arang. Selama ini tempurung kelapa hanya

digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak

atau dibiarkan sebagai limbah. Berdasarkan

informasi, dari setiap pembuatan 1.000 kg kopra

kering akan menghasilkan 300-500 kg tempurung

kelapa. Peningkatkan nilai tambah produk kelapa

memerlukan upaya pemanfaatan arang tempurung,

mengingat kebutuhannya cenderung meningkat

sebagai bahan baku pembuatan arang aktif.

Nilai ekonomi tempurung kelapa dapat

ditingkatkan dengan memanfaatkannya sebagai

bahan baku industri, misalnya sebagai bahan baku

pembuatan arang aktif. Teknologi pengolahan

tempurung kelapa relatif sederhana dan dapat

dilaksanakan oleh usaha-usaha kecil (Said et al.,

Page 24: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

19 Inovasi Teknologi Pengolahan Hasil PertanianBerbasis Kelapa Di Wilayah Perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud: (G.H. Joseph, Agustinus N Kairupan, Meivi Lintang)

2001). Arang tempurung adalah arang yang dibuat

dengan cara karbonisasi dari tempurung/batok

kelapa (Sinambela et al., 1983). Tulisan ini

merupakan hasil review dari kegiatan peragaan

demonstrasi inovasi teknologi pengolahan hasil

berbasis kelapauntuk pemberdayaan masyarakat di

wilayah perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud.

POTENSI HASIL SAMPING KELAPA

Di wilayah perbatasan Kabupaten

Kepulauan Talaud kelapa adalah salah satu

komoditas unggulan perkebunan selain pala dan

cengkeh. Perkembangan luas tanaman dan

produksi perkebunan rakyat berdasarkan data

tahun 2016 dengan luas tanam 22.142,14 hektar

yang tersebar di 19 kecamatan dengan jumlah

produksi 18.578,13 ton. Pemanfaatan buah kelapa

berorientasi pada daging buah untuk dijadikan

kopra, minyak, dan santan untuk keperluan rumah

tangga. Hasil sampingannya seperti tempurung

kelapa belum banyak dimanfaatkan. Potensi

produksi tempurung yang sedemikian besar perlu

dimanfaatkan untuk kegiatan produktif untuk

meningkatkan nilai tambah.

Menurut Suhardiman (1999), bobot

tempurung mencapai 15% dari bobot buah kelapa,

dengan demikian berarti terdapat sekitar 2.786,73

ton tempurung. Potensi produksi tempurung belum

dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif

yang dapat meningkatkan nilai tambahnya.

Tempurung kelapa kebanyakan hanya

dianggap sebagai limbah industri pengolahan

kelapa, ketersediaannya yang melimpah dianggap

masalah lingkungan, namun dapat diperbarui

(renewable), dan murah. Arang tempurung kelapa

ini masih dapat diolah lagi menjadi produk yang

bernilai ekonomis tinggi yaitu sebagai karbon aktif

atau arang aktif (Pambayun et al., 2013).

Upaya meningkatkan nilai tambah produk

kelapa dapat dilakukan dilakukan dengan

mengolah tempurung kelapa menjadi arang, karena

kebutuhan arang tempurung kelapa cenderung

meningkat sebagai bahan baku pembuatan arang

aktif.

DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI

Inovasi Teknologi Pengolahan Hasil

Proses percepatan transfer dan adopsi

teknologi dapat dilakukan secara partisipatif

dengan memberdayakan berbagai unsur yang

berpotensi menampilkan keunggulan teknologi.

Inovasi teknologi juga perlu mempertimbangkan

peluang untuk dikembangkan di wilayah tersebut

dan dilaksanakan oleh petani (kelompok tani)

dengan pembinaan dan pengawalan dari peneliti,

penyuluh, dan teknisi. Teknik diseminasi melalui

pelaksanaan implementasi inovasi pertanian

dilaksanakan dalam bentuk peragaan demonstrasi

inovasi pertanian di lapangan, yaitu teknologi

pengolahan arang tempurung dengan perberdayaan

kelompok tani sebagai kooperator.

Dalam mendukung pelaksanaan peragaan

demonstrasi di lapang, dan mempercepat proses

adopsi dan difusi teknologi kepada petani di

wilayah perbatasan, salah satu strategi diseminasi

yang dilakukan adalah pelatihan, bimbingan,

peragaan teknologi dan penyediaan media

informasi inovasi pertanian dalam bentuk leaflet.

Penyediaan infomasi inovasi teknologi pertanian

dilakukan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan

petani wilayah setempat. Kesesuaian materi, media

dan metoda yang digunakan akan mempengaruhi

keefektifan dalam kegiatan kegaitan penyuluhan

(Sugarda, 2001). Pendampingan atau frekuensi

kegiatan penyuluhan perlu ditingkatkan guna

membentuk pengetahuan, sikap dan ketrampilan

petani sesuai yang diharapkan.

Demonstrasi/peragaan teknologi pengolah-

an hasil di salah satu wilayah perbatasan

Kabupaten Kepulauan Talaud yaitu Desa Miangas,

Kecamatan Khusus Miangas, Pulau Miangas.

Tanaman kelapa merupakan komoditas pertanian

yang paling dominan di wilayah perbatasan Pulau

Miangas. Berdasarkan data tahun 2016, jumlah

tanaman kelapa berjumlah 4.570 pohon yang

terdiri atas 810 pohon belum menghasilkan (BM),

3.340 pohon menghasilkan (M) dan tidak

menghasilkan 420 pohon (TM) (BPS Miangas

Dalam Angka, 2017).

Page 25: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

20 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 17 - 24

Demonstrasi/peragaan inovasi teknologi

pengolahan hasil menggunakan bahan-bahan

pangan lokal. Kegiatan peragaan/demonstrasi

diikuti anggota kelompok tani lumbung pangan,

dan masyarakat sekitar Pulau Miangas. Materi

demonstrasi yaitu teknologi pengolahan arang

tempurung.

Inovasi Teknologi Pengolahan Arang

Tempurung

Teknologi pengolahan tempurung kelapa

relatif sederhana dan dapat dilaksanakan usaha-

usaha kecil (Said et al., 2001). Salah satu masalah

yang dihadapi dalam memproduksi arang

tempurung kelapa sebagai bahan baku arang aktif

adalah adanya persyaratan khusus yang wajib

dipenuhi, antara lain arang harus bersih,

keras/kompak, kadar air 5%, dan tingkat

kematangannya sempurna (Lindayanti, 2006).

Peragaan demonstrasi pengolahan arang

tempurung menggunakan teknologi alat bakar tipe

drum terbuat dari bahan plat besi, atau drum bekas

tempat minyak oli dengan tinggi 90 cm dan

diameter 60 cm (Gambar 1).

Gambar 1. Alat bakar pengolahan arang tempurung kelapa

Pada bagian atas alat dibuat lubang

pembuangan asap berupa cerobong dari bahan pipa

seng dengan ukuran tinggi 30 cm dan diameter 10

cm. Bagian atas cerobong dilengkapi dengan

penutup yang dapat dibuka dan ditutup. Kapasitas

alat adalah 90-112 kg tempurung dan usia

ekonomis alat 12-18 bulan.

Prosedur Pembuatan Arang Tempurung

Kelapa

Tempurung kelapa sebanyak 7,5 kg

dimasukkan ke dalam drum tempat pembakaran

yang telah tersedia hingga mencapai 1/4 bagian

drum. Lubang pengendali udara pada drum tempat

pembakaran ditutup rapat, kecuali lubang pada

baris paling bawah yang dibiarkan terbuka.

Pembakaran pertama dilakukan dengan

menyalakan sabut kelapa yang dicelupkan ke

dalam minyak tanah sebagai umpan. Setelah api

menyala dengan sempurna, ditambahkan

tempurung ke dalam drum secara perlahan-lahan

agar api tidak padam hingga drum penuh (sekitar

32 kg). Penutup drum lalu dipasang, tetapi

cerobong asap pada bagian atas drum dibiarkan

terbuka.

Page 26: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

21 Inovasi Teknologi Pengolahan Hasil PertanianBerbasis Kelapa Di Wilayah Perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud: (G.H. Joseph, Agustinus N Kairupan, Meivi Lintang)

Asap yang keluar dari cerobong

diperhatikan, jika cukup banyak berarti proses

pembakaran berjalan sempurna. Dari lubang

kendali udara bagian bawah (baris I) yang terbuka,

dapat dilihat tempurung telah terbakar sempurna

atau belum. Apabila tempurung sudah menjadi

bara, berarti pembakaran tempurung pada bagian

bawah sempurna. Lubang kendali udara pada baris

I ditutup rapat dan lubang pada baris II dibuka, lalu

ditambahkan tempurung kelapa sampai drum

penuh (sekitar 12 kg) dengan cara membuka

penutup atas drum, kemudian drum ditutup

kembali. Proses pembukaan dan penutupan lubang

kendali udara dilakukan seiring dengan

penambahan tempurung kelapa ke dalam drum.

Caranya sama seperti di atas sampai lubang

kendali udara pada barisan paling atas (terdapat

lima baris lubang). Setelah asap yang keluar dari

cerobong tidak lagi pekat, tetapi lebih

bening/jernih, semua lubang kendali udara dan

lubang cerobong asap ditutup.

Arang yang belum terbakar sempurna

dibakar kembali. Arang yang telah terbakar

sempurna diayak dengan anyaman kawat (besar

lobang 0,6-1,0 cm) untuk memisahkan tanah, debu

dan kerikil. Sebelum dikemas, arang dibiarkan

pada udara terbuka selama 12-15 hari, kemudian

dikemas dalam kantung plastik atau karung goni.

Alat pembakaran arang tempurung kelapa

tipe drum dengan suplai udara terkendali dapat

menghasilkan arang berkualitas lebih baik

dibandingkan arang hasil pembakaran yang biasa

dilakukan masyarakat setempat. Diseminasi

inovasi pertanian di areal percontohan

(demonstrasi) teknologi pembuatan arang

tempurung di wilayah perbatasan Pulau Miangas

(Gambar 2).

Gambar 2. Proses pengolahan arang tempurung kelapa

Hasil kajian Hadi (2011), melaporkan bahwa

setiap proses pembakaran, alat dapat menampung

rata-rata 90 kg tempurung dan menghasilkan rata-

rata 28,42 kg arang sehingga rendemen rata-rata

31,58% dan waktu pembakaran rata-rata 413 menit

(6 jam 53 menit). Dalam sehari semalam, satu unit

alat dapat digunakan untuk tiga kali proses

pembakaran. Mutu arang tempurung kelapa yang

baik adalah berwarna hitam dan apabila

dihancurkan/dipatahkan pada pinggiran bekas

patahannya mengkilap. Arang tempurung kelapa

berkualitas baik apabila dijatuhkan di atas tanah

atau benda keras akan berbunyi nyaring seperti

logam (Sinambela et al., 1983).

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP

PENGGUNAAN ALAT

Persepsi petani adalah penilaian atau

pandangan petani tentang inovasi dalam

menerapkan berdasarkan karakteristiknya (tingkat

keuntungan, kesesuaian, kerumitan, dapat

dicobakan, dan dapat diamati). Persepsi

merupakan proses pemahaman terhadap sesuatu,

Page 27: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

22 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 17 - 24

yang nantinya akan berujung pada pengambilan

keputusan. Tahapan ini tidak terlepas dari

pengalaman dan pengetahuan petani dan pengaruh

dari beberapa faktor lain. Persepsi dan penerapan

inovasi berkorelasi positif, karena bila persepsi

atau penilaian petani terhadap inovasi kurang baik,

maka akan menjadi kendala bagi proses adopsi

inovasi, dan begitu pula sebaliknya, (Hanafi,

1987).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan

bahwa inovasi teknologi yang telah

diintroduksikan kepada masyarakat petani

beberapa di antaranya tidak diadopsi lebih lanjut

(Nilasari et al., 2016). Faktor penyebabnya antara

lain tingkat kerumitan dan kurang menguntungkan

hasil dari inovasi tersebut.

Masyarakat di wilayah perbatasan Pulau

Miangas yang mengikuti sosialisasi dan

demonstrasi/peragaan alat ini memberikan respons

positif, tertarik dan berminat menggunakan alat

tersebut. Masyarakat tertarik dengan alat tersebut

karena konstruksinya sederhana, bahan baku alat

mudah didapat, dapat dipindahkan, tidak

memerlukan tempat khusus, harganya murah, dan

arang yang dihasilkan kualitasnya lebih baik.

Sebagian besar ibu rumah tangga di lokasi

kegiatan menggunakan arang tempurung kelapa

sebagai bahan bakar untuk memasak. Setelah

mencoba arang tempurung kelapa hasil

pembakaran dengan alat yang didemonstrasikan,

mereka sangat tertarik karena arangnya lebih

keras, lebih bersih, dan lebih awet sehingga lebih

hemat dibandingkan dengan arang yang biasa

mereka gunakan. Kualitas arang yang dihasilkan

lebih baik dan rendemennya lebih tinggi, para

perajin atau pengusaha arang tempurung kelapa

dapat menggunakan alat ini untuk memenuhi

pesanan arang dari luar daerah, terutama sebagai

bahan baku arang aktif.

Petani di wilayah perbatasan Pulau Miangas

atau pengguna memiliki persepsi positif terhadap

inovasi pengolahan arang tempurung berbahan

lokal. Petani menganggap inovasi tersebut

menguntungkan, tidak bertentangan dengan nilai-

nilai sosial budaya dan sesuai dengan kebutuhan

masyarakat, mudah diterapkan, mudah dicoba, dan

hasil dapat dengan dilihat.

Hasil penelitian Indraningsih (2011),

melaporkan bahwa persepsi petani terhadap

inovasi pertanian menunjukkan peningkatan berarti

jika inovasi pertanian tersebut terkait langsung

dengan aspek kebutuhan dan preferensi petani

terhadap teknologi lokal ataupun usaha tani

terpadu. Persepsi positif menjadi pertimbangan

penting bagi petani dalam pengambilan keputusan

untuk mau mengadopsi atau menolak inovasi.

Implikasinya adalah untuk mendorong terjadinya

adopsi, pemerintah hendaknya dapat meyakinkan

kepada petani serta membuktikan bahwa teknologi

pertanian tersebut dapat memberikan manfaat dan

tidak sulit untuk dilaksanakan.

Rogers (2003) menyebutkan bahwa sifat-

sifat inovasi akan menentukan petani untuk

mengadopsi atau tidak suatu inovasi, yaitu dari

sifat keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan,

kemudahan dicoba, dan dapat dibedakan dengan

yang lama.

Hasil penelitian dari Azrina et al. (2017)

menunjukkan kelayakan usaha dari pengolahan

arang tempurung diperolah nilai B/C yaitu Rp 0,27

(>0). Nilai BEP produksi yaitu 4,693 kg dan nilai

BEP harga yaitu Rp. 2,033/kg. Nilai ROI yang

diperoleh agroindustri arang tempurung yaitu Rp.

27,8.

KESIMPULAN

Inovasi teknologi pengolahan arang

tempurung memberikan hasil cukup baik dan

mendapatkan respons positif dari masyarakat

perbatasan pulau Miangas. Petani menganggap

inovasi tersebut menguntungkan, tidak

bertentangan dengan nilai-nilai sosial budaya dan

sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mudah

diterapkan, mudah dicoba, dan hasil dapat dilihat.

Nilai tambah yang didapatkan dari inovasi tersebut

adalah mengurangi pengeluaran petani dalam

penggunaan bahan bakar dan dapat memberi nilai

tambah bagi produk kelapa yang dihasilkan.

Page 28: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

23 Inovasi Teknologi Pengolahan Hasil PertanianBerbasis Kelapa Di Wilayah Perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud: (G.H. Joseph, Agustinus N Kairupan, Meivi Lintang)

Keberlanjutan penerapan inovasi pertanian

oleh petani di wilayah perbatasan memerlukan

dukungan dan perhatian serius dari pemerintah

pusat maupun daerah dan instansi terkait lainnya

untuk membangun pertanian di Pulau Miangas.

Komitmen tersebut termasuk mengembangkan

komoditas pertanian terutama komoditas tanaman

kelapa.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada

Balai Pengkajian Teknologi Sulawesi Utara yang

telah memberikan ijin dilakukannya penelitian dan

penulisan karya tulis ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Androecia, D., Z. Untu, R. Sudarsip, N. Padmi,

dan Nova. 1989. Prosiding Simosium I Hasil

Penelitian dan Pengembangan Tanaman

Industri (Buku II). Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Industri, Bogor.

Azrina, T., M. Nur, dan S. Hurri. 2017. Analisis

kelayakan agroindustri arang tempurung di

Gampong Barat Lanyan Kecamatan Jangka

Kabupaten Bireuen (Studi Kasus usaha

Bapak Razali). Jurnal S. Pertanian, 1(1): 63

– 69.

Barlina, R., G.H.. Joseph, M.M.M. Rumokoi,

Kembuan, dan A. Lay. 1989. Peningkatan

nilai tambah hasil minyak kelapa melalui

teknologi pengolahan dan diversifikasi.

Prosiding Simposium I Hasil Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Industri, Buku II.

Pusat Penelitian dan Pengembangan

Tanaman Industri, Bogor.

BPS Kabupaten Kepulauan Sangihe. 2017

Kepulauan Sangihe dalam angka 2017. BPS

Kabupaten Kepulauan Sangihe.

Hanafi, A. 1987. Memasyarakatkan ide-ide baru.

Penerbit Usaha Nasional Surabaya.

Hadi, R. 2011. Sosialisasi teknik pembuatan arang

tempurung kelapa dengan pembakaran

sistem suplai udara terkendali. Buletin

Teknik Pertanian, 16(2): 77 - 80.

Indraningsih, K.C. 2011. Pengaruh penyuluhan

terhadap keputuan petani dalam adopsi

inovasi teknologi usahatani terpadu. Jurnal

Agro Ekonomi, 29(1): 1 - 24.

Lindayanti. 2006. Penanganan pascapanen

tanaman kelapa di daerah pasang surut.

Prosiding Seminar Kegiatan Pengkajian

Teknologi Spesifik Lokasi. Jambi,

November 2006. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Jambi. 26 p.

Nilasari, A. Fatchiya, dan P. Tjitropranoto. 2016.

Tingkat penerapan pengendalian hama

terpadu (pht) sayuran di Kenagarian Koto

Tinggi, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Jurnal Penyuluhan, 12(1): 15 - 30.

Pambayun, G.S., Y.EM. Yulianto, M.

Rachimoellah, dan E.M.M. Putri. 2013.

Pembuatan karbon aktif dari arang

tempurung kelapa dengan aktivator Zncl2

Dan Na2co3 sebagai adsorben untuk

mengurangi kadar fenol dalam air limbah.

Jurnal Teknik Pomits, 2(1): 2337 - 3539.

Radhakrishna, R. 2010. Viewing Bennett’s

hierarchyfrom a different lens: implications

for extension program evaluation. J.

Extention, 48(6): 5 p.

Rogers, E.M. 2003. Diffusion of innovations. Fifth

Edition. The Free Press. A Division of

Simon & Schuster, Inc. 1230 Avenue of The

Americas New York. NY 10020.

Said, E.G., Rachmayanti, dan M.Z. Muttaqin.

2001. Manajemen teknologi agribisnis kunci

menuju daya saing global produk agribisnis.

PT. Ghalila Indonesia dengan MMA IPB,

Bogor.

Suprapto. 2010. Karakteristik, penerapan, dan

pengembangan agroindustri hasil pertanian

di Indonesia. Makalah.

https://agroindustry.wordpress.com

/2010/10/18/karakteristik-penerapan-dan-

Page 29: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

24 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 17 - 24

pengembangan-agroindustrihasil-pertanian-

di-indonesia/.

Sinambela, P., D. Siwu, Rorielohoo, D. Hartarto,

dan Silangen. 1983. Pengembangan

pembuatan arang tempurung di Sulawesi

Utara. Balai Penelitian dan Pengembangan

Industri, Manado.

Suhardiman, P. 1999. Bertanam kelapa hibrida.

Jakarta: Penebar Swadaya.

Sugarda, T., D. Sudarmanto dan S. Sumintaredja.

2001. Penyuluhan pertanian. Jakarta:

Yayasan Pengembangan Sinar Tani.

Tamungku, O., R.A.M. Koleangan, dan P.C.

Wauran. 2019. Analisis pendapatan petani

kelapa (kopra) di Kabupaten Kepulauan

Talaud. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi,

19(02): 152 - 161.

Torar, D.J. 2009. Faktor sosial ekonomi dan

budaya yang mempengaruhi usahatani

kelapa di Kabupaten Kepulauan Talaud.

Buletin Palma, 36(2009): 48 - 61.

Page 30: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

25

Analisis Kelayakan Varietas Unggul BaruPAdi Lahan Sawah Tadah Hujan Di Perbatasan Kabupaten

Sambas (Rusli Burhansyah)

ANALISIS KELAYAKAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI PERBATASAN KABUPATEN SAMBAS

Rusli Burhansyah

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat

Jalan Budi Utomo No.45 Siantan Hulu Pontianak

Email:[email protected]

ABSTRACT

Feasibility Analysis of New High Yielding Varieties of Upland Rice in Sambas District Border Areas.

Problems faced by the development of rice in the Sambas Border Area, especially Paloh, among others; low

productivity (2.8 tons/ha), low quality of crop yields, and undeveloped institutional economics of farmers. Through the

rice demonstration approach, it is expected that there will be an increase in rice productivity. The purpose of this

study was to determine the feasibility of new superior varieties of rice farming in rainfed rice fields in the border of

Sambas Regency. The study was conducted in April to August 2018. The research method used survey method. Data

collection through interviews. The number of respondents was 30 cooperative farmers. The results showed that new

superior varieties inpari 16 and inpari 22 were able to increased production. Inpari 16 vub grain production is

around 3.52 t/ha GKP with revenue of around Rp. 15,840,000 with a net profit of a total cost of Rp 2,205,798, with

R/C of 1.16 for the total cost. The inpari 22 VUB productivity is around 5.5 t/ha GKP with revenue of around Rp.

24,300,000, with a net profit of a total cost of Rp. 10,289,798 with an R/C of 1.73. From the results of sensitivity

analysis, it showed that inpari 22 variety is recommended, because it is still feasible (R/C>1) with various change

scenarios.

Keywords: rice, productivity, farm feasibility, high yielding varieties

ABSTRAK

Permasalahan yang dihadapi pengembangan padi tadah hujan di kawasan perbatasan Sambas antara lain

rendahnya produktivitas (2,8 ton/ha), rendahnya mutu hasil panen, dan kelembagaan ekonom petani yang belum

berkembang. Pendekatan demfram padi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas padi. Tujuan penelitian adalah

mengetahui kelayakan usahatani padi varietas unggul baru sawah tadah hujan di perbatasan Kabupaten Sambas.

Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Agustus 2018. Metode penelitian menggunakan metode survei. Dan

pengumpulan data melalui wawancara. Jumlah responden sebanyak 25 orang petani kooperator. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa varietas unggul baru Inpari 16 dan Inpari 22 mampu meningkatkan produksi. Produksi gabah

VUB Inpari 16 sekitar 3,52 t/ha GKP dengan penerimaan sekitar Rp 15.840.000, keuntungan bersih atas biaya total

Rp 2.205.798 dan R/C 1,16 atas biaya total. Produktivitas VUB Inpari 22 sekitar 5,5 t/ha GKP, penerimaan Rp

24.300.000 dengan keuntungan bersih atas biaya total Rp 10.289.798 dan R/C 1,73. Hasil analisis sensitivitas

menunjukkan varietas Inpari 22 layak dikembangkan karena R/C >1 dengan berbagai skenario perubahan.

Kata kunci: padi, produktivitas, kelayakan usahatani, varietas unggul baru

Page 31: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

26 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 25 - 34

PENDAHULUAN

Kabupaten Sambas merupakan kabupaten

yang berbatasan langsung dengan negara Malaysia.

Terdapat 1 Pos Lintas Batas (PLB) yakni Aruk-

Biawak, sedangkan perbatasan Temajuk belum

terdapat PLB. Kementerian Pertanian (Kementan)

bertekad membangun lumbung pangan di lima

wilayah perbatasan, yaitu Kepulauan Riau,

Entikong Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur

(NTT), Maluku, dan Merauke.

Komoditas pertanian di daerah perbatasan

Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas antara lain

padi, kelapa sawit, kelapa dalam, sapi, dan ayam

buras. Produktivitas komoditas padi masih relatif

rendah, karena lahan kurang subur. Perubahan

iklim akhir-akhir ini menyebabkan terjadinya

kegagalan panen akibat kebanjiran dan kekeringan

di Kecamatan Paloh (Burhansyah et al., 2017).

Potensi lahan sawah di Kecamatan Paloh

seluas 4.497 ha berupa lahan sawah tadah hujan.

Luas panen padi di Kecamatan Paloh pada tahun

2017 sekitar 5.420 ha dengan rincian 4.873 padi

sawah dan 547 padi ladang (BPS Kabupaten

Sambas, 2018). Produktivitas padi pada tahun 2015

sekitar 2,82 ton/ha, setelah tahun 2015 BPS tidak

mendata produktivitas padi.

Salah satu upaya peningkatan produktivitas

melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu

(PTT). Dalam model PTT, pemecahan masalah

setempat dengan penerapan teknologi inovatif

merupakan prioritas utama. Paket teknologi yang

dipilih dalam PTT tidak tetap, tetapi spesifik

lokasi. Masalah agronomis yang dihadapi petani

pada lahan sawah tadah hujan umumnya: (1)

penggunaan varietas lokal berdaya hasil rendah dan

berumur panjang, (2) mutu benih rendah, (3)

pemupukan tidak tepat dan cenderung kurang, (4)

cara tanam tidak teratur dan populasi tanaman

rendah, dan (5) pengendalian gulma tidak optimal.

Tingkat penerapan teknologi introduksi di lahan

sawah tadah hujan relatif rendah karena

pendapatan dan modal petani tidak memadai (Pane

et al., 2002). Siwi dan Kartowinoto (1989)

menyebutkan bahwa untuk wilayah miskin sumber

daya, penggunaan varietas unggul merupakan cara

yang murah dan mudah bagi petani.

Teknologi budidaya padi di Kecamatan

Paloh sudah cukup baik. Petani menanam 2 (dua)

kali dalam setahun. Musim kemarau (MK) dimulai

bulan April dan musim hujan (MH) bulan Oktober.

Lokasi rawan kekeringan dan kebanjiran. Musim

penghujan ditanami varietas lokal seperti Ringkak

dengan umur 6-8 bulan, sedangkan musim kemarau

ditanami Air Tenggulang, Inpara 3, dan Cilosari.

Pemupukan menggunakan NPK 100 kg/ha, Urea

50 kg/ha, SP36 50 kg/ha, sedangkan KCl, pupuk

organik, dan kapur tidak pernah diberikan.

Budidaya padi dengan cara tugal, legowo 4:1,

semai dengan ditugal, pemupukan persemaian

dengan Urea, jumlah tanaman per lubang 4-5.

Kebutuhan benih per 1 (satu) ha adalah 50 kg

dengan produksi 3 ton. Serangan hama dan

penyakit utama adalah wereng coklat, walang

sangit, ulat tanah, orong-orong, keong mas, dan

blast. Ketersediaan benih unggul padi berlabel

masih terkendala.

Menurut Lalu, et al. (2017) varietas padi

yang direkomendasikan untuk lahan tadah hujan

antara lain Inpari 1, Inpari 10, Inpari 13, Inpari 18,

Inpari 19, Inpari 20, Inpari 21, Inpari 22, Inpari 30,

Inpari 32, Inpari 33, Inpari 38, Inpari 39, Inpari 40,

Inpari 41, Inpari 42, dan Inpari 43. Kelebihan

varietas Inpari 22 adalah produksinya cukup tinggi

dengan rata-rata hasil 5,8 t/ha GKG dan potensi

hasil 7,9 t/ha GKG. Inpari 42 agak tahan terhadap

wereng batang coklat biotipe 1, 2, dan 3. Varietas

ini tahan terhadap hawar daun bakteri patotipe III,

rentan terhadap patotipe IV dan VIII, tahan

terhadap blas ras 033 dan 133, agak tahan ras 073

dan 137, dan rentan terhadap tungro (Jamil et al.,

2015).

Tujuan penelitian adalah mengetahui

kelayakan usahatani varietas uggul baru padi

sawah tadah hujan di kawasan perbatasan

Kabupaten Sambas.

Page 32: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

27

Analisis Kelayakan Varietas Unggul BaruPAdi Lahan Sawah Tadah Hujan Di Perbatasan Kabupaten

Sambas (Rusli Burhansyah)

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Desa Matang

Danau, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas,

Provinsi Kalimantan Barat pada sawah tadah hujan

luas tanam 10 ha. Waktu pelaksanaan untuk musim

kemarau bulan April – Agustus 2018.

Pendekatan Penelitian

Komponen teknologi yang diuji terdiri dari

benih VUB Inpari 26 dan Inpari 22, olah tanah

minimum, pupuk anorganik NPK 200 kg/ha, KCl

50 kg/ha, pupuk organik Petroganik 1.000 kg/ha,

dan Biotara 25 kg/ha. Pupuk Biotara merupakan

pupuk hayati berbentuk butiran. Kelebihan dari

pupuk ini adalah pupuk hayati konsorsium mikroba

dekomposer, pelarut P, dan penambat N dengan

media pembawa jerami padi atau tandan kosong

kelapa sawit. Biotara memiliki keunggulan pada

tanah masam lahan rawa dan mampu

meningkatkan produktivitas tanaman dan

keberlanjutan sumberdaya lahan. Kegunaan dari

pupuk ini yaitu dapat mengikat N, meningkatkan

ketersediaan hara P tanah, mempercepat

dekomposisi sisa-sisa organik, memacu

pertumbuhan tanaman, meningkatkan efisiensi

pemupukan N dan P lebih dari 30%, dan

meningkatkan hasil padi lebih dari 20% di lahan

rawa (Mukhlis et al., 2013). Jarak tanam jajar

legowo 4:1 adalah 40 x 25 x 15 cm, umur pindah

bibit 14-21 hari, pengendalian gulma sesuai

kondisi, dan pengendalian hama sesuai ambang

ekonomi.

Penentuan petani kooperator dilakukan

melalui koordinasi dengan Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Barat,

Dinas Pertanian Kabupaten Sambas, dan penyuluh

lapangan di lokasi penelitian. Petani kooperator

yang terlibat sejumlah 25 orang berasal dari

kelompok tani Angin Surga.

Jenis Data dan Metode Analisis

Sumber data dalam penelitian ini adalah data

primer dan data sekunder. Data primer

dikumpulkan dari hasil observasi dan wawancara

langsung menggunakan kuesioner. Data aspek

finansial yang dikumpulkan adalah penggunaan

dan biaya input sarana produksi yaitu benih, pupuk,

herbisida, dan pestisida serta penggunaan biaya

input tenaga kerja. Data tersebut dianalisis atas

biaya produksi, penerimaan, dan keuntungan.

Keuntungan dihitung sebagai pendapatan bersih

dikurangi total biaya produksi (Suratiyah, 2011

dalam Gupito, 2014).

Metode analisis yang digunakan adalah

analisis pendapatan, analisis kelayakan, dan

analisis deskripsi (Soekartawi, 2002). Secara

matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Analisis Pendapatan

I = TR - TC

TR = Y.Py

TC = FC + VC

Keterangan:

I = Income (pendapatan)

TR = Total Revenue (total

penerimaan)

TC = Total cost (total biaya)

FC = Fixed cost (biaya tetap)

VC = Variable cost (biaya variable)

Y = Yield (produksi usahatani)

Py = Price of Y (harga Y)

Analisis Kelayakan

R/C

Keterangan:

R = Revenue (penerimaan)

C = Cost (biaya)

Kriteria keputusan:

R/C > 1 = usahatani menguntungkan

(tambahan manfaat/penerimaan lebih besar

dari tambahan biaya);

R/C <1 = usahatani rugi (tambahan biaya

lebih besar dari tambahan penerimaan);

dan

Page 33: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

28 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 25 - 34

R/C = 1 usahatani impas (tambahan

penerimaan sama dengan tambahan biaya).

Analisis Deskripsi

Analisis deskripsi merupakan analisis yang

menggambarkan secara sistematik dan akurat

tentang fakta dan karakteristik populasi/kegiatan

dalam bidang tertentu yang menjadikan subyek

penelitian berdasarkan data dari variabel yang

diperoleh dari kelompok subyek yang diteliti dan

fakta di lapangan (Nasir, 2003).

Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan terkait

perubahan pada aspek pendapatan karena faktor

lingkungan yang berubah. Lingkungan dalam

pengertian ini antara lain perubahan harga input,

perubahan harga output, pajak, dan sejenisnya.

Analisis sensitivitas digunakan untuk mengetahui

perubahan pendapatan yang terjadi manakala ada

kenaikan harga input atau pajak, atau ada

penurunan harga output, atau inflasi? Apakah

dengan perubahan itu, berdampak pada pendapatan

usahatani (Hendayana, 2016).

Perubahan yang sering dialami antara lain:

(a) Meningkatnya harga input produksi benih,

pupuk, dan pestisida. Peningkatan harga input

tersebut terjadi karena berbagai faktor, misalnya

inflasi, penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar,

atau karena faktor eksternal lainnya (kebijakan

penyesuian harga), (b) Harga output tidak berubah

atau tetap, bahkan menurun. Kondisi penurunan

harga ouput tersebut dapat disebabkan karena

kelebihan produksi (over supply) akibat panen

raya, atau adanya kebijakan pemerintah melakukan

impor produk sejenis dengan produk petani.

Pendekatan Analisis

Analisis sensitivitas dilakukan dengan

membuat skenario perubahan yang diprediksi

terjadi secara realistis di lapangan.

Skenario 1: terjadi inflasi, harga pupuk non organik

5%, pestisida 15%, bunga modal naik 2%,

sedangkan lainnya tetap.

Skenario 2: terjadi inflasi seperti benih, pupuk

oganik dan tenaga kerja naik 5%, pupuk anorganik

10%, pestisida 20%, bunga modal 3% sementara

produksi turun 10%, dan harga gabah turun 5%

karena panen raya atau ada kebijakan impor

Skenario 3: terjadi inflasi lagi yang lebih dahsyat,

sehingga semua harga benih, pupuk organk, tenaga

kerja naik 10%, sedangkan pupuk anorganik 15%,

pestisida 25%, bunga modal 4%, produksi turun

20%, dan harga gabah turun sampai 10%

Skenario 4: terjadi inflasi lagi yang lebih dahsyat,

harga benih, pupuk organik dan tenaga kerja naik

15%, pupuk anorganik 20%, bunga modal naik 5%,

Produksi turun sampai 30% dan harga gabah turun

15% (Tabel 1).

Tabel 1. Skenario perubahan harga input, produksi dan harga output usahatani padi

No. Uraian Skenario 1 (%) Skenario 2 (%) Skenario 3 (%) Skenario 4 (%)

1 Input

2 Benih 0 5 10 15

3 Pupuk anorganik 5 10 15 20

4 Pupuk organik1 0 5 10 15

5 Pupuk organik2 0 5 10 15

6 Pestisida 15 20 25 30

7 Tenaga kerja 0 5 10 15

8 Bunga Modal 2 3 4 5

9 Produksi 0 -10 -20 -30

0 Harga gabah 0 -5 -10 -15

Page 34: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

29

Analisis Kelayakan Varietas Unggul BaruPAdi Lahan Sawah Tadah Hujan Di Perbatasan Kabupaten

Sambas (Rusli Burhansyah)

HASIL PEMBAHASAN

Kondisi Sosial Ekonomi Lokasi Penelitian

Luas wilayah dan jumlah penduduk Desa

Matang Danau merupakan salah satu faktor

pendukung dan potensi dalam melaksanakan

otonomi desa. Tingginya tingkat

partisipasi masyarakat juga merupakan faktor

utama dalam memajukan desa (BPS Kabupaten

Sambas, 2017).

Desa Matang Danau Kecamatan Paloh

memiliki wilayah 4.401 ha terdiri dari lahan

pertanian tanaman padi 900 ha, perumahan dan

pekarangan 1,5 ha, lahan perkebunan rakyat 1,75

ha, dan tanah wakaf 13.339 ha. Batas-batas

Desa Matang Danau: sebelah Utara dengan Desa

Laut Matuna, sebelah Selatan dengan

Desa Matang Segantar dan Mulia Kecamatan

Teluk Keramat, sebelah Barat dengan Desa

Kalimantan Kecamatan Paloh dan Merabuan Kec.

Tangaran, serta sebelah Timur dengan Desa Tanah

Hitam.

Desa Matang Danau memiliki 4 (empat)

dusun yaitu Dusun Pantai Laut, Dusun Mariana,

Dusun Perigi Nyatu, dan Dusun Matang Putus.

Desa ini juga merupakan penggabungan untuk dua

desa yaitu Desa Matang Putus dan Matang Danau.

Menurut data BPS, penduduk Desa Matang Danau

tahun 2016 berjumlah 4.265 jiwa terdiri dari laki-

laki 2.131 jiwa dan perempuan 2.134 Jiwa. Mata

pencaharian masyarakat adalah petani 3.490 orang,

nelayan 42 orang, usaha industri sedang 10 orang,

pedagang 54 orang, PNS/TNI/POLRI 76 orang,

swasta dan lainnya 17 orang, usaha industri kecil 3

orang, buruh bangunan 18 orang, pengangkutan 3

orang, dan perkebunan kecil 13 orang.

Potensi Kelembagaan

Lembaga-lembaga yang terdapat di desa

Matang Danau memiliki fungsi dan peran penting,

sebab membantu dalam mensejahterakan desa.

Jenis-jenis lembaga yang ada adalah:

Lembaga Pemerintahan

Lembaga pemerintahan merupakan

lembaga yang mengatur untuk memimpin,

melindungi, dan menertibkan keadaan desa.

Pemerintahan desa memiliki dua lembaga, yaitu (1)

Kepala desa dan perangkat-perangkat desa dan (2)

Badan Permusyawaratan Desa. Pendidikan

terakhir kepala desa adalah tamatan SMA

sederajat, sedangkan perangkat desa

sebagian Diploma (D3) dan Sarjana Strata-1 (S1).

Kemudian untuk jumlah RW ada 5, dan untuk

jumlah RT adalah berjumlah 17. Terdapat pula

perangkat-perangkat desa lainnya seperti BPD

dengan yang jumlah anggotanya orang, kemudian

untuk pendidikan terakhir ketua BPD adalah

tamatan SMA. Jarak desa Matang Danau

Kecamatan Paloh sekitar 23,6 km. Ke ibukota

kabupaten Sambas 60 km. Jarak ke provinsi sekitar

257 km (BPS Kabupaten Sambas, 2018).

Kelayakan Usahatani Padi Varietas Unggul

Baru

Dari hasil perhitungan analisis kelayakan

usahatani padi, varietas unggul baru inpari 16 dan

inpari 22 layak untuk dikembangkan di derah

Kawasan Perbatasan Kabupaten Sambas. Dari

Tabel 2 menunjukkan varietas unggul baru inpari

16 mampu berproduksi 3.520 kg/ha, Dengan harga

gabah sekitar Rp .4.500,-/kg diperoleh pendapatan

bersih (keuntungan) atas biaya total Rp 2.205.798,-

dengan R/C atas biaya total sekiar 1,16.

Varietas unggul baru inpari 22 memiliki

potensi untuk dikembangkan didaerah ini. Pada

Tabel 3 terlihat produktivitas padi mencapai 5.400

kg/ha dengan keuntungan atas biaya total Rp

10.289.798 selama 4 bulan atau Rp 2.572.450 per

bulan. Hal ini lebih tinggi dari Upah Miniimum

Kabupaten Sambas tahun 2018 sekitar

Rp.2.200.000,-

Dari hasil analisis sensitiitas menunjukkan

bahwa varietas unggul baru inpari 16 belum bisa

direkomendasikan ke petani. Hal ini karena dari

hasil skenario 2 yaknin harga benih naik 5%,

harga pupuk anorganik 10%, pupuk organic naik

5%, pestisida naik 20%, tenaaga kerja naik 5%,

Page 35: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

30 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 25 - 34

modal naik 3%, produksi turun 10% dan harga

gabah turun 5% sudah tidak layak (R/C < 1) atas

biaya total. Padi varietas unggul inpari 22 layak

dikembangkan di daerah Perbatasan Kabupaten

Sambas. Dari Tabel 4, diketahui inpari 22 masih

layak dikembangkan karena nilai R/C diatas 1

dengan berbagai hasil skenario.

Tabel 2. Analisis Kelayakan Usahatani Padi VUB Inpari 16 di Desa Matang Danau MK 2018

Uraian Volume Satuan

Harga Satuan ( Rp) Jumlah (Rp)

Komponen biaya dan pendapatan

Biaya Sarana Produksi

Benih Padi 25 kg

10.000 250.000

Pupuk Organik 1.000 kg

875 875.000

Pupuk NPK 200 kg

2.700 540.000

Pupuk KCl 50 kg

10.000 500.000

Pupuk Bioatara 25 kg

12.000 300.000 Herbisida 4 liter

120.000 480.000

Insektisida 8 cair

86.000 688.000

Pestisida2 9 cair

89.000 812.609

Sub Total

4.445.609

Biaya Tenaga Kerja

Tenaga Kerja Dalam Keluarga

PRIA/WANITA Persiapan lahan 4 HOK

50.000 200.000

Membuat persemaian 2 HOK

50.000 100.000

Mencabut benih 2 HOK

50.000 100.000

Menanam 6 HOK

50.000 300.000 Memupuk 9 HOK

50.000 450.000

Menyemprot 4 HOK

50.000 200.000

Menyiang 6 HOK

50.000 300.000

Panen dan pengangkutan 10 HOK

50.000 500.000 Sub Total 43

50.000 2.150.000

Tenaga Kerja Upahan Persiapan lahan 3 HOK

50.000 150.000

Membuat persemaian 2 HOK

50.000 100.000

Mencabut benih 3 HOK

50.000 150.000

Menanam 25 HOK

50.000 1.250.000 Menyemprot 12 HOK

50.000 600.000

Menyiang 33 HOK

50.000 1.650.000

Panen dan pengangkutan 36 HOK

50.000 1.800.000

Perontokan 14,08

3.520 200 704.000 Sub Total 128,08

6.404.000

Total biaya tenaga kerja

8.554.000 Biaya total di luar bunga

12.999.609

Bunga modal (7% dr biaya tunai prapanen)

634.593

Total biaya (3+4)

13.634.202

Total biaya tunai

11.484.202 Komponen pendapatan (Rp/ha/musim)

Penerimaan (3520 kg@Rp4500)

15.840.000

Keuntungan finansial

Atas Biaya Tunai

4.355.798

Atas Biaya Total

2.205.798

R/C Atas Biaya Tunai

1,38

Atas Biaya Total

1,16

Keterangan: Analisis Data primer, 2018

Page 36: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

31

Analisis Kelayakan Varietas Unggul BaruPAdi Lahan Sawah Tadah Hujan Di Perbatasan Kabupaten

Sambas (Rusli Burhansyah)

Tabel 3. Analisis Kelayakan Usahatani Padi VUB Inpari 22 di Desa Matang Danau MK 2018

Uraian Volume Satuan

Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)

Komponen biaya dan pendapatan

Biaya Sarana Produksi

Benih Padi 25 kg 10.000 250.000

Pupuk Organik dan An organik (+biotara) 2215000

Herbisida, Insektisida 1980609

Sub Total 4.445.609

Biaya TK Dalam Keluarga Pria/Wanita 43 HOK 50.000 2.150.000

Tenaga Kerja Upahan 6.780.000

Total biaya tenaga kerja 8.930.000

Biaya Total diluar bunga 13.375.609

Bunga Modal (7% dr biaya tunai prapanen) 634.593

Total biaya 14.010.202 Total biaya tunai 11.860.202

Komponen Pendapatan (Rp/ha/musim)

Penerimaan (5400 kg@Rp4500) 24.300.000,00

Keuntungan finansial

Atas Biaya Tunai 12.439.798

Atas Biaya Total 10.289.798 R/C

Atas Biaya Tunai 2,05

Atas Biaya Total 1,73

Keterangan: Analisis data primer, 2018

Tabel 4. Kelayakan Usahatani Padi VUB Inpari 16 Setelah Perubahan Hasil Skenario

Uraian Nilai (Rp) Perubahan Hasil Skenario

1 2 3 4

Input

Benih 250.000 250.000 262.500 275.000 287.500 Pupuk anorganik (NPK) 540.000 567.000 594.000 621.000 648.000

Pupuk anorganik (KCl) 500.000 525.000 550.000 575.000 600.000

Pupuk organik(petroganik) 875.000 875.000 918.750 962.500 1.006.250

Pupuk organik(biotara) 300.000 300.000 315.000 330.000 345.000

Herbisida 480.000 552.000 576.000 600.000 624.000

Insektisida 688.000 791.200 825.600 860.000 894.400 Fungisida 812.609 921.150 961.200 1.001.250 1.041.300

Biaya Tenaga Kerja DK 2.150.000 2.150.000 2.257.500 2.365.000 2.472.500 Biaya Tenaga Kerja LK 6.404.000 6.404.000 6.724.200 7.040.000 7.360.000

Bunga Modal 634.593 647.285 653.631 659.977 666.323

Penerimaan 15.840.000 15.840.000 14.256.000 12.672.000 11.088.000

Keuntungan (atas biaya tunai) 4.255.798 4.007.365 1.875.119 (252.727) (2.384.773)

Keuntungan (atas biaya total) 2.205.798 1.857.365 (382.381) (2.617.727) (4.857.273)

R/C (atas biaya tunai) 1,38 1,34 1,15 0,98 0,82

R/C (atas biaya total) 1,16 1,13 0,97 0,83 0,70

Keterangan: Analisis data primer, 2018

Page 37: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

32 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 25 - 34

Tabel 5. Kelayakan Usahatani Padi VUB Inpari 22 Setelah Perubahan Hasil Skenario Uraian Nilai (Rp) Perubahan Hasil Skenario

1 2 3 4

Input

Benih 250.000 250.000 262.500 275.000 287.500

Pupuk anorganik (NPK) 540.000 567.000 594.000 621.000 648.000

Pupuk anorganik (KCl) 500.000 525.000 550.000 575.000 600.000 Pupuk organik(petroganik)

875.000 875.000 918.750 962.500 1.006.250 Pupuk organik(biotara) 300.000 300.000 315.000 330.000 345.000

Herbisida 480.000 552.000 576.000 600.000 624.000

Insektisida 688.000 791.200 825.600 860.000 894.400

Fungisida 812.609 921.150 961.200 1.001.250 1.041.300 Biaya Tenaga Kerja DK 2.150.000 2.150.000 2.257.500 2.365.000 2.472.500 Biaya Tenaga Kerja LK 6.404.000 6.404.000 6.724.200 7.040.000 7.360.000

Bunga Modal 634.593 647.285 653.631 659.977 666.323 Penerimaan 24.300.000 24.300.000 21.870.000 19.440.000 17.010.000

Keuntungan (atas biaya tunai) 12.439.798 12.091.365 9.094.319 6.097.273 3.100.227

Keuntungan (atas biaya total) 10.289.798 9.941.365 6.836.819 3.732.273 627.727

R/C (atas biaya tunai) 2,05 1,99 1,71 1,46 1,22

R/C (atas biaya total) 1,73 1,69 1,45 1,24 1,04

Keterangan: Analisis data primer, 2018

KESIMPULAN

Penggunaan inpari 16 memberikan

keuntungan atas biaya tunai sebesar Rp 4.355.798.

dan atas biaya total Rp 2.205.798. dan R/C atas

biaya tunai 1,38 dan R/C atas biaya total 1,16.

Varietas unggul baru inpari 22 memberikan

keuntungan atas biaya tunai sebesar Rp.12.439.798

dan atas biaya total Rp 10.289.798. R/C atas biaya

tunai sebesar 2,04 dan R/C atas biaya total 1,73.

Dari hasil sensitivitas kelayakan usahatani

untuk varietas unggul baru inpari 16 masih layak

(R/C >1) sampai skenario 1 ( pupuk anorganik

naik5%, pestisida naik 10%, bunga modal naik

2%). Sedangkan untuk skenario 2,3,dan 4 sudah

tidak layak (R/C<1). Hasil sensitivitas kelayakan

usahatani untuk varietas unggul bari 22 masih

layak (R/C>1) dari skenario 1,2,3,4.

Varietas unggul baru inpari 22 layak

dikembangkan pada lahan sawah tadah hujan di

kecamatan Paloh kawasan Perbatasan Kabupaten

Sambas. Vareitas unggul baru ini mempunyai

keunggulan antara lain: produktivitas diatas 5 ton

dengan keuntungan atas biaya total sebesar Rp

10.289.798,- dan R/C 1,73

DAFTAR PUSTAKA

Adyana. 2003. Demplot dan Sintesis Kebjiakan

Pengembangan Peningkatan Produtkivitas

Pada dan Ternak (P3T) Ke Depan. Laporan

Teknis Pusat Penelitian dan Pengembangan

Tanaaman Pangan. Litbang Pertanian. 40

hal.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Sambas. 2017.

Kecamatan Paloh Dalam Angka 2017.

Badan Pusat Statistik Kabupaten

Sambas.182 hal.

BPS Kabupaten Sambas. 2017. Kabupaten

Sambas Dalam Angka 2017. BPS Kabupaten

Sambas.476 hal.

Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.

2010. Atlas Peta Tanah Tingkat Tinjau

Provinsi Kalimantan Barat, Skala 1 :

250.000, edisi I. Balai Besar Litbang

Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan

Page 38: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

33

Analisis Kelayakan Varietas Unggul BaruPAdi Lahan Sawah Tadah Hujan Di Perbatasan Kabupaten

Sambas (Rusli Burhansyah)

Penelitian dan Pengembangan Pertanian,

Kementerian Pertanian. 72 hal.

Badan Nasional Pengelola Perbatasan. 2010.

Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah

Negara Dan Kawasan Perbatasan. BNPP,

Jakarta.15 hal.

Burhansyah, R., Darsono, L.M. Gufroni, Dwi P.,

dan Melia P. 2011. Laporan Akhir. Analisis

kebijakan Pertanian di wilayah Perbatasan

Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. BPTP

Kalimantan Barat. 60 hal.

Burhansyah, R, A.Subekti, G.C. Kifli, Azri,

K.Supriyadi, A.Musyafak. 2017. Laporan

Akhir Dukungan Inovasi Teknologi Di

Daerah Perbatasan Kalimantan Barat. BPTP

Kalbar. 107 hal.

Hamid, S.H.Mukti dan T.Widianto. 2001. Kawasan

Perbatasan Kalimantan: Permasalahan dan

Konsep Pengembangan, Pusat Pengkajian

Kebijakan Teknologi Pengembangan

Wilayah. BPPT.15 hal.

Indah, LSM, Zakaria, WA & Prasmatiwi, FE 2015,

‘Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan

Usahatani Padi Sawah Pada Lahan Irigasi

Teknis Dan Lahan Tadah Hujan Di

Kabupaten Lampung Selatan’, JIIA, 3(3):

260–267.

Ikhwanuddin. 2011. Penyusunan Kebijakan

Nasional Pengelolaan Kawasan Perbatasan

Indonesia. www.bappenas.go.id/get-file-

server/node/2512/, retrived on 3.5.2012 9

hal.

Jamil, A., Satoto, P.Sasmita, Y.Baliadi, A.Guswara

dan Suharna. 2015. Deksripsi Varietas

Unggul Baru Padi. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Kementerian

Pertanian.88 hal.

Jonharnas, JH & Sitindaon, SH 2017, ‘Peran Lahan

Sawah Tadah Hujanterhadap Ketahanan

Pangan Nasional Di Kabupaten Deli

Serdang, Sumatera Utara’, Jurnal

Agroteknologi, 7(2):15-20.

Jamaluddin 2016, ‘Analisis Tingkat Efesiensi

Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Padi

Varietas Unggul Nasional Unggul Lokal

Dan Hibrida Pada Sawah Tadah Hujan Di

Kecamatan Bangkinang Kabupaten

Kampar’, Jurnal Agribisnis, 18(2): 1–14.

Lailiyah, N, Timisela, Nr & Kaplale, R 2017,

‘Tadah Hujan Di Desa Lea Wai Kecamatan

Seram Utara Timur Kobi Analysis Of

Rainfed Lowland Rice ( Oriza Satuva L )

Production ( Oriza Satuva L ) In Lea Wai

Village North Seram East Kobi District

Agrilan : Jurnal Agribisnis Kepulauan

Pendahuluan Dari Hasil B’.5(2):151–165.

Las, I, D.Soetopo, I, Inounu, T. Sudaryanto,

Hermanto, K.Subagyono, H.Syahbuddin,

D.N.Cakrabawa, S.Mardianto dan

T.Alihamsyah. 2017. Grand Design

Pengembangan Lumbung Pangan

Berorientasi Eskpor di Wilayah Perbatasan.

Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian.

86 hal.

Lalu M. Zarwazi, Y.Nugraha, A.P.V.Yuningsih.

2017. Rekomendasi Pengelolaan Lahan

Berbasis Agroekosistem dan Kesesuaian

Lahan Untuk Pengembangan Peningkatan

Produksi Padi. Balai Besar Penelitian

Tanaman Padi, Balitbangtan.20 hal.

Murniati, K, Mulyo, JH, Irham, I & Hartono, S

2017, ‘Efisiensi Teknis Usaha Tani Padi

Organik Lahan Sawah Tadah Hujan di

Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung’,

Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, 14(1):

31–38.

Mukhlis, Y.Lestari, dan A.Budiman.2013. Pupuk

Hayati Biotara.

http://bpatp.litbang.pertanian.go.id/ind/index

.php?option=com_content&view=article&id

=563:pupuk0-hayati-biotara-

&catid=55:teknologi-inovatif-badan-litbang-

pertanian&Itemid=613 (30 Oktober) 2019.

Nasution, FH & Alamsyah, Z ‘Sosio Ekonomika

Bisnis ISSN 1412-8241 Analisis Curahan

Jam Kerja Dan Pendapatan Rumah Tangga

Page 39: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

34 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 25 - 34

Petani Padi Sawah Tadah Hujan Di

Kecamatan Pelayangan Kota Jambi Sosio

Ekonomika Bisnis ISSN 1412-8241

PENDAHULUAN Menurut Badan Litbang

Pertanian ( 2007 ), beras’, , pp. 46–54.

Pane, H., Ismail BP., I.P Wardhana, Karsidi, P.,

L.Pirngadi, dan Husin M.Toha. 2002.

Perspektif peningkatan produksi padi di

lahan sawah tadah hujan. Balai Penelitian

Tanaman Padi. 16 hal.

Pirngadi, K & Makarim, AK .2006, ‘Peningkatan

Produktivitas Padi pada Lahan Sawah Tadah

Hujan melalui Pengelolaan Tanaman

Terpadu’, Penelitian Pertanian Tanaman

Pangan, 25(2):116–123.

Rahayu, W 2014, ‘Ketersediaan pangan pokok

pada rumah tangga petani padi sawah irigasi

dan tadah hujan di kabupaten karanganyar’,

JSEP, 7(1): 45–51.

Riyanto, D, Widodo, S & Sukristiyonubowo, S

2019, ‘Aplikasi Biochar dan Pupuk Hayati

Dalam Meningkatkan Kualitas Lahan Sawah

Tadah Hujan Serta Produktivitas Padi di

Gunungkidul’, Prosiding Seminar Nasional

Lahan Suboptimal, 978–979.

Sabiham, S, Pramudya, B & Rusastra, WIW 2011,

‘Determination for Optimum Land Area of

Rice Farming In Order to Supports

Sustainable Food Self-Sufficiency in West

Nusa Tenggara’, Jurnal Agro Ekonomi,

29(2): 113–145.

Sistem, P, Jerami, P, Terhadap, P, Metana, E,

Ciherang, P & Hujan, T 2012, ‘Pengaruh

Sistem Tanam dan Pemberian Jerami Padi

Terhadap Emisi Metana dan Hasil Padi

Ciherang di Ekosistem Sawah Tadah

Hujan’,20(4):357–364.

Siwi, B.H dan S.Kartowinoto. 1989. Plasma nutfah

padi. Padi Buku I. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Pangan. P.321-

330.

Sudana, W., N.Ilham, D.K.S.Sadra, dan

R.N.Suhaeti. 1999.Metodologi Penelitian

dan Pengkajian Sosial Ekonomi Pertanian.

Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. 50 hal.

Sujinah dan Ali Jamil. 2016. Mekanisme Respon

Tanaman Padi terhadap Cekaman

Kekeringan dan Varietas Toleran. Iptek

Volume 11(1):1-8.

Syamsul Bakhri, Hartono, ZS dan HP 2003,

‘Teknologi peningkatan intensitas

pertanaman sawah tadah hujan di sulawesi

tengah’, Jurnal Pengkajian dan

Pengembangan Teknologi Pertanian,

6(1):16–28.

Yartiwi, Y, Romeida, A & Utama, SP 2018, ‘Uji

Adaptasi Varietas Unggul Baru Padi Sawah

Untuk Optimasi Lahan Tadah Hujan

Berwawasan Lingkungan Di Kabupaten

Seluma Provinsi Bengkulu’, Naturalis:

Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumber Daya

Alam dan Lingkungan, 7(2): 91–98.

Zuraida, R 2010, ‘Usaha tani Padi dan Jagung

Manis pada Lahan Tadah Hujan untuk

Mendukung Ketahanan Pangan di

Kalimantan Selatan ( Kasus di Kec .

Landasan Ulin Kotamadya Banjarbaru )’, ,

no. 2006, pp. 978–979.

https://www.researchgate.net/profile/Indra_Syamw

il/publication/305221883_Pembangunan_Wi

layah_di_Perbatasan_Negara_Kasus_Kalima

ntan_Barat/links/5785460008ae3949cf538c4

7.pdf

http://nasional.kompas.com/read/2014/05/21/0754

454/.Nawa.Cita.9.Agenda.Prioritas.Jokowi-

JK

http://bisnis.liputan6.com/read/2846828/kementan-

bertekad-bangun-lumbung-pangan-di-

perbatasan (28 Oktober)2019.

Page 40: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

35 Usaha tani Jagung Hibrida Varietas Bima19 URI di Lahan Sawah Tadah Hujan

Sumatera Selatan (Maya Dhania Sari dan Suparwoto)

USAHATANI JAGUNG HIBRIDA VARIETAS BIMA 19-URI DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN SUMATERA SELATAN

Maya Dhania Sari dan Suparwoto

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan

Jalan Kol. H. Burlian KM.6 No. 83 Palembang, Sumatera Selatan

Email: [email protected]

ABSTRACT

Farming of Bima Uri-19 Hybrid Maize in Rainfed Land South Sumatera. One of the technology

introductions to increase maize productivity is high yielding superior varieties and adaptive to the local environment.

The research objective was to determine the feasibility of farming the BIMA 19-URI hybrid maize in rainfed rice fields

in an effort to increase farmer income. The research activity was carried out in rainfed rice fields in the Sampurna

Tani Group, Cahya Maju Village, Lempuing District, Ogan Komering Ilir Regency with an area of 1.5 ha starting in

August 2017, and involving 3 (three) cooperator farmers. Soil cultivation by means of perfect tillage. Seed treatment

before planting using ridomil. Planting is done by burying, filling 1-2 seeds per planting hole, spacing 70 cm x 20 cm.

The fertilizer used was 300 kg urea, 200 kg SP-36, and 100 kg KCl/ha were given twice and the corn variety used was

Bima 19-URI. The results of the study showed that the growth of the Bima 19-URI variety of maize was already good

and no one fell with a productivity of 7.2 tonnes of dry shelled/ha. Hybrid maize farming Bima 19-URI variety in

rainfed rice fields is financially feasible and profitable with R/C value of 1.9.

Keywords: maize, growth, productivity, farming analysis, rainfed land

ABSTRAK

Salah satu introduksi teknologi untuk meningkatkan produktivitas jagung adalah varietas unggul berdaya hasil

tinggi dan adaptif dengan lingkungan setempat. Tujuan penelitian untuk mengetahui kelayakan usahatani jagung

hibrida BIMA 19-URI di lahan sawah tadah hujan dalam upaya meningkatkan pendapatan petani. Kegiatan penelitian

dilaksanakan di lahan sawah tadah hujan pada Kelompok Sampurna Tani, Desa Cahya Maju, Kecamatan Lempuing,

Kabupaten Ogan Komering Ilir dengan luasan 1,5 ha mulai pada bulan Agustus 2017, dan melibatkan 3 (tiga) petani

kooperator. Pengolahan tanah dengan cara olah tanah sempurna. Perlakuan benih sebelum tanam menggunakan

ridomil. Penanaman dilakukan dengan tugal, isi per lubang tanam 1-2 biji, jarak tanam 70 cm x 20 cm. Pupuk yang

digunakan 300 kg Urea, 200 kg SP-36, dan 100 kg KCl/ha diberikan dua kali dan varietas jagung yang digunakan

yaitu Bima 19-URI. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman jagung varietas Bima 19-URI sudah

baik dan tidak ada yang rebah dengan produktivitas 7,2 ton pipilan kering/ha. Usahatani jagung hibrida varietas Bima

19-URI di lahan sawah tadah hujan secara finansial layak diusahakan dan menguntungkan dengan nilai R/C 1,9.

Kata kunci: jagung, pertumbuhan, produktivitas, analisis usahatani, lahan tadah hujan

Page 41: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

36 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

PENDAHULUAN

Jagung menjadi sumber utama karbohidrat

dan protein terpenting setelah beras yang memiliki

nilai ekonomis dan berpeluang cukup tinggi untuk

dikembangkan sebagai bahan baku industri

pengolahan pangan dan pakan ternak (Herlina dan

Fitriani, 2017). Jagung di Indonesia ditanam pada

lingkungan yang beragam dilihat dari tipe

agroekologi, kesuburan tanah, ketersediaan sumber

air, musim tanam, dan kemampuan modal petani.

Keragaman yang besar mengakibatkan terjadinya

keragaman produktivtas jagung dari sangat rendah

1,5-2 ton/ha hingga tinggi 7-9 ton/ha (Sutoro,

2012).

Permintaan jagung yang semakin banyak

memerlukan usaha ekstensifikasi dan intensifikasi,

tetapi pada saat ini terjadi alih fungsi lahan untuk

perkebunan, perumahan dan pembangunan

industri, sehingga usaha peningkatan produktivitas

perlu ditempuh melalui intensifikasi salah satunya

dengan menggunakan varietas unggul berdaya hasil

tinggi.

Soehendi dan Syahri (2013), mengemukakan

salah satu permasalahan dalam pengembangan

jagung adalah ketersediaan varietas unggul, karena

varietas unggul memegang peranan dalam

mendorong peningkatan produktivitas tanaman.

Idris (2008) dalam Helmi dan Sembiring, (2013)

menyebutkan bahwa penggunaan varietas unggul

yang ditanam terus menerus akan mengalami

perubahan antara lain kemurnian varietas dan

reaksinya terhadap hama dan penyakit tertentu

semakin menurun.

Varietas unggul baru (VUB) yang dapat

menggantikan varietas yang biasa digunakan petani

menjadi penting. Teknologi ini lebih aman dan

lebih ramah lingkungan serta murah harganya bagi

petani. Jagung dapat ditanam pada lahan kering,

lahan sawah irigasi, lahan sawah tadah hujan, lahan

lebak, dan lahan pasang surut dengan berbagai

jenis tanah, berbagai tipe iklim dan ketinggian

tempat 0-2000 m dari permukaan laut

(Zubachtirodin et al., 2007).

Secara nasional luasan lahan sawah tadah

hujan mencapai 2,1 juta ha sampai 2,6 juta ha dan

sekitar 900.000 ha terdapat di Pulau Jawa, sehingga

lahan sawah tadah hujan dapat menjadi alternatif

dalam rangka mendukung ketahanan pangan (Aos

dan Ruswandi, 2012). Provinsi Sumatera Selatan

(Sumsel) mempunyai sumberdaya cukup potensial

dalam pengembangan jagung, baik perluasan areal

(ektensifikasi) maupun peningkatan produksi

(intensifikasi), mengingat semua daerah

(kabupaten/kota) merupakan daerah penghasil

jagung. Luas sawah tadah hujan di Sumsel ialah

96.885 ha atau 12,5 % dari luas lahan sawah

(774.502 ha) (BPS Provinsi Sumatera Selatan,

2015).

Produktivitas jagung Sumatera Selatan tahun

2018 baru mencapai 6,7 ton/ha (BPS Provinsi

Sumatera Selatan, 2018), sementara potensi hasil

jagung hibrida mencapai 9-13 ton/ha pipilan

kering. Rendahnya produktivitas disebabkan oleh

berbagai faktor antara lain teknologi bercocok

tanam yang masih kurang baik, kesiapan dan

keterampilan petani jagung yang masih kurang,

penyediaan sarana produksi yang masih belum

tepat, dan kurangnya pemodalan petani jagung

untuk menyediakan sarana produksi.

Kecamatan Lempuing merupakan salah satu

Kecamatan di Kabupaten Ogan Komering Ilir yang

terdiri dari 19 Desa. Luas wilayah Kecamatan

Lempuing 25.570,5 ha terdiri dari luas lahan kering

15.137,5 ha, sawah irigasi 650 ha, sawah tadah

hujan 9.397 ha, kolam/empang 21 ha, perairan

umum/rawa 365 ha. Lahan ini terletak pada

ketinggian sekitar 8 – 16 m dpl. pH tanah 4,0 – 5,5.

Bulan basah terjadi pada bulan Oktober-Maret dan

bulan kering terjadi pada bulan April-September.

Produktivitas jagung eksisting petani sekitar 4 ton

pipilan kering/ha (BP3K Cahya Maju, 2015).

Umumnya petani di Kecamatan Lempuing

Kabupaten Ogan Komering Ilir belum terbiasa

menanam jagung setelah panen padi kedua (IP200).

Petani membiarkan lahan sawahnya diberakan

hingga 3-4 bulan, padahal lahan yang

diusahakannya termasuk lahan produktif bila

diusahakan dengan menanam jagung ataupun

Page 42: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

37 Usaha tani Jagung Hibrida Varietas Bima19 URI di Lahan Sawah Tadah Hujan

Sumatera Selatan (Maya Dhania Sari dan Suparwoto)

palawija lainnya maka akan mendapatkan

tambahan penghasilan. Sehubungan dengan

program yang telah dicanangkan oleh pemerintah

yaitu strategi peningkatan produksi jagung

berkelanjutan yang berbasis kawasan, maka

melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

(BPTP) Sumatera Selatan memperagakan varietas

unggul baru jagung dalam mendukung program

pengembangan kawasan areal pertanaman jagung

di Provinsi Sumatera Selatan. Tujuan tulisan adalah

menganalisis kelayakan usahatani jagung hibrida

BIMA 19-URI di lahan sawah tadah hujan dalam

upaya meningkatkan pendapatan petani.

METODOLOGI

Kegiatan budiaya hibrida jagung varietas

Bima 19-URI dilaksanakan di Desa Cahya Maju,

Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering

Ilir, Provinsi Sumatera Selatan dimulai pada bulan

Agustus 2017.

Penanaman jagung dilaksanakan setelah

tanaman padi pada MK II di Kelompok Sampurna

Tani dengan agroekosistem sawah tadah hujan

seluas 1,5 ha dan petani yang terlibat 3 (tiga)

orang. Benih yang digunakan sebanyak 20 kg/ha

yang sebelumnya diberikan perlakuan benih yaitu 1

kg benih dicampur dengan 2 g ridomil yang

dilarutkan dalam 10 ml air. Pengolahan tanah

dengan cara olah tanah sempurna. Penanaman

dengan cara ditugal kedalaman 3-5 cm sebanyak 1-

2 benih jagung per lubang disertai furadan 1 g tiap

lubang lalu ditutup kembali dengan tanah, dengan

jarak tanam 70 cm x 20 cm.

Pupuk yang digunakan 300 kg Urea/ha, 200

kg SP-36/ha dan 100 kg KCl/ha diberikan dua kali.

Pemupukan pertama yaitu 200 kg Urea/ha, 200 kg

SP-36/ha, 50 kg KCl/ha, dan 1.000 kg/ha pupuk

petrogenik pada umur 7-10 hari setelah tanam.

Pupuk kedua yaitu 150 kg Urea/ha dan 50 kg

KCl/ha pada umur 28-30 hari setelah tanam. Kapur

dolomit 1.000 kg/ha diberikan dengan disebar pada

saat dua minggu sebelum tanam. Pupuk

dimasukkan dalam lubang tugal dengan kedalaman

7-10 dan jarak 10 -15 cm dari tanaman atau secara

larikan diantara tanaman jagung, kemudian lubang

ditutup kembali. Penyiangan dilakukan 2 (dua) kali

yaitu pada umur 15 hari setelah tanam (HST) dan

28-30 HST sebelum pemupukan ke dua.

Pembumbunan dilakukan sekaligus untuk membuat

saluran drainase guna memperbaiki kelembaban

dan aerasi tanah, pengendalian hama secara

terpadu.

Pengumpulan data dilakukan melalui

wawancara menggunakan kuesioner. Data yang

dikumpulkan meliputi pertumbuhan dan komponen

hasil, sarana produksi, curahan tenaga kerja, dan

produksi. Analisis finansial usahatani jagung

dilakukan dengan menghitung R/C dan usahatani

jagung dikatakan layak jika R/C >1. Analisis

kelayakan usaha tani dianalisis berdasarkan rumus

(Soekartawi, 2006) sebagai berikut:

TR

R/C = ------

TC

Keterangan:

R/C = nisbah penerimaan dan biaya

TR = total penerimaan (Rp/ha)

TC = total biaya (Rp/ha)

Dengan keputusan:

R/C>1, usaha tani secara ekonomi

menguntungkan

R/C = 1, usaha tani secara ekonomi berada pada

titik impas

R/C<1, usaha tani secara ekonomi tidak

menguntungkan (rugi).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Pertumbuhan Tanaman

Demplot tanaman jagung dengan

menampilkan varietas Bima 19-URI ditanam pada

akhir bulan Agustus 2017 di Desa Cahya Maju

Kecamatan Lempuing Kabupaten Ogan Komering

Ilir (OKI). Pertumbuhan dan produksi jagung

hibrida Bima 19-URI dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 43: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

38 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

Tabel 1. Pengamatan pertumbuhan dan produksi jagung

hibrida di Desa Cahya Maju Kec. Lempuing

Kabupaten OKI, 2017

Parameter Bima 19-URI

Tinggi tanaman (cm) 256

Jumlah daun (helai) 11,3

Tinggi letak tongkol (cm) 114

Jumlah tongkol/batang (tongkol) 1

Panjang tongkol (cm) 20,4

Lilit tongkol (cm) 15,5

Produksi ubinan (5x4m) (120

tanaman) kg pipilan kering

14,4

Produksi konversi per ha pipilan

kering (ton/ha)

7,2

Tabel 1 menunjukkan pertumbuhan tanaman

jagung varietas Bima 19-URI sudah baik dan tidak

ada yang rebah. Produksi rata-rata 7,2 ton pipilan

kering/ha, sedangkan berdasarkan deskripsi hasil

rata-rata 9,3 ton/ha dan potensi hasil bisa mencapai

12,5 ton/ha (Jamil et al., 2016). Produksi varietas

BIMA-19 yang dikaji di lahan sawah tadah hujan

ini masih belum mencapai hasil rata-rata 9,3

ton/ha. Hal ini

disebabkan penanaman jagung pada bulan

Agustus sesuai dengan pola tanam setempat, tetapi

tanaman mengalami kekurangan air sehingga

berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi

jagung. Kekurangan air ini menyebabkan tanaman

tidak dapat menyerap unsur hara dengan sempurna.

Bustaman (2006) dalam Asroh et al. (2015)

menyebutkan bahwa produksi jagung dipengaruhi

oleh kondisi lingkungan selama pertumbuhan

sampai pengisian biji. Menurut Agrita (2012)

dalam Wahyudin et al. (2016) bahwa kondisi

lingkungan yang paling berpengaruh adalah

temperatur pada saat pertumbuhan dan dapat

mempengaruhi ukuran biji maksimum, untuk

membentuk ukuran biji maksimum diperlukan suhu

rata-rata 25°C. Semakin baik kondisi lingkungan

tanaman tumbuh maka tanaman akan dapat

mengekspresikan sifat genotifnya dengan baik

sehingga tanaman dapat tumbuh secara normal.

Keunggulan jagung BIMA 19-URI antara

lain mempunyai potensi hasil tinggi 12,5

ton/hektar, tahan terhadap penyakit bulai, toleran

penyakit karat dan bercak daun, toleran terhadap

kekeringan, tahan rebah akar/batang, serta stay

green. Selain itu umur tanaman ini hanya 58 hari

setelah tanam (50% keluar rambut) dan 102 hari

setelah tanam (masak fisiologis) dengan tinggi

tanaman 213 cm. Sifat-sifat khusus jagung BIMA

19-URI antara lain potensi hasil tinggi (12,5 ton/ha

pipilan kering pada KA 15%), rata-rata hasil ± 9,3

ton/ha pipilan kering pada KA 15%, kandungan

karbohidrat ± 58,60%, kandungan protein ±

15,41%, dan kandungan lemak ± 11,98% Varietas

ini lebih menguntungkan jika ditanam pada lahan

sawah tadah hujan. Keragaan fisik tanaman BIMA

19-URI disukai oleh petani karena batangnya yang

kokoh, besar dan berdaun lebar serta lebih lunak

sehingga sangat disukai ternak sapi (BPTP

Kalimantan Selatan, 2015).

Kelayakan Usahatani Budidaya Jagung Hibrida

Analisis usahatani budidaya tanaman jagung

hibrida Bima 19-URI di Desa Cahya Maju,

Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering

Ilir dapat dilihat pada Tabel 2.

Hasil perhitungan RC rasio usahatani jagung

hibrida Bima 19-URI menghasilkan keuntungan

sebesar Rp 12.225.000/ha dengan nilai R/C 1,9

sehingga varietas BIMA-19 layak dikembangkan di

lahan sawah tadah hujan dan produktivitas yang

dicapai oleh varietas tersebut lebih baik daripada

eksisting petani 4 ton/ha (BP3K Cahya Maju,

2015). Penanaman jagung ini berdasarkan pola

tanam di lahan sawah tadah hujan di Desa Cahya

Maju yaitu padi-padi-bera. Padi ditanam pada

musim hujan dan musim kemarau (MK I) sehingga

masa bera ditanam jagung pada musim kemarau

(MK II) yaitu bulan Juli-Oktober.

Page 44: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

39 Usaha tani Jagung Hibrida Varietas Bima19 URI di Lahan Sawah Tadah Hujan

Sumatera Selatan (Maya Dhania Sari dan Suparwoto)

Tabel 2. Struktur biaya dan pendapatan usahatani jagung Bima 19-URI luasan 1 ha

di Desa Cahya Maju, Kecamatan Lempuing Kabupaten OKI, MK 2017

No Uraian Volume Nilai (Rp)

A Biaya Saprodi (Rp)

Benih hibrida (kg) 20 1.000.000

Urea (kg) 350 735.000

SP-36 (kg) 200 520.000

KCl (kg) 100 580.000

Kapur (kg) 1.000 750.000

Pupuk organik (kg) 1.000 1.000.000

Pestisida 1.190.000

Jumlah Biaya Saprodi 5.775.000

B Biaya Tenaga Kerja (Rp) 7.200.000

Total Biaya (A+B) 12.975.000

C Hasil pipilan kering kg/ha 7.200

Harga pipilan kering (Rp/kg) 3.500

Penerimaan (Rp) 25.200.000

Pendapatan (Rp) 12.225.000

R/C 1,9

Keterangan: Upahan harian Rp 80.000

Produktivitas jagung BIMA-19 dapat

ditingkatkan lagi dengan penambahan pupuk

organik yaitu pupuk kandang, peningkatan pH

tanah dengan kapur, dan penyediaan air yang

cukup dengan membuat sumur bor atau embung.

Menurut Bunyamin dan Aqil (2009); Sirappa dan

Rozak (2010) dalam Asroh et al. (2015) bahwa

pertumbuhan dan produksi jagung dapat meningkat

apabila didukung oleh kondisi lingkungan

diantaranya cukup penyinaran atau cahaya, air dan

unsur hara

KESIMPULAN

Produksi varietas Bima-19 URI sebesar 7,2

ton pipilan kering/ha, dengan nilai penerimaan

sebesar Rp 25.200.000, pendapatan bersih sebesar

Rp 12.225.000/ha dan capaian tingkat efisiensi

usahatani (R/C) sebesar 1,9. Varietas tersebut layak

dikembangkan di lahan sawah tadah hujan

Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera

Selatan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih

atas terselenggaranya kegiatan penelitian melalui

penganggaran DIPA Balai Pengkajian Teknologi

Sumatera Selatan, Balitbangtan.

DAFTAR PUSTAKA

Aos dan A. Ruswandi. 2012. Optimasi pemberian

takaran pupuk organik dan jumlah benih

terhadap pertumbuhan serta hasil tanaman

padi pada sawah tadah hujan di Sumedang.

Dalam Djoko, P., A. Ratriyanto, J. Sutrisno,

A. Wibowo, Widiyanto dan H. Ihsaniyati

(Eds). Prosiding Seminar Nasional Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta. p. 678.

Asroh, A., Nurlaili, dan Fahrulrozi. 2015. Produksi

tanaman jagung (Zea mays L) pada berbagai

jarak tanam di tanah ultisol. Jurnal Lahan

Sub Optimal, 4(1): 66 – 70.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumsel. 2015. Luas

lahan menurut penggunaan. Badan Pusat

Page 45: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

40 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

Statistik Provinsi Sumatera Selatan,

Palembang. p. 54.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan.

2018. Sumatera Selatan dalam angka.

(https://sumsel.bps.go.id/dynamictable/2016/

11/02/213/produktivitas-jagung-kedelai-

kacang-tanah-kacang-hijau-ubi-kayu-dan-

ubi-jalar-menurut-kabupaten-kota-di-

provinsi-sumatera-selatan-2015-2018.html).

Diakses 7 April 2020.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan

Selatan. 2015. Bima-19 uri, jagung unggulan

masa depan.

(https://www.jitunews.com/read/11793/bima

-19-uri-jagung-unggulan-masa-depan).

Diakses 25 Maret 2019.

BP3K Cahya Maju. 2015. Programa penyuluhan

pertanian perikanan, kehutanan. BP3K

Cahya Maju. 39 p.

Helmi dan T. Sembiring. 2013. Penampilan

produktivitas beberapa galur dan varietas

jagung di Kabupaten Simalungun. Prosiding

Seminar Nasional Buku 1. Balai Besar

Pengkajian dan Pengembangan Pertanian,

Bogor. BPTP Sumatera Utara, Medan 6-7

Juni 2012. p. 334 – 337.

Herlina, N dan W. Fitriani. 2017. Pengaruh

persentase pemangkasan daun dan bunga

jantan terhadap hasil tanaman jagung. Jurnal

Biodjati, 2(2): 115 – 125.

Jamil, A. M.J. Mejaya, R.H. Pratana, N.A. Subekti,

H. Aqil, A. Musaddad, dan F. Putri. 2016.

Deskripsi varietas unggul tanaman pangan

2010-2016. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Pangan, Badan

Litbang pertanian Kementerian Pertanian,

Jakarta. 142 p.

Soehendi dan Syahri. 2013. Potensi pengembangan

jagung di Sumatera Selatan. Jurnal lahan

Suboptimal, 2(1): 81 – 92.

Soekartawi. 2006. Analisis usahatani. Penebar

Swadaya, Jakarta. 56 p.

Sutoro. 2012. Kajian penyediaan varietas jagung

untuk lahan sub optimal. Iptek Tanaman

Pangan, 7(2): 108 – 115.

Wahyudin, A., Ruminta, dan S.A. Nursarifah.

2016. Pertumbuhan dan hasil tanaman

jagung toleran herbisia akibat pemberian

berbagai dosis herbsida kalium glifosat.

Jurnal Kultivasi, 15 (2): 86 – 91.

Zubachtirodin, M.S. Pabbage, dan Subandi. 2007.

Wilayah produksi dan potensi

pengembangan jagung. Dalam Jagung

Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat

Penelitian Tanaman Pangan. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. p.

462 – 473.

Page 46: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

41 Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium

cepa L.) Di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat (Muhammad Syahri Mubarok

dan Muhammad Arifin Muflih)

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH DI KABUPATEN BENGKAYANG,

KALIMANTAN BARAT

Muhammad Syahri Mubarok dan Muhammad Arifin Muflih

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat

Jalan Budi Utomo, No. 45, Kota Pontianak 78241

Email: [email protected]

ABSTRACT

Effect of Plant Spacing On Shallot Growth and Production (Allium Cepa L.) In Bengkayang District, West

Kalimantan. This study aimed to determine the effect of spacing on the growth and production of shallots. The

assessment was conducted on a farmer's land in Bengkilu Village, Tujuh Belas Sub-district, Bengkayang District,

West Kalimantan. The assessment was conducted in 3 months, starting from April-July 2018. The experiment used a

randomized block design with 6 spacing treatments and 5 replications, the number of experimental plots was 30

plots. Each plot was taken 3 plants as samples. Treatment spacing was as follows: 15x10 cm, 20x10 cm, 20x15 cm,

25x10 cm, 25x 15 cm, 25x20 cm. Parameters observed were plant height (cm), number of leaves (strands), number of

tubers per clump (tubers), weight of wet tubers per clump (grams) and weight of dry tubers per clump (grams). Data

were analyzed using analysis of variance (F test) with a level of 5%. If the results were significantly different, a

further test was carried out with a real significant difference at the 5% level. The results of the analysis showed that

the application of shallot cultivation technology with treatment spacing of 20x10 cm and spacing of 20x15 cm was

significantly different in the parameters of plant height and number of leaves when the plants were 14, 35 and 42 dd.

The 25x10 cm spacing treatment was able to have a better effect on several parameters including number of tubers

per clump, tuber diameter and tuber weight per plant compared to other spacing treatments although they were not

significantly different.

Keywords: shallot, plant spacing, growth, production

ABSTRAK

Kajian bertujuan mengetahui pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah.

Pengkajian dilakukan di lahan milik seorang petani di Desa Bengkilu, Kecamatan Tujuh Belas, Kabupaten

Bengkayang, Kalimantan Barat. Pengkajian berlangsung selama 3 bulan, dimulai dari bulan April-Juli 2018.

Percobaan menggunakan Rancang Acak Kelompok dengan 6 perlakuan jarak tanam dan 5 ulangan, jumlah petak

percobaan ada 30 petak. Tiap petak diambil 3 tanaman sebagai sampel. Perlakuan jarak tanam sebagai berikut: 15x10

cm, 20x10 cm, 20x15 cm, 25x10 cm, 25x 15 cm, 25x20 cm. Parameter yang diamati yaitu: tinggi tanaman (cm),

jumlah daun (helai), jumlah umbi per-rumpun (umbi), berat umbi basah per-rumpun (gram) dan berat umbi kering

per-rumpun (gram). Data dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F) dengan taraf 5%. Apabila hasil berbeda

nyata maka dilakukan uji lanjut dengan beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%. Hasil analisa menunjukkan bahwa

penerapan teknologi budidaya bawang merah dengan perlakuan jarak tanam 20x10 cm dan jarak tanam 20x15 cm

berbeda nyata pada parameter tinggi tanaman dan jumlah daun saat tanaman berumur 14, 35 dan 42 hari setelah

tanam (hst). Perlakuan jarak tanam 25x10 cm mampu memberikan pengaruh yang lebih baik pada beberapa

parameter diantaranya: jumlah umbi per rumpun, diameter umbi dan bobot umbi per rumpun tanaman dibandingkan

dengan perlakuan jarak tanam yang lain, meskipun tidak berbeda nyata.

Kata kunci: bawang merah, jarak tanam, pertumbuhan, produksi

Page 47: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

42 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

PENDAHULUAN

Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan

salah satu komoditas unggulan nasional yang

sangat fluktuatif baik harga maupun produksinya

(Basrawati, 2009). Mengingat kebutuhan bawang

merah yang terus meningkat, usahatani bawang

merah memiliki prospek cerah. Cerahnya prospek

bawang merah disebabkan tidak adanya bahan

pengganti (barang substitusi) baik sintetik maupun

alami, sehingga keberadaan bawang merah tentu

akan tetap dibutuhkan. Akan tetapi, hasil produksi

di Indonesia pada umumnya dan di Kalimantan

Barat pada khususnya masih kurang dibandingkan

dengan besarnya permintaan pasar domestik

maupun permintaan ekspor.

Tanaman bawang merah di Kalimantan

Barat baru mulai terdata pada tahun 2014, dengan

luas panen 1 ha dan produksi 4 ton. Produksi rata-

rata bawang merah per ha sampai dengan tahun

2017 baru mencapai 5,4 ton/ha. Potensi produksi

bawang merah hasil pengkajian yang telah

dilakukan oleh peneliti BPTP Kalimantan Barat

adalah 12 ton/ha. Hal ini disebabkan oleh banyak

faktor, salah satunya karena penderasan diseminasi

budidaya tanaman bawang merah ke petani masih

belum mendapatkan perhatian dan belum menjadi

prioritas di masing-masing pemda, sehingga petani

lebih cenderung melakukan usahatani tanaman

hortikultura/sayuran lainnya.

Perkembangan produksi bawang merah di

Kalimantan Barat sejak tahun 2014 sampai dengan

2017 data tercatat baru mencapai 136 ton atau

sekitar 1,3% dari total kebutuhan konsumsi bawang

merah yang mencapai 10.368 ton/tahun (BPS,

2017). Pasokan bawang merah untuk wilayah

Kalimantan Barat selama ini lebih dari 98%

didatangkan dari daerah luar terutama dari Jawa

(BPS, 2017). Usaha lebih intensif untuk

meningkatkan hasil produksi dan penambahan luas

tanam bawang merah di Kalimantan Barat, guna

memperkecil ketergantungan bawang merah dari

daerah lain sangat diperlukan. Salah satu usaha

untuk meningkatkan produksi dan mendukung

pengembangan budidaya bawang merah diperlukan

teknik budidaya yang tepat dan inovatif.

Penderasan diseminasi terkait cara-cara budidaya

bawang merah mulai dari persiapan lahan,

penerapan teknik budidaya, perbaikan penanganan

pasca panen, prosesing dan pemasaran perlu

dilakukan agar hasil panen bawang merah

mempunyai nilai tambah bagi petani, menghasilkan

produk yang bermutu dan berdaya saing.

Dalam budidaya bawang merah efisiensi

penggunaan lahan akan terwujud dengan

pengaturan jarak tanam yang tepat. Jarak tanam

merupakan komponen bercocok tanam yang dapat

menentukan pertumbuhan tanaman, pengaturan

jarak tanam juga dapat meningkatkan efisiensi

penggunaan lahan. Jarak tanam yang digunakan

akan menentukan kepadatan jumlah populasi

persatuan luas lahan. Paryanti (2017) menyatakan

jarak tanam yang terlalu rapat atau tingkat

kepadatan populasi yang terlalu tinggi akan

mengakibatkan persaingan antara tanaman dalam

memperoleh air, unsur hara, dan cahaya matahari.

Jarak tanam juga merupakan salah satu

faktor penting yang dapat mempengaruhi produksi

bawang merah. Peningkatan produksi bawang

merah dapat dilakukan dengan cara perbaikan

tingkat kerapatan tanam. Pengaturan jarak tanam

dapat mempengaruhi populasi tanaman dalam

kompetisi penggunaan cahaya, air dan unsur hara,

yang akan berpengaruh pada pertumbuhan dan

produksi. Jarak tanam yang rapat akan

mengakibatkan jumlah populasi tanaman per

satuan luas lebih tinggi, sedangkan jarak tanam

yang terlalu renggang akan mengakibatkan jumlah

populasi per satuan luas menjadi lebih rendah,

sehingga akan mengurangi ukuran umbi, jumlah

anakan per rumpun tanaman dan produksi menjadi

lebih rendah. Oleh karena itu, perlu digunakan

jarak tanam yang sesuai untuk menghasilkan besar

umbi, berat umbi dan produksi hasil yang optimal

(Limbongan dan Maskar, 2003).

Pengaturan kerapatan tanaman di dalam satu

areal penanaman sangat diperlukan untuk

mengurangi kompetisi di antara tanaman dan

meningkatkan hasil dari tanaman budidaya, yaitu

dengan menambah kerapatan tanaman atau

Page 48: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

43 Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium

cepa L.) Di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat (Muhammad Syahri Mubarok

dan Muhammad Arifin Muflih)

populasi tanaman (Anggarayasa et al., 2018).

Anggarayasa et al. (2018), menyebutkan kerapatan

tanaman atau jarak tanam memiliki hubungan yang

tidak dapat dipisahkan dengan jumlah hasil yang

diperoleh dari sebidang tanah. Produksi tanaman

merupakan hasil dari faktor reproduksi dan hasil

pertumbuhan vegetatif, jarak tanam akan sangat

berhubungan dengan persaingan antara tanaman

dalam mendapatkan sinar matahari dan unsur hara

yang diperlukan bagi pertumbuhan dan hasil

tanaman. Bawang merah merupakan tanaman

hortikultura yang peka terhadap kelembaban yang

tinggi, dengan adanya pengaturan jarak tanam yang

tepat diharapkan dapat membantu bawang merah

untuk mendapatkan iklim mikro yang sesuai bagi

pertumbuhannya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka

perlu dilakukan pengkajian bawang merah varietas

Bima Brebes dengan perlakuan jarak tanam,

diharapkan dengan dilakukannya pengkajian ini

akan mampu meningkatkan hasil produksi bawang

merah di Kalimantan Barat. Pengaturan jarak

tanam akan mengetahui batas optimum pada hasil

yang dicapai pada suatu lahan sehingga hasil umbi

bawang merah dapat jauh lebih baik.

METODOLOGI

Pengkajian dilaksanakan di lahan milik salah

seorang petani, di Desa Bengkilu, Kecamatan

Tujuh Belas, Kabupaten Bengkayang, Provinsi

Kalimantan Barat. Pengkajian berlangsung selama

3 bulan, dimulai dari bulan April-Juli 2018.

Bahan-bahan yang digunakan dalam kajian

adalah bibit bawang merah varietas bima brebes,

pupuk kandang ayam, kapur/dolomit, pupuk NPK,

pupuk TSP, pupuk KCL, pupuk daun dan ZPT,

serta beberapa jenis insektisida dan fungisida. Alat

yang digunakan adalah cangkul, cultivator,

gembor, ember, hand spayer, timbangan, meteran,

dan beberapa alat tulis.

Percobaan menggunakan Rancang Acak

Kelompok (RAK) dengan 6 (enam) perlakuan jarak

tanam dan diulang sebanyak 5 (lima) ulangan,

sehingga jumlah petak percobaan ada 30 petak

dengan ukuran masing-masing petak 1 m x 1 m.

Jumlah tanaman untuk tiap-tiap petak perlakuan

yaitu 63 tanaman untuk 15 x 10 cm, 45 tanaman

untuk 20 x 10 cm, 35 tanaman untuk 20 x 15 cm,

36 tanaman untuk 25 x 10 cm, 28 tanaman untuk

25 x 15 cm dan 20 tanaman untuk 25 x 20 cm,

sehingga jumlah total tanaman sebanyak 1.135

tanaman. Tiap petak diambil 3 tanaman sebagai

sampel.

Perlakuan ukuran jarak tanamnya adalah:

15x10 cm, 20x10 cm, 20x15 cm, 25x10 cm, 25x 15

cm, 25x20 cm. Pelaksanaan kajian meliputi:

persiapan dan pengolahan lahan, persiapan bibit,

perlakuan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan

bawang merah dan panen. Parameter yang diamati

dalam kajian yaitu: tinggi tanaman (cm), jumlah

daun (helai), jumlah umbi per-rumpun (umbi),

berat umbi basah per-rumpun (gram) dan berat

umbi kering per-rumpun (gram). Data dianalisis

dengan menggunakan analisis ragam (uji F) dengan

taraf 5%. Apabila hasil berbeda nyata maka

dilakukan uji lanjut dengan beda nyata jujur (BNJ)

pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Tanaman Bawang Merah

Hasil pengamatan yang telah dilakukan

terhadap pertumbuhan tinggi tanaman

menunjukkan bahwa pada beberapa perlakuan

jarak tanam bawang merah memberikan pengaruh

terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Hasil

analisis secara statistik dengan uji F dan

dilanjutkan dengan uji DNMRT pada taraf nyata

5% ditunjukkan pada Tabel 1.

Hasil keragaan pertumbuhan tanaman

bawang merah yang ada pada Tabel 1

menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam 20 cm

x 10 cm mampu memberikan pengaruh lebih baik

terhadap pertumbuhan tinggi tanaman

dibandingkan dengan perlakuan jarak tanam yang

lain pada semua tingkat umur, kecuali pada umur

7, 21, 28, dan 35 hari setelah tanam (hst) yang

tidak berbeda nyata dengan perlakuan jarak tanam

yang lain

Page 49: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

44 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

Tabel 1. Pengaruh jarak tanam terhadap tinggi tanaman bawang merah pada umur 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49, dan 56 hst

Jarak Tanam Tinggi Tanaman Umur (Hst)

7 14 21 28 35 42 49 56

15 cm x 10 cm (J1) 2,45 b 20,67 25,37 A 29,6 a 31,82 a 35,6 b 38,7 a 33,13 a

20 cm x 10 cm (J2) 12,77 ab 22,73 a 25,09 A 27,87 ab 31,37 a 37,53 a 39,73 a 35,7 a 20 cm x 15 cm (J3) 12,97 a 21,63 ab 24,6 A 28,77 ab 31,8 a 35,2 b 39,03 a 34,53 a

25 cm x 10 cm (J4) 11,07 c 20,6 b 23,93 A 28,4 ab 32,13 a 35,8 ab 39,17 a 33,4 a

25 cm x 15 cm (J5) 11,84 bc 21,07 b 24,47 A 28 ab 31,07 a 34,57 b 38,27 a 32,23 a 25 cm x 20 cm (J6) 11,19 c 20,4 b 23,93 A 27,4 ab 30,63 a 34,3 b 38,27 a 31,8 a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji

Duncan taraf 5%

Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan

jarak tanam yang rapat memungkinkan bagi

tanaman bawang merah untuk memberikan hasil

pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan jarak

tanam renggang.

Jarak tanam lebih rapat menghasilkan

tanaman bawang merah lebih tinggi, namun

memiliki jumlah daun lebih sedikit. Hal ini

disebabkan karena pada jarak tanam yang lebih

rapat akan menyebabkan adanya kompetisi yang

terjadi di atas tanah atau persaingan antar tanaman

bawang merah dalam mendapatkan unsur hara dan

cahaya lebih besar dibandingkan dengan jarak

tanam renggang, sehingga memacu pertumbuhan

tinggi bawang merah untuk mendapatkan cahaya

(efek etiolasi).

Bertambahnya tinggi tanaman dapat

menyebabkan pembentukan jumlah daun menjadi

lebih sedikit sebagai akibat hasil fotosintesis

banyak digunakan untuk pertumbuhan tinggi

tanaman. Saidah et al. (2019) menunjukkan

peningkatan kerapatan tanaman dapat

menyebabkan batang tanaman menjadi lebih kecil

dan seringkali lebih tinggi tanamannya. Indriyanti

(2010) menjelaskan bahwa pada jarak tanam yang

lebih besar persaingan atau kompetisi antar

tanaman dalam memperoleh faktor tumbuh akan

semakin kecil, sehingga pertumbuhan tanaman

akan lebih baik atau akan mencapai pertumbuhan

optimumnya.

Peningkatan pertumbuhan tinggi pada

tanaman bawang merah diduga akibat adanya

peningkatan jumlah populasi dari tanaman bawang

merah perluasan lahan, sehingga mengakibatkan

persaingan tanaman untuk memperoleh cahaya

semakin meningkat. Dengan tingkat jumlah

populasi tanaman yang semakin tinggi, akan terjadi

pengaruh naungan di antara tanaman yang tinggi

pula, dan mengakibatkan intensitas cahaya di

bawah kanopi juga semakin rendah. Penyempitan

jarak tanam tidak hanya berpengaruh dalam

peningkatan persaingan memperoleh cahaya

matahari, tetapi juga berpengaruh dalam

memperoleh unsur hara dan air, serta ruang tumbuh

akar. Pada kondisi jarak tanam rapat peluang

tanaman untuk memperoleh unsur hara, air, cahaya

matahari serta ruang tumbuh menjadi semakin

kecil sehingga tanaman tidak tumbuh optimal.

Jumlah Daun Bawang Merah

Hasil pengamatan yang telah dilakukan

terhadap jumlah daun bawang merah menunjukkan

bahwa pada beberapa perlakuan jarak tanam

bawang merah memberikan pengaruh terhadap

jumlah daun. Hasil analisis dengan uji F dan

dilanjutkan dengan uji DNMRT pada taraf nyata

5% ditampilkan pada Tabel 2.

Hasil keragaan jumlah daun tanaman

bawang merah pada Tabel 2 menunjukkan bahwa

perlakuan jarak tanam 20 cm x 15 cm memberikan

pengaruh lebih baik terhadap jumlah daun

dibandingkan dengan perlakuan jarak tanam lain

pada semua tingkat umur, kecuali pada umur 7 dan

56 hst yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan

jarak tanam yang lain.

Page 50: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

45 Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium

cepa L.) Di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat (Muhammad Syahri Mubarok

dan Muhammad Arifin Muflih)

Tabel 2. Pengaruh jarak tanam terhadap jumlah daun bawang merah umur 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49, dan 56 hst

Jarak Tanam Tinggi Tanaman Umur (Hst)

7 14 21 28 35 42 49 56

15 cm x 10 cm (J1) 10,6 a 15,5 c 19,7 ab 23,9 a 27,2 ab 25,9 b 21,1 B 17,3 b

20 cm x 10 cm (J2) 10,5 ab 16,7 abc 20,5 ab 23,9 a 26,7 ab 29,6 a 24,6 A 19,4 a

20 cm x 15 cm (J3) 10,5 ab 17,5 a 20,9 a 24,7 a 28,7 a 31,5 a 26,1 A 19,9 a

25 cm x 10 cm (J4) 9,7 bc 17,0 ab 20,8 a 24,6 a 27,4 ab 30,7 a 26,1 A 19,7 a

25 cm x 15 cm (J5) 9,4 c 15,9 bc 19,0 b 22,0 b 25,1 b 29,6 a 25,1 A 19,3 a

25 cm x 20 cm (J6) 9,3 c 15,6 bc 19,7 ab 22,9 ab 26,4 ab 30,5 a 26,0 A 20,0 a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda

tidak nyata pada uji Duncan taraf 5%

Pada tingkat kepadatan tanaman terendah

atau jarak tanam renggang, jumlah daun pada

tanaman biasanya lebih banyak bila dibandingkan

dengan kepadatan tanaman lebih tinggi atau jarak

tanam rapat. Hal ini disebabkan tanaman bawang

merah perlu mengurangi unsur-unsur yang dapat

mengakibatkan terjadinya kompetisi dalam

penyerapan cahaya, unsur hara dan air, pada

tingkat kepadatan yang tinggi terjadi kompetisi

yang sangat hebat. Terjadinya kompetisi pada

pengamatan semua tingkat umur, ditunjukkan

dengan adanya perbedaan jumlah daun yang sangat

nyata. Haryadi (1996) menjelaskan bahwa

kepadatan atau kerapatan jarak tanaman akan

mempengaruhi tanaman dalam hal penggunaan air

dan zat hara, sehingga menghambat pembentukan

daun dari tanaman. Menurut Hamdani (2008) pada

tanaman bawang merah luas daun akan

mempengaruhi banyaknya radiasi matahari yang

diterima oleh tanaman, sehingga semakin besar

luas daun tanaman tersebut maka akan semakin

tinggi hasil fotosintesis yang dihasilkannya untuk

pertumbuhan dan perkembangan seluruh bagian

tanaman.

Pada kerapatan tanaman yang lebih besar

jumlah daun menurun, dengan adanya penurunan

dari jumlah daun maka memungkinkan terjadinya

pengurangan persaingan unsur hara, air dan

cahaya. Jumlah daun akan berkurang dengan

meningkatnya populasi dari tanaman dikarenakan

ruang bagi pertumbuhan tanaman sangat kecil dan

sempit sehingga tidak memungkinkan tanaman

meningkatkan jumlah daunnya.

Jumlah Umbi dan Diameter Bawang Merah

Hasil pengamatan yang telah dilakukan

terhadap jumlah umbi dan diameter bawang merah

menunjukkan bahwa pada beberapa perlakuan

jarak tanam bawang merah memberikan pengaruh

terhadap pertumbuhan jumlah umbi dan diameter

umbi. Hasil analisis secara statistik dengan uji F

dan dilanjutkan dengan uji DNMRT pada taraf

nyata 5% dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh jarak tanam terhadap jumlah umbi bawang dan diameter merah per tanaman

Jarak Tanam Jumlah Umbi Diameter Umbi (cm)

15 cm x 10 cm (J1) 5,67 a 2,45 b

20 cm x 10 cm (J2) 6,13 a 2,47 b

20 cm x 15 cm (J3) 6,67 a 2,1 ab

25 cm x 10 cm (J4) 7,67 a 2,71 a

25 cm x 15 cm (J5) 6,93 a 2,68 a

25 cm x 20 cm (J6) 6,33 a 2,63 a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada

uji Duncan taraf 5%

Page 51: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

46 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

Hasil keragaan jumlah umbi bawang merah

yang ada pada Tabel 3 menunjukkan bahwa

perlakuan jarak tanam 25 cm x 10 cm memberikan

pengaruh lebih baik terhadap jumlah umbi

dibandingkan dengan perlakuan jarak tanam yang

lain. Jumlah umbi per tanaman pada perlakuan

terkecil yaitu penggunaan jarak tanam 15 cm X 10

cm merupakan jumlah umbi yang paling sedikit

yaitu 5,67 umbi, kemudian disusul dengan

perlakuan jarak tanam 20 cm X 10 cm jumlah umbi

6,13; jarak tanam 25 cm X 20 cm jumlah umbi

6,33; jarak tanam 20 cm x 15 jumlah umbi 6,67;

dan jarak tanam 25 cm X 15 cm jumlah umbi 6,93;

serta yang mempunyai jumlah umbi terbanyak

pada perlakuan 25 cm X 10 cm adalah 7,67.

Menurunnya jumlah umbi pada tingkat kerapatan

atau kepadatan tanaman yang rapat pada perlakuan

jarak tanam ini diduga karena adanya penaungan

diantara individu tanaman yang terjadi secara

intensif, sehingga dapat menurunkan kecepatan

pengisian umbi dan jumlah umbi yang terbentuk

serta dapat menurunkan berat umbi per tanaman

dikarenakan adanya kompetisi yang tinggi dalam

proses fotosintesis, cahaya, air dan unsur hara.

Hasil keragaan diameter umbi bawang

merah yang ada pada Tabel 3 menunjukkan bahwa

perlakuan jarak tanam 25 cm x 10 cm memberikan

pengaruh lebih baik terhadap diameter umbi

dibandingkan dengan perlakuan jarak tanam yang

lain. Rerata ukuran diameter umbi bawang merah

terbesar pada kajian perlakuan jarak tanam, yaitu

2,71 cm/umbi dan rerata diameter umbi bawang

merah terkecil 2,45 cm/umbi. Umbi bawang merah

hasil dari perlakuan jarak tanam renggang

cenderung memiliki diameter umbi lebih besar

dibandingkan dengan jarak tanam rapat.

Umbi dari jarak tanam renggang cenderung

memiliki diameter lebih besar. Azmi et al. (2011)

melaporkan hasil serupa bahwa umbi berukuran

besar akan menghasilkan umbi dengan diameter

yang besar pula. Bawang merah yang dihasilkan

dominan berbentuk bulat dan berukuran besar.

Bawang seperti ini merupakan bawang merah yang

disukai petani. Menurut Basuki (2009)

karakteristik bawang yang disukai petani adalah

umbi berbentuk bulat, besar dengan diameter lebih

dari 2 cm dan berwarna merah tua.

Selain ukuran umbi, kerapatan tanaman atau

jarak tanam juga berpengaruh terhadap hasil umbi

bawang merah. Tujuan pengaturan jarak tanam

pada dasarnya adalah memberikan persaingan

kemungkinan tanaman untuk tumbuh dengan baik

tanpa mengalami persaingan dalam hal

pengambilan air, unsur hara dan cahaya matahari,

serta memudahkan pemeliharaan tanaman.

Penggunaan jarak tanam yang kurang tepat dapat

merangsang pertumbuhan gulma sehingga

menurunkan hasil. Secara umum hasil tanaman

persatuan luas tertinggi diperoleh pada kerapatan

tanaman tinggi, akan tetapi bobot masing-masing

umbi secara individu menurun karena terjadi

persaingan antara tanaman (Sumarni dan Hidayat,

2005).

Berat Kering Panen dan Kering Jemur Umbi

Bawang Merah

Hasil pengamatan terhadap berat kering

panen dan kering jemur umbi bawang merah baik

berat per-rumpun, per-ubinan dan per-hektar

menunjukkan bahwa pada beberapa perlakuan

jarak tanam bawang merah memberikan pengaruh

terhadap berat kering panen dan kering jemur

umbi. Analisis uji DMRT pada taraf nyata 5%

hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Hasil keragaan berat kering panen dan

kering jemur umbi bawang merah per-rumpun pada

Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan jarak

tanam 25 cm x 10 cm memberikan pengaruh lebih

baik terhadap berat kering panen dan kering jemur

umbi bawang merah per-rumpun, dibandingkan

dengan perlakuan jarak tanam yang lain. Hal ini

diduga karena penggunaan jarak tanam 25 cm x 10

cm merupakan jarak tanam yang optimum untuk

meningkatkan berat kering panen dan kering jemur

umbi bawang merah per-rumpun.

Page 52: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

47 Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium

cepa L.) Di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat (Muhammad Syahri Mubarok

dan Muhammad Arifin Muflih)

Tabel 4. Pengaruh jarak tanam terhadap berat kering panen dan kering jemur umbi bawang merah (g/tanaman)

Jarak Tanam Berat Kering Panen Per-rumpun

(g/tanaman)

Berat Kering Jemur Per-rumpun

(g/tanaman)

15 cm x 10 cm (J1) 48 A 35,07 a

20 cm x 10 cm (J2) 54,67 A 41,27 a

20 cm x 15 cm (J3) 65,33 A 49,2 a

25 cm x 10 cm (J4) 69,33 A 52,67 a

25 cm x 15 cm (J5) 68,33 A 51,53 a

25 cm x 20 cm (J6) 63,67 A 46,67 a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata

pada uji Duncan taraf 5%

Pada perlakuan jarak tanam tersebut tidak

terdapat peningkatan kompetisi yang tinggi pada

masalah pemanfaatan cahaya, air dan penyerapan

unsur hara, baik dari tanah maupun dari unsur hara

tambahan yang berupa pupuk. Dalam pelaksanaan

kajian ini, aplikasi pemupukan tidak dilakukan

dengan tugal tetapi menggunakan cara larikan

diantara individu tanamannya, sehingga akar dari

bawang merah pada perlakuan 25 cm x 10 cm ini

dapat menjangkau semua unsur hara tambahan

yang diberikan tanpa adanya kompetisi antar

tanaman yang tinggi.

Berat kering panen dan kering jemur umbi

bawang merah per-rumpun terendah didapat pada

perlakuan jarak tanam yang sempit. Menurunnya

berat umbi tersebut disebabkan karena tanaman

tidak efisien dalam penggunaan cahaya sebagai

akibat terjadinya persaingan antar tanaman yang

rapat, sehingga bahan makanan yang akan

disimpan di dalam umbi menjadi berkurang.

Menurut Hartati et al. (1996), tingkat kerapatan

jarak tanam yang tinggi akan berpengaruh terhadap

peningkatan persaingan tanaman dalam

memperoleh cahaya matahari, unsur hara dan air,

serta ruang tumbuh akar akan menjadi semakin

kecil sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dan

berproduksi secara optimal.

Pada populasi yang padat, tanaman akan

berkompetisi untuk merebut air, bahan mineral dan

cahaya, sehingga menyebabkan berkurangnya

organ dari tanaman dan akibatnya akan

mengurangi berat hasil per tanamannya. Hal

tersebut dibuktikan dengan adanya peningkatan

jumlah populasi yang terdapat pada perlakuan jarak

tanam 15 cm X 10 cm. Pada perlakuan jarak tanam

ini didapatkan berat hasil per-tanaman yang paling

rendah yaitu 48 gr/tanaman kering panen dan 35,07

gr/tanaman kering jemur. Hal ini dikarenakan

adanya penambahan jumlah populasi dalam per

satuan luas yang akan semakin meningkatkan

kompetisi antar tanaman, tetapi untuk hasil per

satuan luas perlakuan jarak tanam ini (15 cm x 10

cm) mempunyai hasil yang lebih baik dan paling

optimal dikarenakan jumlah populasi per-hektarnya

akan semakin banyak jumlahnya.

Hasil keragaan berat kering panen dan

kering jemur umbi bawang merah per hektar pada

Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan jarak

tanam 15 cm x 10 cm mampu memberikan

pengaruh hasil yang lebih baik terhadap berat

kering panen dan kering jemur umbi bawang merah

per-hektar dibandingkan dengan perlakuan jarak

tanam yang lain. Rerata produksi bawang merah

pada kajian perlakuan jarak tanam 15x10 cm, yaitu

15,6 ton/ha kering panen dan 11,5 ton/ha kering

jemur.

Page 53: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

48 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

Tabel 5. Pengaruh jarak tanam terhadap berat kering panen dan kering jemur umbi bawang merah (ton/ha)

Jarak Tanam Berat kering panen per ha (ton) Berat kering jemur per ha (ton)

15 cm x 10 cm (J1) 15,6 A 11,5 a

20 cm x 10 cm (J2) 13,5 A 10,3 a

20 cm x 15 cm (J3) 11,0 Ab 8,3 ab

25 cm x 10 cm (J4) 14,3 A 10,6 a

25 cm x 15 cm (J5) 8,7 Bc 6,5 bc

25 cm x 20 cm (J6) 6,2 C 4,5 c

Keterangan: Angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata

pada uji Duncan taraf 5%

Hal ini diduga karena penggunaan jarak

tanam 15 cm x 10 cm merupakan jarak tanam yang

optimum untuk meningkatkan berat kering panen

dan kering jemur umbi bawang merah per-

hektarnya. Namun, jarak tanam tersebut tidak

mampu untuk meningkatkan rata-rata berat umbi,

jumlah umbi dan diameter umbi bawang merah

per-rumpun tanamannya. Selain itu, dengan

menggunakan jarak tanam tersebut maka jumlah

populasi atau kebutuhan bibit bawang merah per-

hektar akan semakin banyak jumlahnya dibanding

dengan jarak tanam yang lebih renggang, sehingga

kebutuhan biaya untuk penyediaan bibit bawang

merah semakin banyak.

Santoso (2018) menyatakan bahwa jarak

tanam perlu mendapat perhatian dalam melakukan

budidaya tanaman, karena jarak tanam sangat

mempengaruhi lingkungan tumbuh dan hasil

tanaman. Semakin rapat jarak tanam jumlah

populasi tanaman per satuan luas bertambah

banyak, pemeliharaan tanaman akan lebih ekstra

dan akan mengakibatkan kompetisi antar tanaman

semakin meningkat dalam mendapatkan unsur

hara, cahaya matahari, air. Jarak tanam agak

renggang memberi keuntungan yang merata bagi

tanaman untuk memperoleh unsur hara, sinar

matahari, dan air, serta dapat mempermudah dalam

pemeliharaan.

Kelemahan dalam menggunakan jarak tanam

yang agak renggang hasil yang diperoleh relatif

lebih sedikit untuk per-satuan luas lahannya,

dibandingkan dengan jarak tanam yang rapat. Jarak

tanam agak renggang perakaran dari tanaman

bawang merah dapat menjangkau unsur hara yang

diberikan tanpa adanya kompetisi antar tanaman

yang tinggi. Hal tersebut terkait dengan

berkurangnya persaingan antara tanaman dalam

penggunaan ruang, cahaya, air dan unsur hara

sehingga pertumbuhan tinggi tanaman dan

pembentukan daun akan lebih optimal, yang pada

akhirnya akan menghasilkan berat umbi lebih

tinggi.

KESIMPULAN

Pada parameter pengamatan tinggi tanaman,

perlakuan jarak tanam 20x10 cm berbeda nyata

saat tanaman berumur 14 dan 42 hst, lebih baik

dibandingkan dengan perlakuan jarak tanam yang

lainnya, sedangkan untuk parameter pengamatan

jumlah daun, perlakuan jarak tanam 20x15 cm

berbeda nyata saat tanaman berumur 14 dan 35 hst,

lebih baik dibandingkan dengan perlakuan jarak

tanam yang lainnya.

Perlakuan jarak tanam 25x10 cm mampu

memberikan pengaruh lebih baik pada beberapa

parameter pengamatan di antaranya: jumlah umbi

per rumpun (J4=7,67 umbi), diameter umbi

(J4=2,71 cm), bobot umbi kering panen per

rumpun tanaman (J4=69,33 gr) dan bobot umbi

kering jemur per rumpun tanaman (J4=52,67 gr),

dibandingkan dengan perlakuan jarak tanam yang

lain, meskipun tidak berbeda nyata. Jarak tanam

15x10 cm mampu memberikan pengaruh produksi

yang lebih baik untuk luasan per hektar

dibandingkan dengan perlakuan jarak tanam yang

lain yaitu 15,6 ton/ha kering panen dan 11,5 ton/ha

kering jemur.

Page 54: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

49 Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium

cepa L.) Di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat (Muhammad Syahri Mubarok

dan Muhammad Arifin Muflih)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih

atas terselenggaranya kegiatan penelitian melalui

penganggaran DIPA Balai Pengkajian Teknologi

Kalimantan Barat, Balitbangtan.

DAFTAR PUSTAKA

Anggarayasa, C., M.S. Yuliartini, dan A.A.S.P.R.

Andriani. 2018. Pengaruh jarak tanam dan

pupuk kompos pada pertumbuhan dan hasil

tanaman bawang merah. Gema Agro, 23(2):

162-166.

Azmi, C., I.M. Hidayat, dan G. Wiguna. 2011.

Pengaruh varietas dan ukuran umbi terhadap

produktivitas bawang merah. J. Hort., 21(3):

206-213.

Basrawati. 2009. Penerapan teknologi maju

budidya bawang merah.

http//www.Distanprovinsi Bali.com/ indedx.

Php. 19 Maret 2019.

Basuki, R.S. 2009. Analisis kelayakan teknis dan

ekonomis teknologi budidaya bawang merah

dengan benih biji botani dan benih umbi

tradisional. J. Hort.,19(2): 214-227.

BPS. 2017. Tabel luas panen produktivitas-

produksi tanaman bawang merah seluruh

provinsi (online). Available at

http://www.bps.gp.id. Diakses 28 Oktober

2018.

Hamdani, S.J. 2008. Pertumbuhan dan hasil

bawang merah kultvar kuning pada status

hara P total tanah dan dosis pupuk fosfat

yang berbeda. J. Agrikultura, 19(1): 42-49.

Haryadi, S.S. 1996. Pengantar agronomi. Cetakan

IV. Gramedia. Jakarta. 197 p.

Indriyanti, L.A. 2010. Pengaruh jarak tanam dan

jumlah benih terhadap pertumbuhan

vegetatif jagung muda. J. Media Sains, 2(2):

153-196.

Limbongan, J. dan Maskar. 2003. Potensi

Pengembangan dan Ketersediaan Teknologi

Bawang Merah Palu di Sulawesi Tengah. J.

Litbang Pertanian, 22(3): 103-108.

Paryanti, W. 2017. Pengaruh jarak tanam dan

takaran mikoriza terhadap pertumbuhan dan

produksi tanaman bawang merah. Skripsi.

Fakultas Pertanian, Agroteknologi,

Universitas Muhammadiyah, Palembang. p.

2.

Saidah, Muchtar, Syafruddin, dan P. Retno. 2019.

Pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan

dan hasil bawang merah asal biji. Prosiding

Seminar Nasional Masyarakat. Biodiversitas

Indonesia, 5(2): 209-212. Surakarta.

Masyarakat Biodiversitas Indonesia.

Santoso, D.J. 2018. Pengaruh dosis pupuk kandand

dan jarak tanam terhadap berat umbi dan

produksi bawang merah. Agriovet, 1(1): 81-

94.

Sumarni, N., E. Sumiati, dan Suwandi. 2005.

Pengaruh kerapatan tanaman dan aplikasi zat

pengatur tumbuh terhadap prosuksi umbi

bibit bawang merah asal biji kultivar bima. J.

Hort., 15(3): 208-214

.

Page 55: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

50 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

TEKNOLOGI PEMUPUKAN INFUS AKAR DAN PENGENDALIAN HAMA PENYAKIT TANAMAN PALA DI KABUPATEN MALUKU TENGAH

Risma Fira Suneth

, Rizal Latuconsina dan Edween D Waas

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku

Jln. Chr. Soplanit-Rumah Tiga Ambon

Email: [email protected]

ABSTRACT

Nutmeg is one of the important export commodities in Indonesia. The assessment aims to explore the

effectiveness of nutmeg fertilization using the root infusion method and the control of stem borer pests and

stem cancer to increase nutmeg productivity in Central Maluku district. Root infusion is one method / way

to enter nutrients through the fibrous roots in order to maximize the adequacy of nutrients for the

development of nutmeg plants. Fertilization through the infusion method shows the results in the form of

flowering (prospective fruit / nipple) and the formation of new shoots that occur at the age of 60 days after

fertilization. Efforts to control Batocera larvae / stem borer using biotris solution which is blocked in the

gerekan hole. Stem cancer in nutmeg has the characteristics of black bark and emits a red liquid (like

blood), over time it will split to make a big hole and split the cambium of the tree. Efforts to reduce stem

cancer can utilize coconut shell charcoal powder. The result will be hardening of the bark after applying

coconut shell charcoal for 3 weeks.

Key words : Nutmeg, root infusion, “OPT”

ABSTRAK

Pala merupakan salah satu komoditas ekspor yang penting di Indonesia. Pengkajian bertujuan

mengelaborasi efektifitas pemupukan pala menggunakan metode infus akar serta pengendalian hama

penggerek batang dan penyakit kanker batang guna meningkatkan produktivitas pala di kabupaten Maluku

Tengah. Infus akar merupakan salah satu metode / cara memasukkan unsur hara melalui akar serabut guna

memaksimalkan kecukupan nutrisi untuk perkembangan tanaman pala. Pemupukan melalui metode

penginfusan menunjukkan hasil berupa pembungaan (calon buah/ pentil) serta pembentukan tunas baru

yang terjadi pada umur 60 hari setelah pemupukan. Upaya pengendalian larva Batocera/ penggerek batang

menggunakan larutan biotris yang disumbatkan pada lubang gerekan. Kanker batang pada pala memiliki

ciri kulit batang berwarna hitam dan mengeluarkan cairan berwarna merah ( seperti darah ), lama kelamaan

akan terbelah hingga membuat lubang besar dan membelah kambium pohon. Upaya mengurangi kanker

batang dapat memanfaatkan bubuk arang tempurung kelapa. Hasilnya akan terjadi pengerasan kulit kayu

setelah dilakukan pengolesan bubuk arang tempurung selama 3 minggu.

Kata Kunci : Pala, Infus akar, OPT

Page 56: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

51 Metode Pemupukan Infus Akar Dan Upaya Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Pala Di

Kabupaten Maluku Tengah (Risma Fira Suneth, Rizal Latuconsina dan Edween D Waas)

PENDAHULUAN

Pala merupakan salah satu komoditas

ekspor yang penting karena Indonesia merupakan

negara pengekspor biji dan fuli pala terbesar yaitu

memasok sekitar 60% kebutuhan pala dunia

(Nurdjanah, 2007). Produk pala Indonesia

termasuk unggul di pasar dunia karena memiliki

aroma yang khas dan rendemen minyak yang

tinggi (Bustaman, 2008). Beberapa species pala

yang memiliki arti ekonomi penting dan

khususnya berfungsi sebagai rempah-rempah, obat

atau minyak atsiri. Heyne (1927),

Pala mempunyai nilai ekonomi yang tinggi

(Rodianawati et al., 2015) dan memegang peranan

yang sangat penting bagi perekonomian

masyarakat di berbagai wilayah terutama yang

berada di Kawasan Timur Indonesia. Selain

sebagai produsen pala terbesar di dunia, Indonesia

juga menjadi pemasok kebutuhan pala terbesar di

dunia dengan pangsa mencapai 60-75 %

kebutuhan dunia (Hasibuan et al., 2010;

Rodianawati et al., 2015; Nurdjannah, 2007).

Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan

tanaman rempah asli kepulauan Maluku

(Purseglove et al., 1995), yang telah

diperdagangkan dan dibudidayakan secara turun-

temurun dalam bentuk perkebunan rakyat.

Komoditas pala termasuk tanaman spesifik lokasi

yang dapat diandalkan sebagai sumber

pertumbuhan ekonomi dan pendapatan daerah

dan termasuk komoditas ekspor yang cukup

potensial di Maluku. Komoditas ini menghasilkan

dua produk bernilai ekonomi tinggi, yaitu biji pala

dan fuli yang menyelimuti biji.Kedua produk

tersebut menghasilkan minyak pala, atsiri,

rempah, dan bahan obat (Hadad dan Firman,

2003).

Berdasarkan data BPS Provinsi Maluku

(2016) luasan areal perkebunan di kabupaten

Maluku Tengah adalah yang terbesar yaitu 11.133

Ha jika dibandingkan dengan beberapa Kabupaten

lainnya seperti Seram Bagian Timur (8. 353 Ha),

Maluku Tenggara (2.661 Ha),Seram Bagian Barat

(2.227 Ha), Buru Selatan (2.113 Ha), Kota Ambon

(1.763 Ha) dan Maluku Barat Daya (1.510 Ha).

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2011-

2015), pengembangan pala di Maluku mengalami

fluktuatif produksi, sementara perluasan areal

terjadi peningkatan. Tahun 2015,produksi pala

4.406 ton dengan produktivitas 0,14 t/ha. Namun

Secara nasional produktivitas pala di Maluku

masih rendah bila dibandingkan dengan target

Nasional yaitu rata-rata produktivitas pala 0,26

t/ha (Anonimous, 2015).

Permasalahan mendasar akibat rendahnya

produktivitas dan mutu biji pala yang dihasilkan

diakibatkan oleh umur tanaman yang sudah cukup

tua serta pemupukan intensif belum dilaksanakan

secara sempurna karena pengetahuan dan

ketrampilan petani cukup rendah. Pemupukan

merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur

hara yang cukup guna mendorong pertumbuhan

generatif tanaman dan produksi tandan buah segar

secara maksimum. Pada umumnya budidaya pala

di Maluku masih bersifat tradisional dan hampir

tidak pernah melakukan pemupukan. Oleh karena

itu produksi pala di wilayah Maluku sering

menurun.

Untuk meningkatkan produktivitas pala

perlu melakukan pemupukan secara tepat dan

berimbang. Faktor pemupukan telah terbukti

meningkatkan produksi tanaman. Namun

demikian masih banyak masalah tentang

pemupukan terutama dosis dan cara, sebab pada

kondisi tanah yang berbeda dan pada jenis

tanaman serta umur yang berbeda maka cara dan

dosis pemupukan cenderung berbeda. Dalam

pemupukan perlu mempertimbangkan ekologi

lahan. Misalnya, jika pemupukan dilakukan

dengan cara sebar maka dapat menguntungkan

vegetasi lain ( gulma atau tanaman selain pala).

Untuk itu pemupukan melalui teknik infus akar

patut dipertimbangkan untuk dilakukan sekaligus

sebagai teknik pengendalian hama dan penyakit.

Secara umum infus akar biasanya dilakukan

untuk pengendalian OPT pada tanaman kelapa

namun seiring berjalannya waktu teknik infus akar

dimanfaatkan sebagai pemupukan. Penggunaan

Page 57: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

52 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

infus akar sebagai teknik pemupukan pala telah

diterapkan oleh Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Maluku pada kegiatan pendampingan

kawasan nasional perkebunan.

Pada umumnya, tanaman pala di Maluku

tidak pernah dilakukan pemupukan dan tidak

menggunakan jarak tanam sesuai standar

perkebunan. Hal ini seringkali menjadi faktor

yang mempengaruhi perkembangan hama dan

penyakit. Pengaturan jarak tanam yang tidak ideal

menyebabkan penyinaran matahari yang masuk ke

tajuk tanaman tidak sempurna dan hal ini

menyebabkan terjadinya peningkatan suhu dan

penurunan kelembaban seperti yang dikemukakan

oleh Khairullah (2010) bahwa, penyinaran

matahari secara langsung dapat menjadi efek

mematikan spora atau membuluh spora pada

kebanyakan patogen.

Percepatan pembangunan pertanian

membutuhkan dukungan dan kesinambungan

ketersediaan inovasi teknologi pertanian sampai di

tingkat pengguna yang paling bawah yaitu petani

(Basuki et al., 2000; Sulaiman, 2002).

Kemudian untuk meningkatkan kapasitas

produksi, pendapatan dan kesejahteraan petani

harus ada campur tangan pemerintah baik dalam

hal pembinaan teknis maupun pembiayaan. Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku

merupakan salah satu unit pelaksana teknis Badan

Litbang Pertanian di daerah (Provinsi Maluku)

mempunyai tugas dan fungsi melakukan

penerapan teknologi yang dikembangkan oleh

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

yang diterapkan kepada petani. Agar teknologi

tersebut dapat terimplementasi dengan baik,

diperlukan pendampingan dan pengawalan oleh

BPTP. (laporan Pendampingan Kawasan

Pertanian Nasional Perkebunan Pala dan cengkeh,

2017).

Tujuan dari penulisan ini adalah

memberikan informasi efektifitas pemupukan

infus akar pada tanaman perkebunan pala dan

pengendalian hama penggerek batang dan

penyakit kanker batang tanaman pala guna

meningkatkan produktivitas pala di kabupaten

Maluku Tengah.

SISTEM BUDIDAYA PALA

Menurut Marzuki et all (2008) kultur teknis

yang diterapkan oleh petani pala di Maluku tidak

melakukan pemupukan maupun pengendalian

organisme pengganggu tanaman, seluruhnya

bergantung pada kondisi alam setempat.

Kondisi ini ditemukan pula di lokasi

kegiatan demplot pendampingan pala di Desa

Seith, kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku

Tengah, dimana petani mengelola kebun pala

tanpa memperhatikan pemeliharaan dan

pemupukan. Budidaya pala yang dilakukan oleh

petani setempat dengan menanam kemudian

membiarkan tanaman tumbuh dengan sendiri.

Proses perawatan yang dilakukan hanya sebatas

membersihkan gulma yang tumbuh pada sekita

areal pohon.

Kondisi perkebunan pala desa Seith

termasuk dalam polikultur karena selain pala ada

beberapa tanaman perkebunan lainnya yang juga

ikut diusahakan diantaranya kelapa, cacao,

cengkeh dan kenari. Selain tanaman perkebunan

beberapa diantaranya juga melakukan bercocok

tanam tanaman pangan seperti umbi-umbian dan

pisang.

Desa Seith merupakan salah satu desa adat

dengan bentuk pemerintahannya disebut Negri

yang dipimpin oleh kepala desa atau disebut Raja.

Desa Seith menerapkan sistem sasi pala sebagai

kearifan lokal untuk menjaga kualitas biji maupun

fuli pala. sistem sasi yaitu mengandung pengertian

tentang larangan pemanfaatan sumberdaya alam

tertentu tanpa izin dalam jangka waktu tertentu

yang secara ekonomis bermanfaat bagi

masyarakat (Biley & Zerner 1992). Sasi hanya

berlaku untuk tanaman umur panjang yang

bersifat musiman berupa pala, cengkeh, durian

dan langsat dapat dipanen dalam waktu yang

resmi berdasarkan musiman dari jenis tanaman itu

sendiri sebagai bentuk melestarikan sumber daya

alam dalam penjagaan kualitas hasil tanaman.

Page 58: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

53 Metode Pemupukan Infus Akar Dan Upaya Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Pala Di

Kabupaten Maluku Tengah (Risma Fira Suneth, Rizal Latuconsina dan Edween D Waas)

(Etlegar Dahlan, 2013). Hal ini dimaksudkan

untuk mencegah terjadinya pengambilan/panen

buah muda terutama pala, sebab jika buah pala

dipanen muda maka akan menyebabkan terjadinya

serangan aflatoksin pada biji pala tersebut pada

saat penyimpanan.

INTRODUKSI PEMUPUKAN SISTEM

INFUS AKAR

Pemupukan sangat diperlukan agar

ketersediaan hara yang dibutuhkan tanaman dapat

selalu terpenuhi. Tujuan utama pemupukan adalah

meningkatkan produksi, mutu dan hasil serta

mempertahankan stabilitas produksi. Oleh karena

itu infus akar dapat digunakan sebagai salah satu

sistem pemupukan guna meningkatkan hasil. Infus

akar merupakan salah satu metode / cara yakni

memasukkan unsur hara ke tanaman melalui akar

bertujuan agar unsur hara tersebut hanya

diperuntukkan ke tanaman.

Pemupukan di lokasi demplot dilakukan

dengan teknik infus akar menggunakan pupuk

organik cair ( POC) supermes. Sebelumnya,

penerapan infus akar diperuntukkan sebagai media

translokasi insektisida sistemik dari akar ke daun

dan seluruh bagian tanaman. Dengan

berkembangnya ilmu pengetahuan infus akar juga

diperuntukkan sebagai media translokasi air dan

unsur hara untuk fotosintesis tanaman.

Pemilihan akar yang dipakai untuk infus

akar yaitu akar serabut yang tumbuh dipermukaan

tanah, memiliki rambut akar untuk memudahkan

terjadinya penyerapan unsur hara karena adanya

aliran massa dengan proses energi aktif agar lebih

memudahkan penyerapan unsur hara. Bagian akar

tanaman yang paling aktif adalah bagian dekat

ujung akar yang baru terbentuk rambut-rambut

akar. Bagian akar ini merupakan bagian yang

melakukan kegiatan respirasi (pernapasan)

terbesar. Selama proses pernapasan akar tanaman

berlangsung akan dihasilkan energi metabolik,

sehingga akan terjadi proses penyerapan unsur

hara http://dasar2ilmutanah.blogspot.com/2007/1).

Gambar 2. Mekanisme kerja infus akar

Menurut Nkrumah et all (1989) proses

pergerakan aliran massa, sangat penting dalam

memindahkan unsur hara P, K, Ca, Mg, S dan

sebagainya dari suatu tempat ke dekat permukaan

akar, agar dapat diserap oleh akar tanaman.

Sehingga Hal ini akan sangat baik untuk proses

Page 59: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

54 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

pembentukan tunas air pada daun dan proses

pembentukan buah pala.

KONDISI PALA PASCA APLIKASI

PEMUPUKAN DENGAN SISTEM

INFUS AKAR

Kegiatan pemupukan infus akar dilakukan

terhadap tanaman pala selama kurun waktu 3

bulan menunjukkan hasil yang cukup baik. Hal ini

ditandai dengan kondisi tanaman yang cukup

rimbun ditandai dengan munculnya tunas air

membentuk pucuk – pucuk muda dan

pembentukan pentil pala. Kondisi tanaman pala

sebelum pemupukan sudah menghasilkan buah

dengan umur 6 bulan. Keadaan buah sudah cukup

besar seperti yang terlihat pada gambar 3 (kiri)

dan jumlah buah saat itu sedikit.

Kemudian setelah dilakukan pemupukan

menggunakan infus akar, tanaman pala mulai

menghasilkan pentil pala (calon buah) baru yang

cukup sarat dan pentil pala mulai terbentuk 60

hari setelah pemupukan serta pembentukan daun

baru.

Gambar 3. Muncul daun muda dan pembentukan pentil pasca pemupukan infus akar

Penerapan pemupukan infus akar selama 6

kali pemberian tanaman pala mulai mengeluarkan

pentil (calon buah ) baru bahkan terdapat salah

satu pohon pala yang belum pernah berproduksi

kembali menjadi produktif dengan muncul pentil

– pentil baru pada setiap ranting pohon.

Menurut Trojer (1976) ketersediaan hara di

desa Seith cukup. namun dengan bertambahnya

waktu ketersediaan hara bisa saja menipis akibat

penggunaan lahan secara terus – menerus.

Olehnya itu dapat dilakukan stimulus melalui

pemupukan agar tanaman pala dapat kembali

berproduksi maksimal. Mengingat proses

budidaya pala yang dilakukan oleh petani

setempat hanya mengandalkan unsur hara yang

tersedia oleh tanah.

Karakterisitik tanah yang berada di desa

Seith kecamatan Leihitu dicirikan oleh kejenuhan

basa yang sangat tinggi. KTK tanah berkisar

antara 6,78% sampai 17,80% dengan rata – rata

13,21 %. Nilai KTK demikian cukup mendukung

persediaan hara mineral kation tanaman pala (

Trojer, 1976).

Page 60: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

55 Metode Pemupukan Infus Akar Dan Upaya Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Pala Di

Kabupaten Maluku Tengah (Risma Fira Suneth, Rizal Latuconsina dan Edween D Waas)

Gambar 4. Larva penggerek batang pala

Efisiensi pemupukan dapat juga dilakukan

dengan penggunaan pupuk organik dan pupuk

hayati. Pupuk organik dapat memperbaiki sifat

fisik, kimia, dan biologi tanah, serta meningkatkan

kemampuan mengikat air. Asam humik pada

pupuk organik dapat mengkhelat P terjerap

menjadi P tersedia bagi tanaman (Suryadi

Yudi,2017).

Produksi Pala

Berdasarkan hasil pengamatan yang

dilakukan di desa Seith Kecamatan Leihitu ( Pulau

Ambon) Panen buah pala hampir sepanjang tahun,

panen besar dilakukan pada bulan April – Juni dan

panen kecil atau paruru di bulan November.

Produksi rata – rata buah pala di desa seith adalah

456 buah per pohon bahkan ada yang dapat

menghasilkan hingga ribuan buah per pohon (+/_

1500).

Hasil pengamatan Wahyuni et al., (2008)

menunjukkan bahwa panen buah pala hampir

sepanjang tahun, namun panen besar biasanya

terjadi pada bulan Mei-Juni. Variasi produksi

buah pala (butir/pohon) sangat tinggi, baik antar

tipe maupun dalam tipe yang sama. Produksi rata-

rata buah pala secara kumulatif selama lima tahun

adalah 1.195 butir/pohon.

HAMA PENYAKIT TANAMAN PALA DAN

UPAYA PENCEGAHAN

Penggerek Batang Pala

Hama tanaman pala mampu menyerang

sekitar 30% tanaman pala sehingga produksi pala

mengalami penurunan yang signifikan (Hanum,

2002).

Di Desa Seith, terdapat beberapa tanaman

pala mengalami kerusakan berat akibat serangan

penggerek batang sehingga menyebabkan

kematian yang diawali dengan kekeringan pada

ujung pohon hingga menyebabkan kematian

secara sistemik. Pada gambar 4 ditemukan larva

penggerek batang dengan ukuran 7 cm sebanyak 4

ekor dengan diameter lubang gerekan 2 cm.

Secara visual larva penggerek batang memiliki

warna krem, memiliki toraks berwarna coklat

kehitaman dengan beberapa bintik pada bagian

tubuh. Larva dengan ukuran 7 cm ini ditemukan

pada kulit kayu.

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan

oleh sunanto (2003) bahwa tanda serangan

penggerek batang tanaman pala adalah terdapat

lubang gerekan pada batang dengan ukuran

Page 61: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

56 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

diameter 0,5 – 1 cm dimana terdapat serbuk kayu.

Menurut Pracaya (2008) bahwa larva penggerek

batang gemuk, berwarna putih krem, kepalanya

berwarna coklat tua sampai hitam, bagian

badannya lebar tetapi semakin kebelakang

semakin mengecil.

Larva umumnya menggerek batang di

bawah lapisan kulit dan memakan jaringan

vaskuler membuang hasil gerekan berupa serpihan

keluar lubang. Lorong yang dibuat tidak

beraturan, dan bila lorong melingkar (bertemu)

maka tanaman bisa mati, namun hal ini lama baru

terjadi. Di samping membuat lorong kumbang ini

juga membuat lubang (pernafasan) yang

jumlahnya cukup banyak. Stadia larva dapat

mencapai 3 tahun, sehingga pohon yang terserang

dapat rusak parah bila pada pohon tersebut tinggal

beberapa ekor larva saja. Pohon yang terserang

hama ini dapat dikenali dengan adanya lubang-

lubang gerekan sebesar 2,5-3 cm. Berdasarkan

hasil pengamatan secara visual dilapangan gejala

kerusakan yang ditimbulkan oleh hama Batocera

hercules adalah batang pala digerek membentuk

bulatan seperti dibor dan menghasilkan serbuk

yang menempel disekitar lubang gerekan (Cere,

1991).

menurut Kalshoven (1981) bahwa larva

berukuran besar yang terbentuk dalam pohon yang

telah rusak atau lapuk dan kadang-kadang juga

terjadi pada pohon yang sudah tua dan masih

hidup. Lubang serangan berbentuk bulat dan

terdapat serutan kayu. Terowongan atau liang

gerek tidak teratur terbentuk diantara kulit dan

kayu pada batang. Sementara menurut kalay et all

(2015) Gejala kerusakan batang pala akibat hama

penggerek batang terlihat batang berlubang

dengan diameter 0,5 – 1 cm. Lubang gerekan

terlihat pada batang 1 – 2 m dari permukaan

tanah.

Upaya pengendalian larva penggerek

batang menggunakan prinsip kerja secara mekanis

yaitu penggunaan perangkap aktif untuk

mengendalikan imago menggunakan perangkap

cahaya ( light trap). Selain itu larutan pestisida

nabati biotris digunakan untuk mengendalikan

larva hama penggerek dengan cara menyumbat

lubang gerekan menggunakan kapas yang sudah

dicelupkan dalam larutan biotris.

Pengendalian imago penggerek batang pala

mengikuti prinsip yang dikemukakan oleh (Pedigo

1999; Yi et al . 2012) yakni Perangkap memiliki

dua prinsip kerja berdasarkan pada pergerakan

serangga yaitu perangkap aktif dan pasif.

Perangkap pasif merupakan perangkap yang tidak

menggunakan zat penarik sehingga serangga yang

terperangkap secara tidak sengaja, sedangkan

perangkap aktif merupakan perangkap yang

menggunakan zat penarik (baik stimulus kimia

maupun fisik) seperti cahaya, warna, atau

senyawa kimia sehingga menyebabkan serangga

dapat tertarik kedalam perangkap (Pedigo 1999;

McMaugh 2007; Yi et al. 2012).

Kanker Batang

Salah satu penyakit Tanaman Pala yang

cukup merugikan adalah kanker batang. Penyakit

kanker batang penyebabnya adalah patogen yang

bersumber dari mikroorganisme. Pemicu utama

penyakit ini adalah faktor lingkungan tanaman

yang kurang bersih dan kurang terpelihara.

Gejalanya yang mudah dilihat adalah

pembengkakkan batang, cabang dan ranting

tanaman.

Pada gambar 5 gejala kanker batang yang

ditemui pada lokasi pendampingan memiliki ciri

kulit batang berwarna hitam, lama kelamaan akan

terbelah hingga membuat lubang besar dan

membelah kambium pohon. Selain itu terdapat

cairan berwarna merah darah yang keluar dari

kulit pohon pala jika ditebas dengan parang.

Upaya mengurangi gejala kanker batang

dapat memanfaatkan bubuk arang tempurung

aktif. Hal ini dikarenakan arang tempurung

memiliki kandungan karbon aktif. Bubuk arang

tempurung aktif yang dihasilkan melalui

pembakaran kemudian dihaluskan dan dioles pada

bagian batang yang terserang. Perubahan yang

terjadi adalah setelah 1 bulan aplikasi terjadi

pembentukan kulit kayu baru setelah diolesi

dengan bubuk arang tempurung aktif.

Page 62: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

57 Metode Pemupukan Infus Akar Dan Upaya Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Pala Di

Kabupaten Maluku Tengah (Risma Fira Suneth, Rizal Latuconsina dan Edween D Waas)

Gambar 5. Gejala Kanker Batang pada pohon pala

KESIMPULAN

Maluku merupakan salah satu daerah

penghasil pala yang telah dikenal sejak zaman

belanda, akan tetapi persoalan produktivitas pala

masih menjadi tugas dan tanggung jawab institusi

pertanian baik akademisi, peneliti, penyuluh dan

pengampu kebijakan.

Persoalan mendasar seperti pemupukan dan

serangan hama penyakit masih terus dibenahi

guna peningkatan produksi. Salah satu cara adalah

pemupukan secara intensif dan pengendalian

hama penyakit secara berkala. Pemupukan

menggunakan infus akar dapat dilakukan

mengingat keunggulan yang dimiliki serta hasil

didapatkan.

Hama penggerek batang merupakan hama

yang dapat merusak dengan intensitas kerusakan

yang cukup tinggi hingga dapat menyebabkan

kematian tanaman. Pengendalian hama penggerek

batang dapat menggunakan biotris dengan

menyumbat lubang gerekan atau dapat

menggunakan traping aktif untuk mengendalikan

imago. Sedangkan penyakit kanker batang dapat

menggunakan arang aktif tempurung kelapa yang

dioleskan pada batang pala.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS Kabupaten Maluku Tengah] 2017 Badan

Pusat Statistik Kabupaten Maluku Tengah

2016. Maluku dalam Angka 2017.

BPTP Maluku, 2017 laporan Pendampingan

Kawasan Pertanian Nasional Perkebunan

Pala dan cengkeh.

Bustaman. (2008). Prospek dan starategi

pengembangan pala di Maluku. Balai besar

pengkajian dan pengembangan teknologi

pertanian. Perspektif Vol. 6 No. 2 /

Desember 2007. Hal 68 – 74 ISSN : 1412-

8004.

Cere, 1991. Inventarisasi Hama Dominan Pada

Tanaman Pala (Myristica Fragrans Houtt).

Etlegar Dahlan, 2013 Peran Lembaga Adat Sasi

dalam Pengelolaan Sumberdaya dusun di

Negeri Allang Kecamatan Leihitu Barat,

Kabupaten Maluku Tengah, Departemen

Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan,

Institut Pertanian Bogor

Hanum CS. 2002. Tanaman pala di Kabupaten

Aceh Selatan : sang primadona yang

digerogoti penyakit . Harian Kompas, Senin

5 Agustus 2002.

Hasibuan AM, Sudjarmoko B & Listyati D. 2012.

Analisis keunggulan komparatif dan

Page 63: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

58 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

kompetitif usahatani pala .Buletin RISTRI

3(3), 223-230.

http://dasar2ilmutanah.blogspot.com/2007/11/mek

anisme-penyerapan-hara.html. Diakses 18

Mei 2019

https://tabloidsinartani.com/detail/indeks/mimbar-

penyuluhan/249-pengendalian-hama-dan-

penyakit-tanaman-pala diakses 19 mei 2019

Kalay. Marthin. A, Lamerkabel Jacobus S. A,

Thenu Frances J. L. 2015 kerusakan

tanaman pala akibat penyakit busuk buah

kering dan hama penggerek batang di

kecamatan leihitu kabupaten maluku

tengah, Agrologia, Vol. 4, No.2, Oktober

2015, Hal. 88-95

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest of Crops In

Indonesia. Revised Translated by P.A. Van

Der Laan, University of Amasterdam With

the Assistance of G.H.L. Rohschild, Chiro,

Canberra. PT. Ichtiar Baru – Van Hoeve.

Jakarta

Khairullah 2010. Hubungan Cuaca Dan Iklim

Terhadap Hama Dan Penyakit Tanaman.

Online di

Komalig. A. 1970. Pencangkokan Tanaman Pala

Dengan Zat Tumbuh. Universitas

Samratulangi Manado.

Marzuki Ilyas, M.R. Uluputty, Sandra A. Aziz dan

Memen Surahman, 2008. Karakteristik

Morfoekotipe dan proksimat Pala Banda (

MYristica fragrans Houtt). Bul. Agron. (36)

(2) 146 – 152 (2008).

McMaugh T. 2007. Pedoman surveilensi

organisme pengganggu tumbuhan di Asia

dan Pasifik. ACIAR Monograph 119a: 192.

Nkrumah, M., S.M. Griffith, N. Ahmad, and F.A.

Gumbs. 1989. Lysimeter and Field Studies

on 15N in a Tropical Soil. Plant and Soil.

114: 3 -12.

Nurdjannah. N. (2007). Teknologi Pengolahan

Pala. Balitbangtan.

Pedigo PL. 1999. Entomology and Pest

Management 2nd Ed. New Jersey :

Prentice-Hall Inc.

Pracaya,2008. Hama dan penyakit Tanaman. Edisi

revisi. Penerbit Swadaya Jakarta

Purseglove, J.W., Brown E.G., Green S.L., and

Robbins S.R.J. 1995. Spices. New York:

Longmans. pp175-228.

Rodianawati I, Hastuti P, & Cahyanto MN.

Nutmeg’s oleoresin: effect of heating to

chemical compositions and antifungal

properties. The First International

Symposium on Food and Agro-biodiversity

(ISFA2014). Proc. Food Science 3, 244-254

Sulaiman, F. 2002b. Fungsi Informasi dan

Komunikasi yang diperlukan di Institusi

Penelitian Pertanian. Agro Ekonomi.

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas

Pertanian Universitas Gadjah Mada. Vol. 9,

No. 1. Yogyakarta.

Suryadi Rudi,2017 Strategi penelitian budidaya

untuk meningkatkan produktivitas dan daya

saing pala Perspektif Vol. 16 No. 1 /Juni

2017. Hlm 01 - 13 DOI:

http://dx.doi.org/10.21082/psp.v16n1.2016.

01-13 ISSN: 1412-8004

Susanto, H. 2003. Budidaya pala, komoditas

Ekspor kanisisus Yogyakarta

Trojer, L.R. 1976. Agroclimate Map of

Sumatera, Kalimantan, Maluku, and Irian.

Central Res. Inst. Agric. Bogor No. 17.

Wahyuni S. Hadad E.A., Suparman, dan

Mardiana. 2008. Keragaan Produksi Palsma

Nutfah Pala di KP Cicurug. Buletin Plasma

Nutfah .14(2) : 68-75

Yi Z, Jinchao F, Dayuan X, Weiguo S, Axmacher

JC. 2012. A comparison of terrestrial

arthropod sampling methods. J. Resour.

Ecol. 3 :174-182

Page 64: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

59 Aplikasi Auksin Dan Sitokinin Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Kelapa Buol St-1

(Muchtar, Andi Irmadamayanti, Risna dan Saidah)

APLIKASI AUKSIN DAN SITOKININ UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA BUOL ST-1

Muchtar, Andi Irmadamayanti, Risna dan Saidah

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah

Desa Maku Kec. Dolo, Kab. Sigi, Prov. Sulawesi Tengah

e-mail : [email protected]

ABSTRACT

The coconut tree is the multifunctional and high economic value plant. The whole parts of the tree can be

used as many goods for human purposes. It’s called the tree of life, because all parts of the tree, such as

trunk, roots, leaf, dan coconut can be used for daily purpose. At present, most of the coconut plant is

entering the old and unproductive age. These circumstances give a vicious effect on the development and

sustainability of this commodity, if there are no rejuvenation and developing movements. It needs to be

provided superior seeds, so both the government and private’s coconut farm had been planted. Hopefully, it

will increase national production. Some solutions to improve dan accelerate the growth of coconut plant is

by adding growth-stimulating hormones (GSH). Some of GSH that commonly used are cytokinin and auxin,

applied on growing media at the early plantation. Adding cytokinin and auxin on “ST1 Buol” coconut seed

variety give better growth compared to the control plant. Applications of cytokinin and auxin give the best

growth for plant height at 101 to 171 HSS, leaf width at 101 HSS, and leaf length at 115 and 129 HSS.

While cytokinin hormone gives the best growth for leaf width at 115 to 171 HSS, leaf length at 101 HSS,

and 143 to 171 HSS.

Keywords: Growth Hormones, Coconut, Seeds, Plant Rejuvenation

ABSTRAK

Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.

Seluruh bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia, sehingga pohon ini sering

disebut pohon kehidupan karena hampir seluruh bagian dari pohon, akar, batang, daun dan buahnya dapat

dipergunakan untuk kebutuhan kehidupan sehari-hari. Keadaan ini memberikan dampak yang buruk

terhadap perkembangan dan keberlanjutan komoditi ini, jika tidak ada gerakan peremajaan dan

pengembangan. Hal ini disebabkan sebagian besar tanaman kelapa yang ada saat ini sudah berumur tua

Oleh karena itu, untuk peremajaan perlu disediakan benih unggul, sehingga diharapkan perkebunan kelapa,

baik milik pemerintah/swasta dan rakyat sudah ditanami jenis kelapa yang unggul semua dan

produktivitas kelapa secara nasional dapat meningkat. Salah satu cara untuk memperbaiki mutu dan

mempercepat pertumbuhan bibit tanaman kelapa adalah dengan menambahkan hormon dan zat pengatur

tumbuh (ZPT). Beberapa jenis hormon dan ZPT yang biasa digunakan untuk memacu pertumbuhan

adalah sitokinin dan auksin, yang diberikan ke dalam media tumbuh. Pemberian hormon tumbuh auksin

dan sitokinin pada bibit tanaman kelapa varietas ST 1 Buol memberikan hasil yang lebih baik bila

dibandingkan tanpa pemberian hormon tumbuh/kontrol. Pemberian hormon auksin memberikan

pertumbuhan terbaik terhadap tinggi tanaman umur 101 HSS sampai dengan 171 HSS, lebar daun umur

101 HSS, dan panjang daun umur 115 HSS dan 129 HSS. Sedangkan hormon sitokinin memberikan

Page 65: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

60 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

pertumbuhan terbaik terhadap lebar daun umur 115 HSS sampai dengan umur 171 HSS, panjang daun

umur 101 HSS dan umur 143 HSS sampai dengan umur 171 HSS.

Kata kunci : hormon tumbuh, kelapa, pembibitan, peremajan tanaman

PENDAHULUAN

Indonesia adalah salah satu negara agraris

yang kehidupan perekonomiannya tidak bisa lepas

dari sektor pertanian. Tanaman Kelapa (Cocos

nucifera L.) merupakan komoditas strategis yang

berperan dalam kehidupan masyarakat Indonesia

karena semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan

untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan

budaya, sehingga tanaman kelapa dikenal sebagai

pohon kehidupan(Tree of Life). Buah kelapa

merupakan salah satu bahan baku kebutuhan

pokok, yaitu minyak goreng dan industri olahan

lainnya, juga untuk penggunaan kebutuhan khusus

yang tidak tergantikan, seperti kelapa segar untuk

sayur dan kelapa muda untuk minuman serta daun

kelapa untuk berbagai upacara. Menurut Barri et

al., (2015), kelapa adalah salah satu komoditi

perkebunan yang mempunyai peranan penting

dalam perekonomian nasional dengan hasil utama

adalah kopra. Selain itu, tanaman kelapa

merupakan tanaman sosial karena + 98%

diusahakan oleh petani.

Tanaman Kelapa Dalam telah ditanam

hampir diseluruh Indonesia dan luas arealnya terus

meningkat. Tahun 1986 luas areal perkebunan

Kelapa Dalam baru mencapai 3.113.000 ha,

kemudian pada tahun 1990 telah mencapai

3.334.000 ha dan diperkirakan pada tahun 1993

luas perkebunan Kelapa Dalam mencapai 3.624.000

ha. Daerah penghasil di Indonesia seluruh luas

areal perkebunan Kelapa Dalam sekitar 97,4%

dikelola oleh perkebunan rakyat yang melibatkan

sekitar 3,1 juta keluarga petani, kemudian sisanya

sebanyak 2,1 % dikelola perkebunan besar swasta

dan 0,5 % dikelola perkebunan besar negara.

Sementara produksinya terdapat dibeberapa daerah

yaitu Aceh, Sumatera Utara, Riau, Lampung, Jawa

Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara,

Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Gorontalo,

Sulawesi Barat dan Maluku (Muhammad Ali,

2017;Selfi et al., 2013). Sampai dengan saat ini

produktivitas tanaman Kelapa Dalam masih sekitar

1,2 ton kopra per hektar per tahun (Statistik

Perkebunan Indonesia, 2016). Untuk itu, program

pengembangan tanaman Kelapa Dalam di

Indonesia terus dipacu untuk meningkatkan

produktivitas Kelapa Dalam.

Provinsi Sulawesi Tengah merupakan Salah

satu daerah sentra tanaman kelapa di Indonesia.

Penyebaran kelapa meliputi Kabupaten

Banggai,Banggai Kepulauan, Buol, Donggala,

Morowali, Parigi Moutong, Poso, Sigi, Tojo una-

una, Toli-Toli, dan Palu. Berdasarkan data statistik,

luas areal kelapa pada tahun 2018 di Sulawesi

Tengah adalah 219.899 ha, dengan produksi

193.885 ton, sedangkan pada tahun 2017 seluas

218.144 ha dengan produksi 187.404,30 ton (BPS

Sulteng 2019). Dari data ini menunjukan mulai

mengalami kenaikan baik areal pertanaman

maupun produksi. Pada tahun 2016, luas areal

perkebunan kelapa dalam di Sulawesi Tengah

mencapai 210.248 ha dengan komposisi tanaman

belum menghasilkan (TBM)12,94% (27.208 ha),

tanaman menghasilkan (TM) 74,67% (156.983 ha),

dan tanaman tidak menghasilkan/tanaman rusak

(TTM/TR) 12,39% (26.057 ha).(Dinas perkebunan

dan Peternakan Prov.Sulteng, 2017).

Kelapa Dalam umumnya berpenampilan

tinggi dan membutuhkan tenaga pemanjat saat

panen, dimana dari hari ke hari ketersediaanya

makin sulit dan biaya panen relatif mahal. Di

samping itu, sekitar 30% kelapa rakyat ini sudah

tua dan kurang produktif/rusak. Akibatnya

produktivitas kelapa rendah, sehingga pendapatan

petani menjadi menurun. Untuk itu, ke depan,

Page 66: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

61 Aplikasi Auksin Dan Sitokinin Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Kelapa Buol St-1

(Muchtar, Andi Irmadamayanti, Risna dan Saidah)

perlu dipikirkan bagaimana menyediakan bahan

tanaman bagi kebutuhan peremajaan kelapa dengan

menggunakan varietas kelapa yang memiliki

karakteristik pendek, cepat berbuah dan produksi

tinggi (Novarianto, 2010).

Peningkatan produktivitas dan mutu hasil

yang pada gilirannya dapat meningkatkan daya

saing produk perkebunan harus diawali dengan

penggunaan benih unggul bermutu. Benih memiliki

peran penting dalam pengembangan tanaman

perkebunan dan menentukan produksi dan mutu

hasil, sehingga dituntut mutu fisiologis dan genetik

yang memenuhi syarat. Dengan demikian, tidaklah

heran apabila seluruh tanaman dikaitkan dengan

perbenihannya. Produksi tanaman perkebunan

merupakan produksi olahan sehingga sangat

dibutuhkan benih yang bermutu untuk dapat

berproduksi tinggi kelak karena produktivitas

tanaman ditentukan oleh kualitas benih yang

digunakan (Nakukajuna, 2017).

Salah satu cara untuk memperbaiki mutu dan

mempercepat pertumbuhan bibit tanaman kelapa

adalah dengan menambahkan hormon dan zat

pengatur tumbuh (ZPT). Beberapa jenis hormon

dan ZPT yang biasa digunakan untuk memacu

pertumbuhan adalah sitokinin dan auksin, yang

diberikan ke dalam media tumbuh. Beberapa jenis

auksin dapat diaplikasikan bersama-sama atau

dikombinasikan dengan zat pengatur tumbuh

golongan sitokinin dan gibberellin (Ahmed et al.,

2002). Namun untuk menginduksi perakaran, lebih

baik hanya dengan penambahan satu jenis hormon

saja. Auksin adalah jenis hormon tumbuh yang

disintesis oleh tanaman dan berfungsi sebagai

katalisator dalam metabolisme serta berperan

dalam perpanjangan sel (Alrasyid dan Widiarti,

1990). Auksin mendorong terjadinya pembelahan

sel, sehingga dibutuhkan untuk pembentukan akar

(Himanen et al., 2002). Sedangkan sitokinin

adalah Hormon dan senyawa-senyawa yang

memberikan pengaruh terhadap pembelahan sel.

Sitokinin dapat disintesa secara alami di

dalam jaringan tanaman. Namun demikian,

metabolisme tanaman yang tinggi di dataran

rendah memerlukan tambahan sitokinin untuk

memacu dan meningkatkan pertumbuhan tunas.

Aplikasi sitokinin eksogen telah dilaporkan dapat

merangsang pertumbuhan dan perkembangan tunas

lateral (Yaish et al, 2010 dalam Rosniawaty et al,

2018). Sitokinin sangat baik dalam menstimulasi

sintesis protein dan berperan dalam kontrol siklus

sel, sekaligus merangsang aktivitas pembelahan sel

dan sangat efektif dalam meningkatkan inisiasi

tunas.

METODOLOGI

Kegiatan pengkajian pemberian hormon

dan ZPT pada pembibitan kelapa varietas Buol

ST-1 dilaksanakan di IP2TP Sidondo BPTP

Sulawesi Tengah Desa Sidondo III, Kecamatan

Biromaru Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi

Tengah. Kajian ini dimulai bulan Januari 2018

sampai Desember 2018. Perlakuan dengan

pemberian Sitokinin dan Auksin serta kontrol.

Penyemprotan diberikan dosis 0,5 ml per liter air

pada umur 94 hari setelah semai sampai dengan

umur 164 hari setelah semai dengan interval

pengamatan setiap 7 hari. Pengamatan yang

dilakukan adalah adalah Tinggi Tanaman, daun

(jumlah daun, panjang daun dan lebar daun) dan

dianalisis secara deskriptif.

DESKRIPSI DAN KEUNGGULAN INOVASI

Pemerintah Indonesia melalui Balai

Penelitian Tanaman Palma (Balit Palma), telah

melepas varietas Kelapa Unggul dengan potensi

produksi berkisar 2,5 – 3,5 ton kopra/hektar/tahun

untuk varietas kelapa dalam. Varietas kelapa yang

dihasilkan merupakan hasil seleksi dari tanaman

kelapa disuatu daerah tertentu, seperti Kelapa

Dalam Mapanget/DMT, Dalam Palu/DPU, dalam

Bali/DBI (Balitbangtan, 2013). Sulawesi Tengah

memiliki beberapa plasma nutfah kelapa yang telah

dilepas, diantaranya Kelapa Buol ST-1. Kelapa ini

telah dilepas oleh Menteri pertanian pada tahun

2013 sebagai varietas unggul nasional. Varietas ini

merupakan hasil seleksi dari populasi Kelapa

Dalam di Desa Mokupo Kabupaten Buol Provinsi

Sulawesi Tengah. Jumlah yang terseleksi yaitu 300

Page 67: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

62 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

pohon induk dengan potensi produksi benih 28.800

butir dan dapat digunakan untuk pengembangan

kelapa 131 ha per tahun. Kelapa varietas ST 1 Buol

memiliki beberapa keunggulan, yaitu lingkar

batang dan ukuran buah merupakan karakter antara

tipe Genjah dan Dalam, potensi produksi 3

ton/ha/tahun dan pertumbuhan batang lambat

sehingga tinggi batang tidak seperti Kelapa Dalam

(batang tidak tinggi) sehingga dapat mengurangi

risiko kecelakaan dalam proses panen kelapa

(Emytheresia, 2018).

Kelapa varietas Buol ST-1 dapat dijadikan

materi pemuliaan untuk persilangan dengan kelapa

Genjah sehingga menghasilkan kelapa produksi

tinggi dan batang pendek. Berdasarkan SK Mentan

RI No. 4966/Kpts/Sr.120/12/2013 secara rinci

deskripsi tanaman kelapa varietas Buol ST-1

sebagai berikut :

Asal dari Desa Mokupo Kecamatan Karamat

Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah.

Silsilahnya:Hasil seleksi populasi tanaman Kelapa

Dalam pada BPT Kelapa di desa Mokupo. Tipe

tumbuhnya tegak, habitus tunggal. Lingkungan

tumbuhnya dilahan kering iklim basah, tumbuh

baik di dataran rendah sampai 450 m dpl. Tinggi

tanaman (m) 18 – 20. Bentuk tanaman adalah

tanaman tunggal. Umur mulai berbunga (bulan):40

(± 6,0). Umur mulai panen (bulan):52 (± 6,0).

Batang. Lingkar batang 20 (cm) 138,8 (±

17,08), Lingkar batang 150 (cm) 89,25 (± 6,64),

Panjang 11 bekas daun (cm) 98,7 (± 17,49)

Daun : Warna pelepah daun hijau, hijau

kekuningan. Panjang tangkai daun (cm)128,0 (±

111,66), Panjang lamina (cm) 540,25 (± 37,22),

Tebal tangkai daun (cm) 1,67 (± 0,30 ), Lebar

tangkai daun (cm) 6,23 (± 0,76), Jumlah anak daun

(helai)119,5 (± 7,11). Panjang anak daun (cm)

139,4 (± 6,10), Lebar anak daun (cm) 5,9 (± 0,42)

Bunga : Jumlah tandan bunga/tahun (buah)

13,1 (± 0,48), Panjang tangkai tandan (cm) 46,8 (±

8,7), Panjang rangkaian bunga cm) 48,2 (± 10,7),

Lebar tangkai tandan (cm) 2,6 (± 0,37), Jumlah

spikelet (buah) 24,30 (± 4,5)

Buah : Warna buah hijau kekuningan,hijau,

merah kecoklatan, Berat buah utuh (g) 1.518,33 (±

292,17), Jumlah buah/tandan (butir) 10,7 (± 14,95 ). Jumlah buah/pohon (butir) 139,1, Jumlah

buah/ha/tahun (butir) 19.800. Lingkar buah polar

(cm) 42,5 (± 2,8), Lingkar buah equatorial (cm)

43,4 (± 3,37). Kopra/butir (g) 240, Kadar minyak

(berat kering) (%) 61. Bentuk buah bulat, Ukuran

buah sedang. Ciri Karakter spesifik, batang pendek,

cepat berbuah. Daerah PengembanganLahan kering

iklim basah dengan tinggi tempat < 500 m

dpl,curah hujan 1.000 –1.500 mm per tahundengan

bulan kering <5 bulan kering (Anonim,

2018)Kelapa Buol ST-1 memiliki sifat morfologi

antara kelapa Dalam dan Genjah sehingga

dikategorikan sebagai kelapa Semi Dalam.

Karakter spesifik kelapa Buol ST-1 adalah cepat

berbuah (+ 40 bulan), ukuran batang relatif kecil,

pertumbahan tinggi batang lambat dan ukuran buah

relatif besar dengan berat daging buah rata-rata 481

g dan kandungan protein 9,67%. Potensi produksi

kelapa Buol ST-1 sebesar 3,3 ton kopra/ha/tahun,

sehingga digolongkan sebagai Blok Penghasil

Tinggi Kelapa dan telah dilepas sebagai varietas

unggul lokal pada tahun 2013. Potensi produksi

benih 300 pohon induk terpilih kelapa Buol ST-1

sebanyak 28.800 butir, yang dapat digunakan untuk

pengembangan kelapa seluas 131 ha per

tahun.(Tenda et.al, 2014)

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-

rata produksi tandan 13,0 buah/pohon/tahun,

jumlah buah 8 butir/tandan, serta berat daging buah

segar rata-rata 481 gram/butir, diestimasi populasi

kelapa Buol ini memiliki potensi hasil kopra

sekitar 25,2 kg/pohon/tahun. Jika diasumsikan

jumlah tanaman sebanyak 143 pohon per hektar

dengan 130 pohon mencapai umur produksi maka

estimasi produksi per hektar adalah 3,3 ton kopra.

Sifat produksi kelapa Buol hampir sama dengan

Kelapa Dalam komposit spesifik lahan kering di

Desa Pakuli Bangga dan Desa Pantoloan, Sulawesi

Tengah serta Desa Bloro dan Adonara Barat yang

memberikan hasil kopra >3 ton per hektar per

tahun (Kumaunang dan Heliyanto, 2010).

Page 68: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

63 Aplikasi Auksin Dan Sitokinin Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Kelapa Buol St-1

(Muchtar, Andi Irmadamayanti, Risna dan Saidah)

Masalah Pengembangan Perbenihan Kelapa

Tanaman kelapa memiliki manfaat tidak saja

terletak pada daging buahnya yang dapat diolah

menjadi santan, kopra, dan minyak kelapa, tetapi

seluruh bagian tanaman kelapa mempunyai

manfaat yang besar. Keadaan ini memberikan

dampak yang buruk terhadap perkembangan dan

keberlanjutan komoditi ini, jika tidak ada gerakan

peremajaan dan pengembangan. Menurut

Allorerung dan Mahmud (1997) dalam Effendi

(2008), kendala yang dihadapi dalam peremajaan

kelapa adalah: (1) kendala teknis, mencakup

penentuan umur tanaman yang akan diremajakan,

sistem peremajaan, varietas kelapa pengganti,

pemanfaatan kayu kelapa, teknik budidaya, dan

tanaman sela; dan (2) kendala non teknis,

mencakup persepsi dan tingkat pengetahuan petani,

tingkat ketergantungan petani, status kepemilikan

lahan, keterbatasan modal, dan pemasaran hasil.

Penyediaan benih Kelapa Unggul sangat

diperlukan guna meningkatkan produktifitas

kelapa secara nasional. Hal ini disebabkan

sebagian besar tanaman kelapa yang ada saat ini

sudah berumur tua. Secara teoritis tanaman kelapa

yang berumur lebih dari 60 tahun yaitu tanaman

kelapa yang ditanam pada tahun 1946 (Allorerung,

2006). Oleh karena itu, untuk peremajaan perlu

disediakan benih unggul, sehingga diharapkan

perkebunan kelapa, baik milik pemerintah/swasta

dan rakyat sudah ditanami jenis kelapa yang

unggul semua dan produktivitas kelapa secara

nasional dapat meningkat.

Hal pertama yang dilakukan untuk

meremajakan tanaman kelapa adalah persiapan

bibit bermutu melalui kegiatan pembibitan secara

intensif. Sutopo (2002) bahwa ketidakberhasilan

produksi tanaman seringkali sebagai akibat

penggunaan benih bermutu yang rendah. Dengan

demikian, benih merupakan salah satu input dasar

yang menentukan keberhasilan dalam kegiatan

produksi tanaman. Untuk itu perlu dilakukan

perbanyakan bibit kelapa, baik dari varietas unggul

nasional maupun unggul lokal yang telah

bersertifikat untuk menyuplai kebutuhan bibit

kelapa khususnya di Sulawesi Tengah.

Pertumbuhan Bibit Kelapa

Keragaan pertumbuhan bibit kelapa varietas

Buol ST-1 dengan pemberian hormon tumbuh

disajikan sebagai berikut :

Tinggi Tanaman (cm)

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

pemberian hormon Sitokinin dan Auksin

menunjukkan pengaruh yang lebih baik terhadap

tinggi tunas kelapa dari umur 101 Hari Sesudah

Semai (HSS) sampai dengan umur 171 HSS

dibandingkan dengan tanpa pemberian hormon

(Kontrol). Rata-rata tinggi tunas kelapa dengan

pemberian Hormon Sitokinin dan Auksin

ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-Rata Tinggi Tunas Kelapa dengan Pemberian Hormon Sitokinin dan Auksin di IP2TP Sidondo

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) pada Umur ke ....

101 HSS 115 HSS 129HSS 143 HSS 157 HSS 171 HSS

Kontrol 76,80 78,33 86,57 90,81 99,22 118,46

Sitokinin 85,80 90,96 100,33 114,33 125,08 139,58

Auksin 89,13 99,13 114,38 124,38 135,13 147,63

Sumber : Data Diolah 2018 (HSS = hari sesudah semai)

Pemberian hormon Sitokinin dan Auksin

memberikan hasil yang lebih baik terhadap tinggi

tunas tanaman kelapa dari umur 101 HSS sampai

dengan 171 HSS bila dibandingkan dengan tanpa

Page 69: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

64 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

pemberian hormon. Tinggi tunas tertinggi 147,63

cm diperoleh pada perlakuan hormon auksin umur

171 HSS dan yang terrendah 118,46 cm pada

perlakuan tanpa hormon umur 171 HSS. Tinggi

tunas cenderung terus bertambah seiring dengan

bertambahnya umur tanaman. Histogram Rata-rata

tinggi tunas kelapa dengan pemberian Hormon

Sitokinin dan Auksin ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Histogram Rata-rata tinggi tunas kelapa dengan pemberian Hormon Sitokinin dan Auksin

di IP2TP Sidondo

Jumlah Daun (Helai)

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

pemberian hormon Sitokinin dan Auksin tidak

menunjukkan hasil yang lebih baik terhadap

jumlah daun tunas kelapa dari umur 101 HSS

sampai dengan umur 171 HSS jika dibandingkan

tanpa pemberian hormon. Rata-rata jumlah daun

tunas kelapa dengan pemberian Hormon Sitokinin

dan Auksin disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 2.

Tabel 2. Rata-rata jumlah daun tunas kelapa dengan pemberian Hormon Sitokinin dan Auksin di IP2TP Sidondo

Perlakuan Jumlah Daun (Helai) pada Umur ke...

101 HSS 115 HSS 129 HSS 143 HSS 157 HSS 171 HSS

Kontrol 5,67 5,67 5,67 5,67 5,67 5,67

Sitokinin 5,67 5,67 5,67 5,67 5,67 5,67

Auksin 5,67 5,67 5,67 5,67 5,67 5,67

Sumber : Data Diolah 2018 (HSS = hari sesudah semai

Page 70: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

65 Aplikasi Auksin Dan Sitokinin Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Kelapa Buol St-1

(Muchtar, Andi Irmadamayanti, Risna dan Saidah)

Gambar 2. Histogram Rata-rata jumlah daun tunas kelapa dengan pemberian Hormon Sitokinin dan Auksin di IP2TP

Sidondo

Lebar Daun (cm)

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

pemberian hormon Sitokinin dan Auksin

menunjukkan hasil yang terbaik terhadap lebar

daun tunas kelapa dari umur 101 HSS sampai

dengan umur 171 HSS, jika dibandingkan dengan

perlakuan tanpa hormon. Rata-rata lebar daun

tunas kelapa dengan pemberian Hormon Sitokinin

dan Auksin disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 3.

Tabel 3. Rata-Rata Lebar Daun (cm) Tunas Kelapa

dengan Pemberian Hormon Sitokinin dan Auksin di

IP2TP Sidondo

Perlakuan

Lebar Daun (cm) pada Umur Tanaman ke ...

101 HSS

115 HSS

129 HSS

143 HSS

157 HSS

171 HSS

Kontrol 12,78 13,02 13,33 13,78 15,03 16,67

Sitokinin 13,48 16,00 15,82 17,50 18,50 19,17

Auksin 13,72 14,49 14,85 16,03 17,03 17,43

Sumber : Data Diolah 2018 (HSS = hari sesudah semai)

Gambar 3. menunjukkan bahwa hormon

Sitokinin dan Auksin memberikan lebar daun tunas

kelapa terbaik dari umur 101 HSS sampai dengan

171 HSS bila dibandingkan dengan tanpa

pemberian hormon, dengan lebar daun tunas

tertinggi 19,17 cm (perlakuan hormon Sitokinin

umur 171 HSS) dan yang terrendah 16,67 cm

(perlakuan kontrol umur 171 HSS). Lebar daun

cenderung terus bertambah seiring dengan

bertambahnya umur tanaman. Grafik Rata-rata

lebar daun tunas kelapa dengan pemberian Hormon

Sitokinin dan Auksin di IP2TP Sidondo,

ditampilkan pada Gambar 3:

Page 71: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

66 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

Gambar 3. Histogram rata-rata lebar daun tunas kelapa dengan pemberian hormon Sitokinin

dan Auksin di IP2TP Sidondo

Panjang Daun (cm)

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

pemberian hormon Sitokinin dan Auksin

memberikan hasil yang lebih baik terhadap panjang

daun tunas kelapa dari umur 101 HSS sampai

dengan umur 171 HSS, bila dibandingkan panjang

daun tunas kelapa tanpa pemberian hormon. Rata-

rata panjang daun tunas kelapa dengan pemberian

Hormon Sitokinin dan Auksin ditampilkan pada

Tabel 4 dan Gambar 4.

Tabel 4. Rata-rata panjang daun tunas kelapa dengan pemberian Hormon Sitokinin

dan Auksin di IP2TP Sidondo

Perlakuan Panjang Daun (cm) pada Umur Tanaman ke ...

101 HSS 115 HSS 129 HSS 143 HSS 157 HSS 171 HSS

Kontrol 56,08 60,63 65,43 80,68 92,41 104,11

Sitokinin 70,08 75,92 90,83 112,83 127,79 145,79

Auksin 69,45 84,20 99,16 111,16 126,12 139,12

Sumber : Data Diolah 2018 (HSS = hari sesudah semai)

Gambar 4. Menunjukkan bahwa pemberian

hormon Sitokinin dan Auksin memberikan panjang

daun tunas terbaik dari umur 101 HSS sampai

dengan 171 HSS bila dibandingkan dengan tanpa

pemberian hormon, dengan panjang daun tunas

tertinggi sepanjang 145,79 cm (perlakuan hormon

Sitokinin umur 171 HSS) dan yang terrendah

sepanjang 104,11 cm (perlakuan tanpa hormon).

Panjang tunas cenderung terus bertambah seiring

dengan bertambahnya umur tanaman. Pertumbuhan

dan perkembangan merupakan suatu proses

biologis yang selalu dialami oleh makhluk hidup.

Pertumbuhan akan mengalami proses penambahan

substansi yang menyebabkan bertambahnya

Page 72: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

67 Aplikasi Auksin Dan Sitokinin Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Kelapa Buol St-1

(Muchtar, Andi Irmadamayanti, Risna dan Saidah)

volume yang diikuti dengan adanya perubahan

bentuk. Perkembangan merupakan suatu proses

pendewasaan atau pada tumbuhan biasanya dilihat

dari perbungaan tumbuhan yang kemudian

mengalami penyerbukan dan berbuah (Faridah et

al, 2012). Pertumbuhan tanaman ditentukan oleh

pupuk, sementara arah dan kualitas dari

pertumbuhan dan perkembangan sangat ditentukan

oleh zat pengatur tumbuh.

Gambar 4. Histogram rata-rata lebar daun tunas kelapa dengan pemberian hormon Sitokinin

dan Auksin di IP2TP Sidondo

. Pemberian zat pengatur tumbuh yang tepat,

baik komposisi dan konsentrasinya, dapat

mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan

tanaman menjadi lebih baik. Zat pengatur tumbuh

(ZPT) adalah senyawa organik bukan hara tetapi

dapat merubah proses fisiologis tumbuhan.

Pemasokan zat pengatur tumbuh secara alami

biasanya berada di bawah optimal dan dibutuhkan

sumber dari luar (eksternal) untuk menghasilkan

respon yang dikehendaki (Leovici et al, 2014).

ZPT yang sering digunakan untuk

perbanyakan tunas adalah auksin dan sitokinin

yang diberikan secara tunggal maupun bersama-

sama. Pemberian sitokinin pada media mampu

memacu pembentukan tunas lateral pada tumbuhan

dikotil. Jenis sitokinin sintetik yang lebih banyak

digunakan adalah Benzyla – Amino – Purine

(BAP) dan Benzyladenin (BA) karena

menyebabkan pemanjangan yang lebih nyata

daripada kinetin (Salisburi dan Ross, 1995).

Auksin dan sitokinin merupakan dua jenis zat

pengatur tumbuh tanaman yang seringkali

digunakan untuk menginduksi morfogenetik

tanaman (Zulkarnain, 2007).

Hasil kegiatan ini menunjukkan bahwa

penggunaan horman Sitokinin dan Auksin

menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap

pertumbuhan tunas kelapa, tetapi pertumbuhan

tunas tanaman cenderung bertambah seiring

dengan bertambahnya umur tanaman. Pemberian

hormon Sitokinin cenderung menghasilkan lebar

daun dan panjang daun tunas kelapa yang lebih

tinggi dibanding perlakuan pemberian hormon

auksin.

Auksin dan sitokinin yang digunakan dalam

media bersifat sinergis. Auksin berperan dalam

mengatur pertumbuhan dan pemanjangan sel,

sedangkan sitokinin berperan dalam pembelahan

sel. Hal ini mudah dimengerti karena secara seluler

auksin berperan dalam pemanjangan sel,

Page 73: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

68 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

sedangkan sitokinin memicu pembelahan sel,

morfogenesis dan pengaturan pertumbuhan

merupakan proses yang sangat penting dalam

pembentukan kalus dan selanjutnya diikuti

rediferensiasi kalus menuju pembentukan tunas

yang dipicu oleh adanya cahaya. Hal ini diperkuat

oleh Kusumo (1984) dalam Maryani (2005) yang

menunjukkan bahwa sitokinin dan auksin berperan

saling melengkapi dalam menginduksi tunas.

Menurut Davies (2004), interaksi auksin dan

sitokinin dalam kultur in vitro mampu membuat sel-

sel pada jaringan tanaman mengalami proses

pembelahan dan pembesaran, sedangkan pada

media tanpa penambahan BAP, auksin pada tahap

ini sudah mulai membentuk planlet. Penambahan

perlakuan BAP dalam media tanam dapat

meningkatkan jumlah tunas dan daun serta

mempunyai kecenderungan menurunkan jumlah

akar dan tinggi tunas (Tjandra, 2000 dalam

Kurniawati, 2004). Perbandingan antara sitokinin

dan auksin yang tinggi akan mendorong

pembentukan tunas, sedangkan perbandingan

sitokinin dan auksin rendah akan mendorong

pembentukan akar, sehingga selain meningkatkan

jumlah tunas terbanyak juga dapat meningkatkan

aktifitas sitokinin yang selanjutnya meningkatkan

efektifitas pembelahan sel semakin tinggi, sebab air

kelapa adalah endosperm yang kaya akan makanan,

maka jika air kelapa tersebut ditambahkan dalam

media kultur jaringan, eksplan yang ditanam dapat

tumbuh dengan baik.

KESIMPULAN

Peningkatan produktivitas dan mutu hasil

yang pada gilirannya dapat meningkatkan daya

saing produk perkebunan harus diawali dengan

penggunaan benih unggul bermutu. Benih memiliki

peran penting dalam pengembangan tanaman

perkebunan dan menentukan produksi dan mutu

hasil, sehingga dituntut mutu fisiologis dan genetik

yang memenuhi syarat. Bibit merupakan awal dari

kehidupan tanaman sehingga dibutuhkan bibit yang

sehat dengan pertumbuhan baik serta berasal dari

blok penghasil tinggi atau pohon induk terpilih.

Pemberian hormon tumbuh auksin dan sitokinin

pada bibit tanaman kelapa dalam varietas Buol ST-

1 memberikan hasil yang lebih baik bila

dibandingkan tanpa pemberian hormon

tumbuh/control.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kami haturkan kepada Dr.

Andi Baso Lompengeng Ishak yang telah

memberikan arahan dan dukungan kegiatan sampai

dengan penulisan karya ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, E. E., G.Y.D. Bisztray and I. Velich.

2002. Plant Regeneration from Seedling

Explants of Common Bean (Phaseolus

vulgaris,L). Proceedings of the 7th

Hungarian Congress of Plant Physiology.

Szent Istvan University of Budapest.

Budapest- Hungarian. 115-123.

Allorerung, D., Z. Mahmud, dan B. Prastowo.

2006. Peluang Kelapa untuk Pengembangan

Produk Kesehatan dan Biodisel. Buku1,

Prosiding : Konperensi Nasional Kelapa VI.

Gorontalo, 16-18 Mei 2006. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Pusat Penelitian dan Pengembangan

Perkebunan. 12-31.

Alrasyid, H and A. Widiarti. 1990. Pengaruh

Penggunaan Hormon IBA terhadap

Persentase Hidup Stek Khaya anthoteca.

Balai Penelitian Hutan No. 523. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Bogor. P. 1-22.

Anonim, 2018. Deskripsi Tanaman Kelapa.

https://drive.google.com/file/d/

1RwgR2ttL5LKJvz9TtU7TzQixy_2OwN0T/

view. Diakses tanggal 20 Maret 2019.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

(Balitbangtan). 2013. Varietas Unggul

Kelapa, Pinang, dan Aren di Indonesia.

Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. 58 hlm.

Page 74: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

69 Aplikasi Auksin Dan Sitokinin Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Kelapa Buol St-1

(Muchtar, Andi Irmadamayanti, Risna dan Saidah)

Barri L.N, Abner L,Hosang A.L, Lolong A.A,

Kumaunang J, Matana R.Y, Manaroinsong

E, 2015. Petunjuk Teknis Budidaya Kelapa.

Balitpalma. Manado

BPS, 2016. Sulawesi Tengah dalam Angka 2016.

Badan Pusat Statistik Prov.Sulawesi Tengah.

Davies, P. J. 2004. Plant Hormones : Biosynthesis,

Signal Transduction, Action. Kluwer

Academic Publisher. London.

Effendi S. D, 2008, Strategi Kebijakan Peremajaan

Kelapa Rakyat. Pengembangan Inovasi

Pertanian 1(4), 2008: 288-297.

http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/publika

si/ ip014084.pdf. diakses tanggal 28 Maret

2019.

Emytheresia, 2018. Kelapa Varietas ST 1 Buol.

http://bpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp

/berita/432. Diakses tanggal 18 Maret 2019.

Faridah, E., H. Supriyo, M. G. Wibisono, K. D.

Afiani, dan D. Hartanti. 2012. Akselerasi

Pertumbuhan Cendana (Santalum album)

dengan Aplikasi Unsur Hara Makro Esensial

pada Tiga Jenis Tanah. Jurnal Ilmu

Kehutanan 4(1):1-17.

Himanen, K., E. Baucheron, S. Vannesse, J. de

Almeida-Engler, D. Inze and T. eeckman.

2002. Auxin- mediated Cell Cycle

Activation During Early Root Initiation.

Plant Cell 14(10):2339-2352.

Kumaunang, J., B. Heliyanto. 2010. Seleksi

Tetua Kelapa Dalam Komposit Spesifik

Lahan Kering Iklim Kering. Buletin Palma

No.39 : 119-127

Kurniawati, M. 2004. Pengaruh 2,4-D, BAP, dan

Kinetin untuk Induksi Kalus Tunas Mentha

arvensis Var. Tempaku. Skripsi. Departemen

Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam. IPB.

Leovici, H., Dody K., dan Eka T. S. P. 2014.

Pengaruh Macam dan Konsentrasi Bahan

Organik Sumber Zat Pengatur Tumbuh

Alami Terhadap Pertumbuhan Tebu

(Saccharum officinarum L.). Jurnal

Vegetalika 3 (1) : 22-34.

Maryani, Yekti dan Zamroni. 2005. Penggandaan

Tunas Krisan Melalui Kultur Jaringan. Ilmu

Pertanian Vol. 12 No.1, 2005: 51-55.

Muhammad Ali, 2017. Analisis Pendapatan dan

Kelayakan Usahatani Kelapa Dalam Di

Kelurahan Dondo Kecamatan Ampana Kota

Kabupaten Tojo Una-Una. J. Agrotekbis 5

(5) : 609-615

Nakukajuna H, 2017. Masalah Teknis Budidaya

Tanaman Perkebunan. http://herdynaku

kajuna. blogspot.com/2017/03/masalah-

tek nis-dalam-budidaya-tanaman.html. Diakses tanggal 18 Maret 2019.

Novarianto H, 2010. Karakteristik Bunga dan

Buah Hasil Persilangan Kelapa Hibrida

Genjah X Genjah. Buletin Palma No. 39.

Rosniawaty, A., Anjarsari, I. R. D., dan Sudirja,

R,. 2018. Aplikasi Sitokinin untuk

Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Teh

di Dataran Rendah. Jurnal Tanaman Industri

dan Penyegar. Vol 5 (1) 31-38.

Salisbury, Frank B dan Cleon W Ross. 1995.

Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung: ITB.

Statistik Perkebunan Indonesia, 2016. Kelapa

2015-2017. Direktorat Jenderal Perkebunan,

Kementerian Pertanian. Jakarta

Sutopo, L, 2002, Teknologi Benih Raja. Grafindo

Persada, Jakarta.

Tenda T. E, Tulalo A.M, Kumaunang J, dan

Maskromo I. 2014. Keunggulan Varietas

Kelapa Buol ST-1 dan Potensi

Pengembangannya. Buletin Palma. Vo.15.

No.2. hlm 93-101

Zulkarnain, 2007. Regenerasi Tanaman Nenas

(Ananas comosus (L.). Merr.) dari Tunas

Aksilar Mahkota Buah. J. Agroland. (14)

1:1-5

Page 75: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

70 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

MUTU BENIH RIMPANG JAHE SELAMA PENYIMPANAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

Melati dan Devi Rusmin

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

[email protected]

PENDAHULUAN

Tanaman temu-temuan, khususnya jahe

merupakan tanaman yang mempunyai prospek

untuk dikembangkan. Jahe merupakan salah satu

tanaman obat dengan klaim khasiat paling banyak,

lebih dari 40 produk obat tradisional menggunakan

jahe sebagai bahan baku, sehingga jahe merupakan

salah satu tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah

besar untuk industri biofarmaka (Anon, 2002).

Permintaan terhadap benih rimpang jahe menyebar

sampai ke luar Jawa seperti Sumatera dan

Kalimantan (Anon. 2011). Tanaman tersebut juga

mempunyai banyak kegunaan sebagai rempah,

maupun bahan makanan.

Jahe ditanam pada awal musim hujan yaitu

sekitar bulan September-Oktober, dan panen pada

musim kemarau sekitar Juni-Juli. Perubahan cuaca

saat ini yang merupakan efek dari perubahan iklim

karena berubahnya keseimbangan lingkungan

mempengaruhi terhadap waktu musim hujan

sehingga berpengaruh terhadap jadwal waktu

tanam jahe. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap

permintaan benih jahe yang berlangsung semakin

panjang, karena adanya permintaan di luar musim.

Menurut Anon (2011) permintaan terhadap benih

rimpang jahe masih terjadi sampai bulan Februari,

yaitu sekitar 6 bulan setelah panen.

Salah satu permasalahan dalam produksi

benih rimpang jahe adalah sulitnya menjaga

ketersediaan benih rimpang bermutu dalam jumlah

yang mencukupi, pada waktu diperlukan oleh

pengguna. Hal tersebut disebabkan karena benih

rimpang jahe bukan merupakan benih sejati (true

seed) tetapi benih vegetatif dengan daya simpan

yang relatif pendek. Kemunduran daya tumbuh

benih rimpang jahe berlangsung cepat selama

penyimpanan, yang disebabkan oleh kadar air yang

tinggi. Benih akan menjadi keriput dan mudah

bertunas selama penyimpanan jika tidak

diperhatikan kondisi ruang penyimpanannya. Sifat

benih rimpang yang mudah bertunas mencapai (3-

4 cm) selama 4 bulan penyimpanan apabila kondisi

penyimpanan tidak optimal (Sukarman et al. 2007).

Benih rimpang yang sudah bertunas tentu sangat

menyulitkan dalam pengemasan dan pengiriman

benih jarak jauh karena tunas cenderung untuk

patah selama transportasi.

Sifat benih rimpang jahe yang mudah keriput

saat penyimpanan ini, sangat merugikan dalam

usaha perbenihan, karena dapat menurunkan bobot

benih 30-40 % selama 3 bulan (Sukarman et al.

2008). Benih rimpang jahe juga akan mudah

keriput apabila dipanen tidak cukup umur. Benih

rimpang jahe rentan terhadap serangan penyakit

dan hama gudang selama di penyimpanan.

Miftakhurohmah dan Noveriza (2009), melaporkan

bahwa benih rimpang jahe yang sudah disimpan 3

bulan di gudang penyimpanan didapatkan 4 jenis

cendawan pada jahe merah yaitu: Fusarium spp.

(24,40%), Aspergillus spp. (4,39%), Penicillium

spp. (2,19%), dan Absidia sp. (1,46%). Sedangkan

pada jahe putih kecil ditemukan Penicillium sp.

(48,39%) dan Fusarium sp. (26,87%) . Kondisi

demikian tentu akan berpengaruh kurang baik

terhadap produksi dan kualitas yang dihasilkan

Kurangnya ketersediaan benih bermutu

dalam jumlah yang mencukupi menyebabkan harga

benih jahe sangat fluktuatif, adakalanya harga

Page 76: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

71 Mutu Benih Rimpang Jahe Selama Penyimpanan dan Yang Mempengaruhinya

(Melati dan Devi Rusmin)

benih sangat tinggi, dan susah untuk dikendalikan.

Harga benih jahe yang tinggi tersebut di luar

jangkuan petani pengguna. Hal tersebut

mengakibatkan petani cenderung menggunakan

benih sendiri yang berasal dari pertanaman

konsumsi sehingga mutunya kurang terjamin.

Teknologi penyimpanan benih rimpang jahe

yang tepat sangat diperlukan untuk menjaga mutu

(fisik, fisiologis serta kesehatan benih) rimpang

jahe sampai saat jahe ditanam di lapangan.

Penyimpanan juga diperlukan untuk mengatasi

kemungkinan tidak tersedianya benih bermutu

pada saat diperlukan dan untuk memenuhi

kebutuhan benih di luar musim. Berdasarkan hal

tersebut, dalam makalah akan dibahas tentang

permasalahan benih rimpang khususnya benih

rimpang jahe dan teknik penyimpanan yang dapat

mempertahankan mutu benih rimpang jahe selama

penyimpanan karena harus menunggu masa tanam

berikutnya (musim hujan).

Penulisan makalah ini bertujuan untuk

memberikan informasi tentang permasalahan

dalam benih rimpang jahe serta pentingnya teknik

penyimpanan yang dapat mempertahankan mutu

benih rimpang selama penyimpanan, sehingga

diharapkan dapat mengatasi permasalahan dalam

menjaga ketersediaan benih jahe di luar musim.

PENYIMPANAN BENIH RIMPANG

Benih mencapai viabilitas dan vigor yang

maksimum pada saat masak fisiologis, selanjutnya

viabilitas dan vigor akan terus menurun. Perlakuan

benih tidak dapat meningkatkan viabilitas maupun

vigor, tetapi hanya menghambat laju kemunduran

benih. Oleh karena itu, benih harus ditangani

sebaik mungkin agar viabilitas dan vigornya tidak

cepat mengalami kemunduran. Penanganan benih

mencakup panen, pengolahan, sortasi, dan

penyimpanan (Hasanah dan Rusmin 2006).

Penyimpanan perlu dilakukan untuk

mempertahankan mutu benih dan menekan laju

kemunduran benih. Kemunduran mutu benih

merupakan salah satu masalah besar dalam

produksi pertanian. Kerugian selama pascapanen

tanaman temu-temuan diperkirakan sebesar 25-

50%, yang disebabkan oleh karena penanganan

pascapanen yang kurang baik dan suhu

penyimpanan yang tidak tepat (Nunes dan Emond,

2003), serta kelembaban ruang simpan yang tidak

seharusnya. Faktor lingkungan yang sangat

mempengaruhi daya simpan benih rimpang jahe

adalah suhu dan kelembapan.

Setelah panen, benih rimpang jahe disimpan

beberapa bulan menunggu datangnya musim hujan

untuk ditanam kembali. Penyimpanan bertujuan

untuk mempertahankan mutu fisik yaitu dapat

menekan munculnya tunas, dan menekan

penyusutan bobot rimpang. Mutu fisiologis juga

harus dipertahankan yaitu benih rimpang dapat

tumbuh dan berkembang pada saat di tanam setelah

disimpan. Beberapa pendekatan dapat dilakukan

untuk mengatasi masalah penyimpanan benih jahe,

seperti pengaturan iklim mikro (suhu dan

kelembaban ruang simpan), dan pemberian ZPT.

Pengaturan iklim mikro dapat dilakukan

dengan cara mengontrol suhu, kelembaban dan

intensitas cahaya pada ruang penyimpanan.

Pengaturan iklim mikro bertujuan untuk

menghambat aktifitas respirasi dan menghambat

pertunasan. Asgar dan Ashandi (1994)

mendapatkan bahwa, penyimpanan benih kentang

pada ruang yang terang menghasilkan umbi

bertunas lebih banyak dengan kualitas tunas yang

lebih baik

Penyimpanan benih rimpang jahe melalui

perendaman benih sebelum simpan selama 4 jam

dengan paclobutrazol 500 ppm, belum dapat

menekan pertunasan benih jahe selama di

penyimpanan (Melati et al. 2005), tetapi

perendaman benih dengan paclobutrazol 1000 ppm

dapat menekan pertunasan (Melati dan Rusmin

2018). Penyimpanan benih rimpang jahe dengan

perlakuan pelapisan (coating) dengan pestisida

sintetis dan pestisida nabati belum dapat menekan

penyusutan bobot benih rimpang jahe (Sukarman

dan Seswita 2012).

Penyimpanan benih dalam bentuk rimpang

tentu akan berbeda penanganannya dengan benih

sejati “true seed”. Penyimpanan benih rimpang

Page 77: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

72 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

lebih sulit dalam pelaksanaannya karena sifat benih

yang mudah bertunas selama di penyimpanan,

bobot benih rimpang yang cepat menyusut akibat

penguapan yang berlebihan dan ukuran benih yang

voluminous sehingga membutuhkan ruang dan

gudang penyimpanan yang cukup besar.

Daya simpan benih rimpang selain

dipengaruhi oleh faktor benih itu sendiri (vigor

dan kadar air awal) juga sangat dipengaruhi oleh

faktor lingkungan atau kondisi ruang simpan (RH,

suhu dan intensitas cahaya). Secara umum

menunjukkan bahwa benih rimpang yang disimpan

pada ruangan ber AC dengan suhu < 250C mampu

menekan kemunduran benih dibandingkan benih

rimpang yang disimpan pada gudang penyimpanan

dengan suhu ruang.

Pengaruh Suhu terhadap Mutu Benih

Rimpang Selama Penyimpanan

Secara umum pengaruh suhu terhadap

lama hidup benih menunjukkan bahwa dengan

meningkatnya suhu akan menurunkan daya hidup

benih, hal ini juga berlaku untuk benih rimpang

dan benih umbi. Suhu adalah faktor yang paling

penting dalam mempertahankan fisiologi dan

bioaktifitas selama penyimpanan rimpang. Suhu

yang tinggi menyebabkan tingginya aktifitas

respirasi. Policegoudra dan Aradhya (2007)

melaporkan bahwa kenaikan suhu sampai 26 ºC

pada rimpang temu mangga (zingiberaceae) dapat

menurunkan kadar air dengan cepat sehingga

penurunan bobot rimpang terjadi dengan cepat

sehingga umur simpan yang lebih pendek (< 3

bulan). Penyimpanan suhu rendah (14-15ºC), dapat

mengurangi penurunan kadar air yang berlebihan,

menunda pertunasan, dan memperpanjang masa

simpan 4-5 bulan.

Hasil penelitian Sukarman dan Seswita

(2012), penyimpanan benih rimpang jahe dengan

suhu rata-rata harian 19 - 20 ºC di Kebun

Percobaan Gunung Putri (±1400 dpl) dapat

mempertahankan daya simpan sampai 6 bulan,

dengan kondisi yang tidak berbeda nyata dengan

awal simpan. Sedangkan penyimpanan dengan

suhu rata-rata harian 28 ºC di Kebun Percobaan

Cimanggu, Bogor (±250 dpl) nyata menurunkan

bobot rimpang dan meningkatkan jumlah tunas per

rimpang serta meningkatkan panjang tunas selama

di penyimpanan. Abdillah dkk (2015)

menyampaikan bahwa jahe yang disimpan pada

suhu 22-270 C menunjukkan terjadinya penurunan

bobot dan kadar air seiring dengan lamanya waktu

simpan. Daya tumbuh benih rimpang jahe setelah 3

bulan simpan mencapai 61-91 % dan menurun

drastis pada bulan ke 4.

Kondisi ruang penyimpanan yang ideal

adalah suhu 150 C dan kelembaban relatif 75-80%

(Sukarman 2013). Rusmin dkk (2015)

menambahkan bahwa penyimpanan jahe putih

besar pada suhu 20-22 0 C sudah mampu menahan

penyusutan bobot pada 2, 3, dan 4 bulan setelah

simpan. Penyimpanan pada suhu 26-280C, tidak

mampu menekan penyusutan bobot yang mencapai

17 % pada bulan ke 4. Hal ini menunjukkan bahwa

penyimpanan benih rimpang selama empat bulan

tanpa memerlukan perlakuan khusus membutuhkan

suhu lebih rendah (20-220C) untuk menekan

penyusutan bobot. Hal tersebut dapat dicapai jika

benih rimpang cukup umur (± 9 bulan), sehat,

disusun di atas rak-rak, ditaburi abu dapur.

Pengaruh Kelembaban Ruang Simpan

terhadap Mutu Benih Rimpang Selama

Penyimpanan

Kelembaban nisbi (RH) mempunyai

pengaruh yang nyata terhadap kadar air benih,

jadi sangat penting untuk mengetahui hubungan

antara RH dan kadar air benih. Penyimpanan

benih rimpang atau umbi memerlukan kelembaban

ruang simpan yang cukup tinggi, untuk mencegah

penguapan atau kehilangan air yang cukup tinggi

pada rimpang atau umbi. Sampai saat ini belum

banyak informansi tentang hubungan kelembaban

ruang simpan dengan mutu benih rimpang jahe

selama di penyimpanan. Sukarman dan Seswita

(2012) melaporkan bahwa penyimpanan benih

rimpang jahe di KP. Gunung Putri dengan

ketinggian 1.400 dpl (dataran tinggi) dengan

kelembaban rata-rata ± 91 %, dapat

mempertahankan daya simpan sampai 6 bulan

dengan menekan penurunan bobot rimpang, jumlah

Page 78: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

73 Mutu Benih Rimpang Jahe Selama Penyimpanan dan Yang Mempengaruhinya

(Melati dan Devi Rusmin)

rimpang bertunas, dan panjang tunas selama di

penyimpanan. Cara ini dapat mempertahankan

daya tumbuh benih > 90% dengan susut bobot

19,88%, hingga penyimpanan selama 6 bulan, dan

secara ekonomi layak diusahakan (Ermiati dan

Sukarman 2011).

Penyimpanan benih jahe di Bogor pada RH

65-75% dapat mempertahan viabilitas benih

rimpang jahe sampai 4 bulan simpan dengan daya

tumbuh mencapai 90% (Rusmin dkk 2015).

Abdillah dkk (2015) menyampaikan bahwa jahe

yang disimpan pada ruangan dengan kelembaban

70-80% menunjukkan bahwa benih rimpang jahe

hanya bisa disimpan sampai 3 bulan, pada bulan ke

4 daya tumbuh rendah dan jahe banyak yang

terserang hama bahkan membusuk.

Pengaruh Kadar Air Awal Simpan terhadap

Mutu Benih Rimpang Selama Penyimpanan

Secara umum hubungan antara kadar air

dan lama hidup benih yang dinyatakan oleh

Harrington (1972) dalam McCormack (2004),

bahwa setiap kenaikan kadar air sebesar 1%,

maka lama hidup benih akan menurun

setengahnya (untuk kadar air antara 5–14).

Kaidah tersebut hanya berlaku untuk benih

ortodok, tapi tidak bisa diterapkan untuk benih

rimpang atau umbi. Benih rimpang lebih mirip

penanganannya dengan benih rekalsitran, yaitu

tidak dapat dikeringkan sampai kadar air yang

rendah dan tidak dapat disimpan lama.

Penyimpanan benih harus dilakukan dengan

teknik yang tepat, sehingga dapat

mempertahankan kadar air air tetap tinggi, tapi

tidak bertunas selama penyimpanan. Penurunan

kadar air yang terlalu tinggi dan cepat

menyebabkan penyusutan bobot rimpang yang juga

tinggi dan mutu fisik rimpang menjadi rendah.

Mutu fisik rimpang menunjukkan baik tidaknya

rimpang tersebut dengan melihat secara langsung

kondisi rimpang. Mutu fisik rimpang yang

menurun ciri-cirinya kulit rimpang busuk atau

keriput, terserang penyakit atau hama, dan rimpang

berkecambah. Rimpang dengan kadar air awal

yang tinggi mempunyai penyusutan bobot yang

tinggi karena kadar air rimpang sangat

mempengaruhi proses respirasi benih rimpang

sehingga rimpang bertunas.

Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Mutu

benih Rimpang Selama Penyimpanan

Penyimpanan benih rimpang, benih umbi

dan benih kelompok rekalsitran juga dipengaruhi

oleh faktor cahaya, karena akan mempengaruhi

pertumbuhan tunas, penurunan bobot

rimpang/umbi dan perkecambahan benih

rekalsitran selama di penyimpanan.

Sampai saat ini belum banyak informasi

tentang pengaruh intensitas cahaya terhadap

pertunasan rimpang jahe selama di penyimpanan.

Di India, penyimpanan benih rimpang jahe secara

tradisional dilakukan dengan menyimpan di

lubang/ruang yang ternaungi dan dilapisi dengan

serbuk gergaji atau mulsa (Sasikumar et al. 2008).

Penyimpanan benih rimpang secara tradisional di

Indonesia, dengan menyimpan benih rimpang di

bawah kolong (cahaya tidak langsung) dan dilapisi

dengan abu dapur.

Pada benih umbi kentang penyimpanan di

gudang terang (Diffuse Light Storage/ DLS)

mempertahankan daya simpan hingga lima atau

enam bulan tanpa mempengaruhi kualitas benih

umbi dibanding dengan penyimpanan tradisional

dengan gudang gelap (Demo et al., 2004).

Penyimpanan benih umbi kentang pada kondisi

gelap mempunyai tunas yang panjang, serta umbi

pada kondisi gelap mendapat serangan hama

gudang. Tidak ditemukan adanya umbi yang

membusuk selama 4 bulan penyimpanan pada

ruangan yang diberi cahaya menyebar (612.2 -

1000 kW). Tunas yang terbentuk lebih kuat dan

penurunan bobot umbi lebih rendah (Gachango et

al. 2008). Penyimpanan di DLS telah terbukti

dalam menunda kemunduran fisiologis dari benih

umbi kentang, mengurangi dominasi apikal,

mengakibatkan peningkatan jumlah batang per

umbi, tunas pendek dan kuat

Page 79: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

74 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

Pengaruh Kemasan terhadap Mutu Benih

Rimpang Selama Penyimpanan

Benih ortodok maupun benih rekalsitran

dapat dikemas dalam kantong plastik, alumunium foil, karung goni, atau kotak kayu, tergantung

jenis benih. Bahan kemasan tersebut dapat

dipergunakan sebelum benih dikirim. Untuk jahe

yang sifatnya lenih menyerupai benih rekalsitran

pengiriman dapat dilakukan dengan menggunakan

peti yang tidak rapat atau karung goni. Selama

pengiriman, benih rimpang jahe diusahakan tidak

terkena hujan dan kondisinya tetap kering

(Hasanah et al 2004)

Pada umumnya benih rimpang disimpan

dengan cara dihampar di ruang penyimpanan.

Adakalanya dikemas dengan menggunakan karung

plastik , karung goni serta kotak kayu dan

kemudian ditumpuk. Menurut BSN (2006)

penyimpanan benih rimpang jahe menggunakan

kotak kayu dengan ukuran 60 cm x 40 cm x 40 cm

dengan isi (15-20 kg). Kemasan benih rimpang

tidak dianjurkan lebih dari 25 kg, kawatir benih

menjadi rusak karena patah. Sukarman dan Melati

(2011) menyampaikan bahwa untuk benih

komersial dapat dilakukan dengan cara :

menyimpan pada rak rak bambu atau kayu, peti

kayu, keranjang bambu, karung bawang, atau

dihampar diatas lantai dengan tinggi tumpukan

tidak melebihi 50 cm.

Mudjisihono et al., (2001), mengungkap-kan

bahwa jenis kemasan plastik efektif untuk

menghambat perubahan kadar air selama

penyimpanan. Plastik hermetik adalah kantong

plastik yang dibuat dari bahan khusus untuk

menciptakan lingkungan yang kedap dari pengaruh

air dan udara luar. Plastik hermetik digunakan

karena dapat meminimalkan pengaruh lingkungan

luar, sehingga kondisi awal bibit tetap terjaga

sampai akhir penyimpanan. Plastik tersebut banyak

digunakan untuk menyimpan dan mengawetkan

hasil panen biji-bijian di wilayah tropis yang panas

dan lembab. Penyimpanan benih rimpang jahe

emprit dengan kemasan plastik hermetik

menunjukkan bahwa daya tumbuh benih rimpang

pada 4 bulan setelah simpan masih diatas 90%,

tetapi penyimpanan dengan kemasan karung goni

mempunyai daya tumbuh 2.76 % dan tidak ada

benih rimpang jahe yang tumbuh pada

penyimpanan di rak terbuka (Abdillah dkk 2015).

Pengaruh Irradiasi terhadap Mutu Benih

Rimpang Selama Penyimpanan

Pemanfaatan teknologi irradiasi banyak

digunakan dalam sterilisasi produk. Banyak

penelitian menunjukkan bahwa teknik irradiasi

dapat menekan pertumbuhan mikroba pada sampel

yang diiuji. Irradiasi dengan menggunakan sinar

gamma juga telah dilakukan pada rimpang jahe.

Beberapa penelitian menunjukkan bahawa irradiasi

pada benih rimpang jahe sebelum disimpan dapat

menghambat pertunasan, benih dapat diiradiasi

sinar gamma dosis 0,5-0,6 kGy (Misra et al. 2004).

Iradiasi sinar gamma dengan dosis 1, 2, 4 dan 6

kGy pada rimpang Nelumbo nucifera

menunjukkan bahwa terjadinya dekontaminasi

pada rimpang. Semakin tinggi dosis iradiasi

semakin sedikit ditemukan keberadaan mikroba

(Khattack et al. 2009). Hasil tersebut menunjukkan

bahwa teknik iradiasi dapat meningkatkan mutu

kesehatan benih. Pengaruh iradiasi pada benih

rimpang jahe terhadap keberadaan mikroba

(kesehatan benih) belum pernah diteliti, walaupun

pada benih rimpang komoditas lain memberikan

hasil yang positif. Iradiasi benih rimpang jahe

dengan sinar α dengan dosis 5, 10, 15, 20, 25 kRad

menunjukkan bahwa setelah disimpan selama 2

bulan, kadar air rimpang masih tinggi yaitu >

76,66%, sehingga rimpang tetap segar dan tidak

keriput (Sukarman dkk 2005). Penyusutan bobot

rimpang tertinggi terdapat pada perlakuan iradiasi

25 kRad (27,11%). Setelah 2 bulan penyimpanan,

perlakuan iradiasi 10 dan 15 kRad, persentase

benih yang bertunas menurun, sedangkan pada

iradiasi 20 dan 25 kRad, sampai penyimpanan 2

bulan rimpang belum bertunas. Perlakuan iradiasi

dengan sinar gamma pada benih rimpang jahe

merupakan salah satu alternatif yang dapat

dipertimbangkan, karena teknik tersebut dapat

mempertahankan mutu benih rimpang selama

penyimpanan.

Page 80: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

75 Mutu Benih Rimpang Jahe Selama Penyimpanan dan Yang Mempengaruhinya

(Melati dan Devi Rusmin)

KESIMPULAN

Benih jahe mempunyai karakteristik mudah

bertunas, mudah kehilangan air sehingga bobot

rimpang menurun dengan cepat, rimpang menjadi

keriput, serta rimpang mudah terserang hama dan

penyakit selama di penyimpanan.

Kondisi lingkungan penyimpanan pada suhu

14-220C, kelembaban ± 91 % dapat

mempertahankan mutu benih rimpang.

Pengaturan intensitas cahaya ruang simpan

serta perlakuan iradiasi sebelum benih rimpang

disimpan merupakan teknologi alternatif yang

perlu diteliti lebih lanjut untuk mempertahankan

mutu benih rimpang selama penyimpanan.

Penyimpanan benih rimpang jahe dengan

teknologi yang tepat dan biaya yang murah

diperlukan untuk menjaga ketersediaan benih di

luar musim sehingga dapat memenuhi permintaan

konsumen pada waktu diperlukan dengan harga

terjangkau.

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah RH, Rohlan R, dan Setyastuti P 2015.

Pengaruh bobot rimpang dan tempat

penyimpanan terhadap mutu bibit rimpang

jahe (Zingiber officinale Rosc.). Vegetalika

4(4) : 57-67.

Anonymous. 2011. Produksi benih sumber

tanaman obat dan Aromatik. Laporan Teknis

Balai Penelitian Tanaman Obat dan

Aromatik. Balittro Bogor.

Asgar, A. dan A. Ashandi. 1994. Penyimpanan

umbi bibit kentang di dataran medium

dengan tipe gudang terang. Bul. Penel. Hort.

Vol. XXVI (2): 151-159.

Beers, S-J. 2001. Jamu : The Ancient Indonesia Art

of Herbal Healing. Periplus Editions (HK)

Ltd. Singapore. 192p

Benge, S. 2000. Asian Secrets of Health, Beauty

and Relaxation. Periplus Editions.

Singapore. 105p

BSN, 2006. Benih jahe (Zingiber officinale L.)

kelas benih pokok (BP) dan kelas benih

sebar (BR). Badan Standarisasi Nasional. 25

hlm.

Copeland LO and McDonald MB. 1995. Seed

Science and Technology. Whasington:

Chapman & Hall. Thomson Publishing. 408

p.

Demo P, Akoroda MO, El-Bedewy R, Asiedu R .

2004. Monitoring storage losses of seed

potato (Solanum tuberosum L.) tubers of

different sizes under diffuse light conditions.

Proceedings, 6th triennial congress of the

African Potato Association (APA). 5-10

April 2004. Agadir, Morocco, pp: 363-370.

Ermiati and Sukarman. 2011. Cost analysis of

storage ginger seed rhizomes at different

altitudes. Proceeding of the 2nd International

Symposium on Temulawak and the 40th

Meeting of National Working Group on

Indonesia Medical Plant Biopharmaca

Research Center. Institute of Research and

Community Services, Bogor Agricultural

University. Bogor. 353-356.

Gachango E, Solomon I.S, Jackson N. K, George

N.C and Paul D. 2008. Effects of light

intensity on quality of potato seed tubers.

African Journal of Agricultural Research

Vol. 3 (10). 732-739.

Hasanah, M., Sukarman, Supriadi, N.M. Januwati,

dan R. Balfas. 2004a. Keragaan perbenihan

jahe di Jawa Barat. Jurnal Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Industri 10 (3):

118−125.

Hasanah, M. dan D. Rusmin. 2006. Teknologi

pengelolaan benih beberapa tanaman obat di

Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25(2):

68–71. Hasanah, M. dan D. Rusmin. 2006.

Teknologi pengelolaan benih beberapa

tanaman obat di Indonesia. Jurnal Litbang

Pertanian 25(2): 68–71.

Khattak K.F, Simpson T.J, Ihasnullah 2009. Effect

of gamma irradiation on the microbial load,

Page 81: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

76 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

nutrient composition and free radical

scavenging activity of Nelumbo nucifera

rhizome. Radiation Physics and Chemistry.

Vol 78 )3): 206-212.

McCormack, J.H. Seed Processing and Storage.

2004. Jeff McCormack Garden Medicinals

and Culinaries. 28 p

Melati, Sukarman, D. Rusmin dan M. Hasanah.

2005. Pengaruh asal benih dan cara

penyimpanan terhadap mutu rimpang jahe.

Gakuryoku XI (2):186-189

Miftakhurohmah dan R. Noveriza. 2009. Deteksi

cendawan kontaminan pada sisa benih jahe

merah dan jahe putih kecil. Bul. Littro. Vol.

20 (2): 167–172.

Misra, B.B., S. Gautama, and A. Sharma. 2004.

Shelf-life extension of fresh ginger (Zingiber

officinale) by gamma irradiation. J.Food Sci.

69: 274-279.

Mudjisihono R., D Hindiarto., Z, dan Noor. 2001.

Pengaruh kemasan plastik terhadap mutu

sawut kering selama penyimpanan. Jurnal

Penelitian Pertanian, 20 (1): 55-65

Nunes, M.C.N., Emond, J.P., 2003. Storage

temperature. In: Bartz, J.A., Brecht, J.K.

(Eds.), Postharvest Physiology and

Pathology of Vegetables, 2nd ed. Marcel

Dekker Inc., New York, Basel, pp. 209–228.

Policegoudra R.S dan S.M Aradhya. 2007.

Biochemical changes and antioxidant

activity of mango ginger (Curcuma amada

Roxb.) rhizomes during postharvest storage

at different temperatures. Postharvest

Biology and Technology 46 (2007) 189–194

Rusmin D, Mr Suhartanto, S Ilyas, D Manohara

dan E Widajati, 2015. Mutu Fisiologis

Rimpang Benih Jahe Putih Besar Selama

Penyimpanan Dengan Pelapisan Lilin Dan

Aplikasi Paclobutrazol. Bul. Littro, Vol 26

(1).: (35-46)

Sadjad, S. 1980. Panduan pembinaan mutu benih

tanaman kehutanan di Indonesia. IPB-

Bogor. 301 hal.

Sasikumar, B, Thankamani, C. K, Srinivasan, V,

Devasahayam, S, Santhosh J Eapen, Kumar,

A and John Zacharaiah, T. 2008. Ginger.

V. A. Parthasarathy, Director, Indian

Institute of Spices Research. Printed at

Niseema Printers & Publishers, Kochi . 14 p

Sukarman, D. Rusmin, dan Melati. 2004. Pengaruh

asal sumber benih dan cara penyimpanan

terhadap viabilitas benih jahe (Zingiber

Simposium IV Hasil Penelitian Tanaman

Sukarman, M. Hasanah, D. Rusmin, dan Melati.

2005. Viabilitas dua klon jahe besar

(Zingiber officinale Rosc.) pada cara

penyimpanan yang berbeda. J. Ilmiah

Pertanian Gakuryoku XI: 181-185.

Sukarman, D. Rusmin dan Melati. 2007.

Viabilitas benih jahe (Zingiber officinale

rosc.) pada cara budidaya dan lama

penyimpanan yang berbeda. Bul. Littro.

Vol. XVIII (1): 1 – 12

Sukarman. 2008. Penyediaan benih nilam sehat.

hlm. 221–232. Prosiding Seminar Nasional

Pengendalian Terpadu Organisme

Pengganggu Tanaman Jahe dan Nilam. Balai

Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik,

Bogor, 4 November 2008.

Sukarman, D. Rusmin dan Melati. 2008.

Pengaruh lokasi produksi dan lama

penyimpanan terhadap mutu jahe (Zingiber

officinale L.). Jurnal Littri 14 (3): 119-124

Sukarman dan Melati. 2011. Prosesing dan

penyimpanan benih jahe (Zingiber officinale

Rosc.). Bunga rampai JAHE (Zingiber

officinale Rosc).Status Teknologi Hasil

Penelitian Jahe. 31-35.

Sukarman dan D. Seswita. 2012. Pengaruh lokasi

penyimpanan dan pelapisan (coating) benih

dengan pestisida nabati terhadap mutu benih

Page 82: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

77 Mutu Benih Rimpang Jahe Selama Penyimpanan dan Yang Mempengaruhinya

(Melati dan Devi Rusmin)

rimpang jahe. Bul. Littro. Vol. 23 (1): 1 –

10

Sterrett, SB. VA. 2009. Potato seed selection and

management. Virginia Cooperative

Extension. www.ext.vt.edu. Virginia State

University. 2p.

Voss, RE., Davis, KG. Baghott and M-Siskiyu.

2011. Proper environment for potato

storage. Vegetable Research and

Information Center. The University

California. 3p.

.

Page 83: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

78 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

INTRODUKSI INOVASI TEKNOLOGI PERBENIHAN MENDUKUNG PENGEMBANGAN JENGKOL DI SUMATERA UTARA

Tommy Purba, Nazaruddin, Khadijah El Ramija, Imelda Marpaung

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara

Jl. Jend. A.H. Nasution No 1B Medan

ABSTRACT

Jengkol or jering (Archidendron pauciflorum, synonym: A. jiringa, Pithecellobium jiringa, and P. lobatum)

is a commodity that is quite in demand today. Along with the increasing popularity of the jengkol

commodity, it has stimulated increased demand while jengkol production is still relatively limited. At the

farm level, so far there is no jengkol cultivation specifically for development, farmers are only limited to

taking the production of jengkol from the jengkol plant that grows naturally. Efforts are needed to increase

jengkol production with the introduction of adaptive seed technology. This paper aims to introduce seed

technology innovation to support the development of jengkol in North Sumatra. The introduction of jengkol

seedlings has been initiated by conducting exploration of the jengkol mother tree in jengkol production

centers in North Sumatra in 2017-2018. There are 5 jengkol production centers in North Sumatra, namely

Pakpak Barat, North Tapanuli, Simalungun, South Tapanuli and North Palsa Regencies. The results of the

exploration carried out obtained 2 types of jengkol which are commonly cultivated in this province, namely

Jengkol Papan and Jengkol Padi. To support the development of jengkol seedlings, assistance is provided

by plant seed supervisors in North Sumatra Province.

Keywords: Jengkol board, rice jengkol, seeds, introduction

ABSTRAK

Jengkol atau jering (Archidendron pauciflorum, sinonim: A. jiringa, Pithecellobium jiringa, dan P.

Lobatum) merupakan salah satu komoditas yang cukup banyak diminati saat ini. Seiring dengan semakin

populernya komoditas jengkol tersebut, telah mendorong permintaan yang meningkat sementara itu

produksi jengkol relatif masih terbatas. Pada tingkat petani selama ini tidak ada budidaya jengkol yang

khusus pengembangannya, petani hanya sebatas mengambil hasil produksi jengkol dari tanaman jengkol

yang tumbuh alamiah. Perlu upaya untuk meningkatkan produksi jengkol dengan introduksi teknologi

perbenihan yang adaptif. Makalah ini bertujuan melakukan introduksi inovasi teknologi perbenihan untuk

mendukung pengembangan jengkol di Sumatera Utara. Langkah introduksi perbenihan jengkol telah

diawali dengan melakukan kegiatan eksplorasi Pohon Induk jengkol disentra-sentra produksi jengkol di

Sumatera Utara pada tahun 2017-2018. Terdapat 5 kabupaten sentra produksi jengkol di Sumatera Utara

yaitu Kabupaten Pakpak Barat, Tapanuli Utara, Simalungun, Tapanuli Selatan dan Palsa Utara. Hasil

eksplorasi yang dilakukan diperoleh 2 jenis jengkol yang umum di budidayakan di Provinsi ini yaitu

Jengkol Papan dan Jengkol Padi. Untuk mendukung pengembangan perbenihan jengkol dilakukan

pendampingan oleh petugas pengawas benih tanaman Provinsi Sumatera Utara.

Kata Kunci : Jengkol papan, jengkol padi, benih, introduksi

Page 84: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

79 Introduksi Inovasi Teknologi Perbenihan Mendukung Pengembangan Jengkol Di Sumatera

Utara (Tommy Purba, Nazaruddin, Khadijah El Ramija, Imelda Marpaung)

PENDAHULUAN

Indonesia Sebagai salah satu daerah

penyebaran jengkol, memiliki keragaman jengkol

yang cukup banyak. Namun, kondisi sekarang ini

keragaman dan keberadaan tanaman jengkol cukup

memprihatinkan. Upaya awal yang dapat dilakukan

adalah eksplorasi. Menurut Chahal dan Gosal

(2003), eksplorasi adalah kegiatan mengumpulkan

materi (tanaman) dengan cara tertentu dan juga

informasi yang terkait dengan tanaman tersebut.

Tujuan akhir dari eksplorasi adalah diperolehnya

koleksi plasma nutfah yang bisa dimanfaatkan

sebagai sumber gen baru.

Tanaman Jengkol awalnya kurang

mendapakan minat khususnya dalam hal ekonomi

karena budidaya jengkol di anggap kurang

menghasilkan, tapi seiring dengan berjalannya

waktu dan semakin banyaknya pencinta jengkol,

belakangan jengkol justru berubah menjadi sebuah

bahan baku yang memiliki nilai ekonomis yang

tinggi di masyarakat.

Buah Tanaman jengkol (Archidendron/

Pauciflorum) banyak dimanfaatkan masyarakat

untuk berbagai jenis menu memenuhi keperluan

sehari-hari, akan tetapi pemanfaatan yang

berlebihan tanpa adanya upaya pembudidayaannya

dapat mengakibatkan terjadi kelangkaan tanaman

jengkol tersebut. Oleh karena itu diperlukan upaya

untuk menjaga keberadaan populasi jengkol

dengan cara perbanyakan tanaman jengkol

(Manurung, dkk, 2016).

Jengkol terdiri dari berbagai vitamin, asam

jengkolat, mineral, dan serat yang tinggi. Jengkol

memiliki khasiat diuretic yang dapat membantu

melancarkan pembuangan urine, dan hal ini sangat

menguntungkan bagi penderita penyakit jantung

koroner. Seratnya dapat melancarkan buang air

besar. Manfaat lainnya adalah mencegah penyakit

diabetes/kencing manis dikarenakan kandungan

asam dan mineralnya.

Tanaman tropis ini memiliki buah yang

sebenarnya adalah biji atau polong dari buah yang

sebenarnya. Tiap polong terdapat kurang lebih 5-7

buah. Pohon jengkol sendiri mampu tumbuh

hingga mencapai 10-27 meter. Selain itu, pohon

jengkol juga memiliki akar yang dalam sehingga

mampu menyerap air tanah. Hal tersebut

bermanfaat positif bagi konservasi air dan tanah.

Tanaman jengkol merupakan tanaman

tahunan yang selama ini tidak dibudidayakan

secara optimal. Tanaman ini umumnya tumbuh di

hutan-hutan dan di kebun milik masyarakat namun

tidak terawat. Beberapa waktu belakangan ini

jumlah tanaman jengkol semakin berkurang akibat

subsitusi hutan-hutan dan kebun menjadi

perkebunan. Kondisi iklim yang tidak

menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman

jengkol berperan dalam menekan jumlah tanaman

ini. Selain itu, tanaman ini belum menjadi prioritas

dalam kebijakan pemerintah untuk dikembangkan.

Faktor-faktor di atas menyebabkan tidak hanya dari

segi kuantitas tanaman berkurang, namun juga

menyebabkan terjadinya erosigenetik (genetic

drift).

Jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack.)

Prain) leguminosa tanaman asli daerah Asia

tenggara khasiatnya selain sebagai bahan

pangan,dapat dijadikan sebagai tanaman obat,

pupuk kompos, dan pestisida nabati.

Cangkang, biji dan kulit batang jengkol

memiliki kandungan zat anti diabetes.

Pengetahuan jenis-jenis jengkol masih sangat

terbatas, belum ada informasi yang jelas antara

varietas-varietas jengkol dan minimnya

database mengenai jengkol menjadi salah satu

kelemahan untuk mengembangkan komoditas

ini. Ini terbukti dari hasil wawancara tahun

2013 di dua pasar induk di Bandung yaitu

pasar Gedebage dan pasar Ciroyomdimana

para pedagang jengkol juga belum mengetahui

adanya variasi antara jengkol-jengkol yang

dipasok kepasar (Maxiselly dan Ustari, 2014).

Tanaman jengkol merupakan tanaman

tahunan yang umumnya tumbuh di hutan-hutan dan

di kebun milik masyarakat namun tidak terawat.

Beberapa waktu belakangan ini jumlah tanaman

jengkol semakin berkurang akibat peralihan fungsi

Page 85: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

80 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

hutan dan kebun menjadi perkebunan dan tanaman

ini belum menjadi prioritas dalam kebijakan

pemerintah untuk dikembangkan (Fauza, dkk

2015).

Primadona (2012) menyatakan bahwa

jengkol kaya akan karbohidrat, protein, vitamin A,

vitamin B, fosfor, kalsium, alkaloid, minyak atsiri,

steroid, glikosida, tanin dan saponin. Kandungan

vitamin C pada 100 gram biji jengkol adalah 80

mg. Biji, cangkang dan kulit batang jengkol

memiliki kandungan zat anti diabetes karena

beraktifitas secara hipoglikemia.Penelitian

terhadap ekstrak biji dan kulit batang jengkol

berdampak positif dalam menurunkan kadar

glukosa dalam darah sehingga mengurangi resiko

terkena Diabetes Melitus (Abdul Rozak et al.,

2010)

Benih jengkol yang sehat dicirikan dengan

berkembangnya struktur penting tanaman seperti

akar, batang dan daun. Benih tumbuh vigor dengan

perkembangan yang seimbang antara akar, batang

dan daun. Akar tumbuh menyamping dan

menghujam ke bawah, diameter batang membesar

dengan cepat, daun tampak hijau gelap segar yang

berkembang dari percabangan tanaman dalam

jumlah banyak. Untuk itu ketersediaan benih sehat

bermutu dalam jumlah banyak merupakan

keharusan bagi pengembangan jengkol berskala

kebun dalam rangka pemenuhan kebutuhan pasar

yang tinggi.

KONDISI DAN POTENSI JENGKOL DI

SUMATERA UTARA

Perkembangan luas panen jengkol di

Indonesia pada tahun 2009-2014 mengalami

penurunan dari 7.631 ha dengan rata-rata hasil 8,19

ton/ha menjadi 6.678 ha dengan rata-rata hasil 8,04

ton/ha (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2015). Di

Provinsi Sumatera Utara terdapat 5 kabupaten

yang sentra produksi jengkol yaitu Kabupaten

Pakpak Barat, Tapanuli Utara, Simalungun,

Tapanuli Selatan dan Palsa Utara. Pada tingkat

petani belum ada budidaya khusus

pengembangannya, petani hanya sebatas

mengambil hasil produksi untuk kemudian diolah

dan dijual.

Dari data Dinas Pertanian Sumut tercatat

produksi pohon jengkol tahun 2013 sebanyak

12.336 ton, namun di tahun 2014 mengalami

penurunan (3.562 ton). Karena jengkol termasuk

salah satu komoditas yang cukup banyak diminati

dengan semakin berkurangnya produksi

mengakibatkan harga jual yang cukup tinggi

(Juskal,2015).

Tingginya permintaan masyarakat akan buah

jengkol sebagai bahan konsumsi pangan

mengakibatkan ketersediaanya di pasar sangat

terbatas. Harga jengkol naik drastis sampai Rp.

60.000 per kg, bahkan di beberapa tempat terjadi

kelangkaan. Hal ini membuktikan bahwa

komoditas ini mempunyai nilai tambah yang tinggi.

Keterbatasan ketersediaan biji jengkol disebabkan

karena belum adanya penanaman jengkol skala

kebun. Sangat dimungkinkan tidak tersedianya

benih unggul bermutu menjadi kendala dalam

budidaya jengkol.

KARAKTERISTIK JENGKOL

SUMATERA UTARA

Pada Tahun 2017-2018 BPTP Sumatera

Utara melakukan kegiatan eksplorasi Pohon Induk

jengkol disentra-sentra produksi jengkol di 4

Kabupaten yaitu : kabupaten Dairi, Kabupaten

Asahan, Kabupaten Deli Serdang, dan kabupaten

Langkat.. Pohon induk adalah tanaman pilihan

yang dipergunakan sebagai sumber buah calon

benih. Persyaratan pohon induk antara lain adalah

memiliki sifat unggul Produktivitas tinggi sesuai

tingkatan umur,kualitas (rasa dan bentuk buah

disenangi pasar)tahan terhadap serangan organisme

pengganggu tanaman (OPT). Nama

pemilik,varietas pohon induk dan asal-usulnya

harus jelas, sehingga memudahkan pelacakannya.

Tanaman pohon induk telah berproduksi minimal

lima musim, untuk mengetahui sifat pohon induk

yang di inginkan, dilaksanakan melalui pencarian

pohon induk ke beberapa titik lokasi di kabupaten

potensi jengkol yang ada di Sumatera Utara.

Page 86: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

81 Introduksi Inovasi Teknologi Perbenihan Mendukung Pengembangan Jengkol Di Sumatera

Utara (Tommy Purba, Nazaruddin, Khadijah El Ramija, Imelda Marpaung)

Dari hasil eksplorasi yang dilakukan

diperoleh 2 jenis jengkol yang umum di

budidayakan di Sumatera Utara yaitu jengkol

papan dan jengkol padi. Perbedaan kedua jenis

jengkol ini ditunjukkan pada Tabel 1.

Dari beberapa lokasi yang di survey untuk

mendapatkan pohon induk, diperoleh bahwa salah

satu jenis jengkol yang berasal dari pohon induk

unggul di temukan di kabupaten Deliserdang,

Kecamatan Kutalimbaru ,di desa Suka Makmur

kampung Tanduk benua. Adapun ke unggulan

dimaksud adalah rasa buah yang pulen, sedikit

berbau, dapat berbuah di luar musim dan bebas

hama penyakit.

Berdasarkan Hasil Analisa Hubungan

kekerabatan antar jengkol lokal menggunakan

analisa DNA yang dilakukan di laboratorium Balai

Penelitian Buah Tropika solok menunjukkan

bahwa buah jengkol dari pohon induk yang berasal

dari Dusun I Desa Suka Makmur Kecamatan

Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang memiliki rasa

tekstur pulen dan enak, yang sama dengan Jengkol

Detty Payakumbuh Padang Magung, tidak/ sedikit

menimbulkan bau bila dimakan, serta tidak sama (

berbeda ) dengan jengkol Muring yang sedang

dalam proses pendaftaran yang dijadikan sebagai

pembanding dalam proses analisa DNA.

Tabel 1. Perbedaan karakter jengkol varietas Padi dan varietas Papan di Sumatera Utara Tahun 2018

Bagian Karakter Jenis Varietas

Sipadi/Page

Si Papan

Cabang Sudut Cabang ( ˚ ) 30 – 45 30 – 45

Panjang Ruas ( m ) 1,5 – 2 1,5 – 2

Warna Permukaan Hijau berjamur putih Hijau berjamur putih

Daun Bentuk ujung Daun Meruncing Meruncing

Bentuk pangkal daun Membulat Membulat

Panjang helai daun cm) 10 – 18 9 – 15

Lebar helai daun (cm) 4 – 5 3 – 4,1

Tebal helai daun (mm) 0,5 0,5

Warna daun Hijau tua Hijau tua

Bunga Warna Tangkai Coklat muda Coklat muda

Warna mahkota Hijau muda Hijau muda

Tipe bunga Majemuk Majemuk

Panjang tangkai (cm) 15,5 15,5

Diameter tangkai bunga (cm) 0,1 0,1

Buah Warna kulit Ungu kehitaman Ungu kehitaman

Tebal kulit buah (cm) 0,3 0,25

Lebar kulit (cm) 2,9 – 4 3,2 – 4,5

Getah buah Sedikit Lebih banyak

DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI

PERBENIHAN JENGKOL

Kegiatan perbanyakan benih jengkol yang

telah dilaksanakan di BPTP Sumatera Utara

melalui beberapa tahapan, yaitu:

Persiapan benih, pelaksanaannya dengan

menggunakan buah yang telah masak secara

fisiologis yaitu warna kulit berwarna coklat

kehitaman, biji jengkol mempunyai kulit kuning

kecoklatan sewaktu dikupas dari polongnya sudah

terasa keras. Biji dikumpulkan dan dikemas dalam

karung plastik, lalu biji dipisahkan dari kulitnya

Page 87: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

82 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

dengan cara manual yaitu mengkupas kulit dengan

pisau.

Selanjutnya biji disortir untuk mendapatkan

calon benih yang bermutu. Penempatan benih

dalam media kecambah : benih yang telah disortir

Dilakukan Seed treatmen (seed

coaling)selanjutnya dikeringanginkan selama 2

jam, agar benih tidak terserang jamur. Kemudian

benih dikecambahkan dengan cara membenamkan

benih pada media kecambah dengan kedalaman 2 -

3 cm. Pengamatan dilakukan setiap hari dan

menghitung jumlah benih yang berkecambah

selanjutnya di pindahkan ke media tanam (Polibag

) setiap hari.

Pemeliharaan benih: pemeliharaan dilakukan

setiap hari dengan cara membersihkan gulma yang

tumbuh di dalam polybag serta menyiram tanaman

pada pagi hari.

Sumber benih menggunakan buah yang

telah masak secara fisiologis yaitu warna kulit

berwarna coklat kehitaman. Biji dikumpulkan dan

dikemas dalam karung plastik, lalu biji dipisahkan

dari kulitnya dengan cara manual yaitu mengkupas

kulit dengan pisau, selanjutnya biji diseleksi untuk

mendapatkan calon benih yang sehat.Benih yang

telah diseleksi dilakukan Seed treatmen (seed

coaling) selanjutnya dikering anginkan selama 2

jam, agar benih tidak terserang jamur.

Kemudian benih dikecambahkan dengan

cara membenamkan benih pada media kecambah

dengan kedalaman 2 - 3 cm. Pengamatan dilakukan

setiap hari tentang kebutuhan dan hama penyakit

yg mungkin menyerang. dan melakukan perawatan

benih yang berkecambah selanjutnya pemeliharaan

dilakukan setiap hari dengan cara membersihkan

gulma yang tumbuh di dalam polybag serta

menyiram tanaman pada pagi hari.

Pada perbanyakan benih jengkol dari biji,

proses pengecambahan dilaksanakan dalam media

persemaian/perkecambahanyang terbuat dari Pasir

halus dan disungkup dengan Goni basa.

Penggunaan media pasir halus untuk memudahkan

akar tanaman tumbuh dan mengurangi

kelembaban. Benih yang telah berkecambah segera

dipindahkan ke media tanam (Polibag) yang telah

di siapkan dua minggu terlebih dahulu. Polybag di

isi dengan tanah dan pupuk kandang dengan

perbandingan 1:1. Tanah yang digunakan

merupakan tanah lapisan atas (top soil) dan pupuk

kandang yang digunakan adalah pupuk kandang

yang sudah masak. Tanah dan pupuk kandang

diaduk rata dengan perbandingan 1:1, kemudian

tanah diisi ke polybag dan disusun di lokasi

pembenihan yang dinaungi dengan paranet/waring

bagan.

Pemilihan biji untuk menjadi benih jengkol

didasarkan pada seleksi keunggulan sifat utama

jengkol seperti panjang polong, diameter, bobot

biji serta kualitas yang baik. Biji yang terseleksi

dikupas kemudian dicuci dengan air mengalir dan

direndam dalam larutan fungisida dengan dosisi 2-

3 g/liter selama 5-10 menit.

Penyiraman dilakukan secara berkala untuk

menjaga kelembaban media tetap terjaga terutama

bila tidak hujan. Kemudian dilakukan pembersihan

gulma secara manual dengan cara mencabut.

Pengendalian hama penyakit dilakukan dengan

cara penyemprotan dengan menggunakan pestisida

dan fungisida sesuai kebutuhan dengan dosis dan

kebutuhan.

Pendampingan kegiatan perbenihan jengkol

dilakukan oleh Petugas Pengawas Benih Tanaman

BPSB Provinsi Sumatera Utara dan pada tahun

2017 telah disalurkan sebanyak 10.000 batang bibit

jengkol yang tersebar di 10 kabupaten/kota di

sumatera utara yaitu kabupaten Langkat 1140

batang, Medan 570 batang, Deli serdang 7.525

batang, Dairi 20 batang, Tobasa 100 batang, Tapsel

20 batang, Taput 20 batang, Asahan 55 batang,

Simalungun 510 batang, Karo 40 batang batang.

Sehingga dapat mempercepat penyebarluasan bibit

jengkol untuk memenuhi sebagian kebutuhan bibit

jengkol di Sumatera Utara dan juga dapat

mendukung pembibitan jengkol secara nasional.

Page 88: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

83 Introduksi Inovasi Teknologi Perbenihan Mendukung Pengembangan Jengkol Di Sumatera

Utara (Tommy Purba, Nazaruddin, Khadijah El Ramija, Imelda Marpaung)

Tabel 2. Data Pengamatan Pertumbuhan Benih Jengkol Varietas Padi di BPTP Sumatera Utara Tahun 2017-2018

No Umur

Tanaman

Rata-rata

Tinggi Tanaman (Cm)

Rata-rata

Diameter Batang( Cm )

Rata-rata JumlahDaun

(Helai)

1. 2 Bulan 12,2 0,58 6,8

2. 3 bulan 20,4 1,19 17,6

3. 4 bulan 30,2 1,82 27,6

Tabel 3. Data Pengamatan Pertumbuhan Benih Jengkol Varietas Papan di BPTP Sumatera Utara Tahun 2017-2018

No Umur

Tanaman

Rata-rata

Tinggi Tanaman (Cm)

Rata-rata

Diameter Batang( Cm )

Rata-rata

JumlahDaun (Helai)

1. 2 Bulan 14,6 0,65 6

2. 3 bulan 21,3 1,36 19,9

3. 4 bulan 36,1 2,21 32,8

KESIMPULAN

Teknologi perbenihan Jengkol yang

diterapkan pada 2 jenis jengkol yang umum di

budidayakan di Sumatera Utara yaitu jengkol

Papan dan jengkol Padi dapat mempercepat

penyebarluasan benih jengkol untuk pemenuhan

sebagian kebutuhan benih di Sumatera Utara.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada

seluruh Tim kegiatan Dukungan Perbenihan

Komoditas Jengkol di Sumatera Utara tahun 2017.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2013. Laporan Tahunan Dinas Pertanian

Sumatera Utara.

Ardy, P.F. 2015. Karakteristik Morfologi Tanaman

Jengkol (Pithecellobium jiringa) Pada Kebun

Induk Di Kecamatan Koto Tangah Kota

Padang. [Skripsi]. Padang. Fakultas

Pertanian. Universitas Andalas. 53 hal.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2016.

Dwidjoseputro. 1978. Pengantar Fisiologi

Tumbuhan. Jakarta: Gramedia. 232 hal.

Eka, A. 2007. Jengkol Panganan Unik Indonesia.

http://imagesmultiplycontent.com.

Evacuasiany E, H. William, dan S. Santosa. 2004.

Pengaruh Biji Jengkol (Pithecellobium

jiringa) terhadap Kadar Glukosa Darah

Mencit Galur Balb/c. JKM. Vol. 4, No l.

International Plant Genetic Resources

Institute (IPGRI).

Fauza, H. Istino Ferita, Nurwanita E. Putri, Novri

Nelly, dan Bujang Rusman. 2015. Studi

Awal Penampilan Fenotipik Plasma Nutfah

Jengkol (Pithecollobium jiringa) di Padang,

Sumatera Barat. Pros Sem Nas Masy Biodiv

Indon Volume 1, Nomor 1, Maret 2015: 23-

30.

Fewless, G. 2006. Phenology. http://www.edu/

bioversity/phenology/index.html

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia.

Jilid II. Penerjemah: Badan Litbang

Kehutanan. Yayasan Sarana Wana Jaya,

Jakarta.

Page 89: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

84 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 78 - 84

Hutapea, J.R. 1994. Inventaris Tanaman Obat

Indonesia. Edisi III. Depkes RI.Jakarta.

Hutauruk, Joko, E. 2010. Isolasi Senyawa

Flavonoida Dari Kulit Buah Tumbuhan

Jengkol (Pithecollobium lobatum Benth.)

Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Kartasapoetra A.G. 2003. Teknologi Benih:

Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum.

Jakarta: Rineka Cipta. 187 hal.

Kuswanto, H. 1996. Dasar-Dasar Teknologi,

Produksi dan Sertifikasi Benih. Yogyakarta:

Penerbit Andi. 192 hal.

Manurung, F.L., M. Riniarti, dan Duryat. 2016. Uji

Daya Simpan Jengkol (Pithecellobiun

lobatum) Dengan Menggunakan Beberapa

Media Simpan. Jurnal Sylva Lestari Vol.4

No.2: 69-78.

Pitojo. 2002. Jengkol Budidaya dan

Pemanfaatannya. Kanisius. Yogyakarta.

Republika. 2013. Jengkol hilang dipasaran sejak

sepekan terakhir. Diakses dari

http://www.republika.co.id/berita/nasional/ja

wa-barat-nasional/13/06/08/mo2ini-jengkol-

hilang-di-pasaran-sejak-sepekan-terakhir

Rocky, Paulus. 2013. Morfologi dan Fungsi

Tanaman Jengkol. http://email.com/

Morfologi dan Fungsi Tanaman Jengkol.

Sepriyani. 2016. Fenologi Pembuangan pada

Tanaman Jengkol (Pithecellobiumjiringa).

Universitas andalas.

Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih.

Jakarta: PT Gramedia Widiasarana

Indonesia. 144 hal.

Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi

Tumbuhan. Jilid 3. Bandung: ITB. 343 hal.

Sastrapraja S. 2012. Perjalanan Panjang Tanaman

Indonesia. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Jakarta.

Schnelle, M, A. 1995. The Care and Handling of

Cut Flowers. Oklahoma Cooperative

Extension Fact Sheet. Oklahoma State

University.

Singgalang. 17 Oktober 2016. Jengkol Sebabkan

Sejumlah Daerah Alami Inflasi. Singgalang:

24 (kolom 2-5).

Sitompul, S.M dan Guritno. 1995. Analisis

Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press. 412 hal.

Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Jakarta: Raja

Grafindo Persada. 237 hal.

Wirawan, B dan Sri Wahyuni. 2002. Memproduksi

Benih Bersertifikat. Jakarta: Penebar

Swadaya. 120 hal.

Page 90: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

85 Strategi Pengembangan Lumbung Pangan Dalam Mendukung Ketahanan Pangan di

Wilayah Perbatasan: Yennita Sihombing

STRATEGI PENGEMBANGAN LUMBUNG PANGAN DALAM MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI WILAYAH PERBATASAN

Yennita Sihombing

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Jl. Tentara Pelajar No. 10, Bogor, 16114

E-mail: [email protected]

ABSTRACT

The Strategy Development of Food Barn to Support Food Security in Border Areas. Food security has

become a strategic issue that has been widely discussed in recent. The purpose of paper is to formulate the strategy of

developing food storage in supporting food security in border areas. The development of food barns in the border

area is designed based on the area with the concept of modern agriculture supported by technological innovation and

institutional infrastructure, production, capital, and processing and marketing of agricultural products through

empowerment of farmer groups and partnerships with the private sector. Strategies for developing barns that can be

carried out in border areas include: improved administration and management of barns, increasing barn members'

participation in savings and loan activities so that there is an increase in business scale, expanding businesses by

serving milling activities that serve members of barns, increasing services for members of food storage and the need

for attention, assistance and guidance of food storage from the government.

Keywords: food security, food barn, strategy, border areas, development

ABSTRAK

Ketahanan pangan menjadi isu strategis yang banyak dibahas dalam beberapa tahun terakhir. Tujuan penulisan

makalah ini adalah untuk menyusun strategi pengembangan lumbung pangan dalam mendukung ketahanan pangan di

wilayah perbatasan. Pengembangan lumbung pangan wilayah perbatasan dirancang berbasis kawasan dengan konsep

pertanian modern yang didukung oleh inovasi teknologi dan kelembagaan sarana-prasarana produksi, permodalan,

serta pengolahan dan pemasaran hasil pertanian melalui pemberdayaan kelompok tani dan kemitraan dengan swasta.

Strategi pengembangan lumbung pangan yang dapat dilakukan di wilayah perbatasan pada khususnya antara lain:

perbaikan administrasi dan manajemen lumbung pangan, peningkatan partisipasi anggota lumbung pangan dalam

kegiatan simpan pinjam sehingga terjadi peningkatan skala usaha, perluasan usaha dengan melayani kegiatan

penggilingan yang melayani anggota lumbung pangan, peningkatan jasa bagi anggota lumbung pangan dan perlunya

perhatian, bantuan dan pembinaan lumbung pangan dari pemerintah.

Kata kunci: ketahanan pangan, lumbung pangan, strategi, wilayah perbatasan, pengembangan

Page 91: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

86 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 85 - 100

PENDAHULUAN

Peningkatan ketahanan pangan merupakan

bagian penting dan sangat strategis dari

pembangunan pertanian karena pangan menempati

urutan terbesar pengeluaran rumah tangga. Data

BPS tahun 2019 menyebutkan pengeluaran untuk

pangan mencapai 49,14 persen (Maret 2019)

sedikit menurun dibandingkan Maret 2018 sebesar

49,51 persen.

Penyediaan pangan ke depan semakin

kompleks apalagi bagi Indonesia yang memiliki

jumlah penduduk cukup besar. Diperlukan adanya

pendekatan baru untuk memenuhi kebutuhan

pangan dunia saat ini dan mendatang, karena

surplus produksi pangan dunia ternyata tidak

mampu memecahkan persoalan kelaparan (Malik,

2014). Masih banyaknya kasus-kasus gizi buruk di

Indonesia menunjukkan adanya kesenjangan antara

akses pangan dengan ketersediaan pangan (Banita,

2013).

Wilayah perbatasan yang merupakan salah

satu sasaran strategis pembangunan nasional,

masih relatif tertinggal, terutama dalam aspek

kesejahteraan masyarakat. Sebagian besar petani

(44,79 persen) menjual hasil panennya langsung

kepada tengkulak sehingga harga yang diterima

oleh petani sangat rendah, sementara pada saat

paceklik petani sebagai konsumen membeli beras

dengan harga tinggi. Hal ini sangat berpengaruh

terhadap ketahanan pangan rumah tangga petani

terutama di wilayah perbatasan (Prasmatiwi, 2012).

Faktanya bahwa masyarakat lokal menjual hasil

kebun dan tani bukan karena sudah mapan,

melainkan sebaliknya harga kebutuhan pokok di

wilayah Indonesia sangat tinggi dan sulit di

jangkau masyarakat lokal (Niko dan Samkamaria,

2019).

Wilayah perbatasan tidak hanya dipandang

sebagai batas teritorial antar negara tetapi juga

merupakan simbol kedaulatan dan kekuasaan

terhadap sumber daya yang dimiliki. Karakteristik

sosial masyarakat di wilayah perbatasan cenderung

terbuka dan menerima apapun pengaruh dari luar

(Prasojo, 2013). Situasi tersebut berdampak positif

dan negatif terhadap aspek sosial, budaya dan

ekonomi. Peningkatan aktifitas perekonomian dan

peningkatan akses terhadap infrastruktur umum

dapat meningkatkan nilai dan daya saing negara

tersebut, perlu diikuti oleh bidang pertanian

sebagai pendukung utama bagi kedaulatan pangan.

Wilayah perbatasan juga merupakan daerah

prioritas pengembangan untuk mencapai

terwujudnya lumbung pangan berbasis ekspor.

Konsep pengembangan wilayah perbatasan pada

dasarnya dilakukan dengan beberapa pendekatan

yakni pendekatan kesejahteraan (prosperity

approach), pendekatan keamanan (security

approach) dan lingkungan (environment approach)

(Hadi, 2014).

Indonesia saat ini mengalami permasalahan

kerawanan pangan yang cukup serius, khususnya di

wilayah perbatasan. Secara mikro masih banyak

terjadi kasus kelaparan, busung lapar, kekurangan

gizi (malnutrisi), kwashiorkor dan berbagai kasus

gizi buruk lainnya diberbagai daerah wilayah tanah

air. Sekitar 39,05 persen orang miskin di Indonesia

dan 68 persen di antaranya berada di pedesaan.

Golongan inilah yang paling rentan terjadi

kerawanan pangan, yang disebabkan masih sangat

rendahnya aksesibilitas kemampuan membeli

bahan pangan. Tujuan penulisan makalah ini

adalah menyusun strategi pengembangan lumbung

pangan dalam mendukung ketahanan pangan di

wilayah perbatasan.

STRATEGI PENGEMBANGAN LUMBUNG

PANGAN MASALAH PERBATASAN

Secara geografis wilayah perbatasan

Indonesia terdiri dari perbatasan darat dan laut

yang berada di 13 provinsi serta mencakup 41

kabupaten. Perbatasan darat berbatasan langsung

dengan negara-negara Malaysia, Papua Nugini, dan

Timor Leste sedangkan perbatasan laut berbatasan

dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia,

Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik

Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini

(Supianto, 2018).

Wilayah perbatasan dapat dilihat dari tiga

sudut padang, yaitu: (a) sebagai bagian yang tidak

Page 92: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

87 Strategi Pengembangan Lumbung Pangan Dalam Mendukung Ketahanan Pangan di

Wilayah Perbatasan: Yennita Sihombing

terpisahkan dan merupakan “beranda terdepan”

NKRI; (b) sebagai wujud dari salah satu misi

pemerintah, pembangunan yang harus dimulai dari

wilayah pinggir atau perbatasan; dan (c) memiliki

posisi strategis, baik secara sosial dan ekonomi,

maupun geopolitik dan keamanan nasional.

Wilayah perbatasan memiliki berbagai keunikan

dan permasalahan, antara lain: (a) keterbelakangan

infrastruktur dan aksesibilitas informasi; (b)

strategis secara teritorial dan sensitif secara

geopolitik, kedaulatan dan keutuhan NKRI; (c)

pada umumnya merupakan daerah remote atau

terpencil tetapi potensial dari segi luas dan

keragaman agroekosistem; dan (d) membutuhkan

inovasi (teknologi) dan dukungan kebijakan

“khusus” dan “tematik” (Sulaiman et al., 2017).

Potensi sumber daya alam yang terkandung di

dalamnya belum dimanfaatkan secara maksimal,

sehingga menjadikan daerah perbatasan termasuk

dalam kategori kawasan tertinggal (Sudiar, 2015).

Konsep pengembangan wilayah perbatasan pada

dasarnya dilakukan dengan beberapa pendekatan

yakni pendekatan kesejahteraan (prosperity

approach) dan pendekatan keamanan (security

approach) dan lingkungan (environment approach)

(Munaf et al., 2008; Hadi, 2014).

Niko (2019) menyebutkan bahwa

permasalahan kemiskinan, khususnya bagi kaum

perempuan di pedesaan menjadi sangat rentan atas

keparahan dan kesengsaraan. Infrastruktur seperti

akses jalan, komunikasi dan listrik sangat terbatas.

Kesenjangan sosial ekonomi antara masyarakat

perbatasan dan negara tetangga dapat

mempengaruhi pola hidup masyarakat setempat

seperti adanya ketergantungan ekonomi

(Kuntjorowati dan Pratyowati, 2017).

Dalam rangka mengantisipasi, mencegah

dan menangani persoalan rawan pangan dan gizi

buruk harus didukung oleh informasi ketahanan

pangan yang akurat, komprehensif, dan tertata

dengan baik. Informasi ketahanan pangan dapat

dimanfaatkan sebagai salah satu instrumen untuk

mengelola krisis pangan dalam rangka upaya

perlindungan/penghindaran dari krisis pangan dan

gizi baik jangka pendek, menengah maupun

panjang.

Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang

pangan pasal 114 dan Peraturan Pemerintah No. 17

tahun 2015 tentang ketahanan pangan dan gizi

pasal 75 mengamanatkan pemerintah dan

pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya

berkewajiban membangun, menyusun, dan

mengembangkan sistem informasi pangan dan gizi

yang terintegrasi, yang dapat digunakan untuk

perencanaan, pemantauan dan evaluasi, stabilisasi

pasokan dan harga pangan serta sebagai sistem

peringatan dini terhadap masalah pangan dan

kerawanan pangan dan gizi (BKP, 2018).

Pengembangan Lumbung Pangan

Berorientasi Ekspor-Wilayah Perbatasan (LPE-

WP) merupakan salah satu strategi mengatasi

masalah pangan di perbatasan. LPE-WP

didefinisikan sebagai kawasan atau wilayah yang

fungsi utamanya (1) memproduksi pangan untuk

memenuhi kebutuhan pangan baik di wilayah yang

bersangkutan maupun di luar wilayah tersebut, (2)

meningkatkan kapasitas produksi dan daya saing

pangan nasional sehingga mampu memanfaatkan

peluang ekspor ke pasar negara tetangga dan pasar

global, dan (3) mengembangkan sistem pertanian

modern berbasis kawasan khusus dan inovasi, baik

teknologi maupun manajemen dengan

memperhatikan berbagai faktor strategis secara

holistik.

Perubahan cara pandang (paradigm shift)

juga sangat diperulakan untuk menumbuhkan

gairah baru masyarakat perbatasan. Lumbung

pangan wilayah perbatasan diharapkan dapat

memperkuat posisi wilayah perbatasan menjadi

pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan

dengan negara tetangga, sekaligus meningkatkan

kesejahteraan masyarakat dan keamanan wilayah

(Sulaiman et al., 2017).

Pengembangan pangan wilayah perbatasan

juga menuntut kerjasama lintas program

merupakan keterpaduan beberapa program yang

dilakukan pada satu wilayah administrasi (desa)

(Gambar 1).

Page 93: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

88 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 85 - 100

Gambar 1. Koordinasi lintas sektor dalam penanganan kerentanan pangan

Sumber: BKP (2018)

Kerjasama lintas program dapat

meningkatkan efisiensi anggaran dan tenaga kerja

serta mempercepat pencapaian tujuan akhir yang

ingin dicapai. Kerjasama lintas sektor diartikan

sebagai usaha bersama beberapa pihak seperti

kementerian/dinas bahkan perguruan tinggi dan

masyarakat yang dilandasi oleh pemahaman yang

sama bahwa ketahanan pangan dan gizi bersifat

multi dimensi. Untuk mewujudkan ketahanan

pangan dan gizi mensyaratkan kerjasama tersebut,

sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

Komitmen menjadi kata kunci keberhasilan

kerjasama lintas sektor (BKP, 2018).

Strategi pengembangan lumbung pangan

adalah serangkaian kegiatan dalam pengambilan

keputusan dengan menganalisis faktor-faktor

strategis dalam lumbung pangan baik faktor-faktor

dari luar maupun dari dalam lumbung pangan.

Strategi pengembangan lumbung pangan

yang dapat dilakukan di wilayah perbatasan pada

khususnya antara lain: perbaikan administrasi dan

manajemen lumbung pangan, peningkatan

partisipasi anggota lumbung pangan dalam

kegiatan simpan pinjam sehingga terjadi

peningkatan skala usaha, perluasan usaha dengan

melayani kegiatan penggilingan yang melayani

anggota lumbung pangan, peningkatan jasa bagi

anggota lumbung pangan dan perlunya perhatian,

serta bantuan dan pembinaan lumbung pangan dari

pemerintah.

KONSEP KETAHANAN PANGAN

Ketahanan pangan terdiri dari subsistem

ketersediaan, distribusi, dan konsumsi.

Ketersediaan berarti bahwa pangan tersedia cukup

untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk,

baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan

keamanannya. Salah satu aspek penting dalam

membangun ketahanan pangan adalah ketersediaan

pangan. Ketersediaan pangan dapat diperoleh dari

hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan

nasional serta impor apabila kedua sumber utama

tidak dapat memenuhi kebutuhan.

Ketersediaan pangan melalui impor beras

bukanlah cara terbaik. Kecenderungan melakukan

impor secara terus-menerus justru akan menjadikan

lemahnya posisi tawar petani. Impor juga membuat

negara menjadi ketergantungan dalam memenuhi

ketersediaan pangan sehingga mengganggu

ketahanan pangan nasional.

Ketersediaan pangan melalui cadangan

pangan nasional berfungsi untuk menghadapi

masalah seperti kekurangan pangan, gangguan

Pengolah/Pedagang

Konsumen

Petani

Pengolah/Pedagang

NasionalPusat

Provinsi

Kab/Kota Konsumen

Daerah

Rumah tangga

Pemerintah Masyarakat

Lintas Pelaku Lintas Wilayah

KOORDINASIDEWAN KETAHANAN PANGAN

Page 94: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

89 Strategi Pengembangan Lumbung Pangan Dalam Mendukung Ketahanan Pangan di

Wilayah Perbatasan: Yennita Sihombing

pasokan dan harga, serta keadaan darurat.

Ketersediaan pangan dari hasil produksi dalam

negeri dapat diperoleh dari hasil produksi petani

padi di beberapa sentra produksi (Syarief et al.,

2014).

Ketahanan pangan bukan saja persoalan

menghasilkan padi atau beras kemudian dapat

menjadi konsumsi sebagai nasi, namun lebih luas.

Ketahanan pangan mencakup kemampuan

masyarakat pada level lokal maupun nasional

untuk dapat menghasilkan produk pangan selain

padi atau beras seperti misalnya jagung, umbi-

umbian, singkong, sagu, dan lain sebagainya.

Harapan inilah yang menjadi acuan ketahanan

pangan nasional (Atem dan Niko, 2020).

Pengertian Ketahanan Pangan

Definisi ketahanan pangan terus mengalami

perkembangan sejak adanya Conference of Food

and Agriculture tahun 1943 yang mencanangkan

konsep secure, adequate and suitable supply of

food for everyone. Ketahanan pangan dalam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18

tahun 2012 mengenai pangan didefinisikan sebagai

kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga

yang tercermin dari tersedianya pangan yang

cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,

merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan

disebutkan dalam undang-undang tersebut sebagai

tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Untuk

mencapai ketahanan pangan tersebut pemerintah

menyelenggarakan, membina, dan atau

mengoordinasikan segala upaya atau kegiatan

untuk mewujudkan cadangan pangan nasional.

Warr (Australian National Univesity, 2014)

membedakan ketahanan pangan pada empat

tingkatan, yaitu: (a) Level global, ketahanan

pangan diartikan dengan apakah supply global

mencukupi untuk memenuhi permintaan global; (b)

Level nasional, ketahanan pangan didasarkan pada

level rumah tangga. Jika rumah tangga tidak aman

pangan, sulit untuk melihatnya aman pada level

nasional; (c) Level rumahtangga, ketahanan pangan

merujuk pada kemampuan akses untuk kecukupan

pangan setiap saat. Ketahanan pangan secara

tersirat bukan hanya kecukupan asupan makanan

hari ini saja, melainkan termasuk juga ekspektasi

permasalahan ke depan; dan (d) Level individu,

ketahanan pangan merupakan distribusi makanan

pada rumah tangga, fokus pada konsumsi

perorangan pada rumah tangga. Pada saat rumah

tangga kekurangan makanan, individu akan

terpengaruh secara berbeda.

Program Ketahanan Pangan

Wilayah yang perkembangannya cukup

tertinggal pembangunannya dibandingkan wilayah

lain di Indonesia adalah wilayah perbatasan, yang

identik dengan daerah perdesaan, daerah pinggiran,

daerah tertinggal, atau daerah miskin yang

cenderung termaginalkan (Hendrayady, 2018).

Sukari (2009) menyatakan bahwa prioritas

utama yang dijadikan kebijakan pembangunan

ketahanan pangan adalah pengembangan kapasitas

distribusi pangan di antaranya: (1) peningkatan

efisiensi dan kelancaran distribusi pangan; (2)

peningkatan kelancaran distribusi pangan kedaerah

terisolasi/terpencil, perbatasan dan darurat; dan (3)

peningkatan gejolak pasokan dan harga pangan.

Penyusunan strategi kebijakan dan program

ketahanan pangan mempertimbangakan faktor-

faktor yang mempengaruhi kondisi ketahanan

pangan suatu wilayah. Ningsi (2012) menyatakan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

ketahanan pangan di kabupaten yang masuk dalam

kategori tahan pangan adalah akses pangan,

ketersediaan pangan dan penyerapan pangan.

Salah satu masalah dalam penyediaan

pangan yang berdampak pada kondisi ketahanan

pangan suatu wilayah adalah keterbatasan

informasi dan basis data mengenai sumberdaya

alam. Penggunaan terintegrasi informasi

sumberdaya lahan dan informasi geografis dapat

mempermudah mencapai kondisi ketahanan

pangan suatu wilayah (Widiatmaka, 2015).

Pemerintah dan masyarakat memiliki tanggung

jawab dalam penciptaan ketahanan pangan apabila

terjadi kondisi paceklik, bencana alam yang tidak

dapat dihindari. Pembagian pilar dalam ketahanan

pangan berdasarkan Undang-Undang Pangan

Page 95: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

90 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 85 - 100

Indonesia adalah availability, accessibility, dan

stability.

Masalah lainnya yang mengancam

kemandirian pangan adalah semakin menurunnya

lahan pertanian produktif yang disebabkan

gencarnya konversi lahan lumbung pangan. Solusi

yang dapat ditempuh adalah dengan memberikan

insentif kepada petani yang tidak mengkonversi

lahan pertaniannya, penetapan pajak, dan

penetapan lahan pertanian abadi (Sunarminto et al.,

2010).

Aspek Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan adalah suatu sistem

terintegrasi yang merupakan sinergi dan interaksi

ketiga aspek subsistem, di antaranya (1) subsistem

ketersediaan pangan mencakup aspek produksi,

cadangan serta keseimbangan antara impor dan

ekspor pangan; (2) subsistem distribusi pangan

mencakup aspek aksesibilitas secara fisik dan

ekonomi atas pangan secara merata, bertujuan

menjamin aksesibilitas pangan dan stabilitas harga

pangan; (3) subsistem konsumsi pangan

menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan

kemampuan masyarakat agar mempunyai

pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang

baik sehingga dapat mengelola konsumsi pangan

secara optimal. Pembangunan ketahanan pangan

memerlukan keharmonisan dari ketiga subsistem

tersebut.

Salah satu aspek penting dalam membangun

ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dari

hasil produksi dalam negeri, cadangan pangan

nasional dan impor dengan syarat apabila kedua

sumber tidak dapat memenuhi kebutuhan

(Mariyani, 2017). Ketersediaan pangan yang cukup

merupakan suatu persyaratan yang perlu untuk

jaminan pangan, tetapi tidak cukup untuk

menjamin pangan di tingkat rumah tangga dan

individu, karena masih sangat tergantung pada

faktor akses dan penyerapan pangan. Ketersediaan

pangan harus dikelola sedemikian rupa sehingga

walaupun produksi pangan bersifat musiman,

terbatas dan tersebar antar wilayah tetapi volume

pangan yang tersedia bagi masyarakat jumlah dan

jenisnya harus mencukupi, serta stabil

penyediaannya dari waktu ke waktu.

Keberhasilan pembangunan masing-masing

subsistem perlu didukung oleh faktor ekonomi,

teknologi dan sosial budaya yang pada akhirnya

akan meningkatkan output berupa peningkatan

status ketahanan pangan suatu wilayah. Namun

demikian, pembangunan ketahanan pangan dapat

dilakukan apabila stakeholder terkait mengetahui

tipologi wilayah berdasarkan pada indikator

ketahanan pangan, sehingga kebijakan yang

dilakukan tepat sasaran.

Perwujudan ketahanan pangan nasional

merupakan kondisi terpenuhinya berbagai

persyaratan yaitu: (1) terpenuhinya pangan dengan

kondisi ketersediaan yang cukup; (2) terpenuhinya

pangan dengan kondisi aman; (3) terpenuhinya

pangan dengan kondisi yang merata; dan (4)

terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau,

mudah diperoleh semua orang dengan harga

terjangkau (Nurhemi et al., 2014).

DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI

IMPLEMENTASI KETAHANAN PANGAN

Badan Ketahanan Pangan telah menyusun

peta ketahanan dan kerawanan pangan tahun 2018

di Indonesia. Daerah yang masuk dalam kategori

tahan pangan (warna hijau) didominasi oleh

wilayah Jawa dan Sumatera, sementara daerah

rawan pangan didominasi oleh Indonesia wilayah

timur. Perbandingan jumlah penduduk yang sangat

rawan, rawan, dan tahan pangan, proporsi

penduduk yang tahan pangan terus menurun.

Penduduk rawan dan sangat rawan pangan justru

mengalami peningkatan. Hal ini merupakan fakta

yang semakin menegaskan perlunya penguatan

ketahanan pangan khususnya pada penduduk

dengan kategori rawan dan sangat rawan pangan.

Pengembangan kawasan perbatasan sebagai

sentra pertumbuhan ekonomi yang berbasiskan

pada karakteristik kawasan perbatasan seharusnya

memiliki intensitas tinggi dalam arus lalu lintas

manusia, barang dan jasa. Wilayah perbatasan

menghadapi persoalan rendahnya produktivitas

Page 96: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

91 Strategi Pengembangan Lumbung Pangan Dalam Mendukung Ketahanan Pangan di

Wilayah Perbatasan: Yennita Sihombing

pertanian, sedangkan aspek teknologi

produksi/inovasi pertanian sudah banyak tersedia.

Kondisi spesifik masing-masing wilayah

perbatasan perlu dikaji agar kebutuhan inovasi

yang ditawarkan bisa sesuai. Pada tahap awal

inovasi yang berkaitan dengan peningkatan

produksi pangan akan menjadi prioritas untuk

menyelesaikan persoalan pemenuhan kebutuhan

pangan di wilayah perbatasan (Zulkifli et al.,

2017).

Inovasi teknologi yang diintroduksikan

merupakan paket atau komponen-komponen

teknologi spesifik lokasi yang telah diujicoba

dalam skala terbatas. Pengembangan ke wilayah

yang lebih luas memerlukan pertimbangan secara

ekonomi, sosial budaya dan lingkungan, agar

introduksi teknologi dapat berjalan dan

berkelanjutan. Salah satu faktor yang menentukan

keberhasilan sektor pertanian adalah pentingnya

peran diseminasi inovasi teknologi pertanian dalam

pembangunan pertanian (Indraningsih, 2017).

Introduksi teknologi budidaya dilakukan

dengan sistem percontohan teknologi di lahan

petani untuk menjadi acuan pengembangan menuju

skala yang lebih luas. Teknologi yang

diperkenalkan secara umum adalah perbaikan jarak

tanam, varietas unggul spesifik lokasi, dan

pemupukan. Kinerja dukungan inovasi teknologi di

lihat berdasarkan pendekatan perbandingan kondisi

eksisting (cara petani) dengan kondisi introduksi.

Inovasi teknologi yang dinilai tepat dan berpeluang

mampu menjadi pengungkit produksi adalah

perbaikan pola tanam (Dariah dan Heryani, 2014).

Pola tanam tidak hanya terkait dengan persoalan

teknis ketersediaan air, tetapi harus dipandang dari

berbagai sudut antara lain dari sudut pandang sosial

dan budaya. Introduksi perubahan pola tanam harus

mempertimbangkan kebiasaan masyarakat,

kegiatan off farm, kegiatan sosial dan juga

ketersediaan modal usahatani.

Diseminasi inovasi pertanian menggunakan

media dan komunikasi untuk meningkatkan adopsi

inovasi. Penyebarluasan informasi melalui media

komunikasi merupakan rangkaian timbal balik dan

tak terpisahkan dalam upaya penyebaran inovasi.

Karakteristik petani yang berhubungan dengan

pemanfaatan media komunikasi adalah: umur,

pendidikan, kekosmopolitan, informasi, dan

kepemilikan media komunikasi. Ketersediaan akses

informasi berhubungan dengan teknologi informasi

berbasis pertanian yang menggunakan media

komunikasi (Rahmawati et al., 2017).

Produksi dan Konsumsi Produk Pertanian

Pada saat ini, pangan pokok masyarakat

Indonesia selain beras ada juga yang masih

mengkonsumsi jagung, ubi kayu, ubi jalar,

keladi/talas dan sagu sebagai makanan pokok. Pada

tahun 2017, produksi padi, jagung, ubi kayu dan

ubi jalar secara keseluruhan memberikan kontribusi

sebesar 60,23% dari total penyediaan energi per

kapita per hari (BKP, 2017).

Beras berkontribusi lebih besar dalam

penyediaan energi dibandingkan dengan jagung,

ubi kayu dan ubi jalar. Gandum merupakan bahan

pangan yang konsumsinya semakin meningkat di

Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan dalam

negeri, maka impor gandum pada tahun 2017

mencapai 11,45 juta ton dan tepung terigu sebesar

0,86 juta ton (BPS, 2017).

Berdasarkan data Susenas, padi-padian

masih merupakan bahan pangan yang paling

banyak dikonsumsi dibandingkan dengan bahan

pangan lain, meskipun terdapat kecenderungan

menurun dibandingkan tahun 2017 sampai 2019

yang semula 852,44 kalori menjadi 814,77 kalori

(Tabel 1).

Konsumsi tertinggi masyarakat (per kapita)

adalah “padi-padian”, disusul “makanan dan

minuman jadi” dan “minyak dan lemak”.

Produk peternakan dan perikanan merupakan

sumber protein utama yang penting. Pada tahun

2017, produksi daging sebesar 3,47 juta ton yang

terdiri dari 2,51 juta ton unggas dan 0.96 ton

daging ruminansia atau produksi unggas

mendominasi produksi peternakan. Produksi

peternakan rata-rata tumbuh sebesar 5,56% selama

2008-2017 (BPS, 2017).

Page 97: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

92 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 85 - 100

Tabel 1. Rata-rata konsumsi kalori dan protein penduduk Indonesia per kapita sehari berdasarkan komoditas (gram),

Maret tahun 2017– 2019

No Kelompok Barang Kalori Protein

2017 2018 2019 2017 2018 2019

1 Padi-padian 852,44 838,03 814,77 20,02 19,72 19,18

2 Umbi-umbian 43,69 38,37 36,79 0,42 0,36 0,37

3 Ikan 49,17 49,46 50,55 8,23 8,31 8,54

4 Daging 67,70 59,99 62,19 4,20 3,73 3,88

5 Telur dan susu 60,47 63,34 60,20 3,35 3,50 3,42

6 Sayur-sayuran 38,90 37,95 39,01 2,44 2,29 2,32

7 Kacang-kacangan 59,23 53,93 52,44 5,63 5,34 5,16

8 Buah-buahan 52,96 51,55 46,97 0,53 0,57 0,53

9 Minyak dan lemak 252,43 257,42 259,42 0,21 0,20 0,20

10 Bahan minuman 98,10 98,07 96,17 0,81 0,83 0,81

11 Bumbu-bumbuan 12,33 11,25 10,49 0,53 0,48 0,45

12 Konsumsi lainnya 64,17 59,33 56,01 1,26 1,16 1,11

13 Makanan, minuman jadi 498,30 528,42 535,50 14,56 15,70 16,17

Jumlah 2.152,64 2.147,09 2.120,52 62,20 62,19 62,13

Sumber: BPS (2019)

Produksi perikanan di Indonesia salah satu

yang terbesar di dunia dan diperkirakan telah

menghasilkan lebih dari 22,98 juta ton tangkapan

ikan pada tahun 2017 (BPS, 2017). Berdasarkan

data NBM 2015 angka tetap, ketersediaan ikan per

kapita di Indonesia diperkirakan mencapai 45,61

kg per kapita per tahun (BKP, 2017). Sebagian

besar produksi ikan terdapat di wilayah timur

Indonesia. Hal ini menunjukkan pentingnya

komoditas ikan dalam pola makan di

daerahtersebut.

Sayuran dan buah-buahan merupakan

sumber utama dalam penyediaan vitamin dan

mineral. Antara tahun 2008 dan 2017, produksi

sayuran dan buah-buahan telah meningkat dengan

rata-ratapertumbuhan sebesar 2,48% untuk sayuran

dan 1,43% untuk buah-buahan. Impor sayuran

meningkat dengan rata-rata sebesar 5,02% dan

buah-buahan sebesar 4,42% padaperiode yang

sama (BPS, 2017).

Kementerian Pertanian telah berhasil

meningkatkan produksi beberapa komoditas

pangan, antara lain produksi padi dari sebesar 71,8

juta ton pada tahun 2013 menjadi 81,07 ton pada

tahun 2017 atau meningkat sebesar 14,9%,

produksi jagung meningkat sebesar 56,24%,

produksi bawang merah meningkat sebesar 45,54%

serta produksi cabai meningkat sebesar 36,42%

(BPS, 2017 dan Pusdatin, 2017). Peningkatan

produksi tersebut berimbas pada peningkatan nilai

produksi pertanian. Pada tahun 2013, nilai produksi

pertanian tercatat sebesar Rp 994,78 triliun dan

meningkat menjadi Rp 1.344,73 triliun pada tahun

2017 dengan laju peningkatan sebesar 9% per

tahun. Tren nilai ekspor sektor pertanian juga

mengalami peningkatan pada periode 2013-2017.

Ekspor pertanian sebesar Rp 334,34 triliun pada

tahun 2013 dan pada tahun 2017 menjadi Rp

441,89 triliun atau naik 24% per tahun (BPS,

2017).. Peningkatan kesejahteraan petani

ditunjukkan oleh menurunnya jumlah penduduk

miskin pedesaan. Persentase penduduk miskin

pedesaan tahun 2015 sebesar 14,21%, menurun

menjadi 13,20% pada tahun 2018 (BPS, 2017).

Sementara itu, persentase penduduk dengan

konsumsi kalori kurang dari 1.400 kkal (70 persen

AKG) per kapita mengalami trend yang menurun.

Pada tahun 2013, persentase penduduk rawan

sebesar 18,68% turun menjadi 12,69% pada tahun

2016 (BPS, 2016).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan

Pangan di Wilayah Perbatasan

Page 98: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

93 Strategi Pengembangan Lumbung Pangan Dalam Mendukung Ketahanan Pangan di

Wilayah Perbatasan: Yennita Sihombing

Wilayah kepulauan dan perbatasan

menyimpan sumberdaya alam pertanian yang

belum dikembangkan sehingga membutuhkan

inovasi teknologi bisa ekplorasi potensi tersebut

untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat

wilayah perbatasan (Dariah dan Heryani, 2014;

Soedireja, 2017).

Ketidakstabilan harga komoditas pangan di

Indonesia banyak dipengaruhi oleh permasalahan

supply (ketersediaan pangan), sifat komoditas

pangan yang musiman, kondisi alam seperti tanah,

perubahan musim, dan juga letak geografis daerah

sehingga akan memengaruhi ketersediaan stok

pangan setiap bulan. Permasalahan distribusi

menjadi hambatan tersendiri pada masalah

transportasi barang antar daerah khususnya di

wilayah perbatasan. Panjangnya rantai pemasaran

komoditas pangan menyebabkan ketidakefisienan

dalam pemasaran barang dan menyebabkan

tingginya harga berbagai komoditas pangan

(Nurhemi et al., 2014).

Secara sederhana, inflasi dapat diartikan

sebagai meningkatnya harga-harga secara umum

dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau

dua barang dapat dikatakan inflasi apabila

kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan

harga pada barang lainnya. Adapun hubungan

antara inflasi dan ketahanan pangan secara

sederhana dapat digambarkan dalam Gambar 2.

.

Sumber: Nurhemi et al. (2014)

Gambar 2. Hubungan ketahanan pangan dan inflasi

Alur hubungan antara inflasi dan ketahanan

pangan lebih berada pada aspek accesibility dan

aspek stability. Pada aspek stability, hal yang

menjadi perhatian utama ketahanan pangan adalah

permasalahan fluktuasi harga pangan. Hal ini

tentunya sangat dekat hubungannya dengan inflasi

mengingat komoditas pangan merupakan salah satu

kelompok komoditas yang masuk dalam keranjang

perhitungan inflasi. Availability memiliki

hubungan dengan inflasi karena ketersediaan

pasokan suatu barang akan berkorelasi dengan

harga barang tersebut. Dari sisi accesibility, hal

yang menjadi perhatian utama adalah harga

komoditas pangan pada level yang dipastikan

terjangkau oleh masyarakat dan kemudahan dalam

memperoleh produk pangan. Hal ini sesuai dengan

yang dikemukakan oleh Warr (2011) bahwa

masyarakat yang paling rentan terhadap ketahanan

pangan adalah masyarakat miskin, yang dipicu oleh

Ketahanan Pangan

Availability

Accessibility

Stability

Pasokan Supply

Harga Level

Ketersediaan Fisik

Fluktuasi Harga

Inflasi

Page 99: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

94 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 85 - 100

kenaikan harga sehingga menyebabkan masyarakat

tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar pangan.

Pencapaian keberhasilan penyediaan pangan

di masa mendatang akan dipengaruhi oleh

pertumbuhan penduduk. Hasil Sensus Penduduk

2010 mencatat bahwa jumlah penduduk Indonesia

sebesar 237,6juta jiwa. Angka ini meningkat

hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan tiga

dekade yang lalu. Pada tahun 2045, jumlah

penduduk Indonesia diproyeksikan akan meningkat

menjadi sekitar 311,6–318,9 juta jiwa (Bappenas,

2018). Pertumbuhan penduduk ini tentunya akan

meningkatkan jumlah permintaan pangan.

Hal-hal lain yang mempengaruhi ketahanan

pangan di wilayah perbatasan: (1) Pergeseran

preferensi makanan merupakan faktor penyebab

utama meningkatnya permintaan impor untuk

beberapa komoditas pertanian, seperti gandum,

daging sapi, buah-buahan, sayuran dan susu. Hal

ini terjadi karena berubahnya pola konsumsi dan

pola permintaan pangan pada kelas berpendapatan

menengah di perkotaan yang melebihi kapasitas

nasional untuk memproduksi sendiri, (2) Sisi

penyediaan pangan, dihadapkan pada kenyataan

penurunan jumlah petani, (3) Tingginya kehilangan

pangan (food loss) dan pangan yang terbuang (food

waste) dalam sistem pangan, (4) Konversi lahan

pertanian menjadi non-pertanian akibat persaingan

penggunaan lahan terutama dengan sektor

perumahan dan industri, (5) Meningkatnya

kejadian kekeringan dan banjir sebagai dampak

dari perubahan iklim global, (6) Penurunan kualitas

tanah dan kesuburan karena kerusakan lingkungan,

(7) Hama dan penyakit pada tanaman dan ternak

yang dapat berpotensi mengurangi tingkat

produksi, (8) Produktivitas petani yang masih

rendah terutama petani gurem yang disebabkan

oleh kurangnya akses ke pasar untuk menjual hasil

produksi, dan (9) Kurangnya akses ke fasilitas

modal (BKP, 2018).

Lumbung Pangan Wilayah Perbatasan

Lumbung pangan adalah salah satu

kelembagaan yang ada di masyarakat yang telah

lama berperan dalam pengadaan pangan terutama

dalam musim paceklik. Menurut Rosyadi dan

Sasongko (2010), keberadaan lumbung pangan

atau lumbung desa pernah berperan sangat penting

dalam menyangga ketersediaan pangan di desa.

Lumbung pangan dikenal sebagai cadangan

pangan di pedesaan dan sebagai penolong selama

masa paceklik. Hal ini sangat penting untuk daerah

pertanian tadah hujan, lahan pertanian pangan

hanya dapat berproduksi optimal pada musim

hujan saja. Selain itu, langkanya dan mahalnya

harga pupuk dan saprodi lainnya, memaksa para

petani harus berhutang untuk dapat melaksanakan

usahtaninya.

Menurut Soemarno (2010), lumbung pangan

dapat berperan sebagai cadangan pangan terutama

di kawasan pedesaan. Lumbung diharapkan dapat

membantu meningkatkan ketahanan pangan

masyarakat dalam skala kecil. Menurut Rachmat

(2010), lumbung pangan merupakan cadangan

pangan yang berfungsi untuk menjaga stok atau

stabilitas pangan baik karenamusim paceklik atau

karena ada kondisi darurat seperti bencana alam.

Lumbung pangan individu berfungsi menyimpan

stok bahan pangan rumah tangga selama periode

tertentu. Lumbung kelompok berfungsi untuk

mengatasi kerawanan pangan pada saat paceklik

serta membantu anggota dalam penyediaan modal

(Prasmatiwi et al., 2013).

Page 100: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

95 Strategi Pengembangan Lumbung Pangan Dalam Mendukung Ketahanan Pangan di

Wilayah Perbatasan: Yennita Sihombing

Sumber: BKP, (2018)

Gambar 3. Skema lumbung pangan masyarakat

Aspek-aspek yang penting menjadi fokus

dalam pemberdayaan lumbung pangan antara lain:

organisasi, administrasi, pengembangan usaha,

pemupukan modal dan pengembangan jaringan

(BKP, 2018). Semua aspek tersebut di atas harus

mendapatkan perhatian lebih lanjut dan pembinaan

secara langsung dari pusat, provinsi dan

kabupaten/kota. Menurut Mishbah (2013), faktor-

faktor yang mempengaruhi eksistensi LPMD dan

Lumbung Pangan Swadaya dalam membangun

ketahanan pangan adalah: (a) Faktor eksternal

bantuan dana dari pemerintah, fluktuasi harga

gabah dipasar, dan eksistensi tengkulak dan (b)

Faktor internal: aset, modal finansial, motivasi dan

tanggung jawab anggota, serta sumberdaya

manusia pengelola lumbung pangan.

Lumbung pangan wilayah perbatasan

merupakan salah satu langkah strategis untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi serta

mengurangi kesenjangan kesejahteraan antar

wilayah dan antar masyarakat di wilayah

perbatasan. Pengembangan lumbung pangan

wilayah perbatasan diarahkan pada peningkatan

kapasitas produksi pangan untuk memenuhi

kebutuhan pangan di wilayah perbatasan dan

kelebihannya untuk diekspor utamanya ke negara

tetangga guna meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan berkembangnya ekonomi wilayah

perbatasan. Sasaran utamanya adalah

meningkatnya produksi, mutu, dan daya saing

produk komoditas pangan dengan mengutamakan

kesejahteraan masyarakat dan kelestarian

sumberdaya alam di wilayah perbatasan.

Page 101: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

96 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 85 - 100

Pemberdayaan lumbung pangan dapat

dilakukan melalui proses pemberdayaan

masyarakat. Dengan kegiatan tersebut masyarakat

diharapkan mampu memberdayakan kelembagaan

lumbung pangan melalui penguatan cadangan

pangan dan pengembangan usaha ekonomi

kelompok menuju terwujudnya kemandirian

kelembagaan lumbung pangan. Indikator

kemandirian kelembagaan lumbung pangan

sebagai berikut: 1) Menguatnya permodalan usaha

kelompok; 2) Meningkatnya posisi tawar anggota

dalam penjualan hasil usaha tani; 3)

Berkembangnya keterampilan teknis anggota

kelompok; 4) Terjalinnya hubungan kemitraan dan

jaringan usaha kelompok; 5) Berkembangnya

usaha kelompok menuju skala yang mampu

memberikan peningkatan pendapatan yang layak

bagi anggotanya; dan 6) Meningkatnya cadangan

pangan minimal sebesar 3 bulan kebutuhan

konsumsi masyarakat.

Pengembangan lumbung pangan wilayah

perbatasan dirancang berbasis kawasan dengan

konsep pertanian modern yang didukung oleh

inovasi teknologi dan kelembagaan sarana-

prasarana produksi, permodalan, serta pengolahan

dan pemasaran hasil pertanian melalui

pemberdayaan kelompok tani dan kemitraan

dengan swasta. Lima provinsi yang disasar sebagai

lokasi prioritas lumbung pangan wilayah

perbatasan adalah (1) Provinsi Kalimantan Barat,

di Kabupaten Sambas, Sintang, Sanggau,

Bengkayang, dan Kapuas Hulu; (2) Provinsi

Kepulauan Riau, di Kabupaten Lingga, Karimun,

dan Natuna; (3) Provinsi Kalimantan Utara di

Kabupaten Nunukan; (4) Provinsi Papua di

Merauke; serta (5) Provinsi Nusa Tenggara Timur

di Malaka dan Belu. Komoditas prioritas yang

dikembangkan antara lain padi (semua provinsi

kecuali NTT), jagung untuk Kalbar, Papua dan

NTT. Bawang merah menjadi target

pengembangan untuk perbatasan Kaltara dan NTT.

Khusus sayuran pengembangannya diarahkan

untuk mengejar target ekspor ke Singapura dan

Malaysia menjadi prioritas Kepri dan Kalbar.

Strategi Pengembangan Lumbung Pangan

Dalam Mendukung Ketahanan Pangan

Pembangunan di bidang pangan dan gizi

sangat diperlukan untuk tercapainya sumber daya

manusia Indonesia yang berkualitas dan berdaya

saing tinggi. Daerah yang saat ini tahan pangan

tidak dijamin selamanya berada dalam kondisi

tahan pangan jika tidak ada strategi dan upaya yang

dilakukan oleh pengambil kebijakan yang

didukung oleh masyarakat dan sektor swasta secara

berkelanjutan. Sebagai dasar penyusunan

kebijakan/program secara berjenjang pemerintah

telah menetapkan Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 83 Tahun 2017 tentang

Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi (KSPG).

KSPG terdiri atas kebijakan strategis di bidang: (a)

ketersediaan pangan; (b) keterjangkauan pangan;

(c) pemanfaatan pangan; (d) perbaikan gizi

masyarakat; dan (e) penguatan kelembagaan

pangan dan gizi.

Kebijakan strategis masing-masing bidang

dikemukakan sebagai berikut (BKP , 2018)

Kebijakan di bidang ketersediaan pangan:

Peningkatan produksi pangan dalam negeri,

Penguatan cadangan pangan nasional, dan

penguatan perdagangan pangan, dan

penyediaan pangan berbasis pada potensi

sumberdaya lokal

Di bidang keterjangkauan pangan Efisiensi

pemasaran pangan, kbijakannya meliputi:

Penguatan sistem logistik pangan, Stabilisasi

pasokan dan harga pangan pokok dan

pangan lainnya, Pemberdayaan masyarakat

di bidang pangan dan gizi, Penanganan

kerawanan pangan dan gizi, dan Penyediaan

bantuan pangan bagi masyarakat miskin dan

masyarakat yang mengalami rawan pangan

dan gizi

Kebijakan Pemanfaatan pangan, meliputi

Pengembangan pola konsumsi pangan

beragam, bergizi seimbang, dan aman,

Pengembangan jejaring dan informasi

pangan dan gizi, dan Peningkatan

pengawasan keamananan pangan.

Page 102: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

97 Strategi Pengembangan Lumbung Pangan Dalam Mendukung Ketahanan Pangan di

Wilayah Perbatasan: Yennita Sihombing

Bidang perbaikan gizi masyarakat

kebijakannya meliputi perbaikan pola

konsumsi pangan perseorangan dan

masyarakat yang beragam, bergizi seimbang,

dan amanPerbaikan atau pengayaan gizi

pangan tertentuPenguatan pelaksanaan dan

pengawasan regulasi dan standar gizi

Penetapan persyaratan khusus mengenai

komposisi pangan untuk meningkatkan

kandungan gizi pangan olahan tertentu yang

diperdagangkanPerbaikan gizi bagi ibu

hamil, ibu menyusui, bayi, balita, remaja,

dan kelompok rawan gizi lainnyaPenguatan

sistem surveilan pangan dan gizi, dan

Penguatan program gizi lintas sektor melalui

program sensitif gizi

Pada bidang penguatan kelembagaan pangan

dan gizi, kebijakannya meliputi Penguatan

kelembagaan pangan dan gizi tingkat

nasional yang telah ada, Penguatan peran

kelembagaan pangan dan gizi daerah

provinsi dan kabupaten/kota yang telah ada,

dan Penguatan fungsi dewan ketahanan

pangan, dan dewan ketahanan pangan

provinsi dan kabupaten/kota yang telah ada,

pengembangan kemitraan antar berbagai

pemangku Kepentingan dalam pembangunan

pangan dan gizi berkelanjutan

Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi

selanjutnya dioperasionalkan melalui Rencana

Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) terdiri

atas 5 pilar, meliputi: (a) Perbaikan gizi

masyarakat; (b) Peningkatan aksesibilitas pangan

yang beragam; (c) Mutu dan keamanan pangan; (d)

Perilaku hidup bersih dan sehat; dan (e) Koordinasi

pembangunan pangan dan gizi.

Program/kegiatan pada masing-masing pilar

diuraikan dapalam paparan sebagai berikut:

Program perbaikan gizi masyarakat,

mencakup promosi dan pendidikan gizi

masyarakat, Pemberian suplementasi gizi,

Pelayanan kesehatan dan masalah gizi,

Pemberdayaan masyarakat di bidang pangan

dan gizi, Jaminan sosial yang mendukung

perbaikan pangan dan gizi, dan Pendidikan

anak usia dini

Program peningkatan aksesibiltas pangan

yang beragam, meliputi produksi pangan

dalam negeri, penyediaan pangan berbasis

sumber daya lokal, distribusi pangan,

konsumsi kalori, karbohidrat, protein,

vitamin, dan mineral, peningkatan akses

pangan bagi masyarakat miskin dan

masyarakat yang mengalami rawan pangan

dan gizi

Program mutu dan keamanan meliputi

pengawasan regulasi dan standar gizi,

pengawasan keamanan pangan segar,

pengawasan keamanan pangan olahan,

pengawasan pangan sarana air minum dan

tempat-tempat umum, dan promosi

keamanan pangan

Program perilaku hidup, meliputi: bersih dan

sehat, pencegahan dan pengendalian

penyakit menular, pencegahan dan

pengendalian penyakit tidak menular,

penyediaan air bersih dan sanitasi, penerapan

kawasan tanpa rokok, penerapan perilaku

sehat

Koordinasi pembangunan pangan dan gizi,

meliputi perencanaan pangan dan gizi,

Penguatan peranan lintas sektor, penguatan

pencatatan sipil dalam perbaikan gizi,

pelibatan pemangku kepentingan,

pemantauan dan evaluasi, dan penyusunan

dan penyampaian laporan

KESIMPULAN

Dalam rangka mengantisipasi, mencegah

dan menangani persoalan rawan pangan dan gizi

buruk harus didukung oleh informasi ketahanan

pangan yang akurat, komprehensif, dan tertata

dengan baik. Strategi pengembangan lumbung

pangan adalah serangkaian kegiatan dalam

pengambilan keputusan dengan menganalisis

faktor-faktor strategis dalam lumbung pangan baik

faktor-faktor dari luar maupun dari dalam lumbung

pangan.

Page 103: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

98 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 85 - 100

Strategi pengembangan lumbung pangan

yang dapat dilakukan di wilayah perbatasan pada

khususnya antara lain: perbaikan administrasi dan

manajemen lumbung pangan, peningkatan

partisipasi anggota lumbung pangan dalam

kegiatan simpan pinjam sehingga terjadi

peningkatan skala usaha, perluasan usaha dengan

melayani kegiatan penggilingan yang melayani

anggota lumbung pangan, peningkatan jasa bagi

anggota lumbung pangan dan perlunya perhatian,

bantuan dan pembinaan lumbung pangan dari

pemerintah.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada

Kepala Balai Pengkajian dan Pengembangan

Teknologi Pertanian yang telah memberikan ijin

penulisan karya tulis ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Atem dan N. Niko. 2020. Persoalan kerawanan

pangan pada masyarakat miskin di wilayah

perbatasan entikong (Indonesia-Malaysia)

Kalimantan Barat. Jurnal Surya Masyarakat,

2(2): 94-104.

Badan Pusat Statistik. 2012. Konsumsi kalori dan

protein penduduk Indonesia dan provinsi,

Maret 2019:berdasarkan hasil susenas Maret

2019. Buku 2. ISSN / ISBN : 1979-6250.

Badan Pusat Statistik Pusat. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik produksi

pangan 2008-2017. Statistik Indonesia.

Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2019. Pengeluaran untuk

konsumsi penduduk Indonesia Berdasarkan

hasil Susenas Maret 2019. Buku 1. ISSN:

1979-6242. Jakarta.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(Bappenas). 2018. Pembangunan

kependudukan (disampaikan pada acara

peluncuran buku Proyeksi Penduduk

Indonesia Tahun 2015-2045). Jakarta.

Badan Ketahanan Pangan (BKP). 2017. Neraca

bahan makanan 2017. Jakarta.

Badan Ketahanan Pangan (BKP). 2018. Peta

ketahanan dan kerentanan pangan 2018.

Kementerian Pertanian, Jakarta.

Banita, D. 2013. Analisis ketersediaan pangan

pokok dan pola konsumsi rumahtangga

petani di Kabupaten Wonogiri. Skripsi.

Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Dariah, A dan N. Heryani. 2014. Pemberdayaan

lahan kering suboptimal untuk mendukung

kebijakan diversifikasi dan ketahanan

pangan. Jurnal Sumberdaya Lahan Edisi

Khusus, 1(1): 1–16.

Hadi, S. 2014. Program pembangunan kawasan

perbatasan. Bulletin Program Pembangunan

Kawasan, 1–9. http://tataruang.atr-bpn.go.id/

Bulletin/upload/data_artikel/program

pembangunan kawasan edisi 3.pdf. Diakses

11 Juni 2019.

Hendrayady, A. 2018. Strategi pembangunan

wilayah perbatasan Provinsi Kepulauan

Riau. Jurnal Ilmu Administrasi Negara, 6(1):

1-10.

Hendrayady, A. 2019. Membangun wilayah

perbatasan di Provinsi Kepulauan Riau.

Jurnal Ilmu Pemerintahan, 4(1): 34-49.

Indraningsih, K.S. 2017. Strategi diseminasi

inovasi pertanian dalam mendukung

pembangunan pertanian. Forum Penelitian

Agro Ekonomi, 35(2): 107-123.

Kuntjorowati, E. dan S. Prastyowati. 2017. Upaya

masyarakat perbatasan antarnegara dalam

mempertahankan kesejahteraan sosial. Jurnal

PKS, 16(4): 345-358.

Malik, H. 2014. Melepas perangkap impor pangan:

model pembangunan kedaulatan pangan di

Kabupaten Kaur, Bengkulu. LP3ES: Jakarta.

Mariyani, S. 2017. Strategi pengembangan

lumbung pangan dalam mendukung

ketersediaan pangan rumah tangga petani

padi anggota lumbung pangan di Kecamatan

Page 104: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

99 Strategi Pengembangan Lumbung Pangan Dalam Mendukung Ketahanan Pangan di

Wilayah Perbatasan: Yennita Sihombing

Ambarawa, Kabupaten Pringsewu. Skirpsi.

Universitas Lampung. p. 1-101.

Mishbah, A. 2013. Studi komparatif lumbung

pangan masyarakat desa dengan lumbung

pangan swadaya dalam membangun

ketahanan pangan di Kabupaten

Karanganyar. Skripsi. Universitas Gadjah

Mada. Yogyakarta.

Munaf, D.R., T. Suseno, R.I. Janu, dan A.M.

Badar. 2008. Peran teknologi tepat guna

untuk masyarakat daerah perbatasan. Jurnal

Sosioteknologi, 13(April): 329–333.

http://journals.itb.ac.id/index.php/sostek/arti

cle/view/991/601. Diakses 11 Juni 2019.

Niko, N. 2019. Kemiskinan perempuan Dayak

Benawan di Kalimantan Barat sebagai

bentuk kolonialisme baru. Jurnal Pemikiran

Sosiologi, 6(1): 58-76.

Niko, N. dan Samkamaria. 2019. Terminal Barang

Internasional (TBI) dalam konteks

pembangunan ekonomi masyarakat di

perbatasan Entikong, Indonesia-Malaysia.

Indonesian Journal of Religion and Society,

1(2):104-114.

Ningsi, B.A.W. 2012. Permodelan ketahanan

pangan Indonesia dengan menggunakan

partial least square path modelling (PLS-

PM). Sekolah Pascasarjana. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Nurhemi, R.I.S. Shinta, dan S.R. Guruh. 2014.

Pemetaan ketahanan pangan di Indonesia:

pendekatan TFP dan indeks ketahanan

pangan. Working Paper. Bank Indonesia.

WP/4/2014.

Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2015 tentang

Ketahanan Pangan dan Gizi. Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia No.

5680. Ditetapkan di Jakarta,pada tanggal 19

Maret 2015. Jakarta.

Prasmatiwi, F.E., N. Rosanti, dan ListianaI. 2013.

Kajian cadangan pangan rumahtangga petani

padi di Provinsi Lampung. Prosiding

Seminar Nasional Sains dan Teknologi V

Satek & Indonesia Hijau.

http://repository.lppm.unila.ac.id/756/1/

Fembriarti-Prosiding%20Satek.pdf. Diakses

13 Juni 2019

Prasmatiwi, F.E., Rosanti, dan Listiani. 2013.

Kajian cadangan pangan rumah tanggga

petani di provinsi Lampung. Prosiding

Seminar Nasional Sains dan Teknologi V

Satek dan Indonesia Hijau. p. 1099-1108.

Prasojo, Z.H. 2013. Dinamika masyarakat lokal di

perbatasan. Walisongo, 21(November), 417–

436. http://www.journal.walisongo.ac.id/

index.php/walisongo/article/view/252/233.

Diakses 11 Juni 2019.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

(Pusdatin). 2017. Data produksi tanaman

pangan. Jakarta

Rachmat, M. 2010. Kajian sistem kelembagaan

cadangan pangan masyarakatperdesaan

untuk mengurangi 25% risiko kerawanan

pangan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Rahmawati, A. Saleh, M. Hubeis, dan N.

Purnaningsih. 2017. Factors related to use of

communication media spectrum

communication network dissemination in

multi channel. Int J Sci Basic and Applied

Res., 34(1): 182-192.

Rosyadi, I. dan N. Sasongko. 2010. Mendesain dan

menerapkan manajemen stok (cadangan)

pangan sebagai upaya meningkatkan

ketahanan pangan. WARTA, 13(2): 128 –

139.

Soedireja, H.R. 2017. Potensi dan upaya

pemanfaatan air tanah untuk irigasi lahan

kering di Nusa Tenggara. Jurnal Irigasi,

11(2): 67–80.

Sudiar, S. 2015. Pembangunan wilayah perbatasan

negara: gambaran tentang strategi

pengelolaan kawasan perbatasan darat di

Provinsi Kalimantan Utara. Jurnal

Administrative Reform, 3(4): 489-500.

Page 105: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

100 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol. 6, N0., 1 Juni 2020 : 85 - 100

Sukari. 2009. Strategi pengembangan kebijakan

dan program ketahanan pangan kabupaten

administrasi Kepulauan Seribu. Sekolah

Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Sulaiman, A.A., I. Las, D. Soetopo, I. Inounu,

B.I. Setiawan, K. Subagyono, Hermanto, T.

Alihamsyah, S. Torang, E. Suryani,

Hoerudin, S. Herodian, F. Bahar, dan B.

Wirawan. 2017. Buku membangun lumbung

pangan di perbatasan, sinergitas merintis

ekspor pangan di wilayah perbatasan NKRI.

Cetakan Pertama. Oktober 2017. ISBN :

9786025540066. Kementerian Pertanian,

Jakarta.

Soemarmo. 2010. Model pengembangan LPMD

lumbung pangan masyarakatdesa. FP

Universitas Brawijaya. Malang.

http://marno.lecture.ub.ac.id/. Diakses 11

Juni 2019.

Sunarminto, B.I., D. H. Darwanto, M. Mawardi, D.

Indradewa, D. Sutrisno, S. Atmosudiro, T.

Gunawan, Faturochman, Zuprizal, J.H.

Mulyo, C. Agus, B.S. Daryono, B.

Purwantana, Y. Erwanto, A. Rozaq,

Sugiyarto, C. Widiyanto, dan Genesiska.

2010. Buku Pertanian terpadu untuk

mendukung kedaulatan pangan nasional.

ISBN. 979-503-546-0. BPFE- Yogyakarta.

Hlm. 1-24.

Supianto. 2018. Kementan dorong pembangunan

lumbung pangan wilayah

perbatasan.Jurnas.com (Jujur dan bernas).

http://www.jurnas.com/artikel/35431/Kemen

tan-Dorong-Pembangunan-Lumbung-

Pangan-Wilayah-Perbatasan/ . Diakses 11

Juni 2019.

Syarief, R., Sumardjo, dan A. Fatchiya. 2014.

Kajian model pemberdayaan ketahanan

pangan di wilayah perbatasan antar negara.

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 19(1): 9-13.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012. Tentang

Pangan Pasal 114. Disahkan di Jakarta,pada

tanggal 16 November 2012. Jakarta.

Warr, P. 2011. Food security vs. food self-

suffiency: the Indonesian case. Working

Paper. No.2011/04. The Australian National

University.

Warr, P. 2014. Food insecurity and its

determinants. The Australian National

University.

Widiatmaka. 2015. Integrasi informasi geografis

dan informasi sumberdaya lahan pertanian

mendukung kedaulatan pangan nasional.

Disampaikan dalam Seminar Nasional

“Peran Geografi dalam Mendukung

Kedaulatan Pangan 2015”. Badan Informasi

Geospasial. Bogor.

Zulkifli, A. Latif, dan R. Karmilia. 2017. Risiko

pengelolaan kawasan perbatasan negara

dengan model kerjasama ekonomi

internasional. Jurnal Ilmiah Cano

Ekonomos, 6(2): 59-70.

Page 106: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai

PEDOMAN BAGI PENULIS

Redaksi menerima naskah yang orisinil, belum pernah dipublikasikan dan tidak sedang dalam proses

pengajuan ke penerbitan pada publikasi lain.

SISTEMATIKA PENULISAN NASKAH: Primer dan atau Tinjauan/Sekunder

Naskah primer: Nama penulis, nama instansi, alamat instansi kemudian Abstract, Keywords,

Abstrak, Kata kunci, Pendahuluan, Metodologi, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan, Ucapan Terimakasih, Daftar Pustaka, Lampiran

Naskah tinjauan/sekunder: Sistematika sama dengan naskah primer tetapi tidak ada Metodologi

JUDUL

Judul harus mengandung novelty dan mencerminkan isi naskah, tidak melebihi 15 kata.

ABSTRAK

Menggambarkan seluruh isi tulisan secara singkat dan padat (maks 250 kata ), mencakup permasalahan, tujuan, metode, hasil utama, kesimpulan.

KATA KUNCI

Terdiri atas 3-5 kata kunci, mewakili isi naskah.

PENDAHULUAN

Memuat argumentasi penulisan naskah dengan judul yang dipilih, perumusan masalah, tujuan

METODOLOGI (Khusus untuk Naskah Primer)

Menyampaikan ruang lingkup, lokasi, waktu, data dan sumber data, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ungkapan hasil dan pembahasan disampaikan tanpa dipisahkan antara hasil dan pembahasan. Susun dalam beberapa subbab yang mengacu pada tujuan Setiap pernyataan yang bukan pendapat penulis, agar dituliskan sumber referensinya. Setiap tampilan Tabel dan Gambar, dilengkapi dengan sumbernya.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Memuat sintesis dari hasil dan pembahasan. Tidak mengulang pembahasan

UCAPAN TERIMAKASIH

Ditujukan kepada pihak-pihakyang berjasa dalam penyusunan naskah, sejak mengumpulkan data hingga tersusunnya menjadi naskah

DAFTAR PUSTAKA

Gunakan Mendeley dengan Style : Harvard-anglia 2008.

Jumlah pustaka untuk naskah primer: minimal 10 buah, 80 % diantaranya dari artikel. Untuk naskah tinjauan: jumlahnya minimal 25 buah, 80 % diantaranya dari artikel.

PENGAJUAN NASKAH

Ajukan melalui email ke alamat redaksi : E-mail : [email protected] Pengajuan naskah, dilengkapi dengan: Surat pengantar Kepala Unit Kerja di tempat penulis, dan

Klirens etik yang ditandatangani semua penulis dibubuhi meterai. Jumlah halaman terbit, maksimum 10 halaman, atau sekitar 20 halaman usulan naskah. Gunakan Microsoft Office 2010

PUBLIKASI: Buletin terbit 2 kali dalam satu tahun, yaitu di Bulan Juni dan Desember

Page 107: INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIbbp2tp.litbang.pertanian.go.id/images/Download/Ebook...INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 6, Nomor 1, Juni Tahun 2020 Pengarah: Kepala Balai