makalah filsafat ilmu
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Filsafat dan Ilmu adalah dua kata yang saling berkaitan
baik secara substansial maupun historis. Kelahiran suatu ilmu
tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaliknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Ilmu atau
Sains merupakan komponen terbesar yang diajarkan dalam
semua strata pendidikan. Walaupun telah bertahun-tahun
mempelajari ilmu, pengetahuan ilmiah tidak digunakan sebagai
acuan dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu dianggap sebagai
hafalan saja, bukan sebagai pengetahuan yang mendeskripsikan,
menjelaskan, memprediksikan gejala alam untuk kesejahteraan
dan kenyamanan hidup. Kini ilmu telah tercerabut dari nilai luhur
ilmu, yaitu untuk menyejahterakan umat manusia. Bahkan tidak
mustahil terjadi, ilmu dan teknologi menjadi bencana bagi
kehidupan manusia, seperti pemanasan global dan
dehumanisasi. Ilmu dan teknologi telah kehilangan rohnya yang
fundamental, karena ilmu telah mengurangi bahkan
menghilangkan peran manusia, dan bahkan tanpa disadari
manusia telah menjadi budak ilmu dan teknologi. Oleh karena
itu, filsafat ilmu mencoba mengembalikan roh dan nilai luhur dari
ilmu, agar ilmu tidak menjadi bumerang bagi kehidupan
1
manusia. Filsafat ilmu akan mempertegas bahwa ilmu dan
teknologi adalah instrumen dalam mencapai kesejahteraan
bukan tujuan. Filsafat ilmu diberikan sebagai pengetahuan bagi
orang yang ingin mendalami hakikat ilmu dan kaitannya dengan
pengetahuan lainnya. Dalam masyarakat religius, ilmu
dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai
ketuhanan, karena sumber ilmu yang hakiki adalah Tuhan.
Manusia diberi daya fikir oleh Tuhan, dan dengan daya fikir inilah
manusia menemukan teori-teori ilmiah dan teknologi. Pengaruh
agama yang kaku dan dogmatis kadang kala menghambat
perkembangan ilmu. Oleh karenanya diperlukan kecerdasan dan
kejelian dalam memahami kebenaran ilmiah dengan sistem nilai
dalam agama, agar keduanya tidak saling bertentangan.
Dalam filsafat ilmu, ilmu akan dijelaskan secara filosofis
dan akademis sehingga ilmu dan teknologi tidak tercerabut dari
nilai agama, kemanusiaan lingkungan. Dengan demikian filsafat
ilmu akan memberikan nilai dan orientasi yang jelas bagi setiap
ilmu.
B. PENDEKATAN FILSAFAT DALAM MEMPEROLEH ILMU
Pada zaman Plato sampai pada masa Al-Kindi, batas antara
filsafat dan ilmu pengetahuan boleh dikatakan tidak ada.
Seorang filosof (ahli filsafat) pasti menguasai semua ilmu
2
pengetahuan. Perkembangan daya berfikir manusia yang
mengembangkan filsafat pada tingkat praktis dikalahkan oleh
perkembangan ilmu yang didukung oleh teknologi. Wilayah
kajian filsafat menjadi lebih sempit dibandingkan dengan wilayah
kajian ilmu. Sehingga ada anggapan filsafat tidak dibutuhkan
lagi. Filsafat kurang membumi sedangkan ilmu lebih bermanfaat
dan lebih praktis. Pada hal filsafat menghendaki pengetahuan
yang komprehensif yang luas, umum, dan universal dan hal ini
tidak dapat diperoleh dalam ilmu. Sehingga filsafat dapat
ditempatkan pada posisi di mana pemikiran manusia tidak
mungkin dapat dijangkau oleh ilmu.
Ilmu bersifat pasteriori (kesimpulan ditarik setelah
melakukan pengujian secara berulang), sedangkan filsafat
bersifat priori (kesimpulan ditarik tanpa pengujian tetapi
pemikiran dan perenungan). Keduanya sama-sama
menggunakan aktivitas berfikir, walaupun cara berfikirnya
berbeda. Keduanya juga sama-sama mencari kebenaran.
Kebenaran filsafat tidak dapat dibuktikan oleh filsafat sendiri
tetapi hanya dapat doleh teori keilmuan melalui observasi
ataupun eksperimen untuk mendapatkan justifikasi. Filsafat
dapat merangsang lahirnya keinginan dari temuan filosofis
melalui berbagai observasi dan eksperimen yang melahirkan
ilmu-ilmu. Hasil kerja filosofis dapat menjadi pembuka bagi
3
lahirnya suatu ilmu, oleh karena itu filsafat disebut juga sebagai
induk ilmu (mother of science). Untuk kepentingan
perkembangan ilmu, lahir disiplin filsafat yang mengkaji ilmu
pengetahuan yang dikenal sebagai filsafat ilmu.
BAB II
TINJAUAN TENTANG FILSAFAT
A. TINJAUAN HISTORIS
Dilihat dari pendekatan historis, ilmu filsafat dipahami melalui
sejarah perkembangan pemikiran filsafat. Menurut catatan sejarah, filsafat
Barat bermula di Yunani. Bangsa Yunani mulai mempergunakan akal
ketika mem pertanyakan mitos yang berkembang di masyarakat sekitar
abad VI SM . Perkembangan pemikiran ini menandai usaha manusia
untuk mem pergunakan akal dalam memahami segala sesuatu. Pemikiran
Yunani sebagai embrio filsafat Barat berkembang menjadi titik tolak
pemikiran Barat abad pertengahan, modern dan masa berikutnya.
Di samping menempatkan filsafat sebagai sumber pengetahuan,
4
Barat juga menjadikan agama sebagai pedoman hidup, meskipun
memang harus diakui bahwa hubungan filsafat dan agama mengalami
pasang surut. Pada abad pertengahan misalnya dunia Barat didominasi
oleh dogmatisme gereja (agama), tetapi abad modern seakan terjadi
pembalasan terhadap agama. Peran agama di masa modern digantikan
ilmu-ilmu positif. Akibatnya, Barat mengalami kekeringan spiritualisme.
Namun selanjutnya, Barat kembali melirik kepada peranan agama agar
kehidupan m ereka kembali memiliki makna.
Secara garis besar, perkembangan sejarah filsafat dibagi dalam
lima tahap:
1. Filsafat Yunani Klasik
2. Filsafat Yunani
3. Filsafat Abad Pertengahan
4. Filsafat Modern
5. Filsafat Posmodern
1. Filsafat Yunani Klasik
Bangsa Yunani merupakan bangsa yang pertama kali berusaha
menggunakan akal untuk berpikir. Kegemaran bangsa Yunani merantau
secara tidak langsung menjadi sebab meluasnya tradisi berpikir bebas
yang dimiliki bangsa Yunani.
Menurut Barthelemy, kebebasan berpikir bangsa Yunani
disebabkan di Yunani sebelumnya tidak pernah ada agama yang
5
didasarkan pada kitab suci. Keadaan tersebut jelas berbeda dengan
Mesir, Persia, dan India. Sedangkan Livingstone berpendapat bahwa
adanya kebebasan berpikir bangsa Yunani dikarenakan kebebasan
mereka dari agama dan politik secara bersamaan. Pada masa Yunani
kuno, filsafat secara umum sangat dominan, meski harus diakui bahwa
agama masih kelihatan memainkan peran. Hal ini terjadi pada tahap
permulaan, yaitu pada masa Thales (640-545 SM). Demikian juga
Phitagoras (572-500 SM) belum murni rasional.
Pada masa Yunani Klasik, pertanyaan-pertanyaan yang
berkembang adalah pertanyaan yang berhubungan alam semesta. Ini
berangkat dari kekaguman manusia terhadap hal-hal yang ada di
sekitarnya. Sebagai contoh, ketika manusia melihat segala sesuatu yang
ada di sekeliling mereka, muncul pertanyaan-pertanyaan mengenai segala
sesuatu itu. Begitu pun para filosof zaman Yunani klasik ini. Mereka
mempertanyakan hakikat kehidupan ini. Sebagai contoh, Thales, salah
seorang filosof yang hidup pada masa itu, mendapatkan kesimpulan
bahwa penyebab pertama kehidupan adalah air karena ia melihat adanya
kehidupan ini karena ada air.
2. Filsafat Yunani
Filsafat zaman Yunani ini diwakili oleh Plato dan Aristoteles. Pada
zaman ini, pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan mulai berkembang.
Mereka tidak lagi hanya melihat keluar (oustside), akan tetapi juga mulai
melihat ke dalam (inside). Persoalan tentang manusia mulai
6
dipertanyakan. Misalnya, apa hakikat manusia? Dari mana manusia
berasal? Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut lahirlah suatu jawaban.
Salah satunya adalah jawaban yang muncuk dari Plato bahwa hakikat
manusia itu terdiri dari tubuh dan jiwa. Secara struktur, jiwa lebih tinggi
dari tubuh. Menurut Plato, tubuh menjadi penjara jiwa. Jiwa akan bebas
ketika ia lepas dari tubuhnya. Sementara itu, Aristoteles mengatakan
hakikat manusia tidak terpisah antara tubuh dan jiwa. Tidak ada yang
lebih tinggi secara struktur. Manusia terdiri dari forma dan materi.
3. Filsafat Abad Pertengahan
Filsafat abad pertengahan lahirnya agama sebagai kekuatan baru.
Banyak filosof yang lahir dari latar belakang rohaniwan. Dengan lahirnya
agama-agama sebagai kekuatan baru, wahyu menjadi otoritas dalam
menentukan kebenaran.
Sejak gereja (agama) mendominasi, peranan akal (filsafat) menjadi
sangat kecil. Karena, gereja telah membelokkan kreatifitas akal dan
mengurangi kemampuannya. Pada saat itu, pendidikan diserahkan pada
tokoh-tokoh gereja yang dikenal dengan "The Scholastics", sehingga
periode ini disebut dengan masa skolastik. Para filosof aliran skolastik
menerima doktrin gereja sebagai dasar pandangan filosofisnya. Mereka
berupaya memberikan pembenaran apa yang telah diterima dari gereja
secara rasional.
Di antara filosof skolastik yang terkenal adalah Augustinus (354-
430). Menurutnya, di balik keteraturan dan ketertiban alam semesta ini
7
pasti ada yang mengendalikan, yaitu Tuhan. Kebenaran mutlak ada pada
ajaran agama. Kebenaran berpangkal pada aksioma bahwa segala
sesuatu diciptakan oleh Allah dari yang tidak ada (creatio ex nihilo).
Kehidupan yang terbaik adalah kehidupan bertapa, dan yang terpenting
adalah cinta pada Tuhan.
Ciri khas filsafat abad pertengahan ini terletak pada rumusan Santo
Anselmus (1033-1109), yaitu credo ut intelligam (saya percaya agar saya
paham). Filsafat ini jelas berbeda dengan sifat filsafat rasional yang lebih
mendahulukan pengertian daripada iman.
4. Filsafat Modern
Masa filsafat modern diawali dengan munculnya Renaissance
sekitar abad XV dan XVI M, yang bermaksud melahirkan kembali
kebudayaan klasik Yunani-Romawi. Berangkat dari keinginan lepas dari
dogma-dogma, akhirnya muncul semangat untuk kembali menggali
kekayaan filsafat Yunani klasik. Problem utama masa Renaissance,
sebagai mana periode skolastik, adalah sintesa agama dan filsafat
dengan arah yang berbeda. Era Renaissance ditandai dengan
tercurahnya perhatian pada berbagai bidang kemanusiaan, baik sebagai
individu maupun sosial.
Di antara filosof masa Renaissance adalah Francis Bacon (1561-
1626). Ia berpendapat bahwa filsafat harus dipisahkan dari teologi.
Meskipun ia meyakini bahwa penalaran dapat menunjukkan Tuhan, tetapi
ia menganggap bahwa segala sesuatu yang bercirikan lain dalam teologi
8
hanya dapat diketahui dengan wahyu, sedangkan wahyu sepenuhnya
bergantung pada penalaran. Hal ini menunjukkan bahwa Bacon termasuk
orang yang membenarkan konsep kebenaran ganda (double truth), yaitu
kebenaran akal dan wahyu. Puncak masa Renaissance muncul pada era
Rene Descartes (1596-1650) yang dianggap sebagai Bapak Filsafat
Modern dan pelopor aliran Rasionalisme. Argumentasi yang dimajukan
bertujuan untuk melepaskan diri dari kungkungan gereja. Hal ini tampak
dalam semboyannya "cogito ergo sum "(saya berpikir maka saya ada).
Pernyataan ini sangat terkenal dalam perkembangan pemikiran modern,
karena mengangkat kembali derajat rasio dan pemikiran sebagai indikasi
eksistensi setiap individu. Dalam hal ini, filsafat kembali mendapatkan
kejayaannya dan mengalahkan peran agama, karena dengan rasio
manusia dapat memperoleh kebenaran. Kemudian muncul aliran
Empirisme, dengan pelopor utamanya, Thomas Hobbes (1588-1679) dan
John Locke (1632-1704). Aliran Empirisme berpendapat bahwa
pengetahuan dan pengenalan berasal dari pengalaman, baik pengalaman
batiniah maupun lahiriah. Aliran ini juga menekankan pengenalan inderawi
sebagai bentuk pengenalan yang sempurna.
Di tengah bergemanya pemikiran rasionalisme dan empirisme,
muncul gagasan baru di Inggris, yang kemudian berkembang ke Perancis
dan akhirnya ke Jerman. Masa ini dikenal dengan Aufklarung atau
Enlightenment atau masa pencerahan sekitar abad XVIII M. Pada masa
Aufklarung ini muncul keinginan manusia modern menyingkap misteri
9
dunia dengan kekuatan akal dan kebebasan berpikir. Tokoh filosof yang
yang sangat mengagungkan kekuatan akal dan dianggap sebagai Bapak
Filsafat Modern adalah Rene Descartes. Pada abad ini dirumuskan
adanya keterpisahan rasio dari agama, akal terlepas dari kungkungan
gereja, sehingga Voltaire (1694-1778) menyebutnya sebagai the age of
reason (zaman penalaran). Sebagai salah satu konsekuensinya adalah
supremasi rasio berkembang pesat yang pada gilirannya mendorong
berkembangnya filsafat dan sains. Periode filsafat modern di Barat
menunjukkan adanya pergeseran, segala bentuk dominasi gereja,
kependetaan dan anggapan bahwa kitab suci sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan diporak-porandakan. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa abad modern merupakan era pembalasan terhadap
zaman skolastik yang didominasi gereja.
5. Filsafat Posmodern
Filsafat posmodern ditandai dengan keinginan untuk mendobrak
sifat-sifat filsafat modern yang mengagungkan keuniversalitasan,
kebenaran tunggal, dan kebebasnilaian. Karena itu, filsafat posmodern
sangat mengagungkan nilai-nilai relativitas dan mininarasi, berbeda
dengan filsafat modern yang mengagungkan narasi-narasi besar. Filsafat
posmodern cenderung lebih beragam dalam hal pemikirian.
Pada awal abad XX, di Inggris dan Amerika muncul aliran
Pragmatisme yang dipelopori oleh William James (1842-1910).
Sebenarnya, Pragmatisme awalnya diperkenalkan oleh C.S. Pierce (1839-
10
1914). Menurutnya, kepercayaan menghasilkan kebiasaan, dan berbagai
kepercayaan dapat dibedakan dengan membandingkan kebiasaan yang
dihasilkan. Oleh karena itu, kepercayaan adalah aturan bertindak. William
James berpendapat bahwa teori adalah alat untuk memecahkan masalah
dalam pengalaman hidup manusia. Karena itu, teori dianggap benar, jika
teori berfungsi bagi kehidupan manusia. Sedangkan agama, menurutnya,
mempunyai arti sebagai perasaan (feelings), tindakan (acts) dan
pengalaman individu manusia ketika mencoba memahami hubungan dan
posisinya dihadapan apa yang mereka anggap suci. Dengan demikian,
keagamaan bersifat unik dan membuat individu menyadari bahwa dunia
merupakan bagian dari sistem spiritual yang dengan sendirinya memberi
nilai bagi atau kepadanya.
Agak berbeda dengan William James, tokoh Pragmatisme lainnya,
John Dewey (1859-1952) menyatakan bahwa tugas filsafat yang
terpenting adalah memberikan pengarahan pada perbuatan manusia
dalam praktek hidup yang harus berpijak pada pengalaman.
Pada saat yang bersamaan, juga berkembang aliran Fenomenologi
di Jerman yang dipelopori oleh Edmund Husserl (1859-1938).
Menurutnya, untuk mendapatkan pengetahuan yang benar ialah dengan
menggunakan intuisi langsung, karena dapat dijadikan kriteria terakhir
dalam filsafat. Baginya, Fenomenologi sebenarnya merupakan teori
tentang fenomena; ia mem pelajari apa yang tampak atau yang
menampakkan diri.
11
Pada abad tersebut juga lahir aliran Eksistensialisme yang dirintis
oleh Soren Kierkegaard (1813-1855). Tokoh terpenting dalam aliran ini
adalah Jean Paul Sartre (1905-1980) yang berpandangan atheistik.
Menurutnya, Tuhan tidak ada, atau sekurang-kurangnya manusia bukan
ciptaan Tuhan. Eksistensi manusia mendahului esensinya; manusia bebas
menentukan semuanya untuk dirinya dan untuk seluruh manusia.
Ciri-ciri Filsafat Yunani
1. pertanyaan-pertanyaan yang diajukan adalah seputar pertanyaan
hakikat kehidupan
2. pertanyaan tentang asal-usul alam (Heraklitos: api, Thales: air)
3. pertanyaan asal-usul manusia (Aristoteles, dualisme jiwa dan
tubuh: Plato)
4. berkembang konsep kebenaran (konsep relativitas: Protagoras,
konsep objektivitas; Socrates)
Ciri-ciriFilsafat Abad Pertengahan
1. filsafat pada abad pertengahan bercampur dengan keyakinan agama
2. Tuhan dijadikan sebagai pijakan dalam setiap penjelajahan filsafat
3. Implikasinya terlihat pada kurang berkembangnya rasio
4. Filsafat yang dikembangkan adalah filsafat ketuhanan
5. Tokoh-tokoh: Thomas Acquinas dan Santo Agustinus
12
Ciri-ciri Filsafat Pencerahan
1. filsafat pencerahan dinilai dari keinginan kembali menggali dari
khasanah filsafat Yunani
2. masa ini ditandai pula dengan penemuan-penemuan baru dalam
bidang ilmu pengetahuan manusia
3. peradaban Islam membantu filsafat Barat dalam penggalian khasanah
filsafat Yunani klasik
4. manusia memiliki kebebasan untuk berpikir
Ciri-ciri Filsafat modern
1. sebagai konsekuensi dari berkembangnya pemikiran manusia,
pemikiran manusia mulai merambah ke seluruh aspek kehidupan
manusia
2. berkembangnya ilmu pengetahuan dengan pesat
3. perkembangan ilmu didukung pula oleh revolusi industri di Inggris
4. pada masa ini beberapa filosof yang sangat dikenal di dunia filsafat
adalah filosof Descartes, John Locke, dan Immanuel Kant
Ciri-ciri Filsafat Posmodern
1. sebagai reaksi dari berkembangnya pemikiran filsafat modern
2. pemikiran posmodern mengkritisi logosentrisme filsafat modern yang
berusaha menjadikan rasio sebagai instrumen utama
3. filsafat posmodern berkembang dalam dua jalur :
13
- filsafat holistik
- filsafat dekonstruksi
C. PENGERTIAN FILSAFAT
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia atau
philosophos. Philos atau philein berarti teman atau cinta, dan
shopiashopos kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah.
Filsafat berarti juga mater scientiarum yang artinya induk dari
segala ilmu pengetahuan. Kata filsafat dalam bahasa Indonesia
memiliki padanan kata falsafah (Arab), philosophie (Prancis,
Belanda dan Jerman), serta philosophy (Inggris). Dengan
demikian filsafat berarti mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana
(menjadi kata sifat) bisa berarti teman kebijaksanaan
(katabenda) atau induk dari segala ilmu pengetahuan.
Phytagoras (572-497 SM) ditahbiskan sebagai orang pertama
yang memakai kata philosopia yang berarti pecinta
kebijaksanaan (lover of wisdom) bukan itu sendiri. Plato(427-
347 SM) mengartikannya sebagai ilmu pengetahuan yang
berminat mencapai kebenaran yang hakiki lewat dialektika.
Aristoteles (382–322 SM) mendefinisikan filsafat sebagai
pengetahuan tentang kebenaran. Al-Farabi (870–950)
mengartikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang alam
maujud dan hakekat alam yang sebenarnya. Descartes (1590–
14
1650) mendefinisikan filsafat sebagai kumpulan ilmu
pengetahuan tentang tuhan, alam dan manusia. Immanuel
Kant (1724–1804) mendefinisikan filsafat sebagai ilmu
pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala
pengetahuan. Menurut Kant ada empat hal yang dikaji dalam
filsafat yaitu: apa yang dapat manusia ketahui? (metafisika),
apa yang seharusnya diketahui manusia? (etika), sampai
dimana harapan manusia? ( agama) dan apakah manusia itu?
(antropologi). Merriam-Webster dalam kamusnya filsafat
adalah literally the love of wisdom, in the actual usage,
the science that investigates the most general facts and
prinsciplesof reality and human nature and conduct:
logic, ethics, aesthetics and the theory of knowledge.
BAB III
KAJIAN TEMATIK FILSAFAT
A. TEMATIK FILSAFAT
Dalam pendekatan tematik, filsafat dibagi ke dalam tiga bagian
besar, yaitu ontologi (metafisika), epistemologi, dan aksiologi.
1. ontologi/metafisika : bidang filsafat yang mempelajari segala sesuatu,
baik yang tampak secara fisik (fenomena) atau sesuatu yang berada
15
di balik realitas (noumena). Dalam kajian filsafat, segala sesuatu itu
dikenal dengan “ada” (things). Dalam bidang ini termasuk juga filsafat
manusia, filsafat alam, dan filsafat ketuhanan.
2. epistemologi : bidang filsafat yang mempelajari bagaimana cara
manusia mengetahui sesuatu atau “ada” tersebut. Beberapa bidang
yang termasuk ke dalam epistemologi adalah filsafat ilmu, metodologi,
dan logika.
3. aksiologi : bidang filsafat yang mempelajari tentang nilai-nilai.
Misalnya, sejauh manakah nilai-nilai yang terkandung dalam
pengetahuan tersebut. Bagian dari aksiologi adalah etika dan estetika.
Cabang-cabang ilmu filsafat ini berkembang seiring dengan
perkembangan pemikiran filsafat. Misalnya, logika dikembangkan oleh
Aristoteles. Sementara itu, epistemologi dikembangkan oleh Immanuel
Kant ketika ia mempertanyakan sejauh mana akal dapat mengetahui
tentang yang ada dan sejauh mana akal memiliki kevalidan ketika
mempersepsi sesuatu.
Dari bidang ontologi, akan dikenal pandangan materialisme Karl
Marx berdasarkan pada pemikirannya bahwa segala sesuatu yang ada ini
bersifat materi. Dapat dikatakan bahwa Karl Marx menolak kajian
metafisika dan lebih mengakui ontologi. Sebagai catatan, kecenderungan
penolakan terhadap metafisika ini sebenarnya memang berkembang
pesat pada era filsafat modern.
Dari bidang epistemologi, akan diketahui paham-paham seperti
16
rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme memandang bahwa sumber
ilmu pengetahuan itu berasal dari akal, sedangkan empirisme
memandang sumber ilmu pengetahuan itu berasal dari pengalaman.
Berikut ini diberikan penjelasan tentang pengalaman, pengetahuan, dan
ilmu pengetahuan.
Ciri-ciri Pengalaman, Pengetahuan, dan Ilmu Pengetahuan:
Pengalaman:
- Berhubungan dengan realitas yang dialami manusia lewat pancaindra
Pengalaman bersifat sangat subjektif, karena : Objek tetap, subjek
berbeda Objek berubah, subjek tetap Objek berubah, subjek berbeda
Pengetahuan:
- Dalam Encyclopedia of Philosophy, pengetahuan didefinisikan
sebagai kepercayaan yang benar (knowledge is justified true
belief). Menurut Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang
diketahui atau hasil pekerjaan mengetahui. Mengetahui itu
hasil kenal, sadar, insaf, mengerti, benar dan pandai.
Pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar maka bukan
pengetahuan tetapi kekeliruan atau kontradiksi. Pengetahuan
merupakan hasil suatu proses atau pengalaman yang sadar.
Pengetahuan (knowledge) merupakan terminologi generik
yang mencakup seluruh hal yang diketahui manusia. Dengan
demikian pengetahuan adalah kemampuan manusia seperti
perasaan, pikiran, pengalaman, pengamatan, dan intuisi yang
17
mampu menangkap alam dan kehidupannya serta
mengabstraksikannya untuk mencapai suatu tujuan.
- Adanya “sensation” (kesadaran, peristiwa mental) setelah mengindra
realitas (pembeda dengan hewan)
- Proses mental yang melalui akal budi (berpikir) menjadikan
pengalaman menjadi pengetahuan. (contoh: ilmu tentang kerokan,
obat kumis kucing)
Ilmu pengetahuan:
- Pengalaman (pengetahuan) yang telah diolah secara kritis lewat akal
budi menjadi ilmu pengetahuan karena memiliki:
1) paradigma
2) teori
3) metodologi
B. ALIRAN FILSAFAT
Dalam bidang teori pengetahuan, terdapat tiga cara pandangan
yang dominan dalam bidang filsafat. Ketiga cara pandang tersebut adalah
rasionalisme, empirisme, dan kritisisme. Berikut ini dijelaskan ketiga
pandangan tersebut serta ciri-cirinya.
1. Rasionalisme
o Rasionalisme dicetuskan oleh Rene Descartes (1596-1650),
seorang filosof dari Peran.
18
o Menurut Descartes, rasio adalah satu-satunya sumber
pengetahuan.
o Kesan-kesan indrawi dianggap sebagai ilusi yang hanya diatasi
oleh kemampuan yang dimiliki rasio.
o Pemikiran Descartes yang terkenal adalah cogito ergosum “saya
berpikir, karena itu saya ada”.
o Mengunakan upaya ilmiah dengan “metode skeptis”.
o Rasionalisme memiliki dampak penting bagi ilmu pengetahuan
karena menjadi dasar berpikir logis dan munculnya sistem
pemikiran yang menitikberatkan pada akal.
o Dalam penelitian menggunakan metode deduksi.
2. Empirisme
- Empirisme adalah paham pemikiran yang menyatakan bahwa
pengetahuan hanya didapatkan dari pengalaman empiris, bukan
semata-mata dari rasio
- Filosof-filosof Inggris memiliki paham empirisme, di antaranya
David Hume (1711-1776), John Locke (1632-1704), dan Goerge
Berkeley (1685-1753)
- Francis Bacon mengatakan empirisme adalah pengamatan--
pengamatan partikular lalu membentuk kesimpulan umum
- John Locke menganggap bahwa rasio manusia mula-mula harus
dianggap “as a white paper” yang artinya pada saat lahir manusia
19
belum memiliki pengetahuan apa-apa
- Dalam penelitian m enggunakan m etode induksi
3. Kritisisme
- Aliran ini diperkenalkan oleh Immanuel Kant (1724-1804)
- Aliran ini merupakan sintesis antara rasionalisme dan empirisme
- Menurut Immanuel Kant, rasio dan Empiri adalah sama-sama
sumber pengetahuan, yaitu kesan-kesan empiri dikonstruksikan
oleh rasio melalui kategori-kategori sehingga menjadi pengetahuan
- Immanuel Kant juga mempertanyakan sejauh mana akal dapat
mengetahui tentang yang ada dan sejauh mana akal memiliki
kevalidan ketika mempersepsi sesuatu sehingga pemikirannya ini
menjadi landasan perkembangan epistemologi
C. PANDANGAN FILSAFAT TENTANG ETIKA DAN MORAL
1. ETIKA
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata
‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos
mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir.
Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya
istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat
20
moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu
ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan
(K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti
sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus.
Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata
secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang
dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘etika’ yang terdapat dalam
Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia
yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta,
sejak 1953 – mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai :
“ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata
‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000),
mempunyai arti :
1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam
Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu
etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru
21
memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah
kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia bisnis etika merosot terus”
maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam
Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud
dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu
melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan
atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia
yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau
urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada
arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
1. nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama
Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika
di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai.
Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan
maupun pada taraf sosial.
2. kumpulan asas atau nilai moral.
Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3. ilmu tentang yang baik atau buruk.
22
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis
(asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang
begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa
disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan
metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.
Pemikiran beberapa filosof mengenai etika adalah sebagai berikut.
a. Aristoteles (384-322 SM ):
dalam setiap kegiatan, manusia mengejar suatu tujuan,
sedangkan tujuan tertinggi manusia adalah mencapai
kebahagiaan.
kebahagiaan haruslah memiliki tujuan pada dirinya sendiri dan
bukan tujuan instrumental
Tujuan akhir (kebahagiaan) dicapai manusia apabila
menggunakan fungsi khas manusia sebagai manusia, yaitu
melalui akal budi (rasio).
Manusia dianggap baik dalam arti moral jika selalu mengadakan
pilihan-pilihan rasional yang tepat dalam perbuatan-perbuatan
moralnya.
b. Thomas Aquinas :
Mengombinasikan etika kebahagiaan Aristoteles dengan etika
teonom yaitu menekankan kewajiban taat pada kehendak Tuhan.
Menggunakan prinsip transendensi.
Kebahagiaan manusia dicapai melalui pengembangan diri dengan
23
berpijak pada hukum Tuhan yang mutlak.
c. Immanuel Kant (1724-1804) :
Etika Kant menekankan pada kewajiban. Etika kewajiban
memandang bahwa perbuatan baik dinilai berdasarkan kehendak
baik, bukan berdasarkan terealisasinya suatu tujuan.
Etika kewajiban melahirkan konsep yang sangat sentral pada etika
modern : OTONOMI MORAL
Moral otonom : manusia harus otonom dalam mengikuti suatu
hukum moral, bukan semata-mata karena menyesuaikan diri
dengan konvensi sosial.
Contoh etika yang bertentangan dengan otonomi moral :
- Menikahi wanita karena kekayaannya (bukan karena m
encintainya)
- Membagikan sembako untuk kepentingan agar dipilih (bukan
karena untuk berbagi)
ETIKA KEWAJIBAN
Etika kewajiban dikembangkan oleh Immanuel Kant (1724-1804)
Kant menekankan bahwa moralitas menyangkut baik-buruknya
manusia sebagai manusia.
Moralitas juga mengenai yang baik pada dirinya sendiri, di mana yang
baik pada dirinya sendiri adalah kehendak baik, bukan perbuatan
lahiriah.
Perbuatan secara moral baik apabila mewadahi kehendak baik
24
sebagai realitas batin.
Kehendak baik adalah kehendak yang mau melakukan apa yang
menjadi kewajibannya murni demi kewajiban itu sendiri.
Etika Kant menuntut ditolaknya tindakan moral yang dilakukan demi
suatu tujuan maupun demi pelampiasan dorongan hati.
Formulasikant tentang perintah moral:
1. Imperatif hipotetis
perintah moral yang menyuruh kita melakukan suatu tindakan atas
dasar pengandaian bahwa kita mau mencapai tujuan tertentu.
Contoh : - berhenti makan gula supaya tidak terkena diabetes
- berhenti melanggar lampu lalu lintas supaya tidak ditilang
polisi
2. Imperatif kategoris
perintah yang berlaku mutlak tanpa terkecuali karena apa yang
diperintahkan olehnya merupakan kewajiban pada dirinya sendiri,
tidak bergantung pada suatu tujuan selanjutnya.
ETIKA HEGEL
Etika Hegel (1770-1831) menganut prinsip dialektika.
Modus dialektika adalah tesis-antitesis-sentesis
Etika di dalam pandangan Hegel seperti perkembangan sejarah
yang berlangsung secara dialektis.
25
TESIS = Moralitas umum yang ada di masyarakat. Warga bertindak
atas aturan-aturan yang berada didalam masyarakat yang akhirnya
diakui menjadi adat istiadat. Hegel mencontohkan pada masa
Yunani Kuno.
ANTITESIS = pemberontakan terhadap istiadat. Ini dicontohkan
Hegel lewat pemberontakan moral Socrates. Socrates
mempertanyakan semua yang selama ini biasa dianggap
masyarakat sebagaisesuatu yang baik. Lahirlah prinsip kebebasan
berpikir pada individu.
SINTESIS = kebebasan individu merupakan hal yang terlalu
abstrak untuk dijadikan landasan bagi satu masyarakat. Kebebasan
abstrak dapat menjadi teror (Revolusi Perancis). Lahirlah sebuah
masyarakat organis yang merupakan suatu masyarakat yang
rasional. Di dalam masyarakat organis, individu bertindak otonom
dengan mengikuti struktur-struktur sosial yang ada. Hal ini dapat
terjadi karena struktur sosial yang ada tidak bertentangan,
melainkan mewadahi otonomi individu.
2. MORALIITAS
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’
yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing
mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat.
26
Bila dibandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis,
kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-
sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti
kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’
adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’
dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita
mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral,
maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan
norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita
mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut
berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.
‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada
dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara
tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan
atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau
keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan
itu kita dapat mengatakan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik
atau buruk.
27
Suatu ajaran tentang seni hidup;suatu ajaran yang ingin mengajak
manusia untuk hidup bermutu (tidak asal hidup) demi tercapainya
kebahagiaan.
Moralitas terbagi dua, yaitu:
1. Moralitas objektif : memandang perbuatan semata sebagai suatu
perbuatan yang telah dikerjakan, terlepas dari pengaruh sukarela pihak
pelaku. Contoh: membunuh (perbuatan pembunuhan itu yang dinilai
sebagai perbuatan yang tidak bermoral)
2. Moralitas subjektif : moralitas yang memandang sebagai suatu
perbuatan yang dipengaruhi pengertian dan persetujuan pelaku
sebagai seorang individu (ada konsep hati nurani). Contoh: Apakah A
menolong karena hati nuraninya memang memerintahkan hal itu atau
karena ingin mendapatkan imbalan?
Dalam cara pandang yang lain,m oralitasjuga terbagidua,yaitu:
1. Moralitas ekstrinsik:
Moralitas ekstrinsik memandang perbuatan sebagai suatu yang
diperintahkan atau dilarang oleh seseorang yang berkuasa atau oleh
hukum positif, baik oleh manusia maupun Tuhan.
M oralitas (perbuatan baik dan buruk) bersumber pada:
a. Kebiasaan manusia:
Friedrich Nietszche: pada mulanya tidak ada hal yang baik dan
yang buruk. Yang ada hanyalah yang kuat dan lemah. Yang
28
kuat kemudian menciptakan perintah dan larangan. Misalnya:
perempuan bersifat ramah dan lembut. August Comte:
kebiasaan moral itu muncul dari kebiasaan sosial dan terus
berubah bersama perbuatan-perbuatan yang terdapat dalam
masyarakat.
b. hukum -hukum negara:
Jean Jacques Rousseau: Sebelum manusia membuat kelompok
dan menjadi masyarakat politik (negara), tidak terdapat hal yang
baik dan buruk. Dari sanalah kemudian terjadi kontrak sosial.
c. agama
para filosof abad pertengahan berpendapat bahwa semua sifat
baik dan buruk karena diperintahkan atau dilarang Tuhan,bukan
karena terkandung kebaikan atau keburukan di dalam
perbuatan tersebut.
2. Moralitas intrinsik
Moralitas intrinsik memandang perbuatan menurut hakikatnya bebas
lepas dari setiap bentuk hukum positif.
- Yang dipandang adalah apakah suatu perbuatan itu baik atau
buruk pada hakikatnya, bukan apakah aturan telah memerintahkan
atau melarangnya.
- Ada perbuatan-perbuatan yang pada hakikatnya memiliki kebaikan
intrinsik sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi oleh negara, adat
istiadat, ataupun agama.
29
- Misalnya: pembunuhan, pencurian, dan penipuan adalah perbuatan
yang tercela.
30
BAB IV
FILSAFAT ILMU
A. FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu adalah cabang epistemologi yang menelaah secara
sistematis sifat dasar ilmu, metode-metode, konsep-konsepnya,
praanggapan-praanggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari
cabang pengetahuan. Filsafat Ilmu sebagai bagian dari Epistemologi
(filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat
ilmu (pengtahuan ilmiah). Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima,
ya’lamu, ‘ilman yang berarti mengetahui, memahami dan
mengerti benar-benar. Dalam bahasa Inggris disebut Science,
dari bahasa Latin yang berasal dari kata Scientia (pengetahuan)
atau Scire (mengetahui). Sedangkan dalam bahasa Yunani
adalah Episteme (pengetahuan). Dalam kamus Bahasa
Indonesia, ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang
tersusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu
yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu
di bidang itu (Kamus Bahasa Indonesia, 1998)
Filsafat ilmu memiliki objek material dan objek formal. Objek
material adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang
telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu sehingga
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Objek formal adalah hakikat
(esensi) ilmu pengetahuan; problem-problem mendasar ilmu pengetahuan
31
seperti apa hakikat ilmu itu sesungguhnya.
Landasan ontologis pengembangan ilmu adalah titik tolak
pengembangan ilmu yang didasarkan atas landasan filosofis yang dimiliki
seorang ilmuwan. Landasan filosofis itu terbagi dua aliran besar, yaitu:
1. materialisme: suatu pandangan metafisik yang menganggap bahwa
tidak ada hal yang nyata selain materi.
2. spiritualisme: suatu pandangan metafisika yang menganggap
kenyataan yang terdalam adalah roh yang mengisidan mendasari
seluruh alam. Pengembangan ilmu berdasarkan pada materialisme
cenderung pada ilmu-ilmu kealaman dan menganggap bidang
ilmunya sebagai induk bagi ilmu-ilmu lain. dalam perkembangan
ilmu modern, aliran ini disuarakan oleh Positivisme.
Spiritualisme cenderung pada ilmu-ilmu kerohanian dan
menganggap bidang ilmunya sebagai wadah utama bagi titik tolak
pengembangan bidang-bidang ilmu lain. Jadi, landasan ontologis ilmu
pengetahuan sangat bergantung pada cara pandang (landasan filosofis)
ilmuwan terhadap realitas. Jika realitas yang dimaksud adalah materi,
maka lebih terarah pada ilmu-ilmu empiris. Jika realitas yang dipandang
adalah spirit, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu humaniora.
Dalam bidang filsafat ilmu, ada dua aliran besar yang terus
mencoba saling mengukuhkan dominasinya, yaitu positivisme dan
pascapositivisme. Di bawah ini akan dipaparkan kedua aliran tersebut.
32
1. Positivisme
Dasar-dasar filsafat ini dibangun oleh Saint Simon dan
dikembangkan oleh Auguste Comte (1798-1857). Ia menyatakan bahwa
pengetahuan manusia berkembang secara evolusi dalam tiga tahap, yaitu
teologis, metafisik, dan positif. Pengetahuan positif merupakan puncak
pengetahuan manusia yang disebutnya sebagai pengetahuan ilmiah.
Sesuai dengan pandangan tersebut kebenaran metafisik yang diperoleh
dalam metafisika ditolak, karena kebenarannya sulit dibuktikan dalam
kenyataan. Auguste Comte mencoba mengembangkan Positivisme ke
dalam agama atau sebagai pengganti agama. Hal ini terbukti dengan
didirikannya Positive Societies di berbagai tempat yang memuja
kemanusiaan sebagai ganti memuja Tuhan. Perkembangan selanjutnya
dari aliran ini melahirkan aliran yang bertumpu kepada isi dan fakta-fakta
yang bersifat materi, yang dikenal dengan Materialisme. Tokoh aliran
Materialisme adalah Feurbach (1804-1872). Ia menyatakan bahwa
kepercayaan manusia kepada Allah sebenarnya berasal dari keinginan
manusia yang merasa tidak bahagia. Lalu, manusia mencipta Wujud yang
dapat dijadikan tumpuan harapan yaitu Tuhan, sehingga Feurbach
menyatakan teologi harus diganti dengan antropologi. Tokoh lain aliran
Materialisme adalah Karl Marx (1820-1883) yang menentang segala
bentuk spiritualisme. Ia bersama Friederich Engels (1820-1895)
membangun pemikiran komunisme pada tahun 1848 dengan manifesto
komunisme. Karl Marx memandang bahwa manusia itu bebas, tidak
33
terikat dengan yang transendental. Kehidupan manusia ditentukan oleh
materi. Agama sebagai proyeksi kehendak manusia, bukan berasal dari
dunia ghaib.
Posistivisme menetapkan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh
ilmu-ilmu alam dan humaniora untuk disebut sebagai ilmu pengetahuan
yang benar. Kemunculan Positivisme tidak bisa dilepaskan dari iklim
kultural yang memungkinkan berkembangnya gerakan untuk menerapkan
cara kerja ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang kehidupan manusia.
Iklim kultural tersebut ditimbulkan oleh revolusi industri di Inggris abad ke-
18 yang menimbulkan optimisme terhadap keberhasilan teknologi industri.
Karena itu, Positivisme mengistirahatkan filsafat dari kerja spekulatifnya.
Untuk memenuhi kriteria tersebut, ilmu-ilmu harus memiliki dunia
positivistik sebagai berikut:
1) Objektif : teori-teori tentang semesta harus bebas nilai.
2) Fenomenalisme : ilmu pengetahuan hanya bicara tentang semesta
yang teramati. Substansi metafisis yang diandaikan berada di
belakang gejala-gejala penampakan disingkirkan.
3) Reduksionalisme : semesta direduksi menjadi fakta-fakta keras
yang dapat diamati.
4) Naturalisme : alam semesta adalah objek-objek yang bergerak
secara mekanis seperti bekerjanya jam .
Dari beberapa kriteria di atas, tampak bahwa positivisme
34
mengabaikan kerja filsafat yang spekulatif dan juga metafisis. Selain itu,
positivisme melembagakan dunia objektivistiknya dalam suatu doktrin
yang disebut doktrin kesatuan pengetahuan. Pengertian doktrin
Pengetahuan adalah seluruh pengetahuan menyatakan bahwa seluruh
pengetahuan baik alam maupun manusia harus berada di bawah
paradigma positivistik. Positivisme menjadi dogma karena menuntut
semua bentuk pengetahuan manusia mengikuti doktrin kesatuan
pengetahuan apabila ingin disebut absah.
2. Pascapositivisme
Pascapositivisme adalah aliran yang menentang pemikiran
positivisme. Pascapositivisme terbagi dalam beberapa kelompok, di
antaranya antipositivisme yang dikembangkan oleh Karl Popper dan
Thomas Kuhn serta teori kritis oleh Mazhab Frank Furt.
Thomas Kuhn menaruh minat pada prinsip-prinsip kebenaran
tunggal yang dianut Positivisme. Dalam pandangan Kuhn, kebenaran
tunggal atau kebenaran yang objektif itu tidak ada. Yang ada adalah
kebenaran yang merupakan kesepakatan suatu komunitas akedemis yang
menjunjungnya secara terus menerus. Menurut Kuhn, positivisme adalah
suatu paradigma ilmu pengetahuan yang terus bertahan karena didukung
dan dipertahankan oleh kalangan komunitas ilmu yang kuat.
Konsep utama Thomas Kuhn adalah paradigma. Secara umum,
paradigma adalah kerangka konseptual untuk mengklasifikasi dan
35
menerangkan objek-objek fisikal. Secara sederhana, paradigma dapat
diartikan sebagai cara pandang terhadap sesuatu objek (semesta) yang
akan mem pengaruhinya dalam tindak selanjutnya.
Menurut Thomas Kuhn, paradigma menjadi kerangka konseptual
dalam mempersepsi semesta. Artinya tidak ada observasi peneliti yang
netral. Semuanya dibentuk oleh kerangka konseptual yang digunakan.
Begitu pula dengan ilmuwan. Ilmuwan selalu bekerja di bawah payung
paradigma yang akan memuat asumi dan metodologi tersendiri. Dengan
begitu, kebenaran ilmu tidaklah satu, melainkan plural. Hanya saja
kebenaran itu akhirnya ditentukan oleh sekelompok kalangan ilmiah. Ada
unsur perebutan pengaruh dalam menentukan kebenaran yang dianggap
kebenaran yang lebih valid.
Di samping itu, ada pula pemikiran pascapositisme dari Mazhab
Frankfurt. Mereka menamakan pemikiran mereka dengan teori kritis.
Mazhab Frankfurt adalah sekelompok ilmuwan yang mendirikan sebuah
institut sosial yang menaruh minat pada persoalan-persoalan sosial
masyarakat.
Tokoh Mazhab Frankfurt adalah Max Hokheimer, Jurgen Habermas,
Herbert Marcuse dan Adorno. Titik tolak kritik Mazhab Frankfurt adalah
pada kebebasnilaian ilmu pengetahuan dalam arti bahwa ilmu
pengetahuan tidak memihak pada siapapun kecuali untuk perkembangan
ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dengan cara pandang seperti itu, menurut Mazhab Frankfurt, hal itu
36
hanya menjadikan ilmu sosial/ilmuwan sebagai pengabdi kemapanan dan
kehilangan daya kritisnya.
Dengan hanya mengabdikan pada ilmu pengetahuan, Positivisme
dianggap menutup mata terhadap dampak dari ilmu pengetahuan itu
sendiri (misalnya pencemaran lingkungan, pemanasan global).
Mazhab Frankfurt juga melayangkan kritik terhadap Max Weber,
yang menyatakan bahwa ilmuwan hanya boleh
memetakan/mendeskripsikan tanpa boleh melakukan penilaian. Menurut
Habermas, dalam ilmu pengetahuan, kepentingan tidak bisa dilepaskan
(Knowledge and Human Interest). Kepentingan itu selalu ada. Termasuk
ketika Positivisme hanya mementingkan pada perkembangan ilmu
pengetahuan.
3. Konstruktivisme
- Pandangan konstruktivis memandang bahwa semesta adalah hasil
konstruksi sosial
- Konstruktivisme menganut paham antifondasional : tidak ada satu
fondasi atau satu metode ilmiah yang terpercaya dan mantap bagi
dunia ilmu pengetahuan
- Dengan paham ini, konstruktivis memandang segala sesuatu
bersifat relatif
- Pendekatan yang dilakukan adalah multiperspektif, karena tidak
ada legitimasi yang kuat terhadap satu pandangan yang bisa
37
mengatasnam akan pandangan yang lain
- Kaum postmodern dapat dimasukkan ke dalam paham ini
Ikhtisar:
Karakteristik ilmu filsafat:
1. Spekulatif : tidak pasti, dapat terus diperbaharui
2. Radikal : sampai ke akar-akarnya
3. Universal : menyeluruh, tidak parsial
Ciri-ciri ilmu pengetahuan adalah :
1. Metodis : ada langkah-langkah yang ketat dan sistematis
2. Universalitas : berlaku pada seluruh ruang dan waktu
3. Objektivitas : difokuskan pada objek ilmu pengatahuan dan tidak
terdistorsi oleh prasangka-prasangka subjektif
4. Intersubjektif : kebenaran ilmu pengetahuan tidak bersifat pribadi
melainkan harus disepakati oleh suatu komunitas ilmiah
5. bersifat logis (memiliki dasar pembenaran sehingga dapat diverifikasi)
38